LAPORAN KASUS DIAGNOSTIK
STENOSIS MITRAL PADA KEHAMILAN
Oleh :
Hari Hendriarti Satoto
Pembimbing:
dr. Novi Anggriyani, SpJP, FIHA
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi
Semarang
2015
ABSTRAK
Insidensi penyakit jantung katup di negara berkembang banyak disebabkan oleh
penyakit jantung rematik daripada etiologi lainnya. Adanya penyakit jantung rematik dapat
melibatkan gangguan pada beberapa katup jantung.
Perempuan G3P2A0, usia kehamilan 28 minggu datang dengan keluhan sesak nafas
diikuti gejala dan tanda gagal jantung lainnya, yaitu dyspnea on exertion, ortopnea, distensi
vena jugularis, kardiomegali, hepatojugular reflux, dan hepatomegali. Pasien juga mengeluh
berdebar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, laju nafas
24x/menit, nadi 106 x/menit irregularly irregular, pulsus defisit. Ictus cordis terlihat dan
teraba spatium intercostal V 1 cm lateral linea midklavikula kiri, kuat angkat (+), pulsasi
parasternal (+), pulsasi epigastrial (+), Right Ventricular Heave (+). Pada Auskultasi
didapatkan HR : 92 x/menit, irregularly irregular, mid diastolic murmur 3/4 dengan punctum
maksimum di apex, opening snap (+), ronki basah halus di basal paru (+), pitting edema
ekstremitas inferior (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia normositik
normokromik, hipoalbumin, dislipidemia, hiperurisemia, hiponatremi, hipokalsemi. Pada
pemeriksaan EKG didapatkan atrial fibrilasi rapid ventricular response, RAD, RVH.
Kata kunci : Stenosis mitral, kehamilan
2
PENDAHULUAN
Penyakit jantung katup dapat disebabkan oleh penyakit jantung bawaan, kelainan
jaringan ikat, proses degeneratif, dan penyakit jantung rematik. Penyakit jantung rematik
masih endemis pada negara berkembang karena rendahnya kondisi sosial ekonomi dan
kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan. Keterlibatan beberapa katup sering disebabkan
oleh demam rematik dan berbagai kondisi klinis dan sindrom hemodinamik dapat diproduksi
oleh kombinasi berbeda dari kondisi katup yang abnormal.1,2,3 Mitral stenosis dalam
kehamilan tidak jarang ditemukan. Pada penelitian yang dilakukan di subsahara Afrika
sebanyak 64% penyakit jantung pada kehamilan adalah penyakit jantung katup yang
disebabkan oleh penyakit jantung rematik.4 Di negara berkembang sebanyak 56 – 89%
penyakit jantung pada kehamilan merupakan penyakit jantung rematik.5
Jumlah kematian global akibat penyakit jantung rematik adalah 1,5% secara global.
Negara di Asia menunjukkan kematian sebesar 3,3% setiap tahunnya akibat penyakit jantung
rematik. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah adanya komplikasi gagal jantung.6
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. M
• Umur : 43 tahun
• Alamat : Ngroto RT 01/RW 04 Grobogan
• Pendidikan : SMP
• Pekerjaan : Wiraswasta
• MRS : 21 Juli 2015
• Jaminan : Umum
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien di cardiac center kelas 1 RS dr. Kariadi Semarang
tanggal 24 Juli 2015.
Keluhan utama
Sesak nafas
3
Riwayat Penyakit Sekarang
7 hari SMRSDK pasien mengeluh sesak nafas. Sesak nafas dirasakan saat naik
5 anak tangga, tidak berkurang dengan tidur miring ke kiri, namun berkurang dengan
istirahat. Sering terbangun saat tidur sekitar 3 jam di malam hari karena sesak nafas.
Pasien lebih nyaman tidur dengan 3 bantal. Pasien juga mengeluh berdebar dan kaki
membengkak. Mudah lelah (+), pingsan (-), rasa hampir pingsan (-), demam (-), nyeri
sendi (-), kemerahan di kulit (-), benjolan di kulit (-), gerakan yang tidak disadari (-),
suara serak (-), batuk darah (-), batuk malam hari (-), nyeri dada (-). Pasien berobat ke
SpOG di RS Plamongan kemudian dirujuk ke IGD RSDK setelah dikatakan sakit
jantung dalam kondisi kehamilan. Saat datang di IGD pasien dalam kondisi sesak dan
berdebar, kemudian diberikan furosemide 20 mg ekstra dan digoksin 0,25 mg ekstra.
Setelah kondisi stabil, pasien dirawat di ruang cardiac center kelas 1.
3 tahun SMRSDK pasien mengeluh mudah lelah setelah bekerja terlalu berat,
sesak nafas (-), bengkak di kaki (-), tidur dengan bantal tinggi (-), terbangun di malam
hari karena sesak (-), berdebar (-), pingsan (-). Pasien tidak pernah memeriksakan diri
ke dokter.
Faktor resiko penyakit jantung koroner :
Hipertensi (-)
Merokok (-)
Dislipidemia (-)
Diabetes mellitus (-)
Family History (-)
Menopause (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sering demam berulang disertai radang tenggorokan (-)
Riwayat kebiruan saat anak atau sesak (-)
Riwayat mudah lelah sejak anak-anak bila berolahraga (-)
Riwayat nyeri sendi berpindah (-)
Riwayat muncul benjolan di kulit yang tidak nyeri (-)
Riwayat gerakan yang tidak disadari (-)
Riwayat kemerahan di kulit (-)
4
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga sakit jantung (-), riwayat keluarga meninggal pada usia muda (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mengkonsumsi obat jantung sebelumnya.
Sampai usia 37 tahun menggunakan KB suntik 3 bulan dan pil KB.
Pasien mengkonsumsi vitamin dan penambah darah saat hamil.
Riwayat Obstetri
Hamil pertama : pada usia 17 tahun, tidak ada keluhan selama kehamilan dan
persalinan, melahirkan pervaginam di bidan, anak perempuan lahir cukup bulan,
BBL 3100 gram.
Hamil kedua : pada usia 21 tahun, tidak ada keluhan selama kehamilan dan
persalinan, melahirkan pervaginam di bidan, anak laki – laki lahir cukup bulan,
BBL 2800 gram.
Hamil ketiga : hamil ini
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah wiraswasta dan suami bekerja sebagai kontraktor. Biaya pengobatan
ditanggung sendiri. Sejak kecil tinggal di lingkungan cukup bersih, jarak antar
rumah jauh. Kesan : sosial ekonomi cukup.
C. PEMERIKSAAN FISIK (24 Juli 2015), di cardiac center kelas 1 RSDK
Keadaan Umum:
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 155 cm
Body mass index : 24,9 kg/m2 (overweight)
Kesadaran : Composmentis E4 M6 V5
Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit irregularly irregular, pulsus defisit (+)
RR : 24 x/menit
5
Suhu : 36.5 0C
Saturasi: 99 % (O2 3 LPM nasal canul)
Mata :
- Konjungtiva Palpebra Anemis (+/+)
- Sklera ikterik (-/-)
Leher :
- JVP R + 4 cm H2O
- Hepatojugular reflux (+)
Dada :
Cor
- Inspeksi : Ictus cordis terlihat di spatium intercostal V 2 cm lateral linea
midklavikula kiri
- Palpasi : Ictus cordis teraba di spatium intercostal V 2 cm lateral linea
midklavikula kiri, kuat angkat (+), pulsasi parasternal (+), pulsasi
epigastrial (+), Right Ventricular Heave (+)
- Auskultasi: HR : 106 x/menit, irregularly irregular, S1 normal , S2 (P2)
meningkat, Gallop (-), mid diastolic murmur 3/4 dengan punctum
maksimum di apex, opening snap (+)
Paru:
- Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
- Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, ronki basah halus (+)
di basal paru
Abdomen:- Inspeksi : datar
- Auskultasi: Bising usus (+) normal
- Palpasi : Hepar teraba 2 cm bawah arcus costa, nyeri tekan epigastrial
(-), lien tak teraba, fundus uteri teraba 2 jari di atas umbilicus
- Perkusi : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
Ekstremitas:
- Akral hangat (+)
- Sianosis (-)
- Jari tabuh (-)
6
- Pitting edema pada kedua ekstremitas inferior
D. ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG) :
24 Juni 2015
7
Deskripsi EKG:
Irama atrial fibrilasi
QRS Rate: 75 - 150 kali/menit
Right axis deviation
Interval PR : sulit dinilai
Gelombang P : fibrilasi
Durasi QRS: 0,08 detik
Gelombang QRS : R/S di V1 > 1
Segmen ST isoelektrik
Gelombang T inverted (-)
Kesan EKG : atrial fibrilasi rapid ventricular response, RAD, RVH
E. LABORATORIUM
8
9
PEMERIKSAAN 21/7/2015 22/7/2015 SATUAN N. NORMAL
KET.
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,6 gr% 12-15 L
Hematokrit 32,4 % 40-54 L
Eritrosit 3,8 juta/mmk 4,4-5,9 L
MCH 28,3 Pg 27-32 -
MCV 86,4 Fl 76-96 -
MCHC 32,7 g/dL 29-36 -
Lekosit 16,3 ribu/mmk 3,6-11 H
Trombosit 322 ribu/mmk 150-400 -
RDW 13,7 % 11,6-14,8 H
MPV 9,5 fL 4-11 -
KIMIA KLINIK
Gula darah puasa
95 mg/dL 80-109 -
Gula darah 2 jam PP
129 mg/dL 80-140 -
HbA1c 5,0 % 6,0-8,0 -
Kolesterol total 148 mg/dL < 200 -
Trigliserid 175 mg/dL < 150 H
HDL kolesterol 29 mg/dL 40-60 L
LDL direk 111 mg/dL 0-100 H
Asam urat 6,9 mg/dL 2,6-6,0 H
SGOT 36 mg/dl 15-34 H
SGPT 59 mg/dl 15-60 -
Free T4 15,47 U/L 10,6-19,4 -
TSHs 2,53 U/L 0,25-5 -
Ureum 34 mg/dl 15-39 -
Creatinin 0,9 mg/dl 0,6-1,3 -
Albumin 2,5 g/dL 3,5-7,2 L
HbsAg 0 g/dL < 0,13 (-) -
ELEKTROLIT
Natrium 134 mmol/L 136-145 L
Kalium 4,0 mmol/L 3,5-5,1 -
Chlorida 107 mmol/L 98-107 -
Magnesium 0,90 mmol/L 0,74-0,99 -
Calcium 1,9 mmol/L 2,12-2,52 L
F. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Fungsional : CHF functional class NYHA III
Diagnosis Anatomis : Suspek Mitral Stenosis DD/ASD
Diagnosis Etiologis : Suspek Penyakit Jantung Rematik DD/kongenital
Diagnosis Tambahan : overweight, atrial fibrilasi rapid ventricular response, low
HDL, hiperurisemia, hipoalbumin, hipokalsemi
G. ECHOCARDIOGRAFI
M-MODE VALUE
Ao 25,15 mm
LA 79,5 mm
RVDd
IVSd
62,3 mm
16,1 mm
LVIDd 47,9 mm
LVPWd 19,4 mm
IVSs 21 mm
LVIDs 25,3 mm
LVPWs 28 mm
LVEF (Teich) 78,5%
LVFS 47,2%
LVMI
EPSS
285 g/m2
4,41 mm
2 DIMENSION VALUE
A 4Ch EDV 32,9 ml
A 4Ch ESV 13,2 mm
EF A4Ch 59,9 %
A2Ch EDV 50,9 ml
A2Ch ESV 6,99 ml
EF Biplane 79,5%
DOPPLER VALUE
PV Acct 56 ms
10
RVOT Vmax 0,59 m/s
E/A Fusi
LVOT Vmax 1,01 m/s
TAPSE 14,7 mm
Pasien dalam kondisi atrial fibrilasi dengan respon ventrikel normal
Dimensi ruang jantung, dilatasi LA, RV, RA
LVH (+) konsentrik, efusi pericardial (+) moderat 24,9 mm, thrombus (-), IAS dan
IVS intak
Global normokinetik
Fungsi sistolik LV normal dengan LVEF > 70% (Teichz), > 70% Biplane
Fungsi diastolik LV sulit dinilai karena E dan A fusi
Fungsi sistolik RV normal dengan TAPSE 14,71 mm
Katup – katup
o AoV : 3 kuspis, kalsifikasi di ketiga kuspis, AS (+) moderat dengan aortic jet
velocity 3,39 m/s mean gradient 27,98 mmHg, AVA by planimetri 1,16 cm2,
indexed AVA 0,84 cm2/m2, velocity ratio 0,298, AR (+) mild dengan vena
contracta 0,25 cm, AR PHT 553,25 msec, jet width 16%, AR PHT 553,25
msec
o MV : MS (+) moderate dengan MVA by planimetri 1,4 cm2, MVA VTI 1,0
cm2, mean gradient 8,28 mmHg, Wilkins score 8 (mobility 2, valvular
thickening 2, calcification 3, subvalvular thickening 1), MR (+) severe dengan
vena contracta 0,77 cm dan max PG 95,5 mmHg, jet eksentrik ke posterior et
causa prolaps AML (Carpentier type II)
o TV : TS (-), TR (+) severe dengan vena contracta 0,98 cm dan mean PG 43,15
mmHg
o PV : PS (-), PR (+) mild, PH moderat dengan RVSP 58,15 mmHg
Kesimpulan
LA, RV, RA dilatasi
LVH konsentrik
Efusi perikardial 24,9 mm
Fungsi sistolik LV normal dengan LVEF > 70% (Teichz), > 70 % (Biplane)
Disfungsi sistolik RV menurun dengan TAPSE 14,7 mm
11
AS moderat, AR mild, MS moderat, MR berat, PH moderat, TR berat, PR mild
H. DIAGNOSIS AKHIR
- Diagnosis Fungsional:
o Chronic Heart Failure (CHF) Fc NYHA III
- Diagnosis Anatomis:
o Stenosis mitral moderat
o Regurgitasi aorta ringan
- Diagnosis Etiologi: Suspek penyakit jantung rematik
- Diagnosis Tambahan : overweight, hipoalbumin, hipokalsemi, hiponatremi,
hiperurisemi
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
FISIOLOGI KEHAMILAN DAN PERSALINAN
Pada kehamilan terjadi perubahan hemodinamik. Volume plasma meningkat pada
minggu ke-6 kehamilan dan pada trimester kedua mencapai 50% dari kondisi awal sebelum
kehamilan. Volume plasma tetap sampai persalinan. Meningkatnya volume plasma diikuti
dengan sedikit peningkatan sel darah merah, dimana mengakibatkan anemia relatif pada
kehamilan. Laju jantung meningkat sekitar 20% di atas kondisi awal untuk memfasilitasi
peningkatan cardiac output.1,7,8
Gambar 1. Perubahan volume plasma dan massa eritrosit pada masa kehamilan7
Pada kehamilan normal, terdapat peningkatan left ventricular end-diastolic volume
mulai kehamilan usia 10 minggu dan mencapai puncaknya pada trimester ketiga. Selain itu
12
terjadi pula peningkatan ukuran dimensi diastolik atrium kiri, atrium kanan, dan ventrikel
kanan.7
Preload dipengaruhi oleh posisi maternal, dimana keadaan supinasi akan
mengakibatkan kompresi pada vena cava inferior dan obstruksi venous return dan
menurunkan cardiac output. Terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi hipervolemi
pada kehamilan. Estrogen meningkatkan renin yang mengakibatkan retensi natrium dan
peningkatan cairan tubuh. Hormon lain seperti prolaktin, prostaglandin, dan growth hormone
meningkat saat kehamilan dan berkontribusi terhadap retensi cairan.7
Gambar 2. Perubahan cardiac output, stroke volume, dan laju jantung pada kehamilan7
Afterload merupakan kekuatan yang melawan kontraksi otot ventrikel, biasanya
menurun saat kehamilan. Aliran darah uterus meningkat pada kondisi perkembangan plasenta
dan diikuti dengan penurunan resistensi vaskuler sehingga menimbulkan penurunan tekanan
darah ringan yang terjadi pada trimester pertama. Tekanan vena pada ekstremitas inferior
meningkat, mengakibatkan edema pedis pada sekitar 80% wanita hamil yang normal.
Perubahan adaptif pada kehamilan normal mengakibatkan peningkatan cardiac output, yang
pada akhir trimester kedua mencapai nilai 30 – 50% di atas kondisi awal kehamilan. Aliran
plasenta terus meningkat sampai minggu ke-25 kehamilan dan setelah itu menjadi konstan.
13
Turunnya resistensi perifer salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan vasodilator perifer
yaitu prostasiklin. Kondisi vasodilatasi akan meningkatkan jumlah aliran darah ke ginjal,
ekstremitas, mukosa, dan payudara.1,7
Perubahan hemodinamik ini menjadi masalah bila wanita hamil memiliki gangguan
kardiovaskuler. Jumlah volume yang bertambah mengakibatkan perburukan kondisi pada
pasien yang memiliki gangguan fungsi ventrikel. Lesi stenosis valvuler kurang dapat
ditoleransi dibandingkan dengan lesi regurgitasi. Kondisi takikardi pada kehamilan
menurunkan waktu diastolic filling pada pasien stenosis mitral sehingga terjadi peningkatan
tekanan atrium kiri.1
Pada saat persalinan, terjadi perubahan hemodinamik mendadak. Setiap kontraksi
uterus, 500 mL darah masuk ke dalam sirkulasi, sehingga terjadi peningkatan cepat cardiac
output dan tekanan darah. Cardiac output meningkat 50% dari kondisi awal saat persalinan
dan akan meningkat lebih banyak lagi. Pada persalinan pervaginam, 400 mL darah hilang,
sedangkan pada persalinan seksio sesaria sekitar 800 mL darah hilang yang mengakibatkan
perubahan hemodinamik yang lebih signifikan. Setelah bayi lahir, terjadi peningkatan venous
return, namun bayi tidak lagi mengkompresi vena cava. Oleh karena itu kondisi autotransfusi
dapat terjadi antara 24 – 72 jam setelah kelahiran bayi dan menimbulkan edema pulmo.1
Pada sebagian besar pasien dengan penyakit jantung, persalinan pervaginam lebih
dipilih. Seksio sesaria dipilih bila terdapat alasan obstetric, penggunaan warfarin pada ibu
hamil sebelumnya, dilatasi aorta yang tidak stabil, hipertensi pulmonal berat, atau lesi
obstruktif berat. Persalinan harus dilakukan dengan monitoring EKG, dapat pula dilakukan
pada kondisi left lateral decubitus. Kala dua persalinan diperingan dengan ekstraksi forceps
atau vakum. 1
Pada pemeriksaan fisik wanita hamil normal mirip dengan pasien dengan penyakit
jantung. Terjadi peningkatan laju jantung dan volume nadi dapat bounding. Di tengah
trimester kedua, terjadi peningkatan ringan tekanan vena juguler karena overload cairan dan
penurunan resistensi vaskuler. Impuls apical lebih prominen dan pada auskultasi suara
jantung satu dapat meningkat. Pada auskultasi dapat terdengar bising ejeksi sistolik mencapai
grade 3/6 pada linea parasternal karena terdapat peningkatan left atau right ventricular
outflow tract. Suara jantung dapat terdengar, namun bising diastolik tidak normal didapatkan
pada wanita hamil. Suara jantung dua tampak meningkat seperti pada defek septum atrial atau
hipertensi pulmonal. Bising continuous dapat merupakan venous hum atau mammary soufflé.
Edema perifer umum terjadi pada kehamilan.1,7
14
Saat kehamilan, terjadi perubahan anatomi dimana terdapat peningkatan ukuran
keempat ruang jantung pada trimester pertama sampai akhir trimester ketiga. Ukuran akan
kembali seperti awal setelah persalinan. Peningkatan ukuran atrium memberi kontribusi pada
aritmia. Peningkatan massa jaringan maternal dan fetal meningkatkan kerja jantung dan
respirasi sehingga terjadi peningkatan konsumsi oksigen saat kehamilan. Karena
meningkatnya kebutuhan oksigen inilah maka wanita hamil merasa sesak walaupun tidak ada
gangguan kardiopulmonal.7
Pada pasien ini, pasien G3P2A0, hamil 28 minggu. Pada kondisi normal, volume
plasma meningkat kira – kira 3500 mL dan massa eritrosit meningkat hingga 1300 mL.
Cardiac output mulai konstan sebesar 7 liter/menit, stroke volume sekitar 85 mL, dan laju
jantung sekitar 85 kali per menit. Pada kondisi ini, anemia relatif dapat terjadi dan beban
jantung menjadi lebih besar.7
STENOSIS MITRAL
Definisi
Stenosis mitral adalah obstruksi aliran darah antara atrium kiri dan ventrikel kiri
disebabkan oleh menebalnya dan imobilitas katup mitral. Hasilnya, terjadi peningkatan
tekanan pada atrium, pembuluh darah pulmonal dan jantung kanan sedangkan vntrikel kiri
tidak dipengaruhi pada stenosis mitral (MS) terisolasi. Namun terkadang MS disertai oleh
mitral regurgitasi dan atau disfungsi katup aorta yang menyebabkan disfungsi pada ventrikel
kiri.10,11,12
Anatomi
Katup mitral memiliki dua daun katup, yaitu anterior dan posterior. Daun katup anterior
menempati sepertiga dari annulus dan daun katup posterior sisanya. Katup mitral yang
kompeten membutuhkan ketepatan dan gerakan simultan antara daun katup, korda, dan
kontraksi dari atrium dan ventrikel kiri.12
Etiologi
Pada sebagian besar kasus, mitral stenosis disebabkan oleh penyakit jantung rematik
pada katup mitral, walaupun hanya sekitar 50 sampai 70 persen yang mempunyai riwayat
demam rematik, pada pemeriksaan patologi dari pembedahan yang dilakukan pada 452
pasien di Mayo Clinic, 99 persen ditemukan tanda-tanda post inflamasi yang diduga berasal
dari penyakit demam rematik.10
15
Penyebab lain yang jarang dari mitral stenosis adalah penyakit jantung bawaan,
endocarditis infektif, neoplasma, kalsifikasi annulus masif, systemic lupus erythematosus,
karsionoid, miksoma atrium kiri, trombus masif atrium kiri, dan cor triatriatum.11
Keterlibatan katup mitral terjadi sekitar 90 persen dari penyakit jantung rematik. Pada
stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan
pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan
fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan korda atau
kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral
yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau
lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari
orifisium, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.10,13
Patofisiologi
Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm, bila area orifisium katup
berkurang sampai 2 cm, maka diperlukan usaha aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan
atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat terjadi. Stenosis mitral berat terjadi bila
pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2.9,14
Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk
mempertahankan cardiac output yang normal. Peningkatan tekanan atrium kiri akan
meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler, sehingga bermanifestasi sebagai
exertional dyspneu.9
Pada cardiac cycle, periode diastolic filling adalah waktu antara pembukaan dan
penutupan katup mitral. Setiap menitnya, periode diastolic filling berkisar antara 30 – 32
detik. Bila jumlah laju jantung meningkat, maka akan terjadi penurunan periode diastolic
filling. Pada saat istirahat, aliran diastolic melewati katup mitral sebesar 200 mL/s. saat
latihan cardiac output meningkat dua hingga tiga kali lipat. Bila dianggap tidak ada
perubahan compliance pada atrium kiri dan ventrikel kiri namun terdapat penurunan ukuran
area katup mitral, maka tekanan atrium kiri dan gradient transmitral akan meningkat.12
Seiring dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri kronik akan
menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan menyebabkan kenaikan
tekanan dan volume akhir diastolik, regurgitasi tricuspid dan pulmonal sekunder dan
seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.9,14
16
Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi lanjut, yaitu
pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita, dan terjadinya atrial
fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita.9
Staging pada penyakit jantung katup menurut ACC/AHA :15
Stage Definisi Deskripsi
A At risk Pasien dengan faktor risiko menderita penyakit jantung katup
B Progresif Pasien dengan penyakit jantung katup progresif (derajat ringan
sampai moderat, asimtomatis)
C Asymptomatic
severe
Pasien dengan derajat penyakit jantung katup berat:
C1 : penyakit jantung katup berat asimtomatis dengan ventrikel kiri
atau kanan yang masih dapat mengompensasi
C2 : penyakit jantung katup berat asimtomatis dengan ventrikel kiri
atau kanan yang mengalami dekompensasi
D Symptomatic
severe
Pasien dengan gejala – gejala penyakit jantung katup
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup mitral
menurun sampai setengah dari normal (< 2-2,5 cm). Staging stenosis mitral dapat dilihat pada
tabel berikut:15
17
Gambar 3. Hemodinamik stenosis mitral1
Manifestasi Klinis
Penderita mitral stenosis dapat asimtomatis atau datang dengan keluhan utama sesak
napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami
sesak pada aktivitas sehari-hari, paroxysmal nocturnal dyspnea, ortopnea, edema paru, dan
edema ekstremitas.1,2,9,12
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi
pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Pada stenosis mitral moderat dan berat terjadi distensi
atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak
berhubungan dengan derajat stenosis.1,2,12
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli,
infektif endokarditis atau simptomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti
disfagia dan suara serak. 1,2
Diagnosis
Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, elektrokardiografi (EKG) atau
echokardiografi. 1,2
18
Pada anamnesis didapatkan adanya:1,2,9,12
Riwayat demam rematik sebelumnya
Dyspneu on exertion
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Fatigue
Hemoptisis
Palpitasi
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: 1,2,9,12
Malar flush, perubahan warna kebiruan pada atas pipi karena saturasi oksigen
berkurang
Opening snap
Diastolic rumble
S1 mengeras
P2 mengeras
Keterlibatan penyakit katup lainnya
Distensi vena jugularis
Distress respirasi
Pulsasi melemah
Emboli sistemik
Tanda-tanda gagal jantung kanan seperti asites, hepatomegali, dan edema perifer
Dari pemeriksaan penunjang:1,2,12
Foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri pulmonalis,
penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda bendungan pada lapangan paru.
Pembesaran atrium kiri ditandai dengan double countour, peningkatan tekanan atrium
kronis akan mengakibatkan sefalisasi dan Kerley B lines. Ukuran ventrikel kiri
biasanya normal. Adanya pembesaran atrium dan ventrikel kanan merupakan tanda
dari stenosis mitral berat.
EKG dapat berupa irama sinus maupun fibrilasi atrium. P mitral dapat terlihat pada
lead II dan III dan/atau P bifasik pada V1. Pada tahap lebih lanjut dapat terlihat
perubahan aksis yang bergeser ke kanan, RBBB inkomplit, gelombang R tinggi pada
V2 atau gelombang S yang dalam pada V6. Dapat disertai pembesaran atrium kanan
dengan adanya gelombang P tinggi pada lead II.
Stenosis Mitral pada Kehamilan
19
Stenosis mitral moderat atau berat ditoleransi buruk pada kehamilan. Diagnosis
berdasarkan echocardiografi. Gagal jantung terjadi pada wanita hamil dengan stenosis mitral
moderat atau berat, saat trimester kedua atau ketiga, bahkan dapat terjadi bila sebelumnya
tidak terdapat gejala. Gagal jantung dapat progresif. Edema pulmo dapat terjadi, walaupun
saat itu belum diketahui adanya stenosis mitral atau terjadi fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium
jarang mengakibatkan kejadian tromboemboli. Gejala sisa dapat terjadi pada wanita dengan
stenosis mitral ringan, tetapi secara umum tidak berat dan dapat ditoleransi.15
Komplikasi gagal jantung tidak hanya dapat terjadi pada saat kehamilan namun juga
saat post partum tergantung dari gejala dan PAP saat kehamilan.15
Bila terdapat gejala atau hipertensi pulmonal (> 50 mmHg), maka dilakukan
pembatasan aktivitas dan diberikan beta1 selektif bloker. Diuretik diberikan bila gejala
berkelanjutan namun dosis tinggi harus dihindari. Antikoagulan terapeutik direkomendasikan
pada kasus fibrilasi atrium paroksismal atau permanen, trombus atrium kiri, atau riwayat
emboli. Pemberian antikoagulan dapat dipertimbangkan pada wanita hamil dengan stenosis
mitral moderat atau berat dan spontaneous echocardiographic contrast pada atrium kiri,
atrium kiri yang besar (> 40 mL/m2), cardiac output rendah, atau gagal jantung kongestif,
karena dalam kondisi ini pasien berisiko sangat tinggi terhadap kejadian tromboemboli.15
Intervensi percutaneous mitral commissurotomy dikerjakan setelah usia kehamilan 20
minggu. Hal ini dapat dipertimbangkan pada wanita dengan NYHA kelas III/IV dan/atau
perkiraan PAP sistolik > 50 mmHg pada echocardiografi walaupun sudah diberikan terapi
medis, tanpa disertai kontraindikasi dan jika kondisi pasien memungkinkan. Dosis radiasi
harus diminimalkan dan direkomendasikan untuk penggunaan apron abdomen. Melihat
komplikasi tindakan, intervensi tidak dilakukan pada pasien asimtomatis.15
Persalinan pervaginam dipertimbangkan pada pasien dengan stenosis mitral ringan dan
pasien dengan stenosis mitral moderat atau berat pada NYHA kelas I/II tanpa hipertensi
pulmonal. Seksio sesaria dipertimbangkan pada pasien stenosis mitral moderat atau berat
pada NYHA kelas III/IV atau hipertensi pulmonal tanpa terapi medis, pada kondisi
percutaneous mitral commissurotomy tidak dapat dilakukan atau gagal.15
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan suatu kelainan atau penyakit yang mengenai
katup jantung yang merupakan suatu sekuele dari infeksi bakteri Streptococcus grup A (GAS)
pada demam rematik akut sebelumnya.6
20
Kerusakan jantung pada penyakit jantung rematik terbanyak mengenai katup mitral dan
aorta dan keadaan ini menetap meskipun episode akut telah terlewati. Pada perjalanannya,
penderita PJR akan mengalami kekambuhan dari infeksi, dan setelah periode yang cukup
panjang akan mengakibatkan kerusakan katup. Kerusakan katup akan mengakibatkan
konsekuensi hemodinamik yang bermanifestasi klinis lebih lanjut menjadi gagal jantung
sehingga disebut sebagai penyakit jantung rematik.5
Gambar 3. Revisi Kriteria Jones 13
Demam rematik dan PJR merupakan penyakit kompleks dan tergantung pada factor
genetik dan faktor lingkungan. Secara historis, terdapat tiga hipotesis mengenai patogenesis
penyakit jantung rematik, antara lain infeksi secara langsung (oleh Streptococcus grup A),
efek dari toksin streptolisin O, dan konsep dari mimikri antigenik berhubungan dengan
respon imun yang abnormal. Reaksi silang antara antibody dan sel T berperan pada antigen
streptococcus dan protein pada manusia yang menimbulkan inflamasi dan autoimun.10,12,14
GAGAL JANTUNG
Pada pasien PJR memiliki manifestasi klinis terjadinya gagal jantung. Berdasarkan ESC
guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012, gagal
jantung didefinisikan sebagai kelainan struktur dan fungsi jantung yang menyebabkan
21
jantung gagal untuk menghantarkan oksigen pada kadar yang mencukupi kebutuhan
metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian jantung normal atau hanya meningkat
sedikit.15
Secara klinis, gagal jantung juga dapat didefinisikan sebagai suatu sindroma klinis
dimana pasien mempunyai gejala-gejala khas seperti : sesak nafas, pembengkakan kaki,
mudah lelah, dan tanda-tanda fisik seperti : takikardia, takipneu, peningkatan tekanan vena
jugular, ronkhi di kedua lapangan paru, hepatomegali, dan edema perifer.15
Untuk mendiagnosis gagal jantung ada beberapa kriteria yang digunakan, guideline
ESC membagi diagnosis gagal jantung menjadi 2 golongan berdasarkan klinis dan kelainan
struktural serta fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF), yaitu : gagal jantung dengan fungsi
sistolik menurun (HF-REF) dan gagal jantung dengan fungsi sistolik normal (HF-PEF).15
Diagnosis HF-REF memerlukan tiga kondisi berikut
1. Gejala gagal jantung tipikal
2. Tanda gagal jantung tipikal
3. Penurunan LVEF
Diagnosis HF-REF memerlukan tiga kondisi berikut
1. Gejala gagal jantung tipikal
2. Tanda gagal jantung tipikal
3. Penurunan ringan atau normal LVEF dan tidak ada dilatasi LV
4. Kelainan jantung struktural yang relevan (LVH/LAE) dan/atau disfungsi diastolik
Gejala dan tanda gagal jantung menurut guidelines ESC adalah sebagai berikut:15
Gejala Tanda
Tipikal Lebih spesifik
Sesak Peningkatan tekanan vena juguler
Ortopneu Refluks hepatojugular
Paroxysmal nocturnal dyspneu S3 (gallop rhythm)
Penurunan toleransi aktivitas Apex bergeser ke lateral
Fatigue, kelelahan, peningkatan waktu
recovery saat latihan
Bising jantung
Pembengkakan kaki
Kurang tipikal Kurang spesifik
22
Batuk malam hari Edema perifer
Wheezing Krepitasi pulmonal
Kenaikan berat badan (>2 kg/minggu) Efusi pleura
Penurunan berat badan (pada gagal
jantung advanced)
Takikardi
Rasa penuh di perut Nadi ireguler
Kehilangan nafsu makan Takipneu
Confusion (terutama pada lansia) Hepatomegali
Depresi Ascites
Palpitasi Cachexia
Sinkop
Menurut kriteria Framingham, gagal jantung dapat didagnosis dengan rincian sesuai
tabel berikut :16
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnea atau orthopnea
Distensi vena leher
Ronki basah halus
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peningkatan tekanan vena > 16 cmH2O
Penurunan berat badan ≥ 4,5kg dalam waktu 5 hari sebagai respon terapi
Refluks hepatojuguler
Kriteria Minor
Edema tungkai
Batuk malam
Dyspnea on exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang 1/3 dari nilai maksimal
Takikardia ( ≥ 120 kali/menit)
23
Diagnosis definitif gagal jantung : 2 kriteria mayor atau 1 mayor dan 2 minor.
Klasifikasi fungsional NYHA berdasarkan derajat gejala adalah sebagai berikut :15
NYHA I Tanpa limitasi aktivitas fisik
NYHA II Terdapat limitasi ringan terhadap aktivitas fisik
NYHA III Terdapat limitasi bermakna terhadap aktivitas fisik
NYHA IV Ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik tanpa disertai gejala
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik memenuhi kriteria gagal jantung
Framingham yaitu keluhan sesak nafas diikuti gejala dan tanda gagal jantung lainnya, yaitu
dyspnea on exertion, ortopnea, distensi vena jugularis, kardiomegali, refluks hepatojuguler,
dan hepatomegali. Berdasarkan kriteria gagal jantung pada ESC 2012, didapatkan gejala
tipikal gagal jantung sesak, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, penurunan toleransi
aktivitas, fatigue, dan pembengkakan kaki. Sedangkan tanda spesifik pada pasien ini adalah
peningkatan tekanan vena juguler, refluks hepatojuguler, apex bergeser ke lateral, dan bising
jantung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, laju nafas
22x/menit, nadi 80 x/menit irregularly irregular, pulsus defisit. Ictus cordis terlihat dan
teraba spatium intercostal VI linea aksilaris anterior kiri, kuat angkat (+), pulsasi
parasternal (+), pulsasi epigastrial (+), Right Ventricular Heave (+), thrill sistolik (+). Pada
Auskultasi didapatkan HR : 92 x/menit, irregularly irregular, S2 (P2) meningkat, mid
diastolic murmur 2/4 dengan punctum maksimum di apex, pansistolik murmur 4/6 di apex
menjalar ke lateral, pansistolik murmur 3/6 di left lateral sternal border meningkat dengan
inspirasi, ejection sistolik murmur 3/6 di sela iga II upper right sternal border menjalar ke
leher kanan, ronki basah halus di basal paru (+), hepatomegali, pitting edema ekstremitas
inferior (+). Hepatomegali pada pasien ini disebabkan oleh gagal jantung kanan. Akibat dari
kondisi hepatomegali adalah kenaikan enzim liver pada pemeriksaan laboratorium. Adanya
hiponatremi pada pasien gagal jantung merupakan akibat dari mekanisme neurohormonal.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan atrial fibrilasi rapid ventricular response, RAD,
RVH, RBBB inkomplit dimana merupakan gambaran EKG yang sering ditemukan pada
stenosis mitral. Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan gambaran pembesaran atrium kiri,
ventrikel kanan, dan kecurigaan efusi perikard.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Mann, Zipes, Libby, Bonow. Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular
Medicine. 10th Edition. 2015. Philadelphia: Elsevier Saunders.
2. Boudoulas. Etiology of valvular heart disease in 21st century. Hellenic J Cardiol 43: 183-
188, 2002.
3. Lilly. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of Medical Students
and Faculty. 5th edition. 2011. Baltimore, MD: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Iung. Pregnancy-related cardiac complications: A consequence of the burden of
rheumatic heart disease in sub-Saharan Africa. Archives of Cardiovascular Disease
(2011) 104, 367—369. doi:10.1016/j.acvd.2011.06.001.
5. Zegitz-Zagrozek, et al. ESC guidelines on the management of cardiovascular disease
during pregnancy. European Heart Journal (2011) 32, 3147–3197.
doi:10.1093/eurheartj/ehr218
6. Kumar & Tandon. Rheumatic fever and rheumatic heart disease: the last 50 years. Indian
J Med Res 137, April 2013, pp 643-658.
7. Oakley & Warnes. Heart disease in pregnancy 2nd ed. 2007. Singapore: Blackwell.
8. Camm, Luscher, Serruys. The ESC textbook of cardiovascular medicine. Blackwell.
25
9. Murphy & Llyod. Mayo clinic cardiology concise textbook 3rd ed. 2007. Canada: Mayo
Clinic Scientific Press.
10. Carapetis J, Brown A, et al. Diagnosis and Management of Acute Rheumatic Fever and
Rheumatic Heart Disease in Australia: An Evidence Base Review. 2006 National Heart
Foundation of Australia.
11. Walsh, Fang, Fuster. Hurst’s the heart manual of cardiology 13 th ed. Singapore 2013;
32:380-388.
12. Crawford. Current diagnosis and treatment cardiology. McGraw and Hill 2014; 19:248-
271.
13. WHO Expert Consultant Team. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease. Report
of a WHO Expert Consultation. 2004. Geneva, 29 October–1 November 2001.
14. Carapetis J, McDonald M. Acute Rheumatic Fever. Lancet 2005; 366:155-168.
15. Nishimura, et al. 2014 AHA/ACC valvular heart disease guidelines: executive summary.
JACC Vol. 63, No. 22, 2014.http://dx.doi.org/10.1016/j.jacc.2014.02.537.
16. Kaplan. Pathogenesis of acute rheumatic fever and rheumatic heart disease: evasive after
half a century of clinical, epidemiological, and laboratory investigation. Heart
2005;91:3–4. doi: 10.1136/hrt.2004.034744
17. Griffin, B. P., Eric J. T. Manual of cardiovascular medicine. 4th edition. 2014.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
18. Gewitz, et al. Revision of the Jones Criteria for the diagnosis of acute rheumatic fever in
the era of doppler echocardiography. Circulation. 2015;131:1806-1818. DOI:
10.1161/CIR.0000000000000205.
19. Guilherme L, Köhler KF, Kalil J (2012) Rheumatic Heart Disease: Genes, Inflammation
and Autoimmunity. Rheumatol Curr Res S4:001. doi:10.4172/2161-1149.S4-001
20. McMurray JJV, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2012. European Heart Journal (2012) 33, 1787-1847
doi:10.1093/eurheartj/ehs104.
21. Schellenbaum, et al. Survival associated with two sets of diagnostic criteria for
congestive heart failure. Am J Epidemiol 2004; 160:628-635. DOI:10.1093/aje/kwh268.
26
Recommended