HUBUNGAN KREATIVITAS VERBAL
DENGAN KEBERANIAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT PADA
MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI ANGKATAN 2009
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
Siti Manar Mufidah06410036
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
JANUARI 2010
LATAR BELAKANG
Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia, bahkan sejak mereka lahir sampai akhir
hayat. Pernyataan tersebut menjadi ungkapan bahwa manusia tidak dapat lepas
dari proses belajar itu sendfiri sampai kapanpun dan dimanapun manusia itu
berada dan belajar juga menjadi kebutuhan yang terus meningkat sesuai dengan
perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Menurut Cronbach (dalam Syaiful Bahri, 2002) belajar adalah suatu
aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Perubahan perilaku dalam proses belajar didapatkan melalui
persepsi. Persepsi menurut Matlin dan Solso (dalam Suharnan 1989; 1988) adalah
suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di
dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus
(rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga dan hidung.
Hal yang paling penting dalam proses belajar adalah terjadinya interaksi
antar sesama, interaksi itu akan mendatangkan pengalaman belajar. Dengan
mengacu kepada pendapat Vernon A. Magnessen maka dapat dipahami bahwa
belajar adalah 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari
apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang
dikatakan, 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. (Bobbi DePorter, Mark
readon,Sarah Singer-Nouri, 2007). Puncak dalam proses pembelajaran adalah
manakala pembelajar mengatakan sesuatu dan sekaligus juga melaksanakannya
dalam proses belajar itu.
Pada umumnya dalam sebuah pembelajaran khususnya di perguruan
tinggi, masalah yang sering muncul adalah kurangnya aktivitas belajar dan
rendahnya penalaran mahasiswa yang disebabkan oleh kurangnya perhatian
mahasiswa dalam belajar, baik di kelas maupun di luar kelas. Pada prinsipnya
setiap mahasiswa perlu memiliki perhatian yang besar dalam belajar. Dalam
sistem pendidikan tinggi kedudukan mahasiswa bukan sebagai penerima ilmu
pengetahuan saja, melainkan sebagai pemroses ilmu pengetahuan melalui
aktifitas. Mahasiswa harus sadar akan kedudukannya sebagai pelajar, pemikir dan
pemrakarsa serta pejuang untuk kelak mengemban misi pembangunan nasional
melalui proses pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. (Tjok Rai
Partadjaja dan Made Sulastri, 2007)
Sejak pendidikan dasar, peserta didik di Indonesia, telah dibiasakan untuk
bersikap pasif dalam belajar. Di sekolah hanya terjadi komunikasi satu arah oleh
pengajar dan sangat kurang ruang untuk berpendapat atau menuangkan gagasan.
Secara terus menerus, budaya tersebut terpupuk dan akhirnya tertanam dalam diri
peserta didik, bahkan hingga pendidikan tinggi.
(http://winarto.in/2009/06/berpendapat-menulis-dan-sistem-pendidikan/). Padahal
salah satu hasil akhir dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi adalah
tercapainya kemandirian mahasiswa terutama dalam belajar. Mahasiswa
diharapkan tidak tergantung kepada dosen melainkan harus aktif dalam proses
belajar.
Sistem kredit semester yang berlaku di perguruan tinggi terwujud dalam
dua jenis kegiatan belajar, yaitu kegiatan belajar tatap muka dengan dosen
(kuliah), dan kegiatan belajar yang dilakukan mahasiswa tanpa kehadiran dosen
yakni kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri. Kedua jenis kegiatan tersebut
sangat membutuhkan keaktifan belajar yang tinggi dari mahasiswa. Pada kegiatan
belajar tatap muka dengan dosen mahasiswa tidak hanya duduk mendengar
ceramah dosen serta mencatatnya, melainkan dituntut untuk berpikir,
mengungkapkan pendapat, bertanya serta menanggapi apa yang disampaikan
dosen bahkan menerapkan apa yang dipelajari di dalam kelas ke dalam aktifitas
sehari- hari.
Namun hal- hal di atas tidak dimiliki oleh semua mahasiswa khususnya
mahasiswa baru. Bahkan lebih banyak dari mereka yang menunjukkan sikap pasif
dalam proses pembelajaran. Hal ini dibuktikan oleh Tjok Rai Partadjaja dan Made
Sulastri berdasarkan pengalaman selama menjadi pengajar hanya sekitar 30-40%
mahasiswa yang aktif dalam perkuliahan, selebihnya menunjukkan prilaku diam,
hanya mendengar atau menyimak penjelasan dosen atau pendapat temannya,
bahkan terdapat mahasiswa yang melakukan aktivitas yang membuatnya tidak
dapat mengikuti perkuliahan dengan baik, seperti berbicara dengan teman yang
duduk di dekatnya. Hal ini tetap saja terjadi meskipun dosen berusaha memotivasi
dan memberikan kesempatan untuk aktif bertanya menjawab pertanyaan, ataupun
memberikan pendapat, pemikiran dan ide-ide untuk memecahkan suatu persoalan
yang muncul dalam proses perkuliahan. Kondisi ini menjadi lebih parah lagi
dengan adanya kelas-kelas yang jumlah mahasiswanya mencapai 40-60 orang.
(Tjok Rai Partadjaja dan Made Sulastri, Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan).
Rendahnya keaktifan belajar ini terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhinya, baik faktor internal atau faktor yang berasal dari diri
mahasiswa itu sendiri maupun faktor eksternal yakni faktor yang berasal dari luar
diri mahasiswa. Faktor internal yang dapat berpengaruh pada aktivitas belajar
antara lain sikap, motivasi, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
kepercayaan diri, bakat, dan minat. Sedangkan faktor eksternal antara lain bahan
ajar, sumber belajar, lingkungan tempat belajar, dan faktor guru (dosen).
Terkait dengan sikap kurangnya keaktifan berpendapat yang dilakukan
oleh mahasiswa berhubungan dengan rasa percaya diri mahasiswa, seperti yang
diungkapkan oleh Lauster (dalam Sri Weni, 2009) bahwasannya karakteristik
seseorang yang memiliki kepercayaan diri adalah percaya pada kemampuannya
sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki konsep diri
yang positif serta berani mengungkapkan pendapat. Sehingga seseorang yang
berani mengungkapkan pendapat adalah orang yang memiliki kepercayaan diri.
Bagi seorang mahasiswa kepercayaan diri sangat diperlukan sekali.
Berbeda dengan masa selama menjadi siswa, di tingkat Perguruan Tinggi
mahasiswa dihadapkan pada situasi belajar yang menuntut mereka lebih mandiri,
aktif, dan berinisiatif dalam mencari informasi. Selain itu, mahasiswa juga
dituntut untuk berani dan percaya diri dalam berhubungan dengan orang lain serta
mengungkapkan pendapat atau ide- ide yang ada dipikirannya. Semua ini untuk
mempersiapkan mahasiswa menjadi pribadi yang mandiri dan inovatif ketika
terjun ke masyarakat mengabdikan ilmunya.
Dalam suasana akademik baik secara formal maupun informal,
kepercayaan diri sangat diperlukan bagi seorang mahasiswa. Adanya kepercayaan
diri mampu mendorong mahasiswa berani dalam berpendapat. Umumnya kegiatan
yang melibatkan siswa dalam mengeluarkan pendapatnya adalah ketika terdapat
diskusi di dalam kelas pada pelaksanaan perkuliahan. Kaitannya dengan
kepercayaan diri, bahwa sebagian besar dari mereka yang ikut aktif dalam diskusi
adalah mereka yang percaya diri untuk mengungkapkan pendapat mereka.
Hal tersebut sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti
Fatimah (2003) dalam skripsinya yang menyatakan bahwa antara tingkat percaya
diri dengan tingkat keaktifan berdiskusi menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan
diri seseorang maka semakin tinggi pula tingkat keaktifan berdiskusi atau
keberanian seseorang dalam mengungkapkan dan mengutarakan pendapat serta
ide- ide yang dimilikinya
Keberanian mengungkapkan pendapat berkaitan erat dengan keberanian
berbicara. Guntur Tarigan (1981:15) mengemukakan bahwa keterampilan
berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata
untuk mengekspresikan, mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan.
Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 17-20) mengemukakan bahwa untuk
menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara harus menguasai masalah yang
sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Selanjutnya
Arsjad dan Mukti menjelaskan bahwa terdapat faktor- faktor keefektifitasan dalam
berbicara, yaitu faktor kebahasaan yang meliputi ketepatan ucapan, penempatan
tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata dan ketepatan sasaran
kebahasaan. Dan faktor non kebahasaan yang meliputi sikap yang wajar, tenang
dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan
menghargai pendapat orang lain, kenyaringan suara, kelancaran, relevansi atau
penalaran dan penguasaan topik.
Melihat teori tersebut maka seseorang yang berani mengungkapkan
pendapat lebih cenderung kepada faktor non- kebahasaan. Yaitu memiliki sikap
yang wajar, tenang dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara,
kesediaan menghargai pendapat orang lain, kenyaringan suara, kelancaran,
relevansi atau penalaran dan penguasaan topik.
Torrance (Munandar, 1999b) mengungkapkan kreativitas verbal sebagai
kemampuan berpikir kreatif yang terutama mengukur kelancaran, kelenturan, dan
orisinalitas dalam bentuk verbal. Kreativitas verbal merupakan kemampuan
mencipta yang berhubungan dengan kelancaran dalam pengungkapan gagasan,
memiliki banyak alternatif gagasan serta mengungkapkan gagasan yang baru dan
unik dalam bentuk verbal. Selain itu juga mampu membuat orang lain memahami
dan menerima ide tersebut. (http://klinis.wordpress.com/2008/11/22/kreativitas-
verbal/)
Untuk menumbuhkan kreatifitas verbal yang baik dapat dimulai melalui
lingkungan yang responsif. Sebagaimana yang dikatakan Torrance (dalam Ali
dkk, 1981) bahwa lingkungan keluarga adalah salah satu faktor berkembang atau
terhambatnya kreativitas anak. (Torrance, dalam Ali dkk, 1981:55). Hubungan
orang tua dengan anak yang baik adalah salah satu contoh lingkungan keluarga
yang responsif dalam penumbuhkembangan kreativitas verbal. Orang tua yang
demokratis akan lebih memudahkan dalam menumbuhkan kreatifitas verbal
tersebut. Dengan tanpa melarang anak untuk menyerap semua informasi yang ada
untuk kemudian didiskusikan mana yang baik dan mana yang buruk.
Dapat diketahui bahwa kreativitas verbal dapat menuntun seorang
mahasiswa berani dalam mengungkapkan pendapatnya. Dengan selalu mengasah
dan melatih kemampuan verbal maka akan lebih memiliki keberanian dan
kepercayaan diri dalam berpendapat baik di dalam kelas maupun di luar.
Seseorang yang memiliki kreativitas verbal maka mampu mengeluarkan
pendapatnya dengan lancar dan mampu mengelaborasi ide yang ada di dalam
pikirannya. Selanjutnya seseorang yang berani mengungkapkan pendapat maka
percaya diri dan tidak takut mengeluarkan ide dalam pikirannya dengan lancar
serta memiliki penalaran yang baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa kreativitas
verbal perlu di asah untuk menuntun mahasiswa menjadi seseorang yang aktif dan
berani mengemukakan pendapatnya ketika di dalam perkuliahan maupun di luar.
Dalam hal ini peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan
beberapa mahasiswa psikologi angkatan 2009 pada hari senin 21 desember 2009
dalam sebuah perkuliahan. Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian
mahasiswa tidak ikut berperan aktif dalam diskusi. Hanya beberapa dari mereka
yang ikut andil dan aktif berpendapat. Beberapa dari mereka yang bersikap pasif
memiliki alasan tidak menguasai topik dengan matang serta tidak percaya diri
sehingga ketika berpendapat menjadi tidak jelas dan tidak tenang. Mereka yang
berani dalam berpendapat menunjukkan sikap yang berbeda- beda. Beberapa bisa
bersikap tenang dan suara yang lantang namun beberapa dari mereka ada yang
kurang menguasai topik sehingga arah pembicaraan cenderung melenceng dari
apa yang dibahas.
Sasaran dalam penelitian ini adalah fakultas psikologi UIN Maliki Malang,
observasi dilakukan mulai tanggal 21 desember hingga 24 desember 2009. Hal ini
untuk mendapatkan informasi mengenai proses belajar mahasiswa psikologi yang
berkaitan dengan pengungkapan pendapat dan kreativitas verbal. Dari fenomena
tersebut dapat diketahui bahwa masih sedikit sekali mahasiswa yang berani untuk
mengungkapkan pendapatnya. Padahal dalam jurusan psikologi yang merupakan
ilmu sosial dibutuhkan sekali orang- orang yang aktif secara verbal dan berani
mengungkapkan pendapatnya.
Terdapat bukti nyata adanya kurangnya sikap aktif di dalam kelas
disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri serta penguasaan topik diskusi.
Ketika akan mengajukan sebuah pertanyaan atau mengemukakan sanggahan dan
sebagainya yang dikhawatirkan adalah yang akan diungkapkan bukan sesuatu
yang berbobot serta kurang bisa melakukan penalaran terhadap sebuah
pernyataan. Sehingga dalam proses diskusi atau presentasi mahasiswa lebih sering
memilih pasif. Mahasiswa cenderung melakukan belajar ketika akan maju sebagai
presentator serta mempersiapkan apa saja yang akan dibicarakan dalam proses
presentasi. Fenomena diatas diperoleh dari hasil wawancara dengan subjek
penelitian. Namun tidak semua mahasiswa mengalami hal yang sama
sebagaimana dialami oleh subjek.
Telah dilakukan penelitian sebelumnya yang mengangkat topik kreativitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Virda Ariza (2007) yang meneliti tentang
hubungan antara kepercayaan diri dengan kreativitas siswa. Dalam penelitiannya
mendapatkan hasil bahwa terdapat sumbangan efektif 25,90 % percaya diri
terhadap kreativitas. Dapat dismpulkan bahwa antara kepercayaan diri dengan
kreativitas terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Penelitian yang
dilakukan oleh Lilik Rodiana (2007) dalam skripsinya bahwa hipotesa yang
dilakukan dalam penelitiannya diterima yaitu ada pengaruh yang signifikan antara
interaksi orang tua- anak dengan kreativitas verbal siswa.
Tingkat keberanian mengungkapkan pendapat dan kreativitas verbal yang
dimiliki semua mahasiswa berbeda- beda. Hal ini tergantung pada pembiasaan,
bakat dan berbagai faktor lainnya. Baik faktor eksternal maupun faktor internal
dari dalam individu. Berdasarkan permasalahan tersebut sedikit banyak dapat
diketahui tingkat keberanian mengungkapkan pendapat pada mahasiswa dan
hubungannya dengan kreativitas verbal. Sehingga peneliti tertarik ingin meneliti
lebih jauh dan mendalam serta untuk memperoleh bukti empiris mengenai
Hubungan antara Kreatifitas Verbal dengan Keberanian Mengungkapkan
Pendapat Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2009 UIN Maliki Malang.
A. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tingkat kreatifitas verbal mahasiswa Fakultas Psikologi
angkatan 2009 UIN Maliki Malang?
2. Bagaimana tingkat keberanian mengungkapkan pendapat mahasiswa
Fakultas Psikologi angkatan 2009 UIN Maliki Malang?
3. Apakah ada hubungan antara kreatifitas verbal dengan keberanian
mengungkapkan pendapat pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan
2009 UIN Maliki Malang?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tingkat kreatifitas verbal mahasiswa Fakultas Psikologi
angkatan 2009 UIN Maliki Malang?
2. Untuk mengetahui tingkat keberanian mengungkapkan pendapat pada
mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2009 UIN Maliki Malang?
3. Untuk mengetahui hubungan antara kreatifitas verbal dengan keberanian
mengungkapkan pendapat pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan
2009 UIN Maliki Malang?
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemikiran
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan psikologi khususnya pada
psikologi pendidikan.
2. Secara Praktik
Secara praktik penelitian ini ingin mengungkapkan tentang korelasi antara
kreativitas verbal dengan keberanian mengungkapkan pendapat. Dan
penelitian ini mungkin bisa memberikan kontribusi yang nyata pada dunia
pendidikan. Khususnya dapat mendorong mahasiswa psikologi untuk lebih
melatih kreativitas verbal supaya lebih mudah dalam melakukan
komunikasi baik dalam bidang akademik maupun komunikasi
interpersonal dengan orang lain.
E. KAJIAN PUSTAKA
1. KREATIVITAS
a. Pengertian Kreatifitas
Kreativitas didefinisikan secara berbeda- beda oleh pakar berdasarkan
sudut pandang masing- masing. Perbedaan dalam sudut pandang ini menghasilkan
berbagai definisi kreativitas dengan penekanan yang berbeda- beda.
Guilford (dalam Utami, 1957) menjelaskan bahwa kreativitas atau berpikir
kreatif adalah kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan
penyelesaian terhadap suatu masalah. Guilford juga menambahkan bahwa bentuk
pemikiran kreatif masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal. Hal
ini dikarenakan disekolah yang terutama dilatih adalah pengetahuan, ingatan, dan
kemampuan berpikir logis atau penalaran (kemampuan menemukan satu jawaban
yang benar terhadap suatu masalah).
Munandar (1985) menguraikan bahwa kreativitas adalah kemampuan
untuk membuat kombinasi baru yang berdasarkan data informasi atau unsur-unsur
yang ada. Munandar juga menambahkan bahwa kreativitas merupakan
kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinalitas dalam
berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan.
Hurlock (1992) menjelaskan bahwa kreativitas merupakan proses mental
yang unik, suatu proses yang semata- mata dilakukan untuk menghasilkan sesuatu
yang baru, berbeda, dan orisinal.
Berdasarkan uraian- uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas
merupakan suatu proses cara berpikir seseorang dalam hal menemukan
pemecahan suatu masalah dengan cara yang baru dan berkaitan dengan
menciptakan sesuatu yang baru, orisinil dan unik berdasarkan pengalaman-
pengalaman yang telah diperolehnya. Kreativitas juga diidentikkan dengan
kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan elaborasi dalam menciptakan hal- hal
baru.
b. Pengertian Kreatifitas Verbal
Kreativitas verbal terdiri dari 2 kata, yaitu kreativitas dan verbal. Menurut
kamus ilmiah populer kreativitas adalah kemampuan untuk berkreasi atau daya
mencipta dan verbal adalah berpredikat kata kerja dalam bentuk lisan.
Torrance (Munandar, 1999b) mengungkapkan kreativitas verbal sebagai
kemampuan berpikir kreatif yang terutama mengukur kelancaran, kelenturan, dan
orisinalitas dalam bentuk verbal. Bentuk verbal dalam tes Torrance berhubungan
dengan kata dan kalimat.
Mednick & Mednick (dalam Sinolungan, 2001) menambahkan bahwa
kreativitas verbal adalah kemampuan melihat hubungan antar ide yang berbeda
satu sama lain dan kemampuan untuk mengkombinasikan ide-ide tersebut ke
dalam asosiasi baru. Anak-anak yang mempunyai kemampuan tersebut mampu
membuat pola-pola baru berdasarkan prakarsanya sendiri menurut ide-ide yang
terbentuk dalam kognitif mereka.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kreativitas
verbal adalah kemampuan membentuk ide-ide atau gagasan baru, serta
mengkombinasikan ide-ide tersebut kedalam sesuatu yang baru berdasarkan
informasi atau unsur-unsur yang sudah ada, yang mencerminkan kelancaran,
kelenturan, orisinalitas dalam berpikir divergen yang terungkap secara verbal.
c. Ciri-ciri individu yang kreatif
Munandar (dalam Ali dkk, 1992) menyatakan bahwa ciri individu yang
kreatif adalah senang mencari pengalaman baru, memiliki keasyikan dalam
mengerjakan tugas- tugas yang sulit, memiliki inisiatif, memiliki ketekunan yang
tinggi, cenderung kritis terhadap orang lain, berani menyatakan pendapat dan
keyakinannya, selalu ingin tahu, peka atau perasa, energik dan ulet, menyukai
tugas- tugas yang majemuk, percaya kepada diri sendiri, mempunyai rasa humor,
memiliki rasa keindahan dan berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
Lebih lanjut Williams (dalam Munandar, 1977) menjelaskan ciri-ciri
pribadi kreatif meliputi ciri-ciri aptitude dan non-aptitude. Ciri-ciri aptitude yaitu
ciri yang berhubungan dengan kognisi atau proses berpikir, yang meliputi:
a. Keterampilan berpikir lancar, yaitu kemampuan mencetuskan
banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan.
b. Keterampilan berpikir luwes, yaitu kemampuan menghasilkan
gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, serta dapat melihat
suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
c. Keterampilan berpikir orisinal, yaitu kemampuan melahirkan
ungkapan yang baru, unik, dan asli.
d. Keterampilan memperinci (mengelaborasi), yaitu kemampuan
mengembangkan, memperkaya, atau memperinci detil-detil dari suatu
gagasan sehingga menjadi lebih menarik.
e. Keterampilan menilai (mengevaluasi), yaitu kemampuan
menentukan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan,
suatu rencana, atau suatu tindakan itu bijaksana atau tidak
Ciri-ciri non-aptitude yaitu ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau
perasaan, motivasi atau dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu:
a) Rasa ingin tahu
b) Bersifat imajinatif
c) Merasa tertantang oleh kemajemukan
d) Berani mengambil risiko
e) Sifat menghargai.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
individu yang kreatif dibagi ke dalam dua ranah yaitu ciri aptitud yang berkaitan
dengan kognisi dan ciri non- aptitud yang berkaitan dengan sikap atau perasaan.
Secara garis besar ciri seseorang yang kreatif adalah bebas dalam berpikir dan
bertindak, mempunyai daya imajinasi, bersifat ingin tahu, ingin mencari
pengalaman baru, mempunyai minat yang luas, mempunyai inisiatif, berani
berpendapat, tidak pernah bosan, dan merasa tertantang oleh kemajemukan. Dan
dari ciri tersebut diketahui bahwa agar seseorang dapat kreatif tidak hanya
dibutuhkan ketrampilan berfikir kreatif melainkan juga ciri- ciri afektif- kreatif.
d. Faktor- faktor yang mempengaruhi kreativitas
Munandar (dalam Ali, 1988) mengemukakan bahwa faktor- faktor yang
mempengaruhi kreativitas adalah usia, tingkat pendidikan orang tua, tersedianya
fasilitas dan penggunaan waktu luang.
Torrance (dalam Ali,981) juga menekankan bahwa pentingnya dukungan
dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya.
Menurutnya, salah satu lingkungan yang pertama dan utama yang dapat
mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan
keluarga terutama interaksi dalam keluarga tersebut. Hal ini dapat dimungkinkan
karena sebagian besar waktu kehidupan seorang anak adalah berlangsung bersama
keluarga.
Dari uraian- uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengauhi kreativitas verbal adalah waktu, kesempatan menyendiri, sarana,
lingkungan, dan kesempatan memperoleh pengetahuan.
f. Tahap- tahap Kreativitas
Wallas (Solso, dalam Ali, 1991) mengemukakan bahwa terdapat empat
tahapan proses kreatif, yaitu tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi.
1. Persiapan (Preparation)
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Individu mencoba memikirkan berbagai
alternatif pemecahan terhadap masalah yang dihadapi.
2. Inkubasi (Incubation)
Pada tahap ini proses pemecahan masalah “dierami” dalam alam prasadar.
Individu seakan- akan melupakannya. Jadi, pada tahap ini individu seolah-
olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya,
dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar melainkan
“mengendapkannya” dalam alam prasadar.
3. Iluminasi (Illumination)
Tahap ini sering disebut sebagai tahap timbulnya insight. Pada tahap ini
sudah dapat timbul inspirasi- inspirasi atau gagasan- gagasan baru serta
proses- prose psikologi yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi
atau gagasan baru. Ini timbul setelah diendapkan dalam tahap inkubasi.
4. Verifikasi (Verification)
Dalam tahap ini gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan
konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pada tahap ini, pemikiran
divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap
spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara
total harus diikuti kritik. Firasat harus diikuti oleh pemikiran logis.
Keberanian harus diikuti oleh sikap hati- hati. Imajinasi diikuti pengujian
terhadap realitas. Jadi, jika pada tahap persiapan, inkubasi dan iluminasi
adalah proses berfikir divergen, maka yang menonjol dalam tahap ini adalah
proses berfikir konvergen.
g. Kreativitas Verbal dalam Pandangan Islam
Kreativitas sering dikaitkan sebagai aktivitas Tuhan dan kaitannya dengan
perbuatan manusia. Karena kreativitas sendiri bermakna mencipta atau proses
penciptaan, dalam hal ini proses penciptaan pada manusia. Kreativitas
sebagaimana yang diungkapkan oleh Langgulung (1991) merupakan
perkembangan dan kesinambungan penciptaan Allah SWT terhadap alam semesta.
Allah SWT telah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna dan
berbeda dengan makhluk- makhluk lainnya. Sebagaimana Firman-Nya:
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa dalam bentuk manusia yang sempurna
tersebut, manusia mampu melakukan segala sesuatu yang berbeda serta
memecahkan masalah dalam kehidupan. Karena manusia dikarunia otak, indera,
anggota- anggota tubuh dan sebagainya. Manusia juga diharapkan mampu
merenungkan penciptaan- penciptaan Allah SWT yang lainnya untuk dikaji
sehingga membentuk pengetahuan dan bentuk baru yang bermanfaat bagi manusia
lainnya. Sebagaimana Firman Allah SWT:
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Ayat diatas mengisyaratkan bahwa dengan diciptakannya bentuk manusia
yang sempurna, maka manusia diberi kebebasan untuk mengkaji segala sesuatu
yang ada di langit dan di bumi menjadi sesuatu yang baru dan bermanfaat. Hal
tersebut berkaitan dengan kreativitas. Karena kreativitas adalah kegiatan manusia
untuk mengkaji sesuatu sehingga menjadi bentuk yang baru dan berbeda serta
memiliki daya guna yang tinggi.
Dengan menelaah ayat Al- Qur’an tersebut di atas, maka manusia
dianjurkan untuk berfikir kreatif salah satunya adalah kreativitas dalam bentuk
verbal. Dengan kreativitas verbal maka manusia mampu untuk berkata dan
berbicara dengan baik kepada orang lain. Karena sesungguhnya dengan begitu
maka persaudaraan khususnya sesama muslim akan semakin erat. Sebagaimana
Firman Allah SWT:
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil".
Dengan mengasah kreativitas verbal, maka seseorang mampu untuk
mengatakan sesuatu dengan mudah dimengerti oleh orang lain dan tidak
menyinggung perasaannya. Dan juga sesuai dengan cirri- cirinya bahwa
kreativitas adalah menciptakan sesuatu yang berbeda dan memiliki daya guna
tinggi. Maka orang yang memiliki kreativitas verbal mampu membuat orang lain
tertarik berbicara dengannya karena apa yang dikatakannya berbeda dari orang
lain dan bermanfaat.
2. KEBERANIAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT
a. Keberanian
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) mendefinisikan berani sebagai
mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi
bahaya, kesulitan dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1996:121).
Keberanian itu bukan soal fisikal. Keberanian adalah sebuah sikap. Sikap untuk
bertahan atas prinsip kebenaran yang dipercayai meski mendapat berbagai tekanan
yang membuat tidak populer dan kehilangan.
Kierkegaard dan Nietszche, serta Camus dan Sartre (dalam Rollo May,
2004) menyatakan bahwa keberanian bukan tidak hadirnya keputusasaan,
melainkan kemampuan untuk bergerak maju kendati dalam keputusasaan.
Keberanian itu ada yang dinamakan keberanian fisik dan keberanian
mental. Perbedaan keberanian fisik dan keberanian mental dijelaskan oleh Lewis
(dalam Alif, 2004: 125) dengan memberikan contoh sebagai berikut. ”Kamu
membutuhkan keberanian fisik kalau perahumu terbalik dan kamu harus berenang
ke pantai. Tetapi itu mungkin juga menuntut keberanian mental untuk berenang
lebih dari satu mil padahal kamu sudah kelelahan.”
Memperhatikan contoh yang diungkapkan oleh Lewis diatas menunjukkan
bahwa ada dua keberanian untuk memperoleh keberhasilan. Dua keberanian
tersebut sangat dibutuhkan oleh mahasiswa ketika mengikuti perkuliahan atau
diskusi di kelas. Keberanian fisik untuk berani tampil di depan dan keberanian
mental untuk berani mengemukakan pendapatnya.
Berdasarkan pernyataan diatas keberanian bukan berarti tanpa rasa takut.
Keberanian adalah rasa takut yang diiringi keinginan untuk tetap maju.
Keberanian adalah kualitas pikiran untuk menghadapi hambatan dan bahaya
dengan tenang dan teguh. Dengan keberanian maka seseorang akan memiliki
kepercayaan diri. Sehingga dapat dikatakan dengan keberanian seseorang akan
mau menjadi lebih baik dan menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya
baik secara verbal maupun non- verbal. Beberapa orang bermasalah dengan
penyampaian ide dan kreativitas. Beberapa orang yang lain juga mengalami
kesulitan dalam menyampaikannya dengan baik dan benar. Maka dengan
keberanian seseorang akan lebih mudah dalam menyampaikan ide dan
kreativitasnya.
Keberanian yang menjadi inti dalam penelitian ini adalah keberanian untuk
mengungkapkan pendapat oleh seorang mahasiswa ketika mengikuti perkuliahan
baik di dalam maupun di luar kelas. Keberanian dapat dimunculkan dengan
menumbuhkan rasa percaya diri. Rasa percaya diri yang dimiliki oleh seorang
mahasiswa khususnya mahasiswa baru akan mendorong dirinya berani tampil dan
mengungkapkan pendapatnya.
b. Mengungkapkan Pendapat
1. Pengertian
Manusia disamping sebagai makhluk individu sekaligus berperan sebagai
makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia mau tidak mau harus bergaul dan
berhubungan dengan manusia lain. Sebagai makhluk sosial manusia seringkali
memerlukan orang lain memahami apa yang sedang ia pikirkan, apa yang ia
inginkan, dan apa yang ia rasakan. Mengungkapkan pikiran, perasaan, kehendak
sesungguhnya memang merupakan kebutuhan manusia. Artinya, bila kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi ia akan mengalami ketidakseimbangan jiwa.
Pada hakikatnya mengungkapkan pendapat berhubungan erat dengan
kemampuan seseorang dalam berbicara. Kepala sekolah dikatakan berbicara
ketika ia memberikan sambutan pada acara ulang tahun sekolah. Siswa dikatakan
berbicara ketika ia bertanya kepada gurunya tentang hal-hal yang belum ia
mengerti. Seorang guru juga dikatakan berbicara ketika menjelaskan materi
pelajaran kepada siswa di sekolah.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) tertulis bahwa berbicara
adalah berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat (dengan
perkataan,tulisan,dan sebagainya) atau berunding. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia,1996:130). Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 23) mengemukakan pula
bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat
untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan.
Guntur Tarigan (1981:15) mengemukakan bahwa keterampilan berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara itu lebih
daripada sekedar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu
alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan- kebutuhan pendengar atau penyimak.
Semua orang dapat berbicara namun kemampuan berbicara yang baik belum tentu
dimiliki oleh semua orang. Sehingga dapat dikatakan kemampuan berbicara
adalah kemampuan seseorang dalam menyampaikan ide- ide dan gagasan-
gagasan yang ada dalam pikirannya dengan lancar dan mampu dengan mudah
ditangkap oleh pendengar.
Hal ini sejalan dengan salah satu ciri kreativitas verbal yaitu kelancaran
atau berpikir lancar. Dimana seseorang mampu dengan lancar mengungkapkan
gagasan- gagasannya. Dan seseorang yang memiliki kemampuan berbicara yang
baik mampu untuk mengeluarkan pendapatnya dengan lancar.
2. Faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas berbicara
Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 17-20) mengemukakan bahwa untuk
menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara harus menguasai masalah yang
sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa faktor
yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah faktor
kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan
berbicara, meliputi;
a. Ketepatan ucapan
b. Penempatan tekanan,
nada sandi, dan durasi yang sesuai
c. Pilihan kata
d. Ketepatan sasaran
kebahasaan.
Faktor-faktor nonkebahasaan meliputi;
a. Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku
b. Pandangan harus diarahkan pada lawan
bicara
c. Kesediaan menghargai pendapat orang lain
d. Gerak-gerik dan mimik yang tepat
e. Kenyaringan suara, kelancaran, relevansi
atau penalaran
f. Penguasaan topik.
Faktor yang menunjang keefektifan berbicara di atas, baik yang bersifat
kebahasaan maupun yang nonkebahasaan, keduanya tidak boleh diabaikan apabila
seseorang ingin menjadi pembicara yang terampil. Dalam meraih keinginan
tersebut harus dengan proses berlatih yang dilakukan secara berkesinambungan
dan sistematis.
Beberapa faktor diatas sangat diperlukan ketika seseorang menjadi
pembicara. Namun dalam mengungkapkan sebuah pendapat, khususnya pada
seorang mahasiswa ketika berpendapat di dalam kelas, maka semua faktor
tersebut tidak perlu ada dan hanya sebagian saja yang diperlukan. Faktor yang
sesuai dalam hal ini lebih kepada faktor nonkebahasaan. Seorang mahasiswa yang
berani mengungkapkan pendapatnya maka harus bersikap wajar, tenang dan tidak
kaku dalam berbicara, suara yang nyaring, kelancaran, penalaran, kesediaan
menghargai pendapat orang lain, pandangan diarahkan kepada lawan bicara serta
penguasan topik yang sedang dibahas.
c. Keberanian Mengungkapkan Pendapat
Beberapa pendapat dan teori yang telah dijelaskan sebelumnya
menghasilkan kesimpulan mengenai keberanian mengungkapkan pendapat.
Keberanian adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu.
Mengungkapkan pendapat adalah suatu keadaan dimana seseorang
berbicara mengutarakan pendapat atau gagasan yang ada di dalam pikirannya
dalam bentuk verbal. Keberanian mengungkapkan pendapat adalah kemampuan
seseorang menyampaikan ide- ide serta gagasan- gagasan yang ada di dalam
pikiran ke dalam bentuk verbal dengan rasa percaya diri dan tanpa takut untuk
ditolak atau disanggah. Seseorang yang berani mengungkapkan pendapat ditandai
dengan kelancaran gagasan yang diutarakan, kejelasan dalam berbicara, sikap
yang wajar, kenyaringan suara serta penguasaan topik yang dibicarakan. Selain itu
seseorang yang berani mengungkapkan pendapat juga mampu untuk menerima
dan menghargai pendapat orang lain.
Keberanian mengungkapkan pendapat sangat berhubungan erat dengan
kreativitas verbal. Sebagaimana yang diungkapkan Munandar (dalam Ali dkk,
1992) menyatakan bahwa ciri individu yang kreatif adalah senang mencari
pengalaman baru, memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas- tugas yang sulit,
memiliki inisiatif, memiliki ketekunan yang tinggi, cenderung kritis terhadap
orang lain, berani menyatakan pendapat dan keyakinannya, selalu ingin tahu, peka
atau perasa, energik dan ulet, menyukai tugas- tugas yang majemuk, percaya
kepada diri sendiri, mempunyai rasa humor, memiliki rasa keindahan dan
berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
Dari penjelasan tersebut maka selain kepercayaan diri keberanian
mengungkapkan pendapat juga dipengaruhi oleh kreativitas verbal. semakin tinggi
tingkat kreativitas maka semakin tinggi pula tingkat keberanian mengungkapkan
pendapat.
d. Keberanian Mengungkapkan Pendapat dalam Pandangan Islam
Keberanian dalam bahasa arab diartikan sebagai .الشجاعة Keberanian
sebenarnya telah diajarkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan ayat Al- Qur’an:
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: "Janganlah kamu takut, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat diatas menerangkan bahwasannya sebagai seorang
muslim dianjurkan untuk tidak merasakan takut dan berani
selama hal yang dilakukan adalah benar dan tidak merugikan
orang lain. Seperti mengungkapkan pendapat. Selama pendapat
yang diungkapkan benar, bermanfaat dan mampu
dipertanggungjawabkan, maka tidak ada salahnya untuk berani
melakukan hal itu. Dalam berbicara atau berpendapat maka
diusahakan orang lain tidak merasa tersinggung dan tersakiti.
Dalam hal ini, dibutuhkan kemampuan mengungkapkan
pendapat yang baik. Karena sebagaimana Firman Allah SWT
bahwasannya Allah tidak menyukai perkataan yang buruk
sebagaimana berikut:
Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Mengungkapkan pendapat boleh asalkan tidak menyakiti
dan menyinggung perasaan orang lain. Ucapan yang buruk yang
dimaksud ayat tersebut diatas adalah ucapan yang
menyebabkan orang lain terseinggung dan tersakiti. Sehingga
keberanian mengungkapkan pendapat disini sangat dibutuhkan
sekali namun berani dalam artian mampu mengungkapkan
pendapat yang baik, bermanfaat, serta tidak membuat orang lain
tersaliti dengan ucapan tersebut.
3. HUBUNGAN ANTARA KREATIFITAS VERBAL DENGAN
KEBERANIAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT
Kierkegaard dan Nietszche, serta Camus dan Sartre (dalam Rollo May,
2004) menyatakan bahwa keberanian bukan tidak hadirnya keputusasaan,
melainkan kemampuan untuk bergerak maju kendati dalam keputusasaan.
Keberanian adalah suatu keadaan yakin untuk melakukan sesuatu dengan tujuan
tertentu. Mengungkapkan pendapat adalah keadaan seseorang dalam berbicara
mengutarakan ide yang ada dalam pikirannya.
Berpendapat merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dengan
berpendapat maka manusia mampu untuk mengeluarkan apa yang ada dalam
pikirannya. Dalam berpendapat juga diperlukan keberanian. Keberanian
mengungkapkan pendapat adalah salah satu karakteristik orang yang memiliki
kepercayaan diri. Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh Lauster (dalam Sri Weni,
2009), terdapat beberapa karakteristik untuk menilai kepercayaan diri individu,
diantaranya percaya kepada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam
mengambil keputusan, memiliki konsep diri yang positif dan berani
mengungkapkan pendapat.
Keberanian dalam mengungkapkan pendapat sangat berhubungan erat
dengan keberanian seseorang dalam berbicara. Dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia tertulis bahwa berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa atau
melahirkan pendapat (dengan perkataan,tulisan,dan sebagainya) atau berunding.
Guntur Tarigan (1981:15) mengemukakan bahwa keterampilan berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Sehingga keberanian mengungkapkan pendapat adalah kemampuan
seseorang mengutarakan ide, gagasan serta pendapatnya dengan jelas, lantang
serta sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan dan disertai dengan sikap
percaya diri tanpa rasa ragu dan takut.
Tidak semua orang memiliki kemampuan berbicara yang baik. Seseorang
dengan kemampuan berbicara yang baik mampu membuat orang lain dapat
memahami apa yang diucapkannya. Selanjutnya seseorang yang berani
mengungkapkan pendapatnya sesuai apa yang dikatakan oleh Arsjad dan Mukti
US. Memiliki karakteristik bersikap wajar, tenang dan tidak kaku dalam berbicara,
suara yang nyaring, kelancaran, penalaran, kesediaan menghargai pendapat orang
lain, pandangan diarahkan kepada lawan bicara serta penguasan topik yang sedang
dibahas.
Torrance (Munandar, 1999b) mengungkapkan kreativitas verbal sebagai
kemampuan berpikir kreatif yang terutama mengukur kelancaran, kelenturan, dan
orisinalitas dalam bentuk verbal. Mednick & Mednick (dalam Sinolungan, 2001)
menambahkan bahwa kreativitas verbal adalah kemampuan melihat hubungan
antar ide yang berbeda satu sama lain dan kemampuan untuk mengkombinasikan
ide-ide tersebut ke dalam asosiasi baru. Sehingga kreativitas verbal adalah suatu
kemampuan seorang individu dalam mengungkapkan ide- ide dan gagasan-
gagasan yang mencerminkan kelancaran, kelenturan, orisinalitas dan elaborasi ke
dalam bentuk verbal atau perkataan.
Dapat disimpulkan kreativitas verbal adalah kemampuan membentuk ide-
ide atau gagasan baru, serta mengkombinasikan ide-ide tersebut kedalam sesuatu
yang baru berdasarkan informasi atau unsur-unsur yang sudah ada, yang
mencerminkan kelancaran, kelenturan, orisinalitas dalam berpikir divergen yang
terungkap secara verbal. Pengungkapan ide- ide secara verbal salah satunya
adalah mengungkapkan pendapat yang ada di dalam pikiran. Seseorang yang
memiliki kreatifitas verbal maka dia mampu untuk mengungkapkan ide- ide
secara verbal kepada orang lain.
Dari penjelasan tersebut maka ada hubungan yang positif antara kreativitas
verbal yang dimiliki seseorang dengan keberanian mengungkapkan pendapat.
Seseorang dengan kreatifitas verbal yang baik maka berani untuk mengungkapkan
pendapat. Sebaliknya seseorang dengan kreatifitas verbal kurang maka kurang
percaya diri untuk mengungkapkan pendapatnya. Karena kreativitas verbal yang
dimiliki seseorang mampu mendorong seseorang untuk berani mengungkapkan
pendapat yang ada dalam pikirannya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan
oleh Munandar (dalam Ali dkk, 1992) bahwa salah satu ciri seseorang yang
memiliki kreativitas adalah berani menyatakan pendapat dan keyakinannya.
Hurlock (1990) mengatakan bahwa diantara ciri dalam sindrom kreativitas
adalah keluwesan, ketidakpatuhan, kebutuhan akan otonomi, kebutuhan bermain,
kesenangan mengolah gagasan, ketegasan, ketenangan, keyakinan diri, rasa
humor, keterbukaan, persistensi intelektual, kepercayaan diri, keingintahuan,
kesenangan, dan sebagainya.
Bagi seorang mahasiswa, keberanian mengungkapkan pendapat sangat
dibutuhkan. Karena kegiatan belajar aktif menuntut mahasiswa juga aktif dalam
mengikutinya. Aktif di dalam kelas maupun di luar kelas. Dengan mengasah
kemampuan verbal maka akan mendorong mahasiswa untuk berani berbicara
mengutarakan pendapat. Sehingga darisini dapat diketahui pentingnya kreativitas
verbal dan keberanian mengungkapkan pendapat dalam kegiatan belajar
mahasiswa. Serta dapat diketahui juga bahwa terdapat hubungan yang positif
antara keduanya.
F. HIPOTESIS
Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara
kreatifitas verbal dengan keberanian mengungkapkan pendapat. Artinya apabila
kreatifitas verbalnya baik maka berani dalam mengungkapkan pendapat. Dan
sebaliknya apabila kreatifitas verbalnya kurang maka kurang berani untuk
mengungkapkan pendapat.
G. METODE PENELITIAN
1. Rancangan penelitian
Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan
kuantitatif, dimana dalam penelitiannya menekankan analisisnya pada data- data
numerical (angka) yang diolah dengan metode statistika. (Azwar, 2007).
Jenis dari penelitian ini adalah korelasional karena dalam penelitian ini
memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel satu dengan variabel
lainnya. (Sumardi Suryabrata, 2006).
Dalam penelitian ini variabel yang ingin diketahui adalah hubungan
kreativitas verbal dengan keberanian mengungkapkan pendapat pada mahasiswa
psikologi angkatan 2009 UIN Maliki Malang.
2. Identivikasi Variabel Penelitian
Menurut Arikunto (2006) variable adalah objek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian dalam sebuah penelitian. (Arikunto, 2006: 118)
Sutrisno Hadi (dalam Arikunto) mendefinisikan variabel sebagai gejala
yang bervariasi misalnya jenis kelamin, karena jenis kelamin mempunyai variasi
yaitu laki- laki dan perempuan. Jadi variabel merupakan objek penelitian yang
bervariasi. Dalam penelitian ini peneliti mengidentifikasikan variabel bebas (X)
variabel terikat (Y) sebagai berikut:
Variabel Bebas : Kreatifitas Verbal
Variabel Terikat : Keberanian mengungkapkan Pendapat
3. Definisi operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variable yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik- karakteristik variable tersebut yang dapat
diamati. (Azwar, 2007).
Definisi operasional haruslah memiliki keunikan. Penelitilah yang memilih
dan menentukan definisi operasional yang paling relevan bagi variabel yang
ditelitinya. Definisi operasional digunakan untuk menjelaskan pengertian
operasional dari variabel- variabel penelitian dan menyamakan persepsi agar
terhindar dari kesalahfahaman dalam menafsirkan variabel. Definisi operasional dari
masing- masing variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Kreatifitas verbal
Kreatifitas verbal adalah kemampuan seseorang untuk
mengungkapkan ide- ide serta pendapat- pendapatnya secara verbal yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan, orisinalitas serta kemampuan
mengelaborasi yang baik. Dalam penelitian ini kreativitas verbal diukur
dengan menggunakan tes kreativitas verbal yang berlandaskan pada model
struktur intelek dari Guilford yang ditunjukkan dengan 6 subtes.
Subtes tersebut adalah sebagai berikut adalah permulaan kata,
menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama,
macam-macam penggunaan dan apa akibatnya.
b. Keberanian mengungkapkan pendapat
Keberanian mengungkapkan pendapat adalah kemampuan
seseorang dalam mengungkapkan serta mengeluarkan ide- ide serta
gagasan- gasannya dalam bentuk verbal dengan tanpa rasa takut dan
percaya diri. Keberanian mengungkapkan pendapat identik dengan
keberanian seseorang dalam berbicara.
Pengukuran variabel keberanian mengungkapkan pendapat diambil
dari indikator- indikator yang terdapat pada konsep kemampuan berbicara.
Hal ini dikarenakan tidak ada teori yang secara langsung mengatakan
indikator- indikator keberanian mengungkapkan pendapat, sehingga
peneliti mengambil indikator dari teori yang dapat mewakili. Adapun
indikator tersebut adalah bersikap wajar, tenang dan tidak kaku dalam
berbicara, pandangan mengarah terhadap lawan bicara, kesediaan
menghargai pendapat orang lain, kenyaringan suara, penguasan topik yang
sedang dibahas dan kelancaran dan penalaran dalam menyampaikan
pendapat.
4. Populasi dan sampel
a. Populasi
Populasi menurut Arikunto (2006) adalah keseluruan subyek penelitian.
Populasi adalah kumpulan dari individu yang kualitas dan ciri – cirinya telah
ditetapkan terlebih dahulu. Sebagai suatu populasi, kelompok subjek harus
memiliki ciri- ciri atau karakteristik- karakteristik bersama yang membedakannya
dari kelompok subjek yang lain (Azwar,2007). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2009 UIN Maliki Malang
yang berjumlah 177 mahasiswa.
b. Sampel
Sampel menurut Arikunto (2006) adalah sebagian atau wakil dari populasi
yang diteliti. Apabila subjek kurang dari 100 maka lebih baik jumlah tersebut
diambil semua, sehingga penelitian menjadi penelitian populasi, selanjutnya
apabila jumlah subjek besar atau lebih dari 100 orang maka dapat diambil antara
10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih, tergantung setidak- tidaknya dari:
1. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana
2. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya data
3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian
yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih
baik.
Dalam penelitian ini teknik sampel yang dipakai adalah teknik random
sampling yaitu sampel yang memberikan kemungkinan yang sama bagi individu
yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian. Alasan menggunakan sampel
random adalah menerapkan asas tanpa pilih-pilih. Siapa saja yang akan menjadi
anggota populasi untuk mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi
sampel penelitian. Sampel yang diambil adalah 25% dari jumlah populasi. Yaitu
dari 177 populasi menjadi 45 sampel.
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa tahun ajaran 2009 dikarenakan
kebanyakan dari mereka masih melewati masa transisi dari kegiatan belajar
mengajar disekolah yang pada umumnya bersifat satu arah ke kegiatan belajar di
perguruan tinggi yang dituntut untuk selalu aktif dalam kegiatan belajar baik di
dalam kelas maupun di luar.
5. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data merupakan metode yang digunakan peneliti
untuk mengumpulkan data- data pendukung dalam penelitian yang dilakukan.
Pada Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa:
a. Metode Observasi
Observasi merupakan kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam
fenomena tersebut. Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk
mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau
sebagai alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi/ keterangan yang
diperoleh sebelumnya. (Iin Tri Rahayu, Tristiadi Ardi A., 2004)
Tujuan observasi dari penelitian ini adalah untuk mengamati secara
langsung situasi populasi penelitian yang terkait dengan variable- variable
penelitian. Bentuk observasi yang dilakukan adalah observasi non sistematis
yakni observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan
instrument penelitian.
b. Skala Keberanian Mengungkapkan Pendapat
Adalah suatu alat pengumpul data yang berupa sejumlah pernyataan
yang harus dijawab oleh subyek yang menjadi sasaran atau responden
penelitian. Skala yang digunakan adalah skala likert dimana subjek memilih
salah satu alternatif jawaban untuk mengetahui tingkat keberanian dalam
mengungkapkan pendapat. Skala likert disini dibuat dengan memakai 4
alternatif jawaban yaitu S, SS, TS dan STS.
c. Metode Tes
Tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu kelompok. (Arikunto, 2006:150)
Tes yang dimaksud disini adalah tes yang sifatnya terstandart. Adapun
tes yang digunakan oleh peneliti disini adalah Tes Kreativitas Verbal yang
disusun berdasarkan model Struktur Intelek dari Guilford. Ada enam sub-tes
yang setiap sub-tesnya terdiri dari empat butir. Keenam subtes tersebut yaitu:
1. Permulaan kata. Dalam subtes ini subjek harus memikirkan sebanyak
mungkin kata yang mulai dengan susunan huruf tertentu sebagai
rangsang. Tes ini mengukur kelancaran dengan kata, yaitu kemampuan
untuk menemukan kata yang memenuhi persyaratan structural tertentu.
2. Menyusun kata. Pada subtes ini subjek harus menyusun sebanyak
mungkin kata dengan menggunakan huruf- huruf dari satu kata yang
diberikan sebagai stimulus. Seperti tes permulaan kata, tes ini mengukur
kelancaran kata namun tes ini juga menuntut kemampuan dalam
reorganisasi persepsi.
3. Membentuk kalimat tiga kata. Pada subtes ini subjek harus menyusun
kalimat yang terdiri dari tiga kata, huruf pertama untuk setiap kata
diberikan sebagai rangsang, akan tetapi urutan dalam penggunaan ketiga
huruf boleh berbeda- beda menurut kehendak subjek.
4. Sifat-sifat yang sama. Dalam subtes ini subjek harus menemukan
sebanyak mungkin objek yang semuanya memiliki dua sifat yang
ditentukan. Tes ini merupakan ukuran dari kelancaran dalam memberikan
gagasan, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan yang memenuhi
persyaratan tertentu dalam waktu yang terbatas.
5. Macam-macam penggunaan. Dalam subtes ini subjek harus memikirkan
sebanyak mungkin penggunaan yang tidak lazim (tidak biasa) dari benda
sehari- hari. Tes ini merupakan ukuran dari kelenturan dalam berpikir,
karena dalam tes ini subjek harus dapat melepaskan diri dari kebiasaan
melihat benda sebagai alat untuk melakukan hal tertentu saja. Tes ini
juga mengukur orisinalitas dalam berpikir. Orisinalitas ditentukan dalam
statistis, dengan melihat kelangkaan jawaban itu ddiberikan.
6. Apa akibatnya. Pada subtes ini subjek harus memikirkan segala sesuatu
yang mungkin terjadi dari suatu kejadian hipotetis yang telah ditentukan
sebagai stimulus. Tes ini mengukur kelancaran dalam memberikan
gagasan dan elaborasi, yaitu kemampuan mengembangkan, merinci dan
mempertimbangkan macam- macam implikasi dari suatu gagasan.
d. Metode Dokumentasi
Dokumentasi dari asal katanya dokumen, yang artinya merupakan
barang- barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda- benda tertulis seperti buku- buku, majalah, dokumen,
peraturan- peraturan, noyulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto,
2006 :158).
Metode Dokumentasi disini adalah dengan melihat dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan sampel penelitian. Dalam hal ini adalah
dengan meminta data jumlah sampel penelitian pada bagian administrasi
fakultas psikologi angkatan 2009 UIN Maliki Malang. Yaitu jumlah
mahasiswa psikologi angkatan 2009 UIN Maliki Malang.
e. Metode Wawancara
Menurut Hadi (dalam Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi A., 2004)
wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab
sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan
penyelidikan.
Metode ini digunakan dalam upaya untuk mengetahui dan menggali
data dari subjek terkait dengan penelitian ini. Wawancara yang dipakai adalah
wawancara non- terstruktur.
6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam pengumpulan data agar penelitian lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
(Arikunto, 2002:136).
Dalam penelitian ini ada dua instrumen, yakni instrumen tingkat
keberanian mengungkapkan pendapat dan instrument tingkat kreativitas verbal.
1. Instrumen tingkat keberanian mengungkapkan pendapat
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala keberanian
mengungkapkan pendapat. Bentuk skala sikap dalam penelitian ini berupa
pernyataan- pernyataan dengan alternatif empat jawaban yang harus dipilih oleh
subjek. Terdapat dua jenis pernyataan dalam angket ini yaitu pernyataan
favourable dan unfavourable.
Pernyataan favourabel adalah pernyataan yang berisi hal- hal positif atau
bersifat mendukung terhadap objek sikap yang hendak diungkap. Sebaliknya
pernyataan unfavourabel adalah pernyataan yang berisi hal- hal yang negative
atau bersifat yang tidak mendukung terhadap objek sikap yang hendak diungkap
(Azwar, 2007). Sistem penilaian kedua aitem itu dibedakan sebagai berikut:
Tabel 1Skor Skala Likert
Jawaban Skor Favourable Skor UnfavourableSangat Setuju (SS) 4 1Setuju(S) 3 2Tidak Setuju (TS) 2 3Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Karena pilihan jawaban berjenjang, maka setiap jawaban bisa diberi bobot
sesuai dengan intensitasnya. Misalnya ada lima pilihan jawaban. Intensitas paling
rendah diberi 1 dan yang tertinggi diberi 5. Namun bisa juga sebaliknya asal
konsisten: intensitas tertinggi 1 dan terendah 5.
Skala sikap dalam penelitian ini menggunakan skala likert yang
menggunakan kategori SS, S, TS dan STS. Skala likert disini meniadakan kategori
jawaban yang ditengah (R) berdasarkan tiga alasan:
1. Kategori undecided, mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum dapat
memutuskan atau memberi jawaban (bisa berarti netral, setuju tidak, tidak
setuju juga tidak atau ragu- ragu)
2. Tersedianya jawaban di tengah menimbulkan kecenderungan jawaban ke
tengah (central tendency effect) terutama bagi yang ragu atas arah jawaban
kea rah setuju atau tidak setuju.
3. Maksud kategori jawaban SS, S, TS, STS adalah terutama untuk melihat
kecenderungan pendapat responden ke arah setuju atau tidak setuju.
Oleh karena itu peneliti menghilangkan pilihan jawaban R karena
dikhawatirkan responden yang belum bisa memutuskan jawaban, memilih
memberikan jawaban netral atau jawaban yang tengah (R). selain itu untuk
melihat kecenderungan jawaban ke arah setuju atau tidak setuju (Hadi; dalam
Muslim, 2007).
Skala sikap ini bersifat tertutup dimana jawaban telah disediakan sehingga
responden tinggal memilih. Skala keberanian mengungkapkan pendapat disusun
untuk mengetahui sejauh mana ciri- ciri keberanian mengungkapkan pendapat
seseorang yang diperoleh dari konsep kemampuan berbicara yang disusun
menurut Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 17-20). Komponen- komponen tersebut
adalah bersikap wajar, tenang dan tidak kaku dalam berbicara, pandangan
mengarah terhadap lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain,
kenyaringan suara, penguasan topik yang sedang dibahas dan kelancaran dan
penalaran dalam menyampaikan pendapat.
Tabel 2
Blue Print Skala Keberanian Mengungkapkan Pendapat
No Indikator Nomor Item Jumlah Bobot
Item (%)F UF
1Bersikap wajar, tenang dan tidak kaku dalam berbicara
1,2,25,37
13,14,26,39
8 20 %
2Pandangan terhadap lawan bicara
3,4,36 15,16,28 6 15 %
3Kesediaan menghargai pendapat orang lain
5,6,29 17,18,30 6 15 %
4 Kenyaringan suara 7,8,31 19,20,32 6 15 %
5Penguasaan topik yang sedang dibahas
9,10,33 21,22,34 6 15 %
6Kelancaran dan penalaran dalam menyampaikan pendapat
11,12,35,38
23,24,27,40
8 20 %
Jumlah 20 20 40 100%
2. Instrumen tingkat kreativitas verbal
Konstruksi Tes Kreativitas Verbal berlandaskan model struktur intelek dari
Guilford sebagai kerangkan teoritis. Tes ini terdiri dari enam subtes yang
semuanya mengukur dimensi operasi berpikir divergen, dimensi konten, dimensi
berpikir verbal, dan berbeda dalam dimensi produk. Kreativitas secara operasional
dirumuskan sebagai suatu proses yang tercermin dari kelancaran, kelenturan dan
orisinalitas dalam berfikir (Munandar, 2002: 95).
Pengukuran variable kreativitas verbal ditunjukkan dengan enam subtes
yang terdapat pada tes kreativitas verbal. Penskoran pada variable kreativitas
digunakan berdasarkan skor kasar yang dihasilkan, kemudian dikonversikan ke
dalam skor skala, dimana jumlah dari skor skala tersebut dikonversikan lagi pada
table CQ (Cretivity Score). Skor CQ tersebut yang menjadi acuan kreativitas
subjek, dalam hal ini peneliti menggunakan table konversi skor total yang ada
pada manual tes kreativitas verbal.
7. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukuran (tes) dalam melakukan
fungsi ukurnya (Azwar, 2007:5).
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik
product moment dari Karl Pearson. Product moment adalah teknik yang
digunakan untuk mencari hubungan antara dua variable serta menentukan arah
besarnya koefisien korelasi antara variable bebas dan variable terikat.
Adapun tipe validitas dalam penelitian ini adalah validitas konstruk
internal yang menunjukkan sejauh mana suatu tes mempunyai kesesuaian dalam
mengukur traits atau konstruk teoritik yang hendak diukur (Azwar, 2007).
Rumus Korelasi Product Moment:
Keterangan :
: Koefisien Korelasi Product Moment
X : Angka pada variable pertama
Y : Angka pada variable kedua
N : Jumlah Subyek
Sedangkan alat tes kreativitas verbal merupakan salah satu alat tes yang
telah diakui atau valid. (Sulaiman & Maswan, dalam Muslim, 2004). Dengan
telah terstandarisasinya alat tes tersebut, maka dalam penelitian ini tidak perlu
diuji kembali.
2. Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur memiliki keajegan
hasil, suatu hasil pengukuran dikatakan baik jika dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran terhadap subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar,
2007)
Untuk mencari R alat ukur keberanian mengungkapkan pendapat
digunakan rumus alpha dari Cronbach. Penggunaan rumus ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa rumus alpha ini digunakan untuk mencari reliabilitas
instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian.
(Arikunto, dalam Muslim 2007). Rumus Alpha tersebut adalah:
Keterangan:
= Koefisien Alpha
k = Banyaknya butir pertanyaan8. Teknik Analisis Data
Data- data yang diperoleh dari penelitian ini kemudian diolah dan
dianalisa untuk menuju upaya menjawab rumusan masalah dan hipotesis
penelitian yang telah dicanangkan.
Dalam proses analisis data, seringkali digunakan metode statistik, karena
statistik menyajikan data- data secara teratur, singkat, mudah dimengerti, tetapi
masih memberikan gambaran yang tepat tentang suatu keadaan (Hadi, 1993:223).
Dalam menganalisis variabel tingkat keberanian mengungkapkan pendapat
dan variabel tingkat kreativitas verbal pada data yang didapatkan, peneliti
melakukan pengkategorian ke dalam tiga tingkatan, pengkategorian tersebut
berdasarkan rumus (Azwar, 2007) :
T = Mean + 1SD ≤ X
= Jumlah Varian Butir
= Jumlah Varian Total
S = Mean – 1SD ≤ X < Mean + 1SD
R = X < Mean – 1SD
Pengkategorisasian tersebut diperoleh berdasarkan rumus Mean dan
Deviasi Standart sebagai berikut:
Mean
M =
Keterangan:
M : Mean
N : Jumlah respon
X : Nilai masing-masing respon
f : Frekuensi
Untuk menganalisis hubungan antara variabel keberanian
mengungkapkan pendapat dan variabel kreativitas verbal, maka rumus yang
digunakan dalam menganailsa hubungan keduanya adalah rumus korelasi product
moment, karena penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesa dari korelasi
antara dua variabel yaitu variabel bebas kreatifitas verbal (variabal X) dan
variable terikat keberanian mengungkapkan pendapat (Variabel Y). Sesuai dengan
teknik analisis datanya yaitu product moment, maka dapat diketahui korelasi
antara kedua variable tersebut dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
: Koefisien Korelasi Product Moment
SD
M =
X : Angka pada variable pertama
Y : Angka pada variable kedua
N : Jumlah Subyek
Harga Rxy menunjukkan indeks korelasi antara dua varibel yang
dikorelasikan, setiap nilai korelasi mengandung tiga makna, yaitu ada tidaknya
korelasi dan besarnya korelasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, dkk. 2006. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: Rineka Cipta
Ariza, Virda. 2007. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kreativitas Siswa Kelas VIII Mts Negeri Gresik. (Skripsi tidak diterbitkan). UIN Malang
Ayan, Jordan E. 2002. Bengkel Kreativitas (10 Cara Menemukan Ide- ide Pamungkas). Jakarta: Kaifa
Azwar, Saifuddin. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka PelajarDepartemen Agama Republik Indonesia. 1994. Al-Qur’an dan Terjemahnya juz I-
Juz 30 Kitab Suci Al-Qur`an. Semarang: PT.Kumudasmoro GrafindoDjamara, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka CiptaHurlock, Elizabeth E. 1990. Psikologi Perkembangan Jilid 2. Jakarta: ErlanggaLanggulung, Hasan. 1991. Kreativitas dan Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-
HusnaArsjad, Maidar G, U.S, Mukti. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga May, Rollo. 2004. Apakah Anda Cukup Berani Untuk Kreatif? (The Courage to
Creative). Jakarta: TerajuMunandar, Utami. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah
Penuntun Bagi Guru dan Orang tua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Munandar, Utami. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Muslim. 2007. Korelasi Antara Kepercayaan Diri dengan Kreativitas Siswa Kelas 2 SMP Islam Jabung Malang. (Skripsi tidak diterbitkan). UIN Malang
Nur AM. http://klinis.wordpress.com/2008/11/22/kreativitas-verbal/ Akses:22 November 2008
Partadjaja, Tjok Rai, Sulastri, Made. 2007. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Penalaran Mahasiswa Pada Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar. JPPP. Lembaga Penelitian Undiksha
Partanto, dkk. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: ArkolaRodiana, Lilik. 2007. Korelasi Interaksi Orang Tua- Anak Terhadap Kreativitas
Verba lSiswa Kelas Dua Sekolah Menengah Pertama Dharma Wanita Malang. (Skripsi tidak diterbitkan). UIN Malang
Sarifudin, Alif. 2009. Pengajaran Cerpen Keberanian bagi Siswa Madrasah Tsanawiyah. Tesis. FIB Universitas Indonesia.
Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: SrikandiSuryabrata, Sumadi. 2006. Metodologi Penelitian. Jakart: PT RajaGrafindo
PersadaTarigan, Henry Guntur. 1983. Berbicara Sebagai Suatu ketrampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Tri Rahayu, Iin, Ardi Ardani, Tristiadi. 2004. Observasi dan Wawancara.
Malang: Bayu Media
Utami, Sri Weni. 2009. Korelasi Kepercayaan Diri Dan Kematangan Emosi Dengan Kompetensi Sosial Remaja di Pondok Pesantren Kota Lamongan. Jurnal. Universitas Negeri Malang
Recommended