BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai konfigurasi dan mode operasi telah banyak
dikembangkan untuk meningkatkan unjuk kerja reaktor unggun diam yang
dioperasikan secara tunak. Salah satunya adalah sistem unggun jamak,
yang hingga saat ini menjadi metode yang populer untuk melangsungkan
reaksi eksotermik, meskipun belum memberikan unjuk kerja yang benar-
benar optimal. Pada pertengahan 1980-an, beberapa peneliti Rusia
mencoba pengoperasian reaktor unggun diam dalam kondisi tak tunak
sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan unjuk kerja reaktor
terutama dalam hal selektivitas, konversi reaksi, dan menurunkan
konsumsi energi.
Salah satu aplikasi pengoperasian reaktor unggun diam secara
transien adalah reaktor aliran bolak-balik (reverse flow reactor) atau
disingkat RABB. RABB adalah reaktor ungun diam yang alirannya diubah
secara periodik. RABB dapat meningkatkan konversi reaktor,
memperbaiki distribusi produk, serta menurunkan kebutuhan energi.
RABB merupakan salah satu alternatif dari konsep intensifikasi proses
yang sedang digalakkan di industri proses, terutama di Eropa.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan Dinamika Proses Perambatan
Panas adalah:
“Bagaimana pengaruh perbedaan waktu pembalikan aliran udara
(gangguan) terhadap distribusi temperatur di sepanjang reaktor dan
perbandingan energi pada rezim quasy, sliding, dan dynamic dengan
reaktor tunak?”
1
1.3 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan Dinamika Proses Perambatan Panas adalah
mempelajari perilaku dinamik dalam proses perambatan panas di
sepanjang unggun inert pada reaktor bolak-balik.
1.4 Sasaran Percobaan
Sasaran percobaan Dinamika Proses Perambatan Panas adalah:
1. Mampu menentukan daerah operasi dan distribusi temperatur
berdasarkan karakteristik perambatan panas pada reaktor aliran
bolak-balik.
2. Mampu mensimulasikan kelakuan dinamik dalam pemodelan
komputer.
3. Mampu menghitung penghematan energi pada penggunaan reaktor
bolak-balik berdasarkan penurunan kebutuhan energi untuk
pemanasan umpan.
1.5 Ruang Lingkup Percobaan
Percobaan ini mencakup pengamatan terhadap perilaku temperatur
sepanjang segmen dalam reaktor bolak-balik setiap selang waktu 10 menit
dengan waktu pembalikan yang diatur sesuai dengan rezim yang ada. Pada
rezim quasy, waktu pembalikan diatur lebih besar daripada waktu tunak.
Pada rezim dynamic waktu pembalikan diatur sama dengan waktu
tunaknya, sedangkan untuk rezim sliding waktu tunaknya lebih besar
daripada waktu pembalikan. Reaktor bolak-balik diisi dengan dolomite
inert sehingga tidak ada reaksi yang terjadi. Perilaku dinamik dari reaktor
tersebut kemudian disimulasikan dengan program Flex PDE untuk melihat
profil waktu gangguan terhadap kondisi steady.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Reaktor Tak Tunak
2.1.1 Reaktor Tak Tunak dan Keunggulannya
Reaktor tak tunak merupakan reaktor yang memiliki variabel proses yang
berubah-ubah atau bervariasi terhadap waktu. Kondisi tak tunak dapat diperoleh
dengan cara modulasi, pembalikan umpan, dan pengaturan posisi unggun secara
spasial. Di samping itu, kombinasi operasi reaktor aliran bolak-balik (RABB) dan
modulasi komposisi atau reaktor bolak-balik dan umpan samping dapat digunakan
sebagai piranti teknik (engineering tool) untuk mengendalikan distribusi produk
dan memperbaiki produktivitas (Budhi dkk., 2004a, 2004b). Reaktor tak tunak
telah dapat dimanfaatkan dalam beberapa proses sintesis, di antaranya oksidasi
parsial metan menjadi syngas, oksidasi zat aromatik, konversi NOx pada proses
SCR (selective catalytic reduction), dan juga reduksi VOC (volatile organic
compound) dalam gas buang.
Reaktor tak tunak dapat digunakan untuk meningkatkan konversi dan
selektivitas produk yang diinginkan untuk beberapa kasus tertentu. Peningkatan
ini berawal dari perubahan secara temporer pada luas permukaan katalis yang
aktif. Situasi yang diharapkan adalah luas permukaan katalis yang aktif besarnya
sesuai dengan stoikiometri reaksi yang diinginkan terjadi ketika reaksi
berlangsung (Budhi dkk., 2003). Proses eksotermik yang dilangsungkan dalam
reaktor tunak tidak dapat mencapai konversi yang tinggi jika dilangsungkan dalam
satu unggun katalis saja. Hal ini disebabkan oleh batasan kesetimbangan reaksi.
Jika menggunakan reaktor tak tunak, konversi dan efisiensi yang diperoleh lebih
tinggi (Matros dan Bunimovich, 1996).
2.1.2 Kendala dan Keterbatasan Reaktor Tak Tunak
Perubahan variabel proses selama berlangsung mempengaruhi variabel
proses keluaran reaktor. Hal ini mengakibatkan gangguan untuk unit proses lain,
maka diperlukan unit pengendalian proses untuk menstabilkan variabel proses
keluaran dari reaktor. Penggunaan reaktor tak tunak, terutama RABB masih
3
sangat terbatas hanya untuk melangsungkan reaksi eksotermik. Jika reaksi
endotermik dilangsungkan pada reaktor tak tunak, maka suatu reaksi eksotermik
pasangan dibutuhkan untuk memasok kebutuhan panas reaksi endotermik (van
Annaland, 2000).
Kendala lainnya adalah pengoperasian reaktor tak tunak lebih rumit dan
lebih mahal dibandingkan reaktor tunak. Jika biaya yang dikeluarkan untuk
meningkatkan konversi dan selektivitas lebih murah dengan jalan memperbesar
ukuran reaktor, maka pengoperasian reaktor tak tunak malah menjadi pilihan yang
kurang ekonomis. Reaktor tak tunak hanya dapat dijadikan pilihan jika aktivitas
katalis dapat ditingkatkan secara signifikan, bahkan lebih dari 100% (Silveston
dkk., 1995).
2.2 Daerah Operasi Proses Tak Tunak
Di dalam operasi proses tak tunak, dikenal istilah waktu gangguan yaitu
interval waktu dilakukannya gangguan pada reaktor, dalam kasus RABB ini
adalah interval waktu dilakukannya pembalikan arah laju umpan reaktor
(switching time). Berdasarkan skala besarnya waktu gangguan yang diberikan
dengan skala waktu sistem untuk merespon gangguan (arti lainnya adalah interval
waktu yang dibutuhkan sistem untuk mencapai suatu kondisi tunak baru dari suatu
gangguan), rezim (daerah) operasi tak tunak dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Quasy-steady state regime: skala waktu tak tunak lebih besar
dibandingkan skala waktu reaksi/reaktor. Hal ini menyebabkan sistem
dapat merespon gangguan secara mudah dan mencapai keadaan tunak
seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1(a).
2. Dynamic regime: skala waktu tak tunak hampir sama dengan skala waktu
sistem reaksi/reaktor. Hal ini menyebabkan sistem belum bisa merespon
gangguan dengan baik dan selalu dalam kondisi dinamik. Gangguan yang
diberikan dapat memberikan efek resonansi terhadap sistem seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2.1(b).
3. Sliding regime: gangguan diberikan dalam skala waktu yang sangat kecil,
jauh lebih kecil dari skala waktu sistem. Hal ini menyebabkan sistem tidak
dapat merespon gangguan karena dinamika proses sangat lambat. Kondisi
4
ini hampir sama dengan kondisi tunak sejati seperti ditunjukkan dalam
Gambar 2.1(c)
(a) (b) (c)
Gambar 2.1. Profil dinamika variabel proses pada daerah operasi reaktor aliran
bolak-balik: (a) quasy steady-state regime, (b) dynamic regime, (c) sliding regime.
Ntavg = Nilai rata-rata, Ns = Nilai pada kondisi steady, Ndym = Nilai pada dynamic
regime, Nqss = Nilai pada quasy steady-state regime, Nsli = Nilai pada sliding
regime (Hoebink dkk., 1995).
2.3 Reaktor Aliran Bolak-Balik
2.3.1 Definisi dan Prinsip Reaktor Aliran Bolak-Balik
Reaktor aliran bolak balik bekerja pada kondisi tak tunak. Kondisi tak
tunak ini dapat dicapai dengan cara mengubah aliran masuk secara secara berkala
pada waktu tertentu. Reaktor aliran bolak balik ini terdiri atas unggun diam
berkatalis dan keran-keran yang memungkinkan untuk perubahan aliran, seperti
pada gambar 1.
Gambar 2.2 Reaktor ALiran Bolak-balik
5
2.3.2 Manfaat dan Keunggulan Reaktor Aliran Bolak-Balik
Katalis yang berada di dalam reaktor, selain berperan untuk mempercepat
laju reaksi, dapat juga berfungsi sebagai penyimpan panas hasil reaksi eksotermik,
karena kapasitas panasnya lebih besar dibandingkan dengan gas yang diumpankan
maupun yang dihasilkan. Jika aliran dibalik arahnya secara periodik, maka aliran
umpan tidak lagi memerlukan pemanas awal untuk mencapai temperatur mula
reaksi (reaction ignition temperature). Karena itu, RABB dapat menurunkan
kebutuhan panas, dengan kata lain mampu mengefisiensikan kebutuhan energi.
Unjuk kerja RABB bergantung pada parameter desain, seperti panjang reaktor,
porositas unggun, dan juga parameter operasi seperti konsentrasi umpan, laju alir
gas, dan frekuensi ubah aliran (Salinger dan Eigenberger, 1996).
RABB akan menciptakan suatu fenomena yang dikenal dengan nama
“efek jebakan panas” atau heat trap effect pada kasus reaksi eksotermik. Efek ini
dapat dimanfaatkan untuk mencapai dan mempertahankan temperatur yang lebih
tinggi dibandingkan terhadap temperatur pada saat operasi dengan mode aliran
searah (single direction flow mode) (Liu dkk., 2000). Fenomena heat trap effect
ini diilustrasikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Fenomena heat trap pada operasi aliran bolak-balik.
Gambar 2.3(a) menunjukkan profil temperatur reaktor untuk
penyelenggaraan reaksi eksotermik dioperasikan dengan mode aliran searah.
Temperatur mula-mula naik secara perlahan kemudian meningkat secara drastis
pada zona di mana panas reaksi dibebaskan. Ketika arah aliran diibalik dari sisi
oulet menuju inlet, maka energi yang tersimpan di reaktor secara sendirinya
6
digunakan untuk memanaskan umpan. Hal ini menyebabkan temperatur umpan
pada zona outlet akan lebih tinggi dibandingkan temperatur umpan mula-mula
pada sisi inlet. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.3(b) dan 2.3(c). Setelah jumlah
siklus tertentu, distribusi temperatur di sepanjang reaktor lebih merata, seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2.3(d).
Dibandingkan dengan reaktor aliran sekali lewat (once through flow
reactor), RABB memberikan selektivitas dan konversi yang lebih baik (Boreskov
dan Matros, 1983). Ferreira dkk. (1999) mengajukan RABB sebagai salah satu
cara untuk menurunkan titik panas (hot spot) pada katalis dan mendapatkan
distribusi temperatur yang diinginkan sepanjang bed. Penurunan titik panas (hot
spot) disebabkan karena temperatur rata-rata pada unggun katalis lebih rendah
(Matros, 1990).
2.3.3 Kendala Reaktor Aliran Bolak-balik
RABB beroperasi pada dinamika beda temperatur yang besar sepanjang
unggun katalis karena adanya pertukaran panas antara unggun katalis dan gas
yang bereaksi. Gradien temperatur yang besar dapat merusak unggun katalis,
sehingga gradien perubahan temperatur harus terus dipantau. Pada RABB
diperlukan sistem pengendalian kontrol untuk menghindari pemadaman reaksi
(extinction) serta kelebihan panas (overheating) pada unggun katalis (Dufour dkk.,
2003). Selain itu, peralatan seperti kerangan yang dapat beroperasi pada frekuensi
ubah (switching frequency) yang tinggi belum memadai. Dengan demikian,
RABB memerlukan investasi yang mahal.
7
edcudaraaHeater2345
A1A2A3B1B2B3
0L
ZONA INERT AZONA INERT B ZONA PEMANAS
790 mm
105 mm150 mm
27 m
m
60 m
m
BAB III
PELAKSANAAN PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Heater
- Kerangan (valve) aliran udara
- Reaktor aliran bolak-balik (RABB)
- Manometer
Di bawah ini adalah skema reaktor yang digunakan pada percobaan ini.
Gambar 3.1 Skema Reaktor dan Posisi Termokopel
3.1.2 Bahan
- Udara
- Dolomit (material unggun inert)
8
- Aqua dm
3.2 Skema Peralatan Percobaan
Gambar 3.2. Skema Reaktor Aliran Bolak-balik
3.3 Prosedur Percobaan
9
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Distribusi Temperatur di Sepanjang Reaktor untuk Setiap Rezim
Percobaan Dinamika Proses Perambatan Panas memiliki sasaran untuk
menentukan distribusi temperatur berdasarkan karakteristik perambatan panas
pada reaktor aliran bolak-balik. Distribusi ini mencakup setiap segmen yang
diukur temperaturnya dengan termokopel, yaitu segmen 5, 4, 3, 2, heater, a,
udara, c, d, e. Segmen-segmen tersebut dibagi menjadi dua zona inert : zona inert
10
dynamicsliding
A (segmen a, c, d, e) dan zona inert B (segmen 5, 4, 3, 2). Pengamatan dilakukan
untuk ketiga rezim (dynamic, sliding, dan quasy) dengan cara mengubah-ubah
waktu pembalikannya berdasarkan ketentuan :
1. Waktu pembalikan rezim quasy : waktu pembalikan steady state + 30
menit
2. Waktu pembalikan rezim sliding : 20 menit
4.1.1 Rezim Quasy
Perilaku temperatur tiap segmen pada rezim quasy dapat dilihat pada
grafik di bawah :
0 20 40 60 80 100 120 1400
10
20
30
40
50
60
70
80
90
543acde2
Waktu (menit)
Tem
pera
tur
(oC)
Gambar 4.1 Distribusi Temperatur Tiap Segmen Terhadap Waktu pada Rezim
Quasy 1
Pada rezim quasy 1, keran 3 dan 4 yang dibuka sehinga udara akan
mengalir melalui zona inert B terlebih dahulu. Dari grafik diatas dapat diamati
bahwa segmen yang berada sebelum heater mengalami perubahan temperatur
yang cenderung tidak besar (segmen 5, 4, 3, 2) selama 120 menit, sedangkan
untuk segmen yang berada di zona inert A akan mengalami kenaikan temperatur
yang besar akibat pemanasan heater. Perubahan temperatur yang cukup drastis
dialami oleh segmen a di mana kurva kenaikannya cenderung tidak stabil. Hal ini
disebabkan titik a berada tepat pada keluaran heater dan mengalami perubahan
seiring dengan temperatur pemanas yang belum konstan pada tahap awal
percobaan. Pada percobaan ini temperatur heater harusnya konstan pada 150oC
namun hal ini pada kenyataannya sulit dipenuhi (± 10℃ .¿.
11
Kenaikan temperatur yang terjadi pada segmen sebelum heater (zona inert
B) disebabkan oleh aliran energi panas dari zona inert A yang memiliki
temperatur yang lebih besar. Aliran panas ini berlangsung terus-menerus sehingga
seiring berjalannya waktu selisih kenaikan temperatur yang disebabkan heater
semakin besar. Semakin lama temperatur pada setiap segmen tidak lagi
mengalami kenaikan yang berarti, bahkan cenderung konstan (steady state).
Waktu ini terjadi pada menit ke-90 dan menjadi acuan untuk menentukan waktu
pembalikan masing-masing rezim. Pembalikan ini berfungsi sebagai gangguan
yang menjadikan reaktor ini bekerja dalam kondisi tak tunak.
Pembalikan dilakukan pada menit ke-120 (sesuai ketentuan pembalikan di
awal pembahasan) sehingga kali ini keran 1 dan 2 yang dibuka. Aliran udara akan
melewati zona inert A terlebih dahulu lalu ke zona inert B. Karena sebelumnya
udara telah dipanaskan pada zona inert B, maka kali ini temperatur udara masuk
akan lebih tingi daripada temperatur udara awal di rezim quasy 1. Selama selang
waktu 120 menit berikutnya temperatur pada zona inert B mengalami penurunan
sedangkan zona inert A mengalami kenaikan karena pemanasan heater. Profil
temperatur untuk tiap segmen terhadap waktu dapat dilihat sebagai berikut :
0 20 40 60 80 100 120 1400
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
5432acde
Waktu (menit)
Tem
pera
tur (
oC)
Gambar 4.2 Distribusi Temperatur Tiap Segmen Terhadap Waktu pada Rezim
Quasy 2
12
Pada grafik di atas dapat diamati bahwa temperatur yang paling besar
dimiliki oleh segmen dua, yaitu segmen yang berada tepat pada keluaran heater.
Semakin jauh dari heater, kenaikan temperaturnya semakin kecil.
0
2
4
6
8
10
12
Steady stateQuasy 1Quasy 2
Tem
pera
tur
(oC)
Gambar 4.3 Perbandingan Temperatur Tiap Segmen pada Waktu Pembalikan Quasy dengan Steady-State
Jika dibandingkan, temperatur keseluruhan segmen pada waktu
pembalikan quasy 1 hampir sama dengan waktu steady state karena arah aliran
udaranya sama, hanya temperatur pada zona inert A yang lebih besar. Hal ini
disebabkan waktu pemanasan heater yang lebih lama pada quasy 1. Apa yang
ditunjukkan oleh keadaan pada sitching time quasy 2 juga sudah dapat diprediksi
sebelumnya, yaitu temperatur pada segmen yang kini berada setelah heater akan
naik dan zona inert A akan turun suhunya.
Karena pada rezim ini waktu pembalikannya lebih besar daripada
temperatur steady state, sistem dapat merespons pembalikan tersebut dengan
baik. Hal ini mengakibatkan sistem dapat dengan mudah kembali pada keadaan
steady-state-nya. Hal ini ditunjukkan oleh kurva pada quasy 2 yang bentuknya
hampir seperti cerminan dari quasy 1. Ini menggambarkan perubahan temperatur
yang terjadi pada saat aliran udara dibalik hampir sama dengan perilaku
sebelumnya namun dengan daerah operasi yang berlawanan.
4.1.2 Rezim Sliding
13
Pada rezim sliding, waktu gangguan yang diberikan lebih kecil daripada
waktu steady-state-nya (20 menit) sehingga profil temperatur pada tiap segmen
belum sempat mencapai keadaan konstan. Rezim ini dimulai dengan pembalikan
arah aliran udara setelah dari rezim quasy 2 sehingga arah alirannya menjadi
seperti arah aliran di quasy 1. Distribusi temperaturnya dapat dilihat dari grafik di
bawah ini
0 5 10 15 20 250
10
20
30
40
50
60
70
80
90
5432acde
Waktu (menit)
Tem
pe
ratu
r (o
C)
Gambar 4.4 Distribusi Temperatur Tiap Segmen Terhadap Waktu pada Rezim
Sliding 1
Dari grafik tersebut, temperatur pada zona inert A (segmen a, c, d, e)
mengalami pemanasan oleh heater sehingga mengalami kenaikan temperatur.
Keadaan yang sebaliknya terjadi pada segmen 2, 3, 4, dan 5. Setelah 20 menit,
pembalikan kembali dilakukan dan fenomena yang sebaliknya terjadi. Kali ini
segmen yang mengalami penurunan temperatur adalah segmen a, c, d, dan e.
14
0 5 10 15 20 250
10
20
30
40
50
60
70
80
90
5432acde
Waktu (menit)
Tem
pera
tu (o
C)
Gambar 4.5 Distribusi Temperatur Tiap Segmen Terhadap Waktu pada Rezim
Sliding 2
Kurva yang didapatkan menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori yang
telah dipelajari sebelumnya. Jika kita bandingkan temperatur tiap segmen pada
waktu pembalikannya dengan keadaan steady state, akan diperoleh kurva seperti
berikut :
0
2
4
6
8
10
12
Steady stateSliding 1Sliding 2
Tem
pe
ratu
r (o
C)
Gambar 4.6 Perbandingan Temperatur Tiap Segmen pada Waktu Pembalikan
Sliding dengan Steady-State
Arah aliran gas pada rezim sliding 1 sama dengan kondisi steady state
sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa saat pembalikan terjadi temperatur tiap
segmennya belum bisa mencapai keadaan steady state awal, terutama untuk zona
15
inert B. Pemanasan yang terjadi pada zona inert A rata-rata telah hampir
menyamai kondisi steady state walaupun tidak sepenuhnya sama. Untuk sliding 2
kurvanya juga hampir menyerupai “cermin” bagi rezim sliding 1. Hal ini
membuktikan bahwa distribusi panas dalam reaktor cukup baik sehingga dapat
terdistribusi merata tiap kali terjadi gangguan berupa pembalikan arah umpan.
4.1.3 Rezim Dynamic
Rezim ini merupakan rezim di mana waktu pembalikan sama dengan
waktu steady state. Distribusi temperatur untuk tiap segmen selama 90 menit
dapat diamati pada gambar di bawah ini :
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Dynamic
5432acde
Waktu (menit)
Tem
pera
tur (
oC)
Gambar 4.7 Distribusi Temperatur Tiap Segmen Terhadap Waktu pada Rezim
Dynamic
Pada rezim ini kembali dapat diamati bahwa segmen yang berada pada
zona inert A akan mengalami kenaikan temperatur (segmen a, c, d, e) sedangkan
segmen 5, 4, 3, dan 2 mengalami penurunan temperatur karena tidak lagi
mendapat energi panas dari heater.
16
0
2
4
6
8
10
12
Steady stateDynamic
Tem
pera
tur
(oC)
Gambar 4.8 Perbandingan Temperatur Tiap Segmen pada Waktu Pembalikan
Dynamic dengan Steady-State
Gambar di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan temperatur tiap
segmen pada menit ke-90 rezim dynamic hampir sama dengan kondisi steady
state. Hal ini sesuai dengan dasar teori bahwa pada rezim ini sistem tepat
mencapai kondisi steady state sebelum akhirnya mengalami gangguan dari luar.
Perbedaan hanya terjadi pada zona inert A di mana temperatur pada rezim
dynamic untuk segmen a, c, dan d lebih besar daripada temperatur steady state.
Hal ini dapat disebabkan aliran panas pada saat rezim dynamic telah terakumulasi
dari rezim-rezim sebelumnya. Panas ini menyebabkan beban heater tidak lagi
sebesar saat kondisi awal reaktor dijalankan. Dengan kata lain, heater dengan
daya pemanasan yang sama pada rezim ini akan menghasilkan kenaikan
temperatur yang lebih besar.
4.2 Perbandingan Distribusi Temperatur di Sepanjang Reaktor untuk Setiap
Rezim antara Percobaan dan Simulasi FlexPDE
4.2.1 Rezim Quasy
17
0 50 100 150 200 250 300270
280
290
300
310
320
330
340
350 5
percobaanflexPDE
0 50 100 150 200 250 3000
50
100
150
200
250
300
350
4004
percobaanflexPDE
18
0 50 100 150 200 250 3000
50
100
150
200
250
300
350
400
3
percobaanflexPDE
0 50 100 150 200 250 3000
50
100
150
200
250
300
350
4002
percobaanflexPDE
0 50 100 150 200 250 3000
50
100
150
200
250
300
350
400heater
percobaanflexPDE
0 50 100 150 200 250 3000
50
100
150
200
250
300
350
400
a
percobaanflexPDE
0 50 100 150 200 250 300301.5
302
302.5
303
303.5
304
304.5
305
305.5c
percobaanflexPDE
0 50 100 150 200 250 300301.5
302
302.5
303
303.5
304
304.5
305
305.5
d
percobaanflexPDE
0 50 100 150 200 250 300302.2
302.4
302.6
302.8
303
303.2
303.4
303.6
303.8
e
percobaanflexPDE
Gambar 4.9 Perbandingan Distribusi Temperatur Tiap Segmen Terhadap Waktu
pada Rezim Quasy antara Percobaan dan Simulasi FlexPDE
4.2.2 Rezim Sliding
19
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45292
294
296
298
300
302
304
306
308
310
312
5
flexPDEpercobaan
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45280
290
300
310
320
330
340
4
flexPDEpercobaan
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45270
280
290
300
310
320
330
340
350
360
3
flexPDEpercobaan
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45270
280
290
300
310
320
330
340
350
360
3702
flexPDEpercobaan
0 5 10 15 20 25 30 35 40 450
50
100
150
200
250
300
350
400
450heater
flexPDEpercobaan
0 5 10 15 20 25 30 35 40 450
50
100
150
200
250
300
350
400a
flexPDEpercobaan
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45280
290
300
310
320
330
340
350c
flexPDEpercobaan
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45280
290
300
310
320
330
340d
flexPDEpercobaan
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45295
300
305
310
315
320e
flexPDEpercobaan
Gambar 4.10 Perbandingan Distribusi Temperatur Tiap Segmen Terhadap Waktu
pada Rezim Sliding antara Percobaan dan Simulasi FlexPDE
4.2.3 Rezim Dynamic
20
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45295
300
305
310
315
320e
flexPDEpercobaan
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100280
290
300
310
320
330
3405
percobaanflexPDE
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100270
280
290
300
310
320
330
340
350
360
3704
percobaanflexPDE
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000
50
100
150
200
250
300
350
4003
percobaanflexPDE
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000
50
100
150
200
250
300
350
4002
percobaanflexPDE
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000
50
100
150
200
250
300
350
400
heater
percobaanflexPDE
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100285
290
295
300
305
310
315
320
325
330
335
a
percobaanflexPDE
Gambar 4.11 Perbandingan Distribusi Temperatur Tiap Segmen Terhadap Waktu
pada Rezim Dinamic antara Percobaan dan Simulasi FlexPDE
Hasil profil temperatur yang didapat dari hasil percobaan berbeda dengan hasil
simulasi FlexPDE. Hal ini dapat terjadi karena simulasi dilakukan dengan
temperatur awal yang sama untuk setiap rejim, yaitu sebesar 303 K. Sedangkan
pada percobaan, kondisi awal untuk setiap rejim berbeda. Selain itu, data
temperatur hasil percobaan merupakan data temperatur dari kondisi masing-
masing rejim yang belum stabil. Asumsi daya listrik yang digunakan pada
simulasi FlexPDE juga mempengaruhi perbedaan data hasil percobaan dengan
hasil simulasi. Daya listrik yang diasumsikan pada simulasi tidak mungkin sama
persis dengan daya listrik yang sebenarnya digunakan pada percobaan.
4.3 Penghematan Energi pada Setiap Rejim
Berdasarkan percobaan, penghematan energi pada tiap rezim dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1 Penghematan Energi Tiap Rejim
21
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100302.7
302.8
302.9
303
303.1
303.2
303.3
303.4
303.5
c
percobaanflexPDE
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100302.7
302.8
302.9
303
303.1
303.2
303.3
303.4
303.5
303.6
d
percobaanflexPDE
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100302.5
302.6
302.7
302.8
302.9
303
303.1
303.2e
eflexPDE
SLIDING 14,07 kJ/kgQUASY 8,65 kJ/kgDYNAMIC 3,93 kJ/kg
Dari tabel 4.1, dapat dilihat bahwa nilai penghematan energi terbesar ada
di rezim sliding, kemudian diikuti oleh rezim quasy dan dynamic. Hal ini sesuai
dengan pengertian Q saving itu sendiri yaitu selisih antara Q yang dibutuhkan
untuk memanaskan udara dari To sampai Tr pada reaktor searah (dalam percobaan
ini yaitu Q saat steady state) dengan Q yang dibutuhkan pada RABB. Pada
percobaan ini T awal (To) adalah temperatur di tiap ujung terluar zona inert
[segmen 5 atau e], sedangkan Tr adalah temperatur pada segmen yang berada
tepat di keluaran heater (segmen a atau 2).
Rezim quasy dilaksanakan di tahap awal saat reaktor baru saja dijalankan
dan melewati tahap steady statenya. Zona inert A pada rezim quasy 1 akan
mengalami pemanasan selama 120 menit sehingga unggun dolomit inert yang
berada dalam reaktor dapat menyimpan panas dalam jumlah yang besar sesuai
dengan nilai konduktivitas panasnya yang sama dengan 190 kali nilai
konduktivitas panas udara. Panas ini sangat bermanfaat untuk memanaskan
umpan udara saat pembalikan dilakukan sehingga heater tidak perlu lagi
memanaskan udara dengan selisih temperatur yang besar. Hal ini mengakibatkan
penghematan terhadap daya yang dikeluarkan heater.
Rezim quasy 2 yang juga berlangsung selama 120 menit telah
mengakibatkan penyimpanan panas yang besar pada zona inert B. Panas ini sekali
lagi membantu dalam memanaskan umpan udara saat rezim sliding 1. Hal ini
ditunjukkan pada harga Q saving yang terbesar sesuai dengan tabel 4.1. Ketika
arah aliran udara kembali dibalik dan sistem memasuki rezim sliding 2,
temperatur pada zona inert A sudah cukup panas walaupun hanya dipanasi selama
20 menit sebelumnya sehingga Q saving-nya masih lebih besar dibandingkan
rezim quasy.
Ketika memasuki rezim dynamic, panas yang disimpan pada rezim sliding
tidak sebesar rezim quasy karena waktu pembalikan yang jauh lebih kecil
daripada waktu steady statenya. Material dolomit hanya dapat menyimpan panas
yang tidak terlalu besar. Hal ini dapat diamati dari nilai To pada awal rezim
22
dynamic (30,8oC) dengan To pada awal rezim sliding 1 (37,4oC). Akibatnya,
penghematan energi pada rezim ini tidak sebesar dua rezim sebelumnya karena
heater harus memanaskan umpan dari To yang tidak jauh berbeda dari To umpan
yang paling awal (26,27oC). Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil
percobaan modul Dinamika Proses Perambatan Panas kelompok B90.2.39 telah
sesuai dengan asumsi dan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan sebelumnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
23
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tunak adalah
90 menit.
Switching time pada quasy regime, dynamic regime, dan
sliding regime masing-masing sebesar 120 menit, 90 menit,
dan 20 menit.
Energy saving yang terbesar adalah pada saat sliding regime.
Energy saving pada masing-masing regime adalah:
Quasy regime = 8,65 kJ/kg
Dynamic regime = 3.93 kJ/kg
Sliding regime = 14.08 kJ/kg
5.2 Saran
Saran yang diberikan pada percobaan Dinamika Proses Perambatan
Panas adalah:
Waktu yang dialokasikan untuk percobaan ditambah, sehingga dapat
dilakukan run sebanyak 4 siklus untuk setiap rejim, sehingga
perubahan profil temperatur yang dihasilkan menjadi lebih jelas dan
lebih mudah diamati.
Percobaan dilakukan secara batch untuk setiap rejim, sehingga
temperatur udara umpan dapat dipertahankan konstan agar
perhitungan penghematan energi setiap rejim dapat lebih
diperbandingkan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Budhi, Y.W., dkk. 2004. Simulation of Reverse Flow Operation for Manipulation of
Catalyst Surface Coverage in The Selective Oxidation of Ammonia. Elsevier.
Budhi, Y.W. 2008. Diktat Kuliah TK-5058 Intensifikasi Proses. Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
G. Kolios, J. Frauhanmer, G. Eigenberg. 2000. Autothermal Fixed Bed Reactor Concepts.
Chemical Engineering Science, Vol.55.
Matros, Yu.Sh., Buminovich, G.H., 1996. Reverse Flow Operation in Fixed Bed
Catalytic Reactors. Catalyst Review Science and Engineering.
http://www.engineeringtoolbox.com/
25
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR
A.1 Data Fisik Bahan yang Digunakan
Tabel A.1 Data Fisik Bahan yang Digunakan
BahanCp
(kJ/kg.K)k (W/m.K)
ρ
(kg/m3)
Dolomit 0,92 4,78 2,85
Udara 1,005 0,025 1,2
Stainless stell
SS304L2,85
4,375xT2 – 1,28875x10-2xT
+16,0201475108009
Sumber : www.engineeringtoolbox.com
A.2 Data Rancangan Reaktor
Tabel A.2 Data Rancangan Reaktor
Diameter reaktor 27 mm
Panjang total reaktor 790 mm
Panjang zona pemanas 150 mm
Material reaktor Stainless stell SS304L
Panjang per segmen unggun inert 105 mm
Jumlah segmen zona inertEnam (tiga di sebelah kiri dan tiga
di sebelah kanan)
Material unggun inert Dolomit
Diameter rata-rata partikel unggun 10 mm
26
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
B.1 Perhitungan Kecepatan Udara Tekan
Dari data kalibrasi rotameter (lihat Lampiran C), didapatkan persamaan:
q=0,0163 ∆ h0,5−0,0016
Keterangan:
q = laju alir volumetrik ( dm3
s )h = selisih tinggi manometer (cm)
h pada percobaan = 12 cm
q=0,0163 (12)0,5−0,0016
q=0,05dm3
s
v= qA
= 4 q
π D2
Keterangan:
v = kecepatan udara (ms )
A = luas penampang (m2)
D = diameter reaktor (m)
q = laju alir volumetrik (m3
s )D = 27 mm (lihat Lampiran A)
v=4 (0,05 ×10−3)
π ( 27 ×10−3 )2
v = 0,096 ms
27
B.2 Perhitungan Konsumsi Energi untuk Pemanasan Umpan pada
Reaktor Searah
QUFO=∫T0
T r
Cp dT
Keterangan:
QUFO=¿ konsumsi energi untuk pemanasan umpan pada reaktor
searah ( kJkg )
Cp = kapasitas panas udara ( kJkg . K )
T 0 = temperatur udara masuk (K)
T r = temperatur udara keluar (K)
Dari lampiran A, Cpudara= 1,005 ( kJkg . K )
Dari percobaan didapat nilai T 0 dan T r, yaitu:
T 0 = 299,27 K
T r = 352,5 K
QUFO= ∫299,27
352,5
1,005 dT
QUFO=1,005 (352,5−299,27 )
QUFO=53,5 kJkg
B.3 Perhitungan Besar Konsumsi Energi untuk Pemanasan Umpan pada
Reaktor Bolak-Balik.
QRFO=∫t0
tst
∫T RFO
T r
Cp dT dt
∫t0
t st
dt
Keterangan:
(t st−t0 )=¿ rentang waktu switching time (menit)
28
TRFO = temperatur umpan (K)
Data diambil pada sliding regime
(t st−t0 ) = 20 menit
TRFO,1 = 309 K
TRFO,2 = 310 K
QRFO=[ ( 473−309 ) 1,0035+(473−310 ) 1,0035
2 ] 1020
QRFO=¿123,1796 kJkg
B.4 Perhitungan Penghematan Energi
Qsaving=QUFO−QRFO
Pada sliding regime, nilai QRFO=¿123,1796 kJkg
Qsaving=53,5−39,4
Qsavin g=14,1kJkg
29
LAMPIRAN C
HASIL ANTARA
C.1 Kalibrasi Laju Alir terhadap Ketinggian Cairan pada Manometer
Tabel C.1 Data Kalibrasi Laju Alir terhadap Ketinggian Cairan
1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.500.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07f(x) = 0.0163174527938385 x − 0.00160852184442702R² = 0.989883429130425
Series2Linear (Series2)
akar ΔH (cm-0.5)
V (d
m3/
s)
Gambar C.1 Grafik Kalibrasi Laju Alir terhadap Ketinggian Cairan pada
Manometer
30
h (cm) (h)0,5 (cm)0,5 V (dm3/s)
2 1.41 0.02
3.5 1.87 0.03
5 2.24 0.04
8 2.83 0.05
8.5 2.92 0.05
C.2 Nilai Konsumsi Energi dan Energi yang Dihemat
Tabel C.2 Konsumsi Energi Reaktor pada Quasy Regime
Tr = 5 Trfo = a ∫∫ Cp dt dT43 2650 26 206.02567 26 326.62570 26.1 426.622565 26.1 416.0777 26.2 450.742566 26.3 454.762580 26.4 468.832580 26.7 537.1725
79.5 26.9 532.147580 27 530.6480 27.1 532.147580 27.3 530.6448 47
73.8 43 159.79578.4 39 352.75581.1 37 419.587582.6 40 435.667584.2 39 441.19586.1 38 468.832586.8 37 491.947587 37 501.495
87.2 36 508.5387.8 36 517.57588.4 36 523.60588.8 36 528.63
total 1085,85∫∫ Cp dt dT / ∫ dt 46,07
Tabel C.3 Konsumsi Energi Reaktor pada Dynamic Regime
Tr = 5 Trfo = a ∫∫ Cp dt dT62 30.8 380.89574 29.4 466.3277 28.8 491.445
78.5 28.2 513.052580 28.2 517.072579 27.9 518.5880 27.9 538.6883 27.9 554.257583 27.8 380.895
31
total 4461,2∫∫ Cp dt dT / ∫ dt 49,82
Tabel C.4 Konsumsi Energi Reaktor pada Sliding Regime
Tr = 5 Trfo = a ∫Cp dt dT57 37.475 32.8 310.54578 30.6 450.24
62.8 3579.4 35 362.80581.8 36 453.255
total 1576,85∫∫ Cp dt dT / ∫ dt 39,62
Tabel C.5 Energi yang Dihemat pada Setiap Daerah Operasi
Q saving (kJ/kg)
Quasy 8,43
Dinamik 3,68
Sliding 13,88
32
LAMPIRAN D
DATA MENTAH PERCOBAAN
D.1 Temperatur pada Tiap Titik Termokopel pada Waktu Tertentu
Tabel D.1 Nilai Temperatur untuk Tiap Posisi Termokopel pada Daerah Operasi Quasy
dari Percobaan
t (menit)
Temperatur
5 4 3 2Heate
ra udara c d e delta H
0 26 25.9 26.9 34.5 150 43 29 38 41 34 1210 26 25.9 27.4 37.5 150 50 29 41 45 35 1620 26 25.9 27.7 39.1 150.5 67 30 47 51 37 1630 26.1 25.9 28.3 41.3 149.8 70 30 51 58 41 13.540 26.1 26 28.8 43.1 149.7 65 30 55 60 41 1250 26.2 26.2 29.5 44.6 150 77 30 56 64 44 1060 26.3 26.3 29.6 44.5 150.3 66 30 58 66 43 15.570 26.4 26.5 30.1 45.7 150.1 80 30 63 67 44 1280 26.7 26.7 30.7 46.8 149 80 31 65 68 44 11.590 26.9 26.9 30.5 45.8 149.7 79.5 31 62 71 45 14
100 27 27.1 46.4 46.4 150.5 80 31 62 72 44 13.5110 27.1 27.2 47.3 47.3 150.8 80 31 64 73 45 11.5120 27.3 27.4 48 48 150.4 80 32 66 76 47 10
0 27.3 27.4 31.6 48 150.4 82 32 66 76 47 1010 28.5 39.8 54.9 73.8 154 75 32 61 60 43 1520 30.5 46.6 62.6 78.4 150.8 69 32 57 51 39 1330 32.5 51 63.8 81.1 152.3 61 32 52 46 37 1140 34.3 54.3 66.4 82.6 150.2 61 32 50 44 40 9.250 36.2 57.9 68.7 84.2 150.3 57 32 46 41 39 15.460 38 60.4 70.3 86.1 150.6 56 32 44 39 38 13.170 39.4 62 73.1 86.8 150.6 56 32 42 38 37 11.680 40.3 62.9 74.8 87 152.5 54 32 41 37 37 9.990 41.3 64.4 74.4 87.2 149.7 52 32 39 36 36 14.7
100 42.2 65.1 74.8 87.8 146.7 51 32 38.5 35 36 13.6110 43.1 66.1 75.4 88.4 152.2 51 32 38 35 36 11.7120 43.7 66.5 75.4 88.8 151.2 51 32 38 35 36 10.5
33
Tabel D.2 Nilai Temperatur untuk Tiap Posisi Termokopel pada Daerah Operasi Dynamic
dari Percobaan
t (menit)
Temperatur
5 4 3 2Heate
ra udara c d e delta H
0 30.8 52.2 69.9 81.8 150.9 62 32 51 42 36 11.310 29.4 39.4 53.2 65.1 149.9 74 32 70 58 40 16.720 28.8 35.4 45.7 58.8 149.8 77 32 72 64 40 1330 28.5 33.1 41.6 55.9 150 76 32 73 67 39 1240 28.2 31.6 39 54.1 151.4 78.5 32 77 72 39 1050 28.2 30.8 37.2 52 149.6 80 32 77 73 44 16.560 27.9 30 35.8 50.8 153 79 32 77 75 45 15.770 27.9 29.7 35.1 51 152.5 80 32 78 76 45 12.780 27.9 29.4 34.4 49.9 150.4 83 32 79 77 45 1790 27.8 29 33.7 49.2 151 83 32 79.5 78 44 16.4
Tabel D.3 Nilai Temperatur untuk Tiap Posisi Termokopel pada Daerah Operasi Sliding
dari Percobaan
t (menit)
Temperatur
5 4 3 2Heate
ra udara c d e delta H
0 37.4 60.5 76.6 85.7 151.5 57 33 44 38 38 1210 32.8 45.4 59.1 69.5 150.3 75 33 67 55 44 10.520 30.6 39.8 50.9 63.2 150 78 32 71 62 46 120 27 36.9 50.5 62.8 150 77 33 70 62 35 13.910 28.7 48.2 66.3 79.4 149 67 33 54 49 35 11.820 30.8 52.2 69.9 81.8 150.9 62 32 51 42 36 11.3
34