TEMATIK PADA PUISI DALAM BUKU TEKS BAHASA
INDONESIA UNTUK SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA (SMP) KELAS VIII
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (S. Pd.)
Nama : Rohmatun Masruroh
NIM : 1111013000078
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UINSYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/ 1438 H
ABSTRAK ROHMATUN MASRUROH, 1111013000078, “Tematik pada Puisi dalam Buku
Teks Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kelas VIII.”
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh Jakarta. Dosen
Pembimbing: Rosida Erowati, M.Hum., 2017.
Bahasa dan sastra Indonesia di sekolah merupakan salah satu materi wajib
yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik. Sejumlah kekayaan yang ada dalam
khazanah sastra Indonesia, keberadaan materi puisi perlu menjadi perhatian lebih
bagi setiap kalangan pendidikan agar sesuai dengan tujuan. Permasalahan yang
diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah: (1) Bagaimana tematik dalam puisi-
puisi yang digunakan dalam buku teks Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas
VIII? (2) Bagaimana nilai karakter yang terkait dengan tema-tema puisi dalam
buku teks Sekolah Menengah Pertama kelas VIII? Adapun tujuan penelitian ini
adalah memperlihatkan nilai-nilai karakter pada Kurikulum Tingkat Satuan
pendidikan (KTSP) yang terkait dengan tema-tema puisi pada buku teks yang
digunakan dalam pembelajaran yang diharapkan dapat memperkaya khazanah
pengetahuan, khususnya di bidang sastra. Penelitian kepustakaan dengan
menggunakan metode deskriptif analisis digunakan untuk melihat nilai-nilai
karakter pada KTSP yang terkait dengan tema puisi dalam buku teks.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, tampak nilai karakter KTSP
muncul sebagai tema besar dalam dua belas puisi yang terdapat pada buku teks,
yaitu: 1) Religius: Tuhanku Apatah Kekal, Anugerah Laut, Sudah Waktunya, dan
Sejak. 2) Cinta tanah air: Pelaut, Kembalikan Indonesia Padaku, Buah Rindu, dan
Sejak. 3) Peduli sosial: Pada Gelombang, Lagu Batin, Rumah, dan Ganasnya
Ombak tak Selalu Membuat Luka. Dengan demikian, melalui buku teks yang
digunakan dalam pembelajaran di sekolah, materi sastra khususnya puisi dapat
dikembangkan secara mendalam berdasarkan nilai-nilai karakter yang berlaku
berdasarkan kurikulum.
Kata Kunci: Tematik, Puisi, Buku Teks Bahasa Indonesia, Nilai Karakter.
ABSTRACT
ROHMATUN MASRUROH, 1111013000078, "Thematic on Poetry in
Indonesian Textbooks for Eighth Grade of Junior High School." Department of
Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher
Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. Supervisor:
Rosyida Erowati, M.Hum., 2017.
Indonesian language and literature at school is one of the compulsory
subject matter to be followed by all learners. From a number of existing wealth in
the literature of Indonesia, the existence of poetry material needs to be more
concerned by every education community to conform to the purpose. In this case,
the issues raised in the writing of this thesis are: (1) How is the thematic in the
poems used in the textbook for Eighth Grade of Junior High School? (2) What is
the value of the characters associated with poetry themes in Eighth Grade of
Junior High School textbook? The purpose of this study is to show the character
values in School Based Curriculum (KTSP) related to poetry themes in textbooks
used in learning that are expected to enrich the treasury of knowledge, especially
in the field of literature. Library research using descriptive analysis method is
used to see the character values in School Based Curriculum related to the theme
of poetry in the textbooks.
Based on the research, the value of School Based Curriculum characters
appears as a major theme in the poem contained in textbooks, namely: 1)
Religious: Tuhanku Apatah Kekal, Anugerah Laut, Sudah Waktunya, and Sejak. 2)
The love of the homeland: Pelaut, Kembalikan Indonesia Padaku, Buah Rindu,
and Sejak. 3) Social care: Pada Gelombang, Lagu Batin, Rumah, and Ganasnya
Ombak tak Selalu Membuat Luka. Thus, through textbooks used in learning at
school, literary materials, especially poetry, can be developed deeply based on the
values of characters applied under the curriculum.
Keywords: Thematic, Poetry, Textbook, Value of Characters.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah, yang tiada henti memberikan rahmat dan
karuniaNya karena atas izin dan kasihNya penulis mendapatkan kemudahan
dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tematik pada Puisi dalam Buku Teks
Bahasa Indonesia untu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kelas VIII”. Selawat
dan salam penghormatan semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
yang menjauhkan kita dari jalan kebodohan. Skripsi ini penulis susun untuk
memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan. Penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan
rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta berbagai pihak, skripsi ini tidak
mungkin terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang
telah mempermudah dan melancarkan penyelesaian skripsi ini;
2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu dan bimbingan yang
sangat berharga bagi penulis selama ini;
3. Rosida Erowati, M. Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang sangat
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas arahan,
bimbingan, kasih sayang yang Ibu berikan selama ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, yang selama ini telah membekali penulis berbagai ilmu
pengetahuan;
5. Bapak Yasirudin dan Ibu Suciati, kedua orang tua penulis, yang telah
merawat, mendidik, dan mendukung penulis dengan kasih sayang tulus
sepanjang masa tanpa rasa pamrih;
6. Mas Rudi dan Mumu, kakak penulis, yang telah berkenan memberikan
rumahnya ditempati sejak saya berkuliah hingga saat ini. Terima kasih tak
terhingga; serta kepada seluruh keluarga penulis, mas Fadholi dan istri
iv
serta dua keponakan (Putra dan Rosyid) yang selalu memberikan
semangat untuk menyelesaikan skripsi ini;
7. Ibu Ayi Nurcahayani, guru ngaji serta ibu kedua bagi penulis, terima kasih
atas saran dan dukungan baik secara moril maupun materil yang telah
diberikan kepada penulis;
8. Bapak Prawito dan istri (orangtua Pratiwi), terima kasih sudah
mengizinkan penulis untuk sekedar berkeluh-kesah dan senantiasa
berkenan memberikan nasihat serta arahan kepada penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini;
9. Anggota Cewe Sholihah (Pratiwi dan Metri Nurjamilah), terima kasih atas
dukungan, semangat, dan kesediaan waktunya yang senantiasa diberikan
kepada penulis;
10. The Rainbow (Amel, Astri, Ade, Putri, Rahayu), terima kasih atas warna
persahabatan yang kalian berikan, may our friendship last forever until
jannah;
11. Seluruh mahasiswa PBSI, kelas C angkatan 2011, terima kasih atas
pengalaman dan pembelajaran berharga yang penulis dapatkan selama ini;
12. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga semua bantuan, dukungan, dan partisipasi yang diberikan kepada
penulis, mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
Jakarta, September 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PERSETUJUAN/ PENGESAHAN
ABSTRAK .................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 6
D. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
G. Metode Penelitian............................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORETIS
A. Puisi .................................................................................................... 12
1. Pengertian Puisi ............................................................................ 12
2. Struktur Puisi ................................................................................ 13
B. Tematik Puisi ..................................................................................... 23
1. Susunan Tematik .......................................................................... 23
2. Tema: Mengangkat Masalah Kehidupan ..................................... 26
3. Penggolongan Tema ..................................................................... 27
C. Buku Teks .......................................................................................... 32
1. Pengertian Buku Teks .................................................................. 32
2. Fungsi Buku Teks ........................................................................ 34
3. Kedudukan Buku Teks dalam Proses Pembelajaran Sastra ......... 35
4. Nilai-nilai Pembentuk Karakter dalam KTSP .............................. 37
vi
D. Penelitian yang Relevan ..................................................................... 39
BAB III PEMBAHASAN
A. Buku Teks dan puisi ........................................................................... 42
B. Analisis Struktur Batin Puisi .............................................................. 43
a. Tema ............................................................................................. 43
b. Perasaan (feeling) ......................................................................... 51
c. Nada dan Suasana ........................................................................ 57
d. Amanat ......................................................................................... 63
C. Tematik Puisi dan Kaitannya dengan Nilai Karakter dalam
Buku Teks .......................................................................................... 67
a. Tema Religius .............................................................................. 67
b. Tema Cinta Tanah Air .................................................................. 71
c. Tema Peduli Sosial ....................................................................... 74
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................ 77
B. Saran ................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I Silabus
LAMPIRAN II Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
LAMPIRAN III Puisi dalam Buku Teks Bahasa Indonesia
LAMPIRAN IV Surat Bimbingan Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Buku teks merupakan buku pelajaran yang digunakan oleh peserta
didik pada jenjang pendidikan tertentu yang ditulis oleh pakar di bidangnya
dan dilengkapi dengan sarana pengajaran untuk menunjang suatu program dan
instruksional tertentu. Permendiknas No. 3 tahun 2008 pasal 1 tentang buku
teks, menjelaskan bahwa: “buku teks adalah buku acuan wajib untuk
digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi
yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan,
ketakwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan
kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar
nasional pendidikan”1. Buku teks menjadi acuan penting yang harus dimiliki
oleh pengajar dan peserta didik. Melalui sudut pandang buku teks pelajaran,
Bahasa Indonesia merupakan media berinteraksi antara peserta didik dengan
materi pelajaran. Bahasa Indonesia digunakan untuk menyampaikan konsep
keilmuan dan seperangkat kompetensi yang seharusnya dimiliki dan
dikembangkan dalam pembelajaran. Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai
wahana berpikir bagi peserta didik dalam memahami konsep dan aplikasinya.
Pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, Bahasa Indonesia
berfungsi sebagai wahana untuk menyampaikan informasi dengan cepat dan
tepat sehingga dengan mudah ilmu pengetahuan yang disampaikan dapat
dikuasai. Dengan kata lain, fungsi dari Bahasa Indonesia dalam kaitanya
dengan lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan adalah sebagai bahasa
pengantar sehari-hari. Selain sebagai bahasa pengantar pembelajaran, Bahasa
1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Buku.
2
Indonesia menjadi sub mata pelajaran khusus dan salah satu materi pelajaran
yang sangat penting di sekolah. Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran
tersendiri yang diajarkan di sekolah memiliki dua komponen penting yang
harus dipelajari, yaitu kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Untuk
mencapai kemampuan tersebut, maka kedua komponen yang telah disebutkan
harus diajarkan secara seimbang. Dua komponen tersebut terdiri dari empat
keterampilan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Pembelajaran sastra di sekolah tidak dapat berdiri sendiri sebagai
sebuah mata pelajaran yang mandiri, melainkan hanya menjadi bagian dari
mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Melalui pengajaran sastra di
sekolah, diharapkan agar siswa memiliki wawasan yang memadai tentang
sastra, bersikap positif terhadap sastra, dan mampu mengembangkannya lebih
lanjut. Harapan yang demikian itu tidaklah dianggap berlebihan, sebab dalam
hal ini sastra sebagai karya tidak hanya menawarkan hiburan dan kesenangan
semata, tetapi juga mengandung nilai-nilai yang berguna dan bermanfaat bagi
masyarakat pembacanya.Selain itu, dengan pembelajaran sastra diharapkan
tidak hanya mengenal, memahami, serta menghafal definisi sastra dan sejarah
sastra, melainkan bertujuan untuk menumbuh kembangkan akal budi siswa
melalui kegiatan pengalaman bersastra yang berupa apresiasi sastra, ekspresi
sastra, dan kegiatan telaah sastra sehingga tumbuh suatu kemampuan untuk
menghargai sastra sebagai sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Seperti yang tertera dalam peraturan pemerintah mengenai buku teks,
bahwasanya materi-materi yang ada di dalam buku teks pun juga harus
memenuhi standar nasional pendidikan, baik dalam hal teori maupun praktik.
Jika dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran sastra telah disampaikan
dengan cara yang tepat maka dapat memberikan sumbangan yang besar dalam
memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi di masyarakat. Sastra
dapat menciptakan individu-individu yang lebih berkepribadian dan lebih
cerdas. Hal ini disebabkan oleh adanya empat cakupan dalam pembelajaran
sastra yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan kemampuan
3
budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan
karakter.
Pembelajaran apresiasi sastra di sekolah selain menunjang kemampuan
berbahasa siswa serta mengembangkan kepekaan berpikir dan perasaan siswa,
tetapi juga bermanfaat dalam memperkaya pandangan hidup dan kepribadian
siswa. Hal ini akan dapat tercapai dengan baik jika penyampaian materi
dilakukan dengan tepat.
Karya sastra yang diapresiasikan dengan baik menjadi objek publik
untuk dikonsumsi pada waktu senggang dan dapat dinikmati di mana saja.
Sastra merupakan ciptaan manusia yang memiliki ciri khas karena penyair
berhak ingin menjadi apa saja dalam karyanya. Sastra juga merupakan kegiatan
kreatif yang dihasilkan oleh seorang sastrawan dalam bentuk karya sastra yang
fundamental, baik itu dalam bentuk prosa, drama, dan puisi sehingga penikmat
atau pengapresiasi sastra dapat menjadikan karya tersebut sebagai hiburan atau
pelajaran hidup yang berkesan.
Puisi dalam buku teks, khususnya Sekolah Menengah Pertama (SMP)
kelas VIII merupakan salah satu karya sastra yang dipelajari oleh peserta didik.
Pembelajaran apresiasi sastra dalam bentuk puisi merupakan bagian dari
pengajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, puisi juga dapat dijadikan sebagai
bahan kajian khususnya pada unsur intrinsik. Unsur intrinsik dalam puisi
meliputi tema, amanat, tipografi, rima, imaji, dan majas. Berdasarkan unsur
intrinsik tersebut, dapat diketahui permasalahan-permasalahan yang terdapat di
dalamnya atau yang biasa disebut dengan tema. Tema merupakan gagasan
utama dari puisi, baik yang tersirat maupun tersurat pada setiap karya sastra.
Unsur tematik dalam puisi merupakan bagian yang sangat penting
dalam struktur batin puisi itu sendiri. Tema yang terdapat dalam puisi tidak
serta merta berdiri sendiri dan tidak muncul semata-mata hanya sebagai
pelengkap saja, namun keberadaan tema dalam sebuah karya puisi merupakan
hasil perenungan mendalam dan pengalaman secara pribadi dari seorang
sastrawan. Terkadang tema-tema yang ditampilkan dalam setiap karya
mengikuti kondisi dan keadaan alam serta perasaan yang menggetarkan jiwa
4
yang dialami oleh seorang sastrawan. Oleh karena itu, pengkajian terhadap
tema menjadi sangat penting dan menarik untuk dibahas.
Berkaitan antara hubungan dengan pembaca, setiap penciptaan sebuah
karya seorang penyair memiliki maksud dan tujuan yang ingin disampaikan.
Selain itu, jika dilihat dari sudut pandang setelah karya itu dibaca habis, tema
merupakan makna utama dari amanat yang disampaikan oleh sang penyair.
Tema sangatlah erat hubungannya dengan amanat. Bentuk penyampaian tema
yang bersifat obyektif, lugas, dan khusus sangatlah berbeda dengan amanat
yang bersifat subyektif dan umum. Hal inilah yang menjadikan satu kesatuan
utuh dalam arti dan makna dari sebuah tema dan amanat. Melalui tema pula
seorang pembaca dapat membantu memahami gagasan utama dari sebuah
karya sastra.
Penelitian ini titik fokus yang akan dibicarakan adalah tema-tema yang
terdapat dalam beberapa puisi yang digunakan dalam dua buku teks Bahasa
Indonesia untuk SMP kelas VIII. Buku teks pertama yaitu: “Berbahasa dan
Bersastra Indonesia untuk SMP/MTS Kelas VIII” oleh Asep Yudha Wirajaya
dan Sudarmawarti. Puisi yang digunakan adalah karya Tri Astoto Kodarie:
Pada Gelombang, Dorothea Rosa Herliany: Lagu Batin, Amir Hamzah:
Tuhanku Apatah Kekal? dan karya Toto Sudarto Bachtiar: Rumah.2 Sedangkan
buku teks kedua adalah “Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama” oleh
Kisyani Laksono, Bambang Yulianto, dkk (BSE); puisi yang digunakan adalah
karya Tiharsya:Anugrah Laut, Franky/ Hare:Ganasnya Ombak Tak Selalu
Membuat Luka, R Dayoh:Pelaut,Sutarji Calzoum Bahri:Sudah Waktunya,
Taufiq Ismail: Kembalikan Indonesia Padaku, D. Zamawi Imron: Desaku,
Amir Hamzah: Buah Rindu, dan Sutarji Calzoum Bahri: Sejak.3 Pilihan
penggunaan kedua buku teks tersebut adalah berdasarkan pengalaman peneliti
ketika melakukan praktik mengajar di Sekolah. Selain itu, pemilihan kedua
2Asep Yudha Wirajaya, Sudarmawarti, Berbahasa dan Bersastra Indonesia Untuk
SMP/MTS Kelas VIII, (Surabaya: Jepe Press Media Utama, 2008), h. 185&187. 3Kisyani Laksono, Bambang Yulianto, dkk, Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama,
(Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional: BSE, 2008), h. 163-165 & 172-174.
5
buku teks tersebut berdasarkan pada karya puisi yang dihasilkan oleh sastrawan
yang memiliki nilai guna untuk pembacanya.
Puisi-puisi yang digunakan dalam buku teks di atas, memiliki
persamaan dan perbedaan yang mendasar dari pemilihan tema yang digunakan.
Baik yang berdasarkan garis besar dari pemikiran sang penyair itu sendiri
maupun dari pandangan-pandangan si pembaca. Hal inilah yang menyebabkan
pemilihan tema dijadikan sebagai pembahasan utama dalam penelitian yang
dilakukan. Tema-tema yang terdapat dalam puisi-puisi yang digunakan dalam
buku teks di atas adalah tema pilihan yang bertujuan untuk menjadikan siswa
lebih baik dalam hal berpikir dan berperilaku.
Selain mempertimbangkan Permendiknas yang disebutkan di atas,
pemilihan tema-tema dalam puisi yang terdapat dalam buku teks tersebut
tentunya sudah disesuaikan dengan nilai-nilai karakter pada kurikulum yang
diikuti, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), diantaranya:
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli sosial, dan tanggung jawab. Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di
atas, maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai
struktur batin puisi, yaitu tema-tema yang terdapat dalam buku teks
pembelajaran SMP yang digunakan. Ada pun judul dari penelitian ini adalah
“Tematik pada Puisi dalam Buku Teks Bahasa Indonesia untuk Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Kelas VIII”. Melalui penelitian ini, penulis
berusaha menguraikan bagaimana tematik dalam puisi yang digunakan dalam
buku teks pembelajaran di sekolah.
6
B. Identifikasi Masalah
Tujuan identifikasi masalah adalah agar memudahkan peneliti dalam
mengkaji penelitiannya. Untuk itu, berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan di atas, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Buku teks Bahasa Indonesia yang digunakan untuk SMP kelas VIII belum
terintegrasi dengan kurikulum 2013.
2. Pembelajaran sastra Indonesia khususnya puisi di sekolah hanya terpaku
pada unsur intrinsik dan tidak melakukan pendalaman terhadap tema.
3. Kurangnya pemahaman terhadap tematik dalam puisi-puisi yang digunakan
dalam buku teks pelajaran SMP kelas VIII.
4. Kurangnya memahami perbedaan dan persamaan tema yang muncul dalam
puisi-puisi yang digunakan pada buku teks sekolah dengan nilai karakter
yang terkandung dalam kurikulum yang digunakan di sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas, maka
dipelukan pembatasan masalah. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan
pada masalah tematik dalam puisi-puisi yang digunakan pada buku teks SMP
kelas VIII.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tematik dalam puisi-puisi yang digunakan dalam buku teks
Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII?
2. Bagaimana nilai karakter yang terkait dengan tema-tema puisi dalam buku
teks Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII?
7
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari rumusan masalah di atas adalah :
1. Untuk mengetahui tematik dalam puisi-puisi yang digunakan dalam buku
teks Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII.
2. Untuk mengetahui nilai karakter yang terkait dengan tema-tema puisi
dalam buku teks Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII.
F. Manfaat Penelitan
Untuk menguji kualitas yang dilakukan oleh seorang peneliti, maka suatu
penelitian harus memiliki manfaat baik secara teoretis, maupun praktis.
Berikut merupakan manfaat yang dapat diberikan melalui penelitian skripsi
ini.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas ilmu pengetahuan
dibidang kesusastraan indonesia, khususnya dalam pembelajaran sastra yang
ada di sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk mengetahui tematik dalam puisi-puisi yang digunakan pada buku
teks SMP kelas VIII.
b. Sebagai bahan referensi yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia.
c. Sebagai motivasi dan referensi bagi peneliti lain yang berminat terhadap
pembelajaran sastra Indonesia di sekolah dalam melakukan penelitian lebih
lanjut, serta sebagai inovasi baru bagi pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia.
8
G. Metode Penelitian
Penelitian yang baik adalah penelitian yang menggunakan metode yang
sesuai dengan bahan yang diteliti. Fungsi dari penggunaan metode penelitian
adalah agar penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil yang sistematis,
valid, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Berikut merupakan metode yang digunakan dalam penelitian skripsi yang
berjudul “Tematik pada Puisi dalam Buku Teks Bahasa Indonesia untuk
Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII”.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan yang
bersifat deskriptif, yang artinya data penelitian merupakan hasil dari
sebuah analisis, yaitu berupa deskripsi, bukan berupa angka-angka atau
numerik, karena objek dalam penelitian kualitatif adalah berupa teks.
Sedangkan pendekatan teori menggunakan pendekatan objektif.
Pendekatan objektif menurut Junus dalam Wahyudi Siswanto adalah
pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya
sastra. Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya
sastra. Karya sastra menjadi sesuatu yang inti.4 Dalam penelitian ini,
karya sastra yang dianalisis adalah puisi-puisi yang terdapat dalam dua
buku teks untuk SMP kelas VIII.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam menyajikan hasil penelitian ini adalah
metode deskriptif. Sebuah deskripsi adalah representasi objektif
terhadap fenomena yang ditangkap.5 Metode deskriptif ini bertujuan
untuk mengungkapkan data dengan pendeskripsian secara cermat dan
4Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 183.
5Winarto Surachmad, Dasar dan Teknik Research: Pengantar Metodologi Ilmiah,
(Bandung: Tarsito, 1975), h. 133.
9
rinci untuk menggambarkan suatu hal, keadaan, dan fenomena yang
meliputi analisis dan interpretasi terhadap objek yang diteliti.
Melalui desain tersebut, maka penelitian mendeskripsikan atau
menggambarkan apa yang menjadi pokok masalah dalam puisi yang
dikaji, yakni puisi-puisi yang terdapat dalam buku teks SMP kelas VIII
yang digunakan.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer adalah data langsung yang berkaitan dengan
karya sastra yang dikaji, dalam hal ini menggunakan dua buah buku
teks Bahasa Indonesia untuk SMP kelas VIII, yakni: pertama,
“Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP/MTS kelas VIII” oleh
Asep Yudha Wirajaya dan Sudarmawarti. Kedua, “Bahasa Indonesia
Sekolah Menengah Pertama” oleh Kisyani Laksono, Bambang
Yulianto, dkk (BSE). Sedangkan data sekunder merupakan data
tambahan atau pelengkap yang memiliki hubungan dengan objek
penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka,
dengan teknik simak dan catat. Teknik pustaka merupakan teknik yang
menggunakan sumber-sumber data tertulis untuk memperoleh data
penelitian. Teknik simak dan catat digunakan sebagai instrumen kunci
dalam melakukan penyimakan secara cermat dan terarah terhadap
sumber data. sumber-sumber tertulis yang digunakan dalam penelitian
sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian karya sastra yang diteliti.
Dalam penelitian ini, sumber-sumber yang digunakan sesuai dengan
analisis struktur yang membangun serta motif-motif dari tema yang
dimunculkan dalam puisi-puisi yang terdapat pada buku teks untuk
SMP kelas VIII yang digunakan dalam pembelajaran. Peneliti
10
melakukan penyimakan dan pencatatan secara cermat terhadap sumber
data primer, buku teks pertama yaitu karya: Tri Astoto Kodarie “Pada
Gelombang”, Dorothea Rosa Herliany “Lagu Batin”, Amir Hamzah
“Tuhanku Apakah Kekal?”, dan Toto Sudarto Bachtiar “Rumah”.
Sedangkan buku teks kedua yaitu karya: Tiharsya “Anugrah Laut”,
Franky/ Hare “Ganasnya Ombak tak Selalu Membuat Luka”, R Dayoh
“Pelaut”, Abdul Hadi W M “Doa untuk Indonesia”, Sutarji Calzoum
Bahri “Sudah Waktunya”, Taufiq Ismail “Kembalikan Indonesia
Padaku”, D. Zamawi Imron “Desaku”, Amir Hamzah “Buah Rindu”,
dan Sutarji Calzoum Bahri “Sejak” untuk memperoleh data yang
diperlukan. Hasil pencatatan tersebut kemudian digunakan sebagai
sumber data primer yang akan digunakan dalam penyusunan hasil
penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai.
5. Teknis Analisis Data
Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik
membaca heuristik. Menurut Riffatere dalam Sangidu, pembacaan
heuristik merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan
menginterpretasikan teks sastra secara referensial lewat tanda-tanda
linguistik.6.
Langkah awal dalam menganalisis puisi-puisi yang terdapat dalam
buku teks yang digunakan dalam pembelajaran adalah dengan
membaca heuristik. Membaca dengan heuristik bertujuan untuk
mengetahui makna tersurat secara keseluruhan dari puisi-puisi dalam
buku teks yang digunakan dalam pembelajaran. Setelah itu, peneliti
mengklasifikasikan persamaan dan perbedaan tema dari puisi-puisi
yang terdapat dalam buku teks yang digunakan. Adapun puisi-puisi
tersebut adalah, buku teks pertama yaitu karya: Tri Astoto Kodarie
“Pada Gelombang”, Dorothea Rosa Herliany “Lagu Batin”, Amir
6Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), h. 45.
11
Hamzah “Tuhanku Apakah Kekal?”, dan Toto Sudarto Bachtiar
“Rumah”. Sedangkan buku teks kedua yaitu karya: Tiharsya
“Anugrah Laut”, Franky/ Hare “Ganasnya Ombak Tak Selalu
Membuat Luka”, R Dayoh “Pelaut”, Abdul Hadi W M “Doa Untuk
Indonesia”, Sutarji Calzoum Bahri “Sudah Waktunya”, Taufiq Ismail
“Kembalikan Indonesia Padaku”, D. Zamawi Imron “Desaku”, Amir
Hamzah “Buah Rindu”, dan Sutarji Calzoum Bahri “Sejak”.
Kemudian, peneliti menganalisis unsur batin dari puisi-puisi tersebut.
Lalu, peneliti menganalisis puisi-puisi tersebut berdasarkan pendekatan
objektif untuk mengetahui motif dari persamaan dan perbedaan dari
tema yang dimunculkan dalam puisi-puisi pada buku teks yang
digunakan, yaitu buku teks yang mengacu pada KTSP. Hal tersebut
dilakukan berdasarkan pada kebijakan sekolah yang masih
menggunakan KTSP.
6. Validitas Data
Validitas atau keabsahan data merupakan kebenaran data dari proses
penelitian. Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi teori, yaitu
penelitian terhadap topik yang sama dengan menggunakan teori yang
berbeda dalam menganalisis data. Penelitian skripsi ini, peneliti
menggunakan triangulasi sumber. Hal ini dikarenakan peneliti
menggunakan bermacam-macam sumber atau dokumen untuk menguji
data yang sejenis tentang tematik yang terdapat dalam buku teks SMP
kelas VIII yang digunakan.
12
BAB II
PUISI DAN TEMATIK
A. PUISI
1. Pengertian Puisi
Puisi sebagai suatu karya yang diciptakan oleh manusia, memiliki
fungsi spiritual yang sifatnya tidak langsung dirasakan oleh keadaan fisik
manusia. Hal ini sesuai dengan hakikat puisi yang merupakan ekspresi tidak
langsung yang dilakukan oleh penciptanya. Dalam kegiatan bertutur sehari-
hari, secara tidak sengaja ekspresi puitis terlontar dari lisan kita. Bahkan
sudah sejak dari zaman sebelum Masehi, tepatnya ketika terjadi perang
Khandak jenis puisi seperti syair digunakan oleh Nabi Muhammad SAW
untuk memberikan semangat dan doa kepada para sahabat ketika menggali
parit untuk benteng pertahanan.1 Dengan kata lain, secara sengaja atau tidak,
manusia sudah terbiasa menggunakan dan memanfaatkan puisi.
Puisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta
penyusunan larik dan bait2. Purba menjelaskan bahwa puisi disinonimkan
dengan istilah Poetry (inggris), Poesie (Perancis), Poezie (Belanda). Istilah-
istilah itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu Poieetes dan bahasa Gerik, yaitu
Poeta. Secara sederhana pengertian puisi itu adalah membangun,
menyebabkan menimbulkan dan menyair. Makna sederhana itu berkembang
dan menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut
irama, sajak, kata-kata kiasan3. Pendapat lain disampaikan oleh Hasanuddin
yang menyebutkan puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu
1Nabil Mufti, perang Khandaq (Ahzab) – Perang Parit,
https://nabilmufti.wordpress.com/2010/03/04/perang-khandaq-ahzab-perang-parit/, diunduh pada
Kamis, 19 Februari 2016 pukul 09:45. 2Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga), (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), h. 903. 3Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 11.
13
perasaan yang yang direkakan. Perasaan dan pikiran penyair yang masih
abstrak dikongkretkan.4
Waluyo dalam Siswanto mengemukakan puisi adalah bentuk karya
sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif
dan disusun dengan mengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya5.
Selanjutnya, Sugono dalam Damayanti mengemukakan pendapat tentang
pengertian puisi bahwa puisi adalah jenis sastra yang bentuknya dipilih dan
ditata dengan cermat sehingga mampu mempertajam kesadaran orang akan
suatu pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat bunyi,
irama, dan makna khusus.6
Selanjutnya Wahyuni mengemukakan bahwa puisi adalah
merupakan salah satu bentuk karya sastra yang diwujudkan dengan kata-
kata indah dan bermakna dalam7. Sementara itu, Watts-Dunton dalam
Tarigan menyebutkan bahwa puisi adalah ekspresi yang konkrit dan yang
bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama8.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah disampaikan, dapat
disimpulkan bahwa puisi adalah ragam sastra yang merupakan bentuk
pengungkapan dan pikiran yang imajinatif dari penulisnya yang bersifat
pengonsentrasian, pemusatan, pemadatan isi, bahasa, dan struktur fisik-
batinnya, sehingga dapat disebut dengan sebuah puisi.
2. Struktur Puisi
Secara konvensional, sebuah puisi biasanya menggunakan beberapa
atau salah satu unsur yang dominan untuk mendapatkan sebuah makna. D.
Damayanti mengatakan bahwa puisi terdiri atas dua unsur, yaitu unsur fisik
dan unsur batin. Berikut akan diuraikan dari unsur fisik puisi.
4Hasanuddin WS, Membaca dan Menilai Sajak: Pengantar pengkajian dan
Interpretasi,(Bandung: Angkasa, 2002), h. 5. 5Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 108.
6D. Damayanti, Sastra Indonesia: Puisi, Sajak, Syair, Pantun dan Majas, (Yogyakarta:
Araska, 2013), h. 12. 7Ristri Wahyuni, Kitab Lengkap: Puisi, Prosa, dan Pantun Lama, (Yogyakarta: Saufa,
2014), h. 12. 8Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 07.
14
A) Unsur Fisik
a. Diksi
Penulisan sebuah puisi seorang penyair harus cermat dalam
pemilihan kata-kata, sebab dalam penulisan puisi setiap kata yang
akan dicurahkan harus memiliki makna yang tepat, kesesuain bunyi
dalam rima dan irama, kedudukan kata di antara konteks kata yang
lain, dan kedudukan kata pada keseluruhan isi puisi. Kata dengan
segala sifat dan kemungkinan yang ada padanya, yang mempunyai
bunyi dan arti tertentu, adalah unsur yang mendasar dalam puisi.
Atmazaki mengemukakan bahwa kata adalah alat untuk
berkomunikasi; untuk menyampaikan pikiran dan perasaan;
menguasai dunia; dan bahkan untuk berpikir itu sendiri. Implikasinya,
kata tidak dapat tidak bermakna. Ia mesti mengemban arti tertentu
meskipun ia dipermainkan sehingga menimbulkan arti yang berbeda
daripada arti bahasa secara konvensional9.Gorys Keraf dalam bukunya
menyampaikan bahwa diksi mencakup pengertian kata-kata mana
yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana
membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan
ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik
digunakan dalam suatu situasi.10
Pada pemilihan kata-kata terdapat beberapa hal yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan oleh penyair dalam menuliskan sebuah
karyanya, yaitu perbendaharaan kata, urutan kata, dan gaya sugesti
kata-kata. Berikut akan dijabarkan secara detail.
1) Perbendaharaan Kata
Perbendaharaan kata penyair di samping sangat penting untuk
kekuatan ekspresi, juga menunjukkan ciri khas penyair. Dalam
memilih kata-kata, di samping penyair memilih berdasarkan
makna yang akan disampaikan dan tingkat perasaan serta susana
9Atmazaki, Analisis Sajak: Teori, Metodologi dan Aplikasi, (Bandung: Angkasa, 1993), h.
31. 10
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 24.
15
batinnya, juga dilatarbelakangi oleh faktor sosial budaya penyair.
Maka penyair satu berbeda dalam memilih kata dari penyair
lainnya.11
2) Urutan Kata
Dalam puisi, urutan kata bersifat beku artinya urutan itu tidak
dapat dipindah-pindahkan tempatnya meskipun maknanya tidak
berubah oleh perpindahan tempat itu. Disamping itu, urutan kata-
kata juga mendukung perasaan dan nada yang diinginkan penyair.
Jika urutan katanya diubah, maka nada dan perasaan yang
ditimbulkan akan berubah.12
3) Daya Sugesti Kata-kata
Dalam memilih kata-kata, penyair mempertimbangkan daya
sugesti kata-kata itu. Sugesti itu ditimbulkan oleh makna kata
yang dipandang sangat tepat mewakili perasaan penyair. Karena
ketepatan pilihan dan ketepatan penempatannya, maka kata-kata
itu seolah memancarkan daya gaib yang mampu memberikan
sugesti kepada pembaca untuk ikut sedih, terharu, bersemangat,
marah, dan sebagainya.13
b. Pengimajian
Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret.
Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena itu
kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati melalui
penglihatan, pendengaran, atau cita rasa14
. Pengimajian atau imaji
adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
11
Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), h. 73. 12
Ibid. 13
Ibid. 14
Herman J. Waluyo, Op. Cit., h. 78.
16
perasaan15
. Imaji dapat dibagi menjadi tiga: imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji
dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan
merasakan seperti yang dialami oleh penyair.16
Herman J. Waluyo mengatakan bahwa pengimajian ditandai
dengan kata yang konkret dan khas. Imaji yang ditimbulkan ada tiga
macam, yakni imaji visual, imaji auditif, dan imaji taktil (cita rasa)17
.
Imaji visual adalah imaji yang menyebabkan pembaca seolah-olah
melihat langsung tentang apa yang diceritakan penyair. Imaji auditif
adalah imaji yang menyebabkan pembaca seolah-olah mendengar
langsung tentang apa yang diceritakan penyair. Selanjutnya imaji
taktil adalah imaji rasa kulit yang menyebabkan pembaca seolah-olah
merasakan dibagian kulit terasa perih, nyeri, panas, dingin, dan
sebagainya.18
c. Kata Konkret
Untuk membangkitkan imajinasi dari pembaca, pemilihan
penggunaan kata-kata harus diperkonkret atau diperjelas. Maksudnya
adalah bahwa kata-kata itu dapat ditangkap dengan indera yang
memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan
kiasan atau lambang. Kata konkret adalah syarat atau sebab terjadinya
pengimajian. Jika penyair mahir memperkonkret kata- kata, maka
pembaca seolah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan
penyair .19
d. Bahasa Figuratif (Majas)
Bahasa figuratif merupakan penggunaan bahasa yang dapat
menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi
15
Perasaan berasal dari kata rasa. Dalam KBBI rasa memiliki arti tanggapan indra terhadap
rangsangan saraf, seperti manis, pahit, masam terhadap indra pengecap, atau panas, dingin, nyeri
terhadap indra perasa. Sedang perasa merupakan alat untuk merasa (seperti lidah dan kulit). 16
Wahyudi Siswanto, Op. it., h. 118. 17
Herman J. Waluyo, Op. Cit., h. 79. 18
Herman J. waluyo, Op. Cit., h. 81. 19
E. Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2012),
h. 103.
17
tertentu20
. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa
figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan
sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung
mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau
lambang.21
Berikut penjelasan mengenai makna kiasan dan
pelambangan:
1) Kiasan
Kiasan yang dimaksud di sini mempunyai makna lebih luas
dengan gaya bahasa kiasan karena mewakili apa yang secara
tradisional disebut gaya bahasa secara keseluruhan. Bahasa kiasan
ini mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain
supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup. Tujuan
penggunaan kiasan ialah untuk mempertalikan sesuatu dengan
cara menghubungkan dengan sesuatu yang lain.22
Berikut ini akan
dijelaskan mengenai metafora (kiasan langsung), persamaan
(kiasan tidak langsung), personifikasi, hiperbola (overstatement),
euphemisme (understatement), sinekdoke, dan ironi.
a. Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan
itu tidak disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan.
Contoh: bunga desa, bunga sedap malam dan sebagainya.23
b. Perbandingan
Perbandingan kiasan atau simile merupakan kiasan yang tidak
langsung. Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama
pengiasnya dan digunakan kata-kata seperti, laksana,
bagaikan, bagai, bak, dan sebagainya. Contoh: rindunya bagai
20
Ibid. 21
Herman J. Waluyo, Op. Cit., h. 83. 22 Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2014), h. 63. 23
Ibid., h. 67.
18
setinggi Himalaya, pipinya bak jambu yang sedang merekah,
dan sebagainya.24
c. Personifikasi
Personifikasi adalah keadaan atau peristiwa alam sering
dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh
manusia. Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia
atau persona, atau di “personifikasi” kan. Contoh: berayun
alun di atas alas, dedaunan melambai-lambai, dan
sebagainya.25
d. Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa
perlu meliebih-lebihkan hal yang dibandingkan agar
mendapatkan perhatian yang lebih seksama dari pembaca.
Contoh: kau meninggalkanku di gubug penderitaan.26
e. Sinekdoke
Sinekdoke adalah menyebutkan sebagian untuk maksud
keseluruhan, atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud
sebagian. Terbagi atas part pro toto (menyebut sebagian untuk
keseluruhan) dan totem pro parte (menyebut keseluruhan
untuk maksud sebagian). Contoh: aku merindukan suara
lembutmu, sayang, “aku” merindukan seseorang yang
dikasihinya, tetapi hanya menyebutkan suara orang yang
dikasihinya saja (part pro toto), tiga anak kecil membawa yang
karangan bunga, menggambarkan seluruh anak-anak kecil
tingkat SD dan SMP sedang berkabung.27
f. Ironi
Ironi adalah kata-kata yang berisfat berlawanan untuk
memberikan sindiran. Untuk menggambarkan kemunduran
24
Rachmat Djoko Pradopo, Op. Cit., h. 63. 25
Ibid., h. 76. 26
Herman J. Waluyo, Op. It., h. 85. 27
Rachmat Djoko Pradopo, Op. Cit., h. 80.
19
dunia pendidikan, Rendra menuliskan sebuah puisi yang
bernada sinis pada waktu itu. Apakah gunanya pendidikan/
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing/ di tengah
kenyataan persoalannya.28
2) Pelambangan
Pelambangan digunakan penyair untuk memperjelas makna dan
membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas, sehingga
dapat menggugah hati pembaca. Sistem tanda dihubungkan
dengan jaringan tindak kreatif sebagai “tindak rekreatif” yang
dilakukan pembaca berlangsung dalam hubungan secara
terbalik.29
Penyair merasa bahwa dengan simbolisasi itu makna akan lebih
hidup, lebih jelas, dan lebih mudah dibayangkan oleh pembaca.
Macam-macam lambang ditentukan oleh keadaan atau peristiwa
apa yang digunakan oleh penyair untuk mengganti keadaan atau
peristiwa itu. Pelambangan dapat dilakukan dengan cara
memanfaatkan lambang warna, lambang benda, lambang bunyi,
lambang suasana dan sebagainya.30
g. Versifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)
1) Rima
Rima atau bunyi-bunyi yang sama dan diulang baik dalam
satuan kalimat maupun pada kalimat-kalimat berikutnya.
Pengulangan bukanlah pengulangan dalam arti model
sampiran seperti halnya yang terdapat dalam pantun,
melainkan pengulangan yang dimaksudkan untuk
28
Herman J. Waluyo, Op. Cit., h. 86. 29
Aminuddin, Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra, (Semarang:
IKIP Semarang Press, 1995), h. 253. 30
Herman J. Waluyo, Op. Cit.,h. 87.
20
memberikan efek tertentu. Dalam rima terdapat asonansi,
aliterasi, rima dalam, dan rima akhir.31
a. Asonansi
Asonansi atau keruntutan vokal yang ditandai oleh
persamaan bunyi vokal pada satu kalimat seperti rindu,
sendu, mengharu kalbu. Pengulangan vokal u pada kalimat
tersebut secara tidak langsung telah memunculkan satu
keselarasan bunyi.32
b. Aliterasi
Aliterasi atau purwakanthi yaitu persamaan bunyi
konsonan pada kalimat atau antar kalimat dalam puisi.
Misalnya: semua sepi sunyi sekali desir hari lari
berenang.33
c. Rima Dalam
Rima dalam yaitu persamaan bunyi (baik vokal maupun
konsonan) yang berlaku antar kata dalam satu baris.
Misalnya: senja samar sepoi.34
d. Rima Akhir
Rima akhir yaitu persamaan bunyi di akhir baris.35
2) Ritma
Ritma sangatlah erat hubunganya dengan bunyi dan juga
berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan
kalimat. Ritma puisi berbeda dari metrum (matra). Metrum
berupa pengulangan tekanan kata yang tetap. Slamet Muljana
dalam Herman J. Waluyo menyatakan bahwa ritma
merupakan pertentangan bunyi: tinggi/rendah,
31 Saifur Rohman, Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan
UNJ, 2015), h. 147. 32
Ibid., h. 147. 33
Ibid., h. 147. 34
Ibid., h. 147. 35
Ibid., h. 147.
21
panjang/pendek, keras/lemah, yang mengalun dengan teratur
dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan.
Pembahasan metrum dalam puisi Indonesia sulit untuk
ditentukan, sebab dalam bahasa Indonesia tidak terdapat arti
dalam tekanan, namun dalam deklamasi puisi peranan
metrum sangat penting.36
e. Perwajahan (tipografi)
Perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata, larik,
dan bait dalam puisi37
. Tipografi atau perwajahan
merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan
prosa dan drama. Lari-larik puisi tidak membangun
periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait.
Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi
kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang
memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan.38
B) Unsur Batin
Selain unsur fisik, puisi juga memiliki unsur batin. Berikut akan
dijelaskan mengenai unsur batin dalam puisi.
a. Tema
Tema adalah gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh
pengarang39
. Dalam setiap puisi sang penyair ingin mengemukakan
sesuatu bagi para penikmatnya. Sang penyair melihat atau mengalami
beberapa kejadian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Demikianlah setiap puisi mengandung suatu “subject matter” untuk
dikemukakan atau ditonjolkan; dan hal ini tentu saja tergantung kepada
beberapa faktor, antara lain falsafah hidup, lingkungan, agama,
36
Herman J. Waluyo, Op. Cit., h. 94. 37
Wahyudi Siswanto, Op. Cit., h. 113. 38
Herman J. Waluyo, Op. Cit., h. 97. 39
Wahyudi Siswanto, Op. Cit., h, 124.
22
pekerjaan, pendidikan sang penyair. Oleh karena itu, makna yang
dikandung oleh “subject matter”, suatu puisi disebut dengan istlah
“sense” atau “tema”.40
b. Perasaan
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan sang penyair
merupakan bentuk ekspresi yang dituangkan dalam kata-kata. Rasa
adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar
belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang
pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam
masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan
pengetahuan41
. Sedangkan dalam pengertian lain menyebutkan bahwa
rasa atau feeling adalah the poet’s attitude toward his subject matter
yaitu sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung
dalam puisinya.42
c. Nada dan Suasana
Dalam menciptakan puisi, sang penyair dapat menyampaikan
tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca
untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada
pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah
pembaca. Sikap penyair terhadap pembacanya disebut dengan nada43
.
Atau dengan perkataan lain, sikap sang penyair terhadap para penikmat
karyanya.44
40
Henry Guntur Tarigan, Op. Cit., h. 10. 41
D. Damayanti, Op. Cit., h. 21. 42
Henry Guntur Tarigan, Op. Cit., h. 11. 43
D. Damayanti, Op. Cit., h. 22. 44
Henry Guntur Tarigan, Op. Cit., h. 18.
23
d. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penyair kepada
pembaca. Pesan merupakan anjuran atau nasihat penyair kepada
pembaca puisi yang berupa perbuatan-perbuatan baik atau berhubungan
dengan nilai moral. Pesan atau amanat penyair disampaikan lewat kata
demi kata dalam puisi45
. Mengenai hal ini, Ajip Rosidi dalam Tarigan
mengemukakan pendapat yang tegas bahwa amanat pertama kali adalah
untuk memuaskan diri sendiri, sesudah itu baru pada yang lain-lainya.46
B. TEMATIK PUISI
1. Susunan Tematik
Sebuah puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur
pembangun. Unsur-unsur yang dinyatakan bersifat padu karena tidak dapat
dipisahkan tanpa mengaitkan unsur yang lainya. Unsur-unsur itu bersifat
fungsional dalam kesatuannya dan juga bersifat fungsional terhadap unsur
lainnya. Setiap puisi pasti berhubungan dengan mengungkapkan diri penyair
sendiri. Di dalam puisi, “Aku lirik” memberikan tema, nada, perasaan, dan
amanat. Sedangkan rahasia dibalik majas, diksi, imaji, kata konkret, dan
versifikasi akan dapat ditafsirkan dengan tepat jikaberusaha memahami
rahasia penyairnya.
Dick Hartoko dalam Waluyo menyebutkan adanya dua unsur penting
dalam puisi, yakni unsur tematik atau unsur semantik puisi dengan unsur
sintaktik puisi. Unsur tematik atau unsur semantik menunjuk ke arah
struktur batin, sedangkan unsur sintaktik menunjuk ke struktur fisik.47
Dalam hal ini, yang menjadi inti puisi adalah unsur tematik yang
diungkapkan melalui medium bahasa yang mengandung kesatuan sintaksis.
Untuk pengungkapan tersebut, makna puisi diwujudkan dengan berbagai
cara. Hal ini sesuai dengan penjabaran mengenai tema oleh Burhan
Nurgiyantoro bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang
45
D. Damayanti, Op. Cit., h. 22. 46
Henry Guntur Tarigan, Op. Cit., h. 21. 47
Herman J. Waluyo, Op. Cit., h. 27.
24
sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur
semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-
perbedaan.48
Luxemburg mengemukakan bahwa pembangun tema terjadi dengan
cara-cara yang lain daripada dalam teks-teks naratif atau drama. Banyak
tidak diungkapkan secara eksplisit. Kaidah-kaidah logika bahasa tidak
berlaku. Dalam hal ini tematik itu dapat ditemukan dalam apa yang disebut
lirik49
. Selanjutnya, yang pertama-tama diperlukan untuk menyusun tematik
dalam hal puisi ialah menggambarkan wajah si juru bicara yang disuarakan
oleh ungkapan bahasa yang bersifat monolog. Selain itu kategori-kategori
lainya adalah waktu dan ruang.50
a) Juru Bicara dan Pendengar
Teks puisi berupa monolog, artinya ada satu instansi yang
mengucapkan teks. Dalam teks-teks naratif juru bicara kita namakan si
juru cerita atau tukang dongeng. Dalam teks puisi juru bicara disebut
subyek lirik51
. Dalam puisi peristiwa-peristiwa tidak begitu penting;
yang diutamakan adalah pendapat, suasana batin, kesan-kesan, dan
perasaan. Dari latar belakang tersebut subyek lirik memiliki fungsi yang
sangat penting dalam membicarakan puisinya.
Subyek lirik tidak selalu dapat ditunjuk dengan jelas. Hal ini
disebabkan terkadang ia terletak di latar belakang si penyair. Misalnya
dalam pelukisan alam, yang disebut puisi obyektif dibicarakan sesuatu,
sedangkan si Aku-lirik dengan eksplisit merupakan pangkal
pemandangan atau penilaian52
. Dengan demikian untuk menemukan
tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulakan dari keseluruhan
48
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2013), h. 115. 49
Jan Van Luxemburg, Mieke Bal dkk, Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta: Gramedia, 1984),
h. 176. 50
Ibid., h. 177. 51
Ibid. 52
Ibid.
25
cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema
sebagai makna utama sebuah karya fiksi tidak (secara sengaja)
disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada
pembaca. Namun, tema merupakan makna keseluruhan yang didukung
cerita, dengan sendirinya ia akan “tersembunyi” dibalik cerita yang
mendukungnya.53
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa subyek lirik
dalam penyusunan tema dapat dilihat dari latar belakang sang
penyairnya yang secara eksplisit tergambarkan oleh hasil keseluruhan
cerita yang dalam hal ini adalah puisi.
b) Waktu
Berbeda dengan bahasa Arab dan bahasa-bahasa Indo-Eropa,
maka tata bahasa Indonesia tidak mengandung kemungkinan-
kemungkinan untuk menerangkan perbedaan waktu lewat bentuk kata
kerja. Dalam bahasa Inggris misalnya saya dapat melihat: 1 see – i saw
– i have seen. Dalam bahasa Indonesia, sejauh ini harus diungkapkan
lewat sarana tata bahasa.54
c) Ruang
Selain waktu, ruang pun berfungsi untuk menyusun sebuah sajak
secara tematik, sekalipun pelukisannya serba mendetil. Tetapi sering
kali ruang ituhanya dilukiskan secara global saja, bahkan tidak ada
indikasi di mana peristiwa itu terjadi atau di mana penyair waktu itu
berada.55
d) Pengembangan Tema
Sering kali aspek pokok dalam tema sebuah puisi sudah disebut
dalam judul ataupun larik pertama puisi itu. Dalam teks-teks puisi
terdapat tiga ciri khas untuk mengembangkan temanya, yakni
53
Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 116. 54
Jan Van Luxemburg, Op. Cit., h. 182. 55
Ibid.
26
mengembangkan tema berdasarkan sederetan momen perbuatan,
berdasarkan kontras, dan lewat suatu penjumlahan56
. Dalam puisi
momen perbuatan tidak diarahkan kepada hasil perbuatan (akhirnya
mereka saling berjumpa) atau kepada ketegangan dalam cerita. Sebuah
puisi, perbuatan-perbuatan atau kejadian dapat diumpamakan dengan
suasana batin atau dengan deskripsi keadaan alam.57
Lewat kontras-kontras pun tema sebuah puisi dapat
dikembangkan58
. Hal ini pemandangan yang bersifat filsafat atau kwasi-
filsafat dapat meimbulkan arti dari sebuah tema. Selain itu, dari
pendekatan lahiriah, impersonal beralih pada pendekatan antarmanusia.
Seperti pada “Cocktail Party”-nya Toeti Heraty, terdapat konfrontasi si
Aku terhadap cinta dan mati yang mana demi hidup dan mati, demi
cinta dan mati dengan sesama perempuan. “Cocktail Party” telah
menjadi kancah pertarungan cinta di mana subyek sesungguhnya telah
kalah sehingga maut lebih menarik.59
Cara ketiga yang khas bagi pengembangan tema dalam puisi ialah
penjumlahan, mengurangi tema menurut aspek yang berbeda-beda.
Seorang pembaca sastra cenderung mendekati teks yang bersangkutan
dengan prasangka bahwa arti yang nampak pada kulit, masih terpendam
suatu arti tematik yang lebih mendalam.60
Kecenderungan ini terasa
apabila kita membaca puisi, karena isinya menduduki tempat sekunder.
2. Tema: Mengangkat Masalah Kehidupan
Masalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia
amat luas dan kompleks. Walau permasalahan yang dihadapi manusia tidak
sama, ada masalah-masalah kehidupan tertentuyang bersifat universal.
Artinya, hal itu akan dialami oleh setiap orang di manapundan kapan pun
56
Ibid., h. 183. 57
Ibid. 58
Ibid. 59
Ibid. 60
Ibid.
27
walau dengan tingkat intensitas yang tidak sama. Misalnya, hal-hal yang
berkaitan dengan masalah cinta, rindu, cemas, takut, maut, religius, nafsu,
dan lain-lain. Fiksi banyak mengangkat berbagai masalah dan pengalaman
kehidupan baik berupa pengalaman yang bersifat individual maupun
sosial61
. Pemilihan tema-tema tertentu ke dalam sebuah karya, sekali lagi,
bersifat subyektif: masalah kehidupan manakah yang paling menarik
perhatian pengarang sehingga merasa terdorong untuk mengungkapkannya
ke dalam bentuk cerita fiksi.
Pengarang memilih dan mengangkat pelbagai masalah hidup dan
kehidupan itu menjadi tema dan sub-subtema ke dalam teks fiksi sesuai
dengan pengalaman, pengamatan, dan aksi-interaksinya dengan
lingkungan. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna
(pengalaman) kehidupan62
. Melalui karyanya itulah pengarang
menawarkan makna tertentu dalam kehidupan, mengajak pembaca untuk
melihat, merasakan, dan menghayati makna (pengalaman) kehidupan
tersebut dengan cara memandang permasalahan itu sebagaimana ia
memandangnya. Seperti telah dikemukakan, fiksi menawarkan suatu
kebenaran yang sesuai dengan keyakinan, kemungkinan, dan tanggung
jawab kreativitas pengarang, walau itu mungkin tidak sejalan atau bahkan
bertentangan dengan kebenaran di dunia nyata. Masalah kebenaran di sini
ada kaitanya dengan tema, yaitu tema yang ingin disampaikan dilakukan
dengan cara “pembenaran” sesuatu, baik berupa peristiwa, konflik,
perwatakan tokoh, hubungan tokoh, maupun unsur-unsur lain yang terkait.
3. Penggolongan Tema
Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda
tergantung dari segi mana penggolongan itu dilakukan. Pengategorian tema
yang akan dikemukakan berikut dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang,
yaitu penggolongan dikotomis yang bersifat tradisional dan nontradisional,
61
Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 119. 62
Ibid., h. 120.
28
penggolongan dilihat dari tingkat pengalaman jiwa menurut Shipley, dan
penggolongan dari tingkat keutamaanya.
a) Tema Tradisional dan Nontradisional
Tema tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk pada
tema yang hanya “itu-itu” saja, dalam arti tema itu telah lama
dipergunakan dan dapat ditemukan dalam berbagai cerita, termasuk
cerita lama. Meredith & Fitzgerald dalam Burhan menyebutkan walau
banyak variasinya, tema-tema tradisional dikatakan selalu ada kaitannya
dengan masalah kebenaran dan kejahatan.63
Tema jenis tersebut
ternyata bersifat universal. Hal itu terlihat pada banyaknya karya sastra
di manca negara yang sejak zaman dahulu juga mengangkat tema
kebenaran lawan kejahatan, atau tema tradisional lain secara umum.
b) Tingkatan Tema Menurut Shipley
Dalam Dictionary of World Literature, Shipley mengartikan tema
sebagai subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang
dituangkan ke dalam cerita. Sama seperti makna pengalaman manusia,
tema menyorot daan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga
nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita. Sekali
lagi, sama seperti makna pengalaman manusia, tema membuat cerita
lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak.64
Shipley
membedakan tema-tema karya sastra ke dalam lima tingkatan,
berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa yang disusun dari tingkatan
yang paling sederhana, tingkatan tumbuhan dan makhluk hidup ke
tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia.65
Kelima tingkatan tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, tema tingkat fisik, manusia sebagai (atau: dalam tingkat
kejiwaan) molekul, man as molecul. Tema karya sastra pada tingkat ini
lebih banyak menyangkut dan atau ditunjukan oleh banyaknya aktivitas
63
Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 126. 64
Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 37. 65
Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 130.
29
fisik daripada kejiwaan66
. Kedua, tema tingkat organik, manusia
sebagai (atau: dalam tingkat kejiwaan) protoplasma, man as
protoplasm. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut
dan atau mempersoalkan masalah seksualitas, suatu aktivitas yang
hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup67
. Ketiga, tema tingkat
sosial, manusia sebagai makhluk sosial, man as socious. Kehidupan
bermasyarakat yang merupakan tempat manusia berkiprah, beraksi-
interaksi dengan sesama dan dengan lingkungan alam mengandung dan
memunculkan banyak permasalahan, persahabatan-permusuhan, konflik
dan lain-lain yang menjadi objek pencarian tema.68
Keempat, tema
tingkat egosi, manusia sebagai individu, man as individualism. Di
samping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus juga sebagai
makhluk individu yang senantiasa “menuntut” pengakuan atas hak
individualitasnya. Masalah individualitas itu antara lain berupa masalah
egoistis, martabat, harga diri, atau sifat dan sikap tertentu manusia
lainnya yang pada umumnya lebih bersifat batin dan dirasakan oleh
yang bersangkutan.69
Kelima, tema tingkat divine, manusia sebagai
makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami
dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini
adalah masalah hubungan manusia dengan sang pencipta, masalah
religiositas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti
pandangan hidup, visi, dan keyakinan.70
c) Tema Utama dan Tema Tambahan
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, tema pada hakikatnya
merupakan makna yang dikandung cerita, atau secara singkat dikatakan
sebagai makna cerita. Makna cerita dalam sebuah karya fiksi, mungkin
saja lebih dari satu, atau lebih tepatnya: Lebih dari satu interpretasi.71
66
Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 130 67
Ibid., h. 131. 68
Ibid., h. 131 69
Ibid., h. 132 70
Ibid., h. 132 71
Ibid., h. 133.
30
Hal ini terlihat dengan adanya tema mayor dan tema minor. Tema
mayor artinya pokok cerita yang menjadi dasar umum karya sastra.
Menentukan tema pokok sebuah cerita pada hakikatnya merupakan
aktivitas mengidentifikasi, memilih, mempertimbangkan, dan menilai,
di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh karya
yang bersangkutan.72
Sedangkan tema minor adalah makna pokok cerita
tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak dikatakan dalam keseluruhan,
cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu
cerita dapat diidentifikasi sebagai makna bagian, atau makna
tambahan.73
Sedangkan Hrman J. Waluyo mengatakan bahwa dengan latar
belakang pengetahuan yang sama, penafsir-penafsir puisi akan
memberikan tafsiran tema yang sama bagi sebuah puisi, karena tema
puisi bersifat lugas, obyektif, dan khusus. Tema puisi harus
dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-konsepnya yang
terimajinasikan. Oleh sebab itu, tema bersifat khusus (penyair), tetapi
obyektif (bagi semua penafsir), dan lugas (tidak dibuat-buat).74
Berikut
ini dipaparkan macam-macam tema puisi sesuai dengan Pancasila.
1. Tema Ketuhanan
Puisi-puisi dengan tema ketuhanan biasanya akan
menunjukan “religious experinece” atau pengalaman religi penyair.
Pengalaman religi didasarkan atas tingkat kedalaman pengalaman
ketuhanan seseorang. Dapat juga dijelaskan sebagai tingkat
kedalaman iman seseorang terhadap agamanya atau lebih luas
terhadap Tuhan atau kekuasaan gaib.75
2. Tema Kemanusiaan
Tema kemanusiaan bermaksud menunjukan betapa tingginya
martabat manusia dan bermaksud meyakinkan pembaca bahwa
72
Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 133. 73
Ibid., h. 134. 74
Herman J. Waluyo, Op. Cit., h. 107. 75
Ibid., h. 108.
31
setiap manusia memiliki harkat (martabat) yang sama. Para penyair
memiliki kepekaan perasaan yang begitu dalam untuk
memperjuangkan tema kemanusiaan.76
3. Tema Patriotisme/kebangsaan
Tema patriotisme dapat meningkatkan perasaan cinta akan
bangsa dan tanah air. Tema patriot juga dapat diwujudkan dalam
bentuk usaha untuk membina kesatuan bangsa atau membina rasa
kenasionalan.77
4. Tema Kedaulatan Rakyat
Tema kedaulatan rakyat dan tema keadilan sosial biasanya
kita dapati pada puisi protes. Dalam puisi yang bertema kedaulatan
rakyat, yang kuat adalah protes terhadap kesewenang-wenangan
pihak yang berkuasa yang tidak mendengarkan jeritan rakyat atau
dapat juga berupa kritik terhadap sikap otoriter penguasa.
Sedangkan dalam puisi yang bertema keadilan sosial, yang
ditonjolkan adalah kepincangan sosial. Dengan menonjolkan
kepincangan sosial, penyair berharap agar orang yang kaya ingat
kepada para penderita.78
5. Tema Keadilan Sosial
Nada protes sosial sebenarnya lebih banyak menyarakan tema
keadilan sosial daripada tema kedaulatan rakyat. Puisi-puisi
demonstrasi yang terbit sekitar 1966 pada hakekatnya adalah puisi
yang lebih banyak menyuarakan keadilan sosial. Yang dilukiskan
dalam tema ini adalah ketidakadilan dalam masyarakat, dengan
tujuan untuk mengetuk nurani pembaca agar keadilan sosial
ditegakkan dan diperjuangkan.79
76
Herman J. Waluyo, Op. Cit., h. 109 77
Ibid., h. 113. 78
Ibid.. h. 117 79
Ibid., h. 119.
32
C. BUKU TEKS
1. Pengertian Buku Teks
Upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan melalui perbaikan mutu
proses pembelajaran (di ruang kelas, laboratorium, di lapangan, dan
sebagainya) merupakan inovasi pendidikan yang harus terus dilakukan.
Salah satu inovasi adalah mengubah pandangan pembelajaran dari
pembelajaran yang terpusat pada guru kepada pembelajaran yang terpusat
pada siswa. Selain guru yang harus membantu siswa untuk membangun
pengetahuannya, diperlukan sara belajar yang efektif. Salah satu sarana
yang paling penting adalah penyediaan buku pelajaran sebagai rujukan yang
baik dan benar bagi siswa. Penyertaan buku dalam pembelajaran ini
sangatlah penting karena buku teks pelajaran merupakan salah satu sarana
yang signifikan dalam menunjang proses kegiatan pembelajaran. Buku teks
pelajaran yang ada di lapangan, ditinjau dari jumlah, jenis, maupun
kualitasnya sangat bervariasi. Sementara itu, buku teks pelajaran pada
umumnya digunakan sebagai rujukan utama dalam proses pembelajaran.
Hal inilah yang dijadikan sebagai dasar pemikiran untuk mengetahui
pengertian buku teks, berikut penjelasanya.
Menurut Sitepu, buku adalah kumpulan kertas berisi informasi,
tercetak, disusun secara sistematis, dijilid serta bagian luarnya diberi
pelindung terbuat dari kertas tebal, karton, atau bahan lain80
. Sedangkan
Muslich menyatakan bahwa “education without book is unthinkable” atas
dasar itulah buku hendaknya menjadi perhatian utama, mulai dari
pengadaan (baca: penulisan), penggandaan, sampai dengan
penyebarannya.81
Dengan penjelasan yang demikian, buku memiliki sifat
pokok dalam penggunaanya, yaitu memberikan informasi, informasi dalam
bentuk cetak, menggunakan media kertas, dan penyebaranya dalam bentuk
jilid.
80
B. P. Sitepu, Penulisan Buku Teks Pelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h.
08. 81
Masnur Muslich, Text Book Writing: Dasar-dasar Pemahaman, Penulisan, dan
Pemakaian Buku Teks, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), h. 23.
33
Hasil penjelasan isi dan fungsi dari buku pendidikan, penelitian ini
berfokus pada buku teks atau buku pelajaran. Dalam belbagai literatur asing,
buku pelajaran diistilahkan dengan text book (selanjutnya istilah yang
digunakan adalah buku pelajaran). Maman Suryaman dalam artikelnya
menyebutkan bahwa buku pelajaran adalah media pembelajaran
(instruksional) yang dominan peranannya di kelas, media penyampaian
kurikulum, dan bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan. Secara lebih
spesifik bahwa buku pelajaran adalah alat bantu siswa dalam memahami
dan belajar dari hal-hal yang dibaca82
. Sedangkan Tarigan menjelaskan
mengenai buku teks yaitu buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang
merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu
buat maksud-maksud dan tujuan instruksional, yang diperlengkapi dengan
sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para
pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat
menunjang sesuatu program pengajaran.83
Selanjutnya Masnur Muslich memaparkan tentang buku teks atau
buku pelajaran yaitu buku yang berisi uraian bahan tentang mata pelajaran
atau bidang studi tertentu, yang disusun secara sistematis dan telah diseleksi
berdasarkan tujuan tertentu, orientasi pembelajaran, dan perkembangan
siswa, untuk diasimilasikan. Buku ini dipakai sebagai sarana belajar dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah.84
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa buku teks atau buku pelajaran adalah buku yang
dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media
pembelajaran, berkaitan dengan bidang studi tertentu. Buku pelajaran
merupakan buku standar yang disusun oleh pakar di bidangnya, biasanya
dilengkapi dengan sarana pembelajaran, dan digunakan sebagai penunjang
program pembelajaran.
82
Maman Suryaman, Dimensi-dimensi Konstektual di dalam Penulisan Buku Teks
Pelajaran Bahasa Indonesia, (Journal.UNY.ac.id: Diksi Vol.: 13. No. 2 Juli 2006), Diunduh pada
Kamis, 04 Februari 2016 Pukul 09.56. 83
Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia,
(Bandung: Angkasa, 2009), h. 13. 84
Masnur Muslich, Op. Cit., h. 24.
34
2. Fungsi Buku Teks
Secara umum buku mengandung informasi tentang perasaan, pikiran,
gagasan, atau pengetahuan pengarangnya untuk disampaikan kepada orang
lain dengan menggunakan simbol-simbol visual dalam bentuk huruf,
gambar, atau bentuk lainya. Sitepu mengungkapkan bahwa dalam konteks
yang lebih luas, buku teks pelajaran mengandung bahan belajar yang dapat
memberikan kemampuan kepada siswa sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan dalam kurikulum serta merupakan tahapan dalam pencapaian
tujuan pendidikan tingkat institusional dan tujuan pendidikan nasional. Oleh
karena itu, isi buku teks pelajaran merupakan penjabaran atau uraian dari
materi pokok bahan belajar yang ditetapkan dalam kurikulum.85
Dilihat dari
isi dan penyajiannya, buku teks pelajaran berfungsi sebagai pedoman
manual bagi siswa dalam belajar dan bagi guru dalam menyampaikan
pembelajaran bidang studi tertentu.
Selanjutnya Tarigan mengemukakan bahwa selain sebagai sumber
bahan, buku teks pelajaran juga berperan sebagai sumber atau alat evaluasi
dan pengajaran remedial. Artinya, di samping bahan, tersedia alat evaluasi.
Setiap mata pelajaran membutuhkan sejumlah buku teks86
. Apalagi bila
mana pelajaran itu mempunyai sub atau bagian yang dapat dianggap atau
paling sedikit diperlakukan sebagai berdiri sendiri. Pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia misalnya, ada submata pelajaran kesusastraan,
kebahasaan, dan keterampilan. Berikut digambarkan fungsi dan peranan
buku teks pelajaran.87
85
B. P. Sitepu, Op. Cit., h. 20. 86
Henry Guntur Tarigan dan Djagi Tarigan, Op. Cit., h. 18. 87
Ibid., h. 18.
35
Berdasarkan penjabaran fungsi buku teks di atas, dapat disimpulkan
bahwa, (1) sarana pengembang bahandan program dalam kurikulum
Indonesia; (2) Sarana untuk memperlancar tugas akademik guru; (3) sarana
untuk memperlancar mencapai tujuan pembelajaran; dan (4) sarana untuk
memperlancar efisiensi dan efektivitas kegiatan pembelajaran.
3. Kedudukan Buku Teks dalam Proses Pembelajaran Sastra
Kedudukan buku teks pelajaran sangatlah penting, baik bagi siswa
maupun guru. Karena tingkat kepentingan itulah buku teks pelajaran harus
layak untuk untuk dijadikan sebagai tempat beroleh pengalaman. Sitepu
menjelaskan bahwa dalam berbagai model desain pembelajaran, buku
terlihat dalam komponen sumber belajar atau bahan belajar dan
Menyediakan suatu sumber
yang teratur rapi dan bertahap
Menyajikan pokok masalah
yang kaya dan serasi
Menyediakan aneka metode
dan sarana pengajaran
Menyajikan fiksasi awal bagi
tugas dan pelatihan
Menyajikan sumber bahan
evaluasi dan remedial
Mencerminkan suatu sudut
pandangan
Fungsi
BUKU TEKS
36
membelajarkan. Dilihat dari kepentingan siswa, buku disebut sebagai bahan
belajar, sedangkan dilihat dari kepentingan guru, buku dipergunakan guru
sebagai salah satu bahan untuk membelajarkan siswa.88
Buku teks pelajaran dapat dipandang sebagai simpanan pengetahuan
tentang berbagai segi kehidupan. Sebab sudah dipersiapkan dari segi
kelengkapan dan penyajiannya, buku teks pelajaran memberikan fasilitas
bagi kegiatan belajar mandiri, baik tentang substansinya maupun tentang
caranya. Dengan demikian, penggunaan buku teks pelajaran oleh siswa
merupakan bagian dari budaya buku, yang menjadi salah satu tanda dari
masyarakat maju. Menurut Suryaman, kemajuan peradaban masa sekarang
banyak mendapat dukungan dari kegiatan membaca buku. Oleh karena itu,
penyiapan buku teks pelajaran patut dilakukan dengan sebaik-baiknya.89
Pembelajaran sastra dilakukan dalam konteks keterampilan
berbahasa yang menggunakan materi sastra, sehingga model pembelajaran
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dapat diterapkan dalam
pembelajaran sastra. Memberikan kesempatan pada siswa untuk
memperoleh pengalaman sastra merupakan tujuan utama pengajaran sastra,
dengan sasaran akhir: mampu mengapresiasi cipta sastra.90
Pada proses pembelajaran yang dilakukan, baik sastra maupun non
sastra buku teks pelajaran mempunyai peran yang sangat penting. Suryaman
mengemukakan bahwa, tingkat kepemilikan siswa akan buku dan fasilitas
lain berkolerasi dengan prestasi belajar siswa. Namun, jika tujuan
pembelajaran adalah untuk menjadikan siswa memiliki belbagai
kompetensi, untuk mencapai tujuan tersebut, maka siswa perlu menempuh
pengalaman dan latihan serta mencari informasi91
. Alat yang efektif untuk
itu adalah buku teks pelajaran sebab pengalaman dan latihan yang perlu
ditempuh dan informasi yang perlu dicari, begitu pula tentang cara
88
B.P. Sitepu, Op. Cit., h. 19. 89
Maman Suryaman, Op. Cit., h. 167. 90
Ika Afika Aria Swastika dan Wahyudi Siswanto, Tren Pembelajaran Sastra: Telaah
Model Pembelajaran Dalam Penelitian Mahasiswa Universitas Negeri Malang Tahun 1990 –
2010, (Jurnal – Online.um.ac.id), Diunduh pada Senin, 16 Januari 2017 Pukul 21:07. 91
Ibid.
37
menempuh dan mencarinya, disajikan dalam buku teks pelajaran secara
terprogram.
4. Nilai – nilai Pembentuk Karakter dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam
rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk
bersikap dan berperilaku. Pendidikan merupakan salah satu proses dalam
pembentukan karakter manusia. Istilah karakter adalah istilah yang sering
dihubungkan dengan akhlak, etika, moral, atau nilai. Karakter juga sering
dikaitkan dengan masalah kepribadian seseorang. Menurut ketentuan dan
peraturan yang ditetapkan pemerintah, untuk mendapatkan suatu pendidikan
yang memiliki tujuan tertentu maka dipusatkan pada suatu kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
Acuan kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran tersebut adalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut BSNP KTSP
adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.92
Karakter dalam kamus besar Bahasa Indonesia memiliki arti tabiat,
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan yang lain dan watak.93
Secara Terminologis menurut Thomas
Lickona dalam Marzuki menyebutkan bahwa makna karakter didefinisikan
sebagai “a reliable inner disposition to respond to situations in a morally
good way”. Characterso conceived has three interrelated parts: moral
knowing, moral feeling, and moral behavior. Karakter mulia
(goodcharacter), dalam pandangan di Lickona, meliputi pengetahuan
92
BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah, (Jakarta: BSNP, 2006), h. 05. 93
Departemen Pendidikan Nasional, Op., Cit.
38
tentang kebaikan (moral knowing), lalu menimbulkan komitmen (niat)
terhadap kebaikan (moral feeling) dan akhirnya benar-benar melakukan
kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter mengacu kepada
serangkaian pengetahuan (cognitivies), sikap (attitudes), dan motivasi
(motivations), serta perilaku (behaviors), dan keterampilan (skilss).94
Pendidikan karakter dapat dilakukan melalui berbagai media yaitu,
keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan
media massa. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan
karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang
bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional,
yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.95
Sedangkan menurut Rahayu dalam Esti Ismawati, dkk menyebutkan
bahwa pelaksanaan pendidikan karakter diawali dari paradigma, tujuan,
materi, dan strategi implementasinya. Sebagai paradigma, pendidkan
karakter mencakup lebih dari sekadar pengetahuan dasar tentang moral yang
baik. Pendidikan karakter bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan
yang salah, yang baik dan yang buruk. Lebih dari itu, pendidikan karakter
menanmkan kebiasaan tentang hal yang baik kepada peserta didik.
Berangkatnya memang dari moral absolute, namun peserta didik harus
memahami betul dasar-dasar tentang yang baik dan yang benar (what is
good and right). Dengan demikian siswa menjadi paham (domain kognitif,
setara dengan moral knowing) tentang benar-salah atau baik-buruk, mampu
merasakan (domain efektif, setara dengan moral feeling) nilai-nilai itu, dan
94
Marzuki, Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran di Sekolah,
http://Journal.uny.ac.id, diunduh pada Minggu, 08 Januari 2017 Pukul 14:22. 95
Kementerian Pendidikan Nasional, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, 2011,
http://repository.unand.ac.id, diunduh pada Rabu, 18 Januari 2017 pukul 10:44.
39
dapat melaksanakannya(domain psikomotor, setara dengan moral action)
dalam kehidupan sehari-hari.96
Melalui pendidikan karakter, sekolah harus berpretensi untuk
membawa peserta didik memiliki nilai-nilai karakter mulia seperti yang
telah disebutkan di atas. Di sisi lain pendidikan karakter juga harus mampu
menjauhkan peserta didik dari sikap dan perilaku yang tercela dan terlarang.
Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan mana yang benar dan mana
yang salah kepada anak. Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan
kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham,
mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.
D. PENELITIAN YANG RELEVAN
Penelitian-penelitian yang mengkaji tema dalam puisi dapat ditinjau
dari beberapa penelitian skripsi. Berikut ini adalah tinjauan penulis pada
penelitian yang mengkaji tema-tema dalam kumpulan puisi.
Muslimin dosen jurusan pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Gorontalo dalam jurnalnya yang
berjudul “Analisis Buku Teks Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas IX dengan
Pendekatan Tematik”. Penelitian yang dilakukan beliau terhadap buku teks
yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah lebih menekankan pada
keterbacaan buku teks pelajaran. Keterbacaan yang dimaksud oleh beliau
adalah kemampuan berinteraksi penggunaan Bahasa Indonesia dalam buku teks
pelajaran dengan peserta didik sebagai pembaca. Pada penelitian ini, bapak
Muslimin menentukan keterbacaan suatu teks pelajaran melalui kajian tiga hal,
yaitu keterbacaan teks, latar belakang pembaca, dan interaksi antara teks
dengan pembaca.97
96
Esti Ismawati, “Pengembangan Model Pembelajaran Sastra Indonesia Berbasis
Pendidikan Karakter di SMA/SMK Kabupaten Klaten”, METASASTRA, Vol. 9 No. 2 –
Desember 2016: 185 – 200, http://eprints.uad.ac.id, diunduh pada Selasa, 10 Januari 2017 Pukul
10:28. 97
Muslimin, “Analisis Buku Teks Bahasa Indonesia Untuk SMP Kelas IX Dengan
Pendekatan Tematik”, Jurnal Bahasa, Sastra & Budaya: Vol.: 1, NO.2 – September 2011,
http://repository.ung.ac.id, diunduh pada Senin, 16 Januari 2017 pukul 15:23.
40
Kemudian, pembahasan terhadap buku teks pembelajaran juga
dilakukan oleh Diah Ayuk Triutami dari Universitas Muhammadiyah Surakarta
dengan judul “Muatan Materi Sastra dalam Buku Siswa Bahasa Indonesia
Kelas VII dan Relevansinya dengan Konpetensi Inti – Kompetensi Dasar
Kurikulum 2013”. Penelitian yang dilakukan oleh Diah Ayuk Triutami,
pengkajian terhadap muatan materi sastra yang terdapat dalam buku siswa mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Pengkajian tersebut bertujuan untuk mengetahui
tingkat relevansi dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang
digunakan sebagai acuan tujuan pembelajaran. Muatan materi sastra yang
disajikan dalam buku teks pembelajaran berupa puisi, pantun, novel, cerita
pendek, dan cerita rakyat yang didominasi oleh cerita pendek.
Selain itu, Ayuk menyebutkan bahwa tidak semua materi sastra tersebut
berdasarkan pada Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) secara
menyeluruh. Materi sastra tersebut dapat dikatakan bukan pada porsi dan
tempatnya. Artinya dalam satu bab terdiri dari beberapa kegiatan belajar, dan
setiap kegiatannya memiliki tujuan tersendiri yang tercantum dalam KI
maupun KD.98
Berdasarkan tinjauan tersebut, maka kiranya memungkinkan bagi
penulis untuk membuat skripsi dengan judul “Tematik pada Puisi dalam Buku
Teks Bahasa Indonesia Untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kelas VIII”.
Dibandingkan dengan penelitian-penelitian lain yang membahas buku teks
pembelajaran, penelitian yang penulis lakukan lebih menitik beratkan
penelitiannya terhadap pembelajaran sastra yang bergenre puisi dengan tema-
tema yang terdapat di dalamnya yang kemudian diaplikasikan dengan nilai-
nilai karakter yang sesuai dengan kurikulum yang digunakan, yaitu kurikulum
2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jadi, simpulan pada penelitian yang peneliti lakukan terhadap dua buah
penelitian tersebut adalah terlihat pada persamaan dan perbedaan dari masing-
98
Diah Ayuk Triutami, “Muatan Materi Sastra dalam Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas
VII dan Relevansinya dengan Kompetensi Inti – Kompetensi Dasar Kurikulum 2013”, Skripsi pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015,
http://eprints.ums.ac.id, diunduh pada Selasa, 17 Januari 2017 pukul 08:38.
41
masing penelitian. Persamaan yang terlihat dari masing-masing penelitian yang
telah dilakukan adalah pada obyeknya, yaitu dalam hal penggunaan buku teks
dalam pembelajaran. Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan
terhadap adanya perbedaan pada setiap masing-masing penelitian. Pada
penelitian yang pertama lebih menitik beratkan pada keterbacaan buku teks
yang digunakan dalam pembelajaran. Penelitian yang kedua, peneliti memiliki
persamaan yakni dalam hal pengkajian sastra dalam buku teks yang digunakan
dalam pembelajaran. Namun, perbedaannya adalah jika peneliti mengkaji unsur
intrinsik dan tema pada pada puisi yang terdapat pada buku teks, peneliti Ayuk
Diah mengkaji tentang tingkat relevansi sebuah karya sastra dalam buku teks
dengan pembelajaran terhadap KI dan KD.
42
BAB III
PEMBAHASAN
A. Buku Teks dan Puisi
Sekolah dan buku teks merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Buku teks memiliki peran yang sangat penting dalam sistem
perkembangan pendidikan yang ada di sekolah. Selain itu, buku teks juga
memiliki peran yang penting terhadap semua mata pelajaran yang ada di
sekolah, termasuk pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Buku teks yang
digunakan untuk pembelajaran sarat akan materi-materi yang diajarkan,
seperti materi puisi dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
sekolah.
Puisi merupakan bagian dari pembelajaran sastra yang tidak bisa
dipisahkan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Pembelajaran
sastra yang ada di sekolah selain untuk mengasah kemampuan bersastra dari
peserta didik, juga digunakan untuk ajang apresiasi terhadap suatu karya.
Puisi-puisi yang digunakan dalam pembelajaran memiliki pelbagai temadan
dari pengarang yang berbeda.
Berdasarkan proses klasifikasi yang telah dilakukan oleh peneliti,
ditemukan sebanyak dua belas puisi dalam dua buku teks Sekolah Menengah
Pertama (SMP) kelas VIII yang digunakan dalam pembelajaran di SMP.
Selain itu, terdapat beberapa potongan puisi, bait lagu, dan puisi tanpa
pengarang yang terdapat dalam kedua buku teks yang digunakan dalam
pembelajaran. Namun fokus puisi yang digunakan dalam penelitian adalah
puisi yang lengkap dan disertai dengan penulisnya. Adapun puisi-puisi yang
digunakan dalam penelitian adalah “Pada Gelombang” (PG),“Lagu
Batin”(LB), “Tuhanku Apatah Kekal” (TAK), “Rumah”, “Anugrah Laut”
(AL), “Ganasnya Ombak Tak Selalu Membuat Luka (GOTSML)”, “Pelaut”,
“Sudah Waktunya (SW)”, “Kembalikan Indonesia Padaku” (KIP), “Desaku”,
“Buah Rindu” (BR), dan “Sejak”.
43
Dua belas puisi tersebut kemudian diklasifikasikan kembali berdasarkan
tema-tema yang mendasar dari puisi yang terdapat di dalamnya. Puisi-puisi
yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tema yang berbeda-beda yang
kemudian analisis temanya disesuaikan dengan nilai karakter yang terdapat
dalam kurikulum yang digunakan, yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP).Nilai karakter yang dimasud meliputi: religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghrgai prestasi, bersahabat/ komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung
jawab.
B. Analisis Struktur Batin Puisi
a. Tema
Seperti yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya, dalam dua buku
teks yang digunakan di sekolah tingkat SMP kelas VIII terdapat dua
belas puisi yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Dari puisi
yang digunakan tersebut berasal dari pengarang yang berbeda, baik
pengarang yang terkenal dari segi sastrawan atau pengarang yang
mendapat predikat puisi terbaik untuk tingkat yang diikuti. Selain itu,
puisi yang terdapat dalam buku teks yang digunakan juga memiliki tema
yang berbeda. Untuk menentukan sebuah tema pada puisi, terdapat
beberapa unsur pembangun di dalamnya.
Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh sang
penyair terhadap karyanya. Tema dapat menjembatani antar pembaca
dengan penyair untuk mengetahui permasalahan atau sikap yang
disampaikan oleh penyair terhadap karyanya. Berikut akan dipaparkan
tema-tema pada puisi dalam buku teks yang digunakan dalam
pembelajaran di sekolah tingkat SMP. Dalam puisi I-PG, Tri Astoto
Kodarie menampilkan tema peduli sosial. Sikap peduli sosial yang
tergambar pada puisi tersebut terlihat pada tokoh aku. Aku-lirik dalam
puisi tersebut berkedudukan sebagai seorang sahabat yang
44
mengkhawatirkan kondisi yang dialami oleh sahabatnya. Sikap peduli
yang diperlihatkan oleh si Aku-lirik tersebut dapat dilihat dari
kepeduliannya terhadap masalah yang dialami oleh sahabatnya. Hal
tersebut dapat dilihat dari cara si Aku-lirik ketika meminta sahabatnya
untuk segera melupakan segala kenangan yang menyakitkan pada dirinya
di masa lalu.
“Lepaskanlah segala gelombang di tanganmu
yang kau genggam erat-erat sewaktu kita bertemu
wajahmu telah lama terdampar di pulau karang
kutahu ketika tangis air matamu mengerang
tapi masih tetap kau dengar gemuruh gelombang
memercikkan buih di alis matamu yang bimbang”
“Pada Gelombang”.
Pengulangan kata gelombang pada potongan puisi di atas
merupakan bentuk penekanan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh
sahabat Aku-lirik. Selain itu, bentuk penggambaran dari kata mengerang
merupakan dampak yang diberikan dari adanya gelombang yang dialami
oleh sahabat Aku-lirik, sehingga memunculkan buih pada kedua matanya
sehingga dapat dilihat oleh si Aku-lirik bahwa sahabatnya masih
menyimpan luka di dalam hatinya.
Selanjutnya dalam puisi I-LB, Dorothea Rosa Herliany
memberikan gambaran tentang peduli sosial yang dilakukan oleh si aku
terhadap sahabatnya. Dalam hal ini, kepedulian yang ditunjukkan oleh si
aku kepada sahabatnya adalah perhatian dan rasa sayang yang
dimilikinya. Perhatian tersebut ditunjukkan dengan memberikan
kesempatan kepada sahabatnya untuk melupkan segala kesedihannya
hingga pada akhirnya terlelap dengan ketidakberdayaannya.
“biarlah akhirnya hanyut oleh suara-suara sungai mengalir
dari negeri mimpi, biarlah akhirnya Cuma bergumam
dalam pukulan batu-batu karang, biarlah akhirnya pulas
oleh alunan riak-riak, takkan diamhatiku memetikkan
dawai-dawai gitar menghiburmu!”
(“Lagu Batin”).
45
Pengulangan kata biarlah yang terdapat pada potongan puisi di
atas merupakan kesempatan yang diberikan oleh si Aku kepada
sahabatnya untuk menuntaskan kepedihan yang dialaminya. Kemudian
melalui kata biarlah dapat dilihat pengharapan-pengharapan terhadap
kondisi dan situasi yang sedang dialami oleh sahabatnya. Selain itu, sikap
peduli yang ditunjukkan oleh si Aku dapat dilihat dari upaya yang
dilakukannya untuk menghibur hati sahabatnya yang sedang berduka
dengan tetap berada di sisinya.
Selanjutnya pada puisi I-TAP, Amir Hamzah memunculkan
religiusitas seseorang dengan menghadirkan Tuhan dalam segala hal.
Pada keadaan dan situasi yang berbeda ia menjadikan Tuhan sebagai
tempat kembali, hal ini terbukti dengan bentuk keyakinan yang dimiliki
seseorang. Keyakinan tersebut muncul kapan saja, di mana saja, dan
dalam keadaan apa saja.
“Tuhanku, suka dan ria
Gelak dan senyum
Tepuk dan tari
semuanya lenyap, silam sekali”
(“Tuhanku Apatah Kekal?”).
Potongan puisi di atas menggambarkan keyakinan seseorang
terhadap Tuhannya. Keadaan yang seperti ini keberadaan Tuhan seperti
yang disebutkan pada di atas mampu meyakinkan seseorang untuk terus
meyakininya, yakni dalam keadaan dan kondisi apapun Tuhan selalu ada
untuk hambanya. Selain itu, bukti keberadaan Tuhan untuk hambanya
bukan hanya pada keyakinan, tetapi juga pada keraguan terhadap
keberadaannya.
Selanjutnya pada puisi I-Rumah, Toto Sudarto Bachtiar
menggunkapkan kepedulian pada puisinya melalui keadaan yang
dialaminya sendiri. Pada dasarnya kepekaan seseorang itu bukan hanya
ketika berada di luar rumah, namun terlebih jika seseorang tersebut
berada di dalam rumah. Dengan demikian, kepedulian tersebut tidak
46
hanya ditujukan untuk orang lain, melainkan untuk diri sendiri dan
keluarganya.
“terkadang terasa perlunya ke rumah
Atau terasa perlunya tak pulang rumah
Bercerita dan berkaca pada hari-hari kupunya
Di rumahku besar sekali nubuha sebuah kisah”
(“Rumah”).
Potongan puisi di atas dapat dilihat tingkat kepedulian yang
dimiliki oleh si Aku. Melalui potongan perlunya pulang ke rumah dan
perlunya tak pulang ke rumah merupakan bukti bahwa ada keraguan
pada diri si Aku untuk pulang ke rumah. Bahkan jika si Aku dapat
menjadikan rumahnya sebagai tempat untuk berbagi kisahnya. Namun,
tampaknya si Aku enggan untuk menghabiskan waktunya walaupun
hanya sekadar bercerita atau berbagi kisah dengan anggota keluarga yang
lain. Hal tersebut terlihat jelas bahwa si Aku sedang dilanda kesepian.
Namun suasana sepi tersebut berasal dari dalam relung hatinya .
Selanjutnya pada puisi II-AL, Tiharsya menggambarkan bentuk
religiusitas dengan rasa syukur terhadap pemberian Tuhan. Rasa syukur
tersebut dapat berupa tindakan secara langsung atau hanya diucapkan
melalui lisan.
“Aku termangu
Mengingat kebesaran-Mu
Ini anugerah-Mu”
(“Anugerah Laut”).
Potongan puisi di atas, kata mengingat kebesaran-Mu merupakan
bentuk konkret dari rasa syukur yang dilakukan oleh si Aku. Syukur
terhadap pemberian yang diberkan Tuhan kepadanya, yakni hasil laut
yang diperolehnya. Selain itu, pada kata termangu merupakan sebuah
bukti bahwa ada suatu hal yang mengejutkan sehingga ia langsung
teringat akan Tuhannya untuk mengucap syukur kepadaNya.
47
Kemudian pada puisi II- GOTSML, Franky/ Hare menggunakan
tema peduli sosial pada puisinya. Hal tersebut dapat dilihat dari perhatian
yang diberikan seseorang untuk orang yang dikasihinya. Bentuk
perhatian tersebut berupa ajakan untuk move on dari permasalahan yang
dihadapai di masa lampau.
“Adik marilah kemari lihat perahu telah menunggu
Jangan kau termangu lagi mari bersama melepas tali
Mataharipun telah bangun dari tidurnya
Dan bangunlah bersihkan debu yang melekat di sekitar kita
luka lamamu,
Janganlah kau turunkan layar hatimu”
(“Ganasnya Ombak Tak Selalu Membuat Luka”).
Potongan puisi di atas, dapat dilihat bahwa kepedulian yang
diberikan oleh seseorang kepada orang yang dikasihinya dalam bentuk
memberikan perhatian. Hal tersebut dapat dilihat pada bait ke-2 potongan
puisi di atas merupakan sebuah ajakan untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi secara bersama-sama. Kemudian pada bait ke-4 dan ke-5
merupakan bentuk nasihat untuk segera melupakan segala persoalan yang
menyakitkan dan tidak bersedih kembali.
Kemudian pada puisi II-Pelaut, R. Dayoh menyampaikan tema
cinta tanah air pada puisinya dengan menggambarkan sikap semangat
dan tekad yang kuat dalam mengarungi kehidupan yang dijalani oleh
seseorang.
“Bendera Indonesia,
Melagu tembang megahnya laut,
Yang gagah berani menghadapi maut,
Menangkis gelombang bertalu-talu”.
(“Pelaut”).
Dari potongan puisi di atas, kata Bendera Indonesia merupakan
sebuah pelambang dari sikap dan diri seseorang. Warna dari bendera
tersebut dapat dijadikan sebuah cerminan pada jiwa seseorang. Seperti
pada bait ke-3 dan ke-4 puisi di atas merupakan bukti dari makna pada
salah satu warna dari bendera Indonesia. Sikap semangat dan keberanian
48
dalam menghadapi segala hal merintang merupakan sebuah bukti dari
makna yang terkandung dalam warna tersebut. Selain itu, Bendera
Indonesia pada potongan puisi di atas juga dapat dijadikan sebagai ciri-
ciri kecintaan seseorang terhadap negerinya.
Selanjutnya pada puisi II-SW, Sutardji C. B.memunculkan tema
religius di dalamnya. Dalam hal ini, bukti religius yang ditampilkan oleh
Sutardji merupakan sebuah pengingat untuk hamba kepada sang
penciptanya.
“karena asal tanah itu kau
asal langit itu kau
asal laut itu kau
asal jagat itu kau”
(“Sudah Waktunya”).
Bentuk tipografi pada potongan puisi di atas merupakan bentuk
penekanan terhadap makna yang ingin disampaikan oleh sang penyair.
Selain itu, kata asal dan kau pada potongan puisi di atas merupakan
pengulangan kata yang disampaikan oleh penyair bahwasanya antara asal
dan kau memiliki hubungan yang sangat erat. Maksudnya, hubungan
tersebut berupa penekanan terhadap manusia bahwasanya segala
penciptaan dan asal muasalnya itu bersumber dari kau. Kata kau pada
potongan puisi di atas dapat dijadikan sebuah rujukan bahwa kau yang
dimaksud di atas ditujukan untuk sang pencipta, yaitu Tuhan. Artinya,
segala sesuatu yang terdapat di muka bumi ini diciptakan oleh Tuhan.
Selanjutnya pada puisi II-KIP, Taufiq Ismail menyampaikan tema
cinta tanah air dengan meminta dikembalikan Indonesia. Hal tersebut
dapat dijadikan sebuah bukti terhadap kecintaan seseorang terhadap
negerinya.
“kembalikan
Indonesia
padaku”
(“Kembalikan Indonesia Padaku”).
49
Potongan puisi tersebut, terdapat kata konkret yang digunakan
yakni kata Indonesia. Kata tersebut menyimpan sebuah makna besar di
dalamnya, baik secara pribadi maupun secara khalayak ramai. Selain itu,
potongan puisi di atas juga menggambarkan sebuah kekhawatiran besar
yang dirasakan oleh seseorang. Selanjutnya pada kata padaku potongan
puisi di atas dapat dijadikan sebuah bukti kecintaan terhadap negerinya
baik bagi pribadi ataupun masyarakat luas.
Selanjutnya pada puisi II-Desaku, D. Zawawi Imron
menampilkan tema cinta tanah air dalam puisinya. Hal tersebut dapat
dilihat dari semangat berjuang yang dihadirkan di dalamnya.
“di jembatan ini kudengar bisik sejarah
Aku tak tahu, siang ini manakah yang lebih berkobar
mataharikah atau darahkah
yang menderaskan makna air sungai
sebelum tiba di gerbang muara?”
(“Desaku”).
Potongan puisi di atas dapat diketahui sikap semangat dan jiwa
patriotisme yang dimiliki oleh seseorang. Seperti pada bait ke-2 dan ke-3
potongan puisi di atas dapat diketahui bahwa terdapat jiwa yang
membara pada diri seseorang seperti halnya panas matahari yang terik.
Kemudian pada bait ke-3 potongan puisi di atas dapat dilihat semangat
yang berkobar atas jiwa yang membara dalam berjuang mempertahankan
tanah kelahirannya hingga titik penghabisan.
Selanjutnya puisi II-BR, tema cinta tanah air dapat dijumpai pada
puisi Amir Hamzah. Hal tersebut didukung dengan adanya kebiasaan
yang dilakukan oleh orang Indonesia, yaitu pergi merantau ke tempat
yang dianggap dapat menghasilkan. Namun tempat perantauan tersebut
masih berada di dalam negeri sendiri, yakni Indonesia.
“Kelana jauh duduk merantau
Dibalik gunung dewata hijau
Di seberang laut cermin silau
Tanah Jawa mahkota pulau.”
(“Buah Rindu”).
50
Potongan puisi tersebut terdapat kata merantau yang merupakan
suatu kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang dari satu tempat ke
tempat lain untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Hal tersebut
biasa dilakukan oleh salah satu suku dari sumatera. Hal ini dapat
dibuktikan dengan tempat yang dituju dibatasi dengan gunung dan laut.
Kemudian pada bait terakhir potongan puisi di atas merpakan suatu
tempat tujuan yang mayoritas orang impikan, selain materi yang dicari
Tanah Jawa juga merupakan tempat terbaik untuk mendapatkan
pendidikan.
Terakhir pada puisi II-Sejak, Sutardji C. B menyampaikan tema
religius dalam puisinya dengan menggambarkan ketidakmutlakan
manusia dibawah kekuasaan Tuhan. Religius yang hadir pada puisinya
mampu membuat pembacanya untuk berkontemplasi pada setiap baitnya.
“sejak kapan akan dipanggil rindu
sejak kapan ya dipanggil tak
sejak kapan tak dipanggil mau
sejak kapan Tuhan dipanggil tak
sejak kapan tak dipanggil rindu?”
(“Sejak”).
Potongan puisi di atas, dapat dilihat bahwa pengulangan pada kata
tanya kapan memberikan kekuatan magis terhadap keberadaan kata
selanjutnya. Selain itu, potongan puisi di atas mampu memberikan efek
sugestif terhadap konflik dan kekacauan yang dialami oleh pembaca akan
keberadaan Tuhan. Namun pada bait terakhir potongan puisi di atas dapat
dijadikan acuan bahwa dengan kekacauan pikir yang dialami, maka
dengan sendirinya akan mencari makna dibalik sebuah pertanyaan
tersebut. Bahkan melalui kata rindu pada potongan puisi di atas dapat
disimpulkan bahwa keberadaan Tuhan yang notabene masih diragukan
telah menjadi hal yang diinginkan.
51
b. Perasaan (feeling)
Perasaan yang terdapat pada 12 puisi dalam dua buku teks yang
digunakan dalam pembelajaran di sekolah bermacam-macam, begitu pula
puisi dan tema yang terkandung di dalamnya. Perasaan yang
diungkapkan penyair berpengaruh terhadap pemilihan bentuk fisik
(metode) puisi.
Selain itu, melalui feeling pada puisi yang diciptakannya pembaca
dapat mengetahui kondisi dan permasalahan yang dialami oleh penyair.
Misalnya, dalam puisi I-PG, Tri Astoto Kodarie menyampaikan
simpatinya terhadap sahabatnya. Rasa simpati tersebut diungkapkan
dalam bentuk perhatian yang dicurahkan kepada sahabatnya.
“Lepaskanlah segera gelombang di tanganmu
yang kau genggam erat-erat sewaktu kita bertemu
wajahmu telah lama terdampar di pulau karang
kutahu ketika tangis air matamu mengerang
tapi masih tetap kau dengar gemuruh gelombang
memercikkan buih di alis matamu yang bimbang”
(“Pada Gelombang”).
Potongan puisi di atas, kata lepaskanlah merupakan bukti
perhatian yang diungkapkan seseorang untuk sahabatnya yang sedang
dilanda kesedihan. Kesedihan tersebut dapat dilihat pada tangis air
matamu dan bimbang pada bait puisi di atas. Selain itu, si Aku pada bait
puisi di atas senantiasa memberikan nasihat untuk segera melepaskan
segala permasalahan yang telah lama terkungkung di dalam hati
sahabatnya. Nasihat tersebut terlihat pada kata lepaskanlah yang
merupakan suatu bentuk permintaan si Aku untuk sahabatnya.
Selanjutnya dalam puisi I-LB, Dorothea Rosa Herliany
menyampaikan perasaan sedih seseorang yang digambarkan dengan
seolah-olah alam pun mendukungnya.
“inilah lagu batinku, suara-suara angin diantara musim
salju, daun-daun membeku, ranting-ranting tak bergoyang
dan burung-burung yang mati kedinginan”
(“Lagu Batin”).
52
Potongan puisi tersebut, ungkapan kesedihan yang sedang dialami
oleh si Aku terlihat pada bait pertama, inilah lagu batinku yang seolah-
olah sudah mengkupkan segala perasaan yang dimilikinya. Kemudian
pada frasa musim salju menggambarkan tentang kebekuan hati yang
sedang dialami oleh si Aku sehingga ia merasa seperti tidak berdaya
dengan apa yang sedang dialami. Selain itu, kebekuan hati yang
dialaminya memiliki efek buruk terhadap sekitarnya. Seperti pada baris
kedua dan ketiga yang merupakan sebuah akibat dari rasa gundah yang
dirasakan.
Selanjutnya pada puisi I-TAK, Amir Hamzah memberikan
penekanan terhadap adanya keberadaan Tuhan dan segala sifat yang
dimilikiNya. Hal tersebut ia saampaikan dengan memberikan sebuah
pertanyaan yang telah pasti jawabannya.
“Junjunganku apatah kekal
Apatah tetap
Apatah tak bersalin rupa
Apatah baka sepanjang masa . . . .”
(“Tuhanku Apatah Kekal?”)
Potongan puisi di atas terdapat pelambang-pelambang yang
menggambarkan sifat dan keberadaan Tuhan yang disampaikan oleh sang
penyair. Pelambang tersebut merupakan sebuah daya magis yang
dimunculkan oleh penyair pada baris demi baris puisi di atas merupakan
sebuah pernyataan dan penekanan terhadap keberadaan Tuhan.
Selanjutnya, pada potongan puisi di atas juga digambarkan tentang sifat-
sifat yang dimiliki oleh Tuhan yang jelas memang begitu adanya.
Selanjutnya dalam puisi I-Rumah, Toto Sudarto Bachtiar
menyampaikan rasa sepi dalam hatinya. Bahkan rasa sepi tersebut ia
ungkapkan ketika berada di rumahnya sendiri.
“Kulihat dari cahya bulan di pekarangan
Serambiku kelam dan berudara sepi
Tidak ada suara, tiada pula bayangan
Kecuali sahabatku, semuanya pergi”
(“Rumah”).
53
Potongan puisi tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan imaji
auditif dan imaji visual pada baris ketiga mampu menimbulkan perasaan
sepi dan lengang. Rasa sepi yang dialami oleh si Aku tidak
mempengaruhi dengan adanya cahya bulan, yang mana biasanya
menimbulkan rasa gembira bagi yang melihatnya. Selanjutnya, dalam
baris terakhir potongan puisi tersebut juga menunjukkan bahwa si Aku
mengalami kegundahan dalam hatinya yang disebabkan suasana sepi
dalam hatinya, seperti yang terlihat pada baris ketiga tidak ada suara,
tiada pula bayangan.
Selanjutnya puisi II-AL, Tiharsya menyampaikan perasaan penuh
syukur terhadap Tuhan atas segala yang diberikan kepadanya. Syukur
yang diucapkan oleh seorang hamba kepada Tuhannya.
“Aku termangu
Mengingat kebesaran-Mu
Ini anugerah-Mu”
(“Anugerah Laut”).
Hubungan antara Aku dan Mu pada potongan puisi di atas adalah
hubungan yang lazim dilakukan oleh seorang hamba terhadap
penciptanya. Kemudian pada bait pertama, aku termangu merupakan
reaksi dari si Aku atas apa yang diperolehnya. Selanjutnya pada kata ini
anugerah-Mu adalah alasan bagi si Aku untuk bersyukur kepada Tuhan.
Selanjutnya dalam puisi II-GOTSML, Franky/ Hare
menyampaikan rasa peduli terhadap sahabatnya dengan memberikan
nasihat kepadanya.
“Dan bangunlah bersihkan
Debu yang melekat
Sekitar luka lamamu
Janganlah kau turunkan layar hatimu”
(“Ganasnya Ombak tak Selalu Membuat Luka”).
Potongan puisi di atas, kata bangunlah bersihkan adalah sebuah
kata perintah yang disampaikan seseorang kepada sahabatnya untuk
segera bangkit dari permasalahan yang telah lama ada pada dirinya.
54
Kemudian pada bait terakhir potongan puisi di atas berisikan sebuah
nasihat untuk tidak menutup hatinya yang ditujukan kepada sahabatnya.
Selanjutnya pada potongan puisi II-Pelaut, R. Dayoh
menyampaikan semangat yang harus dimiliki oleh seseorang. Semangat
tersebut bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup baik secara moril
atau pun materil.
“Sekarang panji leluhur berdendang,
Bersyair ragam Angkatan Baru,
Semangat raga berkobar berjuang,
Mengangkat hormat derajat dahulu.”
(“Pelaut”).
Baris pertama potongan puisi di atas menggambarkan sebuah
kebangkitan dan semangat bagi seseorang. Hal tersebut ditandai dengan
munculnya anggota yang lebih muda dari sebelumnya seprti yang terlihat
pada bait kedua, Angkatan Baru. Kemudian tujuan jiwa semangat
selanjutnya adalah untuk memperbaiki kualitas hidup menjadi lebih baik
dari sebelumnya, seperti yang terdapat pada baris terakhir mengangkat
hormat derajat dahulu.
Puisi II-SW, Sutardji menyampaikan rasa pedulinya terhadap
alam. Lebih dari itu, ia dengan tegas menyampaikan kepeduliannya
semata-mata untuk kebaikan dan keberlangsungan hidup yang akan
datang untuk semua makhluk.
“Sudah waktunya
kau mengembalikan
rumput
tangkai
ranting
pepohonan
ke dalam dirimu”
(“Sudah Waktunya”).
Bentuk perwajahan puisi tersebut menyimpan perenungan yang
mendalam dari seorang penyair. Maksudnya, rasa peduli yang
55
ditampilkan penyair dalam potongan puisi di atas merupakan gambaran
bahwa sudah semestinya menjaga dan melestarikan lingkungan yang
ditempati. Kemudian pada baris ketiga sampai keenam merupakan
sumber daya alam yang ketika sudah digunakan harus segera dijaga
kembali keberadannya, seperti yang terungkap pada bait pertama dan
kedua, Sudah waktunya, kau mengembalikan. Hal tersebut merupakan
sebuah bentuk perwujudan suatu tanggungjawab seseorang terhadap
lingkungan sebagai tempat tinggalnya.
Kemudian dalam puisi II-KIP, Taufiq Ismail menyampaikan
kekhawatiranya terhadap masa depan negerinya. Rasa khawatirnya
tersebut kemudian ia ekspresikan dengan membuat sebuah prediksi yang
akan dialami oleh negerinya.
“Hari depan Indonesia adalah dua ratus mulut yang menganga,
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 watt, sebagian
putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,”
(“Kembalikan Indonesia Padaku”).
Bait pertama potongan puisi di atas merupakan sebuah harapan
dari rakyat yang disampaikan oleh penyair. Namun, harapan tersebut
terlihat seperti sia-sia. Seperti yang digambarkan pada bola-bola lampu
15 watt yang seakan kecil kemungkinan untuk terwujud. Kemudian pada
sebagian putih dan sebagian hitam merupakan sebuah harapan yang
baik,namun tidak menutup kemungkinan bahwa harapan tersebut juga
kelam.
Selanjutnya puisi II-Desaku, D. Zawawi Imron menyampaikan
rasa sinisnya terhadap seseorang yang dianggap tamu kehormatan. Bukan
hanya itu, kalimat sindirian yang diucapkan merupakan bentuk
ketidaksukaannya terhadap kedatangan tamu tersebut.
“Selamat datang tamu dari kota!
Jangan terkejut menjabat tanganku kasar
Lantaran setiap hari mengolah zaman
Nanti sore kuantar engkau ke kebun
Nikmatilah buah-buahan yang ranum bersama mimpiku”
(“Desaku”).
56
Potongan puisi tersebut, dapat dilihat betapa sindiran yang
diucapkan oleh penyair memiliki makna yang mendalam. Di awali pada
baris kedua dan ketiga, bahwasanya ia ingin menunjukkan betapa berat
pekerjaan yang dilakukannya dibandingkan dengan tamunya. Selanjutnya
pada bait terakhir, ia dengan bangga menunjukkan hasil peluhnya
sembari menyelipkan sebuah harapan yang dimilikinya kepada tamu
kehormatan tersebut.
Selanjutnya pada puisi II-BR, Amir Hamzah menyampaikan
rasarindu seorang anak terhadap ibunya. Dalam hal ini, penyair
menggunakan sosok seorang ibu sebagai sosok yang sangat dicintai oleh
anaknya.
“Ibu, seruku laksana pemburu
Memikat perkutut di pohon ru
Sepantun swara laguan rindu
Menangisi kelana berhati mutu”
(“Buah Rindu”).
Potongan puisi di atas menggambarkan sosok ibu sebagai
seseorang yang sangat ingin dijumpaiya. pada kata pemburu seolah-olah
ia telah menemukan seseorang yang telah lama diincar. Kemudian pada
bait terakhir potongan di atas menggambarkan kesedihan hatinya karena
telah lama meninggalkan ibunya.
Kemudian dalam puisi II-Sejak, Sutarji menyampaikan rasa
bimbang terhadap keberadaan Tuhan. Kebimbangan tersebut ia sampai
sampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.
“Sejak kapan ya dipanggil tak
Sejak kapan tak dipanggil mau
Sejak kapan Tuhan dipanggil tak
Sejak kapan tak dipanggil rindu?”
(“Sejak”)
Potongan puisi di atas merupakan ungkapan dari sang penyair
atas rasa bimbang yang ada pada dirinya. Tidak adanya tanda baca pada
baris pertama sampai baris ketiga potongan puisi di atas dapat
memberikan efek multitafsir terhadap pembacanya. Bahkan, hal tersebut
57
dapat dijadikan sebagai acuan apakah seseorang tersebut benar tidak
percaya atau hanya sekadar bimbang. Namun, pada akhirnya kata rindu
menjadi sebuah bukti keberadaannya selalu diinginkan dan diagungkan.
Dalam dua belas puisi yang terdapat pada dua buku teks yang
digunakan sebagai pembelajaran di sekolah telah nampak bahwa
perbedaan sikap dari penyair menyebabkan perbedaan perasaan penyair
terhadap hasil karya yang diciptakan. Selain itu, keadaan psikologis
maupun lingkungan dari penyair sendiri berbeda-beda, sehingga hasil
karya yang diciptakannya pun juga berbeda.Sikap empati dan antipati,
rasa senang dan tidak senang, rasa khawatir, rasa setiakawan dan lain-
lain dapat kita temukan dalam puisi-puisi di atas.
c. Nada dan Suasana
Nada yang terdapat dalam dua belas puisi dari dua buku teks yang
digunakan dalam pembelajaran di sekolah bermacam-macam. Nada yang
terdapat dalam puisi merupakan sebuah pemikiran dan sikap penyair
yang diungkapkan dalam puisinya. Nada dan suasana dalam puisi saling
berhubungan karena nada puisi dapat menimbulkan suasana pada
pembacanya. Dalam puisi I-PG, Tri Astoto Kodarie menggunakan nada
Menasihati dalam karyanya. Dalam hal ini, penyair meminta sahabatnya
untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan.
“Lepaskanlah segera gelombang di tanganmu
yang kau genggam erat-erat sewaktu kita bertemu”
(“Pada Gelombang”).
Potongan puisi di atas, kata lepaskanlah yang disampaikan oleh
penyair bernada menasihati yang diucapkan dengan penuh ketegasan.
Dalam hal ini, penyair menggambarkan suasana hati yang sedang sedih
atas masalah yang dihadapi. Nasihat tersebut disampaikan kepada
sahabatnya agar segera melupakan segala permasalahan yang telah lama
ia simpan.
58
Selanjutnya puisi I-LB, Dorothe Rosa Herliany menggunakan
nada melankolik sehingga menimbulkan suasanan sedih bagi sahabatnya.
“Biarlah akhirnya hanyut oleh suara-suara sungai mengalir
dari negeri mimpi, biarlah akhirnya Cuma bergumam
dalam pukulan batu-batu karang, biarlah akhirnya pulas
oleh alunan riak-riak, takkan diam hatiku memetikkan
dawai-dawai gitar menghiburmu!”
(“Lagu Batin”)
Dari potongan puisi di atas, nada melankolik dapat ditemukan
pada bait pertama sampai ketiga. Pada bait tersebut terdapat pengulangan
kata biarlah yang seolah-olah ada rasa tidak peduli atas kesedihan yang
dirasakan oleh sahabatnya. Namun, pada kenyataanya pada baris
selanjunya ia juga merasakan kesedihan yang dialami oleh sahabatnya.
Hal tersebut dapat diketahui dari usaha yang ia lakukan untuk menghibur
sahabatnya.
Kemudian dalam puisi I-TAK?, Amir Hamzah menggunakan nada
cemas sehingga menimbulkan kegelisahan dalam hatinya. Kegelisahan
tersebut terjadi karena terjadinya sikap kebimbangan atas hamba terhadap
Tuhannya.
“Setangkai gagah beralih warna
Semerbak cempaka sekali hitung
Apatah lagi laguan kasih
Hilang semata tiada tara . . . .
Tuhanku apatah kekal?”
(“Tuhanku Apatah Kekal?”)
Potongan puisi di atas, rasa bimbang yang dimiliki seseorang
terhadap keberadaan Tuhannya dihadirkan dalam baris perta dan kedua
yang notabene kedua hal tersebut tidak mungkin terjadi hanya sekejap.
Namun, ketidakmungkinan tersebut juga diungkapkan pada baris
keempat pada potongan tersebut, yang mana hal tersebut bukanlah bagian
dari sifat yang dimiliki Tuhan. Kemudian pada baris terakhir
59
diungkapkan bahwa kata kekal mampu menjawab atas kegelisahan dan
kebimbangan yang dirasakan.
Selanjutnya dalam puisi I-Rumah, Toto Sudarto Bachtiar
menggunakan nada melankolik sehingga menimbulkan suasanan sepi.
“Kulihat dari cahya bulan di pekarangan
Serambiku kelam dan berudara sepi
Tidak ada suara, tiada pula bayangan
Kecuali sahabatku, semuanya pergi”
(“Rumah”).
Pada baris pertama potongan puisi di atas dapat diketahui bahwa
suasana yang timbul pada malam itu adalah suasana yang ramai dan
menyenangkan. Namun, pada kenyataannya berbeda dengan yang
dialami oleh si Aku. Rasa sepi yang dialami oleh si Aku bukan dari
lingkungannya, namun berasal dari dalam jiwanya. Jiwa yang kosong dan
sepi seolah-olah menjadikan ia mati rasa terhadap keadaan pada malam
itu.
Dalam puisi II-AL, Tiharsya menggunakan nadamemberitahu
gambaran laut yang digunakan untuk berlayar sehari-hari. Bahkan di
tempat itulah ada sebagian harapan yang digantungkan.
“Laut nan biru
Tempatku mengadu
Tempatku berlayar
Menebar pukat dan melempar sauh
Lokan-lokan, mutiara dan kembang laut”
(“Anugerah Laut”)
Potongan puisi di atas dapat diketahui rasa semangat dalam
meraih sebuah tujuan yang digambarkan oleh penyair. Pada laut nan biru
baris pertama tidak hanya menggambarkan keindahan suatu tempat.
Namun, pada kenyataannya tempat tersebut merupakan tempat
bergantung untuk mendapatkan sebuah tujuan. Tujuan yang dimaksud
adalah seperti yang tertera pada baris terakhir.
Selanjutnya dalam puisi II-GOTSML, Franky/ Hare
menggunakan nada menasihati. Nasihat tersebut diberikan semata-mata
60
sebagai bentuk perhatian seseorang kepada sahabatnya yang
menimbulkan suasana hening.
“Adik marilah kemari lihat perahu telah menunggu
Jangan kau termangu lagi mari bersama melepas tali
Mataharipun telah bangun dari tidurnya
Dan bangunlah bersihkan debu yang melekat di sekitar kita luka
lamamu,
Janganlah kau turunkan layar hatimu”
(“Ganasnya Ombak Tak Selalu Membuat Luka”).
Nada menasihati pada potongan puisi di atas terdapat pada baris
kedua untuk seorang sahabat agar tidak larut dalam kesedihan. Selain itu,
ia juga menawarkan diri kepada sahabatnya untuk menghadapi masalah
bersama. Kemudian tak lupa ia sampaikan bahwa tak perlunya menutup
hati untuk seseorang yang baru.
Kemudian dalam puisi II-Pelaut, R. Dayoh menggunakan nada
patriotik dengan menghadirkan suasana semangat berjuang. Perjuangan
yang dimaksud merupakan perjuangan yang dilakukan seseorang untuk
mendapatkan kehidupan yang baik dari sebelumnya.
“Sekarang panji leluhur berdendang,
Bersyair ragam angkatan baru,
Semangat raga berkobar panjang,
Mengangkat hormat derajat dahulu.”
(“Pelaut”).
Pada potongan puisi di atas, semangat yang ditampilkan oleh
penyair dapat diketahui dari baris pertama. Bukan hanya itu, baris-baris
selanjutnya pun juga menggambarkan tekad dan semangat yang
sedemikian rupa. Kemudian pada baris terakhir menerangkan
bahwasanya tujuan atas usaha yang dilakukan tersebut adalah untuk
mengembalikan kehormatan para pendahulu dan untuk memperbaiki
hidup selanjutnya.
Kemudian dalam puisi II-SW, Sutardji menggunakan nada tegas.
Nada tegas yang digunakan oleh penyair untuk mengingatkan hakikat
dan kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh hamba terhadap
Tuhannya.
61
“Karena asal tanah itu kau
asal langit itu kau
asal laut itu kau
asal jagat itu kau”
(“Sudah Waktunya”)
Dari potongan puisi di atas, dapat diketahui bahwa ketegasan
yang disampaikan oleh penyair semata-mata hanya untuk mengingatkan
bagaimana seharusnya manusia itu bertindak. Dari ketegasan yang
disampaikan penyair timbulah suasana hening. Kemudian kata kau yang
terdapat pada potongan bait puisi di atas dapat dikatakan sebagai acuan
seseorang sebagai tempat kembali. Bukan hanya itu, kata asal yang
terdapat pada setiap baris puisi di atas dapat dijadikan sebuah bukti
bahwa keberadaan kau begitu nyata adanya.
Selanjutnya dalam puisi II-KIP, Taufiq Ismail menggunakan nada
sinis.Nada sinis tersebut ia sampaikan penuh dengan rasa kekhawatiran
sehigga menimbulkan suasana was-was dalam hatinya.
“Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt, sebagian
berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
(“Kembalikan Indonesia Padaku”).
Nada sinis yang digunakan oleh penyair dalam potongan puisi di
atas dapat diketahui dari kalimat yang diungkapkan oleh penyair, Hari
depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt yang seolah-olah
memprediksi akan terjadi hal yang tidak baik. Selanjutnya pada kalimat
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam merupakan kontradiksi
warna yang menunjukkan kondisi yang tidak stabil.
62
Kemudian dalam puisi II-Desaku, D. Zawawi Imron
menggunakan nada semangat yang disertai dengan suasana tegang.
“di jembatan ini kudengar bisik sejarah
Aku tak tahu, siang ini manakah yang lebih berkobar
mataharikah atau darahkah
yang menderaskan makna air sungai
sebelum tiba di gerbang muara?”
(“Desaku”).
Suasana tegang dapat dilihat pada baris pertama pada potongan
bait puisi di atas. Hal tersebut dikarenakan pernah terjadi suatu hal
penting yang teringat kembali. Kemudian, pada baris selanjutnya
penggambaran semangat yang dilakukan oleh penyair merupakan
semangat juang yang penuh dengan ketegangan.
Selanjutnya dalam puisi II-BR, Amir Hamzah menggunakan nada
romantik yang disampaikan oleh anak kepada ibunya sehingga timbulah
suasana yang menyenangkan.
“Ibu, seruku laksana pemburu
Memikat perkutut di pohon ru
sepantun swara laguan rindu
Mengisi kelana berhati mutu.”
(Buah Rindu”).
Pada baris pertamapotongan puisi di atas menggambarkan
kerinduan mendalam bagi seorang anak kepada ibunya. Hal tersebut
dapat diketahui dari kata laksana pemburu ketika berjumpa dengan sang
ibu. Kemudian pada baris-baris selanjutnya keromantikan tersebut
muncul dengan mengungkapkan seluruh kerinduan atas dirinya terhadap
sang ibu, sehingga sudah tidak ada lagi kesedihan yang dirasakan.
Kemudian dalam puisi II-Sejak, Sutardji menggunakan nada
menyindir dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya sudah
diketahui jawabannya.
“Sejak kapan sungai dipanggil sungai
Sejak kapan tanah dipanggil tanah
Sejak kapan derai dipanggil derai
Sejak kapan resah dipanggil resah”
(“Sejak”).
63
Potongan puisi di atas menggambarkan bahwa sindiran tersebut
dilakukan untuk memberi penekanan pada sebuah keraguan. selain itu,
pengulangan kata yang terjadi pada bait potongan puisi di atas dapat
memberikan nilai magis. Selain itu, suasana yang terdapat pada potongan
baitu puisi di atas menggambarkan suasana bimbang.
Demikian nada dan suasana yang terdapat pada puisi dalam dua
buku teks yang digunakan untuk pembelajaran di sekolah. Dalam
menulis puisi, penyair memiliki sikap tertentu terhadap pembaca, seperti
puisi di atas penyair menggunakan nada dan suasana yang berbeda-beda,
seperti: nada menasihati, melankolik, mengejek, menyindir, romantik dan
lainnya. Dengan nada dan suasana yang diciptakan melalui karyanya,
sebenarnya sang penyair menunjukkan sebuah pengalaman hidup yang
dimiliki.
d. Amanat
Setelah mengetahui tentang tema, perasaan, dan nada dan suasana
pada 12 puisi yang terdapat dalam buku teks yang digunakan dalam
pembelajaran di sekolah, maka dapat dengan mudah amanat tersebut
disimpulkan. Tujuan amanat merupakan hal yang mendorong penyair
dalam mencipta sebuah puisi. Amanat tersirat dibalik kata-kata dalam
puisi, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Berikut amanat
yang terdapat pada puisi I-PG, Tri Astoto Kodarie menyampaikan
amanat bahwa janganlah berlarut-larut dalam kesedihan, sebab hal
tersebut hanya akan menimbulkan hal yang sia-sia.
“Malam tak juga melepaskan dingin yang kau kirim
Perahumu mengapung di punggung musim
sebab pelayaran telah menjelma menjadi benua tua
memainkan buih dengan senandung berair mata”
(“Pada Gelombang”)
Selanjutnya dalam puisi I-LB, Dorothea Rosa Herliany
menyampaikan amanat, bahwa sebagai seorang sahabat baik hendaklah
64
selalu memberi suport dan berempati kepada sahabatnya dalam keadaan
suka dan duka.
“dalam pukulan batu-batu karang, biarlah akhirnya pulas
oleh alunan riak-riak, takkan diam hatiku memetikkan
dawai-dawai gitar menghiburmu!”
(“Lagu Batin”).
Kemudian dalam puisi I-TAK?, Amir Hamzah menyampaikan
amanat, bahwakita sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan tidak
boleh meragukan sedikit pun keberadaannya atas segala sifat dan
kekekalannya.
“Junjunganku, apatah kekal
Apatah tetap
Apatah tak bersalin rupa
Apatah baka sepanjang masa . . . .”
(“Tuhanku Apatah Kekal”).
Dalam puisi I-Rumah, Toto Sudarto Bachtiar menyampaikan
amanat, bahwa manusia itu bersifat sosial, artinya tidak ada manusia
yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan atau keberadaan orang lain
didekatnya.
“Kalau aku tiba terdengar suara berdetak tiba-tiba
Malu-malu hati sahabatku rupanya ikut bicara”
(“Rumah”).
Selanjutnya dalam puisi II-AL, Tiharsya secara tersirat
menyampaikan amanat, bahwasebagai hamba yang telah diciptakanNya
maka senantiasa menjadi manusia yang pandai bersyukur atas apa yang
telah diberikanNya.
“Aku termangu
Mengingat kebesaran-Mu
Ini anugerah-Mu”
(“Anugerah Laut”).
Kemudian dalam puisi IIGOTSML, Franky/ Hare secara tersirat
menyampaikan amanat, bahwa janganlah kau merasa sendiri ketika
sedang berada pada masalah yang berat, karena tidak ada masalah yang
tidak dapat diselesaikan jika dihadapi bersama-sama.
65
“Ganasnya samudra
Dengan perahu kita pecah ombaknya
Janganlah kau takut”
(“Ganasnya Ombak Tak Selalu Membuat Luka”).
Selanjutnya dalam puisi II-Pelaut, R. Dayoh secara tersirat
menyampaikan amanat, bahwa kita harus selalu sabar dan berserah diri
kepada Tuhan demi untuk mencapai sebuah tujuan yang mulia.
“Bersorak ramai, pemuda berlayar,
Mengarung selat, jelajah samudera,
Menghimpun jasa perkasa perwira
Diancam maut tawakal dan sabar.”
(“Pelaut”).
Kemudian dalam puisi II-SW, Sutardji menyampaikan amanat
bahwa sebagai manusia hendaklah menjaga harkat dan martabat dalam
diri, karena segala sesuatu yang telah diperbuat maka suatu saat akan
kembali kepada diri kita.
“jadi
bersiaplah
kuat-kuatlah
dan
hormati dirimu;
ludahlah!”
(“Sudah Waktunya”).
Selanjutnya pada puisi II-KIP, Taufiq Ismail menyampaikan
amanatbahwajanganlah berlaku sewenang-wenang terhadap orang lain
sehingga menimbulkan akibat burk terhadap orang lain.
“Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang
pelan-pelan tenggelam lantaran
berat badannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di
atasnya,”
(“Kembalikan Indonesia Padaku”).
Selanjutnya dalam puisi II-Desaku, D. Zawawi Imron secara
tersirat menyampaikan amanat, bahwa setiap manusia yang hidup di
bumi maka akan saling membutuhkan, oleh karena itu jadilah manusia
yang senantiasa menghargai orang lain.
66
“Seekor bangau hinggap dipunggung kerbau
seakan mengajar kita dengan hakikat persahabatan
kalau nanti hasil panen kuantar ke kota
yang kuminta padamu bukan tanda penghargaan
Namun setangkai bunga putih pengertian”
(“Desaku”).
Kemudian dalam puisi II-BR, Amir Hamzah secara tersirat
menyampaikan amanat, bahwa janganlah berlebih-lebihan dalam
menyikapi suatu hal, karena sesungguhnya yang berlebihan akan
berujung tidak baik.
“Wah kalau begini naga-naganya
Kayu basah dimakan api
Aduh kalau begini laku rupanya
Tentulah badan lekaslah fani.”
(“Buah Rindu”).
Selanjutnya dalam puisi II-Sejak, Sutardji secara tersirat
menyampaikan amanat, bahwa janganlah mmemiliki keraguan atas
keberadaan Tuhan dengan membandingkan dengan sifat
ketidakmungkinan yang dimilikiNya.
“Sejak kapan akan dipanggil rindu
Sejak kapan ya dipanggil tidak
Sejak kapan tak dipanggil mau
Sejak kapan tuhan dipanggil tak
Sejak kapan tak dipanggil rindu?”
(“Sejak”).
Demikianlah secara singkat telah diuraikan amanat-amanat yang
terkandung dari 12 puisi dalam dua buku teks yang digunakan dalam
pembelajaran di sekolah. Amanat yang terkandung dalam puisi-puisi di
atas dapat dijadikan sebagai pelajaran hidup bagi pembacanya. Selain itu,
melalui amanat yang disampaikan, penyair juga ingin menyampaikan
pesan-pesan moral kepada pembacanya.
67
C. Tematik Puisi dan Kaitannya dengan Nilai Karakter dalam Buku Teks
Tema merupakan gagasan pokok dalam sebuah karya sastra, termasuk
puisi. Puisi pada buku teks yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah
tentunya sudah dipilih sesuai dengan kesepakatan dan kebutuhan siswa oleh
perancang buku ataupun pihak-pihak yang ahli di bidangnya. Begitu juga
dengan pemilihan tema pada karya sastra yang digunakan khususnya pada
puisi. Biasanya tema yang dihadirkan pada sebuah puisi yang digunakan
dalam pembelajaran di sekolah tingkat SMP sudah tercantum dalam rencana
pembelajaran atau biasa disebut dengan silabus.
Secara umum, dalam dua buku teks Bahasa Indonesia yang digunakan
pada pembelajaran di sekolah tingkat SMP kelas VIII, terdapat beberapa tema
puisi yang sesuai dengan nilai karakter KTSP yang muncul berulang, yaitu:
tema religius, tema cinta tanah air, dan tema peduli sosial. Penggolongan
tema tersebut dimaksudkan untuk mempermudah dan menambah wawasan
tentang isi dan maksud yang disampaikan dalam karya sastra. Sejalan dengan
bentuk tematik puisi yang terdapat pada kedua buku teks yang digunakan
dalam pembelajaran di sekolah tersebut, tema-tema yang dihadirkan tidak
terlepas dengan pengalaman dalam kehidupan yang dijalami oleh penyair.
Untuk itu, antara penyair dengan karya sastra yang diciptakannya memiliki
hubungan yang sangat erat. Berikut disampaikan tematik yang terdapat pada
puisi yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah.
a. Tema Religius
Tema pertama yang akan dibahas adalah tema religius. Religius
hadir dalam hati seseorang untuk meningkatkan kualitas diri dalam
ketaatannya terhadap Tuhannya. Selain itu, nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya merupakan sesuatu yang dipandang sangat berharga dan
mempengaruhi sikap hidup seseorang. Sikap hidup tersebut dapat terlihat
dari hubungann antara seseorang dengan Tuhannya bahkan hubungan
seseorang dengan oranglain atau lingkungannya.Religius merupakan sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
68
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain baik yang dilaksanakan secara langsung
maupun sekedar diucapkan melalui lisan1.
Puisi yang bertema religius pertama yang akan dibahas terdapat
dalamkarya Amir Hamzah. Karya yang telah dihasilkan
olehnyamerupakan bentuk refleksi dari religiusitas, kecintaan terhadap ibu
pertiwi dan kegelisahan hatinya, sehingga untuk mengekspresikan
kegelisahannya tersebut, ia menggunakan istilah-istilah yang dirasa tidak
mungkin ada dalam sifat-sifat kebesaran Tuhan.
Sikap religius yang dimiliki Amir Hamzah terlihat dari perangai dan
kelembutan hati yang dimilikinya. Namun, kelembutan itu juga
menyimpan kesunyian, kesendirian, dan kegetiran. Di dalam hatinya,
bersemayam kuat perasaan bimbang dan ragu. Ia mengangankan
kesempurnaan, namun itu tak berhasil ia raih; ia menginginkan kedamaian,
namun kedamaian itu tak kunjung ia rasakan, terlebih dalam hubungannya
dengan Tuhan yang bersifat transenden, ia ingin percaya sepenuhnya,
namun justru kebimbanganlah yang tampak. Hal ini terlihat dalam bait ke
lima pada potongan puisi I-TAK?, seperti di bawah ini.
“Setangkai gagah beralih warna
Semerbak cempaka sekali hitung
Apatah lagi laguan kasih
Hilang semata tiada tara . . .
Tuhanku apatah kekal?”
(“Tuhanku Apatah Kekal?”).
Dalam puisi II-AL, Tiharsya menyampaikan religiusitas terhadap
karyanya dengan tidak berbelit-belit. Hal tersebut dibuktikan dengan
bentuk syukur yang dilakukan oleh seseorang dalam perenungan yang
dilakukan. Dapat diketahui bahwa rasa syukur yang biasa dilakukan oleh
seseorang dapat dijadikan sebagai implementasi dari sifat religius yang
1 Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah,
http://puskurbuk.kemdikbud.go.id/, diunduh pada Kamis, 04 Januari 2018 Pukul 23.40.
69
dimilikinya. Selain itu, ada beberapa orang ketika mendapatkan nikmat ia
lupa, bahkan tanpa sedikitpun untuk mengucap syukur terhadap sang
pemberi nikmat tersebut. Namun, berbeda dengan yang disampaikan oleh
penyair pada baris ketujuh sampai sembilan potongan puisi di bawah ini.
Dalam diamnya ia menyelipkan rasa syukur terhadap pemberian
Tuhannya.
“Aku termangu
Mengingat kebesaran-Mu
Ini anugerah-Mu”
(“Anugerah Laut”).
Selanjutnya puisi II-SW, Sutardji menggunakan permainan bahasa
melalui pengulangan bunyi, kata, dan struktur yang bertujuan untuk
memunculkan kekuatan magis di dalamnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh
pengalaman spiritual serta kekentalan yang menukik pada aspek
religiusitas yang dimiliki. Selanjutnya, dalam menciptakan suatu karya,
Sutardji senantiasa menggunakan pendekatan-pendekatan dan pengalaman
religius, sehingga teranglah bahwa keberadaan sajak-sajaknya bagian dari
refleksi dalam dirinya. Seperti halnya pada rangkaian-rangkaian misteri
dalam usaha menyatukan diri dengan Yang Maha Tinggi sangat terlihat
pada sikap ketergantungan yang dimiliki penyair terhadap Yang Maha
Tinggi, menyatukan diri dengan-Nya, menyadari asalnya dan menerima
apa yang ada sebagai takdir, dan usaha untuk menyatukan diri dengan
Tuhannya tidak pernah luntur2. Seperti yang tertera di dalam bait ketiga
pada potongan puisi di bawah ini.
“karena asal tanah itu kau
asal langut itu kau
asal laut itu kau
asal jagat itu kau”
(“Sudah Waktunya”)
2Jefrizal, Sastra dan Religiusitas, http://melayuonline.com, diunduh pada Senin, 06
Februari 2017 Pukul 15.30.
70
Selanjutnya, dalam puisi II-Sejak, sikap religius yang disampaikan
oleh Sutardji merupakan bentuk pertanyaan yang hanya dapat dijawab oleh
dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa sikap religius yang dimiliki
oleh Sutardji seperti yang telah disampaikan di atas merupakan bukti
bahwa ia memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhannya. Namun, dalam
kedekatannya tersimpan kebimbangan yang seolah melunturkan
keyakinannya yang kemudian dengan tegas ia bantah dengan
menghadirkan rindu sebagai sesuatu yang akan selalu ada di dalam
hatinya. Seperti yang terdapat pada baris delapan sampai baris ke dua belas
potongan puisi di bawah ini.
“sejak kapan ya dipanggil tak
sejak kapan tak dipanggil mau
sejak kapan tuhan dipanggil tak
sejak kapan tak dipanggil rindu?”
(“Sejak”)
Dalam karya sastra terutama puisi, bila ditelaah lebih jauh, setiap
penyair tidak ada yang tidak pernah menulis ataupun menyinggung aspek
religius. Tetapi pengalaman religiusitas pada suatu karya yang dihasilkan
oleh penyair tidak bisa disamakan. Begitu juga dengan kesan yang
ditimbulkan, boleh jadi akan berbeda-beda antar satu puisi dengan puisi
lainnya. Oleh karena itu, pengalaman religiusitas seseorang merupakan
suatu hal yang bersifat esensial dalam kehidupannya. Terlebih jika ia
menjadi bagian dari seseorang yang berpengaruh dalam lingkungan
masyarakat maka keberadaannya sendiri akan sangat berpengaruh, baik
dari kontak fisik dalam lingkungan ataupun melalui karya-karya yang
dihasilkan.
71
b. Tema cinta tanah air
Cinta tanah air merupakan suatu sikap yang cara berpikir, bertindak,
dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya3.Cinta tanah air merupakan bentuk
perwujudan dari sikap nasionalisme yang dimiliki oleh seseorang.
Nasionalisme merupakan suatu kesadaran sebagai bangsa yang disertai
oleh hasrat untuk memelihara, melestarikan, dan mengajukan identitas,
integritas, serta ketangguhan bangsa4. Hal ini dapat dimaknai bahwa
nasionalisme adalah sikap atau perilaku yang diwujudkan dalam bentuk
tindakan untuk memelihara dan melestarikan identitas dan terus berjuang
untuk memajukan bangsa dan negara dengan semangat pancasila dan
prinsip cinta tanah air yang dimiliki. Seperti yang terlihat pada potongan
puisi II-Pelaut, bait pertama pada baris kelima sampai kedelapan
merupakan bentuk cinta tanah air yang dimiliki oleh penyair. bentuk
kecintaan yang diperlihatkan oleh penyair tersebut dengan menggunakan
sebuah simbol yang merupakan identitas negara, yaitu dengan bendera
Indonesia. Tidak hanya itu, selain dengan memunculkan sebuah simbol
dan identitas, penyair juga menggambarkan keberanin dan semangat yang
dimilik oleh anak bangsa semata-mata untuk menunjukkan bahwa dengan
kerja keras maka akan terwujud nilai hidup yang lebih baik.
“Bendera Indonesia,
Melagu tembang megahnyut laut,
Yang gagah berani menghadapi maut,
Menangkis gelombang bertalu-talu.”
(“Pelaut”)
Berbeda dengan bentuk cinta tanah air di atas, cinta tanah air yang
diperlihatkan oleh Taufiq Ismail berupa karya yang bernafaskan politik.
Maksudnya, karya yang dihasilkan merupakan sebuah proses penghayatan
3Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum., Op, Cit. 4Dad Murniah, Nasionalisme dalam Sastra Indonesia,
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/, Diunduh pada Selasa, 07 Februari 2017 pukul
06:40.
72
terhadap kehidupan yang dialami. Perwujudan dari rasa cinta tanah air
yang dimiliki oleh penyair berupa karya yang menunjukkan sikap
nasionalisme yang dapat membangun semangat akan citra bangsa dengan
gambaran kondisi sebuah bangsa yang sedang terjadi pada masa tertentu.
Jiwa nasionalisme yang dimiliki Taufiq dipengaruhi oleh kedua
orangtuanya. Selain itu, jejak perjuangan orangtua dan keragaman
lingkungan menjadikan Taufiq Ismail tersentuh oleh masalah-masalah
sosial-politik di sekitarnya. Ada semacam tanggung jawab sosial dari
dalam dirinya terhadap kondisi di sekitarnya5. Hal ini terlihat dalam puisi
II-KIP, bahwa dapat diketahui sedang ada sesuatu yang terjadi pada
sebuah bangsa. Namun, dengan tegas penyair mengungkapkan
keinginannya untuk memiliki sepenuhnya bangsa yang dicintainya.
“kembalikan
Indonesia
padaku”
(“Kembalikan Indonesia Padaku”).
Selanjutnya pada puisi II-Desaku, rasa cinta tanah air yang
digambarkan oleh Dzawawi Imron merupakan sebuah pengalaman dan
kecintaanya terhadap tanah air. Jiwa nasionalisme yang dimiliki oleh
penyair ditunjukkan dengan jiwa semangat yang pernah dimiliki oleh para
pejuang terdahulu. Bukan hanya itu, sikapnya yang tidak sewena-wena
terhadap sejarah ia ungkapkan dengan penuh semangat dan tekad yang
berapi-api sehingga untuk tidak melupakan sejarah. Selanjutnya, ia
menekankan untuk tidak menyerah sebelum sampai pada tujuan yang
diharapkan. Hal ini dapat diketahui dari potongan puisi di bawah ini.
“di jembatan ini kudengar bisik sejarah
Aku tak tahu, siang manakah yang lebih berkobar
mataharikah atau darahkah
yang menderaskan makna air sungai
sebelum tiba di gerbang muara?”
(“Desaku”)
5Anonim. Taufiq Ismail, http://radiobuku.com/2015/07/taufiq-ismail, Diunduh pada
Selasa, 07 Februari 2017 pukul 07.35.
73
Selain apik dengan pengalaman religius yang hadir pada setiap
karyanya, walaupun tidak secara eksplisit Amir Hamzah menunjukkan
sikap nasionalismenya. Dalam puisi II-BR, Amir Hamzah menggambarkan
cinta tanah air yang dimilikinya dengan kekonsistenannya dalam
menggunakan bahasa melayu. Kemudian, pada potongan puisi seperti di
bawah, penyair menggunakan kata bunda yang bersinonim dengan ibu.
Penggunaan dua kata yang bersinonim tersebut memiliki makna dan tujuan
tersendiri bagi sang penyair, seperti halnya kata bunda untuk seseorang
yang telah melahirkannya sedangkan kata ibu ditujukan untuk negerinya,
yaitu ibu pertiwi. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan bahwa tujuan
yang ingin disampaikan oleh penyair adalah untuk menunjukkan
kecintaannya terhadap dua kata yang bersinonim tersebut. Ia
menggambarkan bahwa tidak ada yang perlu dibedakan dalam hal
mencintai, baik bagi ibu biologisnya maupun ibu pertiwinya. Keduanya
memiliki makna yang sama pentingnya bagi penyair.
“Bunda waktu melahirkan beta
Pada subuh kembang cempaka
Adakah ibu menaruh sangka
Bahwa begini peminta anakda?”
(“Buah Rindu”)
Telah diterangkan di atas, bahwasanya setiap karya yang dihasilkan
oleh penyair memiliki jiwa nasionalisme yang berbeda-beda. Namun, yang
demikian itu tidak berarti bahwa seseorang tersebut tidak memiliki rasa
cinta terhadap tanah air. Seperti pada empat karya puisi di atas yang
dihasilkan oleh penyair yang berbeda, rasa cinta tanah air yang
diungkapkannya pun juga berbeda. Ada yang menyampaikan dengan
penuh semangat yang berapi-api, ada yang menunjukkan rasa cintanya
terhadap tanah kelahirannya, dan terakhir disampaikan dengan
menggunakan kata yang bersinonim. Sikap yang berbeda-beda tersebut
dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka tinggal serta
74
pengalaman hidup secara pribadi. Sekali lagi hal tersebut tetap memiliki
tujuan yang sama, yaitu untuk negeri tercinta.
c. Tema peduli sosial
Bersahabat/ komunikatif merupakan sikap dan tindakan yang yang
selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan6. Komunikatif dalam hal ini lebih menekankan pada sikap
peduli terhadap sesama tanpa membeda-bedakan. Artinya, memiliki sifat
peduli terhadap sesama yang dapat ditunjukkan dengan sikap bicara,
perlakuan, serta simpati dan empati terhadap orang lain. Puisi I-PG, Tri
Astoto Kodarie menggambarkan sikap peduli pada karyanyadengan
memunculkan rasa empati seseorang kepada sahabatnya. Empati tersebut
ia berikan dalam bentuk nasihat ketika sahabatnya sedang terpuruk dan
memintanya untuk segera melupakan permasalahan yang sedang dihadapi.
“Lepaskanlah segera gelombang di tanganmu
yang kau genggam erat-erat sewaktu kita bertemu
wajahmu telah lama terdampar di pulau karang
kutahu ketika tangis air matamu mengerang
tapi masih tetap kau dengar gemuruh gelombang
memercikkan buih di alis matamu yang bimbang”
(“Pada Gelombang”).
Kemudian pada puisi I-LB, sikap peduli sosial yang digambarkan
penyair dengan rasa empati terhadap masalah yang sedang dihadapi oleh
sahabatnya. Rasa empati tersebut ia tuangkan dengan memberikan
kesempatan untuk menuntaskan segala rasa yang membelenggu dalam
dirinya hingga akhirnya mendapat ketenangan dalam dirinya. Selain hal
tersebut, kepedulian yang digambarkan penyair juga terlihat dengan tetap
berada di samping sahabatnya dengan penuh kasih sayang.
“biarlah akhirnya hanyut oleh suara-suara sungai mengalir
dari negeri mimpi, biarlah akhirnya Cuma bergumam
dalam pukulan batu-batu karang, biarlah akhirnya pulas
6Ibid,.
75
oleh alunan riak-riak, takkan hatiku memetikkan
dawai-dawai gitar menghiburmu!”
(“Lagu Batin”).
Selanjutnya pada puisi I-Rumah, Toto Bachtiar menggambarkan rasa
peduli dengan menceritakan kondisi dan situasi yang dirasakan oleh
seseorang. Namun, jika biasanya rasa peduli itu disampaikan kepada orang
lain hal ini berbeda dengan yang disampaikan penyir. Ia menggambarkan
rumah dengan sisi yang berbeda. Rumah merupakan sebuah tempat yang
mana biasanya dijadikan sebagai tempat untuk menumpahkan segala rasa,
keluh dan kesah maka hal ini tidak dapat ditemukan di dalamnya. Pada
potongan puisi di bawah ini, dapat dilihat penggambaran sikap acuh tak
acuh di dalamnya, tetapi masih dapat kita temui rasa pedulinya dengan
mengingat kenangan-kenangan yang pernah ia miliki.
“Terkadang terasa perlunya ke rumah
Atau terasa perlunya tak pulang ke rumah
Bercerita dan berkaca pada hari-hari kupunya
Di rumahku besar sekali nubuha sebuah kisah”
(“Rumah”).
Terakhir pada puisi II-GOTSML, sikap peduli sosial yang
digambarkan oleh penyair dapat diketahui dengan perhatian yang
dituunjukkan seseorang kepada sahabatnya. Selain perhatian, ia juga
memperlihatkan rasa empatinya dengan tidak membiarkan sahabatnya
menghadapi masalahnya sendiri. Selain itu, ia juga memberikan nasihat
kepada sahabatnya untuk segera move on dan tidak menutup hatinya untuk
hal-hal baru di kemudian hari.
“Adik marilah kemari lihat perahu telah menunggu
Jangan kau termangu lagi mari bersama melepas tali
Mataharipun telah bangun dari tidurnya
Dan bangunlah bersihkan debu yang melekat di sekitar kita
Luka lamamu,
Janganlah kau turunkan layar hatimu”
(“Ganasnya Ombak Tak Selalu Membuat Luka”).
76
Demikian tematik yang terdapat pada puisi dalam dua buku teks
yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Penggolongan tema di
atas dilakukan semata-mata untuk mempermudah dan memperjelas tema-
tema besar yang muncul dan disesuaikan dengan nilai karakter yang
tercantum pada kurikulum yang digunakan, yaitu kurikulum KTSP.
Kurikulum tersebut sebetulnya memiliki 18 nilai karakter, namun dalam
pembahasan tematik pada puisi dalam dua buku teks di atas ditemukan tiga
nilai karakter, yakni: Peduli Sosial, religius, dan Cinta Tanah Air.
Pada kegiatan menganalisis struktur puisi, peserta didik akan
mengenal lebih banyak tema yang muncul dari puisi-puisi yang
ditampilkan. Hal ini bertujuan untuk agar peserta didik tidak terpaku pada
tema yang disajikan dalam buku teks saja, melainkan dengan daya
imajinasi dan kreatif yang dimiliki maka dengan sendirinya peserta didik
akan menemukan tema-tema dengan segala permasalahan yang
ditampilkan. Selain itu, dengan memunculkan tema-tema yang beragam
maka akan melatih peserta didik untuk lebih mencintai karya sastra dari
berbagai sudut pandang yang dimiliki.
Jadi, simpulan dari beberapa tema yang muncul pada puisi dalam
dua buku teks yang digunakan dalam pembelajaran di atas adalah tema
religius, tema cinta tanah air, dan tema peduli sosial. Tema-tema tersebut
diperoleh dari penggabungan puisi yang berasal dari dua buku teks. Secara
keseluruhan tema yang dominan muncul pada buku teks yang pertama
“Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP/ MTS Kelas VIII” oleh
Asep Yudha Wirajaya dan Sudarmawarti adalah tema peduli sosial yang
berjumlah tiga puisi, yaitu: Pada Gelombang, Lagu Batin, dan Rumah.
Sedangkan pada buku teks kedua “Bahasa Indonesia Sekolah Menengah
Pertama” oleh Kisyani Laksono, Bambang Yulianto, dkk (BSE) terdapat
dua tema yang dominan, yaitu tema religius berjumlah tiga puisi, yaitu:
Anugerah Laut, Sudah Waktunya, dan Sejak dan cinta tanah air empat
puisi, yaitu: Pelaut, Kembalikan Indonesia Padaku, Desaku, dan Buah
Rindu.
77
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap tematik yang
terdapat pada puisi-puisi dalam dua buku teks yang digunakan dalam
pembelajaran di sekolah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dua belas puisi dalam buku teks yang digunakan dalam pembelajaran di
sekolah menampilkan berbagai tema yang dapat dijadikan sebagai acuan
dalam pembelajaran di kelas. Melalui 12 puisi yang disampaikan oleh
beberapa penyair tersebut, tematik yang muncul pun juga berbeda-beda.
Tema yang muncul pada setiap puisi tidak dapat dipisahkan dengan nilai-
nilai karakter dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
2. Tema-tema tersebut meliputi religius, cinta tanah air, dan peduli sosial.
Seperti tema religius, dalam penyampaiannya penyair memiliki
pengalaman dan rasa yang berbeda-beda. Namun hal tersebut tidak
mengurangi makna religius itu sendiri. Nampak dari religius yang
disampaikan oleh penyair tersebut menceritakan tentang kekekalan Tuhan,
rasa syukur, usaha menjadi lebih dekat dengan Tuhan, dan rasa rindu
kepada Tuhan. Kemudian rasa cinta tanah air, setiap penyair juga memiliki
pengalaman yang berbeda dalam penyampaiannya. Penyair tetap memiliki
tujuan yang sama, yakni jiwa nasionalisme secara utuh dan penuh meski
melalui pengalaman yang berbeda-beda. Terakhir, terdapat tema peduli
sosial yang telah disesuaikan dengan nilai karakter dalam KTSP. Peduli
sosial yang terdapat pada puisi-puisi tersebut memiliki permasalahan yang
berbeda-beda. Namun, secara tersirat sikap simpati dan empati yang
dimunculkan penyair cukup menjadi acuan dalam menentukan sikap
peduli walaupun dalam aplikasinya berbeda-beda.
3. Persamaan tematik yang muncul pada dua buku teks tersebut adalah
adanya tema yang sama muncul dari masing-masing karya sastra dari dua
buku teks. Sedangkan perbedaan yang terdapat pada tema dari dua buku
78
teks tersebut adalah adanya kecenderungan dari salah satu tema yang
berasal dari dua buku teks. Tema tersebut adalah tema peduli sosial yang
lebih dominan pada buku teks yang pertama “Berbahasa dan Bersastra
Indonesia untuk SMP/ MTS Kelas VIII” oleh Asep Yudha Wirajaya dan
Sudarmawarti. Sedangkan tema religius dan cinta tanah air lebih dominan
pada buku teks yang kedua “Bahasa Indonesia Sekolah Menengah
Pertama” oleh Kisyani Laksono, Bambang Yulianto, dkk (BSE).
4. Melalui pembahasan tema dalam puisi-puisi pada buku teks yang
digunakan dalam pembelajaran di sekolah, siswa dapat mengetahui dan
memahami tematik dan kaitannya dengan nilai karakter yang terdapat
dalam KTSP. Pembahasan mengenai keterkaitan antarunsur puisi dengan
nilai karakter yang digalakkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan kepada peserta didik untuk menganalisa lebih seksama. Melalui
analisis ini jugalah para peserta didik diarahkan untuk berpikir kritis, logis,
dan sistematis, sehingga dengan sikap kritis tersebut para peserta didik
mampu menarik benang merah di antara puisi-puisi yang dikaji dengan
nilai-nilai karakter yang terdapat dalam kurikulum secara sistematis dan
dapat diterima oleh akal. Pada kegiatan menganalisis struktur puisi, para
peserta didik akan mempraktikkan empat keterampilan bahasa, yakni
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setelah selesai menyimak
penjelasan yang diberikan oleh guru, para peserta didik ditugaskan untuk
membaca puisi yang terdapat pada buku teks yang digunakan dalam
pembelajaran. Kemudian, para peserta didik mengidentifikasi tema-tema
yang terdapat pada puisi dalam buku teks.
79
B. SARAN
1. Dua belas puisi yang terdapat dalam dua buku teks yang digunakan dalam
pembelajaran di sekolah tersebut dapat dijadikan sebagai referensi dan
acuan dalam memunculkan tema-tema pada setiap karya sastra yang lain.
Namun, hal tersebut tetap harus memerhatikan struktur dan fungsinya,
selain itu, tema-tema tersebut juga harus disesuaikan dengan nilai karakter
pada kurikulum yang digunakan.
2. Dua belas puisi dari dua buku teks di tersebut, dapat digunakan sebagai
bahan untuk acuan dalam menganalisis yang disesuaikan dengan nilai-nilai
karakter pada kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah, yakni K13 yang
bertujuan untuk menambah wawasan dan khazanah keilmuan bersastra
pada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki. Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung:
Angkasa. 1993.
Aminuddin. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra.
Semarang: IKIP Semarang Press. 1995.
BSNP. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. 2006. Damayanti, D. Sastra Indonesia: Puisi, Sajak, Syair, Pantun, dan Majas.
Yogyakarta: Araska. 2013.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi
ketiga), Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Perbukuan (2008) Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2008 tentang Buku.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2004.
Kosasih, E. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: CV. Yrama
Widya. 2012.
Laksono, Kisyani., Yulianto, Bambang., dkk. Bahasa Indonesia Menengah
Pertama. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional: BSE.
2008.
Luxemburg, Jan Van., Mieke Bal dkk. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta:
Gramedia. 1984.
Muslich, Masnur. Text Book Writing: Dasar-dasar Pemahaman Penulisan
dan Pemakaian Buku Teks. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2010.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 2013.
Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2012.
Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 2014.
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
Rohman, Saifur. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Lembaga Pengembangan
Pendidikan UNJ. 2015.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008.
Sitepu, B. P. Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung: Remaja Rosda
Karya. 2012.
Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012.
Surachmad, Winarto. Dasar dan Teknik Research: Pengantar Metodologi
Ilmiah. Bandung: Tarsito. 1975.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
1993.
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. Telaah Buku Teks Bahasa
Indonesia. Bandung: Angkasa. 2009.
Wahyuni, Ristri. Kitab Lengkap: Puisi, Prosa, dan Pantun Lama.
Yogyakarta: Saufa. 2014.
Waluyo, Herman J. Teori dan Apresiai Puisi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
1995.
Wirajaya, Asep Yudha dan Sudarmawarti. Berbahasa dan Bersastra
Indonesia untuk SMP/ MTS Kelas VIII. Surabaya: Jepe Press Media
Utama. 2008.
WS, Hasanuddin. Membaca dan Menilai Sajak: Pengantar pengkajian dan
Interpretasi. Bandung: Angkasa. 2002.
Mufti, Nabil. Perang Khandak (Ahzab) – Perang Parit.
https://nabilmufti.wordpress.com/2010/03/04/perang-khandaq-ahzab
perang-parit/. Diunduh pada Kamis, 19 Februari 2016 pukul 09:45.
Suryaman, Maman. Dimensi-dimensi Kontekstual di dalam Penulisan
Buku Teks Pelajaran Bahasa Indonesia. Diksi Vol.: 13. No. 2 Juli
2006. http://Journal.ac.id. Diunduh pada Kamis, 04 February 2016
Pukul 09.56.
Swastika, Ika Afika Aria dan Siswanto, wahyudi. Tren Pembelajaran
Sastra: Telaah Model Pembelajaran dalam Penelitian Mahasiswa
Universitas Negeri Malang Tahun 1990-2010. http://um.ac.id.
Diunduh pada Senin, 16 Januari 2017 Pukul 21.07.
Marzuki. Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran di
Sekolah. http://Journal.ac.id. Diunduh pada Minggu, 08 Januari 2017
Pukul 14.22.
Kementerian Pendidikan Nasional. Panduan Pelaksanaan Pendidikan
Karakter. 2011. http://repository.unand.ac.id. Diunduh pada Rabu,
18 Januari 2017 Pukul 10.44.
Ismawati, Esti. Pengembangan Model Pembelajaran Sastra Indonesia
Berbasis Pendidikan Karakter di SMA/SMK Kabupaten Klaten.
METASASTRA, Vol. 9 No. 2 – Desember 2016.
http://eprints.uad.ac.id. Diunduh pada Selasa, 10 Januari 2017 Pukul
10.28.
Muslimin. Analisis Buku Teks Bahasa Indonesia Untuk SMP Kelas IX
Dengan Pendekatan Tematik. Jurnal Bahasa, Sastra & Budaya:
Vol.:1, No.2 – September 2011. http://repository.ung.ac.id. Diunduh
pada Senin, 16 Januari 2017 Pukul 15.23.
Triutami, Diah ayuk. Muatan Materi Sastra dalam Buku Siswa Bahasa
Indonesia Kelas VII dan Relevansinya dengan Kompetensi Inti –
Kompetensi Dasar Kurikulum 2013. Skripsi pada Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015.
http://eprints.ums.ac.id. Diunduh pada Selasa, 17 Januari 2017 Pukul
08.38.
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa: Pedoman Sekolah, http://puskurbuk.kemdikbud.go.id/.
Diunduh pada Kamis, 04 Januari 2018 Pukul 23.40.
Jefrizal. Sastra dan Religiusitas. http://melayuonline.com. Diunduh pada
Senin, 06 Februari 2017 Pukul 15.30.
Murniah, Dad. Nasionalisme dalam Sastra Indonesia.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa. Diunduh pada
Selasa, 07 Februari 2017 Pukul 06.40.
Anonim. Taufiq Ismail. http://radiobuku.com/2015/07/taufiq-ismail.
Diunduh pada Selasa, 07 Februari 2017 pukul 07.35.
Sekolah : ..................................
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII (Delapan) / 2 (Dua)
Standar Kompetensi: Membaca
15. Memahami antologi puisi
15.2 Mengenali
ciri-ciri umum
puisi dari buku
antologi puisi
Pengenalan ciri-
ciri umum puisi.
o Membaca puisi-puisi
dalam buku antologi
puisi
o Menganalisis unsur
intrinsik puisi-puisi
tersebut
o Bertanya jawab untuk
mendata hal-hal yang
khusus dari puisi-
puisi dalam antologi
o Mendiskusikan ciri-
ciri umum puisi
Mampu mendata hal-
hal yang bersifat
khusus dari puisi-
puisi dalam antologi
Mampu
mengidentifikasi ciri-
ciri umum puisi yang
terdapat di dalam
antologi puisi
Penugasan
individual/ke-
lompok
Proyek Bacalah sebuah buku
antologi puisi, lalu
buatlah laporan yang
berisi data hal-hal
yang khusus dari
setiap puisi,
kemudian simpulkan
ciri umum puisi dari
antologi tersebut!
4 X 40’ Buku teks
perpustakaan
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Sekolah : SMP N 87 JAKARTA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII/2
Alokasi Waktu : 2 x 40 Menit
1. Standar Kompetensi
Membaca :
15. Memahami ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi
2. Kompetensi Dasar
15. 2 Mengenali ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi.
3. Indikator
1. Mendata hal-hal yang bersifat khusus dari puisi-puisi dalam antologi.
2. Mengidentifikasi ciri-ciri umum puisi yang terdapat di dalam antologi puisi.
4. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran siswa diharapkan mampu :
1. Mampu mendata hal-hal yang bersifat khusus dari puisi-puisi dalam antologi.
2. Mampu mengidentifikasi ciri-ciri umum puisi yang terdapat di dalam antologi
puisi.
5. Materi Ajar
Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta
penyusunan larik dan bait. Puisi bersajak adalah puisi yang memiliki persamaan atau
pengulangan bunyi, baik di akhir, tengah maupun awal baris. Ciri-ciri umum pada
puisi dapat diketahui dengan melihat adanya unsur intrinsik. Unsur intrinsik puisi
merupakan unsur pembangun yang mana dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat
pokok-pokok permasalahan dalam pembahasan selanjutnya. Tema yang terdapat pada
puisi merupakan bentuk perwujudan dan ide dari penyair. Selain itu, tema dapat
dikembangkan sesuai dengan materi pembelajaran.
6. Metode Pembelajaran
1. Mengidentifikasi Puisi
2. Tanya Jawab
3. Diskusi
7. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
a. Kegiatan Awal
1) Siswa dengan bimbingan guru mengawali pembelajaran dengan menyiapkan
kondisi kelas yang optimal dan membaca basmallah.
2) Guru dan seluruh siswa bertanya jawab tentang proses penyusunan puisi yang
pernah dilakukan.
3) Guru memberikan motivasi kepada siswa berkenaan dengan pembelajaran
menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan.
4) Siswa menerima informasi kompetensi, materi, tujuan pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
5) Karakter siswa yang diharapkan dapat dipercaya (trustworthines), berani
(courage), dan ketulusan (honesty).
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru :
1) Menjelaskan pengertian puisi dengan suara, lafal, intonasi,gesture, mimik
dengan baik.
2) Menjelaskan pengertian ciri-ciri umum pada buku antologi puisi.
3) Menjelaskan bagaimana cara mengidentifikasi ciri-ciri umu puisi pada
buku antologi puisi.
4) Menjelaskan hal-hal yang bersifat khusus pada buku antologi puisi.
5) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarsiswa serta antara siswa dengan
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
6) Melibatkan seluruh siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran
mendata dan mengidentifikasi ciri-ciri umum dan khusus pada buku
antologi puisi.
7) Memfasilitasi seluruh siswa agar dapat menanggapi pembelajaran
mendata dan mengidentifikasi ciri-ciri umum dan khusus pada buku
antologi puisi.
8) Karakter siswa yang diharapkan dapat dipercaya (trustworthines), berani
(courage), dan ketulusan (honesty).
Elaborasi
Dalam kegiatan Elaborasi, guru :
1) Memfasilitasi seluruh siswa mencermati cara mendata ciri-ciri umum
puisi pada buku antologi ppuisi.
2) Meminta siswa untuk menyebutkan ciri-ciri umum puisi pada buku
antologi puisi.
3) Meminta siswa untuk duduk berkelompok (4 orang) untuk mendata dan
mengidentifikasi ciri-ciri umum dan khusu puisi pada buku antologi puisi.
4) Memfasilitasi seluruh siswa untuk menyajikan hasil kerja baik secara
individual maupun kelompok.
5) Karakter siswa yang diharapkan yaitu rasa hormat dan perhatian (respect),
berani (courage), dan ketulusan (honesty).
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru :
1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,
tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan seluruh siswa
2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi seluruh
siswa melalui berbagai sumber.
3) Memfasilitasi seluruh siswa melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan.
4) Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa.
5) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,
memberikan penguatan dan penyimpulan.
6) Karakter siswa yang diharapkan yaitu rasa hormat dan perhatian (respect),
berani (courage), ketulusan (honesty).
c. Kegiatan Penutup
1) Guru bersama-sama dengan murid dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran.
2) Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.
3) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.
4) Siswa dengan bimbingan guru mengakhiri pembelajaran dengan
mengucapkan doa dan hamdallah.
8. Sumber/Media Pembelajaran
1. Asep Yudha Wirajaya dan Sudarmawarti. Berbahasa dan Bersastra Indonesia:
untuk SMP/MTS Kelas VIII. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
2008.
2. Puisi Tuhanku Apatah Kekal? karya Amir Hamzah dan Rumah karya Toto
Sudarto Bachtiar.
3. Power Ponit
9. Penilaian
Penilaian dilaksanakan selama proses dan setelah selesai pembelajaran
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Penilaian Instrumen
Mampu mendata hal-
hal yang bersifat
khusus dari puisi-
puisi dalam antologi
puisi
Mampu
mengidentifikasi ciri-
ciri umum puisi yang
terdapat di dalam
antologi puisi
Penugasan
individu
Uraian
Uji petik
kerja
Datalah/catatlah hal-hal
yang bersifat khusus
dari puisi-puisi dalam
antologi puisi!
Identifikasilah ciri-ciri
umum puisi yang
terdapat di dalam
antologi puisi!
Pedoman penskoran
Indikator Aspek penilaian Skor
Mampu mendata hal-
hal yang bersifat
khusus dari puisi-
puisi dalam antologi
puisi
Mampu
mengidentifikasi ciri-
ciri umum puisi yang
terdapat di dalam
antologi puisi
Mendata hal-hal penting dari obyek yang
telah diamati
Data yang diperoleh sangat banyak
dan bervariatif
Data yang diperoleh banyak tetapi
tidak bervariatif
Tidak mendapatkan data
Mengidentifikasi ciri-ciri umum puisi
dengan lengkap dan tepat
Mengidentifikasi ciri-ciri umum puisi
tidak tepat
Tidak mengidentifikasi ciri-ciri umum
4
3
1
6
5
puisi 1
Skor Maksimum 10
Jakarta, 14 Mei 2015
Guru Pamong, Mahasiswa PPKT UIN Jakarta
Bahasa dan Sastra Indonesia Bahasa dan Sastra Indonesia
Ai. C Hermawati, S. Pd Rohmatun Masruroh
Nip. 195912171986022005 Nim. 1111013000078
Mengetahui,
Kepala SMP N 87 JAKARTA
Hj. Neneng Junaisih, S.Pd
Nip. 1955120219760302001
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Rohmatun Masruroh lahir di
Lampung 12 Desember 1991. Anak
ketiga dari Bapak Yasirudin dan Ibu
Suciati memulai pendidikan pertama
di SD Negeri 03 Rukti Sedyo,
kemudian melanjutkan pendidikan di
MTs N Raman Utara. Selanjutnya, ia
melanjutkan pendidikan di MAN 02
Kota Metro. Setelah lulus, ia
melanjutkan pendidikan non-formal di
Basic English Course (BEC) di Pare
dan pada akhirnya ia menjatuhkan
pilihan untuk melanjutkan jenjang
pendidikan selanjutnya di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatulloh
Jakarta. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia dijadikan sebagai
pilihan belajar karena bertujuan untuk
melanjutkan cita-cita sang ayah, yakni untuk menjadi seorang pendidik dan
mendirikan sebuah lembaga pendidikan formal ataupun non-formal.
Pengalaman yang dimiliki penulis selama menempuh study di UIN salah
satunya adalah mengikuti pertunjukan pentas drama Cipoa karya Putu Wijaya
yang diselenggarakan oleh Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI).
Selain pengalaman di lingkungan UIN, penulis juga mengikuti komunitas public
speaking untuk menunjang kemampuan dalam berbicara di depan umum dan
mengajar.