STUDI KASUS TENTANG KESULITAN BELAJAR MEMBACA KEPADA SISWA DYSLEXIA KELAS III SD KANISIUS MINGGIR
SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh:
Hertami Ratnafuri
NIM : 101134077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
STUDI KASUS TENTANG KESULITAN BELAJAR MEMBACA KEPADA SISWA DYSLEXIA KELAS III SD KANISIUS
MINGGIR SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh:
Hertami Ratnafuri
NIM : 101134077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pembimbing I
Pembimbing tr
B rigitta Erlxa T ri Anggadewi, M. Psi
Tanggal 27 JuliZA1,4
Tanggal 21I:Jri2014
SKRIPSI
STUDI KASUS TENTANG KESULITAN BELAJAR PIIEMBACA
KEPADA SISWA D脱 粥 KELAS III SD KANISIUS
MINGGIR SLEMAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-.
!!!
ue11pprrcAntu11 ucp UetLInEaX se{qc{
716g sqm8y y "uap,{Eoa
'O'qd'umH1{''pd'S'q:eur711,{ug :
ISd'I{ 1'\{tP9A!uV IJJ, ur1lrg erq8Pg,:
.,...sing:y\L*jtptiirimS.4og,f puuSl'erg:,
,.. :''.':;o?E' Yr{"pa-s.,tBlTT.ui m16 :
.--'Y'ru':JSg "S S ''fS 'epeqer8nSl IrV I :
: :-: : I ::ll -: *::: :_': : ::'
: r:':rr:,r.: .._,,,:, - , .. ,:..-:ldg{BqeTnqgN
r[n8ue4e4rued ryTttts,
e1o33uy
eioEEuy
elodbuv
sr.rBleqos
:
enlsx
:
rmrf-iTci=frffi .
.qe1o, unmsIP',IrBP uuldels:od1p 6ueA
I\IWAIfl'IS UI)CNIW
I ,:::
y'3YflIAI W wrrr,'rflg NYJitnSUX'CmVrNf,"[ snsy.x IGms
::'Isdru)rs'
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini peneliti persembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
kekuatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan pendidikan.
Dosen pembimbing I, Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. dan Dosen pembimbing
II, Brigitta Erlita Tri Anggadewi, M.Psi yang dengan sabar membimbing peneliti
menyelesaikan skripsi.
Bapak Hariyadi dan Ibu Murjinem, kedua orang tua yang selalu memberikan doa,
dukungan, perhatian, kasih sayang dan semangat untuk menyelesaikan
pendidikan.
Albertus Gading Wijatmiko, Natalia Rani Sagita, Dimas Bayu Aji, Ibu Ruby
Femy yang selalu memberikan doa.
Seluruh keluarga besar Yosodimulyo dan keluarga besar Yohanes Paulus yang
telah memberikan dukungan yang besar kepada peneliti.
Sahabat-sahabat: Andi Gunawan, Sitoresmi Atika Pratiwi, Anik Susilowati,
Meilani, dan teman-teman dari club JSL ( Haryanto, Adi, Antok, Asa, Hendric,
Alfret, Michael dll) yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi,
semangat dan dukungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan ia memberi kekekalan di
dalam hati mereka
(Pengkhotbah 3 : 11)
Tuhan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong mereka yang telah berusaha keras.
(Aeschylus)
Tuhan itu baik, dan penuh dengan kasih, oleh karena itu apapun yang telah diberikan
oleh-Nya hendaknya kita harus terus bersyukur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini adalah hasil pekerjaan saya
sendiri. Sepanjang sepengetahuan saya, skripsi ini tidak berisi materi yang ditulis
oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan
mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yanglazim.
Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar sepenulurya menjadi
tanggungjawab saya.
Yogyakarta, 4 Agustus 2014
Hcrtaml Ratnairl
Vl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEPIBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILIllIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEPIIS
Yang bertandatangandi bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Hertami Ratnafuri
NIM :101134077
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya itmiah yang berjudul:
STUDI KASUS TENTANG KESULITAN BELAJAR ⅣIEⅣIBACA KEPADA
SISWA DysLIttZ4 KELAS ⅡI SD KANISIUS ⅣIINGGIR SLEMAN
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikanya di internet
atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 4 Agustus 2014
Hertami Ratndfuri
Vll
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
STUDI KASUS TENTANG KESULITAN BELAJAR MEMBACA KEPADA SISWA DYSLEXIA KELAS III SD KANISIUS MINGGIR SLEMAN
Hertami RatnafuriUniversitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kemampuan membaca dua siswa dyslexia kelas III SD Kanisius Minggir Sleman, dan (2) mengetahui faktor apa saja yang menjadi kesulitan membaca(dyslexia). Fokus penelitian ini adalah studi kasus kesulitan belajar membaca kepada siswa dyslexia kelas III SD Kanisius Minggir Sleman.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SD Kanisius Minggir Sendangagung Sleman tahun pelajaran 2013/2014 pada semester II (genap) denganjumlah siswa 2 anak yang semuanya adalah siswa putra. Metode penelitian studi kasus dengan wawancara dan observasi langsung sebagai sumber data utama. Analisis data studi kasus dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.” Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, dua siswa kelas III SD Kanisius Minggir Sleman TN dan DR mengalami kesulitan belajar membaca (dyslexia). Hal ini dapat dibuktikan melalui asesmen informal, yang didalamnya terdapat kemampuan membaca lisan, dan membaca pemahaman. TN dan DR masih sulit (1) mengeja dengan benar, (2) mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n, v-w, k-y, i-l atau m-n, (3) ketika membaca tidak berurutan, (4) kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata, dan (5) kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus
Kata kunci: Studi kasus, kesulitan belajar membaca (dyslexia)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
A CASE STUDY OF DIFFICULTY IN READING TOWARDS THE STUDENTS IN THE THIRD GRADE WHO HAVE DYSLEXIA OF KANISIUS
ELEMENTARY SCHOOL MINGGIR SLEMAN
Hertami RatnafuriSanata Dharma University
2014
This research aims to (1) figure out the reading ability of students in the third grade who have dyslexia of Kanisius Elementary School Minggir Sleman, and (2) the factors of having difficulty in reading (dyslexia). Focus of research is a case study oflearning difficulties dyslexia to read to the studentsof clas III SD Kanisius Minggir Sleman.
The research subjects were the two male students having dyslexia of the third grade of Kanisius Elementary School Minggir Sleman of the semester II school year 2013/2014. The research method was the case study with the data collection technique of interview and direct observation. The data analysis technique was done interactively and continously until having it out. The used data analysis were the reduction data, display data, and conclusion drawing.
The result shows that the two male students of the third grade of Kanisius Elementary School Minggir Sleman with the initial TN and DR had difficulty in reading (dyslexia). This was proven in the informal assessment which provides the oral reading and reading comprehension. The characteristics of the dyslexia shown by TN and DR were about difficulties in (1) pronouncing words, (2) differentiating letters b-d, u-n, v-w, k-y, i-l, or m-n, (3) sequencing the paragraph in a text, (4) sequencing letters in a word, (5) continually spelling error and finding the text’s content.
Keywords: case study, dyslexia (difficulty in reading)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus, yang telah memberikan karunia dan rahmat-
Nya sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu. Tidak lupa peneliti ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama
proses penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak Drs. Rohandi., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Romo G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., MA., Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar.
3. Ibu Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., dosen pembimbing I yang telah sabar
membimbing dan memberikan saran serta motivasi kepada peneliti dari awal
penelitian sampai akhir penelitian.
4. Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, M.Psi, dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, dan mengarahkan peneliti dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Para dosen dan pihak sekretariat Prodi PGSD Sanata Dharma, atas bantuan dan
saran yang telah diberikan.
6. Ibu Christina Kusumastuti, S.PdSD., kepala sekolah SD Kanisius Minggir
Sleman yang telah memberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian.
7. Ibu AY. Sumiyem., guru kelas III SD Kanisius Minggir Sleman telah
memberikan masukan dan mengarahkan dalam proses penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ix
Irluuul"u rueueH
'S'i(i)IllJeued
y16g snlsn8y 7 .ege1e,{Bo1
'ue4de.ruq ltlleued le8ues un8uuqureu Eue,( >lltg{ uup uures
nlr >Jnlun 'uu8uernls>1 1u,(ueq qrff., rur rsduls uepe,(uetu Illleued l,rlld 1ef,uuq
6eq uun8req u,p le,Jue., u*lrJeq.,eur ledep rur rsdrqs uerlryeued efumj eEoureg
'nlusred nl?s wrmqesrp ludup 1epr1Eue,{ nlusqueu qu1e1Euu,( )pqld ?nues .?l
'lllloued IEuq rsurrrlour
ualrreqtuatu qe1e1 Eue,( B sere{ u,(usnsnq>1 0r0z uu}e>I8uu q5g4 uetuel snues.rl
.u?)lrJeqrp
nJBIes Ewt, tpz?uerues uup uu4eqred 'ueEunlnp sep ,e4n6 qryeg uerldes souuqol .z I
'ualrJeqrp nl?les Euu,( uumqese>l uep Blurc s?tu r1rsuleturJel ,oznoqer4 l[V qeEtC .t
t
'uolrJeqrp qe1e1 Eue,( rselrloru uep
uurpqrad'uenluuq s?lB r{ls?{ srurJel >roluv'1py 'perJ1y .esy .rpng o1ue,(;e11
TSf IrBp 1equgps uep IIUV ,ure1ovetu\eunC rpuv .u{lly rusero}rs :{req }uryq?S
.01
'Juseq u8rcnyel qnJnles uup oryru1etr16
Euypeg n>pllpe uep rpez(l.re11,Eue,{usrst qefieuges ..p4 .g ,uaurftn141 .e1ulcre1nq1 .6
'tut uurlrleued uulep rsudrsrped.leq
qelel Ewt' ueu,als rrE8ugzl snrsruux ([s m sele{ oua\st(p E^\srs ,nc[ .g
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
MOTTO ....................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..................... vii
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ............................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
1.4.1 Manfaat Teoritis........................................................................ 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
1.4.2 Manfaat Praktis ......................................................................... 5
1.5 Definisi Operasional ......................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................... 7
2.1.1 Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan ............................. 7
2.1.1.1 Pengertian Kemampuan ................................................... 7
2.1.1.2 Pengertian Membaca ......................................................... 7
2.1.1.3 Pengertian Kemampuan Membaca.................................... 10
2.1.1.4 Pengertian Membaca Permulaan ....................................... 11
2.1.1.5 Pengertian Kemampuan Membaca Permulaan.................. 13
2.1.2 Kesulitan Belajar ...................................................................... 19
2.1.2.1 Definisi Kesulitan Belajar ................................................. 19
2.1.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar ....................... 21
2.1.3 Kesulitan Belajar Membaca (dyslexia)..................................... 24
2.1.3.1 Definisi Kesulitan Belajar Membaca (dyslexia)................ 24
2.1.3.2 Gejala dyslexia .................................................................. 26
2.1.3.3 Karakteristik dyslexia ........................................................ 28
2.1.3.4 Masalah dyslexia ............................................................... 31
2.1.3.5 Asesmen Kesulitan Belajar Membaca
untuk Kelas 3 SD............................................................... 33
2.1.3.6 Cara Mengatasi Anak Dyslexia ......................................... 35
2.1.4 Penelitian yang Relevan ........................................................... 40
2.1.5 Kerangka Berpikir .................................................................... 42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian................................................................................... 44
3.2 Setting Penelitian .............................................................................. 46
3.2.1 Tempat Penelitian ................................................................... 46
3.2.2 Subjek Penelitian ..................................................................... 46
3.3 Desain dan Langkah-langkah penelitian............................................ 46
3.4 Metode penelitian .............................................................................. 49
3.4.1 Sumber Data ............................................................................ 49
3.4.2 Teknik Sampling (Cuplikan) ................................................... 49
3.4.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 50
3.4.4 Instrumen Penelitian................................................................. 55
3.4.5 Kredibilitas, transferabilitas dan Validitas data ....................... 58
3.4.6 Analisis Data ............................................................................ 60
3.5 Prosedur Kegiatan Penelitian............................................................. 61
3.6 Jadwal Penelitian .............................................................................. 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 64
4.1.1 Pelaksanaan Observasi ............................................................. 64
4.1.2 Hasil Observasi ........................................................................ 65
4.1.3 Wawancara Dengan Guru Kelas ............................................. 67
4.2 Identifikasi Kesulitan Belajar ............................................................ 72
4.2.1 Definisi Kesulitan Belajar ....................................................... 72
4.2.2 Identifikasi Kesulitan Belajar Membaca (dyslexia) ................ 73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
4.3 Diagnosis............................................................................................ 76
4.4 Pembahasan ....................................................................................... 78
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 86
5.2 Saran ................................................................................................. 87
5.3 Keterbatasan Penelitian...................................................................... 87
DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 89
LAMPIRAN ................................................................................................... 91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Penelitian yang Relevan ................................................................ 42
Bagan 3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedoman Observasi ........................................................................ 53
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian.............................................................................. 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Observasi ............................................................................ 92
Lampiran 2 Wawancara dengan Guru Kelas ................................................... 96
Lampiran 3 Foto TN dan DR di sekolah ......................................................... 103
Lampiran 4 Foto DR saat membaca buku cerita ............................................. 104
Lampiran 5 Foto TN saat membaca buku cerita ............................................. 106
Lampiran 6 Garis besar wawancara ................................................................ 108
Lampiran 7 Surat permohonan izin penelitian ................................................ 111
Lampiran 8 Surat keterangan melaksanakan penelitian .................................. 112
Lampiran 9 Biodata Peneliti............................................................................. 113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keberadaan anak berkesulitan belajar sekarang ini hampir selalu dijumpai
dalam setiap kelas regular di sekolah dasar. Kesulitan belajar yang dihadapi
tentunya bermacam-macam yaitu kesulitan membaca, menulis, dan berhitung.
Anak yang memiliki kesulitan dalam satu atau lebih dan kesulitan tersebut,
biasanya memiliki prestasi dan nilai yang rendah terhadap mata pelajaran tersebut.
Istilah yang digunakan untuk menyebut anak berkesulitan belajar cukup beragam.
Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda-beda.
Istilah umum yang sering dipakai oleh para ahli pendidikan adalah learning
disabilities yang diartikan sebagai kesulitan belajar (Donald dalam Permanarian,
2007:83).
Kesulitan belajar yang akan dibahas disini adalah tentang kesulitan
membaca. Kesulitan belajar membaca adalah merupakan suatu sindroma kesulitan
dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar
segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa (Bryan dalam
Abdurrahman, 2009:204). Gejala yang biasanya nampak yaitu pada saat anak itu
mulai belajar membaca atau mulai mengenal bentuk-bentuk awal, dia sudah
mengalami kesulitan. Sering kali anak tersebut salah mendengar atau
mengucapkan huruf. Bagi anak yang sudah bisa membaca, bahkan ketika
membaca sering ada huruf yang terlompati atau terbalik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Menurut Akhadiah dkk (1993: 22) membaca merupakan suatu kesatuan
kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-
kata, menghubungkan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai
maksud bacaan. Menurut Abdurahman (2003:200) membaca merupakan aktivitas
kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan
membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental
mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca dengan baik jika
mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara
lincah, mengingat simbul-simbul bahasa dengan tepat dan memiliki penalaran
yang cukup untuk memahami bacaan.
Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang
studi. Jika anak pada usia permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca,
maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang
studi dikelas-kelas berikutnya (Abdurrahman, 2009:204). Kemampuan membaca
mempunyai peranan penting dalam membantu siswa dalam mempelajari banyak
hal. Menurut Dhieni (2009:13), siswa kelas III harus memiliki kemampuan dasar
untuk membaca yaitu kemampuan membedakan auditorial, kemampuan
diskriminasi visual, kemampuan membuat hubungan suara dengan simbol,
kemampuan bahasa lisan dan kemampuan membangun suatu latar belakang
pengalaman.
Peneliti tertarik untuk mengamati kesulitan 2 siswa dalam hal membaca
khususnya di kelas III. Berdasarkan pengamatan peneliti, ada dua siswa yang
kesulitan membaca dengan lancar. Berdasarkan hasil pengamatan pada saat
dilakukan asesmen mengenal huruf [a] sampai [z] diketahui bahwa, kedua anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
tersebut sudah mampu mengenal huruf khususnya huruf vokal seperti: a, i, u, e, o.
Anak sudah mengenal huruf tersebut meskipun peneliti meletakkan tidak
berurutan dan memintanya menunjukkan serta menyebutkan satu persatu. Selain
huruf vokal tersebut, kedua anak tersebut sudah mengenal semua huruf konsonan.
Pada saat guru kelas mencoba lagi menggunakan cara membaca kata atau kalimat,
kedua anak tersebut mengalami kesulitan dalam membaca huruf yang dimaksud
dengan benar, atau masih banyak melakukan kesalahan dalam membaca kata
tersebut.
Siswa TN masih lamban dalam membaca, serta menghilangkan dan
mengganti huruf dalam membaca sebuah kata. Misalnya pada kata “perahu”
dibaca anak “perau”; kata “mencari” dibaca anak “mecari”. Siswa A juga belum
mampu membedakan huruf w dengan v, huruf m dengan n, kesulitan membaca
huruf r, dan belum bisa membaca atau mengucapkan “ng”.
Siswa DR pada saat membaca selalu terburu-buru sehingga sering salah,
menghilangkan huruf, mengganti huruf, menambahkan huruf dalam membaca
sebuah kata, misalnya pada saat membaca; kata “mendapatkan” dibaca anak
“mendapat”; kata “pelelangan” dibaca anak “pelenangan”; kata “mencukupi”
dibaca anak “cukup”; kata “taman” dibaca “tamanan” dan lain sebagainya. Siswa
B juga belum mampu membedakan huruf, seperti huruf b dengan d, huruf k
dengan y, huruf l dengan i dan lain sebagainya. Padahal kemampuan tersebut
merupakan kemampuan awal yang perlu dimiliki peserta didik untuk membaca
dengan baik dan benar.
Berdasarkan gagasan tersebut maka peneliti tertarik untuk membantu kedua
anak tersebut agar dapat membaca dengan baik, dengan cara meminta anak untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
menggabungkan huruf huruf yang dikenal dengan ditambahkan huruf vokal,
sehingga huruf-huruf tersebut bisa dituliskan dalam suku kata. Misalnya anak
sudah mengenal huruf [b] maka peneliti membantu atau merubah metode menulis
anak sebelumnya dengan langsung mengenalkan suku katanya. Secara latar
belakang anak tersebut sudah mengenal huruf vokal, sehingga dengan huruf [b],
anak mampu menulis menjadi suku kata, seperti [ba,bi, bu, be,bo]. Di samping itu,
anak sudah cukup baik menulisnya. Dari hasil asesmen tersebut peneliti dapat
melihat anak mampu membaca suku kata yang penulis sebutkan. Anak sudah
dapat membedakan antara huruf [b] dan [d], jika ditambah dengan vokal [a], maka
jika [ba] itu ditulis dengan membaca [b] ditambah [a]. Demikian juga dengan [da],
jika ditulis dengan menggunakan [d] ditambah [a]. Tapi, kalau disuruh membaca
dalam sebuah kata, anak sering salah membacanya, karena anak menghilangkan
atau mengganti dengan huruf lain.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti akan meneliti tentang studi kasus
kesulitan belajar membaca kepada siswa dyslexia kelas III SD Kanisius Minggir
Sleman. Adapun alasan peneliti memilih metode atau pendekatan studi kasus
yaitu penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada satu objek tertentu yang
mempelajarinya sebagai suatu kasus.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor apa saja yang menjadi kesulitan membaca kedua siswa kelas III SD
Kanisius Minggir Sleman?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Bagaimana kemampuan membaca kedua siswa dyslexia kelas III SD
Kanisius Minggir Sleman?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi kesulitan membaca kedua
siswa dyslexia kelas III SD Kanisius Minggir Sleman.
2. Untuk mengetahui kemampuan membaca kedua siswa dyslexia kelas III SD
Kanisius Minggir Sleman.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
1. Diperolehnya pengetahuan baru tentang kesulitan belajar membaca bagi
siswa dyslexia kelas III di SD Kanisius Minggir Sleman Yogyakarta.
2. Diperolehnya bahan pertimbangan dalam memahami siswa dyslexia,
mengidentifikasi permasalahan-permasalahan dan jalan penyelesaian dalam
rangka membimbing dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar membaca.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Guru
Diperolehnya informasi tentang siswanya, sehingga dapat digunakan sebagai
landasan menentukan pendekatan atau layanan bimbingan belajar yang tepat
dalam mengatasi siswa kelas III yang kesulitan belajar membaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2. Bagi sekolah
Diperolehnya masukan bagi sekolah dalam usaha meningkatkan kemampuan
membaca siswa sehingga berdampak pada peningkatan prestasi dan nilai
siswa.
1.5 Definisi Operasional
1. Membaca adalah suatu kesatuan kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan
seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkan bunyi serta
maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan.
2. Kemampuan Membaca adalah kesanggupan melakukan aktivitas komplek
baik fisik maupun mental untuk meningkatkan keterampilan kerja,
penguasaan berbagai bidang akademik, serta berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat.
3. Kesulitan belajar membaca adalah ketidakmampuan dalam mengenal huruf,
kata dan memahami fungsi serta makna yang dibaca.
4. Dyslexia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BABII
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan
2.1.1.1 Pengertian Kemampuan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S.
Poerwadarminta yang diolah kembali oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional (2007:742) kemampuan diartikan kesanggupan, kecakapan, atau
kekuatan. Menurut Nurkhasanah dan Tumianto (2007:423) kemampuan diartikan
kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan. Berdasarkan dua pengertian di atas
dapat di simpukan kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan untuk
menguasai sesuatu yang sedang dihadapi. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia
kemampuan membaca sangat diperlukan dan harus dimiliki oleh seseorang
karena kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang
studi.
2.1.1.2. Pengertian Membaca
Menurut Akhadiah dkk (1993: 22) membaca merupakan suatu kesatuan
kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-
kata, menghubungkan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai
maksud bacaan. Anderson, dkk dalam Akhadiah (1993:22) memandang
membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan.
Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang kompleks yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
menuntut kerjasama antara sejumlah kemampuan. Untuk dapat membaca suatu
bacaan, seseorang harus dapat menggunakan pengetahuan yang sudah
dimilikinya.
Menurut Abdurahman (2003:200) membaca merupakan aktivitas
kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan
membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental
mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca dengan baik jika
mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara
lincah, mengingat simbul-simbul bahasa dengan tepat dan memiliki penalaran
yang cukup untuk memahami bacaan.
Santoso (2007: 6.3) menjelaskan bahwa, aktivitas membaca terdiri dari
dua bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk.
Membaca sebagai proses mengacu pada aktivitas fisik dan mental. Sedangkan
membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang
dilakukan pada saat membaca. Pernyataan ini sesuai dengan yang termuat dalam
jurnal Reading the Media (2007) reading the media is an excellent source for
devising one’ sown medialiteracy curriculum, and why medialiteracy matters
(membaca merupakan sumber yang bagus dalam memikirkan /menentukan
kemampuan membaca seseorang dan mengapa kemampuan membaca tersebut
berarti).
Menurut Rahim (2008:2) membaca adalah suatu yang rumit yang
melibatkan banyak hal, tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan
aktivitas visual, berfikir, psikolinguistik, dan meta kognitif. Proses membaca
sangat kompleks dan rumit karena melibatkan beberapa aktivitas, baik berupa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
kegiatan fisik maupun mental. Menurut Santoso (2007:6-3) Proses membaca
terdiri dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah: (1) aspek sensori, yaitu
kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis, (2) aspek perspektual, yaitu
kemampuan untuk menginterprestasikan apa yang dilihat sebagai symbol, (3)
aspeks kemata yaitu kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan
struktur pengetahuan yang telah ada, (4) aspek berpikir yaitu kemampuan
membuat inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari, dan (5) aspek
afektif, yaitu aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh
terhadap kegiatan membaca. Interaksi antara kelima aspek tersebut secara
harmonis akan menghasilkan pemahaman membaca yang baik, yakni terciptanya
komunikasi yang baik antara penulis dengan pembaca.
Membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan
simbol tulis dalam bunyi. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup
pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan
membaca kreatif. Membaca sebagai proses linguistik, skemata pembaca
membantunya membangun makna. Sedangkan fonologis, semantic dan fitur
sintaksis membantu mengomunikasikan pesan-pesan. Proses metakognitif
melibatkan perencanaan, pembetulan suatu strategi, pemonitoran ,dan
pengevaluasian.
Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seorang yang membaca
dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang
yang tidak punyai tujuan. Dalam kegiatan membaca dikelas, guru seharusnya
menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai
atau dengan membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa itu sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Menurut Rahim (2008:11) tujuan membaca mencakup: (1) kesenangan, (2)
menyempurnakan membaca nyaring, (3) menggunakan strategi tertentu, (4)
memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik, (5) mengaitkan informasi
baru dengan informasiyang telah diketahuinya, (6) memperoleh informasi untuk
laporan lisan atau tertulis, (7) menginformasikan atau menolak prediksi, (8)
menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh
dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks,
(9) menjawab pertanyaan- pertanyaan yang spesifik.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan membaca
adalah suatu aktivitas komplek baik fisik maupun mental yang bertujuan
memahami isi bacaan sesuai dengan tahap perkembangan kognitif. Setiap
pembaca memiliki tahap perkembangan kognitif yang berbeda, misalnya siswa
kelas I SD perkembangan kognitifnya tidak sama dengan siswa kelas IV, V, dan
VI. Bahan ajar (bacaan yang dibaca) tidak sama, harus disesuaikan dengan
tingkat perkembangan kognitif yang dimiliki siswa.
2.1.1.3. Pengertian Kemampuan Membaca
Menurut Lerner (dalam Abdurrahman, 2003:200) kemampuan membaca
merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika siswa pada usia
sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca maka ia akan
mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada
kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, siswa harus belajar membaca agar ia
dapat membaca untuk belajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Mercer (dalam Abdurrahman,2003:200) menjelaskan bahwa, kemampuan
membaca tidak hanya memungkinkan seseorang meningkatkan kemampuan kerja
dan penguasaan berbagai bidang akademik tetapi juga memungkinkan
berpartisipasi dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan menemukan
kebutuhan emosional.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan kemampuan
membaca adalah kesanggupan melakukan aktivitas komplek baik fisik maupun
mental untuk meningkatkan keterampilan kerja, penguasaan berbagai bidang
akademik, serta berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan
membaca merupakan modal utama dalam kehidupan setiap pribadi, baik
disekolah maupun di dalam lingkungan masyarakat.
2.1.1.4. Pengertian Membaca Permulaan
Pembelajaran membaca permulaan erat kaitannya dengan pembelajaran
menulis permulaan. Sebelum mengajarkan menulis guru terlebih dahulu
mengenalkan bunyi suatu tulisan atau huruf yang terdapat pada kata-kata dalam
kalimat. Pengenalan tulisan beserta bunyi ini melalui pembelajaran membaca.
Menurut Darmiyati Zuhdi dan Budiasih (2001:57) pembelajaran
membaca dikelas I dan kelas II merupakan pembelajaran membaca tahap awal.
Kemampuan membaca diperoleh siswa dikelas I dan kelas II tersebut akan
menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas berikutnya.
Santoso (2007: 3-19) menjelaskan bahwa, pembelajaran membaca di
sekolah dasar terdiri atas dua bagian yakni membaca permulaan yang
dilaksanakan dikelas I dan II. Melalui membaca permulaan ini, diharapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
siswa mampu mengenal huruf, suku kata, kata, kalimat dan mampu membaca
dalam berbagai konteks. Sedangkan membaca lanjut dilaksanakan di kelas tinggi
atau dikelas III, IV, V dan VI.
Pembelajaran membaca permulaan bagi siswa kelas I SD dapat
dibedakan ke dalam dua tahap yakni belajar membaca tanpa buku diberikan pada
awal-awal anak memasuki sekolah. Pembelajaran membaca permulaan dengan
menggunakan buku dimulai setelah murid-murid mengenal huruf-huruf dengan
baik kemudian diperkenalkan dengan lambang-lambang tulisan yang tertulis
dalam buku (Tarigan, 1997:5.33).
Membaca permulaan menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001:
58) yakni diberikan secara bertahap, tahap pramembaca dan tahap membaca.
Pada tahap pramembaca, kepada siswa diajarkan: (1) sikap duduk yang baik pada
waktu membaca; (2) cara meletakkan buku di meja; (3) cara memegang buku; (4)
cara membuka dan membalik halaman buku dan (5) melihat dan memperhatikan
tulisan. Pembelajaran membaca permulaan di titik beratkan pada aspek-aspek
yang bersifat teknis seperti ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan intonasi
yang wajar, kelancaran dan kejelasan suara. Berdasarkan beberapa uraian diatas
dapat disimpulkan membaca permulaan adalah membaca yang dilaksanakan di
kelas I dan II, dimulai dengan mengenalkan huruf-huruf dan lambang-lambang
tulisan yang menitik beratkan pada aspek ketepatan menyuarakan tulisan, lafal
dan intonasi yang wajar, kelancaran dan kejelasan suara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
2.1.1.5. Pengertian Kemampuan Membaca Permulaan
Menurut Darmiyati Zuhdi dan Budiasih (2001:57) kemampuan membaca
yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan membaca lanjut. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan
berikutnya maka kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan
perhatian guru, membaca permulaan di kelas I merupakan pondasi bagi
pengajaran selanjutnya. Sebagai pondasi haruslah kuat dan kokoh, oleh karena
itu harus dilayani dan di laksanakan secara berdaya guna dan sungguh-sungguh.
Kesabaran dan ketelitian sangat di perlukan dalam melatih dan membimbing
serta mengarahkan siswa demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Anak atau
siswa dikatakan berkemampuan membaca permulaan jika dia dapat membaca
dengan lafal dan intonasi yang jelas, benar dan wajar, serta lancar dalam
membaca dan memperhatikan tanda baca (Rukayah, 2004:14).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
membaca permulaan adalah kesanggupan siswa membaca dengan lafal dan
intonasi yang jelas, benar dan wajar serta memperhatikan tanda baca. Membaca
permulaan merupakan pondasi bagi pengajaran selanjutnya, sehingga harus
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam melatih dan membimbing siswa
membaca.
Pengajaran membaca permulaan lebih ditekankan pada pengembangan
kemampuan dasar membaca. Siswa dituntut untuk dapat menyuarakan huruf,
suku kata, kata dan kalimat yang disajikan dalam bentuk tulisan ke dalam bentuk
lisan (Akhadiah,dkk.1993: 11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Contoh:
Huruf a dibaca a
b dibaca be
c dibaca ce
Suku kata ba dibaca ba bukan bea
bu dibaca bu bukan beu
Kata baju dibaca baju bukan beajeu
batu dibaca batu bukan beateu
Kalimat itu buku dibaca itu buku bukan iteu bekeu
Itu budi dibaca itu Budi bukan iteu beudei
Tujuan pengajaran membaca dan menulis adalah agar siswa dapat
membaca dan menulis kata-kata dan kalimat sederhana dengan benar dan tepat
(Ahmad,1996:4). Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun
2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa kelas I memuat KD: (1) membaca
nyaring suku kata dan kata dengan lafal dan intonasi yang tepat; (2) membaca
nyaring kalimat sederhana dengan lafal yang tepat. Berdasarkan KD itu maka
tujuan membaca permulaan SD kelas I adalah agar siswa mampu membaca
nyaring suku kata,kata dan kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang
tepat.
Dalam pengajaran membaca permulaan ada empat faktor yang
mempengaruhi. Menurut Arnold (dalam Rahim, 2008:16) faktor yang
memengaruhi membaca permulaan adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
1) Faktor Fisikologis
Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan
neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi
yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya
belajar membaca.
2) Faktor Intelektual
Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya memengaruhi
berhasil atau tidaknya anak dalam membaca permulaan. Faktor
metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut
memengaruhi kemampuan membaca permulaan anak.
3) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga memengaruhi kemajuan kemampuan
membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup: (1) latar
belakang dan pengalaman siswa dirumah dan (2) sosial ekonomi
keluarga siswa.
4) Faktor Psikologis
Faktor lain yang juga memengaruhi kemajuan kemampuan
membaca anak adalah factor psikologis. Faktor ini mencakup (1)
motivasi; (2) minat;dan (3) kematangan sosial, emosi, dan
penyesuaian diri.
Menurut Syafi’ie yang dikutip oleh Rahim (2008:31) menjelaskan ada
empat pendekatan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia:
1) Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif mengarakan pengajaran bahasa pada tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
pembelajaran yang mementingkan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi.
2) Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif
Semiawan dan Joni (dalam Rahim, 2008: 32) menjelaskan bahwa
esensi pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) bukan terletak pada
digunakan atau tidak digunakannya alat dan cara duduk siswa yang
berkelompok, tetapi pada penghayatan pengalaman belajar yang
diprogramkan oleh siswa. Pendekatan CBSA sebagai kegiatan belajar
mengajar yang melibatkan siswa, artinya siswa secara aktif terlibat dalam
proses pengajaran. Mulai dari penyusunan rencana pengajaran, penyajian
pelajaran sampai pada penilaian.
3) Pendekatan Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran bahasa harus dilakukan secara utuh. Misalnya antara
keterampilan menyimak dengan berbicara dengan tidak mungkin
dipisahkan dalam suatu kegiatan belajar mengajar, begitu juga dengan
keterampilan berbahasa lainnya. Bentuk pembelajaran bahasa secara
terpadu bisa berupa perpaduan antara kegiatan membaca, menulis,
berbicara, dan menyimak.
4) Pendekatan Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif merupakan suatu metode mengelompokkan siswa
ke dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerjasama dan saling
membantu dalam menyelesaikan tugas. Menurut Slavin ( dalam Rahim,
2008:34) hasil penelitian 20 tahun terakhir mengindikasikan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
pendekatan belajar kooperatif bisa digunakan secara efektif pada setiap
tingkat kelas untuk semua mata pelajaran.
Akhadiah (dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 2001:61-66),
menjelaskan bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa
metode yang dapat digunakan antara lain:
1) Metode Abjad dan Metode Bunyi
Dalam penerapannya, kedua model tersebut sering menggunakan kata
lepas.
Misalnya:
a) Metode abjad (dalam mengucapkan huruf-hurufnya sesuai
dengan abjad“a”,“be”,“ce”,“de”,dan seterusnya).
Contoh: bo – bo bobo
b) Metode bunyi (dalam mengucapkan huruf-hurufnya sesuai
dengan bunyi nyaa,beh,ceh,deh,dan seterusnya).
Contoh: beh– o – bo – beh– o – bo bobo
Perbedaan antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada
pengucapan huruf.
2) Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga
Kedua metode ini dalam penerapannya menggunakan cara mengurai
dan merangkaikan.
a). Metode Kupas Rangkai Suku kata
Penerapannya guru menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
(1) Guru mengenalkan huruf kepada siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
(2) Merangkaikan suku kata menjadi huruf.
(3) Menggabungkan huruf menjadi suku kata.
Misalnya: ma – ta
m – a – t – a ma – ta
b). Metode Kata Lembaga
Penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Membaca kata yang sudah dikenal siswa.
(2) Menguraikan huruf menjadi suku kata.
(3) Menguraikan suku kata menjadi huruf.
(4) Mengabungkan huruf menjadi suku kata.
(5) Menggabungkan suku kata menjadi kata.
Misalnya:
bola bo – la
b – o – l – a bo – la bola
c). Metode Global
Dalam penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Mengkaji salah satu suku kata.
2) Menguraikan huruf menjadi suku kata.
3) Menguraikan suku kata menjadi huruf.
4) Mengabungkan huruf menjadi suku kata.
5) Merangkaikan kata menjadi suku kata.
6) Merangkaikan kata menjadi kalimat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Misalnya: andi bermain catur
bermain
ber– ma– in
b– e– r– m – a– i – n
bermain
andi bermain catur
2.1.2 Kesulitan Belajar
2.1.2.1 Definisi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana siswa dengan kemampuan
intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau
kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi,
konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri,
dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan
pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi
yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan
belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau
distraktibilitas dan masalah emosional.
Menurut Mulyono (1999), kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam
proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai
tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik
disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis
lain, sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan potensi dan usaha
yang dilakukan. Kesulitan belajar juga merupakan ketidakmampuan dalam
menghubungkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai bagian otak
mereka. Kelemahan ini akan tampak dalam beberapa hal, seperti kesulitan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
berbicara dan menuliskan sesuatu, koordinasi, pengendalian diri atau perhatian.
Kesulitan-kesulitan ini akan tampak ketika mereka melakukan kegiatan-kegiatan
sekolah, dan menghambat proses belajar membaca, menulis, atau berhitung yang
seharusnya mereka lakukan (Porwanto, 2003).
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai
jenis manifiestasi tingkah laku (bio-psikososial) baik secara langsung atau tidak,
bersifat permanen dan berpotensi menghambat berbagai tahap belajar siswa.
Tidak seperti cacat lainnya, sebagaimanan kelumpuhan atau kebutuhan gangguan
belajar (learning disorder) adalah kekurangan yang tidak tampak secara lahiriah.
Ketidakmampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang
berbeda dengan orang normal lainnya. Kesulitan belajar adalah keterbelakangan
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk menafsirkan apa yang mereka
lihat dan dengar.
Kesulitan belajar dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Bebarapa
kasus memperlihatkan bahwa kesulitan ini memengaruhi banyak bagian dalam
kehidupan individu, baik itu di sekolah, pekerjaan, rutinitas sehari-hari, kehidupan
keluarga, atau bahkan terkadang dalam hubungan persahabatan dan bermain.
Beberapa penderita menyatakan bahwa kesulitan ini berpengaruh pada
kebahagiaan mereka. Sementara itu, penderita lainnya menyatakan bahwa
gangguan ini mengahambat proses belajar mereka, sehingga tentu saja pada
gilirannya juga akan berdampak pada aspek lain dari kehidupan mereka.
Kelompok siswa dengan Learning Dissability (LD) dicirikan dengan
adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya. Tidak seperti cacat fisik,
kesulitan belajar tidak terlihat dengan jelas dan sering disebut ”hidden handicap”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Terkadang kesulitan ini tidak disadari oleh orangtua dan guru, akibatnya siswa
yang mengalami kesulitan belajar sering diidentifikasi sebagai siswa yang
underachiever, pemalas, atau aneh. Siswa-siswa ini mungkin mengalami perasaan
frustrasi, marah, depresi, cemas, dan merasa tidak diperlukan (Harwell, 2001).
Definisi tersebut menunjukan bahwa learning diability tidak digolongkan
ke dalam salah satu keluarbiasaan, melainkan merupakan kelompok tersendiri.
Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual,
memori maupun ekspresif di dalam proses belajar. Gangguan ini dapat terjadi di
berbagai tingkatan kecerdasan, namun learning disability lebih terkait dengan
tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas normal. Siswa-siswa yang
berkesulitan belajar memiliki ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan
fisik yang bisa yang bisa menghambat alur belajar yang normal, menyebabkan
keterlambatan dalam kemampuan perseptual motorik tertentu atau kemapuan
berbahasa. Umumnya masalah ini tampak ketika siswa mulai mempelajari mata-
mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca, menghitung dan mengeja.
Dari pengertian kesulitan belajar di atas maka jenis-jenis kesulitan belajar
di Sekolah Dasar dapat dikelompokkan kepada siswa yang mengalami kesulitan
belajar membaca. Jenis-jenis kesulitan belajar tersebut yaitu kesulitan membaca
(dyslexia), kesulitan menulis (disgrafia), kesulitan berhitung (diskalkulia).
2.1.2.2 Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor.
Untuk memberikan suatu bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan
belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan
belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
1) Faktor intern (faktor dari dalam diri siswa itu sendiri) yang meliputi:
a. Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari siswa itu sendiri. Seorang
siswa yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik,
sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak
sempurna. Selain sakit faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena
dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat
tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti
kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat
tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
b. Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan
berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita
ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan,
rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam faktor psikologis ini adalah
inteligensi yang dimiliki oleh anak. Siswa yang memiliki IQ ( cerdas (110-
140), atau genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami
pelajaran dengan cepat. Siswa yang tergolong sedang (90-110) tentunya tidak
terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi.
Siswa yang memiliki IQ dibawah 90 atau bahkan dibawah 60 tentunya
memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu,
maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
atau siswanya. IQ faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan
mental siswa.
2) Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi:
a. Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka
di rumah. Siswa-siswa yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup
tentunya akan berbeda dengan siswa-siswa yang cukup mendapatkan
perhatian, atau siswa yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga
bagimana hubungan orang tua dengan siswa, apakah harmonis, atau jarang
bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh
pada kebiasaan belajar siswa.
b. Faktor-faktor non-sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat
pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.
Ada beberapa penyebab kesulitan belajar lain yang terdapat pada literatur
dan hasil riset (Harwell, 2001), yaitu :
a. Faktor keturunan/bawaan
b. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau premature
c. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu
yang merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol
selama masa kehamilan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
d. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala,
atau pernah tenggelam
e. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan
kesulitan belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah
f. Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium,
arsenik, merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya
2.1.3 Kesulitan Belajar Membaca (Dyslexia)
2.1.3.1 Definisi Kesulitan Belajar Membaca (Dyslexia)
Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia (dyslexia). Dyslexia
berasal dari kata Yunani yaitu “dys” yang berarti kesulitan dan “lexia” yang
berarti kata-kata. Dengan kata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah
kata-kata. Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini
Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan
neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat
atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat
dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia.
Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena faktor
genetis atau keturunan. Penyandang developmental dyslexia akan membawa
kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya
mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja,
menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anak-anak
penyandang dyslexia memiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-
rata. Dengan penanganan khusus, hambatan yang mereka alami bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
diminimalkan. Dan acquired dyslexia didapat karena gangguan atau perubahan
cara otak kiri membaca.
Sejumlah ahli juga mendefinisikan dyslexia sebagai suatu kondisi
pemrosesan input atau informasi yang berbeda (dari anak normal) yang sering kali
ditandai dengan kesulitan dalam membaca yang dapat memengaruhi area kognisi,
seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu,
aspek koordinasi, dan pengendalian gerak. Dapat juga terjadi kesulitan visual dan
fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek
perkembangan.
Dyslexia adalah ketidakmampuan belajar yang terutama mengenai dasar
berbahasa tertentu, yang mempengaruhi kemampuan mempelajari kata-kata dan
membaca meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau di atas rata-
rata. Selain itu ketidakmampuan dalam motivasi dan kesempatan pendidikan yang
cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.
Dalam dunia kedokteran istilah dyslexia banyak dikaitkan dengan adanya
gangguan fungsi neurofisiologis. Pendapat Bryan dan Bryan yang dikutip oleh
Mercer (1979:200) mendefinisikan bahwa dyslexia merupakan sindroma kesulitan
dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan
komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar segala sesuatu yang
berkaitan dengan waktu, arah dan masa. Pengertian tentang dyslexia atau kesulitan
belajar membaca sangat bervariasi, tetapi semua menunjukkan adanya gangguan
pada fungsi otak.
Dyslexia biasanya terjadi pada anak-anak dengan daya penglihatan dan
kecerdasan yang normal. Anak-anak dengan dyslexia biasanya dapat berbicara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dengan normal, tetapi memiliki kesulitan dalam menginterpretasikan “spoken
language” dan tulisan. Dyslexia cenderung diturunkan dan lebih banyak
ditemukan pada anak laki-laki. Dyslexia terutama disebabkan oleh kelainan otak
yang mempengaruhi proses pengolahan bunyi dan bahasa yang diucapkan.
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan, yang bisa mempengaruhi penguraian
kata serta gangguan mengeja dan menulis.
2.1.3.2 Gejala Dyslexia
Gejala dyslexia mungkin sulit disadari sebelum anak masuk sekolah, tetapi
beberapa gejala awal dapat mengidentifikasi masalah tersebut. Ketika anak
mencapai usia sekolah, guru dari anak mungkin menjadi yang pertama menyadari
masalah tersebut.
1) Sebelum sekolah
Tanda dan gejala anak yang mungkin berisiko dyslexia antara lain:
a. Terlambat berbicara
b. Menambah kosa kata dengan lambat
c. Kesulitan “rhyming” (rima kata)
2) Usia sekolah
Ketika anak di sekolah, gejala dyslexia mungkin menjadi lebih terlihat,
termasuk di antaranya:
a. Membaca pada tingkat (level) di bawah apa yang diharapan untuk usia
anak
b. Bermasalah dalam memproses dan memahami sesuatu yang anak dengar
c. Kesulitan dalam memahami secara utuh instruksi yang cepat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
d. Bermasalah dalam mengikuti instruksi lebih dari satu dalam waktu yang
bersamaan
e. Ketidakmampuan untuk mengucapkan pelafalan dari kata-kata yang tidak
familiar
f. Kesulitan melihat (dan pada saat tertentu mendengar) persamaan dan
perbedaan di dalam surat atau kata-kata
g. Melihat surat/ kata-kata secara terbalik (b untuk d atau “saw” untuk
“was”)–walaupun melihat kata-kata atau surat secara terbalik itu biasa
untuk anak kecil, yang tidak mengalami disleksia, di bawah umur 8 tahun.
Anak yang mengalami disleksia akan terus melihat secar terbalik setelah
melewati umur tersebut
h. Kesulitan mengeja
i. Sulit mempelajari bahasa asing
Gejala dyslexia, anak memiliki kemampuan membaca di bawah
kemampuan yang seharusnya dilihat dari tingkat inteligensia, usia dan
pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan otak mengolah dan memproses
informasi tersebut. Dyslexia merupakan kesalahan pada proses kognitif anak
ketika menerima informasi saat membaca buku atau tulisan.
Jika pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia
enam atau tujuh tahun, tidak demikian halnya dengan anak dyslexia. Sampai usia
12 tahun kadang mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat
terdeteksi ketika anak memasuki bangku sekolah dasar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Ciri-ciri dyslexia:
1. Sulit mengeja dengan benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan dengan
bermacam ucapan.
2. Sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n,
atau m-n.
3. Ketika membaca anak sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya atau
tidak berurutan.
4. Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
5. Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata pelajaran
diucapkan menjadi perjalanan.
Banyak faktor yang menjadi penyebab dyslexia antara lain genetis,
problem pendengaran sejak bayi yang tidak terdeteksi sehingga mengganggu
kemampuan bahasanya, dan faktor kombinasi keduanya. Dyslexia bukanlah
kelainan yang tidak dapat disembuhkan. Hal paling penting adalah anak dyslexia
harus memiliki metode belajar yang sesuai. Pada dasarnya setiap orang memiliki
metode yang berbeda-beda, begitupun anak dyslexia.
2.1.3.3 Karakteristik Dyslexia
Menurut Mercer (1983:309) ada empat kelompok karakteristik kesulitan
belajar membaca, yakni yang berkenaan dengan (1) kebiasaan membaca, (2)
kekeliruan mengenal kata, (3) kekeliruan pemahaman, dan (4) kekeliruan
serbaneka. Anak berkesulitan belajar membaca sering memperlihatkan sikap-
sikap kebiasaan membaca yang tidak wajar antara lain adanya gerakan-gerakan
yang penuh ketegangan seperti mengernyitkan kening, gelisah, irama suara yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
meninggi, atau berkali-kali menggigit bibir. Mereka juga sering menunjukkan
perasaan tidak aman dengan memperlihatkan perilaku menolak untuk membaca,
menangis, atau mencoba melawan guru.
Anak berkesulitan membaca sering mengalami kekeliruan dalam
mengenal kata. Kekeliruan jenis ini mencakup kehilangan, penyisipan,
penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal kata,
dan tersentak-sentak. Gejala penghilangan kata tampak misalnya ketika anak
disuruh membaca kalimat “Kain putih bersih” dibaca “Kain bersih”. Penyisipan
terjadi jika anak dihadapkan suatu bacaan kemudian menambahkan kata yang
sebenarnya tidak ada dalam bacaan tersebut. Jika anak dihadapkan bacaan “Ayah
pergi berbelanja ke pasar”, oleh anak dibaca “Ayah dan Ibu pergi berbelanja ke
pasar”. Penggantian terjadi jika anak mengganti salah satu kata pada kalimat
bacaan. Misalnya bacaan “Ini buku Kakak” dibaca “Ini buku Bapak”. Pembalikan
akan nampak ketika anak membaca “ibu” menjadi “ubi” dan kesalahan ucap
terjadi ketika anak membaca “namun” tetapi dibaca “namum” atau “nanum”.
Gejala pengubahan tempat terjadi seperti membaca “Ibu pergi ke pasar” dibaca
“Ibu ke pasar pergi”. Gejala keraguan nampak pada saat anak berhenti membaca
suatu kata dalam kalimat karena tidak dapat membaca kata tersebut. Gejala
kekeliruan memahami bacaan nampak pada banyaknya kekeliruan dalam
menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan, tidak mampu
mengemukakan urutan cerita yang dibaca, dan tidak mampu memahami tema
utama dari suatu cerita. Gejala serbaneka nampak seperti membaca kata demi
kata, membaca penuh ketegangan, dan nada tinggi, dan membaca dengan intonasi
yang tidak tepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Beberapa ciri anak berkesulitan belajar membaca menurut Vernon sebagai
berikut:
1. Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan
2. Tidak mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf
3. Memiliki kekurangan dalam memori visual
4. Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris
5. Tidak mampu memahami simbol bunyi
6. Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dengan pendengaran
7. Kesulitan dalam mempelajari asosiasi simbol-simbol iregular (khusus yang
berbahasa Inggris)
8. Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf
9. Membaca kata demi kata
10. Kurang memiliki kemampuan dalam berfikir konseptual
Beberapa ahli berpendapat bahwa berbagai kesalahan membaca antara lain:
1. Penghilangan kata atau huruf
2. Penyelipan kata
3. Penggantian kata
4. Pengucapan kata salah dan makna berbeda
5. Pengucapan kata salah tetapi makna sama
6. Pengucapan kata salah dan tidak bermakna
7. Pengucapan kata dengan bantuan guru
8. Pengulangan
9. Pembalikan kata
10. Pembalikan huruf
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
11. Kurang memperhatikan tanda baca.
12. Pembetulan sendiri.
13. Ragu-ragu dan tersendat-sendat.
2.1.3.4 Masalah Dyslexia
Masalah yang juga bisa mengikuti penyandang dyslexia di antaranya
konsentrasi, daya ingat jangka pendek (cepat lupa dengan instruksi). “Penyandang
dyslexia juga mengalami masalah dalam pengorganisasian. Mereka cenderung
tidak teratur. Misalnya, memakai sepatu tetapi lupa memakai kaus kaki. Masalah
lainnya, kesulitan dalam penyusunan atau pengurutan, entah itu hari, angka, atau
huruf,” papar Kristiantini (2010) yang juga seorang dokter anak.
Secara lebih detail, penyandang dyslexia biasanya mengalami masalah-masalah,
seperti:
1. Masalah fonologi
Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf
dan bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan ”paku”
dengan ”palu”; atau mereka keliru memahami kata-kata yang mempunyai
bunyi hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan ”lima belas”. Kesulitan ini
tidak disebabkan masalah pendengaran, tetapi berkaitan dengan proses
pengolahan input di dalam otak.
2. Masalah mengingat perkataan
Kebanyakan anak dyslexia mempunyai level kecerdasan normal atau di atas
normal. Namun, mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka
mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
memanggilnya dengan istilah “temanku di sekolah” atau “temanku yang laki-
laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi tidak dapat
mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
3. Masalah penyusunan yang sistematis atau berurut
Anak dyslexia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan
misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, atau susunan
huruf dan angka. Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas yang sudah
direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah
langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola.
Padahal, orangtua sudah mengingatkannya bahkan mungkin hal itu sudah
pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan
yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka
mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: ”Waktu yang disediakan
untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang pukul 08.00. Maka 15 menit
sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Kadang
kala mereka pun ”bingung” dengan perhitungan uang yang sederhana,
misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong
kue atau tidak.
4. Masalah ingatan jangka pendek
Anak dyslexia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam
satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk “Simpan tas di
kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke
bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku
PR matematikanya, ya”, maka kemungkinan besar anak dyslexia tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu
mengingat seluruh perkataan ibunya.
5. Masalah pemahaman sintaks
Anak dyslexia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa,
terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau
lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak dyslexia
mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata
bahasanya berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa
Indonesia dikenal susunan diterangkan–menerangkan (contoh: tas merah).
Namun, dalam bahasa Inggris dikenal susunan menerangkan-diterangkan
(contoh: red bag).
2.1.3.5 Asesmen Kesulitan Membaca untuk Anak Kelas 3 SD
Untuk anak usia kelas 3 sekolah dasar, seharusnya sudah bisa membaca
pemahaman. Tidak menutup kemungkinan ada sebagian kecil siswa yang masih
membaca permulaan atau membaca lisan.
a. Membaca Lisan
Menurut Hargrove dan Poteet (1984:170) ada 13 jenis perilaku yang
mengindikasikan bahwa anak berkesulitan belajar membaca lisan. Adapun
berbagai perilaku tersebut adalah:
1. Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca
2. Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari
3. Menelusuri tiap baris bacaan ke bawah dengan jari
4. Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
5. Menempatkan buku dengan cara yang aneh
6. Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata
7. Sering melihat pada gambar, jika ada
8. Mulutnya komat-kamit waktu membaca
9. Membaca kata demi kata
10. Membaca terlalu cepat
11. Membaca tanpa ekspresi
12. Melakukan analisis tetapi tidak mensintesiskan, dan
13. Adanya nada suara yang aneh atau tegang yang menandakan keputusasaan
Menurut Ekwall seperti dikutip oleh Hargrove dan Poteet (1984:194) ada
tujuan kemampuan yang ingin dicapai melalui membaca pemahaman, yaitu:
1. Mengenal ide pokok suatu bacaan
2. Mengenal detail yang penting
3. Mengembangkan imajinasi visual
4. Meramalkan hasil
5. Mengikuti petunjuk
6. Mengenal organisasi karangan dan
7. Membaca kritis
Untuk melatih anak membaca pemahaman, guru biasanya menugaskan
kepada anak untuk membaca yang dikenal dengan membaca dalam hati. Dengan
demikian, tujuan membaca dalam hati pada hakikatnya sama dengan membaca
pemahaman. Perbedaannya, anak-anak yang duduk di SD, tampaknya masih sulit
untuk mencapai tujuan seperti yang dikemukakan oleh Ekwall di atas. Bagi anak-
anak yang masih duduk di SD, sudah cukup memadai jika anak memahami isi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
bacaan yang ditunjukkan oleh kemampuan mereka dalam menjawab berbagai
pertanyaan yang sesuai dengan data dalam bacaan.
2.1.3.6 Cara Mengatasi Anak Dyslexia
Dyslexia merupakan gangguan neourologis yang sifatnya genetis. Jadi
kondisi ini menetap. Dyslexia tidak bisa diobati tetapi bisa diintervensi sehingga
anak bisa mengatasi masalahnya. Contohnya, anak tidak bisa membaca lalu
dibacakan. Bagi orang yang tidak paham anak tersebut bisa dikatakan pemalas,
bodoh, keras kepala dan sebagainya.
Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak
penderita dyslexia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca dengan
metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama
guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang
tua mereka. Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan
kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic
ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami
problem dyslexia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut.
Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku,
maupun software.
Berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak dengan phonic
dan membaca:
a. Mencoba untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca
b. Tunda sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat
memusatkan perhatian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
c. Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama, mulailah
dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.
d. Tentukan tujuan yang dapat dicapai: satu hari sebanyak satu halaman dari
buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama
e. Bersikap positif dan puji anak ketika anak membaca dengan benar. Ketika
anak membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan
kesalahan
f. Ketika membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya
melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya
tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.
g. Mulai dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita
dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian meminta anak
membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi
selanjutnya
h. Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan
permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau meminta anak
untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk
membaca kembali tulisan tersebut
i. Berikan hadiah padanya ketika anak melakukan sesuatu dengan sangat baik
atau ketika ada perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di sekolah
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak dyslexia antara lain:
a. Mendemonstrasikan apa yang ingin dikerjakan anak
b. Menceritakan kepada anak hal yang sedang dilakukannya
c. Mendorong anak bercakap-cakap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
d. Memperlihatkan kepada anak gambar yang menarik (bukan gambar makhluk
bernyawa) sehingga anak mampu mendeksripsikan dan menginterpretasikan
e. Membaca dan menceritakan cerita pendek kepada anak
f. Meminta atau memberi dukungan kepada anak untuk bercerita di depan kelas
tentang situasi menarik yang dialami di rumah atau di tempat lain
g. Membuat permainan telepon-teleponan
Menurut Mulyono (2003) bahwa, membaca permulaan merupakan proses
penerjemahan simbol bunyi menjadi bunyi yang bermakna. Membaca pemahaman
merupakan proses menemukan makna/pesan/informasi dari bacaan. Beberapa
tahapan membaca antara lain:
a. Pra-membaca memerlukan proses pengenalan konsep arah (atas-bawah;
depan-belakang; kanan-kiri), bentuk simbol huruf, dan konsep urutan
b. Membaca permulaan memerlukan proses pengenalan huruf, suku kata, tanda
baca, kata, dan kalimat. Ketepatan artikulasi dan intonasi juga dikembangkan
pada tahap membaca permulaan ini
c. Membaca pemahaman memerlukan proses pemahaman makna kata,
kelompok kata dan kalimat
d. Pembelajaran membaca dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-
pendekatan sebagai berikut:
1. Pendekatan Perkembangan
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori
perkembangan memandang bahwa membaca merupakan bentuk
kemampuan yang dipengaruhi oleh faktor kemampuan pra-membaca. Oleh
karena itu, penanganan kesulitan membaca lebih diarahkan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
penguatan kemampuan pra-membacanya. Latihan-latihan persepsi visual
amat dipentingkan di sini, misalnya:
a) Latihan konsep lateral yang mengembangkan konsep arah (atas-
bawah, depan-belakang, tengah-tepi, kiri-kanan)
b) Aktivitas pengenalan simbol/bentuk bermakna (tanda panah, gambar
simbol umum, huruf, angka)
c) Aktivitas mengurutkan benda (sesuai warna, bentuk, pola, dan
seterusnya)
d) Aktivitas mengaitkan antara bentuk pola huruf dan bunyinya
e) Rekomendasi: Metode Selusur untuk aktivitas membaca permulaan
dan Metode Pengalaman Berbahasa untuk aktivitas membaca
pemahaman.
2. Pendekatan Perilaku
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori perilaku
memandang bahwa membaca merupakan bentuk kemampuan yang
kemampuan dan hambatannya tampak pada saat proses membacanya
sendiri. Ketidaklancaran membaca merupakan salah satu bentuk hambatan
yang sering tampak. Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh
pendekatan pembelajaran ini berupa kegiatan remediasi, seperti:
a) Pembiasaan membaca huruf, suku kata, kata dan kalimat yang secara
bertahap taraf kesulitannya kian ditingkatkan
b) Pengenalan huruf, suku kata, kata dan kalimat, terutama pada bagian
di mana anak kerap menunjukkan kesulitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
c) Rekomendasi: Metode Bunyi untuk aktivitas membaca permulaan dan
Metode Linguistik untuk aktivitas membaca pemahaman
3. Pendekatan Kognitif
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori kognitif
memandang bahwa membaca merupakan suatu pemrosesan terhadap
informasi yang berupa pola-pola. Baik itu pola penggabungan huruf
menjadi suku kata, suku kata menjadi kata maupun gabungan kata menjadi
kalimat. Pola-polanya sendiri bisa diajarkan secara langsung maupun
secara tak langsung, atau anak akan menemukan sendiri polanya. Model
layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini
berupa kegiatan penemuan pola-pola seperti:
a) Menemukan pola gabungan huruf vokal-konsonan menjadi suku kata
tertentu
b) Menggunakan pola kata tertentu dalam kalimat (D-M dan M-D; frasa,
kata majemuk, kata ulang, dll.)
c) Memahami pola kalimat sesuai jabatan katanya.
d) Melakukan proses membaca pemahaman secara bertahap, sehingga
pengalaman membaca menjadi sesuatu yang bermakna
e) Rekomendasi: Metode Pengalaman Berbahasa untuk aktivitas
membaca permulaan dan Metode SAS, Metode KWL, Metode
Mindmap untuk aktivitas membaca pemahaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2.1.4 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian Sutrisna (2003) tentang “Meningkatkan Kemampuan
Membaca Kata Melalui Metode Suku Kata Bagi Anak Kesulitan Belajar Di
SDN 03 Bandar Buat Padang”, menyimpulkan bahwa setelah diberikan
intervensi (B) kemampuan membaca anak kesulitan belajar membaca
meningkat melalui metode suku kata. Di awal penelitian atau baseline (A)
anak masih memiliki kemampuan membaca yang rendah dalam membaca
kata, dari pengamatan yang dilakukan sebanyak enam kali persentase jumlah
kata yang di baca dengan benar anak antara 0% hingga 30% namun setelah
diberi intervensi berupa penggunaan metode suku kata ini dalam latihan
membaca kata, kemampuan membaca anak meningkat ketika diberikan
perlakukan sebanyak sepuluh kali pengamatan, persentase jumlah kalimat
yang dengan benar hingga mencapai 100%. Jadi dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode suku kata dapat menjadi salah satu metode dalam
meningkatkan kemampuan membaca kata bagi anak kesulitan belajar.
2. Hasil penelitian Suparno (2006) tentang “Model layanan untuk Anak
berkesulitan Belajar”, menyimpulkan bahwa anak-anak yang mengalami
kesulitan berlajar baik secara umum ataupun khusus memerlukan pelayanan
khusus dalam proses pembelajarannya di sekolah. Mereka memerlukan
program dan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya.
Bimbingan khusus akan sangat membantu dalam penyelesaian permasalahan
belajar siswa yang disebabkan oleh faktor psikologis. Anak-anak dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
kesulitan belajar spesifik membutuhkan program khusus yang berupa remidi
dan program pembelajaran individual.
3. Hasil penelitian Ketut Miranti (2011) tentang “Disleksia dan Pembelajaran
EFL Di Sisingamangaraja Bali” menyimpulkan bahwa dengan bantuan dan
dukungan dari guru siswa disleksia dapat menjadi pelajar yang sukses. Peran
guru adalah melakukan penyesuaian untuk memfasilitasi pembelajaran dan
menciptakan lingkungan yang sukses. Pengajaran inovatif dan dengan
akumulasi waktu yang berbeda tergantu ntingkat kompleksitas masalah
mereka, para disleksia tampil lebih baik dalam berbicara dan
mendengarbukan di menulis dan membaca, tetapi dengan waktu dan strategi
mereka dapat menunjukakan perbaikan dalam menulis dan membaca.
Penelitian tersebut di atas relevan dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan, yaitu Studi Kasus Tentang Kesulitan Belajar Membaca Kepada Siswa
Dyslexia Kelas III SD Kanisius Minggir Sleman. Ketiga penelitian sama-sama
memiliki subjek penelitian kesulitan belajar khususnya membaca pada siswa
dyslexia. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah jenis penelitian. Perbedaan yang kedua yaitu, peneliti
menggunakan subjek siswa kelas III SD. Dalam bentuk bagan penelitian yang
relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Bagan 2.1. Penelitian yang Relevan
2.1.5 Kerangka Berpikir
Membaca merupakan suatu kesatuan kegiatan yang mencakup beberapa
kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkan bunyi serta
maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan.
Waktu, strategi bantuan dan dukungan dari guru siswa disleksia dapat menunjukakan perbaikan dalam menulis dan membaca
Meningkatkan Kemampuan Membaca Kata Melalui Metode Suku Kata Bagi
Anak Kesulitan Belajar Di SDN 03 Bandar Buat Padang
(Sutrisna, 2003)
Disleksia dan Pembelajaran
EFL Di Sisingamangaraja
Bali
(Miranti, 2011)
Model layanan untuk Anak berkesulitan
Belajar
(Suparno, 2006)
Kemampuan membaca anak kesulitan belajar membaca meningkat melalui metode suku kata
Anak-anak yang mengalami kesulitan belajar baik secara umum ataupun khusus memerlukan pelayanan khusus dalam proses pembelajarannya di sekolah
Studi Kasus Tentang Kesulitan Belajar Membaca Kepada Siswa Dyslexia Kelas III SD
Kanisius Minggir Sleman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Anak penderita dyslexia memiliki kemampuan membaca di bawah
kemampuan yang seharusnya dilihat dari tingkat inteligensia, usia dan
pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan otak mengolah dan memproses
informasi tersebut. Dyslexia merupakan kesalahan pada proses kognitif anak
ketika menerima informasi saat membaca buku atau tulisan. Jika pada anak
normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia enam atau tujuh tahun,
tidak demikian halnya dengan anak dyslexia. Sampai usia 12 tahun kadang
mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi ketika anak
memasuki bangku sekolah dasar.
Studi kasus dalam penelitian ini dimana peneliti melakukan penelitian
mendalam tentang kesulitan belajar membaca siswa kepada 2 siswa dyslexia
kelas III di SD Kanisius Minggir Sleman, dan bagaimana kebiasaan siswa sejauh
penelitian dilakukan yang meliputi perilaku siswa, sifat, dan keaktifan siswa saat
mengikuti kegiatan belajar membaca yang berlangsung di dalam kelas dan saat
diberikan tugas membaca oleh guru kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus.
Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua
informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan
dengan satu gejala psikologis tunggal. Studi kasus memberikan informasi-
informasi historis atau biografis tentang seorang individu, seringkali mencakup
pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan dengan case study
yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus. Case history
merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau seorang
individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami kesulitan-kesulitannya yang
sekarang (Putra, 2010).
Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian
secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat
penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Surachmad (1982) membatasi
pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian
pada suatu kasus secara intensif dan rinci. Yin (1987) memberikan batasan yang
lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan
Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti
berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha
menernukan sernua variabel yang penting. Hancock dan Algozzine (2006) yang
menyatakan bahwa, penelitian studi kasus adalah penelitian yang dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
terhadap suatu ‘objek’, yang disebut sebagai ‘kasus’, yang dilakukan secara
seutuhnya, menyeluruh dan mendalam dengan menggunakan berbagai macam
sumber data. Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi
kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar,
dan dokumen (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu
totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud
untuk memahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.
Penelitian ini menggunakan jenis studi kasus observasi, dimana
pengumpulan datanya melalui observasi dan melibatkan guru serta subjek. Fokus
penelitian yaitu pada 2 siswa kelas III yang mengalami dyslexia di SD Kanisius
Minggir Sleman. Peneliti ikut serta terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang subjek
lakukan, observasi dilakukan pada saat wawancara. Pengamatan yang dilakukan
menggunakan pengamatan berstruktur yaitu dengan melakukan pengamatan
menggunakan pedoman observasi pada saat pengamatan dilakukan. Pengamatan
ini dilakukan saat subjek dan peneliti melakukan kegiatan membaca dan pada saat
jalannya wawancara.
Adapun strategi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis
penelitian kualitatif studi kasus. Menurut Rahardjo (2010) yang dimaksud dengan
studi kasus adalah merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu
kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu
tertentu. Sebagaimana prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi
kasus diperoleh dari wawancara, observasi, dan arsip. Dalam penelitian ini
peneliti melakukan penelitian mendalam tentang studi kasus tentang kesulitan
belajar membaca kepada siswa dyslexia kelas III di SD Kanisius Minggir Sleman,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dan bagaimana kebiasaan siswa sejauh penelitian dilakukan yang meliputi
perilaku siswa, sifat, dan keaktifan siswa saat membaca.
3.2 Setting Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini berlokasi di SD Kanisius Minggir Sendangagung
Sleman. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 siswa kelas III SD Kanisius Minggir
Sendangagung Sleman tahun pelajaran 2013/ 2014. Sekolah ini berada di Minggir
III Sendangagung Sleman Yogyakarta dengan jumlah siswa kelas III adalah 17
orang yang terdiri dari 6 siswa perempuan dan 11 siswa laki-laki.
Pemilihan tempat ini didasarkan pada pertimbangan: merupakan tempat
peneliti mengajar, belum pernah menjadi tempat penelitian studi kasus, ada 2
orang siswa kelas III SD Kanisius Minggir Sendangagung Sleman yang
berkebutuhan khusus ( kesulitan belajar ) dalam hal membaca.
3.2.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SD Kanisius Minggir
Sendangagung Sleman tahun pelajaran 2013/2014 pada semester II (genap)
dengan jumlah siswa 2 anak yang semuanya adalah siswa putra. Semua siswa
dalam kondisi normal dan berasal dari latar belakang yang berbeda-beda serta dari
kalangan ekonomi menengah ke bawah.
3.3 Desain dan langkah-langkah penelitian
Mengenai desain penelitian studi kasus, Yin (2011:29) mengatakan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
desain penelitian adalah suatu rencana tindakan untuk berangkat dari sini ke sana.
Diartikan bahwa di sini sebagai rangkaian pertanyaan awal yang harus dijawab,
sedangkan di sana merupakan serangkaian konklusi atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Desain penelitian ini akan menggunakan desain yang diungkapkan
Winihasih (2005:41) berikut ini.
Bagan 3.1 Desain Penelitian
Berdasarkan bagan atau desain penelitian di atas, maka prosedur dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1) Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara
bertujuan (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh
Pemilihan Kasus
Studi Kasus
Kesulitan Belajar Membaca Kepada Siswa Dyslexia Kelas III
Pengumpulan DataObservasi
Wawancara
Analisis Data
Perbaikan
Penulisan Laporan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan
masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus
haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan
sumber-sumber yang tersedia.
2) Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data,
tetapi yang lebih dipakai dalam penelitian kasus adalah observasi,
wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrumen
penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah
dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda
secara serentak.
3) Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi,
mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat
dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus
menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat
diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam
tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu
pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai
dan lapangan.
4) Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam
pendekatan studi kasus hendaknya dilakukan penyempurnaan atau
penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah
ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali
ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak
bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
5) Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah
dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas,
sehingga memudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi
penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi
kasus kehidupan seseorang atau kelompok.
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Sumber data
Jenis sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi:
1) Informan atau narasumber
Terdiri dari guru kelas masing-masing, para staf guru, siswa, orang tua
siswa, teman sepermainan di sekolah maupun di rumah.
2) Tempat dan Peristiwa
Terdiri dari kegiatan pembelajaran di kelas, pada saat siswa istirahat,
lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal siswa, dan keluarga.
3.4.2 Teknik sampling
Moleong (2010: 224) mengemukakan maksud sampling dalam hal ini ialah
“untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan
bangunannya.” Pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel
bertujuan. Cenderung menggunakan teknik sampling yang bersifat selektif dengan
menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritis yang digunakan,
keingintahuan pribadi peneliti, karakteristik empirisnya, atau dengan kata lain
cuplikan (sampling) yang akan digunakan adalah penelitian yang bersifat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
“pursposive sampling” atau sampel bertujuan. Dalam hal ini peneliti akan
memilih informan yang dipandang paling tahu, sehingga informan dapat
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam
memperoleh data. Informan dalam penelitian ini adalah guru kelas III SD Kanisius
Minggir Sleman. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SD
Kanisius Minggir Sleman kelas III yang memiliki kesulitan belajar dalam hal ini
adalah belajar membaca.
3.4.3. Teknik pengumpulan data
Dalam metode penelitian kualitatif, lazimnya data dikumpulkan dengan
beberapa teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu; 1). wawancara, 2). observasi,
dan 3). dokumentasi. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan
melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Sebelum masing-
masing teknik tersebut diuraikan secara rinci, perlu ditegaskan di sini bahwa hal
sangat penting yang harus dipahami oleh setiap peneliti adalah alasan mengapa
masing-masing teknik tersebut dipakai, untuk memperoleh informasi apa, dan
pada bagian fokus masalah mana yang memerlukan teknik wawancara, mana yang
memerlukan teknik observasi, mana yang harus kedua-duanya dilakukan. Pilihan
teknik sangat tergantung pada jenis informasi yang diperoleh.
Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber data yang
dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
1) Wawancara tidak terstruktur
Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan
informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek
penelitian (Emzir, 2010:50). Byrne (2001) menyarankan agar sebelum memilih
wawancara sebagai metoda pengumpulan data, peneliti harus menentukan
apakah pertanyaan penelitian dapat dijawab dengan tepat oleh orang yang
dipilih sebagai partisipan. Studi hipotesis perlu digunakan untuk
menggambarkan satu proses yang digunakan peneliti untuk memfasilitasi
wawancara.
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept-interview hal
tersebut dikemukakan oleh Sugiyono (2009:233), dimana dalam
pelaksanaannya lebih bebas, tidak terstruktur. Wawancara jenis ini adalah
wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa
garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara dilakukan
kepada semua warga sekolah baik kepala sekolah, guru dan tentunya peserta
didik.
Fungsi wawancara dalam penelitian ini sebagai metode yang diberi
kedudukan utama dalam serangkaian metode-metode pengumpulan data
lainnya, ia akan memiliki ciri sebagai metode primer. Sebagai metode primer
wawancara mengemban tugas yang sangat penting.
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap guru kelas dan kedua
siswa berkebutuhan khusus kesulitan membaca tentang kesulitan membaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
siswa dalam pembelajaran di kelas dan pengaruhnya terhadap prestasi siswa.
Wawancara ini dilakukan oleh peneliti di luar mata pelajaran secara informal
dan terencana, tetapi tidak terstruktur agar alami dan tidak dibuat-buat. Dalam
pelaksanaan wawancara dengan siswa, peneliti mewawancarai kedua siswa
secara terpisah agar siswa menjawab sesuai dengan apa yang dirasakan dan
tidak terpengaruh oleh jawaban siswa yang lainnya.
2) Observasi langsung
Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik
pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif.
Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera,
bisa penglihatan, penciuman, pendengaran untuk memperoleh informasi yang
diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas,
kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi
seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa
atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian (Guba dan Lincoln, 1981:
191-193).
Observasi langsung ini akan dilakukan dengan cara formal dan informal,
untuk mengamati berbagai peristiwa yang terjadi di kelas pada saat pembelajaran,
juga kegiatan siswa sehari-hari dalam pergaulan di sekolah maupun di lingkungan
keluarga. Sebagai metode pembantu dalam penelitian yang sifatnya sudah lebih
mendalam Dalam hal ini, biasanya observasi dijadikan sebagai metode pembantu
untuk menunjang wawancara sebagai metode utama. Observasi akan membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
untuk mengontrol atau memeriksa di lapangan, seberapa jauh hasil wawancara
tersebut sesuai dengan fakta yang ada.
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan terhadap kedua siswa kelas III
yang mengalami kesulitan belajar membaca dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan pelaksanaan kegiatan membaca dengan menggunakan lembar
observasi. Observasi dilakukan dengan instrumen lembar observasi yang
dilengkapi dengan pedoman observasi dan dokumentasi foto.
Cara observasi yang paling efektif menurut Razak (2003) adalah,
melengkapinya dengan pedoman observasi/pedoman pengamatan seperti format
atau blangko pengamatan. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian,
tingkah laku yang digambarkan akan terjadi, kondisi fisik, kondisi psikologis, dan
kondisi sosial subjek. Acuan pengamatan adalah indikator, karena indikator
merupakan tanda tercapainya suatu kompetensi, dan indikator harus terukur.
Dalam penelitian ini indikator merupakan tanda-tanda yang dimunculkan oleh
peserta didik, yang dapat diamati atau diobservasi oleh peneliti sebagai
representasi dari kondisi siswa yang diamati. Berikut ini pedoman observasi
menurut Razak (2003).
Tabel 3.1 Pedoman Observasi
Pedoman Observasi
No Pengamatan Indikator Deskripsi1 Kondisi Fisik Postur tubuh Tinggi dan berat
badanCiri-ciri fisik Bentuk muka,
warna kulit dan rambut, jenis rambut
2 Kondisi psikologis Kognitif Pengetahuan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
dimiliki subjekAfektif Rendah diri,
gelisah, malu, bingung, bahagia, sedih
Psikomotorik Rasa percaya diri subjek saat membaca, melamun saat belajar membaca
Moral Aktivitas ibadah yang subjek lakukan
3 Kondisi sosial Keterlibatan dalam lingkungan sekolah
Cara berkomunikasi dengan teman, peneliti dan guru. Menarik diri pada teman
Sumber: Razak (2003)
Tabel 3.2 Pedoman Observasi Modifikasi Razak (2003) dan Hargrove dan
Poteet (1984)
No Pengamatan Indikator Deskripsi
1 Kondisi Fisik Postur tubuh Tinggi dan berat badanCiri-ciri fisik Bentuk muka, warna
kulit dan rambut, jenisrambut
2 Kondisi psikologis Kognitif Tidak dapat membaca/membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai, menggerakakn kepala, menelusuri tiap baris bacaan
Afektif Rendah diri, gelisah, malu, bingung, putus asa saat membaca
Psikomotorik Tidak percaya diri saat membaca, melamun saat belajar membaca. Membaca lambat dan terputus-putus. Nada suara aneh atau tegang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
saat membacaMoral Kurang paham dalam
beribadah, sering diingatkan dan dibimbing oleh guru
3 Kondisi sosial Keterlibatan dalam lingkungan sekolah
Kesulitan mengingat nama teman, peneliti dan guru. Suka menyendiri, bermain sendiri
3) Dokumentasi
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh
lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil
rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Fungsi dokumen yaitu
untuk menggali informasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki
kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak
sekadar barang yang tidak bermakna (Faisal, 1990: 77).
Teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan data yang bersumber dari
dokumen dan arsip yang terdapat di masing-masing sekolah mengenai prestasi
akademik siswa. Dalam penelitian ini, dokumentasi berupa foto-foto kegiatan
atau untuk menangkap kejadian selama proses kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung di kelas dan pada saat peneliti melakukan tes assesmen
berlangsung.
3.4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menurut Arikunto (2006: 149) merupakan alat bantu
bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Sedangkan menurut Arikunto dalam
edisi sebelumnya adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis, sehingga mudah diolah.
Instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah instrumen pokok dan
instrumen penunjang. Instrumen pokok adalah manusia itu sendiri sedangkan
instrumen penunjang adalah pedoman observasi dan pedoman wawancara.
Satu-satunya instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti
itu sendiri. Peneliti menggunakan alat-alat bantu untuk mengumpulkan data
seperti recorder, video, atau kamera. Tetapi kegunaan atau pemanfaatan alat-alat
ini sangat tergantung pada peneliti itu sendiri.
Peneliti sebagai instrumen (disebut "Paricipant-Observer") di samping
memiliki kelebihan-kelebihan, juga mengandung beberapa kelemahan.
Kelebihannya antara lain, pertama, peneliti dapat langsung melihat, merasakan,
dan mengalami apa yang terjadi pada subjek yang ditelitinya. Dengan demikian,
peneliti akan lambat laut "memahami" makna-makna apa saja yang tersembunyi
di balik realita yang kasat mata (verstehen). Ini adalah salah satu tujuan yang
hendak dicapai melalui penelitian kualitatif.
Kedua, peneliti akan mampu menentukan kapan penyimpulan data telah
mencukupi, data telah jenuh, dan penelitian dihentikan. Dalam penelitian
kualitatif, pengumpulan data tidak dibatasi oleh instrumen (misalnya kuesioner)
yang sengaja membatasi penelitian pada variabel-variabel tertentu saja.
Ketiga, peneliti dapat langsung melakukan pengumpulan data,
menganalisanya, melakukan refleksi secara terus menerus, dan secara
gradual/membangun pemahaman yang tuntas tentang sesuatu hal. Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
kualitatif, peneliti memang mengkonstruksi realitas yang tersembunyi (tacit) di
dalam sekolah.
Sementara beberapa kelemahan peneliti sebagai instrumen adalah pertama,
sungguh tidak mudah menjaga obyektivitas dan netralitas peneliti sebagai peneliti.
Keterlibatan subjek memang bagus dalam penelitian kualitatif, tetapi jika tidak
hati-hati, peneliti akan secara tidak sadar mencampuradukkan antara data
lapangan hasil observasi dengan pikiran-pikirannya sendiri.
Kedua, pengumpulan data dengan cara menggunakan peneliti sebagai
instrumen utama ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam menulis,
menganalisis, dan melaporkan hasil penelitian. Peneliti juga harus memiliki
sensitifitas/kepekaan dan insight (wawasan) untuk menangkap simbol-simbol dan
makna-makna yang tersembunyi. Lyotard (1989) mengatakan, lantaran
pengalaman belajar ini sifatnya sangat pribadi, peneliti seringkali mengalami
kesulitan untuk mengungkapkannya dalam bentuk tertulis.
Ketiga, peneliti harus memiliki cukup kesabaran untuk mengikuti dan
mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada subjek yang ditelitinya. Dalam
penelitian kuantitatif, penelitian dianggap selesai jika kesimpulan telah diambil
dan hipotesis telah diketahui statusnya, diterima atau ditolak. Tetapi peneliti
kualitatif harus siap dengan hasil penelitian yang bersifat plural (beragam), sering
tidak terduga sebelumnya, dan sulit ditentukan kapan selesainya. Ancar-ancar
waktu tentu bisa dibuat, tetapi ketepatan jadwal (waktu) dalam penelitian
kualitatif tidak mungkin dicapai seperti dalam penelitian kuantitatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
3.4.5 Kredibilitas, Transferabilitas dan Validitas Data
Kredibilitas (Credibility) merupakan penetapan hasil penelitian kualitatif
yang kredibel atau dapat dipercaya dari persepektif partisipan dalam penelitian
tersebut (Razak:2003). Karena dari perspektif ini tujuan penelitian kualitatif
adalah untuk mendeskripsikan atau memahami fenomena yang menarik perhatian
dari sudut pandang partisipan. Partisipan adalah orang yang dapat menilai secara
sah kredibilitas hasil penelitian tersebut, yaitu guru dan kedua siswa dyslexia kelas
III SD Kanisus Minggir Sleman. Strategi untuk meningkatkan kredibilitas data
meliputi perpanjangan pengamatan, ketekunan penelitian, triangulasi, diskusi
teman sejawat, analisis kasus negatif, dan memberchecking.
Transferabilitas (Transferability), merujuk pada tingkat kemampuan hasil
penelitian kualitatif untuk dapat digeneralisasikan atau ditranfer pada konteks
atau seting yang lain (Razak:2003). Dari sebuah perspektif kualitatif
transferabilitas merupakan tanggung jawab seseorang dalam melakukan
generalisasi. Penelitian kualitatif dapat meningkatkan transferabilitas dengan
melakukan suatu pekerjaan mendeskripsikan konteks penelitian dan asumsi-
asumsi yang menjadi sentral pada penelitian tersebut. Orang yang ingin
mentransfer hasil penelitian pada konteks yang berbeda bertanggung jawab
untuk membuat keputusan tentang bagaimana transfer tersebut masuk akal, dalam
hal ini dalah peneliti.
Menurut Moleong (2010: 324), untuk menetapkan keabsahan
(trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik
pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang
digunakan menurut Moleong (2010: 324) yaitu derajat kepercayaan (credibility),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), kepastian
(confirmability). Dalam penelitian kualitatif ini memakai tiga macam antara lain :
1) Derajat kepercayaan (credibility)
Kredibilitas data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menunjukan
dan membuktikan data yang berhasil dikumpulkan dari lapangan apakah
sesuai dengan sebenarnya. Dalam derajat kepercayaan ada beberapa teknik
untuk mencapai kreadibilitas ialah teknik: teknik triangulasi, sumber,
perpanjangan kehadiran peneliti dilapangan, diskusi teman sejawat, dan
menggunakan bahan referensi.
2) Kebergantungan (dependability)
Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya
kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan data
sehingga data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam penelitian
kualitatif uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian. Audit dilakukan oleh auditor yang independen
untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.
Dalam penelitian ini dilakukan oleh dosen pembimbing.
3) Kepastian (confirmability)
Pengujian confirmability dalam penelitian kualitatif disebut dengan uji
obyektifitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif jika hasil penelitian
telah disepakati oleh banyak orang. Menguji confirmability berarti menguji
hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
3.4.6 Analisis data
Analisis data dalam penelitian studi kasus dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu. Dalam analisis data peneliti menggunakan teknik analisis data
model Miles dan Huberman yang dikutip dari buku karangan Sugiyono (2009:
246), “mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data studi kasus dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh.” Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data
display, dan conclusion drawing. Berikut langkah-langkahnya:
1) Data Reduction (reduksi data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak mulai dari
catatan lapangan, komentar-komentar dari peneliti, gambar, foto, dokumen-
dokumen, bahkan ada video dan lain sebagainya.
2) Data Display (penyajian data)
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Dalam penelitian ini penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat
dengan teks yang bersifat naratif.
3) Conclusion drawing/verification (menarik kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data adalah menarik kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan pada tahap
awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2009: 252).
3.5 Prosedur Kegiatan Penelitian
Bogdan dalam Moleong (2010: 126) tahap dalam penelitian kualitatif ada
3 tahapan yaitu tahap pra-lapangan, tahap kegiatan dilapangan, dan tahap analisis
data yang diperoleh dari lapangan. Dalam penelitian ini dilakukan tahap-tahap dan
kegiatan sebagai berikut:
1) Tahap Pra-lapangan
(a) Menyusun rancangan penelitian
(b) Melakukan perijinan penelitian, yakni kepada sekolah yang bersangkutan
(c) Menentukan lokasi yang akan dijadikan lokasi penelitian.
(d) Meninjau sekolah yang terpilih sebagai lokasi penelitian.
(e) Menyusun protokol penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan
data (daftar pertanyaan dan petunjuk observasi), dan penyusunan jadual
secara rinci.
2) Tahap kegiatan lapangan
(a) Mengumpulkan data dilokasi penelitian dengan melakukan observasi,
wawancara dan mencatat dokumen.
(b) Melakukan review dan pembahasan beragam data yang terkumpul dengan
melaksanakan refleksinya.
(c) Mengatur data dalam kelompok untuk kepentingan analisis, dengan
memperhatikan semua variabel yang terlibat.
3) Analisis Data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
(a) Melakukan analisis awal, yaitu menganalisis data dari lapangan mulai dari
dokumen, catatan lapangan, hasil wawancara, dan semua sumber data yang
diperoleh peneliti selama dilapangan.
(b) Melakukan penafsiran data yang telah diperoleh.
(c) Melakukan pengecekan kembali terhadap data yang diperoleh dengan
memperhatikan teknik pengumpulan data dan sumber data.
(d) Melakukan verifikasi, pengayaan, dan pendalaman data. Bila dalam
persiapan analisis ternyata ditemukan data yang kurang lengkap atau
kurang jelas, maka perlu dilakukan pengumpulan data lagi secara lebih
khusus.
(e) Melakukan simpulan akhir sebagai hasil temuan penelitian.
(f) Merumuskan implikasi kebijakan sebagai bagian dari pengembangan
dalam laporan akhir penelitian.
3.6 Jadwal Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014
selama 3 bulan mulai bulan Januari 2013 sampai dengan bulan April 2014.
Adapun waktu dan jenis kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
No. Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Penyusunandan Penyeminaran Proposal
2
PengurusanijinPenelitian
3 PelaksanaanTindakan
4 PenyusunanLaporan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Pelaksanaan Observasi
Tempat penelitian adalah SD Kanisius Minggir Sendangagung Sleman
Yogyakarta. Kegiatan observasi dilaksanakan pada hari Selasa 6 Januari 2014 mulai
pukul 07.00 hingga pukul 10.00 WIB. Peneliti mengadakan observasi dengan objek
siswa-siswi kelas III SD Kanius Minggir, khususnya yang memiliki keunikan dan
kekhasan. Sebelum masuk ke dalam, peneliti berbincang dengan wali kelas mengenai
anak yang memiliki keunikan dan kekhasan,dan akhirnya merujuk pada 2 nama, yaitu
DR dan TN. Akhirnya peneliti memilih DR dan TN sebagai objek penelitian.
Kegiatan observasi dilaksanakan dengan beberapa metode yaitu, metode
pengamatan langsung dan metode wawancara. Pengamatan langsung dilakukan
dengan cara pengamatan langsung terhadap sasaran observasi yakni DR dan TN.
Peneliti mengamati kegiatan kedua siswa tersebut pada saat sedang mengikuti
kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, khususnya kegiatan membaca.
Metode wawancara dilakukan dengan cara melakukan wawancara terhadap
guru kelas III SD Kanisius Minggir Sleman untuk mendapatkan informasi awal
tentang kemampuan membaca kedua siswa tersebut. Wawancara juga dilakukan
terhadap kedua siswa tersebut sebagai subyek penelitian yaitu TN dan DR, untuk
mendapatkan informasi yang lebih mendalam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
4.1.2 Hasil Observasi
Dari kegiatan observasi yang telah dilaksanakan oleh peneliti, diperoleh data
sebagai berikut :
1. Identifikasi Siswa TN dan Orang Tua TN
TN lahir di Sleman tanggal 25 Januari 2003, berjenis kelamin laki-laki
dan beragama katolik. Berambut lurus hitam, berkulit sawo matang dan berwajah
bulat. Tinggi badan TN 129 cm dan berat badannya 21 kg. TN tinggal di Minggir
Sleman, dia adalah anak 1 dari 1 bersaudra (tunggal). Hobinya menggambar dan
bercita-cita menjadi pembalap motor. Pada saat duduk di kelas 1 TN pernah
tinggal kelas.
Ayah TN bernama Bapak LH, bekerja sebagai buruh dan pendidikan
terakhir D1. Ibu TN bernama Ibu SS, beliau adalah seorang ibu rumah tangga,
pendidikan terakhir D3.
Perkembangan TN baik, normal (tidak cacat), tidak ada gangguan dalam
penglihatan maupun pendengaran Intelegensi Pemikiran, TN belum matang dan
belum bisa memahami tulisan dan soal bahkan membaca masih susah. Secara
emosional TN terkadang masih sering berubah-ubah terutama disaat belajar.
Bakat khusus, TN terlihat dibidang menggambar. Sosial cultural, dalam bergaul
dengan teman, TN cenderung kurang dan bahasa yang digunakan dalam
komunikasi sehari-hari hanya bahasa daerah sekitarnya. Secara spiritual/agama
kurang paham dalam beribadah sehingga lebih sering diingatkan dan dibimbing.
seperti: pada saat berdoa mereka sering bercanda. Komunikasi, TN sedikit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
pendiam, ia tidak akan bertanya sebelum teman maupun gurunya bertanya
terlebih dahulu dan cenderung malas.
2. Identifikasi Siswa DR dan Orang Tua DR
DR lahir di Sleman 30 Januari 2005, berjenis kelamin laki-laki dan
beragama katolik. DR berambut lurus hitam, berkulit sawomatang dan berwajah
bulat. Tinggal di Minggir Sleman, DR adalahanak ke 3 dari 3 bersaudara. Hobi
bermain main catur dan bercita-cita menjadi polisi. Tinggi badan 126 cm dan
berat badan 25 kg.
Ayah DR bernama bapak FM, bekerja sebagai petani, pendidikan
terakhir SLTA. Ibu DR bernama ibu ES, beliau seorang ibu rumah tangga dan
pendidikan terakhir SLTA.
Perkembangan DR baik, normal (tidak cacat), tidak ada gangguan
dalam penglihatan maupun pendengaran. Intelegensi Pemikiran, DR belum
matang dan belum bisa memahami tulisan dan soal bahkan membaca masih
susah. Secara emosional, DR memiliki emosinal yang stabil. Bakat khusus DR
yaitu pandai bermain catur. Sosial cultural, dalam bergaul dengan teman, DR
cenderung kurang dan bahasa yang mereka gunakan dalam komunikasi sehari-
hari hanya bahasa daerah sekitarnya. Spiritual/agama kurang paham dalam
beribadah sehingga lebih sering diingatkan dan dibimbing. seperti: pada saat
berdoa DR sering bercanda. Komunikasi, DR cenderung aktif, tidak sungkan
bertanya baik pada teman-temannya maupun kepada gurunya. Walaupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
terkadang pertanyaan yang Iyeng ajukan tidak jelas dan Iyeng sendiri tidak
mengerti apa yang dia tanyakan.
4.1.3 Wawancara dengan Guru Kelas
Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab dengan pihak terkait
sehubungan data yang akan diambil. Peneliti mewawancarai guru Kelas III
sehubungan dengan kesulitan belajar membaca yang dialami oleh kedua siswa di SD
Kanisius Minggir Sleman.
Hasil wawancara dengan guru kelas III mengenai kesulitan belajar membaca
yang dialami oleh TN dan dan DR.
a. Wawancara dengan guru kelas III mengenai Siswa TN
Menurut hasil wawancara peneliti dengan guru kelas III bahwa, perilaku TN
sehari-hari sama dengan murid yang lainnya, namun TN lebih cendrung pendiam.
Dalam pembelajaran di kelas, didapati TN kesulitan membaca. TN sudah tahu huruf
namun belum bisa membaca huruf X-Y-Z. Menurut informasi guru kelas III untuk
mengeja satu suku kata atau lebih TN juga masih mengalami kesulitan , terutama
suku kata NGA-NGI,-NGU-NGE-NGO dan NYA-NYI-NYU-NYE-NYO. Pada awal
masuk kelas III TN sama sekali belum bisa membaca walaupun sudah mengerti
huruf. Mungkin salah satu penyebabnya adalah saat kelas I TN tidak mengerti huruf
sama sekali dan pernah tinggal kelas. Saat naik kelas II TN sudah mulai mengenal
huruf walaupun belum bisa membaca, sehingga ketika TN masuk kelas III dia belum
bisa membaca, dia benar-benar harus dari nol untuk belajar membaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Ayah TN bekerja sebagai buruh sedangkan ibunya dirumah bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Menurut guru kelas III bahwa, ketika TN memiliki pekerjaan
Rumah (PR) ibunya menyempatkan untuk membantu TN mengerjakannya. TN
tinggal dirumah hanya dengan Bapak dan Ibunya . TN sangat dimanja oleh orang
tuanya dikarenakan anak tunggal.
Di sekolah, TN diberikan pendekatan khusus dan pengawasan. Guru kelas
sering mendatangi meja TN agar bisa membantu ketika TN sulit dalam membaca.
Guru kelas juga memberikan motivasi TN untuk belajar membaca, tujuannya agar
TN lebih semangat dalam belajar. Selain pendekatan didalam kelas guru juga
memberikan les tambahan yang dilakukan setelah jam pelajaran usai selama satu jam.
Les tambahan diadakan pada hari selasa dan kamis. Les tambahan yang diberikan
guru kelas III itu hanya berjalan beberapa waktu saja, sekarang sudah tidak diberikan
les tambahan dikarenakan kesibukan guru kelas III. Setelah di berikan pendekatan
khusus dan les tambahan TN menunjukkan ada perubahan, dari yang berawal tidak
bisa membaca sama sekali sekarang sudah paham huruf dan bisa membaca walaupun
masih kesulitan membaca kata-kata panjang.
Kendala yang dihadapi oleh guru kelas III dalam memberikan bantuan
pelayanan terhadap TN yaitu, pertama dari anaknya sendiri yang malas, ketika
keinginannya hanya ingin bermain, TN tetap kekeuh dan susah untuk belajar.
Terkadang belajarnya kurang serius. TN selalu menolak membaca didepan kelas.
Kedua dari orangtuanya kurang mendukung. Orang tua TN pernah dipanggil ke
sekolah, namun undangan tersebut tidak dipenuhi. Guru kelas juga pernah menemui
orang tua TN pada saat menjemput TN pulang sekolah, namun kurang merespon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Bantuan pelayanan yang diberikan sekolah terhadap TN tidak akan maksimal apabila
tidak didukung tambahan dari rumah yaitu kedua orang tuanya.
Saat ini TN mendapatkan layanan bimbingan dari peneliti berupa bimbingan
belajar membaca. Menurut pendapat guru kelas III bahwa, setelah di berikan
bimbingan belajar/les tambahan oleh peneliti TN mengalami perubahan yang cukup
baik. Kemampuan membaca TN jauh lebih baik dan lebih lancar. TN sekarang sudah
lebih berani apabila diberi tugas membaca, walaupun masih ada kesalahan saat
membaca. Seperti kata-kata BEBERAPA dan TERTABRAK TN sudah bisa
membaca dengan benar. Dulu TN tidak bisa membaca kata TERTABRAK selalu
dibaca TERTABAK, dan kata BEBERAPA dibaca BERAPA. TN dalam membaca
sering menghilangkan huruf dan sekarang sudah mulai benar membacanya.
b. Wawancara dengan guru kelas 3 mengenai Siswa DR
Menurut hasil wawancara peneliti dengan guru kelas III bahwa, perilaku DR
di sekolah sehari-hari sama dengan murid yang lainnya, namun DR cendrung lebih
aktif dibandingkan dengan TN, terkadang dia suka sibuk bermain sendiri. Dalam
pembelajaran di kelas, dia kesulitan dalam hal membaca. DR sudah mengerti huruf
namun belum bisa membedakan huruf d dengan b. DR juga belum bisa membaca
huruf X-Y-Z sama seperti TN. Dalam hal mengeja satu suku kata atau lebih DR
masih mengalami kesulitan terutama NGA-NGI,-NGU-NGE-NGO dan NYA-NYI-
NYU-NYE-NYO hal ini juga di alami oleh TN. Pada awal masuk kelas III DR
dengan TN sama-sama belum bisa membaca walaupun sudah mengerti huruf.
Mungkin salah satu penyebabnya, karena dia saat kelas I tidak mengerti huruf dan
tidak bisa membaca sama sekali. Tetapi saat naik di kelas II, dia sudah mulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
mengenal huruf walaupun belum bisa membaca. Sehingga ketika DR masuk kelas III
masih belum bisa membaca, dia benar-benar harus belajar membaca dari nol sama
kasusnya dengan TN.
Ayah DR bekerja sebagai petani sedangkan ibunya dirumah bekerja sebagai
ibu rumah tangga. DR adalah anak bungsu dari 3 bersaudara, ibu DR sibuk karena
harus mengurus ketiga anaknya. Mungkin itu salah satu hal yang menyebabkan DR
kurang diperhatikan oleh orang tuanya. Menurut informasi dari guru kelas III bahwa,
Guru kelas pernah bertanya kepada ibunya tentang keadaan DR. Menurut pengakuan
ibunya bahwa DR itu berbeda (maksudnya kurang pandai) tidak seperti kakak-
kakaknya sehingga ibunya membiarkan saja apapun yang DR lakukan dan tidak
pernah memaksa DR untuk belajar, dengan alas an DR memang tidak mampu.
DR tinggal di rumah tidak hanya dengan Ayah dan Ibunya, di rumah itu ada
kakek dan kakak-kakaknya . Menurut informasi dari guru kelas III, kakeknya sibuk
bekerja di sawah jadi kurang bisa memperhatikan DR. Kakak-kakaknya juga masih
sekolah, salah satu kakaknya bersekolah di SD yang sama dengan DR dan kakak
tertua DR sudah SMP. Kakak-kakaknya juga kurang bisa memperhatikan DR. Dia
sering bermain sendiri, terkadang hingga jauh dari rumahnya namun tidak ada yang
mencari.
Menurut guru kelas III, DR pun diberikan pendekatan khusus dan pengawasan
yang lebih seperti TN. Guru kelas III sering mendatangi meja mereka agar bisa
membantu ketika DR maupun TN kesulitan dalam membaca. Guru kelas juga
memberikan motivasi DR untuk belajar membaca. Tujuannya agar DR lebih
semangat dalam belajar membaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
DR dan TN diperlakukan sama oleh guru kelas III, selain pendekatan di
dalam kelas guru juga memberikan les tambahan yang diberikan setelah jam pelajaran
usai selama satu jam. Les tambahan untuk DR diadakan pada hari selasa dan kamis,
namun hal itu berjalan hanya beberapa waktu saja. Kesibukkan guru kelas III
membuat les tambahan tidak berjalan. Menurut guru kelas III, setelah di berikan
pendekatan khusus dan les tambahan DR menunjukkan ada perubahan. DR yang
awalnya tidak bisa membaca sekarang sudah bisa membaca walaupun belum lancar
dan masih sering salah. DR masih harus sering diingatkan kembali saat membaca. DR
juga sudah mulai berani kalau diberi tugas membaca, dulu sama sekali tidak mau.
Dalam memberikan bantuan pelayanan terhadap DR, guru kelas III memiliki
kendala, yang pertama dari kemampuan anaknya sendiri memang kurang bisa
menangkap pelajaran. Sebenarnya DR merupakan anak yang memiliki semangat
untuk belajar membaca tetapi tidak bisa tenang ketika belajar membaca, setiap kali
membaca terkesan terburu-buru sehingga sering salah pengucapannya atau lain dalam
penulisannya. Kedua, dari orangtuanya kurang mendukung, cenderung cuek dengan
kondisi anaknya. Pelayanan dari sekolah berupa les tambahan untuk DR hasilnya
kurang maksimal, karena tidak mungkin apabila bantuan yang diberikan disekolah
saja yang digunakan. Seharusnya ada tambahan dari rumah yaitu kedua orang tua dan
keluarga lainnya.
DR mendapatkan layanan bimbingan dari peneliti berupa bimbingan belajar
membaca. Menurut pendapat guru kelas III, setelah di berikan bimbingan belajar/les
tambahan oleh peneliti ada perubahan yang cukup baik. Kemampuan membaca DR
jauh lebih baik dan lebih lancar. Kepercayaan diri DR untuk membaca didepan kelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
jauh lebih baik daripada sebelumnya, walaupun masih ada kesalahan saat membaca
DR sudah tidak takut dan malu. Dulu DR tidak bisa membaca huruf NG dan kata
yang mengandung huruf NG, sekarang sedikit demi sedikit sudah bisa.
4.2 Identifikasi Kesulitan Belajar
4.2.1 Definisi Kesulitan Belajar
Aktifitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung
secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat
cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal
semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan
konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik
dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu
memang tidak ada yang sama. Perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan
perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. “dalam keadaan di mana anak didik /
siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan
belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah.
Ketidakmampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda
dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini
tidak selalu disebabkan karena faktor intelligensi yang rendah (kelaianan mental),
akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan
demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar
yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah
karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan
belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain
tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis,
sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada
di bawah semestinya.
4.2.2 Identifikasi Kesulitan Belajar Membaca (Dyslexsia)
Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dys yang berarti sulit dalam
dan lex berasal dari legein, yang artinya berbicara. Jadi secara harfiah, disleksia
berarti kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan
ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis,
atau kesulitan mengenal hubungan antara suara dan kata secara tertulis.
Bryan & Bryan (dalam Abdurrahman, 1999: 204), menyebut dyslexia sebagai
suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat,
mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala
sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa. Sedangkan, menurut Lerner
seperti di kutip oleh Mercer (1979: 200), mendefinisikan kesulitan belajar membaca
sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada adanya gangguan fungsi otak.
Pada kenyataannya, kesulitan membaca dialami oleh 2-8% anak sekolah
dasar. Sebuah kondisi, dimana ketika anak atau siswa tidak lancar atau ragu-ragu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
dalam membaca; membaca tanpa irama (monoton), sulit mengeja, kekeliruan
mengenal kata; penghilangan, penyisipan, pembalikan, salah ucap, pengubahan
tempat, dan membaca tersentak-sentak, kesulitan memahami; tema paragraf atau
cerita, banyak keliru menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan; serta pola
membaca yang tidak wajar pada anak.
1. Karakteristik dyslexia
Ada empat kelompok karakteristik kesulitan belajar membaca, yaitu kebiasaan
membaca, kekeliruan mengenal kata, kekeliruan pemahaman, dan gejala-gejala serba
aneka, (Mercer, 1983). Dalam kebiasaan membaca anak yang mengalami kesulitan
belajar membaca sering tampak hal-hal yang tidak wajar, sering menampakkan
ketegangannya seperti mengernyitkan kening, gelisah, irama suara meninggi, atau
menggigit bibir. Mereka juga merasakan perasaan yang tidak aman dalam dirinya
yang ditandai dengan perilaku menolak untuk membaca, menangis, atau melawan
guru. Pada saat mereka membaca sering kali kehilangan jejak sehingga sering terjadi
pengulangan atau ada baris yang terlompat tidak terbaca.
Dalam kekeliruan mengenal kata ini memcakup penghilangan, penyisipan,
penggantian, pembalikan, salah ucap, perubahan tempat, tidak mengenal kata, dan
tersentak-sentak ketika membaca. Kekeliruan memahami bacaan tampak pada
banyaknya kekeliruan dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan, tidak
mampu mengurutkan cerita yang dibaca, dan tidak mampu memahami tema bacaan
yang telah dibaca. Gejala serba aneka tampak seperti membaca kata demi kata,
membaca dengan penuh ketegangan, dan membaca dengan penekanan yang tidak
tepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
2. Gejala
Gejala dyslexia, anak memiliki kemampuan membaca di bawah kemampuan
yang seharusnya dilihat dari tingkat inteligensia, usia dan pendidikannya. Hal ini
dikarenakan keterbatasan otak mengolah dan memproses informasi tersebut. Dyslexia
merupakan kesalahan pada proses kognitif anak ketika menerima informasi saat
membaca buku atau tulisan.
Jika pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia enam
atau tujuh tahun, tidak demikian halnya dengan anak dyslexia. Sampai usia 12 tahun
kadang mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi ketika
anak memasuki bangku sekolah dasar.
Ciri-ciri dyslexia:
a. Sulit mengeja dengan benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan
dengan bermacam ucapan.
b. Sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n,
atau m-n.
c. Ketika membaca anak sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya
atau tidak berurutan.
d. Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
e. Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata
pelajaran diucapkan menjadi perjalanan.
Banyak faktor yang menjadi penyebab dyslexia antara lain genetis, problem
pendengaran sejak bayi yang tidak terdeteksi sehingga mengganggu kemampuan
bahasanya, dan faktor kombinasi keduanya. Namun, disleksia bukanlah kelainan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
tidak dapat disembuhkan. Hal paling penting adalah anak disleksia harus memiliki
metode belajar yang sesuai. Pada dasarnya setiap orang memiliki metode yang
berbeda-beda, begitupun anak dyslexia.
4.3 Diagnosis
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan pada saat bimbingan belajar dan
juga hasil wawancara dengan wali kelas III SD Kanisius Minggir kedua siswa ini
memiliki masalah.
1. Masalah siswa TN
TN memiliki masalah dalam kurang minatnya belajar serta belum bisa
membaca. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Rian adalah :
a. TN terlalu dimanja oleh orang tuanya karena anak tunggal
b. Kurangnya minat belajar dari diri TN (malas)
c. Kurangnya Komunikasi. TN cenderung pendiam sehingga ia sulit dalam
mengerjakan tugas kususnya membaca.
d. Dari aspek intelegensi TN masih sulit dalam membaca sehingga ia pun
masih sulit memahami tulisan yang ada dipapan tulis dan di buku. TN
juga kurang pemahaman dalam mengerjakan soal yang diberikan guru dan
tulisannya masih kurang rapi, sering saat menulis masih kurang huruf atau
mengganti huruf. Contohnya : kata WARNA dia mampu membaca dengan
benar, tetapi saat disuruh menulis dia menulis WARVA.
e. Kesulitan membaca. Sering menghilangkan, mengganti, manambah huruf
pada saat membaca. Contohnya Kata BERBAGAI dibaca BAGI, kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
TERTABRAK dibaca TERTABAK, kata ROMLI dibaca ROMI, kata
MOTOR dibaca MONTOR
2. Masalah siswa DR
DR memiliki masalah dalam kurang minatnya belajar serta belum bisa
membaca. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi DR adalah :
a. Kurangnya perhatian dari kedua orang tuanya, karena kedua orang tuanya
sibuk dengan pekerjaannya, waktu orang tua DR terbatas sehingga
sangatlah sulit beliau dalam memperhatikan perkembangan anaknya.
b. Minat belajar DR cukup bagus tetapi kemampuan belajar dari diri DR
kurang.
c. Kurangnya konsentrasi. DR cenderung aktif (tidak bisa tenang) dan saat
membaca terburu-buru sehingga ia sulit membaca dengan benar dan sulit
dalam mengerjakan tugas.
d. Dari aspek intelegensi DR masih sulit dalam membaca sehingga ia pun
masih sulit memahami tulisan yang ada dipapan tulis dan buku. DR juga
kurang pemahaman dalam mengerjakan soal yang diberikan oleh guru
dan tulisannya pun masih kurang jelas (sulit dibaca). Dalam hal membaca
dan menulis DR masih sering berbeda contohnya: kata GEROBAK, DR
bisa membaca dengan benar, tetapi saat menulis kata GEROBAK dia
menuliskan GERODAY.
e. Kesulitan membaca. Sering menghilangkan, mengganti, manambah huruf
pada saat membaca. Kata CUACA dibaca CACAT, kata SURYA
dibaca SURHA. kata HALAL dibaca HALAI, kata MENEMUI dibaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
BENEMU, kata BERITA dibaca BENCANA, kata MENDADAK
dibaca MENABRAK, kata WILAYAH dibaca WIYALAH.
4.4 Pembahasan
Dyslexia adalah kesulitan belajar, khususnya membaca, yang dialami oleh
anak yang bukan disebabkan oleh kecacatan tertentu. Anak yang mengalami disleksia
ini biasanya memiliki kecerdasan rata-rata. Mereka mengalami kesulitan membaca
bukan karena penglihatan atau pendengaran mereka terganggu. Namun, terjadinya
kesulitan membaca ini disebabkan oleh adanya gangguan pada otak.
Tidak sedikit diantara anak-anak kita mengalami dyslexia yang ditandai
diantaranya dengan lambatnya belajar membaca karena kesulitan membedakan huruf-
huruf tertentu. Kasus dyslexia sebenarnya banyak terjadi di seluruh dunia. Namun
belum ada laporan jumlah yang kongkrit. Dalam kasus yang sangat berat dyslexia
bisa terbawa hingga usia dewasa.
Dari beberapa informasi tentang dyslexia ditemukan bahwa kebanyakan anak
diketahui mengalami dyslexia agak terlambat, biasanya dikarenakan baru belajar
membaca di usia lebih dari 6 tahun. Akibatnya, orang tua agak terlambat menyadari
di akhir semester 2 (kelas 1 SD) menjelang kenaikan kelas atau setelah diultimatum
oleh guru kelasnya bahwa apabila di akhir tahun pelajaran anaknya belum dapat
membaca dengan lancar maka anak tersebut terpaksa tidak naik kelas.
Penelitian yang telah ditemukan oleh Glenn Doman selama berpuluh-puluh
tahun di 100 negara di 5 benua bahwa seorang anak akan belajar membaca lebih
cepat apabila mereka belajar di usia yang lebih muda (How to Teach Your Baby to
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Read; 1987). Hanya memang mengajar anak yang lebih muda memerlukan kesabaran
ekstra, selain pengetahuan kependidikan yang cukup. Gejala yang biasanya nampak
yaitu pada saat anak itu mulai belajar membaca atau mulai mengenal bentuk-bentuk
awal, dia sudah mengalami kesulitan. Sering kali anak tersebut salah mendengar atau
mengucapkan huruf.
Anak dengan dyslexia akan kesulitan dalam membaca. Misalnya, ketika
membaca sering ada huruf yang terlompati, atau terbalik, atau bahkan ada yang bisa
membaca tapi mereka tidak mengerti apa yang mereka baca. Pada kasus yang lain,
ketika membaca, anak dengan dyslexia ini melihat tulisan seperti berbayang. Hal ini
bukan karena ada gangguan pada matanya, tapi karena pemprosesannya yang tidak
benar. Kondisi tersebut hanya bisa dideteksi oleh dokter dengan menggunakan alat
yang disebut "Erlen Lens". Pada kondisi lain, anak dengan dyslexia menulis secara
terbalik. Kita baru bisa memahami tulisannya jika kita membacanya dengan kaca.
Kasus ini disebut dengan "Mirror Writing".
Kesulitan membaca pada anak penderita dyslexia tentu saja akan berpengaruh
pada kemampuannya memahami mata pelajaran yang lain. Dalam pelajaran
matematika, misalnya, anak akan kesulitan memahami symbol-simbol. Karena anak
yang mengalami dyslexia, akan berpengaruh ke seluruh aspek kehidupannya.
Kadang-kadang dalam berbicara pun maksud mereka sulit dipahami.
Pada kasus yang dialami oleh ke dua siswa kelas III SD Kanisius Minggir
Sleman, maka dapat diketahui bahwa TN dan DR mengalami kesulitan belajar
membaca (dyslexia). Hal ini dapat dibuktikan melalui asesmen informal, yang
didalamnya terdapat kemampuan membaca lisan, dan membaca pemahaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
a. Membaca lisan
Menurut Hargrove dan Poteet (1984), ada 13 jenis perilaku yang
mengindikasikan bahwa anak berkesulitan belajar membaca lisan, dibawah ini
adalah perilaku yang dialami oleh TN dan DR, yaitu:
1. Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca. Hal ini dialami oleh TN dan DR tiap
kali mereka disuruh membaca mereka pasti menunjuk tiap kata yang dibaca.
2. Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari.
Selain menunjuk tiap kata mereka juga menelusuri tiap baris yang dibaca
dengan jari atau alat tulis yang dibawanya.
3. Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak. Setiap mereka
membaca pasti kepalanya ikut bergerak sama dengan posisi kata yang
dibacanya.
4. Menempatkan buku dengan cara yang aneh. Hal ini terlihat ketika mereka
akan mulai membaca, mereka sering meletakkan buku miring.
5. Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata. Buku yang dibaca oleh mereka
letaknya sangat dekat dengan matanya, seringkali mereka menutup wajahnya
dengan buku jika dia kelelahan belajar membaca.
6. Sering melihat gambar. Mereka lebih tertarik dengan buku yang terdapat
gambar didalamnya, meskipun mereka sudah duduk dikelas III, mereka masih
suka memperhatikan gambar daripada tulisan yang ada disebelah gambar.
7. Mulutnya komat-kamit waktu membaca. Sebelum membaca dengan bersuara,
TN dan DR terlebih dahulu komat-kamit dengan kata yang akan dibacanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
8. Membaca kata demi kata. Meskipun mereka saat ini sudah kelas III, mereka
masih tetap mengeja tulisan yang dibaca, bahwan memerlukan waktu yang
lama.
9. Membaca tanpa ekspresi. Setiap mereka disuruh membaca maka akan
membaca tulisan tersebut, namun dia tidak bisa mengekspresikan apa yang
mereka baca.
10. Adanya suara aneh atau tegang, hal ini sering terjadi jika mereka disuruh
membaca satu kalimat yang sama akan tetapi masih tetap tidak lancar.
Dari 10 jenis perilaku yang dialami TN dan DR, sudah cukup
membuktikan bahwa sebagian perilaku mereka sudah tergolong dalam kesulitan
membaca lisan.
b. Membaca pemahaman
Menurut Ekwall (1984), ada tujuan kemampuan yang ingin dicapai
melalui membaca pemahaman, yaitu:
1. Mengenal ide pokok suatu bacaan
2. Mengenal detail yang penting
3. Membangkitkan imajinasi visual
4. Meramalkan hasil
5. Mengikuti petunjuk
6. Mengenal organisasi karangan
7. Membaca kritis
Untuk melatih membaca pemahaman, biasanya anak diberi tugas untuk
membaca yang dikenal dengan membaca dalam hati. Yang tujuan membaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
dalam hati sama dengan membaca pemahaman. Dalam hal ini TN dan DR tidak
dapat melakukannya, jika mereka disuruh membaca dalam hati, mereka justru
diam dan mengalihkan perhatiannya.
Selain membaca dalam hati. Membaca pemahaman juga dapat diketahui
jika anak dapat menjawab pertanyaan yang sesuai dengan data dalam bacaan. TN
dan DR juga belum bisa menjawab pertanyaan jika dia tidak dibantu.
Selain melalui asesmen informal dapat diketahui juga bahwa TN dan DR
mengalami dyslexia hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri dyslexia sebagai berikut:
1. Sulit mengeja dengan benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan dengan
bermacam ucapan
2. Sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n, atau
m-n
3. Ketika membaca anak sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya atau
tidak berurutan
4. Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata
5. Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata pelajaran
diucapkan menjadi perjalanan
Dari ciri-ciri yang dialami TN dan DR, sudah cukup membuktikan bahwa perilaku
mereka sudah tergolong dalam kesulitan membaca lisan.
Masalah yang juga bisa mengikuti penyandang dyslexia di antaranya
konsentrasi, daya ingat jangka pendek (cepat lupa dengan instruksi). “Penyandang
dyslexia juga mengalami masalah dalam pengorganisasian. Mereka cenderung
tidak teratur. Seperti yang dialami TN dan DR, memakai seragam tetapi lupa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
memakai ikat pinggang atau kelengkapan seragam yang lain seperti topi dan dasi.
Masalah lainnya, TN dan DR kesulitan dalam penyusunan atau pengurutan, entah
itu angka atau huruf.
Dalam kasus ini kedua siswa juga mengalami masalah fonologi, yang
dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi.
Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan ”halal” dengan ”halai”; atau
mereka keliru memahami kata-kata yang mempunyai bunyi hampir sama,
misalnya ” tujuh puluh lima” dengan ” lima puluh tujuh”. Kesulitan ini tidak
disebabkan masalah pendengaran, tetapi berkaitan dengan proses pengolahan input
di dalam otak mereka.
Pada umumnya anak dyslexia mempunyai level kecerdasan normal atau
di atas normal. Namun, mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Hal ini
juga dialami oleh kedua siswa tersebut, mereka sulit menyebutkan nama teman-
temannya dan memilih untuk memanggil teman-temannya dikelas dengan “heh”
atau “hei”. Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas yang sudah direncanakan
sebelumnya, misalnya lupa membawa buku pelajaran atau tugas sekolah. Padahal,
orangtua sudah mengingatkannya bahkan hal itu sudah ditulis dalam jadwal
pelajaran.
Anak dyslexia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang
dalam satu waktu yang pendek. Hal ini terjadi pada kedua siswa tersebut, pada saat
peneliti memberikan tugas pada TN untuk membaca paragraf ke 3 dan kemudian
dilanjutkan DR membaca paragraf ke 4, paragraf ke 5 dibaca TN dan paragraph
ke 6 dibaca DR, tetapi mereka tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan peneliti. TN membaca
pada paragraf ke 5 sedangkan DR membaca paragraf ke 3 yang harusnya dibaca
TN.
Kondisi yang dialami oleh kedua siswa diatas, maka mereka memerlukan
bantuan agar mereka bisa membaca dengan lancar. Penanganan anak dyslexia ini
berbeda pada setiap individu. Seorang guru sebaiknya memberikan sistem
pengajaran yang individual. Untuk itu, kerjasama antara orang tua, guru dan
psikolog sangat diperlukan untuk menangani dyslexia pada anak. Jika masalah
dyslexia pada anak tidak ditangani secara tuntas, akan memberikan dampak yang
buruk terhadap masa depan anak. Banyak anak yang mengalami dyslexia yang
tidak mendapatkan penanganan menjadi frustasi dan drop out dari sekolah.
Menurut Mulyono (2003) bahwa, pembelajaran membaca dapat salah
satunya dilakukan dengan menggunakan pendekatan perilaku yaitu dengan :
1. Pembiasaan membaca huruf, suku kata, kata dan kalimat yang secara bertahap
taraf kesulitannya kian ditingkatkan.
2. Pengenalan huruf, suku kata, kata dan kalimat, terutama pada bagian di mana
anak kerap menunjukkan kesulitan.
3. Metode bunyi untuk aktivitas membaca permulaan dan metode linguistik
untuk aktivitas membaca pemahaman.
Selain pendekatan perilaku juga bisa menggunakan pendekatan kognitif.
Pendekatan kognitif dilakukan dengan penggabungan huruf menjadi suku kata,
suku kata menjadi kata maupun gabungan kata menjadi kalimat. Pola-polanya
sendiri bisa diajarkan secara langsung maupun secara tak langsung, atau anak akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
menemukan sendiri polanya. Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh
pendekatan pembelajaran ini berupa kegiatan penemuan pola-pola seperti:
1. Menemukan pola gabungan huruf vokal-konsonan menjadi suku kata tertentu
2. Menggunakan pola kata tertentu dalam kalimat (D-M dan M-D; frasa, kata
majemuk, kata ulang, dll.)
3. Memahami pola kalimat sesuai jabatan katanya.
4. Melakukan proses membaca pemahaman secara bertahap, sehingga
pengalaman membaca menjadi sesatu yang bermakna
Kurangnya pengetahuan para orang tua mengenai masalah dyslexia
menyebabkan kasus dyslexia pada anak sering tidak terdeteksi. Jika ditangani
secara dini kondisi ini dapat diatasi. Oleh karena itu, para orang tua dituntut untuk
lebih perhatian pada anak-anak, terutama ketika mereka mulai belajar membaca.
Dengan begitu, kelainan seperti dyslexia dapat dideteksi dan ditangani sejak dini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan, dapat disimpulkan bahwa
ke 2 siswa kelas III SD Kanisius Minggir TN dan DR mengalami kesulitan dalam :
1. Memahami huruf sehingga masih kesulitan dalam membaca (dyslexia). Dyslexia
merupakan sulit mengeja dengan benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan
dengan bermacam ucapan.
2. Sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n, v-w, k-
y, i-l atau m-n.
3. Ketika membaca mereka sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya atau
tidak berurutan.
4. Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
5. Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata “pelajaran”
diucapkan menjadi “perjalanan”, kata “pelelangan” diucapkan “pelenangan”, kata
“tumbuh” diucapkan “tubuh”, kata “tertentu” diucapkan “tentu”, kata “wilayah”
diucapkan “wiyalah”, kata “halal” diucapkan “halai”.
6. Kesulitan dalam membaca baik membaca permulaan maupun pemahaman.
Perkembangan kemampuan membaca terlambat, kemampuan memahami isi
bacaan rendah, kalau membaca sering banyak kesalahan.
7. Mengalami kesulitan terutama NGA-NGI,-NGU-NGE-NGO dan NYA-NYI-
NYU-NYE-NYO.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian, maka peneliti dapat menyarankan
hal-hal sebagai berikut.
1. Kesulitan belajar spesifik memang sering ditemukan pada setiap pembelajaran
berdasarkan sifat dan karakteristik setiap siswa. Oleh karena itu perlunya kita
mempelajari dan memahami tentang anak yang kesulitan belajar membaca
sehingga kita bisa memberikan layanan atau pendekatan secara tepat.
2. Anak dyslexia sering terlihat pada anak kelas rendah, pada tahap membaca
permulaan. Oleh karena itu disarankan seharusnya anak diberi pengenalan
huruf pada masa pra-sekolah agar dapat memahami huruf pada masa
membaca dan menulis permulaan.
3. Apabila benar-benar menemukan anak yang mengalami dyslexia guru-guru
harus benar-benar memberikan perhatian khusus dan pengajaran tentang huruf
secara menarik agar anak menjadi paham. Karena membaca dipermulaan
sangat penting dan berpengaruh pada kegiatan membaca dan menulis lanjutan
yang berpengaruh pada kehidupannya.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian studi kasus tentang kesulitan belajar membaca kepada siswa
dyslexia kelas III SD Kanisius Minggir Sleman ini mengalami keterbatasan yaitu:
1. Keterbatasan waktu dan tenaga dari peneliti membuat penelitian ini hanya
dilakukan pada dua siswa dyslexia kelas III, sedangkan untuk kelas yang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
belum dilakukan. Jumlah subjek yang relative kecil ini tentunya membuat
peneliti perlu berhati-hati dalam menggeneralisasikan data yang diperoleh.
2. Wawancara pada dua siswa dilakukan pada siang hari yaitu pada waktu
istirahat dan setelah usai kegiatan belajar. Siswa sering tidak fokus saat
menjawab pertanyaan peneliti karena terganggu dengan teman-teman yang
sedang istihat dan bermain. Wawancara yang dilakukan pada saat setelah usai
kegiatan belajarpun tidak biasa fokus karena subjek ingin segera pulang
seperti teman-temannya. Kejadian ini membuat peneliti perlu berhati-hati
dalam mencari data agar semua subjek bisa fokus saat wawancara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bersama Rineka Cipta.
Bowo, Prasetyo. 2009. Penelitian Studi Kasus. Penerbit: Erlangga Semarang.
Budiono. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: KaryaAgung.
Darminati. 1996. Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.
---------. 1992.Pelaksanaan Pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan. Jakarta: Depdikbud.
Daruma, Razak. 2003. Studi Kasus. Makassar: Penerbit FIP UNM
Daryanto. 1997.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Lengkap EYD dan PengetahuanUmum. Surabaya: Apollo
Dede, Eko. Putra. 2010. StudiKasus. Penerbit: Pusat Education Bekasi Jawa Barat. Hal 2.
Djaja, Rahardja. 2006.Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Universitas Tsukuba: Criced
Erna Febri, Aries. S. 2008. Design Action Research. Penerbit: Balai PustakaJakarata.
Juang, Sunanto. 2005.Pengantar Penelitian Dengan Subyek Tunggal. Universitas Tsukuba:
CricedLexy, Moleong. 2010. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Makmur, Karim. 1984. Mampu Berbahasa Indonesia. FPTK. Institut Keguruan danIlmu Pendidikan. Padang.
Manulang. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Andi: Yogyakarta
Mudjia, Rahardjo. 2010. Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif. Diakses dari http://mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/215-jenis-dan-metode-penelitian-kualitatif.html pada tanggal 9 Juni 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Munawir, Yusuf. 1997. Mengenal Siswa Berkesulitan Belajar. Jakarta: Depdikbud.
PPPG. 2008. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti PPPG.
Porwanto, Ngalim. 2003. Psikologi Pendidikan.Rosdakarya: Jakarta
Ritawati, Wahyudin. 1996. Bahan Ajar Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas-kelasRendah SD. Padang. IKIP
Rahayu, Iin Tri. Tristiadi, Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia.
Somantri, T. Sutjihati. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Dirjen Dikti PTA.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sutjihanti. 1995. Psikologi Anak Luar Biasa. DIRJEN PendidikanTinggi
http://deddysumardi.wordpress.com/2012/05/02/memahami-wawancara/ pada tanggal 4 Juli 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Lampiran 1.Hasil Observasi
Dari kegiatan observasi yang telah dilaksanakan oleh peneliti, diperoleh data
sebagai berikut :
1. Identifikasi SiswaTN dan Orang Tua TN
a. Siswa
Nama : TN
Tempat Tanggal Lahir : Sleman, 25 Januari 2003
Nis : 1336
Kelas : III (tiga)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Katolik
Alamat Siswa : Minggir Sleman
Anak ke : 1 dari 1 bersaudra (tunggal)
Hobi : Menggambar
Cita-cita : Jadi pembalap motor
Riwayat Tinggal Kelas : Di Kelas 1
Keterangan fisik
Tinggi badan : 129cm
Berat badan : 21 kg
Warna kulit : Sawo matang
Warna rambut : Hitam
Jenis rambut : Lurus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Bentuk muka : Lonjong
b. Orang Tua
Ayah : Bapak LH
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : D1
Ibu : Ibu SS
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : D3
2. Identifikasi SiswaDR dan Orang Tua DR
1. Siswa
Nama : DR
Tempat Tanggal Lahir : Sleman, 30 Januari 2005
Nis : 1362
Kelas : III (tiga)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Katolik
Alamat Siswa : Minggir Sleman
Anak ke : 3 dari 3 bersaudra
Hobi : Bermain Catur
Cita-cita : Polisi
Riwayat Tinggal Kelas : -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Keterangan fisik
Tinggi badan : 126cm
Berat badan : 25 kg
Warna kulit : Sawo matang
Warna rambut : Hitam
Jenis rambut : Lurus
Bentuk muka : Bulat
2. Orang Tua
Ayah : Bapak FM
Pekerjaan : Tani
Pendidikan : SLTA
Ibu : Ibu ES
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SLTA
3. Identifikasi dari beberapa aspek
a. Perkembangan TN dan dan DRbaik, normal (tidak cacat), tidak ada gangguan
dalam penglihatan maupun pendengaran
b. Intelegensi Pemikiran,TN dan dan DRbelum matang dan belum bisa
memahami tulisan dan soal bahkan membaca masih susah.
c. Emosional, DRmemiliki emosinal yang stabil. Sedangkan TN terkadang
mood nya tidak teretentu terutama disaat belajar.
d. Bakat khusus, Bakat khusus TN terlihat dibidang menggambarsedangkan
DR pandai bermain catur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
e. Sosial cultural, Sosialisasi dengan teman agak berkurang. Bahasa yang
mereka pakai dalam komunikasi sehari-hari dengan bahasa daerah sekitarnya.
f. Spiritual/agama kurang paham dalam beribadah sehingga lebih sering
diingatkan dan dibimbing.seperti: pada saat berdoa bercanda.
g. Komunikasi, TN sedikit pendiam ia tidak akan berbicara sebelum ia ditanya
oleh teman-temannya atau gurunya dan cenderung malas.DRcenderung aktif,
tidak sungkan bertanya baik pada teman-temannya taupun ke pada guru.
Walaupun terkadang pertanyaan yang DR ajukan tidak jelas dan DR sendiri
tidak mengerti apa yang dia tanyakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Lampiran 2. Wawancara dengan Guru Kelas
Hasil wawancara dengan Ibu A. Y. Sumiyem mengenai kesulitan belajar
membaca yang dialami oleh TN dan dan DR.
a. Wawancara dengan guru kelas 3 mengenai SiswaTN
1. Bagaimana perilaku TN sehari-hari, termasuk di dalam kelas?
Jawaban :PerilakuTNsehari-hari sama dengan murid yang lainnya, namun
dia lebih cendrung pendiam dengan teman-temannya. Dalam pembelajaran
dia kesulitan dalam hal membaca.Dalam membaca tahu huruf namun belum
bisa membaca huruf X-Y-Z.Mengeja satu suku kata atau lebih masih
mengalami kesulitan terutama NGA-NGI,-NGU-NGE-NGO dan NYA-NYI-
NYU-NYE-NYO. Pada awal masuk kelas 3 ia sama sekali belum bisa
membaca walaupun sudah mengerti huruf.Mungkin salah satu penyebabnya
adalah karena dia saat kelas 1 tidak mengerti mengerti huruf sama sekali dan
sempat tinggal kelas.Tetapi saat naik di kelas 2 dia sudah mulai mengenal
huruf tetapi belum bias membaca.Sehingga ketika ia masuk kelas 3 dia belum
bisa membaca, dia benar-benar berasal dari nol untuk belajar membaca.
2. Bagaimana latar belakang orang tuaTN?
Jawaban :AyahTN bekerja sebagai buruh sedangkan ibunya dirumah sebagai
ibu rumah tangga.
3. Pernahkah Ibu menanyai,apakah orang tua TNmemperhatikan TN saat
dirumah?
Jawaban :Pernah saya bertanya kepada ibunya dan beliau menjawab bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
ketika TN memiliki pekerjaan Rumah (PR) beliau menyempatkan untuk
membantu TN mengerjakannya.
4. Lalu bagaimana dengan saudara atau pihak lain, apakah ada yang
memperhatikannya?
Jawaban :TN tinggal dirumah hanya dengan Bapak dan Ibunya . Yang
pastinya di rumah TN dimanja oleh orang tuanya mungkin karna anak
tunggal.
5. Di sekolah sendiri,bagaimana perlakuan atau layanan yang ibu berikan
kepadaTN?
Jawaban :Pendekatan khusus dan pengawasan yang lebih seperti saya sering
mendatangi meja mereka agar saya bisa membantu ketika ia sulit dalam
membaca.Memberikan motivasi agar ia mau belajar membaca bertujuan ia
lebih semangat dalam belajar.
6. Selain di saat pelajaran,adakah layanan yang Ibu berikan untuk TN?
Jawaban :Selain pendekatan didalam kelas saya pun memberikan les
tambahan setelah jam pelajaran usai selama satu jam. Dan diadakan pada
hari selasa dan kamis, itu berjalan hanya beberapa waktu saja. Karna saya
sibuk jadi sekarang sudah tidak lagi.
7. Kemajuan apa yang di dapat dari pelajaran tambahan itu?
Jawaban :Setelah di berikan pendekatan khusus dan les tambahan sedikit ada
perubahan. Dari yang berawal tidak bisa membaca sama sekali ia sekarang
sudah paham huruf dan bias membaca walaupun masih sulit membaca kata-
kata panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
8. Kendala apa saja yang ibu hadapi dalam memberikan bantuan
pelayanan terhadap TN ini?
Jawaban :kendala yang ada pertama dari anaknya sendiri yang malas, ketika
keinginannya hanya ingin main ia tetap kekeuh dan susah untuk belajar.
Terkadang belajarnya kurang serius.Dia selalu menolak membaca didepan
kelas.Dan yang kedua dari orangtuanya kurang mendukung.Orang tua
pernah dipanggil ke sekolah, namun undangan tersebut tidak dipenuhi beliau
sekalipun pernah saya temui saat menjemput TN pada saat pulang sekolah
namun kurang merespon. Karena tidak mungkin apabila bantuan yang
dibrikan disekolah saja yang digunakan ,seharusnya ada tambahan dari
rumah.
9. Setelah peneliti memberikan layanan bimbingan belajar kepada TN,
menurut ibu apakah ada kemajuan?
Jawaban :setelah di berikan bimbingan belajar/les tambahan oleh peneliti ada
perubahan yang cukup baik. Kemampuan membaca TN jauh lebih baik dan
lebih lancar.
10. Setelah TN mengikuti bimbingan belajar perubahan apa yang sangat
terlihat dalam hal membaca?
Jawaban :Sekarang sudah lebih berani kalau disuruh membaca, walaupun
masih ada kesalahan saat membaca. Seperti kata-kata BEBERAPA dan
TERTABRAK TN sudah bisa membaca dengan benar.Dulu tidak bisa kata
TERTABRAK selalu dibaca TERTABAK, dan kata BEBERAPA dibaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
BERAPA.TN dalam membaca sering menghilangkan hufur sekarang sudah
mulai benar membacanya.
b. Wawancara dengan guru kelas 3 mengenai Siswa DR
1. Bagaimana perilaku DR sehari-hari,termasuk di dalam kelas?
Jawaban :PerilakuDR sehari-hari sama dengan murid yang lainnya, namun
dia lebih cendrung aktif dengan teman-temannya, terkadang ia suka sibuk
bermain sendiri. Dalam pembelajaran dia kesulitan dalam hal membaca.
Dalam membaca sudah mengerti huruf-huruf namun belum bisa membedakan
huruf d dengan b. DR juga belum bisa membaca huruf X-Y-Z. Mengeja satu
suku kata atau lebih masih mengalami kesulitan terutama NGA-NGI,-NGU-
NGE-NGO dan NYA-NYI-NYU-NYE-NYO. Pada awal masuk kelas 3
DRdengan TNsama, belum bisa membaca walaupun sudah mengerti huruf.
Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena dia saat kelas 1 tidak
mengerti mengerti huruf sama sekali dan tidak bisa membaca sama sekali.
Tetapi saat naik di kelas 2 dia sudah mulai mengenal huruf walaupun belum
bisa membaca. Sehingga ketika ia masuk kelas 3 dia belum bisa membaca, dia
benar-benar berasal dari nol untuk belajar membaca sama kasusnya dengan
TN.
2. Bagaimana latar belakang orang tuaDR?
Jawaban :AyahDR bekerja sebagai tani sedangkan ibunya dirumah sebagai
ibu rumah tangga. DRanak bungsu dari 3 bersaudara, ibuknya juga sibuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
harus mengurus 3 anak.Mungkin itu yang menyebabkan DR kurang
diperhatikan.
3. Pernahkah Ibu menanyai,apakah orang tua DRmemperhatikan DR saat
dirumah?
Jawaban :Pernah saya bertanya kepada ibunya dan beliau menjawab bahwa
DR itu berbeda (maksutnya kurang pandai) tidak seperti kakak-kakaknya
sehingga ibuknya membiarkan saja apapun yang DR lakukan dan tidak
pernah memaksa DR untuk belajar, dengan alasan DR memang tidak mampu.
4. Lalu bagaimana dengan saudara atau pihak lain, apakah ada yang
memperhatikannya?
Jawaban :DR tinggal dirumah tak hanya dengan Bapak dan Ibunya .Yang
pastinya di rumah itu kakeknya dan kakak-kakaknya . Kakeknya bekerja di
sawah jadi kurang bisa memperhatikan dia, sedangkan kakak-kakaknya masih
sekolah. Sehingga dia sering bermain sendiri, terkadang hingga jauh dari
rumahnya namun tidak ada yang mencarinya.
5. Di sekolah sendiri, bagaimana perlakuan atau layanan yang ibu berikan
kepada DR?
Jawaban :Sama dengan TN, TNpun saya memberikan pendekatan khusus dan
pengawasan yang lebih seperti saya sering mendatangi meja mereka agar
saya bisa membantu ketika ia sulit dalam membaca. Memberikan motivasi
agar ia mau belajar membaca bertujuan ia lebih semangat dalam belajar.
6. Selain di saat pelajaran, adakah layanan yang Ibu berikan untuk DR?
Jawaban :DR dan TN saya perlakukan sama, ada pendekatan didalam kelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
saya pun memberikan les tambahan setelah jam pelajaran usai selama satu
jam. Dan diadakan pada hari selasa dan kamis, itu berjalan hanya beberapa
waktu saja. Karna saya sibuk jadi sekarang sudah tidak lagi.
7. Kemajuan apa yang di dapat dari pelajaran tambahan itu?
Jawaban :Setelah di berikan pendekatan khusus dan les tambahan sedikit ada
perubahan.Dari yang berawal tidak bisa membaca sekarang sudah bisa
membaca walaupun belum lancar dan masih sering salah. sedikit harus
sering diingatkan kembali DR juga sudah mulai berani kalau disuruh
membaca dulu sama sekali tidak mau.
8. Kendala apa saja yang ibu hadapi dalam memberikan bantuan
pelayanan terhadap DR ini?
Jawaban :Kendala yang ada pertama dari kemampuan anaknya sendiri
memang kurang bisa menangkap pelajaran, sebenarnya DR anaknya memiliki
semangat untuk belajar membaca tetapi tidak bisa tenang ketika belajar
membaca, setiap kali membaca terkesan terburu-buru sehingga sering salah
pengucapannya atau lain tulisannya apa dibacanya apa. Dan yang kedua dari
orangtuanya kurang mendukung, cenderung cuek dengan kondisi anaknya.
Karena tidak mungkin apabila bantuan yang dibrikan disekolah saja yang
digunakan ,seharusnya ada tambahan dari rumah.
9. Setelah peneliti memberikan layanan bimbingan belajar kepada DR,
menurut ibu apakah ada kemajuan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Jawaban :Setelah di berikan bimbingan belajar/les tambahan oleh peneliti
ada perubahan yang cukup baik. Kemampuan membaca DR jauh lebih baik
dan lebih lancar.
10. Setelah DR mengikuti bimbingan belajar perubahan apa yang sangat
terlihat dalam hal membaca?
Jawaban :Kepercayaan diri DR untuk membaca didepan kelas jauh lebih baik
daripada sebelumnya, walaupun masih ada kesalahan saat membacaDR
sudah tidak takut dan malu. Dulu DRtidak tidak bisa membaca huruf NG dan
kata yang mengandung huruf NG, sekarang sedikit demi sedikit sudah bisa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Lampiran 3. Foto TN dan DR di sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Lampiran 4. Foto DRSaat membaca buku cerita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Lampiran 5. Foto TNSaat membaca buku cerita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Lampiran 6. Garis Besar Wawancara
Garis besar wawancara awal dengan guru kelas 3 dan 2 siswa kelas 3
berkebutuhan khusus (kesulitan belajar membaca) SD Kanisius Minggir
Sleman
Tabel 3.1 Pedoman wawancara awal dengan guru kelas 3
No Pengalaman Deskripsi Fokus1 Pengetahuan tentang
siswaPengetahuan perilakusiswa selama mengikuti pembelajaran di sekolah
Siswa kelas III SD Kanisus Minggir Sleman penyandang dyslexia
2 Penilaian terhadap siswa
Penilain terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca
Kemampuan siswa membaca dan kesulitan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran
3 Layanan Layanan yang diberikan guru untuk siswa yang mengalami kesulitan membaca
Cara untuk membantu siswa membaca
4 Dampak Hasil yang diperoleh dari layanan
Kemajuan siswa dalam belajar membaca
5 Kendala Faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perkembangan dari layanan yang diberikan
Kendala yang dialami informan
6 Keadaan keluarga siswa Latar belakang keluarga siswa
Orang tua dan anggota keluarga yang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Tabel 3.2 Garis besar wawancara awal dengan siswa dyslexia
No Pengalaman Deskripsi Fokus1 Pengetahuan diri Pengetahuan diri siswa
terhadap pembelajaran membaca
Pembelajaran yang disampaikan guru
2 Penilaian diri Penilain diri terhadap pembelajaran membaca
Penilaian siswa terhadap kesulitan membaca dan
3 Kemampuan diri Kemampuan siswa dalam hal membaca
Pengenalan huruf, kemampuan membaca kata dan kalimat
5 Kendala Faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam hal membaca
kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar membaca
Garis besar wawancara akhir dengan guru kelas 3 dan 2 siswa kelas 3
berkebutuhan khusus (kesulitan belajar membaca) SD Kanisius Minggir
Sleman
Tabel 3.3 Garis besar wawancara akhir dengan guru kelas 3
No Pengalaman Deskripsi Fokus1 Layanan Layanan yang diberikan
peneliti untuk siswa dyslexia
Layanan dari guru kelas
2 Penilaian guru Penilain guru terhadap siswa selama mengikuti bimbingan belajar
Perkembangan siswa dalam hal membaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Tabel 3.4 Garis besar wawancara akhir dengan siswa dyslexia
No Pengalaman Deskripsi Fokus1 Penilaian diri Penilaian diri terhadap
kemampuan membaca setelah mengikuti bimbingan belajar
Kesan setelah guru kelas
2 Kemampuan diri Kemampuan siswa dalam hal membaca setelah mengikuti bimbingan belajar
Kemampuan membaca kata dan kalimat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Lampiran 7. Surat ijin melakukan penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Lampiran 8. Surat keterangan telah melakukan penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIODATA PENELITI
Hertami Ratnafuri lahir di Kulon Progo tanggal 23 Mei 1992.
Pendidikan Dasar diperoleh di SD 1 Kalikajar Wonosobo tamat pada
tahun 2004. Pendidikan Menengah pertama diperoleh di SMP Bhakti
Mulia Wonosobo tamat pada tahun 2007 dan melanjutkan di SMA
Negeri 1 Sentolo Yogyakarta tamat pada tahun 2010. Pada tahun 2010
melanjutkan studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan , program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar. Masa Pendidikan akhir di Universitas Sanata
Dharma menulis skripsi dengan judul: * Studi Kasus Tentang
kesulitan Belajar Membaca Kepada Siswa Dyslexia kelas III SD
Kanisius Minggir Sleman.
L1.3PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI