JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
1
Abstrak - Indonesia negara yang rawan gempa. Gempa
bumi berdampak korban jiwa dan harta, serta kerusakan
infrastruktur, baik retak-retak maupun ambruk dan hancur.
Namun pada kenyataanya, belum semua gedung
direncanakan kegempaannya dan tidak ada data kerentanan
bangunan jika terjadi gempa untuk gedung-gedung di
Indonesia. Rapid visual screening (RVS) merupakan metode
penilaian kerentanan suatu bangunan terhadap potensi
bahaya gempa berdasarkan observasi visual dari eksterior
bangunan, interior jika memungkinkan, sehingga
pelaksanaannya relatif cepat (ATC, 2002). Tugas akhir ini
mengaplikasikan penggunaan RVS untuk memetakan
kerentanan bangunan di Indonesia terhadap bahaya gempa
berdasarkan FEMA 154. Pengaplikasian RVS tersebut
dimaksudkan untuk melihat seberapa besar RVS pada
FEMA 154 bisa diterapkan di Indonesia dengan studi kasus
bangunan di ITS. Terdapat tahapan-tahapan untuk
melaksanakan metode RVS ini, salah satunya adalah
pelaksaan survei di lapangan. Dalam mengisi formulir saat
survei di lapangan harus memverifikasi data yang ada
dengan yang di lapangan serta mengisi kolom-kolom yang
ada di formulir RVS. Terdapat 15 jenis struktural dasar
yang diklasifikasikan oleh FEMA 154 pada formulir RVS.
Dari hasil pengisian formlir RVS pada studi kasus
(bangunan ITS), maka didapatkan bahwa skor akhir pada
formulir ITS dan laporan perencaan gedungnya sesuai.
Maka posedur RVS ini bisa digunakan untuk menilai
kerentanan banguanan di Indonesia.
Kata Kunci : Rapid Visual Screening, FEMA 154, Gempa.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia negara yang rawan gempa, karena merupakan
daerah pertemuan dari 3 lempeng tektonik besar, yaitu
lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Bisa
dibuktikan dengan banyaknya kejadian gempa yang banyak
memakan korban jiwa, contohnya gempa dan tsunami di
Aceh pada 26 Desember 2004, gempa di Jogja pada 27 Mei
2006, serta gempa di Jayapura. Gempa bumi berdampak
korban jiwa dan harta, serta kerusakan infrastruktur. Namun
pada kenyataanya, belum semua gedung direncanakan
kegempaannya dan tidak ada data kerentanan bangunan jika
terjadi gempa untuk gedung-gedung di Indonesia. Indonesia
hanya mempunyai buku Panduan Praktis Pemeriksaan
Kerusakan Bangunan akibat Gempa Bumi disusun oleh
Peneliti Puslitbang Permukiman Kementerian Pekerjaan
Umum. Padahal seperti istilah lebih baik mencegah daripada
mengobati yang harus kita lakukan. Jadi diperlukan suatu
panduan untuk menilai kerentanan bangunan terhadap
gempa yang mudah untuk dilakukan.
Rapid visual screening (RVS) merupakan metode
penilaian kerentanan suatu bangunan terhadap potensi
bahaya gempa berdasarkan observasi visual dari eksterior
bangunan, interior jika memungkinkan, sehingga
pelaksanaannya relatif cepat (ATC, 2002).
Tugas akhir ini pengaplikasian penggunaan RVS untuk
bangunan di Indonesia. Pengaplikasian RVS tersebut
dimaksudkan untuk melihat seberapa besar RVS pada
FEMA 154 bisa diterapkan di Indonesia. Sehingga bisa
dijadikan bahan pertimbangan untuk pedoman mengenai
sistem penilaian gedung terhadap kerentanan gempa yang
sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada dan bisa di
terapkan di Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan Utama :
Bagaimana penggunaan RVS dengan FEMA 154 untuk
memetakan kerentanan bangunan terhadap gempa di
Indonesia (studi kasus di ITS) ?
Detail Permasalahan :
1. Bagaimana sejarah metode Rapid Visual Screening
bangunan terhadap kerentanan gempa?
2. Bagaimana perencanaan dan manajemen Rapid Visual
Screening?
3. Bagaimana pengumpulan formulir data RVS?
4. Bagaimana penggunaan hasil dari RVS?
5. Bagaimana contoh aplikasi dari RVS?
6. Bagiamana studi kasus RVS terhadap bangunan di ITS?
C. Tujuan
Tujuan Utama :
Penggunaan RVS utuk memetakan kerentanan gempa di
Indonesia (studi kasus di ITS).
Detail Tujuan :
1. Diketahui sejarah metode RVS bangunan terhadap
kerentanan gempa.
2. Didapat perencanaan dan manajemen RVS.
3. Didapat pengumpulan formulir data RVS.
4. Didapat penggunaan hasil dari RVS.
5. Didapat contoh aplikasi dari RVS.
6. Didapat studi kasus RVS terhadap bangunan di ITS.
D. Batasan dan Ruang Lingkup
Teori RVS menggunakan FEMA 154.
Bangunan yang ditinjau diasumsikan memiliki parameter
yang sama dengan standar FEMA 154
Studi kasus yang digunakan adalah bangunan di ITS
E. Manfaat
Pemetaan kebutuhan rehabilitasi akibat gempa di
Indonesia
Studi Literatur Rapid Visual Screening untuk Mengetahui
Potensi Kerentanan Bangunan Terhadap Bahaya Gempa
Fadilah Alfia Nuri, Dr. techn. Pujo Aji, ST., MT., dan Endah Wahyuni, ST., MSc., PhD.
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected], endah@ ce.its.ac.id
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
2
Sebagai referensi untuk dikembangkan dengan
memperhatikan parameter - paremeter mendekati kondisi
di Indonesia.
II. METODOLOGI
Metoda penyelesaian ini tergambar dalam flow chart pada
Gambar 1 dibawah ini:
Gambar 1 Diagram alir penyelesaian tugas akhir
III. STUDI LITERATUR
A. Sejarah Metode Rapid Visual Screening
Metode RVS bermula dari FEMA 154 yang terbit
pada tahun 1988, Rapid visual screening of buildings for
potential seismic hazards: A Handbook. Buku Pegangan ini
memberikan "Sidewalk survey" pendekatan yang
memungkinkan pengguna untuk mengklasifikasikan
bangunan yang disurvei menjadi dua kategori: aman atau
harus dievaluasi lebih rinci.
Selama dekade berikutnya FEMA 154 edisi pertama,
prosedur RVS digunakan oleh organisasi sektor swasta dan
lembaga pemerintah di Amerika Serikat untuk mengevaluasi
lebih dari 70.000 bangunan nasional (ATC, 2002). Data dan
informasi yang dikumpulkan selama dekade pertama
tersebut digunakan untuk memperbarui metode RVS pada
FEMA 154 edisi kedua. Revisi prosedur RVS
mempertahankan kerangka yang sama dan pendekatan
terhadap prosedur asli, tapi menggabungkan sistem
penilaian yang direvisi kompatibel dengan kriteria gerakan
tanah di FEMA 310, Handbook for Seismic Evaluation of
Bulildings - A Prestandard (ASCE, 1998), dan data estimasi
kerusakan yang dikembangkan oleh FEMA – Earthquake
Loss Estimation Methodology HAZUS (NIBS, 1999).
B. Perencanaan dan Manajemen RVS
Ada beberapa langkah yang diperlukan dalam
merencanakan dan melaksanakan RVS pada bangunan
berpotensi berbahaya gempa. Urutan umum pelaksanaan
prosedur RVS meliputi :
1. Perencanaan anggaran dan biaya perkiraan: Untuk
pelaksanaan RVS secara menyeluruh akan diperlukan
banyak tenaga, biaya, dan waktu. Namun dalam tugas
akhir ini hanya memakai studi kasus bangunan di ITS,
sehingga tidak memerlukan banyak biaya.
2. Perencanaan pralapangan: Dalam memutuskan prioritas
urutan bangunan yang di survei bisa dikarenakan oleh
anggaran, waktu, dan tingkat bahaya suatu kawasan
(yang paling utama)
3. Pemilihan dan review formulir: Ada tiga jenis formulir
yang masing-masing dibagi berdasarkan wilayah
kegempaan seperti berikut: rendah (Low/L), sedang
(Medium/M), dan tinggi (High/H).
4. Kualifikasi dan Pelatihan Screener: Pelatihan dilakukan
oleh salah satu departemen yang paling berpengalaman
5. Akuisisi dan review data pra lapangan: Informasi tentang
sistem struktur, usia atau hunian (yaitu kegunaan)
mungkin tersedia dari sumber tambahan. Data ini harus
ditinjau dan disusun sebelum memulai survei lapangan.
Disarankan bahwa informasi ini ditambahan, bisa
dengan ditulis langsung pada formulir yang akan
dipakai.
6. Review dokumen konstruksi: Bila mungkin, dokumen
desain dan konstruksi bangunan harus ditinjau sebelum
melakukan survei lapangan untuk membantu screener
mengidentifikasi jenis sistem struktural untuk masing-
masing bangunan.
7. Pelaksaan RVS di lapangan
8. Memeriksa kualitas dan penerimaan data lapangan:
Untuk memeriksa kualitas dari skrining, diperlukan
orang yang ahli mengenai bangunan dan gempa. Data
yang ada bisa dikoreksi seperlunya oleh para ahli.
C. Pengumpulan Data Rapid Visual Screening
Setelah memilih formulir berdasarkan pada tingkat
kegempaan daerah yang akan ditinjau, Formulir diselesaikan
untuk setiap bangunan yang ditinjau melalui tahap
pelaksanaan berikut:
1. Memeriksa dan memperbarui informasi bangunan:
Ruang yang disediakan di bagian kanan pada formulir
untuk catatan informasi identifikasi bangunan (yaitu,
alamat, nama, jumlah lantai, tahun pembangunan, dan
data lainnya).
2. Berjalan di sekitar gedung untuk mengidentifikasi
ukuran dan bentuknya, serta membuat sketsa bangunan
pada formulir: Pada sketsa seharusnya menunjukkan:
Tinggi bangunan, lebar bangunan, dimensi-dimensi yang
ada, dan menekankan fitur-fitur khusus (retak atau
konfigurasi masalah yang signifikan)
3. Menentukan dan mencatat kategori hunian. Pembagian
kelas hunian dijelaskan di bawah ini (dengan indikasi
umum beban hunian) :
Gedung pertemuan: beban hunian bervariasi yaitu
sebanyak 1 orang per 10 sq.ft, tergantung pada
kondisi duduk tetap atau bergerak.
Komersial: beban hunian bervariasi, yaitu 1 orang
per 50 sampai 200 sq.ft.
Layanan darurat: beban hunian biasanya 1 orang
per 100 sq ft.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
3
Gedung pemerintahan : Beban hunian bervariasi ,
gunakan 1 orang per 100 200 sq ft.
Industrial : Biasanya, beban huniannya 1 orang per
200 persegi ft kecuali gudang, yang mungkin 1
orang per 500 sq ft
Perkantoran: menggunakan 1 orang per 100
sampai 200 sq ft).
Perumahan: Jumlah orang untuk hunian
perumahan bervariasi dari sekitar 1 orang per 300
sq ft di tempat tinggal, untuk mungkin 1 orang per
200 sq ft di hotel dan apartemen, 1 per 100 sq ft di
asrama).
Sekolah: Beban hunian bervariasi, gunakan 1 orang
per 50 sampai 100sq. ft)
4. Menentukan jenis tanah, jika tidak diidentifikasi selama
proses perencanaan pralapangan: Informasi data tanah
harusnya dicari saat tahap perencanaan. Jika tidak ada,
perlu diidentifikasi jenis tanahnya saat pelaksanan di
lapangan. Jika tidak ada dasar untuk mengklasifikasikan
jenis tanah, maka diasumsikan jenis tanah E. Namun,
untuk satu lantai atau dua lantai/ bangunan dengan tinggi
atap sama dengan atau kurang dari 25 kaki, dapat
diasumsikan jenis tanah kelas D ketika kondisinya tidak
diketahui.
5. Mengidentifikasi potensi bahaya nonstruktural: Macam-
macam pilihan bangunan nonstruktural yang bisa
membahayakan adalah Unreinforced Chimneys,
Parapets, dan Heavy Cladding.
6. Mengidentifikasi seismic lateral-load resisting dan
melingkari skor dasar pada formulir. Lima belas jenis
bangunan yang digunakan dalam Prosedur RVS
meliputi:
[1] Rangka kayu- bangunan dengan luas <5.000 ft2 (W1)
[2] Rangka kayu- Bangunan dengan luas >5.000 ft2 (W2)
[3] Bangunan baja rangka pemikul momen (S1)
[4] Bangunan rangka baja dengan bracing (S2)
[5] Bangunan light metal (S3)
[6] Bangunan rangka baja dengan shear wall beton cor
di tempat (S4)
[7] Bangunan rangka baja dengan dinding batu tanpa
perkuatan (S5)
[8] Bangunan beton dengan rangka pemikul momen (C1)
[9] Bangunan beton dengan dinding geser (C2)
[10] Bangunan beton dengan dinding pasangan bata tanpa
perkuatan (C3)
[11] Bangunan Tilt -up (PC1)
[12] Bangunan rangka beton pracetak (PC2)
[13] Bangunan batu diperkuat lantai fleksibel dan atap
diafragma (RM1)
[14] Bangunan batu diperkuat dengan lantai kaku dan atap
diafragma(RM2)
[15] Bangunan batu tanpa perkuatan dengan bearing -
wall (URM)
7. Mengidentifikasi dan melingkari sesuai kondisi
bangunan pada masing-masing skor modifikasi. Faktor-
foktoryang dinilai meliputi:
Mid-Rise Buildings. Jika bangunan memiliki lantai
4 sampai 7 .
High-Rise Bulidings. Jika bangunan memiliki
banyak lantai 8 atau lebih.
Vertikal Irregularity. Jika bangunan berbentuk
tidak teratur secara vertikal, atau jika beberapa
dinding tidak vertikal..
Plan Irragularity. Jika bangunan bentuk denahnya
tidak teratur dengan bentuk E, L, T, U, atau + .
Pre-Code. Skor modifikasi ini berlaku untuk
bangunan di wilayah kegempaan moderat dan tinggi,
dan berlaku jika bangunan yang ditinjau dirancang
dan dibangun sebelum diterapkan kode seismik yang
berlaku untuk jenis bangunan itu.
Post-Benchmark. Skor modifikasi ini berlaku jika
bangunan yang ditinjau dirancang dan dibangun
setelah kode seismik untuk jenis bangunan itu
diberlakukan.
Soil Type C, D, or E. Skor modifikasi disediakan
untuk Jenis Tanah C, D, dan E. Jika tidak tersedia
data atau bimbingan yang memadai selama tahap
perencanaan untuk mengklasifikasikan jenis tanah,
harus diasumsikan jenis tanah E. Namun, untuk
bangunan satu atau dua lantai dengan tinggi atap
sama dengan atau kurang dari 25 meter, dapat
diasumsikan jenis tanah kelas D.
8. Menentukan skor akhir, dan memutuskan apakah
evaluasi lebih rinci diperlukan: Berdasarkan hasil skor
akhir, screener dapat memutuskan apakah bangunan
tersebut aman atau memerlukan evaluasi lebih rinci yang
kemudian dicatat pada lingkaran "YES" atau "NO" di
kolom kanan bawah.
9. Memotret bangunan dan melampirkan foto: Foto
bangunan yang jelas dan bisa menampakkan keseluruhan
bangunan (bentuk bangunan dan elevasi).
10. Bagian Komentar: Kolom terakhir ini untuk komentar
screener jika mungkin ingin memberi catatan mengenai
bangunan yang diskrining, hunian, kondisi, kualitas data
atau kondisi yang tidak biasa/ tidak ada dalam jenis yang
tersedia.
D. Penggunaan Hasil dari Rapid Visual Screening
Dalam pelaksanaan RVS penafsiran Final Structural
Score, S, Pemilihan keputusan skor RVS merupakan salah
satu yang terpenting. Disini menjelaskan tentang pembacaan
nilai skor akhir terhadap angka kemungkinan keruntuhan
bangunan terhadap bahaya gempa.
Pada dasarnya skor akhir adalah perkiraan probabilitas
bangunan akan runtuh jika terjadi gerakan tanah atau gempa.
Basic Struktural Hazard Score didefinisikan sebagai
logaritma negatif (basis 10) dari probabilitas runtuhnya
bangunan yang dapat dituliskan dengan BSH = -log10 (ATC,
2002b). Sebagai contoh, skor akhir S=3 berarti ada
kesempatan 1 dari 103, Atau 1 dari 1000 kemungkinan
bangunan itu akan runtuh jika terjadi gerakan tanah tersebut.
Sebuah skor akhir S= 2 berarti ada kesempatan 1 dari 102,
Atau 1 dari100, bahwa bangunan akan runtuh jika tanah
tersebut terjadi gerakan.
Penentuan aman atau tidaknya bangunan yang ditinjau
bedasarkan skor akhir bangunan tersebut. Nominal angka
skor yang membatasi menurut FEMA 154 adalah 2. Hal itu
berdasarkan dari National Bureau of Standards (NBS, 1980)
E. Contoh Aplikasi dari Rapid Visual Screening
Contoh aplikasi dari RVS ini adalah ilustrasi penerapan
prosedur RVS pada beberapa gedung di USA (lihat
Gambar 2)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
4
Gambar 2 – Contoh formulir RVS
F. Studi Kasus
Berdasarkan SNI 1726 tahun 2012, Kota Surabaya pada
periode 0,2 detik percepatan respon gempanya adalah
sebesar 0,5-0,6 g (Gambar 3) dan untuk peiode 1 detik
sebesar 0,2-0,3 g (berada pada 2 warna, lihat Gambar 4).
Dengan demikian, Kota Surabaya berada pada High
Seismicity menurut pembagian zona gempa berdasarkan
FEMA 154.
Gambar 3 – Peta zona gempa Surabaya periode 0,2 detik
Gambar 4 – Peta zona gempa Surabaya periode 1 detik
Setelah menentukan formulir RVS, yakni High Seismicity
Form, maka bisa dilanjutkan untuk survei di lapangan.
Untuk studi kasus pada tugas akhir ini dipakai bangunan
gedung perpustakaan, teknik mesin, robotika, dan asrama
mahasiswa.
Sebagai contoh proses pengisian formulir RVS gedung
perpustakaan pada saat survei bisa dilihat pada Tabel 1.
Untuk formulir hasil survei gedung perpustakaan lihat
Gambar 5, gedung teknik mesin lihat Gambar 6, gedung
robotika lihat Gambar 7, dan asrama mahasiswa lihat
Gambar 8.
Tabel 1 Proses Pengisian Formulir Survei Gedung
Perpustakaan
Gambar 5 – Formulir RVS perpustakaan
No Bagian Analisa Subbab
2.4.1 dan
4.8.1 poin
1
2.4.2 dan
4.8.1 poin
2
2.4.4 dan
4.8.1 poin
4
2.4.3 dan
4.8.1 poin
3
2.4.5 dan
4.8.1 poin
5
2.4.6 dan
4.8.1 poin
6
2.4.7 dan
4.8.1 poin
7
2.4.8 dan
4.8.1 poin
8
2.4.9 dan
4.8.1 poin
9
2.4.10 dan
4.8.1 poin
10
9 Foto
Foto diambil bisa menggunakan kamera handphone
atau kamera yang lain. Dan sesbisa mungkin foto bisa
menampakkan keseluruhan bangunan.
10 Komentar Tidak ada komentar yang perlu ditambahkan.
7Skor
Modifikasi
Karena gedung ini setinggi 6 lantai, maka dipilih mid
rise. Gedung ini dibangun setelah ditetapkannya
peraturan mengenai konstruksi beton, maka ditandai
untuk post benchmark. Jenis struktur tanahnya adalah
tanah lunak (lempung).
8 Skor Akhir
Dan pada akhirnya didapatkan skor akhir 3,1 , maka
tidak perlu identifikasi lebih lanjut untuk gedung ini
karena dirasa cukup aman (skor akhir >2).
5Bahaya non-
strukturalTidak ada bangunan nonstruktural yang berbahaya
6
Skor
Struktural
dasar
Menurut dokumen konstruksi, gedung ini merupakan
jenis struktur beton. Dan seteleh dipastikan saat
survei memang benar bangunan beton. Dari hasil
survei menunjukkan bahwa gedung ini masuk dalam
jenis struktur C1, karena tidak ada shear wall dan
dinding bukan dari URM.
3Jenis
Hunian
Gedung perpustakaan ini kira-kira seluas 200m2
setinggi 6 lantai. Gedung ini dimasukkan dalam
bangunan perkuliahan. Sesuai dengan sub bab 2.4.4
untuk bangunan sekolah beban huniannya adalah 1
orang/50-100 ft2, luas bangunan ini 2000x6 m
2= 12.000
m2
= 130.000 ft2
maka beban huniannya adalah
130.000/100=1300 orang s/d 130.000/50 =2600 orang.
Jadi, bisa dipilih beban hunian 1000+.
4 Jenis TanahJenis Tanah E menurut Laboratorium Mekanika Tanah
Jurusan Teknik Sipil ITS
1Informasi
Bangunan
Untuk alamat, kode pos, jumlah lantai, luas area semua
lantai, nama bangunan, dan penggunaan sudah
didapatkan pada saat perencanaan pra-lapangan,
namun harus diverifikasi saat survei di lapangan. Dan
untuk tahun dibangun, nama screener , dan tanggal
skrining bisadiisi saat survei.
2Sketsa
Bangunan
Untuk sketsa bisa dipakai denah gedung ini yang
didapatkan dari PIMPITS (Pusat Implementasi dan
Perencanaan ITS), namun diverifikasi di lapangan
terlebih dahulu.
No Bagian Analisa Subbab
2.4.1 dan
4.8.1 poin
1
2.4.2 dan
4.8.1 poin
2
2.4.4 dan
4.8.1 poin
4
2.4.3 dan
4.8.1 poin
3
2.4.5 dan
4.8.1 poin
5
2.4.6 dan
4.8.1 poin
6
2.4.7 dan
4.8.1 poin
7
2.4.8 dan
4.8.1 poin
8
2.4.9 dan
4.8.1 poin
9
2.4.10 dan
4.8.1 poin
10
9 Foto
Foto diambil bisa menggunakan kamera handphone
atau kamera yang lain. Dan sesbisa mungkin foto bisa
menampakkan keseluruhan bangunan.
10 Komentar Tidak ada komentar yang perlu ditambahkan.
7Skor
Modifikasi
Karena gedung ini setinggi 6 lantai, maka dipilih mid
rise. Gedung ini dibangun setelah ditetapkannya
peraturan mengenai konstruksi beton, maka ditandai
untuk post benchmark. Jenis struktur tanahnya adalah
tanah lunak (lempung).
8 Skor Akhir
Dan pada akhirnya didapatkan skor akhir 3,1 , maka
tidak perlu identifikasi lebih lanjut untuk gedung ini
karena dirasa cukup aman (skor akhir >2).
5Bahaya non-
strukturalTidak ada bangunan nonstruktural yang berbahaya
6
Skor
Struktural
dasar
Menurut dokumen konstruksi, gedung ini merupakan
jenis struktur beton. Dan seteleh dipastikan saat
survei memang benar bangunan beton. Dari hasil
survei menunjukkan bahwa gedung ini masuk dalam
jenis struktur C1, karena tidak ada shear wall dan
dinding bukan dari URM.
3Jenis
Hunian
Gedung perpustakaan ini kira-kira seluas 200m2
setinggi 6 lantai. Gedung ini dimasukkan dalam
bangunan perkuliahan. Sesuai dengan sub bab 2.4.4
untuk bangunan sekolah beban huniannya adalah 1
orang/50-100 ft2, luas bangunan ini 2000x6 m
2= 12.000
m2
= 130.000 ft2
maka beban huniannya adalah
130.000/100=1300 orang s/d 130.000/50 =2600 orang.
Jadi, bisa dipilih beban hunian 1000+.
4 Jenis TanahJenis Tanah E menurut Laboratorium Mekanika Tanah
Jurusan Teknik Sipil ITS
1Informasi
Bangunan
Untuk alamat, kode pos, jumlah lantai, luas area semua
lantai, nama bangunan, dan penggunaan sudah
didapatkan pada saat perencanaan pra-lapangan,
namun harus diverifikasi saat survei di lapangan. Dan
untuk tahun dibangun, nama screener , dan tanggal
skrining bisadiisi saat survei.
2Sketsa
Bangunan
Untuk sketsa bisa dipakai denah gedung ini yang
didapatkan dari PIMPITS (Pusat Implementasi dan
Perencanaan ITS), namun diverifikasi di lapangan
terlebih dahulu.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
5
Gambar 7 – Formulir RVS gedung Teknik Mesin
Gambar 8 – Formulir RVS gedung Robotika
Gambar 9 – Formulir RVS Asrama Mahasiswa
Keempat bangunan ITS diatas sebagai studi kasus untuk
penggunaan metode RVS dalam penilaian kerentanan
bangunan terhadap potensi bahaya gempa. Gedung yang
pertama yakni gedung perpustakaan dinyatakan aman
karena mendapatkan skor akhir 3,1 hal ini sesuai dengan
Laporan Perencanaan Strukur Gedung Perpustakaan
(PIMPITS,1994) yang telah direncanakan tahan gempa.
Gedung kedua yakin gedung Teknik Mesin juga dinyatakan
aman dengan skor akhir 3,1 hal ini sesuai dengan Laporan
Perencanaan Strukur Gedung Teknik Mesin (PIMPITS,
1974) yang telah direncanakan kegempaannya. Gedung
ketiga yakni gedung robotika dinyatakan aman pula karena
mendapatkan skor akhir 2,7 hal ini sesuai dengan Laporan
Perencanaan Strukur Pusat Kajian Robotika Nasional
(PIMPITS, 2009) yang telah direncanakan tahan gempa.
Gedung Asrama Mahasiswa juga dinyatakan aman dengan
skor akhir 2,6 sehingga dinyatakan aman dan memang
sesuai perencanaannya yang telah direncanakan tahan
gempa sesuai dengan Laporan Perencanaan Struktur Asrama
Mahasiswa (PIMPITS, 2007). Karena dari hasil keempat
formulir RVS dan laporan perencaan struktur keempat
gedung tersebut sesuai, maka prosedur RVS bisa diterapkan
untuk menilai kerentanan bangunan terhadap bahaya gempa
di Indonesia.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rapid visual screening of buildings for potential seismic
hazards, yang bermula dari terbitnya Laporan FEMA 154
pada tahun 1988, Rapid visual screening of buildings for
potential seismic hazards: A Handbook.
Ada beberapa langkah yang diperlukan dalam
merencanakan dan melaksanakan RVS pada bangunan
berpotensi berbahaya gempa, meliputi:
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
6
perencanaan anggaran dan biaya perkiraan
perencanaan pra-lapangan
pemilihan dan review formulir
kualifikasi dan Pelatihan Screener
akuisisi dan review data pra lapangan
review dokumen konstruksi
pelaksaan RVS di lapangan
memeriksa kualitas dan penerimaan data lapangan
Setelah memilih formulir berdasarkan pada tingkat
kegempaan daerah yang akan ditinjau, formulir diselesaikan
untuk setiap bangunan yang ditinjau. Tahap pelaksanaannya
yaitu:
memeriksa dan memperbarui informasi identifikasi
bangunan
membuat sketsa bangunan pada formulir
menentukan dan mencatat kategori hunian
menentukan jenis tanah
mengidentifikasi potensi bahaya nonstruktural
mengidentifikasi seismic lateral-load resisting
mengidentifikasi skor modifikasi
menentukan skor akhir
melampirkan foto pada formulir
bagian komentar
Pada dasarnya skor akhir adalah perkiraan probabilitas
bangunan akan runtuh jika terjadi gerakan tanah atau gempa.
Dalam metode ini dengan rumus BSH = -log10. Penentuan
aman atau tidaknya bangunan yang ditinjau bedasarkan skor
akhir bangunan tersebut. Nominal angka skor yang
membatasi menurut FEMA 154 adalah 2. Hal itu
berdasarkan dari National Bureau of Standards (NBS, 1980).
Contoh aplikasi dari RVS ini adalah ilustrasi penerapan
prosedur RVS pada beberapa gedung di USA. Dari contoh
tersebut bisa dijadikan gambaran untuk melakukan prosedur
dari RVS.
Bangunan ITS sebagai studi kasus untuk penggunaan
metode RVS dalam penilaian kerentanan bangunan terhadap
potensi bahaya gempa adalah gedung perpustakaan, gedung
teknik mesin, gedung robotika, dan asrama mahasiswa. Dari
hasil formulir RVS keempat gedung tersebut dirasa sesuai
dengan laporan perencaan struktur dari masing-masing
bangunan.
Prosedur RVS bisa digunakan untuk memetakan
kerentanan bangunan terhadap gempa di Indonesia
berdasarkan studi kasus yang ditinjau. Hanya saja perlu
penyesuaian untuk formulir yang dipakai sesuai dengan
kondisi bangunan dan peraturan yang ada di Indonesia.
4.2 Saran
Dalam tugas akhir ini hanya didapatkan bahwa prosedur
RVS bisa digunakan untuk gedung di Indonesia. Perlu
ditinjau lebih lanjut mengenai komponen skor penilaian dan
pembagaian wilayah gempa. Dan kemudian diharapkan
adanya prosedur yang sudah benar-benar sesuai dan yang
pada akhirnya bisa digunakan untuk memetekan bangunan
di Indonesia. Dengan begitu akan meminimalisasi resiko
keruntuhan bangunan apabila terjadi gempa.
DAFTAR PUSTAKA
[1] ATC, (2002), Rapid Visual Screening of Buildings for
Potential Seismic Hazards: Supporting Documentation
(2nd edition), FEMA 155 Report, Federal Emergency
Management Agency, Washington D.C.
[2] ASCE, 1998, Handbook for the Seismic Evaluation of
Buildings — A Pre-standard, FEMA 310 Report, Federal
Emergency Management Agency, Washington D.C.
[3] NIBS, 1999, Earthquake Loss Estimation Methodology
HAZUS, Technical Manual, Vol. 1, prepared by the
National Institute of Building Sciences for the Federal
Emergency Management Agency, Washington, D.C.
[4] P2T, 1994, Laporan Perencanaan Strukur Gedung
Perpustakaan, Proyek Pengembangan Teknik ITS,
Surabaya
[5] P2T, 1974, Laporan Perencanaan Strukur Gedung
Teknik Mesin, Proyek Pengembangan Teknik ITS,
Surabaya
[6] PIMPITS, 2009, Laporan Perencanaan Strukur Pusat
Kajian Robotika Nasional, Pusat Implementasi dan
Perencanaan ITS, Surabaya
[7] PIMPITS, 2007, Laporan Perencanaan Struktur Asrama
Mahasiswa, Pusat Implementasi dan Perencanaan ITS,
Surabaya
.