SEJARAH REKAM MEDIS diDunia
Rekam medis sebagai catatan dan ingatan tentang praktek kedokteran
telah dikenal orang sejak zaman palaelolitikum 25.000 Sebelum Masehi
yang ditemukan di gua batu Spayol. Di Zaman Babylon, pengobatan di
Mesir, Yunani dan Roma menulis pengobatan dan pembedahan yang
penting pada dinding-dinding gua, batang kayu dan bagan tabel yang
dibuat dari tanah liat yang dibakar. Selanjutnya dengan berkembangnya
Hieroglyph (tulisan mesir kuno) ditemukan catatan pengobatan pada
dinding makam dan candi Mesir serta diatas papyrus (semacam gulungan
kertas yang terbuat dari kulit). Salinan papyrus yang ditulis pada tahun
1600 SM yang ditemukan oleh Edwin Smith pada abad ke 19 di mesir
masih tersimpan di New York Academy Of Medicine. Sedangkan di
University Of Leipzig menyimpan papyrus ebers yang ditulis pada 1550
SM yang ditemukan diantara kaki mumi didekat Thebes pada tahun 1872.
Hippocrates yang lahir pada tahun 450 SM dikenal sebagai “ Bapak Ilmu
Kedokteran “ memerintahkan kepada murid-muridnya Thesalu, Dracon
dan Dexippus untuk mencatat dan memelihara semua penemuannya
tentang penyakit pasien-pasiennya secara rinci. Francis adams pada
tahun 1849 menerjemahkan catatan yang ditulis oleh HippocrateS, salah
satunya adalah riwayat dan perjalanan penyakit istri Philinus setelah
melahirkan sampai meninggal. Di Roma, 600 tahun sesudah Hippocrates,
seorang dokter bernama Galen mencatat riwayat dan perjalanan penyakit
pasien yang ditulis dalam bahasa latin. Selanjutnya oleh Ibnu Sina (980-
1037), mengembangkan ilmu kedokteran tersebut berdasarkan catatan-
catatan jaman Hippocrates.
Rumah sakit St Bartholomew London, Inggris, merupakan rumah sakit
yang menyimpan rekam medis sejak dibuka pada tahun 1137. pada saat
Raja Henry ke 8 (1509-1547) berkuasa, rumah sakit tersebut membuat
peraturan tentang menjaga kerahasiaan dan kelengkapan isi rekam
medis. Pada jaman ini perkembangaan ilmu kedokteran semakin pesat
seiring dengan itu diikuti pula pencatatan kedalam rekam medis yang
digunakan untuk pengelolaan pasien dan perkembangan ilmu. Inilah
rumah sakit pertama yang mempunyai perpustakaan kedokteran yang kini
catatan medis tersebut dapat disamakan dengan rekam medis.
Selanjutnya dengan mulai dikenalnya ilmu statistic pada abad 17-18
peranan data rekam medis menjadi sangat penting untuk meghitung
angka kesakitan dan kematian di rumah sakit tertentu atau pada wilayah
tertentu. Di Amerika, Rumah Sakit Penzylvania yang didirikan pada tahun
1752 menyimpan indeks pasien yang disimpan sampai sekarang.
Sedangkan Rumah Sakit Massachusete, Boston, oleh pustakawan Grace
Whiiting Meyers (1859-1957) mulai membuat catalog catatan-catatan
rekam medis pasien dan menggunakan Terminology Medis (istilah-istilah
kedokteran).
Kebutuhan tentang perlunya rekam medis diseluruh dunia pada awal abad
20 semakin berkembang dengan adanya akreditasi pelayanan kesehatan
yang mendorong didirikannya asosiasi-asosiasi perekam medis di setiap
Negara. Akreditasi pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan bukti-
bukti tertulis proses pelayanan kesehatan dan administrasi untuk dinilai.
Pencatatan data ke dalam rekam medis dan pengelolaannya diperlukan
ilmu dan keahlian. Oleh karena itu para perekam medis mendirikan
asosiasi-asosiasi (perhimpunan) perekam medis disetiap Negara di dunia
ini. Misalnya di Amerika didirikan AHIMA (American health information
management association) dan perhimpunan di dunia menyatu dalam
IFHRO (international health record organization), sedangkan di Indonesia
bernama PORMIKI (perhimpunan organisasi profesianal perekam medis
dan informasi kesehatan indonesia).
Diposkan oleh SUYOKO 06.28
SEJARAH REKAM MEDIS diIndonesia
Jakarta, 1/12/2009 (Kpminfo-Newsroom) – Rekam medis menyimpan
sejarah lengkap kesehatan seorang pasien sehingga sudah seharusnya
setiap orang mempunyai sejarah rekam medis yang menyimpan catatan
kesehatan sejak lahir yang akan mendukung proses diagnosa akurat.
Menurut Ketua Ikatan Dokter Asia dan Oceania, Dr dr Fahmi Idris pada
penjelasan “Rekam Medis yang Sharable dan Longitudinal untuk
mendukung E-Health di Indonesia” di Warung Daoen, Cikini, Jakarta,
Selasa (1/12), saat ini Indonesia belum memiliki standar nasional untuk
format rekam medis, sehingga setiap rumah sakit mengembangkan format
rekam medis yang berbeda.
Persoalan lain dari potret rekam medis di Indoensia adalah belum
terintegrasinya data gambar medis (medical images) yang disebabkan
kendala teknis, seperti kapasitas penyimpanan dan bandwith yang
terbatas.
Pada kesempatan itu Fahmi Idris memberikan apresiasi tinggi atas hasil
penelitian secara elektronik atau online yang dilakukan peneliti dari Institut
Teknolkogi Bandung (ITB).
Menurutnya, hasil penelitian itu memang belum bisa diterapkan karena
masih memiliki beberapa hambatan, misalnya sistem pelayanan
kesehatan yang masih belum baik.
“Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia harus diperbaiki dulu, baru
teknologi itu bisa diterapkan. Kalau belum diperbaiki, maka teknologi
tersebut tidak akan terlalu berguna,” katanya.
Fahmi menyebutkan, prinsip dari sharable harus memenuhi tiga hal, yaitu
privacy (privasi), security (jaminan keamanan) dan confidentiality
(kerahasiaan), serta tetap tidak melanggar hak-hak pasien.
Ia mendasarkannya pada kebijakan World Medical Association (WMA)
Declaration on the Tights of the Patient tentang Hak Pasien terkait dengan
informasi atas dirinya.
“Pasien berhak mendapatkan informasi atas catatan medis yang tertuang
di dalam rekam medisnya, namun tidak termasuk dalam hak ini adalah
rekam medis pasien yang dimiliki pihak ketiga,” ujarnya.
Dikemukakan, pasien juga memiliki hak atas informasi, namun dengan
pengecualian. “Informasi medis dapat ditahan dokter apabila cukup alasan
kuat dari sisi profesi kedokteran bahwa informasi tersebut akan
berdampak serius pada kesehatan pasien,” jelasnya.
Dicontohkannya, kalau informasi tersebut diberikan, pasien jadi pesimistis,
tidak lagi memiliki harapan, bahkan sampai ke tingkat ekstrim, yakni ingin
bunuh diri.
Kebijakan WMA lainnya, katanya, WMA meminta dokter untuk
mempertimbangkan agar informasi medis tersebut diberikan engan cara
yang “pantas” dengan memperhitungkan situasi dan kondisi pasien dan
dengan berbagai upaya agar pasien dapat mengerti dan mencerna
informasi tersebut.
Selain itu, pasien berhak untuk tidak diinformasikan tentang kondisinya,
namun permintaan tersebut harus tertuang dalam permintaan yang
eksplisit.
“Kecuali informasi tersebut untuk kepentingan orang banyak. Misalnya,
penyakitnya dapat menular ke orang lain, maka permintaan tersebut dapat
digugurkan,” jelasnya.
Sedangkan prinsip longitudinal, menurutnya, penting agar riwayat
kesehatan seseorang dari lahir hingga kini tersimpan dengan baik,
sedangkan untuk prinsip sharable sebaiknya harus memiliki sistem
rujukan yang baik dan ditentukan batas-batas dari share data itu sendiri,
katanya.
Jika rekam medis secara online ini akan diterapkan, katanya, maka
dibutuhkan undang-undang dan regulasi khusus dengan tetap menjaga
etika serta prinsip normatif dan konservatif profesi kedokteran.
“Jka bisa berhasil diterapkan di Indonesia diharapkan dapat memperbaiki
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu menurut analisis dari ITB, Profesor Tati Rajab Mengko
pada kesempatan yang sama, sistem itu akan mampu menyimpan riwayat
kesehatan seseorang sejak orang tersebut lahir, sehingga diharapkan bisa
mengurangi kesalahan medis (medical error).
“Dengan adanya rekam medis elektronik ini, seseorang bisa memiliki
riwayat kesehatan yang lengkap sehingga datanya lebih akurat. Riwayat
kesehatan yang bisa dikirim berupa teks, sinyal EEG atau sinyal lainnya,
atau bisa juga berupa gambar seperti rontgen,” kata Tati.
Peneliti ITB lainnya, Dr GA Putri Saptawati mengatakan, sharable berarti
data rekam media dapat dishare dan dipertukarkan antar-rumah sakit
secara elektronik.
Sedangkan longitudinal, berarti rekam medis menyimpan data atau
sejarah lengkap kesehatan seorang pasien dalam jangka panjang.
“Dengan data rekam medis yang lengkap akan mendukung proses
diagnosa yang akurat,” kata Putri.
Dalam penelitiannya, rekam medis elektronik itu baru diujicobakan di
Puskesmas Pasundan dan Puskesmas Banjar di Bandung.
Dari hasil penelitian tersebut, ternyata didapatkan koneksi yang bagus.
“Kedua puskesmas ini bisa saling berbagi informasi mengenai kondisi
kesehatan dari pasien yang berobat di kedua puskesmas tersebut,”
ujarnya.
Peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bekerja sama dengan
peneliti dari Australia National University (ANU) berhasil menciptakan
sistem rekam medis online yang sharable dan longitudinal berbasis open
EHR (Electronic Health Record).
Sistem ini mampu menyimpan riwayat kesehatan seseorang sejak orang
tersebut lahir, sehingga diharapkan bisa mengurangi kesalahan medis
(medical error).
Policy Riset Score sendiri akan diagendakan pada tanggal 8 Desember
2009 untuk mengumumkan hasil dari 10 proyek penelitian tersebut
Menurut Kym Holthouse dari The Australian National University (ANU),
latar belakang proyek penelitian ini adalah salah satu 10 proyek yang
menerima dana dari program Australia Indonesia Governance Research
Partnership (AIGRP).
AIGRP dimulai sejak tiga tahun lalu sejak adanya kesepakatan antara
pemerintah Australia dengan Indonesia khusus untuk mendukung
penelitian yang berkaitan dengan tata kelola pemerintahan.
“Penelitian ini bisa dalam sektor kesehatan, pertanian, keuangan atau
penguatan kebijakan peraturan daerah atau di sektor mana saja.
Pokoknya harus ada hubungan dengan tata kelola pemerintahan,”
katanya.
Dari pihak Australia, program ini dikelola oleh The Australian National
University (ANU).
Salah satu hal yang paling penting dan baru dari program tersebut,
katanya, penelitian itu harus merupakan kolaborasi atau kerjasama antara
peneliti Australia dan peneliti Indonesia.
“Jadi kalau ada peneliti yang memiliki ide untuk mendapatkan dana,
memang harus punya unsur partner dari Australia atau Indonesia,”
ujarnya.
Salah satu tujuan program ini untuk mempererat hubungan antara peneliti
dari kedua negara yakni Australia dan Indonesia.
“Saya pikir kerjasama ini sudah berhasil dalam mencapai tujuan itu.
Proyek ini juga sudah berjalan sejak awal tahun ini dari masa proyek
selama satu tahun. Kami sudah menjelang puncaknya atau titik akhirnya
dari program AIGRP, yaitu policy riset score yang akan diselenggarakan
pada 8 Desember 2009,” katanya.
December 1, 2009, 8:52 pm from http://www.depkominfo.go.id
Pengertian Rekam Medis
Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun terekam
tentang identitas ,anamnesa,penentuan fisik , laboratorium, diagnosa
segala pelayanan dan tindakan medic yang diberikan kepada pasien dan
pengobatan baik yang dirawat inap , rawat jalan maupun
yang mendapatkan pelayanan gawat darurat 1. Rekam medis mempunyai
pengertian yang sangat luas , tidak hanya sekedar kegiatan
pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai suatu sistem
penyelenggaraan rekam medis yaitu mulai pencatatan selama pasien
mendapatkan pelayanan medik , dilanjutkan dengan penanganan berkas
rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta
pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani
permintaan/peminjaman apabila dari pasien atau untuk keperluan lainnya
1 Rekam medis mempunyai 2 bagian yang perlu diperhatikan yaitu bagian
pertama adalah tentang INDIVIDU : suatu informasi tentang kondisi
kesehatan dan penyakit pasien yang bersangkutan dan sering disebut
PATIENT RECORD, bagian kedua adalah tentang MANAJEMEN: suatu
informasi tentang pertanggungjawaban apakah dari segi manajemen
maupun keuangan dari kondisi kesehatan dan penyakit pasien yang
bersangkutan 2 Rekam medis di Puskesmas merupakan salah satu
sumber data penting yang nantinya akan diolah menjadi informasi .
Pengisian rekam medis di Puskesmas dimulai di Unit Pendaftaran,
identitas pasien dicatat di kartu atau status rekam medis dan selanjutnya
pasien beserta kartu atau status rekam medisnya dibawa ke Ruang
Pemeriksaan. Oleh tenaga kesehatan, pasien tersebut dianamnesia dan
diperiksa serta kalau dibutuhkan dilakukan pemeriksaan penunjang.
Akhirnya dilakukan penegakkan diagnosa dan sesuai kebutuhan,pasien
tersebut diberi obat atau tindakan medis lainnya. Ke semua pelayanan
kesehatan ini dicatat dalam kartu atau status rekam medis. Setiap tenaga
kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan dan atau tindakan
medis harus menuliskan nama dan membubuhi tandatangannya kartu
atau status rekam medis tersebut. Semua kegiatan ini merupakan
kegiatan bagian pertama rekam medis (PATIENT RECORD). Setelah
melalui ini semua, pasien dapat pulang atau dirujuk. Namun demikian
kegiatan pengelolaan rekam medis tidak berhenti. Kartu atau status rekam
medis dikumpulkan, biasanya kembali ke Ruang
Pendaftaran untuk dilakukan kodeing penyakit dan juga pendataan di
buku-buku register harian yang telah disediakan. Setelah diolah, kartu
atau status rekam medis dikembalikan ke tempatnya di Ruang
Pendaftaran agar lain kali pasien yang sama datang, maka kartu atau
status rekam medisnya dapat dipergunakan kembali.
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan bagian kedua rekam medis yaitu
MANAJEMEN berupa rekapitulasi harian, bulanan, triwulanan, semester
dan tahunan dari informasi yang ada di kartu atau status rekam medis
pasien yaitu Laporan Bulanan yang harus dilakukan oleh Puskesmas
(LB1:Data Kesakitan , berasal dari kartu atau status rekam
medis pasien ; LB2: Data Obat-obatan ; LB3: Gizi, KIA, Immusasi , P2M
dan LB4: Kegiatan Puskesmas , Laporan Bulanan Sentinel (SST) dan
Laporan Tahunan (LSD1: Data Dasar Puskesmas , LSD2: Data
Kepegawaian , LSD3 :Data Peralatan).Seluruh laporan tersebut
merupakan fakta yang digunakan untuk proses perencanaan Puskesmas
demi menunjang peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu dalam
bentuk sistem informasi kesehatan . Kata kunci: Rekam medis, laporan,
sistem informasi kesehatan
13 november 2009,03.57 by Definisi dan Pengertian
TUJUAN REKAM MEDIS
Penyelenggaraan rekam medis di sarana pelayanan kesehatan sekarang
ini mulai kelihatan perubahannya. Apalagi dengan adanya revolusi
teknologi informasi, ini juga membawa dampak terhadap penyelenggaraan
rekam medis. dampak teknologi informasi memicu tranformasi paradigma
dari manajemen rekam medis menjadi manajemen informasi kesehatan.
Dampak dari hal tersebut, maka secara otomatis kegunaan, pengguna,
dan fungsi rekam kesehatan menjadi luas. Tujuan penyelenggaraan
rekam kesehatan terdiri dari 2 kelompok, yaitu: tujuan primer dan
sekunder.
1. Tujuan penyelenggaraan rekam kesehatan primer adalah
penyelenggaraan rekam kesehatan terkait langsung dengan pelayanan
pasien. Tujuan primer rekam kesehatan terbagi menjadi 5 kepentingan,
yaitu: pasien, pelayanan pasien, manajemen pelayanan, menunjang
pelayanan, dan pembiayaan.
2.Tujuan penyelenggaraan rekam kesehatan sekunder adalah
penyelenggaraan rekam kesehatan terkait dengan lingkungan seputar
pelayanan pasien, yaitu untuk kepentingan edukasi, riset, peraturan, dan
pembuatan kebijakan.
Jadi perubahan paradigma di rekam medis menjadi rekam kesehatan
berdampak juga terhadap penyelenggaraan rekam kesehatan tersebut,
termasuk disini adalah tujuan dan fungsi rekam kesehatan yang semua
mempunyai fungsi dan tujuan “ALFRED” sekarang menjadi lebih luas lagi.
Posted by savitricb on March 27, 2009
ASPEK HUKUM REKAM MEDIS
Status hukum dan peraturan tentang catatan kesehatan harus dijaga oleh
institusi pelayanan kesehatan. Istitusi kesehatan tidak memiliki hukum
atau peraturan pemerintah pusat. Institusi pelayanan kesehatan harus
menyimpan catatan mengenai kesehatan karena hukum atau peraturan
tersebut penting sebagai kepedulian pasien dan dokumen yang syah.
Status hukum minimum berisi tentang alamat pasien. Selain itu juga harus
berisi tentang identitas data, ramalan penyakit, sejarah keluarga, tindakan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, laporan konsultasi, laporan
laboratorium, prosedur operasi, laporan khusus, waktu tindakan, catatan
perkembangan pasien, laporan asuhan perawatan, terapi, ringkasan
pasien masuk, catatan untuk menentukan diagnosis akhir, komplikasi,
pemeriksaan prosedur, dan tanda tangan kehadiran dokter.
Sebagai tambahan terhadap peraturan status, terdapat peraturan dan
hukum pemerintah pusat dalam keadaan tertentu. Institusi kesehatan
yang menggunakan peraturan atau hukum untuk masalah pembayaran
harus melalui peraturan pemerintah pusat untuk memelihara catatan
kesehatan tersebut. Hukum pemerintah pusat juga ada untuk fasilitas
kesehatan dengan menggunakan alkohol atau obat keras untuk program
perawatan.
Aspek hukum:
1. Mempunyai nilai hukum
2. Isinya menyangkut mesalah adanya jaminan kepastian hukum atas
dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta
penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan
Rekam medis yang bermutu adalah:
1. Akurat, menggambarkan proses dan hasil akhir pelayanan yang diukur
secara benar
2. Lengkap, mencakup seluruh kekhususan pasien dan sistem yang
dibutuhkan dalam analisis hasil ukuran
3. Terpercaya, dapat digunakan dalam berbagai kepentingan 4. Valid atau sah sesuai dengan gambaran proses atau produk hasil
akhir yang diukur 5. Tepat waktu, dikaitkan dengan episode pelayanan yang terjadi 6. Dapat digunakan untuk kajian, analis, dan pengambilan keputusan 7. Seragam, batasan sebutan tentang elemen data yang dibakukan
dan konsisten penggunaaannya di dalam maupun di luar organisasi 8. Dapat dibandingkan dengan standar yang disepakati diterapkan 9. Terjamin kerahasiaannya 10. Mudah diperoleh melalui sistem komunikasi antar yang berwenang.
Beberapa kewajiban pokok yang menyangkut isi rekam medis berkaitan dengan aspek hukum adalah:
1. Segala gejala atau peristiwa yang ditemukan harus dicatat secara akurat dan langsung
2. Setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak ditulis, secara yuridis dianggap tidak dilakukan
3. Rekam medis harus berisikan fakta dan penilaian klinis
4. Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien harus dicatat dan dibubuhi paraf
5. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca (juga oleh orang lain) a. Kesalahan yang diperbuat oleh tenaga kesehatan lain karena
salah baca dapat berakibat fatal. b. Tulisan yang tidak bisa dibaca, dapat menjadi bumerang bagi si
penulis, apabila rekam medis ini sampai ke pangadilan. 6. Jangan menulis tulisan yang bersifat menuduh atau mengkritik
teman sejawat atau tenaga kesehatan yang lainnya. 7. Jika salah menulis, coretlah dengan satu garis dan diparaf, sehingga
yang dicoret masih bisa dibaca. 8. Jangan melakukan penghapusan, menutup dengan tip-ex atau
mencorat-coret sehingga tidak bisa dibaca ulang. 9. Bila melakukan koreksi di komputer, diberi space untuk perbaikan
tanpa menghapus isi yang salah.
10. Jangan merubah catatan rekam medis dengan cara apapun karena
bisa dikenai pasal penipuan.
A. Kegunaan
By: Raden Sanjoyo – D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada
http://www.yoyoke.web.ugm.ac.id
Kegunaan rekam medis
1. Sebagai alat komunikasi antar tenaga kesehatan
2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan
3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan
penyakit dan pengobatan selama pasien dirawat.
4. Sebagai bahan untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas
pelayanan
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit dan tenaga
kesehatan
6. Menyediakan data untuk penelitian dan pendidikan
7. Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis
8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan,
dipertanggungjawabkan dan laporan.
By: Raden Sanjoyo – D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada
http://www.yoyoke.web.ugm.ac.id
PENGGUNAAN REKAM MEDIS UNTUK PENINGKATAN MUTU
Dalam audit medis, umumnya sumber data yang digunakan
adalah rekam medis pasien, baik yang rawat jalan maupun yang rawat
inap. Rekam medis adalah sumber data yang paling baik di rumah sakit,
meskipun banyak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan rekam medis
adalah sering tidak adanya beberapa data yang bersifat sosial-ekonomi
pasien, seringnya pengisian rekam medis yang tak lengkap, tidak
tercantumnya persepsi pasien, tidak berisi penatalaksanaan “pelengkap”
seperti penjelasan dokter dan perawat, seringkali tidak memuat kunjungan
kontrol pasca perawatan inap, dll.
Dampak dari audit medis yang diharapkan tentu saja adalah
peningkatan mutu dan efektifitas pelayanan medis di sarana kesehatan
tersebut. Namun di samping itu, kita juga perlu memperhatikan dampak
lain, seperti dampaknya terhadap perilaku para profesional, tanggung-
jawab manajemen terhadap nilai dari audit medis tersebut, seberapa jauh
mempengaruhi beban kerja, rasa akuntabilitas, prospek karier dan moral,
dan jenis pelatihan yang diperlukan
Aspek legal terpenting dari audit medis adalah penggunaan informasi
medis pasien, yang tentu saja terkait dengan kewajiban menyimpan
rahasia kedokteran. Pada Permenkes RI tentang rekam medis disebutkan
bahwa salah satu tujuan dari rekam medis adalah untuk riset dan sebagai
data dalam melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan medis.
Permenkes ini juga memberikan peluang pembahasan informasi medis
seseorang pasien di kalangan profesi medis untuk tujuan rujukan dan
pengembangan ilmiah. Demikian pula Asosiasi dokter sedunia (WMA,
Oktober 1983) menyatakan bahwa penggunaan informasi medis untuk
tujuan riset dan audit dapat dibenarkan.
It is not a breach of confidentiality to release or transfer confidential health
care information required for the purpose of conducting scientific
researchs, management audits, financial audits, program evaluations, or
similar studies, provided the information released does not identify, directly
or indirectly, any individual patient in any report of such research, audit or
evaluation, or otherwise disclose patient identities in any manner
(Statement of World Medical Association, 1983).
Ketentuan model yang diajukan oleh the American Medical Record
Association menyatakan bahwa informasi medis dapat dibuka dalam hal :
(a) memperoleh otorisasi tertulis dari pasien, (b) sesuai dengan ketentuan
undang-undang, (c) diberikan kepada sarana kesehatan lain yang saat ini
menangani pasien, (d) untuk evaluasi perawatan medis, (e) untuk riset
dan pendidikan sesuai dengan peraturan setempat. (2)
Di pihak lain, audit medis yang mereview rekam medis dapat
saja menemukan kesalahan-kesalahan orang, kesalahan prosedur,
kesalahan peralatan dan lain-lain, sehingga dapat menimbulkan rasa
kurang nyawan bagi para profesional (dokter, perawat, dan profesi
kesehatan lain). Oleh karena itu perlu diingat bahwa audit medis bertujuan
untuk mengevaluasi pelayanan medis dalam rangka untuk meningkatkan
kualitas pelayanan dan bukan untuk mencari kesalahan dan menghukum
seseorang. Tindakan manajemen yang diusulkan oleh panitia untuk
mengoreksi perilaku dan atau kapasitas perorangan harus dilakukan
secara bijaksana sehingga tidak terkesan sebagai sanksi hukuman. Boleh
dikatakan bahwa audit medis tidak mencari pelaku kesalahan (liable
person/parties), melainkan lebih ke arah menemukan risiko yang dapat
dicegah (avoidable risks) – sehingga arahnya benar-benar menuju
peningkatan kualitas dan safety.
Dengan demikian dalam melaksanakan audit medis perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.Semua orang / staf yang turut serta dalam audit medis adalah mereka
yang telah disumpah untuk menjaga kerahasiaan kedokteran
sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah No 10 tahun
1966, dikenal memiliki integritas yang tinggi dan memperoleh penunjukan
resmi dari direksi.
2.Semua formulir data yang masuk dalam rangka audit medis tetap
memiliki tingkat kerahasiaan yang sama dengan rekam medis, termasuk
seluruh fotokopi dan fax.
3.Harus disepakati tentang sanksi bagi pelanggaran atas rahasia
kedokteran ini, misalnya penghentian penugasan / akses atas rekam
medis, atau bahkan penghentian hubungan kerja.
4.Seluruh laporan audit tidak diperkenankan mencantumkan identitas
pasien, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5.Seluruh hasil audit medis ditujukan untuk kepentingan perbaikan
pelayanan medis di rumah sakit tersebut, tidak dapat dipergunakan untuk
sarana kesehatan lain dan tidak digunakan untuk menyalahkan atau
menghukum seseorang atau satu kelompok orang.
6.Seluruh hasil audit medis tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di
pengadilan (dalam keadaan tertentu, rekam medis tetap dapat digunakan
sebagai bukti di pengadilan)
By Ferryal Basbeth Bagian Forensik & Medikolegal FKUI Jakarta
PORMIKI
SEJARAH PORMIKI
Saat Pembentukan
Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan Informasi Kesehatan
Indonesia yang disingkat PORMIKI dibentuk pada tanggal 18 Februari
1989. Saat pembentukannya yang dilaksanakan di Yayasan Amanah, Jl.
Taman Kebun Sirih, Jakarta, dihadiri oleh 31 rekan-rekan dan berbagai
profesi yang tidak saja berasal dari organisasi profesi tetapi juga dari
instansi kesehatan pemerintah dan swasta. Dari daftar penandatanganan
"Naskah Proklamasi" tampak Ketua PB IDI saat itu dr. H. Azrul Azwar,
MPH berkenan hadir dan bahkan bersama-sama dengan Ketua Persatuan
Sarjana Administrasi (PERSADI) Jakarta Raya saat itu drs. H. Razak
Manan saling bahu membahu memberi semarak jalannya pembentukan
PORMIKI (lihat lampiran penandatanganan naskah). Setelah melalui
pemilihan suara akhirnya dipilih seorang Ketua Umum yang kemudian
membentuk kelompok Pengurus Harian. Setelah pemilihan, Ketua Umum
terpilih yaitu Sdri. Gemala Hatta dengan mendapat bantuan penuh dari
Ketua Umum PB IDI menyusun Anggaran Dasar dan Rumah Tangga.
Pemberitahuan Kepada Masyarakat Luas
Selanjutnya pada tanggal 25 Februari 1989 bertepatan seminggu setelah
pembentukan PORMIKI. Panitia Kerja Pembinaan dan Pengembangan
Sistem Pencatatan Medis RS DKI Jaya yang disingkat PPSPM
mengadakan acara Konsultasi Sehari yang merupakan acara berkala
PPSMP. Topik kali itu mengenai komputerisasi data medis dengan
mengambil tempat di PT USI/IBM, Gedung Landmark, Jl. Sudirman,
Jakarta. Dalam kesempatan itu PORMIKI yang baru terbentuk sekaligus
mengadakan press release pembentukan organisasi profesi yang baru.
Hari itu Wakil Ketua PB IDI saat itu yaitu dr. Kartono Mohamad berkenan
hadir dan sekaligus juga memberikan kata sambutan yang menumbuhkan
semangat. Pertemuan di landmark mencatat 16 penandatangan Naskah
Proklamasi sehingga jumlah penandatanganan untuk kedua kesempatan
itu (18 dan 26 Februari 1989) berjumlah 47 orang.
PPSPM Sebagai Bidannya PORMIKI
Historisnya, pada tanggal 17 Desember 1981 Kepala Dinas Kesehatan
DKI Jaya mengeluarkan suatu SK pembentukan Panitia Kerja PPSPM
dengan No. 431/DKK.075.8/1981 dengan masa yang tidak terbatas: Ketua
Panker ini adalah Sdr. Gemala Hatta dari RSAB Harapan Kita, Jakarta,
sedangkan anggota-anggotanya berasal dari 10 RS yang berada di
lingkungan DKI Jaya serta beberapa pejabat Dinas Kesehatan DKI, Jaya.
Adapun hasil kegiatan PPSPM yaitu mengadakan 2 kali latihan rekam
medis dasar dan 1 kali lanjutan selama masing-masing dua setengah
bulan. Selain itu PPSPM juga membuat Bulletin Medical Record yang
disebut BMR dan kemudian Majalah Informasi Kesehatan (MIK). Sarana
KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) ini diterbitkan setiap 3 bulan
sekali dan berhasil keluar dengan 28 kali terbitan atau selama 9 tahun
berjalan. Sirkulasi 1000 eksemplar setiap terbit menjangkau 27 propinsi
serta memperoleh nomor penerbitan International Serial Standar Number
(ISSN) dari Paris melalui Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional RI. Di
samping itu majalah sederhana ini (sekitar a 50 halaman) juga
memperoleh nomor penerbitan dari Departemen Penerangnan RI dengan
SK Men.Pen. RI No. 1032/SK/DITJEN PPG/STT/1985 tanggal 31
Desember 1985.
Bantuan keuangan dari Dinas Kesehatan DKI Jaya untuk kegiatan
PPSPM yang minim membuat PPSPM kemudian melaksanakan
Konsultasi Sehari Berkala, suatu kegiatan yang selain mencari dana
tambahan juga berfungsi sebagai sarana KIE. Adalah menggembirakan
bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh PPSPM baik berupa
penataran 21/2 bulan maupun Konsultasi Sehari senantiasa diminati oleh
banyak peserta dari berbagai propinsi. Hal ini menunjukkan bahwa
kebutuhan akan pendidikan rekam medis amatlah dirasakan rumah sakit.
Dalam diskusi-diskusi pertemuan rutin sebulan sekali para anggota
PPSPM menyatakan kekhawatirannya akan "nasib" panitia kerja ini.
Sementara krisis minyak di tahun 1985 boleh dikata bahwa hingga tahun
1989 PPSPM antara ada dan tiada, artinya, meskipun para anggota
akhirnya tidak memperoleh honorarium apapun, namun selama waktu itu
PPSPM belum dinyatakan bubar oleh DK DKI Jaya. Keadaan ini tetap
tidak menurunkan kegiatan PPSPM. Konsultasi Berkala sebagai sumber
dana Majalah Informasi Kesehatan tetaplah diadakan meskipun para
anggota telah terbiasa untuk bekerja tanpa imbalan/ Itulah sebabnya
maka MIK tetap bisa bertahan selama 28 terbitan. Puncak dari
kebimbangan dan kekuatiran akan "nasib" PPSPM kiranya ditangkap oleh
PERSADI Jaya. Sebetulnya sudah lama para anggota PPSPM saling
memberikan dorongan untuk membuat suatu organisasi rekam medis
namun keberanian itu timbul tenggelam. Lebih daripada itu PPSPM,
bahkan sudah ingin melepaskan diri dari DK DKI dan karenanya
rancangan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga yang dikarang oleh
PPSPM sudah diteruskan kepada Bapak Kanwil. Sayangnya rancangan
itu berjalan-jalan di kantor Kanwil selama labih dari setahun alias sedang
dalam tahapan evaluasi sehingga akhirnya semangat untuk mendirikan
organisasi menjadi terkatung-katung. Oleh karena itu barulah ketika
didorong oleh PERSADI Jaya yang melihat bahwa rekam medis adalah
bagian administrasi, maka akhirnya anggota PPSPM secara bulat
menyetujui pendirian organisasi rekam medis. Akhirnya Ketua PPSPM
dan PERSADI Jaya menghadap Ka Kanwil sambil menanyakan kembali
akan nasib AD/ART PPSPM tersebut. Kejadian bulan Februari 1989 itu
amat disetujui Kanwil, bahkan beliau mengutus beberapa pejabatnya
untuk datang dalam acara diskusi pengadaan organisasi rekam medis
yang akan didirikan. Akhirnya PPSPM "terpaksa' berani setelah selama
bertahun-tahun "keberanian" untuk bangkit dirasakan tertidur. Selanjutnya
PPSPM mengundang berbagai rekan pemerintah (antara lain, Dep.Kes,
BKKBN, di samping RS ABRI, swasta, pemerintah, BUMN serta
organisasi profesi seperti IDI, PERSADI Jaya) pada tanggal 18 Februari
1989. Walhasil, rekan yang datang di luar dugaan banyaknya, bahkan dari
Arun - Aceh, Bogor, Cilegon dan lainnya.
Uniknya rencana semula undangan yaitu untuk menjajagi kemungkinan
pengadaan suatu organisasi justru dianggap tidak perlu karena forum
cenderung langsung mengadakan pendirian organisasi rekam medis.
Kesepakatan ke-31 orang dari berbagai profesi, instansi dan propinsi
dinyatakan sah. Pada hari ini organisasi rekam medis belum mempunyai
nama pasti. Oleh karena itu kemudian rekan-rekan dari organisasi rekam
medis berkonsultasi dengan Bapak Ketua Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (PPPB) dan Depdikbud. Berdasarkan usulan dari
Bapak Prof. Anton Moelyono selaku Ketua PPPB akhirnya ditetapkan
nama organisasi ini Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan Indonesia yang kemudian disingkat oleh para
anggota menjadi PORMIKI.
Dengan telah berdirinya PORMIKI maka Ka. PPSPM kemudian menulis
surat kepada Ka. Kanwil DK DKI Jaya tentang telah berdirinya PORMIKI.
Kemudian Kanwil menganggap bahwa PORMIKI sudah cukup sebagai
mitra atau partner pemerintah yang dapat sewaktu-waktu diajak diskusi
dalam memecahkan berbagai masalah tentang rekam medis. Dengan
terbentuknya PORMIKI Jaya yang anggotanya juga banyak berasal dari
DK DKI Jaya maka kiranya memang PPSPM tidak ada masalah bilamana
harus diakhiri. Akhirnya pada tanggal 5 April 1989, Panitia Kerja PPSPM
diberikan surat penghentian kerja perihal Pembentukan PORMIKI Nomor:
0994/- 1.84.4 yang ditandatangani oleh Ka. Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Ada suatu perasaan sedih bercampur haru dan sekaligus bangga.
Selamat tinggal PPSPM dan terima kasih yang dalam atas segala
usahamu. Semoga PORMIKI yang engkau prakarsai dapat berjaya
selamanya, sebagaimana harapanmu pula!
Penyelenggaraan Kongres PORMIKI
Kongres I : Tahun 1992 di Jakarta
Kongres II : Tahun 1995 di Daerah Istimewa Yogyakarta
Kongres III : Tahun 1999 di Surabaya
Kongres IV : Tahun 2003 di Denpasar, Bali
Kongres V : Tahun 2006 di Semarang, Jawa Tengah
Kongres VI: Tahun 2009 di Bandung, Jawa Barat
Ketua Umum DPP PORMIKI
Periode 1989-1992 : Dra. Gemala Hatta, MRA.
Periode 1992-1995 : Dra. Gemala Hatta, MRA.
Periode 1995-1999 : Dra. Gemala Hatta, MRA, MKes.
Periode 1999-2003 : Siswati, AMd.PerKes.
Periode 2003-2006 : Siswati, AMd.PerKes, SKM.
Periode 2006-2009 : Lily Widjaya, Amd.PerKes, SKM, MM.
Periode 2009-2012 : Elise Garmelia, Amd.PerKes, SKM
February 28, 2009 by medicalrecord
Definisi | Pengertian | Arti dan Istilah
pan Definisi, Pengertian, Artilah, Definisi Menurut Para Ahli,