PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
Azila Aidawati Bt Hazwan, Radus Pakadang, Amir.
I. Pendahuluan.
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus, mulai dari spinkter ani interna kearah
proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan
gejala klinis berupa gangguan pasase usus. Penyakit ini pertama
kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas
hingga tahun dimana Robertson dan Kernohan menyatakan
bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan
oleh gangguan peristaltik dibagian usus akibat defisiensi
ganglion.(1)
Kelainan pada penyakit ini biasanya ditemukan mulai dari
bagian distal kolon yaitu di peralihan antara usus dengan anus.
Panjang dari bagian segmen yang tidak mempunyai sel ganglion
(aganglionik) itu biasanya berbeda-beda ; 75% pasien terbatas
pada bagian rektum dan sigmoid, 8% pasien mengalami segmen
aganglionikpada seluruh bagian kolon, dan jarang melibatkan
usus kecil.(2)
II. Insiden
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara
pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.(1,2) Dari
jumlah kasus yang didapatkan, 94% daripadanya adalah pada
2
bayi yang berusia di bawah 5 tahun.Kasus yang melibatkan
orang dewasa itu sedikit dan sangat jarang.(3)
Insidens penyakit Hirschsprung pada pria itu lebih besar di
banding perempuan. Rasionya sekitar 4:1. Penyakit ini juga
sangat sering ditemukan pada bayi-bayi dengan kelainan
kongenital lain seperti hidrosefalus,ventricle septal defect, dan
divertikulum Merckel.(4)
Dari seluruh jumlah kasus, didapatkan sebanyak 80%
hingga 90% pasien menunjukkan gejala klinis dan terdiagnosa
sewaktu masih dalam periode neonatus. Salah satu tanda yang
penting untuk mencurigai penyakit ini adalah
terlambatnyapengeluaran mekonium pada bayi yang baru lahir.
Sebanyak 90% pada bayi yang mendapat penyakit ini tidak
mengeluarkanmekoniumnya dalam waktu 24 jam pertama
setelah lahir. (5)
Penyakit Hirschsprung dengan derajat yang lebih ringan
dan tidak terdiagnosis akan berkembang secara progresif hingga
penderita mencapai usia dewasa.Ini adalah karena terjadi
kompensasi padabagian kolon proksimal dari bagian distal yang
mengalami obstruksi. Penderita dengan derajat ringan seperti ini
mungkin dapat mengonsumsi bahan atau obat yang bisa
mengurangkan gejala yang timbul akibat obstruksi tersebut,
namun apabila keadaan ini berkelanjutan lebih lama, bagian
proksimal kolon itu akan mengalami dilatasi dan tidak dapat
mengkompensasi proses obstruksi yang terjadi. (3)
III. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi Anorektal
3
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial
kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di
rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal
terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior
lebih panjang dibanding bagian posterior.(1)
Gambar 1.Rektum dan saluran anal (anal canal). (6)
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus,
berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih
proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan
internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum
kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas,
medial dan depan.(1)
4
Gambar 2.Muskulus spinkter ani externa: pandangan sisi
penrineum. (6)
Persarafan motorik spinkter ani interna berasal dari
serabut saraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan
kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis (n.splanknikus)
yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani
dipersarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensarafi
spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak
mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh
n.splanknikus (parasimpatis). Kontinensia sepenuhnya
dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (saraf
parasimpatis).(1)
5
Gambar 3. Saraf pada perineum (laki laki).(6)
Sistem saraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus
:
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai
ganglion pada ketiga-tiga pleksus tersebut.(1)
6
Gambar 4. Pleksus autonomik intrinsik pada usus.(6)
Fungsi Saluran Anal
Pubo-rektal sling dan tonus spinkter ani eksterna
bertanggung jawab atas penutupan saluran anal ketika istirahat.
Jika ada peristaltik yang kuat, akan menimbulkan regangan pada
sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut
( seperti mencegah flatus ) maka diperlukan kontraksi spinkter
eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and sling
dapat membedakan antara gas, benda padat, benda cair,
maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu tanpa
mengeluarkan yang lain.
7
Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling
terkait erat. Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum
secara terkontrol pada waktu dan tempat yang diinginkan.
Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks, namun
dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:
Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang
lebih proksimal ke rektum, seiring dengan frekwensi
peristaltik kolon dan sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks
gastrokolik.
Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal
inhibitory reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum
dan merelaksasi spinkter ani interna secara involunter.
Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal
secara involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi
aktif, melainkan relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter
itu sendiri.
Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra
abdominal secara volunter dengan menggunakan diafragma
dan otot dinding perut, hingga defekasi dapat terjadi.(1)
IV. Etiologi.
Penyakit Hirschsprung terjadi karena tidak ada
pleksusmienterikus Auerbachdan submukosa Meissener pada
rektum dan atau kolon. Neuron enterik berasal dari neural crest
dan bermigrasi secara kaudalbersama dengan serat saraf vagus
di sepanjang usus. Sel-sel ganglion tiba di kolon proksimal pada
8 minggu usia kehamilan dan pada rektum pada 12 minggu usia
kehamilan. Kegagalan migrasi neuron enterik pada kolon dan
atau rektum ini akan membentuk segmen aganglionik. Hal ini
mengakibatkan penyakit Hirschsprung klinis. (7)
8
V. Patogenesis.
Perengangan kolon sampai garis tengahnya lebih dari 6 atau 7
cm (megakolon)dapat terjadi sebagai gangguan kongenital atau
didapat. Penyakit Hirschsprung (megakolon kongenital) terjadi
bila, saat perkembangan, migrasi sel yang berasal dari neural
crest kearah kaudal di sepanjang saluran cerna terhenti di suatu
titik sebelum mencapai anus. Oleh karena itu, terbentuk suatu
segmen aganglionik yang tidak memiliki pleksus submukosa
Meissener dan pleksus mienterikus Auerbach. Hal ini
menyebabkan obstruksi fugsional dan peregangan progresif
daripada kolon yang terletak proksimal dari segmen yang
terkena. Pada sebagian besar kasus, hanya rektum dan sigmoid
yang aganglionik, tetapi pada sekitar seperlima kasus yang
terkena adalah segmen yang lebih panjang, dan bahkan
keseluruhan kolon (walaupun jarang).
Secara genetis, penyakit Hirschsprung ini bersifat heterogen,
dan diketahui terdapat beberapa defek berlainan yang
menimbulkan akibat yang sama. Sekitar 50% kasus terjadi akibat
mutasi di gen RET dan ligan RET, karenamerupakan jalur sinyal
yang diperlukan untuk membentuk pleksus saraf mienterikus.
Banyak kasus sisanya terjadi akibat mutasi di endotelin 3 dan
reseptor endotelin. (4)
VI. Diagnosis
Gambaran klinis
Penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan
usia gejala klinis mulai terlihat :
Periode Neonatal.
9
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni
pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan
distensi abdomen. Pengeluaran meconium yang terlambat (lebih
dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan.
Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang
manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan
enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang
pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya
berupa diare, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai
demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung
datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat
pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.
Gambar 5. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari.
Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien kelihatan menderita
sekali.(1)
Periode anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol
adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat
pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika
dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar
10
menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.
Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam
beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. (1)
Gambar 6. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah
tindakandefinitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik
setelah operasi.(1)
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen (BNO)
Sulit untuk membedakan antara distensi kolon
dengandistensi pada usus kecil jika hanya melaluifoto polos
abdomen. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan
radiologi lanjutan untuk mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan
dengan barium enema adalah pemeriksaan yang terbaik untuk
melihat obstruksi yang disebabkan oleh penyakit Hirschsprung
ini. (8)
Pemeriksaan barium enema
11
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan
diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan
dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal
yang panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah
penyempitan ke arah daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah
transisi
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas
penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto
retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan
membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya
barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon.
Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun
disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat
menggumpal di daereah rectum dan sigmoid.(1)
12
Gambar 7. Pemeriksaan barium enemamenunjukkan zona
transisi. Zona ini merupakan transisi dari dilatasi usus yang
biasanya diinervasi normal. (7)
Gambar 8. Pemeriksaan barium enema pada penderita dengan
penyakit Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami
penyempitan,dilatasi sigmoid sertapelebaran di bagian atas dari
zona transisi. (1)
13
Gambar 9. Zona transisi yang khas, tampak dilatasi di antara
kolon yang terisi massa feses dibagian atas dan rektum yang
relatif menyempit di bagian bawah.(9)
Gambar 10. Rektum pada bayi baru lahir ini kelihatan lebih kecil
dari sigmoid dan kolon descendens, tetapi tidak terdapat zona
transisi yang jelas.(9)
14
Gambar 11. Pemeriksaan dengan kontras (barium enema) pada
bayi lainnya menunjukkan segmen aganglionik yang ireguler dan
mengalami spasme.(9)
Gambar 12. Tampak penyempitan dibagian rektum dan sigmoid
pada foto barium enema sisi lateral.(10)
Semakin lanjut usia pasien saat terdeteksi penyakit ini,
maka semakin jelas perbedaan yang tampak antara usus yang
normal dan abnormal.(8)
15
Gambar 13. Pemeriksaan barium enema pada bayi baru lahir
dengan penyakit Hirschsprung. Biasanya perubahan klasik dari
penyakit ini tidak begitu jelas pada periode neonatal.(9)
Gambar 14. Pemeriksaan barium enema yang dilakukan
selanjutnya memperlihatkan gambaran megakolon yang tipikal,
zona transisi serta bagian aganglionik yang tidak melebar.(9)
16
Gambar 15.Pemeriksaan barium enema pada seorang pria muda
dengan penyakit Hirschsprung tipe segmen pendek. Pria ini
mengalami konstipasi kronis yang berlangsung sepanjang
hidupnya. Perhatikan adanya dilatasi usus besar dan residu
feses.(9)
Gambar 16. Penyakit Hirschsprung. Pemeriksaan barium enema
tampak pengurangan kaliber rektum dan dilatasi loop usus besar
dengan permukaan mukosa yang ireguler(diskinesia).(10)
17
Gambar 17. Penyakit Hirschsprung pada bayi yang berusia
6 bulan dengan riwayat konstipasi kronis. Foto barium enema sisi
lateral ini menunjukkan dilatasi pada sigmoid kolon proksimal
dan kolon asendens.(11)
Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya
lesi hanya terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum.
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita dewasa itu hampir
sama seperti dengan pemeriksaan yang dilakukan ke atas bayi,
iaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu studi,
didapatkan pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk
menentukan letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran
CT scan yang didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan
histopatologis pada biopsirektum. (3)
18
Gambar 18.Gambaran penyakit Hirschsprung dengan segmen
aganglionik di bagian atas rektum pada seorang pria muda
berusia 19 tahun. AC = ascending colon, DC = descending colon.
Segmen kolon yang lain dalam batas normal.(3)
19
Gambar 19.Pemeriksaandouble kontras barium enema tampak
dilatasi bagian atas dari rektum dan rectosigmoid junction yang
terisi massa feses(pada anak panah).(3)
Gambar 20.FotoCT scan dengan kontras potongan transversal
tampak dilatasi bagian proksimal rektum serta bagian
rektosigmoid yang terisi massa feses.(3)
20
Gambar 21.Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak
zona transisi dan penyempitan di bagian distal rektum.(3)
Pemeriksaan lainnya
Laboratorium Studi
CBC count:Tes ini dilakukan untukmendeteksiterjadinya
komplikasi seperti enterokolitis yang disebabkan oleh penyakit
Hirschsprung.Peningkatan WBC count atau bandemia harus
dicurigai terjadinya enterokolitis.(7)
Anorektal manometri
Pada anak berusia lebih lanjut dengan keluhan sembelit
kronis dan riwayat atipikal baik untuk penyakit Hirschsprung atau
konstipasi fungsional, manometri anorektal dapat membantu
dalam membuat diagnosis. Anak-anak dengan penyakit
Hirschsprung gagal untuk menunjukkan reflex relaksasi
padaspinkter ani interna dalam menanggapi inflasi balon dubur. (7)
21
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat refleksanorektal
pada pasien yang dicurigai dengan penyakit Hischsprung. Orang
yang menderita penyakit ini biasanya akan kehilangan atau
berkurang refleks anorektalnya. Penurunan refleks anorektal
yang dimaksudkan adalah kurangnya relaksasi pada bagian anus
setelah dilakukan inflasi balon di bagian rektum. Bagaimanapun,
terdapat banyak perbedaan pendapat tentang penilaian pada tes
diagnostik ini.(12)
Biopsi rektum
Biopsi rektum merupakan tes yang paling akurat untuk
mendeteksi penyakit Hirschsprung. Dokter mengambil bagian
sangat kecil dari rektum untuk dilihat di bawah mikroskop. Anak-
anak dengan penyakit Hirschsprung tidak memiliki sel-sel
ganglion pada sampel yang diambil. Pada biopsi hisap, jaringan
dikeluarkan dari kolon dengan menggunakan alat penghisap.
Karena tidak melibatkan pemotongan jaringan kolon maka tidak
diperlukan anestesi.
Jika biopsi menunjukkan adanya ganglion, penyakit
Hirschsprung tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion
pada jaringan contoh, biopsi full-thicknessbiopsi diperlukan untuk
mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada biopsi full-thickness
lebih banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam dikeluarkan
secara bedah untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit
Hirschsprung.(13)
VII. Diagnosis Banding.
Kegagalan bayi cukup bulan yang sihat mengeluarkan
mekonium pada waktu 24 jam pertama setelah lahir dapat
22
dicurigai adanya obstruksi pada usus bayi tersebut.Diagnosis
banding untuk obtsruksi usus besar adalah seperti penyakit
Hirschprung sendiri dan beberapa penyakit lain seperti
malformasi anorektal dan Meconium Plug syndrome.Untuk
membedakan ketiga jenis penyakit ini, maka harus dilakukan
pemeriksaan radiologi yang tepat. Pada foto polos penderita
dengan kelainanMeconium Plug syndrome, tampak distensi
daripada bagian usus kecil dan usus besar yang mengisi seluruh
bagian abdomen, namun tidak terlihatair fluid level.Sementara
pada pemeriksaan barium enema, akan tampak gambaran
meconium plug. Pemeriksaan ini dikatakan memiliki efek
terapeutik apabila mekonium keluar dengan sendirinya setelah
beberapa waktu kemudian. Pada sebagian bayi, stimulasi pada
bagian rektum dengan menggunakan termometer rektal,
pemeriksaan rectal touché, dan pemberian saline enema
biasanya akan menginduksi keluarnya mekonium terebut.
Bagaimanapun, bayi dengan kelainan organik seperti penyakit
Hirschsprung ini juga terkadang akan mengeluarkan meconium
plug dan selanjutnya akan menjadi normal untuk sementara.
Oleh karena ini, harus dilakukan observasi secara terus menerus
untuk bayi yang meskipun telah mengeluarkan meconium
plugmereka. Apabila gejala obstruksi menetap, maka
pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan.(14)
23
Gambar 20.Tampak multiplemeconium plug yang terdapat
padaseorang bayi baru lahir dengan Meconium Plug syndrome.(14)
Diagnosis banding kelainan ini antara lain mekonium ileus
akibat penyakit fibrokistik, atresia ileum, atresia rekti, malrotasi,
duplikasi intestinal dan sindrom pseudo obstruksi intestinal. Puri
(1997) menyatakan banyak kelainan-kelainan yang menyerupai
penyakit Hirschsprung akan tetapi pada pemeriksaan patologi
anatomi ternyata didapatkan sel-sel ganglion. Kelainan-kelainan
tersebut antara lain Intestinal neuronal dysplasia,
hypoganglionosis, Immature ganglia, Absence of argyrophyl
plexus, Internal sphincter achalasia dan kelainan-kelainan otot
polos.(15)
VIII. Penatalaksanaan
1. Penanganan umum
Stabilisasi penderita, mencakup keseimbangan cairan dan
elektrolit, antibiotika jika terjadi enterokolitis, serta evakuasi
kolon dengan enema.
24
2. Penanganan khusus
Tindakan bedah: dilakukan kolostomi, dan kemudian dilanjutkan
dengan pembedahan definitif.(16)
Kesimpulannya, selain kasus bayi sehat dengan segmen
aganglionosis yang pendek, operasi merupakan pilihan terapi
yang terbaik untuk dilakukan. Bagaimanapun, biasanya setelah
prosedur operasi ini, keadaan kolon tetap dalam kedaan
abnormal (kurang baik) dan hasil penanganan operasi
selanjutnya akan lebih bervariasi. (17)
IX. Komplikasi
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah
penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran
anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi
spinkter. Sedangkan tujuan utama dari setiap operasi definitif
adalah menyelesaikan secara tuntas penyakit Hirschsprung,
dimana penderita mampu menguasai dengan baik fungsi
spinkter ani dan kontinen.(1)
25
Daftar Pustaka
1. Budi Irawan , Bab 1 dan Bab 2 dalam; Pengamatan fungsi
anorektal pada penderita penyakit Hirschprung pasca operasi
pull- through .Bagian ilmu bedah fakultas kedokteran
Universitas Sumatera Utara 2003. Halaman
1,3,4,5,6,7,8,9,10,11 dan 15.
2. Samuel Nurko MD, MPH, Hirschprung Disease dalam;
American Motility Society (AMS) and the International
Foundation For Functional Gastrointestinal Disorders (IFFGD)
3. Hye Jin Kim, MD, Ah Young Kim,MD, Choong Wok Lee, MD,
Chang Sik Yu, MD,Jung Sun Kim, MD, Pyo Nyun Kim,MD, Moon
Cayu Lee, MD and Hyun Kwon Ha, MD .Hirschprung Disease
and Hypoaganglionosis In Adults. May 2008.
4. Kumar Abbas, and Fausto Mitchell, Chapter 15, Developmental
Anomalies dalam Robin Pathologic Basis of Disease 8th Edition
2005. Halaman 601.
5. Puri and M.Hollwarth dalam ; Pediatric Surgery. Springer-
Verby Berlin 2006. Halaman 275.
6. Frank H. Netter, MD ;Atlas of Netter 4th Edition 2006. Plate
312, Plate 369, plate 371, dan plate 386
7. Holly L Neville, MD; Chief Editor: Carmen Cuffari, MD. Penyakit
Hirschprung Pediatric, updated on Jul 13, 2010.. Diundah
www.emedicine.com
8. Pediatric Surgical Problem,Chapter 18.Colon and Rectal
Surgery.Marwin L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams and
Wilkins 2005. Halaman 559 dan 560.
26
9. Pediatric Radiology , Chapter 52 ,Pediatric Abdomen and
PelvisFundamentals of Diagnostic Radiology dalam 3rd Edition
ditulis oleh William E. Brant MD, FACR dan Clyde A. Helms MD.
Halaman 1293.
10. Ciro Yoshida, Jr, MD ; Hirschprung Disease Imaging, dalam
Medscape Referrence, Drug. Disease and Procedure updated
on May 25,2011. Diundah dari www.emedicine.
medscape.com
11. Teresa Berrocal, MD, Manuel Lamas, MD, Julia Gutierrez,
MD, Isabel Torres, MD, Consuelo Prieto, MD, and Maria Luisa
del Hoyo, MD. Congenital anomalies of the small intestine,
colon, and rectum. Diundah dari Radiographics.rsna.org.
September 1999.
12. Alberto Pena dan Marc A Levitt, Surgical Therapy of
Hirschprung Disease dalam Constipation Etiology, Evaluation
and Management. Ditulis oleh; Steven Wexner dan Graeme S.
Duthie. Springer- Verlag London Limited 2006. Pediatric
Surgical Problem Chapter 18 dalam Colon and Rectal Surgery
ditulis oleh Marwin L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams
and Wilkins 2005.
13. Penatalaksanaan Pasien dengan penyakit Hirschprung,
diundah di www.infokedokteran.com.
14. Vera Loening-Baucke ,MD and Ken Kimura,MD, Failur to
Pass meconium: Diagnosing Neonatal Intestinal Obstruction
1999, diundah dari website www.American Family
Physician.com
15. Megacolon Kongenital/Hirschprung Disease , 2010 diundah
dari website www.infokedokteran UGM.com.
16. Alpha Fardah A, IG.M Reza Gunadi Ranuin Sulajanto Marto
Sudarno, Penyakit Hirschprung , 2011 diundah dari
www.pediatric.com.
27
17. Jon A. Vanderhoof And Rosemary J. Young, Chapter 130,
Hirschprung Disease dalam Current Pedaitric Therapy 18th
Edition. Saundey 2006.
28
Recommended