HUBUNGAN PENGGUNAAN KONDOM TERHADAP MUNCULNYA FLUOR ALBUS PATOLOGIS PADA WANITA PEKERJA SEKS
di Puskesmas Putat Jaya Surabaya Tahun 2011
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
Zesika Nur Annisa Abidin
NPM: 10700348
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah,
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyusun Proposal mengenai hubungan
penggunaan kondom terhadap kerentanan munculnya fluor albus patologis pada
wanita pekerja seks.
Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka
memenuhi tugas akhir dan sebagai salah satu syarat kelulusan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari
sempurna oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan
laporan ini dan juga untuk laporan selanjutnya.
Surabaya, Agustus 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 5
A. Latar Belakang............................................................................ 5
B. Rumusan Masalah……………………………………………… 7
C. Tujuan Penelitian……………………………………………… 7
D. Manfaat Hasil Penelitian………………………………………. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………... 9
2.1 Pengertian Fluor Albus………………………………………… 9
2.2 Etiologi Fluor Albus……………………………………………. 10
2.3 Klasifikasi Fluor Albus………………………. ………………... 11
2.4 Penegakan Diagnosa Fluor Albus………………………………. 13
2.5 Penyakit Dengan Gejala Fluor Albus............................................ 14
2.6 Penggunaan Kondom……............................................................. 16
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN............ 18
3
BAB IV METODE PENELITIAN................................................................. 20
A. Jenis Penelitian…………………………………………………. 20
B. Sampel Penelitian………………………………………………. 20
C. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 21
D. Variabel Penelitian…………………………………………….. 21
E. Definisi Operasional…………………………………………… 21
F. Prosedur Penelitian / Pengumpulan dan Pengolahan Data…….. 22
G. Rancangan Waktu Penelitian........................................................ 23
H. Analisis Data ………………………………………………........ 23
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fluor albus atau keputihan merupakan gejala umum pada wanita yang
mengunjungi dokter keluarga, dokter ahli penyakit kulit dan kelamin, dokter ahli
penyakit kandungan atau klinik Keluarga Berencana (Myrna, 1997). Hasil
penelitian Myrna Safrida tahun 1994-1995 di Poli PMS RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, ditemukan bahwa fluor albus paling banyak diderita oleh kelompok
umur 21-25 tahun (Dwi, 2008).
Fluor albus yang berkaitan dengan infeksi menular seksual adalah
terjadinya perubahan warna, bau, dan atau jumlah yang tidak normal. Kelainan ini
dikenal pula dengan istilah Duh tubuh vagina (Dwi, 2008).
Meskipun termasuk penyakit yang sederhana, kenyataannya fluor albus
adalah penyakit yang tidak mudah disembuhkan. Penyakit ini menyerang sekitar
50% populasi perempuan dan mengenai hampir pada semua umur. Data penelitian
tentang kesehatan reproduksi wanita menunjukkan 75% wanita di dunia menderita
5
fluor albus paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya bisa
mengalaminya sebanyak dua kali atau lebih (Retno, 2008).
Fluor albus dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis (Dwi, 2008).
Namun, fluor albus patologis dapat menjadi petunjuk adanya penyakit yang harus
diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005).
Di Indonesia beberapa tahun terakhir ini tampak kecenderungan
meningkatnya prevalensi IMS misalnya prevalensi sifilis meningkat sampai 10%
pada beberapa kelompok Wanita Pekerja Seks (WPS), 35% pada kelompok waria
dan 2% pada kelompok ibu hamil, prevalensi gonore meningkat sampai 30 – 40%
pada kelompok WPS dan juga pada penderita IMS yang berobat ke rumah sakit
(Daili, 2004). Penularan IMS dapat terjadi melalui hubungan seksual (Hutabarat,
1999).
Di Indonesia penggunaan kondom pada transaksi seks antara WPS dan
kliennya tidak banyak terjadi peningkatan. Pemakaian kondom secara konsisten
pada WPS tahun 2007 sangat rendah dan tidak memperlihatkan adanya
peningkatan selama periode 2002-2007. Apalagi frekuensi kerusakan kondom
dilaporkan sangat tinggi, berarti angka pemakaian kondom yang dilaporkan tidak
mencerminkan manfaatnya (STBP, 2007).
Penggunaan kondom ini tidak menjamin 100% orang tidak terinfeksi.
Misalnya ketika orang berhubungan seks, kondomnya robek, maka penularan
dimungkinkan. Konsistensi pemakaian kondom (selalu memakai kondom dengan
semua pelanggan) merupakan perilaku yang efektif untuk mencegah penularan
IMS-HIV (Dwi, 2010).
6
Berdasarkan data yang ada, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat
hubungan penggunaan kondom terhadap kerentanan munculnya fluor albus
patologis pada Wanita Pekerja Seks (WPS).
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana hubungan penggunaan kondom terhadap kerentanan
munculnya fluor albus patologis pada wanita pekerja seks di Puskesmas Putat
Jaya Surabaya tahun 2011?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara penggunaan kondom terhadap kerentanan
munculnya fluor albus patologis pada wanita pekerja seks di wilayah
Puskesmas Putat Jaya Surabaya tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui prevalensi penggunaan kondom pada wanita pekerja seks di
wilayah Puskesmas Putat Jaya Surabaya tahun 2011.
b. Mengetahui gambaran fluor albus bacterial vaginosis pada wanita pekerja
seks di wilayah Puskesmas Putat Jaya Surabaya tahun 2011.
c. Mengetahui gambaran fluor albus gonorrhea pada wanita pekerja seks di
wilayah Puskesmas Putat Jaya Surabaya tahun 2011.
7
d. Mengetahui gambaran fluor albus infeksi genital non spesifik pada wanita
pekerja seks di wilayah Puskesmas Putat Jaya Surabaya tahun 2011.
D. MANFAAT HASIL PENELITIAN
1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada Puskesmas
tentang hubungan penggunaan kondom terhadap kerentanan munculnya
fluor albus patologis pada wanita pekerja seks.
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat (khususnya
wanita produktif).
3. Bagi Peneliti
Dapat menambah pemahaman dan pengetahuan mengenai penggunaan
kondom.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Fluor Albus
Fluor albus (leukorea, white discharge, keputihan) adalah nama gejala yang
diberikan pada cairan yang dikeluarkan dari alat genital yang tidak berupa darah
(Dwi, 2008). Fluor Albus bukan penyakit tersendiri tetapi merupakan
manifestasi gejala dan hampir semua penyakit kandungan. Penyebab utama
keputihan harus dicari dengan anamnesa, pemeriksaan kandungan, dan
pemeriksaan laboratorium. Keputihan fisiologis dijumpai pada keadaan
menjelang menstruasi, pada saat keinginan seks meningkat dan pada
waktu hamil (Manuaba 1998).
Gejala fluor albus dibagi 2 kelompok yakni gejala fluor albus bukan
karena penyakit dengan ciri–ciri cairan dari vagina berwarna bening, tidak
berbau, tidak gatal, jumlah cairan bisa sedikit, bisa cukup banyak
sedangkan gejala fluor albus karena penyakit dengan ciri – ciri cairan dari
vagina kental, warna kekuningan, keabu– abuan atau kehijauan, berbau
busuk, anyir, amis, terasa gatal, jumlah cairan banyak (Manuaba, 1998).
9
2.2 Etiologi Fluor Albus
Fluor albus dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Fluor albus
fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang
mengandung banyak epitel dengan leukosit jarang, sedang pada kondisi
patologis terdapat banyak leukosit. Dwi Murti mengatakan fluor albus
fisiologis dapat ditemukan pada kondisi-kondisi berikut yaitu (Dwi, 2008) :
a) Bayi baru lahir sampai kira-kira umur 10 hari, disebabkan pengaruh
estrogen dan plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
b) Waktu di sekitar menarche, timbul karena pengaruh estrogen. Fluor albus
ini akan hilang sendiri tetapi dapat meresahkan orang tua pasien.
c) Wanita dewasa jika dirangsang sebelum atau saat koitus, karena
pengeluaran transudasi dari dinding vagina..
d) Waktu sekitar ovulasi, karena sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri
menjadi lebih encer .
e) Pada wanita dengan penyakit menahun, neurosis dan penderita ektropion
porsionis uteri, pengeluaran sekret kelenjar serviks uteri juga bertambah.
Fluor albus patologis terbanyak disebabkan oleh infeks, di sini cairan
berwarna kekuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau, dan
banyak mengandung leukosit.
10
2.3 Klasifikasi Fluor Albus
Fluor albus (keputihan) dapat diklasifikasikan atas beberapa macam
(Handrawan, 2008) yaitu:
a) Fluor albus tumor atau kanker kandungan
Apabila ada tumor, tumbuh suatu kanker di organ kandungan, gejalanya
juga bisa menyerupai fluor albus. Besar kemungkinan fluor albus disertai bercak
darah dan berbau busuk.
Apalagi fluor albus patologis ini disertai rasa tidak enak diperut bagian
bawah, terjadi gangguan haid, sering demam, dan badan bertambah kurus, pucat
serta lesu, lemas dan tidak bugar, waspada kemungkinan ada pertumbuhan
abnormal diorgan kandungan. Fluor albus yang berdarah juga muncul jika
terdapat polip di organ kandungan. Mungkin polip dirahim atau di leher rahim.
Biasanya darah keluar sesudah hubungan seks atau setelah melakukan
penyemprotan vagina/douching.
b) Fluor albus usia lanjut
Pada perempuan usia lanjut, fluor albus juga bisa muncul bercampur darah
(senile vaginitis). Penyebabnya karena lapisan vagina sudah menipis seiring
dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat juga terjadi pada anak perempuan yang
masih belum pubertas, pada pengidap kencing manis dan yang sudah menopause
karena lapisan selaput lendir vagina sudah tipis dan mengisut.
11
c) Fluor albus benda asing di vagina
Fluor albus yang penyebabnya karena ada benda asing disaluran vagina.
Vagina merupakan lorong yang terbuka dengan dunia luar. Maka, disana
kemungkinan bisa tertinggal sisa pembalut atau kapas, kondom.
d) Fluor albus dari Rumah Sakit
Fluor albus bisa diperoleh dari rumah sakit, puskesmas, atau layanan
keluarga berencana. Sehabis pasang spiral, pasca persalinan atau pemeriksaan
kandungan dengan memakai alat periksa. Mungkin peralatan medis yang dipakai
kurang steril, apabila alat bekas dipakai untuk perempuan yang mengidap suatu
fluor albus apapun jenis bibit penyakitnya, penularan keputihan bisa terjadi pada
pemakai alat berikutnya maka perlu upaya untuk membersihkan sekitar vagina
dan bagian dalamnya sehabis menjalani pemeriksaan.
e) Fluor albus akibat sering dibersihkan
Kebiasaan yang sebetulnya tidak sehat dalam memperlakukan vagina.
Terlalu sering membersihkan vagina dengan bahan dengan bahan antisepsis
tidaklah menyehatkan. Kuman–kuman yang bermukim disekitar saluran vagina
ikut terbunuh oleh bahan antisepsis yang sering digunakan.
f) Fluor albus penyakit menular seksual
Tidak mudah membedakan fluor albus biasa dengan fluor albus yang
disebabkan oleh penyakit kelamin (penyakit menular seksual). Ada 2 jenis
penyakit kelamin yang dapat menyerupai fluor albus yakni kencing nanah dan
chlamdya. Kencing nanah menyerupai fluor albus jamur atau kuman sedang
12
penyakit oleh kuman chlamdya lendir fluor albus nya lebih bening sehingga
dianggap fluor albus normal.
2.4 Penegakan Diagnosa Fluor Albus
Fluor albus bukan penyakit tetapi gejala dari berbagai penyakit sehingga
memerlukan tindak lanjut (Manuaba. 2001) untuk menegakkan diagnosis
melalui:
a) Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan spekulum untuk mencari penyebab fluor albus.
a. Darimana asalnya fluor albus:
- Mulut rahim
- Hanya bersifat lokal dalam vagina
b. Bagaimana dinding vagina:
- Bagaimana warnanya?
- Apakah terdapat bintik merah seperti digigit nyamuk?
- Apakah fluor albus bergumpal atau encer?
- Apakah fluor albus melekat pada dinding vagina?
c. Bagaiman mulut rahim (portio)
- Apakah tertutup oleh fluor albus
- Apakah terdapat perlukaan
- Apakah mudah berdarah
13
b) Pemeriksaan laboratorium
Penyebab fluor albus adalah infeksi, benda asing dan keganasan. Dengan
demikian pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan infeksi ( trikomonas,
kandida albican, bakteri spesifik ) dan papsmear untuk kemungkinan keganasan.
2.5 Penyakit Dengan Gejala Fluor Albus
a) Gonorrhea
Gonorrhea merupakan salah satu penyakit hubungan seksual yang
disebabkan oleh kuman Neisseria Gonorrhoea, paling sering ditemukan dan
mempunyai insiden yang cukup tinggi. WHO memperkirakan bahwa tidak
kurang dari 25 juta kasus baru ditemukan ditemukan setiap tahun di seluruh
dunia. Di Amerika serikat diperkirakan dijumpai 600.000 kasus setiap tahunnya
(Dwi, 2008).
Keluhan subjektif berupa rasa gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar
orifisium uretra eksternum, kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh
tubuh dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah, dapat pula disertai
nyeri pada waktu ereksi (FKUI, 2011).
Infeksi pada wanita, pada mulanya hanya mengenai serviks uteri. Dapat
asimtomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah. Pada
pemeriksaan serviks tampak merah. Fluor albus akan terlihat lebih banyak, bila
14
terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis (FKUI, 2011).
b) Non Specific Genital Infection
Non Specific Genital Infection (NSGI) merupakan traktus genital yang
disebabkan oleh penyebab yang nonspesifik. NSGI pada wanita umumnya
menunjukan infeksi pada serviks, meskipun infeksi menular seksual nonspesifik
pada wanita dapat menyerang uretra maupun vagina.
Pada wanita, gejala sering tidak khas, asimtomatik, atau sangat ringan.
Bila ada, keluhan berupa fluor albus yang kekuningan. Pada pemeriksaan klinis
genital dapat ditemukan kelainan serviks, misalnya terdapatnya eksudat serviks
mukopurulen, erosi serviks, atau folikel-folikel kecil (FKUI, 2011).
c) Bacterial Vaginosis
Bacterial vaginosis adalah suatu sindrom perubahan ekosistem vagina dimana
terjadi peningkatan pH dari nilai kurang < 4,5 – 7,0. Wanita dengan bacterial
vaginosis dapat tanpa gejala atau mempunyai bau vagina yang khas seperti bau
ikas, terutama waktu berhubungan seksual. Pada pemeriksaan terdapat sekret yang
homogen, tipis, cair,dan berwarna putih atau keabu-abuan (FKUI, 2011).
15
2.6 Penggunaan Kondom
Penggunaan kontrasepsi di Indonesia sudah sangat diperlukan dan memiliki
dua tujuan utama yaitu mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan memberi
perlindungan terhadap infeksi menular Seksual (Dwi, 2008).
Jenis bahan kondom (Hartanto, 2003) yang terbuat dari membran usus biri-biri,
tidak meregang atau mengkerut, menjalankan panas tubuh sehingga dianggap
tidak mengurangi sensitifitas selama senggama, lebih mahal dari jumlahnya < 1 %
dari semua jenis kondom. Jenis lateks adalah yang paling banyak dipakai, murah,
dan elastis. Jenis plastik yang saling tipis, juga menghantarkan panas tubuh, lebih
mahal dari kondom lateks.
Jenis kondom ada dua, yaitu kondom pria dan kondom wanita. Kondom pria
merupakan sarung karet yang dipasang sesuai pada penis yang ereksi dan
mencegah sperma masuk ke vagina (Barbara, 2004). Kondom untuk pria terbukti
dapat mencegah IMS termasuk HIV/AIDS (Dwi, 2008). Kondom untuk wanita,
spermicide dan diafragma yang dikombinasikan dengan spermacide dikatakan
juga dapat memberi proteksi terhadap infeksi bakteri namun kemampuan proteksi
terhadap virus terutama HIV masih belum diketahui dengan pasti (Dwi, 2008).
Kegagalan kondom hanya dapat terjadi bila kondom bocor atau robek, pemakaian
kurang teliti mematuhi petunjuk cara pemakaiannya. Angka kegagalan berkisar 15 – 36 %
(Mochtar, 1998).
16
Kerugian kondom sendiri yaitu kondom dapat tertinggal dalam vagina selama
beberapa waktu, menyebabkan wanita mengeluh fluor albus yang banyak dan amat
berbau, terjadi infeksi ringan. Pada sejumlah kecil akseptor mengeluh alergi terhadap
karet (Mochtar, 1998).
17
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel tidak diteliti
18
Wanita Pekerja Seks Fluor Albus
Bakterial Vaginosis
Gonorrhea
NSGI
Penggunaan Kondom
Trichomonas
Sifilis
Wanita pekerja seks komersial memiliki kerentanan terhadap munculnya
fluor albus. Kondom diketahui sebagai salah satu alat pencegahan munculnya
fluor albus. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui hubungan antara
penggunaan kondom terhadap munculnya fluor albus patologis khususnya pada
gonorrhea, non specific genitalia infection, dan bacterial vaginosis pada WPS.
Hipotesis
H0 : Terdapat hubungan antara penggunaan kondom dengan kerentanan
munculnya fluor albus patologis pada wanita pekerja seks.
H1 : Tidak terdapat hubungan antara penggunaan kondom dengan kerentanan
munculnya fluor albus patologis pada wanita pekerja seks.
19
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara retrospective, dengan metode pendekatan cross
sectional, berdasarkan catatan medik semua penderita dengan diagnosis fluor
albus yang berobat ke Puskesmas Putat Jaya Kecamatan Sawahan Surabaya
selama periode 2011.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah wanita pekerja seks yang berobat di
Puskesmas Putat Jaya Surabaya periode 2011.
2. Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah wanita pekerja seks dengan fluor albus
patologis positif yang berobat di Puskesmas Putat Jaya Surabaya periode
2011.
20
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Putat Jaya Surabaya.
2. Waktu
dari Januari-Desember 2012.
D. Variabel Penelitian
Variabel terikat : Fluor Albus (Keputihan).
Variabel bebas : Penggunaan kondom.
E. Definisi Operasional
Daftar istilah penting:.
1. Gonorrhea
Ditemukan diplokokus intrasel uretra pada status riwayat pasien dan
menunjukan gejala klinis yang sesuai dengan gonorrhea.
2. Non specific genetalia infection
Ditemukan peningkatan jumlah PMN uretra dan menunjukan gejala klinis
yang sesuai dengan cervicitis pada status riwayat pasien.
21
3. Bacterial vaginosis
Positif ditemukan clue cells yang meningkat pada status riwayat pasien. Pada
pH menunjukan keadaan basa, yaitu pH ≥ 4,5 dan menunjukan gejala klinis
yang sesuai dengan BV.
F. Prosedur Penelitian/Pengumpulan dan Pengolahan Data
vaginosis/non specicif genetalia infection
22
Dicatat
Rekam medis pasien dengan diagnosa fluor albus
gonorrhea/bacterial vaginosis/non specicif genetalia infection
Menggunakan kondom
(Selalu/kadang-kadang/tidak pernah)
Dimasukan ke dalam tabel
Dianalisa
G. Rancangan Waktu Penelitian
Septembe
r
Oktober November Desember Januari
Pembuatan Proposal
Ujian
Penelitian
Pengerjaan
H. Analisis Data
Dalam analisis data pada penelitian ini menggunakan uji signifkansi yang
tujuannya mencari makna hubungan antar variabel yang diteliti dengan
menggunakan uji statistik Chi Square (2) dengan taraf kesalahan 5%.
Selanjutnya dianalisis menggunakan program SPSS versi 15,0. Rumus uji Chi
Square (Arikunto, 2002).
23
A.χ2=
∑ ( f O−f h)2
f h
B. Keterangan :
C. χ2= Chi Kuadrat
D. f O=Frekuensi hasil observasi dari sampel penelitian
E. f h= Frekuensi yang diharapkan pada populasi penelitian
F. Penarikan kesimpulan dari hasil perhitungan, jika dari pengolahan
SPSS diperoleh nilai signifikansi (P) lebih besar dari nila α yang
ditetapkan (0,05), maka H1 ditolak, dan jika (P) lebih kecil dari 0,05
maka H1 diterima.
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Daili, Sjaiful Fahmi. Penyakit Menular Seksual. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2004; 252-253
Daili, Sjaiful Fahmi, dkk. Infeksi Menular Seksual Edisi Keempat. Jakarta.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011; 66-67, 77, 116,
118.
Djuanda, Adhi, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. FKUI.
2005.
FHI Jawa Tengah. Laporan Hasil Penelitian Prevalensi Infeksi Saluran
Reproduksi pada Wanita Penjaja Seks di Semarang, Jawa Tengah,
Indonesia, 2005. Semarang. 2005.
Hastuti, Retno Dyah. Gambaran Akses Informasi dan Pengetahuan Remaja
Putri Tentang Keputihan Fisiologis dan Patologis di SMAN 9.
Jakarta. UMS. 2011.
Hartanto, Hanafi. Keluarga berencana dan kontrasepsi. Jakarta. CV. Mulia
Sari. 2003.
Hutabarat, H. Radang dan Beberapa Penyakit lain pada Alat-Alat Genital
Wanita. Jakarta. EGC. 1999.
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta. EGC. 1999.
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta. EGC. 2001.
26
Murtiastutik, Dwi. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya.
Universitas Airlangga. 2008; 45-46, 101.
Murtiastutik, Dwi. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya.
Universitas Airlangga. 2010.
Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Operatif dan Sosial Jilid II. Jakarta.
EGC. 1998.
Nadesul, Handrawan. Cara Sehat Menjadi Peerempuan. Jakarta. Kompas
Media Nusantara: 2008.
Notoatmodjo, Soekidjo. Metode Penelitian Kesehatan Ed. Rev. Jakarta.
Rineka Cipta. 2010.
Safrida, Myrna. Fluor Albus Pada Penderita Rawat Jalan di Poli PMS UPF
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
(Penelitian Retrospekstif Januari1994-Desember 1995). Dalam:
Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 1997; 9(1): 5-11.
Surveilans Terpadu-Biologis Perilaku. Rangkuman Surveilans Wanita
Pekerja Seks. Jakarta. 2007.
Stright R, Barbara. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir Edisi Ketiga. EGC.
Jakarta. 2004; Bab 5 Keluarga Berencana dan Kontrasepsi: 84.
27
Recommended