SISTEM JARINGAN JALANPENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUMDIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
1
Disampaikan pada :
SOSIALISASI DAN DISEMINASI
PEDOMAN-PEDOMAN TENTANG JALAN DAERAH
2012
Oleh :
Sutono
Jabatan Fungsional Teknik Jalan dan Jembatan Madya
Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Bina Marga
JALAN(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
2
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perleng-kapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. (pasal 1 ayat 4)
SISTEM JARINGAN JALAN(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis;
Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis;
3
1. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
3. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.
4. dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional , serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
1. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
3. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.
4. dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional , serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
PERAN JALAN(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
PENYELENGGARAAN JALAN(UU 38/2004, pasal 1)
4
Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan. (tur-bin-bang-was)
PENGATURAN - perumusan kebijakan perencanaan,- penyusunan perencanaan umum, dan- penyusunan peraturan perundangan-undangan jalan
PEMBINAAN - penyusunan pedoman dan standar teknis, - pelayanan, - peberdayaan sumber daya manusia, serta- penelitian dan pengembangan jalan
PEMBANGUNAN
PENGAWASAN
- pemrograman dan penganggaran,- perencanaan teknis,- pelaksanaan konstruksi, serta- pengoperasian dan pemeliharaan jalan.
mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan.
WEWENANG PENYELENGGARAAN JALAN
1. Wewenang Pemerintah dalam Penyelenggaraan Jalan meliputi :• Penyelenggaraan Secara Umum• Penyelenggaraan Jalan Nasional
2. Wewenang penyelenggaraan jalan Secara Umum adalah secara makro yang mencakup seluruh status jalan, baik Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa.
3. Wewenang penyelenggaraan jalan secara umum dan penyelenggaraan jalan nasional meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan (tur-bin-bang-was).
5
(UU-38/2004 dan PP-34/2006, tentang Jalan)
Contoh Wewenang Pemerintah dalam Penyelenggaraan Jalan Prov./Kab./Kota : Pengaturan jalan secara umum dalam penetapan norma, standar, kriteria (ps.18) Pembinaan jalan secara umum dalam pemberian pelatihan aparatur di bidang jalan (ps.24) Pembangunan secara umum kewajiban memprioritaskan pemeliharaan (ps.30) Pengawasan secara umum pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan, (ps.38)
6
RTRWN/P/K/K
SISTRANAS(Sistem Transportasi Nasional)
Transportasi DARAT Transportasi UDARATransportasi LAUT
Moda KERETA API
ModaJALAN RAYA
ModaFERI & SUNGAI
JARINGAN JALAN
SISTEM JARINGAN JALAN(PROSES PENETAPAN)
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
JALAN :- UU no. 38, th.2004, tentang Jalan (pengganti UU-13/1980)- PP no. 34, th.2006, tentang Jalan (pengganti PP-26/1985) - PP no. 15, th.2005, tentang Jalan Tol (pengganti PP-8/1990)
TATA RUANG :- UU no. 26, th.2007, ttg. Penataan Ruang (pengganti UU-24/1992)- PP no. 26, th.2008, ttg. RTRWN (pengganti PP-47/1997)
TRANSPORTASI :- UU no. 22, th.2009, ttg. LLAJ (pengganti UU-14/1992)- PP no. 37, th.2011, tentang Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (25 Jul 2011)- . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
UUD-45 UU PP Permen/Kepmen
UU & PP terkait dengan : Keuangan, Pemerintahan, Pertanahan, Lingkungan, dsb.
8
Dalam menetapkan sistem jaringan jalan, terlebih dulu harus diidentifikasisimpul-simpul yang harus dihubungkan (pusat-pusat kegiatan).Untuk itu perlu diketahui Sistem Perkotaan Nasional : (PP-26/2008, pasal 11-13 )
Sistem perkotaan nasional terdiri atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II PP- 26/2008, tentang RTRWN.
PKL ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/ kota, setelah dikonsultasikan dengan Menteri.
Selain sistem perkotaan nasional tersebut, dikembangkan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) untuk mendorong perkembangan kawasan perbatasan negara. PKSN tercantum dalam PP-26/2008 tentang RTRWN.
Dalam menetapkan sistem jaringan jalan, terlebih dulu harus diidentifikasisimpul-simpul yang harus dihubungkan (pusat-pusat kegiatan).Untuk itu perlu diketahui Sistem Perkotaan Nasional : (PP-26/2008, pasal 11-13 )
Sistem perkotaan nasional terdiri atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II PP- 26/2008, tentang RTRWN.
PKL ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/ kota, setelah dikonsultasikan dengan Menteri.
Selain sistem perkotaan nasional tersebut, dikembangkan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) untuk mendorong perkembangan kawasan perbatasan negara. PKSN tercantum dalam PP-26/2008 tentang RTRWN.
SISTEM PERKOTAAN NASIONAL(PP-26/2008, tentang RTRWN)
PKN (Pusat Kegiatan Nasional)
Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. (PP-26/2008, pasal 1 (19))
Kriteria PKN : PP-26/2008, pasal 14 (1)kawasan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/ataukawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
Simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi, antara lain, meliputi pelabuhan internasional/nasional, bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer/sekunder/tersier, stasiun skalabesar, dan terminal tipe A.
PKN (Pusat Kegiatan Nasional)
Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. (PP-26/2008, pasal 1 (19))
Kriteria PKN : PP-26/2008, pasal 14 (1)kawasan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/ataukawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
Simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi, antara lain, meliputi pelabuhan internasional/nasional, bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer/sekunder/tersier, stasiun skalabesar, dan terminal tipe A.
9
PKW (Pusat Kegiatan Wilayah)
Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. (PP-26/2008, pasal 1 (20))
Kriteria PKW : PP-26/2008, pasal 14 (2)kawasan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan eksporyang mendukung PKN;kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/ataukawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
Simpul transportasi yang melayani skala provinsi ataubeberapa kabupaten, antara lain, meliputi pelabuhan regional, bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan tersier, stasiun skala menengah, dan terminal tipe B.
PKW (Pusat Kegiatan Wilayah)
Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. (PP-26/2008, pasal 1 (20))
Kriteria PKW : PP-26/2008, pasal 14 (2)kawasan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan eksporyang mendukung PKN;kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/ataukawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
Simpul transportasi yang melayani skala provinsi ataubeberapa kabupaten, antara lain, meliputi pelabuhan regional, bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan tersier, stasiun skala menengah, dan terminal tipe B.
10
PKL (Pusat Kegiatan Lokal)
Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. (PP-26/2008, pasal 1 (21))
Kriteria PKL : PP-26/2008, pasal 14 (3)kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/ataukawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
Simpul transportasi yang melayani skala kabupaten ataubeberapa kecamatan, antara lain, meliputi pelabuhan lokal, bandar udara bukan pusat penyebaran, stasiun skala kecil, dan terminal tipe C.
PKL (Pusat Kegiatan Lokal)
Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. (PP-26/2008, pasal 1 (21))
Kriteria PKL : PP-26/2008, pasal 14 (3)kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/ataukawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
Simpul transportasi yang melayani skala kabupaten ataubeberapa kecamatan, antara lain, meliputi pelabuhan lokal, bandar udara bukan pusat penyebaran, stasiun skala kecil, dan terminal tipe C.
11
PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional)
Kawasan perkotaan yang yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. (PP-26/2008, pasal 1 (22))
Kriteria PKSN : PP-26/2008, pasal 14 (4)pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga;pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan wilayah dengan negara tetangga;pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/ataupusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.
PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional)
Kawasan perkotaan yang yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. (PP-26/2008, pasal 1 (22))
Kriteria PKSN : PP-26/2008, pasal 14 (4)pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga;pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan wilayah dengan negara tetangga;pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/ataupusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.
12
PKN dan PKW, ditetapkan berdasarkan PP-26/2008 tentang RTRWN, lampiran II. RTRWN ini berlaku untuk 20 tahun dengan waktu pelaksanaan , yaitu :
I. (2008-2009) + (2010-2014),
II. (2015-2019),
III. (2020-2024), dan
IV. (2025-2027)
PKL, ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota, setelah dikonsultasikan dengan Menteri.
PKSN, ditetapkan berdasarkan PP-26/2008 tentang RTRWN, lampiran II.
PKN dan PKW, ditetapkan berdasarkan PP-26/2008 tentang RTRWN, lampiran II. RTRWN ini berlaku untuk 20 tahun dengan waktu pelaksanaan , yaitu :
I. (2008-2009) + (2010-2014),
II. (2015-2019),
III. (2020-2024), dan
IV. (2025-2027)
PKL, ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota, setelah dikonsultasikan dengan Menteri.
PKSN, ditetapkan berdasarkan PP-26/2008 tentang RTRWN, lampiran II.
13
PENETAPAN SIMPUL-SIMPULYANG HARUS DIHUBUNGKAN OLEH JARINGAN JALAN
(PKN, PKW, PKL, dan PKSN)
-
SISTEM JARINGAN JALAN(UU-38/2004 tentang Jalan)
Pengelompokkan Jalan : (pasal 6)Menurut PERUNTUKANNYA Jalan Umum dan Jalan Khusus
Jalan Umum :
• jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum; • jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas.
Jalan Khusus :
• jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;
• jalan khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.
yang dimaksud dengan jalan khusus, antara lain, adalah jalan di dalam kawasan pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan, jalan di kawasan industri, dan jalan di kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada pemerintah.
Jalan Umum :
• jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum; • jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas.
Jalan Khusus :
• jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;
• jalan khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.
yang dimaksud dengan jalan khusus, antara lain, adalah jalan di dalam kawasan pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan, jalan di kawasan industri, dan jalan di kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada pemerintah.
14
SISTEM JARINGAN JALAN(UU-38/2004 tentang Jalan)
Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan
Pengelompokkan Jalan (Jalan Umum)
15
UU-22/2009 LLAJBAB VI. JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Pasal 19 : Kelas Jalan
Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan: a.fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; danb. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.
Kelas Jalan Fungsi Jalan Ukuran Kendaraan Bermotor MST
Kelas IJalan Arteri
Jalan Kolektor
Lebar ≤ 2.500 mmPanjang ≤ 18.000 mm
Tinggi ≤ 4.200 mm10 Ton
Kelas II
Jalan ArteriJalan Kolektor
Jalan LokalJalan Lingkungan
Lebar ≤ 2.500 mmPanjang ≤ 12.000 mm
Tinggi ≤ 4.200 mm8 Ton
Kelas III
Jalan ArteriJalan Kolektor
Jalan LokalJalan Lingkungan
Lebar ≤ 2.100 mmPanjang ≤ 9.000 mmTinggi ≤ 3.500 mm
8 Ton
KelasKhusus
Jalan ArteriLebar > 2.500 mm
Panjang > 18.000 mmTinggi ≤ 4.200 mm
> 10 Ton
16
Kelas jalan berdasarkanspesifikasi penyediaan
prasarana jalan
UU-38/2004 tentang Jalan :
Pasal 10 : dikelompokkan atas
- Jalan Bebas Hambatan “Freeway”- Jalan Raya “Highway”- Jalan Sedang “Road”-Jalan Kecil “Street”
PP-34/2006 tentang Jalan, Pasal 63 :Penetapan oleh Penyelenggara Jalan
Kelas jalan berdasarkanspesifikasi penyediaan
prasarana jalan
UU-38/2004 tentang Jalan :
Pasal 10 : dikelompokkan atas
- Jalan Bebas Hambatan “Freeway”- Jalan Raya “Highway”- Jalan Sedang “Road”-Jalan Kecil “Street”
PP-34/2006 tentang Jalan, Pasal 63 :Penetapan oleh Penyelenggara Jalan
KELAS JALAN
Kelas jalan dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan.
Kelas jalan berdasarkanpenggunaan jalan dan kelancaran
lalu lintas dan angkutan jalan
UU-22/2009 tentang LLAJ :
Pasal 19 : Klasifikasi berdasarkanFungsi jalan, MST, dimensi kendaraan,
Klas I, II, III, Khusus. (Kementerian Perhubungan)
Pasal 8 : (huruf e)Penetapan Kelas Jalan pada setiap Ruas
Jalan oleh Penyelenggara Jalan,
Kelas jalan berdasarkanpenggunaan jalan dan kelancaran
lalu lintas dan angkutan jalan
UU-22/2009 tentang LLAJ :
Pasal 19 : Klasifikasi berdasarkanFungsi jalan, MST, dimensi kendaraan,
Klas I, II, III, Khusus. (Kementerian Perhubungan)
Pasal 8 : (huruf e)Penetapan Kelas Jalan pada setiap Ruas
Jalan oleh Penyelenggara Jalan,
17
JALANBEBAS HAMBATAN
(FREE-WAY)
JALAN RAYA(HIGHWAY)
JALAN SEDANG(ROAD)
JALAN KECIL(STREET)
- pengendalian jalan masuk secara penuh- tidak ada persimpangan sebidang- dilengkapi pagar ruang milik jalan- dilengkapi dengan median.
- untuk lalu lintas secara menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara terbatas- dilengkapi dengan median.
- untuk lalu lintas jarak sedang dengan
pengendalian jalan masuk tidak dibatasi
- melayani lalu lintas setempat.
paling sedikit :- 2 lajur setiap arah- lebar lajur 3,5 m.
Spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan median, serta pagar.
paling sedikit :- 2 lajur setiap arah- lebar lajur 3,5 m.
paling sedikit :- 2 lajur untuk 2 arah- lebar jalur 7 m.
paling sedikit :- 2 lajur untuk 2 arah- lebar jalur 5,5 m.
SPESIFIKASI(PP Jalan 34/2006, pasal 32)
18
19
FUNGSI MOBILITAS
FUNGSI AKSESIBILITAS
JALA
N AR
TERI
JALA
N KO
LEKT
ORJA
LAN
LOKA
L
LALULINTAS UTAMA
TRANSISI
DISTRIBUSI
KOLEKSI
AKSES
FUNGSI MOBILITAS
FUNGSI AKSESIBILITAS
JALA
N AR
TERI
JALA
N KO
LEKT
ORJA
LAN
LOKA
L
LALULINTAS UTAMA
TRANSISI
DISTRIBUSI
KOLEKSI
AKSES
Klasifikasi fungsi jalan pada dasarnya dilakukan dengan alasan bahwa fungsi aksesibilitas ruang dan mobilitas/lalulintas tidak dapat diperankan secara sempurna oleh satu ruas jalan yang sama.
Suatu ruas yang mempunyai fungsi akses ruang yang tinggi akan mempunyai fungsi mobilitas /lalulintas rendah, sebaliknya suatu ruas yang mempunyai fungsi mobilitas tinggi akan mempunyai fungsi akses yang rendah.
SISTEM JARINGAN JALAN
Klasifikasi Fungsi Jalandiperlukan karena :
Ketebalan garismenunjukkanbesaran lalu lintas Diambil dari bahan sosialisasi,
Penyusunan Klasifikasi Fungsi Jalan Daerah
20
3. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa di dalam kawasan perkotaan.
Yang dimaksud dengan kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi.
3. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa di dalam kawasan perkotaan.
Yang dimaksud dengan kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi.
SISTEM JARINGAN JALAN(dari UU-38/2004, tentang Jalan, pasal-7)
1. Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
2. Sistem jaringan jalan primer merupakan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan bersifat menerus yang memberikan pelayanan lalu lintas tidak terputus walaupun masuk ke dalam kawasan perkotaan.Pusat-pusat kegiatan adalah kawasan perkotaan yang mempunyai jangkauan pelayanan nasional, wilayah, dan lokal
21
KRITERIA ARTERI KOLEKTOR LOKAL
Angkutanyang dilayani
JarakPerjalanan
KecepatanRata-rata
Jumlahjalan masuk
Simpul yangdihubungkan
Utama
Jauh
Tinggi
Dibatasi
Pengumpul
Sedang
a. antar-PKN, b. antara PKN dan PKW, dan/atauc. PKN dan/atau PKW dengan
bandar udara pusat pelayanan skala primer/sekunder/tersier *) dan pelabuhan laut internasional/nasional.
Setempat
Dekat
Tidak Dibatasi
Rendah
Dibatasi
Sedang
a. ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan.
b. antar ibukota kecamatan.c. ibukota kabupaten dengan
PKL.d. antar-PKL.
a. antar-PKW, dan
b. Antara PKW dan PKL.
KRITERIA FUNGSI JALAN (DALAM SISTEM PRIMER)( UU-38 / 2004 + PP-34/2006 tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)
*) Bandara di Ibu Kota Provinsi
22
MATRIKS HUBUNGAN ANTARA SIMPUL DAN FUNGSI JALAN(Dalam Sistem Jaringan Primer)
( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)
SIMPUL PKN
StrategisNasional
StrategisNasional
StrategisNasional
StrategisNasional
StrategisNasional
StrategisNasional
StrategisNasional
StrategisNasional
StrategisNasional
StrategisNasional
PKW(i.k. Prov.)
StrategisNasional
StrategisNasional
StrategisNasional
PKW(i.k. Kab.)
PKL
Keterangan : - i.k. Prov. : ibukota provinsi- i.k. Kab. : ibukota kabupaten
- Bandara Primer : Badar Udara penyebaran primer/sekunder/tersier. *)- Pelabuhan Nas/Int.: Pelabuhan laut Nasional/Internasional
BandaraP/S/T *)
PKSNPelabuhanNas./Int.
PKN
PKW(i.k. Prov.)
PKW(i.k. Kab.)
PKL
BandaraP/S/T *)
PelabuhanNas./Int.
PKSN
Arteri
Arteri Arteri
ArteriArteri
Arteri ArteriArteriArteri
Arteri
Arteri
Arteri
Arteri
Arteri Arteri
ArteriArteri
Kolektor-1
Kolektor-2
Kolektor-4
Kolektor-2
Lokal Kolektor-4
Kolektor-4
Kolektor-4
Kolektor-3
Lokal Lokal Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
-
--
-
23
JALAN KOLEKTOR PRIMER (JKP)
PKL
JALAN LOKAL PRIMER
(JLP)
JALAN LINGKUNGAN PRIMER (JLP)
JALAN LOKAL PRIMER
(JLP)
JALAN LOKAL PRIMER
(JLP)
JALAN LOKAL PRIMER (JLP)
JALAN LOKAL PRIMER (JLP)
JALAN KOLEKTOR
PRIMER (JKP)
JALAN KOLEKTOR
PRIMER (JKP)
JALAN ARTERI PRIMER (JAP)
JALAN ARTERI PRIMER (JAP)
JALAN ARTERI PRIMER (JAP)
PKWPKW
PKN
Persil
PK Lingkungan
PKL
PKN
SISTEMJARINGAN JALAN
PRIMER
23
( F1 ) (F2.3)(F2.2)
Sekunder
24
Kawasan
Primer
(F2.1)
Primer (F1)
Sekunder I (F2.1)
Perumahan
-
Arteri
-
-
- Lokal
Kolektor Kolektor
Arteri
Lokal
- -
-
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Lingkungan
I II III
Sekunder II (F2.2)
Sekunder III (F2.3)
Arteri
Kolektor-
Arteri
Arteri
Lokal
MATRIKS HUBUNGAN ANTARA SIMPUL DAN FUNGSI JALAN(Dalam Sistem Jaringan Sekunder)
Perumahan
-
25
SISTEMJARINGAN JALAN
SEKUNDERJALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)
F1 Kawasan
Primer
JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)
F2,1 Kawasan Sekunder
I
JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)
F2,1 Kawasan Sekunder
I
JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)
F2,2 Kawasan Sekunder
II
JALAN KOLEKTOR SEKUNDER (JKS)
JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)
F2,2 Kawasan Sekunder
II
JALAN KOLEKTOR SEKUNDER (JKS)
F2,3Kawasan Sekunder
III
JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS)
F2,3Kawasan Sekunder
III
Perumahan PerumahanJALAN LINGKUNGAN
SEKUNDER (JLS)
JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS)
JALAN LOKAL SEKUNDER
(JLS)
JALAN LOKAL SEKUNDER
(JLS)
25
Bandar Udara
Pergudangan
KawasanIndustri
Terminal Angkutan
Barang
KawasanPerdagangan
Regional
Pelabuhan &Pergudangan
26
Perumahan
Kawasan Sekunder
Kawasan Primer
Batas Perkotaan
Jaringan Jalan Primer
Jalan Arteri Sekunder
Jalan Kolektor Sekunder
Jalan Lokal Sekunder
Jalan Lingkungan Sekunder
SKETSA HIPOTESIS HIRARKI JALAN PERKOTAAN
27
Dari Pasal 17 :Pengaturan jalan umum meliputi pengaturan jalan secara umum, pengaturan jalan nasional, pengaturan jalan provinsi, pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa, serta pengaturan jalan kota.
Dari Pasal 17 :Pengaturan jalan umum meliputi pengaturan jalan secara umum, pengaturan jalan nasional, pengaturan jalan provinsi, pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa, serta pengaturan jalan kota.
Dari Pasal 18 :
1.Pengaturan jalan secara umum , meliputi:
a.pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya;
b.perumusan kebijakan perencanaan;c.pengendalian penyelenggaraan jalan secara makro; dand.penetapan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengaturan
jalan.
2.Pengaturan jalan nasional , meliputi:
a.penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri dan jalan kolektor yang menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer;
• penetapan status jalan nasional; dan• penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional.
Dari Pasal 18 :
1.Pengaturan jalan secara umum , meliputi:
a.pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya;
b.perumusan kebijakan perencanaan;c.pengendalian penyelenggaraan jalan secara makro; dand.penetapan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengaturan
jalan.
2.Pengaturan jalan nasional , meliputi:
a.penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri dan jalan kolektor yang menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer;
• penetapan status jalan nasional; dan• penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional.
PENGATURAN JALAN (1)(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
28
PENGATURAN JALAN (2)(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
Dari Pasal 19 :
Pengaturan jalan provinsi, meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan provinsi berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan provinsi dengan memperhatikan keserasian antarwilayah provinsi;
c. penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten, antaribukota kabupaten, jalan lokal, dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer;
d. penetapan status jalan provinsi; dan
e. penyusunan perencanaan jaringan jalan provinsi.
Dari Pasal 19 :
Pengaturan jalan provinsi, meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan provinsi berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan provinsi dengan memperhatikan keserasian antarwilayah provinsi;
c. penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten, antaribukota kabupaten, jalan lokal, dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer;
d. penetapan status jalan provinsi; dan
e. penyusunan perencanaan jaringan jalan provinsi.
29
Dari Pasal 20 :
Pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa, meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antardaerah dan antarkawasan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa;
c. penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa; dan
d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kabupaten dan jalan desa.
Dari Pasal 21 :
Pengaturan jalan kota , meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kota berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antardaerah dan antarkawasan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kota;
c. penetapan status jalan kota; dan
d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kota.
Dari Pasal 20 :
Pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa, meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antardaerah dan antarkawasan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa;
c. penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa; dan
d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kabupaten dan jalan desa.
Dari Pasal 21 :
Pengaturan jalan kota , meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kota berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antardaerah dan antarkawasan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kota;
c. penetapan status jalan kota; dan
d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kota.
PENGATURAN JALAN (3)(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
30
Dari Pasal 26 :
Jalan nasional terdiri atas:
a. jalan arteri primer; A
b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi; K-1
c. jalan tol; dan
d. jalan strategis nasional.
FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (1) (PP-34/2006, tentang Jalan))
Yang dimaksud dengan jalan strategis nasional adalah jalan yang melayani kepentingan nasional atas dasar kriteria strategis yaitu:
1. mempunyai peranan membina kesatuan dan keutuhan nasional,
2. melayani daerah-daerah rawan,
3. bagian dari jalan lintas regional atau lintas internasional,
4. melayani perbatasan antar negara, serta
5. dalam rangka pertahanan dan keamanan.
Yang dimaksud dengan jalan strategis nasional adalah jalan yang melayani kepentingan nasional atas dasar kriteria strategis yaitu:
1. mempunyai peranan membina kesatuan dan keutuhan nasional,
2. melayani daerah-daerah rawan,
3. bagian dari jalan lintas regional atau lintas internasional,
4. melayani perbatasan antar negara, serta
5. dalam rangka pertahanan dan keamanan.
31
Dari Pasal 27
Jalan provinsi terdiri atas:
a. jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota; K-2
b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten atau kota; K-3
c. jalan strategis provinsi; dan
d. jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 .
FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (2) (PP-34/2006, tentang Jalan))
Yang dimaksud dengan jalan strategis provinsi adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani kepentingan provinsi berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan provinsi.
Yang dimaksud dengan jalan strategis provinsi adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani kepentingan provinsi berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan provinsi.
32
Dari Pasal 28 :
Jalan kabupaten terdiri atas:
a. jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi; K-4
b. jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antaribukota kecamatan,ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa;
c. jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dalam kota; dan
d. jalan strategis kabupaten.
FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (3) ( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan))
Yang dimaksud dengan jalan strategis kabupaten adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani kepentingan kabupaten berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan kabupaten.
Yang dimaksud dengan jalan strategis kabupaten adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani kepentingan kabupaten berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan kabupaten.
Dari Pasal 29Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota.
Dari Pasal 30 :Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa.
33
DIAGRAM FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN
( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)
FUNGSI / PERANAN STATUS (Wewenang Penyelenggaraan)
SistemJaringan JalanPRIMER
Arteri Kolektor-1 SK Menteri PU
Jalan NASIONAL (termasuk jalan tol dan jalan strategis nasional)
Kolektor-2 Kolektor-3
Jalan PROVINSI
SK Gubernur
SK Gubernur
Kolektor-4 Lokal Lingkungan
Arteri Kolektor Lokal Lingkungan
Sistem Jaringan Jalan SEKUNDER
SK Bupati
SK WalikotaJalan KOTA
Jalan KABUPATEN dan Jalan DESA
SK Menteri PU
Catatan :Penetapan fungsi dan status jalan secara berkala dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K- UU+PP Transportasi Sistranas- Kebutuhan Jaringan Jalan- Rekomendasi Studi- Usulan Daerah
DraftKeputusan MENTERI PU
tentang PenetapanRuas-Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Peranannya Sebagai Arteri dan
Kolektor-1.Pendapat dari
Menteri Perhubungan
Keputusan MENTERI PU tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Dalam
Jaringan Jalan Primer Menurut Peranannya Sebagai Arteri dan
Kolektor-1.
Keputusan MENTERI PU tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai JALAN NASIONAL
(termasuk Jalan Tol dan Jalan Strategis Nasional)
Keputusan MENTERI PU tentang Rencana Umum
Jaringan Jalan Nasional.
PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN NASIONAL(UU-38/2004 tentang Jalan)
UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 18 ayat (2) , pengaturan jalan nasional meliputi :
a. penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri, dan jalan kolektor (K-1) yang menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer.
b. penetapan status jalan nasional, danc. penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional.
UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 18 ayat (2) , pengaturan jalan nasional meliputi :
a. penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri, dan jalan kolektor (K-1) yang menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer.
b. penetapan status jalan nasional, danc. penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional.
(a)
(b)
(c)
Penetapan secara berkala dilakukan paling singkat lima tahun. 34
- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K- UU+PP Transportasi Sistranas, Tatrawil- Kebutuhan Jaringan Jalan- Rekomendasi Studi- Usulan Kabupaten/Kota
Keputusan GUBERNUR tentang PenetapanRuas-Ruas Jalan :Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Peranannya Sebagai Kolektor-2, Kolektor3, Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan.Dalam Jaringan Jalan Sekunder Menurut Peranannya Sebagai Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan.
Keputusan GUBERNUR tentang Rencana
Jaringan Jalan Provinsi
Keputusan GUBERNUR tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai JALAN PROVINSI
(Kolektor-2 , Kolektor-3, termasuk Jalan Strategis Provinsi).
PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN PROVINSI (UU-38/2004 tentang Jalan)
UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 19 ayat (2) , pengaturan jalan provinsi :c. Penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan kolektor
yang menghubungkan ibukota provinsi dengn ibukota kabupaten, jalan lokal, dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer.
d. Penetapan status jalan provinsi, dane. Penyusunan perencanaan jaringan jalan provinsi.
UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 19 ayat (2) , pengaturan jalan provinsi :c. Penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan kolektor
yang menghubungkan ibukota provinsi dengn ibukota kabupaten, jalan lokal, dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer.
d. Penetapan status jalan provinsi, dane. Penyusunan perencanaan jaringan jalan provinsi.
(d)
(e)
(c)
Penetapan secara berkala dilakukan paling singkat lima tahun.
Berdasarkan usul bupati/walikota bersangkutan dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Penetapan Fungsi Arteri & Kolektor-1
Dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional
35
- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K- UU+PP Transportasi Sistranas, Tatrawil- Kebutuhan Jaringan Jalan- Rekomendasi Studi- Usulan Kabupaten/Kota
Keputusan GUBERNUR tentang PenetapanRuas-Ruas Jalan :Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Peranannya Sebagai Kolektor-2, Kolektor3, Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan.Dalam Jaringan Jalan Sekunder Menurut Peranannya Sebagai Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan.
Keputusan BUPATI tentang Rencana Jaringan Jalan Kabupaten dan Jalan
Desa
Keputusan BUPATI tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya
Sebagai JALAN KABUPATEN dan JALAN DESA
Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan dalam sistem primer, Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan dalam sistem sekunder termasuk Jalan Strategis Kabupaten.
PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN KABUPATEN DAN JALAN DESA (UU-38/2004 tentang Jalan)
UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 20, pengaturan jalan kabupaten :c. Penetapan status jalan kabupaten dan jalan desad. Penetapan perencanaan jaringan jalan kabupaten dan jalan desa.
UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 20, pengaturan jalan kabupaten :c. Penetapan status jalan kabupaten dan jalan desad. Penetapan perencanaan jaringan jalan kabupaten dan jalan desa.
(c)
(d)
Penetapan secara berkala dilakukan paling singkat lima tahun.
Berdasarkan usul bupati/walikota bersangkutan dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Penetapan Fungsi Arteri & Kolektor-1
Dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional dan SK Gubernur tentang Rencana Jaringan Jalan Provinsi.
36
- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K- UU+PP Transportasi Sistranas, Tatrawil- Kebutuhan Jaringan Jalan- Rekomendasi Studi- Usulan Kabupaten/Kota
Keputusan GUBERNUR tentang PenetapanRuas-Ruas Jalan :Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Peranannya Sebagai Kolektor-2, Kolektor3, Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan.Dalam Jaringan Jalan Sekunder Menurut Peranannya Sebagai Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan.
Keputusan WALIKOTA tentang Rencana Jaringan Jalan Kota
Keputusan WALIKOTA tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut
Statusnya Sebagai JALAN KOTA(Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan dalam sistem sekunder )
PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN KOTA(UU-38/2004 tentang Jalan)
UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 21 pengaturan jalan kota :c. Penetapan status jalan kota, dand. Penetapan perencanaan jaringan jalan kota.
UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 21 pengaturan jalan kota :c. Penetapan status jalan kota, dand. Penetapan perencanaan jaringan jalan kota.
(c)
(d)
Pentapan secara berkala dilakukan paling singkat lima tahun.
Berdasarkan usul bupati/walikota bersangkutan dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Penetapan Fungsi Arteri & Kolektor-1
Dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional dan SK Gubernur tentang Rencana Jaringan Jalan Provinsi.
37
MATRIK PENDANAAN PENYELENGGARAAN JALAN
SumberDana
StatusJalan
APBDKab./Kota
APBDProvinsi
DAK *)(dicantumkan di APBD)
DAU (dilebur dalam APBD)
APBN
Provinsi KotaKabupatenNasional
-
-
-
-
-
*) *) *)
--
*) Dana pagu : jumlah (DAK + pendamping dari APBD minimum 10% DAK).
**) PP34/2006 tentang Jalan, pasal 85 : dalam hal pemerintah daerah tidak mampu …… dst.38
Perubahan Fungsi : (PP-34/2006, pasal 64)
1. Fungsi jalan suatu ruas jalan dapat berubah apabila: berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah yang lebih luas
daripada wilayah sebelumnya; semakin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengembangan sistem
transportasi; lebih banyak melayani masyarakat dalam wilayah wewenang
penyelenggara jalan yang baru; dan/atau oleh sebab-sebab tertentu menjadi berkurang peranannya, dan/atau
melayani wilayah yang lebih sempit dari wilayah sebelumnya.
2. Perubahan fungsi jalan dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima.
3. Dalam hal usulan perubahan fungsi jalan disetujui, maka penyelenggara jalan yang menyetujuinya mengusulkan penetapan perubahan fungsi jalan kepada pejabat yang berwenang.
Perubahan Fungsi : (PP-34/2006, pasal 64)
1. Fungsi jalan suatu ruas jalan dapat berubah apabila: berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah yang lebih luas
daripada wilayah sebelumnya; semakin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengembangan sistem
transportasi; lebih banyak melayani masyarakat dalam wilayah wewenang
penyelenggara jalan yang baru; dan/atau oleh sebab-sebab tertentu menjadi berkurang peranannya, dan/atau
melayani wilayah yang lebih sempit dari wilayah sebelumnya.
2. Perubahan fungsi jalan dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima.
3. Dalam hal usulan perubahan fungsi jalan disetujui, maka penyelenggara jalan yang menyetujuinya mengusulkan penetapan perubahan fungsi jalan kepada pejabat yang berwenang.
PERUBAHAN FUNGSI DAN STATUS JALAN (1)
Sebab-sebab tertentu antara lain dibangunnya jalan elak (by pass) di suatu perkotaan yang menggantikan jalan primer semula sehingga jalan primer semula yang masuk kota menjadi berkurang fungsinya dari fungsi primer menjadi fungsi sekunder.
39
PERUBAHAN FUNGSI DAN STATUS JALAN (2)
CATATAN : Perubahan fungsi jalan membawa konsekuensi perubahan status jalan
yang berarti perubahan wewenang penyelenggaraanya. Perlu komitmen antar instansi terkait dalam hal wewenang penye-
lenggaraannya yang akan dilepas atau yang akan menjadi tanggung jawab penyelenggaraannya.
(jangan sampai jaringan jalan tersebut tidak ada yang menangani, sehingga perlu segera ditindaklanjuti dengan Berita-Acara Serah Terima Aset).
Perubahan Status : (PP-34/2006, pasal 65)
1. Status jalan suatu ruas jalan dapat berubah setelah perubahan fungsi jalan ditetapkan.
2. Perubahan status jalan dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima.
3. Dalam hal usulan perubahan status jalan sebagaimana disetujui, maka penyelenggara jalan yang menyetujuinya menetapkan status jalan tersebut.
4. Penyelenggara jalan sebelumnya tetap bertanggung jawab atas penyelenggaraan jalan tersebut sebelum status jalan ditetapkan.
Perubahan Status : (PP-34/2006, pasal 65)
1. Status jalan suatu ruas jalan dapat berubah setelah perubahan fungsi jalan ditetapkan.
2. Perubahan status jalan dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima.
3. Dalam hal usulan perubahan status jalan sebagaimana disetujui, maka penyelenggara jalan yang menyetujuinya menetapkan status jalan tersebut.
4. Penyelenggara jalan sebelumnya tetap bertanggung jawab atas penyelenggaraan jalan tersebut sebelum status jalan ditetapkan.
40
Arteri Primer
Rencana Jalan Lingkar
Perkotaan
Sistem Sekunder(Dalam Perkotaan)
JALAN ARTERI-PRIMER MELINTASI PERKOTAANSEBELUM ADA JALAN LINGKAR
Existing Fungsi Jalan
Perkotaan
Arteri PrimerJalan Lingkar
Perkotaan
Sistem Sekunder(Dalam Perkotaan)
JALAN ARTERI-PRIMER MELINTASI PERKOTAAN( Sesudah ada By-Pass )
Arteri Primer
Alih Fungsi Jalan
Perkotaan
GAMBARAN JARINGAN JALAN DI PERBATASAN(Antar Provinsi , Antar Kabupaten/Kota)
Kab. X
Batas Provinsi
Provinsi A
Provinsi B
- Ruas jalan lintas batas provinsi /kabupaten/kota harus mempunyai fungsi dan status yang sama.
- Keterpaduan penanganan antar provinsi /kabupaten/kota lokasi dan waktu yang sama.
Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal
Kab. Y
Kab. Z Kab. W
Batas Kab.Batas Kab.
43
KAB/KOTA PALU DONGGALA PARIGI MOUTONG SIGI POSO .........
PALU Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
DONGGALARuas No.:...........................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
PARIGI MOUTONG
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
SIGIRuas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
POSORuas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
.........Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
Ruas No.:............................
MATRIK KABUPATEN DAN KOTA UNTUK DAFTAR RUAS JALAN LINTAS BATAS
44
Contoh : Prov. Sulteng
45
PROSES PENETAPAN FUNGSI DAN STATUS JALAN
1. Pembahasan PemProv dengan seluruh PemKab/PemKot mengenai seluruh jaringan jalan yang ada di wilayah provinsi (dikurangi jalan arteri dan Kolektor-1 dalam sistem primer / Jalan Nasional) untuk ditetapkan fungsinya oleh Pemprov.
2. Pembuatan Nota Kesepakatan / MOU dari hasil pembahasan yang ditandatangani oleh pemprov, pemkab/pemkot untuk tindak lanjut menuju SK Gubernur.
3. Penyiapan SK Gubernur tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Fungsinya sebagai K-2, K-3, K-4, dan Lokal (Dalam Sistem Primer) dan sebagai Jalan Arteri, Kolektor, dan Lokal (Dalam Sistem Sekunder)
4. Setelah penetapan ditandatangani Gubernur, pemprov, pemkab, dan pemkot menetapkan SK Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya :
Jalan Provinsi dengan SK Gubernur,
Jalan Kabupaten dan Desa dengan SK Bupati,
Jalan Kota dengan SK Walikota.
(contoh lampiran SK tayangan berikut)
46
PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MENURUT FUNGSINYA SEBAGAI JALAN KOLEKTOR-2, KOLEKTOR-3, KOLEKTOR-4, DAN LOKAL(DALAM JARINGAN PRIMER)DAN SEBAGAI JALAN ARTERI, KOLEKTOR, DAN LOKAL (DALAM JARINGAN SEKUNDER) .
LAMPIRAN : KEPUTUSAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH NOMOR : . . . . . . . . . . . . .TANGGAL : . . . . . . . . . . . . .PROVINSI : SULAWESI TENGAH (52)
FUNGSI JALAN
NO. NOMOR RUAS NAMA RUASSISTEM PRIMER SISTEM SEKUNDERPANJANG (KM) PANJANG (KM)
K-2 K-3 K-4 L Lingk. A K L Lingk. PROVINSI SULAWESI TENGAH KOTA PALU KABUPATEN DONGGALA KABUPATEN . . . . . . . . . . .
Contoh : Prov. Sulteng
LAMPIRAN : KEPUTUSAN GUBERNURNOMOR : . . . . . . . . . . . .TANGGAL : . . . . . . . . . . . .PROVINSI : SULAWESI TENGAH
STATUS JALAN PROVINSI
NO. NOMOR RUAS NAMA RUASPANJANG RUAS
(KM)
LAMPIRAN : KEPUTUSAN WALIKOTANOMOR : . . . . . . . . . . . .TANGGAL : . . . . . . . . . . . .KOTA : PALUPROVINSI : SULAWESI TENGAH
STATUS JALAN KOTA
NO. NOMOR RUAS NAMA RUASPANJANG RUAS
(KM)
47
PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MENURUT STATUSNYA SEBAGAI JALAN PROVINSI
PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MENURUT STATUSNYA SEBAGAI JALAN KOTA
Contoh : Prov. Sulteng
LAMPIRAN : KEPUTUSAN BUPATINOMOR : . . . . . . . . . . . .TANGGAL : . . . . . . . . . . . .KABUPATEN : . . . . . . . . . . .PROVINSI : SULAWESI TENGAH
STATUS JALAN KABUPATEN
NO. NOMOR RUAS NAMA RUASPANJANG RUAS
(KM)
LAMPIRAN : KEPUTUSAN BUPATINOMOR : . . . . . . . . . . . .TANGGAL : . . . . . . . . . . . .KABUPATEN : . . . . . . . . . . .PROVINSI : SULAWESI TENGAH
STATUS JALAN DESA
NO. NOMOR RUAS NAMA RUASPANJANG RUAS
(KM)
48
PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MENURUT STATUSNYA SEBAGAI JALAN DESA
PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MENURUT STATUSNYA SEBAGAI JALAN KABUPATEN
Contoh : Prov. Sulteng
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN (1)(PP-34/2006 tentang Jalan)
Bagian Keenam : Standar Pelayanan Minimal
Pasal 112
1. Pelayanan jalan umum ditentukan dengan kriteria yang dituangkan dalam standar pelayanan minimal yang terdiri dari standar pelayanan minimal jaringan jalan dan standar pelayanan minimal ruas jalan.
2. Standar pelayanan minimal jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aksesibilitas, mobilitas, dan keselamatan.
3. Standar pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kondisi jalan dan kecepatan.
4. Standar pelayanan minimal jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan standar pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diwujudkan dengan penyediaan prasarana jalan dan penggunaan jalan yang memadai.
5. Standar pelayanan minimal jaringan jalan dan standar pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dievaluasi secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat.
49
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN (2)
50
Seluruh Jaringan berarti seluruh jaringan dengan status jalan Nasional, Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang ada di wilayah ybs.
1. JARINGAN JALAN
ASPEK CAKUPAN & SATUAN
A Aksesibilitas Seluruh Jaringan, Panjang Jalan / Luas (km / km2)
B Mobilitas Seluruh Jaringan, Panjang Jalan / 1000 penduduk
C Keselamatan Seluruh Jaringan, Jumlah kecelakaan / panjang jalan / tahun
2. RUAS JALAN ASPEK CAKUPAN & SATUAN
A Kondisi Jalan Lebar Jalan + LHR , IRI B Kondisi Pelayanan Fungsi Jalan + Kecepatan , V/C Ratio.
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
Total Transport Cost
Jaringan Jalan :a. Aksesibilitasb. Mobilitasc. Keselamatan
Ruas Jalan :a. Kondisi Jalanb. Kondisi Pelayanan
Standar Pelayanan Minimal
(SPM)
Total Government Cost
Total PublicCost
+
(efektif jika minimum)
51
UPAYA SUPAYA JALAN Nas/Prov/Kab/KotaBISA BERKESINAMBUNGAN (SUSTAINABLE)
1. Perlu penetapan fungsi dan status jalan N/P/K/K sesuai prosedur secara menyeluruh (terintegrasi) untuk koridor wilayah dan waktu yang terukur.
2. Penetapan status yang berarti penetapan kewenangan penyelenggaraan serta sumber-sumber dana yang dapat digunakan.
3. Sumber –Sumber Dana :
- Jalan Nasional APBN
- Jalan Prov/Kab/Kota APBD Prov/Kab/Kota terkait dengan penanganan
jalan termasuk DAK untuk prasarana jalan
(DAK Jalan dicantumkan dalam APBD).
- Pengalokasian dari masing-masing intitusi terkait dengan penanganan seluruh
jaringan jalan sinergi/terintegrasi, sesuai prioritas, dan terukur.
- Memanfaatkan : Musrenbang, Konreg, dsb.
4. Perlu adanya evaluasi penanganan jalan N/P/K/K, dikaitkan dengan :- sumber-sumber dana yang ada.- bobot pengalokasian dana (secara nasional/provinsi/kabupaten/kota).
52
53