perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
RISĀLAH MAJMU’:
SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI
SKRIPSI
DiajukanuntukMemenuhisebagianPersyaratan
gunaMelengkapiGelarSarjanaSastraJurusanSastra Indonesia
FakultasSastradanSeniRupa
UniversitasSebelasMaret
Disusunoleh
MURYANTO CATUR ATMOJO
C0204047
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
RISĀLAH MAJMU’:
SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI
Disusunoleh
MURYANTO CATUR ATMOJO
C0204047
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Drs. Istadiyantha, M.S.
NIP 195410151982111001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
RISĀLAH MAJMU’:
SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI
Disusunoleh:
MURYANTO CATUR ATMOJO
C 0204047
Telahdisetujuioleh Tim PengujiSkripsi
FakultasSastradanSeniRupaUniversitasSebelasMaret
PadaTanggal: Januari
Jabatan Nama TandaTangan
Ketua Dra. ChattriSigitWidyastuti, M.Hum.
NIP 196412311994032005
…………..
Sekretaris AsepYudhaWirajaya, S.S.
NIP 197608122002121001
…………..
Penguji I Drs. Istadiyantha, M.S.
NIP195410151982111001
…………...
Penguji II Drs. SholehDasuki, M.S.
NIP 196010051986011001
……………
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : MuryantoCaturAtmojo
Nim : C0204047
MenyatakandengansesungguhnyabahwaskripsiberjudulRisālahMajmu’:
SuntinganTeks, AnalisisSruktur, dan Isiadalahbetul-betulkaryasendiri,
bukanplagiatdantidakdibuatkanoleh orang lain. Hal-hal yang bukankaryasaya,
dalamskripsiinidiberitandacitasi(kutipan) danditunjukkandalamdaftarpustaka.
Apabiladikemudianhariterbuktipernyataaninitidakbenar,
makasayabersediamenerimasanksiakademikberupapencabutanskripsidangelar
yang diperolehdariskripsitersebut.
Surakarta, 19 Januari 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Allah tidakmembebaniseseorangmelainkansesuaidengankesanggupannya”
(QS. Al-Baqarah:286)
“Senyum, Sabar, danSemangatdalamMenghadapiHidup”
(Abdullah Gymnastiar)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karyatulisinipenulispersembahkankepada:
Orang tua ku tercinta yang telah memberikan dukungan
baik berupa doa, semangat mau pun biaya.
Mas, mbak, adik, danseluruhkeluarga.
AlmamaterUniversitasSebelasMaret
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis menyelesaikan
skripsi yang berjudul, RisālahMajmu’: Suntingan Teks, Analisis Sruktur, dan Isi
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana
Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Skripsi ini selesai berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Drs.Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk melakukan penyusunan
skripsi.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. selaku KetuaJurusan Sastra Indonesia Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan
kemudahan selama menjalani studi di Jurusan Sastra Indonesia.
3. Prof. Dr. H. Bani Sudardi selaku pembimbing akademik, yang telah
membimbing dari awal perkuliahan sampai terselesaikannya studi di Jurusan
Sastra Indonesia.
4. Drs. Istadiyantha, M.S. selaku pembimbing penyusunan skripsi yang dengan
penuh kesabaran dan perhatian senantiasa memberikan petunjuk dan dorongan
semangat demi terwujudnya skripsi ini.
5. Bapak Ibu dosen, yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada
penulis dalam studi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan Perpustakaan
Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kemudahan dalam
mendapatkan sumber data dan buku-buku referensi untuk penyelesaian skripsi.
7. Bapak dan Ibu tercinta, kakak, adik, dan seluruh keluarga atas curahan kasih
sayang yang tidak henti-hentinya kalian berikan.
8. Wiwit, Lina, Canggih, Indah, Mila, Said, Ian,Agus,Alip, Erwin, Opix, Eko,
Maya, Mami, Ana, Septi, Nisa, Ruri, Pinda, Epit, Lita, Dea, Andi, Sinta, Nina,
Sigit, Wira, dan teman-teman sastra Indonesia angkatan 2005 tak terkecuali,
terima kasih atas kekompakannya.
9. Ridho, Bang List, Hilda, Andika, Dodit, Joko, Dedi, Andry, Hedonal, Adit ,
Riza, Rini, dan kawan-kawan `04 yang telah memberikan bantuan informasi
dan semangat.
10. Amel dan rekan-rekan Sasindo `06 terima kasih atas waktu dan kerjasamanya.
11. Toni, Deswanto, Agus, Nasir, Wiro, Iken, Pian, dan Rekan-rekan SMA 3
Sukoharjo yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
Semoga amal kebaikan mereka mendapat anugerah dari Tuhan Yang Maha
Pemurah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk
itu, saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini sangat diharapkan. Akhir kata,
semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta,
Penulis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
JUDUL…………………………………………………………………….. i
LEMBAR PERSETUJUAN…………….…………………………………. ii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………….... iii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………… iv
MOTTO……………………………………………………..................... v
PERSEMBAHAN…………………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xii
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………….. .. xiii
DIAGRAM………………………………………………………………… xiv
ABSTRAK…………………………………………………...................... xv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
A. LatarBelakangMasalah…………………………………….. 1
B. PembatasanMasalah………………………………………… 6
C. PerumusanMasalah…………………..……………………… 7
D. TujuanPenelitian…………………………………………….. 7
E. ManfaatPenelitian……………………………………………. 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
F. SistematikaPenulisan………………………………………... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI……………….. 10
A. TinjauanSingkatPenelitianTerdahulu……………………… 10
B. SuntinganTeks……………………………………………….. 21
C. AnalisisStruktur……………………………………………… 26
D. KerangkaBerpikir…………………………………………….. 42
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………. 44
A. Sumber Data.…………………………………………………. 44
B. MetodePenelitian……………………………………………. 45
C. TeknikPengumpulan Data…………………………………... 49
D. TeknikPengolahan Data……………………………………… 50
E. TeknikPenarikanKesimpulan……………………………….. 51
BAB IV SUNTINGAN TEKS………………………………………………. 52
A. InventarisasiNaskah…………………………………..……... 52
B. DekripsiNaskah………………………………………………. 54
C. Ikhtisar Isi Teks………………………………………………. 61
D. KritikTeks……………………………………………………. 65
E. PengantarPenyuntingan…………………………………….. 71
F. Daftar Kata Sukar……………………………………………. 90
BAB V ANALISIS DATA...........................……………………………… 94
A. AnalisisStruktur……………………………………………... 94
B. Analisis Isi TeksRisālahMajmu’…………………………... 113
BAB VI PENUTUP…………………………………………………………… 130
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
A. Simpulan……………………………………………………… 130
B. Saran…………………………………………………………... 132
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 133
LAMPIRAN…………………………………………………………………… 138
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 KeadaanNaskahRisālahMajmu’ .......................................................... 56
Tabel 2 Lakuna yang TerdapatpadaTeks RM ................................................. 67
Tabel 3 Adisiyang TerdapatpadaTeks RM .................................................... 68
Tabel 4 Ditografiyang TerdapatpadaTeks RM ............................................... 70
Tabel 5 Subtitusiyang TerdapatpadaTeks ........................................................ 70
Tabel 6 Transposisiyang TerdapatpadaTeks RM ............................................ 71
Tabel 7 TulisanMelayu Yang TidakTerbacapadaTeks RM ........................... 71
Tabel 8 PedomanTransliterasi .......................................................................... 75
Tabel 9 Kosa Kata Teks RM yang sudahDiserapkedalamBahasa Indonesia102
Tabel 10 Kosa Kata danFraseBahasaArab ....................................................... 103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR SINGAKATAN
As : „Alaihisallam
dkk : dankawan-kawan
EYD : EjaanBahasa Indonesia Yang Disempurnakan
RM : RisālahMajmu’
KBBI : KamusBesarBahasa Indonesia
No : Nomor
p x l : panjang kali lebar
saw : shala `lāhu ‘alaihiwasallam
SWT. : Subhānahu wa Taala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DIAGRAM
Diagram KerangkaBerpikir ……………………………………... 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRAK
MuryantoCaturAtmojo. C0204047. 2011. RisālahMajmu’: SuntinganTeks,
AnalisisSruktur, dan Isi. SkripsiJurusanSastra Indonesia
FakultasSastradanSeniRupaUniversitasSebelasMaret Surakarta.
Penelitianiniberjudul,RisālahMajmu’: SuntinganTeks, AnalisisSrukturdan
Isi. TeksRisālahMajmu’ (selanjutnyadisingkat RM)
merupakannaskahMelayuyaitunaskah yang ditulisdenganmenggunakanhuruf Arab
MelayudanberbahasaMelayu.Teks RMmerupakankaryasastra yang
berbentuksastrakitabkarenaisinyamengenai agama
islamkhususnyadalambidangtasawuf.
Permasalahanpenelitianiniadalah, (1) bagaimanakahsuntinganteks RM? (2)
bagaimanakahstrukturteks RM? (3) Bagaimanakah ajaran tasawuf yang
terkandung dalam teks RM?
Metode yang
digunakandalampenelitianiniadalahmetodekualitatifdeskriptif.Sumber data yang
digunakanadalahteks RM yang terdapatdalamnaskahanekakarangan yang
tersimpandiPerpustakaan Banda Aceh yang terletak di Jalan Sultan Alaidin
Mahmud SyahNomor12 KecamatanBaiturahman Banda Aceh 23241.Teks
RMmerupakansalahsatudaritujuhteks yang
terkumpuldalamnaskahanekakaranganDalambentukfotodigitalnya,
naskahtersebuttersimpandalamkatalogonline Manuskrip-ManuskripPeninggalan
Aceh dengannomorinventarisasi07_00006 . Katalogonline
tersebutdapatdiaksesmelaluisitus internet http://acehms.dl.uni-
leipzig.de.Metodepenyuntinganteks yang
digunakanadalahmetodeedisistandaryaituberusahamenerbitkanteksdenganmembet
ulkankesalahan-kesalahankecildanketidakajegan.Metodepengkajianteks yang
digunakandalampenelitianiniadalahmetodestrukturaldananalisisisi.Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Teknikpengolahan data
terdiridaritigatahap, yaitudeskripsi, analisis, danevaluasi.
Berdasarkanpenelitiantersebutdapatdisimpulkanbeberapahal.Pertama,
dalampenyuntinganterhadapteksRMdiketemukankesalahansalintulisberupa,
9buahlakuna, 17buahadisi, 3buahditografi, 2buahsubtitusi, 4 tulisanmelayu yang
tidakterbacadan 1 buahtransposisi. Kedua,
strukturpenyajianteksRMmenggunakanstruktursastrakitab yang
terdiriatasstrukturpenyajian, gayapenyajian, pusatpenyajian, dangayabahasa.
Strukturpenyajianterdiriatas, pendahuluan, isi, danpenutup. Gaya penyajianteks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
RM menggunakangayapenyajianinterlinear,
yaituuraiandalamteksmenggunakanbahasa Arab
diikutidenganterjemahandalambahasaMelayu.
PusatpenyajianRMmenggunakanmetode orang pertama.Teks
RMmemilikitigabuahgayabahasa, yaitu (1) kosakata yang
digunakanbanyakmenyerapunsur-unsurbahasa Arab, (2) ungkapan-
ungkapankhusus, dan (3) kata penghubung yang digunakandalamteks, yaitu kata
dan,makadanbagiuntukmengawalikalimat. Ketiga, isikaryasastrakitab yang
adadalamteks RMmengenaisyaratmasukdalamtarekatsyattariyah.Isi teks
RM,banyakmenjelaskansyaratberzikir,
syaratberkhalwatdansyaratsempurnanyaseorangsalikdalambersuluk di
tarekatSyattariyah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
RISĀLAH MAJMU’:
SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI
Muryanto Catur Atmojo1
Drs. Istadiyantha, M.S.2
ABSTRAK
2011. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini berjudul, Risālah Majmu’: Suntingan Teks, Analisis
Sruktur dan Isi. Teks Risālah Majmu’ (selanjutnya disingkat RM)
merupakan naskah Melayu yaitu naskah yang ditulis dengan
menggunakan huruf Arab Melayu dan berbahasa Melayu. Teks
RM merupakan karya sastra yang berbentuk sastra kitab karena
isinya mengenai agama islam khususnya dalam bidang tasawuf.
Permasalahan penelitian ini adalah, (1) bagaimanakah suntingan
teks RM? (2) bagaimanakah struktur teks RM? (3) Bagaimanakah
ajaran tasawuf yang terkandung dalam teks RM? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah teks RM
yang terdapat dalam naskah aneka karangan yang tersimpan di
Perpustakaan Banda Aceh yang terletak di Jalan Sultan Alaidin
Mahmud Syah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh
23241. Teks RM merupakan salah satu dari tujuh teks yang
terkumpul dalam naskah aneka karangan Dalam bentuk foto
digitalnya, naskah tersebut tersimpan dalam katalog online
Manuskrip-Manuskrip Peninggalan Aceh dengan nomor
inventarisasi 07_00006 . Katalog online tersebut dapat diakses
melalui situs internet http://acehms.dl.uni-leipzig.de. Metode
penyuntingan teks yang digunakan adalah metode edisi standar
yaitu berusaha menerbitkan teks dengan membetulkan kesalahan-
kesalahan kecil dan ketidakajegan. Metode pengkajian teks yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode struktural dan
1 Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia dengan NIM C0204047
2 Dosen Pembimbing
analisis isi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
teknik pustaka. Teknik pengolahan data terdiri dari tiga tahap,
yaitu deskripsi, analisis, dan evaluasi.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan beberapa hal.
Pertama, dalam penyuntingan terhadap teks RM diketemukan
kesalahan salin tulis berupa, 9 buah lakuna, 17 buah adisi, 3 buah
ditografi, 2 buah subtitusi, 4 tulisan melayu yang tidak terbaca dan
1 buah transposisi. Kedua, struktur penyajian teks RM
menggunakan struktur sastra kitab yang terdiri atas struktur
penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa.
Struktur penyajian terdiri atas, pendahuluan, isi, dan penutup. Gaya
penyajian teks RM menggunakan gaya penyajian interlinear, yaitu
uraian dalam teks menggunakan bahasa Arab diikuti dengan
terjemahan dalam bahasa Melayu. Pusat penyajian RM
menggunakan metode orang pertama.Teks RM memiliki tiga buah
gaya bahasa, yaitu (1) kosa kata yang digunakan banyak menyerap
unsur-unsur bahasa Arab, (2) ungkapan-ungkapan khusus, dan (3)
kata penghubung yang digunakan dalam teks, yaitu kata dan,maka
dan bagi untuk mengawali kalimat. Ketiga, isi karya sastra kitab
yang ada dalam teks RM mengenai syarat masuk dalam tarekat
syattariyah. Isi teks RM, banyak menjelaskan syarat berzikir,
syarat berkhalwat dan syarat sempurnanya seorang salik dalam
bersuluk di tarekat Syattariyah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peninggalan sejarah masa lampau di Indonesia tidak dapat dipisahkan
dengan keanekaragaman budaya yang dimilikinya. Sebagai bangsa besar yang
terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, ataupun agama telah mewariskan
berbagai bukti sejarah yang berisi informasi penting pada kala itu, diantaranya
ialah candi, bangunan kuno, prasasti, atau karya sastra. Salah satu karya sastra
masa lampau di Indonesia adalah naskah yang ditulis dalam berbagai macam
bahasa. Dalam hal ini, Siti Baroroh Baried, et.al. menyimpulkan bahwa nilai-nilai
luhur dan pengalaman-pengalaman jiwa yang diwariskan oleh generasi
sebelumnya yang tertuang ke dalam karya sastra dapat berfungsi sebagai sebuah
pedoman dan filter yang tangguh bagi kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia
(Siti Baroroh Baried, et.al. 1985:82 – 86).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa naskah adalah karya
sastra lama yang memiliki syarat dan imajinasi sebagai pembentuk karya sastra.
Istilah naskah adalah kata serapan dari bahasa Arab, dalam filologi kata ini
merupakan padanan dari kata Inggris manuscript (tulisan tangan) atau kata
Belanda handscrift (tulisan tangan). Dapat dikatakan bahwa naskah adalah tempat
teks-teks ditulis, berbentuk konkret, nyata, dapat dipegang dan diraba (Bani
Sudardi, 2003:10). Robson berpendapat bahwa naskah merupakan warisan rohani
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
bangsa Indonesia, di dalamnya mengandung perbendaharaan dan cita-cita nenek
moyang (Robson, 1978:5).
Naskah Melayu adalah salah satu wujud karya sastra masa lampau yang
ditulis oleh pujangga-pujangga kerajaan di Nusantara dengan aksara Arab Melayu
dan bahasa Melayu yang berisi beragam informasi misalnya masalah sosial,
politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra pada zamannya. “Karena
naskah berasal dari masa lampau dengan konvensi yang jauh berbeda dengan saat
ini, untuk memahami informasi yang ada di dalamnya, naskah perlu digarap
sedemikian rupa” (Bani Sudardi, 2003:1). Filologi berperan penting sebagai studi
ilmu yang berhubungan dengan naskah.
Djamaris berpendapat filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitianya
naskah-naskah lama (Edwar Djamaris, 2002:3). Bani Sudardi memiliki pandangan
tersendiri tentang filologi, filologi menurutnya adalah suatu disiplin ilmu
pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teks-
teks tertulis di dalam naskah klasik (Bani Sudardi, 2003:7). Jadi, Filologi adalah
disiplin ilmu sastra yang berusaha mengkaji naskah-naskah dengan memilki
tujuan dasar ingin menyelidiki kebudayaan suatu bangsa berdasarkan dengan
naskah sebagai objek kajianya.
Studi tentang teks yang terdapat dalam naskah didasari oleh adanya
informasi tentang hasil budaya manusia pada masa lampau yang tersimpan di
dalamnya. Oleh karena itu, pengetahuan dan penelitian filologi secara lengkap
sangat dibutuhkan, mengingat meneliti peninggalan masa lampau yang berupa
tulisan bukan sekedar membacanya akan tetapi juga untuk mengetahui berbagai
informasi penting yang terkandung di dalam isi naskah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Sastra lama dalam filologi juga memiliki jenis sastra seperti halnya dalam
sastra modern. Salah satu jenis naskah Melayu dalam filologi adalah sastra kitab.
Sastra kitab merupakan jenis karangan keagamaan yang khas ilmiah dalam
metode penyampaian isinya, yang disusun untuk murid pondok pesantren dan
anggota tarekat sufi (Braginsky, 1998:275). Yock Fang mengartikan bahwa sastra
kitab mencangkup satu bidang yang luas sekali, termasuk didalamnya ilmu kalam,
ilmu fikih dan ilmu tasawuf. Jenis sastra ini biasanya disadur dan diterjemahkan
dari bahasa arab oleh orang Melayu yang tinggal di Mekah dan Madinah, Hal-hal
yang diuraikan meliputi semua segi dari Islam semisal ALqur’an, tafsir, tajwid,
hadst, arkan al-islam, fikh dan usul-al fikh. Adapun sastra kitab yang merupakan
risalah pendek yang membahas satu perkara saja, misalnya ilmu sufi, tasawuf,
dzikir, rawatib, primbon dan sebagainya. Kumpulan doa dan Azimat juga
dianggap sebagai sastra kitab (Liaw Yock Fang, 1991: 286). Dari pengertian ini,
peneliti memilih sebuah teks yang berjudul Risālah Majmu’ yang selanjutnya
disingkat menjadi RM. Berdasarkan inventarisasi naskah yang telah dilakukan
dengan menggunakan studi katalog, dapat dinyatakan bahwa Risālah Majmu’
termasuk naskah tunggal. Katalog-katalog yang diteliti antara lain: Katalogus
Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat (Amir Sutaarga, et.al. 1972), Katalog
Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3A (Behrend, dan Titik Pudjihastuti, 1977),
Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 (Behrend. T. E. 1998), Katalog
Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 5A (Edi S. Ekadjati, dan Undang A. Darsa,
1999) Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 (Behrend, 1998),
Katalogus Naskah Bima II (Sri Wulan Rujiati Mulyadi, dan H.S. Maryam R.
Salahuddin, 1990), Katalog Naskah Buton Koleksi Abdul Mulku Zahari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
(Achadiati Ikram, Tjiptaningrum F. Hassan, dan Dewaki Kramadibrata, 2001),
Maleische en Minangkabausche Handshriften in de Leidensche Universiteis
Bibliotheek (Ronkel, 1921), Catalogus van de Maleische en sudaneesche
Handschriften der Leidsche Universits-Bibliotheek.(Juynboll, 1899), Malay
Manuscripts a Bibliographical Guide (Howard, 1966), dan Direktori Edisi
Naskah Nusantara (Edi S. Ekadjati, 2000). Dari katalog-katalog tersebut, Risālah
Majmu’ tidak tercantum di dalam salah satu katalog tersebut.
Teks RM adalah salah satu teks dalam naskah aneka karangan dengan
kondisi masih baik dan jelas dibaca. Aneka karangan tersebut berisi
1. Teks Ilmu Tukang: menjelaskan ilmu pertukangan pada masa Nabi
Ibrahim (hal.1-20).
2. Teks Risālah Majmu’ : menjelaskan adab mendekatkan diri kepada Tuhan
dalam ilmu tasawuf menurut tarekat Syattariah (hal. 34-49).
3. Teks Syamsul Ma’rifah ilā Hadhrati `Sy-syarī’ah: menjelaskan tata cara
bertarekat dalam tarekat Qadiriyah Syattariyah (hal. 50-79).
4. Teks Tuhfatu`I- Ahbab: menjelaskan tarekat Syattariyah (hal. 79-95).
5. Bab Sakaratu `I-Maut (hal. 95-98).
6. Teks Kasyful `l-Muntazar. (hal. 99-107).
7. Adab bersahabat dengan Allah: menjelaskan tata cara untuk mendekatkan
diri kepada Allah (hal.107-112).
8. Hal Syair, Syarah Doa Husni `l-Basr, dan catatan-catatan lain yang tidak
terbaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Naskah ini tersimpan di Perpustakaan Banda Aceh yang beralamat di Jalan
Sultan Alaidin Mahmudsyah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh
2324, dengan keterangan nomor inventaris 07_00006. Teks RM yang tertulis di
dalam naskah masih dapat dibaca dengan jelas, sehingga naskah ini masih layak
untuk dikaji. Berdasarkan deskripsi naskah yang dilampirkan, isi singkat dari teks
bagaimana syarat seseorang masuk dalam tarekat Syattariah, dengan melakukan
berbagai tahapan amalan seperti salat, zikir dan puasa dengan di bimbing oleh
seorang kiai (guru).
Teks RM ini tergolong dalam karya sastra kitab karena di dalamnya berisi
tentang ajaran Islam, yaitu ilmu tasawuf dengan aliran tarekat Syattariah sebagai
kandungan teks tersebut. Ada sejumlah alasan yang menarik bagi peneliti dalam
mengkaji naskah RM dibandingkan dengan teks-teks lain yang terdapat dalam
satu naskah aneka karangan. Teks ini mengemukakan masalah berbagai syarat
dalam menjalani kehidupan sufi di tarekat Syattariah, antara lain syarat untuk
masuk ke dalam tarekat, syarat salik berkhalwat, syarat menjalankan khalwat,
syarat baiat dan talkin dan syarat sempurna berkhalwat. Hal yang menarik dalam
teks yang berisi syarat masuk dalam tarekat Syattariah ini adalah apabila
seseorang melanggar pantangan yang dilarangkan maka dia akan kembali ke
derajat awam. Teks ini selain menarik untuk dikaji dan diteliti juga disebabkan
teks ini berisi pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan yang menyangkut
moral manusia. Artinya bahwa teks ini apabila dimengerti dan diambil
manfaatnya dapat membangun kepribadian manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Latar belakang ketertarikan penulis untuk menjadikan naskah RM sebagai
objek penelitian adalah sebagai berikut.
1. Perlu adanya upaya penyelamatan naskah sebagai peninggalan masa
lampau yang kondisi fisiknya tidak mungkin bertahan lama.
2. Bentuk tulisan yang tidak mudah dipahami oleh generasi sekarang karena
menggunakan huruf Arab Melayu atau bahasa Melayu.
3. Sampai saat penelitian ini dilakukan, penulis belum menjumpai penelitian
atau hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain terhadap teks ini.
4. Teks ini merupakan satu kesatuan utuh, diawali dengan bacaan basmalah
dan diakhiri kata tamat atau tamma yang merupakan salah satu ciri struktur
sastra kitab.
5. Tulisan pada naskah masih cukup jelas.
6. Mengungkapkan isi kandungan teks yang membahas ajaran tasawuf di
dalam tarekat Syattariyah.
Melalui latar belakang tersebut, maka diharapkan penelitian ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ajaran tasawuf di dalam tarekat
Syattariyah seperti yang telah disebutkan dalam teks. Dengan demikian, penelitian
ini diberi sebuah judul Risālah Majmu’ : SuntinganTeks, Analisis Struktur dan Isi.
B. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada suntingan teks, analisis struktur dan analisis
fungsi dalam teks RM. Masalah yang dibahas meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
1. Suntingan teks RM yang dalam penelitian ini meliputi deskripsi teks,
Inventarisasi naskah, pedoman transliterasi, ikhtisar isi teks, kritik teks,
dan suntingan teks.
2. Analisis Struktur teks RM, dalam analisis struktur dibatasi pada
struktur sastra kitab yaitu struktur penyajian teks dan gaya pengisahan.
3. Menjelaskan isi ajaran beribadah kepada Allah SWT di tarekat
Syattariyah dalam teks RM.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah
diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana suntingan teks Risālah Majmu’ ?
2. Bagaimana struktur sastra kitab dalam teks Risālah Majmu’ ?
3. Bagaimana isi ajaran tasawuf Syattariyah dalam teks Risālah Majmu’ ?
D. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian pasti mempunyai tujuan yang diharapkan dapat menjangkau
hal yang hendak dicapai dari penelitian itu. Tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menyediakan suntingan teks yang baik dan benar.
2. Mendeskripsikan Struktur teks Risālah Majmu’
3. Menjelaskan isi ajaran tarekat Syattariyah dalam teks Risālah Majmu’.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis
maupun praktis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya hasil penelitian filologi,
sastra dan dunia penelitian pada umumnya.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain, baik di bidang filologi
maupun peneliti ilmu lain, dalam hal ini ilmu agama islam
3. Mengetahui dan mempelajari struktur teks, serta isi dari teks Risālah
Majmu’.
Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut.
a. Memberikan informasi tentang keberadaan teks RM.
b. Membantu melestarikan peninggalan budaya pada masa lalu yang berupa
naskah.
c. Membuka wawasan dan sudut pandang pada dunia sastra khususnya sastra
lama dalam hal ini adalah memperkenalkan keberadaan teks RM sebagai
salah satu hasil karya sastra lama yang sarat dengan nilai ajaran agama
Islam.
d. Menambah pengetahuan bagi para pembaca sastra kitab terhadap teks RM
yang membahas mengenai jalan salik untuk mencapai insan kamil di
Tarekat Syattariyah melalui tobat dan zikir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
Bab pertama pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab kedua landasan teori. Bab ini berisi hakikat filologi, suntingan teks,
sastra kitab dan struktur sastra kitab, isi karya sastra, dan tasawuf.
Bab ketiga metode penelitian. Bab ini berisi sumber data, metode
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan penarikan simpulan.
Bab keempat suntingan naskah teks Risālah Majmu’. Bab ini berisi
tentang inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar teks, kritik teks, pedoman
penyuntingan, dan suntingan teks.
Bab kelima analisis teks Risālah Majmu’. Bab ini berisi analisis struktur
RM dan analisis isi teks RM.
Bab VI penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran yang berkaitan dengan
penelitian, daftar pustaka, dan lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Singkat terhadap Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terhadap teks yang membahas masalah tarekat sudah
banyak dilakukan. Dari beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan, penulis
hanya menyampaikan lima judul penelitan. Kelima penelitian tersebut tentu saja
berkaitan dengan penelitian penulis yang kiranya layak untuk disampaikan dalam
tulisan ini.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Oman Fathurahman (2008) yang
berjudul Tarekat Syattariyah di Minangkabau. Penelitian ini berasal dari disertasinya
di FIB (Fakultas Ilmu Budaya), Universitas Indonesia yang berjudul Tarekat
Syattariyah di Dunia Melayu-Indonesia di Sumatera Barat. Dalam kajiannya,
terdapat 13 judul naskah sebagai acuan disertasinya. Naskah-naskah yang berasal dari
Minangkabau (Sumatera Barat) tersebut memaparkan bidang keagamaan khususnya
mengenai tasawuf dalam hal ini mengenai tarekat Syattariyah. Naskah-naskah
Syattariyah yang menjadi sumber primer dalam penelitian ini berjumlah 10 judul
yang ditulis oleh tiga ulama Syattariyah di Sumatera Barat, yakni Imam Maulana
Abdul manaf Amin (1922-2006), H.K. Deram (w.2000), dan Tuanku Bagindo Abbas
Ulakan. Selain itu, terdapat dua sumber Arab yang berkaitan dengan Syattariyah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
11
yaitu al-Simth al-Majīd karangan Syekh Akhmad al-Qushashi dan ithāf al-Dhakī bi
sharh al-tuhfah al-Mursalah ilā Rūh al-Nabi, karangan Ibrahim al-Kurani.
Ajaran Syattariyah di Sumatera Barat yang dikembangkan oleh Abdurauf,
mewarnai sisi kehidupan masyarakat Minangkabau. Hal tersebut dapat dilihat dari isi
naskah-naskah Melayu yang membahas tarekat Syattariyah. Teks-teks yang terdapat
pada dalam naskah-naskah Syattariyah itu masih melanjutkan apa yang sudah
dirumuskan sebelumnya, baik ulama Haramyn yang diwakili Qushashi maupun oleh
ulama Syattariyah di Aceh yang diwakili Abdurauf. Setiap tarekat memiliki tujuan
yang sama yaitu berusaha mendekatkan diri pada Tuhan, seperti halnya tarekat
Syattariyah. Ajaran yang bersifat makrifat terutama berkaitan dengan tata cara zikir,
adab dan sopan santun zikir, serta formulasi zikir banyak diulas dalam naskah Melayu
tersebut. Ajaran Abdurauf mengenai tarekat Syattariyah, lebih bersifat dinamis yaitu
menyesuaikan dengan kebudayaan masyarakat salah satu contohnya ritual Basapa.
Ritual ini dilakukan penganut tarekat Syattariyah pada bulan Safar di Tanjumg
Medan Ulakan. Akulturasi budaya lokal ini menjadi salah satu syiar tarekat
Syattariyah. Abdurauf juga memulai era baru dalam tarekat Syattariyah antara lain
dengan menghilangkan ajaran wahdatul wujud yang dianggap menyimpang dari
praktek syariat. Selain itu, kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam kajian atas
naskah-naskah Syattariyah di Sumatra Barat adalah adanya ekspresi ajaran tarekat
Syattariyah dengan nuansa lokal. Selain dengan pengajian, ajaran tarekat Syattariyah
disampaikan melalui kesenian “salawat dulang” hal tersebut dapat dikatakan sebagai
daya tarik tersendiri bagi masyarakat awam di Sumatra Barat. Melalui penelitian yang
dilakukan oleh Oman Fathurahman (2008) yang berjudul Tarekat Syattariyah di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
12
Minangkabau, dapat digunakan penulis untuk menambah wawasan mengenai
perkembangan tarekat Syattariyah di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari
perjalanan berdirinya tarekat Syattariyah di Indonesia dipimpin oleh mursyid
Syattariyah yang berasal dari Aceh, yaitu Abdurauf. Melalui kepemimpinan beliau
yang lunak, perkembangan tarekat Syattariyah dapat diterima oleh semua lapisan
maasyarakat khususnya masyarakat Sumatra Barat.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Istadiyantha (2007) yang berjudul
Tarekat Syattariyah: Suntingan Teks dan Analisis Fungsi. Penelitian ini berasal dari
tesisnya di jurusan ilmu-ilmu Humaniora Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada yang berjudul Tarekat Syattariyah: Suntingan Teks dan Analisis Fungsi.
Ringkasan isi penelitian tentang tarekat Syattariyah di atas yaitu sebagai
berikut. Isi ajaran tarekat Syattariyah yang dibatasi pada kandungan naskah
Syattariyah
1. Permohonan Ratu Shafiyyatu d-Din mengajukan kepada syekh Abdurauf
Ratu Shafiyyatu d-Din mengajukan permohonan kepada syekh
Abdurauf agar dibimbing melaksanakan ajaran sufi. Permohonan ini
dikabulkan setelah syekh Abdurrauf melakukan salat istikharah terlebih
dahulu agar ia mendapat petunjuk dari Allah ketika melaksanakan ajaran
tersebut.
2. Kriteria Guru dalam Tarekat Syattariyah
Seorang guru tarekat haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu, salah
satu syaratnya adalah sudah mencapai taraf muntahī (orang sufi yang
mencapai tingkatan terakhir daalam ilmu tasawuf).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
13
3. Zikir dalam tarekat Syattariyah
Tarekat Syattariyah mengajarkan tentang tata cara pelaksanaan zikir.
Zikir ini dilaksanakan secara jahar atau bersuara dan khafi (sir) atau dalam
hati. Zikir dalam Tarekat Syattariyah terbagi menjadi tiga macam yaitu;
(1) zikir Allah, Allah, dan lā illāha illallāh, (2) zikir Huwallāh, (3) zikir
Allah Huwa. Tujuan dari pengamalan zikir tarekat Syattariyah adalah
untuk mencapai martabat insan kamil yaitu tingkat kesempurnaan yang
lazim menurut ukuran manusia. Selain itu, Di dalam teks Syattariyah
disebutkan adab zikir bagi pengikut tarekat ini yang dibagi menjadi tiga
tataran yaitu zikir mubtadī, zikir mutawāsitah dan zikir muntahī. mubtadī,
artinya tingkat permulaan. Mutawāsitah artinya tingkat menengah.
Muntahī artinya tingkat terakhir. Tataran terakhir ini dapat dcapai oleh
seseorang yang mampu mengumpulkan dua makrifat yaitu Makrifat
Tanzaniyyah dan Makrifat Tasybiyyah.
4. Teks Syattariyah dan pengertian Makrifat
Makrifat adalah penyerahan diri kepada Tuhan yang naik setingkat
demi setingkat sehingga akhirnya sampai keapada tingkat keyakinan yang
kuat (Ramli Harun et.al, 1985:26). Teks Syattariyah membahas tentang
tingkatan makrifat yaitu
a. Makrifat Tanzaniyyah, ialah makrifat yang diperoleh dengan cara
memperhatikan/ mempelajari segala sesuatu dari segi batiniah dan
hakikatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
14
b. Makrifat Tasybiyyah, ialah makrifat yang diperoleh dengan cara
mempelajari segala sesuatu dari segi lahiriahnya.
c. Himpunan Makrifat Tanziyyah dan Tasybiyyah.
Gabungan kedua makrifat ini yaitu makrifat yang diperoleh orang-
orang sufi dengan cara mempelajari segala sesuatu dari segi
lahiriah dan batiniahnya. Makrifat ini dianggap sempurna bagi
orang-orang sufi.
Dari hasil penelitian di atas dapat diperoleh keterangan bahwa tarekat
Syattariyah memiliki adab zikir tertentu bagi pengikutnya. Zikir tersebut dibagi
menjadi tiga tataran yaitu zikir mubtadi, zikir mutawasitah, dan zikir muntahi. Selain
zikir, tarekat Syattariyah juga mengajarkan tentang tata cara pelaksanaan zikir.
Tujuan dari pengamalan zikir tarekat Syattariyah adalah untuk mencapai martabat
insan kamil yaitu tingkat kesempurnaan yang lazim menurut ukuran manusia.
Sumbangan utama teks Syattariyah terhadap penelitian penulis adalah penjelasan
mengenai syarat-syarat berzikir dan pejelasan mengenai makrifat. Syarat-syarat
berzikir tersebut apabila dicocokkan dengan teks RM dapat diketahui bahwa syarat-
syarat dalam menjalankan kehidupan sufi dalam teks RM lebih condong kepada
persyaratan permulaan dalam menjalani tarekat Syattariyah, di antaranya syarat
masuk dalam tarekat Syattariyah, syarat berkhalwat, syarat berbaiat dan bertalkin
terhadap guru, dan syarat bersuluk. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa teks RM
maupun Syattariyah merupakan teks yang mengajarkan kehidupan tasawuf di tarekat
Syattariyah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
15
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Herlian Ardivianti, FSSR (Fakultas
Sastra dan Seni Rupa), Universitas Sebelas Maret (2010) dalam skripsi yang berjudul
Tarjumānu Al-Murtafīdimin Al-‘Arabiyyati Li Adab Az-Zikri ‘alā At-Tarīlati Al-
Khalwātiyyatti : Suntingan teks, Analisis Struktur dan ajaran Tarekat Khalwatiyyah.
Penelitian ini membahas tentang ajaran tarekat Khalwatiyyah yaitu usaha manusia
mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan amalan dan latihan kerohanian.
Amalan tarekat Khalwatiyyah terletak pada pelaksanaan salat dan zikir yang tertib
dan teratur. Bagi tarekat Khalwatiyyah zikir merupakan amalan yang sifatnya wajib
‘ain (wajib bagi setiap individu).
Penulis teks Tarjumān menjelaskan adab zikir tarekat Khalwatiyyah yang
berjumlah 20 adab dengan jelas dan runtut. Adab zikir ini dibagi menjadi 3, yaitu 5
adab sebelum zikir, 12 adab saat berzikir, dan 3 adab setelah zikir.
a. 5 adab sebelum zikir, yaitu (1) tobat dari maksiat; (2) suci dari hadas
kecil dan besar; (3) berusaha membimbing hati kepada Allah;(3) minta
tolong dengan hatinya kepada syekh ketika mabuk lepas zikir dan
kaifiatnya; (5) minta tolong kepada syekhnya dalam berzikir.
b. 12 adab saat berzikir diantaranya, ialah (1) duduk di tempat suci; (2)
meletakkan dua tangan diatas kedua paha seperti duduk dalam
sembahyang dan menghadap kiblat; (3) menghilangkan bau badan
memakai wangi-wangian; (4) memilih tempat yang sunyi jika mampu;
(5) zikir berjamaah atau sendiri; (6) ikhlas; (7) memilih zikir lā illāha
illallāh; (8) menghadirkan makna zikir dengan hati sesuai dengan
masyahadahnya; (9) hanya mengingat Allah dalam berzikir dst.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
16
c. 3 adab setelah zikir, yaitu (1) diam khusyu dan menunduk saat
berzikir; (2) menetapkan nafas dari keluarnya kadar tiga nafas/lebih;
(3) menahan diri dari minum air segar samat atau setengahnya.
d. Zikir lā illāha illallāh
Zikir ini dalam tarekat Khalwatiyyah termasuk dalam salah satu
amalan zikir yang disebut Al-Asma’ As-Sab’ah, yaitu tujuh macam
zikir atau tujuh tingkatan jika harus diamalkan oleh setiap murid
tarekat Khalwatiyyah. Manfaat dari zikir lā illāha illallāh adalah agar
mendapat pahala yang sempurna dari Allah SWT.
Penelitian yang dilakukan oleh Herlian Ardivianti tersebut dapat digunakan
penulis untuk mengetahui bahwa zikir lā illāha illallāh merupakan amalan penting
bagi setiap tarekat apapun. Selain itu dapat disimpulkan bahwa setiap ajaran tarekat
(Sufi) adalah berusaha mendekatkan manusia pada sang Pencipta.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Rahma Widyastuti, FSSR (Fakultas
Sastra dan Seni Rupa), Universitaas Sebelas Maret (2005) dalam skripsi yang
berjudul Al-Kitabul Al-Maj’mū: Suntingan Teks dan Analisis Fungsi. Dalam
penelitian ini membicarakan tentang ajaran yang menjadi pokok-pokok ajaran agama
Islam, yaitu tentang akidah, syariat, dan akhlak. Dalam penelitian ini dibahas tentang
1. Mengenal Allah SWT
Bagi seorang muslim dalam usaha mengenal lebih dalam tentang
agamanya maka harus mengenal Tuhannya. Dengan demikian akan
menyempurnakan seseorang dalam menjalankan agamanya. Mengenal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
17
Tuhan dapat ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya dengan
mengenal nama dan sifat Allah.
2. Selain itu, isi teks Al-Kitabul Al-Maj’mū juga membicarakan tentang
rukun iman. Rukun iman tersebut adalah iman kepada Allah, iman
kepada malaikat, iman kepada rasul, iman kepada Al Quran, iman
kepada hari kiamat, dan iman kepada Qadha dan Qadhir.
3. Syariat
Syariat adalah hukum atau undang-undang agama yang sudah pasti
ketentuannya. Di dalamnya termasuk keterangan mengenai halal-
haram, wajib dan sunah, syahadat, salat, puasa, zakat, haji, keimanan,
dan sebagainya. Hasan Shadiliy mengatakan bahwa syariat juga dapat
dikatakan sebagai peraturan yang ditetapkan Tuhan bagi manusia
berupa hukum-hukum yang disampaikan oleh rasul-Nya, yang
berhubungan dengan keyakinan, ibadah, dan muamalah (Hassan
Shadiliy dalam Istadiyantha, 2006:401). Setiap muslim yang ingin
mencapai derajat kesempurnaan iman wajib melakukan syariat Islam
dengan benar. Teks ini juga menyebutkan rukun Islam sebagai syariat
yang harus dilaksanakan setiap muslim yaitu syahadat, salat, puasa,
zakat, dan naik haji bila mampu.
Tanda orang yang memeluk agama Islam dalam teks Al-Kitabul
Al-Maj’mū di antaranya adalah (1) merendahkan diri; (2) suci
perbuatan; (3) tetap hatinya; (4) tetap kelakuanya; (5) malu akan Allah
dan Nabi; (6) baik pekerti; (7) sabar; (8) syukur; (9) sabar; (10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
18
penyayang dll. Persyaratan bagi orang yang ingin memeluk agama
Islam adalah sabar akan hukum Allah, ridha, ikhlas dan menjalankan
segala perintah Allah dan nabi-Nya. Selain hal di atas, teks Al-Kitabul
Al-Maj’mū menjabarkan salat lima waktu.
Penelitian Rahma Widyastuti tersebut dapat digunakan penulis untuk
menambah wawasan mengenai ajaran Islam terutama tentang syariat agama Islam
yang merupakan suatu aturan dalam pencapaian derajat insan kamil. Seperti halnya
pada tarekat Syattariah yang terdapat dalam teks RM, pelaksanaan syariat seperti
syahadat, salat, puasa dll, lebih ditekankan dan memiliki kaidah tersendiri menurut
aturan tarekat tersebut. Inti dari pelaksanaan syariat tersebut adalah mendekatkan diri
kepada Allah SWT untuk mencapi derajat insan kamil.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Nurul Amalia Viliasari, FSSR
(Fakultas Sastra dan Seni Rupa), Universitas Sebelas Maret (2010) dalam skripsi
yang berjudul Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah : Suntingan Teks,
Analisis Struktur dan Isi. Penelitian ini membicarakan tentang ajaran tarekat
Qadiriyyah-Syattariyah. Ajaran tarekat tersebut menjabarkan tentang syarat seseorang
dalam mendekatkan diri kepada Allah, yakni dengan tobat. Membersihkan diri dari
segala dosa baik dosa besar maupun kecil adalah kriteria tobat yang sahih. Tobat
sendiri dibagi menjadi dua yaitu tobat lahir (zhāhir) dan batin. Selain tobat
dibicarakan pula mengenai suci, tajalli, tauhid, dan zikir.
1. Suci, yaitu suci zhāhir, batin, sir (takhalli) dan pakaian-pakaian suci (tahalli).
Suci dalam tarekat Qadiriyyah-Syattariyah terbagi menjadi tiga
sedangkan pakaian-pakaian memiliki pengertian penyucian sifat-sifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
19
tercela dengan pengamalan sifat-sifat yang terpuji yaitu, (1) suci zhāhir,
yaitu bersuci dari hadas besar dan kecil, bersuci dari sekalian najis yang
terdapat pada badan, tempat dan pakaian yang dipakai. Pakaian zhāhir,
yaitu pakaian untuk menutupi suci yang zhāhir yaitu mengerjakan rukun
Islam, mengiktiqadkan rukun iman, mengiktiqadkan rukun syahadat, dan
mengerjakan agama empat (iman, Islam, tauhid, dan makrifat); (2) Suci
batin, yaitu menyucikan hati dari kejelekan, dengki, dendam, bakhil, kibir,
ujub, riya (pamer), dan sumah. Pakaian batin, yaitu dengan tobat kepada
Allah, berusahaa pada semua kebaikan, memerangi hawa nafsu dll; (3)
Suci sirr, yaitu yang menyucikan daya yang dimiliki kalbu untuk melihat
Tuhan agar untuk tidak mengingat sesuatu dari selain Allah. Pakaian sir,
yaitu senantiasa berzikir pada Allah.
2. Sirrullāh (tajalli)
Dalam teks Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah, dijelaskan
tentang tajalli (memperoleh kenyataan tuhan), setelah melewati takhalli dan
tahalli maka dengan memutuskan segala hubungan yang dapat merugikan
kesucian dirinya menjadi syarat untuk menerima pancaran Nur cahaya Allah
(Sirrullāh).
3. Tauhid
Tingkatan tauhid menurut tarekat Qadiriyyah-Syattariyah terbagi
menjadi tiga macam yakni, (1) tauhid awam (2) tauhid muqarrabin, dan (3)
tauhid yaqīn. Selain itu, dibicarakan pula mengenai martabat tujuh untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
20
4. Zikir
Zikir dalam setiap tarekat memiliki peranan penting dalam usaha
mendekatkan diri pada Allah. Macam zikir dalam tarekat Qadiriyyah-
Syattariyah adalah zikir hasanah (zikir menghasilkan pahala tanpa mengikuti
adab dan tertib), zikir derajat (zikir yang berkehendak adab dan tertib) dan
zikir sirr (Zikir dengan menghadirkan hati yang sungguh-sungguh untuk
mengingat Allah).
Secara garis besar teks Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah,
menjabarkan ajaran yang merupakan gabungan dua tarekat yaitu tarekat Qadiryyah
dan tarekat Syattariyah. Karateristik dari tarekat Qadiriyyah yang ditemukan dalam
teks Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah adalah adanya silsilah tarekat
Qadiriyyah dimulai dari Faqih Jalaluddin sampai pada Syekh Abdul Qadir Jaelani,
sedangkan karateristik tarekat Syattariyah yang ditemukan dalam teks tersebut adalah
konsep hubungan antara Tuhan dan alam.
Menurut ajaran tarekat Syattariyah, alam diciptakan oleh Allah dari nur
Muhammad. Sebelum segala sesuatu diciptakan oleh Allah, alam berada di dalam
ilmu Allah yang dinamai A’yān tsābitah. Ia merupakan bayang-bayang dari zat Allah.
Sesudah A’yān tsābitah menjelma pada A’yān khārijiyyah (kenyataan yang diluar),
maka A’yān khārijiyyah itu merupakan bayang-bayang bagi yang memiliki bayang-
bayang, dan ia tiada lain daripada Allah sendiri. Karateristik lain yang berasal dari
tarekat Syattariyah adalah pelaksanaan zikir yang menjadi tiga tingkatan (mubtadiī,
mutawassith, dan muntahī).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
21
Penelitian Nurul Amalia Viliasari tersebut dapat digunakan penulis untuk
menambah wawasan mengenai adanya penggabungan dua ajaran tarekat yakni
Qadiriyah-Syattariyah. Hal ini dapat dimungkinkan bahwa penggabungan ajaran dua
tarekat yang berbeda bisa saja dilakukan dengan syarat-syarat tertentu yang intinya
bahwa ajaran kedua tarekat tersebut sama-sama berusaha mendekatkan manusia pada
Tuhan Yang Maha Esa.
Beberapa penelitian terdahulu di atas, sama-sama membahas tarekat, yaitu
tarekat Syattariyah, Khalwatiyyah, dan Qadiriyyah-Syattariyah. Hal ini menandakan
bahwa di Indonesia, terdapat aliran-aliran tarekat. Salah satunya adalah tarekat
Syattariyah. Penelitian terhadap teks RM yang membahas ajaran (adab dan tata-cara
ibadah) di tarekat Syattariyah. Teks Syattariyah yang diteliti oleh Istadiyantha (2007)
berbeda dengan teks RM, teks RM lebih menekankan pada berbagai syarat dalam
menjalankan ibadah di tarekat Syattariyah di antaranya adalah syarat masuk ke dalam
tarekat, syarat salik berkhalwat, syarat menjalankan khalwat, syarat baiat dan talkin
dan syarat sempurna berkhalwat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kandungan isi pada teks RM berbeda dengan kandungan teks di atas.
B. Penyuntingan Teks
Filologi merupakan disiplin ilmu yang diperlukan dalam upaya pelestarian
terhadap peninggalan tulisan masa lampau. Selama ini, filologi dikenal sebagai ilmu
yang berhubungan dengan karya masa lampau yang berupa tulisan. Penelitian filologi
mempelajari kehidupan di masa lampau melalui peninggalan-peninggalan masa
lampau yang masih ada. Siti Baroroh baried, et.al. berpendapat bahwa “sebagai satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
22
disiplin, Filologi tergolong dalam ilmu-ilmu kemanusiaan yang bertujuan untuk
mengungkapkan hasil budaya masa lampau yang tersimpan dalam peninggalan yang
berupa karya tulisan” (Siti Baroroh Baried, et.al. 1994:4). Berdasarkan pendapat di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa objek penelitian filologi adalah tulisan tangan
(naskah) yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil
budaya bangsa masa lampau.
Naskah sebagai karya sastra masa lampau dalam menelitinya diperlukan
disiplin ilmu filologi. Siti Baroroh Baried, et.al., menjelaskan bahwa “kajian filologi
terhadap naskah nusantara berusaha dan bertujuan untuk menyunting dan membahas
atau menganalisis atau kedua-duanya. Kajian awal tentang naskah itu terutama untuk
tujuan penyuntingan” (Siti Baroroh, et.al. 1994:50). Menyunting teks dalam filologi
merupakan suatu penyalinan teks yang pada akhirnya bertujuan untuk merekrontuksi
teks. Hal ini bertujuan untuk membersihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di
dalam teks. Salah satu bentuk kegiatan praktis filologi adalah membuat suntingan
(edisi) suatu teks dan mengadakan perbaikan-perbaikan bagian teks yang korup
(rusak). Namun, agar karya sastra klasik “terbaca/dimengerti”, pada dasarnya ada dua
hal yang harus dilakukan: menyajikan dan menafsirkannya (Robson, 1994:12).
Tujuan dari penyuntingan teks menurut Siti Baroroh adalah untuk menghasilkan teks
yang mendekati aslinya, membersihkan kesalahan, memberikan keterangan tentang
teks dan sifat isinya secara jelas. Hal tersebut dilakukan melalui kegiatan kritik teks
(1994:50).
Kritik teks dalam penelitian filologi, dilakukan setelah transliterasi. Kegiatan
kritik teks dilakukan untuk membantu tersedianya sebuah suntingan teks yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
23
Dengan kritik teks peneliti bekerja memurnikan teks. Kritik teks memiliki makna
yaitu memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada
tempatnya yang tepat. Kegiatan kritik teks bertujuan untuk menghasilkan teks yang
sedekat-dekatnya dengan teks aslinya (Siti Baroroh Baried, et. al.1994:61). Kritik
teks dalam penelitian filologi dilakukan dengan cara menentukan teks-teks sesuai
dengan urutan umur teks sehingga tersusun perkembangan teks dari masa ke masa
(Bani Sudardi, 2003:82). Kegiatan ini biasanya meliputi identifikasi kesalahan salin
tulis dan alternatif perbaikannya (Sholeh Dasuk, 1992:177). Dari uraian tersebut
dapat diartikan bahwa kritik teks merupakan suatu upaya perbaikan teks-teks dalam
naskah dengan membersihkannya dari kesalahan-kesalahan serta membetulkannya.
Pembetulan disesuaikan dengan kondisi zaman dan pengetahuan yang dimiliki
peneliti. Catatan-catatan tersebut dicantumkan dalam aparat kritik sebagai wujud
pertanggungjawaban ilmiah (Bani Sudardi, 2003:57).
Dalam penelitian filologi, Edwar Djamaris menyebutkan terdapat beberapa
langkah yang harus ditempuh dalam menyunting naskah yaitu Inventarisasi naskah,
deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan
ditransliterasikan (pada naskah jamak, namun pada naskah tunggal tidak dilakukan
perbandingan naskah, dan dasar-dasar penentuan naskah yang akan
ditransliterasikan), singkatan naskah, dan transliterasi naskah (Edwar Djamaris,
2002:9).
Inventarisasi naskah merupakan langkah pertama dalam penelitian filologi.
Langkah pertama dalam inventarisasi naskah adalah mencatat naskah yang berjudul
sama atau yang berisi sama, yang termuat dalam katalogus di berbagai perpustakaan ,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
24
terutama di pusat-pusat studi Indonesia di dunia. Di samping itu perlu dicari naskah-
naskah yang mungkin masih tersimpan dalam koleksi perseorangan (Siswo Sugiharto,
1994:73).
Langkah berikutnya adalah deskripsi naskah. Deskripsi naskah dilakukan
untuk menggambarkan keadaan naskah secara rinci. Deskripsi naskah merupakan
lingkup kerja kodikologi. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu
nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon dan
garis besar isi cerita. (Edwar Djamaris, 2002:11). Hal ini dilakukan untuk
mempermudah tahap penelitian selanjutnya.
Sepuluh prinsip Lichachev, berguna sekali dalam penelitian filologi. Dalam
bukunya yang berjudul “Pengantar Filologi”, Siti Baroroh et.al. (1985:57),
disebutkan bahwa sepuluh prinsip Lichachev itu adalah:
1. Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks
suatu karya. Salah satu di antara penerapannya yang praktis adalah
edisi ilmiah teks yang bersangkutan.
2. Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya.
3. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya.
4. Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya.
5. Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah
teks (perubahan, ideologis, artistik, psikologis, dan lain-lain) harus
didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya kekeliruan tidak
sadar oleh penyalin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
25
6. Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada
penelitian teks)
7. Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah) harus
diikutsertakan dalam penelitian.
8. Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks
dan monumen sastra lain.
9. Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar
penulisan/penyalinan: biara, madrasah) tertentu harus diteliti secara
menyeluruh.
10. Rekontruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan
dalam naskah-naskah.
Teks Risālah Majmu’ (RM) yang dijadikan sumber data untuk penulis
merupakan naskah yang tersimpan di Museum Negeri Banda Aceh yang beralamat di
Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh
2324. Pada saat melakukan studi katalog penulis menemukan adanya judul teks yang
mirip dengan dengan teks RM, yaitu Al-Kitabul Al-Maj’mu dalam Katalog Koleksi
Naskah Melayu (Amir Sutaarga). Deskripsi yang tercantum di dalam naskah Al-
Kitabul Al-Maj’mu dengan nomor naskah ML.225 disebutkan bahwa teks tersebut
berisi tentang ajaran agama Islam yang difokuskan pada akidah dan syariat. Selain
itu, isi dari teks Al-Kitabul Al-Maj’mū lebih menekankan pada keimanan. Apabila
dilihat dari jumlah halamannya naskah ini terdiri dua puluh delapan halaman dengan
tidak ada nama pengarangnya. Dibandingkan dengan naskah Al-Kitabul Al-Maj’mu,
naskah Risālah Majmu’, memiliki jumlah halaman yang lebih sedikit yaitu enam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
26
belas halaman dan lebih mengedepankan permasalahan tentang tata cara masuk
dalam tarekat Syattariyah. Dengan demikian, teks RM dapat diperlakukan sebagai
naskah tunggal. Oleh karena itu, dalam penyuntingan teks RM, metode yang
digunakan adalah metode standar. Metode standar yaitu berusaha menerbitkan teks
dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan. Di samping itu,
ejaannya disesuaikan dengan ejaan yang berlaku dalam Bahasa Indonesia, yaitu Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD). Tulisan-tulisan yang rusak, salah atau kosong
sepanjang masih dapat direkrontuksi akan diperbaiki.
Transliterasi naskah merupakan langkah terakhir dalam penelitian filologi.
Bani Sudardi berpendapat bahwa “transliterasi adalah proses pengalihan dari huruf ke
huruf, dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Hal tersebut bertujuan memepermudah
pembaca yang tidak memahami abjad asli teks tersebut” (Bani Sudardi, 2003:66).
Ada dua tugas pokok yang harus dilakukan oleh seorang filolog dalam melakukan
transliterasi. Pertama, menjaga kemurnian bahasa lama dalam naskah khususnya
penulisan kata dan yang kedua, menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang
berlaku sekarang, khususnya teks yang tidak menunjukkan ciri bahasa lama yang
dikemukakan dalam tugas pokok pertama (Edwar Djamaris, 2002:19–20).
C. Analisis Struktur
1. Sastra Kitab
Sastra kitab merupakan karya-karya keagamaan yang berbentuk kitab yang
dimasukkan ke dalam kesusastraan Melayu. Sastra kitab berbeda dengan karya-karya
sastra pada umumnya yang mengandung unsure imajinasi atau rekaan. Kandungan isi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
27
sastra kitab bersifat ilmiah, logis dan tidak mengandung imajinasi atau rekaan yang
bersifat fiktif melainkan ajaran agama yang jelas sumbernya, seperti Alquran dan
hadis Nabi serta diyakini sebagai sebuah kebenaran oleh pemeluknya.
Kajian terhadap sastra yang dipengaruhi ajaran Islam, R. Roollvink berpendapat
bahwa, untuk sementara waktu, kaidah yang paling baik untuk mengkaji sastra yang
dihasilkan di bawah pengaruh islam itu adalah membaginya ke dalam beberapa jenis
atau kategori. Lima jenis sastra zaman Islam antara lain: cerita Alquran, cerita Nabi
Muhammad, cerita sahabat Nabi Muhammad, cerita pahlawan Islam dan sastra kitab
(dalam Liaw Yock Fang, 1991:204).
Siti Chamamah Soeratno berpendapat bahwa “sastra kitab” adalah sastra yang
mengemukakan ajaran Islam yang bersumber pada ilmu fikih, tasawuf, ilmu kalam,
dan tarikh serta riwayat tokoh-tokoh historis (Siti Chamamah Soeratno, 1982:149).
Dalam bukunya “Memahami Karya-karya Nurudin Ar Raniri”, Siti Chamamah
Soeratno berpendapat bahwa sastra kitab atau kesusastraan kitab di Indonesia
merupakan corak yang khusus, yang tersebar luas bersama penyebaran Islam, tidak
hanya di Melayu dan dalam sastra Melayu saja melainkan di daerah-daerah Indonesia
lain juga, misalnya Jawa dengan sastra Jawa yang oleh pegaud disebut atau
digolongkan pada sastra keagamaan Jawa, antara lain meliputi teks-teks yang
berhubungan dengan Islam, mistik, kumpulan doa-doa dan mantera-mantera yang
berhubungan dengan Islam, risalah-risalah Jawa tentang teologi Islam, dan buku.-
buku didaktis serta pendidikan Jawa yang berhubungan dengan etika Islam (Siti
Chamamah Soeratno, 1982:150-151).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
28
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra kitab adalah
suatu jenis karya sastra yang mengemukakan ajaran Islam, mengemukakan ajaran
yang bersumber dari ilmu tasawuf, ilmu fikih, ilmu kalam dan kitab-kitab lain dalam
agama Islam. Teks RM dapat dimasukkan ke dalam sastra kitab karena kandungan isi
teks tersebut memuat ajaran Islam khususnya ilmu tasawuf.
2. Struktur Sastra Kitab
Suatu karya sastra merupakan suatu kesatuan yang utuh. Ada beberapa unsur
pembangun yang terstruktur hingga menjadi suatu karya sastra yang dapat dinikmati.
Sastra kitab memiliki struktur berbeda dengan karya sastra pada umumnya. Sulastin
Sutrisno (Sulastin Sutrisno, 1981:36) dalam menyikapi struktur sebuah karya sastra
menyatakan bahwa setiap karya sastra merupakan satu kesatuan yang didukung oleh
bagian-bagianya guna membawakan suatu kesan.
Sastra kitab sebagai salah satu ragam sastra Islam mempunyai struktur yang
berbeda dengan karya sastra Islam lainnya. Selanjutnya Chamamah (1982:152) juga
berpendapat bahwa struktur narasi sastra kitab adalah struktu penyajian teks, sama
halnya dengan struktur penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot atau alur.
Struktur sastra kitab terbagi dalam empat hal yaitu:
(1). Struktur Penceritaan
Struktur penceritaan sastra kitab pada umumnya dibagi dalam
tiga hal yaitu bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Adapun
rinciannya sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
29
a). Pendahuluan
Pendahuluan dalam sastra kitab siasanya dimulai dengan
bacaan Bismillah, dilanjutkan dengan pujian dan salawat kepada Nabi
Muhammad saw serta doa kepada para sahabat dan keluarga Nabi
Muhammad saw, motivasi penulis dan judul
b). Isi
Isi biasanya berupa uraian panjang atau penjelasan mengenai
masalah yang menjadi topik dalam naskah tersebut.
c). Penutup
Bagian penutup atau bagian akhir ini biasanya berupa doa
kepada Allah SWT, salawat Nabi dan doa kepada keluarga dan para
sahabat Nabi Muhammad hanya saja pada bagian ini ditutup dengan
kata tamat atau kata penutup sejenis seperti Wa` l-lhu alam (Siti
Chamamah Soeratno, 1982:153)
(2). Gaya Pengisahan
Gaya pengisahan dalam sastra kitab dimulai dengan pembukaan. Siti
Chamamah Soeratno (1982:160) mengungkapkan bahwa gaya pengisahan di sini
adalah cara pandang yang khusus dalam penyampaianya ceritanya, pikiran, serta
pendapat-pendapatnya. Setiap karya sastra mempunyai gaya sendiri yang
membedakanya dengan gaya tulisan orang lain dengan mengetahui gaya
pengisahannya, maka orang akan mudah mengetahui uraian karya sastranya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
30
(3). Pusat Pengisahan
Sebuah cerita, ajaran disampaikan oleh pencerita atau pembawa ajaran. Orang
yang menyampaikan cerita atau ajaran tersebut menjadi pusat atau titik pandang
cerita yang menyampaikan cerita atau ajaran kepada orang lain. Atau istilah
lainnya Point of viuw (Siti Chamamah Soeratno, 1982:172). Rene Wellek
(1976:222, dalam Siti Chamamah Soeratno, et.al. 1982:172), menjabarkan
bahwa pendapat dapat dituturkan oleh diri si tokoh sendiri sebagai penyampai
pikiran atau pendapatnya sendiri, dapat pula disampaikan oleh orang lain.
Pengarang dapat secara langsung menjadi pusat penyajian atau disebut sebagai
sudut pandang orang pertama. Sudut pandang orang pertama biasanya
menggunakan kata ganti: aku, saya, kami, kita dan semcamnya. Pusat
pengisahan yang demikian itu disebut pusat pengisahan metode orang pertama.
Pusat pengisahan dapat juga disampaikan orang lain, melalui tokoh yang
disebut kata ganti orang ketiga, yakni: ia, dia, mereka ataupun yang semacam itu.
Metode pusat pengisahan semacam itu disebut dengan metode orang ketiga
(omniscient author), pengarang mahatahu, sebab si penyampai (pengarang) tahu
segala-galanya tentang tokoh yang diberikan (Siti Chamamah Soeratno, et.al.
1982: 172). Metode orang ketiga ini dibagi dua cara, yakni cara romantik-ironik
dan cara objektif (Rene Weleek dalam Siti Chamamah Soeratno et.al.
1982:173). Dalam cara Romantik-Ironik ini pengarang sengaja memperbesar
peranannya, sebab apa yang disampaikan berupa “kehidupan” dan bukan “seni”.
Dalam metode objektif, pengarang membiarkan para tokohnya berbicara dengan
berbuat sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
31
(4) Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam karya sastra merupakan ciri khas tersendiri yang
membedakan antara pengarang satu dengan yang lainya. Gaya bahasa dalam
sastra kitab memiliki gaya bahasa yang khusus. Siti Chamamah Soeratno
berpendapat bahwa “sastra kitab sebagai ragam sastra Islam mempunyai gaya
bahasa yang khusus” (Siti Chamamah Soeratno,1982:211). Meninjau gaya
bahasa seorang pengarang berati meneliti segala permainan bahasanya yang
khusus, sejak dari pemilihan kata sampai pada penyusunan kalimat yang menarik
pembaca.
3. Tasawuf
Ilmu tasawuf merupakan suatu ilmu yang menekankan aspek kerohanian
dalam Islam. Ilmu ini mementingkan perasaan cinta kepada Tuhan dengan
beribadah dan berzikir kepada-Nya. Ilmu ini muncul sebagai reaksi terhadap
perkembangan intelektual pada masa keemasan Islam yang memalingkan hal-hal
yang sifatnya empirical dan material (Sangidu, 2003: 106).
Tasawuf mempunyai ciri-ciri terminologi tertentu yang dapat dibedakan
dengan gerakan kerohanian Islam lainnya. Ciri yang menonjol adalah adanya
syekh (guru) yang dianggap sebagai wasilah (perantara) menuju Allah, adanya
silsilah ilmu yang mendudukan guru pada tingkat tertinggi, adanya pembagian
ilmu menjadi ilmu syariat, tarekat, hakikat dan makrifat, serta adanya latihan-
latihan kerohanian tertentu (Bani Sudardi, 2003:13). Jadi, dalam tasawuf syekh
atau guru sangat berpengaruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
32
Menurut Hamka jalan tasawuf adalah merenung ke dalam diri sendiri yakni
dengan membersihkan diri dan melatihnya dengan berbagai macam latihan
(riadlatun nafs), sehingga kian lama kian terbukalah selubung diri itu dan
timbullah cahayanya yang gemilang, yang dapat menembus segala hijab yang
menyelubunginya selama ini (Hamka, 1973:73). Pendapat Istadiyantha tentang
tasawuf yaitu, bahwa tasawuf diartikan suatu upaya pendekatan diri kepada Allah
secara bersungguh-sungguh berdasarkan Alquran dan hadis Nabi (Istadiyantha,
2007:50).
Asmaran berpendapat lain terhadap tasawuf. Tasawuf adalah falsafah hidup
yang di maksudkan untuk meningkatkan jiwa seorang manusia secara moral lewat
latihan-latihan praktis tertentu, kadang-kadang untuk menyatakan kondisi fana‟
dalam realitas tertinggi serta mengenal-Nya secara intuitif, tidak secara rasional,
yang membuahkan kebahagiaan rohaniah yang hakikatnya sukar diungkapkan
dengan kata-kata, sebab karakternya bercorak intuitif dan subjektif (Asmaran,
2002:43).
Adapun definisi tasawuf menurut Ahmad Amin di dalam Ensikopedi Islam,
bahwa tasawuf ialah bertekun dalam beribadah, berhubungan langsung dengan
Allah, menjauhkan diri dari kemewahan duniawi, berlaku zuhud terhadap yang
diburu oleh orang banyak (hal-hal yang bersifat duniawi), khalwat (pengasingan
diri) untuk beribadah (Sirojuddin, et.al. 2003: 75).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa arti tasawuf
adalah suatu jalan untuk mendekat kepada Tuhan dengan cara membersihkan hati
dan anggota-anggota lahir daripada dosa-dosa dan kesalahan dengan berlandaskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
33
Alquran dan Hadis Nabi. Membersihkan hati dapat dicontohkan dengan hati
terbebas dari sifat syirik, riya‟, ujub, pendendam dan lain-lain. Bersih dari
anggota-anggota lahir hal ini dimaksudkan adalah menjaga segala panca indra
dari perbuatan maksiat dan dosa. Tujuan akhir dari penyucian diri adalah
tercapainya kebahagian dan keselamatan yang abadi. Seorang sufi seringkali
menghindari keramaian, bahkan terkadang hidup menyendiri merenungi makna
hidup dengan melakukan amalan agama sebagai sarana pencucian diri sebagai
wujud pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Secara garis besar aliran tasawuf dibagi menjadi dua macam yaitu:
1.Wahdatu’I-wujūd
Peletak dasar ajaran Wahdatu’I-wujūd adalah Al-Hallaj, Ajaran
ini berkembang dikalangan para sufi serta pengaruhnya sampai ke
Indonesia. Ajaran Al-Hallaj dapat dibagi menjadi tiga golongan. Pertama,
ajaran tentang hulul (Tuhan menjelma menjadi dalam diri manusia).
Kedua, Hakikat Muhammadiyyah (Nur Muhammad) sebagai asal mula
segala sesuatu. Ketiga kesatuan semua agama (Bani Sudardi, 2003:18).
Wahdatu’I-wujūd menurut Asmaran adalah suatu paham yang
mengakui hanya ada satu wujud dalam kesemestaan ini, yaitu satu wujud
Tuhan. Tuhan adalah alam dan alam adalah Tuhan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa alam ini merupakan emanasi Tuhan (Asmaran, 2002:
174). Simuh berpandangan lain terhadap aliran wahdatu’I-wujūd, aliran
ini berpaham bahwa wujud yang hakiki itu hanyalah satu, walaupun ada
banyak macam penampakan keluarnya. Artinya, bahwa mahkluk adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
34
aspek lahiriah, sedang aspek batin dari segala sesuatu ini adalah Allah
(Simuh, 2002:177).
Sangidu dalam bukunya yang berjudul “Wachdatul Wujud”
menjabarkan pengertian wahdatu’I-wujūd yaitu:
a. sang hamba menegetahui bahwa Allah Taala adalah hakikat
seluruh mahkluk. Akan tetapi, ia tidak menyaksikan Allah Taala
dalam ciptaan-Nya.
b. sang hamba dapat menyaksikan Allah Taala melalui mahkluknya
melalui kesaksian hati.
c. sang hamba menyaksikan Allah Taala pada mahkluk-Nya dan
menyaksikan mahkluk pada Allah Taala (Sangidu, 2003:46).
2. Wahdatu ‘sy-syuhūd
Para sufi juga mengembangkan pemahaman dzattullah. Selain
paham tasawuf Wahdatu’I-wujūd, berkembang juga paham Wahdatu ‘sy-
syuhūd. Paham Wahdatu ‘sy-syuhūd dapat diartikan bahwa diri manusia
mampu menjadi satu zat dengan Allah (Bani Sudardi, 2003:4)
4. Tarekat
Pada abad keenam sampai ketujuh di kalangan dunia sufi timbul kelompok-
kelompok yang disebut tarekat. Tarekat dapat dikatakan sebagai tempat khusus
bagi para penempuh jalan sufi (ahlussuluk) untuk mendapatkan maqam-maqam
yang makin meningkat kemuliaannya di bawah bimbingan guru (syekh) yang
dianggap musyid. Dalam tarekat ini ditemukan wirid-wirid yang kadang-kadang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
35
demikian panjang yang digali dari Alquran dan Sunah Rasul, dan sebagaian dari
karangan dari guru-guru mereka (Bani Sudardi, 2003:22).
Tarekat berati „jalan‟, yaitu bertunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah
sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh nabi dan dikerjakan
oleh sahabat dan tabi‟in, turun temurun sampai dengan guru-guru, sambung-
menyambung (Aboebakar Atjeh, 1992: 67).
Tarekat menurut istilah tasawuf adalah perjalanan seorang salik menuju
Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh
seorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan
(Noegarsyah, 2004: 472).
Dari pendapat-pendapat di atas dapat diperoleh simpulan bahwa tarekat
adalah suatu cara khusus yang dipakai oleh seseorang untuk mendekatkan diri
pada Allah Taala melalui tahapan-tahapan ibadah sesuai contoh Nabi Muhammad
dengan bimbingan seorang guru atau mursyid (wali). Dikalangan tarekat ini
kemudian dipercaya adanya wali-wali yang mempunyai silsilah jiwa kebatinan
sampai pada Nabi Muhammad.
Goldziher menerangkan bahwa seorang pemeluk tarekat harus melalui empat
tahapan dalam belajar tasawuf (Ignaz Goldziher, 1991:146). Empat tahapan
tersebut adalah :
a) Syariat
Syariat secara harfiah berati jalan menuju air, etika eksternal
dan normal moral islam yang di dasarkan atas Alquran dan sunah.
(Noegarsyah, 2004:438).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
36
Makna syariat ialah peraturan-peraturan atau garis-garis yang telah
ditentukan, termaasuk di dalamnya hukum-hukum halal dan haram,
yang disuruh dan yang dilarang, yang sunah, yang makruh dan yang
mubah (M. Zain Abdullah, 1991:26).
Syariat adalah hukum atau undang-undang agama yang sudah pasti
ketentuannya. Di dalamnya termasuk keterangan mengenai halal-
haram, wajib dan sunah, syahadat, salat, puasa, zakat, haji, keimanan,
dan sebagainya. Hasan Shadiliy mengatakan bahwa syariat juga dapat
dikatakan sebagai peraturan yang ditetapkan Tuhan bagi manusia
berupa hukum-hukum yang disampaikan oleh rasul-Nya, yang
berhubungan dengan keyakinan, ibadah, dan muamalah (Hasan
Shadiliy dalam Istadiyantha, 2006:401).
b) Tarekat
Tarekat berati jalan. Tarekat menurut istilah tasawuf adalah
perjalanan seorang salik menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri
atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seorang untuk mendekatkan
diri sedekat mungkin kepada Tuhan (Nogarsyah, 2004:472).
Asmaran memiliki pandangan tersendiri mengenai arti tarekat.
Beliau menjelaskan bahwa tarekat adalah berupa teori yang
diigunakan untuk memperdalam syariat sampai kepada hakikatnya
dengan melalui tingkat-tingkat pendidikan tertentu, maqamat dan
ahwal (Asmaran, 2002:100).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
37
c) Hakikat
Hakikat berasal dari istilah arab haqiqatun yang berati
„kebenaran‟; al-haq : berati Tuhan, maka hakikat menurut istilah sufi
diartikan sebagai suatu kebenaran yang berhubungan dengan masalah
ke-Tuhanan. Ibnu Arabi (dalam Aboebakar Atjeh, 1984:67)
berpendapat bahwa hakikat yang menjadi maujud itu satu, yang berada
dalam jauhar (Arab: nyata) dan zat-Nya, jika ditinjau dari sudut dan
sifatnya terjadilah berbagai kemungkinan, yaitu mahkluk dan alam.
Noegarsyah berpendapat bahwa hakikat adalah segala sesuatu
dibalik kenyataan, makna dasar yang terkandung di dalamnya
(Noegarsyah, 2004:177).
Bani Sudardi menerangkan bahwa hakikat adalah satu realitas
hakiki yang menjadi sumber dasi segala realitas. Realitas yang hakiki
inilah yang menjadi tujuan seorang sufi (Bani Sudardi, 2003:7).
Seorang salik dalam mencapai tingkatan hakikat haruslah melewati
beberapa fase yang tidak mudah dan sedikit. Karena suatu
keberhasailan dan kesuksesan tidak dapat diraih tanpa kerja keras.
d) Makrifat
Simuh memandang bahwa makrifat dalam konsep tasawuf
diartikan sebagai penghayatan atau pengalaman kejiwaan (Simuh,
2002:115). Dalam menghayati kemahabesaran Tuhan tidak hanya
dengan pikiran saja, melainkan dengan mata batin (kalbu). Hati
merupakan organ yang sangat penting, karena hanya dengan mata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
38
hatilah bisa mengahayati segala rahasia yang ada dalam alam ghaib
dan puncaknya adalah penghayatan makrifat (kesungguhan dalam
beribadah) pada zatullah. Kesungguhan dalam peribadatan, dalam
istilah barat disebut gnosis. Reynold berpendapat tentang gnosis
sebagai berikut:
“Makrifat dalam pengertian sufisme adalah “gnosis” dari
teori Hellenistik, yaitu pengetahuan langsung tentang
Tuhan berdasarkan atas wahyu atau petunjuk Tuhan. Ia
bukanlah hasil atau buah dari proses mental, tetapi
sepenuhnya amat tergantung pada kehendak dan karunia
Tuhan, yang akan memberikannya sebagai karunia dari-
Nya” (Reynold A. Nicholson, 1993: 68).
5. Aliran Tarekat Syattariah
Gerakan Sufi sebenarnya bermanfaat bagi dunia muslim dalam berbagai segi.
Pada masa-masa kemunduran politik dan ekonomi (1500-1900), beberapa tarekat
sufi mengambil alih tugas dakwah Islam kepada seluruh manusia. Sementara
ulama tradisonal umumnya jauh dari umat, lebih suka meneliti dan berdebat di
ruang tertutup, adalah kaum sufi yang berkelana sebagai pendakwah,
mendistribusikan derma, dan memberi bimbingan spiritual di tempat terpencil
(Yahya, 2007:387). Salah satu tarekat yang telah berhasil membangun moral umat
manusia adalah tarekat Syattariyah.
Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India
pada abad ke 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan
berjasa mengembangkannya yaitu Abdullah asy-Syattar. Awalnya tarekat ini lebih
dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
39
sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama
ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh
utamanya. Tarekat Syattariyah berkembang dan memiliki banyak pengikut
namun, dalam perjalanan dakwahnya tarekat ini tidak menganggap dirinya
sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun (Nogarsyah, 2004:441-443).
Tarekat Syattariyah dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh syekh Abdur
Rauf Singkel (1615-1693), seorang ulama yang berasal dari singkel Aceh. Dia
turut mewarnai sejarah mistik Islam di Indonesia pada abad ke-17. Pada waktu
melaksanakan ibadaah haji ia memperdalam ilmu tasawuf kepada banyak guru
diantaranya adalah Ahmad Qusasi dan dan Ibrahim al-Qur‟ani (Sirojuddin et.al,
2003:1).
Sebagaimana halnya dengan tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah
menonjolkan aspek zikir di dalam ajaranya. Para pengikut tarekat ini mencapai
tujuan-tujuan mistik melalui kehidupan yang sederhana (zuhud).
Syattariyah barangkali merupakan aliran sufi yang paling bercorak India,
karena dalam praktik ajaran ia menampakkan hampir seluruh karakteristik budaya
India dan gagasan agama hindu, khususnya menyangkut ajaran normatif yoga
(John. L. Esposito, 2002: 301).
Snouck Hurgronje mengatakan bahwa selain bernama Syattariyah, tarekat
tersebut diberi nama pula tarekat kosasi (Qusyayi), nama ini dihubungkan dengan
nama tokoh tarekat tersebut yaitu syekh Ahmad Qusyayi dari Madinah. Salah
seorang murid Ahmad Qusyayi yang terkenal di Nusantara adalah Abdurrauf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
40
Assingkeli. Setelah syekh Abdurrauf memperoleh ijazah dari gurunya, lalu
dikukuhkan sebagai guru tarekat Syattariyah (Istadiyantha, 2007:56).
a. Ajaran Tarekat Syattariyah
Sebagaimana halnya dengan tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah
menonjolkan aspek zikir didalam ajarannya. Para pengikut tarekat ini
mencapai tujuan-tujuan mistik melalui kehidupam asketisme atau zuhud.
Perkembangan mistik dalam tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan
suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan kepasrahan hidup
kepada Allah SWT di dalam hati, tetapi tidak harus mencapai atau melalui
tahap fana (Sirojuddin et.al, 2003:2).
Sebuah tarekat tentu saja memiliki pelatihan ibadah untuk mencapai
tujuan tasawuf. M. Zain Abdullah menjelaskan bahwa mujahadah,
khalwat dan zikir sangat penting untuk terbukanya dinding pendapatan
hissi (perasaan pancaindera yang lima) dan terbukanya beberapa rahasia
alam dari pekerjaan Allah Taala yang manusia lemah mendapatkannya
(1991:60)
Zikir dalam tarekat memiliki arti yang sangat penting. Dengan berzikir
seorang penganut tarekat akan senantiasa berada dalam penglihatan Allah.
Zikir dalam Tarekat Syattariyah terbagi menjadi dalam tiga kelompok
yaitu : menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan
keagungan-Nya, menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan
dengan keindahan-Nya, dan menyebut nama-nama Allah SWT yang
merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut (Sirojuddin et.al, 2003:2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
41
b. Syarat berzikir dalam Tarekat Syattariyah
Secara terperinci, persyaratan-persyaratan penting untuk dapat
menjalani zikir di dalam Tarekat Syattariyah adalah sebagai berikut :
makanan yang dimakan haruslah berasal dari jalan yang halal, selalu
berkata benar, rendah hati, sedikit makan dan sedikit bicara, setia terhadap
gurunya, konsentrasi hanya kepada Allah SWT, selalu berpuasa, berdiam
diri dalam suatu ruangan yang gelap tetapi bersih, memisahkan diri dari
dalam kehidupan yang ramai, tidak egois dan penuh rela dalam menjalani
ritual tarekat, makan dan minum dari pemberian pelayan, menjaga mata,
telinga,dan hidung dari melihat, mendengar, dan mencium segala sesuatu
yang haram, membersihkan hati, mematuhi aturan-aturan yang terlarang
bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, seperti menghias diri
dan memakai pakaian yang berjahit (Sirojuddin et.al, 2003:2-3).
Untuk mencapai tujuan tasawuf, yaitu memperoleh hubungan dan
kedekatan rohaniah dengan Tuhan diperlukan jalan yang harus ditempuh
dengan sungguh-sungguh. Sirojuddin et.al, mengatakan bahwa ada
sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat
syattariyah ini, yaitu tobat, tawakal, qana‟a, huzlah, muraqabah, zuhud,
sabar, ridha, zikir dan musyahadah (Sirojuddin et.al, 2003: 2).
Mengenai zikir tarekat Syattariyah, Harun Nasution memberikan
pendapat bahwa bila kesadaran atau kesucian rohaniah meningkat, maka
semakin singkat lafal zikir itu, dan bahkan pada suatu saat (pada
puncaknya) lafal itu sudah memenuhi hati. Itulah yang dinamakan fana,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
42
dimana kesadaran dirinya hilang dan hanya Allah yang diingat (Harun
Nasution, 2002:1108).
D. Kerangka Berpikir
Diagram 1 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini jika diuraikan adalah
sebagai berikut. Teks yang dijadikan objek penelitian adalah teks Risālah Majmu’
Suntingan
teks RM
Analisis Struktur
teks RM
Analisis Isi
Teks RM
1. Inventarisasi
Naskah
2. Deskripsi Naskah
3. Ikhtisar Teks
4. Kritik Teks
5. Suntingan Teks
6. Daftar Kata Sukar
Teks RM
1. Struktur
Penyajian
2. Gaya Penyajian
3. Pusat Penyajian
4. Gaya Bahasa
Pengetahuan Ajaran
Tarekat Syattariyah
Menyajikan Teks yang Baik dan
Benar. Mendeskripsikan Struktur
Penyajian Teks, dan Menjelaskan
Isi Ajaran Tarekat Syattariyah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
43
(RM). langkah pertama dalam menjelaskan teks ini adalah dengan penyuntingan teks.
Penyuntingan teks dilakukan dengan harapan dapat menghasilkan sebuah suntingan
teks yang baik dan benar, baik dalam arti mudah dibaca karena sudah
ditransliterasikan dari huruf Arab Melayu ke huruf Latin; benar dalam pengertian
sudah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan kecil dalam penyajian sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Langkah kedua adalah melakukan analisis
struktural terhadap teks RM. Analisis struktur dibatasi pada struktur sastra kitab yang
meliputi struktur pengisahan, gaya pengisahan, pusat pengisahan, dan gaya bahasa.
Langkah terakhir adalah mengadakan analisis isi terhadap teks RM. Analisis isi
dibatasi pada isi teks RM dalam teks RM khususnya mengenai ajaran tasawuf dalam
tarekat Syattariyah. Ketiga langkah tersebut dilakukan dengan tujuan dapat
menyajikan suntingan teks yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur penyajian
teks, dan menjelaskan isi yang terkandung di dalam teks tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah berjudul Risālah Majmu’ (RM)
yang merupakan naskah aneka karangan. Teks RM ini adalah bagian dari naskah
aneka karangan yang merupakan salah satu naskah koleksi Museum Negeri Banda
Aceh yang beralamat di Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah Nomor 12 Kecamatan
Baiturahman Banda Aceh 23241. Naskah RM yang dijadikan sumber data dalam
bentuk foto digitalnya, naskah tersebut tersimpan dalam katalog online Manuskrip-
Manuskrip Peninggalan Aceh yang beralamat di http://acehms.dl.uni-leipzig.de.
dengan nomor 07_00006 (sebelumnya telah disebut dengan „katalog online‟).
Pada tahun 2007 diadakan program digitalisasi naskah. Program tersebut
tersebut dilaksanakan sebagai Proyek Pelestarian Naskah-naskah Aceh oleh
Universitas Leipzig, Jerman bekerja sama dengan Museum Negeri Banda Aceh,
Yayasan Ali Hasjmy, Pusat Kajian Pendidikan dana Masyarakat (PKPM) Aceh, dan
Mannasa. Naskah RM adalah salah satu naskah yang digitalisasi di antara sekian
banyak koleksi naskah yang tersimpan di Perpustakaan Negeri Banda Aceh dan telah
dimuat diinternet. Naskah RM tersimpan di perpustakaan Negeri Banda Aceh dengan
keterangan bahwa teks RM yang ditulis dengan huruf Arab Melayu dan bahasa
Melayu yang tertulis di dalam naskah masih dapat dibaca dengan jelas, Selain itu,
teks RM juga terdapat kalimat dalam bahasa arab dengan kondisi naskah masih baik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
45
tulisan jelas terbaca dan ditulis dengan menggunakan tinta hitam dan merah sehingga
naskah RM masih layak untuk dikaji.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja untuk memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu pengetahuan yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1981:1). Penggunaan
metode yang tepat dapat memecahkan persoalan dalam memberikan hasil penelitian
yang tepat. Dalam bidang filologi penggunaan metode meliputi dua hal yaitu pertama
metode suntingan teks dan kedua kajian teks.
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dipilih oleh peneliti untuk mengkaji objek penelitian adalah
penelitian kualitatif. Edi Subroto menyatakan bahwa “metode penelitian kualitatif
merupakan metode pengkajian atau metode penelitian suatu naskah yang tidak
didesain atau dirancang menggunakan posedur-prosedur statistik” (Edi Subroto,
2007:5)
2. Bentuk Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif. Penyelidikan deskriptif adalah menuturkan dan menafsirkan data yang ada
misalnya tentang situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, pandangan sikap
yang menampak, atau tentang satu proses yang sedang berlangsung pengaruhnya
yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul, kecenderungan yang menampak,
pertentangan yang meruncing, dan sebagainya (Winarno Surakhmad, 2004:139).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
46
Dalam penelitian ini, struktur teks RM dideskripsikan dengan menggunakan
pendekatan intrinsik, yaitu menganalisis teks RM sebagai totalitas. Dalam rangka
mengintrepesi teks digunakan analisis isi. Walizer mengemukakan bahwa analisis isi
adalah prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji isi atau informasi (dalam
Arif Sukadi Sadiman, 1987:47). Dengan demikian isi atau informasi dalam naskah
dapat diketahui sehingga mudah untuk dipahami.
3. Metode Suntingan Teks
Berdasarkan hasil dari studi katalog dapat diketahui bahwa naskah RM adalah
naskah tunggal, maka dalam penyuntingan naskah RM ini peneliti menggunakan
metode edisi standar, yaitu berusaha menerbitkan teks dengan membetulkan
kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan. Di samping itu, ejaannya disesuaikan
dengan ejaan yang berlaku dalam Bahasa Indonesia, yaitu Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) (Siti Chamamah Soeratno, 1985:69). Tulisan-tulisan yang
rusak, salah atau kosong sepanjang masih dapat direkkrontuksi akan diperbaiki.
Metode Standar biasa disebut dengan istilah suntingan kritik atau edisi kritik
(editio critica). Metode standar berusaha menyediakan suntingan naskah dengan
membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan teks. Ejaan yang
digunakan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku (ejaan yang disempurnakan).
Dalam pengelompokan kata, kalimat, paragraf, penggunaan huruf besar, pungtuasi,
dan komentar terhadap kesalahan-kesalahan teks. Pembetulan dilakukan atas dasar
pemahaman yang sempurna sebagai hasil dari perbandingan dengan naskah sejenis
atau sejaman. Dalil agama diperbaiki berdasarkan Alquran dan hadis, Setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
47
perbaikan yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan dengan memberi penjelasan
mengenai kesalahan-kesalahan teks dan mencatat di tempat khusus agar dapat
diperiksa sehingga masih memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca (Siti Baroroh
Baried, et.al.1994:69). Jadi, perbaikan yang dilakukan dalam penyuntingan naskah
bersifat terbuka, artinya masih memberikan kesempatan kepada pembaca yang lain
untuk mengadakan perbaikan jika menurut pertimbangan ilmiah dirasa lebih tepat.
Semua perubahan selalu dilakukan dengan dicatat dalam aparat kritik sebagai
pertanggungjawaban. Bani Sudardi berpendapat, istilah “edisi standar ialah
penyuntingan dengan disertai pembetulan kesalahan-kesalahan kecil dan
ketidakkonsistenan serta ejaan yang digunakan ialah ejaan yang baku (standar).
Kesalahan-kesalahan diberi komentar yang dicatat dalam aparat kritik” (Bani
Sudardi, 2003:60)
Tujuan penggunaan metode standar adalah untuk memudahkan pembaca atau
peneliti dalam membaca dan memahami teks (Edwar Djamaris, 2002:24-25).
Sehingga dalam mencapai tujuan tersebut peneliti bertanggung jawab terhadap semua
perbaikan atau penafsiran yang diadakan dengan menyebut sumbernya, berdasarkan
kaidah gramatika, fakta sejarah, dan sebagainya (Lubis, 1996: 88).
4. Metode Kajian teks
Kajian terhadap teks RM yang telah diedisi tersebut, dikaji dengan metode
deskriptif, yaitu memberikan uraian dan penjelasan, serta memaparkan pokok
permasalahan. Dalam rangka kajian teks RM tersebut, peneliti menggunakan
pendekatan struktural dan analisis isinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
48
a. Struktur Narasi Sastra Kitab
Teks RM dalam naskah Aneka Karangan termasuk dalam jenis sastra kitab.
Analisis struktur terhadap teks RM ini menggunakan analisis struktur sastra kitab.
Pengkajian terhadap teks RM menggunakan metode deskriptif, yaitu memberikan
uraian yang menjadi masalah, menganalisis, dan menafsirkan data yang ada. Metode
deskriptif memberikan uraian dan menjabarkan hal-hal yang menjadi masalah dan
menafsirkan karya sastra dipandang sebagai totalitas.
b. Metode Analisis Isi
Analisis isi adalah setiap prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji
informasi terekam (Michael Walizer, 1978:35). Dalam rangka interpretasi teks maka
digunakan analisis isi yang berusaha mengungkap isi naskah. Dalam kaitannya
dengan interpretasi, Nasution berpendapat bahwa “jika peneliti tidak dapat
mengadakan interpretasi dan hanya menyajikan data deskriptif saja, maka sebenarnya
penelitian itu sia-sia saja dan tidak memenuhi harapan” (Nasution, 1988:126).
Interpretasi sebenarnya bukan hanya dilakukan pada taraf akhir, melainkan telah
dilakukan sepanjang penelitian berlangsung. Dengan demikian kandungan isi naskah
akan dapat diketahui dan dipahami dengan mudah oleh para pembacanya.
Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh secara kualitatif. Untuk
mengungkapkan isi naskah, penelitian ini menggunakan analisis isi atau content.
Menurut Suwardi Endraswara (2003:160) analisis isi digunakan apabila peneliti
hendak mengungkap, memahami, dan menangkap pesan yang terkandung dalam
sebuah karya. Dalam penelitian ini, metode analisis isi dilakukan dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
49
mengungkap isi atau pesan yang terkandung dalam teks RM. Isi atau pesan tersebut
merupakan kandungan ajaran tasawuf yang terdapat di dalamnya.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data-data atau masukan yang diperlukan dalam penelitian.
Pemerolehan sumber data penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan berikut.
Teks “Risālah Majmu’” ini diperoleh melalui dua tahap sebagai berikut.
1. Tahap Informasi, pada tahap ini, penulis berusaha mendapatkan informasi
data pernaskahan yang ada di internet. Informasi ini diperoleh dari katalog online
Manuskrip-Manuskrip Peninggalan Aceh yang beralamat di http://acehms.dl.uni-
leipzig.de..
2. Tahap Pencetakan Data
Teknik berikutnya adalah teknik pencetakan data. Teknik pencetakan data
yaitu teknik pencetakan teks Risālah Majmu’ yang masih berbentuk digital. Pada
tahap ini akan dihasikan naskah yang sudah dicetak yaitu dalam bentuk lembar
cetakan. Teknik ini dilakukan untuk memudahkan penelitian naskah terutama pada
saat penyuntingan teks.
Sebelum melakukan proses pencetakan, terlebih dahulu dilakukan
pengunduhan data. Pengunduhan data dilakukan untuk mendapatkan naskah RM
yang masih berbentuk digital. Dengan mengakses alamat http://acehms.dl.uni-
leipzig.de maka akan muncul katalog online Manuskrip-Manuskrip. Di dalam katalog
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
50
online tersebut akan dijumpai naskah RM dengan nomor inventarisasi naskah
07_000006.
Tahapan-tahapan di atas merupakan cara peneliti untuk memperoleh data yang
akan dipergunakan dalam penelitian. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data
dilakukan dengan melalui proses pembacaan teks yang didasarkan pada pedoman
transliterasi yang digunakan kemudian dilakukan pengklafikasian data. Data yang
tersedia berupa bahasa yang salah dalam naskah diklasifikasikan berdasarkan pokok
dan masalahnya. Langkah-langkah dalam pengklasifikasian data adalah dengan
mengadakan penyuntingan teks dan mengkaji data. Dalam penelitian ini, analisis
yang digunakan adalah analisis struktur dan analisis isi.
D. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa tahapan yaitu:
tahap deskripsi, tahap analisis, dan tahap evaluasi.
1. Tahap Deskripsi
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang kemudian
diklasifikasikan dan dideskripsikan secara jelas. Tahap ini dilakukan setelah
peneliti mendapatkan data penelitian yaitu teks RM yang terdapat dalam naskah
Aneka Karangan. Teks RM tersebut dideskripsikan untuk memberi gambaran
serinci mungkin tentang seluk-beluk naskah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
51
2. Tahap Analisis
Data-data yang telah diklasifikasikan kemudian dianalisis dan dikaji
berdasarkan teori-teori ilmiah dan sesuai dengan permasalahan
3. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, peneliti mengevaluasi data yang telah dideskripsikan dan
dianalisis supaya didapat hasil yang bisa dipertanggungjawabkan, dan
kemudian untuk dapat ditarik simpulannya secara tepat.
E. Teknik Penarikan Kesimpulan
Dari hasil deskripsi, analisis data dan evaluasi selanjutnya dilakukan
penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara induktif yaitu
teknik penarikan kesimpulan dengan cara mengambil data-data, peristiwa-peristiwa,
yang bersifat khusus terlebih dahulu, kemudian diambil suatu kesimpulan secara
umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
BAB IV
SUNTINGAN TEKS
A. Inventarisasi Naskah
Langkah kerja dalam penyuntingan teks diawali dengan inventarisasi naskah.
Inventarisasi naskah adalah mengumpulkan informasi mengenai naskah yang akan
dijadikan sumber penelitian. Dalam penelitian ini inventarisasi naskah dilakukan
dengan studi katalog, yaitu mengumpulkan informasi mengenai naskah yang akan
diteliti melalui katalog naskah. Katalog yang digunakan adalah katalog-katalog
naskah yang menyajikan informasi tentang keberadaan naskah Melayu.
Ada dua macam katalog yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu katalog
online dan katalog terbitan. Katalog online adalah katalog yang memuat judul-judul
naskah beserta keterangan lainnya yang tersimpan dalam situs resmi di internet.
Katalog online yang digunakan dalam penelitian ini adalah katalog online Manuskrip-
Manuskrip Peninggalan Aceh yang beralamat di http://acehms.dl.uni-leipzig.de.
Katalog terbitan adalah katalog yang dikeluarkan dalam bentuk buku. Berikut daftar
katalog terbitan yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Achdiati-Ikram, et.al. 2001. Katalog Naskah Buton koleksi Abdul
Mulk Zahari. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
2. Amir Sutaarga, et.al. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu.
Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional,
Direktorat Jenderal Kebudayaan.
3. Behrend. T. E. 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
4. Behrend. T. E dan Titik Pudjiastuti. 1977. Katalog Induk Naskah-
naskah Nusantara Jilid 3A. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
5. Edi S. Ekadjati dan Undang A. Darsa. 1999. Katalog Induk Naskah-
naskah Nusantara Jilid 5A. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
6. Edi S. Ekadjati.2000. Direktori Edisi Naskah Nusantara. Jakarta:
Manassa-Yayasan Obor Indonesia.
7. Howard, Josep H. 1966. Malay Manuscripts. Kuala Lumpur.
8. Juynboll, H.H, 1899. Catalogus van de Maleische en sudaneesche
Handschriften der Leidsche Universits-Bibliotheek. Leiden: E.J. Brill.
9. Oman Fathurahman.2010. Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee Aceh
Besar. Jakarta: Komunitas Bambu.
10. S.W.R. Mulyadi dan H.S. Maryam R. Salahuddin. 1992. Katalogus
Naskah Melayu Bima II. Bima: Yayasan Museum Kebudayaan
“Semporaja”.
11. Van Ronkel. 1921. Malaische En Minangkabausche. Leidsche
Universiteits: Leiden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Berdasarkan studi katalog penulis menemukan adanya judul teks yang mirip
dengan teks RM, yaitu Kitabul Al Maj’mu dalam Katalog Koleksi Naskah Melayu
(Amir Sutarga) dengan kode ML.225. Deskripsi yang tercantum di dalam katalog
mengenai teks Kitabul Al Maj’mu disebutkan bahwa teks tersebut berisi tentang
ajaran agama Islam yang difokuskan pada akidah dan syariat. Selain itu, isi dari teks
Al-Kitabul Al Maj’mu lebih menekankan pada keimanan. Apabila dilihat dari jumlah
halamannya naskah ini terdiri dua puluh delapan halaman dengan tidak ada nama
pengarangnya. Dibandingkan dengan naskah Al-Kitabul Al-Maj’mu, naskah Risālah
Majmu’, memiliki jumlah halaman yang lebih sedikit yaitu enam belas halaman dan
lebih mengedepankan permasalahan tentang tata cara masuk dalam tarekat
Syattariyah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa naskah Kitabul Al Maj’mu
berbeda dengan naskah Risālah Majmu’. Maka, naskah yang dipakai oleh penulis
adalah naskah RM yang menjadi koleksi Perpustakaan Negeri Banda Aceh.
B. Deskripsi Naskah
Tahap selanjutnya yang harus dilalui setelah inventarisasi naskah adalah deskripsi
naskah. Deskripsi naskah menguraikan hal-hal mengenai isi naskah dan pokok-pokok
isi naskah secara terperinci untuk mengetahui keadaan naskah dan sejauh mana isi
naskah tersebut. Sholeh Dasuki (1992:30) berpendapat bahwa deskripsi naskah
adalah uraian terperinci mengenai seluk beluk naskah. Tujuan dari deskripsi naskah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
adalah untuk menjelaskan kepada pembaca agar memiliki gambaran tentang naskah
yang diteliti.
Deskripsi naskah antara lain menyangkut informasi atau data mengenai (1) judul
naskah, (2) nomor dan tempat penyimpanan naskah, (3) asal dan keadaan naskah, (4)
ukuran dan tebal naskah, (5) huruf, aksara, tulisan, dan jumlah baris tiap halaman
naskah, (6) cara penulisan, (7) bahan dan bahasa naskah, (8) bentuk teks dan umur
naskah, (9) identitas pengarang atau penyalin dan fungsi sosial teks.
Berikut disajikan deskripsi naskah RM sebagai berikut.
1. Judul naskah
Teks RM merupakan salah satu beberapa teks yang terdapat dalam naskah
Aneka Karangan. Dalam deskripsi yang dicantumkan pada situs
http://acehms.dl.unileipzig.de/receive/NegeriMSBook_islamhs_00000294,
Disebutkan bahwa teks ini berjudul RM. Pemberian judul teks ini juga
didasarkan pada bagian penutup yang terdapat pada akhir teks. Keterangan
judul teks pada bagian penutup atau bagian akhit teks jika ditransliterasikan
berbunyi sebagai berikut.
“Dan haram takris kepada perbuatan syaithan melainkan takris kepada
perbuatan Tuhan itulah wajib memuat akan dia seperti kata nabi kita
Muhammad pada Syaidina Abu bakar dan Syekh Juned itu berbuat seperti
kata nabi shala `lāhu ‘alaihi wa sallam.Tammat. Kitab yang bernama Risālah
Majmu’”. (RM:16)
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa teks yang digunakan
dalam penelitian ini berjudul Risālah Majmu’.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
2. Nomor dan tempat penyimpanan naskah
RM bernomor naskah 07_00006 dan tersimpan sebagai salah satu koleksi
naskah Melayu yang tersimpan di Perpustakaan Banda Aceh yang terletak di
Jalan Sultan Alaidin Mahmud Syah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman
Banda Aceh 2324.
3. Asal dan keadaan naskah
Di dalam teks RM tidak terdapat keterangan yang menyatakan tentang asal
naskah. Keadaan teks RM masih utuh dan lengkap, artinya tidak terdapat
lembaran-lembaran yang hilang atau rusak. Tulisan masih sangat jelas terbaca,
ditulis dengan menggunakantinta warna hittam dan merah. Naskah yang
memuat teks RM merupakan naskah yang sudah dijilid. Penjilidan masih
dalam keadaan baik dan dijilid dengan menggunakan kertas, kanvas, dan
benang.
Tabel 1
Keadaan Naskah RM
No Halaman Keadaan
1
2
2
4
Terdapat penulisan halaman (18r) pada pias pojok atas bagian
kiri teks.
Terdapat penulisan halaman (19r) pada pias pojok atas bagian
kiri teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
3
4
6
7
8
9.
10
11
6
7
8
9
10
12
14
18
Terdapat penulisan halaman (20r) pada pias pojok atas bagian
kiri teks.Selain itu terdapat catatan tambahan yang terdapat
pada pias kiri teks dan pias bawah teks.
Terdapat catatan tambahan yang terdapat pada pias kanan
teks dan pias bawah teks.
Terdapat catatan tambahan yang terdapat pada pias atas, pias
kiri dan pias bawah teks.
Terdapat catatan tambahan yang terdapat pada pias atas, pias
kiri, pias kanan dan pias bawah teks.
Terdapat penulisan halaman (22r) pada pias pojok atas bagian
kanan teks.Selain itu terdapat catatan tambahan yang terdapat
pada pias kiri atas, pias kiri, dan pias bawah teks.
Terdapat penulisan halaman (23r) pada pias pojok atas bagian
kiri teks.
Terdapat penulisan halaman (24r) pada pias pojok atas bagian
kiri teks.
Terdapat penulisan halaman (25r) pada pias pojok atas bagian
kiri teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
4. Ukuran dan tebal naskah
a) Ukuran lembaran naskah
p x l : 16.8 x 11.3 cm
b) Ukuran lembaran teks
p x l : 13.5 x 8.3 cm
Naskah RM berjumlah 16 halaman dari naskah Aneka Karangan yang secara
keseluruhan berjumlah 76 halaman. Teks RM ini dalam naskah Aneka
Karangan terdapat pada halaman 18 sampai dengan halaman 25. Dalam teks
RM ini tidak terdapat halaman yang kurang atau kosong.
5. Huruf, aksara, tulisan, dan jumlah baris pada setiap halaman naskah
a. Jenis tulisan
Jenis tulisan yang dipakai adalah Arab Melayu (Jawi/Pegon).
b. Ukuran huruf
Ukuran huruf yang dipakai pada teks RM relatif berukuran sedang.
c. Bentuk huruf
Bentuk huruf yang dipakai pada teks RM memakai bentuk tegak lurus
(perpendicular).
d. Keadaan tulisan
Keadaan tulisan pada teks RM masih cukup baik dan jelas untuk
dibaca. Dalam teks RM juga terdapat beberapa tulisan yang dicoret
oleh pengarang karena salah tulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
e. Jarak antar huruf dan Goresan pena
Jarak antar huruf pada teks RM tergolong renggang, sehingga mudah
untuk dibaca. Goresan pena dalam teks RM terlihat tebal.
f. Warna tinta
Warna tinta yang digunakan pada teks RM adalah tinta warna hitam
dan merah. Tinta merah hanya digunakan pada istilah dalam bahasa
Arab dan kata tumpuan, selebihnya kata-kata yang lain menggunakan
tinta warna hitam. Jumlah baris yang terdapat pada setiap halaman teks
RM adalah 15 baris, kecuali pada halaman terakhir naskah yang hanya
berjumlah 12 baris.
g. Pemakaian tanda baca
Penulis tidak menemukan tanda baca standar seperti tanda titik
ataupun tanda koma dalam teks RM. Di dalam teks terdapat kata-kata
tumpuan yang berfungsi sebagai pembatas antarkalimat dan
antaralenia, misalnya kata adapun dan bermula.
6. Cara penulisan
a. Penempatan tulisan pada lembar naskah
Cara penulisan pada lembar naskah RM yaitu teks yang ditulis dari
arah kanan ke kiri, cara seperti ini mengikuti cara penulisan huruf
Arab. Penulisan teks pada huruf pada lembaran naskah secara bolak-
balik. Kedua sisi halaman pada setiap lembar naskah ditulisi semua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
b. Pengaturan ruang tulisan
Pengaturan ruang tulisan pada naskah RM termasuk secara bebas,
tidak ada pembatas, misalnya garis yang mengatur ruang tulisan.
c. Penomoran naskah
Penomoran naskah tidak ada. Penomoran dengan angka Arab dibuat
oleh pembaca dengan menggunakan pensil arang yang ditulis di pojok
kiri atas.
7. Bahan dan bahasa pada naskah
Bahan naskah adalah kertas. Hal ini sesuai dengan deskripsi naskah RM dari
Perpustakaan Banda Aceh, yang dapat diunduh melalui url statis
(http:acehms.dl.unileipzig.de/receive/NegeriMSBook_islamhs_00000294).Ba
hasa naskah yang digunakan dalam teks RM adalah bahasa Melayu. Di dalam
teks terdapat beberapa istilah Arab, misalnya shalla `l-lāhu ‘alaihi wa sallam.
8. Bentuk teks dan umur naskah
Bentuk teks yang digunakan pada teks RM adalah bentuk prosa. Umur naskah
RM tidak diketahui secara pasti, hal ini didasarkan pada tidak adanya
keterangan umur naskah di dalam teks RM.
9. Identitas penyusun teks, nama, penyalin, dan fungsi sosial teks
Baik dari dalam naskah (interne evidentie) maupun dari luar naskah (eksterne
evidentie) tidak diperoleh keterangan tentang identitas pengarang atau
penyalin. Hal ini sejalan dengan sifat karya sastra melayu lama yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
umumnya anonim. Fungsi sosial teks RM adalah sebagai sarana dakwah
agama Islam dengan memperkenalkan tasawuf (tarekat syattariah).
C.Ikhtisar Isi Teks
Gambaran isi teks RM secara menyeluruh dipaparkan dalam ikhtisar isi teks
RM berikut.
Penulisan teks Risālah Majmu’ mula-mula diawali Bismi `l-āhirahmāni `r-
Rahīm, kemudian dilanjutkan dengan puji-pujian kepada Allah SWT dan salawat
kepada Nabi Muhammad saw. Pembahasan selanjutnya lebih dititikberatkan pada
persyaratan seseorang untuk menjalani tarekat Syattariyah. Syarat seseorang dalam
bertarekat tersebut adalah khalwat, suluk, dan zuhud. Pendapat Asmaran tentang
zuhud adalah mengurangi keinginan terhadapa kehidupan duniawi, karena kehidupan
ini, di sini bersifat sementara dan apabila manusia tergoda olehnya, ia akan jauh dari
Tuhannya (2002:117). Seorang salik (sebutan seseorang ketika menjalankan suluk)
diharuskan memiliki sikap zuhud terhadap dunia (hal.1).
Khalwat memiliki pengertian cara seseorang bertafakur dan beribadah kepada
Tuhan dengan jalan pengasingan diri (KBBI edisi II, 1995:497). Di dalam teks RM
dijelaskan adanya syarat seseorang (salik) dalam berkhalwat. Untuk syarat yang
pertama adalah mendahulukan gurunya untuk berwudu dan bersembahyang. Posisi
guru dalam lingkaran tasawuf memilki peranan sangat penting. Aboebakar atjeh
berpendapat bahwa seorang syekh atau guru tidaklah dapat dipangku oleh sembarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
orang, meskipun ia mempunyai lengkap pengetahuannya tentang sesuatu tarekat,
tetapi yang terpenting adalah ia harus mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan
batin yang murni (1990:79). Syarat yang kedua yang harus dilakukan oleh salik
adalah dengan bertobat kepada Allah atas segala dosa yang dilakukan. Setelah itu,
syarat ketiga adalah bersembahyang dua rekaat sunah khalwat dan sunah istikharah.
Syarat terakhir adalah dengan kesaksian yaitu dengan niat yang sungguh-sungguh
(syuhūd). Setelah itu di wajibkan juga bagi salik agar senantiasa berzikir setiap siang
dan malam dengan kalimat tahlil (hal.2-4).
Teks RM juga menjelaskan bahwa dunia merupakan ladang ibadah bagi
seseorang yang menginginkan kehidupan yang mulia di akherat. Dapat dikatakan
bahwa akhirat haram isinya bagi orang yang mengejar kehidupan dunia. Hal ini
sesuai dengan Hadist Qudsi: “addunya harāmun ‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu
harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala” dunia itu
haram isinya orang yang berkehendak akan akhirat dan akhirat itu haram isinya orang
yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak
dzat Allah (hal.4-5).
Suluk merupakan jalan salik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
sehingga ketika bersuluk pandangan kehidupan salik harus ditujukan untuk
kemuliaan di akhirat. Tidak hanya itu, dalam diri salik harus tertanam sikap
senantiasa diawasi oleh Allah SWT. Dinamakan syai dikarenakan mahkluk itu tidak
memilki kuasa apapun untuk berbuat sesuatu,sehingga kuasa yang diberikan Allah itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
bernama tsābitah. Allah memberikan perumpamaan bahwa bayang-bayang bagi zat
Allah dinamakan a’yan tsābitah (hal.5-6). Lebih lanjut lagi teks ini menerangkan
hubungan antara Tuhan dan mahkluk menurut pandangan Syattariyah. Setelah
dijelaskan diatas tentang a’yan tsābitah maka selanjutnya dijelaskan lagi bahwa
a’yan tsābitah adalah rupa ilmu Allah. Sesudah a’yan tsābitah ini menjelma pada
rupa sifat Allah. Kesemuanya itu dapat dimengerti dengan I’tibar pada kehidupan
mahkluk itu sendiri. (hal.6-7).
Dalam dunia tarekat banyak permisalan untuk menggambarkan tingkat
amalan atau ilmu. Hal ini dapat dilihat pada pengibaratan keterbukaan hati seseorang
(fi’il), ini ditujukan kepada ridhanya memeluk agama Islam, sedang iman ditujukan
mempercayai asma Allah. Makrifat sebagai salah satu unsur penting dalam tasawuf,
diibaratkan sebagai pengenalan zat Allah. Makrifat menurut Asmaran adalah
mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan
(2002:104). Kasyaf artinya terbuka dinding antara hamba dengan Tuhannya
(Aboebakar, 1985:149). Dalam teks ini ada tiga jalan kasyaf untuk mendekat kepada
Allah yaitu dengan hati yang bersih, tafakur akan ilmu Allah, dan cinta pada Allah
melebihi segala cintanya pada mahkluk ciptaan Allah (murād) (hal.7-8). Setiap
tarekat memiliki permisalan tersendiri tentang sifat Allah, hal ini juga dimiliki oleh
tarekat Syattariyah, Wujud Allah dimisalkan dalam insan manusia yang tampak
secara maknawiyah. Ada enam nur (cahaya) sifat Allah yang diibaratkan pada insan
manusia, yaitu nur hayun (hidup) pada ruh, nur „alam pada hati, nur murid pada fuad
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
(akal), nur qādir pada tubuh, nur samī’ pada telinga, nur bashīr pada mata, dan
mutakalim pada lidah. Kuasa Allah pada manusia yang disebut tsābitah menjadikan
insan senantiasa ingat pada Allah (hal.8-9).
Dalam menjalani kehidupan tasawuf, seorang salik harus senantiasa
dibimbing oleh seorang guru. Syarat salik dalam berbaiat terhadap gurunya ketika
berdoa harus menghadap kiblat sebelum berdoa kepada Allah, terlebih dahulu
membayangkan rupa syekh atau guru yang membimbingnya dalam berkhalwat (hal.9-
10). Diceritakan dalam teks RM, peristiwa khalwatnya Nabi Muhammad dan
Syaidina Abu Bakar berkhalwat di gua Jabal Nur selama empat puluh hari yang
menjadi suri tauladan bagi penganut tarekat Syattariyah. (hal.10-11). Selain di atas,
syarat berkhalwat adalah senantiasa berzikir kepada Allah dengan kalimat lā ilāha
illa `l-lahu.Dalam teks ini juga disebutkan sepuluh syarat sempurna berkhalwat
adalah (1) Seorang salik dilarang makan dan minum secara berlebihan
(kekenyangan); (2) Seorang salik tidak boleh makan yang enak dan sedap; (3)Tidak
boleh memakan buah-buahan; (4) Senantiasa puasa daud, yaitu sehari puasa dan
sehari berbuka; (5) Mengingat Allah dengan berzikir lā illāha illallāh dan bersikap
syuhūd (benar-benar memberikan kesaksian terhadap keesaan Allah SWT); (7)
Ibadah shalat jum at tidak diwajibkan pada orang yang berkhalwat, ibadah yang
dilkukan adalah sembahyang lima waktu dan sembahyang sunah wudhū’; (8)
Menghindari keramaian kota atau mengasingkan diri untuk tafakur pada Allah SWT;
(9) Tidak mencampur kepercayaan hati (I’tikad) dari tarekat sufi ini ke paham yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
lain. Dijelaskan, bahwa tarekat sufi dimisalkan seperti bayang-bayang matahari diatas
air; (10) Sampai akhir hayatnya, seorang salik harus selalu bersuluk,memahami
hakikat hidup dengan jalan makrifat pada Allah SWT (hal.11.12.13.14.dan 15).
Teks RM menjabarkan tiga syarat sempurna bersuluk yaitu: 1) Pertama zuhud
yaitu mengekang akan nafsu dunia yang biasanya dihiasi kenikmatan semu;
2)syuhūd, berati selalu mengingat keberadan Allah dimanapun berada; 3) Selalu
berzikir pada Allah dan senantiasa berpikir (tafkiri) akan kehidupan akhirat kelak.
Akhir dari teks ini adalah kata Tammat yang menandakan bahwa teks ini selesai
penulisannya dan penyebutan judul teks, yaitu kitab yang bernama Risālah Majmu’.
(hal.15-16).
D. Kritik Teks
Kritik teks merupakan tugas utama para filolog untuk mendapatkan naskah
yang mendekati aslinya. Siti Baroroh Baried (1994:61) mengemukakan bahwa kritik
teks adalah mengevaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada
tempatnya. Kritik teks adalah penilaian terhadap kandungan teks yang tersimpan
dalam naskah untuk mendapatkan teks yang mendekati teks asli (Constitutio textus)
(Bani Sudardi, 2003:55). Jadi dapat disimpulkan bahwa kritik teks adalah kegiatan
mengevaluasi kandungan teks sehingga mendapatkan teks yang mendekati aslinya.
Kegiatan kritik teks dilakukan untuk membantu tersedianya sebuah suntingan teks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
yang baik dan benar, sehingga setelah melalui kegiatan kritik teks ini nantinya sebuah
teks akan mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca dan berbagai kalangan.
Hasil penyuntingan terhadap teks RM menunjukkan bahwa sebagai naskah
Melayu, naskah ini tidak luput dari bentuk kesalahan yang seringkali terjadi dalam
penulisan naskah lama. Untuk itu dipandang perlu untuk menghadirkan suatu
alternatif perbaikannya yang dipaparkan pada tahapan kritik teks. Kritik teks dalam
penelitian ini meliputi beberapa hal berikut.
1. Lakuna, yaitu penghilangan atau pengurangan huruf, suku kata, kata, frase,
klausa, kalimat, dan paragraf.
2. Adisi, yaitu penambahan huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan
paragraf.
3. Ditografi, yaitu perangkapan huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan
paragraf.
4. Substitusi, yaitu penggantian huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan
paragraf.
5. Transposisi, yaitu pemindahan letak huruf, suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat,
dan paragraf.
Perincian kesalahan salin tulis dalam teks RM dapat dailihat dalam tabel sebagai
berikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Tabel 2
Lakuna yang Terdapat pada Teks RM
Halaman/Baris Tulisan
Melayu
Transliterasi Edisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1/3
1/7,15/
2/7
8/10
9/9
10/1
10/5
13/1
15/3
Menujukkan
Memerang
Mehinakan
Wuju
Petujuk
Mehadap
selama-
[se]lama
kumehadap
sekalipu
Menunjukkan
Memerangi
Menghinakan
Wujud
Petunjuk
Menghadap
selama-
[se]lamanya
kumenghadap
sekalipun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Tabel 3
Adisi yang Terdapat pada Teks RM
No Halaman/Baris Tulisan Melayu Transliterasi Edisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2/5
2/6
3/2
3/7
4/3
4/6
4/7
5/3
5/7
it Itulah
diperbuatan
i itu
memaca
berkata-
berkata
segala-segala
dinding-
dinding
semata-semata
diberbuatan
itulah
diperbuat
Itu
membaca
berkata-kata
segala-gala
dinding
semata-mata
diberbuatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
10
11
12
13
14
15
16
17
8/9
9/1
10/5
11/7
13/9
14/1
14/5
15/2
ak akan
wuju wujud
selama-
selama(nya)
b.r.berkhalwat
dari daripada
mitsalnya
semasa-
semasa
memerang-
memerang(i)
akan
wujud
selama-
lamanya
berkhalwat
daripada
misalnya
semasa-masa
memerangi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tabel 4
Ditografi yang Terdapat pada Teks RM
No Halaman/Baris Tertulis
Melayu
Transliterasi Edisi
1
2
3
13/2
13/2
15/9
ingat-ingat
banyak-banyak
ladzat-ladzat
ingat
banyak
lezat
Tabel 5
Substitusi yang Terdapat pada teks RM
NO Halaman/Baris Tertulis
Melayu
Transliterasi Edisi
1
2
1/7,14/8
12/3
Iatah
berhalan
Ialah
berjalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tabel 6
Transposisi yang Terdapat pada Teks RM
NO Halaman/Baris Tertulis
Melayu
Transliterasi Edisi
1 15/5
jalawa’aza ‘aza wajala
Tabel 7
Tulisan Melayu yang tidak terbaca pada Teks RM
No Halaman/Baris Tulisan Melayu Transliterasi Edisi
1
2
3
4/7
8/8
12/5
m.s.k.b.b.
b.k.m.t.y
m.q.m.m.y.s
E. Pengantar Penyuntingan
Salah satu tujuan penelitian ini adalah menyediakan suntingan teks RM.
Dengan suntingan ini diharapkan tersedia bentuk teks RM yang baik dan benar;
baik dalam arti mudah dibaca karena telah ditransliterasikan dari huruf Arab
Melayu ke huruf Latin; benar maksudnya isi teks dapat dipertanggungjawabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
secara ilmiah. “Menyunting adalah menyediakan naskah untuk siap cetak atau
siap diterbitkan yang memperlihatkan segala sistematika penyalinan, isi, dan
bahasa (menyangkut ejaan, diksi dan struktur)” (KBBI III, 2007: 1106)
Harapan setelah dilakukan usaha penyuntingan teks adalah dihasilkan
sebuah suntingan teks RM yang baik dan benar, baik dalam arti mudah dibaca
karena sudah ditransliterasikan dari huruf Arab Melayu ke huruf Latin; benar
dalam pengertian telah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan kecil dalam
penyalinan sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Suntingan teks RM disajikan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf
latin.
Suntingan tersebut disajikan dengan menggunakan ketentuan sebagai
berikut
1. Tanda atau Lambang
Dalam transliterasi teks disajikan dengan menggunakan tanda-tanda
sebagai berikut.
a. Tanda garis miring satu / dipakai untuk menunjukkan setiap akhir baris
naskah atau sebagai penanda pergantian baris.
b. Tanda garis miring dua // dipakai untuk menunjukkan setiap akhir halaman
naskah atau sebagai penanda pergantian halaman.
c. Tanda kurung siku-siku [……] menunjukkan penghilangan bacaan oleh
penyunting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
d. Tanda kurung dua (……), menunjukkan bahwa bacaan yang terdapat
didalamnya merupakan edisi dari penyunting.
e. Tanda kurung kurawal <……>, menunjukkan scolia atau kekurangan teks
yang tercatat pada pias teks.
f. Tanda hubung ---, menunjukkan teks tidak dapat dibaca oleh penyunting.
g. Garis bawah ______, menunjukkan bahwa kata tersebut merupakan bentuk
arkais.
h. Tanda Italic (cetak miring) digunakan untuk menandai kata atau kalimat yang
berupa kosa kata asing yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia.
i. Tanda angka kecil di kanan atas kata …¹, menunjukkan kata yang dapat
dilihat keterangannya pada catatan kaki.
j. Angka (1, 2, 3, …), yang terdapat pada sisi pias kanan teks menunjukkan
halaman naskah.
2. Pedoman Ejaan
Pedoman ejaan yang digunakan dalam suntingan teks KMF ini adalah
sebagai berikut.
a. Ejaan dalam suntingan ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah dalam Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD).
b. Kosa kata yang berasal dari bahasa Arab yang sudah diserap dalam bahasa
Indonesia disesuaikan dengan EYD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
c. Kosa kata arkais dan kosa kata yang menunjukkan ciri khas bahasa asal
(Melayu) diberi garis bawah.
d. Istilah-istilah dan kosa kata dalam bahasa Arab yang belum diserap ke dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan pedoman transliterasi dan ditulis miring.
e. Penulisan kata ulang disesuaikan dengan EYD.
3. Pedoman Transliterasi
Sistem transliterasi (alih tulis) dalam bahasa Arab menggunakan aturan
sebagai berikut.
a) Tanda maddah ditransliterasikan dengan tanda ( - ) sebagai penanda vokal
panjang.
b) Partikel “al” ( ) yang diikuti huruf qomariah ditransliterasikan dengan al,
apabila terletak diawal kalimat, dan ditransliterasikan dengan / `l- /, apabila
terletak ditengah kalimat atau frasa.
Contoh: Al-hamdu li 1-lāhirabb i
c) Partikel “al” ( ) diikuti huruf syamsiah, maka ditransliterasikan
menjadi huruf syamsiah yang mengikutinya.
Contoh: ar-Rahmani `r-Rahim
d) Ta marbutah ( ) ditransliterasikan dengan /t/ atau /h/.
e) Pedoman penyuntingan teks RM secara umum mengacu pada pedoman
transliterasi no. 6 yang disusun oleh IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Karena tidak semua fonem tercantum dalam sistem transliterasi tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
maka peneliti menambahinya untuk melengkapi fonem-fonem bahasa
Melayu. Adapun pedoman transliterasi teks RM adalah seperti yang tertera
pada tabel berikut.
Tabel 8
Pedoman Transliterasi
No Huruf Nama Latin No Huruf Nama Latin
ain „/a/ng ع alif a 18 ا 1
ghain gh غ ba b 19 ب 2
fa f/p ف ta t 20 ت 3
qaf q/k ق sa s 21 ث 4
kaf k/g ك/ ك jim j/c 22 ج 5
lam l ل ha h 23 ح 6
mim m م kha kh 24 خ 7
nun n ن dal d 25 د 8
wawu w و zal z 26 ذ 9
ha h ه/ه/ه ra r 27 ر 10
‟ hamzah ء zain z 28 ز 11
ya y ي shin s 29 س 12
g ک syin sy/s 30 ش 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
ny پ shad sh/s 31 ص 14
p ق dhad dh 32 ض 15
tha th ط 16
zha zh ظ 17
5. Suntingan Teks
Bismi `l-āhirahmāni `r-Rahīm
Al-hamdu li 1-lāhirabbi `l- ‘ālamīn wa `sh-shalātu wa `s-salāmu ‘alā rasūiī
`1-lahi shalla `l-lāhu ‘alaihi wa sallam. Segala puji-pujian bagi Allah yang
menu(n)jukkan1 jalan yang betul kepada jalan Allah yakni dengan washitah Nabi kita
Muhammad shala `lāhu ‘alaihi wa sallam.Ketahui olehmu hai salik jalan berbuat
tarekat syattariyah yang itu dengan washitah olehmu syaikh kepada murid tarekat
yang diberbuat akan dia
1.Tertulis
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Dan adapun syarat berbuat tarekat ini ialah2 dengan berkhalwat karena
khalwat itu jalan salik dan jalan suluk dan jalan zuhud. Dan zuhud itu memerang3
akan nafsunya. Dan suluk itu yang berjalan kepada Allah Taala, dan salik itu jalan
pada Allah itulah perbuatan salik yakni jalan berkehendak akan salik itu kepada Allah
taala yang muwājibun wujud itulah maqam fana segala salik.
Adapun didalam syarat salik itu dengan memasuk dalam khalwat. Dan syarat
masuk // dalam khalwat itu empat perkara. Pertama mendahulukan akan masuk
gurunya dengan air sembahyang sunah dua rakaat oleh gurunya itu. Dan tatkala sudah
sembahyang oleh syekh itu kemudian daripada sembahyang maka yaitu memuja akan
doa oleh syekhnya itu meminta rahmad daripada Allah taala dan daripada Rasu lu `l-
Lāh dan pada segala aulia dengan syafaat segala zuhud-zuhud dan segala arif-arif
[it]4. Itulah sudah diperbuat[an]
5 gurunya dan kemudian masuk muridnya kedalam
khalwat serta me(ng)hinakan6 dirinya itu pada Allah taala dan pada syekh dengan
merendahkan dirinya pada ketika itu. Dan kedua, syarat itu tobat daripada segala
dosanya yakni menangkal segala perbuatan yang di alam dunia ini karena dunia ini
2 .Tertulis
3 .Tertulis
4 Tertulis
5 Tertulis
6 Tertulis
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
membawa kepada maksiat itu dan menangkal bagi akhirat. Dan ketiga syarat ketiga
masuk khalwat itu dengan bersembahyang sunah istikharah dan sembahyang // sunah
khalwat. Dan sembahyang sunah istikharah [i]7 itu lafalnya niat “ushalliraka’ati
sunata `l-istiharah Lillahi ta ala”8artinya” kusembahyangkan sunah istikharah karena
Allah taala. Dan dua rakaat kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati
sunnata khalwati lillahi ta ala Allahu Akbar9artinya” kusembahyang sunah khalwat
dua rakaat karena Allah taala dan pada sembahyang istkharah itu pada rakaat yang
pertama kemudian fatihah daripada fatihah itu memaca10
ayat qulyāayyuha`l-
kāfirūn11
hingga wa liya dīn (i)12
. Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada
fatihah membaca qul huwa `l-lāhu13
hingga sudahnya.
Keempat, syarat masuk dalam khalwat itu dengan niat yang sejati-sejati14
dengan syuhūd kepada wujud Allah taala dan tiada mengingatlah wujud didirinya
melainkan zat Allah akan kamu syuhūdnya dan jika //sudah perintah yang permulaan
dengan washitah syekh kepada kita maka yaitu berzikirlah hari dan malam dan tiada
7 Tertulis
8 Tertulis niat Shalat istikharah
9 Tertulis
10 Tertulis
11 Q.S. Al-Kaafiruun: 1
12 Q.S. Al-Kaafiruun : 6
13 Q.S. Al-Ikhlash : 1
14 Tertulis
4
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
berkata-[ber]kata15
dalam khalwat dengan kata dunia melainkan dikatanya lā illāha
illallāh dengan lidah dan dengan hati ini.
Allah wujud yang muthlak dan tiada merubah-merubah kepada dunia segala-
[se]16
gala dan apabila melihat dunia m.s.k.b.b17
bunyi sesuai sekalipun maka yaitu
dinding18
dinding Tuhan dengan dunia. Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat
itu menilik pada ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan sekalian
itu hijab dengan Tuhan firman Allah taala “ addunya harāmun ‘ala `l-akhirati wa `l-
ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala19
”
Katanya bermula dunia itu haram isinya orang yang // berkehendak akan
akhirat dan akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan
keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak zat Allah itulah semata-
[se]mata20
itu haram akan keduanya pada ketika suluk.
15 Tertulis
16 Tertulis
17 Tertulis
18 Tertulis
20 Tertulis
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Dan apabila sampai perbuatan suluk maka yaitu salik itu sesudah mati dan jika
sesudah mati maka yaitu sudah kiamat. Pada salik dan jika hidupnya akan salik ini
hidupnya pada negeri akhirat dan diberbuat[an]21
akan akhirat. Dan menilik salik itu
seperti pada negeri akherat karena hidupnya seperti hidupnya pada akhirat akan salik
ini. Dan jika memandang akan segala negeri ini maka yaitu pandangan itu kepada
perbuatan Tuhan. Ketahui olehmu hai salik, dan jika memandang dengan dua mata
dan dengan mata hatinya maka yaitu pandang perbuatan mahkluk dan itu perbuatan
hak // Allah taala akan dia karena mahkluk ini tiada kuasa berbuat akan suatu syāi
dinamakanlah tsābitah kuasa mahkluk kuasa Allah taala karena ku pandang rupa
mahkluk itu rupa a’yān tsābitah.
Dan rupa a’yān tsābitah itu rupa ilmu Allah dan rupa ilmu Allah dan rupa
Allah itu rupa sifat. Dan rupa sifatitu rupa zat Allah akan dia itulah dengan I’tibar
pada hakikat dengan Syūan zat yakni kelakuan zat akan mahkluk. Dan jika a’yān
tsābitah ilmu akan mahkluk itu rupa ilmu Ku taala yakni rupa yang maklum dalam
wujud Allah taala itulah hakikat mahkluk dengan ilmu Allah dan wajib pada mahkluk
itu berjamaah akan diberinya itu dengan syahadat Allah karena syahadat Allah itu
21 Tertulis
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
m.k.n.ng22
agama Allah dan sembahyang dan puasa dan naik haji dan memberi zakat
itulah <Sebenar-sebenar syahadat zat Allah sebenar-sebenar Allah zat aku sebenar-
benar aku sifat Allah y. lain daripada Allah melainkan Allah tammat kalam sifat
Allah “Haqqu`sy-syahadati dzātu`l-lahi haqqu`l-lahu dzātu anā haqqu anā shifatu`l-
lahu lā ghai ra ‘inda`l-Lāhi Illā `l-Lahu” tammatu kalāmi. Soal seorang bertanya
syahadat dan syuhud. Jawab yang syahadat itu Tuhan esa yang sebenar-[se]benar,
syahadat itu Muhammad dan yang di syahadati itu adam tempat afa’lnya 12 H, “haqu
syahādat dzātu`l-lahi wa haqu`l-lahi dzāt wa haqqu`sh-shifatu `l-Lahi sifatu`l-lahu
lā ghai ra illa`l-lahu” tamat > // sekalian itu wajib atas syahadat tiada wajib atas
mahkluk akan sekalian itu dan apabila wajib mahkluk itu niscaya wajib atas kafir
akan agama dan melainkan yang wajib atas mahkluk itu syahadat Allah. Dan
sekalian syai yang wajib itu syahadat Allah karena syahadat itu wajib bercampur
dengan anggota mahkluk dan Islam dan iman dan tauhid dan makrifat itulah wajib
bercampur dengan syahadat karena Islam itu pada tubuhku dan iman pada hatiku dan
tauhid itu pada nyawaku dan makrifat itu pada rahasiaku dan aku pun rahasia pada
kakiku dengan ilmu Allah.
22 Tertulis
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Bermula kenyataan fi’il itu pada Islam dan kenyataanasma Allah itu pada
iman dan kenyataan sifat Allah itu pada tauhid dan kenyataan zat Allah itu pada
makrifat Allah itulah <Adapun kembali wujud yang dhahir kepada wujud yang batin
dan kembali wujud yang batin kepada nur Muhammad dan kembali nur Muhammad
kepada a’yan tsābitah dan kembali a’yan tsābitah kepada cahaya Mu dzat mutlak-
mutlak>// jalan kasyaf kepada haq Taala yaitu dengan himah hati kepada wujud alam
nur syuhūd itulah permaianan jalan salik dengan tafakur kepada yang ma’āni pada
Allah Taala dan murād tafakur itu karena tiada wujud ku melainkan hanya yang ada
wujud Allah.
Bermula yang ada wujud Allah pada tubuh yaitu insan itu dengan madhhār
sifat maknawiyah pada tubuh insan yaitu nur hayun pada ruh kita dan nur „alam pada
hati kita dan nur murid pada fuad kita dan nur qādir pada tubuh kita dan nur samī’
pada telinga kita dan nur bashīr pada mata kita dan mutakalim pada lidah kita
bagaimananya itu tiada wujud ku. Dan tetap tsābitlah perbuatan kita perbuatan hak ta
ala [ak]akan23
dia “lā fi’lu `l-lazī illa af’ali `l-lah” artinya tiada perbuatan mereka itu
melainkan hanya perbuatan wuju(d)24
// wujud Allah “lā qudratahum illā qudratu `l-
23 Tertulis
24 Tertulis
8
7
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
lahi”25
artinya tiada kuasa mereka itu melainkan kuasa Allah taala akan dia “lā
ya’rifu `l-laha illa `l-lahu”26
artinya tiada yang mengenal Allah melainkan Allah
akan dia dirinya kepada dirinya itu dengan ilmu dirinya itu. Dan nyata wujud Allah
itu pada kelakuan insan ini dengan nama Allah taala. Dan barang siapa yang
berkehendak berbuatnya akan tarekat ini maka yaitu mengambil akan dia pada syekh
yang ada martabad daripada syekh taala ini dengan washitah pada Allah ta ala. Dan
jika mengambil pada syekh itu dengan syaratnya syekh kepada murid.
Dan syarat mengambil itu baiat dan talkin daripada syekh kepada murid
petu(n)juk27
syekh pada murid dengan yakin seperti baiat akan syekh kepada murid
itulah kepada perbuatan tarekat ini kepada murid yang perbuat dengan begini akan
seperti duduk dalam khalwat <wal farqu baina `l-ma’rifata wa `t-tamyīzi inna `l-
ma’rifata adrāka `l-qalbi faqath wa `t-tamyīzi adrāka `l-qalbi wa `l-a’dhāi 215 Dan
seperti kata syeikh tsabili rahmahu `l-Lah atasnya artinya barang siapa mengenal
Allah tiada mengata Allah dan barang siapa mengata Allah tiada mengenal Allah
yakni barang siapa mengata lā illāha illallāhu tiada di dalam hatinya wahdatul wujud
maka yaitu tiada mengenal Allah dan barang siapa senantiasa dalam hatinya wahdatul
wujud dan tiada mengata lā illāha illallāhu maka yaitulah ‘ārifun bi `l-lāhi 12 lā
25 Tertulis
26 Tertulis
27 Tertulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
ma’būdun ahadun illallāhu orang yang mubtadi lā mathlūbun ahadun illallahu orang
yang mutawasith lā maujūdun ahadun illallāhu orang yang muntahi itulah
padahatinya mubtadi, mutawāsit, muntahī pada mengata lā illāha illallāhu>28
//
dengan me(ng)hadap29
akan kiblat yaitu dengan merupa akan rupa syaikh dihadapnya
itu. Dan rumah khalwat itu sekedar berdiri dan fana yang sekedar tiadalah dan lentang
sekedar duduk itulah telah berkata nabi kita Muhammad shalla `l-Lāhu ‘alaihi wa
sallam karena nabi nankhalwat di jabal nur empat puluh hari dan malam selama-
[se]lama(nya)30
itu dan masa nan khalwat tiada memakan akan makanan segala-
[se]gala31
.
Dan kemudian sudah daripada berkhalwat maka berkata Abu Bakar pada Nabi
hai ya Rasu lu `l-Lāh pada sayidina Abu Bakar hai Abu Bakar kami kehendak
bertemu dengan Tuhan dan lagi kehendak melihat Tuhan. Dan sudah kabar nabi itu
maka yaitu meminta Sayidina Abu Bakar pada Nabi ya Rasu lu `l-Lāh aku kehendak
berkhalwat seperti kata itu betapa tiada kuasa menahan akan makanan hai ya Rasu lu
`l-Lāh maka jawab Rasu lu `l-Lāh itu pada Abu <suālun [soa] jika ditanyai orang kita
apa arti awwalu `l-ladzīna itu (jawābun (jawab)) bahwa asal ma’arifat itu beroleh
28 Scolia pias pada halaman 10
29 Tertulis
30 Tertulis
31 Tertulis
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
membedakan antara muhdist dan qadim dari karena haqiqāt wājibul wujud itu qadim ,
mumkinul wujūd itu muhdist dan haqiqatwājibul wujud itu qadim maka tiada
diberkati keduanya dan tiada berhimpunan keduanya hum masāīlul mubtadi>32
// Abu
Bakar, hai Syaidina Abu Bakar memakan pada sehari semalam segala makanan itu ia
memadai dan yang lebih makan pada tiga hari segala makan yaitu segera sampai
suluk kepada maqām baqa dan jikalau dua kali memakan sehari semalam maka yaitu
binasa juga akan khalwat dan lagi kembali kepada martabat awam akan orang itu dan
lagi maqam mubtadī akan ia.
Dan lagi syarat-syarat [b.r]33
berkhalwat itu tiada berkata-kata akan kata yang
lain daripada lā ilāha illa `l-lahu dan jikalau telanjur akan lidah pada kata dunia maka
yaitu batal khalwat itu. Jika ada kuasa bertampil ia dengan sedekah kepada syekh dan
kepada orang yang lain dan kenduri. Dan jikalau tiada kuasa bertempil maka yaitu
berkhalwat seperti syarat yang dahulu pada syekh.
Ketahui olehmu hai murid yang berkhalwat kembalilah diberinya itu khalwat
ketahui // olehmu hai salik syarat sempurna berkhalwat itu itu sepuluh perkara.
Pertamatiada memakan kenyang-kenyang dan meminum air. Kedua tiada memakan
32 Scolia pias pada halaman 12
33 Tertulis
12
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
yang sedap-sedap yakni mengingat-ingat. Ketiga tiada memakan buah-buahan yaitu
yang m.q.m.m.y.s34
tiada memakan akan dia. Keempat tiada memakan dua kali sehari
semalam. Maka yaitu memakan segala itu setengah mud-mud pada sehari semalam
yaitu segala makanan dan yang terlebih baik daripadanya puasa pada siang selang dua
hari yakni puasa daud akan namanya. Dan apabila memakan pada masa puasa itu
segala jua akan memakan dan waktu makan itu berulang kali karena syarat segala
memakan. Dan jikalau kuasa itu tiada maka jua memakan tiga kali itu dengan segala
makanan itu. Kelima tiada berkata berkata-kata dunia pada ketika berkhalwat
melainkan lā illāha illallāh. Dan syuhūd dirinya itu dengan hati Allah. Allah yaitu//
dengan memandang kepada dzat yakni ingat-ingat35
dalam hati tiada berpaling akan
hati itu kepada syai yang lain daripada dzat Allah. Hanya zatnya kume(ng)hadap36
akan anggotaku. Keenamtiada berkh(j)alan37
pada ketika itu dan jikalau ke masjid
sekalipun tiada berjalan karena masa ini tiada wajib akan sembahyang jum at pada
orang yang berkhalwat karena nabi shala `lāhu ‘alaihi wa sallam berkhalwat di jabal
Nur empat puluh hari masa ini tiada berbuat yang lain akan sembahyang. Dan
34 Tertulis
35 Tertulis
36 Tertulis
37 Tertulis
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
sekalian yang lain tiada berbuat ia melainkan sembahyang lima waktu dan
sembahyang sunnah wudhū’ dan yang lain dari itu maka yaitu haram jua. Ketujuh
tiada melihat akan orang yang banyak-banyak38
atau orang tiada sekota dengan
dirinya dan apabila berjalan kepada tempat hambanya itu di silubung39
akan dirinya
itu dengan
//Kedelapan tiada memindah I’tikad seperti yang lain [dari] daripada40
tarekat
ini. Yakni tiada bercampur tarekat dengan karena tarekat sufi itu lain dari pada
fuqahā. Dan fuqahā itu lain daripada perbuatan sufi yaitu tiada bercampur sama-
samanya dua perbuatan karena tarekat fuqahā itu misalnya persuruhan Tuhannya.
Dan tarekat sufi itu mi[t]salnyaitu seperti bayang-bayang matahari di dalam
air itulah seperti matahari. kelakuan bayang-bayangnya itulah tarekat sufi karena itu
tiada bercampur dengan yang lain. Kesembilan tiada di qashd mengikut akan Tuhan
dan akan Rasu lu `l-Lāh melainkan yang berbuat dia iatah41
Allah taala dan selama
belum fana maka yaitu salik itu jatuh melihat akan dirinya karena salik itu adam pada
38 Tertulis
39 Tertulis
40 Tertulis
41 Tertulis
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
wujudnya itu. Kesepuluh syarat sempurna khalwat// itu tiada bercerai dengan
suluknya itu yaitu selama hidup dalam dunia ini itu suluknya semasa-[se]masa42
.
Dan apabila sampai sekalipu(n)43
yaitu suluknya jua. Dan apabila hati akan
salik itu maka yaitu tiada hati pada hakikat yaitu memindah kepada kata tafkiri
akhirat serta tuhan ’aza wa jala44
itulah perintah sempurna khalwat. Dan jika salah
satu daripada sepuluh syarat maka yaitu batal berkhalwat dan binasa suluknya itu dan
orang itu kembali kepada martabat awam.
Adapun syarat sempurna suluk itu tiga perkara. Pertama zuhud yakni
memerang memerang(i)45
akan nafsunya yang ladzat-ladzat46
. Kedua syuhūd
senantiasa yakni kuat ingat-ingat akan wujud Allah. Ketiga tiada berhenti dzikir Allah
selama-lamanya suluk dan jikalau tiada kuasa bersuluk pada tafkiri dirinya maka
yaitu berjalan pada suatu tafkiri kepada suatu // tafkiri. Dan pada tafkiri dan dalam
hutan dan puncak gunung itulah takris pada hatinya itu wajib berlaku ia kepada takris
itu yakni tekeras itu adanya dalam wara’i kepada perbuatan ini. Dan haram
42 Tertulis
43 Tertulis
44 Tertulis
45 Tertulis
46 Tertulis
15
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
takriskepada perbuatan syaithan melainkan takris kepada perbuatan Tuhan itulah
wajib m.menurut47
akan dia seperti kata nabi kita Muhammad pada Syaidina Abu
Bakar dan syekh Juned itu berbuat seperti kata Nabi shala `lāhu ‘alaihi wa
sallam.Tammat. Kitab yang bernama Risālah Majmu’.
47 Tertulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
F. Daftar Kata Sukar
1. Kosa kata Arab
aulia
a’yan
baiat
baqa
bashīr
dhahir
fuqahā
fuad
himah
hayun
istikharah
i’tibar
i’tikad
Allah ‘azza wa jalla
khalwat
: orang suci;wali
: zat esensi-esensi
: pelantikan secara resmi; pengukuhan;pengucapan
sumpah setia
: kekal
: yang melihat
: yang lahir, lawan batin
: mengerti, paham
: hati, akal
: suatu pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu
menurut yang sebenarntya dan pengurusanya harus
sesuai dengan sifatnya
: hidup
: nama salah satu shalat sunat yang bertujuan untuk
memperoleh pilihan yang benar
: mencobai, memikirkan sesuatu
: mempercayai urusan itu/kepercayaan hati
: Allah Yang Maha perkasa lagi Maha Mulia.
: pengasingan diri, berkhalwat: mengasingkan diri
untuk tafakur dan beribadah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Kasyaf
fi’il
ma’āni
majāni
madhhār
maqam
mubtadī
mud-mud
muntahī
mutakalim
mutawāsit
murād
muwājibun
qādir
qashd
samī’
shifāt
syuhūd
syai
syūan
risālah
tafkiri
takris
talkin
tsābitah
: terbuka hatinya
: perbuatan, pekerjaan, kata fi‟il
: bersama saya
: apa yang datang pada ku
: apa yang nampak
: tataran, kedudukan
: orang sufi yang berada pada tataran permulaan
: ukuran isi sama dengan 5/6 liter
: orang sufi yang berada pada tataran akhir
: yang bercakap, ahli ilmu
: orang sufi yang berada pada tataran pertengahan
: seseorang yang telah majzub kecintaanya, sehingga
ia tidak takut lagi akan cobaan-cobaan dan godaan-
godaan dari luar.
: yang mewajibkan, sebab,karena
: Allah menentukan perkkaraa atasnya
: menyengaja,bermaksud kepada
: mendengar
: tauhid, keesaan tentang sifat-sifat Tuhan
: kesaksian-kesaksian
: sesuatu
: menyendiri
: karangan
: memikirkan perkara itu
: memasamkan muka /mengecut
: mengajarkan perkataan kepadanya, hal
membisikan menyebutkan kalimat tauhid
: terdiri dari zat,sifat, dan asma Allah („ilm, ‘alim,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
wara’
washitah
zuhud
dan ma’lum)
: orang yang meninggalkan perbuatan yang makruh
karena khawatir jatuh kepada yang haram.
: pengantara, jalan, orang tengah, pendamai
: tidak pada sesuatu dan ingin meninggalkanya
2. Istilah Arab
Al-hamduli 1-lāhirabbi `l- ‘ālamīn
Bismi `l-āhirahmāni `r-Ra`r-Rahīm
wa `sh-shalātu wa `s-salāmu ‘alā rasūli -
`1-lahisha `l-lahi ‘alaihiwassalam
shala `lāhu ‘alaihi wa sallam
lā illāha illallāh
rahmahu `l-Lah
: seluruh puji bagi Allah Tuhan seluruh
alam
: dengan menyebut nama nama Allah
yang maha Pemurah lagi Penyayang
: semoga salawat dan salam tetap pada
Nabi Muhammad
: Muhammad saw, utusan Allah.
: Tiada Tuhan yang berhak diibadahi
selain Allah
: semoga dirahmati Allah Yang Maha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
‘azza wa jalla
tinggi
: Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mulia
3. Kata kata arkais
Berhimpunan
Beroleh
Bertempil
diberbuat
di silubung
ladzat-ladzat
lentang
memasuk
mengata
menilik
mitsalnya
tekeras
: berkumpul
: memperoleh
: menampilkan
: diberbuat
: di selubung
: lezat-lezat
: terlentang
: masuk
: berkata
: menilik
: misalnya
:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
94
BAB V
ANALISIS DATA
A. Analisis Struktur
Struktur dalam sastra kitab mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
struktur sastra fiksi pada umumnya. Struktur narasi atau struktur penceritaan
hanya merupakan salah satu unsur struktur keseluruhan teks. Sastra kitab
memiliki struktur yang menyerupai struktur kitab agama. Struktur penyajian sastra
kitab pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup.
Siti Chamamah Soeratno,et.al. menyatakan bahwa struktur narasi sastra kitab
adalah struktur penyajian teks, seperti halnya struktur penceritaan dalam fiksi
yang berupa plot atau alur (Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982: 152).
Sama halnya dengan karya sastra kitab yang lain, teks RM memiliki
struktur penceritaan yang lengkap. Struktur narasi atau penceritaan teks RM
terdiri dari tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Struktur narasi atau
penceritaan teks RM adalah sebagai berikut.
1. Struktur Penyajian RM.
Struktur penyajian RM menggunakan alur lurus, yaitu teks diuraikan
secara berurutan dan sistematis dari pendahuluan, isi, dan penutup. Uraian struktur
penyajian teks RM adalah sebagai berikut.
a. Pendahuluan
Adapun sebagian besar dalam karya sastra kitab, permulaan penulisan
diawali dengan basmalah
A1. Pembukaan terdiri dari (a) bacaan basmalah; (b) bacaan hamdalah; (c)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Salawat kepada Nabi Muhammad saw, doa kepada keluarga dan sahabatnya
B1. Motivasi penulisan
Penulis teks RM memiliki motivasi ingin memberikan dorongan bagi
orang awam untuk mempelajari tarekat syattariyah.
b. Isi
Isi terdiri dari hal-hal sebagai berikut
A2.Syarat menjalani tarekat
Seorang salik (orang yang menjalani suluk) apabila ingin menjalani
tarekat, adalah dengan menjalani khalwat dan disertai pula sifat zuhud
harus dimiliki pada diri seorang salik.
B2. Syarat seseorang dalam menjalani khalwat
Khalwat merupakan rangkaian persyaratan dalam menjalani
tasawuf. Khalwat adalah mengasingkan diri untuk bertapa dan beribadah
kepada Allah SWT. Ada empat syarat yang harus dipenuhi seorang salik
untuk berkhalwat, yaitu
a. Selalu melayani gurunya setiap kali ingin beribadah kepada Allah
seperti menyediakan air untuk berwudu.
b. Bertobat kepada Allah SWT
c. Shalat sunah istikharah dan shalat sunah khalwat.
d. Niat yang sejati dan syuhud harus dimiliki seorang salik dalam
menjalani khalwat.
C2. Uraian tentang sifat Allah, sifat seorang salik, dan penjelasan mengenai
tarekat syattariyah.
a. Bahwa Allah merupakan wujud yang mutlak. Dengan kekuasaanya Ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
dapat membuka tabir ghaib. Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan
mengenai larangan bagi salik ketika menjalankan suluk yaitu dilarang
memikirkan kehidupan didunia karena akherat merupakan tujuan hidup
yang sebenarnya.
b. A’yan tsābitah, merupakan sebutan dalam dunia tasawuf untuk
menamakan seseorang yang mengejewantahkan sifat Allah dalam
dirinya.
c. Hakikat mahkluk dalam menjalani kehidupan tasawuf harus menyakini
keberadaan Allah dengan bersyahadat, salat, puasa, zakat, dan naik
haji. Perumpamaan syahadat dalam tarekat Syattariyah diibaratkan
pada anggota tubuh manusia. Tubuh dari manusia merupakan ibarat
dari syahadat, sedang iman pada hati, tauhid pada nyawa, dan makrifat
pada kaki manusia.
d. Setiap tarekat memiliki permisalan tersendiri tentang sifat Allah, hal
ini juga dimiliki oleh tarekat Syattariyah, Wujud Allah dimisalkan
dalam insan manusia yang tampak secara maknawiyah. Ada enam nur
(cahaya) sifat Allah yang diibaratkan pada insan manusia, yaitu nur
hayun (hidup)pada ruh, nur „alam pada hati, nur murid pada fuad
(akal), nur qādir pada tubuh, nur samī’ pada telinga, nur bashīr pada
mata, dan mutakalim pada lidah. Kuasa Allah pada manusia yang
disebut tsābitah menjadikan insan senantiasa ingat pada Allah.
e. Syarat salik dalam berbaiat terhadap gurunya ketika berdoa harus
menghadap kiblat sebelum berdoa kepada Allah, terlebih dahulu
membayangkan rupa syekh atau guru yang membimbingnya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
berkhalwat. Diceritakan dalam teks ini bagaimana Nabi Muhammad
dan Syaidina Abu Bakar berkhalwat di gua Jabal Nur selama empat
puluh hari.
f. Selain di atas, syarat berkhalwat adalah senantiasa berzikir kepada
Allah dengan kalimat lā ilāha illa `l-lahu.
D2. Syarat sempurnanya berkhalwat dan bersuluk
a. Sepuluh syarat sempurna berkhalwat adalah:
1) Seorang salik dilarang makan dan minum secara berlebihan
(kekenyangan).
2) Seorang salik tidak boleh makan yang enak dan sedap.
3) Tidak boleh memakan buah-buahan.
4) Senantiasa puasa daud, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.
5) Mengingat Allah dengan berdzikir lā illāha illallāh dan bersikap
syuhūd (benar-benar memberikan kesaksian terhadap keesaan
Allah SWT).
6) Ibadah shalat jum at tidak diwajibkan pada orang yang berkhalwat,
ibadah yang dilkukan adalah sembahyang lima waktu dan
sembahyang sunah wudhū’.
7) Menghindari keramaian kota atau mengasingkan diri untuk tafakur
pada Allah SWT.
8) Tidak mencampur kepercayaan hati (I’tikad) dari tarekat sufi ini ke
paham yang lain. Dijelaskan, bahwa tarekat sufi dimisalkan seperti
bayang-bayang matahari diatas air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
9) Kefanaan dapat dicapai apabila salik mengikuti jalan Allah dan
Rasul Muhammad.
10) Sampai akhir hayatnya, seorang salik harus selalu
bersuluk,memahami hakikat hidup dengan jalan makrifat pada
Allah SWT.
b. Tiga syarat sempurna bersuluk yaitu:
1. Pertama zuhud yaitu mengekang akan nafsu dunia yang
biasanya dihiasi kenikmatan semu.
2. syuhūd, berati selalu mengingat keberadan Allah dimanapun
berada.
3. Selalu berzikir pada Allah dan senantiasa berpikir (tafkiri) akan
kehidupan akhirat kelak.
c. Penutup
Penutup terdiri dari hal-hal sebagai berikut.
A3: Kata Tamma
B3: Judul Karangan
Skema struktur penyajian teks RM adalah sebagai berikut
I II
A1 (a-b-c-d) B1 A2- B2(a-b-c-d) C2(a-b-c-d-e-f) D2(a-b)
III
A3 B3
2. Gaya Penyajian
Setiap pengarang memiliki gaya yang berbeda dalam menuangkan pikiran
dan pendapat dalam karyanya. Hal ini menjadikan suatu karya sastra memiliki
gaya penyajian yang berbeda pada setiap karya sastra. Gaya penyajian teks RM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
menggunakan bentuk interlinier. Puji-pujian kepada Allah SWT dan salawat
kepada Nabi Muhammad saw dijelaskan dalam bahasa Arab kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Begitu juga ungkapan dalam bahasa
Arab, ayat-ayat Alqur an, Hadis, sampai dengan bagian yang menerangkan hal-hal
mengenai tulisan tersebut. Gaya penyajian tersebut dapat dilihat pada beberapa
kutipan berikut.
Al-hamdu li 1-lāhirabbi `l- ‘ālamīn wa `sh-shalātu wa `s-
salāmu ‘alā rasūiī `1-lahi shalla `l-lāhu ‘alaihi wa sallam.
Segala puji-pujian bagi Allah yang menu(n)jukkan jalan yang
betul kepada jalan Allah yakni dengan washitah Nabi kita
Muhammad shala `lāhu ‘alaihi wasallam.(RM:1)
Pada bagian isi, setiap masalah diuraikan satu per satu sedetail mungkin.
Penyajian dimulai dari syarat-syarat masuk dalam tarekat Syattariyah. Syarat-
syarat tersenut diawali dengan syarat masuk tarekat syattariyah, syarat seorang
salik, syarat baiat dan talkin terhadaap gurunya, syarat dalam menjalankan
khalwat hingga syarat sempurnanya salik dalam berkhalwat dan bersuluk.
Kesemuanya dijelaskan secara jelas. Selain itu, isi naskah juga terdapat Hadis
yang dalam bentuk penyajianya bersifat interlinier. Interlinear maksudnya bahwa
kutipan ayat Hadis yang dikemukakan dalam bahasa Arab dan diikuti
terjemahannya dalam bahasa Melayu.
Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat itu menilik pada
ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan
sekalian itu hijab dengan Tuhan firman Allah taala “ addunya
harāmun ‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-
dunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala” Katanya
bermula dunia itu haram isinya orang yang // berkehendak akan
akhirat dan akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak
akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang
berkehendak dzat Allah itulah semata-[se]mata itu haram akan
keduanya pada ketika suluk. (RM: 5)
Tidak hanya itu, bentuk interlinier terdapat juga dalam kutipan ungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
dalam bahasa Arab yang berupa doa niat salat. Ungkapan dalam bahasa Arab
tersebut disajikan dengan bahasa Arab kemudian diikuti terjemahannya.
Dan sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “ushalli
raka’ati sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya”
kusembahyangkan sunah istikharah karena Allah taala. Dan dua
rakaat kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli
raka’ati sunnata khalwati lillahi ta ala Allahu Akbar artinya”
kusembahyang sunah khalwat dua rakaat karena Allah taala dan
pada sembahyang…(RM: 3)
Berdasarkan contoh-contoh pada kutipan di atas, dapat diketahui bahwa
cara penyajian teks RM menggunakan bentuk interlinier. Secara sistematis, teks
RM dimulai dengan kalimat atau ungkapan berbahasa Arab diikuti dalam bahasa
Melayu
3. Pusat Penyajian
Pusat penyajian adalah pandangan pengarang atau sudut pandang
pengarang yang diambil pengarang untuk mengungkapakan karya atau istilah
lainnya point of view. Jakob Soemardjo berpendapat bahwa “pusat pengisahan
adalah pandangan pengarang, yaitu sudut pandang yang diambil pengarang untuk
mengungkapkan karya” (1991:83) atau istilah lainnya point of view. Meneliti
pusat pengisahan berarti meneliti siapa yang bercerita dan dari mana cerita itu
dikisahkan. Pusat pengisahan (point of view) terbagi menjadi empat macam yaitu
(1) omniscent point of view (sudut pandang orang yang berkuasa), dalam hal ini
pengarang bertindak sebagai orang yang tahu segalanya, (2) objective point of
view, dalam hal ini pengarang sama sekali tidak memberi komentar apapun, (3)
point of view orang pertama, gaya ini bercerita dengan sudut pandang “aku”, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
(4) point of view peninjau, di mana pengarang memilih salah satu tokoh untuk
bercerita (Jakob Soemardjo, 1991:83-84).
Dalam teks RM, pengarang menguraikan hal-hal yang berhubungan
dengan tarekat syattariyah khususnya berbagai syarat masuk dan syarat ketika
hingga akhir dalam menjalankan ibadah di dalam tarekat syattariyah. Berbagai
syarat tersebut antara lain syarat masuk tarekat syattariyah, syarat seorang salik,
zikir yang dianjurkan dalam mendekatkan diri pada Allah, hingga syarat
sempurnanya berkhalwat dan bersuluk dalam tarekat syattariyah. Sebenarnya teks
RM merupakan monolog dari penulis kepada pembaca khususnya orang (salik)
yang ingin belajar atau masuk dalam tarekat syattariyah.
Ketahui olehmu hai salik jalan berbuat tarekat syattariyah yang
itu dengan washitah olehmu syaikh kepada murid tarekat yang
diberbuat akan dia. (RM: 1)
Pada kutipan yang pertama, kata olehmu mengacu kepada pembaca yang
ingin sekedar tahu atau orang yang ingin belajar agama Islam khususnya bidang
tasawuf.
Ketahui olehmu hai murid yang berkhalwat kembalilah
diberinya itu khalwat ketahui // olehmu hai salik syarat
sempurna berkhalwat itu itu sepuluh perkara. Pertama tiada
memakan kenyang-kenyang dan meminum air. (RM: 12)
Demikian juga pada kutipan di atas, kata ganti mu (kamu) menunjukkan
keberadaan penulis dan pembaca. Kutipan di atas menunjukan bahwa mu (kamu)
merupakan murid yang ingin berkhalwat. Khalwat adalah pengasingan diri di
tempat yang sunyi dengan tujuan untuk bertafakur kepada Allah SWT.
Uraian dan kutipan-kutipan di atas dapat digarisbesarkan bahwa pusat
penyajian teks RM adalah menggunakan kata ganti orang kedua atau omniscent
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
point of view. Penggunaan metode orang kedua ini ditunjukkan dengan pemakaian
kata ganti orang kedua, yaitu kata ganti kamu (mu).
4. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis, gaya bahasa merupakan
bagian dari diksi atau pilihan kata (Gorys Keraf, 2000:114). Siti Chamamah
berpendapat bahwa gaya bahasa merupakan kekhususan seseorang dalam
menggunakan bahasa pada sebuah karya sastra atau kelompok karya sastra (Siti
Chamamah Soeratno, et.al. 1982:178). Dalam sastra kitab, gaya bahasa sangat
dipengaruhi oleh unsur Arab. Oleh karena itu, RM pun banyak mengandung unsur
Arab.
a. Kosa kata
Seperti yang telah dikemukakan di atas, sastra kitab banyak dipengaruhi
oleh gaya bahasa Arab, termasuk dalam hal kosa kata.Teks RM yang termasuk
naskah sastra kitab banyak mempergunakan kosa kata Arab. Kosa kata Arab
tersebut ada yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, ada pula yang belum
diserap ke dalam bahasa Indonesia. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut.
1. Kosa Kata Teks RM yang sudah Diserap ke dalam Bahasa Indonesia
Tabel 9
No Kosa Kata No Kosa Kata No Kosa Kata
1 aulia 6 mubtadi
11 talkin
2 baiat 7 himad 12 ta ala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
3 dhahir
8 kasyaf
13 zuhud
4 fana
9 mud-mud 14 tarekat
5 maqam
10 talkin 15 khalwat
2. Kosa kata dan frase bahasa Arab
Tabel 10
No Kosa kata No Kosa kata No Kosa kata
1 a’yan 14 ma’āni
27 syuhūd
2 baqa 15 madhhār 28 syai
3 bashīr 16 mubtadī 29 syūan
4 dhahir 17 muntahī 30 risālah
5 fuqahā 18 mutakalim 31 tafkiri
6 fuad 19 washitah 32 takris
7 hayun 20 mutawāsit
33 tsābitah
8 istikharah
21 murād
34 wara’
9 i’tibar 22 muwājibun
10 i’tikad 23 qādir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
11 Kasyaf
24 qashd
12 fi’il 25 samī’
13 maqam 26 shifāt
b. Ungkapan
Ungkapan adalah ucapan-ucapan khusus yang sudah tetap, sudah menjadi
formula khusus, dan sudah menjadi kebiasaan yang tidak berubah. Dalam RM
banyak terdapat ungkapam-ungkapan yang biasanya mengikuti nama sesuatu.
1) Shala `l-Lāhu ‘alaihi wa sallam (RM: 1)
semoga selawat dan salam tetap kepada Nabi, ungkapan ini disebut
salawat
2) Bismi `l-āhirahmāni `r-Ra `r-Rahīm (RM: 1)
dengan nama Allah Yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang
3) Wa `sh-shalātu wa `s-salāmu ‘alā rasūli -`1-lahisha `l-lahi
‘alaihiwassalam (RM: 1)
dan rahmat Allah dan segala salam-Nya atas Rasul Allah (Nabi
Muhammad)
4) lā illāha illallāh (RM: 4)
tiada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah
5) Rahmahu `l-Lah (RM: 10)
semoga dirahmati Allah Yang Maha Tinggi
6) ‘Azza wa jalla (RM: 15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia
c. Sintaksis
Teks sebagai sastra kitab banyak dipengaruhi oleh struktur sintaksis Arab.
Hal tersebut seperti dikemukakan oleh John (dalam Siti Chamamah Soeratno,
1982:183) bahwa pada umumnya para penulis sastra keagamaan berpikir dalam
bahasa Arab. Pengaruh di sini dapat dilihat, misalnya dalam pemakaian kata
penghubung dan yang dipakai dalam pembuka kalimat.Selain kata „dan‟ juga
digunakan kata „maka‟ sebagai pembuka kalimat atau sebagai kata tumpuan.
Dalam bahasa Arab kata (ف) yang secara etimologis berarti „maka‟ dipakai
sebagai pembuka kalimat atau kata tumpuan.
Kata penghubung „dan‟ dalam teks RM digunakan sebagai pembuka
kalimat. Dalam bahasa Melayu kata dan tidak pernah dipakai untuk membuka
kalimat. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari bahasa Arab. Dalam
bahasa Arab terdapat kata wa (و ) yang secara etimologis berarti „dan‟ dipakai
sebagai pembuka kalimat atau sebagai kata tumpuan. Dalam bahasa Indonesia
untuk menghubungkan tiga kata atau lebih, kata „dan‟ hanya ditempatkan di depan
kata atau frasa atau klausa yang terakhir. Akan tetapi dalam RM setiap kata, frasa,
atau klausa yang dihubungkan selalu diawali dengan kata „dan‟. Hal ini
dikarenakan dalam bahasa Arab tidak terdapat tanda baca koma ( , ) dalam
kalimat, sehingga memakai kata „dan‟. Selain kata dan, teks RM juga
menggunakan kata maka sebagai pembuka kalimat atau sebagai kata tumpuan.
Dalam bahasa Arab kata (ف) yang secara etimologis berarti „maka‟ dipakai
sebagai pembuka kalimat atau kata tumpuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
1. „Dan‟
a) Kata penghubung „dan‟ dipergunakan sebagai pembuka kalimat
Dan syarat masuk // khalwat dalam khalwat itu empat perkara.
Pertama mendahulukan akan masuk gurunya dengan air
sembahyang sunah dua rakaat oleh gurunya itu. (RM:2)
b) Kata „dan‟ dipergunakan sebagai kata penghubung
Dan lagi syarat-syarat [b.r]berkhalwat itu tiada berkata-kata
akan kata yang lain daripada lā ilāha illa `l-lahu dan jikalau
telanjur akan lidah pada kata dunia maka yaitu batal khalwat
itu. Jika ada kuasa bertampil ia dengan sedekah kepada syekh
dan kepada orang yang lain dan kenduri. (RM: 12)
2. „Maka‟
Kata penghubung „maka‟ digunakan bukan sebagai kata penghubung,
namun untuk memulai kalimat sebagai tumpuan. Hal ini terlihat pada
kutipan berikut.
Maka yaitu memakan segala itu setengah mud-mud pada sehari
semalam yaitu segala makanan dan yang terlebih baik
daripadanya puasa pada siang selang dua hari yakni puasa daud
akan namanya. (RM: 12)
Penggunaan „maka‟ pada kalimat di atas bukan sebagai kata
penghubung, tetapi untuk memulai kalimat.
3. „Bagi‟
Kalimat yang mempergunakan kata bagi yang dalam bahasa Arabnya li
menunjukkan arti milik. “Segala puji-pujian bagi Allah yang (ل)
menu(n)jukkan jalan yang betul kepada jalan Allah yakni dengan
washitah Nabi kita Muhammad shala `lāhu „alaihi wa sallam”. (RM: 1)
Pada uraian di atas, terlihat pengaruh bahasa Arab dalam bahasa
Melayu Risālah Majmu‟. Hal ini seperti dikemukakan oleh van Ronkel,
bahwa Sastra Arab besar sekali pengaruhnya di lapangan keagamaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
dalam sastra Melayu, maksudnya di sini pengaruh bahasa Arab dan
sintaksis Melayu (Ronkel dalam Siti Chamamah Soeratno, 1982:184).
d. Sarana Retorika
Sarana Retorika adalah tehnik pemakaian bahasa sebagai seni yang
didasarkan pada suatu pengetahuan tersusun baik. Sarana retorika dipengaruhi
oleh dua aspek yaitu pengetahuan bahasa dan penggunaan bahasa yang baik
(Gorys Keraf, 2000:1).
1) Penguraian
Teks RM banyak menggunakan gaya penguraian. Gaya penguraian disebut
juga dengan analitik, yaitu menguraikan gagasan yang terdapat dalam teks secara
terperinci. Gaya penguraian dalam teks RM terlihat pada kutipan berikut.
…dengan me(ng)hadap akan kiblat yaitu dengan merupa akan rupa
syaikh dihadapnya itu. Dan rumah khalwat itu sekedar berdiri dan
fana yang sekedar tiadalah dan lentang sekedar duduk itulah telah
berkata nabi kita Muhammad shalla `l-Lāhu ‘alaihi wa sallam
karena nabi nankhalwat di jabal nur empat puluh hari dan malam
selama-[se]lama(nya) itu dan masa nan khalwat tiada memakan
akan makanan segala-[se]gala. (RM: 10)
Sesuai dengan gaya penguraian tersebut, Risālah Majmu’. banyak
mempergunakan sarana retorika polisindeton. Polisindeton merupakan suatu gaya
dengan cara beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu
sama lain dengan menggunakan kata penghubung (Gorys Keraf, 1990:131).
Pemakaian polisendenton pada teks RM ditunjukkan pada pengulangan kata dan
seperti di atas. Kutipan di atas menerangkan aktifitas ibadah Nabi Muhammad
ketika berkhalwat di gua jabal nur selama empat puluh hari dalam khalwat
tersebut Nabi Muhammad tidak makan. Dengan demikian, kata dan dipakai untuk
menjelaskan secara runtut perjalanan Nabi Muhammad selama berkhalwat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Selain menggunakan gaya penguraian polisendeton, teks RM juga
menggunakan sarana retorika enumerasi. Enumerasi adalah pencacahan satu
persatu; penjumlahan (KBBI III, 2007:304). Berkaitan dengan hal ini maka
enumerasi adalah gaya bahasa yang disusun dengan memecahkan suatu hal atau
keadaan menjadi beberapa bagian agar maksudnya menjadi jelas.Sarana retorika
enumerasi itu pada hakikatnya untuk menyangatkan suatu pernyataan. Pemakaian
sarana retorika enumerasi dalam teks RM ditandai dengan pemakaian kata
pertama, kedua, ketiga yang dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut
Dan syarat masuk // khalwat dalam khalwat itu empat perkara.
Pertama mendahulukan akan masuk gurunya dengan air
sembahyang sunah dua rakaat oleh gurunya itu. Dan tatkala sudah
sembahyang oleh syekh itu kemudian daripada sembahyang maka
yaitu memuja akan doa oleh syekhnya itu meminta rahmad
daripada Allah taala dan daripada Rasu lu `l-Lāh dan pada segala
aulia dengan syafaat segala zuhud-zuhud dan segala arif-arif [it].
Itulah sudah diperbuat[an] gurunya dan kemudian masuk muridnya
kedalam khalwat syarat me(ng)hinakan dirinya itu pada Allah ta
ala dan pada syekh dengan merendahkan dirinya pada ketika itu.
Dan kedua, syarat itu taubat daripada segala dosanya yakni
menangkal segala perbuatan yang di alam dunia ini karena dunia
ini membawa kepada maksiat itu dan menangkal bagi akhirat. Dan
ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang
sunah istikharah dan sembahyang//sunah khalwat. Dan
sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “ushalli raka’ati
sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan
sunah istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat
kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata
khalwati lillahi ta ala Allahu Akba artinya” kusembahyang sunah
khalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang
istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada
fatihah itu memaca ayat qulyāayyuha`l-kāfirūn hingga wa liya dīn
(i). Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah
memuja qul huwa `l-lāhu hingga sudahnya. Keempat, syarat masuk
dalam khalwat itu dengan niat yang sejati-sejati dengan syuhūd
kepada wujud Allah ta ala dan tiada mengingatlah wujud didirinya
melainkan dzat Allah akan kamu syuhūdnya dan jika //sudah p.n.r.s
yang permulaan dengan washitah syaikh kepada kita maka yaitu
berdzikirlah hari dan malam dan tiada berkata-[ber]kata dalam
khalwat dengan kata dunia melainkan dikatanya lā illāha illallāh
dengan lidah dan dengan hati ini. (RM: 2-4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Kutipan di atas menunjukkan adanya penguraian dari suatu hal. Hal yang
dimaksud adalah berbagai syarat seorang salik masuk dalam khalwat. Macam-
macam syarat tersebut dijabarkan dalam empat hal. Keempatnya diuraikan secara
terperinci dan jelas. Syarat pertama adalah menghormati gurunya sebagai seorang
pembimbing dalam berkhalwat. Bertobat dari segala dosa, baik dosa kecil dan
besar menjadi syarat yang kedua. Selanjutnya, syarat ketiga adalah
bersembahyang sunah istikharah dan sunah khalwat. Sedangkan syarat terakhir
adalah dengan berniat secara sungguh-sungguh dan senantiasa berzikir pada
Allah.
Sarana retorika enumerasi itu pada hakikatnya untuk menyangatkan suatu
pernyataan. Oleh karena itu, teks Risālah Majmu’, banyak menggunakan gaya
bahasa (sarana retorika) untuk menyangatkan dan menegaskan, di antaranya yaitu,
gaya penguraian, penguatan, penyimpulan, dan bahasa kiasan.
2) Penguatan
Penggunaan gaya penguatan pada teks RM ditunjukkan pada penggunaan
dalil-dalil yang dicantumkan pada teks RM berasal dari hadis. Dalam hal ini,
pendapat penulis teks dikuatkan dengan kutipan hadis yang dapat dilihat pada
kutipan sebagai berikut
Allah wujud yang muthlak dan tiada merubah-merubah kepada
dunia segala-[se]gala dan apabila melihat dunia m.s.k.b.b bunyi
sesuai sekalipun maka yaitu dinding-dinding Tuhan dengan dunia.
Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat itu menilik pada
ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan sekalian
itu hijab dengan Tuhan firman Allah ta ala “ addunya harāmun
‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā
harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala”. Katanya bermula dunia itu
haram isinya orang yang // berkehendak akan akhirat dan akhirat
itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya
itu haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah itulah semata-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
[se]mata itu haram akan keduanya pada ketika suluk. (RM: 5)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya pendapat yang dikemukakan oleh
penulis teks. Ia menyampaikan pendapatnya bahwa seseorang yang bersuluk
diharamkan atasnya keinginan untuk bersenang-senang di dunia. Dunia adalah
ladang ibadah untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Pendapat penulis teks
tersebut dikuatkan dengan kutipan hadis qudsi. Penekanan tersebut dimaksudkan
untuk menyangatkan betapa pentingnya sifat zuhud bagi salik. Selain itu gaya
penguatan pada teks RM ditunjukkan pada penggunaan dalil-dalil yang
dicantumkan pada teks RM berasal dari lafal doa berbahasa Arab.
Dan ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang
sunah istikharah dan sembahyang // sunah khalwat. Dan
sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “ushalli raka’ati
sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan
sunah istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat
kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata
khalwati lillahi ta ala Allahu Akbara rtinya” kusembahyang sunah
khalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang
istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada
fatihah itu memaca ayat qulyāayyuha`l-kāfirūn hingga wa liya dīn
(i). Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah
membaca qul huwa `l-lāhu hingga sudahnya. (RM: 3)
Pada kutipan di atas menunjukkan adanya pendapat yang dikemukakan
penulis teks mengenai sembahyang sunah istikharah dan sunah khalwat. Pendapat
tersebut dikuatkan dengan mencantumkan lafal niat salat istikharah dan khalwat
dalam bahasa Arab.
3) Retorika
Gaya retorika adalah gaya selayaknya orang yang berpidato yang memberi
pesan kepada pembacanya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
Ketahui olehmu hai murid yang berkhalwat kembalilah diberinya
itu khalwat ketahui // olehmu hai salik syarat sempurna berkhalwat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
itu itu sepuluh perkara. Pertama tiada memakan kenyang-kenyang
dan meminum air. Kedua tiada memakan yang sedap-sedap yakni
mengingat-ingat…(RM: 12)
4) Simile
Bahasa kiasan atau perumpamaan (simile) adalah perbandingan yang bersifat
eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat ekspilisit ialah
bahwa ia menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia
memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu yaitu kata-
kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana (Gorys keraf, 2000:138). Dalam
teks RM terdapat bahasa kiasan hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut
Dan tarekat sufi itu mi[t]salnyaitu seperti bayang-bayang matahari
di dalam air itulah seperti matahari. kelakuan bayang-bayangnya
itulah tarekat sufi karena itu tiada bercampur dengan yang lain.
Kesembilan tiada di qashd mengikut akan Tuhan dan akan Rasu lu
`l-Lāh melainkan yang berbuat dia iatah Allah ta ala dan selama
belum fana maka yaitu salik itu jatuh melihat akan dirinya karena
salik itu adam pada wujudnya itu. (RM: 14)
Penggunaan kata seperti pada kutipan teks diatas menunjukkan bahwa teks
RM menggunakan gaya bahasa simile. Kutipan teks diatas menunjukkan bahwa
tarekat sufi disamakan dengan bayang-bayang matahari di dalam air. Kutipan
diatas dengan menggunakan kata pembanding seperti ditujukan agar pembaca
lebih mudah memahami teks RM dengan mengetahui contoh-contoh dari suatu
kejadian atau peristiwa yang diungkapkan penulis.
5) Metafora
Metafora adalah memperbandingkan dua hal atau lebih secara implisit.
Gaya bahasa ini seperti simile akan tetapi perbandingan yang dilakukan tidak
memakai kata-kata seperti,bagai. dan umpama. Pemakaian metafora pada teks
RM dapat dilihat pada kutipan berikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Dan rupa a’yan tsābitah itu rupa ilmu Allah dan rupa ilmu Allah
dan rupa Allah itu rupa sifat. Dan rupa sifat itu rupa dzat Allah
akan dia itulah dengan I’tibar pada hakikat dengan Syūan dzat
yakni kelakuan Dzat akan mahkluk. (RM: 6)
Rupa a‟yan tsābitah, dalam kutipan diatas dibandingkan dengan rupa ilmu
Allah yang merupakan rupa zat Allah. Dengan demikian, a‟yan tsābitah
adalah perbandingan rupa Allah denganI‟tibar (belajar) akan hakikat ke esaan
Allah.
6) Penyimpulan
Sarana retoris ini berupa gaya penyimpulan suatu uraian atau gagasan.
Berikut kutipan yang memperlihatkan penggunaan gaya penyimpulan.
…….Dan apabila sampai sekalipu(n) yaitu suluknya jua. Dan
apabila hati akan salik itu maka yaitu tiada hati pada hakikat yaitu
memindah kepada kata tafkiri akhirat serta tuhan ’aza wa jala
itulah perintah sempurna khalwat. Dan jika salah satu daripada
sepuluh syarat maka yaitu batal berkhalwat dan binasa suluknya itu
dan orang itu kembali kepada martabat awam. (RM: 15)
Kutipan di atas, penyimpulan suatu pernyataan ditandai dengan kata maka.
Pernyataan sebelumnya yang menerangkan berbagai larangan ketika bersuluk
diakhiri dengan kesimpulan akibat yang harus diterima salik apabila
melanggar larangan tersebut yaitu kembalinya salik ke martabat awam.
Sarana retoris penyimpulan dengan penggunaan kata maka dapat juga
dilhat pada kutipan sebagai berikut
Abu bakar, hai Syaidina Abu bakar memakan pada sehari semalam
segala makanan itu ia memadai dan yang lebih makan pada tiga
hari segala makan yaitu segera sampai suluk kepada maqām baqa
dan jikalau dua kali memakan sehari semalam maka yaitu binasa
juga akan khalwat dan lagi kembali kepada martabat awam akan
orang itu dan lagi maqām mubtadi akan ia. (RM: 5)
Kutipan di atas merupakan tanya-jawab antara Nabi Muhammad dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Sayidina Abu Bakar. Persoalan yang diungkap dalam tanya-jawab tersebut
tentang khalwatnya Nabi Muhammad di Jabal Nur. Kata maka menjadi
penanda atas kesimpulan bahwa seseorang yang berkhalwat dan melanggar
salah satu syarat berkhalwat dia akan kembali ke martabat awam menduduki
derajat mubtadī,.
B. Analisis Isi Teks RM
1. Khalwat, Suluk, dan Zuhud Syarat Masuk Tarekat Syattariyah
Dalam dunia tasawuf bahwa seorang salik ketika menjalankan ibadahnya
bertujuan untuk mencapai martabat dan derajat kesempurnaan atau yang biasa
dinamakan insan kamil. Insan kamil adalah sebutan dalam dunia tasawuf bagi
mereka yang selalu berusaha menghindarkan syirik batin khafi agar sampai pada
suatu keadaan yang memungkinkan dapat mengenal cinta Allah yang melahirkan
jiwa tauhid dan yang mendorong untuk melakukan ibadah dalam usahanya
mencapai tingkat hidup termulia di sisi Allah (Ramli Harun,et.al. 1985:16). Jalan
yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat tersebut dapat ditempuh dengan
jalan tarekat. Istilah tarekat secara terminologi memiliki arti jalan yang lurus,
praktek tasawuf dan persaudaraan sufi.
Tarekat dalam perkembanganya merupakan sebuah organisasi sufi dengan
seorang mursyid (guru) sebagai pucuk pimpinan tertinggi sekalgus sebagai
pembimbing ibadah kepada Allah. Salah satunya adalah tarekat Syattariyah dalam
perjalanannya dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh syekh Abdur Rauf
Singkel (1615-1693), seorang ulama yang berasal dari singkel Aceh. Dia turut
mewarnai sejarah mistik Islam di Indonesia pada abad ke-17. Pada waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
melaksanakan ibadah haji ia memperdalam ilmu tasawuf kepada banyak guru
diantaranya adalah Ahmad Qusasi dan dan Ibrahim al-Qur‟ani (Sirojuddin, et.al.
2003:1).
Amalan tasawuf yang terdapat dalam teks RM adalah dengan jalan
bertarekat, yaitu tarekat Syattariyah. Pokok dari ajaran tarekat ini penyucian diri
dari segala dosa dan melaksanakan persyaratan yang ditentukan karena
persyaratan tersebut menjadi landasan dalam beribadah kepada Allah untuk
mencapai derajat yang sempurna.
Permulaan syarat bagi seseorang dalam menjalani tarekat Syattariyah
dalam teks RM adalah khalwat, suluk, dan zuhud. Ramli Harun menyebutkan
bahwa khalwat adalah mengasingkan diri dari keramaian di suatu tempat yang
sepi untuk beribadat kepada Tuhan (1985:20). Tujuan khalwat sendiri untuk
melatih jiwa dan hati agar selalu ingat kepada Allah selain itu agar hamba tersebut
selalu merasa diawasi Allah. Seorang salik (Sebutan bagi orang yang bersuluk)
dalam berkhalwat diharuskan menempuh perjalanan batin dan mengabaikan
sesuatu yang lahiriyah, bersifat keduniaan karena hal tersebut adalah fatamorgana
kesenangan. Suluk menurut Aboebakar atjeh adalah latihan dalam jangka waktu
tertentu untuk memperoleh sesuatu keadaan mengenai ihwal dan maqam
(1990:121). Berikut kutipan dalam teks RM
Ketahui olehmu hai salik jalan berbuat tarekat syattariyah yang itu
dengan washitah olehmu syaikh kepada murid tarekat yang
diberbuat akan dia. Dan adapun syarat berbuat tarekat ini ialah
dengan berkhalwat karena khalwat itu jalan salik dan jalan suluk
dan jalan zuhud. Dan zuhud itu memerang akan nafsunya. Dan
suluk itu yang berjalan kepada Allah Ta ala, dan salik itu jalan
pada Allah itulah perbuatan salik yakni jalan berkehendak akan
salik itu kepada Allah ta ala yang ……………… (RM: 1-2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Zuhud dalam tarekat Syattariyah memiliki peranan penting dalam pembentukan
jiwa salik agar selalu ingat akan kekekalan kebahagiaan di akhirat. Pendapat
Asmaran tentang zuhud adalah mengurangi keinginan terhadapa kehidupan
duniawi, karena kehidupan ini, di sini bersifat sementara dan apabila manusia
tergoda olehnya, ia akan jauh dari Tuhannya (2002:117).
Penganut tarekat melakukan khalwat dengan mengasingkan diri ke sebuah
tempat, di bawah pimpinan seorang mursyid (guru). Sesungguhnya khalwat
adalah penggemblengan jiwa salik agar senantiasa ingat Allah dan mencapai
tujuan makrifat. Tujuan berkhalwat itu adalah untuk ibadah, guna mendekatkan
diri kepada Allah hal ini sesuai perintah Allah yang tercantum dalam Alquran
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam
beribadat kepada Tuhannya” (Al-Kahfi 110).
Syarat pertama yang harus dilalui salik sebelum berkhalwat adalah
mendahulukan gurunya untuk berwudu dan bersembahyang. Posisi guru dalam
lingkaran tasawuf memilki peranan sangat penting. Aboebakar berpendapat
bahwa seorang syekh atau guru tidaklah dapat dipangku oleh sembarang orang,
meskipun ia mempunyai lengkap pengetahuannya tentang sesuatu tarekat, tetapi
yang terpenting adalah ia harus mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan
batin yang murni (1990:79). Sembahayang yang dilakukan syekh tersebut
bertujuan agar di dalam pelaksanaan ajaran tersebut memperoleh bimbingan
Allah. Berikut kutipannya
Adapun didalam syarat salik itu dengan memasuk dalam khalwat.
Dan syarat masuk // dalam khalwat itu empat perkara. Pertama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
mendahulukan akan masuk gurunya dengan air sembahyang sunah
dua rakaat oleh gurunya itu. Dan tatkala sudah sembahyang oleh
syekh itu kemudian daripada sembahyang maka yaitu memuja akan
doa oleh syekhnya itu meminta rahmad daripada Allah taala dan
daripada Rasu lu `l-Lāh dan pada segala aulia dengan syafaat
segala zuhud-zuhud dan segala arif-arif [it]. Itulah sudah
diperbuat[an] gurunya dan kemudian masuk muridnya kedalam
khalwat serta me(ng)hinakan dirinya itu pada Allah taala dan pada
syekh dengan merendahkan dirinya pada ketika itu (RM: 3)
Syarat yang kedua yang harus dilakukan oleh salik adalah dengan bertobat
kepada Allah atas segala dosa yang dilakukan. Sebagai langkah awal untuk
membersihkan diri, baik lahir maupun batin adalah melalui taubat. Dengan
pembersihan yang sempurna maka hijab-hijab yang membatasi antara mahkluk
dengan Khaliq akan terkuak. Salah satu pembuka hijab antara hamba dengan
Tuhan adalah dengan membersihkan diri dari segala dosa. Taubat adalah tidak
mengulangi perbuatan dosa, lupa pada segalanya kecuali pada Allah, dan karena
cintanya selalu mengadakan hubungan dengan Allah serta menghindarkan diri
dari perbuatan dosa dan sejenisnya (Ramli Harun, et.al. 1985:39). Hal ini sesuai
dengan kutipan teks RM sebagai berikut
Dan kedua, syarat itu taubat daripada segala dosanya yakni
menangkal segala perbuatan yang di alam dunia ini karena dunia
ini membawa kepada maksiat itu dan menangkal bagi akhirat
(RM: 4)
Setelah itu, syarat ketiga adalah bersembahyang dua rekaat sunah khalwat
dan sunah istikharah. Dijelaskan dalam teks RM bahwa dalam bersembahyang
istikharah pada rakaat pertama diharuskan membaca surat Al-Fatihah dan surat al-
Kafirun, sesudah itu pada rekaat kedua membaca surat Al-Fatihah dan surat Al-
Ihklas.
Dan ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang
sunah istikharah dan sembahyang // sunah khalwat. Dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “ushalli raka’ati
sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan
sunah istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat
kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata
khalwati lillahi ta ala Allahu Akbar artinya” kusembahyang
sunahkhalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang
istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada
fatihah itu memaca ayat qulyā ayyuha`l-kāfirūn hingga wa liya dīn
(i). Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah
membaca qul huwa `l-lāhu hingga sudahnya. (RM: 4)
Syarat terakhir sebelum berkhalwat adalah dengan kesaksian yaitu dengan
niat yang sungguh-sungguh (syuhūd). Selama berkhalwat di wajibkan juga bagi
salik agar senantiasa berzikir setiap siang dan malam dengan kalimat tahlil. Zikir
merupakan pegangan pada jalan tasawuf, dan seorang pun tidak akan sampai
kepada Allah melainkan dengan banyak ingat kepada Allah. Kutipan teks RM
yang menjelaskan syarat berkhalwat sebagai berikut
.. Keempat, syarat masuk dalam khalwat itu dengan niat yang
sejati-sejati dengan syuhūd kepada wujud Allah ta ala dan tiada
mengingatlah wujud didirinya melainkan dzat Allah akan kamu
syuhūdnya dan jika //sudah perintah yang permulaan dengan
washitah syaikh kepada kita maka yaitu berdzikirlah hari dan
malam dan tiada berkata-[ber]kata dalam khalwat dengan kata
dunia melainkan dikatanya lā illāha illallāh dengan lidah dan
dengan hati ini. (RM: 4)
Teks RM juga menjelaskan bahwa Allah bersifat mutlak. Dengan
kuasanya Ia membuka hijab antara ghaib dengan kenyataan. Dunia merupakan
ladang ibadah bagi seseorang yang menginginkan kehidupan yang mulia di
akherat. Dapat dikatakan bahwa akhirat haram isinya bagi orang yang mengejar
kehidupan dunia. Hal ini sesuai dengan Hadis Qudsi: “addunya harāmun ‘ala `l-
akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli
`l-Lahi ta’ala” dunia itu haram isinya orang yang berkehendak akan akhirat dan
akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah.
Berikut kutipannya pada teks RM
Allah wujud yang muthlak dan tiada merubah-merubah kepada
dunia segala-[se]gala dan apabila melihat dunia m.s.k.b.b bunyi
sesuai sekalipun maka yaitu dinding dinding Tuhan dengan dunia.
Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat itu menilik pada
ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan sekalian
itu hijab dengan Tuhan firman Allah ta ala “ addunya harāmun
‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā
harāma ni‘alā ahli `l-Lahi ta’ala” Katanya bermula dunia itu
haram isinya orang yang // berkehendak akan akhirat dan akhirat
itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya
itu haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah itulah semata-
[se]mata itu haram akan keduanya pada ketika suluk. (RM: 5)
Sikap salik dalam memandang kehidupan dunia, adalah apabila ia
memandang dengan kedua mata dan hatinya pada dunia diusahakan agar
senantiasa dalam kekuasaan Allah. Dinamakan syai dikarenakan mahkluk itu
tidak memiliki untuk berbuat sesuatu, sehingga kuasa yang diberikan Allah itu
bernama tsābitah. Allah memberikan perumpamaan bahwa bayang-bayang bagi
dzat Allah dinamakan a‟yan tsābitah. Berikut kutipannya
Dan apabila sampai perbuatan suluk maka yaitu salik itu sesudah
mati dan jika sesudah mati maka yaitu sudah kiamat. Pada salik
dan jika hidupnya akan salik ini hidupnya pada negeri akhirat dan
diberbuat[an] akan akhirat. Dan menilik salik itu seperti pada
negeri akherat karena hidupnya seperti hidupnya pada akhirat akan
salik ini. Dan jika memandang akan segala negeri ini maka yaitu
pandangan itu kepada perbuatan Tuhan. Ketahui olehmu hai salik,
dan jika memandang dengan dua mata dan dengan mata hatinya
maka yaitu pandang perbuatan mahkluk dan itu perbuatan hak //
Allah ta ala akan dia karena mahkluk ini tiada kuasa berbuat akan
suatu syāi dinamakanlah tsābitah kuasa mahkluk kuasa Allah ta ala
karena ku pandang rupa mahkluk itu rupa a’yan tsābitah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
2. Pandangan Tarekat Syattariyah Mengenai Hubungan Manusia
(Alam) dan Tuhan
Lebih lanjut lagi, teks ini menerangkan hubungan antara Tuhan dan
mahkluk menurut pandangan Syattariyah. Setelah dijelaskan diatas tentang a‟yan
tsābitah maka selanjutnya dijelaskan lagi bahwa a‟yān tsābitah adalah rupa ilmu
Allah. Sesudah a‟yān tsābitah ini menjelma pada rupa sifat Allah. Kesemuanya itu
dapat dimengerti dengan I‟tibar pada kehidupan mahkluk itu sendiri. Hakikat
mahkluk itu sendiri merupakan hamba yang sudah bertauhid semenjak awal
penciptaan mahkluk tersebut. Setelah terlahir didunia maka ilmu Allah yang
berupa syahadat, salat, puasa, zakat, dan naik haji menjadikan siapa hakikat
mahkluk itu. Pokok dari semua itu adalah syahadat, dikarenakan kalimat tauhid
tersebut membedakan mahkluk yang beriman dan yang ingkar di hadapan Allah
SWT. Berikut kutipannya dalam teks RM
Dan rupa a’yān tsābitah itu rupa ilmu Allah dan rupa ilmu Allah
dan rupa Allah itu rupa sifat. Dan rupa sifat itu rupa dzat Allah
akan dia itulah dengan I’tibar pada hakikat dengan Syūan dzat
yakni kelakuan Dzat akan mahkluk. Dan jika a’yān tsābitah ilmu
akan mahkluk itu rupa ilmu Ku ta ala yakni rupa yang maklum
dalam wujud Allah ta ala itulah hakikat mahkluk dengan ilmu
Allah dan wajib pada mahkluk itu berjamaah akan diberinya itu
dengan syahadat Allah karena syahadat Allah itu m.k.n.ng agama
Allah dan sembahyang dan puasa dan naik haji dan memberi zakat
itulahsekalian itu wajib atas syahadat tiada wajib atas mahkluk
akan sekalian itu dan apabila wajib mahkluk itu niscaya wajib atas
kafir akan agama dan melainkan yang wajib atas mahkluk itu
syahadat Allah. (RM: 7)
Islam, iman, tauhid, dan makrifat merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari syahadat. Perumpamaan syahadat dalam tarekat Syattariyah diibaratkan pada
anggota tubuh manusia. Tubuh dari manusia merupakan ibarat dari syahadat,
sedang iman pada hati, tauhid pada nyawa, dan makrifat pada kaki manusia.
Dalam dunia tarekat banyak permisalan untuk menggambarkan tingkat amalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
atau ilmu. Hal ini dapat dilihat pada pengibaratan keterbukaan hati seseorang
(fi’il), ini ditujukan kepada ridhanya memeluk agama Islam, sedang iman
ditujukan mempercayai Asma Allah. Selain itu, tauhid lebih dititikberatkan pada
sifat Allah. Makrifat sebagai salah satu unsur penting dalam tasawuf, diibaratkan
sebagai pengenalan dzat Allah. Makrifat menurut Asmaran adalah mengetahui
Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan (2002:104). M.
Zain Abdullah memiliki pandangan lain terhadap makrifat, menurutnya makrifat
ialah mengenal Allah, makrifat merupakan “tujuan pokok” dalam ilmui tasawuf
(1991:29). Kutipannya dalam teks RM sebagai berikut
Dan sekalian syai yang wajib itu syahadat Allah karena syahadat
itu wajib bercampur dengan anggota mahkluk dan Islam dan iman
dan tauhid dan makrifat itulah wajib bercampur dengan syahadat
karena Islam itu pada tubuhku dan iman pada hatiku dan tauhid itu
pada nyawaku dan makrifat itu pada rahasiaku dan aku pun rahasia
pada kakiku dengan ilmu Allah. Bermula kenyataan fi’il itu pada
islam dan kenyataan asma Allah itu pada iman dan kenyataan sifat
Allah itu pada tauhid dan kenyataan dzat Allah itu pada makrifat
Allah. (RM: 8)
Kasyaf artinya terbuka dinding antara hamba dan Tuhannya (Aboebakar
Atjeh, 1990:149). Kasyaf menurut Ramli Harun adalah terbukanya mata hati
seseorang atas sesuatu yang gaib karena telah terbuka kepada dirinya tabir rahasia
Allah; dengan fana fari sesuatu yang selain Allah, seseorang akan mengetahui
bahwa semua yang ada ini masuk ke dalam cahaya kebenaran Allah (1985: 20).
Dalam teks ini. ada tiga jalan kasyaf untuk mendekat kepada Allah yaitu
dengan hati yang bersih.Hati yang lalai merupakan salah satu penghambat
dibukanya jalan kasyaf. Kunci pembukanya ialah supaya membuangkan sifat-sifat
hati yang lalai (tercela) oleh syara‟ itu dengan ilmu dan amal. Jalan yang kedua
adalah dengan tafakur akan ilmu Allah, dan yang terakhir adalah dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
menumbuhkan cinta pada Allah melebihi segala cintanya pada mahkluk ciptaan
Allah (murād).
jalan kasyaf kepada haq Ta ala yaitu dengan himah hati kepada
wujud alam nur syuhūd itulah permaianan jalan salik dengan
tafakur kepada yang ma’āni pada Allah Ta ala dan murād tafakur
itu karena tiada wujud ku melainkan hanya yang ada wujud
Allah.(RM: 8)
Setiap tarekat memiliki permisalan tersendiri tentang sifat Allah, hal ini
juga dimiliki oleh tarekat Syattariyah, Wujud Allah dimisalkan dalam insan
manusia yang tampak secara maknawiyah. Ada enam nur (cahaya) sifat Allah
yang diibaratkan pada insan manusia, yaitu nur hayun (hidup) pada ruh, nur „alam
pada hati, nur murid pada fuad (akal), nur qādir pada tubuh, nur samī‟ pada
telinga, nur bashīr pada mata, dan mutakalim pada lidah. Kuasa Allah pada
manusia yang disebut tsābitah menjadikan insan senantiasa ingat pada Allah.
Dapat dikatakan bahwa insan manusia yang selalu ingat pada Allah maka
perbuatan dan segala sikap hidupnya memancarkan cahaya dan reperesentasi dari
sifat Allah. Berikut kutipannya dalam teks RM
Bermula yang ada wujud Allah pada tubuh yaitu insan itu dengan
madhhār sifat maknawiyah pada tubuh insan yaitu nur hayun pada
ruh kita dan nur „alam pada hati kita dan nur murid pada fuad kita
dan nur qādir pada tubuh kita dan nur samī’ pada telinga kita dan
nur bashīr pada mata kita dan mutakalim pada lidah kita
bagaimananya itu tiada wujud ku. Dan tetap tsābitlah perbuatan
kita perbuatan hak ta ala [ak]akan dia “lā fi’lu `l-lazī illa af’ali `l-
lah” artinya tiada perbuatan mereka itu melainkan hanya perbuatan
wuju(d) (RM: 9)
3. Syarat Baiat dan Talkin Terhadap Guru
Dalam menjalani kehidupan tasawuf, seorang salik harus senantiasa dibimbing
oleh seorang guru. Dijelaskan di atas bahwa seorang guru merupakan orang yang
benar-benar suci lahir dan batinnya, Hal ini dapat dilihat dari segi bagaimana guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
atau syekh tersebut berhubungan dengan manusia dan berhubungan dengan Allah
Swt. Seorang guru tidak saja merupakan seorang pemimpin yang mengawasi
murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari, agar tidak
menyimpang daripada ajaran–ajaran Islam dan terjerumus ke dalam maksiat,
berbuat dosa besar atau dosa kecil, yang harus ditegurnya, tetapi ia merupakan
pemimpin kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam tarekat. Ia
merupakan perantaraan dalam ibadat antara murid dan Tuhan (Aboebakar Atjeh,
1989: 79).
Syarat salik dalam berbaiat dan talkin terhadap gurunya dalam tarekat
Syattariyah ketika berdoa harus menghadap kiblat sebelum berdoa kepada Allah,
terlebih dahulu membayangkan rupa syekh atau guru yang membimbingnya
dalam berkhalwat. Menghadirkan guru ketika hendak berzikir merupakan hal
terpenting dalam bertarekat, selain sebagai perantara berhubungan dengan Tuhan,
hal tersebut sebagai salah satu unsur terjadinya peristiwa-peristiwa tarekat untuk
mencapi kesempurnaan hakekat. Berikut kutipannya dalam teks RM
Dan syarat mengambil itu baiat dan talkin daripada syekh kepada
murid petu(n)juk syekh pada murid dengan yakin seperti baiat akan
syekh kepada murid itulah kepada perbuatan tarekat ini kepada
murid yang perbuat dengan begini akan seperti duduk dalam
khalwat me(ng)hadap akan kiblat yaitu dengan merupa akan rupa
syaikh dihadapnya itu (RM: 9-10)
4. Peristiwa Khalwatnya Nabi Muhammad di Jabal Nur Sebagai Suri
Tauladan bagi penganut Tarekat Syattariyah.
Penganut tarekat melakukan khalwat atau mengasingkan diri ke tempat
yang sepi bertujuan untuk melatih diri mendekatkan diri kepada Allah. Selama
dalam khalwat, seseorang tidak boleh memakan sesuatu yang bernyawa seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
daging, ikan, telur, dan sebagainya. Salik senantiasa dalam keadaan suci, dan
dilarang banyak bercakap-cakap. H. Fuad Said berpendapat bahwa sepanjang
hidupnya, Nabi Muhammad pernah berkhalwat di Gua Hira sampai datang
perintah untuk berdakwah, Hadis Nabi yang membicarakan khalwat adalah
“Diberi kesenangan kepada Nabi Saw, untuk menjalani khalwat di Gua Hira,
maka beliiau mengasingkan diri didalamnya, yakni beribadat beberapa malam
yang berbilang-bilang”.(Hr. Bukhari dalam H. Fuad Said,1996:80).
DI dalam teks RM juga dikisahkan bagaimana Nabi Muhammad dan Syaidina
Abu Bakar berkhalwat di gua jabal nur selama empat puluh hari. Saat berkhalwat
Syaidina Abu Bakar mengajukan pertanyaan kepada Nabi Muhammad bahwa
dirinya ingin melihat Tuhan yang menciptakan bumi dan seisinya. Jawaban Nabi
Muhammmad atas pertanyaan Syaidina Abu Bakar adalah agar menjaga perut
agar selalu puasa dikarenakan dengan puasa maka dapat mengekang hawa nafsu
dunia dan terlebih lagi dapat menjalankan puasa daud. Apabila seseorang dapat
menjalankan persyaratan tersebut maka akan sampailah ia pada makam yang telah
tetap pada diri seseorang tentang hakikat Allah (maqam baqa), tetapi apabila ia
gagal dalam pelaksanaanya maka kembalilah ia pada martabat awam. Dalam
kalangan sufi, orang yang berada dalam martabad awam (baru belajar) dikatakan
sebagai mubtadī (orang sufi yang berada pada tataran permulaan). Berikut teks
RM yang mengemukakan hal tersebut
Dan kemudian sudah daripada berkhalwat maka berkata Abu bakar
pada Nabi hai ya Rasu lu `l-Lāh pada Sayidina Abu Bakar hai Abu
bakar kami kehendak bertemu dengan Tuhan dan lagi kehendak
melihat Tuhan. Dan sudah kabar nabi itu maka yaitu meminta
Sayidina Abu Bakar pada Nabi ya Rasu lu `l-Lāh aku kehendak
berkhalwat seperti kata itu betapa tiada kuasa menahan akan
makanan hai ya Rasu lu `l-Lāh maka jawab Rasu lu `l-Lāh itu pada
AbuAbu bakar, hai Sayidina Abu bakar memakan pada sehari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
semalam segala makanan itu ia memadai dan yang lebih makan
pada tiga hari segala makan yaitu segera sampai suluk kepada
maqām baqa dan jikalau dua kali memakan sehari semalam maka
yaitu binasa juga akan khalwat dan lagi kembali kepada martabat
awam akan orang itu dan lagi maqām mubtadi akan ia. (RM: 11-12
5. Zikir
Amalan penting bagi penganut tarekat Syattariyah adalah zikir
kepada Allah. Aboebakar Atjeh berpendapat bahwa zikir adalah ucapan
yang dilakukan dengan lidah atau mengingat akan Tuhan
danmembersihkannya dari pada sifat-sifat yang tidak layak untuknya,
selanjutnya memuji dengan puji-pujian dan sanjungan-sanjungan dengan
sifat-sifat yang sempurna sifat-sifat yang menunjukkan kebesaran dan
kemurnian (Aboebakar Atjeh,1989:276).
Zikir dalam tasawuf itu terbagi atas tiga tingkat (M. Zain
Abdullah,1991:65) :
1. Zikir Lisan atau disebut juga zikir nafi itsbat,yaitu ucapannya lā
ilāha illa `l-lahu.
2. Zikir qalbu atu hati, disebut juga zikir Asal dan kebesaran,
ucapannya Allah-Allah.
3. Zikir sir atau rahasia, disebut juga zikir isyarat dan nafs,
ucapannya yaitu Hu-hu.
Selain di atas, syarat berkhalwat dalam tarekat syattariyah adalah
senantiasa berdzikir kepada Allah dengan kalimat lā ilāha illa `l-lahu (zikir
lisan). Kalimat tahlil tersebut menandakan akan kepasrahan dan keikhlasan
hati bertuhankan Allah SWT. Zikir ini adalah makanan utama lisan atau lidah.
Pengamalannya mula-mula zikir itu diucapkan secara pelan-pelan dan lambat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
kemudian makin lama makin cepat. Zikir ini disebut zikir nafi itsbat
dikarenakan pegamalanya diucapkan dengan lisan secara nyata, baik zikir
bersama-sama atau sendirian. Apabila salik tidak bisa melakukan zikir ini
secara konsisten atau dapat disimpulkan salik tidak bisa menjaga lidahnya,
maka batalah khalwat salik tersebut. Sebagai penebus kesalahan tersebut maka
salik diwajibkan mengadakan sedekah berupa kenduri kepada syekh dan orang
lain disekitarnya. Apabila tidak sanggup untuk bersedekah, maka salik harus
menjalankan persyaratan dari awal seperti yang di syaratkan oleh gurunya.
Berikut kutipan yang mengemukakan hal tersebut
Dan lagi syarat-syarat [b.r] berkhalwat itu tiada berkata-kata akan
kata yang lain daripada lā ilāha illa `l-lahu dan jikalau telanjur
akan lidah pada kata dunia maka yaitu batal khalwat itu. Jika ada
kuasa bertampil ia dengan sedekah kepada syekh dan kepada orang
yang lain dan kenduri. Dan jikalau tiada kuasa bertempil maka
yaitu berkhalwat seperti syarat yang dahulu pada syekh. (RM: 11).
6. Sepuluh Syarat Sempurna Berkhalwat
Dalam berkhalwat, salik selain dibimbing seorang mursyid harus
mematuhi segala aturan tarekat. Antara lain adalah sepuluh perkara agar
dalam berkhalwat mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu mendekatkan
diri pada Allah semata. Sepuluh perkara tersebut ialah
1. Seorang salik dilarang makan dan minum secara berlebihan
(kekenyangan).
2. Seorang salik tidak boleh makan yang enak dan sedap.
3. Tidak boleh memakan buah-buahan.
Kutipan dalam teks RM adalah sebagai berikut
Pertama tiada memakan kenyang-kenyang dan meminum air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Kedua tiada memakan yang sedap-sedap yakni mengingat-
ingat. Ketiga tiada memakan buah-buahan yaitu yang
m.q.m.m.y.s tiada memakan akan dia. (RM: 12)
4. Senantiasa puasa daud, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.
5. Mengingat Allah dengan berzikir lā illāha illallāh dan bersikap syuhūd
(benar-benar memberikan kesaksian terhadap keesaan Allah SWT).
6. Ibadah salat jum at tidak diwajibkan pada orang yang berkhalwat,
ibadah yang dilkukan adalah sembahyang lima waktu dan sembahyang
sunah wudhū‟.
Kutipan dalam teks RM adalah sebagai berikut
Keempat tiada memakan dua kali sehari semalam. Maka yaitu
memakan segala itu setengah mud-mud pada sehari semalam
yaitu segala makanan dan yang terlebih baik daripadanya puasa
pada siang selang dua hari yakni puasa daud akan namanya.
Dan apabila memakan pada masa puasa itu segala jua akan
memakan dan waktu makan itu berulang kali karena syarat
segala memakan. Dan jikalau kuasa itu tiada maka jua
memakan tiga kali itu dengan segala makanan itu. Kelima tiada
berkata berkata-kata dunia pada ketika berkhalwat melainkan lā
illāha illallāh. Dan syuhūd dirinya itu dengan hati Allah. Allah
yaitu// dengan memandang kepada dzat yakni ingat-ingat dalam
hati tiada berpaling akan hati itu kepada syai yang lain daripada
dzat Allah. Hanya dzatnya kume(ng)hadapakan anggotaku.
Keenamtiada berkh(j)alan pada ketika itu dan jikalau ke masjid
sekalipun tiada berjalan karena masa ini tiada wajib akan
sembahyang jum at pada orang yang berkhalwat karena nabi
shala `lāhu ‘alaihi wa sallam berkhalwat di jabal nur empat
puluh hari masa ini tiada berbuat yang lain akan sembahyang.
Dan sekalian yang lain tiada berbuat ia melainkan sembahyang
lima waktu dan sembahyang sunnah wudhū’ dan yang lain dari
itu maka yaitu haram jua. (RM: 13)
7. Menghindari keramaian kota untuk tafakur pada Allah SWT. Fuad
Said berpendapat bahwa apabila keluar dari tempat hendaklah
selubungi tubuhya, supaya jangan terkena panas matahari dan tiupan
angin, karena dapat menyebabkan penyakit (1996: 91).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
8. Tidak mencampur kepercayaan hati (I‟tikad) dari tarekat sufi ini ke
paham yang lain. Dijelaskan, bahwa tarekat sufi dimisalkan seperti
bayang-bayang matahari diatas air.
9. Kefanaan dapat dicapai apabila salik mengikuti jalan Allah dan Rasul
Muhammad.
10. Sampai akhir hayatnya, seorang salik harus selalu bersuluk, memahami
hakikat hidup dengan jalan makrifat pada Allah Swt.
Berikut kutipan yang mengemukakan hal tersebut
Ketujuh tiada melihat akan orang yang banyak-banyak atau orang tiada
sekota dengan dirinya dan apabila berjalan kepada tempat hambanya
itu disilubung akan dirinya itu dengan //Kedelapan tiada memindah
I’tikad seperti yang lain [dari] daripada tarekat ini. Yakni tiada
bercampur tarekat dengan karena tarekat sufi itu lain dari pada fuqahā.
Dan fuqahā itu lain daripada perbuatan sufi yaitu tiada bercampur
sama-samanya dua perbuatan karena tarekat fuqahā itu misalnya
persuruhan Tuhannya. Dan tarekat sufi itu mi[t]salnyaitu seperti
bayang-bayang matahari di dalam air itulah seperti matahari. kelakuan
bayang-bayangnya itulah tarekat sufi karena itu tiada bercampur
dengan yang lain. Kesembilan tiada di qashd mengikut akan Tuhan
dan akan Rasu lu `l-Lāh melainkan yang berbuat dia iatah Allah ta ala
dan selama belum fana maka yaitu salik itu jatuh melihat akan dirinya
karena salik itu adam pada wujudnya itu. Kesepuluh syarat sempurna
khalwat// itu tiada bercerai dengan suluknya itu yaitu selama hidup
dalam dunia ini itu suluknya semasa-[se]masa.
Seorang salik dalam tarekat sufi harus senantiasa memikirkan (tafkiri)
kehidupan akhiratnya. Hal ini dapat dijabarkan bahwa seorang sufi harus benar-
benar meninggalkan nafsu duniawinya. Kesemuanya adalah sepuluh sempurna
khalwat, apabila dilanggar maka batallah suluknya dan ia akan kembali pada
martabat awam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
7. Syarat Sempurna Suluk
Suluk dalam KBBI edisi kedua memilki pengertian jalan kearah
kesempurnaan batin (1995:972). Ramli Harun berpendapat bahwa suluk adalah
menempuh perjalanan batin dan mengabaikan sesuatu yang lahiriah; seuluk
merupakan awal perjalanan gollongan sufi (1085: 36). Teks RM menjabarkan tiga
syarat sempurna bersuluk yaitu: 1) Pertama zuhud yaitu mengekang akan nafsu
dunia yang biasanya dihiasi kenikmatan semu; 2) syuhūd, berati selalu mengingat
keberadan Allah dimanapun berada; 3) Selalu berzikir pada Allah dan senantiasa
berpikir (tafkiri) akan kehidupan akhirat kelak. Kutipannya dalam teks RM adalah
sebagi berikut
Adapun syarat sempurna suluk itu tiga perkara. Pertama zuhud yakni
memerang-memerang(i) akan nafsunya yang ladzat-ladzat. Kedua
syuhūd senantiasa yakni kuat ingat-ingat akan wujud Allah. Ketiga
tiada berhenti dzikir Allah selama-lamanya suluk. (RM: 16).
Diibaratkan bahwa hati seseorang yang memikirkan kehidupan akhirat di
misalkan orang tersebut hidup di dalam hutan dan puncak gunung ia senantiasa
berpikir untuk mencari jalan keluarnya. Seperti halnya hati, ia harus senantiasa
mencari jalan agar terhindar dari jerat setan dan menjalankan perintah Allah.
Berdasarkan analisis di atas, dapat digaris bawahi bahwa tarekat
Syattariyah memiliki berbagai persyaratan dalam ibadahnya. Persyaratan tersebut
diantaranya adalah syarat untuk masuk ke dalam tarekat, syarat salik berkhalwat,
syarat menjalankan khalwat, syarat baiat dan talkin dan syarat sempurna
berkhalwat maupun bersuluk. Selain itu, tarekat Syattariyah juga membahas
adanya konsep hubungan antara Tuhan dengan alam (manusia). Menurut ajaran
tarekat Syattariyah, alam diciptakan oleh Allah dari nur Muhammad. Sebelum
segala sesuatu diciptakan oleh Allah, alam berada di dalam ilmu Allah yang di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
namai A’yān tsābitah. Ia merupakan bayang-bayang dari zat Allah. Sesudah
A’yān tsābitah menjelma pada A’yān khārijiyyah (kenyataan yang diluar), maka
A’yān khārijiyyah itu merupakan bayang-bayang bagi yang memiliki bayang-
bayang, dan ia tiada lain daripada Allah sendiri.
Zikir merupakan amalan yang sangat penting bagi suatu tarekat. Dalam
tarekat Syattariyah zikir lisan dengan mengucapkan kalimat tahlil (lā ilāha illa `l-
lahu) merupakan salah salah satu unsur penting dalam pencapaian kefanaan bagi
salik dan pencapaian derajat yang tinggi (maqam baqa) dalam tarekat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan terhadap teks RM dapat ditarik beberapa simpulan
penting yang secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Suntingan teks RM menggunakan metode standar, yaitu menerbitkan teks
dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan, dan
ejaannya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Setelah
dilakukan kritik teks ditemukan beberapa kesalahan salin tulis yang terdiri
dari: 9 buah lakuna; 17 buah adisi; 3 buah ditografi; 2 buah substitusi; 1 buah
transposisi.
2. Struktur teks RM adalah struktur sastra kitab, yang meliputi struktur
penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa. Struktur
penyajian teks RM berstruktur eksposisi yang sistematis, terdiri dari tiga
bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Pendahuluan teks RM terdiri dari
bacaan basmallah, puji-pujian kepada Allah SWT, salawat kepada Nabi
Muhammad saw dan motivasi penulisan. Isi teks RM menguraikan berbagai
syarat dalam tarekat Syattariyah, antara lain syarat masuk tarekat Syattariyah,
Syarat baiat dan talkin terhadap guru, dan syarat sebelum dan sempurnanya
berkhalwat maupun bersuluk. Adapun bagian terakhirnya dijelaskan judul
teks dan penutup teks yaitu kata tamma. Gaya penyajian teks RM
menggunakan bentuk interlinier dengan penggunaan kalimat bahasa Arab
132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasaMelayu, terutama bentuk doa
dan dalil. Di samping itu, pusat penyajian yang digunakan dalam RM adalah
omniscent point of view, yakni pengarang bertindak sebagai orang yang tahu
segalanya dengan menyampaikan pendapat dan ajarannya ditunjukkan dengan
pemakaian kata ganti orang kedua, yaitu kata ganti kamu (mu). Gaya bahasa
dalam teks RM meliputi:
a. kosa kata Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia
sebanyak 15 buah dan kosa kata dan frasa Arab yang belum
diserap ke dalam bahasa Indonesia sebanyak 34 buah.
b. Ungkapan dalam bahasa Arab sebanyak 7 buah.
c. Sintaksis yang terdapat dalam teks RM adalah penggunaan
kata dan, maka, dan bagi.
d. Sarana retorika terdiri dari gaya penguraian, penguatan,
retorika, simile, metafora, dan penyimpulan.
3. Analisis isi RM membahas tentang pokok-pokok ajaran tarekat yang
dititkberatkan pada berbagai adab menjalani kehidupan sufi di tarekat
Syattariyah. Hal ini dimulai dengan syarat seseorang yang ingin masuk dalam
tarekat Syattariyah kemudian, dilanjutkan dengan syarat berbaiat dan bertalkin
terhadap guru pembimbing dalam ibadah kepada Allah. Setelah itu, dijelaskan
syarat-syarat berkhalwat dan bersuluk dalam tarekat Syattariyah. Selain itu,
mengenai zikir dan konsep hubungan antara Tuhan dan alam (manusia) di
dalam tarekat Syattariyah dijelaskan secara terperinci di dalam teks RM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
B. Saran
Penelitian ini merupakan salah-satu upaya dalam menggali nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam khasanah sastra lama Indonesia. Namun, penelitian ini baru
menghadirkan suntingan teks, analisis struktur sastra kitab, dan isi. Penulis yakin
bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan perlu dikembangkan dalam
penelitian selanjutnya guna memperoleh pemahaman yang sempurna terhadap teks
RM. Oleh karena itu, perlu adanya kajian dari berbagai disiplin ilmu lain seperti
sejarah, sosiologi, agama, interteks dan sebagainya sehingga akan terkuak rahasia
yang ada di dalam naskah tersebut. Diharapkan pula ada penelitian terhadap naskah
Melayu lainnya yang masih belum diteliti karena masih banyak nilai-nilai budaya
warisan leluhur yang belum tergali. Hal ini perlu dilakukan mengingat banyaknya
manfaat yang diperoleh untuk menunjang perkembangan kebudayaan nasional.