Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Dcsembcr 2003
MENTERI RISET DAN TENOLOGIREPUBLIK INDONESIA
SAMBUTAN PAD A ACARA SEMINARPENGA W ASAN PEMANF AAT AN TENAGA NUKLIR :
Kcselamatan, Keamanan dan Kcdamaian Nuklir
11 Dcscmber 2003
Bertempat di Hotel NikkoJln. M.H. Thamrin no. 59, Jakarta Pusat
ISSN 1693 - 7902
Saudara Kepala BAPETEN, Saudara-saudara Kepala atau perwakilan dari seluruh
LPND di lingkungan KMNR T.
Distinguished guests, from IAEA and KINS, Saudara-saudara pejabat, undangan,
pembicara, dan peserta Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir yang
saya hormati,
Assalamu'alaikum wr. wb. Salam sejahtera buat kita semua.
Sesuai dengan tema Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir yang
ketiga ini, kiranya perlu saya sampaikan beberapa yang merupakan tantangan utama
nasional yang terkait dengan masalah keselamatan nuklir, keamanan nuklir dan
safeguards bahan nuklir. Sekurang-kurangnya ada tiga isu penting terkait yang
berkembang di tanah air, yaitu': mengenai kemungkinan dibangunnya PLTN di
Indonesia; peningkatan keselamatan nuklir dari pemanfaatan zat radioaktif dan sumber
radiasi; dan persoalan terorisme yang secara hipotetik dikhawatirkan memanfaatkan
efek negatif dari zat radioaktif dan bahan nuklir.
Seperti kita ketahui, pemanfaatan energi nuklir untuk membangkitkan listrik
memberikan peluang berarti bagi kita untuk dapat memenuhi kebutuhan energi di masa
yang akan datang. Peluang itu tentu saja tidak kita biarkan berlalu. Sebab, berbagai studi
telah menyimpulkan bahwa pada tahun 2015, PLTN sudah layak seCaI'a teknologi dan
ekonomi untuk dioperasikan di wilayah Jawa - Madura - Bali bila kita tidak
menginginkan adanya krisis energi yang sangat berpotensi menghambat pembangunan
nasional.
XIV
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Dcscmbcr 2003 ISSN 1693 - 7902
Pada sidang Konferensi Umum ke 47 Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) yang
diadakan bulan September lalu di Wina, pidato saya yang antara lain mengenal
kemungkinan pembangunan PLTN di Indonesia pada 2010 - 2015 telah mendapat
tanggapan yang sangat positif dari berbagai negara dan terutama dari IAEA sendiri.
Untuk itu dalam upaya memperc~pat perolehan pemanfaatan Iptek, dalam kehidupan
masyarakat, Kementerian Riset dan Teknologi menggunakan perangkat Kebijakan
Startegis Pembangunan Ipteknas 2000 - 2004, yang menegaskan bahwa pembangunan
riset ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat reaktif, namun harus bersifat
antisipatif. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya telah ditetapkan enam prioritas utama
nasional Riset dan Teknologi (2001 - 2005) yaitu (1) Pangan, (2) Bioteknologi,
(3) Energi, (4) Kelautan, (5) Manufaktur, dan (6) Teknologi Informasi. Dan dari enam
prioritas utama terse but difokuskan kepada 2 bidang yaitu :
1). Pangan
2). Energi
yang penyusunan landmarknya sedang dalam tahap penyelesaian.
Penjabaran dari Jakstra Ipteknas terse but, dituangkan dalam program-program utama
yang menjadi landasan berpijak perangkat Kementerian Riset dan Teknologi. Untuk
bidang energi sedang disusun landmark Ristek energi tentang ketersediaan energi yang
menargetkan pada tahun 2020 dapat dicapai : Pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat,
peningkatan peran industri nasional dalam pemanfaatan dan penyediaan energi, dan
penyediaan listrik nuklir 5 % pada tahun 2020 - 2025, sedangkan target 2004 adalah
Opsi nuklir diterima sebagian bagian dari sistem penyediaan energi nasional jangka
panjang.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Untuk mengatisipasi pembangunan dan pengoperasian PLTN, pihk pertama yang harus
bekerja keras dan bekerja cerdas adalah BAPETEN. Sebab, siapapun pembangun dan
pengoperasi PLTN tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan kita, haruslah
terlebih dahulu mendapat izin dari BAPETEN. Bahkan, tapak tempat akan dibangunnya
PLTN tersebut haruslah mendapat persetujuan dari BAPETEN yang terlebih dahulu
mengevaluasi berbagai hal seperti aspek geografi, seismik, vulkanologi, mcteorologi,
hidrologi, dan sebagainya.
xv
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir • Jakarta, II Oesembcr 2003 ISSN 1693 - 7902
Sesuai dengan analisis risikonya, maka kehati-hatian dalam menyusun peraturan, sistem
perizinan dan pelaksanaan inspeksi yagn menyangkut PLTN haruslah dilakukan. Hal itu
adalah sejalan dengan tugas BAPETEN seperti diamanatkan oleh Undang-undangan
nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Kehati-hatian terse but adalah sangat
diperlukan untuk memberi jaminan keselamatan bagi pekerja PLTN, masyarakat secara
umum, maupun perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Disisi lain, hal yang juga perlu rnendapatkan perhatian adalah pengawasan terhadap
penuaan (ageing) pada instalasi nuklir yang sudah lama beroperasi di Indonesia.
Menjadi jelas bahwa tugas utama BAPETEN dalam mengantisipasi era PLTN adalah
menyusun perangkat peraturan perundang-undangan dan berbagai pedoman yang
berguna bagi pemohon izin dalam menyusun dokumen perizinan yang dibutuhkan.
Peraturan dan pedoman terse but tentu harus bersifat informatif, sistematik dan
memenuhi kriteria kejelasan (clarity), kelengkapan (exhaustivity) maupun
kesederhanaan (simplicity).
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Isu besar kedua yang dihadapi BAPETEN adalah masalah keselamatan atas
pemanfaatan sumber radiasi. Meskipun hal ini telah dilakukan BAPETEN secm'a rutin,
perkembangan standar internasioanal untuk keselamatan radiologis harus terus
dicermati. Peraturan, pedoman dan sistem perizinan harus disesuaikan dengan tingkat
risiko dari jenis radiasi yang dimanfaatkan. Diturunkannya nilai batas dosis bagi
pekerja radiasi dan masyarakat umum dalam standar internasional yang baru harus
diadopsi untuk terus meningkatkan keselamatan.
Dalam upaya peningkatan keselamatan itu pula, adalah penting bagi BAPETEN untuk
menggalang kerjasama dengan dan menerima masukan dari berbagai pihak yang
menjadi stakeholder BAPETEN, seperti pihak BATAN, DEPKES, orgamsasl
organisasi profesi, universitas dan sebagainya. Meskipun demikian BAPETEN tidak
perlu ragu-ragu untuk meningkatkan ketegasannya dalam pengawasan.
Inspeksi yang dilakuakan BAPETEN terhadap pemanfaatan tenaga nuklir dan sistem
perizinannya harus dilakukan secara profesional dan bebas dari konflik kepentingan
yang mungkin terjadi. Dalam inspeksi, dua hal yang perlu diperhatikan : Pembinaan dan
XVI