BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang memiliki corak pola
interaksi sosial tertentu. Selain itu sebuah desa juga memiliki karakteristik fisik
berupa bentangan geografis yang khas. Oleh karenanya peneliti dalam tulisan ini
hendak mencermati dan mengangkat karakteristik fisik serta karekteristik sosial yang
melekat pada suatu desa. Setelah mencermati hal-hal itu, peneliti juga hendak
memberikan analisa atas hasil deskripsi sosial dan deskripsi geografis itu.
Analisis itu dibuat untuk melihat beberapa hubungan kausal antara hal-hal tersebut.
B. Bentuk dan Tujuan Penelititan
Bentuk penelitian yang diadakan peneliti adalah penelitian sosial yang
menggunakan pengetahuan dan prespektif ilmu sosial budaya. Sedangkan tujuan
penelitian ini adalah untuk memetakan keadaan sosial suatu desa, dan dengan dengan
demikian peneliti mampu memberikan bebrapa kajian sosial untuk mencermati
masalah ataupun potensi yang dimiliki suatu desa.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian sosial ini dibatasi pada masyarakat yang berdomisili
di wilayah hukum desa Tincep kecamatan Sonder kabupaten Minahasa Provinsi
Sulawesi utara.
D. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan peneliti adalah metode observasi dan metode
wawancara. Dengan demikian dalam melakukan penelitian, peneliti turun langsung ke
lapangan untuk mencermati kehidupan sosial masyarakat desa (Tincep), serta
menggunakan juga wawancara untuk dapat memeperoleh beberapa informasi yan
diperlukan untuk memperjelas data yang telah didapatkan lewat observasi.
1 | P a g e
BAB II
PROFIL DESA1
A. Sejarah Desa
1. Sejarah dan asal-usul Nama Desa
Konon sebelum ada ada desa Tincep, wilayah ini masih diliputi hutan yang
lebat.2 Sementara itu, ada suatu wilayah sebelah selatan yang saat ini bernama Kiawa
yang dikenal memiliki populasi penduduk yang padat. Demi mencari wilayah
pemukiman baru sekaligus sebagai tempat untuk bercocok tanam, mereka mendapati di
sebelah utara wilayah yang sesuai dengan keinginan mereka. Akhirnya, sedikit demi
sedikit warga Kiawa ini mulai merombak hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan
menetap di sana dengan menamainya desa Sonder. Asal katanya sering disebut
Simondek, Sondek atau Sondel.
Penuturan para tetua desa, dahulu ada seorang Datuk (Waraney) berasal dari
Sonder (Mawale Talikuran) yang bernama TOALU (nama lengkap Montolalu alias
Toalu). Toalu merupakan seorang pemburu, bekas tentara KNIL Hindia Belanda. Suatu
ketika, Toalu menelusuri hutan di sebelah barat dengan mengikuti aliran sungai Munte.
Memandang lebatnya hutan di sebelah barat pemukimannya, Toalu langsung
memastikan bahwa tempat tersebut merupakan wilayah tak bertuan. Belum habis sang
Waraney ini terkagum-kagum dengan tempat yang baru saja ditemuinya, tiba-tiba dari
kejauhan sayup-sayup terdengar suara teriakan orang yang sepertinya sedang bersukari.
Keingintahuannya pun langsung muncul. Perlahan-lahan, dia mencari tempat
yang tinggi mencoba mengintip apa gerangan yang ada. Ternyata dari tempatnya
berpijak, terdapat sebuah kolam (Wunong) yang sekelilingnya dipenuhi banyak
orang.Tanpa pikir panjang, diapun langsung mendatangi tempat tersebut.
Kendati Toalu belum mengenal betul akan berhadapan dengan siapa, dia
memberanikan diri untuk bertanya. “Siapakah yang memiliki Kolam ini?” tutur Toalu
bertanya dengan sopan pada beberapa warga.“Noma...Sikep Noma...Meimo Sumikep...
ca’mo luminga, sikep Noma!” jelas mereka dengan bahasa Tombulu.
Ada satu ketentuan adat yang tidak tertulis, namun harus dipatuhi dan dihormati
apabila seseoran telah biasa dan menetap dan memasang perangkap dan binatang di
1Sebagian pemaparan ini terdapat di dalam RJPMDES Tincep periode 2011; juga terdapat dalam profil desa Tincep periode 2009 serta berisi data olahan peneliti sendri
2Menurut penuturan seorang sejarahwan kampung; Julius Semet, wilayah desa Tincep ini dulu bernama ‘’Pandosan’’ yang artinya hutan Rotan.
2 | P a g e
dalam hutan, maka orang lain tidak berani atau enggan untuk mengganggu lokasi
tersebut. Begitu pun halnya dengan menetapnya seorang Pawang yang bernama Toalu
berasal dari Mawale (Talikuran Sonder). Hari berganti hari, Toalu pun semakin sering
mendatangi tempat yang ditemuinya ini. Dia terus mempelajari situasi dan kondisi
tempat ini. Setelah sekian lama, dia mengambil kesimpulan, orang-rang Tombulu ini
ternyata hanya di waktu-waktu tertentu saja mendatangi tempat tersebut. Keadaan ini
terjadi bila sejenis kayu yang bernama Walantakan musim berbunganya tiba. Sebab
anggapan mereka, disaat berbunga akan bersamaan dengan datangnya musim ikan.
Toalu pun di saat musim ikan mengajak teman-temannya untuk pergi
menangkap ikan dan udang di tempat ini. Cara yang mereka gunakan yakni dengan
meraba satu persatu (...sikep..sikop...). Artinya, menangkap satu per satu. Bahkan di
tempat ini juga ditemui populasi unggas seperti burung Sikep (=sejenis Elang).
Berdasarkan sifat mereka yang berpindah-pindah, wilayah hutan yang mereka
tinggalkan menjadi hutan muda. Bagian Utara desa yang bernama Pa’asun atau lebih
dikenal dengan Panikepan diambilah nama TINCEP.
Dalam upacara yang sudah direncanakan, dipilih hari untuk pelaksanaan Tumani.Segala
yang berhubungan dengan upacara Tumani ini di atur oleh Toalu.Diantaranya, seperti
batu Tumotowa dan mengundang beberpa Tonaas dari Sonder dan sekitarnya.
Upacara Tumani di pimpin langsung Toalu sambil memanjatkan doa kepada “Empung
Wangko Si Mae’ma im Baya Waya” (Tuhan Langit dan Bumi). Para Tonaas pun
menyambutinya dengan menyebutkan tempat tersebut ‘Sikep’ atau ‘Sikop’ yang
kemudian berubah sebutan lengkapnya menjadi Tincep oleh penguasa pada saat itu.
Bukti sejarah yang menunjukan asal-usul desa Tincep yakni ditemukannya Batu
Tumotowa dan Puser in Tanah.
2. Proses pembentukan dan perkembangan wilayah pemukiman penduduk
Proses pembentukan pemukiman penduduk di desa Tincep sangat dipengaruhi
oleh salah satu cara hidup suku Minahasa yang suka berpindah-pindah tempat tinggal.
Hal ini disebabakan oleh faktor pencarian sumber makanan dan tanah yang cocok
untuk bertani, ataupun karena kepadatan penduduk dan bencana alam.
Awalnya wailayah Tincep yang adalah Hutan belukar yang kosong penduduk,
dan dijadikan lahan pertanian sambil dibuat tempat penginapan oleh beberapa
keluarga yang berasal dari desa “kiawa” yang terkenal padat penduduknya. Lama-
kelamaan tempat itu dijadikan wilayah pemukiman juga. Awalnya, hanya terdapat
3 | P a g e
beberapa keluarga dengan seorang pemimpin suku (Tona,as) yang bernama “Toalu” .
Toalu sendiri berasal dari Sonder (mawale-talikurungan).Tona,as inilah yang
dipandang sebagai pemimpin yang patut dihormati. Seorang Tonaas itu harus
mempunyai kualifikasi antara lain:
Tona,as itu WARANEY ,artinya pemberani
Tonaas itu harus Nama tua, artinya mengetahui bunyi burung
Tonaas itu harus Tuama, artinya sanggup mengatasi setiap tantangan
yang menghadang
Adapun kelompok-kelompok keluarga yang pertama mendiami Tincep
bersama tonaas tersebut adalah :
a. Toalu sebagai Tona’as
b. sompotan
c. rumangit
d. mumu
e. walewangko
f. kelung
g. lapian
Mereka ini mebentuk dan membuka lahan pemukiman dibagian utara-timur-laut
desa Tincep yang sekarang adalah lokasi daerah pekuburan desa Tincep.
Kemudian ada beberap kelompok lain di Minahasa yang menggabungkan diri
membentuk pemukiman di deas Tincep ini. Antara lain:
a. Pangkey dari Tumupa
b. Pangalila dari Manado
c. Wajongkere dari Langoan
d. Rumokoy dari suluun
e. Tujuwale dari Koreng
f. Rumangit dari Tondano
g. Karundeng dari Warembungan
h. Palar dari Leilem
i. Supit dari Tomohon
j. Semet dari Manado
k. Kojo dari Suluun
4 | P a g e
Penduduk terus berkembang dengan adanya beberap penduduk yang berasal juga
dari luar daerah Minahasa seperti Jawa, Sumatera, Ambon dan sanghie-talaud. Hal
ini menyebabkan meluasnya daerah pemukiman. Pemukiman pun berkembang ke arah
selatan hingga ke tempat yang bernama “langsot” yang terletak di tenggaraTincep.
Kemudian penduduk juga menyebar ke arah barat desa hingga berbatasan dengan
objek wisata air terjun.
3. Sejarah pemeritahan desa
Desa Tincep secara hukum adat berdiri sejak tahun 1776 dengan
dilaksanankannya upacara pendirina desa yakni upacara tumani oleh “Toalu.”
Dalam upacara yang sudah direncanakan, dipilih hari untuk pelaksanaan Tumani.
Segala yang berhubungan dengan upacara Tumani ini diatur oleh Toalu. Diantaranya,
seperti batu Tumotowa dan mengundang beberpa Tonaas dari Sonder dan sekitarnya.
Upacara Tumani di pimpin langsung Toalu sambil memanjatkan doa kepada
“Empung Wangko Si Mae’ma im Baya Waya” (Tuhan Langit dan Bumi). Para
Tonaas pun menyambutinya dengan menyebutkan tempat tersebut ‘Sikep’ atau
‘Sikop’ yang kemudian berubah sebutan lengkapnya menjadi Tincep oleh penguasa
pada saat itu. Bukti sejarah yang menunjukan asal-usul desa Tincep yakni
ditemukannya Batu Tumotowa dan Puser in Tanah. Batu tumotowa sendiri
menunjukkan pendirian/pengesahan berdirinya sebuah kampung di Minahasa.
5 | P a g e
Gambar .1. Monumen puser in tanah yang konon
meupakan titik tengah tanah Minahasa
Sejak saat itu (1776) sampai sekarang (2012) telah tercatat ada 25 periode
kepemimpinan desa. Nama-nama para pemimpin itu adalah sebgai berikut :
NAMA-NAMA PARA PEMIMPIN KAMPUNG / HUKUM TUA
DESA TINCEP (1776-2012)
No Periode Nama Kepala Desa Keterangan
1 1776-1800 Pawang Toalu (Montolalu) Tonaas/Tumani desa
2 1800-1835 Terok I Watak/Pejabat
3 1835-1870 Terok II Watak/Pejabat
4 1870-1899 Karundeng Definitif
5 1899-1943 H. Rumokoy Definitif
6 1943-1943 O. Pangkey Pejabat
7 1943-1946 W. Pangalila Pejabat
8 1946-1950 H. Rumokoy Definitif
9 1950- H. Lumempouw Pejabat
10 1950-1958 F. Karundeng Definitif
11 1958-1962 M.A. Tengor Definitif
12 1962-1966 H.A. Dapu Definitif
13 1966- A. Wilar Pejabat
14 1966-1972 F. Kojo Definitif
15 1972-1973 J. Karundeng Definitif
6 | P a g e
16 1973-1975 H. Dapu Definitif
17 1975- F.F. Kojo Pejabat
18 1975-1976 J. Karundeng Pejabat
19 1976-1983 J.F. Pangkey Definitif
20 1983-1991 A.F. Rumagit Definitif
21 1991-1997 Leopold Djohar Definitif
22 1997-1999 Yan Karundeng Pejabat
23 1999-2007 Rommy Dapu, S.Sos Definitif
24 Jan-Juli
2007
Moudy Pangkey, SE PLH
25 2007-
ssssSESEK
Rommy Dapu, S.Sos Definitif
Dari daftar orang yang pernah memimpin desa itu, terlihat jelas bahwa
dalam menentukan seorang pemimpin, masyarakat desa Tincep tidak menganut
suatu penerusan kepemimpinan berdasarkan keturunan. Hal ini dapat terlihat dari tidak
adanya satu marga atau klan yang secara khusus memengang tampuk pemerintahan
desa. Memang yang paling banyak memimpin adalah yang bermarga karundeng (5
periode), tetapi itu tidak didasarkan pada kualifikasi keturunan, karena dalam 25 periode
kepemimpinan yang berlangsung sejak Toalu (1776-1800), telah terdapat 19
orang dari marga/klan berbeda, yang memerintah sebagai kepala kampung di
desa Tincep ini.
B. Organisasi Perangkat desa (sekarang : 2012)
No. J A B A T A N N A M AKETERA
NGAN
1. HUKUM TUAROMMY DAPU, S.Sos.
MSi
2. SEKRETARIS DESA CANGLIE RONDONUWU
3.
KEPALA URUSAN
PEMERINTAHANFERDI RUMOKOY
KEPALA URUSAN
PEMBANGUNANANDRIES WAWA
KEPALA URUSAN UMUM JOTJE ROMPAS
4. PAMONG TANI JERRY WAJONGKERE
5. PENGUKUR TANAH BENNY WUISANG
6. KEPALA JAGA POLISI JOPPI LOHO
7 | P a g e
KEPALA JAGA 1 STENLY PANGALILA
KEPALA JAGA 2 EDIN TUJUWALE
KEPALA JAGA 3 MARTEHN RUMAGIT
KEPALA JAGA 4 LOUSYE MONONGKEY
8.
MEWETENG JAGA 1 JOSEPH WALEWANGKO
MEWETENG JAGA 2 ROBBY PANGKEY
MEWETENG JAGA 3 JOHAN RONDONUWU
MEWETENG JAGA 4 MEFKI ROBOT
9. L I N M A S
YESKIEL WAJONGKERE
MICHAEL SEMET
BENNY KALANGI
BRYAN SUMAKUL
JEMMY MUMU
TEDDY TUJUWALE
ROYKE SEMET
JOIDY RUMOKOY
RUDY RUMAGIT
JOLANS MUMU
STENLY KOALANG
8 | P a g e
Bagan struktur Pemerintahan Desa
9 | P a g e
Hukum tua
Sekretaris Bendahara
Kepala jaga I
Kepala jaga II
Kepala jaga III
Kepala IV
Kepala urusan pendanaan
Kepala urusan perlengkapan
Kepala jaga Polisi
Kepala urusan pengukuran tanah
Pamong Tani
MASYARAKAT DESA TINCEP
Struktur pemerintahan desa yang tegambar dalam bagan itu memuat beberapa
komponen penting dalam organisasi pemerintahan desa yaitu :
Hukum Tua : Ini merupakan nama khas Minahasa kepada seorang Pimpinan ini
desa. Jabatan ini setara dengan Kepala Desa pada desa-desa lain di Indonesia.
Fungsinya adalah memimpin dan mengkoordinasi seluruh badan perangkat desa
yang lain. Instruksi dari kepala desa akan diteruskan oleh para Kepala Jaga di tiap
wilayah jaga, dan instruksi itu akan diteruskan oleh para kepala jaga kepada
setiap warga desa di tiap jaga.
Sekertaris : sekertaris desa mempunyai fungsi untuk membantu Hukum Tua
dalam melakukan setiap urusan administrasi desa seperti pencatatan statistik
penduduk, urusan-urusan korespondensi (surat-menyurat) .
Bendahara : bendahara memiliki fugsi sebagai pengurus keuangan dan desa.
Dana yang diperuntukkan bagi desa akan dikumpulkan dan dikelola oleh sang
bendahara. Setiap pemasukan dan pengeluaran uang akan dicatat oleh sang
Bendahara. Pemasukan dan pengeluaran uang itu sendiri akan diputuskan dalam
rapat desa lewat pertimbangan dan input informasi keuangan yang ada pada
Bendahara.
Kepala jaga : kepala jaga merupakan bentuk representasi dari hukum tua di
setiap jaga. Ia berpastisipasi dalam tugas eksekutif hukum tua untuk memimpin
warga di setiap jaga. Tiap kepala jaga dapat berkoordinasi satu sama lain dalam
memobilisasi warga untuk melakukan instruksi Hukum Tua ataupun untuk
melaksanakan keputusan rapat desa.
Meweteng : berlaku sebagai wakil dari kepala jaga. Ia dapat mewakili kepala
jaga jika kepala jaga, atas alasan tertentu tidak dapat menjalankan fungsinya
untuk sementara. Selain itu meweteng juga dapat membantu kepala jaga dalam
urusan desa yang harus ditangani kepala jaga misalnya ikut mengkoordinir warga
jaga dalam melakukan kegiatan sosial desa.
10 | P a g e
Bebagai kepala urusan : tiap kepala urusan ini merupakan pernagkat khusus
yang membidangi beberapa hal penting yang diperlukan dalam penyelenggaraan
kehidupan dan keberlangsungan setiap desa.
Kepala urusan pendanaan : membantu Bendahara untuk menghimpun
dana bagi desa.
Kepala urusan perlengkapan : mengurus dan mengelola perlengkapan
desa.
Kepala urusan pengukuran tanah : membantu desa dan perangkatnya
untuk memberikan informasi strategis berkaitan dengan data-data
kepemilikan tanah dan data-data pengukuran geometris tanah berdasarkan
kepemilikan itu.
Kepala jaga Polisi : memiliki fungsi untuk menjaga Kamtibmas di desa
Tincep. Kepala jaga polisi secara praktis tak bertugas sendirian tetapi
dibantu oleh Linmas dan warga lain atas koordinasinya.
Pamong Tani : mengkoordinir berbagai kegiatan yang diadakan kelompok
tani yang ada di desa, sekaligus membantu para petani dalam merumuskan
kebijakan agraris desa seperti penentuan penanaman dan pemanenan
tanaman, usaha-usaha komunal desa yang berkaitan dengan
pemeliharanan dan penjualan hasil panen tanaman pangan.
C. Kondisi Geografis desa
11 | P a g e
1. Keadaan alam
Desa Tincep merupakan daerah yang teletak di dataran tinggi Minahasa,
sekitar 350 meter dpl3. Desa ini memiliki tanah yang subur dan dapat ditanami
berbagai jenis tanaman seperti padi sawah, kelapa dan berbagi jenis pohon berbuah
misalnya Durian dan Mangga.
Sebagaian besar tanah desa Tincep adalah tanah liat yang berwarna cokelat tua
sampai kehitam-hitaman.Di beberapa tempat terdapat juga tanah jenis domatu (teras)
dan tanah liat bercampur pasir hitam.
Selain memiliki bidang datar yang dapat ditinggali penduduk, di bagian utara
desa Tincep yang merupakan daerah sepanjang aliran sungai Munte juga terdapat
bidang-bidang tanah curam yang memiliki kemiringan sekitar 60 derajat. Untungnya
daerah sepanjang tanah ini jarang ditinggali penduduk, lagipula tanahnya ditopang
oleh bebatuan keras ataupun fondasi beton yang kuat.
Tanah bidang miring ini termasuk lahan yang tak dapat dimanfaatkan dengan
baik oleh masyarakat desa. Itu sebabnya lahan curam disekitar sungai ini hanya
ditimbuhi oleh pohon dan umput liar. Masyarakat yang bermukim di sepanjang bibir
tanah curam itu juga biasanya membuang sampah organik (tulang ikan, sisa sayur dan
sisa nasi) kearah tanah curam itu. Tak heran daerah sepanjang tanah curam ini dapat
ditemukan banyak ayam dan kucing liar yang berkeliaran untuk memakan remah-
remah makanan yang dibuang penduduk tersebut.
2. Letak geografis
3 Dpl (dri permukaan laut) : ketinggian suatu tempat dihitung dari permukaan laut
12 | P a g e
Secara geografis, desa Tincep terletak pada ketinggian kira-kira 350 meter dpl
(dari permukaan laut) dan terletak pada titik koordinat 1 derajat 14’ L.U sampai 1
derajat 15’ L.U dan 124 derajat 43’ B.T sampai 124 derajat 44’ B.T.
Ini berarti desa Tincep berada pada kawasan yang dipengaruhi oelh iklim
Tropis sebagaimana daerah lainnya di Indonesia, sebab desa tincep berada pada
bagian permukaan bumi yang terletak diantara garis batas hingga lintang 23 derajat
30’ LU maupun LS.4
Gambar 2.
Gambar. 2. Pemandangan desa Tincep bila dipandang dari jalan raya arah
Sonder
3. Luas wilayah dan perkembangannya
4 Bdk, Ensiklopedi Nasional Indonesia : Jilid 16-Ta-Tz (Jakarta : PT. Delta Pamungkas, 2004), hlm. 456
13 | P a g e
Luas wiayah kepolisian desa Tincep seluruhnya adalah 1120 Ha. Yang terdiri dari
beberapa wilayah sebagai berikut :
a. Daerah pemukiman yang terdiri dari empat jaga (dusun)
b. Daerah persawahan
c. Lahan perkebunan dan kolam ikan
d. Lahan kosong
Dalam perkembangannya luas desa tetap namun terjadi pergeseran luas masing-
masing wilayah itu. Hal ini dapat dilihat dari data tahun 1988 dan data tahun 2011
berikut :
Uraian Tahun 1988 Sekarang (2012)
Luas keseluruhan 1120 Ha 1120 Ha
Luas perkampungan penduduk 13 Ha 16 Ha
Luas sawah 84 Ha 85 Ha
Luas lahan perkebunan dan
kolam ikan
657,6 Ha 653,3 Ha
lahan tidur (lahan kosong) 365,4 349,7
Dari data tersebut dapat disumpulkan bahwa : Telah terjadi perluasan wilayah
pemukiman sebesar 3 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas pemukiman penduduk
desa Tincep berkembang dalam jangka waktu 24 tahun ini. Luas daerah persawahan
juga meluas sebesar 1 Ha. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang
kian bertambah. Sebaliknya perluasan wilayah pemukiman dan wilayah persawahan,
mengakibatkan pengurangan lahan kosong. Lahan kosong yang sebelumnya memiliki
luas sebesar 365,4 Ha berkurang menjadi hanya 349,7 Ha.
Semua hal ini menyatakan bahwa desa Tincep adalah desa yang terus
berkembang dalam hal kuantitas penduduk maupun kebutuhannya akan makanan. Hal
tersebut dapat dilihat dari bertambahnya pengguaan lahan kosong untuk tanah untuk
pemukiman dan untuk pertanian.
14 | P a g e
4. Pembagian wilayah Desa
Desa Tincep terdiri dari empat wilayah jaga, yaitu sebutan bagi wilayah
semacam dusun di Minahasa, yang masing–masing dipimpin oleh seorang kepala
jaga. Empat wilayah itu adlah :
Wailayah Jaga Pemimpin (kepala jaga) Jumlah KK (tahun 2011)
Jaga I Stenly Pangalila 122
Jaga II Edin Tujuwale 109
Jaga III Martehn Rumangit 148
Jaga IV Lousye Monongkey 135
Keempat wilayah jaga ini sebenarnya berkembang dari hanya satu wilayah
jaga (dusun) saja, pada tahun 1776-1830. Kemudian pada kurun waktu 19800-1890,
berkembangan menjadi dua jaga. Pada kurun waktu 1880-1925, perkembangan
penduduk mengakibatkan terjadinya perluasan wilayah pemukiman, yang juga
menjadikan bertambahnya wilayah jaga. Akhirnya pada kurun waktu ini muncul jaga
ke tiga. Pada akhirnya sejak tahun 1925- sekarang (2012) terdapatlah empat jaga.
Sejarah pertambahan jaga itu juga menunjukkan pengaruh dari pertambahan
penduduk. Pemekaran wilayah jaga ini dapat mengefektifkan urusan administrasi
maupun urusan sosial desa.
5. Batas-batas
Batas – batas Wilayah desa Tincep adalah sebagai berikut:
a. Utara : Desa Tara-Tara dan Desa Pinaras ( Kota Tomohon)
b. Selatan : Talaitat ( Kab. Minsel)
c. Barat : Desa Timbukar
d. Timur : Desa Talikuran, Sawangan, Kauneran
15 | P a g e
Dari data tentang batas-batas tersebut, desa yang terdekat adalah desa
Timbukar yang terletak hanya sekitar 2 kilometer kearah Barat. Batas desa terjauh
adalah desa Talaitat yang telah bersinggungan dengan kabupaten Minahasa Selatan.
Jarak antar desa ini ikut mempengaruhi intensitas interaksi antara desa Tincep
dengan desa Lainnya. Kedekatan jarak desa Timbukar dengan desa Tincep membuat
hubungannya kedua desa ini berlangsung dengan sangat baik dan kuat.
Hal ini juga diakui oleh seorang warga desa : Bapak Yoppy Kojo, yang
rumahnya terletak di ujung kampung (sebelah barat) yang jalannya menuju ke
Timbukar. Ia berujar “tu ana-ana dari kampong sablah biasa da singgah disini for
minum air ato batunggu ojek. Memang kwa dorang da baskolah disini. Tantu no
torang da kanal bae pa dorang.”5 Ungkapan Ini menunjukkan bahwa intekaksi yang
terjadi antara warga desa Tincep dan warga desa Timbukar telah sampai pada corak
kekeluargaan. Hal ini juga ditunjang oleh akses sekolah di desa Tincep yang gampang
dijangkau oleh warga desa Timbukar itu.
6. Kilmatologi
Suhu rata-rata di desa Tincep adalah 24 – 30 °C, dengan Curah Hujan
2000/3000 mm per tahun. Dan sebagaimana umumnya desa lain di Indonesia, desa
Tincep mengalami tiga musim besar yang menjadi patokan sitem pertanian tanaman
padi sawah yaitu :
Musim Pancaroba : bulan Maret, April, Mei
Musim Kemarau : bulan Juni, Juli, Agustus, September
Musim Hujan : bulan Oktober, November, Desember
Dari data klimatologi yang ada, dapat disimpulkan bahwa daerah desa Tincep
memiliki suhu udara yang kondusif untuk menanam berbagai jenis tanaman yang
penting untuk meningkatkan kebutuhan ekonomi. Tanaman yang sangat cocok
dibudidayakan disini selain daripada padi sawah yaitu Kelapa yang sangat cocok
untuk diolah menjadi kopra dan minyak kelapa serta bahan baku sabut yang dapat
dijadikan bahan usaha kerajinan rumah tangga.
5 Terjemahan bebasnya adalah : anak-anak dari kampung sebelah (Timbukar) memang biasa singgah disini untuk sekedar minum air ataupun menunggu angkutan ojek. Memang mereka bersekolah disini dan oleh karena itulah kami mengenal mereka dengan baik.
16 | P a g e
Selain itu tanaman yang cocok dibudidayakan disini (seperti yang telah
dikembangkan selama ini) yaitu Cengkeh dan pohon-pohon yang menghasilkan
buah seperti Durian dan Mangga. Namun peneliti juga melihat bahwa tanaman
yang paling berpotensi mengembangkan ekonomi penduduk adalah tanaman
Cabai. Tanaman itu sangat cocok dengan kondisis iklim yang ada di desa Tincep.
Selain itu tanaman ini sangat dibutuhkan oleh kebanyakan orang Minahasa, karena
umumya menu makan orang Minahasa itu membutuhkan jumlah cabai yang
cukup banyak, Mulai dari lauk-pauk serta beragam makanan ringan lainnya yang
dikembangkan secara lokal. Oleh karenanya jika dijual, tanaman ini memiliki pangsa
pasar yang cukup menjanjikan. Hasil penen tanaman ini juga adapat diekspor keluar
daerah utnuk dijaikan bahan baku pembuat sambal dan obat-obatan.
7. Hutan dan margasatwa
Di desa Tincep, terdapat daerah hutan yang cukup luas dengan kekayaan flora
dan fauna yang beraneka ragam.
a. Beberapa contoh flora yang terdapat antara lain :
Nama flora (tumbuhan) Keterangan
Pohon rumbia Berada dekat aliran sungai
Pohon kayu cempaka Disebut juga Wasian
Pohon kayu lalingupu Disebut juga aras kuning
Pohon enau Bahan baku Sopi (semacam tuak)
Kayu cempaka putih Disebut juga Pepeos
Anggrek hutan
Pohon rotan
b. Beberapa contoh fauna/margasatwa antara lain :
Nama fauna (hewan) Keterangan
17 | P a g e
Ayam hutan
Babi hutan
Biawak Liwang
Burung sicep Sejenis elang; pemakan ikan
Burung maleo
Burung wera/manguni siang Sejenis cenderawasih : Sudah sangat
jarang kelihatan
Burung wera/manguni malam
Burung kakatua
Burung gagak hitam
Burung bagau hitam
Burung merpati hutan Warnanya Hijau ataupun putih
Sosot Sejenis tikus mirip kucing
Musang
Ker tak berekor
Hewan-hewan di dalam sungai Udang, ikan mas, kepiting, sogili
Dari data tersebut, dapat tergambar bebagai kekayaan yang tersimpan di dalam
alam desa Tincep. Namun keberadaan hewan-hewan tersebut sekarang terancam
punah. Hal ini dapat dilihat dari keterangan yang diberikan tentang bebepara
hewan yang ada, seperti burung wera/manguni siang atau cenderawasih yang
sudah sngat jarang keliahatan. Ada baiknya jika dibuat suatu penangkaran khusus
yang berguna bagi pemeliharaan serta daya tarik wisata.
8. Hewan dan ternak Peliharaan
Nama ternak /
hewan peliharaan Perkiraan jumlah Keterangan
Babi 230 Ada yang diternakan di
dalam kandang dan adapula
yg dibiarkan berkeliaran
18 | P a g e
Anjing 250 Tidak ada kandang khusus,
dibiarkan berkeliaran
Ayam 220 Ada yang berkeliaran ada
yang diternakan di kandang
bebek 100
Sapi 35
kucing 130
Kuda 7
Dari semua hewan yang disebutkan tersebut, hewan yang paling banyak
terlihat di jalan raya adalah Anjing dan ditempat kedua adalah Ayam. Hal ini
dikarrenankan oleh kebiasaan masyarakat untuk membiarkan ayam untuk mencari
makan sendiri di halaman rumah atau sekitarnya yang memang menyadiakan
makanan alami untuk ayam seperti cacing maupun remah-remah padi dan jagung
yang tersisa. Sedangkan anjing dibiarkan berkeliaran karena anjing juga berperan
sebagai penjaga rumah dan sebagai binatang peliharanaan yang selalu mengikuti
tuannya ke kebun.
Dari data tersebut dapat ditemukan bahwa Babi, Anjing dan Ayam merupakan
hewan yang paling banyak diternakan. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan pesta
masyarakat Minahasa yang banyak menyajikan daging babi ayam dan anjing. Selain
itu, daging ternak tersebut juga dijual keluar desa di pasar sonder dan Tomohon.6
6 Lihat juga pendapatan desa hlm 32
19 | P a g e
Gambar . 3. Beberapa ekor anjing yang segera terlihat berkeliar
an di jalan raya desa
9. Sarana dan prasarana desa
Untuk mendukung terbentuknya penyelenggaraan desa kearah yang lebih baik
dan menyejahterakan penduduk desa, desa menyediakan beberapa sarana yang
digunakan untuk membantu kehidupan masyarakatnya. Sarana prasarana itu dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel Prasarana dan Sarana Desa
No Jenis Prasarana dan Sarana Desa Jumlah Keterangan
1 Kantor Desa 1 Baik
2 Gedung SLTA -
3 Gedung SLTP 1 Baik
4 Gedung SD 2 Baik
5 Gedung TK 1 Baik
6 Gereja 5 Baik
7 Polindes 1 Baik
20 | P a g e
8 Kran desa 16 Di tambah
9 Jalan Desa 4 Km Baik
10 Jalan Kebun 14Km 70%baru dibuka
11 Lapangan Olahraga (Sepak Bola) - Tidak ada
12 Pekuburan 2
13 Balai Pertemuan 1 Baik
14 Poskamling 1 Tak layak pakai
Dari data tersebut terlihat bahwa umumnya sarana-prasarana desa digunakan
untuk menunjang di berbagai bidang kehiupan masyarakat :
Bidang pemerintahan : kantor desa
Bidang pendidikan : gedung Tk, SD, SLTP
Bidang keagamaan : 4 buah gereja
Bidang kesehatan : Polindes
Bidang sarana umum : Kran desa, pekuburan, jalan kebun dan balai
pertemuan
Gambar.4 . Balai desa Tincep
21 | P a g e
Hanya saja terapat beberapa hal yang masih harus diperhatikan pula dengan
serius. Hal tersebut menyangkut perampungan 30% jalan kebun, penyediaan sarana
lapangan olahraga (sepak bola). Dan perbaikan serta penambahan Poskamling.
Mengenai keberadaan lapangan sepak-bola, Menurut penuturan seorang
pemuda desa yang benama Ronal Maramis, dulu terdapat lapangan sepak bola di
kampung ini tetapi sudah dialihfungsikan sebagai tempat penjemuran padi. “kalu dulu
itu memang ada lapangan noh, tu di deka sawah mar yah…tu lapagan bola skarang
so nyanda ada lantarang tu tana yang da pake for lapangan bola so dapa ambe pa
depe tuan. Skarang so jadi tampa jumur padi.”7. Ronal menambahkan “dulu kalu
masih ada tu lapangan kasiang, torang biasa main bola sore-sore deng ana-ana
kampung yang laeng mar skarang torang so bingo mo maeng bola ka mana. Ahirnya
ana-ana skarang cuma da bamabo deng bajalang nda jalas. Deng kita rasa le so itu
depe alasan sampe da salah paham deng ana-ana kampung diujung sana. Padahal
dulu kalu ada bakalae ato salah paham so capat itu da mo ilang soalnya da inga to…
kalo besok mo maeng bola lai, yah…tapi skarang so nintao le.”8 Semua penuturan itu
menunjukkan bahwa keberadaan lapangan bola ini sangat penting karena selain
membantu warga desa untuk menyalurkan hobi olehraganya, keberadaan lapangan
juga membantu masyarakat desa terutama para pemudanya untuk meningkatkan
kohesi atau kedekatan sosial. Penulis sendiri juga beranggapan bahwa keberadaan
lapangan bola dapat membentuk prestasi masyarakat desa Tincep sendiri dalam
persaingan olah-raga dengan masyarakat wilayah lain.
Untuk menyelesaikan hal ini pihak desa perlu mencari tanah yang tepat yang
bebas dari kepemilikan pribadi. Desa perlu menyediakan tanah khusus yang
dimaksudkan untuk membangun tempat olahraga masal seperti bola kaki ini ataupun
bola volley.
Sarana lain yang masih harus dibenahi adalah Pos Kamling. Pos kamling di
desa ini hanya ada satu buah dan kondisinya sudah memprihatinkan. Untuk
mneyelesaikan masalah ini, pihak desa perlu memobilisasi warga dan mengeluarkan
7 Arti harafiahnya : kalau dulu memang terdapat lapangan (di desa ini), yang terletak di dekat sawah, tetapi kini lapangan itu tidak ada lagi karena tanah yang digunakan seagai lapangan bola itu telah diambil kembali oleh tuannya. Sekarang tanah bekas lapangan tersebut telah menjadi tempat menjemur padi.8Arti menurut terjemahan bebeas : dulu ketika masih ada lapangan, kami bisa main bola pada sore hari dengan anak-anak kampung yang lain, tetapi sekarang, kami sudah bingung mau main bola ke mana lagi, akhirnya ada pemuda desa sekarang hanya mabuk-mabukan dan berkeliaran tanpa tujuan yang jelas. Dan saya kira itu salah satu alasan mengapa bisa terjadi salah paham antara anak-anak di dalam kampung ini sendiri. Padahal kalau dulu hal itu terjadi, sangat cepat hal itu hilang karena masing-masing dari antara kami tahu bahwa kami akan bertemu lagi saat bermain bola besok harinya.
22 | P a g e
dana untuk merehab bangunan poskamling yang ada, karena keberadaan pos kamling
membantu warga menjaga Kamtibmas desa Tincep.
Sementara itu, J alan ke kebun yang belum selesai telah ditangani pihak desa
dan sampai sekarang masih terus dikerjakan. Dukungan dari masyarakat terus
mengalir dalam memberi dukungan penyelesaian sarana yang sangat penting ini.
masyarakat menyadari bahwa keberadaaan jalan ke keun ini dapat membantu
meningkatkan efektifitas kerja harian para petani dan dengan demikian membantu
kemajuan perekonomian desa juga.
Gambar .5. Para warga desa berpartisipasi
dalam pengerjaan jalan ke kebun dengan
bantuan alat berat
10. Panorama dan Keindahan alam
23 | P a g e
Alam desa Tincep yang masih asri mengandung banyak kekayaan berupa
pemandangan alam yang menakjubkan. Pemandangan itu berupa bentangan alami
seperti sungai, pegunungan, hutan lindung, maupun persawahan penduduk.
Dari semua bentuk pemandangan yang ada di desa Tincep, barangkali yang
paling legendaris adalah air terjunnya. Bahkan dalam beberapa literatur budaya
Minahasa berbahasa Belanda, keberadan air terjun ini lebih ditonjolkan daripada
keadaan kampungnya sendiri. Hal ini dapat dilihat secara jelas dalam catatan
kunjungan dan penelitian yang dilakukan oleh N. Graafland, seorang guru zending
dan direktur sekolah guru untuk pribumi di Tanahwangko. Ia mencatat :9 “kurang
lebih setengah pal diluar negeri ini (desa Tincep), anda berada pada suatu air
terjun yag luar biasa indahnya, salah satu yang tebesar di Minahasa.
Gambar .6. Air terjun yang merupakan salah satu ikon
keindahan desa Tincep
Air terjun ini terbentuk dari tiga sungai kecil, yang lebih ke atas sana telah bertemu
yakni sungai Muntei, sungai Nu-ay, serta sungai Rano raindang. Mari kita turun
9 Lih, N. Graafland. Minahasa masa lalu dan minahasa masa kini ; diterjemahlkan oleh Yoost Kuliit ( Jakarta : Lembaga Perpustakaan, dokumentasi dan informasi : yayasan pengembangan informasi dan pustka Indonesia , 1987), hlm. 231
24 | P a g e
sebentar dan berjalan-jalan. Hal ini memang tidak mudah, namun bagi wanita juga
mungkin dapat dilakukan, serta sungguh memuaskan usaha. Lihatlah disini
keindahan serta kemuliaan!. Suatu kolom air menurun, jatuh, membuih, serta
bergemuruh kedalam suatu kom batu trakhit, serta membinasa dengan suatu
kekuatan yang meremuk pohon terberat pun. Anda melihat masa air yang tingginya
70 kaki serta lebar 15 kaki itu, maka anda dengan sendirinya teringat akan uraian
mengenai suatu gumplan salju longsor yang hebat………rasa heran akan mencekam
anda, jika anda di dekat situ serta (berada) di bawah jatuhan air melihat batu
karang terpecah keluar oleh kekuatan yang meremukan segala sesuatu dari air
itu……”
Namun sesungguhnya daya Tarik alam Tincep belum habis. Lamanya yang
jauh dari kebisingan polusi kendaraan menampakan jajaran pegunungan dan
hamparan sawah yang menyejukkan mata.
25 | P a g e
Gambar.7. Panorama pegunungan desa yang asri
dipandang dari dataran tinggi ujung kampung bagian
barat.
Gambar.8. Areal persawahan penduduk yang mebentang
luas di bagian selatan desa. Terlihat indah saat di lingkupi
embun pagi
26 | P a g e
Gambar .9. Sungai Munte yang membentang di sebelah
utara desa, dengan aliran air yang tidak terlalu deras dan
dalam.
Walaupun keindahan di desa Tincep sangat beragam dan menakjubkan, ada
juga beberapa hal yang menjadi kendala dan tantangan dalam hal ini, contohnya
pengelolaan yang belum begitu baik terhadap objek wisata itu dengan kurangnya
sarana seperti tempat persinggahan atau pendopo, maupun masih banyaknya sampah
yang menggangu.
Dari obeservasi peneliti, ditemukan bahwa sungai bukan saja menjadi tempat
mengalirnya air tetapi juga menjadi tempat untuk membuang sampah. Hal ini selain
dapat menimbulkan pencemaran, juga merusak pemandangan obkek wisata tadi.
Maka perlu dipikirkan suatu tempat pembuangn sampah yang tepat.
27 | P a g e
Gambar .10. Sampah yang sangat menggangu
pemandangan keindahan air terjun Tincep.
D. Penduduk dan perkembangannya
1. Data jumlah kependudukan desa Tincep tahun 2011
Uraian Jumlah Keterangan
A. Jumlah penduduk 1542
B. Jumlah KK 514
C. Jumlah laki-laki
a. 0-15 tahun
751
138
28 | P a g e
b. 16-55
c. Diatas 55
tahun
D. Jumlah perempuan
a. 0-15 tahun
b. 16-55 tahun
c. Diatas 55
tahun
216
231
791
164
243
227
Jumlah tersebut dirinci di dalam pembagian wilayah jaga sebagi
berikut sebagai berikut
No Jaga Laki-laki
(jiwa)
Perempuan
(jiwa)
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Jumlah keluarga
(KK)
1.JAGA
1172 197 369 122
2.JAGA
2162 141 303 109
3.JAGA
3228 241 469 148
4.JAGA
4189 212 401 135
JUMLAH 751 791 1.542 514
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa, Jumlah usia produktif
lebih banyak dibanding dengan usia anak-anak dan lansia. Perbandingan usia
anak-anak, produktif, dan lansia adalah sebagai berikut: 26% : 57% : 17 %.
29 | P a g e
Dari 0jumlah penduduk yang berada padakategori usia produktif laki-laki dan
perempuan jumlahnya hampir sama / seimbang. Hal ini berpengaruh pada
jumlah angkatan kerja di desa Tincep yang sangat potensial dalam
membangun desa.
2. Perkembangan jumlah penduduk
Berikut ini adalah Tabel jumlah dan perkembangan penduduk dari
tahun 1987, 1999, 2011.Dengan demikian data yang disajikan disini adalah
data pendataan penduduk dalam jangka waktu perdua-belas tahunan.
uraian Data tahun 1987 Data tahun 1999 Data tahun 2011
Jumlah
penduduk
1538 1342 1542
Jumlah
laki-laki
777 662 751
Jumlah
perempuan
776 680 791
Jumlah
KK
391 427 514
Dari data kependudukan tersebut dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
Jumlah penduduk mengalami penurunan pada tahun 1999 dengan jumlah
penduduk hanya 1342 orang, dari 12 tahun sebelumnya yaitu tahun 1987
dengan jumlah penduduk 1538 orang.
Jumlah penduduk kembali mengalami peningkatan 12 tahun berikutnya
yaitu naik menjadi 1542 orang pada tahun 1999.
Jumlah perempuan lebih banyak jika dibangdingkan dengan jumlah laki-
laki dalam kurun waktu 24 tahun terakhir, sejak tahun 1987 dimana laki-
laki mendominasi wanita dengan selisih hanya satu orang.
30 | P a g e
Jumlah KK yang baru terus meningkat dari tahun ke tahun : dalam kurun
waktu 12 tahun dari tahun 1987-1999, terjadi pertambahan KK sebesar 36
KK. Dalam kurun waktu 12 tahun berikutnya dari tahun 199-2011, terjadi
pertambahan jumlah KK lagi sebesar 87 KK.
3. Tingakat pendidikan yang ditempuh masyarakat
Berikut ini merupakan beberapa data pendidikan desa Tincep yang
diambil tahun 2011.
No Pendidikan
Pendidikan (Orang)
JumlahJaga
1
Jaga
2
Jaga
3
Jaga
4
1. Belum sekolah SD 33 28 37 25 123
2. Masih Sekolah SD 46 38 49 24 157
3. Tidak Tamat SD 34 27 21 24 106
4. Tamat SD 29 21 64 56 170
5. Masih Sekolah SLTP 24 18 27 23 92
6. Tamat SLTP 67 46 74 73 260
7. Masih Sekolah SLTA 48 37 58 38 181
8. Tamat SLTA 99 71 127 114 411
9.Masih Sekolah Akademi /
PT3 - 4 1 8
10. Tamat Akademi / PT 6 2 8 5 21
11. Tidak Pernah Sekolah - - - - -
Jumlah 369 303 469 401 1.542
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa :
Umumnya masyarakat desa Tincep telah dapat memperoleh akses pendidikan
dengan baik. Hal ini terlihat dari tidak adanya masyarakat yang tidak pernah
sekolah. Presentasi terbesar adalah siswa tamat SMA yang siap melanjutkan
kuliah ke perguruan tinggi.
Pendidikan juga mendorong terjadinya migrasi keluar desa. Tabel
sarana-prasarana telah menjelaskan kepada kita bahwa desa Tincep tidak
31 | P a g e
memiliki sekolah tingkat SMA. Sudah pasti penduduk desa pada usia sekolah
SMA itu mencari sekolah diluar desa. Namun bukan berarti warga yang
mengenyam pendidikan diluar des hanya berasal dari tingkat SMA saja,
karena adapula siswa SMP yang bersekola di kota Tomohon. Memang ada
remaja yang memilih sekolah yang terdekat misalnya ke Sonder tetapi ada
juga remaja desa yang memilih bersekolah di kota Tomohon atau kota
Manado. Untuk menghemat biaya transportasi, biasanya mereka ini memilih
tinggal saja di kota yang bersangkutan dengan memanfaatkan akomodasi
tempat kos yang tersedia di kota tersebut. Biasanya mereka ini kembali ke
desa pada hari Sabtu untuk berakhir pekan. Nantinya mereka kembali pad hari
senin. Itu sebabnya keadaan desa pad hari satu begitu ramai dibandingkan
hari-hari sekolah yang cenderung lebih sepi.
Dari pengembangan SDA, desa Tincep telah melakukannya dengan
sangat baik. Dapat dikatakan bahwa tingkat melek huruf mencapai 99 %,
karena tidk ada seorangpun peduduk desa yang masih hidup kini tak pernah
mengenyam pendidikan. Ini merupakan potensi terbesar dalam membangun
desa.
4. kesejahteraan dan profesi penduduk
Uraian Jumlah Keterangan
Jumlah KK sejahtera 147
Jumlah KK kaya 86
Jumlah KK sedang 54
Jumlah KK miskin 103 Versi Desa
Jumlah KK Miskin
(pra-sejahtera)
124 Versi Pemerintah
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa umumya masyarakat desa
Tincep merupakan penduduk dengan pendapatan menegnah keatas (akumulasi
dari jumlah KK yang sedang, kaya dan sejahtera). Meskipun demikian masih
32 | P a g e
ada juga jumlah penduduk yang dikategorikan miskin deng jumlah 103 KK
(menurut versi desa) atau 124 KK (menurut versi pemerintah), dari jumlah
seluruh penduduk desa. Namun jumlah itu masih lebih kecil jika dibangung
kan deng jumlah KK yang berpendpatan menengah keatas (287 KK).
Tingkat Kesejahteraan ini memiliki dampak pula terhadp kualitas bangunan10
dan pakaian yan dipakai. Umunya masyarakat desa Tincep memiliki rumah
yang telah tebuat dari beton, termasuk yang semi permanen (65%). Hanya
sedikit (35%) yang memakai rumah kayu, termasuk rumah panggung.
Lagipula dari pengamatan penulis, busana yang digunakan pada hari
Minggu, maupun pakaian yang terdpat di jemuran masyarakata desa Tincep
umunya sudah meggunakan pakaian yang bahannya terbuat dari kain berbahan
tekstil sintetik, dan berwarna beragam yang harganya relatif mahal. Hanya
sedikit yang memakai busana dengan bahan kain linen dengan warna polos
yang harganya lebih murah.
Tingakat kesejahteaan yang cukup baik di desa Tincep ini juga dapat
dilihat lewat kepemilikan Keberadaan bermotor yang memang membutuhkan
banyak uang untuk membelinya. Di desa Tincep sendiri terdapat sepeda motor
(98 unit) dan mobil/truk (22 unit).
Melihat tingkat kesejahteraan yang dicapai olel penduduk desa ini, akan
timbul pertanyaan bagaiman mereka dapt mencapai tingakt kesejahteranan
demikian. Apa mata pencarian mereka ?
Nah, berikut ini adalah jenis-jenis usaha yang dijalankan oleh masing-
masing anggota masyarakat desa Tincep.
10 Lihat peta distribusi jenis dan bentuk rumah pada lampiran
33 | P a g e
No.Jenis
Pekerjaan
Mata Pencaharian (Orang)Jumlah
Jaga 1 Jaga 2 Jaga 3 Jaga 4
1. PNS 4 2 2 4 10
2.Pegawai
Swasta3 4 8 5 20
3. Petani 182 172 284 204 842
4. Pensiunan 3 2 3 3 11
7. Usaha Sendiri 4 6 8 5 23
8. Tidak Bekerja 147 95 122 158 522
9. Lain - lain 28 22 41 22 113
Jumlah 369 303 469 401 1.542
Dari data tersebut, kita mengetahui bahwa jumlah yang paling menojol
bayaknya adalah jumlah petani yang mencapai 842 orang dari 1542 orang.
Bagaimanakah sampai para petani yang sudah sering dikategorikan sebagai
orang kecil menegah itu mampu membentuk tingkat kesejahteraan yang
lumayan bagus di desa Tincep (keluarga berpendapatan menegah keatas
mencapai 287 KK)?.
Ternyata petani yang berada di desa Tincep dapat digolongkan sebagai
petani yang sejahtera. Hal itu dapat dilihat berdasarkan perhitugan upah
minimum yang dapat diperoleh para petani desa Tincep berikut ini :11
Setahun ada 3 kali penen
untuk para petani padi sawah, dalam satu kali panen, umumya petani
dapat memperoleh minimal 10-15 karung yang berisi 50 liter12 beras.
Maka jumlah beras yang minimal dapat dikumpulkan setiap tahun
adalah 50 liter x 12 karung (median dari 10 -15 karung) = 600 liter x 3
(jumlah panen per tahun) akan didapat jumlah 1800 liter per tahun.
Dari jumlah sebanyak itu, petani biasanya mengambil ¼ bagiannya
untuk dikonsumsi oleh keluarganya sendiri. Berarti jumlah yang akan
dijual dalam setahun adalah adalah sebesar 1660 liter. Harga 1 liter
beras adalah Rp.6000. Berarti jumlah uang yang dapat diterima setiap
petani dalam setahun minimal berjumlah Rp. 9.960.000,
Jika rata-rata pengeluaran normal per hari adalah Rp 25.000 (tidak
termasuk beras karena dapat diperoleh sendri) maka dalam setahun
dapat menghabiskan uang sebesar Rp. 9.000.000.
Dengan demikian terdapat surplus sebesar Rp 960.000. biasanya
jumlah sebesar ini ditabung di bank.
Ini adalah perhitungan minimal. Kalau dilakukan perhitungan normal
dapat lebih tinggi lagi pendapatannya. Namun walaupun dapat memenuhi
kebutuhan makan sehari-hari selama setahun dan masih menyisahkan uang
11 Perhitugan ini dibuat berdasarkan hasil wawancara dengan Hukum tua : Bpk. Romi Dapu S.sos , kepala jaga II- Bpk Edin Tujuwale, dan seorang petani sekaligus tokoh masyarakat katolik, Bapak A. Manengkel.
12 Satu liter setara dengan 1 ¼ kg.
34 | P a g e
untuk ditabung, para petani umumnya tidak hanya mengandalkan pendapatan
dari sawah ini mengingat :
Panen dapat saja gagal akibat hujan deras terus-menerus yang
menyebabkan banjir dan serangan hama.
Keadaan akan semakin gawat jika persediaan beras yang semula
disisihkan habis sebelum waktunya.
Selalu ada kebutuhan mendadak seperti pesta, sumbangan Gereja maupun
kedukaan
masih ada kebutuhan dana pendidikan untuk anak-anak dan dana
pemeliharanan sawah itu sendiri
Maka jalan keluar yang terbaik adalah mencari pekerjaan sampingan.
Selain tanaman padi sawah, adapula tanaman lain yang sering dibudidayakan
yaitu, tanaman cengkih. Harga cengkih lebih besar daripada harga beras. Satu
karung beras 50 kg, hanya mencapai harga sekitar Rp 350.000, sedangkan 50
kg cengkeh kering sudah mencapai harga sekitar Rp 2,500.000. Keuntungan
ini dapat belipat ganda jika mereka melakukan spekulasi harga. Umumna
mereka menjual 50% dari penghasilan mereka para paruh waktu pertama.
Ketika cengkeh mulai langka di pasaran mereka mulai menjual lagi 50% yang
tersisa dengan harga yang lebih mahal lagi. Hal ini dapat menjelaskan,
mengapa tanaman cengkih ini dapat memberikan kesejahteraan yang lebih
memadai kepada dibandingkan tanaman beras.
Selain padi dan cengkih, tanaman yang juga mendatangkan uang
adalah pohon yang menghasilkan buah-buahan Durian dan Mangga. Jadi dari
semua deskripsi itu dapat dilihat bahwa masyarakat desa Tincep sangat
dimanja oleh sumber daya alamnya. Mereka selalu saja memiliki cara untuk
memperoleh pendapatan.
Lalu mengapa ada pula beberapa warga desa yang miskin ? Yang
menyebabkan kemiskinan sebenarnya adalah mentalitas boros warga sendiri,
maupun kebutuhan yang banyak diantara anggota keluarga. Adakalanya
dengan penghasilan satu juta sebulan, sebuah keluarga kecil mampu
membiayai kebutuhan hidupnya, tetapi ada keluarga yang dengan biaya
sebesar itu tak mampu membiayai hidupnya karena jumlah anggota keluarga
yang terlampau besar. jadi boleh dikatakan pemasukan lebih besar daripada
pengeluaran.
35 | P a g e
Adapula faktor-faktor lain seperti keengganan untuk menabung di bank
karna dianggap menyusahkan ataupun disebabkan oleh banyakanya pesta yang
menelan biaya besar serta kemabukan yang timbul disamping pesta itu. semua
itu menimbulkan pengeluaran yang terlampau besar.
5. Suku bangsa di desa Tincep
Desa Tincep meupakan tempat domisili bukan saja warga yang
beretnis Minahasa, tetapi juga beberapa etnis lain di luar minahasa.
Suku Jumlah penduduk Keterangan
Minahasa 1532 Semuanya beragama
Krsiten
Ambon 3 Semuanya Beragama Krsiten
Sangir 4 Semuanya bergagma kristen
Makasar 1 beragama islam
Jawa 1 beragama islam
Bali 1 beragama katolik
Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah suku Minahasa adalah yang
terbanyak, sedangakan jumlah dari suku Makassar, Jawa dan Bali adalah yang
paling kecil. Keberadaan banyak suku bangsa di desa Tincep menunjukkan
bahwa desa ini telah terbuka pada interaksi yang lebih luas, bukan hanya
perpindahan penduduk dari daerah minahasa yang lain (antar sub-etnis
minahasa), tetapi juga antar suku–suku besar di Indonesia. Walaupun
demikian jumlah orang dari suku Minahasa masih terlampau besar bila
dibandingkan dengan suku bangsa yang lainnya. Hal ini mengakibatkan bahwa
corak kehidupan yang umum dihidupi oleh masyarakat Tincep adalah corak
hidup orang Minahasa.
Sementara itu, kohesi sosial masyarakat yang berlaianan suku ini terjalin
cukup erat dan membaur. Hal ini dapat dilihat dari letak rumah dari masing-
masing suku yang berlainan itu. Rumah mereka menyebar diantara lautan
penduduk yang beretnis minahasa.13
13 Lihat peta distribusi etnis dan agama pada lampiran.
36 | P a g e
6. Afiliasi pada Golongan agama dan kepercayan
Golongan agama keterangan
1. Agama Kristen
a. Jemaat GMIM 64,67 persen
b. Jemaat GPDI 14, 31 persen
c. Jemaat Advent 11, 41 persen
d. Katolik 7,93 persen
e. Betel 1,35 persen
2. Agama Islam 0,52 persen
Dari data itu, dapat disimpulan bahwa jemaat GMIM adalah jemaat
yang terbesar sedangakan agama Islam merupakan yang terkecil. Hal ini
mengakibatkan corak kehidupan mayoritas desa Tincep sangat dipengaruh
oleh agama Kristen, khususnya oleh Gereja GMIM. Yang terlihat jelas adalah
pengaruh hari ibadah agama ini dengan keberlangsungan aktifitas harian
warga desa.
Hal ini dapat terlihat jelas pada suasana desa di hari Minggu, yang
merupakan hari kebaktian agama Kristen (GMIM dan jemaat Kristen lain
selain Advent). Menurut pengamatan peneliti, umumnya keadaan desa pada
sekitar pukul 8.30-10.00 a.m sangat lengang. Hal ini diakibatkan oleh
banyaknya penduduk Kristen (selain Advent) yang beribadah pada saat itu.
Kelengangan itu tidak hanya terjadi pada jalan-jalan tetapi juga pada kebun
dan areal persawahan yang setiap harinya selalu ramai oleh para petani.
Hal yang sedikit berbeda terjadi pada hari Sabtu yang merupakan hari
ibadah jemaat Advent. karena jumlah mereka bukanlah yang terbesar,
keadaan lengang tak begitu terlihat pada hari ini. Umumnya kita masih dapat
melihat kesibukan warga pada hari sabtu ini. Bahkan boleh dikatakan kegiatan
pada hari ini mencapai puncaknya. Segala pekerjaan berusaha diselesaikan
oleh sebagian besar masyarakat (yang beragama Kristen selain Advent) untuk
menyambut hari Minggu yang akan dijalani dengan ibadah dan istirahat kerja.
37 | P a g e
Hal yang serupa juga dialami pada hari jumat yan merupakan hari
ibadah warga yang beragama Islam. Karena mereka merupakan pemeluk
agama yang minoritas, maka keadaan hari jumat di desa tidak dipengaruhi
oleh aktifitas ibadah mereka. Warga yang beragama islam ini juga tidak
memiliki masjid di desa ini, karena pemeluknya hanya beberapa orang,
lagipula mereka hanya menjalani masa domisili yang sementara saja.
7. Rumah dan tanah pemukiman penduduk14
a. Bentuk dan bahan rumah
Umumnya rumah warga desa Tincep terbuat dari bahan beton/semen.
Kebanyakan adalah rumah permanen dan sebagian lainnya semi permanen.
Selain itu terdapat pula jenis rumah kayu dan bambu. Rumah yang berbahan
kayu ini sebagai besar memiliki bentuk rumah penggung (bentuk rumah adat
Minahasa). Bahan untuk atap sebagian besar adalah “seng” hanya sebagaian
kecil masih menggunakan atap dari dauh rumbia.
Bahan rumah ini juga berbanding lurus dengn pendapatan masyarakat.
Semakin besar pendaatan masyarakat, semakin mampu juga ia membangun
rumah dari bahan yang lebih mahal, yaitu bahan beton,sedangkan warga yang
memiliki pendapatan menengah kebawah hanya mampu membangun rumah
dari bahan yang lebih murah seperti bahan kayu.
Selain faktor pendapatan, akses untuk mendapat bahan bangunan juga
mempengaruhi bahan yang digunakan untuk membangun rumah. Umumnya
bahan bagnunan seperti genteng tidak tersedia secara meluas di Sulawesi
Utara. Sedangakn “seng” lebih banyak tersedia. Maka dapat dimengerti
mengapa hampir semua rumah di desa Tincep memiliki atap dari “seng.”
b. Halaman rumah
Hampir semua rumah di desa Tincep memiiki halaman rumah. Ada
yang memiliki halaman rumah yang luas dan ada juga yang memiliki
halaman rumah yang sempit.15 Hal ini tidak selalu berbanding lurus dengan
jumlah pendapatan. Ada kalanya sebuah rumah sederhana yang terbuat
14 Lihat peta distribusi bahan rumah pada lampiran.
38 | P a g e
dari kayu memiliki halaman yang luas sedangkan sebuah rumah
yang besar dan berbahan mahal seperti beton justru memiliki halaman
yang sempit.
Besar kecilnya halaman rumah sangat tergantung dari
pemanfaatan tanah di sekeliling rumah. Adakalanya hampir seluruh
tanah digunakan sebagai landasan bangunan rumah utama, akhirnya
tidak tersisa tanah yang dapat digunakan untuk halaman. Ada kalanya
sebuah rumah hanya memiliki bangunan yang kecil, sedangkan tersedia
sisa tanah yang kosong disekelilingnya yang digunakan sebagai halaman.
Pemanfaatan halman rumah sangat beragam. Ada warga yang
menggunakan halaman rumahnya sebagai media tanaman hias (bunga);
namun tidak sedikit juga yang menggunakannya sebagai tempat menjemur
padi atau cengkeh. Untuk hal ini mereka membuat semacam lapangan
kecil di depan rumah mereka. Lantai lapangan kecil itu terbuat dari
bahan semen. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penjemuran gabah
dan penjemuran biji cengkih saat panen.
c. Pagar rumah
Dari peta distribusi bentuk rumah dan penggunaan pagar pada halaman
lampiran dapat terlihat bahwa tidak semua warga menggunakan pagar. Bahkan
mayoritas penduduk desa Tidak memiliki pagar. Pagar yang dimiliki warga
juga beragam bahannya. Ada yang terbuat dari bahan kayu dan bambu, tetapi
ada juga yang terbuat dari bahan beton dan besi (las). Bahan pagar tergantung
dari kemampuan masyarakat untuk membeli bahan pagar itu. Bahan pagar
yang termahal adalah yang terbuat dari besi (las), sedangkan yang termurah
adalah yang terbuat dari bahan bambu dan kayu yang bahannya dapat
langsung ditemukan di hutan desa Tincep.
Umumnya pagar dimiliki oleh mereka yang bermukim di sepanjang
jalan raya. Sedangkan mereka yang bermukim di sepanjang jalan kecil,
umumnya tidak memiliki pagar. Hal ini berkaitan dengan pemahaman
penduduk akan keamanan. Di sekitar jalan raya utama banyak kendaraan dan
15 Dalam pengertian ini, halaman rumah tidak sama dengan luas tanah. Rumah yang memiliki halaman luas tidak sama dengan rumah yang memiliki tanah yang luas. Halaman yang dimaksud adalah lahan kosong disekitar rumah.
39 | P a g e
orang yang lalu-lalang. Oleh sebab itu ketersediaan pagar dapat memberi
perlindungan terhadap penghuni rumah dari bahaya kecelakaan ataupun
pencurian.
Keberadaan pagar ini juga memiliki pengaruh terhadap kohesi sosial
warga Tincep. Dari pengamatan peneliti, daerah sepanjang jalan raya yang
memiliki pagar, umumnya tidak terlihat suatu aktivitas interaksi yang berarti.
Jarang ada orang yang saling bercakap-cakap antar penghuni rumah satu
dengan yang lainnya. Hal ini terutama disebabkan oleh terhalangnya
pandangan dan pertemuan antara mereka. Tentu adanya pagar mempengaruhi
hal ini.
Keadaan ini ini sangat berbeda dengan para penduduk yang tinggal di
sepanjang jalan kecil yang umumnya tidak memiliki pagar. Disini, penulis
justru menemukan banyak terjadi aktivitas interaksi sosial antar warga. Hal ini
dapat terlihat jelas baik siang maupun malam hari. Para warga disini saling
bercakap-cakap bahkan membentuk kumpulan-kumpulan dan kerumunan-
kerumunan orang pada toko-toko kecil yang ada disitu, atau pada tempat
peristirahatan dibawah pohon. Ketiadaan pagar membuat setiap warga di
wilayah sepanjang jalan kecil ini dapat leluasa berinteraksi.
BAB. III. Gambaran Sosial Budaya DesaTincep16
A. Agama dan kepercayaan
1. Agama suku
Sebelum agama besar masuk Tincep, telah terdapat bentuk-bentuk keercayaan
setempat. Hal ini terlihat dalam upacara Tumani yaitu upacara pendirian desa dengan
16Data-data ini sebgian besar diambil dari buku sejarah desa Tincep karangan bapak Pestus Romdonuwu., dkk, yang diterbitkan tahun 1988; disertai dengna analisis penulis sendiri.
40 | P a g e
menyebutkan puji-pujian dan permohonan kepada “EMPUNG WANGKO AMANG
KASURUAN,” SI MAEMA IMBAYA WAYA dan seterusnya. Dari kalimat ini,
sudah dapat dipastikan bahwa ada yang mereka percaya sebagai :
- Pemberi sesuatu kepada mereka
- Pemimpin mereka
- Pemecah persoalan yang mereka hadapi
Hal ini meunjukkan bahwa masyarakat desa Tincep, sebagaimana masyarakat
Minahasa umumnya pada waktu itu telah mempercayai adanya kekuatan yang
transenden / yang ilahi. Pengakuan akan “yang tansenden itu” tidak hanya terjadi pada
saat pendirian kampung, tetapi juga pada saat melaksanakan upacara syukuran panen
tahunan yang dinamakan upacara “semaka toro.” Pada acara itu juga diadakan syukur
kepada penguasa dunia ini. Hal ini mengakibatkan penerimaan masyarakat terhadapa
agama Kristen begitu mudah, karena agama Krsiten juga mengajarkan bahwa Allah
itu adalah Allah yang menyertai umatnya dalam segala kesusahan hidupnya.
2. Agama Kristen
Agama dengan pemeluk terbesar di desa Tincep sekarang adalah agama Kristen.
Namun agama Kristen yang masuk di desa Tincep, terdiri dari berbagai denominasi.
Antar lain :
a. Jemaat GMIM
Awalnya, masuknya agama Kristen di desa Tincep di dahului dengan
masuknya seorang penginjil yang bernama “SCHWARS.” Pada tahun 1835,
dimulailah babtisan pertama. Agama Kristen yang dibawa oleh SCHWARS ini
beraliran kalvinis. Dan berkembang selanjutnya menjadi jemaat GMIM seperti
sekarang. Bergabungnya jemaat ini dengan sinode GMIM terjadi pada tahun
1934.
Pada perkembangan selanjutnya, pada periode tahun 1940-1945, jemaat ini
dipimpin oleh pendeta kesakay dan dibantu oleh bapak Nicholas Terok sebagai
guru jemaat.Seusai perang dunia II, pelayanan jemaat GMIM semakin baik,
dengan datangnya pendeta muda yaitu bapak Woiling.
Jemaat GMIM terus berkembang sampai menjadi jemaat dengan jumlah
terbesar di desa Tincep. Perkembangan yang pesat ini dibarengi dengan beberapa
41 | P a g e
pembangunan fisik. Berikut ini adalah beberapa pembangunan fisik yang telah
dilakukan sejak jemaat GMIM terbentuk:
Pembangunan gedung gereja kayu pada tahun 1931
Pembangunan gereja GMIM berbahan dasar semen cor pada tahun 1977;
masih ada sampai sekarang.
Pembangunan gedung Pastori dua lantai pada tahun 1984.
Gambar .8. Gedung gereja jemaat GMIM yang
42 | P a g e
merupakan gedung gereja yang terbesar di desa
Tincep, yang dapat menampung kira-kira 500
jemaat.
kini, jemaat GMIM desa Tincep dipimpin oleh Pdt. Feki Paat sTh. Jemaat
ini memainkan pengaruh sangat besar terhadap seluruh perikehidupan masyarakat
desa Tincep. Salah satunya lewat keberadaan sekolah Paud dan SD GMIM
Tincep. kemajuan pembinaan iman dari jemaat ini juga sangat mempengaruhi
kemajuan dari keadaan sosial masyarakat desa Tincep, karena sebagian besar
warga desa Tincep termasuk jemaatnya.
b. Jemaat Advent
Pada tahun 1927, masuklah denominasi Kristen yang lain yaitu jemaat
Advent. Warga desa Tincep pertama yang masuk jemaat ini adalah bapak D.
Wuyusan. Kemudian pada tahun 1935, datanglah bapak Wilem Najoan sebagai
guru jemaat untuk melayani jemaat Tincep. Jemaat Advent juga berkembang baik
di desa Tincep bahkan menduduki jumlah terbesar ketiga. Jemaat ini memiliki
kebiasaan dan ajaran yang agak berbeda dengan ajarna dan kebiasaan agama
jemaat Kristen yang lainnya di desa Tincep. Denominasi ini mengajarkan kepada
jemaatnya untuk megikuti ajaran taurat Yahudi denan setia. Itu sebabnya, mereka
tidak mengonsmsi daging babi maupun tidak beribadah pada hari Minggu.
Terhadap penghayatan ajaran yang berbeda dari jemaat Advent ini,
umumnya masyarakat desa yang lain berasal dari jemaat GMIM, Pantekosta dan
Katolik bersikap toleran dan menghargainya. Seorang ibu; N. Tujuwale
menjelaskan “torang kalu ada acara desa bersama, biasa ja kaseh pisah noh tu
makanan for dorang dari Advent”17 ungkapan ini menunjukkan bahwa komunitas
desa Tincep mencoba untuk saling mengakui keberadan masing-masing golongan
yang ada dan saling memberi dukungan. Masyarakat juga mengakui bahwa
keberadaan jemaat Advent memberikan hal positif kepada desa lewat keberaaan
sekolahnya yaitu SD Advent Tincep. Menurut penuturan seorang tokoh agama
katolik di desa Tincep; bapak Anselmus Manengkel, uang Iuran SPP tiap bulan di
sekolah ini sangat terjangkau yakni hanya Rp. 5000.
17 Terjemahan bebasnya : Pada saat acara desa yang melibatkan banyak orang, kami biasanya memisahkan makanan untuk warga yang berasal ari jemaat Advent.
43 | P a g e
Kemajuan perkembangan jemaat advent ini telah diteguhkan sejak
dibangunnya gedung gereja Advent pad tahun 1955 yang memiliki bahan dasar
semen cor dan marmer. keberadan bangunan ibadah ini, membantu jemaat Adven
untuk melaksanakan kewajiban ibadahnya dengan lebih maksimal. Kini jemaat
Advent desa Tincep dipimpin oelh Pdt. Rohan Solar dengan jumlah umat
mencapai 11,41 persen dari seluruh warga.
Gambar .9. Gedung gereja jemaat Advent yang
khas dengan tiang bendera dan lambang kese
puluh perintah Allah
c. Gereja Katolik
Selama perang dunia kedua berkecamuk, kesempatan itu digunakan oleh
bapak Dionesius Kojo untuk mengadakan pelayanan agama Kristen Katolik. Jadi,
pada tahun 1949 beberapa warga Tincep menyatakan diri bergabung dalam
jemaat katolik dan disahkan/dibabtis pada tahun 1950. Samapai sekarang, jumlah
umat katokil berkisar 33 KK dengan persentase 7,93 persen dari seluruh
penduduk desa.
Walaupun masih merupakan suatu jemaat yang kecil, namun jemaat Katolik
memiliki andil dan partisipasi tersendiri dalam kegiatan-kegiatan yang
44 | P a g e
memajukan masyarakat desa Tincep secara keseluruhan. Contohnya adalah kerja
bakti dib alai desa atupun tmpat lain yag merupakan sarana umum desa.
Kegiatana itu biasanya dilakukan saat masa Prapaskah. Bapak A. Manengkel
sebagai pemuka jemaat ini (ketua stasi) mengatakan bahwa kegiatan ini adalah
salah satu bentuk penghayatan akan puasa dan matiraga, sekaligus membantu
masyarakat dalam memelihara fasilitas umum.
Gambar .10. Gedung gereja Katolik st. tehresia
Tincep yang berukurang kecil jika dibandingkan
dengan gedung gereja yang lain
d. Jemaat Pantekosta (GPDI)
Selama rentang tahun 1957-1960, terjadi gejolak peperangan permesta di
Minahasa. Walaupun demikian semangat untuk melanjutkan pelayanana Injili
tidak surut. Bahkan pada masa ini, masuklah pula jemaat Pantekosta(GPDI) di
desa Tincep. Sidang jemaat didirikan dari tahun 1928. Dan mulai diasuh oleh
45 | P a g e
pendeta Pairani dan pendeta Pandelaki. Kini jemaat ini dipimpin oleh pdt. Deli
Senduk.
Jemaat ni juga tela menyumbangkan banyak hal posotif bagi desa diantaranya
lewat traisi “bingkisan natal.” Bingkisan natal ini adalah bentuk bantuan dari
jemaat Pentakosta terhadap keluarga yang kuran mampu desa tincep.
Gambar.11. Gedung gereja GPDI
dengan gaya khas atapnya yang
sangat lancip.
e. Jemaat Betel (GBI)
Jemaat Betel adalah jemaat kristen yang termuda di desa Tincep. Jemaat ini
baru masuk ke desa Tincep pada tahun 2001 dan mulai diasuh dan dikoordinir
oleh pendeta manix mou dan pendeta sekarang (2013) adalah Samuel gampamole
Sesuai dengan perkembangan jemaat yang kian pesat, dibangunlah sebuah gedung
gereja untuk ibadah. Gedung gereja itu dibangun pada tahun 2001.
Kini, walaupun persentase umat GBI di desa masih relatif kecil yaitu hanya
mencapai 1,35 %, namun kehadiran mereka juga sangat memberi warna kepada
46 | P a g e
warga desa Tincep. sekdes Tincep bapak Canglie Rondonuwu, menuturkan.
“Jemaat betel ini baru bediri, dorang punya kegiatan ibadah sendiri seperti KKR.
Mar memang dorang nyanda ada kegiatan khusus for desa. Mar dorang katu aktif
noh kal ada kerja bakti untuk desa.”
Hal ini menunjukkan bahwa walaupun dalam usianya yan masih begitu muda,
perlahan-lahan jemaat Betel di desa Tincep mulai membagnun kesatuan dengan
umat disekitanya lewat inisiatif dan keaktifan bekerja sebagai bagian dari warga
desa Tincep.
Gambar .12. Gedung gereja jemaat
Betel (GBI) yang baru dibangun pada
tahun 2001 dan masih dibangun
hingga kini.
B. Adat istiadat
1. Kelahiran
Berikut ini adalah kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat desa Tincep
ketika tiba kelahiran seorang bayi. Bila seorang ibu hamil tua, maka biasanya ia
diharuskan makan dengan “tartib” artinya tidak meninggalkan sisa makanan di
47 | P a g e
piring. Sedang sang bapak harus mengumpulkan kayu bakar sebanyak mungkin
untuk persiapan kelahiran sang bayi.
Bila tiba saatnya melahirkan, diundaglah seorang ahli yang membidani
kelahiran yang disebut “Biang” yang kini dikenal sebagai Bidan.
Bila bayi lahir dengan selamat, maka Biang akan bertugas sebagaimana
mestinya. Tetpi bila Bila bayi tersebut meninggal, maka mayat bayi itu harus segera
dibalut kain dan segera dimasukkan didalam periuk tanah. Hal ini dilakukan secara
khusus oleh anggota keluarga terdekat pada waktu hari sudah gelap tanpa upacara
umum. Biasanya saksi penguburan bayi itu adalah Biang.Ia sudah diakui oleh
pemerintah desa maupun masyakakat untuk menjadi saksi atas hal-hal semacam
itu.Namun bila bayi lahir dalam keadaan selamat, sang bapak harus melaporkan
kelahiran itu kepada Hukum Tua ( kepala desa ).
Sementra itu sesudah melahirkan bagaimanapun nasib bayi itu (selamat atupun
meninggal) sang ibu mesti dikurung selama kurang lebih dua minggu untuk
mendapat perawatan khusus seperti mengepal daun turi di kepala, makan bubur
bercampur jahe dan kemiri, dan berdiang di dekat perapian. Hal terakhir yang
dilakukan sebelum meninggalkan perapian ialah Sumosop (mengeluarkan keringat
lewat uap air panas : ukup ).
Pada zaman sekarang umumnya, perihal kelahiran telah diserahkan kepada
seorang bidan puskesdes yang memahami cara-cara membidani kelahiran seorang
bayi secara medis modern.
2. Perkawinan
Sebelum diadakan upacara perkawinan, pihak keluarga pria mengutus orang
yang ikenal dengan istilah “Tumantu.” Kemudian bila ada persetujuan atau lamaran
tidak ditolak, maka dibicarakan pengakuan dari kedua calon pengantin di depan
kedua pihak orang tua denga istilah “Sumominta.”
Pada acara ini, pihak keluarga wanita akan mengajukan mas kawin yaitu
sejumlah tuntutan harta benda seperti uang tunai, perlengkapan pestadan tanah atau
rumah kepada pihak mempelai pria. Hal ini tidak boleh ditawar-tawar.
Jika pihak pria menyanggupinya, maka diadakanlah pesta perkawinan.
Namun segala tuntutan mas kawin pihak kelurga perempuan dapat dibatalkan oleh
pihak keluarga laki-laki, jika pihak kelurga waita tidak dapat membuktikan
48 | P a g e
kemurnian dan kesetian si wanita yaitu dengan menunjukkan bahwa ia masih
perawan.
Keperawanan itu dapat ditunjukkan pada malam permulaan “sanggama”.Pada
alas tempat tidur diletakan sebuah kain putih.Pada pagi harinya setelah bangun,
pengantin wanita harus segera keluar dari kamar dan ibu mertuaakan masuk
membutktikan keperawanan itu.Tanda keperawanan itu adalah adanya bercak darah
merah cerah yang berceceran di kain putih itu.
Bila hal itu tidak didapatkan, berarti wanita dianggap sudah tidak perawan
lagi. Jika sang pengantin pria merasa ditipu dan dirugikan, tak jarang seluruh
persyratan yang telah diajukan olehpihak keluarga perempuan itu ditarik kembali,
ada kalanya sampai diadakan perceraian. Namun jika sang laki-laki tetap
mempertahankan hubungan dan mengakui istrinya itu, maka masalah ini tidak
dipermasalahkan lagi ,walaupun diterima dengan senyum sinis dari orang tua lelaki.
Kebiasaan seperti ini sudah jarang dilakukan, denga masuknya agama Kristen
yang melarang perceraian. Namun nilai-nilai yang terkandung di dalam upacara ini
masih terus dilestarikan. Nilai yang dimaksud adalah nilai Kesucian, kesetiaan
dalam hidup berumah tangga. Tuntutan tentang hal “keperawanan” seorang wanita
pada adat seperti ini sebenarnya mencerminkan pandangan hidup masyarakat desa
yang sangat menekankan kesucian dan keluhuran martabat perkawian.
3. Kedukaan
Di desa Tincep, setiap berita kematian ditandai dengan bunyi atau tanda
tertentu, seperti bunyi bel/kentungan dengan bunyi tertentu, maka segera penduduk
mencari keterangan dan bergegas ke rumah duka.Bantuan membangun bangsal
segera berdatangan, juga ersedia degan segera beberapa orang yang bertugas untuk
mengumpulkan dana duka yan disebut ‘’Suruk.’’ Berupa uang dan beras yang
dikumpul untuk keluarga yang tengah berduka.
Bila jenazah harus disemayamkan selama satu malam, maka penduduk akan
duduk bersama-sama sambil menyanyikan lagu-lagu rohani untuk menghibur
keluargayang ditinggalkan. Nah ketika menyanyikan lagu ini, ada suatu
perkumpulan yang dussebut perkumpulan antar umat beragama yang disebut sebagai
Setelah itu akan dilaksanankan penguburan. Jenazah akan diarak menuju
kubur oleh keluarga maupun masyarakat yang menikutinya. Umumnya pakaian yang
49 | P a g e
dikenakan berwarna hitam yang melambangkan kedukaan.Sesampainya di kubur,
diadakan upacara penguburan sesuai dengan aturan agama masing-masing.
Dahulu, upacara ini ditangani oleh tona’as desa bila anak-anak yang
meninggal, maka semua sekam kayu sisa peti jenazah dibawa ke pekuburan, dan bila
orang tua laki-laki atau permpuan diikuti dengan pemecahan periuk tanah dena
istilah ‘’Mapo’ow’’ (kita tidak sebelanga lagi). Bila hal ini tidak dilakukan, maka
orang akan enggan kawin dengan duda atau janda yan ditinggalkan pasangannya itu.
Maksudnya adlah orang akan menganggap bahwa mereka masih memiliki hubungan
yang tak terlihat, jadi degan pemecahan periuk itu, terbukalah jalan bagi duda atau
janda itu untuk kawin lagi.
Selesai penguburan masih ada acara lain lagi yaitu, acara peringatan tiga
malam, yang diisi dengan doa bagi keselamatan jiwa arwah, juga acara makan
bersama antara keluarga dan masyarakat. Dahulu, pada peringatan tiga malam ini
diadakan juga upacara pemanggilan arwah yang baru meninggal oleh sang tona’as.
Setelah acara ini masih ada lagi peringatan mingguan dengan istilah
‘’Sumakey’’ dan acara terakhir dalam rangkaian acara kedukaan itu adalah
peringatan satu tahun.Acara ini jgua dihadiri oleh keluarga atau masyarakat yang
hadir. Sebelum diadakan upacara tahunan itu, diadakan upacara empat puluh hari
kematian sang almarhum / almarhumah.
4. Panen
Panen disebut juga ‘’Tumutul’’. Rangkaian penen ini dimulai dengan upacara
semaka toro. Pemimpin upacara yang disebut tumutul wue wuena mengambil sedikit
dari ladang berupa padi atau jagung yang terbaik, kemudian diberikan suatu
tempatyang telah ditentukan oleh tona’as pad pinggir kebun. Tumutul mengambil
sedikit berkas padi/jagung tersebut dan digantungkan dibagian dalam pondok
dengan harapan, hasil panen ini akan cukup sampai pada masa panen berikutnya,
setidak-tidaknya masih ada sisa degna istilah ‘’kina raan.’’
Setelah upacara itu, diadakanlah Pengucapan, yaitu acara masyarakatumum
untuk menikmati hasil bumi yang baru dipanen. Acara itu dimulai degna Mengelep,
yaitu undangan bagi tetangga ataupun masyarakat untuk mengikuti acara
pengucapan ini.
50 | P a g e
Sejalan degan masuknya agama Kristen, acara semaka toro dengan
pengucapan ini dijadikan dijadikan syukuran lewat acar yang bercorak gerejani yang
disebut ‘’Pengucapan syukur.’’
Di desa Tincep, pengucapan syukur ini dilakukan dan diundangkan oleh
masing-masing denominasi gereja secara bergiliran.Tak heran sepanjang tahun
terdapat sekitar empat kali pengucapan syukur.Pengucapan syukur ini dibuat sekali
dalam sebulan yaitu pada bulan juni, juli, agustus, september.
Acara Pengucapan Syukur sebenarnya mencerminkan ungkapan syukur yang
menjadi salah satu nilai yang iperjuangkan masyarakat Minahasa pada umumnya.
merupakan salah satu bentuk yang paling baik dari inkulturasi budaya Minahasa
dengan Kekristenan. Dari upacara ini, tercerminlah kesatuan yang terjadi dengan
begitu erat dan mantap antara budaya Minahasa dengan Kekristenan. Hal ini
merupakan salah satu hal yang dapat menjelaskan mengapa agama Kristen berhasil
baik dalam memperoleh pengikutnya ataupun mempengaruhi kehidupan masyarakat
di Minahasa.
Gambar.13. Contoh acara pengucapan syukur yang diada
kan oleh gereja katolik stasi Tincep. Tampak hadir pula
pastor rekan paroki Sonder serta calon wakil bupati
Minahasa R.j. Montong.sTh.
51 | P a g e
5. Pantangan/larangan
Ada beberapa pantngan yang dikenal oleh orang-orang Tincep antara lain
Tidak boleh melempar rumah, merusak dalam bentuk ancaman milik orang
lain
Tidak boleh memindahakan tanda sifat perbatasan kebun dan halaman
Ketika seorang istri sedang hamil, ia tidak boleh menyiksa binatang,
menyembelih binatang, ataupun meyakiti hewan serta tidak boleh mengolok-
olok orang ataupun bertengkar dengan suami, tidak boleh berdiri lama di
depan pintu atau tangga, tidak boleh melayat jenazah yang bukan saudara atau
keluarga, kalau berjalan jangan makan-makan.
Menuding seseorang dengan menggunakan telunjuk sebagai ancaman
Berjalan saat hujan panas.
Pantangan-pantangan tersebut masih diajarkan / disosialisasikan sampai pada
masa kini. Dari daftar pantangan-pantangan tersebut, penulis melihat bahwa
sangat terlihat corak nilai moral yang ingin ditekankan. Beberapa nilai moral yang
terdapat dalam larangan-larangan itu antara lain :
Nilai penghargaan atas milik orang lain lewat larangan Tidak boleh
melempar rumah, merusak dalam bentuk ancaman milik orang lain dan tidak
boleh memindahakan tanda sifat perbatasan kebun dan halaman
Nilai penghargaan atas manusia dan binatang lewat larangan Ketika
kepada seorng istri sedang hamil, yaitu bahwa ia tidak boleh menyiksa
binatang, menyembelih binatang, ataupun meyakiti hewan serta tidak boleh
mengolok-olok orang ataupun bertengkar dengan suami. Selain itu bagi setiap
orang, dilarang juga untuk menuding orang lain dengan menggunakan telunjuk
sebagai ancaman. Ini semua merupakan bentuk ajaran moral tentang
penghargaan kepada manusia dan binatang; pribadi dan alam semesta.
Nilai kehidupan dan keselamatan lewat larangan kepada ibu hamil untuk
tidak boleh berdiri lama di depan pintu atau tangga. Hal ini sebenarnya
merupaka suatu usaha pencegahan terhadap kecelakaan yang mungkin dapat
dialami oleh seorang wanita yang sedang hamil. Seangkan larangan tidak
52 | P a g e
boleh melayat jenazah yang bukan saudara atau keluarga sebenarnya berkaitan
dengan usaha untuk memelihara seorang ibu hamil untuk tidak melakukan
perjalanan jauh kecuali kalau mendesak. Larangan lain yang berkaitn dengan
keselamatan dan kehidupan adalah larangan untuk tidak berjalan saat hujan
panas. Hujan panas atau gerimis yang disertai panas terik, dapat menyebabkan
orang terserang sakit kepala atau pilek. Maka larangan ini bertujuan untuk
menjamin kesehatan seseorang.
C. Upacara adat
1. Pelantikan pejabat pemerintah
Dalam hal pelantikan Tona’as yang menyiapkan rumah tawaang merah
sebagai lambing yang akan dilantik menjadi satu apart yang harus dihormati dan
diatati. Acara ini dibuat sebelum pelantikan diadkan dengan istilah
“NIkaraian”.Sedangkan setelah dilatik diiku dengan “Nilele’an.”
2. Menolak bala
Adakalanya masyarakat desa Tincep terserang suatu wabah penyakit ataupun
beerapa kecelakaan atau kesialan.Masyarakat menganggap bahwa telah terjadi
serangan oleh bala jahat maka perlu dilakukan upacar penolakan bala.Acara menolak
bala dilakukan dengn cara menyembelih ayam jantan merah oleh Tona’as pada batu
Tumotowa, dengan istilah “Rumages.”
3. Meminta berkah
Dalam melakasanakan upacara meminta berkat, disediakanlah sajian berupa
nasi ketan, lauk pauk seperti daging ayam, babi, atau ikan mas. Hal-hal tersebut
dibawa ke tempat tertentu yangtelah ditunjuk oleh tonaas. Setelah mereka mendapat
tanda dari bunyi burung alamat yang direstui sesuai dengan perminataan tonaas, maka
kemudian diadakannlah jamuan oleh tonaas dan ara tetua kampung. Nasi yang
dimakan oleh mereka itu adlah nasi yang paling istimewa denga istilah ‘’Tumu’ar’’.
53 | P a g e
4. Pengresmian bangunan/alat
Di desa Tincep biasanya dilakukan pulapengresmian alat-alat kerja.Hal ini
dilakukan dengan upacar ‘’tumani.’’Acara ini dilakukan dengan pertma-tama
mengundang orang-orang tertentu sebagai pembantu tonaas.Kemudian disediakanlah
makanana khusus sebagai sajian selain sajian makanan bersama.acara ini didahului
dengan penyembelihn seekor ayam berwarna merah.
D. Kesenian dan bahasa daerah
Beberapa kesenian yang masih dikembankan dengan baik di desa ini adalah : tari
maengket, seni musik bambu dan kulintang, seni rupa seperti seni membuat mozaik dari
buah cengkih.
Masyarakat desa Tincep bermukim di tempat yang menggunakan bahasa daerah
sub-etnis Tontemboan (etnis Minahasa). Pemakai bahasa Tontemboan di Minahasa
sebenarnya terbagi atas beberpa grup (tou) yakni :18
Tou Wasian. Tou ini berasosiasi dengan kelompok lain lagi yaitu
Tonsawang. Selajutnya sub grup ini terbagi dua menjadi Tou Wasian yang
hidup di kecamatan Tombasian dan TouLangowan yang Tinggal di
kecamatan Langowan.
Tomapasso. Yang menempati kecamatan Tompasso sekarang ini. beberapa
dari mereka sudah berpindah dan menetap di Kyuuwi karena konflik-
konflik internal.
TouKawangkoan. Yang bermukim di kawangkoan. Beberapa dari mereka
telah berpindah ke kayuuwi dan bercampur dengan orang Tompasso.
TouSonder. Merupakan pecahan dari kelompk tou Kawangkoan ini.
kelompok ini sekarnag tinggal di kecamatan Sonder. Nah, masyarkat desa
Tincep umumnya berasal dari kalangan ini.
Dalam perkembanan selanjutnya, terjadi percampuran dialek dan bahasa, antara
sub etnis tontemboan itu dengan sub etnis tombulu dan tonsea karena terjadinya
18Bdk, Paul Richard Renwarin, Matuari wo Tonaas-Jilid I : Mawanua (Jakarta :cahaya Pineleng, 2007), hlm. 85
54 | P a g e
perpindahan penduduk dan perkawinan. Perkawinan antara warga dari sub etnis
Tontemboan dengna kedua suku tersebut mudah terjadi karena wilayah domisili suku
Tombulu dan Tosea adalah yang terdekat dengan sub-etnis Tontemboan.
Namun secara umum kini, masyarakat menggunakan bahsa melayu –Manado.
Bahasa melayu Manado ini lebih mudah dimengerti oleh kebanyaan orang indonesia
karena kemiripannya dengan bahasa melayu-indonesia sendiri.
Penggunaan bahasa yang beragam ini menunjukkan betapa hubungan/interaksi
antara masyarakat desa Tincep dengan masyarakat lain di Manado terjadi secara lancar
karena terjadi pertemuan bahasa-bahasa .
E. Perekonomian Desa
Perekonomian desa ditopang oleh beberapa usaha yang dilakukan warga sendiri
selain mata pencarian lain yang diperuntukkan bagi konsumsi pribadi. bebrap usaha ini
dilakukan atas prakasa masyarakat sendiri guna mensiasati pengembangan kesejahteraan
masyarakat desa. Usaha-usaha itu antara lain :
Tabel jenis Usaha ekonomi Masyarakat desa TIncep
No. J e n i s U s a h aJumlah Unit /
KK%
1. Warung 18 10,26
2 Usaha Pembuatan Mie 2 1,71
3. Bengkel / Service Kendaraan 3 1,71
4. Meubeler 1 2,56
5. Gilingan Padi 2 2,56
6. Gilingan Jagung 1 2,56
7. Usaha Penjualan Kios Makanan 12 6,84
8. Usaha Ternak Babi 22 46,15
9. Budidaya ikan Air Tawar di kolam ikan 16 4,27
10. Usaha Makanan Kue 8 7,69
11. Usaha Peternakan Sapi 2 2,56
55 | P a g e
J U M L A H 117 100
Dari data usaha perorangan ini, dapat tercermin bahwa usaha yang paling banyak
dikembangkan adalah usaha yang berkaitan dengan makanan. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah unit usaha yang sedang dikembangkan yaitu : warung (18 unit); Pembuatan Mie
(2 unit); Kios makanan (12 unit); gilingan padi dn jagung (3 unit); usaha ternak babi (22
unit); kolam ikan (16 unit); usaha kue (8 unit); dan uasaha peternakan sapi (2 unit). Jadi
jumlah unit usaha yang dikembangkan berkaitan dengan usaha makanan adalah sebesar
83 unit. Sementara itu, usaha yang bercorak lain selain usaha makanan hanya berupa
bengkel (3 unit); dan meubel (1 unit).
Melihat jumlah unit usaha makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan usaha
lain itu, peneliti pun ingin mencari tahu. Rupanya hal ini berhubugnan dengan kebiasaan
makan dari warga sendiri baik itu kebiasaan makan sehari-hari maupun kebiasaan makan
pada pesta-pesta. Peneliti melihat adanya korelasi antara kebiasaan itu dengn
menjamurnya unit usaha makanan di desa ini. Mengenai kebiasaan makan sehari-hari,
seorang warga desa yang bernama ibu Deitje Rawung mengatakan “satu hari torang nda
Cuma makang tiga kali, “torang kwa ada makang pagi dua kali, minom teh deng
smokol. Waktu minum teh torang biasa da makang deng roti ato kukis. Kalu smokol,
torang makang makanan basar kaya nasi, ubi ato ikang.” Dari ungkapan itu, tersirat
bahwa kebutuhan masyarakat desa akan ketersediaan bahan makanan seperti kue atau
biscuit yang biasanya dijual di toko atau kios begitu besar. Hal ini turut mendukung
menjamurnya took-toko atau kios-kios yang menjual makanan tersebut.
Pantauan peneliti sendiri juga membenarkan hal itu. Biasanya pada pagi hari sekitar
pkl 07.00 Wita, di depan kios-kios atau warung-warung, berkumpulah banyak orang
yang umumnya terdiri dari bapak-bapak yang baru hendak ke kebun. Peneliti melihat
bahwa mereka sedang bercakap-cakap sambil menikmati kopi dan teh serta beberapa
hidangan kue. Hal ini turut menguatkan apa yang telah dikatakan oelh ibu tadi.
Kemudian, penulis menemukan bahwa menjamurnya berbagai jenis usaha makanan
ini berkaitan juga dengan kebiasaan pesta masyarakat yang membutuhkan hidanganyang
berbagai jenis, baik yang berbahan daging ataupun berbahan terigu seperti kue. Biasanya
pesta itu membutuhkan banyak daging terutama daging babi. Oleh karena itu tak heran
jika jenis ternak inilah yang memilki unit usaha ternak terbanyak (22). Selain dibutuhkan
bagi konsumsi di dalam desa sendiri, ternyata ternak seperti babi dan sapi itu juga
dipasarkan ke luar desa, umumnya ke pasar Tomohon.
56 | P a g e
Dari data ada pula usaha bengkel dan Meubel. Jika data kepemilikian kendaraan
di desa Tincep dicermati, sangat masuk akan bahwa usaha bengkel ini didirikan jumlah
kendaraan di desa tincep cukup banyak. Jika semua jenis kendaraan dikalkulasikan maka
akan terdata sekitar 165 unit kendaraan. Tentu saja jumlah kendaraan yang besar ini
sangat membutuhkan ketersediaan bengkel juga. Hal yang sama terjadi pada usaha
meubel. Perabotan rumah tangga yang dimilki masyarakat umumnya terbuat dari kayu,
sehingga sangat beralasan jika ada Meubel di desa ini.
Usaha-usaha itu mengungkapkan bahwa, bebarapa orang di desa Ticep ini sangat
cermat dalam menangkap peluang kebutuhan warga dan mengartikulasikannya dalam
usaha bermotif ekonomi.
Pendapatan desa Tincep bukan hanya didukung oleh pendapatan perseorangan
melalui pekerjaan dan usaha yang dilakukannya. Pemerintah jug memberikan perhatian
secara finansial kepada desa. Hal ini terlaksana lewat pemberian DPD/K (dana
pembangunan desa/Kecamatan) oleh pihak pemenrintah DATI II Minahasa. Bersamaan
dengan hal tersebut, desa juga menerima kucuran dana pemerintah dalam dana yang
disebut ADD (dana alokasi desa).
Tabel Sumber Penerimaan Desa
NoSumber
Penerimaan Desa
Tahun
2008 2009 2010
1 Pajak - - -
2Pendapatan tanah
Kas-- - -
4 DPDK dan ADDRp50.000.000.-.0
00
Rp50.350.000.-.00
0
Rp.50.850.000
52.500.000
Dari tabel tersebut diatas dapat dan diberi kesimpulan dan keterangan sebagai
beikut:
1. Penerimaan Pajak, mulai tahun 2008 s/d 2009 mengalami peningkatan.
Peningkatan dari tahun 2008 ke tahun 2009 adalah sebesar 3060%, sedangkan
57 | P a g e
dari tahun 2009 ke tahun 2010 adalah sebesar 2015.%. Adapun penyebab dari
peningkatan penerimaan pajak selama tahun 2007 s/d 2010 adalah sebagia
berikut:
a. Bangunan baru / rumah bertambah
b. Kenaikan tarif (NJOP)
c. Penetapan dari Pemerintah
2. DPD/K adalah Dana pembangunan Desa yang bersumber dari pemerintah,
besaran Dana tiap tahun bisa berubah sesuai dengan kebijakan PEMKAB.
3. ADD atau Alokasi Dana Desa adalah Dana APBD Kabupaten besaran Dana
tiap tahun bisa berubah sesuai dengan kebijakan PEMKAB.
E. Transportasi dan interaksi desa Tincep dengan wilayah lain
1. Jarak dan waktu tempuh
Desa Tincep adalah sebuah desa yang terletak di dalam kecamatan Sonder,
Kab MInahasa Propinsi Sulawesi Utara. Tentu hubungan interaksinya dengan
kota-kota lain seperti pusat-pusat administrasi dan pusat-pusat kegiatan ekonomi
sangat penting demi kelangsungan hidup warga masyarakatnya. Oleh karena itu
akses transportasi adalah hal yang sanagt penting peranannya.
Jarak dan waktu tempuh antara desa Tincep dengan kota-kota penting lain
adalah sebagai berikut :
Kota tujuan Perkiraan
Jarak tempuh
Perkiraan
Waktu tempuh
Normal
Biaya
transportasi
(dalam Rupiah)
Kota Sonder;
Ibukota
9 Km Ojek : 15 menit
Mobil : 25 menit
Ojek : 4000 atau
Mobil-mikro: 5000
58 | P a g e
kecamatan Sonder
Kota Tondano;
Ibukota
kabupaten
Minahasa
30 km 60 menit Mobil-mikro ke
Tomohon : 5000 +
bus ke Tondano :
4000
Total : 9000
Kota Tomohon;
pusat
perekonomian
terdekat
20 Km 45 menit Mobil-mikro ke
Sonder : 5000 +
Mobil-mikro ke
Tomohon : 5000
Total : 10.000
Manado; ibukota
Provinsi Sulut 45 Km 90 menit
Mobil-mikro ke
Sonder: 5000 +
Mobil-mikro ke
Tomohon 5000 +
Bus ke Manado :
6000
Total : 16.000
2. Kendaraan yang dimilik masyarakat:
Jenis kendaraan Jumlah Keterangan
Mobil pribadi 7
Mobil angkutan umum 5
Mobil Truk 15 Mayoritas adalah truk
mini bermerek Datsun
Sepeda motor 98
Sepeda kayuh 23
Gerobak sapi 12
Bendi 5
59 | P a g e
Data-data tersebut menunjukkan bahw desa Tincep bukanlah daerah yang
terpencil. Desa Tincep sesungguhnya dapat terhubung dengan daerah lain di luar
desa bukan hanya melalui transportasi umum, tetapi juga melalui sarana
transportasi milik warga desa sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa desa Tincep
memiliki daya intrinsik untuk terhubung dengan daerah yang lain walau tanpa
perhubungan transportasi umum. Namun mesti diakui, keberadaan angkutan
umum seperti mobil angkot masih sangat minim. Oleh karenanya warga desa
yang kurang mampu (tidak memilik kendaraan pribadi) lebih menganalkan
motor-ojek.
G. Potensi, Masalah dan rekomendasi peneliti
1. Potensi dan masalah yang dihadapi desa.
Dari semua deskripsi tadi, peneliti menemukan beberapa potensi yang
dapat menjadi prospek pengembangan desa Tincep kedepan. Beberapa potensi
yang ada misalnya :
Manusia : jumlah penduduk desa yang besar, didukung oleh jumlah
penduduk produktif yang juga tidak kecil; selain itu keberdaan akses
pendidikan yang sudah dijangkau dengan baik oleh penduduk juga
dapat mengembangkan dan mengelola SDA yang ad di desa Tincep.
Selain itu pola kekerabatan yang terjalin di desa Tincep juga dapat
mempererat
Hewan : desa Tincep memiliki banyak ternak, hewan peliharaan
maupun margastwa yang berkeliaran bebas dI hutan. Hewan-hewan itu
dapat berguna selain sebagai sumber penghasilan (peternakan), juga
dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata (penangkaran hewan).
Tumbuhan : desa Tincep diberkahi dengan kelimpahan kekayaan jenis
tumbuhan. Mulai dari jenis-jenis tumbuhan yang digunakan untuk
kepentingan ekomomi saat ini : padi, cengkih, durian, mangga, jagung.
Namun peneliti juga melihat bahwa tumbuhan yang sangat berpotensi
dikembangkan untuk kesejahteranaa rakyat adalah tanaman Cabai dan
kelapa. Memang tumbuhan ini ada di desa Tincep namun belum
dibudidayakan secara baik. Selain jenis tumbuhan yang ekonomis itu,
60 | P a g e
ada pula jenis tumbuhan lain yang dapat dimanfaatkan dan
dibudidayakan sebgai bahan hiasan yang dapat memperindah desa,
misalnya tanaman anggrek hutan
Kehidupan sosial budaya : kehidupan sosial budaya dan sifat
kedesaan masyarakat desa Tincep masih belum pudar walaupun telah
mendapat pengaruh dari budaya modern. Hal ini terlihat dari
keramahan penduduk maupun kebiasaan tegur sapa diantara mereka
satu-sama lain. Faktor kohesi sosial yang tinggi ini mengakibatkan
kekeluargaan dapat terus berlangsung diantara para warganya. Semua
ini sangat mendukung suasan desa yang kondusif dan mampu dengan
cepat menyelesaikan konflik internal maupun eksternal. Masyarakat
desa Tincep juga telah menghidupi nilai- nilai moral tertentu lewat
petuah ataupun larangan-larangan yan diturunkan secar lisan. Hal ini
dapat berpeluang untuk membantu warganya menjalani kehidupan
sosial yan terti namun tetap dinamis karena didasari oelh pengharagaan
yang tinggi terhadap martabat sesamanya dan peduli denga
lingkugannya.
Disamping segala potensi tersebut, desa Tincep juga menghadapi
masalah yang harus segera dibenahi. Masalah-masalah tersebut memang tidak
dapat diselesaikan hanya dengan sekali langkah tetapi dengan ketekunan dan
komitmen semua elemen desa misalnya :
kesadaran akan pemeliharanan keindahan dan kebersihan di
daerah sungai : jika seseorng memasuki desa Tincep, segera terlihat
tata desa yang cukup asri dan bersih, namun keadaan di sekitar saluran
got sedikit bermasalah. kesadaran akan pemeliharaan kebersihan desa
khususnya di daerah sungai belum maksimal; buktinya kebersihan
sungai tak dijaga dengan baik. Sugai dijadikan tempat untuk memuang
sampah. Hal ini tentu saja selain menggngu keindahan, juga dapat
menjadi sumber penyakit bagi warga.
Beberapa fasilitas umum yang masih harus dibenahi : contohnya
penyelesaian jalan ke kebun (Penyelesaiana jalan ke kebun masih
makan waktu yang lama karena kurang tersedianya alat berat), dan
61 | P a g e
penyediaan lapangan sepak bola yang sangat berguna bagi penyaluran
bakat dan minat warga.
Keadaan kamtibmas yang kadang diganggu oleh oknum-oknum
tertentu yang mabuk. Hal ini biasanya trjadi ketika terjadi suatu pesta
maupun acara-acara besar di desa.
2. Rekomendasi Peneliti
Setelah melihat dan menangkap setipa masalah, peluang maupun potensi
yag dimiliki desa, penulis memberikan beberapa rekomendasi atau saran yang
berkaitan dengan perkembangan desa kedepan yaitu :
Mempertahankan sifat kedesaan masyarakat Tincep yang ramah, Sopan
dan mengedepankan nilai penghormatan akan nilai martabat manusia.
Mengembangkan sektor unggulan desa seperti pertanian dengan
menambah farietas tumbuhan yang potensial misalnya perkebunan
cabai, perkebunan kelapa dan berbagai sayur-mayur.
Mengembangkan sektor pariwisata yang merupakan potensi terbesar
desa Tincep. Hal ini dapat dimulai dengan pembangunan sarana
prasarana pendukug serta membersihkan lingkungan sekitar objek
wisata air terjun dan objek wista lainnya.
Mendirikan dan mengembangkan berbagai usaha kerajianan dan
berbagai bentuk industri kecil yang berkaitan dengan kayu. Bahan baku
kayu yagmelimpah di hutan desa Tincep dapat dimanfaatkan untuk
bahan kerajianan rumah tangga.
Tetap melestarikan kekayaan lingkungan biotik desa Tincep, yakni
segala kekayan flora dan faunanya. Warga hendaknya sadar dan
bertnggung-jawab dalam melindungi mereka dari kepunahan.
Kebudayaan lokal sebaiknya ikut disosialisasikan terus menerus lewat
lembaga-lembaga resmi seperti sekolah ataupun dalam pendidikan
informal di rumah. Hal ini dapat mencakup pembelajaran bahasa
daerah bagi kaum muda.
62 | P a g e
Meningkatkan pengamanan dan pengontrolan Kamtibmas lewat
pengdaan sarana Poskamling serta jadwal penjagaan keamaanan
bergilir, terutama pada saat tertentu yang dirasakan warga rentan
terhadap bahaya.
Pengadaan sarana-sarana yang penting bagi penyaluran bakat dan
pembentukan prestasi seperti lapangan bola kaki, lapangan bola volley.
Sarana ini jgua penting dlam membentuk kohesi sosial warga desa.
Berkaitan dengan hal ini pengadaan sekoah SMA di desa Tincep dalam
tahun-tahun kedepan sangat relevan mengingat jumlah penduduk desa
yang besar dengna kebutuhan penddikan yang juga sama besar.
Keberadaan persekolahan tingkat SMA juga menghambat lajunya
tingkat Urbanisasi (migrasi ke kota), sehingga tenaga-tenaga produktif
desa dapat fokus membangun desa Tincep yang dicintainya.
63 | P a g e
Daftar Pustaka
Ensiklopedi Nasional Indonesia : Jilid 16-Ta-Tz Jakarta : PT. Delta Pamungkas, 2004
Graafland, N. Minahasa masa lalu dan minahasa masa kini ; diterjemahlkan oleh Yoost
Kuliit. Jakarta : Lembaga Perpustakaan, dokumentasi dan informasi : yayasan
pengembangan informasi dan pustka Indonesia, 1987
Renwarin, Richard Paul. Matuari wo Tonaas-Jilid I : Mawanua . Jakarta :cahaya
Pineleng, 2007
64 | P a g e