PEMBUATAN PREPARAT DAUN NUSA INDAH
(Mussaenda frondosa)
Nita Listiyani (3425111402) & Siska Handayani (3425111429)
*Corresponding author: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Jl. Pemuda
No. 10 Rawamangun, Jakarta Timur. Indonesia. Tel.: +62 21 4894909
E-mail address: [email protected]
(Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikroteknik)
BIOLOGI REGULER 2011
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroteknik merupakan teknik pembuatan sediaan atau preparat secara mikroskopis,
tentunya pendekatan teoritis tidaklah memadai untuk memahami secara menyeluruh mengenai
mikroteknik, karena lebih menekankan pemahaman pada wilayah aplikatifnya meskipun pada
dasarnya landasan teoritis juga diperlukan dalam rangka memberikan beberapa petunjuk yang
harus dilalui agar proses pembuatan sediaan sesuai dengan prosedural kerja dan alasan
penggunaan ataupun pemilihan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan
mikroskopis. Beberapa metode yang dikenal dalam pembuatan preparat tumbuhan, yaitu
metode Whole mount, sediaan irisan, sediaan uraian, sediaan rentang, sediaan gosok, sediaan
supravital, sediaan remasan, dan metode paraffin.
Pada praktikum kali ini menggunakan daun Mussaenda frondosa dengan metode
paraffin, yaitu cara pembuatan preparat permanen dengan menggunakan paraffin sebagai
media embedding dengan tebal irisan kurang lebih mencapai 6 µm-8 µm.
Preparat awetan merupakan salah satu alat untuk mempermudah dalam melakukan
pengamatan pada beberapa mata kuliah biologi, salah satunya Anatomi Tumbuhan. Namun,
preparat yang tersedia kurang memadai. Oleh karena itu, pada praktikum mikrotek ini akan
dibuat preparat awetan jaringan tumbuhan untuk mmempermudah mahasiswa mengamati dan
melihat preparat.
B. Perumusan Masalah
Bagaimanakah cara pembuatan preparat daun Mussaenda frondosa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyediakan preparat awetan jaringan tumbuhan bagi
keperluan praktikum di Jurusan Biologi.
D. Manfaat Penelitian
1. Menyediakan preparat tumbuhan yang belum ada di laboratorium Jurusan Biologi
Universitas Negeri Jakarta.
2. Menambah pengetahuan tentang pembuatan preparat yang baik dan benar.
3. Menambah pengetahuan tentang anatomi tumbuhan.
BAB II
KERANGKA TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik
1. Mikroteknik
Mikroteknik atau teknik histologi merupakan ilmu atau seni mempersiapkan
organ, jaringan atau bagian jaringan untuk dapat diamati dan ditelaah. Penelaahan
umumnya dilakukan dengan bantuan mikroskop, karena struktur jaringan secara
terperinci pada galibnya terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Ruang
lingkup yang mencakup materi mikroteknik dapat diperoleh dari sejumlah definisi dan
peristilahan yang bisa dipakai, hanya saja sebaiknya kita mencamkan dalam pikiran kita
bahwa suatu spesimen mikroteknik dapat merupakan sebagian atau seluruhan dari
struktur yang ditetapkan. Selain dilekapkan dengan kaca preparat, spesimen tadi
umumnya dilindungi dengan kaca penutup, yaitu sepotong kaca yang sangat tipis ataupun
plastik yang tembus pandang yang direkatkan diatas spesimen tersebut (Gunarso, 1989).
Sedangkan menurut Amar (2008), Mikroteknik adalah ilmu yang akan
mempelajari metode/ prosedur pembuatan preparat mikroskopik.
Mikroteknik merupakan teknik pembuatan sediaan atau preparat secara mikroskopis,
tentunya pendekatan teoritis tidaklah memadai untuk memahami secara menyeluruh
mengenai Mikroteknik, sebab yang namanya teknik lebih menekankan pemahaman pada
wilayah aplikatifnya meskipun pada dasarnya landasan teoritis juga diperlukan dalam
rangka memberikan beberapa petunjuk yang harus dilalui agar proses pembuatan sediaan
sesuai dengan prosedural kerja dan alasan penggunaan ataupun pemilihan bahan yang
akan digunakan dalam pembuatan sediaan Mikroskopis (Zaifbio, 2010)
Ada beberapa metode untuk membuat suatu preparat dalam mikroteknik,
diantaranya, yaitu:
a. Metode whole mounth
Menurut (Joyner, 2008 dalam zaifbio 2010) Whole mounth merupakan metode
pembuatan preparat yang nantinya akan diamati dengan mikroskop tanpa
didahului adanya proses pemotongan. Jadi pada metode ini, preparat yang diamati
adalah preparat yang utuh baik itu berupa sel, jaringan, organ maupun individu.
Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan
metode ini adalah dapat mengamati seluruh bagian tanaman dengan jelas tiap
bagian-bagiannya. Sedangkan kelemahannya adalah metode ini hanya bisa
dilakukan pada tanaman dengan ukuran yang kecil saja tidak bisa tanaman yang
besar sehingga metode ini perlu terus dikembangkan dengan melakukan bebagai
percobaan (Gunarso, 1989).
b. Metoda Sediaan Irisan (Sectioning)
Cara pengerjaan melalui irisan atau sayatan ini dianggap sebagai teknik rutin
ataupun teknik bagi penyiapan spesimen histologi amaupun patologi. Tebal
tipisnya sayatan bergantung pada pengalaman serta tujuan penyiapan spesimen.
Tebal sayatan yang umum berkisar antara 6-15 mikron (1 mikron = 0,001 mm).
Ukura sayatan juga sangat bervariasi, mulai dari saytaan pembuluh darah yang
sangat kecil hingga sayatan otak.
c. Metoda Sediaan Uraian (Teasing Preparations)
Untuk dapat memisahkan komponen suatu jenis jaringan maupun organ tisu atau
jaringan diuraikan dengan menggunakan jarum penguraian. Dengan demikian
pengertian teasng ini berarti juga pembedahan dalam skala kecil. Tingkatnya pada
pembedahan biasa dan pembedahan mikro yang dilakukan dengan menggunakan
jarum pengurai. Teasing ini dilakukan pada jenis sediaan segar yang telah
difiksasi dan mengalami pewarnaan. Secara umum jenis tisu yang bisa ditelaah
melalui metode ulas ini adalah darah, limfa, cairan sum-sum tulang belakang,
semen janan, sediaan air seni, serta beberapa lainnya. (Gunarso, 1989).
d. Metoda Sediaan Rentang
Pada metoda ini preparat belum difiksasi, diperlakukan sedemikian rupa sehingga
disamping jelas juga mendekati keadaan aslinya dengan melalui perentangan.
Jenis bahan siapan yang uum direntang saat difiksasi adalah otot, syaraf, jenis
jaringan tipis (selaput yang membungkus jantung, hati dan lain-lain) (Gunarso,
1989).
e. Metode Sediaan Gosok
Jenis jaringan yang keras sifatnya, seperti tulang, gigi, kuku dan beberapa lainnya
mungkin sekali sangat sukar untuk dibuat sediaan sayatan (kecuali bila
mengalami berbagai perlakuan khusus sebelumnya). Untuk mengatasi hal diatas
tadi, maka umum juga dibuat sediaan dengan metoda gosok. Tulang misalkan
tulang paha, terlebih dahulu dipotong-potong hingga ukuran beberapa mili hingga
1 – 2 cm. Potongan tersebut kemudian digosok pada batu hingga cukup tipis
untuk dapat diamati pada mikroskop (Gunarso, 1989).
f. Metode Sediaan Supravital
Selain jenis-jenis metoda yang dimanfaatkan materi yang mengalami matian dan
fiksasi. Untuk pengamatan sel-sel darah yang masih hidup umumnya digunakan
zat warna vital seperti Yanus green atau Neutral red, karena sel darah mempunyai
kemampuan untuk menghisap zat warna pada konsentrasi yang sesuai. Bila kedua
zat warna tersebut dipakai secara bersama-sama maka memungkinkan kita untuk
mengamati mitokondria. Hanya saja akan terjadi perubahan yang sangat cepat
pada sel, karena sel dapat mati oleh kedua warna tadi secara bersamaan (Gunarso,
1989).
g. Metode Sediaan Remasan (Squash)
Metode remasan banyak dikakukan untuk penyaiapan pengamatan kromosom
baik hewan maupun tumbuhan. Dengan metoda ini bahan diremas atau
dihancurkan sehingga masing-masing sel akan terlepas yang memudahkan
pengamatan selanjutnya. Jadi tujuan peremasan ini bukan berarti menghancurkan
sel-selnya, tapi masing-masing sel bebas terlepas satu sama lain dengan tetap
dipertahankan bentuk aslinya.
h. Metode Paraffin
Metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau
standar. Pengamatan secara mikroskopis dari suatu jaringan normal sifatnya
maupun yang mengidap suatu penyakit (patologis) akan lebih baik hasilnya
dilakukan dari preparat jaringan yang telah dipersiapkan dengan baik, telah
dillakukan penyayatan cukup tipis serta diberi pewarnaan yang sesuai, sehingga
berbagai elemen yang diteliti lebih mudah untuk diamati (Gunarso, 1989).
Adapun tahapan pembuatan preparat metode parafin adalah sebagai berikut :
1. Sampling
Merupakan proses awal dalam metode parafin. Pada sampling ini diambil
beberapa organ sesuai keperluan. Jika organ terlalu besar maka dipotong-
potong terlebih dahulu.
Menurut Eching (2009) Pengambilan jaringan :
a) Harus secepatnya di ambil terutama pada kadafer
b) Pemotongan harus dengan pisau yang tajam
c) Ukuran potongan sebaiknya 1 cm
d) Secepatnya difiksasi
Tujuannya untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan pasca mati dan
perubahan struktur lain yang dapat menyesatkan dalam pengamatan.
2. Fiksasi
Tujuan utama fiksasi adalah memberikan perlakuan tertentu terhadap
elemen-lemen jaringan, terutama inti sel atau nukleinya, sehingga dapat
diwetkan dalam kondisis yang sedikit banyak mendekati keadaan aslinya.
Selain itu, fiksasi juga mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang
disebabakan oleh mikroorganisme maupun perusakan oleh enzim yang
terkandung dalam jaringan itu sendiri, yang dikenal dengan autolisis. Dengan
kata lain fiksasi bertujuan :
- Mematikan (menghentikan proses-proses metabolisme) jaringan
dengan cepat sehingga keadaannya sedikit banyak mendekati keadaan
aslinya.
- Mencegah autolysis
- Menaikkan daya pewarnaan karena adanya bahan-bahan keras yang
merupakan komponen cairan fiksatif.
- Mencegah mengkerutnya globula-globula protein sel
- Mempertinggi sifat reaktif gugusan-gugusan karboksilat, amoni
primer,sulfihidril
- Membuat sel-sel lebih kuat/keras
3. Dehidrasi
Dehidrasi adalah proses mengeluarkan air dari dalam jaringan tisu dengan
menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi merupaka langkah
penting yang memerlukan perlakuan yang prosesnya tidak terputus-putus.
Kesalahan yang terjadi akan mengakibatkan terhalangnya proses penamanan
dalam parafin yang merupakan proses lanjutan setelah proses dehidrasi
tersebut.
Sehubungan dengan hal itu maka dehidran yang kita gunakan hedaklah
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
- Harus mampu menarik air dari tisu menggantikan kedudukan air
tersebut
Dehidran itu sendiri dapat digantikan kedudukannya oleh meduium
penjernih
- Tidak merusak danmengganggu tisu yang telah difiksasi sebelumnya
sehingga misalnya tisu akan menjadi terlalu lunakkembali ataupun
malah memperkeras tisu tersebut menjadi rapuh
- Dehidran yang paling umum dalam mikroteknik bagi metode parafin
adalah alkohol. Dalam penggunaannya dipakai serangkaian alkohol
dengan konsentrasi berbeda, dimulai dengan alkohol 35% - 50% - 70%
- 80% - 95% - 100%. Alkohol 70% umum dikenal sebagai Stopping
point dengan pengertian tisu dapat disimpan agak lama (biasanya
dibiarkan bermalam untuk dilanjutkan pada keesokan harinya maupun
hari-hari berikutnya).
4. Penjernihan (Clearing)
Tujuan utama proses penjernihan adalah menggatiakn tempat alkohol
dalam tisu yang telah mengalami proses dehidrasi dengan suatu solven atau
medium penjernih menjelang proses penanaman sebelum dilakukan proses
penyayatan. Setelah kita menggunakan xylol atau benzene pada proses
penjernihan ini, pada umumnya tisu akan menjadi transparan : hal ini yang
menjadi alasan bahwa hal ini dikenal sebagai proses penjernihan. Lama tisu
dalam medium penjernih bergantung pada :
- Ketebalan serta tingkat kepadatan tisu
- Jenis reagen yang dipakai
- Untuk jenis tisu yang melalui proses dehidrasi dengan sempurna, maka
proses penjernihan (xylol, benzene) berlangsung selama setengah
hingga tiga jam. Bila tisu dibiarkan cukup lama dalam medium
penjernih ini, maka besar kemungkinan tisu akan menjadi keras dan
rapuh yang tentu menyukarkan dalam penyayatan.
5. Infiltrasi
Yang dimaksud dengan infiltrasi yaitu usaha menyususpkan media
penanaman kedalam tisu dengan jalan menggantikan kedudukan dehidran dan
bahan penjernih. Media penamanam/embedding yang umum dipakai adalah
parafin. Parafin dibedakan berdasarkan titik didihnya, jadi ada yang bertitik
didih 48°C, 54°C, 56°C dan 58°C. Utuk jenis tisu hewan yang biasanya
digunakan parafin bertitik didih 58°C. Sebelum jaringan masuk kedalam
parafin murni maka tisu terlebih dahulu berada dalam xylol : arafin dengan
perbandingan 1:3, 1:1, 1:3 da selanjutnya masuk kedalam parafin murni.
6. Penanaman (Embedding)
Penanaman merupakan proses memasukkan atau menanam tisu kedalam
blok-blok parafin (cetakan) sehingga memudahkan pada proses penyayatan
dengan bantuan mikrotom. Beberapa teknik percetakan tersebut
menggunakan :
- Cetakan terbuat dari timah atau logam berat lainnya yang berbentuk L
dialas kaca dengan cara ini satu persatu tisu akan dapat dicetak
- Cetakan terbuat dari kertas. Sebaiknya disiapkan dari bahan kertas
karton atau manila
- Cetakan berbentuk bak yang terbuat dari aluminium, dengan cara ini
tisu dapat ditanamkan sekaligus
7. Pemotongan (Section)
Proses penyayatan mencakup berbagai cara akan menghasilkan sayatan
tipis tisu baik yang telah mengalami proses penanaman maupun tidak. Dalam
mikroteknik, cara lazim digunakan adalah penyayatan dengan menggunakan
mikrotom dengan berbagai peralatan pembantu seperti pisau mikrotom, kuas
bulu, spatula, gunting serta pensil penoreh..
Mikrotom merupakan alat khusus yang diracang untuk menyayat material
atau tisu-tisu dengan sayatan-sayatan yang cukup tipis untuk penelaahan
dengan mikroskop. Dalam metode paraffin, umumnya digunakan paraffin
untuk menghasilkan pita paraffin. Untuk memperoleh hasil sayatan yang baik
dibutuhkan beberapa persayaratan sebagai berikut :
- Tisu yang telah dipersiapkan dengan sempurna
- Pisau yang cukup tajam
- Pemilihan jenis mikrotom yang tepat
- Operator yang cukup terampil dan terlatih
8. Afiksasi (afixing)
Afiksasi atau proses perlekatan adalah proses perlekatan atau penetapan
sayatan tisu yang pada kaca preparat dengan bantuan media prekat tertentu.
Pada proses ini diperlukan berbagai persiapan antara lain :
a. Kaca preparat bersih
b. Media prekat
c. Akuades
d. Meja pemanas/hot plate
e. Peralata berupa pinset, skapel, gunting, kuas dan lain sebagainya.
Dari beberapa jenis formula media prekat yang umum digunakan dalam kerja
rutin adalah media merekat albumin. Mula-mula putih telur dan gliserin dikock
hingga rata, busa yang terjadi dibuang dan bila perlu dilakukan penyaringan,
kemudian dibubuhkan kristal-kristal thymol yang berfungsi sebagai pencegah
berkembangnya jamur dan bakteri serta beberapa tetes akuades sebagai
pengencer.
9. Pewarnaan (staining)
Pewarnaan bertujuan agar dapat mempertajam atau memperjelas berbagai
elemen tisu, terutama sel-selnya, sehingga dapat dibedakan dan ditelaah
dengan mikroskop. Motoda pewarnaan yang sering dilakukan dalam pembuata
preparat metode parafin adalah metoda pewarnaan Hematoxilin-eosin.
Seperti merupakan peraturan, hamatoxillin digunakan terlebih dahulu dan
setelah melalui proses diferensiasi, maka barulah eosin digunakan. Pertukaran
tempat keduanya tampaknya akan menimbulkan kesukaran, karena pewarna
hematoxilin akan mewarnai lebih cepat dari pada pewarna paduannya yang
umumnya berperan sebagai counterstain yang intensitas pewarnaanya dapat
diatur tanpa mempengaruhi pewarnaan hematoxilin.
10. Mounting
Merupakan proses akhir dari pembuatan preparat metoda parafin. Sebelum
ditutup secara permanen maka sebaiknya jaringan dilihat pada mikroskop
apakah jaringan tersebut sudah dapat diamati dengan baik atau tidak. Pada
mounting tutup dengan canada balsem dan gelas penutup. Hindari terbentuk
gelembung udara kemudian beri label dan diamati kembali diwabah
mikroskop.
2. Tanaman Nusa Indah (Mussaenda frondosa)
Bunga nusa indah memiliki batang yang tingginya mencapai sekitar 2-5 meter.
Berbentuk bulat, memiliki percabangan yanga rapat, permukaan batang yang kasar,
berwarna coklat. Bunga nusa indah juga mempunyai daun tunggal, berhadapan,
bertangkai bulat, berbulu, panjang panjangnya sekitar 1-3 cm. Berwarna
hijau kemerahan,helaian daun bentuk oval atau lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi
rata, pertulangan menyirip, panjang 8-15 cm, lebar 4-8 cm, permukaan berbulu.
Mempunyai susunan bunga majemuk, di ujung cabang atau batang, bentuk malai,
kelopak semu bentuk oval, ukuran seperti daun, dasar mahkota bentuk tabung, ujung
lepas, 4 helai, warna oranye, permukaan berbulu. Mempunyai biji tunggang, berwarna
kuning kecoklatan, dan bijinya berbentuk lanset, kecil, berwarna coklat. Akar dari bunga
nusa indah adalah berakar serabut dan berwarna putih kekuningan. Adapun klasifikasi
dari tumbuhan Mussaenda sebagai berikut:
Kingdom : Plantea
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Mussaenda
Spesies : Mussaenda frondosa
Bunga nusa indah (Mussaenda frondosa) dapat dijumpai di halaman muka
rumah yang fungsinya mempercantik tampilan rumah tersebut. Namun, tanaman hias
yang terkadang bisa tumbuh liar di semak dan lereng bukit ini ternyata memiliki khasiat
sebagai obat. Dapat tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi atau pada
ketinggian 1 meter hingga 1.700 meter di atas permukaan laut. Dapat berbunga pada
musim panas dan pemanenan dapat dilakukan sepanjang tahun.
Nilai komersial dari bunga nusa indah belum dapat diketahui karena bunga nusa
indah dapat dijumpai di halaman rumah sebagai tanaman hias. Karena bunga nusa indah
atau biasa disebut dengan daun putri hanya digunakan sebagai obat tradisional dan belum
ada obat herbalnya, jadi boleh di katakan nilai jualnya belum ada.
BAB III
METODOLOGI
A. Tujuan Operasional Penelitian
1. Mendapatkan potongan daun Mussaenda frondosa berukuran 0,5 cm.
2. Menanam daun Mussaenda frondosa pada parafin.
3. Mendapatkan potongan preparat daun Mussaenda frondosa dengan menggunakan
mikrotom.
4. Mewarnai preparat daun Mussaenda frondosa dengan safranin dan fastgreen.
5. Mendapatkan hasil pewarnaan yang baik.
B. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif.
C. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober hingga Desember 2013 di Laboratorium
Mikroteknik dan Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Universitas Negeri Jakarta pada
hari Senin pukul 15.00 hingga selesai, serta di Laboratorium Histologi Universitas Indonesia.
D. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah silet, penggaris, oven, beaker glass, gelas
ukur, corong, pipet, pinset, botol kaca, penangas, kaki tiga, kertas saring, bunsen, kaset blok,
kertas kalender dan aspirator.
Bahan yang d igunakan da l am p rak t i kum in i ada l ah daun nusa i ndah
( Mussaenda frondosa ), akuades, larutan fiksasi seperti larutan FAA, alkohol 70%,
alkohol 96%, xilol, parafin cair, minyak parafin, safranin 1%, larutan A dan
larutan B.
E. Metode Kerja
Metode kerja yang dilakukan dalam pembuatan preparat daun n usa indah
(Mussaenda frondosa) adalah sebagai berikut:
a. Proses pembuatan alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, dan 100%)
b. Proses pembuatan larutan FAA
Larutan terdiri dari 50 cc ethyl alcohol (96%), 5 cc asam asetat glacial, 10 cc
formaldehid (37-40%), 35 cc akuades
Bahan-bahan yang diperlukan dicampurkan dan dimasukkan ke dalam botol kaca
dan simpan selama satu minggu
c. Proses fiksasi
Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
Potong daun nusa indah (Mussaenda frondosa) menjadi potongan-potongan
kecil (0,5 cm x 0,5 cm) sebanyak 7 potongan
Memasukkan bahan yang sudah dipotong ke dalam botol vial, kemudian diberi
larutan FAA hingga batang terendam dan diamkan selama satu minggu
Melakukan aspirasi menggunakan alat aspirator selama 5 menit atau hingga organ
tenggelam
Mengganti larutan FAA dengan alkohol 70% yang diberi pewarna safranin 1%
sebanyak 5 -7 tetes dan simpan selama 6 hari
Lalu pindahkan ke dalam alkohol 96% selama masing-masing 1 jam berturut-
turut.
d. Proses penjernihan atau dehidrasi
Masukkan potongan daun nusa indah (Mussaenda frondosa) ke dalam larutan
alcohol 70%, 80%,90% dan 100% secara berturut-turut selama ± 30 menit; lalu
masukkan ke dalam larutan xilol 1 dan xilol 2 selama ± 30 menit; lalu ke dalam
minyak parafin.
e. Proses infiltrasi
Masukkan potongan daun nusa indah (Mussaenda frondosa) ke dalam parafin
lunak dengan 2 hingga 3 kali pergantian selama 1 jam
f. Proses penanaman (embedding)
Buat tempat penanaman dengan menggunakan kalender yang berbentuk persegi
atau persegi panjang (sesuai dengan ukuran organ tanaman yang digunakan)
Masukkan parafin cair, diamkan sampai parafin tersebut agak membeku
Masukkan bahan ke dalam parafin yang sudah agak membeku. Usahakan bahan
diletakkan di tengah-tengah blok
Diamkan sampai membeku
g. Proses blocking
Pindahkan bahan yang sudah ditanam di blok pada kaset dengan
menempelkannya pada kaset dengan menggunakan parafin
h. Proses pembuatan larutan A dan larutan B
Larutan A terdiri dari gelatin 1 gram, calcium propionate 1 gram, benzalkonium
chloride 1 cc dan air 100 cc.
Larutan B terdiri dari chromealum 1 gram, formalin 40% dan air 90 cc.
Masukkan semua bahan larutan A ke dalam botol kaca, campur menjadi satu.
Demikian juga dengan larutan B.
i. Proses penyayatan
Sayat bahan dengan menggunakan mikrotom (di Universitas Indonesia) dan silet
(Universitas Negeri Jakarta)
Sayatan dengan menggunakan mikrotom, hasil berbentuk pita panjang dan
dimasukkan kedalam waterbath, lalu tempelkan langsung pada gelas objec
Sayatan dengan silet, hasil berupa sayatan. Letakkan sayatan di object glass yang
sudah ditetesi dengan larutan A, kemudian tetesi larutan B di atas sayatan dan
dilakukan di atas pemanas dengan suhu 40ºC.
j. Proses pewarnaan
Preparat dimasukkan ke dalam xilol (xilol 1 dan xilol 2) masing-masing selama 5
menit
Lalu masukkan ke dalam alkohol 100%, alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%
dan alkohol 70% masing-masing selama 5 menit
Setelah itu masukkan ke dalam aquades selama 5 menit
Setelah itu masukkan ke dalam haematoxylin sebagai pewarna selama kurang
lebih 2 menit
Kemudian cuci dengan air mengalir selama 5-10 menit
Lalu masukkan ke eosin selama 2 menit.
Lalu masukkan ke dalam alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90% dan 100%
masing-masing selama 2 menit
Masukkan ke dalam xilol 1 dan 2 masing-masing selama 2 menit
Setelah itu, bahan ditutup dengan menetesi canada balsam di atas preparat, setelah
itu ditutup dengan menggunakan cover glass.
Kemudian lihat preparat dalam mikroskop.
F. Teknik pengumpulan data
Data yang diambil berupa gambar mikroskopis dari preparat daun nusa i ndah
(Mussaenda frondosa).
G. Teknik analisis data
Teknik analilis berdasarkan anatomi preparat daun nusa i ndah (Mussaenda frondosa)
yang tampak dalam mikroskop.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Preparat Daun Nusa Indah Perbesaran 40x
(Laboratorium Mikroteknik Universitas Negeri Jakarta)
Preparat Daun Nusa Indah Perbesaran 4x
(Laboratorium Histologi Universitas Indonesia)
Trikoma
Preparat Daun Nusa Indah Perbesaran 10x
(Laboratorium Histologi Universitas Indonesia)
Preparat Daun Nusa Indah Perbesaran 40x
(Laboratorium Histologi Universitas Indonesia)
B. Pembahasan
Praktikum kali ini membuat preparat daun nusa indah (Mussaenda frondosa) dengan
menggunakan me tode pa ra f i n . D igunakan daun nusa i ndah
(Mussaenda frondosa) untuk mengamati trikoma pada daun nusa indah (Mussaenda frondosa).
Tahap awa l yang dilakukan adalah menyediakan bahan-bahan yang akan dibutuhkan selama
pembuatan preparat dan membersihkan alat-alat yang akan digunakan. Hal tersebut dilakukan
untuk mempermudah pekerjaan praktikan serta terhindar dari kontaminasi agar hasil yang
diperoleh maksimal.
Setelah dipotong sepanjang ± 5 cm, jaringan kemudian melalui tahap fiksasi dengan
menggunakan larutan FAA (Formalin, Asam asetat glasial, dan alkohol 96%), tahap ini
bertujuan untuk menjaga atau mengawetkan seluruh stuktur sel sehingga sedapat mungkin
berada dalam keadaan sama atau hampir sama dengan keadaan aslinya pada waktu masih
hidup serta memperlambat atau menghentikan proses metabolism sel pada
jaringan. Larutan FAA yang digunakan bertujuan untuk mempercepat penetrasi alkohol dan
asam asetat ke dalam jaringan agar pematian dan fiksasi dapat berjalan dengan
cepat, serta merupakan larutan yang stabil dan pengawet yang baik.
Faktor-faktor yang berperan dalam fiksatif adalah buffer (pH), suhu yang rendah
mencegah autolisis,untuk mendapatkan daya penetrasi yang tinggi digunakan irisan setipis
mungkin, perubahan volume, osmolaliitas pada larutan fiksatif, penambahan deterjen sehingga
fiksatif cepat masuk, konsentrasi, dan waktu fiksatif. (Botanika, 2008).
Setelah difiksasi, jaringan terlebih dahulu dicuci dengan merendamnya ke dalam aquades
selama beberapa detik. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan larutan FAA yang ada pada
jaringan. Kemudian, jaringan melalui tahap dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat
dengan konsentrasi mulai dari 70%, 80%, 90%, dan 96%. Jaringan direndam ke dalam alkohol
bertingkat dengan waktu masing-masing selama 15 menit. Tujuan dari tahap dehidrasi ialah
agar kandungan air dalam jaringan agar keluar. Penggunaan dari alkohol bertingkat tersebut agar
jaringan kandungan airnya dapat keluar sedikit demi sedikit hingga pada konsentrasi 96%
pengeluaran airnya pun maksimal, serta mencegah terjadinya lisis pada sel dalam jaringan
tersebut.
Selanjutnya, jaringan direndam ke dalam larutan campuran alkohol 96% : xylol secara
bertingkat dengan perbandingan 3:1, 1:1, dan 1:3 masing-masing selama 10 menit yang biasa
disebut dengan tahap dealkoholisasi. Tahap ini bertujuan untuk mengeluarkan alkohol yang
terdapat di dalam jaringan yang kemudian digantikan oleh larutan xylol yang mampu berikatan
dengan parafin. Selain itu, tujuan dari perbandingan pada campuran tersebut dimana campuran
alkohol : xylol pertama ialah 3 : 1 agar sel tidak kaget akan penambahan larutan lain sehingga
mencegah kerusakan pada sel.
Tahap berikutnya ialah penjernihan dimana jaringan direndam ke dalam
larutan xylol murni I dan xylol murni II dengan waktu masing-masing 10 menit. Langkah ini
dilakukan untuk mengeluarkan alkohol yang masih tersisa dalam jaringan sehingga larutan
dalam jaringan hanya larutan xylol saja. Selanjutnya, jaringan direndam ke dalam campuran
larutan xylol : parafin dengan perbandingan 1 : 9. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan xylol
dari jaringan. Selanjutnya jaringan mengalami tahap infiltrasi,dimana jaringan direndam ke
dalam parafin cair murni selama 30 detik yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan xylol-
nya secara maksimum serta untuk merekatkan jaringan.
Setelah tahap infiltrasi, dilakukan proses penanaman atau embedding dengan
cara merendam jaringan dalam parafin murni selama 15 menit diudara terbuka dan 15 menit di
dalam oven, kemudian setelah mencair jaringan dimasukkan ke dalam kertas kubus yang
disebut blok dan dituangkan kembali parafin murni kemudian dibiarkan pada suhu kamar agar
parafin membeku selama. Hal ini bertujuan agar jaringan dapat dengan mudah terpotong tanpa
merusak jaringan batang tersebut.
Selanjutnya dibuat kotak keras yang agak tebal dengan ukuran kira-kira 5 X 2,5 X 2 cm-
(panjang X lebar X tinggi), lalu isi dengan paraffin yang sedang mencair dalam blok paraffin
tadi, kemudian sebelum paraffin membeku sepenuhnya, masukkan bahan. Lalu isi lagi dengan
paraffin cair hingga penuh dan menutupi seluruh organ. Biarkan permukaan paraffin membeku,
kemudian tekanlah seluruh kotak kedalam air sampai paraffin membeku, atau dapat juga
dimasukkan kedalam freezer sampai seluruh paraffin sama sekali membeku. Baru setelah itu
paraffin dapat dikeluarkan dari kotaknya.
Embedding merupakan proses pelilinan suatu organ dengan menggunakan kotak kertas.
Proses ini memudahkan dalam membuat irisan yang sangat tipis dengan menggunakan
mikrotom. Beberapa keuntungan menggunakan kotak kertas dalam embedding yaitu bisa
membuat arah sayatan dan menandai suatu jaringan. Jaringan atau sampel akan ditanam di ketas
kotak, dengan terlebih dahulu parafin membeku pada bagian dasar dalam kotak dan setelah
penempelan jaringan dilanjutkan dengan penutupan dengan parafin sampai. Untuk mengiris
preparat, digunakan alat mikrotom biasanya dengan ukuran 10 mikron sampai 14 mikron. Irisan
akan berbentuk seperti pita-pita. Pemindahan irisan menggunakan kuas kecil yang telah dibasahi
ujungnya dengan air (Widjajanto dan Susetyoadi Setjo, 2001).
Proses penyayatan (sectioning) diawali dengan pengirisan blok parafin dengan scalpel,
sehingga permukaan blok parafin yang akan diiris dengan mikrotom berbentuk segi empat. Letak
mata pisau pada mikrotom menentukan hasil yang diperoleh. Hasil sayatan diambil dengan
menggunakan kuas secara hati-hati. Pita hasil sayatan ditempel pada kaca objek lalu diletakkan
di atas meja penangas ( haeting plate). Meyer albumin memiliki kandungan putih telur dan
gliserin dan merupakan pelakat alami yang sangat baik. Dapat juga dengan dimasukkan ke dalam
waterbath agar pita paraffin dapat menempel di kaca objek. Agar spesimen dapat menempel
sempurna pada kaca objek dibutuhkan rentang waktu yang relative cepat antara peletakkan
spesimen pada kaca objek dengan dimasukkan ke waterbath. (Widjajanto dan Susetyoadi Setjo,
2001).
Setelah embedding, dilakukan proses pewarnaan. Zat warna yang digunakan tidak hanya
satu macam karena tidak semua sel dapat menyerap satu macam zat warna. Pada saat pewarnaan
preparat akar inisel dalam jaringan tidak terwarnai. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu yang
digunakan untuk pemberian warnanya terlalu singkat sehingga zat warna belum terserap
sempurna oleh jaringan. Pewarna yang diberikan pada irisan dalam jangka waktu tertentu,
kurang atau lebih waktu yang digunakan menyebabkan warna preparat menjadi kurang atau
terlalu gelap. Sedangkan hasil preparat yang tidak utuh dapat disebabkan oleh suhu sekitar
ruangan yang kurang mendukung saat dilakukan pengirisan selain itu masih tersisanya air atau
alkohol dalam jaringan juga dapat menyulitkan dalam pengirisan (Widjajanto dan Susetyoadi
Setjo, 2001).
Untuk mewarnai bahan yang telah ditempel tersebut adalah dengan cara merendamkan
kaca obyek tersebut kedalam bejana pewaarna (bejana coplin), biasanya dibutuhkan bejana
coplin tersebut kira-kira 12 buah, tergantung dengan pewarna yang kita pakai. Masing-masing
bejana diberi label dengan nama zat yang berada didalamnya, demikian pula dengan tutupnya.
Selanjutnya diamati dibawah mikroskop apakah trikoma pada daun nusa indah
(Mussaenda frondosa) terlihat atau tidak.
Karakteristik tumbuhan yang akan diambil spesimennya juga menentukan waktu pada
tahap-tahap pemrosesan. Misalnya waktu yang berlebih pada suatu tahap pengecatan akan
mengakibatkan suatu warna menjadi terlalu gelap dan mungkin warna lainnya menjadi kurang
atau bahkan hilang. Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap
yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta
pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang bagus dan zat warna yang
akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Setjo, 2004).
Selain itu, dilakukan pula pembuatan preparat di Laboratorium Histologi Universitas
Indonesia untuk membandingkan hasil preparat dengan yang sudah dibuat di Laboratorium
Mikroteknik Universitas Negeri Jakarta. Hasil yang diperoleh ternyata signifikan. Pada hasil
yang dilakukan di Laboratorium Mikroteknik Universitas Negeri Jakarta, saat diamati di bawah
mikroskop, hasilnya tidak terlalu jelas. Sedangkan hasil yang lain terlihat jelas sekali.
Berdasarkan analisis yang telah kami lakukan, hal ini disebabkan diantaranya karena:
a. Larutan yang digunakan di Laboratorium Histologi Universitas Indonesia masih baru
sehingga hasil yang diperoleh lebih bagus. Sedangkan larutan yang digunakan di
Laboratorium Mikroteknik Universitas Negeri Jakarta mungkin saja sudah terlalu
lama, atau mungkin sudah melewati batas pemakaian.
b. Paraffin yang digunakan mungkin saja bukan paraffin yang baru. Karena pada saat
dibandingkan blok paraffinnya saja sudah berbeda.
c. Alat yang tersedia terbatas sehingga praktikan tidak bisa melakukan praktikum
dengan maksimal
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembuatan preparat awetan dengan metode parafin dimulai dengan proses fiksasi,
penjernihan, infiltrasi, penanaman, penyayatan dan pewarnaan. Pada preparat daun nusa
indah (Mussaenda frondosa) t e r l i ha t adanya t r i koma . Preparat awetan jaringan
tumbuhan adalah salah satu media pembelajaran Biologi yang sangat efektif, khususnya pada
praktikum Anatomi Tumbuhan, dalam hal ini untuk melihat bagian trikoma pada daun.
Pembuatan preparat merupakan upaya untuk mempermudah pengamatan suatu bahan.
B. Saran
Pada saat melakukan proses pemotongan preparat di mikrotom diharapkan ketebalannya
sesuai agar tidak terlalu tebal ataupun terlalu tipis. Saat melakukan pewarnaan, dilakukan
sesuai dengan prosedur dan waktu yang sudah ditetapkan karena akan berpengaruh terhadap
hasil akhir. Dibutuhkan sifat berhati-hati, sabar dan teliti dalam semua rangkaian prosedur
pembuatan preparat.
DAFTAR PUSTAKA
Amar. 2008. Materi Mikroteknik. http://amar1286.multiply.com/journal/item/10 (di akses pada
tanggal 17 Desember 2013 pukul 01.31)
Botanika, 2008, Fixation, Embedding, Sectioning, http://botanika.biologija.org, Diakses pada
tanggal 19 Desember 2013 pukul 21.04.
Gunarso, Wisnu. 1989. Bahan Pengajaran Mikroteknik. Bogor : DEPDIKBUD Institiut
Pertanian Bogor.
Imron, Tamyis, A., 2008. Pembuatan Preparat Jaringan Tumbuhan dengan Metode Parafin.
Lap.prak mikroteknik Universitas Brawijaya. http://cyber-biology.blogspot.com. Diakses
pada tanggal 19 Desember 2013 pukul 20.40..
Widjajanto dan Susetyoadi Setjo. 2001. Mikroteknik Tumbuhan. Malang : Universitas Negeri
Malang.
Zaifbio. 2010. Preparat Wholemount Kutu Daun Bunga (Triboliun Confusum).
http://zaifbio.wordpress.com/category/mikroteknik/ (di akses pada tanggal 17 Desember 2013
pukul 12.45).
LAMPIRAN GAMBAR
Organ di dehidrasi di alkohol
Pencairan Paraffin Proses Aspirasi
Organ yang sudah ditanam Blok paraffin yang sudah membeku
Beberapa tahap Pewarnaan
Keseluruhan Teknik Pewarnaan
Organ yang sudah diwarnai