TREND KOMUNIKASI PELAYANAN KEPERAWATAN LANSIA
DI SUSUN OLEH :
FEBRIANA KUSUMA DEWI
14100052
K 6.2
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
S1 ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah atas rahmat dan karunianya sehingga kami apat meneyelesaikan makalah kami tentang “dislokasi” dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini kami buat sebagai pedoman atau panduan dalam ilmu keperwatan bagi mahasiswa dan mahasisiwi ilmu keshatan khususnya bagi mahasiswa yang mengambil jurusan S1 ilmu keperawatan.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini untuk itu kami mengharapkan banyak – banyak masukan dan saran untuk perbaikan dalam penyusunan makalah berikutnya.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususya mahasiswa keperawatan.
Yogyakarta , 21 September 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………….. i
Kata pengantar ………………………………………………………………………...... ii
Lembar pengesahan …………………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum …………………………………………………………………. 2
b. Tujuan Khusus ………………………………………………………………… 2
1.3 Manfaat ……………………………………………………………........................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dislokasi………… …………………………………………………. 3
2.2 Anatomi Fisiologi……………………………………………………………….. 5
2.3 Klasifikasi ………………………………………………………………………... 6
2.4 Etiologi …………………………………………………………………………... 6
2.5 Fatofisiologi………………………………………………………………………..8
2.6 Manifestasi Klinis………………………………………………………………. .. 9
2.7 Tanda Dan Gejala……………………………………………………………….... 9
2.8 Penataklasanaan ………………………………………………………………….. 9
2.9 Komplikasi ……………………………………………………………………….. 10
BAB III KONSEP ASKEP ……………………………………………………………....11
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………… 21
3.2 Saran …………………………………………………………………………….. 22
DAFTAR PUSTAKA
Trend komunikasi pada pelayanan Keperawatan Lansia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,
sehingga komunikasi perlu dikembangkan dan dipelihara terus-menerus. Dalam
berkomunikasi dengan klien, perawat harus menggunakan tehnik pendekatan khusus agar
tercapai pengertian dan perubahan prilaku klien.
Kondisi lansia yang telah mengalami penurunan dalam struktur anatomis maupun fungsi
dari organ tubuhnya menuntut pemahaman dan kesadaran tersendiri bagi tenaga kesehatan
selama memberikan pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadi baik secara fisik,
psikis/emosi, interaksi social maupun spiritual dari lansia membutuhkan pendekatan dan
tehnik tersendiri. Untuk interaksi dalam berkomunikasi dengan lansia secara baik, perawat
perlu memahami tentang karakteristik lansia, penggunaan tehnik komunikasi yang tepat, dan
model-model komunikasi yang memungkinkan dapat diterapkan sesuai dengan kondisi klien.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini diantaranya:
1. Bagaimana karakteristik lansia?
2. Bagaimana pendekatan keperawatan lansia dalam konteks komunikasi?
3. Bagaimana teknik komunikasi pada lansia?
4. Apa hambatan komunikasi pada lansia?
5. Bagaimana teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan?
6. Bagaimana penerapan model komunikasi pada lansia?
C. Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
1. Untuk mengetahui karakteristik lansia
2. Untuk mengetahui pendekatan keperawatan lansia dalam konteks komunikasi
3. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia
4. Untuk mengetahui hambatan komunikasi pada lansia
5. Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan
6. Untuk mengetahui penerapan model komunikasi pada lansia
D. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam menulis makalah ini, yaitu :
1. Metode Kepustakaan
Adalah metode pengumpulan data yang digunakan penulis dengan mempergunakan buku
atau refrensi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.
2. Metode Media Informatika
Adalah metode dengan mencari data melalui situs-situs di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komunikasi dengan Lansia
1. Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam, meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60 sampai 70 tahun.
c. Usia lanjut usai (old), kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.
d. Usia tua (veryold), kelompok usia diatas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-
perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat diindentifikasi, misalnya perubahan pada
aspek fisik berupa perubahan neurologis & sensorik, perubahan visual, perubahan
pendengaran. Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan &
interpretasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh
pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi
yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a. Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan yang diberikan
petugas kesehatan
b. Mengubah keterangan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru
c. Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
d. Menolak ikutserta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan yang langsung
mengikutsertakan dirinya
e. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien
2. Pendekatan Keperawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang dialami, perubahan
fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan serta
penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah
dilaksansakan dan dicarikan solusinya karena riil dan mudah diobservasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk meaksanakan pendekatan ini,
perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang
asing atau sebagai penampung masalah-masalah rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat
yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan berinteraksi dengan
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesame lansia maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau
agama yang dianutnya terutama bila klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.
Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutama bagi klien yang mempunyai kesadaran yang
tinggi dan latar belakang keagamaan yang baik.
3. Tehnik Komunikasi pada Lansia
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan
sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar
maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti, asertif merupakan pelaksanaan dan
etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga
hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang
perubahan tersebut, misalnya dengan mengajukan pertanyaan, “apa yang sedang bapak/ibu
fikirkan saat ini? Apa yang bisa saya bantu?”. Berespon berarti bersikap aktif, tidak
menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan
menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang
diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi yang
diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu
diperhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak
relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi klien relative menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan
menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan
mengangguk kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan
menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien
lansia sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian
diharapkan klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama
memberi dukungan baik secara materiil dan moril, petugas kesehatan jangan sampai terkesan
menggurui atau mengajari klien karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien kepada
perawat atau petugas kesehatan lainnya.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancer. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan
memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat diterima dan dipersepsikan sama oleh klien.
f. Sabar dan ikhlas
Klien lansia mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-
kanakan, bila perubahan ini tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan
perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terapeutik, solutif,
namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan
hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
4. Hambatan Komunkiasi pada Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila
ada sikap agresif dan sikap nonasresif
a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku di bawah ini :
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri
5) Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun tindakan
b. Nonasertif
Tanda-tanda dari sikap nonasertif ini adalah :
1) Menarik diri bila diajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkapkan keyakinan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring dengan
menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga kesehatan professional,
perawat dituntut mampu mengatasi hambatan tersebut, untuk itu perlu adanya tehnik atau tip-
tip tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berlangsung efektif, antara lain :
a. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien.
b. Kerakan suara anda jika perlu.
c. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga ia dapat melihat mulut
anda.
d. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan
visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak
mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai patner yang tugasnya memfasilitasi
klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek dengan
bahasa yang sederhana.
h. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i. Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil
tes yang diinginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya
dibuktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang mengembirakan (mislanya
dengan senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l. Biarkan ia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda
untuk menyelesaikan kalimat.
m. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya.
n. Arahkan ke suatu topik pada suatu saat.
o. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama anda. Orang ini
biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.
5. Teknik Perawatan Lansia pada Reaksi Penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian-kejadian nyata atau
sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.
Perawat dalam menjalin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin
komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Adanya beberapa langkah yang bisa dilaksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
reaksi penolakan, antara lain:
a. Kenali segala reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan
mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta
lingkungannya, kemudian lakukan langkah-langkah berikut:
1) Identifikasi pikiran-pikiran yang paling membahayakan dengan cara mengobservasi klien
bila sedang mengalami puncak reaksinya.
2) Ungkapkan kenyataan-kenyataan yang dialami klien secara perlahan-lahan dimulai dari
kenyataan yang merisaukan.
3) Jangan menyokong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok bagi klien
dan bicarakan sesering mungkin bersamanya jangan sampai menolak.
b. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan dilakukan serta upaya untuk memandirikan klien, dengan jalan sebagai
berikut:
1) Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya perencanaan waktu, tempat dan macam
perawatan.
2) Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal kenyataan.
3) Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya dengan
mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan meluangkan waktu bersamanya.
c. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber
informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana/tindakan dapat terealisasikan dengan
baik dan cepat. Upaya ini dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan perasaan-
perasaannya.
2) Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang apa yang
sedang terjadi pada klien lansia serta hal-hal yang dapat dilakukan dalam rangka membantu.
3) Hendaknya pihak-pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima kenyataan.
4) Menyadarkan pihak-pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik) apabila
klien lansia mempergunakan penolakan atau denial.
6. Penerapan Model Komunikasi pada Lansia
a. Model komunikasi Shanon Weaver
Tujuan komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan adalah adanya perubahan
perilaku lansia dari penolakan menjadi kooperatif. Dalam komunikasi ini diperlukan
keterlibatan anggota keluarga sebagai transmitter untuk mengenal lebih jauh tentang klien.
Kelebihan dalam komunikasi ini melibatkan anggota keluarga atau orang lain yang
berpengaruh. Kekurangan model komunikasi ini memerlukan waktu yang cukup lama karena
klien dalam reaksi penolakan. Tidak dapat melakukan evaluasi sejauhmana perubahan
perilaku yang terjadi pada klien, karena tidak ada feed back (umpan balik)
b. Model SMCR
Rumus S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah : S singkatan dari Source yang
berarti sumber atau komunikator ; M singkatan dari Message yang berarti pesan ; C singkatan
dari Channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari Receiver yang
berarti penerima atau komunikan
Kelebihan model ini adalah proses komunikasi yang terjadi relatif simple. Model ini akan
efektif bila kondisi lansia masih sehat, belum banyak mengalami penurunan baik aspek fisik
maupun psikis. Kekurangan model ini klien tidak memenuhi syarat seperti yang diterapkan
mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap, sistim social dan kultur; karena penolakannya.
Memerlukan proses yang lama dan tergantung kondisi klien lansia.
c. Model Leary
Model ini antar individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi, dimana respon seseorang
dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut diperlakukan. Oleh karena itu dalam
berkomunikasi dengan lansia harus hati-hati, jangan sampai menyinggung perasaannya.
Dalam berkomunikasi dengan klien lansia seseorang perawat diharapkan pada rentang love
yang banyak karena sifat social perawat sangat dibutuhkan oleh lansia. Lansia membutuhkan
perhatian yang lebih dalam berkomunikasi, untuk mengungkapkan perasaannya. Diharapkan
perawat harus lebih banyak mendengar apa yang diungkapkan.
Kelebihan model ini adalah terjadinya interaksi atau hubungan relationship; hubungan
perawat-klien lebih dekat sehingga masalah lebih dapat terselesaikan. Dan kelemahan model
ini perawat lebih dominan dank lien lansia patuh
d. Model terapeutik
Model ini membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan empati, meghargai
dan harmonis. Dimana dibutuhkan kondisi empati, kesesuaian dan penghargaan. Lansia
dengan penolakan sulit bagi kita melaksanakan empati. Kita tidak boleh menyokong
penolakan tetapi berikan perawatan yang cocok dan berbicara sesering mungkin, jangan
sampai menolak.
Kelebihan model ini lansia akan lebih paham apa yang kita bicarakan; kopingnya lebih
efektif. Sedangkan kelemahan model ini kondisi empati kurang cocok diterapkan oleh
perawat lansia dengan reaksi penolakan.
e. Model keyakinan kesehatan
Menekankan pada persepsi klien untuk mencari sehat, menjauhi sakit, merasakan adanya
ancaman/manfaat untuk mempertahankan kesehatannya. Padahal lansia dengan reaksi
penolakan, tidak mersakan adanya ancaman kesehatan, sehingga dalam berkomunikasi
dengan lansia dengan reaksi penolakan diperlukan motivasi yang kuat.
Kelebihan model komunikasi ini lansia yang mengetahui adanya ancaman kesehatan akan
dapat bermanfaat dan sebagai barrier dalam melaksanakan tindakan pencegahan penyakit.
Sedangkan kelemahannya tidak semua lansia merasakan adanya ancaman kesehatan.
f. Model komunikasi kesehatan
Komunikasi yang berfokus pada transaksi antara professional kesehatan-klien yang sesuai
dengan permasalahab kesehatan klien. Pandangan system komunikasi lebih luas yang
mencangkup tiga faktor mayor yaitu:
1) Relationship
Perawat professional mengadakan komunikasi dengan klien lansia haruslah menggunakan
ilmu psikososial dan teknik komunikasi dimana perawat haruslah ramah, rapi, bertanggung
jawab, tidak sembarangan mengeluarkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan klien
lansia sehingga terjalin hubungan saling percaya. Dalam mengadakan hubungan transaksi
hendaknya seorang perawat professional mengetahui permasalahan yang dihadapi klien
lansia tersebut. Kemudian bersama-sama menyelesaikan masalah.
2) Transaksi
Dalam berkomunikasi dengan lansia hendaknya disepakati untuk menyelesaikan masalah
klien bukan untuk hal lain. Pada lansia dengan reaksi penolakan harus hati-hati mencari
informasi dari klien, memberikan feed back baik verbal maupun non verbal dan hendaknya
secara berkesinambungan.
3) Konteks
Perawat professional harus mengetahui situasi dan permasalahan yang dihadapi klien.
Apabila masalah bersifat individu haruslah diselesaikan secara individu dengan tidak
mengabaikan tempat/ruangan dan jenis pelayanan apa yang digunakan. Apabila masalah
bersifat umum/kelompok harus diselesaikan secara kelompok.
Kelebihan: dapat menyelesaikan masalah klien lansia dengan tuntas. Klien lansia merasa
sangat dekat dengan perawat dan merasa sangat diperhatikan. Kelemahan: membutuhkan
waktu yang lama untuk menyelesaikan permasalahan; fasilitas dalam memberikan pelayanan
harus lengkap.
g. Model interaksi King
Kesepakatan sebelum mengadakan interaksi dengan klien lansia. Perawat harus
mempunyai persepsi secara ilmiah tentang hal-hal yang akan dikomunikasikan. Persepsi ini
kemudian disepakati dengan klien sehingga dapat terjadi suatu aksi yang menyebabkan
terjadinya reaksi-interaksi dan transaksi. Kelebihan model ini dimana komunikasi dapat
sesuai dengan tujuan jika lansia sudah kooperatif. Sedangkan kelemahan model ini klien
lansia dengan reaksi penolakan akan mengalami kesulitan untuk dilakukan komunikasi model
ini, karena tidak kooperatif.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Tehnik komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan harus disertai pengetahuan
perawatan lansia baik fisik, psikologis, biologis dan spiritual. Klien lansia dengan reaksi
penolakan tidak menyadari adanya ancaman pada kesehatannya, karena itu model
komunikasi yang sesuai adalah model Leary.
B. Saran
Dalam tehnik komunikasi model Leary terdapat dua dimensi yang bertentangan,
diharapkan perawat dapat menyesuaikan situasi bagaimana seharusnya dia bertindak. Jika
klien dalam puncak penolakan maka perawat harus mengobservasi pikiran-pikiran klien, jika
klien lansia kooperatif maka perawat dapat berfungsi sebagai teman dan guru serta tempat
mencurahkan perasaan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Mundakir.2006.Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.Surabaya: Graha Ilmu
http://yh4princ3ss.wordpress.com/2010/04/17/asuhan-keperawatan-pada-lanjut-usia-lansia/
(Diakses pada tanggal: 1 November 2012)
http://jurusankomunikasi.blogspot.com/2009/03/model-model-komunikasi.html
(Diakses pada tanggal: 2 November 2012)Makalah Keperawatan Lansia
Recommended