Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No Berkas :
Berkas Pembinaan Keluarga No RM :
Puskesmas Sidoarjo Nama KK : Tn. Anwar
Tanggal kunjungan pertama kali 4 Juni 2013,
Nama pembina keluarga pertama kali : Dr. Laksmono,M.Kes
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai
satu periode pembinaan )
Tanggal TingkatPemahaman
ParafPembimbing
Paraf Keterangan
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn.Anwar
Alamat lengkap : Jalan Gajah RT 16/09 Magersari, Sidoarjo
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumahNo Nama Keduduka
n dalam keluarga
L/P
Umur Pendidikan
Pekerjaan Pasien Klinik (Y/T)
Ket
1 Anwar KK L 70 SD Pensiunan T Almarhum
2 Prihanti Istri P 72 SD IRT Y Penderita M
DM
3 Ismifarida Anak P 39 SMA Wiraswasta T _
4 Shobirin Anak L 36 SMA Wiraswasta T _
Sumber : Data Primer, Juni 2013
1
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
penderita DM (Diabetes Melitus) kasus lama, berjenis kelamin perempuan dan
berusia 72 tahun, dimana penderita merupakan salah satu dari penderita DM yang
berada di wilayah Puskesmas Sidoarjo, dengan berbagai permasalahan yang
dihadapi. Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat khususnya
di daerah Puskesmas Sidoarjo, beserta permasalahannya seperti masih kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang DM. Oleh karena itu penting kiranya bagi
penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa
menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. P
Umur : 72 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SR (Sekolah Rakyat)
Agama : Islam
Alamat : Jln Gajah RT 16/09 Magersari, Sidoarjo
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 4 Juni 2013
2
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Badan terasa lemas dan pegal-pegal
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih 3 tahun yang lalu ketika pasien mau mencabut gigi sebelum
mencabut pasien disuruh cek gula darah tepatnya tanggal 13-10-2009,dari
pemeriksaan tersebut pasien baru mengetahui jika mengidap penyakit gula
darah dan sebelum mencabut gigi disarankan periksa ke dokter untuk
menurunkan gula darah,setelah gula darah normal pasien mencabut gigi.
Kemudian pasien rutin mengontrolkan gula darah ke puskesmas.Kurang
lebih satu setengah tahun pasien tidak kontrol dipuskesmas karena harus
kontrol di RSUD,baru awal tahun 2013 pasien kembali rutin kontrol ke
puskesmas. Sejak bulan januari pasien sering mengeluhkan nyeri didaerah
punggung,kepala sering merasa pusing dan merasa badan semakin
kurus.Kadang-kadang pasien merasa mata seperti kabur dan sering merasa
pusing seperti benda sekeliling berputar.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada bulan juli tahun 2011 pasien merasakan adanya benjolan pada
payudara sebelah kiri dan pada bulan september pasien melakukan
pemeriksaan ke poli bedah RSUD Sidoarjo dan tanggal 12-10-2011
pasien melakukan operasi dengan diagnosa tumor payudara.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : Orang tua
disangkal,saudara kandung menderita DM
- Riwayat sakit sesak nafas : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat olah raga : jarang sekali
- Riwayat pengisian waktu luang lebih banyak dibuat melamun oleh
pasien
3
- Riwayat kebiasaan makan cemilan : makan pohong rebus
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga dan seorang istri dari
almarhum Tn A. Pasien tinggal dirumah yang berpenghuni 4 orang
(Penderita,Anak dan Menantu,Cucu).Pasien tinggal bersama putri dan
menantu dan hidup dari uang pensiunan suami dan kadang dibantu oleh
anaknya
7. Riwayat Gizi.
Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 2-3 kali dengan nasi
sepiring, sayur, dan lauk pauk seperti telur, tahu-tempe kerupuk, ikan laut
kadang daging. Sejak sakit penderita menjadi sering makan buah seperti
pepaya, pisang, dan kadang minum susu. Kesan status gizi cukup.
C. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok,
luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan
kabur (+), ketajaman
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (-)Kadiovaskuler :
berdebar-debar (-), nyeri dada (-), ampeg (-)
9. Payudara : post op mamae sinistra
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun
(+), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria : BAK lancar, 3-4 kali/hari warna dan jumlah biasa
4
12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)
Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas : Atas : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-), sakit (-)
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi
kesan kurang.
2. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi : 78 x/menit, reguler, isi cukup, simetris
Pernafasan : 17x/menit
Suhu : 36,5 oC
Tensi : 130/90 mmHg
Status gizi ( Kurva NCHS ) :
BB : 64 kg
TB : 165 cm
BB/TB x 100% = 64/165 x 100% Gizi cukup
3. Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)
Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah
dicabut, atrofi m. temporalis(-), makula (-), papula (-),
nodula (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-)
4. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
kornea (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-),
radang/conjunctivitis/uveitis (-/-)
5. Hidung
5
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)
6. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (+), tepi
lidah hiperemis (-), tremor (-)
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping
telinga dalam batas normal
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
9. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
10. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
- Cor :I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas :SIC II 1 cm lateral LPSS
batas kanan atas :SIC II LPSD
batas kiri bawah :SIC V 1 cm lateral LMCS
batas kanan bawah :SIC IV LPSD
batas jantung kesan tidak melebar
A: BJ I–II intensitas normal, regular, bising (-)
- Pulmo: Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBK (+/+), whezing (-/-)
Dinamis (depan dan belakang)
6
I : pergerakan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBK (+/+), whezing (-/-)
11. Abdomen
I :dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
P :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P :timpani seluruh lapang perut
A :peristaltik (+) normal
12. Sistem Collumna Vertebralis
I :deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P :nyeri tekan (-)
P :NKCV (-)
13. Ektremitas: palmar eritema(-/-)
akral dingin oedem
- - - -- - - -
14. Sistem genetalia: dalam batas normal
15. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi motorik : K 5 5 T N N RF 2 2 RP - -
5 5 N N 2 2 - -
16. Pemeriksaan Psikiatrik
Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
7
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk :realistik
isi :waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
arus :koheren
Insight : baik
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Gula Darah Acak : 253 mg/dl
F. RESUME
Seorang perempuan 72 tahun dengan keluhan badan terasa lemas dan
punggung nyeri. Penderita mulai mengetahui menderita DM sejak setelah
periksa darah ketika mau mencabut gigi.Akhir-akhir ini pasien merasa pinggang
sering terasa linu dan nyeri serta badan terasa lemas.kadang-kadang pasien
merasa mata kabur dan seperti pusing dan benda sekeliling berputar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis, status gizi kesan kurang. Tanda vital T:130/90 mmHg, N: 78
x/menit, Rr: 17 x/menit, S:36,50C, BB:50 kg, TB: 165cm, status gizi Gizi
cukup. Dari pemeriksaan fisik didapatkan post operasi Ca mamae sinistra
PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. Diabetes Melitus
2. Low back pain.
3. Vertigo
Diagnosis Psikologis
-
Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
1. Status ekonomi kurang.
2. Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari.
3. Kondisi lingkungan dan rumah baik.
8
G. PENATALAKSANAAN
Non Medika mentosa
1. Bed Rest tidak total
Diharapkan agar penderita mengurangi aktivitas berat yang dapat
mengurangi daya tahan tubuh penderita serta banyak istirahat.
2. Olah raga
Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan
melakukan olah raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan
sekitar, > 30 menit (3x/seminggu)
3. Mengurangi stress tertentu
Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga
untuk kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak
memberikan perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-
bincang atau bermain dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Medikamentosa
Oral Anti DM:
1. Metformin
2. Glibenclamide
3. Na Diclofenak
4. Vitamin B kompleks dengan dosis 3 tablet/hari.
H. FOLLOW UP
Tanggal 7 Juni 2013
S :Pasien merasakan nyeri pada pinggang bagian bawah,kadang merasakan
pusing dan badan merasa lemas tetapi sudah merasa berkurang tapi masih
terasa sedikit-sedikit. Masih sering merasakan ketika malam hari sering
kencing dan sehari-hari sering merasa haus
O :KU Baik, compos mentis
Tanda vital :T : 120/90 mmHg R :21x/menit
9
N : 85 x/menit S :36,0 0C
Status Generalis : dalam batas normal
Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis : dalam batas normal
A :Primer :Diabetes Melitus.
Sekunder :Low Back Pain
P :Terapi medikamentosa berupa Anti DM dan penghilang nyeri, non medika
mentosa selain itu juga dilakukan patient centered management dukungan
psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga
dan edukasi pasien.
Tanggal 9 Juni 2013
S :Keluhan masih sama tapi sudah tidak pusing cuman nyeri pada bagian
pinggang masih teras nyeri kadang-kadang.Tidak ada keluhan pada bekas
operasi dipayudara sebelah kiri,besok rencana kontrol puskesmas.
O :KU Baik, compos mentis
Tanda vital :T : 130/70 mmHg R :25 x/menit
N : 80 x/menit S :36,2 0C
Status Generalis : dalam batas normal.
Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis : dalam batas normal
A :Diabetes melitus,low back pain
P : Terapi medikamentosa berupa Anti DM dan obat penghilang nyeri, non
medika mentosa selain itu juga dilakukan patient centered management
dukungan psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada
keluarga dan edukasi pasien.
Tanggal 10 Juni 2013
S :Pasien merasa lebih enakan dari sebelumnya,dan menceritakan belum
kontrol karena tidak ada yang mengantar ke puskesmas.
O :KU sedang, compos mentis, gizi kurang
10
Tanda vital :T : 120/70 mmHg R :23 x/menit
N : 74 x/menit S :36,0 0C
Status Generalis : dalam batas normal.
Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis : dalam batas normal.
A :TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).
P : Terapi medikamentosa berupa Anti DM dan penghilang nyeri, non medika
mentosa selain itu juga dilakukan patient centered management dukungan
psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga
dan edukasi pasien.
FLOW SHEET
Nama : An. RDiagnosis : TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).
NO TGL
TensimmHg
Status Gizi
Test Gula Darah
KET
1 7/06/13
120/90
Gizi cukup
Tidakdilakukan
Obat Anti DM1.Glibenclamid2. Metformin
3. Natrium diclofenak2 9/09/
05130/7
0Gizi
cukup
3 10/09/05
120/70
Gizi cukup
11
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari penderita, anak kandung, menantu
penderita serta cucu. Penderita tinggal dirumah peninggalan alamarhum
suaminya.dan sering.kegiatan sehari pasien olah raga jalan kaki skitar
rumah.
2. Fungsi Psikologis.
Ny. P tinggal serumah dengan kedua anak kandung, menantu
penderita serta cucu.Hubungan keluarga mereka terjalin cukup akrab,
terbukti dengan permasalahan-permasalahan yang dapat diatasi dengan
baik dalam keluarga ini. Hubungan diantara mereka cukup dekat antara
satu dengan yang lain, bahkan juga dengan keluarga besar, sehari-hari
penderita lebih banyak menghabiskan waktunya dengan diam,nonton tv
dan ngobrol bersama tetangga.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara
musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong
menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya
yang menderita kesusahan. Meskipun penghasilan mereka tak
berkecukupan, namun mereka tetap hidup bahagia dan memasrahkan
semuanya kepada Tuhan.
3. Fungsi Sosial
Penderita adalah ibu yang senang berdiam dirumah kadang-kadang
bertamu kerumah tetangganya.Dalam masyarakat penderita sebagai
anggota masyarakat biasa dan almahum suami mantan pak carik dulunya,
tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. aktif dalam
kegiatan sosial di masyarakat karena kosongnya waktu, dan penderita juga
mengikuti kegiatan lainnya seperti gotong royong di hari minggu atau
membantu hajatan tetangga. Dalam kesehariannya penderita bergaul akrab
12
dengan masyarakat di sekitarnya seperti halnya anggota masyarakat yang
lain. Kegiatan-kegiatan yang harus mengeluarkan biaya terlalu tinggi
merupakan faktor penghambat lain bagi keluarga ini untuk aktif dalam
kegiatan sosial, selain karena merasa kurang mampu baik dari materi
maupun status sosial.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari pensiunan suami dan beberapa
diberi oleh anaknya yang bekerja sebagai pejahit (wiraswasta).
Penghasailan tersebut untuk biaya hidup sehari-hari seperti makan,
minum, biaya sekolah atau iuran membayar listrik hanya mengandalkan uang
yang ada dan tidak pernah menyisihkannya untuk menabung ataupun biaya-
biaya mendadak (seperti biaya pengobatan dan lain-lain). Untuk kebutuhan
air dengan menggunakan pompa air. Untuk memasak memakai kompor gas.
Makan sehari-hari lauk pauk, kadang daging, buah dan frekuensi makan
kadang-kadang 2-3 kali. Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke
puskesmas, dan penderita sudah mempunyai kartu sehat.
Ny Prihanti bekerja sebagai ibu rumah tangga,lebih banyak berada
dirumah dan berkumpul sama anak dan cucu.
APGAR Ny. Prihanti Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
13
SUMBER PATHOLOGY KETSosial Interaksi sosial yang baik antar anggota
keluarga juga dengan anak serta menantu partisipasi mereka dalam masyarakat cukup meskipun banyak keterbatasan.
_
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll. Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan
_
ReligiusAgama menawarkan pengalaman spiritual yang baik untuk ketenangan individu yang tidak didapatkan dari yang lain
Pemahaman agama cukup. Namun penerapan ajaran agama kurang, hal ini dapat dilihat dari penderita dan orang tua hanya menjalankan sholat sesekali saja. Sebelum sakit penderita rutin belajar mengaji di sore hari di masjid dekat rumah.
+
Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah, untuk kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup
+
Edukasi Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua masih rendah. Kemampuan untuk memperoleh dan memiliki fasilitas pendidikan seperti buku-buku, koran terbatas.
+
MedicalPelayanan kesehatan puskesmas memberikan perhatian khusus terhadap kasus penderita
Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan yang lebih baik Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga ini biasanya menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena letaknya dekat.
_
Keterangan :
Ekonomi (+) artinya keluarga Ny Prihanti masih menghadapi
permasalahan dalam hal perekonomian keluarga. Hal ini dapat
dilihat dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang pas-pasan dan
belum dapat memnuhi kebutuhan sekunder dan tertiernya.
14
Edukasi (+) artinya keluarga Ny Prihanti juga menghadapi
permasalahan dalam bidang pendidikan, Hal ini akan
mempengaruhi pengetahuan dan pola berpikir dari anggota
keluarga Ny. Prihanti.
B. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap : Gajah RT 16/09, Magersari,Mojokerto
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Diagram 1. Genogram Keluarga Ny.Prihanti
Dibuat tanggal 7 September 2005
Sumber : Data Primer, 7 Setember 2005
-Alm.Tn Anwar-70 tahun-Peniunan
Ny.Prihanti72 tahunPenderita
Tn. Hendra
Suami
Ny.Ismifarida
hIsmifaridahAnak penderita
ShobirinAnak penderita
Cucu penderita
15
C. Informasi Pola Interaksi Keluarga
Keterangan : : hubungan baik
: hubungan tidak baik
Hubungan antar keluarga baik dan dekat. Antara anak,menantu serta cucu baik.
Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar
anggota keluarga.
F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh keluarga
penderita?
Jawab :
Anak atau cucu mengantarkan ke puskesmas
2. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
Dibutuhkan ijin dari anak serta menantunya untuk begantian jaga.
3. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah anak yang
perempuan dan tinggal satu rumah dengan penderita.
4. Jika pasien mengeluh tentang sakitnya keluhan apa saja yang sering
diceritakan
Jawab :
Ny.Prihanti,72 th
Tn. Hendra(Menantu)
Ny. Ismifaridah,39 th
16
Keluhan pinggang serta ngerasa berat dibadan kadang-kadang pusing yang
lain-lain merasa enak
5. Lalu apa yang sering dilakukan oleh keluarga menanggapi keluhan itu?
Jawab :
Menawarkan membelikan obat atau mengantarkan penderita ke puskesmas
jika terpaksa ke praktek dokter terdekat.
17
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Ny.P adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama anak
dan menantu. Penderita merupakan istri dari lamarhum seorang pensiunan.
Yang tidak memiliki kegiatan dan hanya banyak menghabiskan waktunya
untuk berdiam dan menonton tv dan kadang ke tetangga untuk berkunjung.
Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat
adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas sehari-
hari. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh faktor usia,
bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu
mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih
mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau
dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.
Walaupun perabot rumah tidak tertata dengan rapi namun Keluarga
ini berusaha menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan
menyapu rumah setelah bekerja sebagai penjahit.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga
menengah ke bawah. Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu
dari ayah dan iabu yang sama-sama bekerja di Pabrik Batik Keris. Dari
total semua penghasilan tersebut keluarga dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari walaupun belum semua kebutuhan dapat terpenuhi terutama
kebuthan sekunder dan tertier.
Rumah yang dihuni keluarga ini kurang memadai karena masih ada
kekurangan dalam pemenuhan standar kesehatan. Lantai belum diubin hanya
dilapisi oleh semen, pencahayaan ruangan kurang, ventilasi kurang, dan tidak
memiliki fasilitas jamban keluarga. Pembuangan limbah keluarga belum
18
memenuhi sanitasi lingkungan karena limbah keluarga tidak dialirkan
melainkan hanya dibiarkan keluar dari rumah ke belakang rumah dan
dibiarkan meresap, serta belum adanya got pembuangan limbah keluarga.
Sampah keluarga dibuang ditempat pembuangan sampah yang ada di
belakang rumah. Fasilitas kesehatan yang sering dikunjungi oleh keluarga ini
jika sakit adalah Puskesmas II Gatak.
II. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 12x6 m2 yang
berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke Selatan. Tidak
memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas. Terdiri dari ruang kamar
tamu yang sekaligus digunakan sebagai ruang keluarga dan menonton TV, dua
kamar tidur, satu kamar makan yang jarang digunakan, dapur, gudang dan
kamar mandi yang tidak memilki fasilitas jamban keluarga sehingga penderita
dan keluarga harus ke kali terlebih dahulu untuk membuang hajat. Terdiri dari
2 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan dan 1 pintu belakang. Jendela ada 3 buah,
dikamar tamu dan disetiap kamar tidurnya namun semuanya jarang dibuka..Di
depan rumah terdapat teras yang berukuran 6x1 m2. Lantai rumah sebagian
besar terbuat dari bahan semen dan pada bagian dapur dan gudang
berlantaikan tanah. Ventilasi dan penerangan rumah masih kurang. Atap
rumah tersusun dari genteng dan tidak ditutup langit-langit. Masing-masing
kamar memiliki dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah terbuat dari
batubata namun belum dicat. Perabotan rumah tangga minim. Sumber air
untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan mesin pompa air.
Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Sehari-hari keluarga
memasak menggunakan kompor minyak dan kadang menggunakan kayu
bakar yang biasa disimpan di gudang dan belakang rumah.
19
Denah Rumah :
6 M
GUDANG K. MANDI
DAPUR U
Kamar tidur
Ruang Jahit Dan TV 12 M S
K. TIDUR
K. MAKAN
K. TAMU
TERAS
Keterangan :
: Jendela
: Satu Pintu
: Tembok Bata
: Pagar teras
: Papan pembatas
20
BAB IV
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
a. Diabetes Melitus
b. Low back pain
c. Pengetahuan kurang tentang penyakit penderita
2. Faktor resiko :
a. Kegiatan sehari-hari seperti aktifitas fisik kurang
b. Lingkungan dan tempat tinggal yang kurang
c. Faktor usia
21
BAB V
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Suport Psikologis
Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada
dokternya. Antara lain dengan cara :
a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.
b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau
kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan
kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.
Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon
hanya kepada Tuhan YME.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal
yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi
kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem
psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang
penyakitnya, kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialami
akibat penyakitnya. Menentramkan hati penderita dengan memberikan
edukasi tentang penyakitnya bahwa penyakitnya tersebut bukan penyakit
turunan dan dapat disembuhkan. Faktor yang paling penting untuk
kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai
petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan makan makanan yang
bergizi tinggi meskipun sederhana, istirahat yang cukup. Diharapkan
pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap
22
penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa
mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.
3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien
Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah
tentang DM. Pasien DM dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit,
pengobatannya, pencegahan dan penularannya. Sehingga persepsi yang salah
dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling
setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter
maupun oleh petugas Yankes.
Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :
a. Penyakit DM merupakan penyakit orang yang banyak pikiran
b. Penyakit DM tidak dapat disembuhkan.
Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan
kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang
dianjurkan oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai
masalah penderita termasuk akibat penyakitnya (DM) terhadap hubungan
dengan keluarganya, pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga
diberi penjelasan tentang pentingnya olah raga yang teratur dan sebagainya.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri
pasien bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain
itu juga ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai
kepatuhan dalam jadwal kontrol, keteraturan minum obat, diet yang
dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang perlu dilakukan.
5. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera
dalam penatalaksanaan.
23
6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa perubahan tingkah laku sepertri banyak berdiam diri di
rumah dan tidak mrlakukan aktifitas sama sekali
24
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Melitus
A. LATAR BELAKANG
Insiden penyakit DM dan mortalitasnya menurun setelah ditemukan
kemoterapi dan konseling yang berkesinambungan, tetapi disatu sisi
peningktan jumlah penderita DM akibat perubahan serta peningkatan gaya
hidup dalam perubahan pola hidup serta menurunnya aktifitas selain dari
faktor keturunan menjadi faktor yang dapat meningkatkan jumlah DM (IPD,
2009).
B. DEFINISI
Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang termasuk penyakit
metabolik disebabkan gangguan sekresi maupun gangguan kerja insulin yang
dapat berdampak pada kerusakan saraf,mata,ginjal dan saraf pusat. (IPD,2003).
penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dan kurangnya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat, yang biasanya
disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein..
C. EPIDEMIOLOGI
Diantara penyakit degeneratif,diabetes adalah salah satu diantara penyakit
tidak enular yang akan meningkat jumlahnya dimasa mendatang,WHO
membuat perkiraan bahwa tahun 2000 jumlah pengidap diabetes diatas 20
tahun jumlah pengidap diabetes diatas 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan
dalam kurun waktu 25 tahun pada tahun 2025 menjadi 300 juta orang.
25
DiIndonesia berkisar antara 1,4% dan 1,6% prevalensi yang tinggi dipekajangan 2,3% dan manado 6%
D. ETIOLOGI
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang diakibatkan
kegagalan kerja maupun produksi dari insulin dalam memetabolisme produk
glukosa sehingga terjadi peningkatan jumlah glukosa dalam darah yang dapat
menyebabkan gangguan sampai ke berbagai organ pada.
E. GEJALA
Gejala Diabetes melitus :
1. Gejala khas pada DM :
a. Polifagi
b. Polidipsi
c. Poliuri
2. Gejala umun :
a. Badan terasa lemas
b. Badan semakin lama semakin merasa semakin kurus
3. Gejala sesuai organ yang terkena :
a. Kulit : Gatal,jika kondisi luka maka sukar sembuh
b. Mata : Mata kabur
c. Ginjal : gagal ginjal
d. Saraf : Neuropati
26
F. PENEMUAN PENDERITA DIABETES MELITUS
Penemuan penderita DM dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan
cara pasif dan aktif.
1. Penemuan secara pasif
Penemuan penderita DM secara pasif, artinya penjaringan (skrining)
tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke
unit pelayanan kesehatan. (WHO 2006).
2. Penemuan secara aktif
Kegiatan ini diharapkan terus dilakukan sebagaimana yang lalu
dengan catatan kegiatan active case finding lebih melibatkan peran serta.
Pasien datang dengan memeriksakan keluhan dengan gejala DM.
mengantarkannya ke Puskesmas dan melakukan pemeriksaan darah.
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesa
Keluhan: keluhan trias DM yang khas serta keluhan umum lain dari
kelanjutan penyakit DM yang mengenai organ.
Pemeriksaan fisik diagnostic dari gejala yang ditemukan dapat
berupa suara bronchial, amforik, ronkhi basah atau penarikan jaringan
atau organ seperti deviasi trachea, penarikan diafragma, mediastinum dan
penyempitan ruang antar iga.
27
2. Kriteria Diagnosis DM dan Gangguan Toleransi Glukosa menurut
Surabaya 1991(Modifikasi Kriteria Diagnosis DM WHO 1985) Darah
Kapiler, metode enzimatik, beban glukosa 75 gram, puasa 10- 16 jam
A. Diagnosis DM apabila:
a. Terdapat gejala-gejala DM ditambah dengan
b. Salah satu dari GDP >120mg/dl, 2 jpp > 200mg/d ,atau glukosa darah
Random = Acak >200mg/dl.
.
B. Diagnosis Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) apabila:GDP < 120 mg/dl dan
2j PP antara 140-200 mg/dl. Untuk kasus meragukan dengan hasil:
GDP >120 mg/dl dan 2j PP >200 mg/dl, maka ulangi pemeriksaan sekali
lagi,dengan persiapan minimal 3 hari dengan diit karbohidrat lebih dari 150
gram perhari dan kegiatan fisik seperti biasa, kemungkinan hasil adalah:
DM apabila hasilnya sama atau tetap, yaitu GDP <120 mg/dl dan 2jpp >
200 mg/dl, atau apabila hasilnya memenuhi kriteria I atau II
28
PENGOBATAN
Dasar-dasar terapi diabetes
Terapi Primer :
Diit
Indikasi Diit B
(68% kal Kbh, 20% kaL Lemak, 12% kal.Protein)
Diit-B pada umumnya diberikan kepada semua penderita DM yang kurang
mampu atau penderita DM lainnya yang:
1. kurang tahan lapar dengan diitnya
2. mempunya hiperkolesterlemia
3. mempunyai penyulit makroangiopati (misalnya: pernah mengalami GPDO,
PJK, gangguan pembuluh darah perifer)
4. mempunyai penyulit mikroangiopati (misalnya retinopati diabetik,Nefropati
Diabetik Tipe B = Stadium 1)
5. telah menderita DM lebih dari 15 tahun.
- GPDO= Gangguan Pembuluh Darah Otak, misalnya:trombosis Serebri
- PJK = Penyakit Jantung Koroner
Indikasi Diit-Bi
(60% kal. Kbh, 20% kal. Lemak, 20% kal. Protein)
Diit-Bi diberikan kepada penderita DM yang memerlukan diit protein tinggi,
misalnya penderita DM yang :
1. mampu, atau mempunyai kebiasaan makan protein tinggi, tetapi memiliki
kadar lemak yang normal
2. kurus (underweight) (RBW kurang dari 90%)
3. masih muda (perlu pertumbuhan)
4. mengalami patah tulang
5. hamil atau menyusui
6. menderita hepatitis kronik atau sirosis hati
29
Indikasi Diit-B2
Untuk DM dengan nefropati Tipe B2 (Stadium II)
Indikasi Diit-B3
Untuk DM dengan Nefropati Tipe B3 (Stadium III)
Indikasi Diit-Be
Boleh gula dan yang manis (termasuk es krim) asal tetap mengiknti 3 Untuk
DM dengan nefropati tipe Be (Stadium IV = Terminal).
LatihanFisik 3 kali dalm seminggu minimal 30 menit
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat yang dapat dilaksanakan di puskesmas
Terapi Sekunder:
Obat OAD :
Apabila perlu hipoglikemi kuat, gunakan golongan glibenklamid (Englucci &
Daonil) dosis maksimal 2-3 tablet perhari, atau klorpropamid(Diabenese) dosis
maksimal 2 tablet per hari)
Untuk DM plus kelainan faal hepar dan atau ginjal, gunakan golonga gliquidon
(Glurenorm, dosis maksimal 4 tablet per hari.
Untuk DM plus angiopati, gunakan golongan glikiazid (Diamicron, dosis=
maksimal 4 tablet per hari)
Untuk DM ringan atau sedang, atau gangguan pasca-reseptor, gunakab
golongan glipizid (Minidiab, dosis maksimal 6 tablet per hari).Yang harus
diketahui: agar angiopati diabetik tidak mudah timbul, liiadarka terjadinya
NSH.
30
DIABETES MELITUS
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya
gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak
mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang
bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan
insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin
berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.Tanda awal yang dapat
diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat
langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar
gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine)
penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine
sering dilebung atau dikerubuti semut.
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus :
1. Tipe 1 Diabetes Militus
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana
tubuh kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan
pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat diobati dengan
pemberian terapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan.
Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan
penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan
pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat
test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat
mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai
penyakit.
31
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti
kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya
sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan
meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin,
diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2,
pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti
diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan
pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah,
maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL
{millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l
{milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan
mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan
mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai
normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Diabetes mellitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena
reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit
glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa,
di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang
akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan berbagai komplikasi. Bagi
penderita Diabetes Melitus yang sudah bertahun-tahun minum obat modern
seringkali mengalami efek yang negatif untuk organ tubuh lain. Pada tahap awal
kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat
32
diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap
insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah
penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang
dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan
mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai
faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan
pengeluaran dari adipokines (suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi
glukosa. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan
diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan
sejarah keluarga, walaupun didekade yang terakhir telah terus meningkat mulai
untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak. Diabetes tipe 2 dapat terjadi
tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya,
diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya
pengurangan asupan karbohidrat) dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat
memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban
adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling
terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang
berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan antidiabetik drugs. Produksi
hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan (sering yang
digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi
hormon insulin (e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan yang tidak sesuai
tentang glukosa oleh hati (dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf
tertentu (e.g.,metformin), dan pada hakekatnya menipisnya pembalasan hormon
insulin(e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin
diperlukan untuk memelihara tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup
yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus,
paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru- baru
ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.
Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan
membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.
33
Kaitan antara Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Mellitus tipe 2
Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai yang
tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes
mellitus dijelaskan oleh keberadaan hormon insulin. Diabetes mellitus adalah
gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan
menifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh
secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan
post prandial, aterosklerotik dan penyakit vascular microangiophaty dan
neurophaty. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya telah bertahun-tahun
mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vascularnya. Pasien dengan
kelainan toleransi glukosa ringan ( gangguan glukosa puasa dan gangguan
toleransi glukosa ) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi diabetes mellitus.
Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin yang paling lazim. Frekuensi
sesungguhnya diperoleh karena perbedaan standar diagnosis tetapi mungkin
antara 1-2% jika hiperglikemia puasa merupakan kriteria diagnosis. Penyakit ini
ditandai oleh komplikasi metabolik dan komplikasi jangka panjang yang
melibatkan mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
Penderita diabetes mellitus mengalami kerusakan dalam produksi maupun
sistem kerja insulin, sedangkan ia sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi
metabolisme karbohidrat. Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami
gangguan pada metabolisme karbohidrat. Tubuh manusia membutuhkan energi
agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan
makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu,
makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat
menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam
lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke
dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan
sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan
sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya
digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar
glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi
34
sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan
mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen,
lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan
adipose dengan bantuan transporter glukosa (GLUT 4).
Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel β pankreas. Insulin
terdiri atas dua rantai polipeptida. Struktu insulin manusia dan beberapa spesies
mamalia kini telah diketahui. Insulin manusia terdiri atas 21 residu asam amino
pada rantai A dan 30 residu pada rantai B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh
adanya dua buah rantai disulfida (Granner, 2003). Insulin disekresi sebagai respon
atsa meningkatnya konsentrasi glukosa dalam plasma darah. Konsentrasi ambang
untuk sekresi tersebut adalah kadar glukosa pada saat puasa yaitu antara 80-100
mg/dL. Respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dar 300-
500 mg/dL. Insulin yang disekresikan dialirkan melalui aliran darah ke seluruh
tubuh. Umur insulin dalam aliran darah sangat cepat. Waktu paruhnya kurang dari
3-5 menit.
Sel-sel tubuh menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein spesifik
yang terdapat pada membran sel. Reseptor tersebut berupa heterodimer yang
terdiri atas subunit α dan subunit β dengan konfigurasi α2β2. Subunit α berada
pada permukaan luar membran sel dan berfungsi mengikat insulin. Subunit β
berupa protein transmembran yang melaksanakan fungsi tranduksi sinyal. Bagian
sitoplasma subunit β mempunyai aktivitas tirosin kinase dan tapak autofosforilasi
(King, 2007).
Terikatnya insulin subunit α menyebabkan subunit β mengalami
autofosforilasi pada residu tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan mengalami
perubahan bentuk, membentuk agregat, internalisasi dan mnghasilkan lebih dari
satu sinyal. Dalam kondisi dengan kadar insuli tinggi, misalnya pada obesitas
ataupun akromegali, jumlah reseptor insulin berkurang dan terjadi resistansi
terhadap insulin. Resistansi ini diakibatkan terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor
insulin mengalami endositosis ke dalam vesikel berbalut klatrin.
Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi substrat
reseptor insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit β pada reseptor
35
insulin. IRS terfosforilasi memicu serangkaian rekasi kaskade yang efek nettonya
adalah mengurangi kadar glukosa dalam darah. Ada beberapa cara insulin bekerja
yaitu
Pengaturan metabolisme glukosa oleh insulin melalui berbagai mekanisme
kompleks yang efek nettonya adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah.
Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus yang jumlah insulinnya tidak
mencukupi atau bekerja tidak efektif akan mengalami hiperglikemia.
Penderita diabetes tipe I juga mengalami hipertrigliseridemia, yaitu kadar
trigliserida dan VLDL dalam darah yang tinggi. Hipertrigliseridemia terjadi
karena VLDL yang disintesis dan dilepaskan tidak mampu diimbangi oleh kerja
enzim lipoproteinlipase yang merombaknya. Jumlah enzim ini diransang oleh
rasio insulin dan glukagon yang tinggi. Efek pada produksi enzim ini juga
mengakibatkan hipersilomikronemia, karena enzim ini juga dibutuhkan dalam
katabolisme silomikron pada jaringan adiposa.
Berbeda dengan penderita diabetes tipe I, pada penderita diabetes tipe II,
ketoasidosis tidak terjadi karena penguraian lemak (lipolisis) tetap terkontrol.
Namun, pada terjadi hipertrigliseridemia yang menghasilkan peningkatan VLDL
tanpa disertai hipersilomikronemia. Hal ini terjadi karena peningkatan kecepatan
sintesis de novo dari asam lemak tidak diimbangi oleh kecepatan penyimpanannya
pada jaringan lemak. Asam lemak yang dihasilkan tidak semuanya mampu
dikatabolisme, kelebihannya diesterifikasi menjadi trigliserida dan VLDL. Hal ini
diperparah oleh aktivitas fisik penderita diabetes mellitus tipe II yang pada
umumnya sangat kurang. Akibatnya kadar lemak dalam darah akan meningkat.
Pada penderita yang akut, akan terjadi penebalan pada pembuluh darah terutama
pada bagian mata, sehingga dapat menyebabkan rabun atau bahkan kebutaan
(Harris dan Crabb, 1992).
Kelainan tekanan darah akibat kadar glukosa yang tinggi menyebabkan kerja
jantung, ginjal dan organ dalam lain untuk mempertahankan kestabilan tubuh
menjadi lebih berat. Akibatnya pada penderita diabetes akan mudah dikenai
berbagai komplikasi diantaranya penurunan sistem imune tubuh, kerusakan sistem
kardivaskular,kealinan trombosis, inflamasi, dan kerusakan sel-sel endothelia
36
serta kerusakan otak, yang biasanya ditandai dengan penglihatan yang kabur
(Clement et al, 2004).
Patofisiologis Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 adalah etiologi tidak diketahui (yaitu, asal). Melitus
diabetes dengan etiologi yang diketahui, seperti penyakit sekunder lainnya, cacat
gen yang dikenal, trauma atau pembedahan, atau efek obat, lebih tepat disebut
melitus diabetes sekunder atau diabetes akibat penyebab yang spesifik. Contohnya
termasuk diabetes mellitus seperti MODY atau yang disebabkan oleh
hemochromatosis, Kekurangan pankreas, atau jenis obat tertentu (misalnya,
penggunaan jangka panjang steroid).
Menurut CDC, sekitar 23.613.000 orang di Amerika Serikat, atau 8% dari
populasi, menderita diabetes. Prevalensi diabetes total meningkat 13,5% dari
2005-2007. Diperkirakan bahwa hanya 24% dari diabetes sekarang tidak
terdiagnosis, turun dari 30% diperkirakan pada tahun 2005 dan dari 50% yang
sebelumnya diperkirakan pada ca 1995.
Sekitar 90-95% dari semua kasus Amerika Utara diabetes tipe 2, dan sekitar
20% dari populasi di atas usia 65 memiliki diabetes mellitus tipe 2. Fraksi
penderita diabetes tipe 2 di bagian lain dunia bervariasi secara substansial, hampir
pasti untuk lingkungan dan alasan gaya hidup, meskipun ini tidak diketahui secara
rinci. Diabetes mempengaruhi lebih dari 150 juta orang di seluruh dunia dan
jumlah ini diharapkan dua kali lipat pada tahun 2025 .. Sekitar 55 persen tipe 2
adalah obesitas-kronis obesitas menyebabkan resistensi insulin meningkat yang
dapat berkembang menjadi diabetes, kemungkinan besar karena jaringan adiposa
(terutama di perut sekitar organ internal) merupakan sumber (baru ini
diidentifikasi) dari sinyal kimia beberapa lainnya jaringan (hormon dan sitokin).
Penelitian lain menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 menyebabkan obesitas sebagai
akibat dari perubahan dalam metabolisme dan sel perilaku petugas lain gila pada
resistensi insulin. Namun, genetika memainkan peran yang relatif kecil dalam
terjadinya luas diabetes tipe 2. Hal ini dapat secara logis disimpulkan dari
peningkatan besar dalam terjadinya diabetes tipe 2 yang memiliki berkorelasi
dengan perubahan signifikan dalam gaya hidup barat.
37
Diabetes mellitus tipe 2 sering dikaitkan dengan obesitas, hipertensi,
kolesterol tinggi (hiperlipidemia gabungan), dan dengan kondisi sindrom
metabolik sering disebut (juga dikenal sebagai Sindrom X, sindrom Reavan, atau
CHAOS). Penyebab sekunder tipe 2 Diabetes mellitus adalah: acromegaly,
sindrom Cushing, tirotoksikosis, pheochromocytoma, pankreatitis kronis, kanker
dan obat-obatan.
Obat diinduksi hiperglikemia:
1) Antipsikotik atipikal - Alter karakteristik reseptor yang mengikat, yang
menyebabkan resistensi insulin meningkat.
2) Beta-blocker - Menghambat sekresi insulin.
3) Blocker Saluran Kalsium - Menghambat sekresi insulin oleh campur dengan
melepaskan kalsium sitosol.
4) Kortikosteroid - Penyebab resistensi insulin perifer dan gluconeogensis.
5) Fluoroquinolones - Menghambat sekresi insulin oleh memblokir saluran kalium
ATP sensitif.
6) Naicin - Mereka menyebabkan resistensi insulin meningkat karena mobilisasi
asam lemak bebas meningkat.
7) Fenotiazin - Menghambat sekresi insulin.
8) Protease Inhibitor - Menghambat konversi proinsulin terhadap insulin.
9) Diuretik thiazide - Menghambat sekresi insulin karena hipokalemia. Mereka juga
menyebabkan resistensi insulin meningkat karena mobilisasi asam lemak bebas
meningkat.
Faktor tambahan ditemukan meningkatkan risiko diabetes tipe 2 meliputi
penuaan, diet tinggi lemak dan gaya hidup kurang aktif .
Penyebab dan Gejala dari DM Tipe 2
1. Penyebab yang ditemukan pada Diabetes Melitus tipe 2
DM tipe 2 ditandai dengan 3 patofisiologi utama, meliputi gangguan sekresi
insulin, resistensi insulin perifer, dan produksi glukosa hepatik berlebih. Obesitas
sering ditemukan pada penderita DM tipe 2. Adiposit mensekresi sejumlah
hormon seperti leptin, TNF-alfa, asam lemak bebas, resistin, dan adiponektin yang
memodulasi sekresi insulin, kerja insulin, berat badan, dan berkontribusi terhadap
38
resistensi insulin. Awalnya, toleransi glukosa pada pasien DM tetap normal
meskipun terjadi resistensi insulin karena sel beta pankreas mengkompensasi
dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan meningkatnya resistensi
insulin, sel beta pankreas tidak dapat mempertahankan kondisi hiperinsulinemia.
IGT (Impaired Glucose Tolerance) ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
postprandial. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik
menyebabkan pasien mengalami diabetes disertai peningkatan kadar glukosa
darah puasa. Penanda inflamasi seperti IL-6 dan CRP umumnya meningkat pada
diabetes tipe 2.
2. Resistensi Insulin
Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan
target terutama otot dan liver merupakan gambaran utama DM tipe 2 dan
merupakan kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Resistensi insulin
bersifat relatif. Tingginya jumlah insulin yang dibutuhkan untuk menormalkan
kadar glukosa plasma menandakan penurunan sensitivitas dan respon reseptor
insulin. Mekanisme pasti mengenai resistensi insulin pada DM tipe 2 belum
diketahui dengan pasti. Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase
pada otot rangka merupakan efek sekunder hiperinsulinemia.
3. Gangguan Sekresi Insulin
Etiologi penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum
jelas. Defek genetik sekunder diduga meningkatkan resistensi insulin yang
memicu kegagalan sel beta pankreas. Pulau polipeptida amiloid atau amylin yang
disekresikan oleh sel beta akan membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini
dapat ditemukan pada pasien yang telah lama menderita DM tipe 2.
4. Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada liver merefleksikan kegagalan
hiperinsulinemia untuk menghambat glukoneogenesis sehingga terjadi
hiperglikemia pada keadaan puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh
liver pada fase postprandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik terjadi pada
awal sindrom diabetes.
39
Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2
1. Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus (orang tua atau saudara kandung
dengan DM tipe 2)
2. Obesitas (BMI ³ 25 kg/m2)
3. Memiliki kebiasaan fisik yang tidak aktif
4. Ras/etnis (African American, latin, native American, asian american, pacific
islander)
5. Sebelumnya telah diidentifikasikan IGT atau IFG
6. Riwayat Gestational Diabetes Mellitus (GDM) atau melahirkan bayi dengan berat
>4 kg
7. Hipertensi (140/90 mmHg)
8. Level kolesterol HDL <35 mg/dL (0.90 mmol/L) dan atau level trigliserida >250
mg/dL (2.82 mmol/L)
9. Sindrom polikistik ovarium atau nigrikan akantotik
10. Riwayat penyakit vaskuler
(* jurnal American Diabetes Association, 2007)
Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Koma Diabetikum :
a) Ketoasidosis (KAD) – koma KAD
b) Koma Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)
c) Koma Asidosis Laktat
2. Hipoglikemia (koma)
3. Komplikasi Menahun
a) Khas : retinopati, neuripati, nefropati, diabetik foot, diabetik skin
b) Tidak khas, tetapi timbul pada usia lebih muda & lebih berat : penyakit
pembuluh darah perifer, penyakit jantung koroner, infeksi, katarak
Orang-orang yang paling beresiko terkena Diabetes Melitus type
Orang-orang yang paling beresiko terkena DM 2 adalah:
1) Kelebihan berat badan
2) Berumur diatas 45 tahun
3) Glukosa darah puasa atau sesudah makan melebihi batas normal
40
4) Tekanan darah > 130 / 85 mm Hg
5) Kolesterol tinggi ( kolesterol LDL > 130 mg/dl atau kolesterol total > 200 mg/dl)
6) Pernah mengalami DM gestasional (glukosa darah tinggi selama hamil)
7) Melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg
Gejala klinis apa yang ditemukan pada Diabetes Melitus type 2:
1. Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus),
polifagi (sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan
mudah capai.
2. Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan,
sering merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan
gairah sex menurun.
3. Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke),
pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit
jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki
(luka yang sukar sembuh/gangren).
Cara memastikan seseorang terkena Diabetes Melitus type 2
1. Dilakukan wawancara oleh dokter untuk pola hidup dan gejala klinis.
2. Pemeriksaan fisik oleh dokter (berat badan dan tekanan darah).
3. Pemeriksaan laboratorium, dengan tiga cara :
a. Pemeriksaan gula darah sewaktu (tanpa puasa)
b. Pemeriksaan kadar gula darah puasa (puasa 8 jam) dan gula darah 2 jam setelah
makan.
c. Pemeriksaan HbA1c digunakan untuk mengevaluasi pengendalian glukosa jangka
panjang (dapat mendeteksi pengendalian glukosa darah 100 hari kebelakang).
41
Penanggulangan atau pengobatan DM tipe
Ada 8 langkah yang sebaiknya dilakukan penderita Diabetes Melitus type 2
yaitu :
1. Edukasi: Edukasi diri sendiri (self learning) Penyakit DM relatif tidak bisa
sembuh, tetapi komplikasi yang mungkin terjadi dapat dihindari. Kunci dalam
keberhasilan pengendalian penyakit DM adalah disiplin terhadap diri sendiri.
2. Kontrol kadar glukosa darah: Dengan pengecekan glukosa darah secara rutin di
laboratorium.
3. Olah raga teratur: Olah raga sangat penting bagi penderita DM. Olah raga dapat
menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan pembakaran glukosa dan
peningkatan kadar insulin.
4. Periksa kaki setiap hari: Penderita diabetes harus memeriksa tanda-tanda
kerusakan kulit, bisul, atau lecet pada kaki. Area kulit diantara jari kaki juga harus
diperhatikan. Penderita diabetes sebaiknya menghindari kegiatan yang bisa
merusak kaki.
5. Pengaturan pola makan: Makanan bagi penderita DM harus mengandung unsur
yang lengkap seperti; karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral serta
kecukupan air. Agar kebutuhan diet terpenuhi tanpa harus memberikan
pembebanan glukosa secara berlebihan disarankan Anda untuk mengunjungi ahli
gizi.
6. Melakukan pemeriksaan mata: Penderita diabetes harus memeriksakan mata
secara teratur untuk mendeteksi lebih dini adanya retinopati diabetes.
7. Melakukan pemeriksaan urin: Penderita diabetes harus melakukan pemeriksaan
urin secara rutin untuk memeriksa apakah kadar protein (albumin) dalam urin
masih normal atau tidak sebagai deteksi dini nefropati diabetes.
8. Terapi pengobatan DM: Sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter Anda.
42
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
A. Segi Biologis :
Ny.P (72 tahun), menderita penyakit DM Paru Kasus lama.
Rumah dan lingkungan sekitar keluarga NY.P sehat.
B. Segi Psikologis :
d. Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat yang
terjalin cukup akrab, harmonis, dan hangat
e. Pengetahuan akan DM yang masih kurang yang berhubungan
dengan tingkat pendidikan yang masih rendah
f. Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang baik,
mendukung untuk penyembuhan penyakit tersebut
B. Segi Sosial :
Problem ekonomi menjadi kendala dalam keluarga ini yang berpengaruh pada
ketidakmampuan mendapatkan pelayanan dan informasi tentang kesehatan
keluarga
C. Penatalaksanaan :
Dalam pelaksanaan Pasien dianjurkan untuk rutin berobat ke puskesmas
untuk mengontrol gula darah dengan medikamentosa (OAD)
serta,mengobati gejala-gejala penyerta yang terdapat pada pasien.Support
dari lingkungan diperlukan demi menunjang keberhasilan kontrol didalam
aspek pengobatan serta mensuport kondisi pasien merupakan langkah
dasar yang harus selalu diterapkan dalam menangani permasalahn
kesehatan termasuk dalam melaksanakan pengobatan Diabetes Melitus
yang secara menyuluruh bukan hanya faktor klinik melainkan faktor
psikologis dan lingkungan.
43
D. SARAN
1. Untuk masalah medis (DM) dilakukan langkah-langkah :
Preventif : untuk mengurangi resiko terkena diabetes, maka kita
harus menjaga pola makan kita sehari-hari dan juga rajin
berolahraga. Banyak penyakit dapat dicegah dengan gaya hidup
dan pola makan yang sehat.
Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai DM dan
pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang
menangani.
Kuratif : saat ini penderita menjalani pengobatan OAD yaitu
Glibenclamide dan metformin
Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan Ny.M agar tetap mau
minum obat sehingga kadar gula dalam darah dapat terkontrol.
2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat
dilakukan langkah-langkah :
Promotif : edukasi penderita dan anggota keluarga untuk membuka
jendela tiap pagi, penggunaan genteng kaca, dan menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan rumah.
3. Untuk masalah problem ekonomi, dilakukan langkah-langkah :
Rehabilitatif : Pemerintah hendaknya berupaya pemberian
kesempatan memperoleh pendapatan yang layak, dan membantu
memperkuat kemampuan wanita untuk membina keluarganya,
sehingga diharapkan pada masa yang akan datang dapat terlepas
dari kemiskinan. Karena dengan peningkatan pendapatan
memungkinkan untuk dapat membeli makanan yang lebih baik,
kondisi pemukiman yang lebih sehat, dan pemeliharaan kesehatan
yang lebih baik.
44
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Kitabchi AE, et al. Management of Hyperglycemic Crises in Patients With
Diabetes. Diabetes Care 2001; 24 (1) : 131-53.
2. Price A,A,Wilson L.M,2002. Restriktif.Dalam Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6,editor:Prince S.A,penerbit buku
kedokteran EGC,jakarta.
3. Wallace TM, Matthews DR. Recent Advance in The Monitoring and
management of Diabetic Ketoacidosis. QJ Med 2004; 97 : 773-80.
4. Suyono,Slamet. 2007. Diabetes Melitus di Indonesia:Buku Ajar
IlmuPenyakit Dalam PDUI Jilid II. Edisi IV. Jakarta:hal 1873.
5. Purnamasari,Dyah 2007. Diagnosis dan Klasifikasi DM:Buku Ajar
IlmuPenyakit Dalam PDUI Jilid II Edisi IV. Jakarta:hal 1880.
6. Fitri Nurmanili S. 2010. Gambaran pengetahuan tentang penderita DM
tipe 2 Terhadap penyakit dan Pengelolaan DM tipe 2 di RSUP. H. ADAM
MALIK MEDAN. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara Medan.
7. JOP. Journal of the Pancreas – http://www.joplink.net – Vol. 6, No. 4 –
July 2005. [ISSN 1590-8577]
8. Diabetes Spectrum (journal) Volume 13 Number 2, 2000, Page 95 Volume
13 Nomor 2, 2000, halaman 95
46
Recommended