7/26/2019 Skripsi Edy
1/78
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena
adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan
waktu. Hubungan kerja ini terjadi antara pekerja/buruh dengan pemberi kerja yang
sifatnya individual. Para pekerja/buruh mempunyai hak untuk membentuk suatu
organisasi pekerja bagi kepentingan para pekerja/buruh tersebut sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/
Serikat Buruh.
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak,
milik orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta
maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
Antara pekerja/buruh dan pengusaha mempunyai persamaan kepentingan
ialah kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan, tetapi di sisi lain hubungan
antar keduanya juga memiliki perbedaan dan bahkan potensi konflik, terutama
apabila berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang
kepentingan masing-masing pihak yang pada dasarnya memang ada perbedaan.
Pemerintah berfungsi utama mengadakan pengaturan agar hubungan antara
pekerja/ buruh dengan pengusaha berjalan serasi dan seimbang yang dilandasi
oleh pengaturan hak dan kewajiban secara adil serta berfungsi sebagai penegak
hukum. Disamping itu pemerintah juga berperan sebagai penengah dalam
1
7/26/2019 Skripsi Edy
2/78
2
menyelesaikan konflik atau perselisihan yang terjadi secara adil. Pada dasarnya
pemerintah juga menjaga kelangsungan proses produksi demi kepentingan yang
lebih luas.
Dengan adanya Hubungan kerja yaitu hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/ buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan,
upah dan perintah atau Hubungan Industrial yaitu suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang
terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, 1 maka antara pekerja/buruh dengan pengusaha akan menimbulkan
adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, baik dari pihak
pekerja/buruh maupun pihak pengusaha. Hak dan kewajiban tersebut telah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pengaturan hak dan kewajiban dituangkan didalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Hubungan Industrial tersebut perlu diatur dengan tujuan akhir adalah
terciptanya produktivitas atau kinerja perusahaan dalam bentuk peningkatan
produktivitas serta kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan pengusaha secara adil.
Untuk dapat mencapai tujuan akhir tersebut maka perlu adanya ketenangan kerja
dan berusaha atau industrial peace, sebagai tujuan antara. Meningkatnya
produktivitas dan kesejahteraan saling kait mengait, tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya dan bahkan saling mempengaruhi. Produktivitas perusahaan
yang diawali dengan produktivitas kerja hanya mungkin terjadi apabila didukung
7/26/2019 Skripsi Edy
3/78
3
oleh kondisi pekerja/buruh yang sejahtera atau ada harapan yang nyata akan
adanya peningkatan kesejahteraan diwaktu yang akan datang.
Sebaliknya kesejahteraan semua pihak khususnya para pekerja/ buruh hanya
mungkin dapat dipenuhi apabila didukung oleh tingkat produktivitas tertentu, atau
adanya peningkatan produktivitas yang memadai mengarah pada tingkat
produktivitas yang diharapkan.
Pengupahan merupakan sisi yang paling rawan di dalam hubungan
industrial. Di satu sisi upah adalah merupakan hak bagi pekerja/buruh sebagai
imbalan atas jasa dan/ atau tenaga yang diberikan, di lain pihak pengusaha melihat
upah sebagai biaya. Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap
pekerja/buruh atas jumlah penghasilan yang diperolehnya, maka ditetapkan upah
minimum oleh pemerintah.
Upah merupakan hak pekerja/ buruh yang seharusnya dapat memenuhi
kebutuhan mereka dan keluarganya. Sistem pengupahan perlu dikembangkan
dengan memperhatikan keseimbangan antara prestasi atau produktivitas kerja,
kebutuhan pekerja dan kemampuan perusahaan. Disamping itu perlu
dikembangkan struktur upah yang tidak rumit dan adanya komponen upah yang
jelas sesuai kebutuhan. Mekanisme penetapan upah dan kenaikan upah sebaiknya
diatur didalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
Pengaturan pengupahan utamanya perlu mempertimbangkan dapat
memenuhi kebutuhan pekerja/ buruh yang dari waktu ke waktu senantiasa
meningkat, serta kelangsungan hidup perusahaan. Untuk itu, penetapan Upah
7/26/2019 Skripsi Edy
4/78
4
Minimum dan kenaikan Upah Minimum perlu dilakukan dan dikaji secara cermat
sehingga semua pihak dapat menarik manfaat. Kenaikan Upah Minimum yang
terlalu drastis akan merugikan perusahaan. Sebaliknya kenaikan yang terlalu
datar/ landai tidak menguntungkan pekerja/ buruh, karena kenaikan tersebut akan
kalah oleh inflasi sehingga tujuan menaikkan kesejahteraan pekerja/buruh tidak
akan tercapai. Oleh karena itu kenaikan Upah Minimum perlu diketahui dan
disetujui oleh semua pihak.
Penetapan Upah Minimum sampai saat ini umumnya masih jauh dibawah
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Upah Minimum setidaknya dapat diarahkan
pada pencapaian upah yang sesuai dengan kebutuhan hidup minimum. Hal ini
dikarenakan pada faktor kemampuan perusahaan yang masih cukup kesulitan
apabila Upah Minimum disesuaikan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Diakui maupun tidak, keadaan penawaran tenaga kerja jauh lebih besar
dibanding dengan permintaan (excess supply), maka kekuatan tawar tenaga kerja
menjadi lemah. Hal ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tingkat
upah, khususnya bagi tenaga kerja dengan tingkat kemampuan rendah. Hal ini
karena lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah tenaga
kerja. Terhadap pekerja/ buruh yang terlalu menuntut macam-macam seperti
misalnya menuntut upah yang terlalu tinggi maka tidak segan-segan pengusaha
akan menawarkan dua pilihan kepada pekerja/ buruh tersebut untuk memilih tetap
bekerja dengan upah yang telah ditetapkan atau dilakukan Pemutusan Hubungan
7/26/2019 Skripsi Edy
5/78
5
kerja (PHK).
Ketika pekerja/ buruh dihadapkan pada kondisi tersebut, maka tidak ada
pilihan lain dan tidak ada daya tawar lagi kecuali memilih untuk tetap bekerja
walaupun dengan upah tidak sepadan dengan pekerjaan yang dilakukannya.
Apabila pekerja memilih untuk keluar dari pekerjaannya, pasti pekerja/buruh
tersebut akan mengalami kesulitan karena rata-rata kemampuan Sumber Daya
Manusia (SDM) para pekerja/ buruh hanya pas-pasan sehinggauntuk mencari
pekerjaan yang lain akan kesulitan karena harus bersaing dengan para pencari
kerja yang masih menganggur dan karena lapangan pekerjaan yang sangat
terbatas.
Untuk itu sangat diperlukan adanya penetapan Upah Minimum sebagai
upaya melindungi para pekerja/ buruh sehingga upah yang diterimanya dapat
menjamin kesejahteraan bagi dirinya maupun keluarganya dan para pekerja/buruh
tidak diperlakukan semena-mena oleh pengusaha yang mempunyai kewenangan
dan kekuasaan dibalik kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh para pekerja/
buruh.
Disisi lain perlu diperhitungkan dampak dari penetapan Upah Minimum
terhadap peningkatan dan pertumbuhan perusahaan. Penetapan Upah Minimum
yang hanya melihat dari sudut kepentingan pekerja/buruh sangat tidak
menguntungkan terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini dikarenakan
adanya dua sisi yang perlu mendapatkan perlindungan secara adil. Pekerja/buruh
sangat membutuhkan upah yang memadai demi pemenuhan kebutuhan hidupnya
beserta keluarga namun demikian perusahaan perlu mendapatkan jaminan dalam
7/26/2019 Skripsi Edy
6/78
6
peningkatan dan pengembangan usahanya.
Ketika penetapan Upah Minimum mengabaikan kepentingan dan
kemampuan perusahaan dan semata-mata hanya memperhatikan kepentingan
pekerja/ buruh saja, maka tidak menutup kemungkinan akan banyak perusahaan
yang tidak mampu melaksanakan Upah Minimum yang ditetapkan dan karena
diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan ketetapan Upah Minimum maka harus
berakhir dengan penutupan perusahaan (lock out).
Permasalahan utama yang terjadi mengenai penetapan Upah Minimum
adalah kekeliruan penafsiran tentang arti Upah Minimum. Sementara pengusaha
menafsirkan bahwa Upah Minimum adalah tingkat upah pekerja/ buruh. Sehingga
apabila pengusaha telah membayar upah sebesar Upah Minimum tanpa
mempertimbangkan tingkat, masa kerja, dan lain sebagainya sudah dianggap
memenuhi ketentuan yang berlaku.
Sedangkan pengertian Upah Minimum sebenarnya adalah upah terendah,
bagi pekerja/buruh tingkat terbawah, dalam masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun.
Sehingga pekerja/buruh yang mempunyai tingkat lebih tinggi atau masa lebih dari
1 (satu) tahun seharusnya menerima upah lebih besar dari sekedar Upah
Minimum. Untuk itu maka perlu adanya skala upah pekerja perusahaan.
Perlu kebijaksanaan dalam penetapan Upah Minimum sebagai upaya untuk
memberikan perlindungan bagi pekerja/ buruh namun dengan tetap
memperhitungkan kemampuan perusahaan sehingga dalam penetapan upah
minimum mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan
kelangsungan hidup serta perkembangan perusahaan juga terjamin.
7/26/2019 Skripsi Edy
7/78
7
Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu faktor pendukung
pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara- negara berkembang
mempunyai tujuan antara lain untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang
hasilnya secara merata. Menurut Kusumowindo (1981) memberikan pengertian
bahwa tenaga kerja adalah jumlah semua penduduk dalam suatu negara yang
dapat memproduksi barang atau jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja
meraka, mereka pun berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Dalam undang- undang pokok ketenagakerjaan no.4 tahun 1969 dinyatakan
bahwa, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik
dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi
tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan alat
produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaga kerja sendiri baik tenaga
kerja fisik maupun tenaga kerja pikiran. (Soeroto, 1986)
Salah satu usaha untuk meningkatkan kesempatan kerja adalah melalui
pembangunan di sektor industri. Pembangunan di sektor industri merupakan
bagian dari usaha jangka panjang untuk memperbaiki struktur ekonomi yang tidak
seimbang. Sehubungan dengan upaya pelaksanaan pembangunan secara
menyeluruh dan mengglobal dimana segenap kemampuan modal dan potensi
sumber daya alam dan sumber daya lainnya perlu dimaksimalkan. Hal ini perlu
ditunjang oleh kebijaksanaan dan langkah- langkah yang tepat untuk
meningkatkan kemampuan yang lebih besar.
Penerimaan negara dari ekspor mebel mengalami peningkatan selama tahun
7/26/2019 Skripsi Edy
8/78
8
20082011 sebesar 18%, dimana pada tahun 2011 jumlah ekspor mencapai US$
1,01 milyar - 1,78 milyar. Dalam perdagangan global selama tahun 2008 - 2011,
mebel Indonesia menguasai 3,5% dari pangsa pasar dunia. (www. Cifor.cgiar.org/
Furniture).
Dari sisi pertambahan nilai atas kayu yang digunakan pada pasar ekspor,
besarnya pertambahan nilai total per m3 bahan baku untuk kayu yang berasal dari
rakyat adalah Rp 1.938.000, dimana nilai tambah terbesar diperoleh eksportir
yaitu 36,79%. Selanjutnya pengrajin 28,48%, pedagang kayu Jepara 16,67%,
petani 11,30%, pedagang kayu Sumedang 5,06% dan penggergajian 1,70%.
Sedangkan untuk pasar ekspor dengan bahan baku yang berasal dari Perhutani,
total pertambahan nilai per m3 bahan baku adalah Rp. 2.300.000 dengan eksportir
masih memperoleh bagian nilai tambah paling besar yaitu 31%. Selanjutnya
diikuti oleh Perhutani 27,74%, pengrajin 24%, pedagang kayu Jepara 15,83% dan
penggergajian 1,43%. (www. Cifor.cgiar.org/ Furniture).
Permasalahan pokok dibidang makro ekonomi Kabupaten Jepara adalah
walaupun pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita mengalami
peningkatan, namun masih relatif kecil sehingga belum dapat menambah lapangan
pekerjaan untuk menyerap pengangguran yang masih besar. Walaupun pencapaian
nilai ekspor untuk berbagai komoditi, pada tahun 2004 sebesar
Rp.158.149.990.000, tahun 2011 meningkat menjadi Rp.687.947.420.000. Ekspor
Kabupaten Jepara didominasi oleh 3 (tiga) komoditas unggulan sektor
perdagangan, yaitu: mebel (furniture), kerajinan kayu (handycraf), dan karet.
(JDA. 2012. Bappeda Jepara).
7/26/2019 Skripsi Edy
9/78
9
Kabupaten Jepara mempunyai jumlah tenaga kerja dengan etos kerja yang
tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya jumlah angkatan kerja, dimana pada
tahun 2010 sebanyak 477.955 orang meningkat menjadi 540.555 orang pada tahun
2011. Jumlah penganggur terbuka tahun 2010 sebanyak 33.458 orang dan tahun
2011 meningkat menjadi 37.837 orang. Permasalahan yang dihadapi di bidang
ketenagakerjaan adalah rendahnya kualitas tenaga kerja, terbatasnya lapangan
kerja dan masih tingginya jumlah pengangguran. (Dinas Tenaga Kerja, Jepara.
2012).
Berdasarkan pengamatan sementara peneliti, maka penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian tentang DAMPAK KEBIJAKAN UPAH
MINIMUM KABUPATEN JEPARA PADA PENYERAPAN TENAGA
KERJA SEKTOR FURNITURE JEPARA.
1.2. Ruang Lingkup Masalah.
Dalam penelitian inipenelitimemberi batasan masalah sebagai berikut:
1.2.1. Penelitian ini hanya di khususkan untuk mengetahui bagaimana gambaran
kebijakan upah minimum dikabupaten Jepara.
1.2.2.
Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana dampak kebijakan penetapan
UMR pada penyerapan tenaga kerja di sektor furniture di Jepara.
1.3. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian diatas,pokok rumusan masalah penelitian ini adalah:
7/26/2019 Skripsi Edy
10/78
10
1.3.1. Mendeskripsikan bagaimana gambaran kebijakan upah minimum di
kabupaten Jepara?
1.3.2. Bagaimana dampak kebijakan penetapan UMR pada penyerapan tenaga
kerja di sektor furniture di Jepara?
1.4. TujuanPenelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1.4.1. Untuk mendeskripsikan gambaran kebijakan upah minimum di kabupaten
Jepara.
1.4.2. Untuk mendeskripsikan dampak kebijakan penetapan UMR pada
penyerapan tenaga kerja di sektor furniture di Jepara.
1.5. ManfaatPenelitian
Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah:
1.5.1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu pengetahuan terutama tentang kebijakan upah
minimum di kabupaten Jepara dan dampaknya pada penyerapan tenaga
kerja di sektor furniture di Jepara.
1.5.2. Manfaat Bagi peneliti
1.5.2.1. Menambah keilmuan penelitian di bidang ketenagakerjaan.
1.5.2.2. Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang kebijakan UMR di
Kabupaten.
1.5.2.3.
Sebagai syarat untuk mendaat gelar S1 Ekonomi di STIENU Jepara.
7/26/2019 Skripsi Edy
11/78
11
1.5.3. Manfaat Bagi Dinas tenaga Kerja Jepara.
1.5.3.1.
Sebagai informasi bagi Dinas tenaga Kerja Jepara dalam memberikan
masukan untuk kebijakan UMR di masa yang akan datang.
1.5.3.2. Sebagai informasi bagi perusahaan dan asosiasi tenaga kerja dan buruh
di Jepara agar mencapai rumusan terbaik untuk furniture dimasa yang
akan dating.
7/26/2019 Skripsi Edy
12/78
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Prosedur penetapan Upah Minimum
Pada dasarnya pengertian upah menganut pada apa yang termuat dalam
konvensi ILO mengenai Perlindungan Upah atau Protection of wage. Indonesia
juga mengikuti acuan tersebut dengan sedikit penyesuaian. Pengertian upah yang
di anut oleh Negara Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 08 tahun
1981 mengenai Perlindungan Upah adalah Suatu penerimaan sebagai imbalan dari
pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan
dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut
suatu persetujuan atau peraturan-perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar
suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik
untuk buruh sendiri maupun keluarganya. Dengan pengertian upah tersebut, maka
upah di satu sisi adalah merupakan hak pekerja/buruh dan kewajiban pengusaha,
di sisi lain pekerja/buruh berkewajiban memberikan waktu, tenaga dan pikiran
untuk bekerja atau memberikan jasa. Di samping itu negara kita juga menganut
bahwa upah juga memiliki sifat sosial, di mana besarnya upah dan tunjangan
harus dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, mengatur dengan tegas dan jelas mengenai pengupahan yang
diatur pada Bagian Kedua Pengupahan tepatnya dimulai dari Pasal 88 sampai
12
7/26/2019 Skripsi Edy
13/78
13
dengan Pasal 98. Untuk lebih memberikan penjelasan mengenai pengupahan di
kutip secara keseluruhan terhadap Pasal-Pasal dimaksud sebagai berikut:
Pasal 88 ayat (1): Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. (2). Untuk
mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan
kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. (3). Kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja/ buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. Upah Minimum.
b. Upah kerja lembur.
c. Upah tidakmasuk kerja karena berhalangan.
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya.
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya.
f. Bentuk dan cara pembayaran upah.
g. Denda dan potongan upah.
h.
Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah.
i.
Struktur dan skala pengupahan yang proporsional.
j. Upah untuk pembayaran pesangon, dan
k. Upah untuk perhitunganpajak penghasilan.
Masih dalam Pasal 88 pada ayat (4) ditentukan bahwa Pemerintah
menetapkan Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (a)
7/26/2019 Skripsi Edy
14/78
14
berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi. Dalam penetapan Upah Minimum tersebut sesuai Pasal
89 ayat (1) dan ayat (2), dibagi menjadi dua yaitu (a). Berdasarkan wilayah
Propinsi atau kabupaten/ kota, (b). Berdasarkan sektor pada wilayah Propinsi atau
kabupaten/kota yang diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
Sedangkan untuk penetapan Upah Minimum dilakukan oleh Gubernur
sebagaimana ditentukan dalam Pasal: 89 ayat (3) Upah Minimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan mempertimbangkan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan Propinsi dan/ atau Bupati/ Walikota. Ayat
(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak
diatur dengan Keputusan Menteri..
Para pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari Upah
Minimum (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89) namun apabila pengusaha
ternyata tidak mampu membayar Upah Minimum yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, maka dapat memohon penangguhan yang tatacaranya diatur dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja. Hal ini diatur dalam Pasal 90 UndangUndang
Nomor 13 Tahun 2003.
Pasal 91 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa Pengaturan pengupahan yang
ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal kesepakatan
dalam penetapan upah antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh ternyata lebih rendah maka kesepakatan tersebut batal demi
7/26/2019 Skripsi Edy
15/78
15
hukum dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Penetapan Upah Minimum yang menjadi kewenangan pemerintah dalam
hal ini adalah Gubernur perlu dibentuk adanya Dewan Pengupahan yang diatur
dalam Pasal 98 ayat (1): Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan
merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta
untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan
Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Ayat (2): Keanggotaan Dewan
Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah,
organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, perguruan tinggi dan pakar.
Ayat (3): Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan Pengupahan
Propinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/ Bupati/
Walikota.
Dalam prakteknya banyak perusahaan yang belum memahami secara
benar sistem pengupahan. Ada sementara yang beranggapan bahwa dengan
melaksanakan Upah Minimum sudah merasa memenuhi ketentuan pengupahan
yang berlaku, sehingga mereka berharap tidak akan terjadi masalah yang berkaitan
dengan upah pekerja/ buruh. Pemahaman semacam ini perlu diluruskan dengan
mendalami makna dan pengertian Upah Minimum dan sistem pengupahan secara
keseluruhan.
Makna sebenarnya dari Upah Minimum adalah upah terendah untuk
pekerja/ buruh golongan terendah dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
7/26/2019 Skripsi Edy
16/78
16
Sehingga bagi pekerja/ buruh di atas ketentuan tersebut seharusnya mendapatkan
upah di atas Upah Minimum yang berlaku. Permasalahan yang senantiasa timbul
adalah berapa besar upah di atas Upah Minimum tersebut.
Berbagai hal yang cukup rentan dalam bidang pengupahan antara lain
mengenai jenis dan bentuk tunjangan, kenaikan upah di atas Upah Minimum
terutama pada saat kenaikan upah minimum (yang disebut upah sundulan),
struktur upah dan jenjang pengupahan atau skala upah. Untuk inilah maka
pengusaha perlu memberikan perhatian yang cukup terhadap hal-hal tersebut dan
bukan semata-mata perhatian terhadap pelaksanaan Upah Minimum.
Kebijakan pengupahan dan penggajian disusun sedemikian rupa supaya
secara seimbang mampu mendorong peningkatan produktivitas pekerja/buruh dan
pertumbuhan produksi serta meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan
pekerja/buruh pada khususnya dan peningkatan daya beli masyarakat pada
umumnya. Oleh karena itu kebijakan penetapan Upah Minimum untuk mencapai
tingkat upah dengan kriteria tertentu merupakan cara yang tepat.
Bagi pekerja/ buruh, upah merupakan sumber pendapatan yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu sesuai dengan
tujuan seseorang bekerja maka melalui peningkatan upah kesejahteraan seseorang
dapat ditingkatkan. Sebab apabila upah semakin besar, maka semakin besar
peluang seseorang untuk dapat memenuhi dan memperbaiki tingkat hisupnya,
seperti pemenuhan kebutuhan akan sandang, pangan, papan, kesehatan, rekreasi
dan lain sebagainya.
Dilain pihak, pengusaha melihat upah sebagai salah satu bagian biaya
7/26/2019 Skripsi Edy
17/78
17
produksi. Oleh karena itu upah sudah seharusnya dikaitkan dengan produktivitas
kerja, yang pada dasarnya tingkat produktivitasnya harus lebih tinggi dari tingkat
upah. Dengan demikian maka upah merupakan salah satu cara untuk memberikan
motivasi peningkatan produktivitas dan etos kerja.
Namun dalam manajemen sumber daya manusia upah juga harus dilihat
sebagai investasi atau human investment. Sebagai human investment, kenaikan
upah atau kesejahteraan tenaga kerja dapat dilihat sebagai perbaikan atau
peningkatan kualitas SDM atau pekerja/buruh, yang hasilnya akan diperoleh
kemudian. Apabila upah dan kesejahteraan lebih baik, maka dimungkinkan
adanya perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan ketrampilan melalui tambahan
pendidikan, latihan, bacaan, perbaikan disiplin, perbaikan syarat kerja,
peningkatan semangat kerja, adanya ketenangan kerja dan lain-lain. Faktor-faktor
tersebut akan mendorong naiknya produktivitas kerja.
Sementara itu, pemerintah melihat upah merupakan jaring pengaman agar
kesejahteraan pekerja/buruh tidak merosot, disamping untuk meningkatkan
penghasilan masyarakat tingkat bawah. Dilihat dari aspek makro tingkat upah
mencerminkan pemerataan, tingkat daya beli masyarakat, peningkatan
produktivitas nasional yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja, serta memelihara hubungan industrial yang aman.
Pada dasarnya Upah Minimum ditetapkan oleh pemerintah untuk menahan
merosotnya tingkat upah, khususnya bagi pekerja/ buruh tingkat terbawah.
Dengan kata lain Upah Minimum merupakan jaring pengaman agar tingkat
upah tidak lebih rendah dari jaring tersebut. Di lain pihak pemerintah memberi
7/26/2019 Skripsi Edy
18/78
18
kebebasan untuk mengatur upah yang berada di atas Upah Minimum.
Dalam keadaan penawaran tenaga kerja jauh lebih besar dibanding dengan
permintaan (excess supply), maka kekuatan tawar tenaga kerja menjadi sangat
lemah. Hal ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tingka tupah,
khususnya bagi tenaga kerja dengan tingkat kemampuan rendah. Di lain pihak ada
pendapat bahwa apabila Upah Minimum tidak diatur, maka bisa membuka
peluang kerja yang lebih besar. Tetapi harus diakui bahwa setiap perusahaan
memiliki batas jumlah kesempatan kerja. Apalagi tingkat upah membawa
berbagai implikasi bidang lain di masyarakat.
Idealnya tingkat upah ditetapkan di masing-masing perusahaan melalui
perundingan antara pekerja/ buruh dengan pimpinan perusahaan. Untuk dapat
melakukan perundingan secara efektif, maka pekerja/buruh sebaiknya diwakili
oleh Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, sehingga perundingan dapat dilakukan
dengan menggunakan mekanisme baku untuk membentuk Perjanjian Kerja
Bersama (PKB). Kendala utama yang cukup besar adalah kemampuan Serikat
Pekerja/Serikat Buruh masih terbatas untuk melakukan perundingan PKB dengan
pengusaha. Oleh karena itu pengaturan pengupahan secara intern perusahaan
dinilai belum cukup efektif.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 tentang Upah
Minimum pada Bab I Pengertian Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan Upah
Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk
tunjangan tetap. Ayat (2):Upah Minimum Regional Tingkat I untuk selanjutnya
disebut UMR Tk I adalah Upah Minimum yang berlaku di satu Propinsi. Ayat
7/26/2019 Skripsi Edy
19/78
19
(3) : Upah Minimum Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMR TK II
adalah Upah Minimum yang berlaku di daerah Kabupaten/Kota atau menurut
wilayah pembangunan ekonomi daerah atau karena kekhususan wilayah tertentu.
Masalah upah juga telah dihasilkan dalam Konvensi ILO Nomor 100/1951
yaitu tentang Pengupahan yang sama bagi pekerja laki-laki dan wanita untuk
pekerjaan yang sama nilainya (Equal Remuneration for Men and Women Workers
for Work of Equal Value) yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor : 80
tahun 1957. Inti dari konvensi ini adalah:
a. Upah meliputi upah/ gaji pokok/ Upah Minimum dan pendapatan apapun juga
dibayar langsung atau tidak, termasuk barang.
b. Negara harus menjamin tidak adanya diskriminasi pengupahan bagi laki-laki dan
wanita.
c. Perlu dilakukan penilaian pekerjaan yang obyektif oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Penetapan Upah Minimum dan kenaikan Upah Minimum mempunyai 2
(dua) tujuan (Suwarto, P. 202) yaitu tujuan makro dan tujuan mikro. Tujuan
makro ialah merupakan:
a. Pemerataan
Kenaikan Upah Minimum akan mempersempit kesenjangan antara
pekerja/ buruh tingkat atas dan tingkat paling bawah.
b. Peningkatan daya beli pekerja/ buruh
Kenaikan Upah Minimum secara langsung akan meningkatkan daya beli
pekerja/ buruh, yang akan mendorong ekonomi rakyat.
7/26/2019 Skripsi Edy
20/78
20
c. Perubahan struktur biaya perusahaan
Kenaikan Upah Minimum akan memperbaiki/merubah struktur upah
terhadap struktur upah terhadap struktur biaya produksi.
d. Peningkatan produktivitas nasional
Peningkatan Upah Minimum akan memberikan insentif bagi pekerja/buruh
untuk bekerja lebih giat yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas
nasional.
Tujuan mikro ialah berupa:
a. Sebagai jaring pengaman, agar upah terendah tidak semakin merosot.
b. Mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi.
c. Meningkatkan penghasilan pekerja/buruh tingkat terendah.
d. Meningkatkan etos dan disiplin kerja
e. Memperlancar komunikasi antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Dasar penetapan Upah Minimum menggunakan dasar sebagai berikut:
Nilai KHM setempat Indeks harga konsumen (IHK) Tingkat Upah Minimum
daerah yang bersangkutan Perkembangan perluasan kesempatan kerja. Sejak
tahun 1995 penetapan Upah Minimum diarahkan untuk mencapai standar
kebutuhan hidup minimum (KHM). Di samping itu perhitungan Upah Minimum
tidak lagi atas dasar harian, tetapi bulanan di mana satu bulan adalah 30 hari,
demikian pula perhitungan KHM.
Komponen upah selalu berkembang sesuai dengan perkembangan pola
produksi. Pada prinsipnya perkembangan komponen upah terkait erat dengan
lajunya upaya mendorong peningkatan produktivitas kerja. Dari sudut
7/26/2019 Skripsi Edy
21/78
21
perlindungan tenaga kerja, hal ini dapat mengorbankan perlindungan tenaga kerja,
apabila pengembangan komponen upah tidak dilandasi dengan pertimbangan yang
rasional.
Dengan perkembangan jenis komponen upah, maka dalam prakteknya
dapat meningkatkan jumlah jenis tunjangan di luar upah pokok yang diterima
pekerja/ buruh. Hal ini dapat enimbulkan salah pengertian yang terkait dengan
hubungan kerja, sehingga dapat menimbulkan gangguan di dalam hubungan kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Oleh karena itu perlu adanya kejelasan
antara komponen upah dan pendapatan non upah bagi pekerja/buruh. Komponen
upah pada umumnya terdiri dari:
1. Upah Pokok
Upah pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja/buruh
menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
2. Tunjangan Tetap
Adalah suatu pembayaran yang teratur dan tetap berkaitan dengan pekerjaan
yang dibayarkan dalam waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok.
Tunjangan tetap ini misalnya tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan
perumahan, tunjangan kemahalan, tunjangan daerah, dll.
3. Tunjangan Tidak Tetap
Adalah suatu pembayaran yang langsung atau tidak langsungberkaitan
dengan pekerjaan yang diberikan secara tidak tetap yang pada umumnya
dikaitkan dengan kehadiran pekerja/buruh dan dibayarkan dalam waktu yang
7/26/2019 Skripsi Edy
22/78
22
biasanya tidak sama dengan pembayaran upah pokok. Tunjangan tidak tetap
ini misalnya tunjangan makan, tunjangan transport, tunjangan hadir dsb.
Perlu adanya kesepahaman dan persamaan pengertian terhadap hal-hal
sebagai berikut:
1. Upah Minimum Propinsi (UMP)
UMP ini adalah merupakan tingkat upah terendah bagi kabupaten/kota yang
berada di wilayah propinsi yang bersangkutan tanpa mempertimbangkan
sektor tertentu. Apabila kabupaten/kota bermaksud mengatur besarnya Upah
Minimum untuk daerah yang bersangkutan (UMK), maka UMK yang
bersangkutan harus lebih tinggi dari UMP. Apabila UMK yang dimaksud
sama atau lebih rendah dari UMP, maka tidak perlu pemerintah
kabupaten/ kota mengatur sendiri, tetapi menggunakan standar yang telah
ditetapkan oleh UMP.
2. Upah Minimum Sektoral
Upah Minimum sektoral adalah Upah Minimum bagi sektor yang
bersangkutan dan harus lebih tinggi dari UMP maupun UMK. Oleh karena itu
Upah Minimum sektoral hanya diberlakukan terhadap sektor-sektor tertentu
yang memiliki kemampuan lebih baik. Sektor lain yang kemampuannya
rendah tidak perlu diatur Upah Minimum sektoralnya, tetapi menggunakan
acuan UMP/ UMK. Upah Minimum sektoral dapat diberlakukan untuk
tingkat propinsi sehingga menjadi Upah Minimum sektoral propinsi (UMSP),
tingkat kabupaten/ kota sehingga menjadi Upah Minimum sektoral
7/26/2019 Skripsi Edy
23/78
7/26/2019 Skripsi Edy
24/78
24
lapangan kerja tersebut dapat dilakukan dengan menghasilkan barang dan jasa
dimana kegiatan tersebut memerlukan faktor- faktor produksi sehingga dengan
adanya proses produksi dapat menciptakan lapangan kerja (Suroto, 1980).
Manusia bukan saja merupakan faktor produksi (economic resources)
tetapi juga merupakan sasaran (objectives) dalam pembangunan nasional.
Pemanfaatan SDM secara efektif untuk mengelola kekuatan ekonomi potensial
(SDA) dengan bantuan peralatan modal (dana). Teknologi merupakan sasaran
strategis dalam sub sistem ekonomi yang harus dibina dan dikembangkan.
Analisis ekonomi Harrod dan Domar mengatakan bahwa, apabila
penduduk bertambah maka pendapatan per kapita akan berkurang, kecuali bila
pendapatan rill bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja bertambah, maka
output juga harus bertambah untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh dan
bila ada investasi maka pendapatan rill juga harus bertambah untuk mencegah
adanya kapasitas menganggur (Irawan W. Suparmoko).
Sasaran pembangunan dewasa ini adalah meningkatkan pembangunan
industri yang relative padat karya dalam rangka penanggulangan masalah
ketenagakerjaan. Akhir- akhir ini pertambahan angkatan kerja yang berlangsung
jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuan menyerap tenaga kerja, ini
dikarenakan semakin berkembangnya sistem padat modal (Priyono
Tjiptoheriyanto, 1982).
Penduduk yang terserap, tersebar di berbagai sektor perekonomian. Sektor
yang mempekerjakan banyak orang umumnya menghasilkan barang dan jasa yang
relatif besar. Setiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Demikian
7/26/2019 Skripsi Edy
25/78
25
pula dengan kemampuan setiap sektor dalam menyerap tenaga kerja. Perbedaan
laju pertumbuhan tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan
laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara
berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja
maupun dalam kontribusinya dalam pendapatan nasional (Payaman Simanjuntak,
1985). Jadi yang dimaksud dengan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini
adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja di berbagai sektor
perekonomian.
2.1.3. Pengertian Industri
Pengertian industri adalah suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat
kegiatan produktif yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi dan atau
barang setengah jadi. Berdasarkan pada karakteristiknya, industri kecil dapat
dilihat berdasarkan karakteristik berikut ini:
Menurut Biro Statistik (BPS) industri kecil adalah perusahaan dengan
tenaga kerja 5-19 orang, sedangkan indsutri rumah tangga adalah perusahaan yang
menggunakan tenaga kerja di bawah 4 orang. Industri kecil dapat dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu indsutri kecil yang menggunakan teknologi tradisional dan
industri kecil yang menggunakan teknologi modern
Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi
manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi yang disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing).
Dari pengertian diatas dan perkembangan industri saat ini terlihat bahwa industri
7/26/2019 Skripsi Edy
26/78
26
hanya menekankan pada kegiatan pengolahan saja, padahal kegiatan industri tidak
hanya kegiatan mengolah, namun kegiatan yang terkait langsung dengan
produktivitas dan komersial. Dengan kata lain, industri tidak terlepas dari aspek
untung-rugi yang tentunya terkait pula dengan pengelolaan yang berbasis pada
efisiensi dan efektivitas.
Pengklasifikasian kegiatan industri berbeda antara satu negara dengan
Negara lain tergantung dari tingkat kemajuan industrinya. Negara maju
merupakan negara dengan klasifikasi yang lebih beragam dibandingkan dengan
negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh semakin kompleksnya suatu negara
yang telah maju di bidang industri. Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang
digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
1. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja
kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat
terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau
pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota
keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri
tempe/ tahu, dan industri makanan ringan.
2.
Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5
sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relative
kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada
hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan
industri pengolahan rotan.
7/26/2019 Skripsi Edy
27/78
27
3. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20
sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup
besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan
perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri
konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
4. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100
orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun
secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus
memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui
uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil,
industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.
7/26/2019 Skripsi Edy
28/78
28
2.2.
Hasil PenelitianTerdahulu
Table .2.1.
Hasil Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Hasil Alat Uji
IifSyarifudin,2007
Analisistingkatpenyerapantenaga kerja
pada sektorindustrimanufaictur diindonesiaperiode 1980-2004.
1. Perubahan jumlah perusahaan (N)berpengaruh positif dan signifikanterhadap penyerapan tenaga kerja, yangberarti bahwa apabila terjadi kenaikanjumlah perusahaan maka akanmenyebabkan peningkatan penyerapan
tenaga kerja pada industri manufaktur diIndonesia.2. Penyerapan tenaga kerja periode
sebelumnya berpengaruh positif dansignifikan terhadap penyerapan tenagakerja pada industri manufaktur diIndonesia.
Metodedeskriptifdankuantitatif
TriWahyuningsih,2009
Analisispenyerapantenaga kerjasektor primer,
sekunderdan tersier diprovinsiMaluku
Semakin besarnya angkatan kerja yangmasuk ke pasar tenaga kerja menyebabkansupply tenaga kerja (tenaga kerja baru danpengangguran) yang melonjak tinggi
dibandingkan dengan permintaan yangsemakin menurun. Sementara sektor primerdan sekunder berperan sebagai penampungtenaga kerja dari sektor tersier sehinggamemberikan kontribusi yang positifterhadap pertumbuhan penyerapan tenagakerja
Metodestatistikdeskriptif
SMERU2001
DampakKebijakanUpah
MinimumterhadapTingkat UpahdanpenyerapanTenagaKerja diDaerahPerkotaanIndonesia
Kebijakan upah mimimum yangdilaksanakan dengan ketat akan membantupara pekerja yang lebih produktif yang dapat
mempertahankan pekerjaannya di sektormodern. Namun kecil kemungkinannyabahwa para pekerja ini berada dalamkelompok yang hidup di bawah gariskemiskinan. Bila kebijakan upah minimummengurangi tingkat penyerapan tenaga kerjadi sektor modern hingga di bawahpertumbuhan jumlah angkatan kerja, makapekerja yang tidak mempunyai keterampilanmungkin akan terpaksa memasukipekerjaan-pekerjaan yang lebih rendah
tingkatnya di sektor informal.
MetodeDeskriptifkualitatif
Sumber: Iif Syarifu din (2007), Tri Wahyu ningsih (2009), SMERU (2001).
7/26/2019 Skripsi Edy
29/78
29
2.3. KerangkaPenelitian
Penelitian ini mendeskripsikan tentang kebijakan pemerintah Kabupaten
Jepara dalam penetapan upah minimum kabupaten Jepara. Fokus penelitian ini
adalah bagaimana penetapan UMK serta dampaknya pada tenaga kerja di sektor
furniture.
ALUR KERANGKA BERPIKIR
A.
B.
Gambar 2.1. Kerangka berpikir
Penelitian ini berusaha untuk mempelajari proses penetapan upah
perusahaan Furniture di Jepara. Baik yang ditetapkan bersama dengan pemerintah
maupun oleh perusahaan sendiri, dan bagaimana harapan dan kendala pengusaha
dan buruh untuk mencapai titik temu yang terbaik dan saling menguntungkan.
PengusahaFurniture
Proses PenetapanUpah
Tri Partied
Hubungan antarapengusaha dengan
karyawan
Keadaan UsahaFurniture
Sekarang
Karyawan danBuruhFurniture
Oleh perusahaan Sendiri
1.
Harapan2.Kendala
1.Harapan2.kendala
Dinas tenaga KerjaKab. Jepara
7/26/2019 Skripsi Edy
30/78
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode deskriptif.
Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (1990: 3) menyebutkan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif,
berupa kata - kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang diamati.
Sedangkan menurut Arikunto (1998: 122) metode deskriptif adalah suatu
penelitian yang maksudnya tidak menggunakan hipotesis tertentu, tetapi hanya
menggambarkan tentang satu variabel atau gejala-gejala tertentu.
Dengan demikian penelitian kualitatif yang menggunakan metode
deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran, deskripsi
dan lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta
hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk
membuat deskripsi bagaimana penetapan UMK serta dampaknya pada tenaga
kerja di sektor furniture Jepara.
3.2. Subjek dan Informan Penelitian
3.2.1. Subjek penelitian
Subjek penelitian merupakan tanda, hal, orang atau tempat data untuk
variabel penelitian yang melekat dan dipermasalahkan (Arikunto, 1998: 109).
30
7/26/2019 Skripsi Edy
31/78
31
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pengusaha dan pekerja di sektor
furniture serta pemerintah.
3.2.2. Informan penelitian
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian Moleong (1990: 97).
Informan dibedakan atas: pertama informan kunci, yaitu orang-orang yang betul-
betul memahami permasalahan, yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini
adalah Kepala Dinas Tenaga kerja Jepara, Ketua Asosiasi Meubel Indonesia
(ASMINDO), ketua (Asosiasi pengusaha Kecil Jepara) APKJ dan Ketua (Kamar
Dagang Indonesia) KADIN Jepara.. Yang kedua informan non kunci, yaitu orang
yang dianggap mengetahui masalah yang diteliti. Dalam hal ini informan non
kunci adalah para pemerhati buruh yakni (Lembaga Bantuan Hukum Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia) LBH HKTI Jepara.
3.3. Fokus penelitian
Fokus dalam suatu penelitian sangat penting sekali, sebab fokus penelitian
ini berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam melakukan penelitian serta untuk
mengetahui secara rinci data yang diperlukan yang relevan dengan penelitian.
Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka yang menjadi fokus
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Proses penetapan UMK di Jepara.
b. Dampak penetapan UMK pada penyerapan tenaga kerja di sektor furniture
di Jepara.
7/26/2019 Skripsi Edy
32/78
32
c. Apa kendala untuk menerapkan aturan pemerintah bagi buruh dan
pengusaha furniture berkaitan dengan UMK.
3.4. Jenis dan Sumber Data
3.4.1. Dataprimer
Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan dengan
Kepala Dinas Tenaga kerja Jepara, Ketua ASMINDO, ketua APKJ dan Ketua
KADIN Jepara serta para pemerhati buruh yakni LBH HKTI Jepara.
3.4.2. Data sekunder
Dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan
berupa dokumen-dokumen, buku- buku dan dokumen lain yang menunjang
penelitian ini. Seperti halnya di Perpustakaan Jepara yang dapat dilihat yaitu
mengenai penerapan UMK di Jepara.
3.5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
3.5.1.
Teknik wawancara
Teknik wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang berhubung
dengan hal-hal sebagai berikut:
1.Pendapat Kepala Dinas Tenaga kerja Jepara, Ketua ASMINDO, ketua
APKJ (Asosiasi pengusaha Kecil Jepara) dan Ketua KADIN Jepara serta
7/26/2019 Skripsi Edy
33/78
33
para pemerhati buruh seerti LBH HKTI Jepara mengenai proses
penetapan UMK di Jepara.
2.Pendapat nara sumber mengenai dampak penetapan UMK pada
penyerapan tenaga kerja di sektor furniture di Jepara.
3.Kendala dalam menerapkan aturan pemerintah bagi buruh dan pengusaha
furniture berkaitan dengan UMK.
3.5.2.
Studi Dokumentasi
Digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan deskripsi
kebijakan perundangan dan ketetapan pemerintah, proses penetapan UMK, data
pekerja dan pengusaha furniture di Jepara.
3.6. Teknik Menguji Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data dalam penelitian ini digunakan teknik
triangulasi sumber. Teknik triangulasi sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan terhadap suatu objek yang berbeda dalam
metode kualitatif.
Sebagaimana yang dikemukakan Moleong (1990: 178) apabila data yang
diperoleh dari beberapa sumber, teknik triangulasi yang paling tepat dipakai
adalah triangulasi sumber atau pemeriksaan data melalui sumber lain. Hal ini
dapat dicapai melalui beberapa cara diantaranya adalah:
3.6.1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
3.6.2. Membandingkan keadaan dan perspektif Kepala Dinas Tenaga kerja
Jepara, dengan berbagai pendapat Ketua ASMINDO, ketua APKJ
7/26/2019 Skripsi Edy
34/78
34
(Asosiasi pengusaha Kecil Jepara) dan Ketua KADIN Jepara serta para
pemerhati buruh seperti LBH HKTI Jepara
3.6.3. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumentasi.
Jadi teknik triangulasi sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah,
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dan berbagai pendapat orang
dan membandingkan hasil wawancara dengan dokumentasi.
3.7. Teknik Analisis data
Sesuai dengan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, data
yang diperoleh dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan analisis kualitatif
yang melalui tahapan sebagai berikut:
3.7.1. Tahapan seleksi dan reduksi data
Data-data yang telah dikumpulkan diseleksi mana yang betul dibutuhkan
sebagai data utama dan mana sebagai data pelengkap.
3.7.2. Tahapan klasifikasi data
Data yang dikumpulkan dikelompok-kelompokan atau diklasifikasikan
sesuai dengan kelompok-kelompoknya.
3.7.3.
Bersamaan dengan itu setelah dilakukan dua tahap diatas,
Data diolah selama penelitian berlangsung, untuk kemudian diambil
kesimpulan.
7/26/2019 Skripsi Edy
35/78
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Dinas Tenaga Kerja Jepara.
4.1.1. Dinas Tenaga Kerja Daerah Kabupaten Jepara
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 17 Tahun 2010 tentang
organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Jepara Bab XI pasal 29
menjelaskan bahwa, Tugas pokok dan Fungsi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut:
1. Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jepara mempunyai
tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan dibidang sosial, tenaga kerja dan
transmigrasi.
2. Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jepara dalam
meraksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, menyelenggarakan
fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya.
b.
Penyerenggaraan urusan pernerintahan dan perayanan umum sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
35
7/26/2019 Skripsi Edy
36/78
36
4.1.2. Bagian Pengupahan Dinas Tenaga Kerja
Untuk melaksanakan tugas Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga
Kerja mempunyai fungsi dalam pengumpulan dan pengolahan data sebagai bahan
penyusunan rencana penyelesaian perselisihan hubungan industrial, perundingan
dan pembuatan kesepakatan antara pekerja/serikat kerja dengan pengusaha,
pemberdayaan organisasi pekerja dan organisasi pengusaha serta pemberdayaan
Lembaga Kerjasama Bipartit dan Tripartit;
1. Penyusunan pedoman pengembangan kelembagaan hubungan industrial;
2. penyusunan pedoman dan pelaksanaan fasilitasi pembinaan kesejahteraan
pekerja dan purna kerja;
3. pelaksanaan fasilitasi kegiatan Dewan Pengupahan dalam rangka usulan
penetapan Upah Minimum Kota (UMK);
4. pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang hubungan industrial;
5. Pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas dan fungsi serta
pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai bidang
tugas dan fungsinya.
Seksi Persyaratan Kerja dan Pengupahan melaksanakan tugas pokok
pembinaan dan pengawasan persyaratan kerja dan pengupahan. Untuk melakukan
tugas pokok sebagaimana dimaksud, Seksi Persyaratan Kerja dan Pengupahan
mempunyai fungsi:
1. Pengumpulan dan pengolahan data sebagai bahan penyusunan rencana
kegiatan pembinaan persyaratan kerja dan pengupahan;
2.
Penyiapan bahan dalam rangka penyusunan petunjuk teknis persyaratan kerja
7/26/2019 Skripsi Edy
37/78
37
yang meliputi Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP) dan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB);
3. Penyiapan bahan dalam rangka penyusunan petunjuk teknis penetapan upah
minimum dan pengusulan penetapan upah minimum;
4. pelaksanaan analisa data Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai bahan
penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Malang;
5.
penyiapan bahan dalam rangka penyusunan petunjuk teknis struktur dan skala
upah;
6. pelaksanaan pembinaan persyaratan kerja pada perusahaan swasta dan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN);
7. pemberian bimbingan aplikasi pengupahan di perusahaan;
8. pelaksanaan pembinaan persyaratan kerja yang meliputi Perjanjian Kerja
(PK), Peraturan Perusahaan (PP) dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB);
4.1.3. Struktur Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Jepara Bab XI pasal 28 menjelaskan
tentang susunan organisasi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transrnigrasi sebagai
berikut:
1. Kepala
2. Sekretariat, terdiri dari:
a. Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi
b.
Sub Bagian Keuangan
7/26/2019 Skripsi Edy
38/78
38
c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
3.
Bidang Kesejahteraan Sosial, terdiri dari:
a. Seksi Bimbingan Penyuluhan Sosial
b. Seksi Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial
4. Bidang Penempatan, Pelatihan dan Produktifitas, terdiri dari:
a. Seksi Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja
b.
Seksi Pelatihan dan produktifitas Tenaga Kerja
c. Seksi Transmigrasi
5. Bidang Hubungan lndustrial dan Pengawasan Tenaga Kerja, terdiri dari:
a. Seksi Pengawasan Tenaga Kerja
b. Seksi Hubungan lndustrial dan Syarat Kerja
6. Kelompok Jabatan Fungsional
Sedangkan dukungan SDM yang dimiliki berdasarkan jumlah pegawai
menurut jabatan, Pangkat/ Golongan dan tingkat pendidikan, terdiri dari:
Tabel 4.1.
Jumlah Pegawai Berdasarkan Status Kepegawaian dan Tingkat Pendidikan
NoStatus
Kepegawaian
Jenis Pendidikan
SD SMP SMA D3 D4 S1 S2Jumlah
L P L P L P L P L P L P L P
1 PNS 0 0 0 0 14 8 2 0 1 0 8 5 5 2 45
2TenagaKontrak/Honor
0 0 2 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 5
Jumlah 0 0 2 0 14 9 2 0 1 0 10 5 5 2 50
7/26/2019 Skripsi Edy
39/78
39
Tabel 4.2.
Jumlah PNS Berdasarkan Golongan/ Ruang:
Tabel 4.3.Jumlah PNS berdasarkan Jabatan / Eselon
No. Eselon Jabatan L P Jumlah
1 II Kepala Dinas 1 0 1
2 IIIa. Sekretariat Dinas 1 0 1
b. Kepala Bidang 3 0 3
3 IVa. Kepala Sub Bidang 1 2 3
b. Kepala Seksi 7 0 7
4Pejabat
FungsionalPengawas TenagaKerja
0 1 1
Jumlah 13 3 16
4.2.Gambaran Usaha Furniture Jepara.
4.2.1.Gambaran Usaha Furniture Jepara.
Sejak tahun 2002 hingga 2012 nilai ekspor industri furniture kayu
mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi. Pada tahun 2003 nilai ekspor
mengalami peningkatan 19 persen dari tahun 2002, namun kemudian pada tahun
2004 nilainya mengalami penurunan hingga mencapai 11 persen dari tahun
sebelumnya. Setelah mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun
2005, yaitu sebesar 42 persen, pada tahun 2006, nilai ekspor industri ini
No. Golongan/Ruang L P Jumlah
1 Golongan IV 5 2 7
2 Golongan III 20 12 32
3 Golongan II 5 1 6
4 Golongan I 0 0 0
Jumlah 30 15 45
7/26/2019 Skripsi Edy
40/78
40
mengalami penurunan hingga 14 persen di dari tahun sebelumnya. Nilai ekspor
industri furniture kayu Jawa tengah meningkat lagi pada tahun 2007 meskipun
hanya sebesar 8 persen dari tahun 2006. Pada th. 2008, nilai ekspor industri
furnitur Jawa Tengah hanya mencapai peningkatan 3 persen dari tahun 2007.
Dengan demikian, secara rata-rata, sejak tahun 2002 hingga Mei 2008, nilai
ekspor industri furniture kayu mengalami peningkatan sekitar 8 persen
pertahun.(www. Cifor.cgiar.org).
Akibat krisis global yang melanda dunia paruh semester kedua tahun 2008,
industri furniture dari kayu terkena dampaknya. Seperti diketahui, industri
furniture kayu merupakan komoditas unggulan Jawa Tengah dan telah
menyumbang sekitar 22 24 persen terhadap nilai ekspor non migas nasional.
Dan pada tahun 2012 furniture Jawa Tengah mengalami kebangkitan untuk
menyongsong perbaikan penjualan, walau banyak pengusaha mengeluh dengan
adanya system verivikasi legalitas kayu (SVLK) yang diberlakukan mulai 2013
dan furniture mulai tahun 2014. Industrifurnitureterbesar di Jawa Tengah adalah
di Jepara, disusul kemudian Surakarta dan selanjutnya kota-kota lain seperti
Semarang, Blora (ASMINDO, 2012).
Jepara merupakan sentra dari industri furnitureyang paling merasakan
dampak krisis ekonomi paruh pertama semester kedua tahun 2012. Di Jepara
terjadi penurunan pesanan, khususnya dari Amerika Serikat sebesar 60 persen.
Volume order yang biasanya 30 40 container pertahun turun menjadi 12 15
container dengan nilai uang sekitar 15.000 19.000 dollar sekali kirim. Namun
demikian, apabila diprosensentasekan secara makro, penurunan industri furniture
7/26/2019 Skripsi Edy
41/78
41
tidak begitu signifikan karena hanya menurun sekitar 1520 persen. Mebel masih
merupakan komoditas andalan, meski terjadi krisis global. Menurut data dari
TPKS (Terminal Peti Kemas Semarang) komoditas unggulan masih berpihak pada
industri mebel dengan persentase mencapai 15 %, disusul komoditas kayu olahan
13 %, garmen 7%, benang 7 %, tekstil 5 % dan polyester 3 % (ASMINDO, 2012).
4.2.2.
Proses Penetapan Kebijakan Upah di Jepara
Penetapan upah minimum dilakukan melalui beberapa tahap yang
dilakukan setiap tahunnya untuk memperoleh angka kebutuhan hidup layak sesuai
dengan kondisi pasar yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang terdiri dari
tiga unsur, yaitu unsur pemerintah, pengusaha dan pekerja ditambah dari unsur
pakar dan perguruan tinggi. Dalam memberikan rekomendasi besaran upah
minimum adalah didasarkan pada nilai KHL, produktivitas, pertumbuhan
ekonomi, usaha yang paling tidak mampu dan kondisi pasar kerja.
Pertimbangan besaran upah minimum tersebut dilakukan berdasar
pembahasan secara independen dan perundingan secara mendalam. Unsur pakar
dan perguruan tinggi sebagai pihak yang netral di dalam Dewan Pengupahan,
perannya sangat strategis untuk memberikan masukan berupa kajian dan
pertimbangan secara akademis. Kajian dasar pertimbangan yang diberikan pakar
dan perguruan tinggi tersebut dij adikan sebagai bahan perundingan Dewan
Pengupahan untuk menyepakati besaran upah minimum yang akan
direkomendasikan kepada Gubernur. Penetapan upah minimum dilakukan dengan
mempertimbangkan:
7/26/2019 Skripsi Edy
42/78
42
1. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM);
2.
Indeks Harga Konsumen (IHK);
3. Kemampuan, perkembangan, dan kelangsungan perusahaan;
4. Upah pada umumnya berlaku di daerah tertentu dan antar daerah;
5. Kondisi pasar kerja;
6. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita.
Adapun proses dari penetapan upah minimum kabupaten Jepara dilakukan
melalui enam tahap (Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga kerja Jepara), yaitu:
1. Survei harga kebutuhan di pasar
Terlebih dahulu dibentuk tim survei Kebutuhan Jepara oleh Dewan
Pengupahan yang bertugas dari bulan Januari hingga bulan Agustus, dimana
setiap bulannya tim survei ini menghasilkan angka Kebutuhan Hidup Layak.
Dari delapan bulan ini dihasilkan angka Kebutuhan Hidup Layak yang
nyata, sedangkan untuk nilai Kebutuhan Hidup Layak pada bulan
kesembilan hingga dua belas, diprediksi oleh Badan Pusat Statistik dengan
mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak delapan bulan sebelumnya. Dari dua
belas angka KHL tersebut, maka diambil rata-rata untuk menjadi nilai
Kebutuhan Hidup Layak. Proses pendataan harga kebutuhan masyarakat ini
dilakukan di pasar tradisional untuk mendapatkan nilai kebutuhan hidup
minimum di wilayah kabupaten Jepara.
2. Penetapan nilai kebutuhan hidup layak.
Dewan Pengupahan mengeluarkan Surat Keputusan penetapan nilai
kebutuhan hidup layak dari hasil rata-rata survei kebutuhan masyarakat
7/26/2019 Skripsi Edy
43/78
43
Jepara selama dua belas bulan.
3.
Penetapan upah minimum kabupaten Jepara.
Dari nilai kebutuhan hidup layak tersebut, digunakan untuk menentukan
nilai upah minimum kabupaten tahun berikutnya. Setiap tahunnya ada
kesepakan dari ketiga unsur dalam penetapan nilai upah minimum, dilihat
dari berapa besar prosentase nilai upah minimum dibanding dengan nilai
KHL yang telah ditetapkan oleh Dewan Pengupahan. Pada tahun 2012, ada
kesepakatan upah minimum kabupaten hanya 94,6% dari nilai KHL. Pada
tahun 2013 meningkat menjadi 96,8% dari nilai KHL, dan tahun 2014
menjadi 100% nilai KHL. Kesepakatan ini ditetapkan dalam berita acara
kesepakatan.
4. Dewan Pengupahan memberikan usulan pertimbangan nilai upah minimum
kabupaten ke Bupati.
5. Dari saran yang diberikan oleh Dewan pengupahan, Bupati melanjutkan
rekomendasi usulan nilai upah minimum kabupaten tersebut ke Gubernur.
6. Gubernur mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur yang berisi penetapan
nilai upah minimum kabupaten. Nilai upah minimum tersebut sesuai dengan
usulan yang diberikan oleh Dewan Pengupahan.
Dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 561.4/58 tahun 2012
tentang Upah Minimum 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013,
dan akan efektif berlaku mulai 01 Januari 2013, bahwa Upah Minimum
Kabupaten Jepara ditetapkan sebesar Rp. 875.000,-. (Sumber: Dinas Sosial dan
Tenaga kerja Jepara),
7/26/2019 Skripsi Edy
44/78
44
4.3.Analisis dan Pembahasan
4.3.1.
Proses Penetapan Upah Tri Partid di Japara
Pengusaha memberikan Upah Minimum untuk memenuhi tanggung
jawabnya kepada para pekerja. Upah Minimum merupakan Jaring Pengaman
yaitu ditentukan hanya untuk pekerja/ buruh yang bekerja dengan masa kerja
kurang dari satu tahun. Ketentuan tersebut menuntut diberikannya upah yang lebih
besar dari pada Upah Minimum bagi para pekerja/ buruh yang telah mempunyai
masa kerja lebih dari satu tahun.
Menurut Bapak Hidayat,Kepala Seksi, Hubungan Industrial dan syarat
kerja, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jepara. Penetapan
upah di Kabupaten Jepara di tentukan oleh Pengusaha (APINDO) asosiasi
pengusaha Indonesia, Serikat Pekerja dan pemerintah untuk menyepakatinya. Dan
sekarang pengupahan di Jepara sudah 96,8% dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Walaupun bel;um mencapai 100 %, akan kami upayakan untuk mencapai KHL.
Dan hal itu menjadi pertimbangan pemerintah agar terjadi kesejahteraan bagi
masyarakat.
Menurut Bapak Hidayat, kendala yang dihadapi adalah penetapan upah
yang sudah di sepakati antara pengusaha dengan pekerja dan di Jepara adalah Rp.
775.000 per bulan, ternyata di lapangan belum dilaksanakan sepenuhnya oleh
pengusaha. Sehingga para pekerja seringkali mengeluh, dengan keadaannya yang
susah untuk memenuhi kebutuhan harian mereka.
Berdasarkan survey peneliti ke lokasi perusahaan dan menanyakan kepada
para pengusaha dan karyawan di Jepara. Ada beberapa pengusaha yang merasa
7/26/2019 Skripsi Edy
45/78
45
tidak mampu memberikan upah kepada pekerja/ buruhnya sesuai ketentuan
ketetapan Upah Minimum tidak semuanya mengajukan permohonan penangguhan
pemberlakuan Upah Minimum. Pengusaha mengabaikan ketentuan permohonan
penangguhan Upah Minimum dikarenakan berbagai alasan diantaranya:
1. Pengusaha merasa malu dikatakan Perusahaannya dalam kondisi kesulitan
likuiditas sehingga menurunkan tingkat kepercayaan konsumen.
2.
Ada Pengusaha yang sebenarnya mampu memberlakukan Upah Minimum
tetapi melakukan kecurangan dengan membuat laporan fiktif sehingga
apabila mengajukan permohonan penangguhan pemberlakuan Upah
Minimum takut kalau ketahuan.
3. Pengusaha khawatir apabila permohonannya justru ditolak oleh Pemerintah
dan harus memberlakukan ketentuan Upah Minimum.
4. Tidak ada sanksi yang tegas apabila Pengusaha tidak memberlakukan Upah
Minimum tanpa melalui pengajuan permohonan penangguhan Upah
Minimum.
Menurut Khoirul Lisan, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Kebanyakan para pengusaha
memanfaatkan kelemahan posisi pekerja/ buruh dalam hal tersedianya lapangan
pekerjaan. Banyaknya pengangguran dan terbatasnya lapangan pekerjaan
dimanfaatkan oleh para pengusaha dengan memberikan upah atau gaji dibawah
Upah Minimum. Hal ini sama sekali tidak akan mendapatkan perlawanan dari
pekerja/buruh karena pekerja/ buruh berfikiran lebih baik tetap bekerja dan
mendapatkan penghasilan daripada tidak sama sekali. Dan hal inilah yang baru
7/26/2019 Skripsi Edy
46/78
46
saja terjadi di PT.Satin Abadi Ngabul Jepara, dimana perusahaan memberhentikan
pekerjanya dan tidak memberikan upah serta pesangon sesuai ketentuan yang
berlaku. Hingga akhirnya dari LSM HKTI Jepara yang diwakili Khoirul Lisan
melakukan gugatan kepada perusahaan agar memberikan upah buruh sesuai
ketentuan yang berlaku.
Menurut Khoirul Lisan pengusaha di Jepara seringkali hanya melihat
upah sebagai biaya produksi, dan jarang sekali yang melihat bahwa upah adalah
sebagai investasi yang akan dikembalikan oleh pekerja/ buruh dalam bentuk
produktivitas. Hal inilah yang menyebabkan para pengusaha dalam pemberlakuan
upah bagi pekerja/ buruhnya merasa sangat berat. Padahal apabila upah yang
diberikan kepada pekerja/ buruh dianggap sebagai investasi yang akan
dikembalikan kemudian, tentunya pengusaha tidak perlu khawatir membayar upah
sesuai dengan ketentuan Upah Minimum yang berlaku. Karena biaya yang telah
dikeluarkan akan dikembalikan oleh para pekerja/ buruh dalam produktivitas kerja
mereka.
Menurut Bapak Hidayat, dalam penetapan Upah Minimum sebenarnya
sudah mempertimbangkan kepentingan pekerja/ buruh dan kepentingan
perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya keterwakilan dari masing-masing
pihak dalam Dewan Pengupahan. Dengan adanya wakil pekerja/ buruh dan wakil
pengusaha, maka ketika melakukan survey harga pasar untuk menentukan
besarnya Upah Minimum, masing-masing pihak diberikan kesempatan yang sama
untuk memperjuangkan pihak masing-masing. Sementara itu Pemerintah
berfungsi sebagai fasilitator yang menjembatani kepentingan antara kedua belah
7/26/2019 Skripsi Edy
47/78
47
pihak yang diharapkan mampu berdiri di tengah dan tidak berpihak pada salah
satu pihak. Sebagai pihak yang independent, Pemerintah dituntut untuk dapat
mengarahkan dan memberikan masukan demi perlindungan kepada masing-
masing pihak.
Menurut Bapak Hidayat, hal yang cukup penting bagi pemerintah
Kabupaten Jepara kaitannya dengan penetapan Upah Minimum adalah
mengupayakan bagaimana agar Upah Minimum yang akan ditetapkan tidak
merosot dibandingkan dengan Upah Minimum yang telah ditetapkan dan diterima
oleh para pekerja/ buruh pada tahun sebelumnya. Tentunya hal ini dalam rangka
memberikan perlindungan pengupahan bagi para pekerja/ buruh.
Sebagai contoh sesuai hasil penelitian di beberapa perusahaan di daerah
Kabupaten Jepara, karena ketetapan Upah Minimum Kabupaten Jepara tahun
2012 Rp. 900.000 adalah sebesar Rp. 900.000,- maka semua perusahaan di
Kabupaten Jepara harus memberikan Upah Minimum kepada pekerja/ buruhnya
pada tahun 2012 sebesar Rp. 900.000,- per bulan. Bagi perusahaan yang
mempunyai jumlah pekerja/ buruh cukup banyak seperti PT. Kota Jati, PT. Els
Artisindo, dan PT. Cia Jian maka Upah Minimum sebesar Rp. 900.000,- dianggap
terlalu memberatkan. Sementara bagi para pekerja/ buruhnya yang kebanyakan
berada di perkotaan upah sebesar Rp. 900.000,- masih jauh dari cukup untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
Di lain pihak, terdapat perusahaan yang mempunyai pekerja/ buruh tidak
terlalu banyak tetapi mempunyai kinerja perusahaan yang sangat baik, seperti
Kobo Pimpinan Bapak Naryo di Senenan, yang memproduksi furniture untuk
7/26/2019 Skripsi Edy
48/78
48
pasar high class Jepang, memandang upah sebesar Rp. 900.000,- terlalu kecil bagi
pekerja/ buruhnya. Namun demikian pengusaha dengan kondisi tersebut karena
hanya sekedar melaksanakan ketentuan maka cukup memberikan upah sebesar
ketetapan Upah Minimum bagi pekerja/buruhnya. Sementara sama halnya bagi
pekerja/ buruh sebenarnya menginginkan upah yang lebih besar dari Upah
Minimum karena melihat faktor kemampuan perusahaan.
Menurut Khoirul Lisan, meskipun Upah Minimum Kabupaten Jepara
merupakan upah yang cukup rendah dibanding Semarang, bagi pekerja/ buruh
dengan masa kerja kurang dari satu tahun, tetapi bagi pekerja/ buruh yang bekerja
di perusahaan yang mempunyai tingkat perputaran (penerimaan dan pemecatan
karyawan) yang tinggi menjadi penghambat dalam peningkatan kesejahteraannya.
Di manapun dan siapapun para pengusaha selalu menginginkan biaya operasional
perusahaan sekecil mungkin. Oleh karena itu meskipun perusahaan tersebut
sebenarnya mampu memberikan upah jauh lebih besar diatas Upah Minimum,
namun pengusaha tetap saja memberikan upah dengan mengacu pada ketentuan
yang berlaku.
Dari sisi perusahaan sebenarnya terdapat ketentuan yang menguntungkan
yaitu adanya kesempatan untuk mengajukan penangguhan pemberlakuan Upah
Minimum. Bagi perusahaan yang tidak mampu melaksanakan ketentuan besarnya
Upah Minimum yang telah ditetapkan, diberikan peluang untuk mengajukan
permohonan penangguhan pemberlakuan Upah Minimum. Apabila pengajuan
penangguhan tersebut disetujui oleh Pemerintah maka permasalahan selesai dan
pengusaha diperkenankan membayar upah bagi pekerja/buruhnya dibawah
7/26/2019 Skripsi Edy
49/78
49
ketentuan dalam Upah Minimum atau sebesar upah hasil penangguhan yang
disetujui oleh Bupati Jepara.
Namun apabila permohonan penangguhan pemberlakuan Upah Minimum
disetujui dan pengusaha membayar upah pekerja/buruh sesuai dengan upah yang
telah ditetapkan, maka pihak pekerja/ buruh yang menjadi korbannya, meskipun
pekerja/ buruh melalui Serikat Pekerja/ Serikat Buruh telah menyetujui
permohonan penangguhan ini.
Dari uraian tersebut di atas terdapat juga Perusahaan yang telah memenuhi
ketentuan dalam pemberlakuan Upah Minimum yaitu dengan memberikan Upah
Minimum kepada pekerja/ buruhnya yang mempunyai masa kerja kurang dari satu
tahun dan memberikan upah kepada pekerja/ buruhnya yang telah memiliki masa
kerja lebih dari satu tahun sesuai tingkatannya dengan menggunakan sistem
pengupahan/ penggajian dalam bentuk golongan. Seperti yang dilakukan Duta
Jepara, Asia Concept milik Mr. Claudio dari German dan Kobeks.
Sistem pengupahan/ penggajian ini sangat baik diterapkan untuk
memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja/ buruh karena upah
antara pekerja/ buruh dengan masa kerja yang berlainan akan berbeda. Perbedaan
upah antara pekerja/ buruh yang berlainan masa kerjanya tersebut dapat memacu
prestasi dan kinerja pekerja/ buruh.
Dengan adanya survey Kebutuhan Hidup Layak akan diketahui berapa
besarnya Upah Minimum yang seharusnya ditetapkan demi pemenuhan kebutuhan
hidup para pekerja/ buruh. Namun pada kenyataannya penetapan Upah Minimum
baru diarahkan menuju pada pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak. Hal ini
7/26/2019 Skripsi Edy
50/78
50
menimbulkan pandangan bagi para pekerja/ buruh bahwa Upah Minimum yang
telah ditetapkan sebenarnya belum memenuhi kebutuhan bagi para pekerja/ buruh.
Jaminan kapan Upah Minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai
dengan Kebutuhan Hidup Layak sama sekali tidak ada. Hal ini dikarenakan dalam
hal penetapan Upah Minimum Pemerintah juga memperhatikan tingkat
perkembangan perekonomian dan kondisi perusahaan. Sedangkan tingkat
perkembangan perekonomian dan kondisi perusahaan sangat fluktuatif dan sulit
untuk diprediksi.
Menurut pengurus KADIN Jepara Bapak Legiman, bahwa penetapan
Upah Minimum yang diarahkan pada pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak
menjadi sulit untuk diberlakukan mengingat berbagai faktor yang mempengaruhi
antara lain faktor kemampuan perusahaan yang berbeda-beda dan laju
perkembangan perekonomian yang fluktuatif.
Ketentuan bagi Perusahaan yang tidak mampu untuk memberlakukan
Upah Minimum dengan mengajukan permohonan penangguhan Upah Minimum
juga menjadi kendala terhadap ketetapan Upah Minimum itu sendiri. Hal ini
sepertinya kontradiksi karena penetapan Upah Minimum dalam rangka
memberikan perlindungan bagi pekerja/ buruh dan sudah dilaksanakan melalui
mekanisme yang sudah mewakili kepentingan semua pihak.
Upah Minimum yang sudah ditetapkan dimentahkan dengan adanya
ketentuan penangguhan. Padahal Upah Minimum adalah upah terendah bagi
pekerja/ buruh tetapi kenapa harus ada ketentuan dapat ditangguhkan meskipun
permohonan penangguhan tersebut dapat saja ditolak oleh Pemerintah. Ketentuan
7/26/2019 Skripsi Edy
51/78
51
kemungkinan mengajukan penangguhan tersebut menunjukkan bahwa dalam
penetapan Upah Minimum masih belum dapat dilaksanakan dengan baik sehingga
diamankan dengan ketentuan tersebut.
Survey Kebutuhan Hidup Layak dilakukan dengan transparan dan jujur
serta adil sehingga besarnya Upah Minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah
mengacu pada besarnya nilai Kebutuhan hidup layak tersebut. Apabila penetapan
Upah Minimum diarahkan menuju pada pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak,
perlu ditetapkan kapan Kebutuhan Hidup Layak tersebut harus sudah
diberlakukan. Hal ini agar menimbulkan pandangan bagi para pekerja/ buruh
bahwa Upah Minimum yang telah ditetapkan sudah sesuai dengan kebutuhan para
pekerja/ buruh.
4.3.2.Perkembangan usaha Furniture dari dampak penetapan Upah
Menurut bapak Legiman, adanya penetapan Upah Minimum di Jepara
akan mempengaruhi kinerja dan perkembangan Perusahaan. Upah Minimum yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah Jepara di dalam pelaksanaannya mengalami
beberapa hambatan antara lain:
1.
Adanya perbedaan tingkat kemampuan dan likuiditas antar Perusahaan,
meskipun disebut dengan Upah Minimum namun ternyata masih ada
perusahaan yang sama sekali tidak mampu melaksanakan ketentuan
besarnya Upah Minimum dan apabila dipaksakan akan mengakibatkan
penutupan Perusahaan.
2.
Akibat adanya penetapan Upah Minimum yang mengharuskan untuk
7/26/2019 Skripsi Edy
52/78
52
terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikarenakan Perusahaan
memandang perlu adanya efisiensi tenaga kerja.
3. Pengawasan terhadap pemberlakuan Upah Minimum tidak dapat
dilaksanakan secara optimal, karena adanya faktor pertimbangan demi
kelangsungan hidup Perusahaan yang diterapkan oleh Pegawai Pengawas
Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi.
4.
Penetapan Upah Minimum yang terlalu rendah akan menimbulkan gejolak
dari kalangan pekerja/buruh dan tidak melindungi kesejahteraan pekerja/
buruh namun menguntung-kan perusahaan dan meningkatkan daya tarik
bagi investor.
5. Penetapan Upah Minimum yang terlalu tinggi akan memberatkan para
Pengusaha dan menurunkan daya tarik investor meskipun hal ini sangat
menguntungkan pekerja/ buruh.
6. Peninjauan besarnya Upah Minimum setiap tahun sekali mempunyai
dampak psikologis bagi Pengusaha, karena berpandangan bahwa suatu saat
Perusahaanya tidak akan lagi mampu beroperasi karena tingginya biaya
tenaga kerja.
Dengan adanya kenaikan harga-harga kebutuhan hidup otomatis
meningkatkan pula biaya untuk pemenuhan kebutuhan hidup bagi para pekerja/
buruh. Hal ini membuat para pekerja/ buruh menuntut adanya pemberian upah
yang mencukupi untuk keperluan tersebut. Upah yang diminta oleh para pekerja
minimal adalah sesuai Kebutuhan Hidup Layak yang telah disurvey oleh Dewan
Pengupahan.
7/26/2019 Skripsi Edy
53/78
53
Beragamnya Perusahaan dengan komoditas yang berbeda-beda juga
menjadi kendala dalam pelaksanaan ketetapan Upah Minimum. Perusahaan
dengan komiditas seperti furniture, rokok, tekstil, garment, makanan dan
minuman yang dapat mematok harga sendiri tanpa dipengaruhi oleh adanya harga
pasar bisa saja meningkatkan harga jual produksinya untuk menutup kenaikan
Upah Minimum.
Namun bagi Perusahaan tertentu yang harga jual produksinya tidak dapat
ditentukan sendiri tetapi ditentukan oleh pasar akan sangat berat dalam
menghadapi kenaikan Upah Minimum setiap tahunnya. Perusahaan semacam ini
misalnya Pabrik Gula, Perkebunan, Transportasi, dan lain sebagainya, dimana
harga ditentukan oleh pasar atau ditentukan oleh Pemerintah.
Di sisi lain, bagi Perusahaan yang padat karya akan sangat terpengaruh
dengan penetapan Upah Minimum karena banyaknya tenaga kerja yang
dipekerjakan, karena semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka biaya
tenaga kerja akan sangat tinggi. Lain halnya dengan Perusahaan yang padat
tekhnologi tentunya tidak akan terlalu terpengaruh dengan adanya Upah Minimum
tersebut karena Perusahaan padat tekhnologi tidak terlalu banyak menggunakan
tenaga kerja.
Menurut bapak Legiman, dalam menetapkan Upah Minimum,
Pemerintah perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
2. Perbedaan tingkat kemampuan dan likuiditas antar Perusahaan, sehingga
Upah Minimum yang ditetapkan mampu dilaksanakan oleh semua
Perusahaan tanpa adanya dampak kemungkinan terjadinya Pemutusan
7/26/2019 Skripsi Edy
54/78
54
Hubungan Kerja (PHK) atau penutupan Perusahaan (lock out).
3.
Pengawasan terhadap pemberlakuan Upah Minimum dilaksanakan secara
optimal tanpa pilih kasih demi tegaknya peraturan atau ketentuan yang telah
ditetapkan.
4.
Penetapan Upah Minimum tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi
sehingga mampu memberikan perlindungan bagi pekerja/ buruh sekaligus
juga mampu memberikan perlindungan bagi Perusahaan.
5. Peninjauan besarnya Upah Minimum tidak dilaksanakan setiap tahun sekali
tetapi disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan perekonomian dan laju
inflasi.
Pertimbangan selanjutnya adalah dengan adanya keragaman Perusahaan
dengan komoditas yang berbeda-beda. Perusahaan dengan komiditas tertentu
seperti rokok, tekstil, garment, makanan dan minuman yang dapat mematok harga
sendiri tanpa dipengaruhi oleh adanya harga pasar tidak bisa di-samakan dengan
Perusahaan tertentu yang harga jual produksinya tidak dapat ditentukan sendiri
tetapi ditentukan oleh pasar.
Perusahaan yang padat karya dengan Perusahaan padat tekhnologi juga
tidak bisa disamakan dan harus dipertimbangkan oleh Pemerintah dalam
menetapkan Upah Minimum karena antara kedua Perusahaan tersebut mempunyai
dampak yang berbeda akibat adanya ketetapan Upah Minimum.
Apabila dalam penetapan Upah Minimum sudah sesuai dengan ketentuan
dan norma yang berlaku, maka ketentuan bagi Perusahaan yang tidak mampu
untuk memberlakukan Upah Minimum dengan mengajukan permohonan
7/26/2019 Skripsi Edy
55/78
55
penangguhan Upah Minimum tidak perlu ada. Karena hal ini justru kontradiktif
karena penetapan Upah Minimum dalam rangka memberikan perlindungan bagi
pekerja/ buruh.
Justru sebaliknya bahwa dalam penetapan Upah Minimum perlu baik
namun mempunyai pekerja/ buruh yang sedikit untuk memberi upah kepada
pekerja/ buruhnya dengan upah yang lebih tinggi daripada Upah Minimum yang
telah ditetapkan.
Kelemahan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana
uraian diatas yaitu menjadi penghambat bagi perusahaanperusahaan yang
mempunyai pekerja/ buruh dengan jumlah yang besar dan menjadi penghambat
bagi para pekerja/ buruh yang bekerja di perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh
yang sedikit tetapi kinerja perusahaannya sangat baik.
Gubernur dalam menetapkan Upah Minimum Kabupaten/ Kota dalam
ketentuannya hanya mengatur bagaimana perusahaan yang tidak mampu
melaksanakan ketentuan Upah Minimum saja tetapi tidak mengatur bagaimana
perusahaan yang mempunyai tingkat kemampuan yang tinggi untuk melaksanakan
Upah Minimum tersebut. Oleh karena itu untuk memberlakukan Upah Minimum
kepada para Pekerja/ buruhnya maka para Pengusaha harus menyikapi kenaikan
Upah Minimum tersebut dengan berbagai upaya yang dapat menekan biaya
sehingga kinerja Perusahaan dapat tetap dicapai antara lain dengan melakukan
berbagai efisiensi dan strategi perusahaan.
Dalam menyikapi kenaikan Upah Minimum, para pengusaha bidang.
Upaya lain dilakukan dengan upaya meningkatkan produktivitas dari para
7/26/2019 Skripsi Edy
56/78
56
pekerja/buruh. Upaya ini dilakukan dengan pengawasan, pembinaan dan
pemberian reward and punishmen.
Pemberian reward ternyata mampu meningkatkan kinerja para pekerja/
buruh dan mampu memberikan motivasi kepada para pekerja/buruh, sehingga
produktivitas dapat meningkat. Dengan peningkatan produkrivitas tersebut maka
akan mengimbagi besarnya biaya tenaga kerja yang telah dikeluarkan oleh
pengusaha.
4.3.3.Hubungan Majikan dan Buruh di Jepara
Menurut Ahmad Rifai, Sekretaris Asosiasi pengusaha Mebel dan
Kerajinan Indonesia (AMKRI) Jepara. Di Jepara hubungan majikan dan buruh di
Jepara banyak diserahkan pada mekanisme pasar, dengan sesedikit mungkin
campur tangan pemerintah. Hal ini muncul dengan didasari perpektif pengusaha
dalam menghadapi permasalahan tenaga kerja yang tidak kunjung selesai, upah
yang semakin mahal dengan produktivitas rendah, padahal menurut pengusaha
merekalah yang memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Berlarut-larutnya situasi
ketenagakerjaan yang merugikan ini membuat pemilik modal sudah bersiap-siap
mereposisi strategi industrinya dengan meninggalkan pilihan padat karya menjadi
padat modal, atau pindah dari Jepara ke daerah lain.
Dengan kata lain mereka lebih memilih menjadi "pemasar" dengan
mengimpor produk dari tempat lain, ketimbang harus memproduksi sendiri
dengan beban tenaga kerja yang menurut mereka terus membebani. Melihat
kondisi ini mau tidak mau pemerintah kemudian harus turun tangan, karena
7/26/2019 Skripsi Edy
57/78
57
pemerintah tidak ingin perusahaan yang menyerap banyak tenaga kerja merelokasi
industrinya ke daerah lain yang akan menimbulkan efek domino mulai
pengangguran, kemiskinan hingga meningkatnya angka kriminalitas dan
menurunnya kesehatan masyarakat.
Kebijakan pemerintah tentang penerapan fleksibilitas pasar tenaga kerja
merupakan respon yang semakin memantapkan asumsi bahwa akibat 'crisis,
negeri kita semakin fanatik pada sistem pasar bebas. pasar tenaga kerja dianggap
sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan daya tahan korporasi dalam
menghadapi krisis. Mekanisme upah dan kesejahteraan buruh pun kemudian oleh
negara diserahkan pada korporasi sehingga merekalah yang menentukan seberapa
besar kesejateraan buruh. Bila sektor korporasi bisa bertahan hidup, permintaan
terhadap pasar tenaga kerja akan stabil atau ditingkatkan, sehingga harus
diupayakan sektor korporasi semakin kuat menghadapi gelombang krisis. Dengan
kata lain, pasar tenaga kerja mendorong daya saing korporasi melalui
penyingkiran berbagai hambatan bagi operasi modal, salah satunya adalah reduksi
atau pencabutan berbagai peraturan yang melindungi buruh. Peraturan perburuhan
yang sangat liberal dan memudahkan prosedur rekrut dan pecat justru
dikembangkan. Peraturan perburuhan yang semakin liberal, dengan sendirinya
justru telah menarik negara dari perannya sebagai pelindung buruh.
Secara umum, kemudian pasar tenaga kerja dipahami sebagai kemampuan
pasar tenaga kerja menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi ekonomi.
Dengan kata lain, pasar tenaga kerja sebenarnya adalah sebuah mekanisme
pengalihan resiko dari korporasi kepada karyawan. Sistem gugur tidak
7/26/2019 Skripsi Edy
58/78
58
diberlakukan terhadap korporasi, tetapi justru ditimpakan kepada pasar tenaga
kerja. Asumsi inilah yang merupakan salah satu analisis dikeluarkannya SKB 4
menteri baru-baru ini, yang salah satu pasalnya mengatur tentang upah dan
kesejahteraan pekerja yang diserahkan/ disesuaikan dengan kemampuan
perusahaan dan kenaikan upah buruh mengikuti pertumbuhan ekonomi.
Kesejahteraan buruh semakin dipingirkan karena ketika krisis global terjadi maka
pertumbuhan ekonomi akan menurun sehingga kesejahteraan buruh pun akan ikut
turun. Pemilik modal memiliki alasan untuk tidak menaikkan upah, sedangkan
buruh semakin terpuruk karena kebutuhan riil justru semakin naik.
Ditinjau dari kesejahteraan buruh, LMF akan menghasilkan degradasi
kesejahteraan dan kondisi kerja buruh (pengurangan upah dan kesempatan
lembur, ketidakpastian kerja dan penghasilan). Kondisi kerja mereka terus
memburuk yang diikuti dengan menurunnya upah riil yang diterima buruh.
Dengan LMF memungkinkan korporasi menarik karyawan kontrak dimana buruh
ini hanya menerima gaji pokok saja, tidak ada tunjangan dan fasilitas dari
perusahaan dan masih diperparah dengan keharusan mereka menyisihkan upah
mereka untuk memberi komisi bagi penyalur.
Bagi pemilik modal, fleksibilitas pasar tenaga kerja diyakini sebagai salah
satu kebijakan publik yang akan mendorong minat investor kembali menanamkan
modal di Indonesia. Sementara bagi buruh, ini adalah legitimasi dari praktek
kekejaman hukum pasar yang selama ini sudah dipraktekkan oleh banyak pemilik
modal.
7/26/2019 Skripsi Edy
59/78
59
4.3.4.Kesejahteraan Buruh di Jepara.
Buruh merupakan salah satu unsur pendukung dari unit produksi yang
memegang peran penting dalam menghasilkan suatu produk. Berbicara tentang
produksi tidak akan lepas dari konteks upah dan kebutuhan fisik minimum buruh.
Dalam suatu proses produksi, buruh hanya akan menghasilkan produktivitas yang
tinggi apabila keadaan fisiknya cukup memadai. Hal itu akan bisa tercapai apabila
upah yang diterimanya dap