Tataran Linguistik (2)Morfologi
1) MorfemMorfem merupakan satuan fungsional yang berupa gramatikal terkecil yang
mempunyai makna.
Identifikasi Morfem
~ Morfem memiliki kesamaan bentuk dan arti
Contoh pada bentuk di bawah ini :
- [Kedua]
- [Ketiga]
- [Keempat]
Bentuk ke pada bentuk tersebut dapat dipilah dan dinyatakan sebagai satuan
tersendiri dan menyatakan makna yang sama, yaitu tingkat/derajat sehingga dapat
dinyatakan sebagai morfem.yang dimana bentuk dari kata diatas memiliki
kesamaan bentuk begitu juga arti.
Contoh lainnya adalah :
- Meninggalkan
- Ditinggal
- Peninggalan
Dalam bentuk ini, semua memiliki makna yang sama, namun sekilas bentuk
penulisannya berbeda. Dalam hal ini terjadi perubahan bunyi. Secara dasar bentuk
itu adalah sama. Sehingga bentuk tinggal dikatakan sebagai morfem.
Morf dan Alomorf
Morfem mempunyai bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem-
morfem yang sama. Bentu tersebut disebut alomorf. Alomorf merupakan
perwujudan tutur kata secara nyata dari morfem.
Perhatikan contoh berikut ini
- Melihat
- Membau
- Mendengar
Semua itu adalah morfem, walaupun jika ditinjau secara langsung bentuknya
berbeda. Bentuk itu merupakan distribusi dari (me-). Maka disimpulkan bahwa
bentuk itu adalah morfem. Bentuk-bentuk itu dinamakan alomorf. Selain alomorf
ada juga yang disebut Morf. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum
diketahui status morfemnya. Sedangkan Alomorf adalah nama untuk bentuk yang
sudah diketahui status morfemnya.
Klasifikasi morfem
Morfem diklasifikasikan berbagai macam kriteria.
a. Morfem Bebas dan Morfem Terikat
- Morfem bebas adalah morfem yang dapat muncul tanpa adanya morfem
lain dalam pertuturan.
Contoh : pulang, makan, bagus.
- Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat muncul jika tidak ada
morfem lain yang mengikatnya.
Contoh : juang, henti, gaul.
b. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
- Morfem utuh adalah morfem dasar yang merupakan satu kesatuan utuh.
Contoh : Meja, kursi, kecil, laut.
- Morfem terbagi adalah morfem yang merupakan dua buah bagian terpisah
atau terbagi. Morfem ini terdiri dari morfem utuh dan konfiks yang
merupakan morfem terbagi.
Contoh : kesatuan, perbuatan.
c. Morfem Segmental dan Morfem Suprasegmental
- Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem
segmental. Berupa morfem-morfem yang berbentuk bunyi.
- Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsu-unsur
suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
d. Morfem Beralomorf Zero
- Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak
berwujud bunyi segmental maupun berupa unsur suprasegmental.
Contoh pada kalimat
I have a book (Tunggal)
I have two books (Jamak)
I have a sheep (Tunggal)
I have two sheep (Jamak)
Morfem {book} dalam bentuk tunggal. Morfem {book}+ morfem {-s}
dalam bentuk jamak, terdiri dari dari dua buah morfem yaitu {book} dan
{-s}. Sedangkan untuk sheep, morfem bentuk tunggal adalah {sheep},
sedangkan untuk jamak adalah morfem {sheep}+morfem {0}
e. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal.
- Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang memiliki makna
pada dirinya sendiri dan kedudukan secara otonom tanpa perlu adanya
proses dengan morfem lain.
Misalnya {kuda}, {pergi}, {lari}, {merah}.
- Morfem tidak bermakna leksikal adalah morfem yang tidak memiliki
makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru akan mempunyai
makna dalam gabungannya dengan morfem lain.Yang dimaksud morfem
tidak bermakna leksikal adalah morfem afiks, seperti {ber-},{ter-},{me-}.
Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem), dan Akar (Root)
Morfem dasar adalah sebuah bentuk dasar atau dasar dalam proses morfologi,
dimana bentuk yang dapat diberi afiks dalam afiksasi, dapat diulang dalam proses
reduplikasi, atau bisa digabung dalam morfem lain dalam proses
komposisi.Bentuk ini dapat berupa morfem tunggal atau dapat juga berupa
gabungan morfem.
Misalnya ;
Berbicara maka bentuk dasarnya adalah bicara
Dimengerti maka bentuk dasarnya adalah mengerti.
Pangkal (stem) adalah dasar dalam proses pembubuhan afiks inflektif. Dalam
bahasa Indonesia contohnya adalah menangisi, yaitu berupa
~ Bentuk pangkal tangisi; dan morfem {me-} adalah sebagai afiks inflektif.
Akar (root) digunakan sebagai penyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis
lebih jauh lagi. Artinya akar itu bentuk yang tersisisa setelah semua afiksnya.
Misalnya dalam bahasa inggris
~ Untouchables maka bentuk akarnya berupa touch
Dalam proses gramatika terdapat tiga macam morfem dasar ;
1. Morfem dasar bebas, yakni morfem dasar yang secara potensial dapat
langsung menjadi kata, sehingga langsung dapat dipergunakan dalam
ujaran. Misalnya morfem {meja}, {kursi}, dan {kuning}.
2. Morfem dasar yang kebebasannya dipersoalkan. Yang termasuk dalam
morfem ini adalah sejumlah morfem yang berakar verba, yang dalam
kalimat imperative atau kalimat sisipan tidak perlu imbuhan, dan kalimat
deklaratif imbuhannya yang dapat ditanggalkan.
3. Morfem dasar terikat, adalah morfem dasar yang tidak mempunyai potensi
untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu mendapat proses morfologi.
2) KataDalam tata bahasa tradisional, kata adalah satuan lingual yang selalu dibicarakan.
Hakikat Kata
Para tata bahasawan tradisional memberi pengertian bahwa kata adalah satuan
bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit
oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti.
Sedangkan para tata bahasawan structural, terutama penganut aliran
Bloomfield, kata tidak lagi dikatakam sebagai satuan lingual, tetapi sebagi satuan
yang disebut morfem.. Menurut mereka, kata adalah satuan bebas terkecil yang
tidak pernah diulas atau dikomentari, seolah-olah batasan itu sudah bersifat akhir.
Hakikat kata tidak dibahas khusu oleh mereka karena mereka melihat hierarki
bahasa sebagai: fonem, morfem, dan kalimat. Sedangkan tata bahasa tradisional
melihat hierarki bahasa sebagai: fonem, kata, dan kalimat.
Klasifikasi Kata
Klasifikasi kata atau penggolongan kata, dalam hal ini klasifikasi kata sesuai
tata bahasawan tradisional, mereka menggunakan criteria makna dan criteria
fungsi. Yang dimana criteria makna digunakan untuk mengidentifikasi kelas
verba, nomina, dan ajektifa. Sedangkan criteria fungsi digunakan untuk
mengidentifikasi preposisi, adverbial, pronominal, dan lain-lainnya. Hal tersebut
menyatakan beberapa aspek, yakni verba merupakan kata yang menyatakan
tindakan atau perbuatan, nomina kata yang menyatakan benda atau yang
dibendakan, dan konjungsi adalah kata yang bertugas sebagai penghubung kata
atau penghubung kalimat dengan bagian lain.
Sedangkan tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan
kontribusi kata itu dalam suatu struktur atau kontruksi. Misalnya nomina adalah
kata yang dapat berdistribusi dibelakang kata bukan. Verba merupakan kata yang
dapat berdistribusi di belakang kata tidak. Sedangkan ajektifa adalah kata yang
dapat berdistribusi di belakang kata sangat. Sehingga yang sering diganakan
dalam kehidupan sehari-hari adalah criteria para tata bahasawan strukturalis.
Ada juga kelompok linguis yang menggunakan criteria fungsi sintaksis
sebagai patokan untuk menentukan kelas kata. Secara umum subjek diisi oleh
nomina, predikat diisi oleh verba atau ajektifa, sedangkan objek diisi oleh nomina,
lau fungsi keterangan oleh adverbia.
Semua itu merupakan landasan-landasan pembagian kriteria kata, oleh karena
itu hal itu sangat perlu agar dapat mebagi dan menggolongkan kata. Dengan
mengenal kata maka akan tahu identifikasinya dan ciri-cirinya.
Pembentukan Kata
Untuk dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap
bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih
dahulu menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses
reduplikasi, maupun proses komposisi.
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu pertama membentuk kata-
kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif.
Inflektif
Alat yang digunakan untul penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks, yang
mungkin berupa prefiks, infiks, dan sufiks; atau juga berupa modifikasi internal,
yakn perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar itu.
Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan
perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektif disebut deklinasi. Konyugasi
pada verba biasanya berkenaan dengan kala (tense), aspek, modus, diatesis,
persona, jumlah, dan jenis Sedangkan deklinasi biasanya berkenaan dengan
jumlah, jenis, dai kasus.
Dalam sebuah kata yang sama, apabila terjadi perubahan bentuk yang
disesuaikan dengan kategori gramatikalnya, bentuk tersebut dalam morfologi
infleksional dinamakan paradigma infleksional.
Sedangkan bahasa Indonesia bukanlah tipe bahasa berfleksi. Verhaar (1978),
menyatakan bentuk-bentuk seperti membaca, dibaca, terbaca, kaubaca, dan
bacalah adalah paradigma infleksional. Dengan kata lain, bentuk-bentuk tersebut
merupakan kata yang sama, yang berarti juga mempunyai identitas jeksikal yang
sama. Perbedaan bentuknya adalah berkenaan dengan modus kalimatnya.
Derivatif
Pembentukan kata secara infektif, tidak membentuk kata baru, atau kata lain
yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini berbeda
dengan pembentukan kata secara derivatif atau derivasional. Pembentukan kata
secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas teksikalnya tidak sama
dengan kata dasarnya. Perbedaan identitas leksikal terutama berkenaan dengan
makna. Sebab meskipun kelasnya sama tetapi memiliki makna yang berbeda.
Contohnya makanan dengan pemakan.
Proses Morfemis
Proses morfemis, atau proses morfologis, atau juga proses gramatikal,
khususnya pembentukan dengan afiks, telah disinggung dalam pembicaraan di
atas. Namun, afiksnya itu sendiri belum dibicarakan. Oleh karena itu, berikut ini
akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi,
reduplikasi, konposisi, dan juga sedikit tentang konversi dan modifikasi intem.
Kiranya perlu juga dibicarakan produktifitas proses-proses morfemis itu.
Afiksasi
Afiksasi adalah proses penambahan afiks pada sebuah dasar atau bentuk
dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks,
dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan
dapat pula bersifat derivatif. Namun, proses ini tidak berlaku untuk semua bahasa.
Ada sejumlah bahasa yang tidak mengenal proses afiksasi ini.
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat
berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi,
misalnya meja, beli, makan, dan sikat dalam bahasa Indonesia; atau go; write,
sing, dan like dalam bahasa Inggris.
a. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang
diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai
dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua jenis afiks,
yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Yang dimaksud dengan afiks
inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata
inflektif atau paradigma infleksional.
b. Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti (me-)
pada kata menghibur dan (un-) pada kata Inggris unhappy.
c. Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Dalam bahasa
Indonesia, misalnya infiks (-el-) pada kata telunjuk, dan (-er-) pada kata
seruling, dalam bahasa Sunda -ar- pada kata barudak dan tarahu. Dalam
bahasa Sunda infiks ini cukup produktif, tetapi dalam bahasa Indonesia
tidak produktif.
d. Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Umpamanya, dalam babasa Indonesia, sufiks (-an) pada kata bagian, dan
sufiks (-kan) pada kata bagikan.
e. Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama
berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada
akhir bentuk dasar.
Contoh Konfiks : - (per-/-an) seperti terdapat pada kata pertemuan
- (ke-/-an) seperti pada kata keterangan
- (ber-/-an) seperti terdapat pada kata berciuman.
f. Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul
dalam proses penggabungan dua buah unsur.
Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik
secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.
seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lelaki (dari dasar
laki), dan reduplikasi denga perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar
balik). Reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang
tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang
diulang.
Bahasa Jawa dan bahas Sunda. Istilah-istilah itu adalah (a) dwilingga, yakni
pengulangan morfem dasar, seperti meja-meja, aki-aki dan mlaku-mlaku
”berjalan-jalan”, (b) dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasa
dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti bolak-balik, langak longok,
dan mondar-mandir; (c) dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti
lelaki, peparu, dan pepatah; (d) dwiwasana, yakn pengulangan pada akhir kata,
seperti cengengesan ”selalu tertawa” yang terbentuk dari cenges ”tertawa”, dan
(e) trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti dag-dig-
dug, cas-cis-cus, dan ngak-ngik-ngok.
Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula
bersifat derivasional. Reduplikasi yang paradigmatis tidak mengubah identitas
leksikal, melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja
berarti ”banyak meja” dan kecil-kecil yang berarti ”banyak yang kecil”. Yang
bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya
berbeda dengan bentuk dasarnya. Dalam bahasa Indonesia bentuk laba-laba dari
dasar laba dan pura-pura dari dasar pura.
Khusus mengenai reduplikasi dalam bahasa Indonesia ada beberapa catatan
yang perlu dikemukakan, yakni :
Pertama, bentuk dasar reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa
morfem dasar seperti meja yang menjadi meja-meja, bentuk berimbuhan seperti
pembangunan yang menjadi pembangunan-pembangunan, dan bisa juga berupa
bentuk gabungan kata seperi surat kabar yang menjadi surat-surat kabar atau surat
kabar-surat kabar.
Kedua, bentuk reduplikasi yang disertai afiks prosesnya mungkin: (1) proses
reduplikasi dan proses afiksasi itu terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton-
ton dan bermeter-meter; (2) proses reduplikasi terjadi lebih dahulu, baru disusul
oleh proses afiksasi, seperti pada berlari-lari dan mengingat-ingat (dasarnya lari-
lari dan ingat-ingat); (3) proses afiksasi terjadi lebih dahulu, baru kemudian
diikuti oleh proses reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan dan memukul--
memukul (dasamya kesatuan dan memukul.
Ketiga, pada dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin
harus berupa reduplikasi penuh, tetapi mungkin juga hanya berupa reduplikasi
parsial. Misalnya, ayam itik -ayam itik dan sawah ladang-sawah ladang (dasamya
ayam itik dan sawah ladang) contoh yang reduplikasi penuh, dan surat-surat kabar
serta rumah-rumah sakit (dasamya surat kabar dan rumah sakit) contoh untuk
reduplikasi persial.
Keempat, banyak orang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa
Indonesia hanya bersifat paradigmatis dan hanya memberi makna jamak atau
kevariasian. Namun, sebenamya reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat
derivasional. Oleh karena itu, munculnya bentuk-bentuk seperti mereka-mereka,
kita-kita, kamu-kamu, dan dia-dia tidak dapat dianggap menyalahi kaidah bahasa
Indonesia.
Kelima, ada pakar yang menambahkan adanya reduplikasi semantis, yakni
dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal.
Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur, luluh, dan alim ulama.
Keenam, dalam bahasa Indonesia ada bentuk-bentuk seperti kering kerontang,
tua renta, dan segar bugar di satu pihak; pada pihak lain ada bentuk-bentuk seperti
mondar-mandir, tunggang-langgang, dan komat-kamit, yang wujud bentulrnya
perlu dipersoalkan. Kelompok pertama, yang salah satu komponennya berupa
morfem bebas dan komponen yang lain berupa morfem unik, apakah merupakan
bentuk reduplikasi berubah bunyi, ataukah berupa bentuk komposisi ? Kelompok
kedua, yang kedua komponennya bempa morfem terikat, apakah merupakan
bentuk reduplikasi atau bukan, sebab masing-masing komponennya tidak dapat
ditentukan sebagai bentuk dasamya. Jadi, manakah yang diulang? Begitu juga
dengan bentuk rama-rama, sema-sema, ani-ani, dan tupai-tupai; serta bentuk-
bentuk seperti pipi, kuku, sisi, dan titi, perlu dan bisa dipersoalkan apakah hasil
proses reduplikasi ataukah bukan.
Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan
morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah
konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru.
Dalam bahasa Indonesia proses komposisi ini sangat produktif. Hal ini dapat
dipahami, karena dalam perkembangannya bahasa jndonesia banyak sekali
memerlukan kosakata untuk menampung konsep-konsep yang belum ada
kosakatanya atau istilahnya dalam bahasa Indonesia.
Produktifnya proses komposisi itu dalam bahasa Indonesia menimbulkan
berbagai masalah dan berbagai pendapat karena komposisi itu memiliki jenis dan
makna yang berbeda-beda. Masalah-masalah itu antara lain masalah kata
majemuk aneksl, dan frase.
Para ahli tata bahasa tradisional, seperti Sutan Takdir Alisjahbana (1953),
yang berpendapat bahwa kata majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna
baru yang tidak merupakan gabungan makna unsur-unsumya.
Kelompok linguis lain, yang berpijak pada tata bahasa struktural menyatakan
suatu komposisi disebut kata majemuk, kalau di antara unsur-unsur
pembentuknya tidak dapat disisipkan apa-apa tanpa merusak komposisi itu. Bisa
juga suatu komposisi disebut kata majemuk kalau unsur-unsurnya tidak dapat
dipertukarkan tempatnya.
Ada lagi kelompok lain yang membandingkan dengan kata majemuk dalam
bahasa-bahasa Barat. Dalam bahasa Inggris, misalnya, kata majemuk dan bukan
kata majemuk berbeda dalam hal adanya tekanan.
Linguis kelompok lain, ada juga yang menyatakan sebuah komposisi adalah
kata majemuk kalau identitas leksikal komposisi itu sudah berubah dari identitas
leksikal unsur-unsurnya.
Verhar (1978) menyatakan suatu komposisi disebut kata majemuk kalau
hubungan kedua unsurnya tidak bersifat sintaksis.
Kridalaksana (1985) menyatakan kata majemuk haruslah tetap berstatus kata,
kata majemukj harus dibedakan dari idiom sebab kata majemuk adalah konsep
sintaksi,s edangkan idiom adalah konsep semantis.
Konversi, Modifikasi, Internal dan Suplesi
Konversi, sering juga disebut derivasi zero, transmutasi dan transposisi,
adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lian tanpa
perubahan unsur segmental.
Modifikasi internal (sering disebut juga penam bahan internal atau perubahan
internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang
biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap.
Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan
leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat tetapi maknanya tetap sama
dengan makna bentuk utuhnya Hasil proses pemendekan ini kita sebut
kependekan Misalnya bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (utuhnya halaman)
l (utuhnya liter), hankam (utuhnya pertahanan dan keamanan), dan SD (utuhnya
Sekolah Dasar).
Penggalan adalah kependekan berupa pengekalan satu atau dua suku pertama
dari bentuk yang dipendekkan itu Misalnya, lab, atau labo dari laboratorium dok
dari bentuk utuh dokter, dan perpus dan bentuk utuh perpustakaan Yang dimaksud
dengan smgkatan adalah hasil proses pemendekan
a. Pengekalan huruf awal dari sebuah leksem, atau huruf-huruf awal dari
gabungan (eksem. Misalnya: I (liter), R (radius), H. (haji), kg (kilogram),
km (kilometer), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), dan UI (Universitas
Indonesia).
b. Pengekatan beberapa huruf dari sebuah leksem. Misalnya: hlm (halaman),
dng (dengan), rhs (rahasia), dan bhs (bahasa).
c. Pengekalan hurut pertama dikombinasi dengan penggunaan angka untuk
penggauti huruf yang sama. Misalnya: P3 (partai persatuan
pembangunan), P4 (pedoman penghayatan pengamalan Pancasila), Lp2P
{laporan pajak-pajak pribadi, dan P3AB (proyek percepatan pengadaan air
bersih).
d. Pengekalan dua, tiga, atau empat huruf pertama dari sebuah leksem.
Misalnya: As (asisten), Ny. (Nyonya), Okt (Oktober), Abd (Abdul), dan
pum (pumawirawan).
e. Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir dari sebuah leksem.
Misalnya: Ir (insinyur), Fa (Firma), Jo (juncto), dan Pa (perwira).
Akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan
sebagai kata. Wujud pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf huruf
pertama berupa pengekalan suku-suku kata dari gabungan leksem, atau bisa juga
secara tak beraturan.
Pemendekan merupakan proses yang cukup produktif, dan terdapat hampir
pada semua bahasa. Produktifnya proses pemendekan ini adalah karena keinginan
untuk menghemat tempat (tulisan), tentu juga ucapan.
Dalam bahasa Indonesia pemendekan ini menjadi sangat produktif adalah
karena bahasa Indonesia seringkali tidak mempunyai kata untuk menyatakan
suatu konsep yang agak pelik atau sangat pelik.
Keproduktifan pemendekan ini dalam Bahasa Indonesia tampak juga dari
adanya bentuk yang sudah merupakan hasil pemendekan dipendekkan lagi karena
bentuk yang sudah merupakan kependekan itu diberi deskripsi lagi, sehingga
menjadi bentuk yang cukup panjang, dan karena itu pedu dipendekkan lagi.
Produktivitas Proses Morfemis
Yang dimaksud dengan produktivitas dalam proses morfemis ini adalah
dapat tidaknya proses pembentukan kata itu terutama afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas; artinya, ada
kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses inflektif atau
paradigmatis karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya
tidak sama dengan bentuk dasamya, trdak dapat dikatakan proses yang produktif.
Proses inflektif bersifat tertutup.
Proses derivasi bersifat terbuka. Artinya penutur suatu bahasa dapat
membuat kata kata baru dengan aroses tersebut. Proses derivasi adalah produktif,
sedangkan proses infleksi tidak produktif.
Namun, perlu diketahui ke produktifan proses derivasi ini, dan penambahan
alternan –alternan baru pada daftar derivasional, dibatasi oleh kaidah-kaidah yang
sudah ada. Misalnya pembentukan kata baru dengan prefiks memper- terbatas
pada dasar ajektival dan dasar numeral; dan tidak dapat ada dasar verbal
Selain itu perlu juga di perhatian, meskipun kaidah mengizinkan untuik
terbentuknya suatu kata, namun dalam kenyataan berbahasa bentuk-bentuk
tersebut tidak terdapat.
Tidak adanya sebuah bentuk yang seharusnya ada. Fenomena ini terjadi
karena adanya bentuk lain yang menyebabkan tidak adanya betnuk yang dianggap
seharusnya ada.
Dalam bahasa Indonesia yang ada tampaknya bukan kasus bloking,
melainkan ”persaingan” antara kata derivatif dengan bentuk atau konstruksi frase
yang menyatakan bentuk dasar dengan maknanya.
Bentuk-bentuk yang menurut kaidah gramatikal dimungkinkan
keberadaannya, tetapi ternyata tidak pernah ada, seperti mencatikan dan memisau
di atas disebut bentuk yang potensial yang pada suatu saat kelak mungkin dapat
muncul Sedangkan bentuk-bentuk yang nyata ada, seperti bentuk menjelekkan
dan bersepeda disebut bentuk-bentuk aktual.
Morfofonemik
Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi,
atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik
afiksasi, reduplikasi maupun komposisi.
Perubahan fonem dalam proses merfofonemik ini dapat berwujud: (1)
pemunculan fonem (2) pelesapan fonem (3) peluluhan fonem, (4)
perubahan fonem, dan (5) pergeseran fonem. Pemunculan fonem dapat kita lihat
dalam proses pengimbuhan prefiks me- dengan bentuk dasar baca yang menjadi
membaca; di mana terlihat muncul konsonan sengau /m/ Juga dalam proses
pengimbuhan sufiks -an dengan bentuk dasar hari yang menjadi /hariyan / di mana
terlihat muncul konsonan /y/ yang semula tidak ada. Pelesapan fonem dapat kita
lihat dalam proses pengimbuhan akhiran wan pada kata sejarah di mana fonem /h/
pada kata sejarah itu menjadi hilang; juga dalam proses penggabungan kataanak
dan partikel -nda di mana fonem /k/ pada kata anak menjadi hilang dan juga dalam
pengimbuhan dengan prefiks ber- pada kata renang di mana fonem /r/ dan prefiks
itu dihilangkan.
Proses peluluhan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan dengan
prefiks me- pada kata sikat di mana fonem /s/ pada kata sikat itu diluluhkan dan
desenyawakan dengan bunyi nasal /ny/ dan prefiks tersebut.
Proses perubahan fonem dapat kita lihat pada proses pengimbuhan prefiks
ber- pada kata ajar di mana fonem /r/ dari prefiks itu berubah menjadi fonem /l/.
Proses pergeseran fonem adalah pindahnya sebuah fonem dari silabel
yang satu ke silabel yang lam biasanya ke silabel berikutnya dalam prose
pengimbuhan sufiks /an/ pada kata jawab di mana-fonem /b/ yang semula berada
pada silabel /wab/ pindah kesilabel /ban/.
Seperti tampak dari namanya, yang merupakan gabungan dari dua bidang
studi yaitu morfologi dan fonologi, atau morfoiogi dan fonemik, bidang kajian
morfonologi atau morfofonemik ini, meskipun biasanya dibahas dalam tataran
morfologi, tetapi sebenamya lebih banyak menyangkut masalah fonologi. Kajian
ini tidak dibicarakan dalam tataran fonologi karena masalahnya baru muncul dalam
kajian morfologi terutama dalam proses afiksasi reduplikasi dan komposisi.