Tugas Dr. Tri Murni W,dr. Sp BTKV (K)
1. Apa contoh masalah dari :a. TD ↓ N↑b. TD ↓ N normalc. TD ↓ N↓
2. Mediastinum hemoragik3. Apa tanda tanda abdominal bleeding4. Contusio
a. Contusio jantungb. Contusio paru
5. Carilaha. Angka normal AGDb. Alkalosis dan Asidosis respiratorikc. Alkalosis dan asidosis metabolik
6. Jelaskan mengenai kurva disosiasi7. Pasien dengan diagnosa Flail Chest, 50 tahun, RR 36x/m, TD 80/60 mmHg, N
120 x/m, pernafasan paradoxalX-ray fraktur segmental di costa 5-8 dan lateral kananApa diagnosa lain selain flail chest ?
Jawaban
1. Contoh masalaha. Reduce blood volumeb. Syok neurogenikc. Heart Failure, Syok hypovolemik
2. Mediastinum Hemoragik
Mediastinum adalah rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta,
dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar
getah bening dan salurannya.
RONGGA MEDIASTINUM
Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi :
1. Mediastinum superior, batasnya :
Atas : Bidang yang dibentuk oleh vetebra th-1, kosta-1 dan jugular notch.
Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke vetebra th-4.
Lateral : Pleura mediastinalis.
Anterior : Manubrium sterni.
Posterior : Corpus vetebra th-1 sampai th-4
2. Mediastinum inferior terdiri dari :
a. Mediastinum anterior
b. Mediastinum medius
c. Mediastinum posterior
a. Mediastinum anterior batasnya :
Anterior : Sternum
Posterior : Pericardium
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma
b. Mediastinum medius batasnya :
Anterior : Pericardium
Posterior : Pericardium
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma
c. Mediastinum posterior batasnya :
Anterior : Pericardium
Posterior : Corpus vetebra th-5 sampai th-12
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma
DIAGNOSIS BERBAGAI MACAM TRAUMA TORAK
Dinding dada :
1. Patah tulang rusuk, tunggal atau jamak
Merupakan jenis yang paling sering. Tanda utamanya adalah tertinggalnya gerakan nafas
pada daerah yang patah, disertai nyeri waktu nafas dan atau rasa sesak.
2. Flailchest
Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.
Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian tersebut
masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan insersi vena cava
inferior terdesak dan terjepit. Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang
progressif dengan timbulnya tanda-tanda syok.
Perdarahan mediastinum terbagi menjadi perdarahan spontan dan perdarahan karena
trauma.
Contoh dari perdarahan spontan :
1. Diseksi pada aorta
2. Ruptur aneurisma
3. Kelainan perdarahan
4. Terapi antikoagulan
5. Hemodialisis kronik
6. Misplacement dari CVP
Contoh dari perdarahan akibat trauma :
1. Trauma tumpul aorta
2. Trauma paru dan laserasi parenkim
3. Trauma jalan nafas
4. Trauma esofagus atau duktus torakikus
5. Trauma pada diafragma
6. Trauma pada jantung dan perikardium
Gejala perdarahan mediastinum :
1. Dapat asimtomatik
2. Penurunan tekanan darah akibat preload yang berkurang, bradikardi
3. Anamnesa:Nyeri substernal yang dapat menjalar ke punggung
Sesak napas,Nyeri saat menarik maupun membuang napas
4. Inspeksi: Deviasi trakhea,Tidak ada distensi vena jugularis, Tertinggalnya gerakan napas
pada salah satu thorax, Retraksi interkostalis, supraklavikula, sampai dengan epigastrium,
Pernapasan paradoksal
5. Auskultasi : VBS menurun sampai hilang
6. Perkusi : redup
3. Tanda abdominal bleeding Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital : Tekanan darah menurun, nadi meningkat, respirasi meningkat
Inspeksi : Terdapat jejas di abdomen, abdomen terlihat cembung
Auskultasi : Bising usus menghilang
Perkusi : Pada perkusi yang normalnya tympani berubah menjadi pekak. Pekak Samping (+), Pekak Pindah (+)
Palpasi : terdapat fraktur pada os. Costa IX, X, XI, XII
Kerusakan yang ditimbulkan adalah :
1. Hepar injury ( perdarahan saluran cerna bag. Atas, ikterus, nyeri perut kanan atas, dapat pula terjadi syok hemoragi)
2. Lien injury ( jejas di pinggang kiri/ perut kanan atas, massa di perut kiri atas, tanda cairan bebas di dalam rongga perut, tanda iritasi peritoneum local, nyeri perut bagioan atas/kuadran kiri atas/punggung kiri/nyeri di daerah puncak bahu)
3. Ren injury ( jejas di daerah lumbal/luka, nyeri serta jejas di daerah kostovertebral, hematuri, nyeri tekan costovertebra, massa retroperitoneum)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan USG untuk melihat kerusakan daerah hati, limfa, dan pankreas juga untuk melihat adanya cairan bebas di perut
Parasentesis dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya cedera organ intra abdomen
4. Contusio a. Contusio paru
1. Pendahuluan
Cedera toraks merupakan salah satu penyebab trauma kematian. Banyak penderita meninggal setelah sampai dirumah sakit, dan banyak diantara kematian ini sebenarnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10% dari cedera tumpul toraks dan hanya 15-30% dari cidera tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi. Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalulintas umumnya berupa benda tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Cedera toraks sering disertai dengan cidera perut, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk.
Trauma toraks mengambil 10% kasus trauma dan dapat berhubungan dengan luka pada organ-organ yang lain. Luka orthopedic dan kepala merupakan hal yang biasa dan utama pada kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Luka dapat secara luas dibagi atas 2, yaitu yang disebabkan karena trauma tumpul atau karena trauma tembus.
Tujuan dari pengelolaan kasus trauma toraks adalah untuk merestorasi fungsi jantung paru kembali normal, mengontrol perdarahan, dan mencegah terjadinya sepsis
2. Definisi
Kontusio paru adalah memar atau peradangan pada paru yang dapat terjadi pada cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, cedera dada berjumlah kira-kira 25 % dari semua trauma penyebab kematian. Secara keseluruhan, angka mortalitas untuk orang-orang dengan cedera dada sekitar 10%. Cedera dada penyebab 25 % kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Banyak kematian tersebut seharusnya dapat dicegah dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat. Diantara pasien-pasien yang ditransfer ke ruang operasi dalam 24 jam pertama, insiden dari trauma tumpul dada dilaporkan telah meningkat sebesar 62,5%. Pada penelitian Canadian selama 5 tahun yang diakui oleh unit trauma, 96,3% mendukung terjadinya trauma tumpul, sisanya 3,7% cedera dengan mekanisme penetrasi. Penyebab trauma tumpul berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas (70%), bunuh diri (10%), jatuh (8%), pembunuhan (7%), dan lainlain (5%). Insidensi cedera dada sebesar 46%. Untuk pasien dengan cedera dada, angka
mortalitas sebesar 15,7%, untuk yang tanpa cedera dada sebesar 12,8%.
4. Etiologi
Trauma pada thoraks kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang pada umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam thoraks dapat disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Cedera pada thoraks sering disertai dengan cedera pada perut, kepala dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk.
Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat yang tinggi dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity) maupun setelah trauma tumpul thoraks
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema parenkim. Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial menyebabkan kematian.
5. Klasifikasi trauma toraks
1. Trauma tembus (tajam)
Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
2. Trauma tumpul
Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
6. Mekanisme trauma torak
Trauma Tumpul
Tiga jenis trauma tumpul yang menyebabkan trauma toraks adalah kompresi, robekan, dan ledakan. Trauma kompresi toraks seperti fraktur iga terjadi tekanan yang menumpu dada melebihi kekuatan rongga toraks. Area dinding dada yang paling lemah ditemukan didaerah 60° dari sternum, dimana iga – iga didaerah tersebut lebih datar dan kurang ditopang. Seringkali kompresi tulang iga akan mengalami fraktur di dua tempat;
satu di daerah 60° dari sternum dan bagian posterior. 2 Kompresi antero-posterior dapat pula menyebabkan gangguan costochondral, yang menghasilkan suatu keadaan sterna flail. 3 Robekan akan menyebabkan cedera jaringan dan vascular. Sebagai respon terhadap percepatan dan perlambatan, jaringan dan pergerakan vascular organ dibatasi oleh gabungan anatomi dan perkembangannya. Oleh sebab itu, jika kekuatan regang dari keseluruhan jaringan terlampaui, maka dapat terjadi robekan atau ruptur. Kemampuan untuk menahan regangan inilah yang bertanggung jawab atas satu-satunya cedera toraks yang mematikan: transeksi aorta. Karena aorta difiksasi oleh ligamentum arteriosum dan oleh tulang vertebra di bawahnya, maka penghubung yang membuat aorta dapat lebih mobile dan statisnya aorta desenden menjadi lokasi tersering yang mengalami gangguan. Robekan yang terjadi di dalam parenkim paru dapat berupa laserasi, hematoma, kontusio, atau pneumatocele.4 Cedera ledakan paru primer terjadi ketika tekanan gelombang yang meghantam dinding dada dan menciptakan suatu perbedaan tekanan antara udara-jaringan sekitarnya. Semakin besarnya perbedaan tekanan, maka akan semakin besarnya kekuatan tekanan yang akan ditransmisikan ke paru – paru. Berat ringannya cedera\ paru adalah bergantung jarak jauh dekatnya korban dari sumber ledakan.5 Ledakan dalam ruang tertutup lebih parah, karena tekanan gelombang dipantulkan kembali ke pasien, yang malah memperhebat stimulus aslinya. Karakteristik patologi dari cedera ledakan pada paru adalah suatu kontosio dengan adema dan perdarahan alveoli.6,7Cedera ledakan sekunder dihasilkan dari beberapa objek yang berhamburan akibat ledakan hebat, yang kemudian mengenai pasien. cedera tersier disebabkan oleh individu yang sedang dipindahkan. Cedera yang berhubungan dengan luka bakar, agen yang terinhalasi, dan yang berhubungan dengan tergencet bangunan yang kolaps secara sekunder
Trauma Tembus
Mekanisme cedera dapat dikategorikan sebagai berikut yang kecepatan rendah, sedang, dan tinggi. Kecepatan rendah termasuk penusukan (misalnya, luka tusuk karena pisau), yang hanya mengenai struktur jaringan sekitar yang ditusuk. Kecepatan sedang, seperti luka tembus karena peluru dari sebagian besar jenis pistol dan senapan angin yang mana ditandai dengan gambaran dekstruksi jaringan yang lebih ringan jika dibandingkan cedera karena kecepatan tinggi. Cedera akibat kecepatan tinggi yaitu seperti cedera yang diakibatkan oleh rifle dan dari senjata api militer
7. Patofisiologi trauma torak.
1. Kegagalan ventilasi
2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar
3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik
Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya adult respiratory distress syndrome ( ARDS), systemic inflamation response syndrome (SIRS).
8. Patofisiologi kontusio paru
kontusio/cedera jaringan --> edema dan reaksi inflamasi --> lung compliance << -->� � � � ventilation-perfusion mismatch --> hypoxia & work of breathing >>� �
Seseorang dengan memar paru memiliki memar pada paru-paru, yang menyebabkan perdarahan ke dalam jaringan paru. Pengumpulan darah dapat mencegah oksigen dari lewat dari paru-paru, ke dalam aliran darah. Kontusio paru disebabkan oleh luka dada yang parah, seperti patah tulang rusuk ganda atau patah tulang sternum
9. Tanda dan gejalanya
sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi, suara nafas berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang iga, sianosis.
kesulitan bernafas, batuk, nyeri dada, dan memar dan pembengkakan pada dinding dada. Gejala memar paru memburuk termasuk darah batuk, dinding dada cacat, kesulitan bernapas yang parah, keringat berlebihan, pingsan dan kebingungan
Local EffectsInjured and Uninjured
Lung (Ipsilateral and Contralateral)
Systemic
Laceration to lung tissue Hemorrhage-filled alveoli Reduced compliance yielding reduced ventilation Increased shunt fraction with decrease in pO2, increase in AaDO2 Increased pulmonary vascular resistance Decreased pulmonary blood flow
Thickened alveolar septa with impaired diffusion Decreased alveolar diameter Vacuolation of pulmonary tissue Delayed capillary leak with increased BAL protein Increased neutrophils in lung tissue
Increased TCC Decreased complement
Keterangan
PO2 = partial pressure of oxygen AaDO2 = alveolar-arterial oxygen difference. BAL = bronchoalveolar lavage TCC = terminal complement component
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan cidera toraks. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipovolemia(kehilangan darah), pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratoraks(contoh tension pneumotoraks, pneumotoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akbiat perubahan tekanan intratoraks atau penurunan tingkat
kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan hipoperfusi dari jaringan (syok).
Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan defitnitif dapat berubah berdasarkan perubahan klinis. Monitoring harus ketat dan hati-hati, juga diperluakan evaluasi penderita yang berulang-ulang
F. Pemeriksaan Diagnostik
a) Photo toraks (pengembangan paru-paru).
b) Urinalisis
c) Elektrolit
d) Osmolalitas
e) Saturasi oksigen
f) Gas darah arteri
g) EKG
h) Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).
i) X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
j) Diagnosis fisik :
Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan
WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi
Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera
thorakotomi.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu
operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan
rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing"
tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori
waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi
analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
- Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan
bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau
memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
e. Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
f. Latihan napas dalam.
g. Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk
waktu slang diklem.
h. Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
i. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jikaperdarahan dalam
1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi.Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan
keadaan pernapasan.
j. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24
jam setelah operasi.
Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan
pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang
baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2terlentang atau 1/2 duduk ke
posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat
oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh
karena perlekatanan di dinding paru-paru.
k. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada
dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara
yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang
pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap
steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai
sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas,
botol terjatuh karena kesalahan dll.
l. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.
3. Terapi :
a. Antibiotika..
b. Analgetika.
c. Expectorant
4. Prinsip pengobatan rauma toraks ialah:
a. Mengatasi syok
b. Mempertahankan jalan nafas
c. Mengembalikan atau mempertahankan tekanan negatiif rongga pleura
d. Menghilangkan nyeri
e. Stabilisasi dinding dada
f. Torakotomi, bila ada indikasi:
Perdarahan terus menerus 3-5ml/kg bb/jam selama 3-6 jam
Pnemotorak yang tak teratasi dengan cara biasa
Robekan esofagus
Luka jantung
H. Komplikasi
Atelektasis
Pnemonitis
Kegagalan pernafasan
Tension penumototrax
Penumotoraks bilateral
Emfisema
b. Contusio jantungGejala klinis
Consider possibility in any patient with a mechanism of injury that suggests likelihood of cardiac contusion
Patients who are conscious may complain of dyspnoea or chest pain
May lead to significant physiological dysfunction and even death but massive contusion leading to cardiogenic shock is rare. In patients with chest trauma cardiogenic shock is usually due to cardiac tamponade or ventricular akinesia
with compression in diastole valvular dysfunction may occur; usually aortic valve in older patients and mitral in younger
pericardial rub, S3 gallop, cardiac failure serious damage to virtually every cardiac structure has been
reported most common presentation is with asymptomatic ECG
abnormalities although severe contusion will produce cardiac failure.
LAD damage may occur with resulting anteroapical infarction
Sumber http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/chest_injuries.htm
Diagnosis
Physical exams may show:
Bruises (contusions) or scrapes (abrasions) of the chest wall Crunching sensation when touching the skin (crepitus) if there
are rib fractures and puncture of the lung Fast heartbeat Irregular heartbeat Low blood pressure Rapid or shallow breathing Tenderness to the touch
Visible abnormal chest wall movement from rib fractures (flail segment)
Tests may include:
Blood tests (cardiac enzymes, such as Troponin or CKMB) Chest x-ray Electrocardiogram (ECG or EKG), which records electrical
conduction in the heart Echocardiogram , which records heart wall motion and valve
function
Sumber http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000202.htm
TerapiInitial and ongoing assessment is essential for patients with myocardial injury. For example, findings on assessment contribute to differentiating between potential causes of low blood pressure related to coronary injury or hemorrhage. S.B.’s score on the Glasgow Coma Scale was 4 of 15. Her heart rate was 40/min to 60/min; she had no palpable pulses and an inaudible blood pressure. She had a systolic murmur on the left sternal border at the fourth intercostal space. Breath sounds to the left lower lobe were absent, bruising was evident over the left upper quadrant, and subcutaneous emphysema was present from the clavicle to the sixth rib. In the emergency department, needle decompression of the lung was performed and a chest tube was inserted; 150 mL of sanguineous fluid was drained. S.B. was intubated and was treated with pressure-cycled ventilation, with a fraction of inspired oxygen of 0.50. Atropine (0.6 mg) was given for the bradycardia, and her heart rate increased to 75/min. Her blood pressure was 70/50 mm Hg. Isotonic sodium chloride solution (2000 mL) was given, and infusions of epinephrine (0.2 μg/kg per minute) and dopamine (4 μg/kg per minute) were initiated to increase blood pressure and perfusion. S.B. had a left-sided thoracotomy and creation of a pericardial window and was admitted to the medical-surgical critical care unit.
Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/content/22/1/15.full
KomplikasiVentricular dysfunction and arrhythmia are the two most serious complications. Arrhythmia usually occur within 24 hours (91% within 48 hours). The need for intervention has been reported at between zero to 20%, depending upon diagnostic criteria and intervention threshold. Coronary vessel and valvular injury are associated with cardiac contusion but are regarded as separate entities.Sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1725746/pdf/v019p00008.pdf
5. Carilah
a. Nilai rujukan :
i. PO2 = 80 – 100 mm Hg
ii. PCO2 = 35 – 45 mm Hg
iii. Sa O2 = 94 – 100 %
iv. HCO3 = 22 – 26 mm Hg
v. PH = 7,35 – 7,45
vi. Base Excess = - 2 – + 2
1. Asidosis Respiratorik
Asidosis yang disebabkan oleh ggn pernapasan akibat penurunan eliminasi gas CO2 di paru-paru, ditandai oleh
• Primer � pCO2 (hiperkapnia), � [HCO3-], pH normal (kompensasi sempurna) dan
pH belum normal (kompensasi parsial)
• Primer � pCO2 dan [HCO3-] normal (tidak terkompensasi)
Penyebab:
1. Langsung menekan pusat napas: obat narkotik & barbiturat, trauma SSP, tumor, kelainan degeneratif, infeksi SSP, koma, hipoventilasi sentral primer
2. Keadaan pada alat pernapasan: PPOM, fibrosis paru, status asmatikus, spasme laring, infeksi paru berat, efusi pleura, pneumothoraks, adult respiratory syndrome
3. Lain-lain: distensi abdomen (asites, peritonitis), obesitas berat (sindrom pickwickian), sleep apnea.
2. Alkalosis Respiratorik
Alkalosis yang disebabkan oleh ggn pernapasan, yaitu meningkatnya frekuensi dan kedalaman pernapasan � � H+ dan � pH, ditandai oleh
Primer � pCO2 (hipokapnia), � [HCO3-], pH normal (kompensasi sempurna) dan
pH belum normal (kompensasi parsial) Primer � pCO2 dan [HCO3
-] normal (tidak terkompensasi)
Penyebab:
1. Rangsangan pusat napas: ketegangan, histeri, infeksi SSP, septikemia, ensefalopati metabolik, cerebrovascular accident, operasi intrakranial, anemia berat, obat (salisilat, katekolamin, progesteron)
2. Keadaan pada alat pernapasan: pneumonia, asma, emboli paru, gagal jantung kongestif, penyakit paru interstitial.
3. Lain-lain: hiperventilasi karena respirator
3. Asidosis Metabolik
Asidosis yang tidak disebabkan oleh ggn pernapasan, ditandai oleh
• � [HCO3-] dan � pCO2 � pH normal (kompensasi sempurna) dan pH belum normal
(kompensasi parsial)
• �[HCO3-] dan pCO2 normal (tidak terkompensasi)
Penyebab:
1. Gagal ginjal, ketoasidosis, intoksikasi salisilat, asidosis asam laktat, toksin
2. Renal tubular asidosis, kehilangan Na+/K+, diuretika (mafenide), hidronefrosis, hipoaldosteronisme, dll
4. Alkalosis Metabolik
Alkalosis yang tidak disebabkan oleh gangguan pernapasan, ditandai oleh
• � [HCO3-] dan � pCO2 � pH normal (kompensasi sempurna) dan pH belum normal
(kompensasi parsial)
• � [HCO3-] dan pCO2 normal (tidak terkompensasi)
Penyebab:
1. Intake basa meningkat (misal antasida, NaHCO3), kehilangan HCl lambung meningkat dan hipoventilasi (muntah, obstruksi pilorik, post gastric suction)
2. Pemberian diuretika yang lama (loop diuretic: furosemid, tiazide)
6. Kurva disosiasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kurva disosiasi Hb-O2:
pH rendah
Peningkatan temperatur
Peningkatan level CO2
Banyaknya 2,3-diphosphoglycerate
7. Diagnosis : flail chest dengan syok hipovolemik e.c .ruptur heparTerapi :A cek airway clearB O2 dengan non rebreathing mask 10 L/menitC resusitasi cairan, hentikan sumber perdarahanKonsul ke Sp.BTKV
Recommended