SIKAP DAN PERSEPSIMASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAHTERHADAP IMBAUAN JAGA JARAKS T U D I P A D A M A S A P A N D E M I C O V I D - 1 9
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
DELFIRMAN
RUDY G. ERWINSYAH
BILAL AS’ADHANAYADI
SIKAP DAN PERSEPSIMASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH
TERHADAP IMBAUAN JAGA JARAKSTUDI PADA MASA COVID -19
Penulis: Delfirman
Rudy G. ErwinsyahBilal As’adhanayadi
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIALKEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
2020
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI, Jakarta(iv, 52 hlm)
Judul Buku Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendahterhadap Imbauan Jaga Jarak: Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Penulis 1. Delfirman2. Rudi G. Erwinsyah3. Bilal As’Adhanayadi
Penerbit
Cetakan I
ISBN
:
:
:
:
:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial
Juli 2020
978-623-7806-14-1
Dilarang keras memperbanyak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi buku ini,serta memperjualbelikannya tanpa mendapat izin tertulis dari Penerbit
iSikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat serta limpahan rahmatnya buku ini dapat diterbitkan. Buku dengan judul “Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak: Studi pada Masa Pandemi COVID-19” merupakan salah satu buku hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) Kementerian Sosial RI.
Pemerintah pada masa pandemi COVID-19 ini mengimbau kepada seluruh masyarakat di Indonesia agar mulai menerapkan protokol kesehatan jaga jarak. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah penularan virus COVID-19. Melalui penelitian “Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak: Studi pada Masa Pandemi COVID-19” para peneliti berusaha untuk menggambarkan sikap dan persepsi terhadap imbauan jaga jarak pada masa pandemi COVID -19. Responden yang menjadi sasaran penelitian tersebut adalah masyarakat berpendapatan rendah. Selain memotret tentang sikap dan persepsi, penelitian ini juga menggambarkan pengaruh faktor sosio-demografi pada sikap dan persepsi tentang imbauan jaga jarak sosial/fisik.
Masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam penyusunan buku ini. Namun kami berharap buku ini dapat bermanfaat serta menambah wawasan pengetahuan bagi para pembaca. Akhir kata kami
ii Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung terbitnya buku hasil penelitian ini.
Jakarta, Juli 2020 Kapuslitbangkesos,
J.D. Noviantari
iiiSikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Permasalahan
C. Tujuan
D. Konsep dan Teori
E. Metode Penelitian
BAB II DESKRIPSI DATA
A. Demografi Responden
B. Sikap Masyarakat Berpendapatan Rendah
terhadap Imbauan Jaga Jarak
C. Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah
terhadap Pandemi COVID-19
BAB III ANALISIS DATA
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
i
iii
1
1
3
4
5
10
13
13
16
23
27
35
35
37
39
43
iv Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
1Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Virus Corona Baru atau yang dikenal dengan COVID-19 sudah dikategorikan sebagai pandemi global oleh World Health Organization (WHO) dan menyebar ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Pada saat tulisan ini disusun, data terakhir dari Kementerian Kesehatan RI (per 30 April 2020) menyatakan angka positif COVID-19 di Indonesia adalah 10.118 kasus terkonfirmasi, dengan 792 orang meninggal dunia. Sedangkan data secara global mencapai 3.191.827 orang yang terjangkit, dengan jumlah kematian sebanyak 227.535 orang.
Menanggapi hal itu pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden Joko Widodo menyerukan masyarakat untuk melakukan beberapa langkah pencegahan, salah satunya yaitu dengan melakukan social distancing atau jaga jarak sosial (Herdiana, 2020). Praktik jaga jarak sosial, social distance atau social distancing, adalah sebuah praktik dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi peluang penularan penyakit (Pearce, 2020; Reluga, 2010). Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara seperti membatalkan acara kelompok atau menutup ruang publik, serta menghindari keramaian. Sementara menurut Center for Disease Control (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat, social distancing adalah menjauhi perkumpulan, menghindari pertemuan massal, dan menjaga jarak
2 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
antar fisik invididu manusia (Maharaj & Kleczkowski, 2012; Tiffany, 2020).
Jaga jarak sosial dilakukan karena diyakini para ahli merupakan cara paling mudah untuk mengurangi risiko tertular dan memutus mata rantai penyebarannya (Stein, 2020; Tuite et al., 2020). Memang cara ini bukanlah satu-satunya dan yang paling efektif, namun perlu dilakukan untuk menunda pertumbuhannya yang sangat pesat sampai ditemukan vaksinnya. Penerapan jaga jarak sosial ini jelas memerlukan partisipasi aktif semua pihak, dengan mempertegas hal-hal apa saja yang perlu dilakukan dan keuntungan dari melakukan hal tersebut (Yanti et al., 2020).
Inti dari penerapan jaga jarak sosial ada pada individu dan masyarakat untuk mengubah gaya hidup menjadi lebih bersih dan mengurangi kontak dengan orang lain. Hal ini tentu menyebabkan perubahan dalam interaksi dan kebiasaan masyarakat, dampak sosial ekonomi seperti menurunnya pendapatan, waktu untuk bersosialisasi dan lainnya menjadi dikorbankan, namun itu harga yang memang harus dibayar untuk sebuah kesehatan bersama (Lewnard & Lo, 2020; Maharaj & Kleczkowski, 2012).
Dalam perkembangannya memang istilah jaga jarak sosial atau social distancing dianggap kurang tepat, WHO menyatakan telah mengubah penggunaan istilah social distancing menjadi physical distancing atau jaga jarak fisik (Bergman et al., 2020; Gale, 2020). Hal ini pun diikuti oleh pemerintah, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah mengubah imbauan dalam mencegah penyebaran virus corona dari “pembatasan interaksi sosial (social distancing)” menjadi “menjaga jarak secara fisik
3Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
(physical distancing)”. Penyebutan physical distancing dirasa lebih pas untuk konteks menjaga jarak fisik terkait pencegahan penularan COVID-19.
Namun, apapun istilahnya menjaga jarak untuk mengurangi dan memutus mata rantai pandemi sangat perlu dilakukan oleh masyarakat, karena itu menjadi tugas pemerintah untuk terus memberikan pengertian bahkan memberikan sanksi bila diperlukan untuk mempertegas pemberlakuan aturan tersebut.
B. Permasalahan
Luasnya wilayah Indonesia, dan begitu beragamnya masyarakat baik dari segi status sosial ekonomi, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, wilayah geografis, dan faktor lainnya menjadi permasalahan tersendiri dalam penerapan imbauan jaga jarak sosial/fisik. Pemerintah dan berbagai pihak terkait sudah melakukan berbagai upaya agar masyarakat mulai melakukan jaga jarak sosial/fisik, namun tanggapan dan cara masyarakat menyikapi imbauan pemerintah sangat beragam.
Dengan adanya pembatasan kegiatan dan imbauan jaga jarak sosial/fisik, masyarakat terutama yang berpendapatan rendah tentu sangat merasakan dampaknya. Masyarakat berpendapatan rendah yang kebanyakan mengandalkan upah atau penghasilan harian tentunya sangat bergantung pada aktifitas ekonomi sehari-hari, seperti berjualan keliling, ojek, buruh harian dan lainnya. Kelompok masyarakat ini lebih rentan terdampak secara langsung, dibanding kelompok masyarakat lainnya.
4 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, peneliti ingin melihat:
1. Bagaimana sikap masyarakat berpendapatan rendah terhadap imbauan jaga jarak saat terjadi pandemi COVID-19 di Indonesia?
2. Bagaimana persepsi masyarakat berpendapatan rendah terhadap imbauan jaga jarak saat terjadi pandemi COVID-19 di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh faktor sosio-demografi dengan sikap dan persepsi masyarakat berpendapatan rendah terhadap imbauan jaga jarak pandemi COVID-19 di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan sikap masyarakat berpendapatan rendah terhadap imbauan jaga jarak saat terjadi pandemi COVID-19 di Indonesia.
2. Mendeskripsikan persepsi masyarakat berpendapatan rendah terhadap imbauan jaga jarak saat terjadi pandemi COVID-19 di Indonesia.
3. Mengidentifikasi pengaruh faktor sosio-demografi dengan sikap dan persepsi masyarakat berpendapatan rendah terhadap imbauan jaga jarak pandemi COVID-19 di Indonesia.
5Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
D. Konsep dan Teori
1. Jaga Jarak Sosial/Fisik (Social/Physical Distancing)
Jaga jarak sosial mengacu pada pengadopsian perilaku oleh individu dalam suatu komunitas yang mengurangi risiko individu tersebut terinfeksi dengan membatasi kontak mereka dengan individu lain atau mengurangi risiko penularan selama setiap kontak (Bergman et al., 2020; Reluga, 2010; Weill et al., 2020). Biasanya jarak sosial menimbulkan pengorbanan dalam hal kebebasan, modal sosial, waktu, kenyamanan, Kesehatan mental, dan uang, sehingga orang-orang hanya akan mengadopsi tindakan-tindakan ini ketika ada insentif khusus untuk melakukannya (Lewnard & Lo, 2020; Reluga, 2010).
Awalnya WHO menjadikan istilah social distancing untuk mencegah penyebaran virus dengan upaya menghindari pertemuan dengan skala besar dan menjaga jarak fisik dengan yang lainnya (Gale, 2020). Akan tetapi hal itu menuai kritik dari para ahli, bahwa istilah yang tepat apabila mengacu pada upaya menghindari pertemuan dan menjaga jarak fisik adalah physical distancing, bahwa upaya yang dilakukan untuk memperlambat penyebaran COVID-19 harus mendorong penguatan ikatan sosial akan tetapi tetap menjaga jarak fisik (Bergman et al., 2020). Hal yang membedakan istilah social distancing menjadi physical distancing, yaitu seseorang benar-benar terpisah secara fisik akan tetapi dari sisi kehidupan sosial tetap bersatu (Bergman et al., 2020; Herdiana, 2020). Namun, istilah social distancing telah mengakar di masyarakat, penggunaan istilah apapun yang ada pada saat ini yang terpenting menurutnya
6 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
bahwa pesan yang tersampaikan di masyarakat adalah jelas bahwa mereka harus tetap menjaga jarak secara fisik dan setuju bahwa masyarakat harus tetap menjaga ikatan sosialnya untuk bertahan dan pulih dari bencana ini.
2. Sikap
a. Konsep Sikap
Menurut Thurstone dan Osgood, sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) objek tersebut (Azwar, 2011). Formulasi oleh Thurstone sendiri mengatakan bahwa sikap adalah derajat afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu objek psikologis.
Menurut Berhowitz, sikap merupakan suatu respon evaluatif (Azwar, 2011). Walaupun pembentukan sikap seringkali tidak sadari oleh orang yang bersangkutan, akan tetapi sikap bersifat dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan dikarenakan interaksi seseorang dengan lingkungan di sekitarnya. Kemudian, sikap hanya akan ada artinya bila ditampakkan dalam bentuk pernyataan perilaku, baik perilaku lisan maupun perilaku perbuatan. Memang benar bahwa apa yang dinyatakan seseorang sebagai sikapnya secara terbuka tidak selalu sesuai dengan sikap hatinya yang sesungguhnya. Kondisi lingkungan dan situasi di suatu saat serta di suatu tempat tidak disangsikan
7Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
lagi pengaruhnya terhadap pernyataan sikap seseorang.
Sementara itu Sax menunjukkan beberapa karakteristik sikap, yang meliputi arah, intensitas, keluasan, konsitensi dan spontanitasnya (Azwar, 2011). Suatu sikap mempunyai arah, artinya, sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui atau tidak menyetujui, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap suatu objek sikap.
b. Pembentukan Sikap
Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya (Azwar, 2011). Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesedian untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap obyek. Sikap memerlukan kecenderungan yang ada untuk menanggapi objek sosial yang dalam interaksi dengan variabel situasional dan disposisi lainnya, memandu dan mengarahkan perilaku nyata individu (Azwar, 2011; Notoatmodjo, 2003).
Hal ini ditekankan pula oleh Mead, di mana pembentukan sikap tidak terlepas dari adanya persepsi pada individu (Ritzer & Goodman, 2008). Menurutnya persepsi merukapan hasil dari rangsangan yang berasal dari impuls (reaksi terhadap rangsangan). Stimulus atau rangsangan yang timbul dari adanya pemahaman dan objek yang tak dapat dipisahkan satu sama lain.
8 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Sikap memiliki tiga komponen (Azwar, 2011) yaitu: 1) Komponen kognisi yang hubungannya dengan keyakinan
(beliefs), ide, dan konsep. Komponen kognisi melukiskan obyek tersebut sekaligus mengaitkannya dengan obyek-obyek lain di sekitarnya.
2) Komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang yang memiliki penilaian yang dapat bersifat positif atau negatif. Sistem emosional yang mengakibatkan timbulnya perasaan senang atau tidak, takut atau tidak.
3) Komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.
Ketiga komponen tersebut tidak berdiri sendiri, namun merupakan interaksi dari komponen-komponen tersebut secara kompleks yang menunjukkan bahwa manusia merupakan suatu sistem kognitif. Hal ini berarti bahwa yang dipikirkan seseorang tidak akan terlepas dari perasaannya.
3. Persepsi
Persepsi merupakan proses internal yang memungkinkan seseorang untuk memilih, mengorganisir, serta menafsirkan rangsangan dari lingkungan. Proses tersebut juga dapat mempengaruhi perilaku seserorang (Mulyana, 2000). Proses persepsi selain merespon terhadap stimulus tetapi juga pengalaman-pengalaman yang dialami individu menjadi satu kesatuan dengan stimulus yang didapat sehingga seseorang tersebut dapat mempersepsikan sesuatu (Walgito, 2004).
9Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Faktor yang berpengaruh dalam pembentukan persepsi seseorang terhadap objek sosial bisa datang dari dalam individu maupun dari lingkungannya. Beberapa faktor internal yang membentuk persepsi individu adalah motif/kepentingan, pengalaman, serta harapan yang ada pada diri individu tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh dalam pembentukan persepsi adalah situasi, dalam arti situasi sebagai konteks dan rentang waktu yang berbeda akan mempengaruhi persepsi yang dibentuk (Muchlas, 2008). Faktor eksternal yang dapat berpengaruh dalam pembentukan persepsi individu dijelaskan juga antara lain seperti pengaruh agama, gender, tingkat Pendidikan, pekerjaan, penghasilan, peranan, status sosial (Mulyana, 2000).
4. Masyarakat Berpendapatan Rendah
Bank dunia menggolongkan penduduk di dunia menjadi tiga kelas, yaitu 40 persen penduduk berpendapatan rendah, 40 persen penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen sisanya merupakan kategori penduduk dengan pendapatan tinggi (Badan Pusat Statistik, 2016). Masyarakat berpendapatan rendah yang selanjutnya disebut sebagai MBR adalah masyarakat dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Definisi MBR tersebut mengacu pada konsep yang dikeluarkan oleh BPS. Batasan tersebut menunjukkan bahwa 40 persen terbawah dari piramida penduduk dapat dikategorikan sebagai penduduk miskin atau penduduk dengan pendapatan rendah (Emmy & Indrastuti, 2018).
10 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Kategori penduduk miskin terbagi ke dalam empat desil yaitu kategori desil-1 merupakan penduduk sangat miskin. Dari sisi jumlah pendapatan per kapita desil-1 nilai pendapatan per kapita sekitar Rp. 176.416,8; desil-2 merupakan penduduk dengan jumlah pendapatan per kapita sekitar 313.019,9; desil-3 merupakan jumlah penduduk dengan pendapatan sekitar 453.891,4; dan desil-4 merupakan pendudukan dengan pendapatan sekitar 840.809,2 (Emmy & Indrastuti, 2018). Garis Kemiskinan pada Maret 2018 tercatat sebesar Rp. 401.220,-/ kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp. 294.806,- (73,48 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp. 106.414,- (26,52 persen). Secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,59 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp. 1.841.600,-/rumah tangga miskin/bulan. (Badan Pusat Statistik, 2018).
E. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif denganjenis deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan online survey, melalui aplikasi Survey Kemsos (survey.kemsos.go.id) yang disebar menggunakan tautan melalui media sosial (Instagram, Twitter, Facebook) dan aplikasi chat (WhatsApp).
Keunggulan pengumpulan data melalui online survey antara lain: (1) dapat menjangkau wilayah yang luas, (2) tanggapan responden relatif cepat, (3) berbiaya rendah, (4) anonimitas
11Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
responden terjaga, dan (5) meminimalisir bias pewawancara (Sheehan, 2002). Lebih lanjut lagi online survey dapat digunakan untuk menyesuaikan keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan wawancara tatap muka (Van Selm & Jankowski, 2006).
Sampling dalam penelitian ini adalah masyarakat berpendapatan rendah (MBR). Dengan jumlah 42 orang responden, menggunakan jenis pengambilan sample Non Probabilitas, yaitu Convenience / Accidental Sampling. Rentang usia responden dalam penelitian ini yakni 15 sampai dengan 65 tahun, dengan lokasi domisili tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
F. Limitasi Penelitian
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan saat pandemi COVID-19 sedang terjadi dan bertambah cukup pesat di Indonesia, yaitu dimulai dari tanggal 1 sampai dengan 5 April 2020. Seperti yang diketahui bersama bahwa kasus pertama COVID -19 di Indonesia adalah per tanggal 2 Maret 2020, artinya penelitian ini dilakukan kurang lebih satu bulan sejak munculnya kasus pertama COVID-19 di Indonesia, dan juga dilakukan sebelum dimulainya pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh pemerintah sesuai Permenkes No. 9 Tahun 2020 pada tanggal 10 April 2020. Sehingga data dalam hasil penelitian ini hanya memotret penerapan imbauan jaga jarak sosial/fisik pada masa itu.
12 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
13Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
BAB II
DESKRIPSI DATA
A. Demografi Responden
Gambaran umum demografi responden penelitian di antaranya mencakup kelompok usia, tingkat pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, jenis kelamin, provinsi dan area sebaran responden penelitian.
Grafik 2.1 Kelompok Usia
Menurut kelompok usia seperti terlihat pada grafik 2.1, responden didominasi pada rentang usia 20-24 sebanyak 33 persen, 25-29 sebanyak 24 persen dan 35-39 tahun tahun sebanyak 17 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden penelitian yang mengisi survey kebanyakan berasal dari kelompok dewasa awal (20-39 tahun), yaitu sebesar 86 persen, sisanya masuk kategori dewasa madya sebanyak 9 persen, dan juga remaja sebanyak 5 persen.
9
BAB II
DESKRIPSI DATA
A. Demografi Responden
Gambaran umum demografi responden penelitian diantaranya mencakup
kelompok usia, tingkat pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, jenis kelamin, provinsi dan
area sebaran responden penelitian.
Grafik 2.1 Kelompok Usia
Menurut kelompok usia seperti terlihat pada grafik 2.1, responden didominasi
pada rentang usia 20-24 sebanyak 33 persen, 25-29 sebanyak 24 persen dan 35-39 tahun
tahun sebanyak 17 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden penelitian yang
mengisi survey kebanyakan berasal dari kelompok dewasa awal (20-39 tahun), yaitu
sebesar 86 persen, sisanya masuk kategori dewasa madya sebanyak 9 persen, dan juga
remaja sebanyak 5 persen.
Grafik 2.2 Pendidikan Terakhir
5%
33%
24%
12%
17%
5% 2% 2%
15 - 19 Tahun
20 - 24 Tahun
25 - 29 Tahun
30 - 34 Tahun
35 - 39 Tahun
40 - 44 Tahun
45 - 49 Tahun
50 - 54 Tahun
2%
38%
7%
45%
7%
SD / Sederajat SMA / SMK / Sederajat
Diploma / Sederajat
S1 S2
14 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Grafik 2.2 Pendidikan Terakhir
Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir terlihat pada grafik 2.2. Pada Grafik tersebut menunjukkan tingkat pendidikan terakhir responden didominasi tingkat Sarjana (S1), sebesar 45 persen, kemudian diikuti jenjang pendidikan SMA/sederajat (38 persen). Pada tingkat pendidikan SD/sederajat dan SMP/sederajat memiliki presentase yang sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah mereka yang menamatkan jenjang pendidikan menengah hingga perguruan tinggi (98 persen). Hal ini dapat dikarenakan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner digital yang diperoleh melalui tautan, sehingga membutuhkan kemampuan penggunaan teknologi yang cukup baik untuk dapat mengisi kuesioner.
9
BAB II
DESKRIPSI DATA
A. Demografi Responden
Gambaran umum demografi responden penelitian diantaranya mencakup
kelompok usia, tingkat pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, jenis kelamin, provinsi dan
area sebaran responden penelitian.
Grafik 2.1 Kelompok Usia
Menurut kelompok usia seperti terlihat pada grafik 2.1, responden didominasi
pada rentang usia 20-24 sebanyak 33 persen, 25-29 sebanyak 24 persen dan 35-39 tahun
tahun sebanyak 17 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden penelitian yang
mengisi survey kebanyakan berasal dari kelompok dewasa awal (20-39 tahun), yaitu
sebesar 86 persen, sisanya masuk kategori dewasa madya sebanyak 9 persen, dan juga
remaja sebanyak 5 persen.
Grafik 2.2 Pendidikan Terakhir
5%
33%
24%
12%
17%
5% 2% 2%
15 - 19 Tahun
20 - 24 Tahun
25 - 29 Tahun
30 - 34 Tahun
35 - 39 Tahun
40 - 44 Tahun
45 - 49 Tahun
50 - 54 Tahun
2%
38%
7%
45%
7%
SD / Sederajat SMA / SMK / Sederajat
Diploma / Sederajat
S1 S2
15Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Grafik 2.3 Jenis Pekerjaan
10
Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir terlihat pada grafik
2.2. Pada grafik tersebut menunjukkan tingkat pendidikan terakhir responden didominasi
tingkat Sarjana (S1), sebesar 45 persen, kemudian diikuti jenjang pendidikan
SMA/sederajat (38 persen). Pada tingkat pendidikan SD/sederajat dan SMP/sederajat
memiliki presentase yang sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden
adalah mereka yang menamatkan jenjang pendidikan menengah hingga perguruan tinggi
(98 persen). Hal ini dapat dikarenakan metode pengumpulan data menggunakan
kuesioner digital yang diperoleh melalui tautan, sehingga membutuhkan kemampuan
penggunaan teknologi yang cukup baik untuk dapat mengisi kuesioner.
Grafik 2.3 Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan berdasarkan grafik 2.3 menunjukkan mayoritas responden
penelitian memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta kemudian diikuti oleh mereka
yang tidak/belum bekerja masing-masing sebesar 21 persen. Selanjutnya adalah sebagai
Ibu rumah tangga sebesar 14 persen dan responden pekerja lepas/freelance sebesar 12
persen. Sedangkan sisanya berstatus sebagai pedagang, ojek, buruh, mahasiswa/pelajar,
dan pekerjaan lainnya.
21%
21%
14%
12%
7%
7%
5%
12%
Karyawan Swasta
Tidak / Belum Bekerja
Ibu Rumah Tangga
Freelance / Paruh Waktu
Pedagang (Eceran, Grosir) / Wirausaha
Usaha Bidang Jasa (Ojek, Supir, Kurir, dll)
Buruh (Pabrik, Tani, Bangunan, dll)
Lainnya
Jenis pekerjaan berdasarkan Grafik 2.3 menunjukkan mayoritas responden penelitian memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta kemudian diikuti oleh mereka yang tidak/belum bekerja masing-masing sebesar 21 persen. Selanjutnya adalah sebagai Ibu rumah tangga sebesar 14 persen dan responden pekerja lepas/freelance sebesar 12 persen. Sedangkan sisanya berstatus sebagai pedagang, ojek, buruh, mahasiswa/pelajar, dan pekerjaan lainnya.
Grafik 2.4 Jenis Kelamin
16 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
11
Grafik 2.4 Jenis Kelamin
Sebaran responden penelitian berdasarkan jenis kelamin berdasarkan grafik 2.4
cukup berimbang antara perempuan sebesar 52 persen dan laki-laki sebesar 48 persen.
Grafik 2.5 Domisili Wilayah
Dari grafik 2.5 sebagian besar responden penelitian berasal dari Pulau Jawa
(selain Jabodetabek) yaitu sebesar 52 persen, yang meliputi wilayah DIY, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Lalu, diikuti dengan luar Pulau Jawa (Bali,
Sulawesi Selatan dan Kalimantan Tengah) sebesar 26 persen dan Jabodetabek (Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) sebesar 21 persen. Wilayah Jabodetabek yang
merupakan pusat penyebaran kasus menjadi perhatian bagi peneliti untuk melihat sejauh
mana masyarakat berpendapatan rendah menyikapi imbauan pemerintah terkait jaga jarak
sosial/fisik.
B. Sikap Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak
Untuk mengetahui bagaimana sikap masyarakat terhadap imbauan jaga jarak
sosial/fisik saat pandemi COVID-19, kami menalaahnya dalam tiga komponen sikap,
48% 52% Laki-laki
Perempuan
21%
52%
26%
Jabodetabek P. Jawa (Lainnya) Luar P. Jawa
Sebaran responden penelitian berdasarkan jenis kelamin berdasarkan Grafik 2.4 cukup berimbang antara perempuan sebesar 52 persen dan laki-laki sebesar 48 persen.
Grafik 2.5 Domisili Wilayah
Dari Grafik 2.5 sebagian besar responden penelitian berasal dari Pulau Jawa (selain Jabodetabek) yaitu sebesar 52 persen, yang meliputi wilayah DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Lalu, diikuti dengan luar Pulau Jawa (Bali, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Tengah) sebesar 26 persen dan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) sebesar 21 persen. Wilayah Jabodetabek yang merupakan pusat penyebaran kasus menjadi perhatian bagi peneliti untuk melihat sejauh mana masyarakat berpendapatan rendah menyikapi imbauan pemerintah terkait jaga jarak sosial/fisik.
B. Sikap Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak
Untuk mengetahui bagaimana sikap masyarakat terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik saat pandemi COVID-19, kami
17Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
12
yaitu kognisi, afeksi dan konasi. Dalam tiap komponen kami menanyakan sepuluh aspek
jaga jarak sosial/fisik oleh pemerintah, mulai dari imbauan untuk tidak hadir di acara
yang dihadiri banyak orang, seperti resepsi pernikahan, seminar, konser musik, dan
lainnya, hingga imbauan untuk tidak nongkrong atau berlama-lama di tempat makan
(kafe, restoran, warung makan, dan lainnya) dan pusat perbelanjaan (mall, pasar, dan
lainnya).
1. Komponen Kognisi
Untuk mengetahui komponen kognisi peneliti bertanya seberapa besar
pengetahuan responden mengenai imbauan jaga jarak yang dikeluarkan pemerintah
untuk mengurangi atau mencegah penyebaran pandemi COVID-19 di Indonesia.
Grafik 2.6 Pengetahuan terhadap Imbauan Jaga Jarak Mencegah Penyebaran COVID-19
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap
imbauan jaga jarak sosial/fisik untuk mengurangi atau mencegah penyebaran pandemi
COVID-19 di Indonesia sudah sangat tinggi. Terdapat tujuh aspek yang memiliki
persentase tertinggi sebesar 100 persen, yakni imbauan untuk bekerja/belajar dari
rumah, jaga jarak 1-2 meter, tidak pergi ke luar kota, tidak berwisata, tidak nongkrong
di tempat makan/mall, tidak bersalaman/bersentuhan, dan tidak hadir ke acara.
Pengetahuan responden dalam imbauan jaga jarak sosial/fisik secara umum untuk
mengurangi atau mencegah penyebaran COVID-19 sangat tinggi, yaitu sebesar 99
persen.
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
98%
98%
95%
Bekerja / Belajar dari Rumah
Jaga Jarak 1-2 Meter
Tidak Pergi Keluar Kota
Tidak Berwisata
Tidak Nongkrong di Tempat Makan / Mall
Tidak Bersalaman / Bersentuhan
Tidak Hadir ke Acara
Tidak Berkumpul di Luar
Himbauan Social Distancing
Beribadah di Rumah
KOGNISI
menalaahnya dalam tiga komponen sikap, yaitu kognisi, afeksi dan konasi. Dalam tiap komponen kami menanyakan sepuluh aspek jaga jarak sosial/fisik oleh pemerintah, mulai dari imbauan untuk tidak hadir di acara yang dihadiri banyak orang, seperti resepsi pernikahan, seminar, konser musik, dan lainnya, hingga imbauan untuk tidak nongkrong atau berlama-lama di tempat makan (kafe, restoran, warung makan, dan lainnya) dan pusat perbelanjaan (mall, pasar, dan lainnya).
1. Komponen Kognisi
Untuk mengetahui komponen kognisi peneliti bertanya seberapa besar pengetahuan responden mengenai imbauan jaga jarak yang dikeluarkan pemerintah untuk mengurangi atau mencegah penyebaran pandemi COVID-19 di Indonesia.
Grafik 2.6 Pengetahuan terhadap Imbauan Jaga Jarak Mencegah Penyebaran COVID-19
18 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik untuk mengurangi atau mencegah penyebaran pandemi COVID-19 di Indonesia sudah sangat tinggi. Terdapat tujuh aspek yang memiliki persentase tertinggi sebesar 100 persen, yakni imbauan untuk bekerja/belajar dari rumah, jaga jarak 1-2 meter, tidak pergi ke luar kota, tidak berwisata, tidak nongkrong di tempat makan/mall, tidak bersalaman/bersentuhan, dan tidak hadir ke acara. Pengetahuan responden dalam imbauan jaga jarak sosial/fisik secara umum untuk mengurangi atau mencegah penyebaran COVID-19 sangat tinggi, yaitu sebesar 99 persen.
Tingginya level pengetahuan masyarakat mengenai imbauan jaga jarak sosial/fisik untuk mengurangi dan mencegah penyebaran COVID-19 dipengaruhi oleh arus informasi terutama di media digital yang begitu masif. Hal ini sesuai dengan data hasil penelitian mengenai sumber informasi tentang COVID-19 di Indonesia.
Grafik 2.7 Sumber Informasi COVID-19
13
Tingginya level pengetahuan masyarakat mengenai imbauan jaga jarak
sosial/fisik untuk mengurangi dan mencegah penyebaran COVID-19 dipengaruhi oleh
arus informasi terutama di media digital yang begitu masif. Hal ini sesuai dengan data
hasil penelitian mengenai sumber informasi tentang COVID-19 di Indonesia.
Grafik 2.7 Sumber Informasi COVID-19
Media sosial seperti Instagram, Facebook dan Twitter menjadi sumber
informasi utama responden dalam mengakses informasi seputar perkembangan
COVID-19, termasuk mengenai imbauan jaga jarak sosial/fisik, yaitu sebesar 93
persen. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia yang semakin besar
menjadikannya sangat efektif dalam penyebaran berita dan informasi. Selain sosial
media, portal berita online seperti Kompas.com, Detik.com, Tribunnnews.com dan
lainnya juga menjadi media utama penyebaran informasi COVID-19, yaitu sebesar 57
persen. Bahkan WhatsApp Group juga menjadi saluran utama informasi, hanya
unggul sedikit dengan media elektronik televisi, yaitu sebesar 45 persen.
Pesatnya perkembangan media digital di Indonesia tentunya memberikan
banyak sisi positif dalam hal penyebaran informasi mengenai imbauan jaga jarak
sosial/fisik, namun perlu diperhatikan juga sisi negatif dari media digital, salah
satunya adalah hoaks atau berita bohong yang kerap memberikan distorsi informasi
atau kebingungan masyarakat dalam menyerap mana informasi yang tepat, apalagi
jika tidak dibarengi dengan literasi media yang baik dari masyarakat.
2. Komponen Afeksi
Komponen sikap berikutnya adalah komponen afeksi yang merupakan tahap
lanjutan dari kognisi. Setelah responden mengetahui imbauan jaga jarak sosial/fisik
93%
57%
45%
40%
17%
14%
Sosial Media
Portal Berita
WA Grup
TV
Teman / Kerabat
Media Cetak
19Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Media sosial seperti Instagram, Facebook dan Twitter menjadi sumber informasi utama responden dalam mengakses informasi seputar perkembangan COVID-19, termasuk mengenai imbauan jaga jarak sosial/fisik, yaitu sebesar 93 persen. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia yang semakin besar menjadikannya sangat efektif dalam penyebaran berita dan informasi. Selain sosial media, portal berita online seperti Kompas.com, Detik.com, Tribunnnews.com dan lainnya juga menjadi media utama penyebaran informasi COVID-19, yaitu sebesar 57 persen. Bahkan WhatsApp Group juga menjadi saluran utama informasi, hanya unggul sedikit dengan media elektronik televisi, yaitu sebesar 45 persen.
Pesatnya perkembangan media digital di Indonesia tentunya memberikan banyak sisi positif dalam hal penyebaran informasi mengenai imbauan jaga jarak sosial/fisik, namun perlu diperhatikan juga sisi negatif dari media digital, salah satunya adalah hoax atau berita bohong yang kerap memberikan distorsi informasi atau kebingungan masyarakat dalam menyerap mana informasi yang tepat, apalagi jika tidak dibarengi dengan literasi media yang baik dari masyarakat.
2. Komponen Afeksi
Komponen sikap berikutnya adalah komponen afeksi yang merupakan tahap lanjutan dari kognisi. Setelah responden mengetahui imbauan jaga jarak sosial/fisik untuk mencegah dan mengurangi penyebaran COVID-19, selanjutnya adalah mengukur bagaimana responden merespon imbauan tersebut, apakah dengan mendukung atau tidak mendukung.
20 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Grafik 2.8 Dukungan terhadap Imbauan Jaga Jarak
Dari data hasil penelitian diketahui bahwa imbauan jaga jarak sosial/fisik yang memiliki persentase dukungan terbesar adalah imbauan jaga jarak 1-2 meter dan tidak berwisata sebesar 100 persen. Imbauan untuk melakukan jaga jarak sosial/fisik secara umum memiliki persentase dukungan di atas 90 persen, sedangkan yang memiliki nilai dukungan terendah adalah imbauan untuk beribadah di rumah atau tidak melakukan ibadah bersama di tempat ibadah seperti mesjdi, gereja, wihara dan lainnya, yaitu sebesar 79 persen.
Temuan ini menjadi menarik karena dari hasil pengamatan peneliti dan pemberitaan yang ada di media massa, memang ditemukan masih cukup banyak tempat ibadah yang masih melaksanakan kegiatan ibadah bersama di tengah merebaknya pandemi COVID-19. Salah satu contohnya ialah berita mengenai kegiatan ibadah bersama dan ziarah yang dilakukan di Mesjid
14
untuk mencegah dan mengurangi penyebaran COVID-19, selanjutnya adalah
mengukur bagaimana responden merespon imbauan tersebut, apakah dengan
mendukung atau tidak mendukung.
Grafik 2.8 Dukungan terhadap Imbauan Jaga Jarak
Dari data hasil penelitian diketahui bahwa imbauan jaga jarak sosial/fisik yang
memiliki persentase dukungan terbesar adalah imbauan jaga jarak 1-2 meter dan tidak
berwisata sebesar 100 persen. Imbauan untuk melakukan jaga jarak sosial/fisik secara
umum memiliki persentase dukungan di atas 90 persen, sedangkan yang memiliki
nilai dukungan terendah adalah imbauan untuk beribadah di rumah atau tidak
melakukan ibadah Bersama di tempat ibadah seperti Mesjadi, Gereja, Viraha dan
lainnya, yaitu sebesar 79 persen.
Temuan ini menjadi menarik karena dari hasil pengamatan peneliti dan
pemberitaan yang ada di media massa, memang ditemukan masih cukup banyak
tempat ibadah yang masih melaksanakan kegiatan ibadah bersama di tengah
merebaknya pandemi COVID-19. Salah satu contohnya ialah berita mengenai
kegiatan ibadah bersama dan ziarah yang dilakukan di Mesjid Jami Tamansari, Kebon
Jeruk Jakarta Barat, di mana terdapat beberapa jamaah yang positif terkena COVID-
19, hal ini kemudian mengakibatkan seluruh Jamaah Mesjid ditetapkan sebagai ODP
atau orang dalam pemantauan (Ladjar, 2020). Kejadian serupa juga terjadi di salah
satu Gereja di Bandung yang akhirnya menjadi klaster penyebaran COVID-19 di Kota
tersebut (Tuasikal, 2020).
100%
100%
100%
98%
95%
93%
93%
93%
90%
79%
Himbauan Social Distancing
Jaga Jarak 1-2 Meter
Tidak Berwisata
Tidak Nongkrong di Tempat Makan / Mall
Bekerja / Belajar dari Rumah
Tidak Pergi Keluar Kota
Tidak Berkumpul di Luar
Tidak Hadir ke Acara
Tidak Bersalaman / Bersentuhan
Beribadah di Rumah
AFEKSI
21Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Jami' Tamansari, Kebon Jeruk Jakarta Barat, di mana terdapat beberapa jamaah yang positif terkena COVID-19, hal ini kemudian mengakibatkan seluruh Jamaah Mesjid ditetapkan sebagai ODP atau orang dalam pemantauan (Ladjar, 2020). Kejadian serupa juga terjadi di salah satu Gereja di Bandung yang akhirnya menjadi klaster penyebaran COVID-19 di Kota tersebut (Tuasikal, 2020).
Ada banyak faktor yang tentunya melandasi atau menyebabkan masyarakat tetap ingin melaksanakan ibadah bersama di tempat ibadah masing-masing, faktor kepercayaan, ketataan terhadap ajaran agama dan lingkungan sosial mengambil peran penting (Courtemanche et al., 2020). Hal ini harus dapat segera diantisipasi oleh pemerintah, mengingat ada beberapa kegiatan keagamaan yang akan berlangsung saat pandemi COVID-19 masih terjadi, yaitu Ibadah Puasa bulan Ramadhan, Idul Fitri serta Natal dan Tahun Baru di penghujung tahun 2020.
3. Komponen Konasi
Komponen sikap yang terakhir adalah konasi, yang menggambarkan kecenderungan untuk berperilaku atau bertindak. Di tahap ini peneliti mencoba mendeskripsikan bagaimana responden melaksanakan imbauan jaga jarak sosial/fisik, apakah sebesar komponen pengetahuan dan dukungan sebelumnya atau ada aspek-aspek imbauan yang memiliki celah atau renggang dalam pelaksanannya.
22 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Dalam tahap pelaksanaan imbauan jaga jarak sosial/fisik, aspek yang memiliki persentase pelaksanaan terbesar adalah imbauan untuk tidak berwisata sebesar 100 persen. Hal ini dapat disebabkan berwisata merupakan kebutuhan tersier menurut masyarakat berpendapatan rendah, sehingga kemungkinan sangat kecil untuk dilaksanakan saat kondisi pandemi. Tidak berwisata juga satu-satunya aspek yang konstan memiliki nilai 100 persen di tiap komponen sikap yang diukur, tidak mengalami penurunan sikap. Temuan yang menarik lainnya adalah imbauan untuk bekerja/belajar dari rumah yang ternyata memiliki tingkat persentase pelaksanaan terendah, yaitu sebesar 79 persen artinya masih ada 21 persen responden yang tetap bekerja/belajar di luar rumah, seperti pergi bekerja di kantor, ke pasar, ke jalan atau ke lapangan untuk yang bekerja di luar ruangan.
Memang imbauan ini terutama ditujukan kepada orang yang bisa atau memiliki pilihan untuk melakukan pekerjaannya dari
Grafik 2.9 Pelaksanaan Imbauan Jaga Jarak
15
Ada banyak faktor yang tentunya melandasi atau menyebabkan masyarakat
tetap ingin melaksanakan ibadah bersama di tempat ibadah masing-masing, faktor
kepercayaan, ketataan terhadap ajaran agama dan lingkungan sosial mengambil peran
penting (Courtemanche et al., 2020). Hal ini harus dapat segera diantisipasi oleh
pemerintah, mengingat ada beberapa kegiatan keagamaan yang akan berlangsung saat
pandemi COVID-19 masih terjadi, yaitu Ibadah Puasa bulan Ramadhan, Idul Fitri
serta Natal dan Tahun Baru di penghujung tahun 2020.
3. Komponen Konasi
Komponen sikap yang terakhir adalah konasi, yang menggambarkan
kecenderungan untuk berperilaku atau bertindak. Di tahap ini peneliti mencoba
mendeskripsikan bagaimana responden melaksanakan imbauan jaga jarak sosial/fisik,
apakah sebesar komponen pengetahuan dan dukungan sebelumnya atau ada aspek-
aspek imbauan yang memiliki celah atau renggang dalam pelaksanannya.
Grafik 2.9 Pelaksanaan Imbauan Jaga Jarak
Dalam tahap pelaksanaan imbauan jaga jarak sosial/fisik, aspek yang memiliki
persentase pelaksanaan terbesar adalah imbauan untuk tidak berwisata sebesar 100
persen. Hal ini dapat disebabkan berwisata merupakan kebutuhan Tersier menurut
masyarakat berpendapatan rendah, sehingga kemungkinan sangat kecil untuk
dilaksanakan saat kondisi pandemi. Tidak berwisata juga satu-satunya aspek yang
konstan memiliki nilai 100 persen di tiap komponen sikap yang diukur, tidak
mengalami penurunan sikap. Temuan yang menarik lainnya adalah imbauan untuk
100%
95%
95%
93%
93%
88%
86%
86%
81%
79%
Tidak Berwisata
Tidak Pergi Keluar Kota
Social Distancing
Tidak Nongkrong di Tempat Makan / Mall
Tidak Hadir ke Acara
Jaga Jarak 1-2 Meter
Tidak Bersalaman / Bersentuhan
Beribadah di Rumah
Tidak Berkumpul di Luar
Bekerja / Belajar dari Rumah
KONASI
23Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
rumah, sedangkan pekerja lapangan, pekerja informal (pedagang, wirausaha, jasa transportasi dan lainnya) serta orang yang bekerja di sektor strategis seperti telekomunikasi, media massa, pemerintahan, kesehatan dan lainnya masih harus bekerja di luar rumah.
Perlu diperhatikan juga beberapa aspek yang memiliki tingkat pelaksanaan lebih rendah dari rata-rata aspek lainnya, seperti tidak berkumpul di luar rumah (81 persen), beribadah di rumah (86 persen), dan tidak bersalaman/bersentuhan (86 persen). Karena jika tidak diperhatikan tentu pelaksanaannya dikhawatirkan akan terus turun dari waktu ke waktu, mengingat belum diketahui secara pasti kapan pandmi ini akan berakhir.
C. Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah Terhadap Pandemi COVID-19
Terdapat tiga aspek utama persepsi masyarakat terhadap COVID-19 yang peneliti lihat, yakni persepsi terhadap pandemi penyakit, terhadap imbauan untuk mencegah penularan, dan kinerja pemangku kebijakan. Di sini tiga aspek itu diturunkan menjadi tiga pertanyaan, yakni mengenai bahaya pandemi COVID-19 itu sendiri, persepsi terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik untuk mengurangi penyebaran COVID-19, dan persepsi mengenai kinerja pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19.
24 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Grafik 2.10 Persepsi terhadap Bahaya Pandemi COVID-19
Mengenai persepsi mengenai bahaya COVID-19, 100 persen menyatakan bahwa pandemi ini berbahaya, dengan rincian 71 persen menyatakan bahaya dan sisanya 29 persen menyatakan sangat bahaya. Temuan ini sesuai dengan asumsi bahwa sebagian besar masyarakat melihat bahwa pandemi ini berbahaya, terlihat dari semua responden sudah menyadari mengenai bahaya yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19.
Grafik 2.11 Persepsi terhadap Imbauan Jaga Jarak
17
Mengenai persepsi mengenai bahaya COVID-19, 100 persen menyatakan bahwa
pandemi ini berbahaya, dengan rincian 71 persen menyatakan bahaya dan sisanya 29
persen menyatakan sangat bahaya. Temuan ini sesuai dengan asumsi bahwa sebagian
besar masyarakat melihat bahwa pandemi ini berbahaya, terlihat dari semua responden
sudah menyadari mengenai bahaya yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19.
Grafik 2.11 Persepsi terhadap Imbauan Jaga Jarak
Dalam aspek persepsi terhadap persepsi terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik
untuk mengurangi penyebaran COVID-19, sebagian besar responden yakni 57 persen
menyatakan sangat yakin dan 31 persen yakin bahwa Tindakan jaga jarak sosial/fisik ini
dapat mengurangi penyebaran COVID-19, sementara sisanya 10 persen menyatakan tidak
yakin dan 2 persen sangat tidak yakin.
Temuan ini dapat dikaitkan dengan temuan mengenai sikap pada bagian
sebelumnya. Hal ini cukup berkaitan karena tanggapan pada komponen sikap (kognitif,
afektif, dan konatif) rata-rata berada di angka 90 persen.
Grafik 2.12 Persepsi terhadap Kinerja Pemerintah dalam Menangani Pandemi COVID-19
57%
31%
10%
2%
Sangat Yakin Yakin Tidak Yakin Sangat Tidak Yakin
7%
50%
29%
14%
Sangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk
25Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
17
Mengenai persepsi mengenai bahaya COVID-19, 100 persen menyatakan bahwa
pandemi ini berbahaya, dengan rincian 71 persen menyatakan bahaya dan sisanya 29
persen menyatakan sangat bahaya. Temuan ini sesuai dengan asumsi bahwa sebagian
besar masyarakat melihat bahwa pandemi ini berbahaya, terlihat dari semua responden
sudah menyadari mengenai bahaya yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19.
Grafik 2.11 Persepsi terhadap Imbauan Jaga Jarak
Dalam aspek persepsi terhadap persepsi terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik
untuk mengurangi penyebaran COVID-19, sebagian besar responden yakni 57 persen
menyatakan sangat yakin dan 31 persen yakin bahwa Tindakan jaga jarak sosial/fisik ini
dapat mengurangi penyebaran COVID-19, sementara sisanya 10 persen menyatakan tidak
yakin dan 2 persen sangat tidak yakin.
Temuan ini dapat dikaitkan dengan temuan mengenai sikap pada bagian
sebelumnya. Hal ini cukup berkaitan karena tanggapan pada komponen sikap (kognitif,
afektif, dan konatif) rata-rata berada di angka 90 persen.
Grafik 2.12 Persepsi terhadap Kinerja Pemerintah dalam Menangani Pandemi COVID-19
57%
31%
10%
2%
Sangat Yakin Yakin Tidak Yakin Sangat Tidak Yakin
7%
50%
29%
14%
Sangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk
Dalam aspek persepsi terhadap persepsi terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik untuk mengurangi penyebaran COVID-19, sebagian besar responden yakni 57 persen menyatakan sangat yakin dan 31 persen yakin bahwa Tindakan jaga jarak sosial/fisik ini dapat mengurangi penyebaran COVID-19, sementara sisanya 10 persen menyatakan tidak yakin dan 2 persen sangat tidak yakin.
Temuan ini dapat dikaitkan dengan temuan mengenai sikap pada bagian sebelumnya. Hal ini cukup berkaitan karena tanggapan pada komponen sikap (kognitif, afektif, dan konatif) rata-rata berada di angka 90 persen.
Grafik 2.12 Persepsi terhadap Kinerja Pemerintah dalam Menangani Pandemi COVID-19
Apabila pada dua aspek sebelumnya persepsi responden lebih condong pada satu jawaban dengan kecenderungan corak yang positif, maka pada aspek persepsi terhadap kinerja pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19 ini tanggapan responden agak berimbang, yakni 57 persen menyatakan kinerja pemerintah baik dan sangat baik, dan 43 persen menyatakan kinerja pemerintah
26 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
buruk dan sangat buruk. Artinya pekerjaan rumah pemerintah untuk meyakinkan masyarakat mengenai penanganan pandemi ini masih cukup berat. Tentunya akan sangat sulit untuk membentuk sikap yang mendukung imbauan pemerintah kedepannya jika masih ada persepsi buruk mengenai kinerja pemerintah dalam menangani pandemi.
27Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
BAB III ANALISIS DATA
Pada bagian analisis data, akan dijelaskan secara lebih rinci temuan penelitian, terutama dalam sikap dan persepsi responden terhadap pandemi COVID-19 di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan dalam bagian sebelumnya, bahwa komponen kognitif responden dalam imbauan jaga jarak sosial/fisik tergolong sangat tinggi, yaitu mencapai 99 persen artinya pengetahuan responden terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik untuk mencegah atau mengurangi penyebaran pandemi COVID-19 sudah sangat tinggi, secara rata-rata (Mean) berada di skor 3,60 (skala 1:4).
Selanjutnya, komponen afektif sebesar 94 persen atau rata-rata skor 3,50 yang artinya tingkat dukungan responden terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik juga tergolong tinggi. Komponen terakhir, yaitu konatif memiliki persentase 89 persen, tergolong tinggi namun paling rendah dibanding dua komponen sebelumnya, dengan skor rata-rata sebesar 3,39 atau di bawah rata-rata variabel sikap, yaitu 3,52 (94,21 persen).
Tabel 3.1 Persentase dan Rata-rata Variabel Sikap
19
BAB III
ANALISIS DATA
Pada bagian analisis data, akan dijelaskan secara lebih rinci temuan penelitian,
terutama dalam sikap dan persepsi responden terhadap pandemi COVID-19 di Indonesia.
Seperti yang telah dijelaskan dalam bagian sebelumnya, bahwa komponen kognitif responden
dalam imbauan jaga jarak sosial/fisik tergolong sangat tinggi, yaitu mencapai 99 persen
artinya pengetahuan responden terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik untuk mencegah atau
mengurangi penyebaran pandemi COVID-19 sudah sangat tinggi, secara rata-rata (Mean)
berada di skor 3,60 (skala 1-4).
Selanjutnya, komponen afektif sebesar 94 persen atau rata-rata skor 3,50 yang artinya
tingkat dukungan responden terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik juga tergolong tinggi.
Komponen terakhir, yaitu konatif memiliki persentase 89 persen, tergolong tinggi namun
paling rendah dibanding dua komponen sebelumnya, dengan skor rata-rata sebesar 3,39 atau
di bawah rata-rata variabel sikap, yaitu 3,52 (94,21 persen).
Tabel 3.1 Persentase dan Rata-rata Variabel Sikap
Komponen Sikap Persentase Mean
Kognisi 99,0% 3,66
Afeksi 94,0% 3,50
Konasi 89,5% 3,39
ALL Sikap 94,21% 3,52
Dalam komponen kognisi seluruh aspek memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi,
sedangkan di komponen afeksi ada satu aspek yang memiliki persentase atau rata-rata
persetujuan yang lebih rendah, yaitu dalam dukungan terhadap imbauan untuk beribadah di
rumah atau tidak melakukan ibadah bersama di tempat ibadah seperti mesjid, geraja, wiraha
dan lainnya, yaitu sebesar 79 persen atau memiliki rata-rata 3,19.
28 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Dalam komponen kognisi seluruh aspek memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, sedangkan di komponen afeksi ada satu aspek yang memiliki persentase atau rata-rata persetujuan yang lebih rendah, yaitu dalam dukungan terhadap imbauan untuk beribadah di rumah atau tidak melakukan ibadah bersama di tempat ibadah seperti mesjid, gereja, wihara dan lainnya, yaitu sebesar 79 persen atau memiliki rata-rata 3,19.
Grafik 3.1 Tabulasi Silang Konasi Bekerja di Rumah dengan Jenis Pekerjaan
20
Grafik 3.1 Tabulasi Silang Konasi Bekerja di Rumah dengan Jenis Pekerjaan
Dari hasil tabulasi silang dapat terlihat bahwa ada perbedaan sikap terhadap imbauan
bekerja di rumah dengan jenis pekerjaan. Bagi ibu rumah tangga dan responden yang
tidak/belum memiliki pekerjaan, 100 persen responden menyatakan menerapkan imbauan
untuk bekerja di rumah. Untuk ibu rumah tangga hal ini dapat disebabkan pekerjaan yang
dilakukan memang mayoritas sifatnya domestik atau di dalam rumah, sehingga tidak terlalu
banyak berpengaruh. Sementara untuk pelaksanaan imbauan bekerja di rumah bagi kalangan
usaha bidang jasa, karyawan swasta, dan buruh pabrik tergolong seimbang antara yang
melaksanakan dengan yang tidak melaksanakan. Sedangkan, sebagian besar responden yang
bekerja sebagai pedagang/wirausaha, mayoritas yakni 67 persen menyatakan tidak
melaksanakan imbauan untuk bekerja di rumah.
Dari data ini dapat dilihat bahwa walaupun imbauan bekerja di rumah mendapatkan
tingkat pemahaman yang tinggi, namun tidak semua masyarakat berpendapatan rendah bisa
melaksanakannya, terutama mereka yang bekerja di bidang informal seperti pedagang dan
usaha bidang jasa yang penghasilannya bersifat harian. Selain itu juga, imbauan ini cukup
sulit dan berat dilakukan oleh pekerja-pekerja lainnya yang berada di sektor strategis seperti
kesehatan, layanan sosial, media massa, keuangan dan sektor strategis lainnya.
20% 33% 44% 50%
67%
Ibu Rumah Tangga
Lainnya Tidak / Belum Bekerja
Freelance / Paruh Waktu
Usaha Bidang Jasa
(Ojek, Supir,
Kurir, dll)
Karyawan Swasta
Buruh (Pabrik,
Tani, Bangunan,
dll)
Pedagang (Eceran, Grosir) /
Wirausaha
Setuju Tidak Setuju
Dari hasil tabulasi silang dapat terlihat bahwa ada perbedaan sikap terhadap imbauan bekerja di rumah dengan jenis pekerjaan. Bagi ibu rumah tangga dan responden yang tidak/belum memiliki pekerjaan, 100 persen responden menyatakan menerapkan imbauan untuk bekerja di rumah. Untuk ibu rumah tangga hal ini dapat disebabkan pekerjaan yang dilakukan memang mayoritas sifatnya domestik atau di dalam rumah, sehingga tidak terlalu banyak berpengaruh. Sementara untuk pelaksanaan imbauan bekerja di rumah bagi kalangan usaha bidang jasa, karyawan swasta, dan buruh pabrik tergolong seimbang antara
29Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
21
Grafik 3.2 Tabulasi Silang Konasi Tidak Berkumpul dengan Jenis Pekerjaan
Masih berkenaan dengan jenis pekerjaan responden, tabulasi silang berikutnya adalah
penerapan imbauan tidak berkumpul dengan jenis pekerjaan. Semua responden yang bekerja
sebagai buruh dan ibu rumah tangga menyatakan telah menerapkan imbauan untuk tidak
berkumpul. Sementara itu responden yang bekerja sebagai pedagang, usaha bidang jasa, dan
karyawan swasta sedikit berimbang antara melaksanakan dan tidak melaksanakan terhadap
imbauan ini. Karyawan swasta menjadi kelompok pekerjaan yang memiliki tingkat penerapan
imbauan untuk tidak berkumpul paling rendah, yaitu 56 persen atau 44 persen tidak
menerapkan imbauan ini. Tuntutan pekerjaan sebagai karyawan swasta, usaha bidang jasa
dan pedagang yang sering bertemu dengan orang lain tentu menjadi hambatan tersendiri
dalam penerapan imbauan untuk tidak berkumpul.
Selain sikap, penelitian ini juga menanyakan persepsi responden terhadap pandemi
COVID-19 di Indonesia. Di bagian ini kami hanya akan melakukan analisis lebih lanjut
mengenai persepsi masyarakat berpendapatan rendah terhadap kinerja pemerintah dalam
penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia, hal ini menjadi menarik untuk ditelaah karena
dalam deskripsi hasil terlihat bahwa ada dikotomi dalam persepsi responden terhadap
pemerintah, dimana 43 persen mengangap kinerja pemerintah tergolong buruk dalam
penanganan pandemi ini, sedangkan 57 persen menilai baik.
11% 20% 33% 33% 44%
Buruh (Pabrik,
Tani, Bangunan,
dll)
Ibu Rumah Tangga
Lainnya Tidak / Belum Bekerja
Freelance / Paruh Waktu
Pedagang (Eceran, Grosir) /
Wirausaha
Usaha Bidang Jasa
(Ojek, Supir,
Kurir, dll)
Karyawan Swasta
Setuju Tidak Setuju
yang melaksanakan dengan yang tidak melaksanakan. Sedangkan, sebagian besar responden yang bekerja sebagai pedagang/wirausaha, mayoritas yakni 67 persen menyatakan tidak melaksanakan imbauan untuk bekerja di rumah.
Dari data ini dapat dilihat bahwa walaupun imbauan bekerja di rumah mendapatkan tingkat pemahaman yang tinggi, namun tidak semua masyarakat berpendapatan rendah bisa melaksanakannya, terutama mereka yang bekerja di bidang informal seperti pedagang dan usaha bidang jasa yang penghasilannya bersifat harian. Selain itu juga, imbauan ini cukup sulit dan berat dilakukan oleh pekerja-pekerja lainnya yang berada di sektor strategis seperti kesehatan, layanan sosial, media massa, keuangan dan sektor strategis lainnya.
Grafik 3.2 Tabulasi Silang Konasi Tidak Berkumpul dengan Jenis Pekerjaan
Masih berkenaan dengan jenis pekerjaan responden, tabulasi silang berikutnya adalah penerapan imbauan tidak berkumpul dengan jenis pekerjaan. Semua responden yang bekerja sebagai buruh dan ibu rumah tangga menyatakan telah menerapkan imbauan untuk
30 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
tidak berkumpul. Sementara itu responden yang bekerja sebagai pedagang, usaha bidang jasa, dan karyawan swasta sedikit berimbang antara melaksanakan dan tidak melaksanakan terhadap imbauan ini. Karyawan swasta menjadi kelompok pekerjaan yang memiliki tingkat penerapan imbauan untuk tidak berkumpul paling rendah, yaitu 56 persen atau 44 persen tidak menerapkan imbauan ini. Tuntutan pekerjaan sebagai karyawan swasta, usaha bidang jasa dan pedagang yang sering bertemu dengan orang lain tentu menjadi hambatan tersendiri dalam penerapan imbauan untuk tidak berkumpul.
Selain sikap, penelitian ini juga menanyakan persepsi responden terhadap pandemi COVID-19 di Indonesia. Di bagian ini kami hanya akan melakukan analisis lebih lanjut mengenai persepsi masyarakat berpendapatan rendah terhadap kinerja pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia, hal ini menjadi menarik untuk ditelaah karena dalam deskripsi hasil terlihat bahwa ada dikotomi dalam persepsi responden terhadap pemerintah, dimana 43 persen mengangap kinerja pemerintah tergolong buruk dalam penanganan pandemi ini, sedangkan 57 persen menilai baik.
Grafik 3.3 Tabulasi Silang Persepsi Kinerja Pemerintahdengan Jenis Pekerjaan
22
Grafik 3.3 Tabulasi Silang Persepsi Kinerja Pemerintah dengan Jenis Pekerjaan
Dari hasil tabulasi silang diketahui bahwa persepsi buruk terhadap kinerja pemerintah
dalam penanganan COVID-19 terutama dari responden dengan jenis pekerjaan pedagang (67
persen) dan diikuti oleh paruh waktu (60 persen) serta karyawan swasta (56 persen). Hal ini
menjadi temuan yang menarik karena tingkat penilaian buruk lebih dominan dari pekerja
yang harus bekerja di luar rumah. Sedangkan dalam jenis pekerjaan lainnya yang terdiri dari
buruh dan ibu rumah tangga menilai kinerja pemerintah baik dalam penanganan COVID-19
di Indonesia. Untuk mempertajam analisa kami akan melakukan tabulasi silang persepsi
terhadap kinerja pemerintah ini dengan wilayah domisili responden.
Grafik 3.4
Tabulasi Silang Persepsi Kinerja Pemerintah Menangani COVID-19 dengan Wilayah
17% 33% 40% 44% 56% 60% 67%
Buruh (Pabrik,
Tani, Bangunan,
dll)
Ibu Rumah Tangga
Usaha Bidang Jasa
(Ojek, Supir,
Kurir, dll)
Lainnya Tidak / Belum Bekerja
Karyawan Swasta
Freelance / Paruh Waktu
Pedagang (Eceran, Grosir) /
Wirausaha
Baik Buruk
56% 55% 64%
44% 45% 36%
Jabodetabek Other Java Outside Java
Baik Buruk
31Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Dari hasil tabulasi silang diketahui bahwa persepsi buruk terhadap kinerja pemerintah dalam penanganan COVID-19 terutama dari responden dengan jenis pekerjaan pedagang (67 persen) dan diikuti oleh paruh waktu (60 persen) serta karyawan swasta (56 persen). Hal ini menjadi temuan yang menarik karena tingkat penilaian buruk lebih dominan dari pekerja yang harus bekerja di luar rumah. Sedangkan dalam jenis pekerjaan lainnya yang terdiri dari buruh dan ibu rumah tangga menilai kinerja pemerintah baik dalam penanganan COVID-19 di Indonesia. Untuk mempertajam analisis kami akan melakukan tabulasi silang persepsi terhadap kinerja pemerintah ini dengan wilayah domisili responden.
Grafik 3.4 Tabulasi Silang Persepsi Kinerja Pemerintah Menangani COVID-19 dengan Wilayah
22
Grafik 3.3 Tabulasi Silang Persepsi Kinerja Pemerintah dengan Jenis Pekerjaan
Dari hasil tabulasi silang diketahui bahwa persepsi buruk terhadap kinerja pemerintah
dalam penanganan COVID-19 terutama dari responden dengan jenis pekerjaan pedagang (67
persen) dan diikuti oleh paruh waktu (60 persen) serta karyawan swasta (56 persen). Hal ini
menjadi temuan yang menarik karena tingkat penilaian buruk lebih dominan dari pekerja
yang harus bekerja di luar rumah. Sedangkan dalam jenis pekerjaan lainnya yang terdiri dari
buruh dan ibu rumah tangga menilai kinerja pemerintah baik dalam penanganan COVID-19
di Indonesia. Untuk mempertajam analisa kami akan melakukan tabulasi silang persepsi
terhadap kinerja pemerintah ini dengan wilayah domisili responden.
Grafik 3.4
Tabulasi Silang Persepsi Kinerja Pemerintah Menangani COVID-19 dengan Wilayah
17% 33% 40% 44% 56% 60% 67%
Buruh (Pabrik,
Tani, Bangunan,
dll)
Ibu Rumah Tangga
Usaha Bidang Jasa
(Ojek, Supir,
Kurir, dll)
Lainnya Tidak / Belum Bekerja
Karyawan Swasta
Freelance / Paruh Waktu
Pedagang (Eceran, Grosir) /
Wirausaha
Baik Buruk
56% 55% 64%
44% 45% 36%
Jabodetabek Other Java Outside Java
Baik Buruk
Hasil tabulasi silang persepsi responden terhadap kinerja pemerintah dalam penanganan COVID-19 berdasarkan wilayah menunjukkan hasil yang cukup berimbang. Di wilayah Jabodetabek persentasi cukup imbang yakni 56 persen menilai baik dan 44 persen menilai buruk. Hal senada juga ditemukan pada wilayah di Pulau Jawa selain Jabodetabek, yakni 55 persen menilai baik dan 45 menilai
32 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
buruk. Sementara itu di luar Pulau Jawa, Sebagian besar responden yakni 64 persen menilai baik dan hanya 36 persen yang menilai buruk.
Banyaknya program pemerintah yang difokuskan untuk masyarakat berpendapatan rendah seharusnya dapat menjadi faktor yang mempengaruhi persepsi positif dari responden. Seperti yang telah diketahui bahwa sangat banyak program dan bantuan sosial yang ditujukan untuk masyarakat berpendapatan rendah, seperti yang menjadi program dari Kementerian Sosial RI, mulai dari: (1) perluasan program sembako menjadi 20 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan peningkatan indeksnya menjadi Rp.200.000/KPM/bulan; kemudian (2) peningkatan dan percepatan penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) di tengah pandemi, dari 9,2 juta menjadi 10 juta KPM dan penyalurannya menjadi per bulan; serta ada juga (3) bantuan sosial khusus dari Presiden di Jabodetabek sebagai antisipasi mudik dan Bantuan Sosial Tunai (BST) untuk seluruh wilayah, kecuali Jabodetabek.
Lain lagi dengan yang diterima masyarakat terdampak pandemi di Provinsi Jawa Barat, di mana terdapat hingga sembilan jenis bantuan yang terutama ditujukan ke masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, serta Bantuan Sosial (Bansos) Presiden khusus perantau Jabodetabek. Selain itu, ada juga Dana Desa untuk kabupaten, Kartu Pra Kerja, bantuan tunai Kementerian Sosial (Kemensos), bansos kabupaten atau kota, bansos gubernur, dan Gerakan Nasi Bungkus dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar. Belum lagi bantuan yang datang dari lembaga non-pemerintah atau swasta yang sebagian besar menyasar masyarakat berpendapatan rendah. Hal ini tentunya dapat
33Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
menjadi bahan evaluasi juga bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk membuat program yang lebih efektif lagi untuk penanganan pandemi, baik dari segi ekonomi dan aspek kesehatan masyarakat.
34 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
35Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara keseluruhan, sikap masyarakat berpendapatan rendah terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik, yaitu 94,21 persen atau dengan rata-rata 3,52 (skala 1-4). Dari komponen sikap kognisi, pengetahuan terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik untuk mencegah dan mengurangi penyebaran COVID-19 tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya informasi, ide, gagasan tentang jaga jarak sosial/fisik sebagai cara untuk mencegah dan mengurangi penyebaran COVID-19 ini sudah diketahui secara luas. Selanjutnya, dari komponen afeksi, yakni bagaimana masyarakat merespon imbauan jaga jarak sosial/fisik apakah dengan mendukung atau tidak, memiliki besaran nilai yang beriringan dengan tingkat kognisi responden. Komponen afeksi memiliki besaran nilai 94 pesen, artinya hampir seluruh responden penelitian merespon positif terhadap berbagai imbauan untuk melakukan jaga jarak sosial/fisik.
Meskipun ada salah satu imbauan yang memiliki persentase nilai rendah, yaitu imbauan untuk beribadah di rumah yang memiliki nilai kognisi 95 persen, namun hanya 79 persen untuk afeksi dan 86 persen untuk konasi, yang mana lebih rendah dibandingkan dengan imbauan lainnya yang nilainya rata-rata di atas 90 persen. Sikap masyarakat untuk mematuhi imbauan beribadah di rumah layaknya patut menjadi perhatian, mengingat di beberapa kasus
36 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
rumah ibadah yang masih melaksanakan ritual keagamaan didapati kasus positif COVID-19 pada beberapa jamaahnya, sehinga menjadi salah satu klaster penyebaran.
Komponen yang terakhir yaitu konasi, di mana masyarakat menilai apakah mereka telah melaksanakan imbauan jaga jarak sosial/fisik. Hasilnya adalah responden penelitian rata-rata sudah melaksanakan secara nyata berbagai imbauan jaga jarak sosial/fisik. Namun terdapat persentase aspek yang rendah pada bagian imbauan untuk bekerja dari rumah (79 persen), hal ini dikarenakan imbauan ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bekerja di sektor formal atau di kantor, sementara yang bekerja di sektor informal seperti tukang ojek, pedagang atau yang sejenisnya akan sulit dilaksanakan, karena pekerjaan yang menuntut mereka untuk tetap keluar rumah.
Selain itu, penelitian ini juga menilai bagaimana persepsi masyarakat secara umum tentang bahaya COVID-19, upaya jaga jarak sosial/fisik sebagai jalan pencegahan COVID-19, dan kinerja pemerintah dalam penanganan COVID-19. Hasilnya adalah 100 persen responden menganggap COVID-19 sebagai virus yang berbahaya, serta 88 persen percaya bahwa imbauan jaga jarak sosial/fisik dapat membantu mencegah dan mengurangi penyebaran COVID-19. Namun, dalam persepsi terhadap kinerja pemerintah, ada 43 persen responden yang menilai bahwa kinerja pemerintah dalam penanganan COVID-19 ini buruk atau belum maksimal, di mana persepsi buruk ini terutama dari responden yang berprofesi sebagai pedagang.
37Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
B. Rekomendasi
Dari hasil penelitian, kami melihat pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap imbauan jaga jarak sosial/fisik melalui tokoh masyarakat di sekitar lingkungan tempat tinggal. Media massa, terutama media digital telah memberikan informasi dan sosialisasi kepada masyarakat umum, namun ada beberapa aspek dalam imbauan yang membutuhkan pendekatan lebih persuasif dan personal, karena menyangkut masalah keyakinan dalam masyarakat, seperti imbauan untuk melakukan ibadah di rumah saja yang dapat dilakukan oleh tokoh agama setempat dan imbauan untuk tidak berkumpul di luar rumah yang dapat dilakukan kontrolnya oleh RT/RW dan tokoh setempat.
Berikutnya, setelah imbauan jaga jarak sosial/fisik ini, pemerintah mengeluarkan dan memberlakukan peraturan mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah yang memiliki kasus COVID-19 tinggi dan beresiko sesuai Permenkes No. 9 Tahun 2020. Ada beberapa point yang perlu diperhatikan dalam implementasi peraturan tersebut melihat hasil penelitian ini, yaitu dalam hal pembatasan terhadap pekerja (terutama informal) yang masih terpaksa untuk bekerja di luar rumah. Dengan adanya landasan hukum tentu diharapkan pelaksanaannya akan lebih maksimal, karena memiliki sanksi yang lebih jelas bagi masyarakat yang melanggar. Namun, untuk menilai efektifitas pelaksanaan peraturan ini, juga diperlukan suatu penelitian lanjutan, agar dapat mendapat gambaran perbedaan pelaksanaan saat sebelum dan sesudah pemberlakuaan PSBB. Sehingga pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang tepat sasaran dan efektfif untuk mencegah dan mengurangi penyebaran COVID-19 di Indonesia.
38 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
39Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2011). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.
Badan Pusat Statistik. (2016). Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia Tahun 2016. Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/ publication/2016/12/05/1afc0411b95d91576eef9873/ penghitungan-dan-analisis-kemiskinan-makro-indonesia-tahun-2016.html
Badan Pusat Statistik. (2018). Profil Kemiskinan di Indonesia. In Berita Resmi Statistik (Issue 57/07/Th. XXI). https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/07/16/1483/persentase-pen-duduk-miskin-maret-2018-turun-menjadi-9-82-persen.html
Bergman, D., Bethell, C., Gombojav, N., Hassink, S., & Stange, K. C. (2020). Physical Distancing With Social Connectedness. The Annals of Family Medicine, 18(3), 272–277. https://doi. org/10.1370/afm.2538
Courtemanche, C., Garuccio, J., Le, A., Pinkston, J., & Yelowitz, A. (2020). Strong Social Distancing Measures In The United States Reduced The COVID-19 Growth Rate. Health Affairs, 39(7), 1237–1246. https://doi.org/10.1377/hlthaff.2020.00608
Emmy, Y. T., & Indrastuti, R. (2018). Determinan Preferensi Masyarakat Berpendapatan Rendah Terhadap Redenominasi (WP/8/2018; Working Paper Redenominasi). https://econpapers.repec.org/ paper/idnwpaper/wp82018.htm
40 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Gale, R. (2020). Is ’physical distancing better than “social distancing”? The Washington Post. https://www.washingtonpost.com/lifestyle/wellness/social-distancing-coronavirus-physical-distancing/2020/03/25/a4d4b8bc-6ecf-11ea-aa80-c2470c6b2034_story.html
Herdiana, D. (2020). Social Distancing: Indonesian Policy Reponse to the Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu Dan Praktek Administrasi, 17(1), 93–110. https://doi.org/10.31113/jia.v17i1.555
Ladjar, B. M. W. (2020). Kronologi 3 Jemaah Masjid Jami Kebon Jeruk Positif Covid-19, Ratusan Lainnya Jadi ODP. Kompas.Com. https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/30/16554001/kronologi-3-jemaah-masjid-jami-kebon-jeruk-positif-covid-19-ratusan?page=all
Lewnard, J. A., & Lo, N. C. (2020). Scientific and ethical basis for social-distancing interventions against COVID-19. The Lancet Infectious Diseases, 20(6), 631–633. https://doi.org/10.1016/S1473-3099(20)30190-0
Maharaj, S., & Kleczkowski, A. (2012). Controlling epidemic spread by social distancing: Do it well or not at all. BMC Public Health, 12(679), 1–16. https://doi.org/10.1186/1471-2458-12-679
Muchlas, M. (2008). Perilaku Organisasi. Gadjah Mada University Press.
Mulyana, D. (2000). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya.
41Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Rineka Cipta.
Pearce, K. (2020). What is social distancing and how can it slow the spread of COVID-19? John Hopkins University. https://hub.jhu.edu/2020/03/13/what-is-social-distancing/
Reluga, T. C. (2010). Game Theory of Social Distancing in Response to an Epidemic. PLoS Computational Biology, 6(5), e1000793. https://doi.org/10.1371/journal.pcbi.1000793
Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2008). Teori Sosiologi Modern. Kencana.
Sheehan, K. B. (2002). Online Research Methodology. Journal of Interactive Advertising, 3(1), 56–61. https://doi.org/10.1080/15252019.2002.10722068
Stein, R. A. (2020). COVID‐19 and rationally layered social distancing. International Journal of Clinical Practice, 74(7), 1–3. https://doi.org/10.1111/ijcp.13501
Tiffany, K. (2020). The Dos and Don’ts of ‘Social Distancing.’ The Atlantic. https://www.theatlantic.com/family/archive/2020/03/coronavirus-what-does-social-distancing-mean/607927/
Tuasikal, R. (2020). 226 Jemaat Gereja Bethel di Bandung Terindikasi COVID-19. VOA Indonesia. https://www.voaindonesia.com/a/jemaat-gereja-bethel-di-bandung-terindikasi-covid-19/5360038.html
Tuite, A. R., Fisman, D. N., & Greer, A. L. (2020). Mathematical modelling of COVID-19 transmission and mitigation strategies in the population of Ontario, Canada. Canadian
42 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Medical Association Journal, 192(19), 497–505. https://doi.org/10.1503/cmaj.200476
Van Selm, M., & Jankowski, N. W. (2006). Conducting Online Surveys. Quality and Quantity, 40(3), 435–456. https://doi.org/10.1007/s11135-005-8081-8
Walgito, B. (2004). Pengantar Psikologi Umum. ANDI.
Weill, J. A., Stigler, M., Deschenes, O., & Springborn, M. R. (2020). Social distancing responses to COVID-19 emergency declarations strongly differentiated by income. Proceedings of the National Academy of Sciences, 117(33), 19658–19660. https://doi.org/10.1073/pnas.2009412117
Yanti, B., Wahyudi, E., Wahiduddin, W., Novika, R. G. H., Arina, Y. M. D., Martani, N. S., & Nawan, N. (2020). Community Knowledge, Attitudes, and Behavior Towards Social Distancing Policy As Prevention Transmission of COVID-19 in Indonesia. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 8(1), 4–14. https://doi.org/10.20473/jaki.v8i2.2020.4-14
43Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
BIODATA PENULIS
Delfirman. Lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Desember 1986. Menamatkan Pendidikan Tinggi sebagai Sarjana Sosiologi di Universitas Indonesia pada tahun 2010. Mengawali karir sebagai Peneliti di Perusahaan Swasta Nasional yang bergerak di bidang Media Massa, yaitu Kompas Gramedia dan MRA Media Group, lalu bergabung sebagai Calon Peneliti pada Subbidang Penelitian dan Pengembangan Rehabilitasi Sosial, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badiklitpensos, Kementerian Sosial RI pada tahun 2019. Ketertarikannya terutama pada kajian sosiologi perkotaan, media dan komunikasi serta budaya populer.
Rudy G. Erwinsyah. Lahir di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Menamatkan pendidikan S1 dan S2 pada Departemen Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM). Ketertarikannya antara lain pada isu-isu ekonomi dan ekologi masyarakat perdesaan dengan pendekatan teori kritis dan ekonomi politik. Saat ini sedang mendalami metode penelitian etnografi dan sistem informasi geografis (SIG/GIS) untuk diaplikasikan pada studi kesejahteraan sosial. Sebelum bergabung di Kementerian Sosial, pernah menjadi asisten peneliti di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM dan Laboratorium Antropologi Untuk Riset dan Aksi (LAURA) UGM, serta peneliti lepas di berbagai lembaga.
44 Sikap dan Persepsi Masyarakat Berpendapatan Rendah terhadap Imbauan Jaga Jarak Studi pada Masa Pandemi COVID-19
Bilal As’adhanayadi. Lahir di Tegal, Jawa Tengah, menamatkan program S1 Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Saat ini menjabat sebagai Calon Peneliti Ahli Pertama di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain Persepsi Santri Pondok Pesantren Mahasiswa di Yogyakarta terhadap Aliran Keagamaan Islam Syiah, Pemetaan Sosial Menuju Desa Berketahanan Sosial melalui Penyuluh Sosial Masyarakat Sebagai Agen Perubahan, Pemetaan Pendamping dan Relawan Sosial, Pemanfaatan Bantuan Sosial Tunai Kementerian Sosial COVID-19, dan Pemetaan Strategi Coping KPM PKH Menghadapi Pandemi COVID-19.
Catatan
Catatan
Kasus positif COVID-19 pertama di Indonesia terjadi pada awal Maret 2020.
Pemerintah mulai mengeluarkan berbagai kebijakan guna mencegah penyebaran
COVID-19. Salah satu kebijakan awal adalah imbauan untuk melakukan social
distancing (jaga jarak sosial) yang pada perkembangannya disesuaikan menjadi
physical distancing (jaga jarak fisik). Dalam pelaksanaannya, imbauan untuk
melakukan jaga jarak sebagai sebuah kebiasaan baru tentu saja membutuhkan
adaptasi di tengah masyarakat. Berbagai tanggapan pun muncul, ada masyarakat
yang mendukung dan melaksanakannya tapi ada juga yang merasa keberatan.
Masyarakat Indonesia yang memiliki latar belakang sangat beragam tentu
memiliki sikap dan persepsinya masing-masing terhadap imbauan ini. Oleh
karena itu penelitian ini ingin memotret sikap dan persepsi masyarakat, terutama
yang berpendapatan rendah terhadap imbauan jaga jarak. Hal ini menjadi menarik
mengingat masyarakat berpendapatan rendah adalah kelompok masyarakat yang
paling terdampak saat terjadi pandemi COVID-19 di Indonesia. Dari hasil
penelitian, sikap masyarakat berpendapatan rendah terhadap imbauan jaga jarak
pada masa awal pandemi COVID-19 di Indonesia nyatanya cukup baik, mereka
sangat mengetahui dan menyadarinya. Sebagian besar menyetujui dan berusaha
melaksanakan imbauan jaga jarak, walaupun ada beberapa aspek yang sulit
untuk dilaksanakan dan perlu mendapat perhatian dari pemerintah serta semua
pihak terkait dalam penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia.
KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIABADAN PENDIDIKAN PENELITIAN DAN PENYULUHAN SOSIALPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIALGd. Cawang Kencana Lt . 2 , J l . May jen Sutoyo No.Kav. 22, Cawang, Jakar ta TimurWebsi te : pusl i t .kemsos.go. id Emai l : pusl i t@kemsos .go. id