LAPORAN KASUS
SINUSITIS MAKSILARIS
Oleh:
Ketut Jayati Utami Dewi
Dandy Chandra
Lolik Lesmana
Pembimbing:
dr. Luh Made Ratnawati Sp.THT-KL
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
LAB/SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN – KEPALA LEHER
RS SANGLAH/FK UNUD DENPASAR
SEPTEMBER 2006
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkatNya, karya tulis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya tulis dengan judul “Sinusitis Maksilaris” ini ditulis dalam rangka
menjalani Kepaniteraan Klinik Madya di Lab/SMF Telinga Hidung Tenggorokan
– Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. I Wayan Suardana, Sp.THT-KL (K) selaku kepala Lab/SMF
Telinga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher FK UNUD/RS Sanglah.
2. dr. Luh Made Ratnawati Sp.THT-KL selaku pembimbing penulisan paper
ini.
3. semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih jauh dari sempurna,
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk ini penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak.
Denpasar, 24 Juni 2006
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA .......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB 2 ISI ........................................................................................................... 2
2.1 Definisi ................................................................................................... 2
2.2 Anatomi Sinus Paranasalis ..................................................................... 2
2.3 Epidemiologi........................................................................................... 3
2.4 Etiologi ................................................................................................... 3
2.5 Patogenesis.............................................................................................. 4
2.6 Manifestasi Klinik................................................................................... 4
2.7 Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 5
2.8 Diagnosis Banding................................................................................... 6
2.9 Penatalaksanaan....................................................................................... 6
BAB 3 LAPORAN KASUS................................................................................. 7
3.1 Identitas Pasien........................................................................................ 6
3.2 Anamnesis............................................................................................... 6
3.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................... 7
3.4 Resume.................................................................................................... 10
3.5 Diagnosa Kerja........................................................................................ 10
3.6 Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 10
3.7 Penatalaksanaan....................................................................................... 10
3.8 Prognosis................................................................................................. 10
BAB 4 PEMBAHASAN...................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 13
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum
nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan
diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus
sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis.1
Sinus yang alam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya
berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk
perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri
ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.2, 3,4,5
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia.6 Sinusitis
bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian
antibiotik.2,3 Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan
medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif
sinusitis di Amerika Serikat.7 Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis adalah
penyakit yang penting untuk diketahui oleh seorang praktisi kesehatan. Dan
sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris.8 Oleh karena
itu tema ini diangkat agar diagnosis, dan penanganan sinusitis maksilaris bisa
dimengerti dengan lebih baik.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sinus paranasalis adalah rongga udara berlapis mukosa pada tulang kranium, yang
berhubungan dengan rongga hidung dan meliputi sinus frontalis, sinus etmoidalis,
sinus maksilaris, dan sinus sfenoidalis.9 Sedangkan sinusitis adalah kondisi
inflamatorik yang melibatkan satu atau lebih dari keempat rongga berpasangan
yang mengelilingi kavum nasi (sinus paranasalis).3 Menurut anatomi yang
terkena, sinusitis daibagi atas sinusitis frontalis, sinusitis etmoidalis, sinusitis
maksilaris, dan sinusitis sfenoidalis.4 Jadi, sinusitis maksilaris adalah suatu kondisi
inflamatorik yang melibatkan sinus maksilaris.
2.2 Anatomi Sinus Paranasalis
Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum
nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan
diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus
sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis (Gambar 1). Seluruh sinus
dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu
mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam
kavum nasi. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.1
Gambar 1. Sinus Paranasalis. Sumber: Clinical Anesthesiology 6th edition(2006).
2
Sinus maksilaris merupakan satu – satunya sinus yang rutin ditemukan pada
saat lahir.1 Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding
inferior orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial,
prosesus alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa canine sebagai batas
anterior.8
2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis.6,7,810,11,12Virus
adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan.3,7 Namun, sinusitis
bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian
antibiotik.2,3 Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan
medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif
sinusitis di Amerika Serikat.7
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di
tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi
pollen yang tinggiterkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis.6
Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar.8
2.4 Etiologi
Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat meberikan kontribusi dalam
terjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan pengeluaran cairan oleh silia,
yang akhirnya menyebabkan sinusitis. Penyebab nonifeksius antara lain adalah
rinitis alergika, barotrauma, atau iritan kimia. Penyakit seperti tumor nasal atau
tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan juga penyakit granulomatus
(Wegener’s granulomatosis atau rhinoskleroma) juga dapat menyebabkan
obstruksi ostia sinus, sedangkan konsisi yang menyebabkan perubahan kandungan
sekret mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis dengan mengganggu
pengeluaran mukus. Di rumah sakit, penggunaan pipa nasotrakeal adalah faktor
resiko mayor untuk infeksi nosokomial di unit perawatan intensif.3
Infeksi sinusitis akut dapat disebabkan berbagai organisme, termasuk virus,
bakteri, dan jamur.3,13 Virus yang sering ditemukan adalah rhinovirus, virus
parainfluenza, dan virus influenza.3 Bakteri yang sering menyebabkan sinusitis
3
adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan moraxella
catarralis3,6,14,15,16,17,18 Bakteri anaerob juga terkadang ditemukan sebagai penyebab
sinusitis maksilaris, terkait dengan infeksi pada gigi premolar.3,19 Sedangkan
jamur juga ditemukan sebagai penyebab sinusitis pada pasien dengan gangguan
sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif yang mengancam jiwa. Jamur
yang menyebabkan infeksi antara lain adalah dari spesies Rhizopus, rhizomucor,
Mucor, Absidia, Cunninghamella, Aspergillus, dan Fusarium.3,20,21,22
2.5 Patogenesis
Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril.2,3 Sinusitis dapat terjadi bila klirens
silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang
menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan
parsial oksigen.2,3 Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme
patogen.2,3,4,5 Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada
sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.3
2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sinusitis sangat bervariasi. Keluhan utama yang paling sering
ditemukan adalah tidak spesifik, dan dapat berupa sekret nasal purulen, kongesti
nasal, rasa tertekan pada wajah, nyeri gigi, nyeri telinga, demam, nyeri kepala,
batuk, rasa lelah, halitosis, atau berkurangnya penciuman. Gejala seperti ini sulit
dibedakan dengan infeksi saluran nafas atas karena virus, sehingga durasi gejala
menjadi penting dalam diagnosis. Pasien dengan gejala diatas selama lebih dari 7
hari mengarahkan diagnosis ke arah sinusitis.3,23 Kriteria diagnosis sinusitis
dirangkum dalam tabel 1.23
4
Tabel 1. Kriteria diagnosis sinusitis
Mayor Minor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah
Sekret nasal purulen
Demam
Kongesti nasal
Obstruksi nasal
Hiposmia atau anosmia
Sakit kepala
Batuk
Rasa lelah
Halitosis
Nyeri gigi
Nyeri atau rasa tertekan pada telinga
Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.
Sumber: Boies ET. (2001)
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pemeriksaan transluminasi.
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau
gelap.24 Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,
karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang
sakit.24
2. Pencitraan
Dengan foto kepala posisi Water’s, PA, dan lateral, akan terlihat perselubungan
atau penebalan mukosa atau air-fluid level pada sinus yang sakit.24 CT Scan
adalah pemeriksaan pencitraan terbaik dalam kasus sinusitis.3
3. Kultur
Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme
penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus
medius, meatus superior, atau aspirasi sinus.3
5
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosos banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis tidak
sensitif dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan
kokain, rinitis alergika, rinitis vasomotor, dan rinitis medikamentosa dapat datang
dengan gejala pilek dan kongesti nasal. Rhinorrhea cairan serebrospinal harus
dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat cedera kepala. Pilek persisten
unilateral dengan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma atau benda asing
nasal. Tension headache, cluster headache, migren, dan sakit gigi adalah
diagnosis alternatif pada pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah. Pasien dengan
demam memerlukan perhatian khusus, karena demam dapat merupakan
manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem saraf pusat yang berat, seperti
meningitis atau abses intrakranial.23
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sinusitis dibagi atas:
1. Medikamentosa3
Pengobatan medikamentosa sinusitis dibagi atas pengobatan pada orang
dewasa dan pada anak – anak.
a. Orang dewasa
i. Terapi awal:
- Amoxicillin 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau
- TMP-SMX 160mg-800mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari
ii. Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir
- Amoxicillin 1000 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau
- Amoxicillin/Clavulanate 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari,
atau
- Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.
iii.Pasien dengan gagal pengobatan
- Amoxicillin 1500mg dengan klavulanat 125 mg per oral 2 kali sehari
selama 10 hari, atau
- Amoxicillin 1500mg per oral 2 kali sehari dengan Clindamycin 300
mg per oral 4 kali sehari selama 10 hari, atau
6
- Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.
b. Anak – anak
i. Terapi awal: Pengobatan oral selama 10 hari dengan:
- Amoxicillin 45-90 mg/kg/hari terbagi dalam dua atau tiga dosis sehari,
atau
- Cefuroxime axetil 30 mg/kg/hari terbagi dalam dua dosis sehari, atau
- Cefdinir 14 mg/kg/hari dalam satu dosis sehari.
ii. Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir: Pengobatan oral
selama 10 hari dengan:
- Amoxicillin 90 mg/kg/hari (maksimal 2 gram) plus Clavulanate 6,4
mg/kg/hari, keduanya terbagi dalam dua dosis sehari, atau
- Cefuroxime axetil 30 mg/kg/hari terbagi dalam dua dosis sehari, atau
- Cefdinir 14 mg/kg/hari dalam satu dosis sehari.
2. Diatermi4
Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu penyembuhan
sinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus.
3. Tindakan pembedahan8,25
Terdapat tiga pilihan operasi yang dapat dilakukan pada sinusitis maksilaris,
yaitu unisinektomi endoskopik dengan atau tanpa antrostomi maksilaris,
prosedur Caldwell-Luc, dan antrostomi inferior. Saat ini, antrostomi unilateral
dan unisinektomi endoskopik adalah pengobatan standar sinusitis maksilaris
kronis refrakter. Prosedur Caldwell-Luc dan antrostomi inferior antrostomy
jarang dilakukan.
.
7
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : Wayan Anik
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Br Teluk Buruan Blahbatuh
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Hindu
Bangsa : Indonesia
Pemeriksaan : 15 Juni 2006
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama:
Hidung tersumbat
Perjalanan Penyakit:
Pasien mengeluh hidungnya tersumbat sejak kurang lebih 10 hari sebelum
memeriksakan diri ke rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada gigi
geraham kiri atas kedua disertai nyeri pada daerah pipi bagian kiri yang dirasakan
hingga ke pelipis serta rasa tidak enak badan sejak 10 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sebelumnya:
Sebelumnya pasien sering menderita pilek hilang timbul sejak kecil
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga:
Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa
Riwayat Sosial:
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
8
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status present:
T: 110/70
N: 120x/menit
tax: 36,4°C
R: 20x/menit
Status General
Mata: Anemis (-)
Thoraks: Cor : S1S2 tunggal reguler murmur (-)
Po : Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd: distensi (-) Bising Usus (+) Normal
Ext: Hangat +/+
Status THT:
Telinga Kanan Kiri
Aurikula normal normal
Liang telinga lapang lapang
Membran tympani intak intak
Mastoid normal normal
Tes pendengaran :
Berbisik tidak dievaluasi
Weber tidak ada lateralisasi
Rinne positif positif
Scwabach normal normal
Hidung Kanan Kiri
Hidung luar normal normal
Cavum nasi lapang sempit
Septum tidak ada deviasi
Discharge negatif positif
Mukosa merah muda merah muda
Tumor negatif negatif
Konka dekongesti kongesti
Choana normal normal
9
Tenggorok
Dispneu negatif Stridor negatif
Cyanosis negatif Suara normal
Mukosa merah muda Tonsil T1/T1 tenang
Dinding belakang merah muda
Post nasal drip positif
3.4. Resume
Penderita, perempuan, 46 tahun, Hindu, Bali dengan keluhan hidung tersumbat
sejak 10 hari sebelum memeriksakan diri ke rumah sakit. Penderita juga mengeluh
nyeri pada pipi kiri hingga pelipis. Riwayat pilek hilang timbul sejak kecil (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam
batas normal. Status THT : telinga tenang, cavum nasi kiri sempit, discharge
positif pada hidung bagian kiri, konka kongesti pada hidung bagian kiri.
Pemeriksaan tenggorok didapatkan post nasal drip positif. Pemeriksaan Rontgen
posisi Water’s didapatkan kesan sinusitis maksilaris kiri.
3.5. Diagnosa Kerja
Sinusitis maksilaris akut sinistra
3.6. Pemeriksaan Penunjang
Foto Water’s (15/6 2006)
Kesan: Sinusitis maksilaris akut sinistra
3.7. Penatalaksanaan
Pro irigasi
Antibiotika : Amoksisilin 3 x 500 mg
Dekongestan : Pseudoefedrin 3 x 60 mg
Analgetik : Parasetamol 3 x 500 mg
3.8. Prognosis
Dubius ad bonam
10
BAB 4
PEMBAHASAN
Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar dan juga paling sering
mengalami infeksi atau peradangan. Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan
sinusitis maksilaris akut yang ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
serta didukung dengan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan
keluhan hidung tersumbat yang dirasakan penderita sejak sepuluh hari sebelum
memeriksakan diri ke Rumah Sakit. Pasien juga mengeluh nyeri pada gigi
geraham kiri atas kedua disertai nyeri pada daerah pipi bagian kiri yang dirasakan
hingga ke pelipis. Pasien dengan sinusitis maksilaris biasanya mengeluh hidung
tersumbat dan keluar cairan hidung yang sedikit kental, yang kadang – kadang
disertai bau busuk dan bercampur darah. Selain itu penderita juga mengeluh nyeri
terutama di bawah kelopak mata dan kadang – kadang menyebar ke alveolus
sehingga terasa nyeri di gigi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan cavum nasi kiri sempit, discharge
positif pada hidung bagian kiri, konka kongesti pada hidung bagian kiri serta post
nasal drip yang positif pada pemeriksaan rinoskopi posterior. Salah satu penyebab
sinusitis maksilaris adalah faktor rinogen karena adanya infeksi berulang pada
mukosa hidung yang menyebabkan mukosa hidung mengalami degenerasi,
periplebitis, serta perilimfangitis sehingga mengganggu aliran balik cairan
interstisial sehingga terjadi edema pada mukosa hidung yang menyebabkan
gangguan drainase dan ventilasi sinus sehingga silia menjadi kurang aktif serta
lendir yang diproduksi menjadi lebih kental. Keadaan ini merupakan media
pertumbuhan kuman patogen yang sangat baik dan apabila sumbatan berlangsung
terus menerus maka akan terjadi hipoksia dan menyebablan infeksi bakteri
anaerob. Pada pemeriksaan penunjang foto Rontgen dengan posisi Water’s
didapatkan gambaran perselubungan pada sinus maksilaris kiri. Akumulasi pus
menyebabkan gambaran perselubungan atau air-fluid level yang khas pada
sinusitis maksilaris.
11
Penanganan yang dilakukan pada penderita ini pada intinya adalah untuk
mengeluarkan sekret dari sinus dengan cara irigasi. Selain itu pasien juga
diberikan antibiotik spektrum luas, dekongestan dan analgetik. Sinusitis
maksilaris akut umumnya diterapi dengan antibiotik spektrum luas seperti
amoksisilin, ampisilin atau eritromisin ditambah dengan sulfunamid. Dekongestan
seperti pseudoefedrin juga bermanfaat dan tetes hidung poten seperti fenilefrin
atau oksimetazolin dapat digunakan selama beberapa hari pertama infeksi.
Kompres hangat pada wajah dan analgetik seperti aspirin dan asetaminofen juga
berguna untuk meringankan gejala.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Higler PA. Nose: Applied Anatomy dan Physiology. In: Adams GL, Boies LR,
Higler PA, editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed.
Philadelphia, PA: WB Saunders Company; 1989. p.173-90
2. Sobol SE, Schloss MD, Tewfik TL. Acute Sinusitis Medical Treatment.
August 8, 2005. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June
20, 2006
3. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory Tract.
In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY:
McGraw Hill; 2005. p. 185-93
4. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Supardi EA, Iskandar N, editor.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Ed 5.
Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2001. p.120-4
5. Higler PA. Paranasal Sinuses Diseases. In: Adams GL, Boies LR, Higler PA,
editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed. Philadelphia, PA: WB
Saunders Company; 1989. p.240-62
6. Bajracharya H, Hinthorn D. Sinusitis. January 16, 2003. Available from:
http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006
7. Kennedy E. Chronic Sinusitis. November 28, 2005. Available from:
http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006
8. Patel AM, Vaughan WC. Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Treatment.
May 19, 2005. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June 20,
2006
9. Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Philadelphia, PA: WB Sunders
Company; 1995. Paranasal Sinuses; p. 992
10. Sharma G. Sinusitis. June 22, 2005. Available from:
http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006
11. Abdel Razek OA, Poe D. Chronic Sinusitis Medical Treatment. June 7, 2004.
Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006
13
12. Lee D, Krishna P. Acute Frontal Sinusitis Surgical Treatment. November 7,
2005. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006
13. American Academy Of Pediatrics Subcommittee on Management of Sinusitis
and Committee on Quality Improvement. Clinical Practice Guideline:
Management of Sinusitis. Pediatrics 2001 Sep; 108(3):798-808
14. Musher DM. Pneumococcal Infection. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal
Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 806-14
15. Musher DM. Moraxella Catarrhalis and Other Moraxella Species.. In: Kasper
DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw
Hill; 2005. p. 862-3
16. Murphy TF. Haemophilus infection. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal
Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 185-93
17. Daum RS. Haemophilus Influenzae. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia, PA:
Saunders; 2004. p. 904-8
18. Pappas DE, Hendley JO. Sinusitis. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia, PA:
Saunders; 2004. p. 1391-3
19. Kasper DL. Infections Due To Mixed Anaerobic Organism. In: Kasper DL,
Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw
Hill; 2005. p. 940-6
20. Bennett JE. Aspergillosis. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th
ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 1188-90
21. Aronoff SC. Aspergillus. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors.
Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia, PA: Saunders; 2004. p.
1016-8
14
22. McClay JE, Marple B. Allergic Fungal Sinusitis. March 30, 2006. Available
from: http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006
23. Boie ET. Sinusitis. In: Harwood-Nuss A, Wolfson AB, Linden CA, Shepherd
SM, Stenklyft PH. The Clinical Practice of Emergency Medicine. 3 rd ed.
Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 2001
24. Suardana W, et al. Rhinologi. Dalam: Suardana W, Bakta M, editor. Pedoman
Diagnosis dan Terapi. Denpasar: Komite Medik RSUP Sanglah; 2000.
25. Anonymous. Anesthesia for Otorhinolaryngological Surgery. In: Morgan GE,
Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 6th ed. New York,
NY: McGraw Hill; 2006. p. 837-47
15