PROBLEMATIKA SERTA SOLUSI PROGRAM LITERASI
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 44
PAMULANG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh :
SITI HAMDAH
1113013000039
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
iii
ABSTRAK
SITI HAMDAH, NIM 1113013000039. Problematika serta Solusi Program
Literasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia siswa kelas VIII
SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang. Skripsi jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
Penelitin ini dilakukan berkenaan dengan adanya fenomena rendahnya
kemampuan literasi pada siswa. Fokus penelitian ini tentang problematika serta solusi
program literasi pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui: 1) problematika program literasi, 2) solusi program literasi di
SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Lokasi
penelitian di SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang. Informan penelitian yaitu kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, guru bahasa Indonesia dan siswa kelas VIII. Teknik
pengumpulan data menggunakan model observasi, wawancara, angket dan dokumen.
Uji keabsahan data menggunakan tringulasi sumber dan metode.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: problematika program literasi pada bahasa
dan sastra Indonesia yang terjadi di SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang kelas VIII
meliputi strategi belajar yang diberikan guru, ketersediaan sarana yang kurang
mendukung dan terbatas, serta rendahnya minat membaca pada siswa kelas VIII.
Solusi program literasi pada bahasa dan sastra Indonesia yang terjadi di SMP
Muhammadiyyah 44 Pamulang meliputi memantau guru agar terus memberikan
motivasi kepada siswa, mengadakan program bacaan, menyediakan perpustakaan
mini dalam kelas, dan mengadakan penghargaan agar siswa lebih termotivasi.
Kata kunci: Problematika, Solusi, Program Literasi, Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia.
iv
ABSTRACT
Siti Hamdah. NIM 1113013000039. Problems and Solutions Literacy
Program in Indonesia Language and Literature Learning Student Class VIII
Muhammadiyyah 44 Junior High School, Pamulang. Thesis majoring in
Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and The
Teacher Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
This research was conducted with regard to the phenomenon of low literacy
ability in student. The focus of this research is on problematics and solutions of
literacy program on Indonesian language and literature learning. The purpose of this
research is to know: 1). Problematic of literacy program, 2). Solution of literacy
program at Muhammadiyyah 44 Junior High School, Pamulang.
This research uses qualitative descriptive research approach. Research
location is in Muhammadiyyah 44 Junior High School, Pamulang. The research
informant are principal, vice principal, Indonesian Language teacher and grade VIII
student. Technique of collecting data using observation model, interview,
questionnaire, and document. Test the validity of data using sources and tringulation
method.
The result of the research shows that: the program of literacy program in
Indonesian Language and lit that happen in Muhammadiyyah 44 Junior High School,
Pamulang grade VIII includes learning strategy given by teacher, availability of less
supportive and limited facilities, and low reading interest student grade VIII. The
solution of the literacy program on Indonesian Language and literature that occur in
Muhammadiyyah 44 Junior High School, Pamulang includes monitoring teachers to
continue to provide motivation to student, holding reading programs, providing mini
libraries in classroom, and rewarding students to be more motivated.
Keyword:Problematic, Solution, Literacy Program, Indonesian Language and
Literature Learning.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yng berjudul “Problematika
serta Solusi Program Literasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
pada Siswa kelas VIII SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang”. Sholawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, kepada keluarga
dan para sahabatnya, serta kita selaku umatnya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penelitian ini. Secara khusus, terima kasih tersebut
disampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Makyun Subuki, MA., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Nur Syamsiyah, M.Pd, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan pengaran kepada penulis proses
pembuatan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
memberikan ilmu pengetahuan dan pemahaman selama proses
perkuliahan.
5. Taufiqurrahman, SE., selaku Kepala Sekolah SMP Muhammadiyyah 44
Pamulang yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
6. Ranti Permata Rosa, S.Pd., selaku Guru Bidang Studi Bahasa dan Sastra
Indonesia yang telah memberikan dukungan dan saran kepada penulis
selama penelitian berlangsung.
7. Keluarga Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang senantiasa saling
memberikan pembelajaran dan pengalaman yang berarti.
vi
8. Keluarga tercinta, Taufik (suami), Hamdani Syamil (anak), Karnih (Ibu),
Mursan (Bapak), Daimah (Ibu mertua), dan Tarsono (Bapak mertua),
Wawan, Yuli, Arizal (kakak) serta Yadi (adik) yang selalu memberikan
dukungan, doa, dan motivasi yang luar biasa kepada penulis.
9. Sahabat tercinta, Ferrara Feronica, Fika Evitriana, Maratun solihah, Nafi
Puji Pertiwi, Dini Aprilini, Laras Yurika yang bersedia membantu,
memberi dukungan dan motivasi yang sangat berarti selama proses
penyusunan skripsi.
Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis. Aamiin Ya Rabbal’alamiin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan
untuk perbaikan. Semoga skripsi ini dapt bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin
Jakarta, Maret 2018
S.H.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi masalah ............................................................................ 5
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
BAB II: KAJIAN TEORETIS ........................................................................ 6
A. Problematika Pembelajaran .................................................................. 6
1. Pengertian Problematika ................................................................ 6
2. Pengertian Pembelajaran ................................................................ 7
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran ............. 8
4. Faktor Terjadinya Problematika Pembelajaran .............................. 10
B. Solusi atau Pemecahan Masalah .......................................................... 14
C. Pengertian Literasi .............................................................................. 16
1. Konsep Dasar Literasi ................................................................... 16
2. Tujuan dan Jenis Literasi .............................................................. 20
3. Hal-hal yang diperhatikan dalam Pembelajaran Literasi Bahasa
Indonesi ......................................................................................... 25
4. Membaca dan Menulis sebagai Aspek Literasi .............................. 28
D. Pembelajaran Bahasa Indonesia .......................................................... 31
1. Hakekat Pembelajaran Bahasa Indonesia ...................................... 31
2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia ....................................... 32
3. Penerapan Literasi dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia……..32
E. Penelitian Relevan ................................................................................ 37
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 40
A. Metode Penelitian................................................................................. 40
B. Latar Penelitian .................................................................................... 41
1. Tempat Penelitian........................................................................... 41
2. Waktu Penelitian ............................................................................ 41
C. Subjek dan Informan Penelitian ........................................................... 42
D. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 43
1. Metode Observasi........................................................................... 43
2. Metode Wawancara ....................................................................... 44
3. Metode Angket ............................................................................... 47
4. Metode Dokumentasi .................................................................... 50
E. Validitas Data ....................................................................................... 51
F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 53
1. Pengumpulan Data ......................................................................... 53
2. Reduksi Data .................................................................................. 54
3. Penyajian Data .............................................................................. 54
4. Penarikan Kesimpulan ................................................................... 54
BAB IV: HASIL PENELITIAN ................................................................ 56
A. Deskripsi Data ...................................................................................... 56
1. Identitas Sekolah ............................................................................ 56
B. Pembahasan dan Hasil Penelitian......................................................... 60
1. Hasil Pengamatan ........................................................................... 60
2. Hasil Wawancara ........................................................................... 61
a. Problematika Literasi ............................................................... 61
b. Solusi Program Literasi ............................................................ 70
3. Hasil Angket .................................................................................. 74
4. Hasil Dokumentasi ......................................................................... 85
C. Deskripsi Temuan Penelitian ............................................................... 87
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 90
A. Simpulan .............................................................................................. 90
B. Saran ..................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Metode Tringulasi Teknik .................................................... 52
Gambar 3.2 Metode Tringulasi Sumber ...................................................... 52
Gambar 3.3 Alur analisis data model interaktif ...................................... 55
Gambar 4.1 Kegiatan Wawancara Kepala Sekolah ................................. 85
Gambar 4.2 Kegiatan Wawancara Wakil Kepala Sekolah ...................... 86
Gambar 4.3 Kegiatan Wawancara Guru Bahasa Indonesia .................... 87
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Instrumen Wawancara .............................................................. 45
Tabel 3.2 instrumen Angket ..................................................................... 48
Tabel 4.1 Sarana ruangan SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang ............. 58
Tabel 4.2 Sarana Peralatan SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang ........... 59
Tabel 4.3 Sarana buku SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang .................. 59
Tabel 4.4 Analisis Data 1 ......................................................................... 74
Tabel 4.5 Analisis Data 2 ......................................................................... 75
Tabel 4.6 Analisis Data 3 ......................................................................... 76
Tabel 4.7 Analisis Data 4 ......................................................................... 76
Tabel 4.8 Analisis Data 5 ......................................................................... 77
Tabel 4.9 Analisis Data 6 ......................................................................... 77
Tabel 4.10 Analisis Data 7 ......................................................................... 78
Tabel 4.11 Analisis Data 8 ......................................................................... 78
Tabel 4.12 Analisis Data 9 ......................................................................... 79
Tabel 4.13 Analisis Data 10 ....................................................................... 79
Tabel 4.14 Analisis Data 11 ....................................................................... 80
Tabel 4.15 Analisis Data 12 ....................................................................... 80
Tabel 4.16 Analisis Data 13 ....................................................................... 81
Tabel 4.17 Analisis Data 14 ...................................................................... 81
Tabel 4.18 Analisis Data 15 ....................................................................... 82
Tabel 4.19 Analisis Data 16 ....................................................................... 82
Tabel 4.20 Analisis Data 17 ....................................................................... 83
Tabel 4.21 Analisis Data 18 ....................................................................... 83
Tabel 4.22 Analisis Data 19 ....................................................................... 84
Tabel 4.23 Analisis Data 20 ....................................................................... 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Literasi merupakan keterampilan penting dalam hidup. Sebagian besar
proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya
literasi yang tertanam dalam diri peserta didik memengaruhi tingkat
keberhasilannya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal yang paling mendasar dalam praktik literasi adalah kegiatan membaca.
Keterampilan membaca merupakan fondasi untuk mempelajari berbagai hal
lainnya. Kemampuan ini penting bagi pertumbuhan intelektual peserta didik.
Melalui membaca peserta didik dapat menyerap pengetahuan dan mengeksplorasi
dunia yang bermanfaat bagi kehidupannya. Membaca memberikan pengaruh
budaya yang amat kuat terhadap perkembangan literasi peserta didik. Sayangnya,
sampai saat ini prestasi literasi membaca peserta didik di Indonesia masih rendah,
berada di bawah rata-rata skor internasional. Data dari United Nations
Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO) menunjukkan,
minat baca anak Indonesia hanya 0,1%. Artinya dari 10.000 anak bangsa, hanya
satu orang yang senang membaca.1
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 menyatakan perlunya sekolah
menyisihkan waktu secara berkala untuk pembiasaan membaca sebagai bagian
dari penumbuhan budi pekerti. Meskipun begitu, banyak referensi menegaskan
bahwa program membaca bebas tidak cukup hanya sekadar menyediakan waktu
tertentu (misalnya lima belas menit setiap hari) bagi peserta didik untuk membaca.
Agar program membaca bebas dapat berjalan dengan baik, sekolah perlu
memastikan bahwa warga sekolah memiliki persepsi dan pemahaman yang sama
tentang prinsip- prinsip kegiatan membaca bebas dan bagaimana cara pelaksanaan
dan pengelolaan program. Banyak pihak meyakini Asia akan menjadi pusat
perekonomian dunia, pendidikan yang bermutu bagus di Asia mampu berfungsi
sebagai kekuatan yang memiliki energi yang luar biasa besar. Sebaliknya
1Kompas, Kamis 22 Juni 2017, pukul 17.22 WIB.
2
pendidikan bermutu buruk akan menjadi penghambat bagi laju perkembangan
Asia sendiri.
Penekanan pembelajaran literasi pada membaca dan menulis lebih banyak
diterapkan di Sekolah Dasar (SD/MI) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP/MTs). Pembelajaran literasi yang memuat pembelajaran membaca dan
menulis, pada dasarnya membutuhkan kemampuan peserta didik dalam
mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan informasi. Literasi menjadi hal yang
paling mendasar dan perlu ditanamkan bagi anak didik di sekolah, terutama
peserta didik Sekolah Menengah Pertama. Literasi menjadi sesuatu yang tidak
bisa dilepaskan dari pendidikan karena menjadi sarana untuk mengenal,
memahami, dan mengaplikasikan pengetahuan yang didapat di lingkungan
sekolah ataupun di rumah.
Pernyataan ini mengacu pada pengertian kemampuan literasi adalah
kemampuan informasi. Artinya, kemampuan seseorang menguasai informasi yang
berkembang dengan sangat cepat, mulai dari mengakses, memahami, sampai
menggunakannya secara cerdas. Seseorang dikatakan sudah belajar bila dia sudah
menguasai informasi yang diinginkannya. Kegiatan atau proses penguasaan
informasi terjadi pula pada peserta didik di sekolah. Mereka dikatakan belajar
apabila mereka telah menguasai sejumlah informasi yang berupa ilmu
pengetahuan. Bermacam-macam pengetahuan yang dimaksudkan terdapat dalam
sejumlah nama mata pelajaran. Oleh karena itu, peserta didik dikatakan mampu
menguasai informasi (sudah berliterasi) apabila mereka telah menguasai sejumlah
mata pelajaran. Sebaliknya, dalam rangka menguasai sejumlah mata pelajaran
diperlukan kemampuan literasi.
Kelemahan yang dialami peserta didik saat ini adalah ketergantungannya
terhadap gawai, mereka sering kali membaca pesan singkat yang terdapat di
gawainya dibandingkan dengan membaca buku yang telah tersedia, atau mereka
seringkali membaca buku diikuti pula dengan gawainya sehingga informasi yang
didapatkan dalam bacaan buku tersebut tidak dapat diserap secara optimal.
Penerapan program literasi sebenarnya sudah diresmikan sejak tahun 2015
dan menjadi program wajib, akan tetapi masih banyak sekolah yang belum
3
menerapkan, ada yang sudah menerapkan tetapi belum berjalan secara optimal
karena ketersediaan buku yang masih kurang. Sebagai program wajib, program ini
harus didukung oleh semua pihak yang terkait seperti pemerintah, kepala sekolah,
guru, orang tua, dan peserta didik itu sendiri. Akan tetapi sebagai program yang
baru, tentu belum dapat dipahami oleh semua kalangan masyarakat, ini lah tugas
pemerintah dan pendidik untuk lebih mensosialisasikan program ini agar
terciptanya tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa salah satu misi pendidikan
nasional adalah membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa
secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan
masyarakat belajar. Maka dari itu pemerintah harus dapat memfasilitasi sekolah-
sekolah yaitu dengan adanya program literasi yang dapat membantu para siswa
dalam memperlancar proses belajar, meningkatkan kemampuan belajar, serta
dapat mengembangkan potensi yang dimiliki para siswa.
Program literasi juga dapat dilakukan pada mata pelajaran, seperti mata
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang merupakan mata pelajaran wajib
yang diberikan pada jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sebagai mata
pelajaran wajib, mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia perlu disajikan
dengan sistem pengajaran yang memperhatikan aspek-aspek tertentu untuk
mampu membangkitkan minat dan memberi motivasi siswa dalam pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan observasi penulis di beberapa sekolah, program literasi juga
dapat terhambat karena rendahnya minat membaca siswa. Hal ini terlihat ketika
jam istirahat siswa-siswa lebih memilih berkunjung ke kantin sampai waktu
istirahat berakhir ketimbang berkunjung ke perpustakaan, tidak hanya di sekolah,
di rumah dan di lingkungan sekitar pun dapat dilihat bahwa anak yang berstatus
sebagai siswa lebih sering memegang gawai ketimbang memegang dan membaca
buku, baik fiksi maupun nonfiksi. Anak-anak Indonesia—khususnya generasi
muda—banyak membelanjakan waktunya untuk sekadar “ngobrol” melalui
berbagai media sosial (medsos) yang ada, seperti facebook, whatsap, twitter,
4
instagram, dan path. Berdasarkan penelusuran terbatas pengguna medsos di
kalangan generasi muda, sedikit di antara mereka yang memanfaatkan media
tersebut untuk menambah atau memperkaya ilmu pengetahuan. Rendahnya minat
dan budaya membaca berdampak pada kurangnya kompetensi menulis mereka.
Aktivitas menulis mereka lebih banyak didominasi untuk keperluan chatting dan
menulis caption, mereka juga kurang memiliki kemahiran berbicara dengan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Para siswa pun kurang memiliki
kemampuan mengapresiasi dan berekspresi sastra.
Program literasi sangat membantu dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia pada keterampilan bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Sebagai program baru, tentu saja masih banyak kendala atau masalah-
masalah yang ditemukan. Penelitian ini dilakukan ialah mengetahui masalah-
masalah program literasi pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia serta
memberikan solusi agar terpecahkannya masalah yang ada dan sebagai tolok ukur
untuk sekolah-sekolah yang akan menerapkan program tersebut.
Salah satu sekolah yang telah menerapkan program literasi adalah SMP
Muhammadiyah 44 Kota Tangerang Selatan. Ketertarikannya menerapkan
program ini lebih cepat dibandingkan dengan sekolah-sekolah Negeri. Program ini
belum terlaksana secara optimal di sekolah ini karena kendala buku yang belum
juga tersedia dari pemerintah, akan tetapi program ini tetap dilaksanakan secara
perlahan mulai dari buku-buku yang diberikan oleh para siswa dan disimpan
dalam kelas. Para siswa terlebih dahulu mengumpulkan buku-buku fiksi seperti
novel dan kumpulan cerpen karena dipercayai bahwa sebuah karya fiksi dapat
memberikan manfaat dan hiburan sehingga mengurangi kejenuhan siswa dalam
proses belajar.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti
Problematika serta Solusi Program Literasi dalam Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 44 Pamulang.
5
B. Identifikasi Masalah
1. Program literasi merupakan program baru yang harus diterapkan
2. Kurang tersedianya buku sebagai alat penunjang program literasi
3. Rendahnya minat membaca siswa
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana problematika program literasi pada pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 44 Pamulang?
2. Bagaimana solusi dalam menghadapi problematika program literasi pada
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah 44 Pamulang?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui problematika program literasi pada pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 44 Pamulang?
2. Mengetahui solusi dalam menghadapi problematika program literasi pada
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah 44 Pamulang?
E. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang
masalah yang ada dalam program literasi pada Bahasa dan Sastra
Indonesia dan menemukan solusi dari masalah yang ditemui pada siswa
kelas VIII SMP Muhammadiyah 44 Pamulang.
b. Manfaat Praktis
1. Memperkenalkan dan memaparkan program literasi dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Membantu para praktisi pendidikan mengetahui masalah serta solusi
program literasi sehingga dapat meningkatkan upaya perbaikan
kualitas pendidikan masyarakat.
6
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Problematika Pembelajaran
1. Pengertian Problematika Pembelajaran
a. Pengertian Problematika
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu
problematic yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, problem berarti hal yang belum dapat
dipecahkan; yang menimbulkan permasalahan.1 Adapun masalah itu
sendiri ialah suatu persoalan yang harus dipecahkan dan mengharapkan
sesuatu yang baik agar tercapainya hasil yang maksimal.
Greeno mencatat bahwa kaum psikolog aliran Gestalt misalnya
mendefinisikan masalah sebagai situasi dimana terdapat kesenjangan atau
ketidak-sejalanan antar representasi-representasi kognitif. Di lain pihak
kaum behavioris menyatakan bahwa masalah terjadi apabila respon yang
diperlukan untuk mencapai beberapa tujuan tertentu kurang kuat
dibanding respon-respon lain atau jika sejumlah respon sebenarnya
diperlukan namun cenderung tidak dapat ditampilkan keseluruhannya.
Penganut teori pemrosesan informasi melihat masalah sebagai suatu
keadaan ketika pengetahuan yang tersimpan dalam memori belum siap
pakai untuk digunakan dalam memecahkan masalah.2
Gagne menyatakan bahwa masalah timbul jika tujuan yang telah
dirumuskan belum diketahui cara mencapainya. Newell & Simon, banyak
dikutip para pakar sebagai menyatakan bahwa masalah adalah situasi di
mana seseorang menginginkan sesuatu tetapi tidak mengetahui secara
serta merta serangkaian tindakan yang dapat ia lakukan untuk
mencapainya.3
1 Debdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Bulan Bintang, 2002)
2Bambang Suteng Sulasmono, Problem Solving:Signifikansi,Pengertian, dan
Ragamnya, FKIP Universitas Kristen Satyawacana, hal:4. 3 Ibid.
6
7
b. Pengertian Pembelajaran
Secara sederhana istilah pembelajaran sebagai upaya untuk
membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya
dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan
yang telah direncanakan. Pembelajaran dapat juga dikatakan sebagai
kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk
membuat peserta didik belajar secara aktif yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar. Pembelajaran merupakan upaya
membelajarkan peserta didik untuk belajar. Kegiatan ini mengakibatkan
peserta didik mempelajari sesuatu dengan cara yang lebih efektif dan
efisien.4
Menurut istilah, pembelajaran diartikan oleh beberapa pakar sebagai
berikut; Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi mengartikan pembelajaran
sebagai suatu aktivitas (proses belajar mengajar) yang sistematis dan
sistemik yang terdiri dari berbagai komponen, antara satu komponen
pengajaran dengan lainnya saling tergantung dan sifatnya tidak parsial,
komplementer dan berkesinambungan.5 Menurut Dimyati dan Mudjiono
pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan
pada penyediaan sumber belajar.6 Oemar Hamalik mengartikan
pembelajaran yaitu suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi dalam mencapai tujuan belajar.7
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa
problematika pembelajaran adalah suatu persoalan atau masalah dalam
proses belajar mengajar yang harus diselesaikan agar tercapai tujuan yang
maksimal.
4 Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: Citra Media. 1996),hal 19 .
5 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung:
Rosdakarya, 1997),hal 34-36. 6 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal
297. 7 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bina Aksara, 1995),hal 28
8
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran
Masalah interaksi belajar mengajar merupakan masalah yang
kompleks karena melibatkan berbagai faktor yang saling terkait satu sama
lain, dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
interaksi belajar mengajar terdapat dua faktor yang sangat menentukan
yaitu faktor guru sebagai subjek pembelajaran dan faktor peserta didik
sebagai objek pembelajaran, tanpa adanya faktor guru dan peserta didik
dengan berbagai potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki
tidak mungkin proses interaksi belajar mengajar dikelas atau ditempat lain
dapat berlangsung dengan baik.
Guru yang belajar untuk mengajar tanpa bimbingan seringkali hanya
belajar cara mengajar dan bukan belajar mengembangkan pelajaran untuk
siswa mereka, dan mereka mungkin saja menemukan kebiasaan buruk
yang sulit untuk dihindari. Proses belajar untuk menguasai keterampilan,
faktor pendukung terbaik adalah pelatihan khusus dalam kelompok-
kelompok yang terdiri atas beberapa guru yang memungkinkan mereka
mengembangkan, meningkatkan, dan memperdalam keterampilan
mengajar bersama-sama.8 Guru dapat belajar untuk mengajar secara efektif
dengan cara belajar ―berpikir seperti guru‖ dan mereka juga harus mampu
menerapkan apa yang mereka ketahui dalam praktik.
Pada umumnya, guru mengajar siswa dalam jumlah besar pada satu
waktu secara seimbang dari waktu ke waktu dan dari hari ke hari.
McDonald berpendapat bahwa pengajaran yang sesungguhnya terjadi
dalam segitiga tak beraturan antara guru, siswa, dan pelajaran, dan sudut-
sudut segitiga ini selalu berubah terus menerus.9 Selain dari faktor guru
terdapat juga faktor dari peserta didik, seorang guru dapat menjadi faktor
penentu nasib seorang anak. Seorang anak dapat mengembangkan
kemampuan-kemampuan intelektualnya hanya jika ia diberi kesempatan
untuk bekerja tanpa harus disertai rasa takut. Berdasarkan pengamatan-
8 Linda Darling, Guru yang Baik di Setiap Kelas,(Jakarta:PT Indeks, 2009), hal 52.
9 Ibid.
9
pengamatan psikologi bawah sadar yang mengatakan bahwa dorongan
keinginan bergerak yang terkekang akan mengakibatkan penyakit jiwa,
sikap sekolah yang menentang pergerakan merupakan hambatan bagi
murid dalam mengembangkan prestasi belajarnya, dan dalam kasus-kasus
tertentu akan menimbulkan rintangan proses belajar.10
Faktor guru dan peserta didik merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dalam proses pembelajaran, namun pengaruh berbagai faktor
lain tidak boleh diabaikan, misalnya faktor media dan instrument
pembelajaran, fasilitas belajar, infrastruktur sekolah, fasilitas laboratorium,
manajemen sekolah, sistem pembelajaran dan evaluasi, kurikulum,
metode, dan strategi pembelajaran. Kesemua faktor-faktor tersebut dengan
pendekatan berkontribusi berarti dalam meningkatkan kualitas dan hasil
interaksi belajar mengajar di kelas dan tempat belajar lainnya. Berikut
akan dijelaskan pengaruh masing-masing faktor sebagai berikut:
Pertama, media dan instrumen pembelajaran memiliki pengaruh dalam
membantu guru mendemonstrasikan bahan atau materi pelajaran kepada
siswa sehingga menciptakan proses belajar-mengajar yang efektif dengan
kata lain media dipergunakan dengan tujuan membantu guru agar proses
belajar siswa lebih efektif dan efisien. Fasilitas belajar yang tersedia dalam
jumlah memadai di suatu sekolah memiliki pengaruh terhadap
keberlangsungan proses belajar-mengajar. Tanpa ada fasilitas belajar yang
tersedia dalam jumlah yang memadai di sekolah, proses interaksi belajar-
mengajar kurang dapat berjalan secara maksimal dan optimal.
Kedua, metode pengajaran memiliki peranan yang penting dalam
memperlancar kegiatan proses belajar mengajar yang baik hendaknya
mempergunakan berbagai jenis metode mengajar yang bervariasi. Dalam
hal ini tugas guru adalah memilih berbagai metode yang tepat untuk
menciptakan proses belajar mengajar yang efektif yang disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran.
10
Kurt Singer, Membina Hasrat Belajar di Sekolah, (Bandung:Remadja Karya, 1987) hal
76.
10
Ketiga, evaluasi atau penilaian berfungsi untuk mengetahui tercapai
tidaknya tujuan pengajaran dan untuk mengetahui keefektifan proses
belajar mengajar yang telah dilakukan guru. Tanpa adanya evaluasi guru
tidak akan mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh siswa dan tidak bisa
menilai tindakan mengajarnya serta tidak ada tindakan untuk
memperbaikinya.11
Hampir setiap orang pernah mengalami bagaimana rasa takut terhadap
guru dan pelajaran dapat mengganggu proses belajar. Sekolah dapat
menjadi faktor penghambat proses belajar jika ia tampil sebagai
lingkungan yang tidak menyediakan tempat bagi spontanitas anak.
Hambatan lain yang ditimbulkan oleh faktor sekolah dapat dilihat melalui
pembatasan terhadap keinginan atau dorongan melakukan gerakan.12
Dorongan hati dan keintiman untuk bergerak yang mendapat rintangan
semasa kanak-kanak dapat mengakibatkan hambatan kecerdasan dan
kegagalan di sekolah. Sekolah yang sehat akan memungkinkan murid
mengembangkan rasa harga dirinya serta bersikap yang bebas dari rasa
takut.
3. Faktor Terjadinya Problematika Pembelajaran
Dimyati dan Sudjiono mengemukakan bahwa problematika
pembelajaran berasal dari dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern.
1. Faktor Internal
Dalam belajar siswa mengalami beragam masalah, jika mereka
dapat menyelesaikannya maka mereka tidak akan mengalami masalah atau
kesulitan dalam belajar. Terdapat berbagai faktor intern dalam diri siswa,
yaitu:
a) Sikap Terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu,
yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang
11
Nandang Sarip Hidayat, ―Problematika Pembelajaran Bahasa Arab‖, Akademika, Vol.
37, No. 1 (Januari-Juni 2012),hal 83. 12
Kurt Singer, Membina Hasrat Minat Belajar di Sekolah,(Bandung: Remadja Karya),
1987,hal:11.
11
sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau
mengabaikan.
b) Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong
terjadinya proses belajar.
c) Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian
pada pelajaran.
d) Kemampuan mengolah bahan belajar
Merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara
pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Dari segi
guru, pada tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan keterampilan
proses, inkuiri, ataupun laboratori.
e) Kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan
menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan
tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek yang berarti hasil belajar
cepat dilupakan, dan dapat berlangsung lama yang berarti hasil belajar
tetap dimiliki siswa.
f) Menggali hasil belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses
mengaktifkan pesan yang telah diterima. Siswa akan memperkuat pesan
baru dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkannya dengan
bahan lama.
g) Kemampuan berprestasi
Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas
belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di
sekolah bahwa ada sebagian siswa yang tidak mampu berprestasi dengan
baik.
12
h) Rasa percaya diri siswa
Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian ―perwujudan diri‖ yang diakui oleh guru dan teman sejawat
siswa.
i) Intelegensi dan keberhasilan belajar
Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh
intelegensi yang rendah atau kurangnya kesumgguhan belajar, berarti
terbentunya tenaga kerja yang bermutu rendah.
j) Kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan yang kurang
baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain: belajar diakhir semester,
belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah
hanya untuk bergengsi, datang terlambat, bergaya pemimpin dan lain
sebagainya.
k) Cita-cita siswa13
Dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap anak
memiliki cita-cita. Cita-cita merupakan motivasi intrinsik, tetapi
gambaran yang jelas tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada.
Akibatnya siswa hanya berperilaku ikut-ikutan.
2. Faktor Eksternal
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsik siswa. Di samping
itu proses belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila
didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat
meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program
pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan
faktor eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan
beberapa faktor eksternal yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Faktor-
faktor eksternal tersebut adalah sebagai berikut:
13
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),hal
249.
13
a) Guru sebagai pembina siswa dalam belajar
Sebagai pendidik, guru memusatkan perhatian pada kepribadian
siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan
belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai
guru, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah. Guru
juga menumbuhkan diri secara profesional dengan mempelajari
profesi guru sepanjang hayat.
Kohl mengatakan, para guru terlebih dahulu harus diyakinkan
bahwa ―garis-garis dasar pengajaran yang ada itu bukanlah merupakan
suatu undang-undang yang tak dapat dilanggar, dan bahwa para murid
akan dapat lebih baik dan lebih giat belajar jika mereka diberi
kesempatan untuk hal-hal yang mereka inginkan daripada hanya
membahas ‗membahas‘ bahan-bahan yang ada dalam buku
pelajaran.‖14
b) Sarana dan prasarana pembelajaran
Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi
pembelajaran yang baik. Lengkapnya sarana dan prasarana
pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu
tidak berarti bahwa lengkapnya sarana dan prasarana menentukan
jaminan terselenggaranya proses belajar yang baik.
c) Kebijakan penilaian
Keputusan hasil belajar merupakan puncak harapan siswa. Secara
kejiwaan, siswa terpengaruh atau tercekam tentang hasil belajarnya.
Oleh karena itu, sekolah dan guru diminta berlaku arif dan bijak dalam
menyampaikan keputusan hasil belajar siswa.
d) Lingkungan sosial siswa di sekolah
Siswa siswi di sekolah membentuk suatu lingkungan sosial siswa.
Lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peranan
tertentu. Ada yang menjabat sebagai pengurus kelas, ketua kelas,
OSIS dan lain sebagainya. Kehidupan tersebut terjadi pergaulan
14
Ibid, hal:45.
14
seperti hubungan akrab, kerja sama, bersaing, konflik atau
perkelahian.
e) Kurikulum sekolah15
Program pembelajaran di Sekolah mendasarkan diri pada suatu
kurikulum. Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan
masyarakat.
B. Solusi atau Pemecahan Masalah
Jonassen & Serrano ‗pemecahan masalah adalah salah satu jenis belajar
yang kompleks, berdimensi jamak, dan sangat kurang dipahami’. Uraian tentang
pengertian istilah pemecahan masalah berikut dibangun dalam situasi minimnya
uraian tentang hal tersebut.16
Menurut Marzano dkk, pemecahan masalah adalah
salah satu bagian dari proses berpikir yang berupa kemampuan untuk
memecahkan persoalan.17
Selanjutnya Girl dkk, menyatakan bahwa pemecahan
masalah adalah proses yang melibatkan penerapan pengetahuan dan keterampilan-
keterampilan untuk mencapai tujuan.18
Sedang menurut Gagne & Briggs unjuk
kerja pemecahan masalah itu berupa penciptaan dan penggunaan aturan yang
kompleks dan lebih tinggi tingkatannya, untuk mencapai solusi masalah.19
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan solusi adalah
penyelesaian; pemecahan (masalah dan sebagainya) atau jalan keluar.
Kerangka PISA 2003, pemecahan masalah disebut sebagai "kapasitas
individu untuk menggunakan proses kognitif untuk menyelesaikan situasi lintas
disiplin nyata, di mana jalur solusi tidak segera obviuos" (OECD) definisi ini
didasarkan pada asumsi keterampilan dan strategi domain-umum yang melibatkan
proses kognitif seperti; memahami dan mengkarakterisasi masalah, mewakili
masalah, memecahkan masalah, mencerminkan dan mengkomunikasikan solusi
masalah (OECD 2003). Penyelesaian masalah sering dianggap sebuah proses
15
Op Cit, hal:253.
Bambang Suteng Sulasmono, Problem Solving:Signifikansi,Pengertian, dan Ragamnya,
FKIP Universitas Kristen Satyawacana,hal:8. 17
Ibid. 18
Ibid. 19
Ibid.
15
daripada hasil pendidikan, particulari dalam penelitian tentang penilaian dan
instruksi pemecahan masalah
“in the PISA 2003 framework, problem solving is refered to as "an
individual's capacity to use cognitive processes to resolve real, cross-disciplinary
situations where the solution path is not immediatelly obviuos" (OECD)2004, p.
156). This definition is based on the assumption of domain -general skills and
strategies involve cognitive processes such as;understanding and characterizing
the problem,representing the problem, solving the problem, reflecting and
communicating the problem solution (OECD 2003). Problem solving is often
regarded a process rather than an educational outcome,particulari in research on
the assessment and instruction of problem solving‖.20
Krulik dan Rudnik mendefinisikan masalah secara formal sebagai berikut :
“A problem is a situation, quantitatif or otherwise, that confront an individual or
group of individual, that requires resolution, and for which the individual sees no
apparent or obvious means or path to obtaining a solution.”21
Jadi, istilah pemecahan masalah secara umum dapat diartikan sebagai
proses untuk menyelesaikan masalah yang ada. Istilah pemecahan masalah dalam
bahasa Indonesia bermakna ganda yaitu proses memecahkan masalah itu sendiri
dan hasil dari upaya memecahkan masalah yang dalam bahasa Inggris disebut
dengan solution atau solusi. Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah adalah
suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu
pemecahan tetapi individu atau kelompok tersebut tidak memiliki cara yang
langsung dapat menentukan solusinya. Hal ini berarti pula masalah situasi tersebut
(masalah) dapat ditemukan solusinya dengan menggunakan strategi berpikir yang
disebut pemecahan masalah.
20
Ronny Scherer and Jens Beckmann, The Acquisition of Problem Solving
Competence:Evidence from 41 Countries that Math and Science Education Matters, Spinger Open
Journal Large-Scale Assesments in Education 2014,hal 2. 21
Abdul Muiz Lidnillah Dindin ,Heuristk dalam Pemecahan Masalah Matematika dan
Pembelajaran di Sekolah Dasar, jurnal, hal 2.
16
Moursund menyatakan bahwa seseorang dianggap memiliki atau
mengalami masalah bila menghadapi empat kondisi berikut, yaitu :
a. Memahami dengan jelas kondisi atau situasi yang sedang terjadi.
b. Memahami dengan jelas tujuan yang diharapkan. Memiliki berbagai
tujuan untuk menyelesaikan masalah dan dapat mengarahkan menjadi
satu tujuan penyelesaian.
c. Memahami sekumpulan sumber daya yang dapat dimafaatkan untuk
mengatasi situasi yang terjadi sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Hal ini meliputi waktu, pengetahuan, keterampilan, teknologi atau
barang tertentu.
d. Memiliki kemampuan untuk menggunakan berbagai sumber daya
untuk mencapai tujuan. 22
Guru yang efektif harus memiliki tiga jenis pengetahuan agar mereka
dapat mengajar siswanya dengan baik. Pertama, pengetahuan tentang pembelajar
dan bagaimana mereka belajar dan berkembang dalam konteks sosial. Kedua,
pemahaman tentang mata pelajaran yang diajarkan dan keterampilan yang
berkaitan dengan tujuan sosial pendidikan. Ketiga, pemahaman tentang
pengajaran yang berkaitan dengan materi ajar dan siswa yang diajar, sebagaimana
yang diindikasikan dari hasil penilaian dan yang didukung oleh suasana kelas.23
Pelajaran akan menjadi menarik bagi para murid jika terlihat adanya hubungan
antara pelajaran dan kehidupan yang nyata. Pelajaran akan lebih menarik bagi
para murid jika mereka diberi kesempatan untuk dapat giat sendiri. Kesempatan
mengambil sendiri, giat secara mandiri, akan memungkinkan mereka dapat
meresapkan bahan-bahan pelajaran.
C. Pengertian Literasi
1. Konsep Dasar Literasi
Pengertian literasi sekolah dalam konteks (GLS) Gerakan Literasi Sekolah
adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara
22
Ibid. 23
Linda Darling, Guru yang Baik di Setiap Kelas,(Jakarta:PT Indeks, 2009), hal 7.
17
cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak,
menulis, dan berbicara.24
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 menyatakan perlunya sekolah
menyisihkan waktu secara berkala untuk pembiasaan membaca sebagai bagian
dari penumbuhan budi pekerti. Kemampuan berliterasi peserta didik berkaitan
erat dengan tuntutan keterampilan membaca yang berujung pada kemampuan
memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Berdasarkan hal
itulah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan
Literasi Sekolah.
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk
menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang warganya literat
sepanjang hayat melalui pelibatan publik.25
Dalam konteks sekolah, subjek
dalam kegiatan literasi adalah semua warga sekolah, yakni peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan (pustakawan), dan kepala sekolah. Secara lebih
khusus, agar tugas pokok dan fungsi lebih fokus dan terjaga, kepala sekolah
perlu membentuk (TLS) Tim Literasi Sekolah yang dikuatkan dengan Surat
Keputusan atau Surat Tugas.26
Semua komponen warga sekolah hendaknya
berkolaborasi dengan TLS di bawah koordinasi kepala sekolah. Dalam
ekosistem sekolah, TLS diharapkan mampu memastikan dan mengembangkan
terciptanya suasana akademik yang kondusif dan literat yang mampu
membuat seluruh anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar.
Literasi di awal dimaknai ‗keberaksaraan‘ dan selanjutnya dimaknai
‗melek‘ atau‗keterpahaman‘. Pada langkah awal, ‗melek baca‘ dan ‗tulis‘
ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi
pengembangan melek dalam berbagai hal atau disebut ―multiliterasi‖.27
Literasi menurut Besnier adalah komunikasi melalui inskripsi yang terbaca
secara visual, bukan melalui saluran pendengaran dan isyarat. Sementara itu,
24
Pratiwi Ratnadingdiyah,dkk, Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah
Pertama, (Jakarta:Kemendikbud,2016), hal:2. 25
Ibid. 26
Kemendikbud, Manual Pendukung Pelaksaan Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang
Sekolah Menengah Pertama,Jakarta, 2016, hal:2. 27
Kemendikbud, Materi Umum Literasi dalam Pendidikan,(Jakarta:2017)hal 5.
18
menurut Kirsch dan Jungeblut, literasi kontemporer diartikan sebagai
kemampuan seseorang dalam memanfaatkan informasi tertulis atau cetak
untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi
masyarakat luas.28
Literasi sekarang tidak hanya diartikan sebagai kemampuan
menulis dan membaca tetapi ―…has instead come to be considered
synonymous with its hoped-for consequences‖.29
. Kern mendefinisikan istilah
literasi secara komprehensif sebagai berikut:
Literacy is the use of socially-, and historically-, and culturally-
situated practices of creating and interpreting meaning through texts. It
entails at least a tacit awareness of the relationships between textual
conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect
critically on those relationships. Because it is purpose-sensitive, literacy is
dynamic – not static – and variable across and within discourse
communities and cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities,
on knowledge of written and spoken language, on knowledge of genres,
and on cultural knowledge. (Literasi adalah penggunaan praktik-praktik
situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan
menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya
sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubungan-hubungan antara
konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaannya serta idealnya
kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu.
Karena peka dengan maksud/tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak
statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur
diskursus/ wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif,
pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan
pengetahuan kultural).30
Literasi merupakan kemampuan mengakses, memahami, dan
menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain
membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/berbicara.
Gardner (2004) “highlighted students’ language literacy as verbal-
linguistic intelligence, one of eight intelligences in his Multiple
Intelligences theory. Gardner said that one’s language literacy could be
28
Sarwiji Suwandi, Peran Bahasa Indonesia dalam Pengembangan Budaya Literasi
untuk Mewujudkan Bangsa yang Unggul dalam Konteks Masyarakat Ekonomi
Asean,(Universitas Sebelas Maret:Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia 2015) 29
Tadkiroatun Musfiroh dan Beniati Listyorini,Kontruk Kompetensi Literasi untuk Siswa
Sekolah Dasar,(FBS Universitas Negeri Yogyakarta: LITERA, Volume 15, Nomor 1, April 2016 30
Aas Saomah, Implikasi Teori Belajar terhadap Pendidikan Literasi.Artikel Jurnal.
Diunduh pada tanggal 12 Deseember 2017, pukul 19:31.
19
seen from four aspects. They are convincing someone that information is
true, reminding someone of an information, explaining something, and
reflecting idea to another form of language”.31
Gardner mengatakan bahwa literasi bahasa seseorang dapat dilihat dari
empat aspek. Mereka meyakinkan seseorang bahwa informasi itu benar,
mengingatkan seseorang tentang suatu informasi, menjelaskan sesuatu, dan
merefleksikan ide ke bentuk bahasa lain.
Literatur atau pustaka anak-anak dan remaja merupakan bahan ilmu
pengetahuan literatur sebagai demikian adalah unsur suatu bidang studi yang
berkenaan dengan teks, yang dimaksud dengan ‗teks‘ adalah keseluruhan
lambang yang digunakan dalam kegiatan komunikasi.32
Jadi literatur adalah
lambang kata-kata lisan yang diungkapkan dengan tulisan.
Posisi kompetensi literasi membaca siswa Indonesia pada hasil survei
internasional dapat dikatakan sangat rendah. Survei PIRLS 2006, Indonesia
menduduki nomor 41 dari 45 negara yang disurvei. Hasil survei PISA dalam
tiga survei yang pernah diikuti Indonesia juga menunjukkan hasil yang
memprihatinkan. Pada survei tahun 2000 Indonesia peringkat 39 dari 41
negara yang disurvei. Pada tahun 2003, Indonesia menduduki posisi 39 dari 40
negara partisipan. Sementara itu, untuk survei tahun 2006, Indonesia
menduduki posisi 48 dari 56 negara partisipan. Hasil ini memberikan
pekerjaan rumah bagi para ahli, pemerhati, dan praktisi pembelajaran
khususnya membaca untuk merumuskan, membuat inovasi, melakukan studi
analisis dan pengembangan utuk meningkatkan kemampuan literasi siswa. Hal
ini juga menjadi hal yang menggelitik, bagaimana instrumen penilaian PIRLS
maupun PISA disusun dan diujikan jika dikaitkan dengan konteks situasi
pembelajaran dan kondisi sosioekonomi serta kultur Indonesia.33
Kesadaran atas literasi bukan hanya tanggung jawab pihak sekolah
maupun pemerintah, akan tetapi orang tua serta masyarakat sekitar seperti
31
Namirah Fatmanisa, Rahmat Sagara, Language Literacy and Mathematics Competence
Effect Toward Word Problem Solving, journal of Mathematics Education Volume 6, No.2,
September 2017,hal 197. 32
Kurt Franz, Membina Minat Baca,(Bandung:Remadja Karya 1983), hal 1. 33
Tadkiroatun Musfiroh dan Beniati Listyorini,Kontruk Kompetensi Literasi untuk Siswa
Sekolah Dasar,(FBS Universitas Negeri Yogyakarta: LITERA, Volume 15, Nomor 1, April 2016
20
yang dikutip Literacy learning arises in social environment; thus, it involves
students’everyday life. Also, the experience that every student has with
reading and writing varies according to family practices which in some cases
are not used at school maybe due to the very rigid system of education that
does not look at students as belonging to a society in which they are always
involved and which shapes their learning experiences; or due to the lack of
interest of the teacher in knowing the students’ experiences. It is important for
educators to understand the kind of language experiences children have had
and the process that underlies their language learning so that they can help
them build school literacy practices on these skills and experiences.34
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa literasi merupakan program
yang berada di lingkungan sosial dan harus dijalankan pada semua aspek yang
terkait seperti sekolah, siswa, dan keluarga. Sekolah memang memiliki peran
yang lebih dominan karena di sana mereka selalu terlibat dan yang membentuk
pengalaman belajar mereka Penting bagi pendidik untuk memahami jenis
pengalaman bahasa yang dimiliki anak dan proses yang mendasari pembelajaran
bahasa mereka sehingga mereka dapat membantu mereka membangun praktik
literasi sekolah tentang keterampilan dan pengalaman ini.
2. Tujuan dan Jenis Literasi
a. Tujuan Literasi
Berbicara tentang pembelajaran literasi, Axford mengatakan bahwa
salah satu tujuan pembelajaran literasi adalah membantu siswa memahami
dan menemukan strategi yang efektif dalam hal kemampuan membaca dan
menulis termasuk di dalamnya kemampuan menginterpretasi makna teks
yang kompleks dalam struktur tata bahasa dan sintaksis (dalam
www.prioroitaspendidikan.org). Tujuan ini sangat sinkron dengan tujuan
pembelajaran bahasa Indonesia, antara lain agar siswa mampu membaca
dan menulis berbagai bentuk teks, dalam kaitannya dengan kemampuan
membaca, siswa harus dapat memahami dan mengenali struktur teks, isi
34
Robert Petrone, Linking Contemporary Research on Youth, Literacy, and Popular
Culture With Literacy Teacher Education,Journal of Literacy Research 45(3) 240-266 2013, hal
256.
21
teks, dan unsur kebahasaannya. Kaitan lain dengan kemampuan menulis,
siswa harus dapat mengungkapkan informasi yang diperoleh dalam
berbagai ragam teks yang ada. Selanjutnya, informasi yang diperoleh
tersebut dapat juga disampaikan secara lisan yang berarti dituntut
kemampuan siswa dalam berbicara (mengemukakan pendapat).
Selanjutnya kaitan dengan kemampuan berbicara maka kemampuan lain
yang dituntut pada diri siswa adalah kemampuannya dalam hal menyimak.
Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa keempat
keterampilan berbahasa dapat ditingkatkan melalui pembelajaran literasi
yang berfokus pada membaca dan menulis.35
Tujuan implementasi Gerakan Literasi Sekolah terdiri atas tujuan
umum dan tujuan khusus, yang dirinci sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah melalui GLS
dengan menciptakan ekosistem yang literat agar mereka menjadi
pembelajar sepanjang hayat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan budaya membaca dan menulis di sekolah.
b. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah yang
literat.
c. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan
dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengolah
pengetahuan.
d. Melaksanakan literasi dalam pembelajaran.
e. Menjaga keberlanjutan literasi di sekolah dengan menghadirkan
beragam program kegiatan, sarana dan prasarana, ataupun
pendukung pembentukan budaya.36
Hal yang paling mendasar dalam praktik literasi adalah
kegiatan membaca. Keterampilan membaca merupakan fondasi untuk
35
Heny Subandiyah, Pembelajaran Literasi dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia,
Jurnal Universitas Negeri Surabaya, diunduh pada tanggal 30 Agustus 2017 pukul 08:39. 36
Kemendikbud, Materi Umum Literasi dalam Pembelajaran, hal 4.
22
mempelajari berbagai hal lainnya. Hal ini memberikan penguatan
bahwa kurikulum wajib baca penting untuk diterapkan dalam
pendidikan di Indonesia.
3. Tujuan kurikulum wajib baca adalah sebagai berikut:
a) membentuk budi pekerti luhur;
b) mengembangkan rasa cinta membaca;
c) merangsang tumbuhnya kegiatan membaca di luar sekolah;
d) menambah pengetahuan dan pengalaman;
e) meningkatkan intelektual;
f) meningkatkan kreativitas;
g) meningkatkan kemampuan literasi tinggi.
Berkaitan dengan mata pelajaran bahasa Indonesia, Kurikulum
2013 menjelaskan bahwa bahasa adalah penghela ilmu pengetahuan.
Artinya, bahasa adalah sarana penyampai ilmu pengetahuan. Semua
siswa akan membutuhkan kemampuan berbahasa sebagai alat belajar
untuk menguasai berbagai mata pelajaran lain. Dapat dikatakan bahwa
keberhasilan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam berbahasa. Hal ini karena setiap mata pelajaran pada dasarnya
bertujuan menanamkan informasi kepada siswa, dan informasi itu
berupa bahasa.
Sejumlah informasi yang tertuang dalam sejumlah indikator
harus dikuasai oleh siswa dalam kurun waktu tertentu yang disebut
dengan tujuan pembelajaran. Agar dapat mencapai tujuan pembelajaran
maka siswa harus memiliki penguasaan berbahasa. Dengan kata lain,
siswa harus menemukan sejumlah informasi melalui berbagai sumber.
Sumber-sumber itu berupa teks, baik teks lisan maupun teks tulis.
Berdasarkan uraian tersebut, pengertian literasi dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia lebih dipumpunkan pada kemampuan
informasi. Kemampuan informasi mengacu pada beberapa aktivitas,
yaitu mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan
mengomunikasikan informasi. Ketiga aktivitas tersebut tidak dapat
23
dilepaskan dari keterampilan membaca dan menulis. Pengertian ini
dipilih berdasarkan asumsi bahwa mata pelajaran apa pun, akan
menuntut siswa untuk menguasai berbagai informasi yang dicapai
melalui membaca dan menulis. Aktivitas membaca dan menulis adalah
kunci utama keberhasilan siswa dalam menguasai informasi yang
dituntut dalam setiap mata pelajaran.
Membaca dan menyimak merupakan aktivitas kunci kita
mendapatkan-menguasai informasi. Semakin banyak informasi kita
simak-baca, semakin banyak informasi kita kuasai, dan dengan banyak
membaca-menyimak yang berarti kita akan mengetahui-menguasai
informasi, maka akan memudahkan untuk mudah berbicara-menulis.37
Sedangkan menulis adalah keterampilan berbahasa aktif.38
Menulis
tulisan juga merupakan media untuk melestarikan dan
menyebarluaskan informasi dan ilmu pengetahuan.
b. Jenis Literasi
Literasi secara umum diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca
dan menulis. Sebagaimana dinyatakan dalam Kamus Oxford berikut.
Literacy is ability to read and write. Artinya literasi adalah kemampuan
membaca dan menulis. Sementara itu, information is fact to talk, heart and
discovered about somebody/something. Artinya fakta tentang seseorang
atau sesuatu yang dibicarakan, didengar, dan dikemukakan. Jika
berdasarkan pengertian tersebut, literasi informasi dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang membaca dan menulis sesuatu yang dibicarakan,
didengar, dan dikemukakan (fakta). Dalam perkembangannya, literasi
memiliki arti yang luas sehingga ada bermacam-macam jenis literasi
misalnya literasi komputer, literasi media, literasi informasi, dan literasi
moral.39
37
Daeng Nurjamal,dkk, Terampil Berbahasa, (Bandung:Alfabeta, 2011),hal 4. 38
Ibid. 39
Tri Septiyantono, Literasi Informasi,(Tangerang Selatan:Universitas Terbuka,
2015)hal: 1.5
24
Ferguson menjabarkan komponen literasi informasi sebagai berikut:
1. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk
mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung.
Dalam literasi dasar, kemampuan untuk mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan
kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating),
mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta
menggambarkan informasi (drawing) berdasar pemahaman dan
pengambilan kesimpulan pribadi.
2. Literasi Perpustakaan (Library Literacy), yaitu kemampuan
lanjutan untuk bisa mengoptimalkan Literasi Perpustakaan yang
ada. Maksudnya, pemahaman tentang keberadaan perpustakaan
sebagai salah satu akses mendapatkan informasi. Pada dasarnya
literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman cara
membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi
referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System
sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam
menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan
pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami
informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian,
pekerjaan, atau mengatasi masalah.
3. Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk
mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media
cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital
(media internet), dan memahami tujuan penggunaannya. Secara
gamblang saat ini bisa dilihat di masyarakat kita bahwa media lebih
sebagai hiburan semata. Kita belum terlalu jauh memanfaatkan
media sebagai alat untuk pemenuhan informasi tentang
pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah
pengetahuan.
25
4. Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan
memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti
keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket
dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami
teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses
internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan
komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup
menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan
mengelola data, serta menjalankan program perangkat lunak.
Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan
teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam
mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.
5. Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut
antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan
kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi
visual dan audio-visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir
terhadap materi visual yang setiap hari membanjiri kita, baik dalam
bentuk tercetak, di televisi maupun internet, haruslah terkelola
dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan
hiburan yang benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan
kepatutan.40
3. Hal-hal yang diperhatikan dalam Pembelajaran Literasi Bahasa
Indonesia
Setiap pembelajaran harus memperhatikan beberapa aspek yang
mendukung ketercapaian tujuannya termasuk pelajaran bahasa Indonesia.
Secara garis besar terdapat empat faktor yang harus diperhatikan, yang
meliputi: 1) sumber belajar, 2) bahan ajar, 3) strategi pembelajaran, dan 4)
penilaian. Berikut diuraikan keempat aspek tersebut.
a. Sumber Belajar
40
Desain Induk Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Ditjen Dikdasmen, Kemendikbud
(dapat diakses melalui www.dikdasmen. kemdikbud.go.id).
26
Sumber belajar adalah dari mana materi atau informasi itu
diperoleh siswa atau berupa apakah informasi itu tersimpan. Secara umum,
sumber belajar berupa cetak maupun noncetak. Contoh untuk cetak berupa
buku, majalah, surat kabar, buletin, makalah, artikel di jurnal, dan
sebagainya. Contoh untuk noncetak berupa radio, tape recorder, kaset,
CD, DVD, VCD, TV, internet, benda-benda (misalnya candi-candi), orang
atau yang dikenal dengan sebutan narasumber (misalnya guru, polisi,
dokter, dan ahli lainnya), bahkan lingkungan sekitar (kelas, sekolah, pasar,
perpustakaan, taman, dan sebagainya).
Dalam pelaksanaan pembelajaran literasi bahasa Indonesia,
diharapkan guru tidak hanya menggunakan satu sumber melainkan
mengajak siswa menggunakan berbagai sumber. Hal ini dilandasai
keyakinan bahwa jika siswa membaca dari berbagai sumber, informasi
yang diperoleh akan lebih lengkap jika dibandingkan dengan jika mereka
hanya mengacu pada satu sumber. Tentu saja yang dimaksudkan dengan
istilah berbagai sumber di sini adalah sumber belajar yang relevan dengan
materi atau informasi yang akan dipelajari oleh siswa. Guru dituntut untuk
dapat lebih kreatif dalam hal pemilihan sumber belajar bagi siswanya.
Selain agar informasi yang diperoleh siswa lebih lengkap, alasan
pemilihan berbagai sumber dimaksudkan agar pembelajaran lebih menarik
karena siswa melakukan aktivitas lebih banyak.
b. Bahan Ajar Bahasa
Berkaitan dengan pembelajaran bahasa, Tomlinson menjelaskan
bahwa bahan ajar adalah segala sesuatu yang digunakan guru atau siswa
untuk memudahkan belajar bahasa, meningkatkan pengetahuan dan
pengalaman berbahasa. Definisi lain menyebutkan bahwa bahan ajar
adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis
maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan
siswa untuk belajar, dalam melaksanakan pembelajaran literasi, guru
membutuhkan seperangkat bahan ajar yang dapat mendorong siswa belajar
secara optimal. Idealnya, seorang guru harus dapat mengembangkan
27
sendiri bahan ajarnya. Pengembangan bahan ajar adalah proses pemilihan,
adaptasi, dan pembuatan bahan ajar berdasarkan kerangka acuan tertentu.
Tujuan utamanya adalah membantu siswa dalam mempelajari informasi
yang dibutuhkan.
Kaitannya dengan pembelajaran literasi, Bentuk bahan ajar dapat
dikelompokkan menjadi empat yaitu :
1) Bahan ajar cetak (printed), seperti handout, buku, modul, lembar kerja,
foto, gambar, tabel, dan grafik.
2) Bahan ajar dengar (audio), seperti kaset, radio, CD, dan DVD
3) Bahan ajar pandang-dengar (audio-visual), seperti film, dan VCD.
4) Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti compact
disk (CD) interaktif.
c. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah pola tindakan pengajaran yang berfungsi
untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Terkait dengan
pembelajaran bahasa Indonesia, siswa harus memiliki kemampuan utama
dalam hal membaca dan menulis agar dapat menyerap materi
pembelajaran. Faktanya, masih banyak guru yang mengalami kesulitan
dalam menanamkan kemampuan membaca dan menulis. Oleh karena itu,
diperlukan pemilihan dan penguasaan strategi pembelajaran yang benar-
benar efektif. Strategi yang tepat dalam pembelajaran membaca dan
menulis akan memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan literasi
siswa.
Pembelajaran literasi bahasa Indonesia hendaknya dipertimbangkan
antara strategi pembelajaran membaca dan strategi pembelajaran menulis.
Pembelajaran membaca, dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu
tahap sebelum membaca/pre-reading (dalam rangka membangun konteks),
tahap saat membaca (while reading), dan tahap setelah membaca (post
reading).
28
4. Membaca dan Menulis sebagai Aspek Literasi
Kaitan antara membaca dengan menulis sebagaimana dipaparkan
memberikan alasan untuk menyatakan bahwa kompetensi menulis banyak
dipengaruhi oleh aktivitas membaca. Aktivitas yang dimaksud dapat
mencakup segi kualitas dan intensitas membaca. Terdapat semacam hubungan
timbal balik dari segi keuntungan yang diambil seseorang dari kedua kegiatan
tersebut. Keinginan untuk menulis mendorong seseorang untuk membaca. Di
sisi lain, kegiatan membaca dapat menumbuhkan serta memotivasi seseorang
untuk menghasilkan tulisan. Hal tersebut dimungkinkan karena tulisan yang
dibaca seseorang pada dasarnya memuat makna yang memiliki kekuatan
dalam mempengaruhi, mengarahkan, dan mendorong seseorang untuk
bereaksi, termasuk di antaranya dalam bentuk kegiatan menulis.
Kemampuan seseorang dalam membaca dan menulis memungkinkannya
untuk menguasai berbagai kecakapan hidup, baik yang bersifat akademik
maupun vokasional. Selanjutnya kecakapan hidup yang demikian akan
membawa orang tersebut ke dalam situasi ideal karena dia dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada serta dapat memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidup sesuai dengan perkembangan jaman.
Membaca adalah kegiatan fisik dan mental.41
Melalui membaca informasi
dan pengetahuan yang berguna bagi kehidupan dapat diperoleh. Dikatakan
kegiatan fisik karena bagian-bagian tubuh, khususnya mata yang
melakukannya. Selanjutnya dikatakan sebagai kegiatan mental karena bagian-
bagan pikiran, khususnya persepsi dan ingatan terlibat di dalamnya. Berbagai
kegiatan dapat diadakan dalam rangka membina minat dan kebiasaan
membaca yaitu diadakannya pameran buku, perpustakaan sekolah,
membentuk kelompok-kelompok membaca, sayembara membaca, dan
seniman pencerita.42
Selain membaca, menulis merupakan sebagai alat komunikasi.
Mengkomunikasikan ide dengan bahasa tulis disadari tidak semudah
41
Tampubolan, Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak,
(Bandung:Angkasa,1993) hal 41. 42
Ibid
29
mengkomunikasikan ide dengan bahasa lisan. Kita menyadari bahwa
keterampilan menulis sangat kompleks. Cresterton mengatakan ―hanya satu
hal yang diperlukan—segalanya‖. Makna ―segalanya‖ dalam konteks tulis-
menulis secara harfiah mencakup banyak hal, dengan kata lain diperlukan
adanya pengalaman manusia yang esensial, misalnya seorang penulis
memerlukan kesendirian, kasih, persahabatan, dan juga jagad raya.43
Pentingnya kemahiran menulis dinyatakan oleh Alkhadiah sebagai berikut:
a. Mengenali kemampuan dan potensi diri
b. Mengembangkan berbagai gagasan
c. Memaksa kita menyerap, mencari, dan menguasai informasi
d. Mengorganisasikan gagasan sistematis serta mengungkapkan secara
tersurat
e. Meninjau serta menilai gagasan kita secara objektif
f. Memecahkan masalah secara konkret
g. Mendorong kita belajar secara aktif
h. Membiasakan berpikir dan berbahasa secara tertib.
Pada saat seseorang menulis, apa pun yang ditulisnya, ia megerahkan
seluruh pengetahuan dan kelaziman kebahasaan yang dimilikinya, termasuk
kosakata, tata bahasa, dan sebagainya, di samping juga hal-hal lain yang
berkaitan dengan materi tulisannya bahkan kadang juga dengan suasana
hatinya pada saat penulisan serta banyak faktor lainnya. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa ketika menulis, ia mencurahkan seluruh kepribadiannya ke
dalam tulisannya. Guru harus bertindak sangat hati-hati ketika memulai
pembelajaran menulis agar kepribadian siswa tidak tersinggung dan siswa
tidak membenci guru dan pelajaran menulis. Maka dari itu, guru harus
mempunyai banyak teknik yang membuat kelas menjadi tidak tegang. Kelas
harus dipenuhi dengan canda yang muncul dari guru ataupun siswa. Canda
43
Sukino, Menulis itu Mudah, (Yogyakarta:LkiS Printing Cemerlang, 2010), hal 8.
30
sangat membantu bagi munculnya ide yang segar dalam setiap pembelajaran
menulis.44
Membaca dan menulis merupakan keterampilan berbahasa tulis, tetapi
tidak dapat dielakkan bahwa keterampilan berbahasa lisan juga terdapat kaitan
dalam literasi. Aktivitas menulis sangat berkaitan erat dengan membaca.
Leonhardt menyatakan bahwa anak yang gemar membaca akan memperoleh
rasa kebahasaan tertulis, yang kemudian mengalir ke dalam tulisan mereka.45
Pengetahuan tulis-menulis juga dapat dijadikan sebagai keahlian yang lebih
umum dimiliki seseorang yang belajar dari bukan seorang guru yang mengajar
langsung, tetapi lumrah dari cara yang tidak langsung melalui membaca dan
menyerap dari karya-karya yang sudah ada.
Membaca adalah belajar. Jika seseorang yang tidak suka membaca, berarti
dia telah memberikan jawaban yang pasti bahwa dia tidak mempunyai bakat
menulis pula. Bacaan apapun, baik fiksi maupun nonfiksi—setiap hari dapat
dijumpai di suratkabar—menjadi suatu yang penting dan dipedulikan, jika di
dalamnya terdapat janji manfaat yang didapat pembaca. Janji manfaat yang
dimaksudkan adalah dua sisi kekayaan yaitu kekayaan kecendekiaan dan
kekayaan kerohanian.46
Kemampuan menulis dapat mengenali kemampuan
potensi diri, mengetahui pengetahuan tentang suatu topik, dan dengan menulis
kita dapat mengembangkan berbagai gagasan.
Keberhasilan pengajaran membaca dan menulis dalam tugas binaannya
ditentukan oleh berbagai faktor, termasuk yang dominan dalam hal ini ialah
faktor dari dalam diri siswa sendiri seperti minat, perhatian, kematangan
siswa, dan sikap sosial, dan faktor dari luar seperti lingkungan sekitarnya,
situasi, kondisi sosial, ekonomi keluarga, kondisi sekolah, dan kondisi
program pengajaran.47
44
Puji Santosa, Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD, (Jakarta:Universitas
Terbuka,2008)hal 6.17 45
Ibid, hal 11. 46
Alif Danya Munsyi, Jadi Penulis? Siapa Takut!, (Bandung: Kaifa, 2012), hal 10. 47
M.Silitonga,dkk, Kemampuan Berbahasa Indonesia Siswa kelas III SMP Sumatera
Utara:Membaca dan Menulis, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,(Jakarta:1984)hal 8.
31
Dari semua pemaparan tersebut mengenai membaca dan menulis sebagai
aspek literasi, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan literasi mencakup
keterampilan membaca dan menulis yang harus semakin ditingkatkan, dan
kemampuan tersebut tidak terlepas dari sebuah buku yang dikatakan bahwa
buku merupakan jendela ilmu.
Menurut kuntowijoyo ―Buku adalah kumpulan pengalaman batin
seseorang yang sudah distrukturkan. Dengan membaca buku, berarti kita
sedang membaca diri sendiri lewat pengalaman orang lain. Jika kita rajin
membaca buku, itu berarti kita rajin belajar dari pengalaman orang lain. Itu
termasuk belajar dari diri sendiri.‖48
D. Pembelajaran Bahasa Indonesia
1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasan Indonesia adalah alat komunikasi yang dipergunakan oleh
masyarakat Indonesia untuk keperluan sehari-hari, misalnya belajar, bekerja
sama dan berinteraksi.49
Suatu bahasa dikatakan penting apabila memiliki
jumlah populasi pemakai yang banyak, wilayah persebarannya luas, berperan
penting dalam pengembangan susastra-budaya, dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.50
Kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia akan berhasil apabila guru
menyesuaikan pembelajaran dengan kemampuan siswa. Penyesuaian tersebut
harus dirancang secara terpadu dengan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia,
misalnya tujuan utama pembelajaran bahasa umumnya adalah mempersiapkan
siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah
agar interaksi dapat bermakna bagi siswa perlu didesain secara tepat rencana
pembelajaran bahasa Indonesia.
Penyusunan rencana pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan pada siswa
sebagai subjek belajar. Melalui pengalaman belajar, siswa menemukan,
menerapkan, menganalisis, membandingkan, menyusun, memperbaiki,
48
Daeng Nurjamal, Terampil Berbahasa, (Bandung:Alfabeta, 2011), hal 4. 49
Isah Cahyani, Pembelajaran Bahasa Indonesia, ( Jakarta : 2009 ), hal 36. 50
Op Cit, hal 248.
32
menilai, dan menyimpulkan sendiri. Belajar merupakan perilaku manusia atau
perubahan kapasitas yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman. Belajar
melalui proses yang relatif terus menerus dijalani dari berbagai pengalaman.
2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial,
dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam
mempelajari semua bidang. Pembelajaran Bahasa Indonesia diharapkan
membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain.
Standar kompetensi mata Pelajaran Bahasa Indonesia ini bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulis
2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan dan bahasa Negara
3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan
4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial
5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa
6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai Khazanah
budaya dan intelektual manusis Indonesia.51
3. Penerapan Literasi dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Setiap mata pelajaran memiliki ciri khas yang meliputi tujuan, ruang
lingkup, dan strategi penyampaian. Itu sebabnya dalam setiap kurikulum
terdapat perbedaan pengaturan untuk masing-masing mata pelajaran.
Berdasarkan ciri khas ini maka dikenal kurikulum yang mencakup nama mata
pelajaran, yaitu Kurikulum Bahasa Indonesia, Kurikulum Matematika,
Kurikulum Bahasa Inggris, Kurikulum IPA, Kurikulum IPS, dan sebagainya.
51
Isah Cahyani, Pembelajaran Bahasa Indonesia, ( Jakarta : 2009 ), hal 36.
33
Oleh karena masing-masing memiliki perbedaan, maka pelaksanaan
pembelajarannya pun berbeda, termasuk bagaimana menerapkan pembelajaran
literasinya. Sebagai contoh, pembelajaran literasi bahasa Indonesia berbeda
dengan pembelajaran literasi bahasa Inggris, atau dengan Matematika, dengan
IPA, IPS, dan seterusnya.
Penerapan literasi dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada ‗teks
berita‘.
a. Tahap Perencanaan
Yang dilakukan guru bahasa Indonesia pada tahap ini adalah:
1) Menentukan kompetensi dasar (KD 3 dan KD 4),
2) Mengidentifikasi jenis teks dan kompetensi yang dituntut dalam KD,
3) Menentukan materi pokok yang tersirat dalam KD,
4) Merumuskan sejumlah indikator,
5) Berdasarkan materi pokok dan sejumlah indikator, guru
mengembangkannya menjadi bahan ajar lengkap yang diperoleh dari
berbagai sumber yang relevan,
6) Memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang cocok,
7) Menyiapkan media pembelajaran yang dianggap sesuai,
8) Menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKS),
9) Menyusun alat evaluasi pembelajaran yang sesuai,
10) Menyusun kegiatan (1–9) dalam bentuk skenario pembelajaran atau
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah tahap ketika guru melaksanakan rencana
pembelajaran yang disusun dalam Skenario Pembelajaran atau dalam bentuk
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Guru melakukan kegiatan belajar-
mengajar dengan peserta didik di dalam maupun di luar kelas. Dalam tahap ini
guru membawa semua media, bahan ajar, dan alat evaluasi yang sudah
dirancang sebelumnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru melakukan
kegiatan sebagaimana dirancang dalam skenario yang terbagi atas tiga tahap
kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Berikut
34
diuraikan contoh/alternatif pelaksanaan pembelajaran literasi untuk mata
pelajaran bahasa Indonesia dalam bentuk skenario yang meliputi tiga tahap
kegiatan: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Kegiatan Awal
1) Peserta didik diajak mengamati gambar-gambar yang berkaitan dengan
fenomena yang terjadi di masyarakat yang dapat dikategorikan penyakit
masyarakat (literasi).
2) Guru bersama peserta didik melakukan brainstorming yang berkaitan
dengan gambar tersebut (gambar apa, jenis-jenis penyakit masyarakat,
dampak penyakit masyarakat, dan sebagainya) (literasi).
3) Guru mengajak menyimpulkan/menebak topik yang akan dipelajari.
Kegiatan Inti
Penggalan kegiatan 1: mempelajari informasi dari satu sumber
(Pelaksanaan Literasi awal)
1) Guru membagikan contoh salah satu jenis teks yang akan dipelajari
(misalnya tentang Narkoba).
2) Guru menyampaikan tugas peserta didik yang berkaitan dengan teks
tersebut (contoh: menandai kosakata yang sulit atau mengidentifikasi
isi teks).
3) Peserta didik membaca (dalam hati) teks, dengan waktu yang telah
ditentukan (literasi).
4) Guru memandu peserta didik membentuk kelompok (dengan cara
yang kreatif ).
5) Guru membagikan lembar kerja (LK) kepada setiap kelompok.
6) Guru mengajak peserta didik memahami cara mengerjakan LK.
7) Peserta didik mengerjakan LK secara berdiskusi dalam kelompok
(tentang struktur, isi teks, dan unsur kebahasaan) (literasi).
8) Guru melaksanakan bimbingan kepada peserta didik yang sedang
bekerja kelompok.
9) Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi secara bergantian dan
antarkelompok saling memberikan masukan (literasi).
35
10) Guru memberikan feedback atas jawaban tiap kelompok.
11) Peserta didik merevisi jawaban berdasarkan masukan dari guru dan
temannya.
Penggalan kegiatan 2: mencari informasi dari berbagai sumber
(Pelaksanaan Literasi lanjutan)
1) Guru memberikan satu topik yang berkaitan dengan tema ‗penyakit
masyarakat‘ kepada tiap-tiap kelompok (misalnya, gelandangan,
penyalahgunaan narkoba, pencurian, dan sebagainya sesuai dengan
jumlah kelompok).
2) Guru membagikan teks pada tiap kelompok (tiap kelompok satu
topik).
3) Peserta didik membaca dan mencatat informasi penting dalam teks
tersebut (secara individu dalam kelompok) (literasi).
4) Peserta didik mendiskusikan informasi yang ditemukan dari teks
untuk menyempurnakan catatannya.
5) Guru menugasi peserta didik secara individu menemukan informasi
dari sumber lain sesuai topik dalam kelompoknya (ada yang
membaca koran, majalah, artikel, browsing internet, bahkan
mewawancarai kepala sekolah; sumber tidak hanya berupa teks
tertulis, tetapi bisa juga berupa tabel, grafik, gambar, peta konsep,
dan sebagainya bahkan bisa juga berupa rekaman audio maupun
visual) (literasi).
6) Peserta didik membuat ringkasan informasi dari sumber-sumber
yang dibaca/diakses dengan bahasanya sendiri (pada saat ini teks-
teks harus ditutup/disimpan) (literasi tulis).
7) Peserta didik dalam kelompok saling membacakan hasil
ringkasannya, kemudian ketua kelompok memilih satu karya yang
akan dibacakan di depan kelas sebagai wakil kelompok (literasi
lisan).
8) Peserta didik menulis teks laporan tentang informasi yang
diperoleh dari berbagai sumber dan berbagai langkah sebelumnya,
36
sesuai dengan topik dalam kelompok masing-masing (literasi tulis).
Dalam langkah ini semua sumber harus ditutup.
9) Guru memberikan penilaian terhadap hasil tulisan peserta didik dan
memberikan masukan (feedback).
10) Peserta didik secara individu merevisi tulisannya berdasarkan
masukan dari guru (literasi).
Kegiatan Penutup
1) Peserta didik bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran,
yakni berbagai penyakit masyarakat beserta dampak dan
penanggulangannya.
2) Peserta didik menyampaikan pendapat tentang pelaksanaan
pembelajaran yang dilaksanakan (menarik ataukah tidak, disertai alasan
yang logis).
3) Guru memberikan tugas pengayaan berupa meminta peserta didik
membaca di internet tentang topik yang sudah dipelajari atau memberikan
remedi pada peserta didik yang belum mampu menulis berita dengan baik.
Tahap Refleksi 52
Refleksi merupakan tahap yang dilakukan guru pada saat
pembelajaran selesai dilaksanakan. Refleksi berupa upaya melihat kembali
segala yang telah dilakukan oleh guru dan peserta didik selama
pembelajaran dan tingkat keberhasilannya. Refleksi dilakukan berdasarkan
beberapa aspek, yaitu nilai yang diperoleh peserta didik, hasil karya
peserta didik, dan hasil observasi selama proses pembelajaran
berlangsung.
Dari nilai yang diperoleh peserta didik, dapat direfleksi tingkat
ketuntasannya secara klasikal maupun individual. Secara individual dapat
digunakan guru untuk melakukan tindak lanjut kepada peserta didik, yakni
menyusun program pengayaan ataukah program remedial. Pengayaan
dilaksanakan guru kepada peserta didik yang sudah mencapai nilai
52
Kemendikbud, Manual Pendukung Pelaksaan Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang
Sekolah Menengah Pertama,Jakarta, 2016, hal:34.
37
ketuntasan, sedangkan remedial diberikan guru kepada peserta didik yang
belum mencapai nilai ketuntasan. Pemberian remedi disesuaikan dengan
indikator yang belum berhasil dicapai oleh peserta didik.
Karya peserta didik dapat digunakan untuk bahan pajangan.
Pajangan karya peserta didik dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran
bagi peserta didik yang lain. Pelaksanaannya dapat berupa kunjung karya
maupun karya kunjung. Yang harus diperhatikan guru ketika melakukan
kedua teknik ini adalah mengingatkan peserta didik agar membuat catatan
tentang hal-hal yang menjadikan mereka dapat belajar dari karya teman
yang dipajang. Selanjutnya, nilai dan karya peserta didik dapat dipakai
guru untuk menyusun atau melaksanakan penilaian portofolio.
Hasil observasi dapat digunakan guru untuk melakukan tindakan
introspeksi/evaluasi atas keberhasilan, kegagalan, ataupun
kekurangtepatan strategi, langkah pembelajaran, media, LKS, sumber
belajar, bahan ajar, dan alat evaluasinya. Hasil introspeksi/evaluasi atas
semua aspek ini dapat digunakan guru untuk rencana perbaikan
pembelajaran berikutnya.
E. Penelitian Relevan
Ada beberapa karya ilmiah atau penelitian yang terkait dengan penelitian
yang akan diteliti dalam penelitian ini, namun terdapat beberapa perbedaan waktu
maupun latar tempat. Berikut beberapa penelitian yang relevan:
Pertama, dari tesis Catur Hari Wibowo(2015) mahasiswa pascasarjana
Institut Agama Islam Negeri Surakarta bidang studi Magister Pendidikan Islam,
mengadakan penelitian dengan judul ―Problematika Profesi Guru dan Solusinya
bagi Peningkatan Kualitas Pendidikan di MTs Negeri Nguntoronadi Kabupaten
Wonogiri‖ Penelitian ini dilakukan berkenaan dengan adanya fenomena
rendahnya kompetensi guru. Fokus penelitian ini tentang problematika internal
dan eksternal guru dalam proses belajar mengajar (PBM). Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui: 1) problematika profesi guru, 2) upaya peningkatan kualitas
pendidikan di MTs Negeri Nguntoronadi. Penelitian ini menggunakan pendekatan
38
penelitian deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian: MTs Negeri Nguntoronadi
Kabupaten Wonogiri. Subjek penelitian adalah guru dan siswa. Informan: kepala
madrasah, wakil kepala madrasah, staf tata usaha dan ketua komite madrasah.
Teknik pengumpulan data menggunakan model: observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan metode.
Teknik analisis data menggunakan model interaktif terdiri dari pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data dan kesimpulan.
Persamaan penelitian di atas dengan penulis ialah sama-sama meneliti
mengenai problematika serta solusi dalam proses belajar mengajar. Sedangkan
perbedaan penelitian dengan penulis jika penelitian di atas objek penelitiannya
adalah guru, sedangkan penulis menggunakan objek program literasi dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Kedua, dari skripsi Lea Sakti Mitasari (2017) mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Pendidikan Guru Sekolah Dasar dengan judul
penelitian ―Peran Kegiatan Literasi dalam Meningkatkan Minat Membaca dan
Menulis Siswa Kelas Atas di SD Gumpang 1‖. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peran kegiatan literasi, hambatan, dan upaya pihak sekolah untuk
meningkatkan minat membaca dan menulis siswa kelas atas di SD Gumpang 1.
Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa 1) kegiatan literasi di SD
Gumpang 1 berperan dalam memotivasi siswa untuk menyukai kegiatan membaca
dan menulis, 2) hambatan pihak sekolah dalam meningkatkan minat membaca dan
menulis siswa melalui kegiatan literasi yakni kedisiplinan, pembiasaan siswa,
minat, dan metode yang diterapkan guru, dan 3) upaya pihak sekolah untuk
meningkatkan minat membaca dan menulis siswa dengan cara mensosialisasikan
mengenai kegiatan literasi dan mengenalkan pentingnya menumbuhkan minat
membaca dan menulis.
Persamaan penelitian yang telah dilakukan Lea Sakti Mitasari dengan
penelitian penulis terletak dari objek penelitian yaitu kegiatan literasi. Perbedaan
yang ada ialah penulis meneliti mengenai problematika serta solusi program
literasi sedangkan penelitian yang sudah dilakukan tersebut meneliti mengenai
peran literasi dalam meningkatkan minat membaca dan menulis.
39
Ketiga, dari Endang Siwi Ekowati (2017) Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Muria Kudus dengan judul penelitian ―Strategi Literasi
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Kearifan Lokal‖. Strategi literasi
dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat dikaitkan dengan kearifan lokal
mengingat nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat Jawa belum sepenuhnya
dipahami oleh siswa. Filosofi Jawa yang digunakan dalam pembelajaran pada
penelitian ini antara lain urip iku urup, memayu hayuning bawana, ambrasta dur
hangkara, sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti.
Persamaan penelitian kali ini mengenai literasi dalam pembelajaran bahasa
Indonesia akan tetapi pada penelitian yang telah dilakukan berbasis kearifan lokal
yang dimana dalam penelitian ini mengenalkan filosofi Jawa yang belum
sepenuhnya dipahami oleh siswa.
40
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis adalah jenis penelitian kualitatif
deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Menurut Whitney, metode
deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.1 Tujuan dari
penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif menekankan analisis proses dari
proses berpikir secara induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan
antarfenomena yang diamati, dan senantiasa menggunakan logika ilmiah.
Penelitian kualitatif merupakan sebah metode penelitian yang digunakan dalam
mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi pemerintah,
swasta, kemasyarakatan, olah raga, seni dan budaya, sehingga dapat dijadikan
suatu kebijakan untuk dilaksanakan demi kesejahteraan bersama.2 Penelitian
kualitatif bertujuan mengembangkan konsep sensitivitas pada masalah yang
dihadapi, menerangkan realitas dan mengembangkan pemahaman akan suatu
fenomena yang dihadapi. Menurut Sugiono, masalah dalam penelitian kualitatif
bersifat sementara, tentatif, dan berkembang dan berganti setelah peneliti berada
dilapangan.3
Penelitian kualitatif menurut Flick ialah spesific relevance to the study of
social relations, owing to the fact of the pluralization of life worlds. Penelitian
kualitatif adalah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang
1 Moh Nazir, Metode Penelitian, (Bogor:Ghalia Indonesia,2013), hal 54.
2 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,(Jakarta:Bumi
Aksara,2013),hal 80. 3 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung:Alfabeta,2012), hal 283.
41
berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan.4 Sementara itu,
penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan berperilaku yang dapat diamati dan diarahkan pada latar dan individu secara
holistik (utuh).5 Berdasarkan hal tersebut penelitian dilakukan dengan metode
kualitatif agar diperoleh data secara alamiah atau natural dan komprehensif yang
sesuai dengan latar dan data yang diperoleh tidak merupakan hasil rekayasa atau
manipulasi karena tidak ada unsur atau variabel lain yang mengontrol.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan
sosial yang diuraikan dalam bentuk kata-kata.
Adapun cara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
pengumpulan data sebanyak-banyaknya secara objektif, relevan kemudian
mendeskripsikan dalam bentuk naratif sehingga memberikan gambaran secara
utuh tentang fenomena yang terjadi dengan fokus penelitian. Fokus penelitian ini
adalah yang berkaitan dengan problematika serta solusi program literasi dalam
pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 44
Pamulang.
B. Latar Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama
Muhammadiyah 44 Pamulang Kota Tangerang Selatan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil bulan November tahun
2017 yang terbagi dalam tiga tahap kegiatan yaitu:
a. Tahap persiapan
Tahap ini meliputi permohonan izin penelitian.
4 Op, Cit, hal 81.
5 Ibid, hal 82.
42
b. Tahap penelitian
Tahap penelitian ini meliputi semua kegiatan di lapangan yaitu
pengambilan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
c. Tahap penyelesaian
Tahap penyelesaian ini meliputi analisis data-data yang telah
terkumpul dan selanjutnya penyusunan hasil penelitian sesuai tujuan
yang diharapkan.
C. Subjek dan Informan Penelitian
Secara lebih spesifik subjek penelitian adalah orang yang menjadi target
atau sumber utama dalam penelitian, dalam hal ini guru dan siswa merupakan
sumber utama. Sedangkan informan adalah orang yang memberikan informasi.
Selain guru dan siswa masih ada sumber pendukung seperti Kepala Sekolah dan
Wakil Kepala Sekolah. Hal ini dipilih dengan pertimbangan bahwa mereka
terlibat dalam proses penelitian.
Kepala madrasah sebagai informan mempunyai peranan yang penting
karena kepala madrasah merupakan penanggung jawab penuh lembaga dan juga
menjadi ikon lembaga. Kepada kepala madrasahlah semua kebijakan yang
berhubungan dengan madrasah diusulkan, ditetapkan dan kemudian diterapkan,
yang pelaksanaanya dilakukan oleh seluruh warga madrasah. Sesuai dengan
alasan tersebut, maka Kepala madrasah harus menjadi informan pendukung
pertama dalam penelitian ini.
Wakil kepala kurikulum sebagai informan pendukung kedua merupakan
sebuah jembatan antara kepala madrasah dan para dewan guru, dikatakan
demikian karena setiap ide/pengembangan kegiatan kurikulum, kesulitan dalam
kegiatan (PBM) Proses Belajar Mengajar, langkah yang mendasar adalah adanya
komunikasi aktif guru-guru dengan wakil kepala kurikulum yang kemudian oleh
wakil kepala kurikulum disampaikankan kepada kepala madrasah dan untuk
mengetahui hal tersebut, maka peneliti juga menjadikan wakil kepala kurikulum
sebagai informan.
43
Siswa kelas VIII menjadi sumber utama sebagai subjek dalam penelitian
ini. Peneliti banyak melakukan wawancara dengan siswa untuk mendapatkan
informasi terkait.
Guru bahasa Indonesia juga menjadi sumber utama dalam penelitian ini.
Sebagai sumber utama, peneliti banyak melakukan wawancara dengan guru untuk
mendapatkan informasi yang lebih luas dan komprehensif. Wawancara yang
peneliti lakukan dengan guru-guru merupakan wawancara pamungkas dalam
mengumpulkan data-data sehubungan dengan problematika program literasi
dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
D. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan untuk
mendapatkan data dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah teknik field research yaitu penulis terjun langsung ke lapangan untuk
memperoleh data yang diperlukan, sedang metode yang digunakan adalah:
1. Observasi
Nasution menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu
pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta
mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.6
Marshall menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn
about behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui
observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.7
Menurut Suparlan, metode pengamatan digunakan untuk memperoleh
informasi mengenai gejala-gejala yang dalam kehidupan sehari-hari dapat
diamati.8
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pengamatan dalam konteks penelitian ilmiah adalah studi yang disengaja dan
dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan dengan
6 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung:Alfabeta, 2012), hal 310.
7 Ibid.
8Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif (Teori dan Praktik), (Jakarta: Bumi
Aksara 2013), hal 149.
44
mengamati dan mencatat fenomena atau perilaku dan memerhatikan syarat-
syarat penelitian ilmiah. Pada dasarnya, tujuan dari observasi adalah untuk
mendeskripsikan lingkungan yang diamati, aktivitas-aktivitas yang
berlangsung, individu-individu yang terlibat dalam lingkungan tersebut beserta
aktivitas dan perilaku yang dimunculkan, serta makna kejadian berdasarkan
perspektif individu yang terlibat tersebut.
Pengamatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dilakukan pada saat
jam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas VIII, dan sekitar sekolah
mengenai program literasi yang sedang berlangsung.
2. Wawancara/interview
Estenberg mendefinisikan interview sebagai berikut. “a meeting of two
persons to exchange information and idea through questions and responses,
resulting in communication and joint construction of meaning about a
particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.9
Inti dan metode wawancara ini bahwa di setiap penggunaan metode ini
selalu muncul beberapa hal, yaitu pewawancara, responden, materi
wawancara. Pewawancara adalah orang yang menggunakan metode
wawancara sekaligus dia bertindak sekaligus pemimpin dalam proses
wawancara tersebut. Responden adalah orang yang diwawancarai. Responden
adalah orang yang diperkirakan menguasai data, informasi, ataupun fakta dari
suatu objek penelitian. Materi wawancara adalah persoalan yang ditanyakan
kepada responden, berkisar antara masalah dan tujuan penelitian.10
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan
9 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung:Alfabeta, 2012), hal 317.
10 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial &Ekomomi,(Jakarta:Kencana 2013), hal
134.
45
diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya
pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
Wawancara akan dilaksanakan di luar jam pelajaran seperti pada jam
istirahat agar tidak mengganggu proses (KBM) Kegiatan Belajar Mengajar.
Wawancara pertama dilakukan kepada kepala madrasah, kemudian wakil
kepala bidang kurikulum, guru bahasa Indonesia, serta 8 orang siswa dari
kelas VIII.
Daftar Pertanyaan Wawancara
Informan Daftar Pertanyaan
Kepala Sekolah (1 Orang) 1. Bagaimana kesiapan tenaga
pendidik dalam pelaksanaan
program literasi?
2. Sejak kapan program literasi
sekolah ini diterapkan?
3. Problematika apa saja yang
ditemukan dalam melaksanakan
program literasi ini?
4. Upaya apa yang dilakukan untuk
mengatasi problematika tersebut?
5. Apa saja bentuk keterlibatan
sekolah dalam mengatasi
problematika tersebut?
6. Bagaimana ketersediaan sarana
dan prasarana dalam mendukung
program literasi ini?
Wakil Kepala bidang Kurikulum (1
Orang)
1. Bagaimana kesiapan tenaga
pendidik dalam pelaksanaan
program literasi?
2. Sejak kapan program literasi
46
sekolah ini diterapkan?
3. Problematika apa saja yang
ditemukan dalam melaksanakan
program literasi ini?
4. Upaya apa yang dilakukan untuk
mengatasi problematika tersebut?
5. Apa saja bentuk keterlibatan
sekolah dalam mengatasi
problematika tersebut?
6. Bagaimana ketersediaan sarana
dan prasarana dalam mendukung
program literasi ini?
Guru (1 Orang) 1. Persiapan apa saja yang
dilakukan sebelum memulai
proses pembelajaran?
2. Sejak kapan program literasi
diterapkan di sekolah?
3. Apakah program literasi yang
diterapkan disekolah dapat
berjalan dengan baik?
4. Bagaimana kemampuan literasi
siswa pada kelas VIII?
5. Adakah problematika literasi
yang dialami oleh para siswa
kelas VIII?
6. Upaya apa yang dilakukan untuk
mengembangkan literasi pada
siswa?
7. Adakah program-program yang
dilakukan untuk meningkatkan
literasi siswa?
47
Siswa (8 Orang) 1. Bagaiman perasaan anda menjadi
siswa SMP Muhammadiyah 44
Pamulang?
2. Bagaimana suasana belajar di
kelas yang anda rasakan?
3. Bagaimana pendapat anda
mengenai pembelajaran bahasa
Indonesia?
4. Bagaimana pendapat anda
mengenai literasi dalam
pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia?
5. Apakah anda menyukai kegiatan
membaca dan menulis?
6. Apa manfaat yang anda rasakan
dari kegiatan literasi?
7. Apakah ada masalah dalam
proses pembelajaran bahasa
Indonesia?
8. Bagaimana cara guru dalam
menyampaikan pembelajaran
bahasa Indonesia?
Tabel 3.1. Instrumen Wawancara
3. Angket
Angket adalah salah satu teknik pengumpulan data yang berbentuk
kumpulan pertanyaan atau pernyataan.11
Pada penelitian ini, peneliti
mengajukan pernyataan sebanyak 20 item sebanyak 35 angket. Pada penelitian
angket akan digunakan untuk memperoleh data mengenai problematika serta
solusi program literasi siswa kelas VIII.
11
Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan,(Ciputat:Ciputat Press, 2006), hal 75.
48
Jenis angket yang digunakan pada penelitian ini adalah angket tertutup
yang disajikan dalam bentuk pernyataan dengan pilihan jawaban yang singkat
dalam bentuk skala Likert. Responden diminta untuk memilih salah satu dari
pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan apa yang mereka alami dan
rasakan. Pada penelitian ini, daftar rumusan angket dibuat oleh penulis dan
jawaban angket diberikan dalam bentuk skala Likert dengan empat kategori
yaitu:
1. SS (Sangat Setuju)
2. S (Setuju)
3. KS (Kurang Setuju)
4. TS (Tidak Setuju)
ANGKET LITERASI BAHASA INDONESIA UNTUK SISWA
Identitas Responden
Nama :
Kelas :
Petunjuk
1. Berilah tanda (√) pada salah satu pilihan yang kamu anggap sesuai dengan
keadaanmu yang sebenarnya.
2. Apapun jawaban yang kamu berikan tidak mempengaruhi nilai pelajaran
kamu di sekolah.
Keterangan
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju
49
NO PERNYATAAN JAWABAN
SS S KS TS
1. Pelajaran bahasa Indonesia sangat
menyenangkan
2. Saya bersemangat ketika belajar bahasa
Indonesia
3. Guru bahasa Indonesia mampu menciptakan
suasana belajar menjadi menyenangkan
4. Saya suka dengan program literasi yang
diterapkan di sekolah
5. Saya lebih senang membaca dibandingkan
pelajaran lainnya
6. Saya selalu memberikan pendapat tentang
buku yang saya baca.
7. Saya bersedia membaca di depan
kelas tanpa disuruh.
8. Setiap hari saya berupaya menyisihkan
waktu untuk membaca
9. Di waktu luang saya lebih suka membaca
daripada bermain
10. Membaca ketika mendapat tugas
11. Buku bacaan non-fiksi lebih menarik untuk
dibaca
12. Pada saat membaca, saya cenderung
mengabaikan kegiatan lain.
13. Fasilitas yang ada di sekolah sudah
menunjang kegiatan untuk membaca
14. Jika diadakan penghargaan saya akan
50
semangat membaca
15. Saya bosan dengan genre buku yang saya
baca.
16. Saya selalu ditunjuk guru untuk menjawab
pertanyaan yang berkaitan dengan isi
bacaan.
17. Saya tidak pernah merasa bosan membaca.
18. Saya hanya tertarik dengan buku-buku
tertentu.
19. Apabila ada teman yang memiliki buku
baru, saya akan meminjamnya.
20. Saya senang membaca di perpustakaan
karena bukunya beragam
Gambar 3.2. Instrumen Angket
Pada angket penelitian tersebut, data yang didapatkan penulis dapat dihitung
menggunakan rumus presentase, yaitu: P = F/N x 100%
Keterangan:
P = Angka Presentase
F = Frekuensi jawaban responden
N = Number of cases (Jumlah frekuensi/banyaknya responden)12
4. Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan
(life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang
12
Anas Sudijono,Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2008), hal. 43.
51
berbentuk gambar, misalnya foto. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Dalam hal dokumen Bogdan menyatakan “In most tradition of qualitative
research, the phrase personal document is used broadly to refer to any first
person narrative produced by an individual which describes his or her own
actions, experience and belief”.13
Menurut Bungin, teknik dokumentasi adalah salah satu metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sosial untuk menelusuri
data historis. Pengendalian sumber data lewat studi dokumen menjadi
pelengkap bagi proses penelitian kualitatif.14
Berdasarkan berbagai pengertian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa dokumen merupakan sumber data yang
digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis, film,
gambar (foto), dan karya-karya monumental, yang semuanya memberikan
informasi bagi proses penelitian.
E. Validitas Data
Dalam penelitian ini, untuk menjamin validitas data yang telah diperoleh,
peneliti menggunakan teknik triangulasi data. Tringulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.15
Peneliti dalam penelitian
kualitatif harus berusaha mendapatkan data yang valid (kredibel) untuk itu dalam
pengumpulan data peneliti perlu mengandalkan validitas data agar data yang
diperoleh tidak invalid (cacat).
Tringulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat kepercayaan
dan konsistensi data, serta bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis data di
lapangan. Tringulasi bukan bertujuan mencari kebenaran, tetapi meningkatkan
pemahaman peneliti terhadap data dan fakta yang dimiliki.16
Selain itu dalam
13
Op Cit, hal 329 14
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif (Teori dan Praktik), (Jakarta: Bumi
Aksara 2013), hal 177. 15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung:Alfabeta, 2012), hal 330. 16
Op Cit, hal 219.
52
triangulasi dapat ditemukan perbedaan informasi yang dapat merangsang
pemikiran peneliti lebih mendalam lagi. Penelitian ini menggunakan triangulasi
sumber dan triangulasi metode, yaitu sebagai berikut:
1. Tringulasi teknik, peneliti menggunakan teknik pengumplan data yang
berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.
Gambar 3.1.
Triangulasi Teknik, pengumpulan data (bermacam-macam cara pada
sumber yang sama)
2. Tringulasi sumber, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-
beda dengan teknik yang sama.
Gambar 3.2.
Tringulasi Sumber, pengumpulan data (satu teknik pengumpulan data pada
bermacam-macam sumber data)17
17
Op Cit, hal 331.
Observasi
Wawancara
Dokumentasi
Sumber data
sama
Wawancara
A
B
C
Angket
53
Teknik trianglasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber, berarti membandingkan
dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda, dalam hal ini akan diperoleh dengan jalan:
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b) Membandingkan apa yang dikatakan guru dengan apa yang dikatakan
siswa
c) Membandingkan data hasil wawancara dengan data angket
d) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
F. Teknik Analisis Data
Setelah data-data terkumpul, selanjutnya dianalisis. Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan deskriptif yaitu dengan
menganalisis melalui pemikiran yang logis, teliti dan sistematis sehingga
menghasilkan kesimpulan yang tepat.
Bogdan menyatakan bahwa, analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya
dapat diinformasikan untuk orang lain. Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan yang akan diceritakan kepada orang lain.18
Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis interaktif dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan
setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat
wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai.. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam
18
Ibid, hal 334.
54
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh.19
2. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan membuang yang tidak perlu.
Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran lebih jelas dan
memudahkan untuk melakukan pengumpulan data.20
Reduksi data dalam tahap akhir, di mana peneliti membuat catatan-
catatan lapangan yang didasarkan pada fokus penelitian. Suatu bentuk
ringkasan amat penting dan diperlukan bagi peneliti untuk menggambarkan
temuan awal, yang ditandai dengan kode-kode tertentu.
3. Penyajian Data
Penyajian data merupakan upaya peneliti untuk menyajikan data
sebagai suatu informasi yang memungkinkan untuk mengambil kesimpulan.21
Peneliti menyajikan data melalui uraian singkat yang bersifat naratif atau
ringkasan dari data yang telah direduksi untuk mendapatkan suatu kesimpulan.
Pada tahap ini merupakan upaya untuk merakit kembali semua data yang
diperoleh dari lapangan selama kegiatan berlangsung.
4. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Kegiatan penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan
analisis data pada tahap yang terakhir.22
Pada tahap ini peneliti bermaksud
mencari makna data yang dikumpulkan dengan mencari pola hubungan,
kejadian sebab akibat, persamaan atau perbedaan, susunan deskripsi kata-kata
dan kalimat yang dikumpulkan melalui wawancara, deskripsi hasil interpretasi
dari observasi, hasil dokumentasi, disusun secara teratur. Dari kegiatan ini
dibuat kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya masih terbuka, kemudian menuju
19
Ibid,hal 337. 20
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung:Alfabeta, 2012), hal 338. 21
Ibid,hal 341. 22
Ibid, hal 345.
55
ke yang spesifik/rinci. Kesimpulan akhirnya diharapkan dapat diperoleh
setelah pengumpulan data selesai.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak
karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di
lapangan.23
Dari keempat tahapan analisis data tersebut, maka dapat digambarkan
alur analisis data dengan menggunakan model interaktif sebagai berikut:
Gambar 3.3.
Alur analisis data model interaktif (Miles dan Huberman)24
23
Ibid, hal 345. 24
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif (Teori dan Praktik), (Jakarta: Bumi
Aksara 2013), hal 211.
Pengumpulan
Data
Reduksi Data Penyajian Data
Penarikan
Simpulan
56
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
1. Identitas Sekolah
Nama Sekolah : SMP Muhammadiyah 44
NSS/NDS : 2022803002/20603578
Nomor/tgl izin berdiri : 204/102.Kep/E/84
Terakreditasi : “A”
Penyelenggara : PCM Pamulang
Alamat lengkap sekolah : Jalan Dokter Setiabudi No.40 Pamulang –
Tangerang selatan – Banten, Kode Pos: 15417.
No. Telp: 021.7401355.
Website: tingali/smpmuhammadiyah44.
Email: [email protected].
2. Kepala Sekolah
Nama lengkap (gelar) : Taufiqurrahman, SE
Tempat/tgl lahir : Tangerang, 27 Agustus 1963
NBM/KTAM : 1104687
Pendidikan terakhir : S1
No. SK Pengangkatan : 105/KEP/II.4/F/2013
Tanggal Pengangkatan : 18 Nopember 2013
Tanggal Kadaluarsa SK : 18 Nopember 2107
Penerbit SK : PDM Kota Tangerang selatan
Pelatihan yang diikuti :
a. Pelatihan Kurikulum 2013, di SMP Negeri 11 Kota Tangerang
Selatan (2014)
b. Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), di Malang
tanggal 30 Nopember – 06 Desember 2016
c. DIKSUSPALA, Maret 2017, oleh PDM Kota Tangsel
57
3. Visi, Misi, Tujuan Sekolah
a. Visi Sekolah
“TERCIPTANYA SEKOLAH YANG ISLAMI, KREATIF DAN
BERPRESTASI”
b. Misi Sekolah
a. Menciptakan proses belajar yang seimbang antara “Ilmu Amaliyah dan
Amal Ilmiyah”
b. Menciptakan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia bagi seluruh
warga sekolah dengan sistem pembelajaran Agama Islam terpadu
c. Menciptakan suasana sekolah yang kondusif dalam mendukung
terselenggaranya seluruh aktivitas sekolah
d. Mengedepankan kerjasama dalam menyelesaikan tugas-tugas dan
keguruan
e. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara intensif, inovatif
dan efektif dalam memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki
peserta didik.
f. Mengembangkan sikap aktif serta budaya kompetitif dalam menunjang
prestasi akademik
g. Menunmbuhkembangkan bakat dan prestasi olahraga, seni dan budaya
h. Menciptakan sekolah yang ramah anak dengan budaya 4S (senyum,
salam, sapa, dan saying
i. Menciptakan sekolah yang bersih, indah, teratur dan menyenangkan
j. Menciptakan suasana sekolah yang perduli terhadap pelestarian
lingkungan alam sekitar, sehingga mampu meminimalisir terhadap
terjadinya kerusakan.
c. Tujuan Sekolah
a. Tercapainya tingkat kelulusan 100% dengan rata-rata nilai minimal 7,0
b. Meningkatnya prosentase lulusan yang diterima di sekolah negeri
(SMA/SMK/MA) sekurangnya 60 % dari lulusan
c. Menjuarai berbagai kompetisi OSN, O2SN, FLS2N dan lain-lain
d. Terlaksananya program Taddarus Alqur‟an oleh siswa
58
e. Terlaksananya program berbagai kegiatan keagamaan seperti:
Bimbingan Baca Tulis Alqur‟an (BTQ), Pesantren Kilat Ramadhan,
Sholat Dzhuhur/Jum‟at/Ashar berjamaah, dan Peringatan Hari-Hari
Besar Keagamaan
f. Terlaksanya kegiatan yang berorientasi kepada jiwa Nasionalisme
siswa seperti peringatan HUT RI, bulan bahasa, Paskibra, Upacara
bendera dan sebagainya.
g. Terlaksananya program 7K (Keamanan, Ketertiban, Keindahan,
Kebersihan, Kenyamanan, Kerindangan, Kekeluargaan) sehingga
sekolah menjadi kondusif
h. Terlaksananya program 4S (senyum, salam, sapa, dan saying)
i. Terlaksananya pelayanan yang optimal kepada semua fihak yang
memerlukan berdasarkan SAS (Sistem Administrasi Sekolah)
j. Tersedianya media pembelajaran standar yang diperlukan.
k. Terjalinnya kerjasama antar warga/keluarga besar sekolah dan
masyarakat lingkungan sekitar
l. Terciptanya lingkungan sekolah yang bersih, indah, teratur dan
menyenangkan
m. Terciptanya pembiasaan bahwa setiap kegiatan apapun tidak dimulai
terlebih dahulu sebelum tempatnya bersih, dan dibersihkan kembali
setelah kegiatan berakhir
n. Terciptanya sekolah yang perduli terhadap lingkungan sekitar,
sehingga dapat meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan.
4. Sarana dan Prasarana
1. Ruangan
NO KETERANGAN JUMLAH LUAS (M2)
1 Ruang Kelas 10 63
2 Ruang Guru 1 63
3 Ruang kepala Sekolah 1 25
59
4 Ruang Lab Komputer 1 25
5 Ruang Perpustakaan 1 15
6 Ruang Lab Bahasa 1 25
Tabel 4.1. Sarana ruangan SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang
2. Peralatan
NO NAMA ALAT JUMLAH KONDISI
1 Komputer 25 3 PC Rusak
2 LCD 2 Baik
3 Alat Olahraga 10 Baik
4 AC 5 Baik
Tabel 4.2. Sarana Peralatan SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang
3. Buku
JENIS BUKU JUMLAH JUDUL JUMLAH EKSEMPLAR
BUKU TEKS
PELAJARAN
15 1.895
BUKU FIKSI 273 546
BUKU NON FIKSI 134 268
BUKU
KEAGAMAAN
5 470
JUMLAH 427 2.679
Tabel 4.3. Sarana buku SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang
60
5. FAKTOR PENDUKUNG SEKOLAH
Kepemilikan Tanah : Milik Yayasan
Status Tanah : Wakaf
Luas Lahan/Tanah : 3.625 m²
Luas Tanah Terbangun : 1.625 m²
Luas Tanah Siap Bangun : 2.000 m²
B. Pembahasan dan Hasil penelitian
1. Hasil Pengamatan Proses Belajar Mengajar di Kelas VIII-2
Kegiatan mengamati proses belajar siswa dilakukan pada tanggal
27-28 November 2017. Pengamatan yang dilakukan hanya melihat
guru mengajar dan mengetahui proses pembelajaran bahasa dan Sastra
Indonesia khususnya pada program literasi. Berikut adalah uraian hasil
pengamatan pada tanggal 27 November 2017:
1) Siswa terlihat kurang bersemangat dalam mata pelajaran
bahasa dan Sastra Indonesia
2) Guru lebih berperan aktif dibandingkan dengan siswanya
3) Siswa malu-malu mengajukan pertanyaan
4) Suasana belajar di kelas kurang kondusif
Pengamatan selanjutnya dilakukan pada tanggal 28 November
2017 ketika pada pertemuan sebelumnya guru menugaskan pekerjaan
rumah untuk membaca suatu artikel dan dapat menjelaskan isi dari
artikel tersebut dan diberikan nilai tambahan bagi yang berani dan
benar menjelaskan isi artikel tersebut. Berikut adalah uraian hasil
pengamatan pada tanggal 28 November 2017:
1) Siswa mulai terlihat bersemangat belajara bahasa dan Sastra
Indonesia
2) Siswa lebih berperan aktif
61
3) Siswa lebih berani mengajukan pertanyaan
4) Suasana belajar terlihat kondusif dan menyenangkan
2. Hasil Wawancara
a. Problematika Program Literasi
Menurut Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 menyatakan
perlunya sekolah menyisihkan waktu secara berkala untuk pembiasaan
membaca sebagai bagian dari penumbuhan budi pekerti, akan tetapi realita
yang terjadi belum semua sekolah menerapkan kegiatan budaya membaca
atau kegiatan literasi. Adapun sekolah yang sudah menerapkan tetapi
belum terlaksana secara optimal. Senada dengan hal tersebut kepala
sekolah dan wakil kepala bidang kurikulum menjelaskan awal program
literasi dilaksanakan pada sekolah SMP Muhammadiyah 44 Pamulang.
(wawancara kepala SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang, Kamis 30
November, 2017) beliau mengatakan:
“diawali dulu ya sedikit, untuk program literasi itu memang
kita awali, kita mulai dari raker, raker tahun ajaran baru 2017/2018
bulan Juli yang lalu, nah itu kita sudah menetapkan bahwa di SMP
Muhammadiyah 44 Insyaallah akan melaksanakan program
literasi. Jadi, kalau ditanyakan kapan dimulainya, launchingnya itu
memang bulan Juli, Juli 2017 dan alhamdulillah sekarang sudah
mulai berjalan memang walaupun tadi dikatakan belum maksimal
benar gitu. Nah, biasanya literasi itu dilaksanakan ketika ada jam-
jam kosong gitu, ada jam-jam kosong karena guru tidak hadir atau
gimana daripada mereka gak ada kegiatan dan sebagainya,
biasanya mereka diperintahkan untuk mengunjungi perpustakaan.
Nah, kebetulan di bulan September buku-buku literasi itu buku-
buku bacaan pengayaan bagi anak-anak itu sudah ada, sudah dapet
walaupun sebetulnya program literasi itu tidak tergantung dengan
buku-buku baru, karena itu buku-buku lama ada juga, di koran juga
ada, di internet juga kan ada seperti itu. Jadi kita launching mulai
bulan Juli 2017. Seperti itu.”
Literasi di SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang barulah diterapkan
pada tahun ajaran 2017/2018 bulan Juli dan programnya sudah mulai
dijalankan meskipun belum optimal. Siswa diajak ke perpustakaan dan
program ini dilaksanakan selama 15 menit baik di awal jam pelajaran,
pertengahan jam pelajaran, maupun akhir jam pelajaran, program ini
62
dilaksanakan pada jam-jam kosong atau pun pada kesempatan waktu yang
ada. Buku-buku literasinya pun sudah tersedia. Lebih lanjut dengan
pertanyaan yang sama mengenai awal kegiatan literasi di sekolah tersebut
wakil kepala sekolah bidang kurikulum (wawancara Kamis,30
November,2017) beliau mengatakan:
“Literasi Alhamdulillah sudah dilaksanakan meskipun
belum 100% karena memang baru dilaksanakan pada tahun ajaran
2017/2018 ini, dan buku- buku yang ada di kelas pun baru sedikit.
Kepala sekolah memang sudah menyiapkan buku-buku baru tetapi
kita masih takut menggunakannya dan sayang-sayang karena buku-
buku yang ada saja sudah terlihat rusak apalagi jika semua buku
dikeluarkan, kendala ini karena belum adanya tempat penyimpanan
buku yang baik. Untuk literasi minimal 60% sampai 70% sudah
berjalan meskipun belum maksimal. Di semua kelas tersedia buku-
buku meskipun hanya 10-15 buku, dan literasi ini dilakukan 15
menit sebelum pelajaran dimulai, atau pada jam-jam kosong ketika
kelas tidak diisi oleh guru. Pada intinya literasi itu hanya untuk
reflektif bagi siswa agar tidak jenuh dalam pembelajaran.”
Argumen yang dikemukakan oleh wakil kepala sekolah sama
dengan argumen yang dikemukakan dengan kepala sekolah bahwa literasi
di SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang dimulai dari tahun ajaran
2017/2018 dan sudah dilaksanakan sejak bulan Juli. Program literasi ini
juga didukung dengan disediakannya perpustakaan mini dalam kelas, akan
tetapi wakil kepala sekolah enggan memberikan buku-buku yang telah
disediakan kepala sekolah dari bantuan pemerintah dengan alasan takut
buku-bukunya rusak karena belum tersedianya tempat penyimpanan buku
yang baik.
Pada kesempatan yang sama Guru Bahasa Indonesia juga
menjawab mengenai awal program literasi diterapkan di sekolah tersebut.
(wawancara Kamis, 30 November, 2017) beliau mengatakan:
“Literasi memang sudah diterapkan di sekolah ini mulai
dari tahun ajaran ini yaitu tahun ajaran 2016/2017. Program ini
dilakukan mulai dari siswa yang diperintahkan untuk membawa 1
buku untuk dibuatkan perpustakaan mini di dalam kelas. Biasanya
siswa bertukar buku untuk dibaca dan kemudian dipresentasikan di
63
kelas, dan kebanyakan buku-buku yang dibawa yaitu buku fiksi
seperti cerpen, novel, dan ada juga komik”.
Program literasi di SMP Muhammadiyah 44 Pamulang mulai
dilaksanakan pada bulan Juli 2017 sebagai bentuk wajib yang
diperintahkan oleh pemerintah. Meskipun belum terlaksana secara optimal
tetapi program ini terus dijalankan seperti menyisihkan waktu 15 menit
untuk membaca dan terus mengumpulkan buku bacaan.
Program literasi harus pula disadarkan pada siswa agar mereka
mengetahui manfaat dan tujuan adanya literasi. Pada kesempatan ini
peneliti melakukan wawancara kepada siswa untuk mengetahui
pemahaman siswa mengenai literasi. (Wawancara, Kamis 30 Novemebr
2017 pada siswa kelas VIII yang bernama Pinhan Fatoni) ia mengatakan”
“Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia mengenai literasi,
pembelajarannya cukup menyenangkan karena di situ kita bisa menangkap
informasi yang dibaca. Pembelajaran literasi juga dilaksanakan lebih teliti jadi
lebih mudah dipahami.”
Siswa sudah mulai gemar kegiatan literasi karena ia merasa mendapat
informasi baru dari bacaan yang dibaca olehnya ataupun temannya. Kegiatan
literasi dilaksanakan dengan cara bertukar pikiran sesama teman sehingga buku
yang dibaca dapat lebih mudah dipahami.
Pada kesempatan yang sama peneliti menanyakan mengenai kegemaran
siswa dalam membaca dan menulis. Saat mereka ditanyakan “Apakah kamu
menyukai kegiatan membaca dan menulis?” mereka mengatakan “Ya, karena
dengan membaca kita dapat mengetahui banyak hal. Membaca dalam kegiatan
literasi juga biasanya membaca selain buku pelajaran jadi lebih menarik seperti
membaca novel, cerpen, dan komik.
Penjelasan yang telah dijabarkan tersebut sudah memaparkan mengenai
awal program literasi dan pengetahuan awal mengenai literasi tersebut. Meskipun
gerakan literasi ini baru diterapkan tetapi sudah disambut baik oleh pihak sekolah
64
SMP Muhammadiyah 44 Pamulang dan berharap agar berjalan dengan baik dan
mampu mencapai tujuan yang diharapkan dari program literasi.
Gerakan literasi diatur Undang-undang mulai dari tahun 2015 dan wajib
diterapkan di sekolah, akan tetapi masih banyak sekolah yang belum bergerak
melaksanakan gerakan tersebut karena dianggap belum adanya kesiapan. Ada
sekolah yang sudah menerapkan tetapi belum berjalan secara maksimal karena
adanya kendala tersebut dan kurangnya kesadaran dalam gerakan literasi.
Pada saat ditanyakan mengenai kesiapan tenaga pendidik dalam
pelaksanaan gerakan literasi, nampaknya memang kurang kesadaran tenaga
pendidik memberikan motivasi dalam kegiatan literasi, mereka menganggap
literasi ini hanya sebagai kegiatan tambahan untuk merefleksi siswa. Hal ini
dinyatakan oleh kepala sekolah mengenai kesiapan tenaga pendidik dalam
pelaksanaan kegiatan literasi. (Wawancara, Kamis 30 November, 2017) beliau
mengatakan:
“Kalau dibikin kesiapan tuh nampaknya baru 60% yaa tenaga
pendidik kita yang sadar untuk memberikan motivasi kepada anak-anak
pentingnya membaca, sehingga artinya masih banyak kendalanya,
kendalanya sepertinya di guru, mereka kurang memberikan dorongan
motivasi, semangat untuk melakukan literasi. Padahal sebetulnya setiap
belajar setiap mata pelajaran pun bisa dimasukkan unsur literasi dulu yaa
sebetulnya yang terkait dengan pelajaran itu, dan saya lihat sekitarnya
60% lah baru yang sudah melaksanakan.”
Kesiapan guru dalam memberikan kesadaran literasi nampaknya baru
60%, artinya masih butuh kesadaran yang lebih serius untuk memotivasi dan
membangun kesadaran literasi pada siswa.
Lebih lanjut wakil kepala memberikan jawaban atas pertanyaan yang sama
mengenai kesiapan tenaga pendidik. (Wawancara, Kamis 30 November 2017)
beliau mengatakan:
“kesiapan guru Alhamdulillah sepertinya memiliki kesiapan yang
bagus, meskipun masih ada juga guru yang belum terlalu paham mengenai
program literasi ini karena memang baru diterapkan. Akan tetapi untuk
65
pelajaran bahasa Indonesia sendiri nampaknya sudah memiliki kesediaan
seperti diadakannya laporan-laporan bacaan yang telah dilakukan siswa.”
Kesiapan dalam program literasi ini nampaknya belum optimal, kurangnya
sosialisasi program literasi kepada guru dan kurangnya kesadaran guru sebagai
motivator utama di sekolah. Guru merupakan sosok yang sangat menentukan
keberhasilan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Guru yang berkualitas akan
sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran di kelas. Peranan guru memiliki
posisi sentral dalam proses pembelajaran. Ada tiga faktor yang mempengaruhi
implementasi kurikulum dalam hal ini keberhasilan guru dalam kegiatan proses
belajar mengajar, yaitu dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru,
dan dukungan dari dalam guru itu sendiri.
Sesuai dengan yang dinyatakan oleh wakil kepala mengenai kesiapan guru
bahasa Indonesia dalam pelaksanaan literasi, guru menjelaskan kesiapannya
dalam program literasi (Wawancara, Kamis 30 November 2017) beliau
mengatakan:
“Nah, untuk pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 8 setiap awal
kegiatan proses pembelajaran biasanya anak diminta untuk melakukan
kegiatan membaca. Hanya, karena memang kegiatan membaca itu
bervariasi. Anak tidak selalu siap dengan kegiatan bahan bacaan yang
mereka gunakan. Emm... kita menggunakan sistem „teacher center’. Di
sini guru yang membacakan sebuah informasi, kemudian melakukan
kegiatan tanya jawab dengan siswa berkaitan dengan materi apa yang
disampaikan dari kegiatan membaca yang mereka simak itu.
Mengapa saya menggunakan „teacher center‟ di situ? Karena satu,
mereka tidak selalu membawa walaupun buku ada di sekolah. Mereka
itu membawa, setiap siswa itu satu buku.”
Metode yang digunakan guru masih bersifat konvensional yaitu dengan
metode tanya-jawab. Siswa hanya terpaku dari apa yang dilakukan oleh guru
sehingga mereka terlihat pasif, seharusnya siswa yang lebih berperan aktif dalam
proses belajar agar siswa mampu mengutarakan kepribadian dan kemampuannya.
Mengenai pembelajaran bahasa Indonesia yang biasanya dianggap
membosankan oleh para siswa, seharusnya guru mampu menciptakan ruang kelas
bahasa yang kreatif dan berinovatif. Saat ditanyakan mengenai keadaan
66
pembelajaran bahasa Indonesia, siswa mengatakan membutuhkan ruang kelas
yang tidak membosankan. (Wawancara, Kamis 30 November 2017 kelas VIII
yang bernama Kesya Mahelia) ia mengatakan:
“terkadang bosen mendengarkan penjelasan guru terus karena saya
lebih suka maju ke depan kelas karena itu lebih seru dan tidak bikin
ngantuk.
Kadang menyenangkan saat mengadakan permainan mengenai materi
pelajaran, dilanjutkan penjelasan dan latihan. Tetapi kebanyakan guru
yang ngomong di depan kelas dan menulis materi di papan tulis dan
sedikit melakukan tanya jawab.”
Pembelajaran bahasa Indonesia memang dianggap membosankan oleh
kebanyakan siswa karena mungkin memang faktor guru yang belum mampu
menerapkan strategi Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Menyenangkan Gembira
dan Berbobot (PAIKEM GEMBROT) di ruang kelas. Akan tetapi semua ini
bukanlah kesalahan sepihak yang terjadi pada guru, kendala atau problematika ini
juga dapat terjadi pada siswa dan sistem kurikulum. Lebih lanjut dijelaskan
mengenai problematika dari literasi pada pembelajaran bahasa Indonesia yang
dijelaskan oleh Wakil Kepala Sekolah (Wawancara, Kamis 30 November 2017)
beliau mengatakan:
“Sebenarnya kalau membicarakan problematika itu pasti ada saja,
mulai dari guru yang kesulitan menghadapi siswa yang diuji dengan
kenakalan siswa sehingga membuat goyah kesabaran. Kedua dari
rendahnya minat membaca siswa, siswa tidak akan membaca bila ia tidak
diperintahkan, padahal literasi ini sebagai bentuk refleksi yang dapat
dilakukan dengan senang hati agar informasi yang diperoleh dapat
tersampaikan. Ketiga mengenai kurikulum, baru mulai memahami tetapi
berubah lagi, begitu seterusnya. Seperti pada tahun 2016 kemarin yang
mulai menerapkan kurikulum 2013 dengan format yang berbeda dengan
sekarang dan disulitkan dengan penilaian. Teori pembelajaran dan model-
model pembelajaran yang harus dilakukan itu sangat berbeda dengan
praktek yang dilakukan di kelas. Pada kurikulum ini juga disarankan
menerapkan cara belajar yang efektif dengan jumlah minim siswa 25 lebih
kurang 25 orang per kelas, tetapi hal ini sangat sulit diterapkan apalagi di
sekolah swasta yang biasanya 1 kelas bisa mencapai 35 sampai 40 siswa
dengan proses KBM yang dimulai dari jam 06.30 sampai waktu ashar,
dengan jam belajar efektif yang dimulai dari jam 07.00 sampai 14.20.”
67
Menurut wakil kepala sekolah, problematika literasi yang dihadapi terletak
dari siswa dan kurikulum. Kenakalan siswa yang membuat goyah kesabaran guru
dalam menyampaikan, menjadi seorang guru haruslah mempunyai kesabaran yang
besar karena dalam kelas ia tidak hanya menghadapi 1 atau 2 orang siswa saja
tetapi 35 sampai 40 siswa dan menjadi guru haruslah memiliki keikhlasan agar
ilmu yang disampaikan dapat tersalurkan. Selain mengenai kenakalan siswa,
rendahnya minat membaca siswa juga menjadi problematika literasi, siswa tidak
akan bergerak membaca apalagi menulis jika tidak diberikan tugas dan paksaan.
Kurikum yang terus direvisi juga menjadi problematika literasi karena sistem
aturan dan program-program yang terus diubah dan direvisi.
Guru sendiri menjelaskan mengenai problematika literasi dalam
pembelajaran bahasa Indonesia, ia mengatakan bahwa problematika ini
sebenarnya masalah bagi semua pihak yang terkait. (Wawancara, Kami 30
November 2017) beliau mengatakan:
“Nah, ini adalah satu pr sebetulnya, satu pr baik untuk guru, untuk
pemerintah, untuk sekolah juga karena ini kalau menurut saya ini bukan
tanggung jawab guru saja. Berkaitan literasi ini harus semua pihak
mendukung dari mulai guru, sekolah, pemerintah daerah, pemerintah
pusat, sekalipun gitukan? Daerah di sini berkaitan dengan kota kabupaten
atau pemerintah pusat lingkupnya provinsi gitu ya, itu harus punya
peranan karena kalau hanya dari satu elemen saja itu tidak bisa mencapai
target yang di tetapkan.”
Guru bahasa Indonesia mengemukakan bahwa literasi ini merupakan
tanggung jawab bagi semua pihak yang terkait seperti guru, sekolah, pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah agar literasi dapat terlaksana dengan baik dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya beliau menambahkan:
“Anak itu lebih senang melihat daripada disuruh membaca, jadi
sebenarnya kesadaran membaca ini harus sudah dibina sejak usia dini dan
orang tua pun harus ikut berperan aktif dalam pengembangan membaca
pada anak. Seharusnya untuk lebih disadarkan lagi bahwa membaca
merupakan perintah Allah yang utama yaitu iqra.”
68
Saat ditanyakan mengenai antara kegemaran membaca atau menulis, siswa
lebih memilih menulis, berikut jawaban (wawancara Kamis 30 November pada
siswa kelas VIII yang bernama Kholif) ia mengatakan:
“Kalau ditanyakan lebih memilih membaca atau menulis
sepertinya lebih enak menulis karena bisa mengekspresikan diri dan
mengarang bebas, ketimbang membaca yang bikin lelah dan ngantuk.”
Pernyataan siswa tersebut juga menunjukkan bahwa rendahnya minat
membaca, mereka lebih memilih kegiatan menulis dibandingkan dengan
membaca. Padahal mahir menulis adalah lanjutan dari kegiatan membaca karenga
dengan membaca mereka dapat inspirasi untuk menulis. Mereka menganggap
bahwa membaca suatu hal yang membosankan dan melelahkan dibandingkan
dengan menulis yang dapat dilakukan dengan sesuka hati.
Selain pendapat guru dan wakil Kepala Sekolah, siswa juga mengeluhkan
problematika literasi yang terjadi yaitu mengenai ketersediaan buku dan cara guru
yang kurang menarik. (Wawancara Kamis 30 November pada kelas VIII-2 yang
bernama Shifana) ia mengatakan:
“kegiatan literasi yang ada sepertinya masih seperti itu saja, baca-
baca buku yang ada di dalam kelas, bertukar dengan teman, tetapi bosan
karena bukunya sama. Mungkin literasi akan lebih menarik pada
pembelajaran bahasa Indonesia jika dilakukan dengan game, tidak hanya
mendengarkan penjelasan dan diberikan tugas.”
Siswa menginginkan buku yang tersedia lebih beragam agar mereka lebih
banyak membaca. Selain buku yang menarik mereka juga menginkan agar
pelajaran bahasa Indonesia dilakukan dengan cara yang tidak membosankan
seperti diadakannya game diselang pelajaran.
Pemaparan tersebut menjelaskan mengenai problematika yang terjadi pada
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yaitu terjadi karena rendahnya minat
membaca siswa dan kurang tepatnya strategi yang diterapkan oleh guru serta
kurikulum yang terus berubah. Adapun problematika program literasi yang terjadi
di sekolah Muhammadiyyah 44 Pamulang ini dijelaskan oleh Kepala Sekolah
(wawancara Kamis, 30 November 2017), beliau mengatakan:
69
“Siswa itu tergantung gurunya, anak itu kalau tidak dipaksa
membaca ya tidak akan membaca. Jadi guru itu harus mampu memotivasi
secara ekstra kepada siswa agar mereka menjadi terbiasa dan tidak merasa
beban.”
Pernyataan kepala sekolah kembali menuntut guru, siswa itu tergantung
dengan apa yang dilakukan oleh gururnya. Guru dituntut untuk lebih ekstra
memotivas agar siswa termotivasi membaca dan mencintai buku dalam arti terus
mencari informai dari bacaan. Selanjutnya beliau menambahkan mengenai
ketersediaan buku-buku untuk program literasi di sekolah SMP Muhammadiyyah
44 Pamulang:
“mengenai ketersediaan buku Insyaallah sudah memenuhi
persyaratan. Buku-buku itu terdiri dari bacaan-bacaan yang edukatif, baik
itu buku cerita fiksi dan non-fiksi itu ada, lengkap dan jika digiring,
dituntun anak-anak, insyaallah itu sebetulnya sudah memenuhi
persyaratan.”
Kepala sekolah sudah memfasilitasi dalam bentuk ketersediaan buku yang
terdiri dari buku fiksi dan non fiksi yang dapat dimanfaatkan untuk siswa.
Berbeda dengan pendapat Kepala Sekolah, wakil Kepala Sekolah menganggap
bahwa ketersediaan buku menjadi problematika dalam program literasi
(Wawancara Kamis, 30 November 2017), beliau mengatakan:
“Problematika pertama yaitu pada ketersediaan buku yang belum
juga ada, saya juga belum tahu apakah buku yang diberikan kepala sekolah
itu adalah buku sekolah atau bantuan dari pemerintah pusat dan buku-buku
itupun memang juga belum dipergunakan. Kendala berikutnya yaitu pada
tempat penyimpanan buku yang belum tersedia, dan kendala selanjutnya
pada sisi keamanan buku yang dirusak oleh siswa yang tidak dapat
menjaga dan merawat buku-buku.”
Pernyataan bertolak belakang dinyatakan oleh wakil kepala sekolah bahwa
belum adanya ketersediaan buku. Beliau juga menambahkan mengenai program
literasi yang sedang berlangsung:
“Menurut saya karena literasi itu hanya sebagai bentuk reflektif
jadi tidak dijadikan tolok ukur pada siswa. Kemampuan baca sampai saat
ini Alhamdulillah 40%-50% itu sudah dikatakan lumayan, meskipun telah
70
dikatakan bahwa membaca pada masa kini tidak harus dari buku tetapi
juga dapat dilakukan pada media digital seperti pada gawai yang dapat
membaca ebook. Dan karena program ini juga baru diterapkan jadi
pembiasaan ini juga belum dapat terlihat jelas problematikanya.”
Mengenai ketersediaan buku, kepala sekolah dan wakil kepala berbicara
yang berbeda, kepala sekolah mengatakan jika buku-buku literasi sudah tersedia
dan siap untuk digunakan, akan tetapi wakil kepala menganggap bahwa
ketersedian buku belum kunjung ada, yang ada hanyalah buku sekolah dan buku
bawaan siswa. Problematika lain yang diakui oleh wakil kepala ialah bahwa buku-
buku baru belum dipergunakan karena takut rusak mengingat sisi keamanan yang
rendah.
b. Solusi Program Literasi
Guna mengoptimalkan kegiatan literasi pada umumnya diperlukan
berbagai upaya sebagai solusi untuk mengatasi problematika yang ada. Upaya ini
haruslah dilakukan pada semua pihak yang terkait. Penumbuhkembangan budaya
literasi harus dilakukan secara sistematis (terencana, terus-menerus, dan dapat
dievaluasi) dengan menggunakan metode yang efektif dan efisien. Upaya itu
harus ditempatkan secara tidak terpisahkan dengan aktivitas berbagai sektor
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, upaya menumbuhkan budaya literasi
merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen atau eksponen
masyarakat, mulai dari institusi sosial paling kecil (rumah tangga) sampai ke
institusi paling besar (pemerintah), seperti yang ditegaskan oleh Guru bahasa
Indonesia SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang (wawancara Kamis 30 November,
2017)
“Nah, ini adalah satu pr sebetulnya, satu pr baik untuk guru, untuk
pemerintah, untuk sekolah juga karena ini kalau menurut saya bukan
tanggung jawab guru saja. Berkaitan literasi ini harus semua pihak
mendukung dari mulai guru, sekolah, pemerintah daerah, pemerintah
pusat, sekalipun. Daerah di sini berkaitan dengan kota kabupaten atau
pemerintah pusat lingkupnya provinsi gitu ya, itu harus punya peranan
karena kalau hanya dari satu elemen saja itu tidak bisa mencapai target
yang di tetapkan.”
71
Adapun upaya yang dilakukan sekolah menurut Kepala Sekolah SMP
Muhammadiyyah 44 Pamulang, dengan cara membenahi gurunya terlebih dahulu
karena guru merupakan panutan dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar. Guru
merupakan pemeran utama kegiatan pembelajaran yang berinteraksi langsung
dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Berhasil tidaknya upaya
peningkatan kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh kemampuan yang ada
pada guru dalam mengemban tugas pokok sebagai pengelola kegiatan
pembelajaran di kelas. Pentingnya peranan guru maka sudah sepatutnya guru
memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan profesi. (wawancara Kepala
Sekolah Kamis, 30 November, 2017):
“Saya memberikan bimbingan kepada guru-guru. Kita di sini ada
sebulan sekali evaluasi kegiatan-kegiatan sekolah, KBM dan sebagainya
itu di antaranya selalu saya bahas tentang literasi, memberikan dorongan
kepada guru agar mengawal, dikawal kegiatan literasi ini, yang dinamakan
dengan pembiasaan. Pembiasaan di sini banyak, ada pembiasaan tahfidz
qur‟an, shalat berjamaah, shalat dhuha, termasuk literasi didalamnya. Itu
sering kita berikan dorongan kepada guru, kita motivasi, kita panggil agar
mengawal kegiatan ini.”
Bentuk upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah yaitu dengan
mengadakannya bimbingan kepada guru yang dilakukan setiap bulan untuk terus
mengawal kegiatan „pembiasaan‟ dan literasi termasuk dalam kegiatan
pembiasaan itu. Guru ditugaskan untuk terus memotivasi agar siswa lebih
mencintai buku dan bacaan agar pengetahuan mereka lebih luas.
Pada kesempatan yang sama beliau menambahkan:
“Sebetulnya setiap guru dalam mengajar berupaya semaksimal
mungkin menerapkan (PAIKEM) Pembelajaran yang Aktif, Inovatif,
Kreatif dan Menyenangkan dan juga mencoba melakukan penataan kelas
secara menarik dan atraktif, metode belajar yang tidak monoton,
kurangnya kreasi dan inovasi sehingga anak-anak tidak bosan belajar di
kelasnya, akan tetapi terkadang semua itu tidak sesuai dengan kenyataan
di kelas yang harus mempunyai bekal kesabaran ekstra dalam menghadapi
siswa dengan karakter berbeda. Upaya utama yang saya lakukan ini
ditujukan untuk gurunya terlebih dahulu untuk mampu menghadapi situasi
kelas serta terus memotivasi siswa untuk lebih giat lagi dalam membaca
atau berliterasi karena membaca akan mampu mengubah diri mereka.”
72
Guru selalu berusaha semaksimal mungkin dalam hal mendidik akan tetapi
semua yang diharapkan terkadang tidak sesuai dengan realitas yang dihadapi
dikelas, itulah sebabnya bimbingan untuk para guru pun penting untuk dilakukan
agar guru mampu menghadapi situasi kelas dalam keadaan apa pun.
Beliau menambahkan:
“bentuk upaya dalam program literasi ini yaitu dengan
diadakannya perpustakaan mini dalam kelas yang diharapkan mampu
menjadi bahan bacaan bagi para siswa. Serta diadakannya lomba-lomba
pada bulan bahasa seperti lomba membaca puisi agar siswa lebih
terdorong lagi dalam belajar berbahasa.”
Partisipasi aktif guru untuk meningkatkan minat baca siswa sangat
diperlukan. Guru harus memberikan contoh gemar membaca dan memiliki
kemampuan membaca yang baik. Guru diharapkan dapat berperan sebagai figur
percontoh. Selain itu, guru harus aktif menyediakan bahan bacaan dan juga secara
aktif meningkatkan kemampuan membaca para siswa.
Bentuk upaya lain yang dilakukan sekolah ialah membuatkan
perpustakaan mini dalam kelas yang dipertegas oleh Wakil Kepala Sekolah
(wawancara Kamis 30 November 2017) sebagai berikut:
“kita telah membuatkan perpustakaan mini di dalam kelas Prinsip
dasar kegiatan ini adalah mendekatkan buku pada diri siswa. Guru
menempatkan sejumlah buku (misalnya 50 judul dan jumlahnya bisa
disesuaikan) di sudut ruang kelas yang telah disediakan. Buku itu dapat
ditempatkan dalam almari atau rak buku. Guru juga menyediakan buku
pinjam. Selanjutnya, siswa ditugasi membaca dan membuat ringkasan atau
sinopsisnya dalam buku yang telah ditentukan. Untuk melatih tanggung
jawab siswa, guru meminta siswa untuk mencatatkan judul buku yang
dipinjam, tanggal pinjam, dan tanggal kembali pada buku pinjam yang
telah disediakan. Jika dalam jangka waktu tertentu buku-buku itu telah
dibaca oleh siswa, guru menggantinya dengan buku lainnya.”
Upaya lain yang dilakukan unuk mengembangkan literasi yaitu dengan
disediakannya perpustakaan mini dalam kelas dengan tujuan agar siswa lebih
dekat dengan buku. Buku-buku yang tersedia dalam perpustakaan mini ini bersal
dari siswa yang diperintahkan untuk membawa buku bacaan baik fiksi maupun
non fiksi.
73
Membaca tidak hanya dilakukan di ruang lingkup sekolah, membaca dapat
dilakukan di mana dan kapan saja. Jadi bukan hanya tugas seorang guru atau pun
sekolah dalam memotivasi siswa untuk gemar membaca, akan tetapi peran orang
tua pun harus aktif dalam memotivasi serta memperhatikan kegiatan membaca
atau literasi pada anak. Upaya lain yang dilakukan oleh guru guna meningkatkan
kemampuan literasi pada siswa yaitu dengan mengadakan laporan bacaan. Hal ini
dikatakan guru (wawancara Kamis 30 November, 2017) sebagai berikut:
“Saya punya program, programnya dengan membuat laporan buku.
Jadi, setiap dua minggu sekali walaupun itu sangat sulit, mereka harus
mempunyai laporan bacaan buku yang sudah mereka baca. Mereka dapat
menuliskan resensi dari buku yang telah dibaca dan dibacakan di depan
kelas.”
Upaya lain yang dilakukan dengan guru bahasa Indonesia yaitu dengan
dengan mengadakannya program bacaan dengan membuat buku laporan bacaan,
diadakannya buku laporan bacaan ini dengan tujuan agar siswa benr-benar
melakukan kegiatan membaca karena laporan ini tidak hanya dikupulkan, tetapi
juga dipresentasikan.
Siswa mampu dengan diawali tugas dan paksaan, akan tetapi lama
kelamaan mereka akan terbiasa dan tidak menganggap bahwa itu sebagai suatu
beban untuk mereka. Hadiah atau penghargaan juga dapat dijadikan upaya dalam
meningkatkan kemampuan literasi pada siswa, seperti pada pernyataan siswa
kelas VIII-3 (wawancara Kamis 30 November, 2017):
“tidak semua siswa mempunyai hobi gemar membaca, tetapi kalau
diberikan hadiah atau penghargaan mungkin yang tadinya malas membaca
akan berupaya untuk rajin membaca, di sekolah ini belum pernah
diadakannya penghargaan dalam hal literasi tersebut.”
Siswa berharap diadakannya sayembara membaca atau adanya penghargaan
agar lebih termotivasi dalam berliterasi. Hal ini mulai dilakukan dari diadakannya
lomba-lomba membaca seperti membaca puisi, atau teks-teks tertentu.
74
3. Hasil Angket
Data yang sudah dikumpulkan selama proses penelitian berlangsung,
kemudian dianalisis untuk dapat menarik sebuah kesimpulan. Pengolahan data
yang diperoleh dari angket diolah dalam bentuk tabel persentase dengan
menggunakan rumus:
P= F/N X 100%
Keterangan:
P = Persentase (%)
F = Frekuensi (jawaban responden terhadap salah satu alternatif jawaban
N = Number of Case (jumlah responden)
Berikut adalah pembahasan hasil angket penelitian literasi bahasa
Indonesia terhadap siswa kelas VIII-2 dengan bentuk pertanyaan tertutup model
Likert Style Format, rating scales. Analisis tabel berikut berdasarkan pada urutan
nomor satu sampai dua puluh dari pernyataan yang terdapat pada angket.
Ketereangan:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju
Tabel 4.4
Pelajaran Bahasa Indonesia sangat menyenangkan
No Alternatif Jawaban F %
SS 2 5.7%
75
1
S 17 48%
KS 15 42%
TS 1 2.8%
Berdasarkan pada perhitungan tabel di atas diperoleh sebanyak 5.7% siswa
menjawab sangat setuju, 48% menjawab setuju, 42% menjawab kurang setuju dan
2.8% menjawab tidak setuju. Hal ini berarti setengah dari siswa setuju terhadap
pelajaran bahasa Indonesia dan setengah lagi kurang setuju terhadap pelajaran
bahasa Indonesia, dan hanya 1 siswa yang tidak setuju dengn pelajaran bahasa
Indonesia.
Tabel 4.5
Saya bersemangat ketika belajar bahasa Indonesia
No Alternatif Jawaban F %
2
SS 0 0%
S 21 60%
KS 13 37%
TS 1 2.8%
Berdasarkan pada perhitungan tabel di atas diperoleh sebanyak 0% siswa
menjawab sangat setuju, 60% siswa menjawab setuju, 37% siswa menjawab
kurang setuju dan 2.8% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti lebih banyak
siswa yang setuju dan bersemangat ketika belajar bahasa Indonesia dan hanya
sedikit yaitu 1 orang yang tidak setuju dan tidak bersemangat ketika belajar
bahasa Indonesia.
76
Tabel 4.6
Guru bahasa Indonesia mampu menciptakan suasana belajar menjadi
menyenangkan
No Alternatif Jawaban F %
3
SS 1 2.8%
S 16 45%
KS 16 45%
TS 2 5.7%
Berdasarkan pada perhitungan tabel di atas diperoleh sebanyak 2.8% siswa
menjawab sangat setuju, 45% siswa menjawab setuju, 45% siswa menjawab
kurang setuju dan 5.7% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti siswa yang
menjawab setuju dan kurang setuju seimbang yang menganggap bahwa guru
bahasa Indonesia belum mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
bagi semua siswa.
Tabel 4.7
Saya suka dengan program literasi yang diterapkan di sekolah
No Alternatif Jawaban F %
4
SS 4 11%
S 18 51%
KS 10 28%
TS 3 8.5%
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 11% siswa menjawab
sangat setuju, 51% siswa menjawab setuju, 28% siswa menjawab kurang setuju,
dan 8.5% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti program literasi disambut
dan diterima baik oleh siswa karena jawaban setuju lebih dominan.
77
Tabel 4.8
Saya lebih senang membaca dibandingkan dengan pelajaran lainnya
No Alternatif Jawaban F %
5
SS 0 0%
S 14 40%
KS 18 51%
TS 3 8.5%
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 0% siswa menjawab
sangat setuju, 40% siswa menjawab setuju, 51% siswa menjawab kurang setuju,
dan 8.5% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti kegiatan membaca kurang
diminati dibandingkan dengan peajaran lainnya karena siswa lebih banyak
menjawab kurang setuju dibandingkan dengan setuju.
Tabel 4.9
Saya selalu memberikan pendapat tentang buku yang saya baca
No Alternatif Jawaban F %
6
SS 2 5.7%
S 8 22%
KS 19 54%
TS 6 17%
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 5.7% siswa menjawab
sangat setuju, 22% siswa menjawab setuju, 54% siswa menjawab kurang setuju,
78
dan 17% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti banyak siswa yang kurang
setuju ketika dimintai pendapat tentang buku yang ia baca.
Tabel 4.10
Saya bersedia membaca di depan kelas tanpa disuruh
No Alternatif Jawaban F %
7
SS 2 5.7%
S 3 8.5%
KS 13 37%
TS 17 48%
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 5.7% siswa menjawab
sangat setuju, 8.5% siswa menjawab setuju, 37% siswa menjawab kurang setuju
dan 48% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti sifat malu-malu siswa tinggi
dan tingkat keberanian siswa rendah ketika diminta untuk membaca di depan
kelas tanpa disuruh.
Tabel 4.11
Setiap hari saya berupaya menyisihkan waktu untuk membaca
No Alternatif Jawaban F %
8
SS 1 2.8%
S 9 25%
KS 19 54%
TS 6 17%
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 2.8% siswa menjawab
sangat setuju, 25% siswa menjawab setuju, 54% siswa menjawab kurang setuju,
dan 17% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti menunjukan bahwa minat
79
membaca siswa masih tergolong rendah, terbukti dari jawaban kurang setuju
siswa untuk menyisihkan waktu membaca.
Tabel 4.12
Di waktu luang saya lebih suka membaca daripada bermain
No Alternatif Jawaban F %
9
SS 0 0%
S 6 17%
KS 23 65%
TS 6 17%
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 0% siswa menjawab
sangat setuju, 17% siswa menjawab setuju, 65% siswa menjawab kurang setuju,
dan 17% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti minat membaca siswa
memang masih rendah terbukti dengan jawaban dominan terhadap kurang setuju
dan 0% jawaban sangat setuju.
Tabel 4.13
Membaca ketika mendapat tugas
No Alternatif Jawaban F %
10
SS 6 17%
S 20 57%
KS 7 20%
TS 2 5.7%
80
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 17% siswa menjawab
sangat setuju, 57% siswa menjawab setuju, 20% siswa menjawab kurang setuju,
dan 5.7% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti mereka membaca jika
adanya paksaan atau tugas yang diberikan.
Tabel 4.14
Buku bacaan non-fiksi lebih menarik untuk dibaca
No Alternatif Jawaban F %
11
SS 4 11%
S 14 40%
KS 13 37%
TS 4 11%
Berdasarkan perhitungan tebel di atas diperoleh 11% siswa menjawab
sangat setuju, 40% siswa menjawab setuju, 37% siswa menjawab kurang setuju,
dan 11% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti siswa lebih tertarik untuk
membaca buku non-fiksi dan banyak juga siswa yang tertarik pada buku bacaan
fiksi.
Tabel 4.15
Pada saat membaca, saya cenderung mengabaikan kegiatan lain
No Alternatif Jawaban F %
12
SS 4 11%
S 17 48%
KS 7 20%
TS 7 20%
81
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 11% siswa menjawab
sangat setuju, 48% siswa menjawab setuju, 20% siswa menjawab kurang setuju,
dan 20% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti bahwa saat membaca sikap
individualis siswa tinggi dan cenderung mengabaikan kegiatan lain karena
kegiatan membaca merupakan kegiatan yang dilakukan secara individu.
Tabel 4.16
Fasilitas yang ada di sekolah sudah menunjang kegiatan untuk membaca
No Alternatif Jawaban F %
13
SS 3 8.5%
S 13 37%
KS 18 51%
TS 1 2.8%
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 8.5% siswa menjawab
sangat setuju, 37% siswa menjawab setuju, 51% siswa menjawab kurang setuju,
dan 2.8% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti fasilitas di sekolah belum
sepenuhnya menunjang dalam kegiatan membaca.
Tabel 4.17
Jika diadakan penghargaan saya akan semangat membaca
No Alternatif Jawaban F %
14
SS 14 40%
S 10 28%
KS 10 28%
TS 1 2.8%
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 40% siswa menjawab
sangat setuju, 28% siswa menjawab setuju, 28% pula siswa menjawab kurang
setuju dan 2.8% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti siswa sangat
82
mengharapkan adanya penghargaan dari kegiatan literasi agar mereka merasa
termotivasi dan tertantang.
Tabel 4.18
Saya bosan dengan genre buku yang saya baca
No Alternatif Jawaban F %
15
SS 5 14%
S 14 40%
KS 13 37%
TS 3 8.5%
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 14% siswa menjawab
sangat setuju, 40% siswa menjawab setuju, 37% siswa menjawab kurang setuju,
8.5% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti genre buku yang tersedia di
sekolah belum beragam dan masih dengan buku yang sama.
Tabel 4.19
Saya selalu ditunjuk guru untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan
dengan isi bacaan
No Alternatif Jawaban F %
16
SS 0 0%
S 5 14%
KS 24 68%
TS 6 17%
83
Berdasarkan perhitungan tabel di atas diperoleh 0% siswa menjawab
sangat setuju, 14% siswa menjawab setuju, 68% siswa menjawab kurang setuju,
dan 17% siswa menjawab tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa suasana
kegiatan literasi belum begitu hidup dan masih berpusat pada guru.
Tabel 4.20
Saya tidak pernah merasa bosan membaca
No Alternatif Jawaban F %
17
SS 1 2.8%
S 7 20%
KS 22 62%
TS 5 14%
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh 2.8% siswa menjawab sangat
setuju, 20% siswa menjawab setuju, 62% siswa menjawab kurang setuju, dan 14%
siswa menjawab tidak setuju. Hal ini juga membuktikan bahwa rendahnya minat
membaca siswa.
Tabel 4.21
Saya hanya tertarik dengan buku-buku tertentu
No Alternatif Jawaban F %
18
SS 15 42%
S 16 45%
KS 4 11%
TS 0 0%
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh 42% siswa menjawab sangat
setuju, 45% siswa menjawab setuju, 11% siswa menjawab kurang setuju, dan 0%
siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti bahwa siswa belum mampu
84
menerima informasi dari semua sumber informasi yang ada, mereka hanya tertarik
pada buku bacaan tertentu.
Tabel 4.22
Apabila ada teman yang memiliki buku baru, saya akan meminjamnya
No Alternatif Jawaban F %
19
SS 3 8.5%
S 10 28%
KS 14 40%
TS 8 22%
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh 8.5% siswa menjawab sangat
setuju, 28% siswa menjawab setuju, 40% siswa menjawab kurang setuju, dan 22%
siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti menunjukan rendahnya daya tarik
siswa terhadap buku bacaan.
Tabel 4.23
Saya senang membaca di perpustakaan karena bukunya beragam
No Alternatif Jawaban F %
20
SS 1 2.8%
S 12 34%
KS 19 54%
TS 3 8.5%
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh 2.8% siswa menjawab sangat
setuju, 34% siswa menjawab setuju, 54% siswa menjawab kurang setuju dan 8.5%
85
siswa menjawab tidak setuju. Hal ini berarti memang masih kurang tersedianya
buku-buku yang ada dalah hal menunjang literasi.
Berdasarkan hasil perhitungan angket yang telah dilakukan, banyak yang
menunjukan bahwa rendahnya minat membaca siswa yang menjadi problematika
dalam literasi.
4. Hasil Data Studi Dokumentasi
Peneliti menemukan beberapa dokumen dari hasil penelitian di lapangan
berupa: profil sekolah, data guru, data siswa, dan beberapa foto dalam kegiatan
penelitian. Berikut adalah hasil dokumentasi yang peneliti dapatkan.
Gambar 1. Kegiatan wawancara kepada Kepala Sekolah
Foto tersebut diambil ketika melakukan wawancara kepada Kepala Sekolah
SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang.
86
Gambar 2
Kegiatan wawancara kepada Wakil Kepala Sekolah SMP Muhammadiyyah 44
Pamulang
Foto ini diambil ketika melakukan wawancara kepada wakil kepala sekolah
SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang.
87
Gambar 3
Kegiatan wawancara kepada Guru bahasa Indonesia
Foto tersebut diambil ketika melakukan wawancara kepada guru bahasa
Indonesia SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang.
C. Deskripsi Temuan Penelitian
Berdasarkan pada hasil analisis wawancara dan angket, maka ada
beberapa hal yang merupakan kunci dalam penelitian ini, yaitu:
a. Problematika program literasi pada Bahasa dan Sastra Indonesia
Program literasi yang diterapkan di SMP Muhammadiyyah 44
Pamulang memang program yang baru diterapkan pada tahun ajaran
2017/2018, maka dari itu program ini belumlah berjalan secara optimal
karena pengaruh dari guru, ketersediaan sarana yang kurang
mendukung dan dari siswa itu sendiri.
88
1. Guru merupakan fasilitator, kehadiran guru mampu menciptakan
suasana kelas baik itu menyenangkan, menegangkan, ataupun
membosankan. Strategi yang diterapkan guru harus mampu
menciptakan ruang kelas yang nyaman sehingga siswa manyukai
materi ataupun pelajaran yang sedang berlangsung. Kesadaran guru
dalam memotivasi siswa dalam hal literasi juga haruslah diberikan
agar siswa mampu berkembang dan mencapai tujuan literasi
tersebut, tetapi banyak juga yang yang menganggap bahwa
program literasi ini hanya sebatas reflektif.
2. Ketersediaan buku yang masih belum jelas kegunaannya, pihak
sekolah masih menahan buku-buku dengan alasan takut rusak, jika
hal ini terus dipertahankan, maka siswa tidak akan mendapatkan
kesempatan untuk membaca buku-buku yang beragam. Buku yang
telah tersedia seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya,
tidak hanya disimpan dengan alasan takut rusak.
3. Rendahnya minat membaca siswa merupakan hal utama dalam
problematika literasi, siswa harus ditumbuhkan semangat membaca
sejak dini karena dengan membaca dari yang tidak tahu siswa akan
menjadi tahu.
b. Solusi program literasi pada bahasa dan sastra Indonesia
1. Tugas kepala sekolah memberikan kesadaran bagi guru agar dapat
memotivasi siswa pentingnya membaca. Hal ini dilakukan kepala
sekolah satu bulan sekali untuk memantau perkembangan literasi
siswa.
2. Guru bahasa Indonesia telah mengadakannya program bacaan yang
dikumpulkan setiap minggunya. Siswa bisa karena diawali dengan
keterpaksaan yang akan berakhir menjadi kebiasaan.
3. Sekolah haruslah memenuhi kebutuhan siswanya seperti sarana
yang mendukung, SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang telah
menerapkan perpustakaan mini yang ada dalam kelas sehingga
mereka dapat membacanya ketika ada jam pelajaran kosong.
89
4. Siswa mengharapkan adanya penghargaan seperti duta membaca
agar mereka merasa lebih termotivasi dalam kegiatan literasi dan
merasa buku yang telah mereka baca itu bermanfaat. Sekolah
menerapkan bulan bahasa yang dalam rangkaian acaranya terdapat
lomba-lomba seperti lomba membaca puisi, menulis karangan dan
lain sebagainya.
Hasil analisis penelitian menyimpulkan bahwa solusi dalam
problematika ini ialah tugas kepala sekolah untuk mendorong guru
agar mampu memberikan motivasi kepada siswa, diadakannya
program yang mendukung program literasi, menyediakan sarana yang
mendukung dan diadakannya penghargaan.
90
90
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Problematika program literasi pada bahasa dan sastra Indonesia yang
terjadi di SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang tahun ajaran 2017-2018
kelas VIII meliputi strategi belajar yang diberikan guru, ketersediaan
sarana yang kurang mendukung dan terbatas, serta rendahnya minat
membaca pada siswa kelas VIII yang ditunjukan dalam hasil angket
sebanyak 54% siswa kurang setuju menyisihkan waktunya untuk kegiatan
membaca, 65% siswa kurang setuju kegiatan membaca lebih disukai
dibandingkan bermain, 57% siswa menjawab setuju jika kegiatan
membaca hanya dilakukan ketika mendapat tugas.
2. Solusi program literasi pada bahasa dan sastra Indonesia yang terjadi di
SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang meliputi memantau guru agar terus
memberikan motivasi kepada siswa berupa kegiatan pengayaan yang
dilakukan setiap hari sebelum jam pelajaran dimulai, mengadakan
program bacaan, menyediakan perpustakaan mini dalam kelas, dan
mengadakan penghargaan berupa duta membaca agar siswa lebih
termotivasi.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka ada hal yang
disarankan, yaitu:
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah tidak hanya memerintahkan untuk menerapkan program-
program yang akan dijalani, akan tetapi juga harus mendukung dan
memberikan sarana yang dibutuhkan serta memantau program yang
berlangsung agar dapat berkembang.
91
2. Bagi Kepala Sekolah
Kepala sekolah hendaknya selalu memperhatikan dan memonitor tenaga
pengajar agar tercapai visi misi sekolah yang telah ditetapkan.
3. Bagi Wakil Kepala Sekolah
Wakil kepala sekolah juga hendaknya mampu memperhatikan tenaga
pendidik dan siswa, serta mampu menciptakan program-program yang
mendukung program literasi.
4. Bagi Guru
Guru hendaknya menciptakan suasana belajar dengan menggunakan
metode PAIKEM agar siswa mampu menyukai materi dan pelajaran yang
sedang berlangsung.
5. Bagi Siswa
Siswa hendaknya berlatih untuk lebih menggemari kegiatan membaca
karena dengan membaca kita mengetahui apa yang belum kita ketahui.
6. Bagi Peneliti Selanjutnya
Setelah adanya penelitian ini, seyogyanya diadakan penelitian lebih lanjut
untuk mengupas dan mengungkapkan secara lebih mendalam tentang
problematika program literasi lainnya yang belum tercakup dalam
penelitian ini, dan dapat disempurnakan sebagai bentuk konstruksi
pemikiran oleh peneliti berikutnya dan upaya-upaya yang lebih baik dan
harus dilakukan oleh pihak pengelola pendidikan dalam rangka untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
92
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, Isah. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta:2009.
Danya Munsyi, Alif. Jadi Penulis? Siapa Takut!. Bandung: Kaifa. 2012.
Darling, Linda. Guru yang Baik di Setiap Kelas. Jakarta:PT Indeks. 2009.
Debdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Bulan Bintang. 2002
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 2010
Franz, Kurt. Membina Minat Baca. Bandung:Remadja Karya 1983.
Gunawan Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta:Bumi
Aksara. 2013.
Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan. Ciputat:Ciputat Press. 2006
Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bina Aksara. 1995.
Kemendikbud, Manual Pendukung Pelaksaan Gerakan Literasi Sekolah untuk
Jenjang Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: 2016.
Kemendikbud, Materi Umum Literasi dalam Pembelajaran. Jakarta:2017
Musfiroh, Tadkiroatun dan Beniati Listyorini,Kontruk Kompetensi Literasi untuk
Siswa Sekolah Dasar. FBS Universitas Negeri Yogyakarta: LITERA,
Volume 15, Nomor 1, April 2016
Namirah Fatmanisa, Rahmat Sagara, Language Literacy and Mathematics
Competence Effect Toward Word Problem Solving, journal of
Mathematics Education Volume 6, No.2, September 2017,hal 197.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor:Ghalia Indonesia. 2013.
Nurjamal, Daeng.dkk, Terampil Berbahasa. Bandung:Alfabeta. 2011.
Robert Petrone, Linking Contemporary Research on Youth, Literacy, and
Popular Culture With Literacy Teacher Education,Journal of Literacy Research
45(3) 240-266 2013, hal 256.
Ronny Scherer and Jens Beckmann, The Acquisition of Problem Solving
Competence:Evidence from 41 Countries that Math and Science Education
Matters, Spinger Open Journal Large-Scale Assesments in Education 2014,hal 2.
93
93
Santosa,Puji. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:Universitas
Terbuka.2008.
Saomah,Aas. Implikasi Teori Belajar terhadap Pendidikan Literasi.
Sarip Hidayat, Nandang. “Problematika Pembelajaran Bahasa Arab”,
Akademika, Vol. 37, No. 1. Januari-Juni 2012.
Saomah,Aas. Implikasi Teori Belajar terhadap Pendidikan Literasi.
Septiyantono, Tri. Literasi Informasi. Tangerang Selatan:Universitas Terbuka.
2015.
Silitonga,M.dkk, Kemampuan Berbahasa Indonesia Siswa kelas III SMP
Sumatera Utara:Membaca dan Menulis, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta:1984.
Subandiyah, Heny. Pembelajaran Literasi dalam Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia, Jurnal Universitas Negeri Surabaya, diunduh pada tanggal 30
Agustus 2017 pukul 08:39
Sudijono, Anas.Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2008.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Alfabeta. 2012.
Sukino, Menulis itu Mudah. Yogyakarta:LkiS Printing Cemerlang. 2010.
Suteng Sulasmono,Bambang. Problem Solving:Signifikansi,Pengertian, dan
Ragamnya, FKIP Universitas Kristen Satyawacana
Suwandi, Sarwiji. Peran Bahasa Indonesia dalam Pengembangan Budaya
Literasi untuk Mewujudkan Bangsa yang Unggul dalam Konteks
Masyarakat Ekonomi Asean. Universitas Sebelas Maret:Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015.
Syah, Muhibbin.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Rosdakarya, 1997.
Tampubolan, Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak.
Bandung:Angkasa,1993.
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama : Siti Hamdah
NIM : 1113013000039
Judul : Problematika serta Solusi Program Literasi pada Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia siswa kelas VIII SMP Muhammadiyyah 44 Pamulang
No Referensi Paraf
1. Cahyani, Isah. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta:2009.
2. Danya Munsyi, Alif. Jadi Penulis? Siapa Takut!. Bandung:
Kaifa. 2012.
3. Darling, Linda. Guru yang Baik di Setiap Kelas. Jakarta:PT
Indeks. 2009.
4. Debdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Bulan
Bintang. 2002
5. Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta. 2010.
6. Fatmanisa, Namirah , Rahmat Sagara, Language Literacy and
Mathematics Competence Effect Toward Word Problem Solving,
journal of Mathematics Education Volume 6, No.2, September
2017.
7. Franz, Kurt. Membina Minat Baca. Bandung:Remadja Karya
1983.
8. Gunawan Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik.
Jakarta:Bumi Aksara. 2013.
9. Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan. Ciputat:Ciputat Press.
2006
10. Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bina
Aksara. 1995.
11. Kemendikbud, Manual Pendukung Pelaksaan Gerakan Literasi
Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama. Jakarta:
2016.
12. Kemendikbud, Materi Umum Literasi dalam Pembelajaran.
Jakarta:2017
13. Musfiroh, Tadkiroatun dan Beniati Listyorini,Kontruk
Kompetensi Literasi untuk Siswa Sekolah Dasar. FBS
Universitas Negeri Yogyakarta: LITERA, Volume 15, Nomor 1,
April 2016
14. Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor:Ghalia Indonesia. 2013.
15. Nurjamal, Daeng.dkk, Terampil Berbahasa. Bandung:Alfabeta.
2011.
16. Petrone, Robert, Linking Contemporary Research on Youth,
Literacy, and Popular Culture With Literacy Teacher
Education,Journal of Literacy Research 45(3) 240-266 2013.
17. Santosa,Puji. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD.
Jakarta:Universitas Terbuka.2008.
18. Saomah,Aas. Implikasi Teori Belajar terhadap Pendidikan
Literasi.
19. Sarip Hidayat, Nandang. “Problematika Pembelajaran Bahasa
Arab”, Akademika, Vol. 37, No. 1. Januari-Juni 2012.
20. Scherer, Ronny and Jens Beckmann, The Acquisition of Problem
Solving Competence:Evidence from 41 Countries that Math and
Science Education Matters, Spinger Open Journal Large-Scale
Assesments in Education 2014,hal 2.
21. Septiyantono, Tri. Literasi Informasi. Tangerang
Selatan:Universitas Terbuka. 2015.
22. Silitonga,M.dkk, Kemampuan Berbahasa Indonesia Siswa kelas
III SMP Sumatera Utara:Membaca dan Menulis, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta:1984.
23. Subandiyah, Heny. Pembelajaran Literasi dalam Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia, Jurnal Universitas Negeri
Surabaya, diunduh pada tanggal 30 Agustus 2017 pukul 08:39.
24. Sudijono, Anas.Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2008.
25. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Alfabeta.
2012.
26. Sukino, Menulis itu Mudah. Yogyakarta:LkiS Printing
Cemerlang. 2010.
27. Suteng Sulasmono,Bambang. Problem
Solving:Signifikansi,Pengertian, dan Ragamnya, FKIP
Universitas Kristen Satyawacana
28. Suwandi, Sarwiji. Peran Bahasa Indonesia dalam
Pengembangan Budaya Literasi untuk Mewujudkan Bangsa yang
Unggul dalam Konteks Masyarakat Ekonomi Asean.
Universitas Sebelas Maret:Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015.
29. Syah, Muhibbin.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: Rosdakarya, 1997.
30. Tampubolan, Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca
pada Anak. Bandung:Angkasa,1993.
Transkip Wawancara Kepala Sekolah
Hamdah : Sejak kapan program literasi ini diterapkan Pak?
Kepala Sekolah : Oh gitu, diawali dulu ya sedikit, untuk program literasi itu
memang kita awali, kita mulai dari raker ya, raker tahun
ajaran baru 2017/2018 bulan Juli yang lalu, nah itu kita
sudah menetapkan bahwa di SMP Muhammadiyah 44
Insyaallah akan melaksanakan program literasi. Jadi, kalau
ditanyakan kapan dimulainya, launchingnya itu memang
bulan Juli, Juli 2017 dan alhamdulillah sekarang sudah
mulai berjalan memang walaupun tadi dikatakan belum
maksimal benar gitu. Nah, biasanya literasi itu dilaksanakan
ketika ada jam-jam kosong gitu ya, ada jam-jam kosong
karena guru tidak hadir atau gimana daripada mereka gak
ada kegiatan dan sebagainya, gitu biasanya mereka
diperintahkan untuk mengunjungi perpustakaan. Nah,
kebetulan di bulan September buku-buku literasi itu buku-
buku bacaan pengayaan bagi anak-anak itu sudah ada,
sudah dapet walaupun sebetulnya program literasi itu tidak
tergantung dengan buku-buku baru, karena itu buku-buku
lama ada juga, di koran juga ada, di internet juga kan ada
seperti itu. Jadi kita launching mulai bulan Juli 2017.
Seperti itu.
Hamdah : Tahun ajaran baru...
Kepala Sekolah : Iya.
Hamdah : Bagaimana kesiapan tenaga pendidik dalam pelaksanaan
literasi ini Pak?
Kepala Sekolah : Kalau dibikin kesiapan tuh nampaknya baru 60% yaa
tenaga pendidik kita yang sadar untuk memberikan motivasi
kepada anak-anak pentingnya membaca gitu, sehingga
artinya masih banyak kendalanya, kendalanya sepertinya di
guru tadi gitu, kurang memberikan dorongan motivasi,
semangat untuk melakukan literasi. Padahal sebetulnya
setiap belajar setiap mata pelajaran pun bisa dimasukkan
unsur literasi dulu yaa sebetulnya yang terkait dengan
pelajaran itu, dan saya lihat sekitarnya 60% lah baru yang
sudah melaksanakan.
Hamdah : Problematikanya berarti dari gurunya ya?
Kepala Sekolah : Dari guru, siswa sekarang tau sendiri memang kadangkan
males baca kan yaa?
Hamdah : Iya, kebanyakan megang gadget yaa Pak...
Kepala Sekolah : Iya males untuk baca, kalau tidak di dorong, tidak dipaksa,
tidak bisa, gitu. Mangkanya di sini tergantung dari gurunya
gitu. Sehingga nanti kalau mereka dipaksa, di motivasi terus
maka akan terbiasa, kan? Malas membaca itu akan berubah
menjadi rajin gitu kan kalau dipaksa terus. Nah, jadi saya
lihat itu kendalanya masih di guru sebetulnya.
Hamdah : Kalau kendalanya dari buku-buku itunya udah Pak?
Kepala Sekolah : mengenai ketersediaan buku Insyaallah sudah memenuhi
persyaratan. Buku-buku itu terdiri dari bacaan-bacaan yang
edukatif, baik itu buku cerita fiksi dan non-fiksi itu ada,
lengkap dan jika digiring, dituntun anak-anak, insyaallah
itu sebetulnya sudah memenuhi persyaratan.
Hamdah : Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi problematika
tersebut Pak?
Kepala Sekolah : Saya memberikan bimbingan kepada guru-guru. Kita di
sini ada sebulan sekali evaluasi kegiatan-kegiatan sekolah,
KBM dan sebagainya itu di antaranya selalu saya bahas
tentang literasi, memberikan dorongan kepada guru agar
mengawal, dikawal kegiatan literasi ini, yang dinamakan
dengan pembiasaan. Pembiasaan di sini banyak, ada
pembiasaan tahfidz qur’an, shalat berjamaah, shalat dhuha,
termasuk literasi didalamnya. Itu sering kita berikan
dorongan kepada guru, kita motivasi, kita panggil agar
mengawal kegiatan ini.
Hamdah : Literasi itu kan biasanya 15 menit untuk waktu baca, jadi
kalau di sekolah ini, engak tergantung waktu? Misalkan
sebelum memulai pelajaran atau setelah jam pelajaran jadi
setiap waktu kosongnya aja gitu Pak?
Kepala Sekolah : Sebetulnya programnya itu 15 menit sebelum belajar.
Sebetulnya ada. Tapi kemudian bisa kita manfaatkan di
jam-jam itu juga. Sebetulnya programnya begitu mbak. Tapi
saya bilang tadi, banyak guru-guru yang tidak mengawal,
tidak 100% mengawal program ini, saya bilang baru 60%
jadi memang ada di awal, termasuk pembiasaan
menyanyikan lagu-lagu wajib nasional sebelum belajar. Jadi
memang benar 15 menit sebelum memulai pelajaran
seharusnya.
Transkip Wawancara Wakil Kepala Madrasah Bidang Kurikulum
Hamdah : Bagaimana menurut pandangan anda mengenai kesiapan guru
dalam mengajar?
Wakil Kepsek : Kalau untuk kesiapan guru Alhamdulillah 80% sampai 90% dan
ada saja 1 atau 2 guru yang memang kurang siap tapi rata-rata
hampir 100% guru-guru di sini kesiapannya bagus dalam
mengajar.
Hamdah : Faktor apa yang menyebabkan keberhasilan dalam
pembelajaran?
Wakil Kepsek : Kalau menanyakan mengenai faktor, sebetulnya banyak. Yang
pertama pasti gurunya dan yang kedua pasti siswanya. Guru
yang pinter siswa tidak dapat menangkap itu sia-sia, dan
sebaliknya siswa yang cerdas tetapi guru kurang dalam
menyampaikan juga tidak optimal, jadi semua itu haru saling
mendukung, yaitu siswa, guru, dan fasilitas untuk mencapai
sebuah keberhasilan.
Hamdah : Adakah keluhan-keluhan guru mengenai proses KBM?
Wakil Kepsek : Keluhan-keluhan itu banyak dan wajar, memang mendidik anak
dengan jumlah banyak itu sangat sulit, terutama pada sekolah
swasta yang jumlah anak di kelas dapat mencapai 40 siswa
dengan karakter berbeda. Berbeda dengan sekolah negeri yang
siswanya juga dengan IQ lumayan, kalau di swasta dari IQ
sedang sampai IQ jongkok pun ada. Yang dikeluhkan guru yang
pertama itu mengenai anak yang nakal. Saya selalu mengatakan
tangani masalah siswa oleh guru yang bersangkutan, jika tidak
mampu serahkan kepada wali kelas, jika tidak mampu serahkan
kepada Bimbingan Konseling, jika tidak mampu juga serahkan
kepada kepala sekolah, dan jika tidak dapat diselesaikan pula
akan diadakan rapat yang dinamakan dengan seminar kasus
untuk mempertimbangkan siswa yang bersangkutan. Jika siswa
yang bersangkutan sudah tidak dapat dipertahankan dan
dibenarkan maka akan dilepas dari sekolah. Dengan jumlah guru
yang sangat minim yaitu 26 orang dan harus menangani lebih
kurang 300 siswa itu bukan pekerjaan yang mudah. Itu keluhan
pertama
Keluhan yang kedua yaitu mengenai kurikulum, baru mulai
memahami tetapi berubah lagi, begitu seterusnya. Seperti pada
tahun 2016 kemarin yang mulai menerapkan kurikulum 2013
dengan format yang berbeda dengan sekarang dan disulitkan
dengan penilaian. Teori pembelajaran dan model-model
pembelajaran yang harus dilakukan itu sangat berbeda dengan
praktek yang dilakukan di kelas. Untuk penyeragaman dengan
guru-guru di sekolah ini menerapkan dengan format deskripsi,
sedangkan dari pemerintah pusat deskripsi itu diserahkan kepada
sekolah masing-masing yang menyebabkan tidak seragam atau
selaras, itulah kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru-guru
dalam penilaian. Pada kurikulum ini juga disarankan
menerapkan cara belajar yang efektif dengan jumlah minim
siswa 25 lebih krang 25 orang per kelas, tetapi hal ini sangat
sulit diterapkan apalagi di sekolah swasta yang biasanya 1 kelas
bisa mencapai 35 sampai 40 siswa dengan proses KBM yang
dimulai dari jam 06.30 sampai wakt ashar, dengan jam belajar
efektif yang dimulai dari jam 07.00 sampai 14.20. 30 menit
pertama kita isi dengan pembiasaan yaitu shalat dhuha, setelah
itu pada pukul 14.20 diadakan pembiasaan lagi yaitu belajar
membaca Al-quran karena siswa yang keluar dari sekolah ini
diwajibkan harus mampu membaca Al-quran. Disini dibina yang
tidak bisa membaca mulai dari yang paling dasar yaitu membaca
iqra. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap senin-jumat kecuali
kamis karena ada kegiatan KW. Pembiasaan lainnya yaitu
diadakannya muhadarah ketika waktu dzuhur.
Hamdah : Selanjutnya mengenai literasi di sekolah ini, bagaimanakah
perkembangannya?
Wakil Kepsek : Literasi Alhamdulillah sudah dilakasanakan meskipun belum
100% karena memang baru dilaksanakan pada tahun ajaran
2016/2017 ini, dan buku- buku yang ada di kelas pun baru
sedikit. Kepala sekolah memang sudah menyiapkan buku-buku
baru tetapi kita masih takut menggunakannya dan sayang-
sayang karena buku-buku yang ada saja sudah terlihat rusak
apalagi jika semua buku dikeluarkan, kendala ini karena belum
adanya tempat penyimpanan buku yang baik. Untuk literasi
minimal 60% sampai 70% sudah berjalan meskipun belum
maksimal. Di semua kelas tersedia buku-buku meskipun hanya
10-15 buku, dan literasi ini dilakukan 15 menit sebelum
pelajaran dimulai, atau pada jam-jam kosong ketika kelas tidak
diisi oleh guru. Pada intinya literasi itu hanya untuk reflektif
bagi siswa agar tidak jenuh dalam pembelajaran.
Hamdah : Apa problematika yang ditemukan dalam program literasi?
Wakil Kepsek : Problematika pertama yaitu pada ketersediaan buku yang belum
juga ada, saya juga belum tahu apakah buku yang diberikan
kepala sekolah itu adalah buku sekolah atau bantuan dari
pemerintah pusat dan buku-buku itupun memang juga belum
dipergunakan. Kendala berikutnya yaitu pada tempat
penyimpanan buku yang belum tersedia, dan kendala
selanjutnya pada sisi keamanan buku yang dirusak oleh siswa
yang tidak dapat menjaga dan merawat buku-buku.
Hamdah : Menurut pendapat anda bagaimana kemampuan literasi pada
siswa?
Wakil Kepsek : Menurut saya karena literasi itu hanya sebagai bentuk reflektif
jadi tidak dijadikan tolok ukur pada siswa. Kemampuan baca
sampai saat ini Alhamdulillah 40%-50% itu sudah dikatakan
lumayan, meskipun telah dikatakan bahwa membaca pada masa
kini tidak harus dari buku tetapi juga dapat dilakukan pada
media digital seperti pada gawai yang dapat membaca ebook.
Dan karena program ini juga baru diterapkan jadi pembiasaan
ini juga belum dapat terlihat jelas.
Hamdah : Adakah program-program yang mendukung gerakan literasi?
Wakil Kepsek : Ada, program itu bisanya dilakukan pada bulan bahasa yang
ditangani oleh bidang kesiswaan
Hamdah : Bagaimana kebijakan sekolah dalam program literasi?
Wakil Kepsek : Karena program literasi ini adalah kebijakan pemerintah pusat,
jadi sekolah hanya mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
Sekolah tidak dapat berkutik jika itu memang kebijakan dari
pemerintah pusat walaupun sebisanya dengan kondisi seadanya.
Hamdah : Sarana dan prasarana apa yang diberikan sekolah pada program
literasi?
Wakil Kepsek : Sarana yang telah disediakan dari sekolah itu tadi, buku-buku
mulai dari buku fiksi maupun nonfiksi dan adanya perpustakaan
mini dalam kelas dengan tempat penyimpanan buku yang
seadanya.
Transkip Wawancara Guru Bahasa Indonesia
Hamdah : Literasi, Bu.
Guru : Oh, literasi yaa...
Hamdah : Terus saya penelitiannya itu tentang problematika literasi dalam
pembelajaran bahasa Indonesia.
Guru : Oh.
Hamdah : Karena saya dari jurusan bahasa Indonesia.
Guru : Oh.. bahasa Indonesia dari UIN yaa? Mmm... gitu, jadi masalah
yang diangkat problematika literasi dalam kegiatan pembelajaran
bahasa Indonesia. He’eh, he’eh, boleh.
Hamdah : Boleh ya Bu, minta waktunya sebentar.
Yang pertama itu kesiapan apa yang dilakukan sebelum memulai
proses belajar, Bu?
Guru : Ini untuk berkaitan umum?
Hamdah : Untuk masuk pembelajaran bahasa Indonesia.
Guru : Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia biasanya diawali, saya
di sini mengajar di kelas 7, antara kelas 7, kelas 8, kelas 9 itu ada
guru yang berbeda yang memegangnya. Saya siswa kelas 7. Nah,
untuk pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 8 setiap awal
kegiatan proses pembelajaran biasanya anak diminta untuk
melakukan kegiatan membaca. Hanya, karena memang kegiatan
membaca itu bervariasi. Anak tidak selalu siap dengan kegiatan
bahan bacaan yang mereka gunakan. Emm... kita menggunakan
sistem ‘teacher center’. Di sini guru yang membacakan sebuah
informasi, kemudian melakukan kegiatan tanya jawab dengan
siswa berkaitan dengan materi apa yang disampaikan dari
kegiatan membaca yang mereka simak itu.
Mengapa saya menggunakan ‘teacher center’ di situ? Karena
satu, mereka tidak selalu membawa walaupun buku ada di
sekolah. Mereka itu membawa, setiap siswa itu satu buku.
Hamdah : Fiksi non-fiksi?
Guru : Iya, fiksi non-fiksi. Tapi karena mereka sering membawa ke
rumah, kadang ada yang lupa dikembalikan. Jadi, ketersediaan
fasilitas untuk membaca itu memang kadang terganggu. Tapi
mereka rutin melakukannya. Hanya, karena ada kalanya setiap
pembelajaran tidak selalu dilakukan oleh selalu mereka,
melakukan buku. Mereka tidak meminta buku terus, lalu
membaca 15 menit disimpan tidak ada reaksi tidak ada tindak
lanjutnya sehingga di situ guru pun berperan. Misalnya guru
membacakan satu topik permasalahan baik itu di koran melalui
media koran atau misalnya dari informasi yang terhots atau
emm... bahan bacaan yang lainnya mereka diminta untuk
melakukan interaksi yaitu bertanya, ditanya, bertanya jawab
berkaitan dengan yang sudah di...
Hamdah : Topik.
Guru : He;em.
Hamdah : Kalo ini secara umum ya bu, apakah ada masalah dalam
menjalankan tugas sebagai guru?
Guru : masalah umum ini berkaitan, emm... kalau masalah setiap guru itu
pasti.
Hamdah : pasti ada. Hehehe
Guru : pasti, pasti, karena apa? Mereka menghadapi, emm... dalam
sehari, mereka itu bukan hanya menghadapi bukan hanya 28 atau
30 siswa saja.
Hamdah : iya.
Guru : tetapi mereka menghadapi ratusan.
Hamdah : mereka menghadapi karakter yang berbeda-beda.
Guru : Dan di situ tipe siswa yang dihadapi dalam satu lingkup kelas itu
kan bervariasi ada korelis, pragmatis, melankolis, gitukan? Dan
gaya belajar mereka yang berbeda, tentunya itu bukan hal yang
memang mudah.
Hamdah : Saya juga rasain si...
Guru : Iya, dan saya yakin ini pun di alami oleh hampir semua guru. Iya,
karena mereka menghadapi makhluk hidup.
Hamdah : Kalau kemampuan literasi siswa yang ibu ajarin gimana bu?
Guru : Nah, ini adalah satu pr sebetulnya, satu pr baik untuk guru, untuk
pemerintah, untuk sekolah juga karena ini kalau menurut saya
bukan tanggung jawab guru saja. Berkaitan literasi ini harus
semua pihak mendukung dari mulai guru, sekolah, pemerintah
daerah, pemerintah pusat, sekalipun. Daerah di sini berkaitan
dengan kota kabupaten atau pemerintah pusat lingkupnya provinsi
gitu ya, itu harus punya peranan karena kalau hanya dari satu
elemen saja itu tidak bisa mencapai target yang di tetapkan.
Hamdah : Jalani
Guru : Iya.
Hamdah : Problematika literasi yang dihadapi ini gimana bu?
Guru : Eeem.. apanya nih? Mengatasinya atau bagaimana?
Hamdah : Masalahnya aja, masalah literasi.
Guru : Masalahnya aja...
Karena satu, anak itu lebih senang melihat, daripada membaca,
anak itu lebih senang melihat daripada membaca. Nah itu
masalahnya, jadi bagaimana caranya, mangkanya seperti yang
tadi saya bilang ini bukan hanya tanggung jawab guru saja. Tetapi
harus semua peran serta bahkan kalau bisa orang tua pun
diberikan.. eemm apaa... pemahaman tentang manfaat... bukan
manfaat ya tentang memang kewajiban iqra, karena kan ya
pertama di perkenalkan oleh alah saja adalah iqra.
Hamdah : Bacalah.
Guru : Iqra di sini bukanlah secara teks book saja, tapi iqra di sini kan
luas cakupannya ya.
Hamdah : Iya.
Guru : Dan memang kemampuan iqra itulah, mmbaca itulah. ada yang
memandang iqra dari sebelah salah satu sudut pandang saja. Ya
syukur-syukur bisa mencakup bahwa iqra itu harus secara tertulis
dan tidak tertulis, gitukan. Seperti itu.
Hamdah : Kalau upaya yang dilakukan untuk mengembangkan literasi pada
siswanya?
Guru : Saya punya program, programnya dengan membuat laporan buku.
Jadi, setiap dua minggu sekali walaupun itu sangat sulit. Karena
anak setelah dua minggu masih banyak yang belum setor. Tetapi
masih saya targetkan pada anak-anak mereka harus punya laporan
buku ketika saya minta, mereka harus sudah siap.
Hamdah : Oh jadi ibu menyediakan bukunya?
Guru : Bukunya mereka cari sendiri, karena saya kan di kelas itu setiap
siswa ngumpulin buku, mereka bertukar, itu ada 28 buku, nanti
mereka barter, barter kan. Nah, abis barter gitu-gitu, mereka
membuat laporan buku. Tapi di kenyataannya kalau kita tidak
kontrol anak-anak itu bukunya tidak kembali gitukan, karena Pak,
Bu, dan lain sebagainya. Tapi selalu tetap diingatkan, gitu.
Hamdah : makasih, Bu.
Guru : itu saja, terima kasih.
Hamdah : terima kasih ya, Bu.
Guru : Iya, sukses skripsinya. Berarti ini mah studi kasus ya? Studi kasus
deskriptip ya?
Hamdah : Iya.
Transkip Wawancara Siswa
1. Rizka Nazifa kelas 8.1
Bagaimana perasaan kamu sekolah di SMP Muhammadiyah 44?
Saya senang sekolah dan belajar di sini, rasa kebersaan di sekolah ini sangat
tinggi, mengenal banyak teman dan mengenal banyak karakter dari teman
tersebut, dan saya berharap setelah lulus dari sini saya bersekolah di tempat
yang lebih baik.
2. Intan khalifa 8.2
Bagaimana suasana belajar di kelas yang kamu rasakan?
Suasana belajar di kelas cukup rapi dari siswa perempuannya, akan tetapi dari
laki-lakinya sangat gaduh dan jika tidak ada guru siswa-siswa berkeliaran ke
luar kelas.
3. Indah Lestari 8.3
Bagaimana pendapat kamu tentang pelajaran Bahasa Indonesia?
Pelajaran Bahasa Indonesia cukup menyenangkan dan gurunya juga baik
karena setiap kali kita bertanya selalu dijawab tanpa harus mencari jawaban
sendiri.
4. Ica Cahya 8.3
Bagaimana pendapat kamu mengenai literasi dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia?
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia mengenai literasi, pembelajarannya
cukup menyenangkan karena di situ kita bisa menangkap informasi yang
dibaca. Pembelajaran literasi juga dilaksanakan lebih teliti jadi lebih mudah
dipahami.
5. Raisa Maharani 8.3
Apakah kamu menyukai kegiatan membaca dan menulis?
Ya, karena dengan membaca kita dapat mengetahui banyak hal. Membaca
dalam kegiatan literasi juga biasanya membaca selain buku pelajaran jadi
lebih menarik seperti membaca novel, cerpen dan komik.
6. Yoga Registian 8.1
Apa manfaat yang kamu rasakan dari kegiatan literasi?
Manfaat yang saya rasakan jadi menambah ilmu, dari yang tidak tahu menjadi
tahu. Tapi biasanya saya suka membaca komik untuk sarana hiburan saja. Dan
saya lebih suka kegiatan membaca dibandingkan menulis.
7. Kristian Abdilah 8.2
Adakah masalah dalam pembelajaran Bahasa Indonesia?
Tidak ada, tetapi terkadang bosen mendengarkan penjelasan guru terus karena
saya lebih suka maju ke depan kelas karena itu lebih seru dan tidak bikin
ngantuk.
8. Aprian Fahreza 8.3
Bagaimana pendapat kamu mengenai guru dalam Bahasa Indonesia dalam
menyampaikan pelajaran di kelas?
Kadang menyenangkan saat mengadakan permainan mengenai materi
pelajaran, dilanjutkan penjelasan dan latihan
Peneliti : guru di kelas lebih condong ceramah atau melakukan tanya
jawab dalam pembelajaran di kelas?
Siswa : biasanya lebih banyak menjelaskan dan menulis di papan tulis
Peneliti : siapa yang berperan aktif di kelas?
Siswa : guru dan sedikit diadakannya tanya jawab
Peneliti : adakah hadiah yang diberikan sebagai imbalan dari kegiatan
literasi?
Siswa : tidak ada
Peneliti : kalau ada program seperti sayembara membaca, apakah kalian
akan semangat dalam kegiatan literasi?
Siswa : pasti semangat Ka
Daftar Pertanyaan Wawancara
Informan Daftar Pertanyaan
Kepala Sekolah 1. Bagaimana kesiapan tenaga
pendidik dalam pelaksanaan
program literasi?
2. Sejak kapan program literasi
sekolah ini diterapkan?
3. Problematika apa saja yang
ditemukan dalam melaksanakan
program literasi ini?
4. Upaya apa yang dilakukan untuk
mengatasi problematika tersebut?
5. Apa saja bentuk keterlibatan
sekolah dalam mengatasi
problematika tersebut?
6. Bagaimana ketersediaan sarana
dan prasarana dalam mendukung
program literasi ini?
Wakil Kepala bidang Kurikulum 1. Bagaimana kesiapan tenaga
pendidik dalam pelaksanaan
program literasi?
2. Sejak kapan program literasi
sekolah ini diterapkan?
3. Problematika apa saja yang
ditemukan dalam melaksanakan
program literasi ini?
4. Upaya apa yang dilakukan untuk
mengatasi problematika tersebut?
5. Apa saja bentuk keterlibatan
sekolah dalam mengatasi
problematika tersebut?
6. Bagaimana ketersediaan sarana
dan prasarana dalam mendukung
program literasi ini?
Guru 1. Persiapan apa saja yang dilakukan
sebelum memulai proses
pembelajaran?
2. Sejak kapan program literasi
diterapkan di sekolah?
3. Apakah program literasi yang
diterapkan disekolah dapat
berjalan dengan baik?
4. Bagaimana kemampuan literasi
siswa pada kelas VIII?
5. Adakah problematika literasi
yang dialami oleh para siswa
kelas VIII?
6. Upaya apa yang dilakukan untuk
mengembangkan literasi pada
siswa?
7. Adakah program-program yang
dilakukan untuk meningkatkan
literasi siswa?
Siswa 1. Bagaiman perasaan anda menjadi
siswa SMP Muhammadiyah 44
Pamulang?
2. Bagaimana suasana belajar di
kelas yang anda rasakan?
3. Bagaimana pendapat anda
mengenai pembelajaran bahasa
Indonesia?
4. Bagaimana pendapat anda
mengenai literasi dalam
pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia?
5. Apakah anda menyukai kegiatan
membaca dan menulis?
6. Apa manfaat yang anda rasakan
dari kegiatan literasi?
7. Apakah ada masalah dalam
proses pembelajaran bahasa
Indonesia?
8. Bagaimana cara guru dalam
menyampaikan pembelajaran
bahasa Indonesia?
ANGKET LITERASI BAHASA INDONESIA UNTUK SISWA
Identitas Responden
Nama :
Kelas :
Petunjuk
1. Berilah tanda (√) pada salah satu pilihan yang kamu anggap sesuai dengan
keadaanmu yang sebenarnya.
2. Apapun jawaban yang kamu berikan tidak mempengaruhi nilai pelajaran kamu
di sekolah.
Keterangan
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju
NO PERNYATAAN JAWABAN
SS S KS TS
1. Pelajaran bahasa Indonesia sangat
menyenangkan
2. Saya bersemangat ketika belajar bahasa
Indonesia
3. Guru bahasa Indonesia mampu menciptakan
suasana belajar menjadi menyenangkan
4. Saya suka dengan program literasi yang
diterapkan di sekolah
5. Saya lebih senang membaca dibandingkan
pelajaran lainnya
6. Saya selalu memberikan pendapat tentang
buku yang saya baca.
7. Saya bersedia membaca di depan
kelas tanpa di suruh.
8. Setiap hari saya berupaya menyisihkan
waktu untuk membaca
9. Di waktu luang saya lebih suka membaca
daripada bermain
10. Membaca ketika mendapat tugas
11. Buku bacaan non-fiksi lebih menarik untuk
dibaca
12. Pada saat membaca, saya cenderung
mengabaikan kegiatan lain.
13. Fasilitas yang ada di sekolah sudah
menunjang kegiatan untuk membaca
14. Jika diadakan penghargaan saya akan
semangat membaca
15. Saya bosan dengan genre buku yang saya
baca.
16. Saya selalu ditunjuk guru untuk menjawab
pertanyaan yang berkaitan dengan isi
bacaan.
17. Saya tidak pernah merasa bosan membaca.
18. Saya hanya tertarik dengan buku-buku
tertentu.
19. Apabila ada teman yang memiliki buku
baru, saya akan meminjamnya.
20. Saya senang membaca di perpustakaan
karena bukunya beragam
RIWAYAT PENULIS
Siti Hamdah lahir di Tangerang, 03
November 1995, ia putri ke-2 anak
ke-4 dari bapak Mursan dan Ibu
Karnih. Penulis bertempat tinggal di
Jl.H.Rean RT 006/001, Kel. Benda-
Baru, Kec. Pamulang, Kota
Tangerang Selatan.
Penulis mengawali pendidikan mulai Madrasah Ibtidaiyah pada tahun 2001 s.d.
2007, kemudian melanjutkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah Negeri Pamulang
pada tahun 2007 s.d. 2010, dan melanjutkan di Madrasah Aliyah Negeri Serpong
pada tahun 2010 s.d. 2013, dilanjutkan dengan menempuh jenjang pendidikan di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan, jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Penulis yang memiliki hobi membaca novel dan menonton film ini menyelesaikan
S1 dengan menulis skripsi yang berjudul “Problematika serta Solusi Program
Literasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada kelas VIII SMP
Muhammadiyyah 44 Pamulang”
Recommended