PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PRIMARY SURVEY PADA
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN DI IGD RSUD KABUPATEN
KARANGANYAR
SKRIPSI
“Untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Galih Jati Kurniawan
NIM. S11016
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya. Pada akhirnya penulis mampu
menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
PRIMARY SURVEY PADA PENANGANAN KEGAWATDARURATAN DI
IGD RSUD KABUPATEN KARANGANYAR”. Skripsi penelitian ini disusun
sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh mata ajar skripsi di Program
Studi Ilmu Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Dalam penulisan
skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, arahan, dan masukan yang
sangat membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns, M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta sekaligus Pembimbing
Utama yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama proses
penyusunan skripsi.
3. Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns.M.Kep, selaku Pembimbing Pendamping
yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam proses
penyusunan skripsi.
iv
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian...................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 5
BAB II TINJAUN PUSTAKA..................................................................... 6
2.1 Tinjauan Teori .......................................................................... 6
2.1.1 Konsep kegawatdaruratan.................................................... 6
2.1.2 Pengetahuan………………………………………………. 16
2.2 Kerangka Teori......................................................................... 21
2.3 Fokus Penellitian……………………………………………... 21
2.4 Keaslian Penelitian…………………………………………… 22
vi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 23
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian.................................................
23
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................
24
3.3 Populasi dan Sampel..................................................................
24
3.4 Instrumen dan prosedur pengumpulan data ..............................
25
3.5 Analisa Data .............................................................................
28
3.6 Keabsahan Data........................................................................
29
3.7 Etika Penelitian .......................................................................
31
BAB IV HASILPENELITIAN………………………………………………
32
4.1.Gambaran Lokasi Penelitian………………………………………….
32
4.2.Gambaran Karakteristik Partisipan……………………………………
33
4.3.Hasil Penelitian………………………………………………………..
34
BAB V PEMBAHASAN……………………………………………………. .
42
5.1.Mengidentifikasi Pengetahuan Perawat Tentang Primary Survey…….
42
5.2.Mengidentifikasi manajemen Airway Terhadap Penanganan
Kegawatdaruratan…. ........................................................................... 43
5.3.Mengidentifikasi manajemen Breating Terhadap Penanganan
Kegawatdaruratan… ........................................................................... 44
5.4.Mengidentifikasi manajemen Circulation Terhadap Penanganan
Kegawatdaruratan……………………………………………………. 47
5.5.Mengidentifikasi manajemen Disability Terhadap Penanganan
Kegawatdaruratan…………………………………………………… 49
vii
5.6.Mengidentifikasi manajemen Exposure Terhadap Penanganan
Kegawatdaruratan………………………………………………….. .. 50
BAB VI PENUTUP…………………………………………………………… 51
6.1.Kesimpulan……………………………………………………………. 51
6.2.Saran…………………………………………………………………... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Keaslian Penelitian 26
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
2.1
Kerangka Teori
25
2.2
Fokus Penelitian
25
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: F 01 Usulan Topik Penelitian
Lampiran 2: Pengajuan Persetujuan Judul
Lampiran 3: F 04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 4: Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 5: Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 6: Jadwal Penelitian
Lampiran 7: Surat Ijin Penelitian
Lampiran 8: Pedoman wawancara
Lampiran 9: Surat ijin BAPEDA
Lampiran 10: Surat ijin KESBANGPOL
Lampiran 11: Lembar Konsul
Lampiran 12: Transkip Wawancara
Lampiran 13: Analisa Tematik
Lampiran 14: Penjelasan Penelitian
Lampiran 15: Kesediaan partisipan
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Galih Jati Kurniawan
Pengetahuan Perawat Tentang Primary Survey Pada Penanganan
Kegawatdaruratan Di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar
Abstrak
Seseorang yang mengalami henti napas ataupun henti jantung belum tentu
ia mengalami kematian, mereka masih dapat ditolong. Dengan melakukan
tindakan pertolongan pertama berupa Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan
pemeriksaan primary survey. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengetahuan perawat tentang primary survey pada penanganan kegawatdaruratan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologis. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling dengan jumlah partisipan 3 orang Perawat IGD RSUD
Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini menggunakan tehnik indepth interview,
dengan menggunakan analisis model Colaizzi.
Pengetahuan perawat tentang primary survey diperoleh tema deskripsi
primary survey yang terdiri dari pengkajian awal dan indikasi primary survey.
Pemeriksaan airway diperoleh tema aspek pengkajian airway dan tema
manajemen airway. Pemeriksaan breathing terhadap penanganan
kegawatdaruratan diperoleh tema indikasi oksigenasi dan tema manajemen
breathing. Pemeriksaan disability terhadap penanganan kegawatdaruratan
diperoleh tema penilaian status kesadaran yang terdiri dari gangguan motorik,
gangguan neurologis dan pengkajian GCS. Pemeriksaan exposure terhadap
penanganan kegawatdaruratan diperoleh tema pengkajian exposure yang terdiri
dari pengkajian head to toe dan log roll. Pengetahuan perawat tentang primary survey pada penanganan kegawatdaruratan
di IGD RSUD kabupaten karanganyar sudah sesuai dengan SOP ( Standart Operasional
Prosedur) di rumah sakit.
Kata Kunci : Pengetahuan Perawat, Primary Survey, Kegawatdaruratan
Daftar pustaka : 19 (2003-2014).
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
Galih Jati Kurnuiawan
Knowledge of Nurse about Primary Survey in Emergency Treatment at
Emergency and Accident Department in RSUD Karanganyar
Abstract
Someone who had stopped breathing or cardiac arrest is not exactly death;
they still can be helped, by doing the first aid measures such Cardiac Pulmonary
Resuscitation (CPR) and the primary inspection survey. The aim of this research
is to know the knowledge of nurse about primary survey in emergency treatment.
This study uses qualitative research with phenomenological approach. The
sampling technique used in this research is purposive sampling. The numbers of
participants were 3 nurses of emergency and accident department in RSUD
Karanganyar. This research used in-depth interview technique by using colaizzi
model.
Knowledge of nurse about primary survey was obtained from description
theme of primary survey consisting of the initial assessment and the primary
indication survey. From the airway assessment was obtained the aspects of airway
assessment and airway management theme. Breathing assessment toward
emergency treatment was obtained indication of oxygenation and airway
management theme. Disability assessment toward emergency treatment was
obtained assessment of consciousness status themes consisting of motor disorders,
neurological disorders and GCS assessment. Exposure examination toward
emergencies treatment was obtained exposure assessment theme consisting of
head-to-toe assessment and log roll.
Knowledge of nurse about primary survey in emergency treatment at
emergency and accident department RSUD Karanganyar had followed the SOP
(Standard Operating Procedure) at the hospital.
Keywords: Knowledge of Nurse, Primary Survey, Emergency
Bibliography: 19 (from 2003 to 2014).
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga
sulit memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah
waspada dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Harus di
pikirkan suatu bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat
kejadian, selama perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan fasilitas kesehatan
sampai pasca kejadian cedera (Rahmanta, 2007). Penanganan gawat darurat ada
filosofinya yaitu Time Saving it’s Live Saving. Artinya seluruh tindakan yang
dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan
efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan
nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti nafas selama 2-3 menit pada
manusia dapat menyebabkan kematian yang fatal (Sutawijaya, 2009 ).
Seseorang yang mengalami henti napas ataupun henti jantung belum tentu
ia mengalami kematian, mereka masih dapat ditolong. Dengan melakukan
tindakan pertolongan pertama berupa Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan
pemeriksaan primary survey (AHA, 2010). Primary Survey adalah mengatur
pendekatan ke klien sehingga klien segera dapat diidentifiksi dan tertanggulangi
dengan efektif. Pemeriksaan primary survey berdasarkan standar A-B-C dan D-E,
dengan airway (A: jalan nafas), breathing (B: pernafasan), circulation (C:
sirkulasi), disability (D: ketidakmampuan), dan exposure (E: penerapan) (Krisanty
1
2
et al, 2009). Unsur penyebab kejadian gawat darurat antara lain karena terjadinya
kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran maupun bencana alam. Kasus gawat
darurat karena kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian utama di
daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ).
Keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan keperawatan yang
komperhensif di berikan pada pasien dengan injuri akut atau sakit yang
mengancam kehidupan. Sebagai seorang spesialis perawat gawat darurat harus
menghubungkn pengetahuan dan keterampilan untuk menangani respon pasien
pada resusitasi, syok, trauma dan kegawatan yang mengancam jiwa lainnya, dan
salah satu tempat untuk pasien gawat darurat adalah di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) (Krisanty et al 2009).
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah instalasi untuk menangani kasus-
kasus gawat darurat, seperti panas dan muntah-muntah, diare berat kecelakaan,
keracvunan, korban bencana alam yang membutuhkan penanganan segera untuk
menyelamatkan nyawa dan menghindari kecacatan (Wicaksana 2008)
Kecelakaan di jalan raya masih menjadi masalah serius di negara
berkembang dan negara maju. Angka kematian menurut World Health
Organization (WHO,2004) telah mencapai 1.170.649 orang di seluruh dunia.
Jumlah serata dengan 2,2% dari seluruh jumlah kematian di dunia dan menempati
urutan kesembilan dari sepuluh penyebab kematian. Angka kecelakaan lalu lintas
di dunia selalu meningkat dan pada tahun 2020, diperkirakan kecelakaan lalu
lintas akan menjadi penyebab kematian nomor tiga setelah jantung iskemik dan
depresi dengan proyeksi kecelakaan dari 5,1 juta pada tahun 1990 menjadi 8,4 juta
3
pada tahun 2020. Prosentasi keterlibatan sepeda motor dalam kecelakaan di jalan,
sebanyak 70% dan 30% roda empat (Badan Intelijen Nasional, 2013).
Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan
pasien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak – hak pasien.
(Mubarak dan Nur Chayatin, 2009). Menurut Wijaya (2005) mengatakan bahwa
perawat bertanggung jawab meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit,
penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan kepada
upaya pelayanan kesehatan utama sesuai wewenang, tanggung jawab dan etika
profesi keperawatan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan perawat dituntut
untuk lebih profesional agar kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan semakin
meningkat. Perawat dituntut memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan cermat
dengan tujuan mendapatkan kesembuhan tanpa kecacatan. Oleh karena itu
perawat perlu membekali dirinya dengan pengetahuan dan perlu meningkatkan
keterampilan yang spesifik yang berhubungan dengan kasus-kasus
kegawatdaruratan utamanya kasus kegawatan pernafasan dan kegawatan jantung
(Maryuani, 2009).
Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Karanganyar
didapatkan pada bulan Desember 2014 diketahui bahwa pasien masuk Instalasi
Gawat Darurat sebanyak 102 pasien diantaranya 10% penyakit gawatdarurat dan
20-30% kecelakaan lalu lintas.(IGD,2014) Berdasarkan pengamatan dari peneliti,
perawat di IGD tersebut tidak melakukan tindakan pengkajian primary survey
pada kasus kegawat daruratan.
4
Pada saat studi pendahuluan di dapatkan Fenomena perawat tidak
melakukan tindakan primary survey secara terstruktur pada kasus
kegawatdaruratan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas
maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, bagaimana
pengetahuan perawat tentang primary survey pada penanganan kegawatdaruratan
di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang primary survey
pada penanganan kegawatdaruratan di IGD RSUD kabupaten
Karanganyar
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang primary survey
2. Untuk mengidentifikasi managemen airway terhadap penanganan
kegawatdaruratan
3. Untuk mengidentifikasi managemen breating pada penanganan
kegawatdaruratan.
4. Untuk mengidentifikasi managemen circulasi pada penanganan
kegawatdaruratan
5
5. Untuk mengidentifikasi managemen disability pada penanganan
kegawatdaruratan.
6. Untuk mengidentifikasi managemen exposure pada penanganan
kegawatdaruratan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi rumah sakit
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan perawat
dalam penanganan pasien kegawatdaruratan.
1.4.2 Manfaat bagi institusi pendidikan
Menambah pustaka, wawasan dan pengetahuan mengenai
penanganan pasien kegawatdaruratan .
1.4.3 Manfaat bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai referensi atau titik
tolak tambahan bila diadakan penelitian lebih lanjut khususnya pengetahuan
perawat tentang primary survey penanganan pasien kegawatdaruratan.
1.4.4 Manfaat bagi peneliti
Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman peneliti
tentang primary survey.
1.4.5 Manfaat Bagi Perawat
Memberikan peningkatan pengetahuan terhadap tindakan primery
survey agar selalu meningkatkan pengetahuannya dalam melakukan
tindakan yang baik untuk pasien yang dating dan dapat memprioritaskan
kegawatadaruratan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Konsep Kegawatdaruratan
1. Pengertian Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan
yang dinilai sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan
medis atau evaluasi tindakam operasi dengan segera. Berdasarkan definisi
tersebut the American College of Emergency Physicians states dalam
melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan memiliki prinsip awal, dalam
mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien-pasien
dengan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit lainnya
(Krisanty, 2009).
Menurut Krisanty (2009) Penatalaksanaan awal diberikan untuk :
a. Mempertahankan hidup
b. Mencegah kondisi menjadi lebih buruk
c. Meningkatkan pemulihan
6
7
Menurut Krisanty (2009) Seseorang yang memberikan
penatalaksanaan awal harus :
a. Mengkaji sesuatu
b. Menentukan diagnosis untuk setiap korban
c. Memberikan penanganan yang cepat dan adekuat, mengingat
bahwa korban mungkin memiliki lebih dari satu cedera dan
beberapa korban akan membutuhkan perhatian dari pada yang
lain
d. Tidak menunda pengiriman korban ke Rumah Sakit sehubungan
dengan kondisi serius
Pada penderita trauma, waktu sangat penting, oleh karena itu
diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses
ini dikenal sebagai initial aassesment (penilaian awal) dan
meliputi (ATLS, 2004) :
a. Persiapan
b. Triase
c. Primary survey (ABCDE)
d. Resusitasi
e. Tambahan terhadap primary survey dan resutisasi
f. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis
g. Tambahan terhadap secondary survey
h. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
8
2. Penanganan definitif
a. Primary Survey
1). Airway
Manajemen Airway merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi
dan membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan
gawat darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah
kelancaran jalan nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat
disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur manibula atau
maksila, fraktur laring atau trakea. Gangguan airway dapat timbul secara
mendadak dan total, perlahan – lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau
berulang (Dewi. 2013)
Menurut ATLS 2004, Kematian-kematian dini karena masalah airway
seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh :
a). Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway
b). Ketidakmampuan untuk membuka airway
c). Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru
d). Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
e). Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
f). Aspirasi isi lambung
9
Bebasnya jalan nafas sangat penting bagi kecukupan ventilasi dan
oksigenasi. Jika pasien tidak mampu dalam mempertahankan jalan
nafasnya, patensi jalan nafas harus dipertahankan dengan cara buatan
seperti : reposisi, chin lift, jaw thrust, atau melakukan penyisipan airway
orofaringeal serta nasofaringeal (Smith, Davidson, Sue, 2007). Usaha
untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal.
Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust.
Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas
bersih, walaupun demikian penilaian terhadap airway harus tetap
dilakukan. Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma
Scale sama atau kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway
definitif. Adanya gerakan motorik yang tak bertujuan, mengindikasikan
perlunya airway definitif.
Teknik-teknik mempertahankan airway :
a. Head tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang
dan horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan
kepala pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk
memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala
diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher
pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain
diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke
10
belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan
memberikan inflasi bertekanan positif secara intermittena (Alkatri,
2007).
b. Chin lift
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang
kemudian secara hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke
arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir
bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di
belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan
hati – hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan
hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena
tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang
leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah
tulang dengan cedera spinal.
c. Jaw thrust
Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan
pada mandibula, jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada
angulus mandibula, jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada
pada ramus mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada pada
mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati
molar pada maxila (Arifin, 2012).
11
d. Oropharingeal Airway (OPA)
Indikasi : Airway orofaringeal digunakan untuk membebaskan jalan
napas pada pasien yang kehilangan refleks jalan napas bawah
(Krisanty, 2009). Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan
tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan
pasien. Hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-
faring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pipa
orofaring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke atas
(arah terbalik), lalu masukkan ke dalam rongga mulut. Setelah ujung
pipa mengenai palatum durum putar pipa ke arah 180 drajat.
Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw thrust dan kedua
ibu jari tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring
dengan hati-hati sampai bagian yang keras dari pipa berada diantara
gigi atas dan bawah, terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring. Periksa
dan pastikan jalan nafas bebas (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa oro-
faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal pipa,
rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012)
e. Nasopharingeal Airway
Indikasi : Pada penderita yang masih memberikan respon,
airway nasofaringeal lebih disukai dibandingkan airway orofaring
karena lebih bisa diterima dan lebih kecil kemungkinannya
merangsang muntah (ATLS, 2004).
12
Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Pilihlah
ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan
ukuran pipa naso-faring dari lubang hidung sampai tragus (anak
telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin dengan jelly (gunakan kasa
yang sudah diberi jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara
memegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan,
lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke bawah). Masukkan ke
dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal pipa.
Patikan jalan nafas sudah bebas (lihat, dengar, rasa) ( Arifin, 2012).
Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap
terbuka dan periksa dengan cara (Krisanty, 2009) :
1. Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat.
2. Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua
sisi dada.
3. Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas.
1. Breathing
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan
pasokan konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi
penghasil energi, yang menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara
terus-menerus (Dewi. 2013). Airway yang baik tidak dapat menjamin pasien
dapat bernafas dengan baik pula (Dewi, 2013). Menjamin terbukanya airway
13
merupakan langkah awal yang penting untuk pemberian oksigen. Oksigenasi
yang memadai menunjukkan pengiriman oksigen yang sesuai ke jaringan
untuk memenuhi kebutuhan metabolik, efektivitas ventilasi dapat dinilai
secara klinis (Krisanty, 2009).
Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan
teknik bag-valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih
efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu
petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004).
Cara melakukan pemasangan face-mask (Arifin, 2012):
a. Posisikan kepala lurus dengan tubuh
b. Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai
bila sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak
ada kebocoran)
c. Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut)
d. Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus
mandibula, jari manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu
jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi sungkup muka
e. Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit
kepala pasien
f. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah
dipasangkan
14
g. Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama
(tangan kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka
bersama-sama)
h. Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)
i. Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi
sungkup muka, sementara tanaga kanan digunakan untuk
memegang bag (kantong) reservoir sekaligus pompa nafas bantu
(squeeze-bag)
2. Circulation
Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma (Krisanty,
2009). Oleh karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status
hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna
kulit dan nadi (ATLS, 2004).
a) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.
b) Warna kulit
Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat
merupakan tanda hipovolemia.
15
c) Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti a.
femoralis dan a. karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan
dan irama.
Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara cepat
kita dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Dewi.
2013) :
(1) Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah
minimal 80 mmHg sistol
(2) Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah
minimal 70 mmHg sistol
(3) Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah
minimal 70 mmHg sistol
(4) Jika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka tekanan darah
minimal 60 mmHg sistol
3. Disability
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spinal (ATLS,
2004). Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan
menggunakan AVPU, sedangkan GCS (Glasgow Coma Scale) merupakan
16
metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat
dilakukan pada saat survey sekunder (Krisanty P. Dkk, 2009,).
AVPU, yaitu:
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
4. Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka
keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh.
Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll.
Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan
yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan
untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi (Dewi. 2013).
2.1.2 Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) yang dikutip oleh Wawan & Dewi
(2011), pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek. Pengetahuan sangat erat
hubungannya dengan pendidikan, dimana bahwa dengan pendidikan yang
tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya (Wawan
& Dewi, 2011). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
17
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior) (Wawan &
Dewi, 2011).
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku dari pengalaman dan
penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan yang cukup dalam dominan
kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
a. Tahu (Know)
Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau dirangsang yang telah diterima. Cara kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan. Tingkatan ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Contohnya adalah
mengetahui apa yang dimaksud dengan kegawatdaruratan.
b. Memahami (Comprehension)
Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
seseorang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
18
menjelaskan dan menyebutkan. Misalnya pada tahap ini dapat
menjelaskan secara benar bagaimana prinsip penatalaksanaan
kegawatdaruratan.
c. Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan
sebagainya. Misalnya apabila menemukan korban trauma, mahasiswa
sudah mengetahui penatalaksaan apa yang harus pertama sekali dilakukan.
d. Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau sesuatu objek ke dalam
sesuatu komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainnya.
Contohnya mahasiwa sudah tahu membedakan apa yang harus di lakukan
pada setiap langkah – langkah penatalaksanaan kegawatdaruratan,
misalnya dapat membedakan langkah apa yang di lakukan pada tahap
airway ( jalan napas) dengan tahap breathing (pernapasan).
e. Sintesis (Sinthesis)
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu
19
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi
yang ada. Contohnya dapat merencanakan tahapan penataalaksanaan
kegawatdaruratan sesuai dengan teori yang telah ada dan telah dipelajari.
f. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau
objek. Penelitian – penelitian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang
sudah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah
ada (Notoatmodjo, 2003). Misalnya dapat membandingkan keberhasilan
dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan antara pasien yang buruk
penatalaksanaanya dengan yang baik.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2003):
a. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan
seseorang, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pendidikan,
ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat
pengetahuan akan tinggi juga. Tingkat sosial ekonomi terlalu
rendah sehingga tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang
disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain
yang lebih mendesak.
20
b. Kultur (budaya, agama)
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahauan
seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira
sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agam yang dianut.
c. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-
hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut.
Pendidikan itu menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
d. Pengalaman
Berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa
pendidikan yang tinggi maka pengalaman semakin luas, sedangkan
semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin
banyak.
21
2.2 Kerangka Teori
Tingkat Pengetahuan
- Tahu (Know)
- Memahami
(Comprehention)
- Aplikasi
(Application)
- Analisis (Analysis)
- Sintesis (Synthesis)
- Evaluasi
(Evaluation)
Pengetahuan Perawat
Tindakan Primary Survey :
Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Expresure
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Notoatmojo (2003), Arief dkk (2007)
2.3 Fokus Penelitian
Kegawatdarura
tan
Pengetahuan
Perawat
Primary Survey Kegawatdarurat
an
Gambar 2.1 Fokus Penelitian
Sumber: Notoatmojo (2003), Arief dkk (2007)
22
2.4 Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengetahuan peneliti melalui penelusuran jurnal, didapatkan
penelitian yang mendukung penelitian yang akan dilakukan peneliti, sebagai
berikut :
Tabel 2.1
Keaslian Penelitian
Nama Peneliti
Judul Penelitian Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
Putu Sukma
Parahita, Putu
Kurniyanta
Penatalaksanaan
Kegawatdaruratan
Pada Cedera Fraktur
Ekstrimitas
Kualitatif
Deskriptif Hasil dari ringkasan
penelitian ini adalah
penanganan awal dalam
ruang emergency sangat
penting untuk menyelamat-
kan nyawa dan
penyelamatan ekstremitas
yang mengalami fraktur. Survey primery
(mengamankan jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi)
Aziz Nur Fathoni,
Wahyu Rima
A, Ariyani.
Hubungan tingkat pengetahuan perawat
tentang basic life
support (BLS) dengan
perilaku perawat dalam
pelaksanaan primery
survey di RSUD
Mangun Sumarso
Kabupaten Wonogiri
Deskriptif cross-sectional
Hasil penilaian menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan
perawat 75% baik dan
25 % dikategorikan
cukup. Untuk perilaku
perawat dalam
pelaksanaan primery
survey 80 %
dikategorikan terampil
dan 20% dikategorikan
kurang.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan rancangan penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan study
fenomenology yaitu penelitian untuk menemukan atau mengembangkan
pengetahuan yang memerlukan keterlibatan peneliti dalam mengidentifikasi
pengertian atau relevansi fenomena tertentu terhadap individu dengan
rancangan penelitian deskriptif study fenomenologi (Sujarweni, 2014).
Peneliti memilih metode kualitatif karena peneliti ingin memahami secara
holistic pengetahuan perawat tentang primary survey terhadap kecelakaan lalu
lintas di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar. Fenomena pengetahuan perawat
dalam tindakan primary survey tidak dapat digambarkan secara kuantitatif
karena hal ini berkaitan dengan subyektivitas pengalaman manusia.
Pendekatan deskriptif fenomenologi dinilai dapat menjelaskan fokus
permasalahan dan realitas yang diteliti secara jelas dan lengkap karena peneliti
akan berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-
orang yang biasa dalam situasi tertentu (Sutopo, 2006.). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang primary survey
pada kegawatdaruratan.
24
25
3.2 Tempat dan waktu penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi merupakan tempat dimana responden berada, sehingga peneliti
akan memperoleh data dari tangan pertama dilakukannya penelitian
(Sujarweni, 2014). Dalam penelitian ini dilakukan di IGD RSUD
Kabupaten Karanganyar.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian sesuai dengan jadwal. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Februari sampai dengan 16 Agustus 2015.
3.3 Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan (Nursalam, 2011). Apabila seseorang ingin meneliti semua
elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan
penelitian populasi (Arikunto, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua perawat yang berada di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar. Sampel
yang peneliti ambil adalah sebanyak 1-10 partisipan dengan kriteria
kecukupan data dan disesuaikan dengan kemampuan peneliti (Yati dan Imami,
2014). Tehnik pengambilan sampel di lakukan dengan cara purposive
sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama
dengan populasi (Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini peneliti mengambil 3
sampel sebagai partisipan. Hal ini dikarenakan peniliti mengutamakan dalam
pengumpulan data dengan saturasi data. Saturasi data sudah diperoleh jawaban
berdasarkan dari 3 partisipan (P1), (P2), (P3) atau pernyataan yang sama,
26
sehingga data sudah jenuh (Sugiyono, 2007). Dengan kriteria inklusi sebagai
berikut :
1. Pengalaman bekerja minimal 3 tahun di RSUD Kabupaten Karanganyar
2. Pendidikan minimal D3 Keperawatan.
3. Bersedia menjadi partisipan kooperatif.
3.4 Instrumen dan prosedur pengumpulan data
1. Instrumen
Pada penelitian ini digunakan dua macam instrument yaitu
instrument inti dan instrumen penunjang sebagai berikut:
a. Instrumen inti
Peneliti merupakan instrumen kunci pada penelitian ini.
Peneliti sebagai instrument inti berusaha untuk meningkatkan
kemampuan diri dalam melakukan wawancara dalam. Usaha yang
dilakukan berlatih wawancara terlebih dahulu sebelum pengambilan
data kepada partisipan. Pada saat latihan wawancara peneliti
berusaha responsive dan luwes dalam berkomunikasi. Keterampilan
wawancara kemudian terus diperbaiki seiring dengan seringnya
melakukan wawancara pada partisipan berikutnya (Yati dan Imami,
2014).
b. Intrumen penunjang
Alat bantu dalam pengumpulan data yang digunakan yaitu:
1) Data demografi atau biodata meliputi nama, umur, alamat,
pendidikan.
27
2) Pedoman wawancara merupakan berisi daftar pertanyaan
terbuka yang telah diuji cobakan sebelumnya kepada perawat
yang memenuhi kriteria inklusi di Rumah Sakit yang berbeda
sebelum ditanyakan kepada partisipan.
3) Alat perekam atau smartphone yang dilengkapi program voice
recorder yang mempermudah peneliti membuat transkip
wawancara. Program tersebut telah dilakukan uji coba
sebelumnya dan mampu merekam suara kurang lebih 30 menit.
Hasil rekaman dapat disimpan dalam bentuk file MP3. Alat
perekam diisi daya penuh sebelum digunakan dan menggunakan
flight mode on agar tidak terganggu pada saat proses
wawancara.
2. Prosedur pengumpulan data
a. Fase pra interaksi
Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menyelesaikan
ujian proposal dan diperbolehkan melakukan pengambilan data
dilapangan. Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data yang
dikeluarkan oleh Program Studi S-1 Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta kepada Direktur Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah. Ijin yang diberikan oleh Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik selanjutnya dipergunakan peneliti sebagai
entery point pengambilan data kepada perawat dengan
berkoordinasi yang berada di RSUD Karanganyar.
28
b. Fase pelaksanaan
1. Wawancara mendalam
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian
kualitatif adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai
narasumber atau informan. Informasi dari sumber data ini
dikumpulkan dengan teknik wawancara, dalam penelitian
kualitatif khususnya dilakukan dalam bentuk yang disebut
wawancara mendalam (in-depth interviewing) yaitu
wawancara yang dilakukan untuk menemukan permasalahan
secara lebih terbuka dimana informan yang diwawancara
diminta pendapat dan ide-idenya, peneliti mencatat apa yang
dikemukakan oleh informan (Sugiyono 2013). Wawancara
akan dihentikan oleh peneliti ketika semua jawaban dari
partisipan jenuh (Sutopo 2006).
Wawancara mendalam dilakukan kepada partisipan
guna mendapatkan data – data yang diharapkan peneliti,
setelah data didapat peneliti melakukan transkip dengan cara
mengulang kata dari partisipan 1, 2, dan 3 untuk mencari kata
kunci, sehingga didapatkan kategori dan tema.
2. Dokumen
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data
dengan mempelajari catatan-catatan mengenai suatu data.
29
Dokumen tertulis merupakan sumber data yang memiliki
posisi penting dalam penelitian kualitatif (Sutopo, 2006).
c. Fase terminasi
Tahap terakhir dalam pengumpulan data dilakukan
terminasi dengan melakukan validasi terhadap data yang
ditemukan kepada partisipan. Peneliti memperlihatkan hasil
transkip wawancara dan interpretasi peneliti kepada partisipan.
Semua partisipan mengatakan bahwa apa yang ditulis peneliti telah
sesuai dengan apa yang dimaksud partisipan. Setelah semua data
divalidasi dan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh partisipan,
maka dilakukan terminasi dengan pemberian reward sebagai
ucapan terima kasih karena telah bersedia berpartisipasi dalam
penelitian dan menyampaikan bahwa proses penelitian telah
selesai.
3.5 Analisa data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode fenomenologis
deskriptif dengan metode Colaizzi (Polit & Beck 2006), adapun langkah –
langkah analisa data adalah sebagai berikut :
1. Peneliti menggambarkan fenomena dari pengalaman hidup partisipan yang
diteliti.
2. Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena partisipan.
30
3. Peneliti membaca semua protocol atau transkrip untuk mendapatkan
perasaan yang sesuai dari partisipan. Kemudian mengidentifikasi
pernyataan partisipan yang relevan. Serta membaca transkrip secara
berulang – ulang hingga ditemukan kata kunci dari pernyataan –
pernyataan.
4. Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan kedalam tema.
a. Merujuk kelompok tema kedalam transkrip dan protocol asli untuk
memvalidasi.
b. Memperhatikan perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok
yang lain dan menghindari perbedaan diantara kelompok tema tersebut.
5. Peneliti mengintegrasikan hasil kedalam deskripsi lengkap dari fenomena
yang diteliti.
6. Merumuskan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai
pernyataan tegas dan didentifikasi kembali
7. Kembali kepada partisipan untuk langkah validasi akhir / verifikasi tema –
tema segera setelah proses verbal tim dilakukan dan peneliti tidak
mendapatkan data tambahan baru selama verifikasi.
3.6 Keabsahan data
Menurut Yati dan Imami (2014) menyatakan bahwa keabsahan data
sebagai berikut:
1. Kredibility (validitas internal)
Merupakan ukuran tentang kebenaran data yang diperoleh dengan
instrumen, yakni apakah instrumen itu sungguh-sungguh mengukur
31
variabel yang sesungguhnya. Bila ternyata instrumen tidak mengukur
apa yang seharusnya diukur maka data yang diperoleh tidak sesuai
dengan kebenaran, sehingga hasil penelitiannya juga tidak dapat
dipercaya, atau dengan kata lain tidak memenuhi syarat validitas.
2. Transferability (validitas eksternal)
Berkenaan dengan masalah generalisasi, yakni sampai dimanakah
generalisasi yang dirumuskan juga berlaku bagi kasus-kasus lain diluar
penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak dapat menjamin
keberlakuan hasil penelitian pada subyek lain. Hal ini disebabkan
karena penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk menggeneralisir,
karena dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan sampling acak,
atau senantiasa bersifat purposive sampling.
3. Dependebility (dependabilitas)
Merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dependebelity menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan ulang
terhadap gejala yang sama dengan alat pengukur yang sama.Untuk
dapat mencapai tingkat reliabilitas dalam penelitian ini, maka dilakukan
dengan teknik ulang atau check recheck.
4. Confirmability (konfirmabilitas)
Peneliti harus berusaha sedapat mungkin memperkecil faktor
subyektifitas. Penelitian akan dikatakan obyektif bila dibenarkan atau
32
di ”confirm” oleh peneliti lain. Maka obyektifitas diidentikkan dengan
istilah ”confirmability”.
3.7 Etika penelitian
Menurut Setiadi (2013) menyatakan bahawa etika penelitian sebagai
berikut:
1. Informed consent (lembar persetujuan)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden
dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden. Tujuannya
agar responden mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampak yang
diteliti selama pengumpulan data. Jika responden setuju, maka diminta
untuk menandatangani lembar persetujuan. Namun peneliti harus tetap
menghormati hak responden bila tidak bersedia.
2. Anonimity (tanpa nama)
Merupakan masalah etika dengan tidak memberikan nama
responden pada alat bantu penelitian, cukup dengan kode yang hanya
dimengerti oleh peneliti.
3. Confidentially (kerahasiaan)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan informasi
yang diberikan oleh responden. Peneliti hanya melaporkan kelompok data
tertentu saja.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan menguraikan hasil penelitian tentang pengetahuan
perawat tentang primary survey pada penanganan kegawatdaruratan di IGD RSUD
Kabupaten Karanganyar kemudian akan dibahas berdasarkan literatur. Hasil
penelitian diuraikan menjadi dua bagian, bagian yang pertama menjelaskan
karakteristik partisipan yang terlibat dalam penelitian secara singkat, bagian yang
kedua menguraikan hasil tematik tentang pengalaman perawat.
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian
Rumah sakit ini pada hakekatnya berawal dari sebuah Rumah Bersalin
(RB) bernama RB “Kartini” yang didirikan pada tanggal 21 April 1960. Pada
tanggal 6 juni 1965 RB pindah di Rumah Sakit yang telah dibangun, Rumah
Sakit ini bernama Rumah Sakit Bersalin Kartini. Seiring berjalannya waktu
peningkatan kebutuhan masyarakat akan kuantitas dan kualitas pelayanan
menyebabkan Pemerintah Daerah Karanganyar merencanakan pemindahan
RSUD ke lokasi yang lebih luas, maka pada tanggal 11 maret 1995 RSUD
pindah di jalan Yos Sudarso, Jengglong, Bejen, Karanganyar.
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar memenuhi syarat menjadi
RSUD kelas C berdasarkan analisis organisasi, fasilitas dan kemampuan, dan
dikukuhkan dengan keputusan Menkes Republik Indonesia Nomor 009-
33
34
1/1993, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Karanganyar,
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSU Karanganyar. Sejak tanggal
2 Maret 2009 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar
diteteapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan status
BLUD penuh.
Ruang Instalasi Gawat Darurat yang ada di RSUD Karanganyar mempunyai
Jumlah perawat yaitu sebanyak 18 Perawat yang bekerja di ruang IGD
tersebut, IGD tersebut terdapat 8 ruangan, 4 ruangan tindakan berdasarkan
triage, 1 ruangan isolasi, 1 ruangan administrasi, 1 ruangan perawat dan 1
kamar mandi pasien.
4.2.Gambaran Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini yaitu perawat di ruang IGD RSUD
Karanganyar. Wawancara dilakukan pada tanggal 3 Agustus, dan 7 Agustus
2015. Peneliti mengambil 3 partisipan 2 perawat laki-laki dan 1 perawat
perempuan dan berkisar antara umur 35-45 tahun dan masing-masing telah
mempunyai pengalaman dalam bekerja dan setiap tahunnya perawat di IGD
mengikuti kegiatan yang berupa seminar untuk pembaharuan ilmu - ilmu baru
tentang Kegawat Daruratan IGD.
4.2.1. Partisipan 1 (P1)
Ny. T berumur 35 tahun, pendidikan terakhir Ny. T yaitu S1
Keperawatan. Pengalaman kerja Ny. T sudah selama 5 tahun bekerja di
35
ruang IGD. Ny.T sudah menjadi pegawai tetap di IGD RSUD
Karanganyar. Ny. T sudah pernah mengikuti pelatihan Kegawatdaruratan.
4.2.2. Partisipan 2 (P2)
Tn. D berumur 37 tahun, pendidikan terakhir Tn. D yaitu S1
Keperawatan. Pengalaman kerja sudah 14 tahun bekerja di ruang IGD, dan
menjadi pegawai teteap di IGD RSUD Karanganyar, sudah pernah
mengikuti pelatihan Kegawatdaruratan.
4.2.3. Partisipan 3 (P3)
Tn.A berumur 45 tahun, pendidikan terakhir Tn. A yaitu S1
Keperawatan. Pengalaman kerja Tn. A sudah 17 tahun bekerja di ruang
IGD. Tn. A sudah menjadi pegawai tetap di IGD RSUD Karanganyar. Tn.
A sudah pernah mengikuti pelatihan Kegawatdaruratan
4.3.Hasil Penelitian
Hasil wawancara dengan 3 partisipan didapatkan 7 tema yaitu 1)
Deskripsi primary survey 2) Aspek pengkajian airway 3) Manajemen airway
4) Manajemen breating 5) Indikator circulation 6) Penilaian status kesadaran
7) Pengkajian exposure.
Tema tersebut disusun dari kata kunci dan kategori pendukung.
Berikut ini hasil dari peneliti
36
4.3.1. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang primary survey
Hasil penelitian dalam mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang
primary survey didapatkan tema yaitu: Deskripsi primary survey.
Berikut ungkapan dari partisipan.
Tema deskripsi primary survey didapatkan kategori Pengkajian awal
dan Indikasi primary survey, dapat ditemukan dalam ungkapan
partisipan:
1) Pengkajian awal
“...Primary survey itu merupakan pengkajian awal yang
dilakukan perawat...” P1
“ primary survey adalah pengkajian dalam menerima pasien
diruang IGD yang dilakukan perawat dalam kondisi gawat
darurat...”P2
“...primary survey merupakan langkah awal dalam pengkajian
awal pada saat pasien datang ...”P3
2) Indikasi primary survey
“...perasaan tidak ada kata indikasi untuk pengkajian semua
masuk pada kasus pasien dengan kasus gawat darurat ....”P1
“...dalam melakukan primary survey pengkajian dilakukan
pada semua kasus, bahkan dengan kasus kegawat daruratan...”
P3
“...Ini kan pasien gawat darurat jadi penanganan sesuai prosedur A,B,C,D,E…’’ P2
4.3.2. Mengidentifikasi airway terhadap penanganan
kegawatdaruratan
Hasil penelitian dalam mengidentifikasi manajemen airway terhadap
penanganan kegawatdaruratan didapatkan tema yaitu: 1) Aspek
37
pengkajian airway. 2) manajemen airway. Berikut ungkapan
informan:
1. Aspek pengkajian airway
Tema aspek pengkajian airway didapatkan kategori yaitu obstruksi
jalan nafas yang ditemukan dari ungkapan partisipan. Berikut
ungkapan dari partisipan mengenai obstruksi jalan nafas:
“… pemeriksaan airway iti meliputi keadaan jlan nafas
pasien seperti ada sumbatan atau tidak..’’ P1
“..terdengar suara tambahan kayak ronki apakah
terdapat sumbatan berupa secret..” P2
“..dari pemeriksaan airway kita lihat apakah ada
sumbatan pada jalan nafas…” P3
“.. untuk pasien cidera kepala missal kita lihat dari jalan
nafas tadi ada sumbatan atau tidak ada perdarahan atau
tidak..” P3
2. Manajemen airway
Tema dalam manajemen airway didapatkan 2 kategori yaitu
manjemen airway cidera servikal dan manajemen airway non
cidera servikal, dapat ditemukan dalam ungkapan partisipan:
1) Managemen airway cidera servikal
“...missal untuk kasus cidera kepala harus dilakukan jaw
trust...” P1
“… missal pada kasus cidera kepala kita lakukan jaw
trust itu juga penting..” P3
Partisipan 1 dan 3 mengungkapkan bahwa untuk menejemen
airway dilakukan jaw trust.
2) Managemen airway non cidera servikal
38
“...biasanya dibagian tengkuk leher diberi ganjalan
supaya bertujuan untuk mempertahankan jalan nafa dan
kadang ada yang di head tilt-chin lift...” P2
“.. untuk kasus cidera kepala harus dilakukan jaw trast
apabila head tilt-chin lift maka akan memperparah
keadaan pasien..” P1
Partisipan 1 dan 2 mengungkapkan untuk menejemen airway
dilakukan head tilt – chin lift.
4.3.3. Mengidentifikasi breating terhadap penanganan kegawat-
daruratan
Hasil penelitian dalam mengidentifikasi breating terhadap penanganan
kegawatdaruratan didapatkan tema yaitu: 1) Indikasi oksigenasi 2)
manajemen breating. Berikut ungkapan dari partisipan:
1. Indikasi oksigenasi
Tema indikasi oksigenasi didapatkan dari kategori yaitu
pemenuhan oksigenasi dapat ditemukan dalam ungkapan
partisipan:
“...breathing itu merupakan kebutuhan oksigen pada
manusia....” P1
“...oksigenasi ini sangat penting atau bahkan kebutuhan
manusia” P3
Partisipan 1 dan 3 mengungkapkan dalam melakukan indikasi
oksigenasi dengan memenuhi kebutuhan oksigenasi karena
okesigenasi merupakan kebutuhan manusia.
2. Manajemen breating
39
Tema manajemen breating didapatkan kategori yaitu: 1)
Memberikan oksiegenasi 2) memberikan posisi nyaman. Dapat
ditemukan dalam ungkapan partisipan.
“...kalau oksigen tidak adekuat maka tidak bisa
mempertahamkan breating maka diberikan oksigen
kanul atau masker...” P1
“...untuk teknik penanganan breating kita pertahankan
pernafasan dengan memberikan oksigenasi jika 1-6 kasih
nasal kanul, 6-8 sungkup..” P2
“...itu lihat oksigen yang sudah kita berikan apakah
sudah adekuat...” P3
Partisipan 1,2, dan 3 mengungkapkan dalam mempertahankan
breating yaitu dengan memberikan oksigen nasal kanul.
“ ... memposisikan dengan benar lalu memastikan
jalan nafas harus bebas...” P1
“ ... memposisikan pasien dengan posisi nyaman...”
P2
“...dengan memberi posisi yang nyaman...” P3
Partisipan 1,2, dan 3 mengungkapkan dalam mempertahankan
breating yaitu dengan memnerikan posisi yang nyaman pada
pasien.
4.3.4. Mengidentifikasi circulasi terhadap penanganan kegawat-
daruratan
Hasil penelitian dalam mengidentifikasi sirkulasi terhadap penanganan
kegawatdaruratan didapatkan kategori yaitu Indikator circulation.
Berikut ungkapan dari partisipan:
40
Tema indikator circulation didapatkan kategori yaitu: 1) Status
hemodinamik 2) Status oksigenasi, dapat ditemukan dalam ungkapan
partisipan:
“...circulation merupakan keadaan dimana ada aliran
darah atau oksigen terganggu...”P1
“...circulasi disini merupakan keadaan dimana ada
hambatan atau tidak dalam aliran darah...” P2
“...circulation merupakan suatu kondisi dimana ada
aliran darah atau oksigen pada pasien yang
tersumbat...” P3
Partisipan 1,2, dan 3 mengungkapkan dalam melihat status dinamik
pasien dengan memeriksa keadan aliran darah atua oksigen untuk
mengetahui ada sumbatan apa tidak.
“.. kalau ada perdarahan dan jangan lupa cirkulasi
harus diawasi tanda tanda syok..” P1
“.. cara memeriksa circulation meraba akral apakah
hangat atau dingin juga jangan lupa dilihat atau
diperiksa tanda- tanda syoknya…” P2
“... pasien kita lihat akralnya hangat apa tidak dan
pasien biasanya ada tanda – tanda syok..” P3
Partisipan 1,2, dan 3 mengungkapakan dalam melihat status oksigenasi
pasien yaitu dengan memeriksa tanda – tanda syoknya
4.3.5. Mengidentifikasi disability terhadap penanganan
kegawatdaruratan
Hasil penelitian dalam mengidentifikasi disabilitiy terhadap
kegawatdaruratan didapatkan tema yaitu: Penilaian status kesadaran.
Berikut ungkapan dari partisipan:
41
Tema penilaian status kesadaran didapatkan kategori yaitu: 1)
Gangguan motrik 2) Gangguan neurologi 3) pengkajian GCS, dapat
ditemukan dalam ungkapan partisipan:
“...disability itu merupakan keadaan atau respon yang
ada pada pasien apakah ada gangguan motorik atau
neurologis...” P1
“...disability itu suatu gangguan motorik atau neurologis biasanya ini sering terjadi pada kasus kecelakan...” P3
Partisipan 1 dan 3 mengungkapakan bahwa dalam menilai status
kesadaran pasien yaitu dengan menilai apakah pasien mengalami
gangguan motorik.
“...disability itu menilai tingkat kesadaran, status
neurologis..” P2
“...disability itu suatu gangguan motorik atau neurologis
biasanya ini sering terjadi pada kasus kecelakan...” P3
“...disability itu merupakan keadaan atau respon yang
ada pada pasien apakah ada gangguan motorik atau
neurologis...” P1
Partisipan 1,2, dan 3 mengungkapkan dalam mengidentifikasi
disability pasien yaitu dengan memeriksa keadaan neurologi pasien
“...untuk menilai neurologis pasien itu dengan cara
AVPU atau GCS kalau disi ni dengan GCS biasa
nya...” P1
“...ya kita priksa tingkat kesadaran’nya dengan GCS
mas...” P2
“...untuk menilai neurologis pasien kita kita mengukur
menggunakan GCS mas...” P3
Partisipan 1, 2, dan 3 mengungkapkan dalam mengidentifikasi
disability pasien yaitu dengan mengukur GCS pasien.
42
4.3.6. Mengidentifikasi exposure terhadap penanganan
kegawatdaruratan
Hasil penelitian dalam mengidentifikasi exposure terhadap
penanganan kegawatdaruratan didapatkan tema yaitu: Pengkajian
exposure. Berikut ungkapan dari partisipan:
Tema pengkajian exposure didpatkan kategori yaitu: 1) Pemeriksaan
head to toe 2) Log roll, dapat ditemukan dalam ungkapan partisipan:
Exposure itu untuk memeriksa keadaan pasien dari ujung kepala
sampai ujung kuku kaki seperti head to toe untuk mengetahui ada
oedeme atau luka yang tidak diketahui...” P1
“...exposure merupakan pemeriksaan kembali pada
pasien mulai kepala sampai kaki biasanya dikenal
dengan teknik head to toe...” P2
“...exposure itu melihat keadaan pasien dari ujung kaki
sampai ujung kepala, apakah ada cidera atau tidak...”
P3
Partisipan 1,2, dan 3 mengungkapkan dalam melakukan pengkajian
exposure pasien yaitu dengan melihat keadaan pasien dari ujung kaki
sampai ujung kepala.
“...prosedurnya ya dengan PX,Head To Toe. Kalau Px di
punggung dengan cara log roll lalu di raba” dari ujung
kepala sampai kaki untuk mengetahui jejas pada daerah
punggung, jangan lupa setelah Px exposure di
kembalikan atau di selimuti...” P1
“...prosedur exposure melepas semua pakaian yang
digunakan pasien dari kepala sampai kaki. Melihat
adanya tanda gejala tambahan dengan teknik log roll...”
P2
43
“...dalam melakukan exposure dengan cara head to toe,
kita priksa satu persatu dari kepla sampai kebawah
apakah ada jejas apakah ada cidera tulang belakang...”
P3
Partisipan 1, 2, dan 3 mengungkapkan dalam melakukan pengkajian
exposure pasien yaitu dengan melihat adanya tanda gejala tambahan
dengan teknik log roll.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang primary survey
5.1.1. Deskripsi primary survey
Hasil wawancara dari (P1), (P2), (P3) dapat disimpulkan bahwa deskripsi
primary survey yang dilakukan perawat adalah melakukan pengkajian awal.
Primary survey adalah mengatur pendekatan ke klien sehingga klien segera
dapat dididentifikasi dan tertanggulangi dengan efektif. Pemeriksaan primary
survey berdasarkan standart A-B-C dan D-E, dengan airway (A: jalan nafas),
breathing (B: pernafasan), circulation (C: sirkulasi), disability (D: ketidak
mampuan), dan exposure (E: penerapan) (Krisanty et al, 2009). Hal ini telah
sesuai dengan konsep teori dari Kartikawati (2011) tentang penilaian awal
pasien terutama terdiri atas primary survey dan sekunder survey. Pendekatan
ini ditujukan untuk mempersiapkan dan menyediakan metode perawatan
individu yang mengalami multiple trauma secara konsisten dan menjaga tim
agar tetap terfokus pada prioritas perawatan. Masalah – masalah yang
mengancam nyawa terkait jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan status
kesadaran pasien diidentifikasi, dievaluasi, serta dilakukan tindakan dalam
hitungan menit sejak datang di unit gawat darurat.
43
44
Perawat juga mengungkapkan jika primary survey dilakukan atas indikasi
kegawatan pasien meliputi pemeriksaan airway, breathing, circulation,
disability, dan exposure hal ini juga telah sesuai dengan konsep teori dari
Musliha (2010) pengakajian primary survey airway dan cervikal control
(pemeriksaan jalan nafas dengan kontrol servikal), breating dan ventilation,
circulation dan hemmorhage control ( circulation dengan kontrol perdarahan),
disability ( menilai kesdaran pasien), exposure dan environment control (
membuka baju pasien, tetapi cegah hipotermia).
5.2. Mengidentifikasi airway terhadap penanganan kegawatdaruratan
5.2.1. Aspek pengkajian airway
Hasil wawancara dari partisipan 1, 2, dan 3 dalam aspek pengkajian airway
yaitu dengan melihat obstruksi jalan nafas apakah terdapat sumbatan. Hal ini
telah sesuai dengan konsep teori yang pertama yang harus dinilai adalah
kelancaran airway. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang
dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula, atau
maksila, fraktur larinks atau trakea. (dari Musliha (2010)
5.2.2. Manajemen airway
Hasil wawancara dari partisipan 1, 2, dan 3 dalam manajemen airway yaitu
dengan menejemen airway cidera servikal dan manajemen airway non cidera
servikal seperti melakukan posisi jaw trust hal ini telah sesuai dengan konsep
teori dari Musliha (2010) yaitu usaha untuk membedakan jalan nafas harus
melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal
harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw
45
thrust”.selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan
bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi leher. Dalam keadaan
kecurigaan fraktur servikal, harus dipakai alat imobilisasi.
Bebasnya jalan nafas sangat penting bagi kecukupan ventilasi dan
oksigenasi. Jika pasien tidak mampu dalam mempertahankan jalan nafasnya,
patensi jalan nafas harus dipertahankan dengan cara buatan seperti : reposisi,
chin lift, jaw thrust, atau melakukan penyisipan airway orofaringeal serta
nasofaringeal (Smith, Davidson, Sue, 2007).
5.3. Mengidentifikasi breathing terhadap penanganan kegawatdaruratan
5.3.1. Indikasi oksigenasi
Hasil wawancara pada partisipan 1, 2, dan 3 yaitu dengan memenuhi
kebutuhan oksigenasi karena oksigenasi merupakan kebuthan dasar manusia.
Selama proses keperawat perawat selalu melakukan pemenuhan kebutuhan
oksigen kepada setiap pasien misalnya pasien dengan keluhan sesak nafas. Hal
ini telah sesuai dengan konsep teoi dari Kartikawati (2013) intervensi selama
proses keperawatan breathing meliputi memberikan oksigen tambahan untuk
semua pasien. Bagi pasien dengan volume tidal yang cukup, gunakan non-
rebrether mask dengan reservoir 10 – 12 l/menit.
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan pasokan
konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi penghasil energi,
yang menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara terus-menerus (Dewi.
2013). Airway yang baik tidak dapat menjamin pasien dapat bernafas dengan
baik pula (Dewi, 2013). Menjamin terbukanya airway merupakan langkah awal
46
yang penting untuk pemberian oksigen. Oksigenasi yang memadai
menunjukkan pengiriman oksigen yang sesuai ke jaringan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik, efektivitas ventilasi dapat dinilai secara klinis (Krisanty,
2009).
5.3.2. Manajemen breathing
Hasil wawancra pada partisipan 1, 2, dan 3 dalam memanajemen breating
yaitu dengan memberikan oksigenasi serta memberikan posisi yang nyaman
guna mempertahankan breathing pada pasien. Hal ini telah sesuai dengan teori
dari Kartikawati (2013) yaitu munculnya masalah pernafasan pada pasien
trauma terjadi karena kegagalan pertukaran udara, perfusi, atau sebagai akibat
dari kondisi serius pada status neurologis pasien. Untuk menilai pernafasan,
perhatikan proses respirasi spontan dan cacat kecepatan, kedalaman, serta
usaha melakukannya. Periksa dada untuk mengetahui penggunaan otot bantu
pernafasan dan gerakan naik turunnya dinding dada secara simetris saat
respirasi.
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam
mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan
utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai
dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan
meurunkan kerja miokard.
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara inspirasi
dapat terkontrol, (2) Tidak terjadi penumpukan CO2, (3) mempunyai tahanan
jalan nafas yang rendah, (4) efisien dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien.
47
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini
penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami
humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung)
merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang
adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system, kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu
dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% – 44%.
– Keuntungan Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara,
murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
Kerugian tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik
memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi
lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari
6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung,
kateter mudah tersumbat. Kanula nasal merupakan suatu alat sederhana yang
dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi
O2 sama dengan kateter nasal.
Keuntungan pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur, mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan,
bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman. Kerugian tidak
dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila
klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm,
mengiritasi selaput lendir. Sungkup muka sederhana merupakan alat pemberian
48
O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi O2 40 – 60%.
Keuntungan konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian
tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah. Sungkup muka dengan kantong non
rebreathing kerupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai
99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi. Keuntungan konsentrasi O2 yang diperoleh dapat
mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir. Kerugian kantong O2 bisa
terlipat.
Penelitian dari aneci, rolly, franly menunjukkan pengaruh pemberian posisi
semi fowler terhadap kestabilan pola napas, bahwa pasien yang setelah
diberikan intervensi posisi semi fowler memiliki rata-rata skor dyspnea.
Penelitian dari safitry dkk,2011 dengan judul “keefektifan pemberian posisi
semi fowler terhadap penurunan sesak napas pada pasien asma.
5.4.Mengidentifikasi circulation terhadap penanganan kegawatdaruratan
5.4.1. Indikator circulation
Hasil wawancara pada partisipan 1, 2, dan 3 dalam mengindikasikan
sirkulasi yaitu dengan melihat status hemodinamik serta status oksigenasi,
dalam sirkulasi sangat di pantau guna mengetahui kondisi dimana ada aliran
darah atau oksigen pada pasien yang tersumbat. Hal ini telah sesuai dengan
49
teori dari Kartikawati (2013) penilaian primer mengenai status sirkulasi pasien
trauma mencakup evaluasi adanya perdarahan, denyut nadi dan perfusi.
Musliha (2010) ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemidinamik ini yakni kesadaran, warna kulit dan
nadi.
Syok didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan system sirkulasi
untuk mencukupi kebutuhan tubuh sehingga mengakibatkan
ketidakseimbangan antara supply oksigen dengan kebutuhan oksigen. Keadaan
ketidakseimbangan ini disebut sebagai keadaan hipoperfusi. Keadaan
hipoperfusi yang dibiarkan akan menjadi suatu global hipoperfusi yang
berakibat turunnya kandungan oksigen darah serta asidosis laktat.
Kondisi syok seringkali berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya,
seperti infark miokard, anafilaksis ataupun perdarahan. Keadaan yang
menunjukkan kurangnya volume cairan antara lain: riwayat perdarahan,
muntah muntah, diare, kencing yang berlebihan, kehilangan cairan karena
demam,serta pusing akibat hipotensi ortostatik. Sedangkan riwayat nyeri dada
atau gagal jantung penting ditanyakan untuk menyingkirkan kemungkinan syok
kardiogenik.
Hemodinamik adalah aliran darah dalam system peredaran tubuh kita baik
melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi
dalam paru-paru). Hemodinamik status adalah indeks dari tekanan dan
kecepatan aliran darah dalam paru dan sirkulasi sistemik.
50
5.5. Mengidentifikasi disability terhadap penanganan kegawatdaruratan
5.5.1. Penilaian status kesadaran
Hasil wawancara yang dilakukan pada partisipan 1, 2, dan 3 bahwa
penilaian status kesadaran dengan memeriksa, kondisi motorik, gangguan
neurologi serta pengkajian GCS pasien. Hal ini telah sesuai dengan konsep
teori dari Musliha (2010) pengkajian disability terdiri dari pengakjian tingkat
kesadaran, gerakan ekstremitas, glasgow coma scale (GCS), atau pada anak
tentukan alert (A), respon verbal (V), respon nyeri / pain (P), tidak berespon /
unresponsive (U), dan ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadarankesadaran dibedakan
menjadi, Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang,
tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak
51
ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor,
termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan,
kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan
berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
5.6. Mengidentifikasi exposure terhadap penanganan kegawatdaruratan
5.6.1. Pengkajian exposure
Hasil wawancara yang diklakukan pada partisipan 1, 2, dan 3 dalam
mengkaji exposure yaitu dengan melakakukan pemeriksaan head to toe serta
melakukan log roll. Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita
harus dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian
tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll.
Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang
cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk
mencegah agar pasien tidak hipotermi (Kartikawati, 2013).
BAB VI
PENUTUP
6.1.KESIMPULAN
Pengetahuan perawat tentang primary survey pada penanganan
kegawatdaruratan pasien kecelakaan lalu lintas di IGD RSUD Kabupaten
Karanganyar menghasilkan 8 tema dari 6 tujuan khusus sebagai berikut:
1. Pengetahuan perawat tentang primary survey diperoleh tema deskripsi
primary survey yang terdiri dari pengkajian awal dan indikasi primary
survey.
2. Pengetahuan perawat tentang pemeriksaan airway terhadap penanganan
kegawatdaruratan diperoleh tema aspek pengkajian airway dan tema
manajemen airway. Aspek pengkajian airway dilihat dari obstruksi jalan
nafas. Manajemen airway terdiri dari manajemen airway cedera servikal
dan manajemen non cedera cervikal.
3. Pengetahuan perawat tentang pemeriksaan breathing terhadap penanganan
kegawatdaruratan diperoleh tema indikasi oksigen dan tema manajemen
breathing. Tema indikasi oksigen yaitu pemenuhan O2. Tema manajemen
breathing terdiri dari memberikan oksigenasi dan memberikan posisi yang
nyaman.
52
53
4. Pengetahuan perawat tentang pemeriksaan circulasi terhadap penanganan
kegawatdaruratan diperoleh tema indikator circulation yang terdiri dari
status hemodinamik dan status oksigenasi.
5. Pengetahuan perawat tentang pemeriksaan disability terhadap penanganan
kegawatdaruratan diperoleh tema penilaian status kesadaran yang terdiri
dari gangguan motorik, gangguan neurologis dan pengkajian GCS.
6. Pengetahuan perawat tentang pemeriksaan exposure terhadap penanganan
kegawatdaruratan diperoleh tema pengkajian exposure yang terdiri dari
pengkajian head to toe dan log roll.
6.2.SARAN
1. Bagi Institusi Keperawatan / Rumah Sakit
Bagi institusi keperawatan khususnya perawat diperlukan penanganan
tindakan yang komprehensif dalam pemberian pertolongan pertama pada
pasien gawat darurat atau tidak dengan cara primary survey : Airway,
Breathing, Circulasi, Disability dan Exposure. Disamping itu perawat juga
harus mampu berkolaborasi dengan tim medis lain untuk menunjang
keberhasilan tindakan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana tambahan dalam
pengetahuan perawat tentang primary survey sehingga dapat diterapkan
pada proses pembelajaran. Mahasiswa saat praktik dapat mengaplikasikan
54
bagiamana dalam melakukan primary survey dari pengkajian sampai
evaluasi.
3. Bagi Peneliti Lain
Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian tersebut, penulis memberikan
saran kepada peneliti lain untuk melanjutkan dan mengembangkan
pengetahuan perawat tentang primary survey.
4. Bagi Peneliti
Meningkatkan kemampuan cara berkomunikasi peneliti dengan
menggali informasi dari perawat untuk mendapatkan jawaban – jawaban
pengetahuan perawat tentang primary survey.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010), Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Alkatiri, J., Bakri Syakir. 2007. Resusitasi Jantung Paru. Dalam: Sudoyo, Aru S., dkk (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. Arifin, Lukman. 2012. Laporan Kerja Praktek : Pemetaan Resiko Bencana Pasca Erupsi Gunung
Merapi tahun 2010. Penginderaan Jauh dan SIG, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah
Mada : Yogyakarta.
Dewi, K.N. 2013. Buku ajar dasar dasar keperawatan kegawatdaruratan. Yogyakarta: Salemba
Medika
Krisanty P. Dkk, 2009, Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, Jakarta: Trans Info Media.
Kartikawati, 2013. Buku Ajar Dasar – Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Salemba Medika.
Jakarta Krisanty P. Dkk, 2009, Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, Jakarta: Trans Info Media. Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep Dengan Pendekatan NANDA,
NIC, NOC. Nuha medika, yogyakarta.
Marye, A, K. 2010. Selamat Berkendara Di Jalan Raya Depok : Raih Asa Sukses
Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan pedoman
skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, 2003. Prinsip Prinsip kesehatan masyarakat. Jakarta : Rinaka Cipta
Smith, T., Davidson, Sue, 2007. Dokter di Rumah Anda. Jakarta: Dian Rakyat, 290- 296.\
Polit & Beck. (2006. Nursing research principle and methods: Lippincott Williams & Wilkins.
Trias, Welas. 2010. Undang Undang Lalu Lintas No 22 Th 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Ankutan Jalan. Yogyakarta: New Merah Putih
Setiadi. (2013). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyono (2013) Metode Penelitian Kuantitaif kualitatif dan R&D . Bandung Alfabeta.
Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metodelogi penelitian keperawatan. Yogyakarta: Gava Media Sutopo, (2006)..Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Wawan, A & Dewi M 2011, Teori & Pengukuran Pengetahuan, Perilaku, dan Perilaku Manusia,
Yogyakarta: Nuha Medika
Yati, A. Imami, N,R. (2014). Metodologi penelitian kualitatif dalam riset keperawatan. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada