BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan yang meliputi sehat fisik mental, dan sosial yang
tidak hanya berarti suatu keadaan yang bebas dari penyakit dan kecacatan
(WHO, 1948). Sudah tidak asing lagi, kehidupan masyarakat sekarang ini
sangat erat kaitannya dengan gangguan kesehatan yang sangat beragam.
Banyak penyakit yang diderita saat ini bukanlah hanya dari bakteri, virus,
jamur, melainkan lebih disebabkan oleh pola penerapan hidup yang kurang
sehat . Salah satu pola hidup yang kurang sehat yaitu merokok. Merokok, dapat
memicu timbulnya masalah berbagai penyakit gangguan pernapasan berupa
kanker paru, penyempitan pembuluh darah, emfisema, bronkitis, penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) dan lain-lain yang dapat berunjung pada kematian.
Selain merokok, aktifitas fisik dan tingkat kebugaran jasmani yang rendah serta
kebiasaan merokok, dapat meningkatkan faktor resiko timbulnya masalah-
masalah kesehatan (Diada.dkk,2006).
Menurut World of Health Organization (WHO), rokok dapat membunuh
hingga setengah dari penggunanya. Lebih dari lima juta kematian adalah hasil
dari pengguna rokok secara langsung, sedangkan lebih dari 6000.000 adalah
hasil dari non-perokok (perokok pasif) yang terpapar perokok aktif. Terdapat
215 miliar batang rokok dikonsumsi setiap tahun di Indonesia, yang
menempatkan Indonesia sebagai negara konsumsi rokok peringkat lima teratas
di dunia. Sekitar 60 % laki-laki di Indonesia dan kurang dari 5 % perempuan
Indonesia adalah perokok. Secara keseluruhan, sekitar 30% dari seluruh
penduduk Indonesia, yang lebih dari 60 juta penduduk Indonesia adalah
perokok. Menurut data hasil Global Adulth Tobacco Survey (GATS) 2011,
mengalami kenaikan perokok laki-laki dalam 6 tahun sebelumnya, berawal dari
53% menjadi 67% dari jumlah penduduk, untuk perempuan tetap yaitu sebesar
2,7%. Data Biro Pusat Statistik (SUSENAS) menunjukkan jumlah perokok
pemula usia 5-9 tahun meningkat tajam dari 0,4 % (2001) menjadi 2,8%
(2004). Trend perokok pemula pada usia 10-14 tahun pun meningkat tajam dari
9,5% menjadi 17,5%. Hal tersebut harus cepat ditangani sejak dini untuk
menghindari penyakit akibat penggunaan rokok.
Kandungan yang dapat memberikan dampak negatif bagi prnggunanya maupun
orang di sekitarnya. Seperti senyawa alkaloid (nikotin), TSNA (tobacco
spesific nitrosamine), B-a-P (benzo-a-pyrene), residu pupuk (klor), dan bahan
plasstik.
Pada kalangan remaja akibat dari kurang stabilnya untuk mengatur ego,
didalam kondisi kebingungan untuk memilih, rasa ingin tahu yang tinggi dan
sulit dimengerti oleh orang lain yang dapat menyebabkan tingkat derajat
merokok pada remaja terutama laki-laki semakin meningkat terlihat dari hasil
data diatas. Hal ini dapat mempengaruhi rendahnya volume dan/atau kecepatan
aliran udara yang diinspirasi maupun diekspirasi dan juga lebih mudah
mengidap penyakit, misalnya serangan jantung dan tekanan darah tinggi pada
remaja. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan kualitas hidup menjadi rendah.
Kemampuan paru normal (faal paru) terdiri dari ventilasi, difusi, dan perfusi.
Untuk mengetahui kemampuan paru-paru maka diukur volume parun yang
terdiri dari vital capacity (VC), Foerce expiratory (FEV1), expiratory reserve
volume (ERV), inspiratory reserve volume (IRV). Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan alat spirometri.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Perbedaan Pengaruh Jumlah Isapan Rokok, Lama Merokok Dan
Jenis Isapan Rokok Yang Berfilter Dan Tidak Berfilter Perhari Terhadap
Fungsi Paru (VC, FEV1, ERV, IRV) Pada Sma Padjajaran Bandung. Dari Data
Tersebut, penelti dapat mengetahui bagaimana Fungsi Paru (VC, FEV1, ERV,
IRV) Pada Remaja berdasarkan Jumlah, lama dan Jenis Isapan Rokok Yang
Berfilter Dan Tidak Berfilter Perhari.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas, maka rumusan
masalah penelitian adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh jumlah isapan rokok perhari terhadap fungsi paru
(VC, FEV1, ERV, IRV) pada sma padjajaran bandung?
2. Apakah terdapat pengaruh lama merokok terhadap fungsi paru (VC, FEV1,
ERV, IRV ) pada sma padjajaran bandung?
3. Apakah terdapat pengaruh jenis isapan rokok yang berfilter perhari
terhadap fungsi paru (VC, FEV1, ERV, IRV) pada sma padjajaran bandung?
4. Apakah terdapat pengaruh tidak rokok yang berfilter perhari terhadap
fungsi paru (VC, FEV1, ERV, IRV) pada sma padjajaran bandung?
5. Apakah terdapat perbedaan pengaruh jumlah isapan rokok, lama merokok
dan jenis isapan rokok yang berfilter dan tidak berfilter perhari terhadap
fungsi paru (VC, FEV1, ERV, IRV) pada sma padjajaran bandung?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk: Pengaruh Jumlah Isapan Rokok, Lama
Merokok Dan Jenis Isapan Rokok Yang Berfilter Dan Tidak Berfilter
Perhari Terhadap Fungsi Paru (VC, FEV1, ERV, IRV) Pada Sma Padjajaran
Bandung
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui:
a. Pengaruh jumlah isapan rokok perhari terhadap fungsi paru (VC, FEV1,
ERV, IRV ) pada sma padjajaran bandung?
b. Pengaruh lama merokok terhadap fungsi paru (VC, FEV1, ERV, IRV )
pada sma padjajaran bandung?
c. Pengaruh jenis isapan rokok yang berfilter perhari terhadap fungsi paru
(VC, FEV1, ERV, IRV ) pada sma padjajaran bandung?
d. Pengaruh tidak rokok yang berfilter perhari terhadap fungsi paru (VC,
FEV1, ERV, IRV ) pada sma padjajaran bandung?
e. Perbedaan pengaruh jumlah isapan rokok, lama merokok dan jenis isapan
rokok yang berfilter dan tidak berfilter perhari terhadap fungsi paru (VC,
FEV1, ERV, IRV ) pada sma padjajaran bandung?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah: hasil penelitian dapat memberikan
informasi perbedaan pengaruh jumlah isapan rokok, lama merokok dan jenis
isapan rokok dapat menurunkan fungsi paru seseorang.
2. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah: diharapkan dapat menjelaskan secara
ilmiah tentang perbedaan pengaruh jumlah isapan rokok, lama merokok dan
jenis isapan rokok yang berfilter dan tidak berfilter perhari terhadap fungsi
paru (VC, FEV1, ERV, IRV ) pada SMA Padjajaran Bandung
E. DefinisiKonseptual
1. Rokok
Rokok menurut kamus bahasa Indonesia adalah gulungan tembakau (kira-
kira sebesar kelingking) yang dibungkus (daun nimpah, kertas, dsb).
Menurut Jaya rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70
hingga 120mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10
mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah.
2. Remaja
Menurut Widyastuti, masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh
adanya perubahan fisik, psikis, dan emosi. Masa remaja adalah periode
peralihan dari masa anak ke masa dewasa. Masa ini antara usia 10-19 tahun,
merupakan suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan
sering disebut masa pubertas.
3. Fungsi paru
Fungsi paru dalam penelitian iniakan dinilai dari Vital Capacity, Force
Expiratory Volume 1, Exipiratory Reserve Volume Inspiratory Reserve
Volume. Force Expiratory Volume one second adalah jumlah maksimal
udara yang dapat diehalasi dengan cepat dan kuat oleh seseorang dalam satu
detik, setelah sebelumnya melakukan inspirasi maksimal. Vital Capacity
(VC) pada penelitian ini diukur dengan spirometri. Hasil perhitungan akan
dikategorikan normal, gangguan obstruksi, gangguan refriksi, dan gangguan
campuran.
F. Defenisi Operasional
Variabel Indiktor Alat Ukur Jenis data Hasil ukur
Independen
Fungsi Paru Usaha tubuh untuk memenuhi kebutuhan
oksigen untuk proses metabolisme dan
mengeluarkan karbondioksida sebagai hasil
metabolisme, yang ditunjukkan dengan hasil
pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE).
Peak
expiratory flow
meter (PEF
meter)
Nilai APE 0%-
100%
Dependen
1) jumlah isapan rokok
2) lama merokok
3) jenis isapan rokok yang
berfilter dan tidak berfilter
Konfoding
Usia
Jenis kelamin
Berat Badan
(BB)
Tinggi Badan
(TB)
G. Kerangka Pemikiran
-jumlah rokokLama merokokJenis rokok
VC, FEV1, ERV, IRV(spirometri)
Fungsi paru
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Rokok
1. Pengertian Rokok
Rokok menurut kamus bahasa Indonesia adalah gulungan tembakau (kira-
kira sebesar kelingking) yang dibungkus (daun nimpah, kertas, dsb).
Menurut Jaya rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70
hingga 120mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10
mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah.
2. Jenis Rokok
Di Indonesia rokok dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Rokok Berdasarkan Bahan pembungkus
1) Klobot
Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung
2) Kawung
Rokok yang bahan pembungkusnyaberupa daun aren
3) Sigaret
Rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas
4) Cerutu
Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembangkau
b. Rokok Berdasarkan Bahan Baku
1) Rokok Putih
Rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi
saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
2) Rokok Kretek
Rokok yang bahan baku atau isinya daun tembakau dan cengkeh yang
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
3) Rokok Klembak
Rokok yang bahan bakunya atau isinya daun tembakau, cengkeh dan
kemeyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
c. Rokok Berdasarkan Penggunaan Filter
1) Rokok Filter
Rokok yang bagian pangkalnya terdapat gabus.
2) Rokok Non Filter
Rokok yang bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.
3. Komponen Rokok
Kandungan kimia tembakau yang sudah teridentifikasi jumlahnya mencapai
2.500 komponen. Dari kompone kimia ini telah diidentifikasi yang
membahayakan kesehatan adalah tar, nikotin, gas CO, dan NO yang
dihasilkan oleh tanaman tembakau, dan beberapa bahan-bahan residu pupuk
dan pestisida, TSNA, B-a-P, dan NTRM (nontobacco related material).
4. Derajat Merokok
Menurut indeks Brinkman (IB), derajat berat merokok dapat dilihat dari
perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama
merokok dalam tahun
1) Ringan : 1-199 batang
2) Sedang : 200-599 batang
3) Berat : >600 batang
B. Pengaruh Rokok Terhadap Respirasi
Rokok dapat menimbulkan berubahnya struktur dan fungsi jaringan paru-paru,
saluran pernapasan, kerusakan jaringan yang lain seperti jantung dan pembuluh
darah. Pada pernapasan kecil, terjadi peradangan ringan hingga adanya
penyempitan sebagai akibat adanya penumpukan lendir dan bertambahnya sel.
Pada saluran pernapasan besar, ukuran sel mukosa membesar dan
bertambahnya kelenjar mukus menjadi banyak. Pada jaringan paru-paru,
jumlah sel radang mengalami peninngkatan dan alveoli mengalami kerusakan.
Rokok dapat mengurangi penggunaan efesiensi oksigen, dikarenakan
terjadinya peningkatan resitensi paru akibat bronkhokonstriksi yang distimulasi
oleh nikotin. Selain itu, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan
masalah kesehatan yang banyak diderita oleh perokok berat, dimana pada
penderita ini terjadi kerusakan sekitar empat perlima dari membran respirasi,
sehingga penderita merasakan kesulitan bernafas pada saat melakukan aktifitas.
C. Remaja
1. Pengertian Remaja
Menurut Widyastuti, masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh
adanya perubahan fisik, psikis, dan emosi. Masa remaja adalah periode
peralihan dari masa anak ke masa dewasa. Masa ini antara usia 10-19 tahun,
merupakan suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan
sering disebut masa pubertas.
2. Tahap perkembangan remaja
Menurut Sarwono, ada tiga tahap perkembangan remaja, yaitu
1) Remaja Awal (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan
yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan yang menyertai
perubahan itu. Pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun. Remaja
mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis,
dan mudah terangsang secara erotiss. Namun orang remaja sulit
dimengerti orang dewasa akibat dari kurangnya kendali terhadap ego.
2) Remaj Madya (middle adolescent)
Dimulai dari usia sekitar 13-15 tahun. Remaja madya berada dalam
kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau
tidak peduli, optimistis atau pesimistis, idealis atau mkaterialis, dan lain
sebagainya.
3) Remaja Akhir (late adolescent)
Dimulai pada usia 16-19 tahun, tahap ini adalah masa konsolodasi
menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu:
a. Fungsi intelektual yang makin mantap
b. Egonya mulai menurun untuk berrsatu dengan orang lain dan mencari pengalaman
baru.
c. Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri
dengan orang lain.
d. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum.
D. Sistem Kardiorespirasi
Sistem kardiorespirasi secara garis besar melibatkan jantung, paru-paru dan
pembuluh darah. Udara dari atmosfer masuk kedalam paru melalui ventilasi paru
dengan cara inspirasi karena adanya perbedaan tekanan. Oksigen yang masuk ke
paru-paru akan menembus menuju pembuluh kapiler melewati membran alveolar-
kapiler dengan cara berdifusi yang nantinya oksigen akan berikatan dengan
hemoglobin pada sel darah merah. Pada saat yang bersamaan, kapiler yang
membawa darah yang mengandung karbon dioksida dari jaringan akan
mengeluarkan karbon dioksida dari alveoli melewati membran alvolar-kapiler
dengan cara difusi juga akan dikeluarkan ke luar tubuh dengan cara ekspirasi.
Tahap selanjutnnya adalah pengantaran darah yang kaya akan oksigen menuju
jaringan darah. Darah yang mengandung kaya akan oksigen akan dipompakan
keseluruh tubuh oleh ventrikel kiri jantung. Pada saat darah mencapai jaringan,
oksigen akan berdifusi menuju sel-sel otot melewati membran jaringan-kapiler,
disinilah terjadi pertukaran gas yang kedua kalinya. Oksigen akan masuk ke
dalam sel, kemudian karbon dioksida akan keluar dari sel menuju darah dengan
cara bedifusi melewati membran jaringan-kapiler. Kemudian darah yang kaya
akan karbon dioksida akan kembali ke jantung sebelah kanan, yang nantinya
darah pun masuk ke paru-paru dan terulang kembali siklus yang sudah dijelaskan
sebelumnya.
E. Anatomi Fisiologi Paru
1. Anatomi Paru
Paru-paru merupakan organ respirasi utama. Paru-paru pada orang hidup yang
normal bersifat ring soft, dan kenyal, dan memenuhi rongga paru. Paru juga
bersifat elastis dan seperti pegas, bisa membentuk sampai 1/3 dari ukurannya
ketika dinding thorak dibuka. Paruparu dipisahkan satu sama lain oleh jantung,
pembuluh darah besar antara lain aorta dan trunkus pulmonalis serta struktur lain
dalam mediastinum. Paru-paru terdapat dalam rongga pleuranya sendiri dan
dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis.
Setiap paru memiliki apeks (bagian akhir superior yang tumpul memuncak di atas
tulang iga pertama yang dilapisi oleh cervical pleura), dasar (permukaan inferior
yang cekung, berkebalikan dengan apeks, memgakomodasi kubah diafragma
ipsilateral), 2/3 lobus yang dibentuk oleh ½ fisura, 3 permukaan (costal,
mediatinal, diafragma) dan 3 batas (anterior, inferior, dan posterior).
Paru kanan 10% lebih besar dibandingkan dengan paru kiri dikarenakan area yang
ditempati oleh jantung, namun paru kiri lebih panjang dinbandingkan dengan paru
kanan dikarenakan diafragma lebih tinggi pada sisi kanan oleh karena organ hati
dibawahnya.
Terdapat perbedaan dalam paru kanan dan paru kiri. Perbedaan tersebut meliputi
a. Paru kanan
1) Memiliki oblique dan horizontal fisura kanan yang membaginya menjadi tiga
lobus: superior, middle, dan inferior.
2) Anterior batas: relatif lurus
b. Paru kiri
1) Memiliki satu oblique fisura kiri yang membaginya menjadi dua lobus: superior
dan inferior
2) Anterior batas : memiliki cardiac notch yang dalam, merupakan suatu lekukan
sebagai akibat dari deviasi apeks jantung kesisi kiri. Notch pada umumnya
melekuk disisi anterioinferior dari lobus superior menjadi suatu tongue-like
process tip yang disebut lingula, yang berjalan dibawah cardiac notch dan
bergeser keluar dan kedalam costomediastinal recess selama inspirasi dan
ekspirasi. (moore dan tortora).
2. Fisilogi Paru
Tujuan respirasi adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang
karbon dioksida yang dihasilkan dari metabolisme jaringan. Tujuan tersebut
tercapai apabila beberapa fungsi sistem respirasi bekerja yaitu :
a. Ventilasi paru-paru yang merupakan keluar dan masuknya udara antara atmosfer
dan alveoli paru-paru
b. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan
dari sel jaringan tubuh
d. Pengaturan ventilasi dan aspek lain dari respirasi.
Ventilasi paru meliputi dua proses yaitu, inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah
masuknya udara dari atmosfer menuju paru-paru, sedangkan ekspirasi adalah
keluarnya udara dari paru-paru menuju atmosfer. Hal ini terjadi akibat adanya
perbedaan perbedaan tekanna antara atmosfer dan paru-paru sehingga udara dapt
bergerak dalam proses respirasi. Udara masuk ke dalam paru ketika tekanan udara
di atmosfer lebih tinggi dibandingkan tekanan di dalam paru, sedangkan udara
akan keluar dari paru-paru ketika tekanan paru lebih tinggi dibandingkan dengan
tekanan atmosfer.
Inspirasi dan ekspirasi dapat terjadi apabila paru dapat mengembang dan
mengempis . proses tersebut meliputi dua cara, yaitu :
a. Dengan gerakan mekanik naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau
memperkecil rongga dada
b. Dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil
diameter anteroposterior rongga dada.
Selama inspirasi, kontraksi diafragma mengadakan relaksasi, dan sifat elastis daya
lenting paru (elastic recoil), dinding dada , dan struktur abdomen akan menekan
paru-paru dan mengeluarkan udara. Namun tenaga ekstra yang terutama diperoleh
dari kontraksi otot-otot abdomen, yang mendorong isi abdomen ke atas melawan
dasar diafragma dapat membantu selama bernapas kuat, karena daya elastis tidak
cukup kuat untuk menghasilkan ekspirasi cepat yang diperlukan.
Pengangkatan dan penurunan tulang iga dapat membantu proses pengembangan
paru-paru dimana paru-paru dapat memperluas volumenya ke arah antroposterior.
Pada saat tulang iga mengangkat, proyeksi tulang iga mangarah kedepan yang
diikuti dengan sternum yang bergerak kedepan ymenjauhi tulangbelakang
sehingga ketebalan dada meningkat 20% lebih besar selama inspirasi maksimum
dibandingkan selama ekspirasi. Posisi tulang iga pada saat relaksasi sedikit
mengarah turun, dengan demikian sternum uturn ke belakang ke arah kolumna
vetebratalis. Dari proses tersebut, pergerakan tulang iga dapat terjadi akibat
adanya kontraksi relaksasi dari otot rangka dada yangdapat diklasifikasikan
sebagai otot-otot inspirasi untuk mengangkat rangka dada dan otot-otot ekspirasi
untuk menurunkan rangka dada.
Otot yang sangat berperan dalam pengangkatan ranga dada adalah otot exsternal
intercostalis, dibatu oleh otot sternocleidomastoid yang mengangkat sterunum ke
atas, anterior serrati yang mengangkat sebagian besar iga dan scaleni yang
mengangkat dua iga pertama.
Otot-otot yang menarik rangka dada ke bawah selama ekspirasi adaalah
abdominal recti yang mempunyai efek tarikan ke arah bawah yang sangat kuat
terhadap tulang iga dibagian bawah pada saat yang bersamaan ketika otot-otot
abdomen lainnya menekan isi abdomen ke atas ke arah diafragma, kemudian di
bantu juga oleh otot internal intercostalis.
Paru-paru merupakan organ tubuh dengan struktur elastis sehingga dapat
mengembang dan mengepis seperti balon. Tidak terdapat pelekatan antara paru-
paru dan dinding rangka dada kecuali pada bagian paru yang tergantung pada
hilumnya dari mediastinum. Paru-paru dikelilingi oleh struktur yang elastis yang
menykong pergerakaknnya yaitu pleura. Terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan luar
(pariental) dan lapisan dalam (viseral) . diantara kedua lapisan tersebut terdapat
cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru di dalam rongga untuk
melindungi terhadap efek gesekan pada saat paru-paru bergerak. Pergerakan paru-
paru disebabkan oleh adanya udara yang masuk, udara yang keluar dan perbedaan
tekanan baik di dalam maupun diluar paru-paru . berikut merupakan beberapa hal
yang dapat mempengaruhi prgerakan paru-paru:
a. Tekanan pleural, merupakan tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura
dinding dada dimana normal pada awal inspirasi adalah -5 cm air.
b. Tekanan alveolar, merupakan tekanan udara dibagian dalam alveoli paru. Dimana
normal pada awal inspirasi menurun sampai -1 cm air. Untuk menyebabkan udara
mengalir ke dalam alveoli sampai selama inspirasi, maka tekanan alveoli harus
turun sampai tekanan nilainya sedikit dibawah tekanan atmosfer. Begitu pula
untuk mengeluarkan udara ke atmosfer, tekanan alveolar harus meningkat sampai
tekanan nilainya sedikit melebihi tekanan atmosfer.
c. Tekanan transpulmoner, merupakan perbedaan tekanan antara tekanan alveolus
dan tekanana pleura.
Luasnya pengembangan paru untuk setiap unit peningkatan tekanan
transpulmonal disebut komplians paru. Dimana setiap kali tekanan transpulmonal
meningkat 1 CH2O, maka terjadi pengembangan paru sebanyak 200 mililiter.
Volume paru-paru seseorang dapat mencapai 5,8 liter, dan ukuran paru-paru
didapat lebih besar pada pria dibandingkan dengan wanita. Pada saat bernapas
pria dewasa menghisap sekitar 500mL udara, dengan rata-rata menghirup udara
sebanyak dua belas kali per menit, kemudian terdapat dead space pada saluran
napas sebanyak 150 mL dari udara yang dihirup, sehingga total udara yang dapat
mencapai alveoli sebanyak 350 mL udara. Dari hasil pengukuran spirogram dapat
dilihat menjadi empat volume paru-paru dan empat kapasitas paru-paru, yang
merupakan rata-rata pada laki-laki dewasa muada.
Volume paru-paru dapat dibagi menjadi empat komponen, yaitu:
1. Tidal volume merupakan volume udara yang diinspirasi atau dekskripsi setiap kali
bernapas normal. Jumlah tidal volume mencapai sekitar 500 mililiter pada laki-
laki dewasa.
2. Inspiratory reserve volume merupakan volume udara ekstra yang dapat diinspirasi
setelah dan diatas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat, yang dapat
mencapai 3000 mililiter.
3. Expiratory reserve volume merupakan volume udara ekstra maksimal yang dapat
di ekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidak normal, yang dapat
mencapai 1100 mililiter.
4. Residual volume merupakan volume udara yang masih tetap berada dalam paru
setelah ekspirasi paling kuat, yang dapat mencapai 1200 mililiter.
Kapasitass paru-paru meliputi empat komponen, yaitu :
1. Inspiratory capacity merupakan gabungan dari tidal volume ditambah inspiratory
reserve volume. Udara yang dihirupmencapai sekitar 35000 mililiter pada saaat
seseorang bernapas dengan ekspirasi normal lalu meningkatkan kapasitas paru-
paru hingga maksimal.
2. Capacity vital merupakan gabungan dari xxpiratory reserve volume ditambah
residual volum yang dimana jumlah udara paru-paru saat ekspirasi normal,
mencatat jumlah 2300 mililiter.
3. Capacity vital merupakan gabungan dari inspiratory reserve volume. Ini
merupakan jumlah udara maksimum udara yang dapat dikeluarkan setelah
inspirasi maksimum lalu ekspirasi maksimal.
4. Total lung capacity merupakan gabungan dari vital capacity ditambah dengan
residual volume. Ini merupakan volume maksimal paru-paru hasil dari kekuatan
maksimal pada saat inspirasi, yang dapat mencapai 5800 mililiter.
Pada wanita kapasitas dan volume paru-paru lebih kecil dua puluh hingga lima
puluh persen dibandimgkan dengan seseorang yang berukuran tubuh lebih kecil
dan kurus.
F. Forced Expiratory Volume One Second (FEV1)
Forced Expiratory Volume One Second (FEV1) menilai volume udara yang di
ekshalasi dalam 1 detik pertama dari total udara yang diekhalasi. Sebesar 85%
dari kapasitas vital dikeluarkan dalam 1 detik ketika proses ekhalasi. Dalam
keadaan normal, udara akan terekspirasi penuh dalam waktu 4 detik. FEV menilai
kekuatan ekspiratif serta resistensi keseluruhan dari pergerakan udara di dalam
paru.
G. Vital Capacity
Vital Capacity (VC) adalah volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan
setelah melakukan inspirasi maksimal. Vital Capacity merupakan indikator
kemampuan ventilasi. Seseorang dengan Vital Capacity yang besar, memiliki
kemampuan yang tinggi serta kekuatan otot yang baik untuk melakukan ventilasi.
Faktor yang mempengaruhi Vital Capacity adalah
1. Usia
Vital Capacity pada dewasa muda memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan
pada anak dan orang tua. Berkaitan dengan bertambahnya usia terjadi kelemahan
otot pernafasan karena proses penuaan, penurunan kemampuan paru serta
elastisitas dinding dada yang menurun.
2. Jenis Kelamin
Vital Capacity lebih tinggi pada pria karena ukuran dada dan kekuatan otot yang
lebih besar dibandingkan wanita.
3. Latihan Fisik
Kekuatan otot yang meningkat, serta latihan fisik membuat Vital Capacity
menjadi lebih tinggi, contohnya pada atlet.
4. Kehamilan
Vital Capacity lebih rendah saat hamil karena ekspansi dada menurun akibat
ukuran perut yang membesar sehingga menyebabkan penyempitan area ekspansi
paru
5. Postur
Vital Capacity lebih tinggi terutama pada saat berdiri tegak karena darah
berkumpul di tungkai bawah oleh adanya gaya gravitasi, aliran vena balik
menurun sehingga menurunkan aliran darah pulmoner. Dalam keadaan berdiri
pula, diafragma dapat menfasilitasi ekspansi paru.
6. Perawakan
Vital Capacity rendah pada orangh yang obesitas dan sangat kurus. Vital
Capacity bergantung pada ukuran dada, kekuatan otot, dan luas area permukaan
tubuh
7. Keadaan Patologis
Kelainan paru obstruksi dan restriktif, penyakit dinding dada, pleura, serta
penyakit pada abdomen menurunkan Vital Capacity .
H. Interprestasi Fungsi Ventilasi
Pengukuran fungsi ventilasi sangat berguna dalam arti diagnostik dan juga
berguna dalam mengikuti riwayat alami penyakit selama periode waktu, menilai
resiko pra operasi dan dalam mengukur dampak pengobatan. Kelainan ventilasi
dapat disimpulkan jika ada FEV1, FVC, PEV atau FEV1/FVC adalah luar kisaran
normal.
1. Normal : FVC > 80%, FEV1/FVC > 75%
2. Gangguan Obstruksi FEV1 < 80% nilai prediksi, FEV1/FVC < 70% nilai prediksi
3. Gangguan Restriksi : Forced Vital (FV) < 80% nilai prediksi, FVC < 80%
4. Gangguan Campuran : FVC < 80% nilai prediksi, Fev1?fvc< 75% nilai prediksi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik, yaitu penelitian diarahkan
untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi. Penelitian ini menggunakan
pendekatan cross sectional atau potong lintang, yaitu variabel sebab atau resiko
dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan
secara stimultan (dalam waktu yang bersamaan) (Notoatmodjo, 2005).
2. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian
(Arikunto, 2002).
a. Variabel Independen (variabel bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependent (variabel terikat) (Sugiyono,
2005). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
1. Jumlah isapan rokok
2. Lama merokok
3. Jenis isapan rokok yang berfilter dan tidak berfilter
b. Variabel dependen (variabel terikat)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas (Sugiono, 2005). Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah status fungsi paru (vc, fev1, erv, irv ) pada remaja SMA Padjajaran
Bandung.
3. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002). Populasi dalam
penelitian ini adalah remaja SMA Padjajaran Bandung. Yang merokok
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiono, 2005). Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili populasi yang diteliti (Notoatmodjo, 2003).
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara sampling
accidental. Pengambilan sampel accidental ini dilakukan dengan mengambil
responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian.
Peneliti mendapatkan sampel sebanyak 33 responden dalam waktu 9 hari dari
tanggal 21 Januari 2015 sampai 29 Januari 2015.
Dalam penelitian ini kriteria inklusi sampel meliputi :
1. Subjek yang sehat
2. Subjek yang merokok aktif
3. Subjek berusia 16-19 tahun
4. ubjek mampu menyelesaikan seluruh tes
Dalam penelitian ini kriteria ekslusi sampel meliputi :
1. Subjek yang menolak disertakan ke dalam penelitian
2. Subjek yang mempunyai riwayat asma
3. Subjek yang memiliki disabilitasi
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data
dalam penelitian (Alimul, 2007).
Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur pengumpulan data
agar dapat memperkuat hasil penelitian atau yang disebut instrumen penelitian.
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
(Arikunto, 2006). Instrumen dalam penelitian ini adalah berbentuk kuisioner,
dokumentasi (checklist) dan alat spirometri.
Kuisioner dalam penelitian ini bersifat tertutup yaitu berisikan pertanyaan dengan
alternatif jawaban yang sudah disediakan. Komponen kuisioner terdiri dari
variabel bebas yaitu aspek pengetahuan dan sikap tentang diet bagi pasien
hemodialisa. Kuisioner pengetahuan terdiri dari 18 item pertanyaan dengan
jawaban pilihan yang mempunyai kunci jawaban pada setiap item yang telah
ditentukan. Jawaban dari responden dianggap benar jika sesuai kunci jawaban dan
diberi skor 1, sedangkan untuk jawaban yang salah/ganda/tidak diisi diberi skor 0.
Kuisioner sikap terdiri dari item-item pertanyaan dengan jawaban menggunakan
skala Likert, dimana masing-masing pertanyaan memiliki 4 kemungkinan
jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju). S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat
Tidak Setuju). Pertanyaan sikap terdiri dari pernyataan yang bersifat positif dan
pernyataan yang bersifat negatif, dimana pernyataan yang bersifat positif diberi
skor 4 untuk SS, 3 untuk S, 2 untuk TS, dan 1 untuk STS. Pernyataan negatif SS
diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4. Dengan
jumlah pertanyaan 22, yang terdiri dari 12 pertanyaan positif dan 10 pertanyaan
negatif.
Metode dokumentasi dilakukan untuk mengetahui variabel terikat yakni tentang
status gizi pasien hemodialisa. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya. Metode
dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk lembar check-list
yaitu daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya (Arikunto, 2006).
Dalam pengisian lembar check-list ini, peneliti menggunakan status pasien
(dokumentasi) yang berisi hasil spirometri. Data yang diambil oleh peneliti adalah
hasil tes fungsi paru menggunakan alat spirometri yang dilakukan saat itu juga.
5. Uji Instrumen
Uji coba dilakukan untuk mengetahui fungsi paru responden terhadap instrumen
yang akan digunakan untuk penelitian (Arikunto, 2002). Instrumen diujicobakan
kepada responden yang bukan merupakan anggota sampel penelitian. Instrumen
yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel
(Arikunto, 2002).
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2002). Valid berarti instrumen tersebut
dapat digunakan untuk mengukur pada yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2005).
Uji validitas ini dilakukan untuk menguji ketepatan suatu item dalam pengukuran
instrumennya. Uji validitas dan reliabilitas dilaksanakan di SMA Padjajaran. Uji
validitas dan reliabilitas dilakukan SMA tersebut karena dianggap mempunyai
kesamaan tentang karakteristik SMA dan responden yang akan diteliti.
1) Jumlah isapan rokok
Uji validitas yang digunakan untuk instumen jumlah rokok yang berupa skor
dikotomi yaitu bernilai 0 dan 1 digunakan korelasi point biserial (Arikunto,
2002), dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
R pbis = koefisien point biserial
Mp = rata-rata skor dari subjek-subjek yang menjawab
betul item yang dicari korelasinya dengan tes.
Mt = rata-rata skor total (skor rata-rata dari seluruh
pengikut tes).
St = standar deviasi skor total
P = proporsi subjek yang menjawab betul item tersebut.
q = 1- p
2) Lama merokok
Uji validitas yang digunakan untuk instrumen sikap yang berupa skala Likert
digunakan adalah koefisien korelasi yang dikemukakan oleh Pearson yang dikenal
dengan rumus korelasi product moment (Arikunto, 2002), dengan rumus sebagai
berikut :
r xy =
Keterangan :
X = skor butir soal (misalnya pertanyaan no.1)
Y = skor total
XY= skor butir soal dikali skor total
R xy = indeks korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan
Suatu pernyataan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang
dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,3
(Sugiyono, 2005). Hal ini dikemukakan oleh sugiyono (2005), bahwa jika
koefisien korelasi kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut tidak
valid.
Perhitungan uji validitas dilakukan dengan bantuan perangkat komputer melalui
program Excel. Setelah dilakukan uji validitas pada 30 orang pasien hemodialisa
di ruang hemodialisa Rumah Sakit Umum St. Antonius Pontianak pada bulan
Desember 2010, maka hasil perhitungan untuk variabel pengetahuan didapatkan
18 pertanyaan yang valid (nomor 11 dan 15 tidak valid). Variabel sikap
didapatkan 22 pertanyaan yang valid (nomor 4, 5, 7, 8, 13, 14, 16, 20, 21, 24, 27,
30, 35 tidak valid). Pada tahap ini, peneliti mencoba memperbaiki instrumen
penelitian dengan cara menghilangkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid,
tanpa mengurangi tujuan untuk menjawab masing-masing variabel yang diteliti.
2. Reliabilitas
Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Reliabilitas menunjuk
pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Ungkapan yang mengatakan bahwa instrumen harus reliabel sebenarnya
mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu
mengungkap data yang bisa dipercaya (Arikunto, 2002). Uji Reliabilitas ini
dilakukan pada seluruh item pertanyaan yang valid atau seluruh item pertanyaan
yang tidak valid disisihkan. Syarat minimal dianggap reliabel adalah 0,7
sedangkan 0,9 dianggap memuaskan.
a. Jumlah rokok
Uji reliabilitas yang digunakan instrumen jumlah rokok adalah teknik koefisien
Kuder Richardson 20 (K-R20) (Arikunto, 2002), dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
r 11 = Reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan.
Vt = varians total
p = proporsi subjek yang menjawab benar untuk setiap item (skor 1).
q = proporsi subjek yang menjawab salah untuk setiap item (1 – p).
b. Lama merokok
Uji reliabilitas instrumen untuk tes yang berbentuk skala bertingkat (Skala Likert)
digunakan Rumus Alpha (Azwar, 2008), dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
α = Koefisien reliabilitas Alpha
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal.
∑ S2 j = jumlah varians butir.
S2 x = varians total
Perhitungan uji reliabilitas dilakukan dengan bantuan perangkat komputer melalui
program Excel. Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap seluruh item yang telah
valid atau dengan kata lain menyisihkan item yang tidak valid, maka diperoleh
hasil reliabilitas instrumen sebesar 0,917 untuk variabel pengetahuan dan 0,931
untuk variabel sikap. Kedua koefisien reliabilitas tersebut diatas lebih besar dari
0,7 sehingga instrumen tersebut telah memenuhi syarat reliabel.
6. Teknik pengolahan data
1. Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekkan terhadap data-data yang ada
mencakup kelengkapan data, antara lain adalah jumlah angket yang terkumpul,
kelengkapan jawaban dan pengisian lembar jawaban.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori. Dalam tahap ini peneliti memberikan kode dengan
karakter masing-masing atau dengan kata lain mengklasifikasikan data untuk
mempermudah dalam pengolahan data-data tersebut.
3. Tabulating
Tabulating merupakan kegiatan menyusun data atau mengorganisir data
sedemikian rupa sehingga mudah untuk dijumlah, disusun, dan disajikan dalam
bentuk tabel sesuai dengan fasilitas yang digunakan.
7. Teknik Analisa Data
Data yang telah disusun dalam bentuk tabulasi dilakukan analisis disesuaikan
dengan bentuk kategori data yang telah ditetapkan pada masing-masing variabel
penelitian, baik variabel bebas maupun variabel terikat.
1. Analisis univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian, pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005).
Bobot untuk kuisioner yang mengukur variabel pengetahuan, tiap responden akan
memperoleh nilai yaitu menggunakan skor 1 untuk jawaban yang benar dan untuk
jawaban yang salah/ganda/tidak diisi diberi skor 0. Kemudian seluruh skor dari
tiap pertanyaan dijumlahkan. Setelah data tersebut dikategorikan dan diberi kode,
kemudian data dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
P = persentase yang dicari
x = jumlah skor jawaban yang benar
n = skor maksimal
Selanjutnya hasil perhitungan persentase tersebut dimasukkan ke dalam standar
kriteria objektif, seperti yang diutarakan Arikunto (2002) sebagai berikut :
76 – 100% = baik
61 – 75% = cukup
≤ 60% = kurang
Untuk kuisioner yang mengukur variabel sikap, tiap responden akan memperoleh
nilai yaitu untuk pertanyaan sikap yang bersifat positif diberi skor 4 untuk Sangat
Setuju (SS), 3 untuk Setuju (S), 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan 1 untuk Sangat
Tidak Setuju (STS), sedangkan untuk pernyataan negatif SS diberi skor 1, S diberi
skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4. Skor yang berupa skala Likert
selanjutnya dijumlahkan dan ditransformasi ke dalam skor T (Azwar, 2008),
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
T = skor responden pada skala sikap yang hendak diubah
menjadi skor-T.
x = mean skor kelompok
S = deviasi standar kelompok
Penentuan skor-T dilakukan pada sikap dengan kriteria :
a. Sikap responden mendukung/favorable, bila nilai T ≥ mean T.
b. Sikap responden tidak mendukung/unfavorable, bila nilai T ≤ mean T.
Untuk mengetahui sfungsi paru pada remaja perokok SMA dikategorikan :
a. Pengaruh jumlah rokok, lama merokok dan jenis rokok Terhadap Perubahan
Vital Capacity
b. Pengaruh jumlah rokok, lama merokok dan jenis rokok Terhadap Force
Expiratory Volume 1
c. Pengaruh jumlah rokok, lama merokok dan jenis rokok Terhadap Perubahan
Exipiratory Reserve Volume
d. Pengaruh jumlah rokok, lama merokok dan jenis rokok Terhadap Perubahan
Inspiratory Reserve Volume
Penghitungan untuk fungsi paru yang didapat dari hasil tes spirometri
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan (Notoatmodjo, 2005). Setelah diketahui nilai dari masing-
masing responden tentang jumlah rokok, lama dan jenis rokok dan fungsi paru
maka tahap berikutnya analisis bivariat. Analisis bivariat adalah melihat hubungan
antar variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel
terikat) dengan menggunakan Chi Square dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
X2 = Chi kuadrat
f0 = frekuensi yang diobservasi
fe = frekuensi yang diharapkan
Pengambilan keputusan didasarkan pada besarnya nilai yaitu bila p-value ≤ 0,05
maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh antara jumlah rokok, lama merokok dan
jenis rokok dengan fungsi paru remaja SMA Padjajaran sedangkan bila p-value >
0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh antara jumlah rokok, lama
merokok dan jenis rokok dengan fungsi paru remaja SMA Padjajaran.
Syarat Uji Chi-Square adalah sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5,
maksimal 20% dari jumlah sel. Bila terdapat keterbatasan pada tabel 3 x 3 dan
tabel 2 x 3 maka akan dilakukan penggabungan sel menjadi tabel 2 x 2. Jika syarat
tidak terpenuhi maka dipakai uji alternatifnya yaitu uji fisher. Pengambilan
keputusan didasarkan pada besarnya nilai yaitu bila p-value ≤ 0,05 maka Ho
ditolak, artinya ada jumlah rokok, lama merokok dan jenis rokok dengan fungsi
paru remaja SMA Padjajaran. Sedangkan bila p-value > 0,05 maka Ho diterima,
artinya tidak ada pengaruh jumlah rokok, lama merokok dan jenis rokok dengan
fungsi paru remaja SMA Padjajaran
8. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian berguna untuk mempermudah dalam menyelesaikan
penelitian.
Adapun langkah-langkah penelitian ini sebagai berikut :
1. Tahap persiapan
a. Memilih lahan penelitian
b. Menyiapkan ijin studi pendahuluan
c. Mengadakan studi pendahuluan
d. Mengajukan topik penelitian kepada koordinator skripsi
e. Menyusun proposal dan instrumen
f. Konsultasi dengan pembimbing
g. Seminar proposal
h. Perbaikan proposal dan instrumen.
2. Tahap pelaksanaan
a. Mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian
b. Uji coba instrumen pengumpulan data
c. Penggandaan instrumen
d. Melaksanakan penelitian
3. Tahap akhir
a. Pengolahan data
b. Penyusunan laporan penelitian
c. Sidang atau pertanggungjawaban penelitian
d. Penggandaan laporan penelitian
9. Etika penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti meminta ijin penelitian kepada pihak
yang berwenang, dalam hal ini adalah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel
Bandung dan Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Sebelum responden diberi lembar kuisioner untuk diisi dan sebelum peneliti
melakukan observasi, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, setelah
responden memahami, maka penulis memberikan surat persetujuan (informent
consent) kepada responden. Setelah responden mengisi informent consent
kemudian responden dipersilahkan mengisi kuisioner, dan selanjutnya dilakukan
observasi oleh peneliti dengan melihat status pasien.
10. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan Maret 2015.