i
PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB
PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS
DI DESA KERTANEGARA KABUPATEN PURBALINGGA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
A. Badrul Anwar
NIM : 21113011
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
iii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : A. Badrul Anwar
NIM : 21113011
Judul : PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB
PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi
Kasus di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 08 Mei 2018
Pembimbing,
Drs. Badwan, M.Ag
NIP. 19561202 198003 1 005
iv
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Kertanegara
Kabupaten Purbalingga)
Oleh:
A. Badrul Anwar
NIM : 21113011
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 14 Agustus 2018, dan
telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana
dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Muh. Hafidz, M.Ag.
Sekretaris Sidang : Drs. Badwan, M.Ag.
Penguji I : Dr. Ilyya Muhsin, M.Si.
Penguji II : Luthfiana Zahriani, S.H.,M.H.
Salatiga, 18 Agustus 2018
Dekan Fakultas Syari’ah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag
NIP. 19670115 199803 2 002
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa V No.9 Telp.(0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722
Website : http://syariah.iainsalatiga.ac.id/ E-mail : [email protected]
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : A. Badrul Anwar
NIM : 21113011
Fakultas : Syari’ah
Program Studi : Hukum Keluarga Islam
Judul Skripsi : PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB
PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi
Kasus di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga)
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah dan
tidak keberatan untuk dipubikasikan oleh pihak IAIN Salatiga tanpa menuntut
konsekuensi apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dan jika pada kemudian hari terbukti
karya saya ini bukan karya sendiri maka saya sanggup menanggung semua
konsekuensinya.
Salatiga, 08 Maret 2018
Yang menyatakan
A. Badrul Anwar
NIM: 21113011
vi
MOTTO
“LAKUKAN APAPUN YANG SEKIRANYA KAMU DAPAT IKHLAS
UNTUK MELAKUKANNYA (EMHA AINUN NAJIB)”
“JIKA SAAT KAMU TERLAHIR MENANGIS DAN BANYAK ORANG
SENANG AKAN KELAHIRANMU, MAKA BUATLAH MEREKA
MENANGIS SAAT KAMU MENINGGAL SEDANGKAN KAMU
MERASA SENANG”
vii
x
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-
Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Toha Syafa’at dan Ibu Khafifah
yang selalu memberi semangat, dukungan, doa, dan kasih sayang yang tak
terbatas.
2. Kepada kakek Tamami beserta istri yang selalu mendoakan saya, dan
memberi dukungan untuk semangat menjalani proses pendidikan.
3. Adik saya Robikhah Khoiriyah dan Naila Malikhatuz zahro, yang selalu
mengingatkan untuk segera menyelesaikan karya ini.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirobbil‟alamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah dan taufiq-Nya kepada
penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul
”PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Kertanegara Kabupaten
Purbalingga)” tanpa halangan yang berarti.
Shawalat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa setia dan
menjadikannya suritauladan. Beliau merupakan sosok pencerah kehidupan di
dunia maupun di akhirat nanti dan semoga kita semua senantiasa mendapatkan
Syafaatnya min hadza ila yaumil qiyamah, Aamiin Yaa Robbal’alamin.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga;
2. Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah;
3. Sukron Ma’mun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam;
4. Drs. Badwan, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas dan sabar
membimbing, mengarahkan, serta mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya
sehingga skripsi ini terselesaikan;
5. Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat
bermanfaat;
7. Kepada orang tua dan adik serta keluarga besar yang telah memberikan dan
mencurahkan segala kemampuan dan dukungannya secara material dan
ix
immaterial hingga saat ini. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah
ada;
8. Sahabat-sahabat dan teman-teman khususnya sahabat dan teman seperjuangan
di Ahwal Al-Syakhshiyyah ( Hukum Keluarga Islam) angkatan 2013 atas
segala bantuan, semangat, dan hiburannya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini;
9. Teman gamer saya, Zaid, Dika, Mujib, dan Apid yang selalu memberikan
hiburan disela-sela waktu mengerjakan karya ini, tak lupa kepada teman-
teman group rebana Ar-Raudhoh Salatiga yang selalu memberikan semangat
serta motivasi agar cepat menyelesaikan kuliahnya, dan doaku kepada
temanku semua semoga kita sukses di dunia dan akhirat, Aamiin.
10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian
skripsi ini.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta kepada
pembaca pada umumnya. Aamiin.
Salatiga, 08 Mei 2018
Penulis
A. Badrul Anwar
NIM: 211-13-011
x
ABSTRAK
Anwar, A. Badrul. “Problematika Nafkah Sebagai Penyebab Perceraian
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Kertanegara Kabupaten
Purbalingga)” . Skripsi. Fakultas Syari’ah. Program Studi Hukum Keluarga
Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs.
Badwan M.Ag.
Kata Kunci: Problematika Nafkah, Perspektif Hukum Islam
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: problem mengenai penerapan
konsep nafkah keluarga islam oleh keluaraga di Desa Kertanegara Kabupaten
Purbalingga, upaya apa saja yang telah dilakukan oleh keluarga sebagai respon
dalam menghadapi problem seputar nafkah keluarga, dan upaya-upaya yang telah
dilakukan oleh Pengadilan Agama dalam mempertahankan keutuhan keluarga
yang mengajukan perceraian karena mengalami problem dalam pemenuhan
nafkah.
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang bertempat di Desa
Kertanegara Kabupaten Purbalingga dengan subjek penelitiannya adalah Keluarga
di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga. Metode pendekatan yang digunakan
adalah yuridis normatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Dan untuk menguji hasil temuan data tersebut maka
peneliti menganalisa data dengan menggunakan deskriptif analitis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pertama, yang menjadi problem
penerapan konsep nafkah menurut islam oleh keluarga di Desa Kertanegara yaitu
secara keseluruhan problem yang dihadapi sangat beragam. Beberapa diantaranya
seputar pemenuhan nafkah oleh suami baik itu kadar nafkah yang diberikan
maupun waktu pemberian nafkah oleh suami. Ada juga mengenai permintaan istri
yang diluar kemampuan suami sehingga hal tersebut sangat memberatkan suami,
dan problem mengenai permintaan kembali mahar perkawinan oleh suami kepada
istrinya. Dari problem-problem tersebutlah yang menjadi sebab timbulnya
perceraian keluarga di Desa Kertanegara. Kedua, mengenai upaya-upaya yang
dilakukan oleh pihak keluarga sebagai respon akan permasalahan yang sedang
terjadi yaitu dengan cara bermusyawarah. Musywarah ini dilakukan oleh kedua
pihak keluarga, yaitu keluarga istri dan keluarga suami yang pada intinya
membahas permasalah yang sedang dialami oleh pasangan suami istri tersebut.
Ketiga, mengenai upaya-upaya Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga
terhadap problem nafkah yang sampai pada proses permintaan perceraian yaitu
pertama, pihak pengadilan Agama mengupayakan damai dengan cara memberikan
saran damai pada pembukaan proses persidangan, selanjutnya pada tahap kedua
memberikan saran kepada keluarga pihak yang berperkara untuk melakukan
musyawarah keluarga dengan tujuan perdamaian pihak yang sedang
berperkara,jika dengan upaya kedua belum berhasil maka pihak Pengadilan
Agama mengupayakan dengan jalan mediasi, semua proses tersebut bertujuan
supaya pihak yang ingin melakukan perceraian membatalkan niatnya untuk
bercerai.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i
LEMBAR BERLOGO .................................................................................... . ii
NOTA PEMBIMBING ......................................................................................iii
PENGESAHAN .................................................................................................iv
PERNYATAANKEASLIAN TULISAN ...........................................................v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................vii
ABSTRAK ..........................................................................................................x
DAFTAR ISI .......................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................5
D. Manfaat Penelitian ..........................................................................6
E. Tinjauan Pustaka .............................................................................7
F. Metode Penelitian ..........................................................................10
G. Sistematika Penulisan Penelitian ....................................................15
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG NAFKAH KELUARGA .......................17
A. Hak dan Kewajiban Suami Menurut Hukum Islam .......................17
1. Hak-hak Suami .........................................................................18
2. Kewajiban-kewajiban Suami ...................................................21
xii
B. Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam ............................25
1. Hak-hak Istri ............................................................................25
2. Kewajiban-kewajiban Istri .......................................................29
C. Hak dan Kewajiban Bersama Suami Istri .......................................30
1. Hak Bersama Antara Suami dan Istri ........................................30
2. Kewajiban Bersama Antara Suami Istri ...................................32
D. Konsep Nafkah Keluarga Menurut Hukum Islam ..........................33
1. Pengertian Nafkah ...............................................................33
2. Sebab-sebab Diwajibkannya Nafkah ..................................34
3. Bentuk-bentuk Nafkah ........................................................36
4. Kadar Nafkah Yang Harus Diberikan Oleh Suami .............37
5. Waktu Wajib Nafkah ..........................................................37
E. Permasalahan Yang Sering Terjadi Seputar Nafkah .......................39
BAB III HASIL PENELITIAN ..........................................................................42
A. Gambaran Umum Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga ........42
1. Letak Geografis Desa Kertanegara ...........................................42
2. Struktur Organisasi Desa Kertanegara .....................................44
3. Jumlah Penduduk Desa Kertanegara ........................................44
B. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...............................................46
1. Keluarga Bapak Teguh dan Ibu Sanginah ................................46
2. Keluarga Bapak Tugiman dan Ibu Rubinah .............................47
3. Keluarga Bapak Yusrin dan Ibu Nur Herlina ............................48
4. Keluarga Bapak Sugeng dan Ibu Daryati ..................................49
xiii
C. Hasil Wawancara ....................................................................................50
1. Keluarga Bapak Teguh Wahyono dan Ibu Sanginah ..................50
2. Keluarga Bapak Tugiman dan Ibu Rubinah ................................53
3. Keluarga Bapak Yusrin dan Ibu Nur Herlina ..............................55
4. Keluarga Bapak Sugeng dan Ibu Daryati ....................................57
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN .......................................................61
1. Analisis Problem Nafkah Keluarga Teguh Wahyono dan Sanginah,
Serta Upaya Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan
Agama Kabupaten Purbalingga ..................................................61
2. Analisis Problem Nafkah Keluarga Tugiman dan Rubinah, Serta
Upaya Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan
Agama Kabupaten Purbalingga ..................................................65
3. Analisis Problem Nafkah Keluarga Yusrin dan Nur Herlina, Serta
Upaya Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan
Agama Kabupaten Purbalingga...................................................6
4. Analisis Problem Nafkah Keluarga Sugeng dan Daryati, Serta
Upaya Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan
Agama Kabupaten Purbalingga ..................................................72
BAB V PENUTUP ..............................................................................................76
A. Kesimpulan .....................................................................................76
B. Saran ..............................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Transliterasi arab-latin
2. Daftar Nilai SKK
3. Riwayat Hidup Penulis
4. Lembar Konsultasi
5. Foto-foto
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan amat penting bagi kehidupan manusia, perseorangan
maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki
dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai
makhluk yang berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam
suasana damai dan rasa kasih sayang antara suami istri. Anak keturunan yang
dihasilkan dari perkawinan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan
sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan
berkehormatan (Basyir,1995 :9). Sebagaimana Firman Allah :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir”.
Menurut Hasan (2011 :9) perkawinan ialah akad yang menghalalkan
pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan karena ikatan
suami istri, dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan
2
seorang perempuan yang bukan mahram. Sebagaimana fiman Allah yang
artinya :
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bagaimana kamu menikahinya), maka nikahilah
perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu
khawatir tidak akan berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba
sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar
kamu tidak berbuat zalim.”
Menurut Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha
Esa. Jika penulis ambil kesimpulan bahwa pada dasarnya perkawinan
merupakan ikatan yang dibuat antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan sebagai jalan yang sah dalam membentuk hubungan rumah tangga
dengan tujuan mencapai kehidupan yang kekal dan bahagia.
Setelah adanya akad perkawinan maka timbul suatu hak dan
kewajiban, menurut Hasan (2011 :153) bahwa hak dan kewajiban suami istri
adalah hak-hak istri yang merupakan kewajiban suami dan kewajiban suami
yang menjadi hak istri. Para fuqaha dalam masalah ini berpendapat apabila
akad nikah telah berlangsung secara sah, maka konskuensi yang harus
dilaksanakan oleh pasangan suami istri adalah memenuhi hak dan
kewajibannya (Kisyik,1996 :120). Beberapa kewajiban tersebut antara lain :
1. Hak istri yang wajib dipenuhi oleh suaminya
2. Hak suami yang wajib dipenuhi oleh istrinya
3. Hak bersama yang harus dipenuhi kedua belah pihak
3
Salah satu hak yang wajib dipenuhi oleh seorang suami terhadap
istrinya adalah bertanggung jawab sepenuhnya untuk memberikan nafkahnya
(Kisyik, 1996 :128). Nafkah merupakan semua kebutuhan dan keperluan yang
berlaku menurut keadaan dan tempat, seperti makanan, pakaian, rumah dan
sebagainya (Rasjid,2010 :421). Sebagaimana firman Allah :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.
dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta
yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada
seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak
akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”
Ketentuan nafkah dalam undang-undang no 1 tahun 1974 terdapat pada
pasal 34 ayat (1) yang berbunyi suami wajib melindungi isterinya dan
memberikan segala keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya. Sedangkan dalam kompilasi hukum islam ketentuan nafkah
terdapat pada bagian ketiga pasal 80 ayat (2) yang berbunyi suami wajib
melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Jika kita lihat antara
keduanya tidak ada perbedaan mengenai nafkah ini.
Desa Kertanegara merupakan salah satu Desa bagian dari Kecamatan
Kertanegara Kabupaten Purbalingga. Terletak disebelah timur Kecamatan
Karanganyar dan sebelah barat dari Kecamatan Karang Moncol. Desa dengan
jumlah penduduk kurang lebih 7000 jiwa dimana masyarakatnya mayoritas
bekerja sebagai pengrajin perkakas rumah tangga berbahan dasar temabaga
4
dan aluminium. Namun untuk sekarang ini profesi tersebut sudah jarang
sekali ditemui dikarenakan modal serta bahan yang kurang mencukupi.
Sebagai alternatif lain masyarakat lebih memilih sebagai petani padi dan
merantau menjadi pekerja di Kota-kota besar.
Realita yang terjadi sekarang ini, mencari pekerjaan tidaklah mudah
apalagi bagi mereka yang hidup di lingkungan pedesaan dengan ketrampilan
yang terbatas. Seringkali kurang dalam mencukupi kebutuhan keluarganya,
akibatnya jika tidak bisa saling memahami dengan kondisi keluarganya maka
akan terjadi pertengkaran diantara anggota keluarganya, dan tidak sedikit dari
mereka yang lebih memilih perceraian.
Dari latar belakang diatas maka penulis mempunyai ketertarikan untuk
meneliti problem nafkah seperti apa yang menyebabkan perceraian di
kalangan keluarga di Desa Kertanegara. Sebagai tindak lanjut dalam hal ini
penulis akan melakukan penelitian kepada keluarga di Desa Kertanegara
dengan judul “PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB
PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa
Kertanegara Kabupaten Purbalingga)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menentukan
rumusan masalah sebagai berikut:
5
1. Apa problem yang dihadapi oleh keluarga di Desa Kertanegara
Kabupaten Purbalingga dalam menerapkan konsep nafkah menurut
hukum Islam?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh keluarga sebagai respon dalam
menghadapi problem nafkah keluarga?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama dalam
mempertahankan keutuhan rumah tangga yang meghadapi problem
nafkah keluarga ?
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana lazimnya sebuah karya tulis yang berorientasi terhadap
pengembangan keilmuan maka penelitian ini mempunyai tujuan penelitian,
adapaun penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui problem apa saja yang dialami dalam penerapan
konsep nafkah keluarga islam oleh keluaraga di Desa Kertanegara
Kabupaten Purbalingga.
2. Untuk mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan oleh keluarga
sebagai respon dalam menghadapi problem seputar nafkah keluarga.
3. Untuk mengetahui apa saja upaya-upaya yang telah dilakukan oleh
Pengadilan Agama dalam mempertahankan keutuhan keluarga yang
menghadapi problem nafkah.
6
D. Manfaat Penelitian
a. Kegunaan Teoritis :
a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khazanah
keilmuan serta mampu memberikan pemahaman hal yang baru pada
anggota keluarga mengenai konsep nafkah kelurga serta problem-
problem dalam pemenuhan nafkah keluarga menurut hukum Islam.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refrensi bagi
peneliti-peneliti selanjutnya khususnya tentang problematika nafkah
keluarga menurut hukum Islam.
b. Kegunaan Praktis :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tersendiri
khususnya bagi keluarga di Desa Kertanegara Kabupaten
Purbalingga.
b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kajian
keilmuan bagi akademisi, khususnya bagi mahasiswa Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
7
E. Tinjauan Pustaka
Topik penelitian nafkah keluarga dalam suatu masyarakat sudah
banyak baik dalam bentuk Tesis, Skripsi maupun yang telah dipublikasikan
dalam bentuk jurnal ilmiah, diantaranya sebagai berikut :
Pertama, terdapat di dalam Tesisnya Darmawati (2014) berjudul
“Nafkah Dalam Rumah Tangga Persektif Hukum Islam (Studi Kasus di
Kelurahan Gunung Sari Makasar)”. Fokus penelitian ini pada pemenuhan
nafkah keluarga dengan hasil bahwa nafkah dalam rumah tangga perspektif
hukum islam di kelurahan Gunung Sari Makasar sesuai dengan konsep hukum
Islam, dimana suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai kepala rumah
tangga yang memunyai tugas masing-masing. Tidak ada larangan bagi istri
ikut mencari nafkah diluar selama izin dari suami dan tidak keluar dari
koridor Islam. Namun terdapat dua dampak jika dilihat dari sisi positif dan
negatif istri ikut mencari nafkah, pertama sisi negatifnya seorang istri akan
lebih sedikit mempunyai waktu mengurus tugas rumah tangga, sisi positifnya
seorang istri akan membantu perekonomian keluarga serta istri tidak
terkekang dengan masalah bahwa tugas wanita hanyalah kasur, sumur, dan
dapur.
Kedua, terdapat di dalam Skripsinya Nasekhuddin (2014) berjudul
“Keikutsertaan Istri Dalam Pemberian Nafkah Rumah Tangga Menurut
Hukum Islam”. Penelitian ini terfokus pada pandangan hukum Islam terhadap
keikutsertaan istri dalam memenuhi nafkah keluarga. Hasil dari penelitian
tersebut ialah bahwa Kepemimpinan seorang laki-laki dalam rumah tangga
8
merupakan hal yang istimewa, tetapi sekaligus tanggung jawab yang tidak
kecil. Walaupun kewajiban mencari nafkah untuk anak dan istri dibebankan
pada suami, tetapi hendaknya istri membantu memenuhi kebutuhan tersebut,
kemudian nafkah yang diberikan istri kepada suami dihitung hutang suami
kepada istri dan ketika suami telah mempunyai uang sebagai pengganti maka
wajib untuk menggantinya kecuali istri ridla.
Ketiga, terdapat di dalam Skripsinya Hasan As’ari (2012) berjudul
“Pelaksanaan Nafkah Keluarga Oleh Istri Ditinjau Menurut Hukum Islam”.
Penelitian ini fokus pada pandangan hukum islam terhadap pemenuhan
nafkah keluarga yang dilakukan oleh istri. Dari peneltian tersebut dihasilkan
bahwa kewajiban menafkahi adalah suami. Dalam hal mencari nafkah istri
hanyalah membantu meringankan kebutuhan rumah tangga. Adapun dampak
yang terjadi dalam keluarga yaitu kurang dihargainya sebagai kepala rumah
tangga .
Keempat, terdapat di dalam Skripsinya Okta Vinna Abri Yanti (2017)
berjudul “Hak Nafkah Istri Dan Anak Yang Dilalaikan Suami Dalam
Perspektif Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Desa Purwodadi 13A
Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah)”. Penelitian ini fokus
pada faktor-faktor penyebab suami melalaikan nafkah istri dan anak serta
bagaimana tinjauan dalam kompilasi hukum Islam. Dari penelitian tersebut
dihasilkan bahwa penyebab suami tidak memberi nafkah karena faktor
keluarga, istri tidak menghargai kerja keras suami, istri selalu mengeluh tidak
bersyukur, dan istri sering main-main atau poya-poya hasil dari suami serta
9
kurang dalam hal ibadah keagamaan. Selanjutnya tinjauan dalam kompilasi
hukum Islam mengenai kelalaian suami dalam memberi nafkah dijelaskan
dalam pasal 80.
Selanjutnya yang terakhir terdapat di dalam Jurnah Ilmiahnya,
Syamsul Bahri berjudul “Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam”. Kesimpulan
dari kajiannya adalah pemberian nafkah merupakan kewajiban yang tidak
boleh dilanggar dan harus dipenuhi oleh suami bagi istrinya dan orang tua
terhadap anaknya. Kewajiban nafkah ini diatur dalam surat al Baqarah ayat
233 dan juga al Hadits. Adapun pemenuhan nafkah yang menjadi belanja
tersebut adalah berupa kebutuhan pokok, seperti makanan, tempat tinggal,
pendidikan, dan lainnya. Menyangkut kadar ataupun ukuran pemberian
nafkah tidak dibatasi, hal tersebut dilihat dari kemampuan si pemberi nafkah.
Dilihat dari beberapa penelitian terdahulu terdapat kesamaan antara
penelitian yang dilakukan oleh Darmawati, Nasekhuddin, Hasan As’ari, Okta
Vinna Abri Yanti dan Syamsul Bahri yaitu fokus penelitian mengenai nafkah
keluarga, dan mengenai perbedaan yang akan peneliti tindak lanjuti yaitu
seputar Problematika Nafkah yang menjadi sebab perceraian Persepktif
Hukum Islam dikalangan masyarakat Desa Kertanegara Kabupaten
Purbalingga.
Dalam penelitian ini, penulis lebih memfokuskan pada problematika
nafkah keluarga dikalangan masyarakat Desa Kertanegara Kabupaten
Purbalingga. Pemfokusan ini meliputi peran suami sebagai kepala keluarga
sekaligus yang berkewajiban mencari nafkah, bagaimana suami istri
10
menyikapi permasalahan-permasalahan yang timbul akibat adanya nafkah
keluarga menurut hukum Islam, dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh
Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga dalam mempertahankan keutuhan
rumah tangga yang mengalami problem nafkah yang samai pada jenjang
perceraian.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini disusun mengunakan pendekatan yuridis normatif,
yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-
kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Selanjutnya, Jenis
penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif yang secara umum
bersifat deskriptif. Dimaksudkan dari deskriptif ini untuk mendapatkan
gambaran baik, jelas serta dapat memberikan data secara cermat tentang
obyek yang diteliti. Dimaksudkan untuk memperoleh semua hal yang
berkaitan dengan problem-problem nafkah keluarga masyarakat Desa
Kertanegara Kabupaten Purbalingga.
2. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penellitian ini adalah Desa Kertanegara Kabupaten
Purbalingga dengan subjek penelitiannya yaitu keluarga yang mengalami
problem mengenai pemenuhan nafkah keluarga, dan bertempat tingga di
Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga. kemudian penulis dalam hal
ini mengambil empat subjek dari sekitar sepuluh subjek yang ada.
11
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber
primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut
(Amirin, 1990 :132). Macam-macam data primer antara lain:
1) Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasinya tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.
Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman
tentang latar belakang penelitian. Seorang informan berkewajiban
secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya
bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan
dengan kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan dari segi
orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan
kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat
(Moeloeng,2002 :90). Yang menjadi informan dalam penelitian
ini adalah keluarga yang menghadapi problem nafkah yang
menyebabkan perceraian, yaitu keluarga yang tinggal di Desa
Ketanegara Kabupaten Purbalingga.
2) Dokumen
Dokumen adalah bahan tertulis ataupun film (Moeloeng,2002
:161). Sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah
ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi
12
(Moeloeng,2002 :113). Dalam penelitian ini setiap bahan tertulis
berupa data-data yang ada dalam keluarga Desa Kertanegara
Kabupaten Purbalingga.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang
bukan asli memuat informasi atau data tersebut (Amirin, 2002 :132).
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif
adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan
sebagai instrument. Format yang disusun berisi item-item tentang
kejadian dan tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikunto,
2006: 229).
Observasi adalah jalan dimana peneliti melakukan pengamatan
terhadap subjek penelitiannya. Metode ini penulis gunakan sebagai
langkah awal untuk mengetahui kondisi objek penelitian. Objek dari
penelitian ini yaitu keluarga Desa Kertanegara Kabupaten
Purbalingga dengan mengamati kegiatan para anggota keluarga di
desa tersebut.
Penulis melakukan observasi secara langsung di lapangan yaitu di
Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga, teknisnya penulis secara
langsung mendatangi pihak yang bersangkutan dan bertanya jawab
membahas seputar problem nafkah yang dihadapi, upaya-upaya yang
13
dilakukan oleh pihak keluarga sebagai tanggapan terhadap problem
yang ada, serta menanyakan bagaimana upaya yang dilakukan oleh
Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga sebagai respon problem
yang mereka hadapi ketika melakukan proses ersidangan perceraian.
b. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara
(Arikunto, 1998: 145).
Dalam hal ini penulis melakukan dialog dengan anggota keluarga
Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga untuk mendapatkan
informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan rumusan masalah.
Adapun beberapa keluarga yang menjadi objek wawancara yaitu
pertama keluarga Bapak Teguh Wahyono dan Ibu Sanginah, keduan
adalah keluarga Bapak Yusrin dan Ibu Nur Herlina, selanjutnya
pasangan Bapak Tugiman dan Ibu Rubinah, dan yang terakhir
keluarga Bapak Sugeng dan Ibu Daryati.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236).
Dalam penelitian ini dokumentasi yang dimaksud adalah
pengambilan beberapa data tentang berbagai dokumen terkait dengan
14
aktivitas keluarga Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga yang
diperoleh dati web, vidio, koran, dan dokumentasi pribadi.
Dokumentasi yang penulis gunakan dalam penyusunan penelitian
ini adalah salinan putusan perceraian oleh pihak Pengadilan Agama
Kabupaten Purbalingga, foto kopi Akta cerai, dan foto Kartu Tanda
Pengenal milik keluarga yang menjadi objek penelitian.
5. Analisa Data
Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya
agar diperoleh data yang matang dan akurat (Moeloeng, 2011: 288).
Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa
kualitatif yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian
disajikan dalam bentuk uraian, yakni setelah penulis berhasil
mengumpulkan data-data objek penelitian yang diperlukan, kemudian
penulis menganalisis data-data tersebut yang selanjutnya disajikan dalam
bentuk uraian.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian,
karena dari data itulah nantinya akan muncul beberapa fakta. Fakta-fakta
ini nanti digunakan penulis sebagai bahan pembahasan. Dalam hal ini
penulis menggunakan metode triangulasi, yaitu pendekatan multimetode
yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan data. Ide dasarnya
adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik
15
sehingga diperoleh kebenaran data tingkat tinggi jika didekati dari
berbagai sudut pandang.
Penerapan yang penulis lakukan dilapangan yaitu dengan cara
menggali berita dari pihak keluarga yang bersangkutan, baik suami istri
maupun bapak dan ibu dari suami istri tersebut, “dengan catatan masih
ada”. Selain itu penulis juga mengambil sumber dari tetangga sekitar
subjek penelitian dan selanjutnya kemudian penulis menanyakan
langsung kepada Ketua RT sekitar, dimaksudkan untuk memperoleh
kebenaran mengenai hal tersebut.
G. Sistematika Penulisan Penelitian
Untuk memberikan kejelasan dan penelitian yang sistematis skripsi
ini dibagi menjadi bab dan sub bab. Sistematikanya dalah sebagai
berikut:
BAB pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
Selanjutnya pada BAB kedua berisi Kajian Teori. Dalam bab ini
diuraikan tentang penjelasan mengenai hak dan kewajiban suami istri,
konsep nafkah keluarga serta gambaran permasalahan yang sering terjadi
dalam keluarga seputar pemenuhan nafkah keluarga.
Selanjutnya pada BAB ketiga diuraikan mengenai Hasil Penelitian.
Dalam bab ini diuraikan mengenai deskripsi Desa Ketanegara Kabupaten
16
Purbalingga, gambaran umum subjek penelitian, dan hasil wawancara
dengan subjek penelitian.
Selanjutnya pada BAB keempat membahas Analisis Hasil Penelitian.
Dalam bab ini diuraikan analisis hasil penelitian ditinjau dari hukum Islam.
Yang terakhir pada BAB kelima yaitu Penutup. Bab ini berisi
mengenai kesimpulan dan saran - saran yang diperoleh dari hasil penelitian
untuk kemajuan obyek penelitian.
17
BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG NAFKAH KELUARGA
A. Hak dan Kewajiban Suami Menurut Hukum Islam
Sebagai salah satu akad atau transaksi, perkawinan tentunya
mempunyai konskuensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak yang
bersangkutan, dalam hal ini adalah suami dan istri. Hak dan kewajiban harus
dilandasi oleh beberapa prinsip antara lain kesamaan, keseimbangan, dan
keadilan antara keduanya (Nasekhuddin.2004: 16). Sebagaimana Firman
Allah:
“Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya,
menurut cara yang ma‟ruf”. (Q.S.Al-Baqarah: 228)
Keseimbangan ini juga diatur dalam Undang-undang Perkawinan pasal
31 ayat 1, hal yang sama juga terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal
79 ayat 2 yaitu:
“Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat”.
Dari dua aturan diatas, mendahulukan menyebut hak atas kewajiban,
hal ini merupakan penegasan terhadap hak sekaligus pentingnya
memperhatikan atas hak tersebut. Hak dan kewajiban seorang suami adalah
sebagai berikut:
18
1. Hak-hak suami
Muhammad Azzam (2009: 221) dalam bukunya Fikih Munakahat
menjelaskan hak seorang suami yang harus didapatkan dari seorang istri
adalah:
a. Mematuhi suami
Daiantara hak suami atas istrinya adalah ditaati selama tidak
mengarah pada perilaku maksiat (Azzam.2009: 221). Sebagaimana
sabda Nabi:
الطاعة ملخلوق ىف معصية اخلالق
“Tidak ada kepatuhan terhadap makhluk yang maksiat kepada
pencipta”. (HR. Al-Bukhari)
Rasulullah SAW menganjurkan agar para istri patuh terhadap
suami, karena hal tersebut dapat membawa maslahat dan kebaikan.
Rasulullah menjadikan ridla suami sebagai penyebab masuk surga.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“wanita manapun yang wafat dan suaminya ridla atasnya maka ia
masuk surga. (HR. Turmudzi)
Hak suami merupakan kewajiban seorang istri dan hak suami
yang dipatuhi termasuk dalam kebaktian istri kepadanya, hal ini juga
dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 83 yang berbunyi:
“Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin
kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam”.
Kepatuhan ini juga termasuk seorang istri tidak mendurhakai
suaminya, sebagaimana sabda Nabi:
19
“Jika seorang laki-laki mengajak istrinya ketempat tidurnya, tetapi ia
tidak mau datang, suami semalaman murka atasnya, maka malaikat
melaknat kepadanya sampai pagi”. (HR. Muttafaq Alaih)
Sesungguhnya Islam telah memberikan berbagai macam hak
kepada seorang suami atas istrinya berupa kepatuhan seorang istri
pada suaminya, bekerja keras untuk melaksanakan segala perintah
suaminya selama tidak perintah untuk maksiat. Dan hendaknya
seorang istri menjaga kehormatan suaminya atas jiwanya sendiri dan
harta benda suaminya. Seorang istri juga tidak melakukan perbuatan
dosa yang bisa membuat hati suaminya tidak enak (Hamid.2004:
303).
b. Memelihara kehormatan dan harta suami
Hak suami agar istri tidak menerima masuknya seseorang
tanpa izinnya, dimaksudkan agar ketentraman hidup rumah tangga
tetap terpelihara. Ketentuan tersebut berlaku apabila orang yang
datang itu bukan mahram istri, apabila orang yang datang adalah
mahramnya seperti ayah, saudara, paman, dan sebagainya dibenarkan
menerima kedatangan mereka tanpa izin suami (Basyir.1996: 59).
Rasulullah memuji seorang istri yang menjaga kehormatan dan
harta suami dikala suami tidak dirumah, serta menjanjikan kebaikan
yang banyak bagi istri, menjadikan perhiasan dunia yang paling baik
dan sebagai sebab kebahagiaan dan ketenangan (Hamid.2010: 99).
Selain menjaga kehormatan suami, seorang istri juga
berkewajiban menjaga harta suaminya. Ia juga harus mengatur
20
pengeluarannya selama masih dalam batas ketaatan kepada suaminya.
Istri tidak diperkenankan membelanjakan sesuatu atau memberi
seseorang dari harta suaminya kecuali dengan izin suaminya dan
yakin bahwa ia rela untuk urusan itu (Al-Shabbagh.1994: 51).
Sebagaimana sabda Nabi:
“Wanita tidak boleh membelanjakan sesuatu dari rumah suaminya
kecuali dengan izinnya”.
c. Berhias untuk suami
Hak lain yang didapat seorang suami dari istrinya adalah
berdandan karena suami dengan berbagai perhiasan yang menarik.
Seperti perhiasan yang terlihat semakin indah akan membuat suami
senang dan merasa cukup, tidak perlu melakukan hal yang haram
(Azzam.2009: 306).
Mempercantik diri dengan cara berdandan dan memakai
wangi-wangian merupakan bagian yang dapat membuat suami
berlapang dada dan membahagiakan pandangan. Ketika istrinya
dengan dandanan yang memukau, memakai pakaian yang indah
dipandang mata, memakai wangi-wangian, merias wajah sehingga
terlihat cantik maka suami akan merasa senang dan bahagia serta
menyebabkan ketenangan ketika memandangnya.
Selain itu, untuk mewujudkan kebahagiaan dalam kehidupan
suami istri, Islam mengajarkan seorang istri muslimah agar berhias
mempercantik diri untuk suaminya. Hal itu merupakan bagian dari
sifat istri shalihah yang sebaik-baiknya perhiasaan (Hamid.2010: 17).
21
d. Menjadi partner suami
Allah telah mewajibkan seorang suami bertempat tinggal
bersama istri secara syar‟i di tempat yang layak bagi sesamanya dan
sesuai dengan kondisi ekonomi suami, dan istri wajib menyertainya di
tempat tinggal tersebut. Istri tidak boleh keluar dari rumah kecuali
dengan izin suaminya, kecuali jika ia keluar untuk berziarah atau
menjenguk kedua orang tua yang sakit, atau keluarga lainnya ketika
ia merasa aman dan tidak menimbulkan fitnah karena hal tersebut
termasuk silaturahim dan menjaga hubungan silatirahim itu wajib,
suami tidak boleh mencegah kewajiban tersebut. Tetapi alangkah
baiknya jika hal tersebut dengan ridha suami (Azzam. 2009: 229).
Sebagaimana Firman Allah yang artinya:
“tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka
untuk menyempitkan (hati) mereka” (Q.S. Ath-Thalaq: 6)
Pada intinya seorang istri harus menjadi pendamping (partner)
seorang suami dengan baik, tidak memberatkan suami dan tidak
menyusahkannya. Ridha seorang suami merupakan hal utama yang
harus dituju oleh seorang istri, keridhaan suami terhadap tingkah laku
seorang istri merupakan ladang pahala baginya.
2. Kewajiban-kewajiban Suami
Selanjutnya kewajiban suami yang harus diperoleh seorang
istri dapat diuraikan sebagai berikut:
22
a. Membimbing, melindungi dan memberikan pendidikan agama pada
istri
Hal ini dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 80
Ayat 1-3 yang berbunyi:
(1) Suami adalah pembimbing, terhadap istri dan rumah
tangganya, akan tetap mengenai hal-hal urusan rumah
tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri
bersama.
(2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
(3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya
dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna
dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
Hal serupa juga terdapat dalam Undang-undang no. 7 tahun
1974 tentang Perkawinan, tepatnya pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi:
“Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya”.
Dengan sebuah pernikahan akan menyempurnakan separuh
pengalaman agama bagi istri juga suami. hidup dalam pernikahan
suami berkewajiban membimbing istrinya untuk mengamalkan
agamanya (Halim.2000: 116).
Dengan demikian suami wajib mengajarkan agama terhadap
istrinya, baik itu tentang ibadah wajib maupun tentang pengetahuan
agama yang jika dilihat akan bermanfaat bagi kehidupan sang istri
dan akan membantu terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis,
tenang, dan bahagia.
23
b. Mencukupi kebutuhan istri
Mencukupi kebutuhan istri dapat dikatakan sebagai pemberian
nafkah yang disinggung dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 80
Ayat 4-7 sebagai syarat yang mengikuti kewajiban tersebut, yang
berbunyi:
(4) sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi istri dan anak;
c. biaya pendidikan bagi anak.
(5) kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada Ayat
(4) huruf a dan b atas mulai berlaku sesudah ada tamkin
sempurna dari istrinya.
(6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap
dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
(7) kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur
apabila istri nusyuz.
Yang termasuk juga kewajiban dalam mencukupi kebutuhan
istri adalah kewajiban suami untuk menyediakan tempat kediaman,
Kompilasi Hukum Islam mengaturnya tersendiri dalam pasal 81
sebagai berikut:
a. suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan
anak-anaknya atau bekas istri yang masih dalam iddah.
b. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk
istri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah
talak atau iddah wafat.
c. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan
anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka
merasa aman dan tentram, tempat kediaman juga berfungsi
sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat
menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
d. Suami wajib melengkapi tampat kediaman sesuai dengan
kemampuan serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan
tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah
tangga maupun sarana penunjang lainnya.
24
Firman Allah tentang pemberian tempat tinggal terdapat dalam
Q.S.At-Thalaq ayat 6 yang artinya:
“tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka
untuk menyempitkan hati mereka karena ingin untuk menyempitkan
mereka. Jika mereka hamil berikan mereka belanja sampai lahir
kandungan mereka. Jika mereka menyusahkan untukmu (anakmu)
berilah upah (imbalannya). Bermusyawarahlah kamu dengan sebaik-
baiknya. Tetapi jika kamu kepayahan hendaklah (carilah) perempuan
lain yang akan menyusukannya”.
c. Memuaskan istri
Kewajiban suami selanjutnya adalah memuaskan istri dengan
hubungan seksual. Pendapat ibnu Qudamah yang dikutip dalam fiqh
munakahat berbunyi: “berhubungan seks wajib bagi suami jika tidak
ada udzur”. Alasannya nikah disyari’atkan untuk kemaslahatan suami
istri dan menolak bencana bagi mereka. Suami melakukan hubungan
untuk menolak gejolak syahwat istri, sebagaimana juga untuk
menolak gejolak syahwat suami. Alasan tersebut menjadi suatu
keharusan dan nikah adalah solusi mereka bersama (Azzam.2009:
219).
Senada dengan pendapat madzhab maliki yang juga
mengatakan bahwa suami wajib menggauli istri selama tidak ada
halangan. Berbeda dengan madzhab Syafi’i yang berpendapat bahwa
kewajiban suami menyetubuhi istrinya hanya sekali selama mereka
masih menjadi suami istri. Lain dengan madzhab Hambali yang
menyatakan bahwa suami wajib menggauli istrinya paling tidak sekali
dalam empat bulan, apabila tidak ada udzur (mahalli.2008: 139).
25
B. Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam
1. Hak-hak Istri
Diantara hak-hak istri yang wajib diberikan oleh seorang suami
antara lain:
a. Mahar
Mahar adalah sesuatu yang diberikan oleh calon suami kepada
calon istri, baik berupa uang maupun barang. Membayar mahar
hukumnya wajib, namun tidak termasuk rukun nikah. Karena itu bila
mahar tidak disebutkan dalam pelaksanaan akad nikah, maka
pernikahannya tetap sah (Azzam.2009: 219).
Dalam Al-Qur’an, mahar dibahas pada surat An-Nisa ayat 4
yang artinya:
“berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita yang kalian nikahi
sebagaimana pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkannya kepada kalian sebagian dari mas kawin itu
dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu sebagai makanan
yang sedap lagi baik akibatnya”.
Dari ayat diatas menandakan bahwa mas kawin (mahar) sangat
penting untuk diperhatikan, sehingga hukum Islam sendiri
mewajibkan adanya mas kawin sebagai syarat kehalalan satu sama
lain. Namun, mahar bukan berarti sebagai tebusan untuk perempuan
yang akan kita nikah. Sebab dalam Al-Qur’an pun tidak mengatur
adanya kadar atau batasan mahar tersebut, ia bisa besar dan bisa kecil.
Rasulullah SAW bersabda:
“sebaik-baik maskawin itu adalah yang termurah (gampang”. (hadits
ini dikeluarkan oleh imam Abu Daud dan dibenarkan imam Hakim)
26
Mas kawin merupakan kewajiban yang harus diberikan oleh
suami kepada istrinya dan murni mejadi milik istri serta tidak ada
campur tangan dari orang lain dalam kepemilikannya. Maskawin juga
bisa digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup dimasa depan
(Hamid.2004: 263)
b. Nafkah
Secara harfiah, nafkah adalah pengeluaran atau suatu yang
dikeluarkan oleh seorang untuk orang-orang yang menjadi tanggung
jawabnya. Pengeluaran ini harus diberikan untuk keperluan-keperluan
yang baik(Muhamad.2001: 110). Sebagaimana Firman Allah yang
artinya:
“...dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para
ibu dengan cara yang maruf...”. (Q.S.Al-Baqarah: 233)
Nafkah merupakan hak berupa kebendaan yang meliputi
makanan, lauk-pauk, alat-alat (sarana) untuk memebersihkan anggota
tubuh, pakaian, perabot rumah, tempat tinggal, dan pembantu (jika
diperlukan). Semua ini sebenarnya mencerminkan hal-hal yang
menjadi kebutuhan dasar manusia. Segala keperluan dasar ini
merupakan kewajiban suami yang wajib diberikan kepada istri
sebagai haknya menurut cara-cara yang baik.
Amir Syarifudin (2006: 160) berpendapat, Adapaun hak-hak
seorang istri yang didapat dari suaminya yang bukan harta benda
adalah:
27
1) Mendapat pergaulan secara baik dan patut.
Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S.An-Nisa ayat 19
yang artinya:
“...pergaulilah mereka (istri-istrimu) secara baik kamu tidak
menyukai mereka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak”. (Q.S An-Nisa: 19)
Pergaulan yang baik dan patut meliputi menghormatinya,
bergaul dengan baik memperlakukan dengan wajar,
mendahulukan kepentingan yang memang patut didahulukan
untuk melunakan hatinya, lebih-lebih bersikap menahan diri dari
sikap yang kurang menyenangkan dari padanya atau bersabar
untuk menghadapinya (Sabiq.1981: 80).
Diantar cara menghormati perempuan adalah dengan
bersikap lemah lembut dan bersikap sabar. Cara lain sebagai
wujud menghormati seorang istri adalah dengan cara mengangkat
martabatnya setaraf dengan dirinya, tidak menyakiti hatinya
sekalipun dengan kata-kata olokan. Yang terpenting perempuan
itu tidaklah sempurna dan hendaklah seorang laki-laki itu
menerima dia dengan segala kenyataannya (sabiq.1981: 102-
103).
2) Didatangi dengan cara Mu‟asyarah bi al-ma‟ruf.
Sebagaimana kewajiban suami yang dibahas diatas,
mendatangi berarti menggauli istri. Kebutuhan seksual seorang
istri merupakan haknya dalam menjalani hidup berumah tangga.
28
Relasi seksual ini harus dengan cara Mu’asyarah bi al-ma’ruf
yaitu diantara keduanya harus saling memberi dan menerima,
saling mengasihi dan menyayangi, tidak saling menyakiti, tidak
saling memperlihatkan kebencian, dan masing-masing tidak
saling mengabaikan hak atau kewajiban (Muhamad.2001: 112).
Dalam pelaksanaanya hubungan seksual harus dilakukan
secara wajar dan tidak bersikap memaksa, melalui jalan yang
wajar dan sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam dan tidak
mengikuti gaya berhubungan intim yang aneh seperti anal atau
oral sek yang secara aturan tidak diperbolehkan (muhamad.2001:
113).
3) Pembatasan kelahiran
Dalam islam disebutkan menyukai banyak anak karena ini
sebagai tanda dari adanya kekuatan daya pertahanan terhadap
umat-umat dan bangsa lain. Sebagaimana dikatakan bahwa
kebesaran adalah terletak pada keturunan yang banyak, karena itu
Islam mensyariatkan perkawinan (Sabiq.1981: 121).
Dalam Islam memang tidak membatasi kelahiran, baik itu
dengan Azl atau dengan cara kontrasepsi. Namun jika orang tua
tidak mampu membiayai anak yang jumlahnya banyak maka
lebih baik memiliki anak sedikit namun terjamin kehidupanya.
Karena anak yang lebih membahagiakan orang tua adalah bukan
banyaknya anak saja, namun mempunyai anak yang berkualitas
29
akan lebih membahagiakan orang tua sekaligus mempunyai nilai
lebih terhadap rasa puas sebagai orang tua (sabiq.1981: 122).
2. Kewajiban-kewajiban istri
Islam mengangkat nilai perempuan sebagai istri dan menjadikan
pelaksanaan hak-hak istri sebagai jihad dijalan Alah SWT. Sebagai timbal
balik dari pelaksanaan hak-hak yang wajib dipenuhi seorang suami
terhadap istrinya, Islam mewajibkan kepada istri untuk melayani
kebutuhan suaminya secara lahir maupun batin, manjaga nama baik dan
kehormatan suami serta harta bendanya, mengabdi dengan taat kepada
ajaran agama dan kepemimpinan suami sepanjang tidak bertentangan
dengan hukum Islam. Kewajiban-kewajiban ini tidak banyak dan tidak
bersifat mendzalimi istri, jika dibandingkan dengan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh suaminya (Jamaluddin.2016: 77).
Kompilasi Hukum Islam juga mengatur mengenai kewajiban
seorang istri terhadap suaminya, tepatnya pada pasal 83 yang berbunyi:
1. Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan
batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam.
2. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga
sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
Selain dalam Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang
perkawinan Indonesia juga menjelaskan dalam pasal 34 ayat 2 yang
berbunyi:
“istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Pasal tambahan tentang kewajiban isti diatas adalah pasal 79 ayat 1 yang
berbunyi:
30
“suami adalah kepala rumah tangga keluarga dan istri ibu rumah
tangga”.
Berdasarkan peraturan diatas bahwa istri sebagai penata rumah
tangga yang dihuninya beserta isi dan perabotnya. Sehubungan dengan itu
maka seorang istri hendaknya pandai-pandai menata rumah, juga
membersihkan rumah supaya suasana rumah menjadi selalu nyaman
untuk suami dan keluarga. kemudian, berbagai kewajiban seorang istri
juga telah disinggung dalam hak seorang suami terhadap istrinya, karena
pada dasarnya hak dan kewajiban merupakan unsur yang bersifat timbal
balik.
C. Hak dan Kewajiban Bersama Suami Istri
1. Hak bersama antara suami dan istri meliputi:
a. Kehalalan bersenang-senang (Bersetubuh)
Masing-masing suami istri berhak bersenang-senang dengan
pasangannya karena memenuhi dorongan fitrah dan mencari
keturunan. Hak ini berserikat antara suami istri, tidak tergambarkan
secara akal jika bersenang-senang tersebut hanya terjadi dari salah
satu dari mereka bukan yang lain. Haram salah satu dari mereka yang
mengharamkan pasangannya melakukan hak ini (Azzam.2009: 231).
Ulama madzhab hanafi berpendapat, istri boleh menuntut
suami untuk melakukan persetubuhan, karena kehalalan suami bagi
istri merupakan hak istri, begitu pula sebaliknya. Jika istri menuntut
maka suami wajib memenuhinya. Ulama madzhab maliki
31
berpendapat bahwa melakukan persetubuhan adalam kewajiban suami
terhadap istri jika tidak ada uzur( Nasekhuddin. 2014: 30).
b. Haram melakukan perkawinan
Sebab akad yang sah mengakibatkan haramnya perkawinan
antara istri yang haram dinikahi oleh ayah suaminya, datuknya,
anaknya dan cucu-cucunya, begitu pula ibu istrinya, anak
perempuannya, dan seluruh cucunya haram dinikahi oleh suaminya
(Azzam.2009: 240).
c. Saling mewarisi
Sebab akad yang sah mengakibatkan hak saling mewarisi
antara suami istri. Jika suami meninggal istri dapat mewarisi dan jika
istri meninggal suamipun dapat mewarisinya sebagaimana dijelaskan
dalam ilmu faraidh (Azzam.2009: 240).
d. Sahnya menasabkan anak kepada suami
Kapan akad sah, maka ditetapkan hak masing-masing mereka
dalam melahirkan keturunan, membesarkan anak-anak, dan
menisbatkan keturunan kepada mereka (Azzam.2009: 241). Imam Al-
Ghazali berpendapat, keturunan haknya bapak saja, baginya
mempunyai hal melarang jika mau, tanpa seizin istri. Pera ulama
menganggap lemah pendapat tersebut, dibuktikan dengan sabda
Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ad-Dailami dari Said Al-Khudri
yang artinya:
“barangsiapa yang meninggalkan menikah karena takut banyak
tanggungan keluarga tidak tergolong dari kami”.
32
Segolongan fuqaha’, diantaranya Ibnu Hibban dan Ibnu Hazm
berpendapat, haramnya mencegah kelahiran anak, mereka
memenangkan hak umat pada anak daripada hak kedua orangtua.
Mereka berpendapat, “Azel itu memutuskan keturunan yang dituntut
pernikahan secara syara” (Azzam.2009: 242).
2. Kewajiban bersama antara suami istri
Kewajiban bersama suami istri dalam berbagai sumber Islam bisa
dijabarkan sebagai berikut:
Dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam pasal 77 dan pasal 78,
berikut bunyi pasal 77:
a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah yang menjadi sendi
dasar dan susunan masyarakat.
b. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara
anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani
maupun kecerdasannya dan pendidikan agama.
d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
e. Jika suami istri melalaikan kewajiban masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Kompilasi Hukum Islam pasal 78 berbunyi:
a. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
b. Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentukan oleh
suami istri bersama.
Dalam Undang-undang perkawinan tahun 1974, tepatnya pada pasal 33
yang berbunyi:
“suami istri wajib saling cinta mencintai hormat menghormati, setia, dan
memberi bantun lahir batin yang satu kepada yang lain”.
33
Dari dua peraturan diatas dapat ditasik kesimpulan bahwa kewajiban
bersama antara suami istri adalah saling menyayangi, saling menghormati,
saling memberi, setia, dan mengasuh serta merawat anak-anak dengan sebaik-
baiknya.
D. Konsep Nafkah Keluarga Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Nafkah
Secara etimologi, nafkah berasal dari bahasa arab yakni dari suku
kata anfaqa-yunfiqu-infaqan. Dalam kamus arab indonesia, secara
etimologi kata nafkah diartikan sebagai “hak menafkahkan dan atau
membelanjakan (Yunus.1989 : 463).
Secara harfiah, nafkah adalah pengeluaran atau suatu yang
dikeluarkan oleh seorang untuk orang-orang yang menjadi tanggung
jawabnya. Pengeluaran ini harus diberikan untuk keperluan-keperluan
yang baik(Muhamad.2001: 110).
Sayyid Sabiq (1981: 421) mendefinisikan nafkah adalah semua
kebutuhan dari keperluan yang berlaku menurut keaadaan dan tempat,
seperti makanan, pakaian, rumah dan sebagainya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nafkah
merupakan semua kebutuhan yang wajib diberikan kepada seseorang
yang menjadi tanggung jawabnya meliputi semua keperluan hidup seperti
makanan, pakaian, rumah dan sebagainya dengan tujuan untuk memenuhi
keperluan-keperluan yang baik.
34
2. Sebab-sebab diwajibkannya nafkah.
Kewajiban nafkah dipengaruhi oleh tiga sebab antara lain:
a. Zaujiyyah
Suami diwajibkan memberi nafkah dikarenakan adanya
perkawinan yang sah, pemberian ini diberikan kepada istri yang
taat (tidak nusyuz), baik berupa makanan, pakaian, tempat tinggal
maupun perkakas rumah tangga dan kebutuhan lainnya sesuai
dengan masing-masing lingkungan dan kekuatan suami
(Rasjid.:399). Sebagaiman firman Allah yang artimya:
“... dan mereka (istri) memiliki hak (nafkah) yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang patut....” (QS. Al-
Baqarah: 228).
Ayat diatas merupakan penjelasan nafkah bagi seorang
dikarenkan keta’atannya. Seorang istri yang tidak taat tidak
berhak atas nefkahnya dari seorang suami (rasjid.: 400).
b. Qarabah
Qorobah adalah hubungan kekerabatan, dalam hal ini para
fuqaha berbeda pendapat. Kalangan Malikiyah menilai qarabah
yang wajib nafkah hanya pada hubungan orangtua dan anak
(walid wal walad). Kalangan syafi’iyah menilai qarabah dalam
hubungan orangtua dan anak, dan hubungan cucu dan kakek
(ushul dan furu‟). Hanafiyah menilai qarabah dalam konteks
mahramiyah, tidak terbatas ushul dan furu‟, sehingga meliputi
kerabat kesamping (hawasyiy), dan dzawil arham. Sedangkan
35
kalangan madzhab hambali memahami qarabah dalam konteks
hubungan waris fardh dan ashabah, meliputi ushul, furu‟,
hawasyiy, dan dzawil arham yang berada pada jalur nasab
(Erfani.:6).
Syarat wajibnya belanja atas bapak atau ibu kepada
anaknya apabila si anak masih kecil dan miskin, atau besar dan
miskin namun tidak kuat berusaha. Kewajiban ini juga berlaku
untuk anak ketika kedua orang tuanya tidak lagi kuat berusaha
dan tidak mempunyai harta (Rasjid.: 399).
Merujuk pendapat pemberian nafkah anak kepada
orangtua menurut madzhab hanafi dan syafi’i bahwa ketidak
mampuan bekerja tidak merupakan syarat kewajiban memberi
nafkah kepada para ayah dan para kakek. Para anak tetap wajib
memberikan nafkah kepada mereka. Sedangkan orang-orang
selain ayah dan kakek yang sanggup bekerja, tidak ada kewajiban
memberi nafkah kepada mereka (mughniyah.: 433).
Luasnya cakupan qarabah sebagai objek nafkah harus
dipahami dalam konteks yang relatif, yaitu menghendaki syarat
kesanggupan pihak yang berkewajiban nafkah. Sehingga ketidak
terpenuhan syarat itu akan menyebabkan tidak adanya tanggup
jawab nafkah dan tidak menimbulkan konskuensi hukum lainya
(Erfani.: 6).
36
c. Milk
Sebab kepemilikan atas sesuatu, dalam hal ini pemilik
budak. Dalam konteks kekinian, sebab milik ini dapat dipahami
dalam konteks yang luas, yaitu hubungan kepemilikan seseorang
terhadap sesuatu yang hidup, termasuk jasa pembantu,
memelihara hewan, tumbuhan dan lain-lain (Erfani.: 6).
Inti dari sebab-sebab nafkah diatas adalah kesamaan yang
mendasar, yaitu posisi laki-laki sebagai penanggung jawab
nafkah. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya:
“...dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara ma‟ruf...”. (QS.Al-Baqarah: 233)
Kemudian kewajiban dari seorang suami dalam
memberikan nafkah yang terbaik untuk keluarganya, sejauh yang
dimiliki dan diusahakannya. Sebagaimana firman Allah yang
artinya:
“hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuanya. Dan orang yang disempitkan (kekurangan)
resekinya hendaklah memberi nafkah sesuai dengan apa yang
dikaruniakan Allah kepadanya, Allah tidak memberikan beban
kepada seseorang kecuali sesuai dengan apa yang diberikan
Allah. Semoga Allah akan memberikan kelapangan setelah
kesempitan”. (QS.Ath-Thalaq: 7)
3. Bentuk-bentuk nafkah
Bentuk-bentuk nafkah ini telah dijelaskan dalam kewajiban
seorang suami dengan berbagai dasarnya baik berupa ayat al-Qur’an
maupun Undang-undang. Para ulama fiqih menyimpulkan bahwa nafkah
wajib diberikan suami kepada istrinya, meliputi makanan, minuman, lauk-
37
pauk, pakaian, tempat tinggal, pembantu (jika diperlukan), alat-alat rumah
tangga dan kebutuhan rumah tangga lainnya (Muhammad. 2001: 123).
Sementara untuk alat-alat kecantikan bukan merupakan kewajiban
suami. Keculai sebatas menghilangkan bau badan istri. Hal ini selaras
dengan pendapat imam Nawawi dari madzhab Syafi’i yang menyatakan
bahwa suami tidak berkewajiban memberikan nafkah untuk biaya alat
kecantikan mata, kutek, minyak wangi dan alat-alat kecantikan lainnya
yang semuanya dimaksudkan untuk menambah gairah
seksual.(Muhamad.2001: 123).
Para ulama madzhab berpendapat bahwa biaya bersalin dan
pengobatan yang ringan, seperti malaria dan sakit mata termasuk ke
dalam nafkah. Akan tetapi pengobatan sejenis operasi yang membutuhkan
biaya besar harus dipisahkan atau dilihat dari keadaan materi suami
maupun istri (Mughniyah.1996: 424-425).
4. Kadar nafkah yang harus diberikan oleh suami
Perkiraan nafkah sesuai dengan kemampuan suami, sebagaimana
firman Allah yang artinya:
“hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah
memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
tidak memikulkan beban kepada seorang melainkan (sekadar) apa yang
Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan
sesudah kesempitan”. (QS.Ath-Thalaq: 7)
Seorang suami dalam menafkahkan hartanya selain tidak boleh
terlalu bakhil, suami juga tidak boleh terlalu boros dalaam menafkahkan
38
hartanya. Dalam menafkahkan harta harus berpegang teguh kepada
firman Allah yang artinya:
“dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelajaran itu)
ditengah-tengah anatara yang demikian”. (QS.Al-Furqan: 67)
Dari ayat al-Qur’an diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tolak
ukur pemberian nafkah sesuai dengan kemampuan suami. Seorang suami
dianjurkan menafkahi istinya sewajarnya, artinya tidak terlalu sedikit
maupun terlalu banyak, akan tetapi sesuai dengan kebutuhan rumah
tangganya.
5. Waktu wajib nafkah
Menurut Ibnu Hazm suami-suami berkewajiban menafkahi istrinya
sejak terjadinya akad nikah, baik suami yang mengajaknya hidup serumah
atau tidak, baik istri masih dalam buaian atau berbuat nusyuz, kaya atau
kafir, mempunyai orang tua atau sudah yatim, gadis atau janda, semua itu
disesuaikan dengan keadaan dan kesanggupan suami (Sabiq.1982:85).
Namun para ulama madzhab berpendapat bahwa istri yang melakukan
nusyuz tidak berhak atas nafkah (Mughniyah.1996: 402).
Pada masa iddah wanita cerai memiliki hak tempat tinggal ynag
menjadi kewajiban suaminya, selama dia menunggu iddah suaminya.
Seorang laki-laki tidak berhak mengusirnya dan mengeluarkannya kecuali
dia melakukan perbuatan keji yang nyata seperti zina dan nusyuz.
Sebagian ulama juga berpendapat bahwa istri berhak atas tempat tinggal
dan nafkah selama menunggu masa iddah.
39
Menurut imam Malik mencukupi nafkah keluarga merupakan
kewajiban dari seorang suami setelah membayar mahar dan berlaku adil
kepada istri (berlaku bagi yang berpoligami). Kelau terjadi perpisahan
antara suami dan istri, baik karena cerai atau meninggal dunia maka harta
asli istri tetap menjadi milik istri dan harta asli milik suami tetap menjadi
milik suami, menurut madzhab Maliki waktu berlakunya pemberian
nafkah wajib apabila suami sudah mengumpuli istri.
Jadi, nafkah diberikan ketika sudah terjadi akad yang sah antara
suami dan istri. Madzhab Mailiki berpendapat wajib memberi nafkah
setelah mengumpuli istrinya, dan akan menjadi tidak wajib ketika seorang
istri cerai atau istri telah meninggal dunia.
E. Permasalahan Yang sering Terjadi Seputar Nafkah Keluarga
Menurut Ummu Sufyan (2007: 32) nafkah bagi istri termasuk
kewajiban pokok seorang suami. Hal ini berdasarkan hadits Hakim bin
Muawiyah al-Qusyairi, yang artinya:
“aku bertanya: ya Rasulullah, pakah hak istri atas setiap kami? Beliau
menjawab: kamu memberinya makan ketika kamu mendapati makan,
memberinya pakaian ketika kamu mendapat pakaian, jangan memukul
mukanya, jangan menjelek-jelekan dan jangan meninggalkannya selain di
rumah”
Nafkah merupakan hal penting yang harus terpenuhi dalam kehidupan
rumah tangga, namun terkadang masalah nafkah ini menjadi sumber
terjadinya konflik antara suami dan istri. Salah satu penyebabnya, karena
40
suami kurang memperhatikan jumlah dan besanya nafkah bagi sang istri,
bukan sama sekali tidak memberinya.
Ummu Sufyan (2007: 33) menjelaskan beberapa penyebab
pertengkaran dalam hal nafkah, diataranya:
a. Suami kurang mempelajari keadaan keluarga istrinya. Istri dari
keluarga kaya jangan disamakan dengan istri dari keluarga miskin.
b. Campur tangan suami kedalam tugas-tugas khusus istri di rumah.
c. Istri berlebihan ketika berbelanja, terutama barang-barang mewah.
d. Suami bersifat kikir. Sebuah haditz menyebutkan bahwa Abu Sufyan
itu suami yang kikir.
e. Istri selalu menuntut lebih dari suami diluar batas yang logis.
Melihat perilaku sebagian suami yang suka membatasi nafkah bagi
istrinya untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu, maka ibnu Qayyim berpendapat:
“rasul SAW. Dalam mengatur nafkah bagi para istrinya tidak pernah
membatasi nafkah tersebut. Demikian pula tidak ada haditz yang menunjukan
pembatasan ini. Para suami sekarang mambatasi nafkah ini berdasarkan
adat kebiasaan saja”.
Jadi Allah dan rasulnya telah menyebutkan masalah ini secara mutlak
tanpa batasan tertentu. Seandainya hal ini diabatasi niscaya Rasul menyuruh
hindun mengambil nafkah menurut ukuran tertentu sesuai syariah. Maka
ketika beliau menyuruh hindun mengambil securkupnya, ijtihad semacam
inipun seharusnya dikembalikan kepada aturan beliau.
Jadi secara garis besar bahwa problem mengenai nafkah keluarga
sebenarnya bukan berasal dari aturan yang berlaku dalam hukum Islam, akan
41
tetapi permasalahan yang terjadi dalam pemenuhan nafkah berasal dari pihak-
pihak yang bersangkutan dengan nafkah keluarga, dalam hal ini berarti antara
suami dan istri. Jika keduanya mampu saling memahami dengan cara menjadi
partner yang baik dalam kehidupan keluarga dan mampu menerima dengan
baik apa yang diberikan suami kepada istri sebagai pemberian nafkah dan
mampu menggunakannya dengan bijak maka permaslahan nafkah akan
teratasi tanpa harus menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
Para ulama berbeda pendapat tentang bolehkah istri meminta cerai bila
suaminya sulit memberi nafkah. Imam yang tiga (Malik, Syafi’i, dan
Hambali) berpendapat: “ceraikan saja antara mereka berdasarkan permintaan
pihak istri (Sufyan.2007: 36). Berdasarkan firman Allah yang artinya:
“setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma‟ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik.” (QS.al-Baqarah: 229) sedang rujuk tanpa memberi
nafkah itu bukan rujuk yang ma’ruf atau baik.”
Karena itu hendaklah istri menuntut atau meminta nafkah kepada
suami itu menurut batas logis saja. Yakni menurut umumnya istri-istri lain
yang tidak berlebihan. Demikian pula para suami jika berkecukupan
hendaklah tidak ragu-ragu memberi pakaian dan makanan yang bagus kepada
para istri mereka. Begitu pula memberi nafkah yang pantas bagi mereka
sesuai kemampuan (Sufyan.2007: 36-37).
42
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga
1. Letak Geografis Desa Kertanegara
Luas wilayah Desa Kertanegara 185,186 ha yang terdiri dari 90,689 ha
tanah sawah, 39,056 ha tanah tegalan atau perkebunan, 40,063 ha tanah
pekarangan dan pemukiman, 15,378 ha lapangan, sungai, kuburan, dan lain-
lain. Desa Kertanegara terletak disebelah utara wilayah Kabupaten
Purbalingga dengan jarak 20 km dan terletak di Ibu Kota Kecamatan
Kertanegara.
Secara administratif wilayah Kertanegara terdiri dari 5 Dusun yaitu
dusun Sidarame (Dusun I), Dusun Sidamulya (Dusun II), Dusun Sidamaju
(Dusun III), Dusun Sidakaya (Dusun IV), dan Dusun Sidamakmur (Dusun V)
serta terdiri dari 5 RW dan 21 RT.
Batas-batas Desa Kertanegara sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Desa Karangtengah Kecamatan Kertanegara.
b. Sebelah Selatan : Desa Mergasana Kecamatan Kertanegara.
c. Sebelah Timur : Desa Karangsari Kecamatan Karangmoncol
d. Sebelah Barat : Desa Kalijaran Kecamatan Karanganyar
Para penduduk Desa Kertanegara mayoritas bekerja sebagai pedagang,
walaupun Desa Kertanegara di dukung dengan tanah pertanian yang cukup
43
luas, namun bekerja sebagai seorang petani dirasa kurang menguntungkan.
Kebanyakan dari mereka memilih pekerjaan lain dan menjadikan tani sebagai
pekerjaan sampingan. Selain sebagai pedagang, penduduk Desa Kertanegara
juga sebagian bekerja sebagai pengrajin rumahan (Home Industri), dan
merantau ke luar kota sebagai karyawan PT atau sebagai kuli bangunan.
Mengenai kehidupan sosial bermasyarakat, masyarakat Desa
Kertanegara sama halnya dengan masyarakat Desa pada umumnya, kegotong
royongan di Desa ini masih terjaga dengan sangat baik, kegiatan keagamaan
juga masih terjaga dengan baik, dibuktikan dengan masih terlaksananya
kegiatan rutinan keagamaan seperti tahlil dan yasin yang bergilir dari rumah
kerumah setiap satu minggu sekali, kegiatan pembacaan barjanji yang
dilakukan oleh kaum wanita yang juga dilakukan bergilir dari rumah ke
rumah setiap satu minggu sekali. Selain kegiatan rutinan setiap minggu,
kegiatan lain seperti pengajian juga masih terselenggara sesuai agenda yang
telah disepakati bersama.
44
2. Struktur Organisasi Desa Kertanegara
Sumber bagan struktur organisasi pemerintahan Desa Kertanegara
3. Jumlah Penduduk Desa Kertanegara
Jumlah penduduk Desa Kertanegara tahun 2016 yaitu 4.759 jiwa,
terdiri dari 2.471 penduduk laki-laki dan 2.288 penduduk perempuan.
Jimlah rumah tangga 1368 Kepala Keluarga dan rata-rata anggotanya 5
jiwa. Jumlah anak usia 0-1 tahun 58 anak dan jumlah anak usia 2-5 tahun
414 anak.
KEPALA DESA
PUJO HARTONO
P
SEKSI
PEMERINTAHANAN
AHMAD FADLAN
SEKRETARIAT DESA
SUGENG. H SEKSI
KESEJAHTERAAN
M. SAHAL
SEKSI PELAYANAN
A. ROHIB
URUSAN TATA USAHA
DAN UMUM
HJ. BADRINGAH
URUSAN
PERENCANAAN
URUSAN KEUANGAN
RIJALUL KHOERI
KEPALA DUSUN V
SOIF
KEPALA DUSUN
III
MUSALIM
KEPALA DUSUN
IV
HADIMAN
KEPALA DUSUN II
PRAMONO
KEPALA DUSUN I
HUDOYO
45
a. Keadaan Penduduk Desa Kertanegara Berdasarkan Mata Pencaharian
Keadaan ekonomi masyarakat dilihat dari pekerjaan penduduk
usia 15 tahun ke atas di Desa Kertanegara, Kecamatan Kertanegara
Kabupaten Purbalingga tahun 2016 sebagai berikut:
1) Penduduk yang bekerja sebagai petani berjumlah 233 orang.
2) Penduduk yang bekerja sebagai buruh tani berjumlah 320 orang.
3) Penduduk yang bekerja sebagai pedagang berjumlah 985 orang.
4) Penuduk yang bekerja pada sektor Home Industri/pengrajin
berjumlah 219.
5) Penduduk yang bekerja pada sektor jasa (tukang batu, tukang
kayu, penjahit, dan lain-lain) berjumlah 180 orang.
6) Penduduk yang berprofesi sebagai PNS, TNI, POLRI,
BUMN/BUMD berjumlah 55 orang.
7) Selebihnya bekerja pada sektor lain berjumlah 1.949 orang.
b. Keadaan Penduduk Desa Kertanegara Berdasarkan Tingkat
Pendidikan.
Keadaan penduduk di Desa Kertanegara, Kecamatan
Kertanegara, Kabupaten Purbalingga tahun 2013 yaitu:
1) Belum sekolah berjumlah 276 anak, dengan jumlah anak laki-laki
152 anak, dan anak perempuan 124 anak.
2) Belum tamat Sekolah Dasar berjumlah 673 anak, dengan jumlah
anak laki-laki 344 anak, dan anak perempuan 329 anak.
46
3) Tamat Sekolah Dasar berjumlah 1.022 anak, dengan jumlah anak
laki-laki 520, dan anak perempuan 470 anak.
4) Tamat SLTP berjumlah 1.786 anak, dengan jumlah anak laki-laki
915 anak, dan anak perempuan 871 anak.
5) Tamat Diploma I, II, III berjumlah 124 orang, dengan jumlah
laki-laki 61 orang, dan jumlah perempuan 62 orang.
6) Tamat S1 berjumlah 171 orang, dengan jumlah laki-laki 80
orang, dan perempuan 91 orang.
7) Tamat SIIDoktor berjumlah 5 orang, dengan jumlah laki-laki 4
orang, dan perempuan 1 orang.
B. Gambaran Umum Subjek Penelitian.
1. Keluarga Bapak Teguh dan Ibu Sanginah
Teguh wahyono merupakan warga Dusun Sida Makmur Desa
Kertanegara Kabupaten Purbalingga. Lahir di Purbalingga pada tanggal
22 Maret 1986, Setelah dewasa dia merantau keluar kota dengan alasan
ingin memperoleh penghasilan yang cukup untuk bekal masa depannya.
Sanginah adalah warga Dusun Sida Makmur Desa Kertanegara
Kabupaten Purbalingga. Lahir di Purbalingga pada tanggal 20 Mei 1975,
sebagai perempuan desa dia hidup dalam kesederhanaan, sampai akhirnya
dia memutuskan untuk bekerja merantau ke kota Jakarta, dengan tujuan
dapat memperbaiki taraf hidupnya.
47
Kemudian Teguh Wahyono dan Sanginah bertemu dan
memutuskan untuk hidup bersama sebagai sebuah keluarga. keduanya
menikah pada 23 Desember 2006 di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kertanegara Kabupaten Purbalingga. Setelah menikah mereka tinggal di
rumah Ibu dari Sanginah, tepatnya di Dusun Sida Makmur Desa
Kertanegara Kabupaten Purbalingga.
Diawal kehidupan rumah tangganya, Teguh dan Sanginah tinggal
dirumah Ibu dari Sanginah yang tak jauh dari rumah Teguh karena masih
satu dusun. Kehidupan mereka terbilang wajar-wajar saja tanpa ada
masalah yang berarti. Namun lamabat laun keluarga mereka berdua
mangalami permasalahan hingga menimbulkan percekcokan yang pada
akhirnya mereka berdua memutuskan untuk berpisah.
2. Keluarga Bapak Tugiman dan Ibu Rubinah
Tugiman lahir di kabupaten purbalingga, tepatnya di Dusun Sida
Makmur Desa Kertanegara. Lahir di Purbalingga pada tanggal 17 Juli
1980, dimasa remajanya dia bekerja serabutan, kadang dia bekerja
sebagai buruh tani, kadang dia juga merantau ke kota Jakarta,
dikarenakan kurangnya ketrampilan yang dia miliki sehingga dia tidak
mempunyai pekerjaan yang tetap.
Rubinah merupakan perempuan kelahiran Dusun Lampegan Desa
Kasih Kabupaten Purbalingga. Lahir di Purbalingga pada tanggal 23 Juli
1972, di masa remajanya dia bekerja sebagai buruh tani membantu kedua
orang tuanya. Dia hanya bekerja dilingkungan tempat dia tinggal.
48
Mereka berdua bertemu yang kemudian bersepakat untuk
melanjutkan kejenjang yang lebih serius. Pada tanggal 14 Desember 2006
mereka menikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kertanegara
Kabupaten Purbalingga.
Diawal kehidupan barunya, mereka tinggal dirumah Ibunya
Rubinah sebelum pada akhirnya Tugiman mengajaknya pindah kerumah
Ibunya di Dusun Sida Makmur Desa Kertanegara. Kehidupan yang
mereka jalani biasa-biasa saja seperti pasangan baru pada umumnya.
Tetapi setelah beberapa bulan terjadi pertengkaran diantara keduanya
sehingga mereka memutuskan untuk bercerai.
3. Keluarga Bapak Yusrin dan Ibu Nur Herlina
Yusrin merupakan warga Dusun Sida Makmur Desa Kertanegara
Kabupaten Purbalingga. Lahir di Purbalingga pada tanggal 30 Mei 1984,
Pada masa remajanya dia bekerja sebagai buruh tani membantu orang
tuanya, kadang juga merantau ke kota Jakarta sebagai kuli bangunan atau
bekerja sebagai tukang ojek. Dikarenakan ketrampilan yang dia miliki
terbatas, maka dari itu dia tidak memiliki pekerjaan yang tetap.
Nur herlina atau yang biasa dipanggil nur merupakan warga desa
Karang Tengah Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga. Lahir di
Purbalingga pada tanggal 17 Februari 1996, setelah lulus sekolah dia
bekerja sebagai karyawan pabrik yang lokasinya tidak jauh dari desanya.
Mereka bertemu beberapa kali sampai pada akhirnya Yusrin
menyatakan kesiapannya untuk membina keluarga bersama Nur. Pada
49
tahun 2015 mereka menikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kertanegara. Setelah menikah mereka hidup di rumah orang tua Nur yaitu
di Desa Karang Tengah, kemudian pernah tinggal juga di tempat orang
tua Yusrin di Dusun Sida Makmur Desa Kertanegara.
Hasil dari pernikahan mereka dikarunia satu orang anak. Namun
dikarenakan terjadi perselisihan diantara keduanya, mereka memutuskan
untuk bercerai.
4. Keluarga Bapak Sugeng dan Ibu Daryati.
Daryati merupakan warga Desa Kertanegara kabupaten
Purbalingga. Lahir di Purbalingga pada tanggal 12 Juni 1977, Setelah
lulus sekolah dan pondok pesantren di Kabupaten Jawa Timur, dia
kemudian merantau ke Jakarta untuk bekerja. Kemudian bertemu dengan
sugeng.
Kemudian keduanya memutuskan untuk menikah pada tanggal 15
Oktober tahun 2000 bertempat di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kertanegara Kabupaten Purbalingga. Setelah menikah kehidupan
keduanya jarang hidup bersama, sugeng bekerja sebagai pedagang
perabot rumah tangga di kota Jakarta, sedangkan Daryati merantau ke
Bali dan bekerja sebagai pelayan di sebuah toko.
Hasil dari pernikahan mereka berdua, mereka dikaruniai seorang
anak laki-laki. Namun dikarenakan beberapa masalah yang mereka hadapi
sehingga mereka memutuskan untuk bercerai.
50
C. Hasil Wawancara
Yang menjadi subjek penelitian adalah empat keluarga yang memiliki
problem nafkah keluarga di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga. Nama
dari seluruh subyek baik pelaku maupun informan dalam penelitian ini
disamarkan untuk melindungi hak masing-masing subyek dan informan.
Keterangan dari masing-masing pihak akan penulis paparkan sebagai berikut:
1. Keluarga Bapak Teguh Wahyono dan Ibu Sanginah
Dari hasil observasi yang penulis yang dilaksanakan pada tanggal
15 Februaru 2018 diperoleh keterangan sebagai berikut:
Pasangan ini bertempat tinggal di Dusun Sida Makmur, mereka
menikah secara sah pada tanggal 23 Desember 2005 dengan status jejaka
dan perawan. Setelah menikah mereka tinggal di rumah orang tua
Sanginah di Dusun Sida Makmur. Awal kehidupan rumah tangga mereka
di jalani dengan harmonis tanpa adanya pertentangan maupun
permasalahan yang mereka alami.
Selama kurang lebih tiga tahun pasangan antara mas Teguh dan
mba Sanginah tinggal bersama, namun selama itu mereka belum
dikaruniai anak. Berikut keterangan dari keluarga mas Teguh ketika
diwawancarai:
“ya kaya kie mas Amad, Teguh karo Sanginah nikah tahun 2005
wulan Desember kayane wong aku ws kelalen. Pas pertama nikah bocahe
manggon neng umahe bojone kurang luwih tiga tahunan lah mandan
kelalen, tapi ya kue ora due anak, ya mbuh anu kenangapa”.
Hal tersebut dibenarkan oleh mas Teguh sendiri ketika penulis
wawancarai, berikut keterangannya:
51
“ya benar mad, saya menikah dengan Sanginah pada bulan
Desember tahun 2005. Ya awalnya saya memang tinggal dirumah mertua
saya. Kurang lebih saya tinggal dirumah mertua saya selama 3 tahun
lebih”.
Setelah tiga tahun lebih mereka tinggal bersama, keadaan rumah
tangga antara mas Teguh dan mba Sanginah mulai tidak harmonis, sering
terjadi percekcokan antara mas Teguh dan mba sanginah, masalah
pemberian nafkah yang menjadi pokok percekcokan mereka. Berdasarkan
keterangan mba Sanginah ketika diwawancarai sebagai berikut:
“ya jadi begini mas, saya tinggal dengan Teguh sejak awal
menikah sampai sekarang ya disini dirumah saya. Ya namanya aja
berkeluarga ya mas pasti ada masalah yang harus dihadapi. Ya soal
nafkah mas biasa, mas teguh setelah itu jarang memberikan nafkah
kepada saya, jadinya saya bingung karena kebutuhan ekonomi menjadi
tidak tercukupi”.
Kemudian mas Teguh pergi untuk bekerja di Jakarta tetapi selama
pergi tidak pernah memberi kabar kepada mba Sanginah, berikut
keterangan dari mba Sanginah ketika diwawancarai:
“ya setelah kui Teguh pamit kerja ke Jakarta mas, tapi setelah kui
ra pernah ngasih kabar mas. Sudah diusahakan dicari, ditanyakan ke
temen yang biasa bareng tetapi tetap saja gak ada kabar, ya mau
bagaiana lagi kan sudah diusahakan”.
Keluarga mas Teguh pun sudah mencoba bermusyawarah dengan
keluarga mba sanginah. Berdasarkan keterangan keluarga mas teguh:
“ya wis mas Amad, wis jajal tek rembung kambi keluargane
Sanginah kepriwe apike wong nyatane teguh ya kaya kue si, lunga ora
aweh kabar ya kabeh bingung”.
Setelah kejadian itu, mba Sanginah kemudian menghadap kepada
Kepala Desa Kertanegara untuk meminta surat keterangan yang kemudian
dijadikan sebagai dasar meminta cerai suaminya di Pengadilan Agama
52
kabupaten purbaingga. Berdasarkan keterangan mba Sanginah ketika
diwawancara sebagai berikut:
“ya setelah itu saya ke balai desa meminta surat keterangan
bahwa mas Teguh tidak memberikan kabar, tidak memberikan nafkah
selama kurang lebih 6 tahun 4 bulan sebagai bukti ke Pengadilan
Agama”.
Setelah penulis mencoba mengkoreksi dengan mas Teguh,
kemudian mas teguh memberikan pernyataan yang menurut dia
sebenarnya terjadi antara dirinya dan mba Sanginah. Berikut keterangan
mas Teguh ketika penulis wawancarai:
“ya sebenarnya sejak awal saya menikah dengan Sanginah
memang berbeda dengan pernikahan pada umunya. Saya menikah
dengan sanginah entah karena terpaksa atau apa yang jelas berbeda.
Dalam masalah pemberian nafkah tetap saya nafkahi, tetapi ya beda
sama yang lain, wajarnya pemberian nafkah dilakukan secara rutin
dengan legowo, saya memberi nafkah jika diminta saja, jika tidak ya
tidak saya kasih, baik itu nafkah batin maupun lahir, kasaranya (ko butuh
tek layani, ko ora butuh ya ora tek wei). Hal itu berlangsung beberapa
tahun Mad, setelah saya rasa hal tersebut sudah tidak bertahan lagi
makanya saya pergi ke Jakarta dan akhirnya Sanginah menggugat cerai
saya”.
Mengenai upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama
kabupaten Purbalingga, sesuai dengan keterangan mba sanginah ketika
diwawancarai sebagai berikut:
“pas neng Pengadilan Agama si hakime nyaranna kon balikan
maning mas amad, jajal didandani kehidupan rumah tanggane, eman-
eman wong wis pernah bareng, ya pengadilan si sekedar nyaranna mas
kabeh keputusan ana neng aku kambi mas teguh, ya intine pengadilan
mencoba ben aku kambi mas Teguh tetep berumah tangga ora sida
pisah”.
Selanjutnya ketika mba Sanginah ditanya mengenai bagaimana
proses yang dia laksanakan, dia menerangkan sebagai berikut:
53
“pas pertama sidang ora ngapa-ngapa, paling ditakoni data-data
pribadi terus ya kue mau dikon balikan maning. Dikon rembugan kambi
mas teguh supaya ora sida cerai, padahal ya wis jelas akune wis ora
pengin balikan”.
Keterangan selanjutnya dari mba Sanginah mengenai proses
pengadilan sebagai berikut:
“ya sidang kedua apa ketelune aku mandan kelalen ana
keterangan sekang saksi-saksi, ditakonine si mbuh apa tapi intine para
saksi disuruh pihak sing arep cerai kon musyawarah kaya kue lah, intine
ya ben aja cerai kaya kue, nek seteruse si ya dikon musyawarah kedua
keluarga kambi pihak pengadilan, istilahe apa aku ra ngerti Mad”.
Jadi pada intinya pihak pengadilan mengupayakan supaya pihak
yang berperkara memperbaiki hubungan mereka dengan jalan tidak
bercerai. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pengadilan tentunya berbeda-
beda.
2. Keluarga Bapak Tugiman dan Ibu Rubinah
Sesuai dengan observasi yang dilakukan oleh penulis pada tanggal
16 Februari 2018 diperoleh hasil sebagai berikut:
Pasangan anatara mas Tugiman yang tinggal di Dusun
Sidamakmur tidak jauh dari tempat tinggal mas Teguh dan mba Sanginah
tinggal. Pada awal menikah kehidupan rumah tangga mereka harmonis
tanpa ada pertengkaran diantara keduanya. Namun setelah kurang lebih
satu tahun kehidupan keluarga mas Tugiman dan mba Rubinah mulai
tidak harmonis, dikarenakan mba Rubnah sering kali menuntut diberikan
nafkah lebih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikut keterangan
dari mas Tugiman ketika penulis wawancarai:
54
“ya mas amad dadi kaya kie, aku gemien mbojo kambi si-Rub ya
karena seneng terus terang bae. Awale ya langka masalah apa-apa,
nafkah lahir batin ya tek wei, tek usahakna banget kecukupan ben
keluargane ayem, tapi ya kaya kue sewise antarane setaun si-Rub njaluke
akeh ya kadang aku ora sanggup, anger pas ora sanggup ya kadang dadi
ribut, padahal ya urung due anak”.
Sekirat tahun 2007 antara mas Tugiman dan mba Rubinah berpisah
karena mas Tugiman merasa sudah tidak sanggup memenuhi keinginan
mba Rubinah yang dinilai terlalu berat bagi dirinya. Berdasarkan
keterangan mas Tugiman ketika penulis wawancarai:
“ya sewise kaya kue bae mas amad, akhire aku pisah kambi si-
Rub, aku manggon neng kene terus si-Rub manggon neng kasih neng
umahe biyunge. Angger ora salah antarane tahun 2007 mas, angger
wulane tah jujur bae aku kelalen”.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh keluarga dari mas Tugiman,
keteranganmya ketika diwawancarai sebagai berikut:
“ya iya mad kaya kue, Buang (alias Tugiman) kambi bojone ya
gemien manggon neng kene, tapi ya kue terus pisah anu sing wadon
mandan akeh jaluke dadi ya anake nyong kaboten mbok terus akhire
pisah. Sing wadon bali maring kasih”.
Dianata kedua keluarga sudah mencoba bermusyawarah mencari
jalan terbaik mengenai permasalan antara mas Tugiman dengan mba
Rubinah tersebut. Berdasarkan keterangan dari Ibu mas Tugiman ketika
diwawancarai:
“ya wis Mad, wis tek rembug kambi keluargane sing wadon tapi
ya kaya kue ora nemu kejelasan”.
Pada tahun 2017 kemudian antara keduanya bercerai setelah
berpisah selama kurang lebih 10 tahun, tanpa adanya komunikasi antara
55
mas Tugiman dengan mba Rubinah. Berdasarkan keterangan dari
keluarga mas Tugiman ketika penulis wawancarai:
“ya pisah sekitar 10 tahun anatarane,lebar kue terus maring
pengadilan njaluk cerai, ya dari pada dadi tanggungan si ya, ya akhire
cerai bae”.
Kemudian upaya yang dilakukan oleh pengadilan kepada keluarga
mas Tugiman, sesuai keterangan mas Tugiman ketika diwawancarai
sebagai berikut:
“pas aku neng pengadilan paling pertama ditawani kon aja pisah
mad, kon dibeneri maning hubungane kambi si-Rub.Seteruse dikon
musyawarah keluarga maning kanggo mbahas masalah kue, intine ya
pengadilan nyaranna ben aja pisah lah. Ya gur kaya kue tok ora ana
apa-apa maning, wong sing mangkat meng pengadilan ya aku tok, pihake
Rub langka sing mangkat”.
Ketika penulis mendatangi rumah mba Rubinah, dia hanya tinggal
seorang diri, keadaanya sehat tetapi tidak banyak dimintai keterangan,
mba Rubinah hanya membenarkan keadaanya saat berkeluarga dengan
mas Tugiman. Menurut warga sekitar rumahnya mba Rubinah sudah tidak
sepenuhnya dapat diajak bicara, seperti orang banyak pikiran dan serig
tidak nyambung ketika diajak bicara.
3. Keluarga Bapak Yusrin dan Ibu Nur Herlina
Observasi penulis pada tanggal 16 Februari 2018 dieroleh
keterangan sebagi berikut:
Pasanagan ini menikah pada tahun 2015 di Kantor Urusan Agama
Kecamatan Kertanegara. Setelah menikah mereka tinggal bersama
dikediaman istrinya di Desa Karang Tengah dikarenakan pihak istri
56
meminta untuk tinggal dirumahnya, berikut keterangan dari keluarga mas
Yusrin ketika diwawancarai:
“ya mas Amad, waune nggeh manggen teng griyone sing estri teng
Karang Tengah, wong niku si sing estri nyuwun manggen teng mriko”.
Pada awal pernikahan kehidupan rumah tangga mereka harmonis
tanpa da permasalahan yang berarti. Namun setelah kurang lebih 6 bulan
mulai ada pertengkaran diantara mas Yusrin dan mba Nur, dari
keterangan keluarga mba Nur penyebabnya adalah nafkah. Berikut
keterangan keluarga mba Nur ketika diwawancarai:
“oh nggeh mas, awale nggeh mboten wonten nopo-nopo, sae-sae
mawon kehidupane, rukun-rukun mawon. Tapi antawise 6 wulan
anatarane anak kulo kalih Yusrin mulai wonten cekcok, nggeh biasa
masalah kebutuhan. Anake kulo matur nek Yusrin anggene maringi arto
kirang dadose mboten cukup”.
Mengenai jumlah nafkah yang diberikan oleh mas Yusrin, mba
Nur ketika diwawancarai memberikan keterangannya sebagai berikut:
“nek aweh si aweh mas, tapi nggeh sitik, paling 50 ewu kadang ya
100 ewu seminggu. Pokoke ora mesti, tapi ya kurang banget mas nggo
nguripi aku mbi anake aku”.
Setelah satu tahun mas Yusrin pulang ke Dusun Sida Makmur dan
sejak saat itu tidak pernah tinggal bersama lagi. Berikut keterangan dari
mas Yusrin ketika diwawancarai:
“ya bener mas Amad, setese setaun aku bali ngeneh. Priwe
maning si ya wong nyatane aku kuate semeno si, la bojone aku ora terima
ya wis aku bali ngeneh tekan saiki, maring nganah paling tilik anak
kambi ngewei jajan anake”.
Mengenai permasalahan tersebut, kedua keluarga sudah berusaha
bermusyawarah untuk mencari jalan terbaik buat keduanya, tetapi
57
ternyata mba Nur sudah tidak bisa bersama dengan mas Yusrin lagi.
Berikut keterangan dari keluarga mas Yusrin ketika diwawancarai:
“nggeh mpun mas, mpun tek cobi rembugan kalih keluargane Nur
teng Karang Tengah, tapi nggeh niku Nur mpun mboten purun kumpul
malih, kepengine pisah kalih Yusrin”.
Akhirnya pada tahun 2017 pihak perempuan mengajukan cerai ke
Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga. Setelah bercerai anak masih
tetap dinafkahi walaupun tidak mesti. Berikut keterangan keluarga mba
Nur ketika diwawancarai:
“mggeh kadang tesih cok mriki tilik anake, kadang nggeh maringi
jajan anake, tapi menawine Nur sengertose kulo mpun mboten diparingi
malih”.
Kemudian bagaimana upaya yang dilakukan oleh Pengadilan
Agama Kabupaten Purbalingga terhadap keluarga mereka, berikut
keterangan Nur ketika di wawancarai:
“pengadilan si ora ngapa-ngapa mas, ya sekedar prentah kon aja
pisah kambi Yusrin, kon dijajal dibeneri maning hubungane kambi
Yusrin. Ya sekedar saran supayane ora sida pisah, melas kehidupan anak
maring ngarepe, terus ya dikon rembugan keluarga maning kanggo
mabahas masalah kue, terus ana maning kon pihak pengadilan
musyawarah keluarga kambi pihak pengadilan kana, ya si kaya kue tok
wong sing mangkat neng pengadilan ya pihak kene tok, pihake Yusrin
langka sing mangkat”.
4. Keluarga Bapak Sugeng dan Ibu Daryati
Ketika penulis melakukan observasi pada tanggal 15 Maret 2018
dipeoleh hasil sebagai berikut:
Pasangan ini menikah pada tahun 2000 di Kantor Urusan Agama
Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga. setelah menikah mereka
58
tinggal bersama di kediaman istinya. Berikut keterangan dari mba Daryati
ketika diwawancarai:
“ya mas, bar nikah aku kambi bojoku manggon neng umahe aku,
ya sedurunge pindah nang kene”.
Kemudian mba Daryati menerangkan juga bahwa mereka
dikaruniani seorang anak laki-laki. Berikut keterangan ketika dilakukan
wawancara:
“oh ya mas, alhamdulillah hasil sekang pernikahan aku kambi
mas Sugeng ya kue anak lanang. Ya anak lanang siji-sijine”.
Kemudian setelah itu keduanya merantau sehingga berpisah.
Keterangan mba Daryati ketika diwawancarai sebagai berikut:
“ya pas wis due anak siji aku kambi mas Sugeng merantau, mas
Sugeng merantau nang Jakarta terus aku merantau maring Bali kerja
neng tok, Ya adoh-adohan”.
Kemudian mengenai masalah nafkah mba Daryati juga
menjelaskan pada awalnya pemberian nafkah lancar tidak ada masalah,
namun seiring berjalannya waktu dan kebutuhan yang semakin banyak
menimbulkan adanya konflik. Konflik yang terjadi disebabkan oleh
pemenuhan nafkah. Berikut keterangan oleh mba Daryati:
“ya awale si masalah nafkah ya diwei neng mas Sugeng, tapi
setese due anak kan kebutuhan tambah ya. Ya kue terus ana masalah sing
ini sing itu lah puyeng”.
Puncaknya ketika mas Sugeng mulai membahas mas kawin yang
pernah dia berikan kepada mba Daryati sebagai mahar ketika dia
menikahi mba Daryati. Berikut keterangan mba Daryati:
59
“ya kue, setese kue mas Sugeng koh malah nakokna mas kawin ya
aku judeg ya. Ujarku mas kawin ya wis ikhlas diwehna aku koh malah
ditakokna maning”.
Mengenai permasalahan tersebut kedua keluarga sudah mencoba
bermusyawarah mencari jalan keluar yang terbaik bagi keluarga mereka.
Namun setelah melakukan musyawarah keluarga mba Daryati
menghendaki untuk berpisah dengan alasan mas Sugeng sudah tidak bisa
menjaga mba Daryati lagi. Berikut keterangan mba Daryati ketika
diwawancarai:
“ya mas wis sempet kumpul keluarga mbahas masalah kie. Akhire
keluargane aku njaluk pisah bae wong kayane mas Sugeng wis ora
sanggung tanggung jawab maring aku si, terus aku juga ws puyeng
angger kaya kie bae, ya wis akhire pisah”.
Akhirnya pada tahun 2015 mereka resmi bercerai, kemudian mba
Daryati kembali lagi kerumah orang tuanya, sedangkan mas sugeng
kembali kerumah orangtuanya.
Ketika ditanya apa upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama
terhadap keluarganya, ketika dilakukan wawancara mba Daryati
menjelaskan sebagai berikut:
“nek pas sidang cerai si hakime prentah kon aja pisah, kon
dipikir-pikir maning apa ora melas kambi anake, jajal dirembug maning
kambi bojone digolet jalan keluare supaya ora pisah, ya kaya kue sarane.
Tapi ya priwe maning wong nyatane q wis mantep pisah ya akhire
pisah”.
Keterangan selanjutnya oleh mab Daryati sebagai berikut:
“ya dikon rembug keluarga mbarang, kon mbahas masalah kua aja
wong loro tok, ya istilahe ben ana sing nengahi apa kepriwe ya supaya
hasile apik mbok, tapi ya priwe maning hasile ya tetep ajeg. Terus ya
60
sekang pengadilan ana musyawarah kambi hakime, tapi ya intine kaya
kue ben aku mbi mas Sugeng akur maning gelem balikan dadi keluarga
maning, tapi ya tetep akhire pihake aku ra gelem ya wong nyatane
keadaane kaya kue si akune wis ra kuat”.
Dalam kasus ini pihak laki-laki atau mas Sugeng sedang merantau
di Jakarta sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan wawancara.
Tidak ada kontak yang bisa dihubungi sebagai media pendukung
wawancara jarak jauh.
61
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada dasarnya hubungan keluarga merupakan hubungan kemitraan
yang dilakukan oleh suami istri. Menurut islam konsep hubungan suami istri
yang ideal adalah konsep kesetaraan atau kemitrasejajaran atau hubungan
yang setara antara keduanya, namun konsep kesetaraan tersebut memang
tidaklah mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terbukti masih
sering kita jumpai problem-problem yang mempengaruhi tercapainya konsep
tersebut.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi tercapainya konsep kesetaraan
tersebut, salah satunya keterbatasan yang dimilki oleh anggota keluarga serta
tidak ada sifat toleransi antara anggota keluarga tersebut. Misal saja seorang
suami yang memiliki ketrampilan yang terbatas sehingga mempengaruhi pada
pekerjaan yang dapat dia ambil, penghasilan juga akan terbatas dan pada
akhirnya akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan keluarganya.
Kemudian dari pihak istri yang terlalu berlebihan dalam meminta nafkah
kepada sang suami, sedang penghasilan suami tidak mencukupi untuk
memenuhi permintaan istri, jelas hal tersebut dapat menimbulkan
permasalahan bagi mereka berdua.
Dari penjelasan diatas banyak terjadi pertengkaran diantara anggota
keluarga yang disebabkan oleh faktor pemenuhan kebutuhan yang kurang
62
terpenuhi. Kemudian dari realita yang banyak terjadi kebanyakan dari mereka
memilih bercerai dibadingkan menyelesaikan masalah dengan memperbaiki
hubungan keluarga.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis,
diperoleh analisis problematika nafkah, upaya yang dilakukan oleh keluarga
serta keikutsertaan Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga pada kasus
yang dialami keluarga di Desa Kertanegara berdasarkan hukum islam sebagai
berikut:
1. Analisis Problem Nafkah Keluarga Teguh Wahyono dan Sanginah, Serta
Upaya Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan Agama
Kabupaten Purbalingga.
Beberapa fakta mengenai problem seputar nafkah yang ditemukan
ketika penulis melakukan wawancara antara lain sebagai berikut:
Fakta pertama yang penulis dapatkan bahwa pasangan ini dalam
kehidupan keluarganya setelah kurun waktu kurang lebih tiga tahun kerap
terjadi pertengkaran, penyebabnya sang suami jarang memberikan nafkah
kepada istrinya. Selain itu fakta yang terjadi antara keduanya bahwa
pemberian nafkah oleh suami tersebut karena permintaan oleh sang istri,
jika sang istri tidak memintanya maka sang suami tidak memberikan
nafkahnya, maka hal ini jelas melanggar hak istri dan kewajibannya
sebagai seorang suami. Dasar dari pada kewajiban suami memenuhi
kebutuhan istri terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 4 huruf a
dan b yang berbunyi:
63
(4) sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi istri dan anak;
c. biaya pendidikan bagi anak.
Selain pada kompilasi hukum Islam dasar lain yaitu dalam surat al-
Baqarah ayat 223 yang artinya:
“...dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para
ibu dengan cara yang maruf...”(Q.S.Al-Baqarah: 233)
Kemudian hal lain yang bertentangan dengan hukum Islam adalah
suami tidak memberikan pergaulan yang baik dan patut kepada istrinya
dasarnya terdapat dalam surat an-Nisa ayat 19 yang artinya:
“...pergaulilah mereka (istri-istrimu) secara baik kamu tidak
menyukai mereka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak” (Q.S An-Nisa: 19)
Fakta kedua yang penulis dapatkan ketika melakukan wawancara
yaitu bahwa setelah terjadi pertengkaran antara suami istri akibat
pemenuhan nafkah yang jarang suami berikan, sang suami pamit
merantau ke Jakarta untuk bekerja namun setelah keberangkatannya sang
suami tidak pernah memberi kabar kepada istrinya. Akibatnya sang istri
merasa dirugikan karna selama suami merantau sang istri tidak pernah
diberikan nafkah yang seharusnya menjadi haknya sebagai seorang istri,
selain itu kewajiban suami juga harus membimbing dan melindungi sang
istri dari bahaya yang bisa kapan saja menimpa istrinya. Hal ini jelas
64
bertentangan dengan hukum Islam dasarnya terdapat dalam Kompilasi
Hukum Islam pasal 80 ayat 1-2 yang berbunyi:
(1) Suami adalah pembimbing, terhadap istri dan rumah tangganya,
akan tetap mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-
penting diputuskan oleh suami istri bersama.
(2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Fakta ketiga yang penulis dapatkan ketika wawancara adalah
bahwa setelah terjadi pertengkaran antara suami dan istri, keluarga dari
kedua pihak yang bertengkar sudah mencoba musyawarah sebagai usaha
mencari jalan keluar yang terbaik untuk mereka bersama. Namun hal
tersebut tidak membuahkan hasil sesuai yang diharapkan, antara suami
dan istri menginginkan untuk bercerai.
Fakta lain yang penulis dapatkan ketika melakukan wawancara
adalah keikutsertaan Pengadilan Agama dalam menjaga keutuhan rumah
tangga mereka berdua, upaya pertama dari pihak pengadilan ialah dengan
memberikan saran kepada mereka berdua supaya dimusyawarahkan
kembali secara baik-baik, dan mempertimbangkan kembali mengenai
keputusannya untuk bercerai. Selain itu pada tahap selanjutnya pihak
pengadilan juga tidak serta merta langsung memproses perkara tersebut,
akan tetapi mencoba kembali dengan mengupayakan perdamaian diantara
pihak yang bercerai dengan proses mediasi. Namun sebelum dilakukan
proses mediasi, pihak Pengadilan menyarankan agar pihak keluarga
berembug kembali untuk membahas permasalahan yang dialami oleh
pihak yang berperkara tersebut. Dengan upaya-upaya tersebut pihak
65
Pengadilan mencoba menjaga keutuhan rumah tangga pihak yang
berperkara.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pokok permasalahan yang terjadi
dalam keluarga ini adalah pemenuhan nafkah yang tidak terlaksana, dan
suami meninggalkan istri dengan alasan merantau untuk bekerja di
Jakarta. Namun setelah kepergian suami, sang suami tidak pernah
memberi kabar sekalipun kepada istrinya, dan sang istri merasa dirugikan
dengan keadaan tersebut. Akibatnya sang istri mengajukan perceraian
kepada Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga. Sebelum pihak istri
mengajukan perceraian ke Pengadilan, kedua keluarga telah mencoba
mendamaikan kedua pihak dengan cara bermusyawarah, tujuannya agar
antara suami istri ini mau berdamai dan kembali menjalin hubungan
keluarga mereka yang sempat retak. Tidak hanya itu, saat berproses di
Pengadilan, pihak pengadilan juga mengupayakan perdamaian diantara
pihak yang berperkara, diantara upaya yang dilakukan oleh pengadilan
adalah memperlambat proses persidangan dibuktikan dengan beberapa
kali sidang dan menunda pengambilan putusan.
2. Analisis Problem Nafkah Keluarga Tugiman dan Rubinah, Serta Upaya
Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan Agama Kabupaten
Purbalingga.
Beberapa fakta yang penulis dapatkan ketika melakukan
wawancara dengan pasangan Tugiman dan Rubinah yaitu antara lain:
66
Fakta pertama yang penulis dapatkan bahwa pasangan ini mulai
terlihat tidak harmonis dan kerap terjadi cekcok antara keduanya,
penyebabnya adalah sang istri meminta nafkah kepada suami diluar batas
kemampuan yang dapat suami berikan. Hal ini terjadi setelah satu tahun
pernikahan, terlebih mereka belum mempunyai anak jadi permintaan istri
tersebut dirasa memberatkan sang suami. Dalam islam dijelaskan bahwa
pemberian nafkah sesuai dengan kemampuan suami, tidak terlalu sedikit
dan juga tidak terlalu banyak. Hal ini bertolak belakang dengan aturan
tersebut terlebih mereka berdua belum mempunyai anak yang seharusnya
kebutuhan mereka belum terlalu banyak.
Memang seorang istri berhak meminta nafkah kepada sang suami,
karena memang hal tersebut menjadi hak yang harus dia terima sekaligus
menjadi kewajiban seorang suami. Namun permintaan yang berlebihan
bertentangan dengan aturan yang ada dalam Islam, hal ini didasarkan
pada surat ath-Thalaq ayat 7 yang artinya:
“hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya
hendaklah memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seorang
melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah
kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”
(QS.Ath-Thalaq: 7).
Fakta kedua yang penulis peroleh yaitu setelah kejadian tersebut
bahwa sang suami meninggalkan istrinya, sang istri kembali kerumahnya,
seterusnya mereka tidak pernah memberi kabar satu sama lain, sang
suamipun sudah tidak lagi memberi nafkah kepada istrinya, baik itu
67
nafkah lahir maupun nafkah batin dan hal ini terjadi beberapa tahun. Hal
ini bertentangan denga hukum islam bahwasannya seorang suami
berkewajiban melindungi istri, memberikan nafkah terhadapnya, dan
hidup bersama dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini jelas bertentangan
dengan hukum Islam dasarnya terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam
pasal 80 ayat 1-2 yang berbunyi:
(3) Suami adalah pembimbing, terhadap istri dan rumah tangganya,
akan tetap mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-
penting diputuskan oleh suami istri bersama.
(4) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Fakta ketiga yang penulis dapatkan yaitu bahwa setelah mereka
berpisah, keluarga dari kedua belah pihak sudah mencoba bermusyawarah
untuk mencari jalan terbaik dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh
pasangan Tugiman dan Rubinah, namun hasil dari musyawarah keluarga
tidak sesuai yang diharapkan, antara Tugiman dan Rubinah menghendaki
mereka berdua berpisah.
Fakta selanjutnya bahwa pihak Pengadilan Agama Kabupaten
Purbalingga juga ikut serta dalam menjaga keutuhan rumah tangga
mereka, dibuktikan ketika dalam proses persidangan pertama sang hakim
mencoba dengan memberikan saran terhadap mereka supaya
mengurungkan niatnya untuk berpisah, supaya mereka memperbaiki
kehidupan rumah tangganya, dan mempertimabangkan karena mereka
sudah tidak muda lagi serta belum tentu dimasa yang akan datang mereka
berdua dapat menemukan pasangan yang lebih baik. Kemudian pada
68
sidang selanjutnya menyarankan kepada keluarga supaya musyawarah
kembali untuk membahas permasalahan pihak yang berperkara, tidak
hanya itu pengadilan juga mengupayakan dengan proses mediasi kepada
pihak berperkara. Jadi pihak pengadilan juga sudah secara maksimal
mengupayakan agar pihak yang berperkara berdamai sehingga mau untuk
menjalin kehidupan keluarga mereka kembali.
Dapat disimpulkan pokok permaslahan yang terjadi pada pasangan
ini adalah permintaan istri terhadap nafkah yang diluar kemampuan sang
suami, akibatnya suami tidak kuat dengan permintaan istri tersebut dan
suami memutuskan untuk meninggalkan istri serta tidak pernah memberi
kabar sekalipun. Dengan keadaan yang sudah seperti ini pihak suami
mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama Kabupaten
Purbalingga yang pada akhirnya dikabulkan permintaan perceraian
tersebut oleh Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga. Sebelumnya
diantara kedua keluarga sudah mencoba melakukan musywarah mebahas
permasalahan tersebut tapi tidak membuahkan hasil. Kemudian saat
dalam proses persidangan, upaya yang dilakukan Pengadilan yaitu pada
sidang pertama Hakim mencoba dengan memberikan saran agar pihak
berperkara mengurungkan niatnya untuk bercerai dan berdamai kembali,
tidak sampai disitu pihak pengadilan juga mengupayakan dengan proses
mediasi terhadap pihak yang berperkara. Tujuannya suapaya pihak yang
berperkara mau kembali berdamai dan menjalin kehidupan keluarga
mereka kembali.
69
3. Analisis Problem Nafkah Keluarga Yusrin dan Nur Herlina, Serta Upaya
Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan Agama Kabupaten
Purbalingga.
Beberapa fakta yang penulis dapat ketika melakukan wawancara
dengan pasangan ini antara lain:
Fakta pertama bahwa mereka menikah pada tahun 2015, awal
pernikahan mereka terlihat harmonis, namun setelah enam bulan sudah
mulai tidak harmonis, sering terjadi cekcok yang disebabkan oleh
pemenuhan kebutuhan yang kurang mencukupi, sedangkan kebutuhan
yang harus dipenuhi semakin bertambah. Hal ini bertentangan dengan
beberapa hukum Islam, yang pertama kedua pihak sering terjadi cekcok
atau pertengkaran, dasarnya Firman Allah dalam Q.S.An-Nisa ayat 19
yang artinya:
“...pergaulilah mereka (istri-istrimu) secara baik kamu tidak
menyukai mereka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak”. (Q.S An-Nisa: 19)
Yang kedua bertentangan dengan kewajiban suami memenuhi
kebutuhan istri serta keluargamya, dasarnya Kompilasi Hukum Islam
pasal 80 ayat 4 huruf a, b, dan c yang berbunyi:
(4) sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi istri dan anak;
c. biaya pendidikan bagi anak.
70
Fakta kedua bahwa sang suami dalam memberikan nafkahnya
terlalu sedikit, dan tidak mesti untuk waktunya. Jumlah yang suami
berikan kepada istrinya hanya berkisar Rp. 50.000 atau Rp. 100.000
sekali seminggu dan hal tersebut sangat kurang untuk mencukupi
kebutuhan rumahtangganya. Hal tersebut tidak sesuai dengan kadar
nafkah yang harus diberikan oleh suami kepada istrinya, dasarnya surat
ath-Thalaq ayat 7 yang artinya:
“hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah
memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
Allah tidak memikulkan beban kepada seorang melainkan (sekadar)
apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan” (QS.Ath-Thalaq: 7).
Fakta ketiga bahwa pihak keluarga dari kedua belah pihak telah
berusaha dengan melakukan musyawarah untuk mencari jalan keluar dari
permasalahan yang sedang dihadapi oleh pasangan ini, diharapkan dapat
menghasilkan jalan keluar yang terbaik, namun pada akhirnya hasil dari
musyawarah tersebut antara suami dan istri memutuskan untuk berpisah.
Fakta selanjutnya bahwa pihak Pengadilan Agama telah berusaha
menjaga keutuhan rumah tangga pasangan suami istri dengan cara
memberi saran supaya mereka kembali utuh sebagai keluarga,
pertimbangan yang diberikan oleh pihak pengadilan adalah bahwa
71
pasangan suami istri telah mempunyai anak, dan permasalahan yang
mereka hadapi hanya seputar nafkah serta suami telah berusaha
memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya. Selain itu juga pihak
agama memberikan saran kepada keluarga pihak yang berperkara supaya
memusyawarahkan kembali permasalahan yang diahadapi oleh pihak
yang berperkara ini. Tidak hanya itu, pihak pengadilan juga
mengupayakan perdamaian dengan cara mediasi, mediasi ini dilakukan
oleh pihak yang berperkara diikuti kedua belah keluarga supaya dalam
proses mediasi ini mendapat hasil yang maksimal.
Dari beberapa fakta diatas dapat disimpulkan bahwa pokok
permasalahan yang terjadi pada pasangan ini adalah pemberian nafkah
yang terlalu sedikit oleh sang suami, sehingga kebutuhan rumah
tangganya kurang terpenuhi, akibatnya diantara mereka berdua sering
terjadi percekcokan yang disebabkan oleh pemenuhan nafkah tersebut.
Menanggapi permasalahan tersebut kedua keluarga sudah mengupayakan
perdamaian dengan cara musyawarah, namun tidak memperoleh hasil
yang maksimal. Keikutsertaan pihak Pengadilan dalam upaya keutuhan
rumah tangga yang berperkara dilakukan dengan beberapa cara, pada
sidang pertama Hakim mengupayakan perdamaian dengan cara
memberikan beberapa saran kepada pihak berperkara yang hadir dalam
persidangan, kedua menyarankan keluarga untuk musyawarah kembali
membahas permaslahan yang dialami pihak yang sedang berperkara.
Kemudian upaya selanjutnya adalah dengan melakukan mediasi, dalam
72
proses mediasi ini pihak pengadilan mengajak semua dari pihak yang
berperkara serta keluarganya untuk mencari jalan damai dalam
permasalahan tersebut, tujuannya supaya pihak yang berperkara mau
kembali berdamai dan meneruskan hubungan keluarga diantara keduanya.
4. Analisis Problem Nafkah Keluarga Sugeng dan Daryati, Serta Upaya
Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan Agama Kabupaten
Purbalingga.
Fakta yang dieroleh ketika penulis melakukan wawancara yaitu
sebagai berikut:
Fakta pertama bahwa pasangan ini menikah pada tahun 2000, pada
awal menjalin hubungan keluarga mereka kelihatan harmonis, tanpa ada
permasalahan yang berarti. Kemudian permasalahan mulai muncul ketika
suami meminta balik mahar yang telah dia berikan pada saat pernikahan,
hal tersebut memicu terjadinya pertengkaran antara suami dan istri. dalam
hukum islam mahar merupakan pemberian yang wajib oleh suami ketika
akan melakukan akad perkawinan. Pemberian ini mutlak menjadi milik
istri, dasarnya surat an-Nisa ayat 4 yang artinya:
“berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita yang kalian nikahi
sebagaimana pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkannya kepada kalian sebagian dari mas kawin itu
dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu sebagai makanan
yang sedap lagi baik akibatnya” (QS.an-Nisa :4)
Fakta kedua bahwa suami berpisah ranjang, istri pulang ke rumah
ibunya sedangkan suami menempati rumah bersama mereka. Dalam
masalah ini sang suami tidak mencoba mengajak sang istri kembali
73
tinggal bersama, jelas jika kita kaitkan dengan hukum Islam hal tersebut
bertentangan. Dasarnya terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 80
ayat 1-2 yang berbunyi:
(1) Suami adalah pembimbing, terhadap istri dan rumah tangganya,
akan tetap mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-
penting diputuskan oleh suami istri bersama.
(2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Fakta lain bahwa pihak keluarga telah mencoba membicarakan hal
ini, namun tidak membuahkan hasil yang terbaik, antara suami istri tetap
memutuskan untuk berpisah. Alasannya si istri sudah tidak sanggup lagi
jika dimasa yang akan datang permasalahan ini terjadi lagi.
Fakta selanjutnya bahwa dari pihak Pengadilan Agama telah
mencoba menjaga keutuhan rumah tangga mereka, cara yang dilakukan
Pengadilan adalah pertama memberikan saran kepada pihak yang
berperkara untuk berdamai, selain itu pihak Pengadilan juga memberikan
saran kepada keluarga supaya musyawarah kembali untuk membahas
permasalahan yang tengah dihadapi oleh pihak yang berperkara.
Kemudian upaya lain bahwa pihak pengadilan melakukan mediasi
terhadap pihak yang berperkara, dengan harapan mereka berdua mau
untuk menjalin hubungan keluarga mereka kembali dan memperbaiki
hubungan keluarga mereka kembali.
Dapat diambil kesimpulan bahwa pokok permasalahan yang terjadi
adalah suami ingin meminta kembali mahar yang telah dia berikan kepada
istri ketika melakukan pernikahan. Menanggapi hal tersebut pihak
keluarga sudah mengupayakan perdamaian dengan cara melakukan
74
musyawarah keluarga namun tidak membuahkan hasil. Selanjutnya pihak
Pengadilan Agama ikut serta dalam menjaga keutuhan keluarga mereka,
beberapa upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama antara lain pada
sidang pertama memberikan saran kepada pihak yang berperkara untuk
berdamai dan membicarakan kembali permasalahan tersebut. Selanjutnya
pihak pengadilan agama juga memberikan saran supaya pihak keluarga
mengupayakan damai diantara pihak yang berperkara dengan cara
musyawarah kedua keluarga serta pihak yang berperkara, tujuannya
perdamaian diantara pihak yang berperkara tersebut. Terakhir upaya dari
pihak Pengadilan adalah dengan melakukan upaya mediasi terhadap pihak
yang berperkara serta kedua pihak keluarga meraka, hal ini dilakukan
dengan tujuan perdamaian pihak yang berperkara dari permaslahan yang
mereka hadapi.
Dari keseluruhan problem nafkah keluarga yang diapaparkan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa permaslahan yang dihadapi oleh keluarga
mereka sangat beragam, namun intinya terletak pada persoalan nafkah.
Dianataranya mengenai pemenuhan nafkah yang tidak sesuai dengan aturan
Islam, kadar nafkah yang diberikan oleh suami tidak sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh keluarga, permintaan istri yang melebihi batas kewajaran
pemberian nafkah yang diwajibkan kepada seorang suami sampai pada
permasalahan permintaan kembali mahar yang diberikan oleh suami ketika
melakukan pernikahan.
75
Dari permaslahan diatas tentunya sudah diupayakan supaya
permasalahan yang dihadapi mendapatkan hasil damai, diantaranya upaya
yang dilakukan oleh keluarga dengan jalan musyawarah kedua belah pihak
keluarga. kemudian ikut serta pihak Pengadilan Agama dalam menjaga
keutuhan keluarga para pihak yang berperkara. Upaya tersebut tidak lain
supaya keluarga pihak yang berperkara mau berdamai kembali dan mau
melanjutkan kehidupan keluarga mereka, serta tidak meneruskan
keinginannya untuk melakukan perceraian.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya,
maka penulis dapat menarik kesimpulan yang terkait dengan topik
pembahasan yaitu tentang problematika nafkah sebagai penyebab perceraian
perspektif hukum Islam (studi kasus di Desa Kertanegara Kabupaten
Purbalingga).
Pertama, yang menjadi problem penerapan konsep nafkah menurut
islam oleh keluarga di Desa Kertanegara yaitu secara keseluruhan problem
yang dihadapi sangat beragam. Beberapa diantaranya seputar pemenuhan
nafkah oleh suami baik itu kadar nafkah yang diberikan maupun waktu
pemberian nafkah oleh suami. Ada juga mengenai permintaan istri yang diluar
kemampuan suami sehingga hal tersebut sangat memberatkan suami, dan
problem mengenai permintaan kembali mahar perkawinan oleh suami kepada
istrinya. Dari problem-problem tersebutlah yang menjadi sebab timbulnya
perceraian keluarga di Desa Kertanegara.
Kedua, mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak keluarga
sebagai respon akan permasalahan yang sedang terjadi yaitu dengan cara
bermusyawarah. Musywarah ini dilakukan oleh kedua pihak keluarga, yaitu
keluarga istri dan keluarga suami yang pada intinya membahas permasalah
77
yang sedang dialami oleh pasangan suami istri tersebut. Tujuannya
memperoleh jalan keluar yang bersifat baik untuk semua, namun yang terjadi
upaya tersebut tidak membuahkan hasil karena pada akhirnya permaslaahan
tersebut berujung pada perceraian.
Yang terakhir mengenai upaya-upaya Pengadilan Agama Kabupaten
Purbalingga terhadap problem nafkah yang sampai pada proses permintaan
perceraian yaitu pertama, pihak pengadilan Agama mengupayakan damai
dengan cara memberikan saran damai pada pembukaan proses persidangan,
selanjutnya pada tahap kedua memberikan saran kepada keluarga pihak yang
berperkara untuk melakukan musyawarah keluarga dengan tujuan perdamaian
pihak yang sedang berperkara,jika dengan upaya kedua belum berhasil maka
pihak Pengadilan Agama mengupayakan dengan jalan mediasi, semua proses
tersebut bertujuan supaya pihak yang ingin melakukan perceraian
membatalkan niatnya untuk bercerai.
B. Saran
1. Bagi keluarga di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga yang
menghadapi problem nafkah keluarga supaya mempunyai kesadaran
diantara keduanya, pihak suami sadar dengan kewajiban menafkahi
keluarganya, pihak istri juga menyadari kemampuan seorang suami dalam
memenuhi kebutuhan keluarganya. Jika hal tersebut tertanam dalam
sebuah hubungan keluarga maka setiap permasalahan yang dihadapi akan
menemui jalan keluar yang baik dan tidak sampai pada perceraian.
78
2. Kemudian bagi pihak keluarga dari suami istri yang sedang menghadapi
permasalahan dalam keluarga hendaknya senantiasa memberikan
dukungan kepada suami istri tersebut, tujuannya supaya mengurangi
beban yang sedang mereka hadapi, dan senantiasa ikut serta membantu
mencarikan jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi.
3. Kepada pihak Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga senantiasa
mengupayakan keutuhan keluarga pihak-pihak yang berperkara,
khususnya dari perkara cerai karena permasalahan nafkah keluarga.
kemudian mengupayakan perdamaian secara maksimal, tujuannya supaya
pihak yang berperkara mau berdamai dan kembali menjalin hubungan
keluarga yang sempat retak.
79
DAFTAR PUSTAKA
Al-Shabbagh, Mahmud. 1994. Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam.
Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Amirin, Tatang. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta : CV Rajawali.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta PT: PT Pineka Cipta.
As’ary, Hasan. 2012. Pelaksanaan Nafkah Keluarga Oleh Istri Ditinjau Menurut
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Kelurahan Tambusai Tengah
Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu). Riau: Program Strata
Satu UIN Sultan Syarif Kasim Riau.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2009. Fiqh
Munakahat, Jakarta: AMZAH.
Bahri, Syamsul. 2015. Konsep Nafkah Dalam HukumIislam. Kanun Jurnal Ilmu
Hukum. Banda Aceh: UNSYIAH Kuala Banda Aceh.
Basyir, Ahmad Azhar. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta :Pustaka
Pelajar Offset
Darmawati. 2014. Nafkah Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam. Tesis
tidak diterbitkan. Makasar: Program Pasca Sarjana UIN Alaudin
Makasar.
80
Erfani. 2011. Implikasi Nafkah Dalam Konstruksi Hukum Keluarga. Jurnal.
Halim, M. Nipan Abdul. 2000. Membahagiakan Suami sejak Malam Pertama.
Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Hamid, M. Abdul Halim. 2010. Bahagiakan Hati Suami. Solo: Al-Hambra.
Hamid, Muhammad Abdul. 2004. Karena kemulyaanmu, Bidadaripun Iri
Padamu. Yogyakarta: DIVA Press.
Jamalddin & Amalia, Nanda. 2016. Buku Ajar Hukum Perkawinan. Sulawesi
:UNIMALPRESS.
Kisyik, Abdul Khamid. 2005. Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga
Sakinah. Bandung: Al-Bayan.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia. 2012. Bandung : Citra Umbara.
Mahalli, A. Mujab. 2008. Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya.Yogyakarta: Mitra
Pustaka.
Moloeng, Leksi J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Mughniyah, Muhammad Jawal. 1996. al- Fiqh „ala al- Madzahib al- Khamsah.
Jakarta: Pt Lentera Basritama.
Muhammad, Husein. 2001. Fiqh Perempuan. Yogyakarta: LKiS.
81
Nasekhuddin. 2014. Keikutsertaan Istri Dalam Pemberian Nafkah Rumah Tangga
Menurut Hukum Islam. Skrisi tidak diterbitkan. Jepara: Program Strata
Satu UNISNU Jepara.
Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqih islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sabiq, Sayyid. 1982. Fiqh Sunnah 7. Bandung: Al Ma’arif.
Sufyan, Ummu. 2007. Senarai Konflik Rumah Tangga. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Syarifudin, Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta : Kencana.
Undang-Undang Repubilk Indonesia No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Waluya, Hendropuspito. 2007. Sosiologi menyelami Fenomena Sosial di
Masyarakat. Bandung : PT Setia Purma Inves.
Yanti, Okta Vinna Abri. 2017. Hak Nafkah Istri dan Anak Yang Dilakukan Suami
Dalam Perpsektif Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Desa Purwodadi
13A Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah). Skripsi tidak
diterbitkan. Metro: Program Strata Satu IAIN Metro.
Yunus, Muhammad. 1989. Kamus Arab Indonesia. Jakarta : Hidakarya Agung.
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
(Dari Buku Panduan Standar Penulisan dan Penerjemahan Pustaka Al-Kautsar)
ا
= A ط = TH
ب
= B ظ = ZH
ت
= T ع = ‘
ث
= TS غ = GH
ج
= J ف = F
ح
= H ق = Q
خ
= KH ك = K
د
= D م = L
ذ
= DZ ن = M
ر
= R و = N
ز
= Z ة = W
س
= S ال = H
ش
= SY ء = ’
ص
= SH ي = Y
ض
= DH
RIWAYAT HIDUP PENULIS
A. Data Pribadi
Nama : A. Badrul Anwar
Tempat/Tanggal Lahir : Pemalang, 06 Desember 1995
NIM : 211-13-011
Fakultas : Syari’ah
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Alamat : Sidamakmur RT 03/RW 05 Desa Kertanegara
Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga
B. Orang Tua
Ayah : Toha Syafa’at
Ibu : Khafifah
Pekerjaan : Petani
C. Moto
“Lakukan Apapun Yang Sekiranya Kamu Dapat Ikhlas Untuk Melakukannya”
D. Riwayat Pendidikan
No Instansi Pendidikan Masuk (Tahun) Lulus (Tahun)
1 MI Ma’arif NU 01 Kertanegara 2001 2007
2 MTs N Karanganyar 2007 2010
3 MAN Kalibeber Wonosobo 2010 2013
4 S1 HKI IAIN Salatiga 2013 2018