TUGAS KALIBRASI
Nama : Ika Rizky Maulidya
NPM : P2.31.38.1.13.021
Kelas : C Semester 5
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II
Jl.Hang Jebat III Blok F3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
KALIBRASI
Dalam kehidupan sehari-hari, baik disadari maupun tidak, kita selalu berhubungan dengan alat ukur.
Pada saat membeli beras, gula, atau minyak goreng, misalnya, kita akan dihadapkan pada masalah
pengukuran berat maupun volume, yang berarti kita harus menggunakan alat ukur berupa timbangan
maupun literan. Berkaitan dengan penggunaan alat ukur ini, kita juga sering menemui kasus ketidak-
samaan hasil dalam pengukuran. Bila kita membeli satu kantong berisi 10 kg beras di pasar, misalnya,
dan kita melakukan penimbangan ulang di rumah, bisa jadi beratnya kurang dari 10 kg. Namun, apabila
kita menimbang dengan timbangan lainnya, bisa jadi beratnya lebih dari 10 kg. Lantas timbangan mana
yang salah?
Alat ukur mempunyai peran yang sangat besar dalam hampir semua aktivitas kehidupan manusia.
Dalam kegiatan pembangunan fasilitas umum, alat ukur selalu dipakai dari saat dimulainya
pembangunan, pelaksanaan komisioning, sampai masa pengoperasian instalasi/fasilitas serta
pelaksanaan pemeliharaannya. Pada setiap tahap kegiatan tersebut, semua alat ukur yang dipakai harus
dipastikan fungsinya, apakah alat tersebut telah bekerja dengan baik dan benar sehingga dapat
dipercaya penunjukan atau hasil bacaannya. Alat ukur yang dipakai dalam berbagai kegiatan dapat
merupakan bagian dari peralatan secara individu atau bagian dari peralatan di dalam suatu sistem
operasi. Dalam setiap kegiatan seringkali melibatkan berbagai macam jenis pengukuran yang
memerlukan berbagai jenis alat ukur.
Beberapa kasus kegagalan suatu kegiatan, seringkali terjadi karena kesalahan operasi yang
kemungkinan besar berasal dari kesalahan sistem instrumentasi dalam kegiatan tersebut, misalnya
karena tidak beroperasinya alat ukur atau alat ukur memberikan data hasil pengukuran yang
salah.1 Demikian pula kerugian-kerugian lainnya dapat muncul karena tidak tepatnya hasil pengukuran
oleh alat ukur, baik secara individu maupun yang terintegrasi dalam sistem kegiatan. Setiap kesalahan
penunjukan alat ukur secara tidak langsung dapat mengakibatkan ketidaktepatan langkah yang diambil
untuk pelaksanaan rangkaian kegiatan tersebut. Hasil akhir dari kesalahan alat ukur itu dapat
menyebabkan kegagalan operasi suatu kegiatan.
1
A. Pengertian Kalibrasi.
Pengertian Kalibrasi Pengertian / arti kalibrasi adalah proses verifikasi bahwa suatu akurasi alat ukur
sesuai dengan rancangannya. Kalibrasi biasa dilakukan dengan membandingkan suatu standar yang
tertelusur dengan standar nasional maupun internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi.
Sedangkan pengertian / arti kalibrasi ISO/IEC Guide 17025 adalah serangkaian kegiatan yang
membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau
nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran
yang diukur dalam kondisi tertentu. Dengan kata lain, kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan
kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan
terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran
dan/atau internasional.
Sistem manajemen baik itu sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008, sistem manajemen lingkungan ISO
14001 : 2005, ataupun sistem manajemen kesehatan keselamatan kerja OHSAS 18001 : 2008 juga
mempersyaratkan dalam salah satu klausulnya bahwa peralatan yang digunakan dalam suatu
perusahaan yang berpengaruh terhadap mutu, lingkungan, ataupun kesehatan harus dikalibrasi ataupun
diverivikasi secara berkala.
Arti Pentingnya Kalibrasi Kalibrasi alat ukur selain digunakan untuk memenuhi salah satu persyaratan /
klausul sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008, sistem manajemen lingkungan ISO 14001 : 2005,
ataupun OHSAS 18001 : 2007 tetapi juga mempunyai manfaat lainnya antara lain :
1. Jaminan mutu terhadap produk yang dihasilkan melalui sistem pengukuran yang valid
2. Menghindari cacat/penyimpangan hasil ukur
3. Menjamin kondisi alat ukur tetap terjaga sesuai spesifikasinya
Berkaitan dengan tuntutan global dalam mutu pelayanan kesehatan, adanya ISO 9000 dan UU no8/99
tentang perlindungan konsumen, maka diperlukan pengukuran dan kalibrasi alat kesehatan secara berkala.
2
Dan prosedur kalibrasi wajib dilakukan secara terjadwal guna keselamatan user atau operator dan pasien
sebagai pemakai.
http://mutumed.co.id/mutumed/berita-171-pengertian-dan-cara-kalibrasi-alat-kesehatan-.html 1
Merujuk ke PP no 72 Tahun 1992 tentang perlindungan kepada pemberi dan penerima jasa pelayanan
kesehatan; Perpu no 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan kerja terhadap Radiasi; Perpu No 12 Tahun 1975
tentang izin pemakaian zat Radioaktif atau Sumber radiasi lainnya. Surat Keputusan bersama Menkes-Dirjen
BATAN No 525/Menkes/SKBVIII/89-PN.01.01/94/DJ/1989 tentang Pendelegasian Wewenang Pemeriksaan
Zat Radioaktif dan Fasilitas Kesehatan. Dan Permenkes No 363/Menkes/PER/IV/1998 tentang Pengujian dan
Kalibrasi Alat Kesehatan pada sarana Pelayanan Kesehatan yang diterangkan bahwa :
ALAT KESEHATAN YANG WAJIB DIUJI DAN DIKALIBRASI
Pasal 2
1. Setiap alat kesehatan wajib dilakukan pengujian dan atau kalibrasi untuk menjamin nilai keluaran atau
kinerja dan kelematan pemakaian.
2. Pengujian dan atau kalibrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada alat kesehatan yang
dipergunakan di sarana pelayanan kesehatan dengan kriteria :
a.Belum mempunyai sertifikat dan/atau tanda
b.Sudah berakhir jangka waktu sertifikat dan/atau tanda;
c.Diketahui penunjukannya atau keluarannya atau kinerjanya (performance) atau keamanannya
(safety) tidak sesuai lagi walaupun bersertifikat dan/atau tanda masih berlaku;
d.Telah mengalami perbaikan walaupun sertifikat dan/atau tanda masih berlaku;
e.Telah dipindahkan bagi yang memerlukan instalasi, walaupun bersertifikat dan atau tanda masih
berlaku;
Pasal 4
1.Pengujian dan/atau Kalibrasi alat kesehatan dilakukan oleh Institusi Penguji secara berkala sekurang-
kurangnya satu kali dalam satu tahun.
2.Dalam hal tertentu Pengujian dan/atau Kalibrasi alat kesehatan dapat dilakukan sesuai kebutuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) butir c, butir d dan butir e.
3
http://elektromedik.blogspot.co.id/2008/04/kalibrasi-alat-kesehatan.html 2
B. Jaringan Nasional Kalibrasi
Pada prinsipnya, semua jenis alat ukur teknis harus dikalibrasi, baik alat ukur untuk besaran standar
(seperti berat, panjang, waktu, arus listrik, suhu, jumlah zat dan intensitas cahaya), maupun alat ukur
besaran turunan (seperti luas, isi, kecepatan, tekanan, gaya, frekuensi, energi, daya, tahanan listrik, dan
lain-lain).8 Secara umum, suatu laboratorium fasilitas kalibrasi mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:
· Memberikan pelayanan untuk mengkalibrasi alat ukur yang memerlukan ketepatan dan ketelitian
tinggi.
Memelihara dan menyempurnakan metode yang diperlukan dalam pelayanan kalibrasi dan
pengukuran.
Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada fasilitas kalibrasi tingkat lokal.
Memelihara dan menyempurnakan alat ukur standar nasional.
Memberikan pengesahan terhadap prosedur kalibrasi di fasilitas kalibrasi tingkat lokal.
Mengkalibrasi alat ukur standar nasional terhadap alat ukur primer atau membandingkan dengan
alat ukur standar yang setingkat.
Pada awal 1978, telah dibentuk suatu Komite Kalibrasi Indonesia (KKI) dengan program kerja utama
adalah membentuk Jaringan Nasional Kalibrasi (JNK). Sertifikat kalibrasi sebagai laporan hasil
pelaksanaan kalibrasi hanya dikeluarkan oleh lembaga/ badan/institusi yang tergabung dalam JNK yang
secara periodik dibina, diarahkan, dan dinilai oleh KKI. Maksud pembentukan JNK ini adalah
menghimpun pusat-pusat kalibrasi dengan kemampuan dan dapat memberikan jasa kalibrasinya kepada
masyarakat, perorangan, maupun industri. Kalibrasi alat ukur tingkat nasional pada mulanya diawasi
oleh Komisi Kalibrasi yang berada dalam Dewan Standardisasi Nasioanl (DSN). Dewan ini juga berfungsi
sebagai pembina hubungan internasional dalam masalah kalibrasi.
4
Kini fungsi DSN diambil alih oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang dibentuk dengan Keputusan
Presiden Nomor 13, Tahun 1997. Tugas pokok BSN adalah membantu presiden dalam
menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi, yang mencakup metrologi
teknik, standar, pengujian, dan mutu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi, BSN dibantu oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Sebagai Badan Akreditasi Nasional, KAN mempunyai tugas untuk memberikan akreditasi kepada
lembaga sertifikasi (antara lain mencakup sistem mutu, produk, personel pelatihan, sistem manajemen
lingkungan, sistem pengelolaan hutan lestari), laboratorium penguji, laboratorium kalibrasi, dan
lembaga inspeksi teknis.9
Dengan adanya KAN yang berada di bawah Badan Akreditasi Nasional (BAN) maka saat ini bagi setiap
lembaga/badan/ institusi/unit/perusahaan/industri yang telah memiliki dan mampu mengelola
laboratorium kalibrasi serta memenuhi semua persyaratan akreditasi, dapat mengajukan diri kepada
KAN untuk bertindak sebagai laboratorium penguji/kalibrasi. Lembaga yang telah diakreditasi oleh KAN
diberi kewenangan untuk mengeluarkan/menerbitkan sertifikat sesuai dengan ruang lingkup
akreditasinya. Untuk laboratorium kalibrasi dapat menerbitkan sertifikat kalibrasi. Dalam tabel 1 disaji-
kan daftar beberapa contoh laboratorium kalibrasi yang telah diakreditasi oleh KAN-BSN.
Anggota JNK terdiri dari beberapa instansi yang dinilai memenuhi persyaratan seperti memiliki fasilitas
kalibrasi, memiliki tenaga pelaksana kalibrasi, dan bersedia memberikan jasa kalibrasinya kepada
masyarakat yang memerlukannya. Sampai saat ini, telah terdaftar secara resmi banyak instansi yang
menjadi anggota JNK, seperti Balai Besar Pengembangan Industri Logam dan Mesin (BBPLM/MIDC) di
Bandung, Direktorat Metrologi di Bandung, Badan Tenaga Nuklir Nasional di Jakarta, Pusat Penyelidikan
Masalah Kelistrikan (PPMK/LMK-PLN) di Jakarta, P.T. Telkom di Bandung, P.T. Pusat Industri Angkatan
Darat (PINDAD) di Bandung, Departemen Mesin dan Elektro-ITB di Bandung, Puslitbang Kalibrasi
Instrumentasi & Metrologi (KIM-LIPI) di Serpong-Jawa Barat, Balai Besar Barang dan Bahan Teknik di
Bandung, Laboratorium Uji Konstruksi (LUK-BPPT) di Serpong, dan lain-lain.8
5
Dalam rangka menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas yang menekankan pada kualitas
produk (baik barang maupun jasa) serta pelestarian lingkungan hidup, masalah kalibrasi alat ukur perlu
segera dimasyarakatkan. Menurut data, dari sekian banyak alat ukur teknis yang beredar dan
dipergunakan di Indonesia, baru sekitar 10% alat ukur yang dikalibrasi di Indonesia. Satu persen
dikalibrasi di luar negeri dan selebihnya tidak dikalibrasi sama sekali. Data ini menunjukkan bahwa untuk
metrologi teknis, sebagian besar pengukuran di Indonesia harus dianggap salah. Titik pangkal dari semua
permasalahan ini tidak lain karena belum populernya kegiatan kalibrasi alat ukur dan belum pahamnya
sebagian besar masyarakat Indonesia akan pentingnya kalibrasi tersebut.
Secara edukatif, pemasyarakatan kalibrasi juga mempunyai dampak positif terhadap produsen/industri
untuk meningkatkan disiplin. Kesadaran terhadap pentingnya meningkatkan mutu produk berupa
barang, jasa, dan layanan umumnya masih kurang. Jadi, upaya pemasyarakatan kalibrasi harus ditempuh
kalau bangsa Indonesia benar-benar ingin meningkatkan kualitas produk dan merebut pasar
internasional. Bagi industri, selain untuk menjamin kualitas produk, pengukuran yang tepat juga
bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Ketelitian dalam pengukuran dapat
mengurangi penggunaan energi dan bahan baku yang tidak diperlukan. Dalam kegiatan medis,
pengukuran yang tepat bisa dipakai untuk meningkatkan kualitas jasa pelayanan medis, meningkatkan
kepercayaan pasien, dan keselamatan.
6
Kesalahan penunjukan alat ukur pada suatu instalasi maupun fasilitas lainnya, terutama disebabkan oleh
kurangnya perhatian dalam melaksanakan kalibrasi alat ukur. Untuk menghindari kerugian yang dapat
diakibatkan oleh kesalahan hasil pengukuran maka pelaksanaan kalibrasi harus merupakan kegiatan
pengujian yang dilakukan secara periodik. Dengan kalibrasi ini maka mutu, akurasi, maupun keandalan
alat ukur akan selalu terjaga. Demikian pula kualitas produk yang dihasilkannya.
C. Kalibrasi Peralatan Medis
Peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, baik di rumah sakit maupun di sarana
pelayanan kesehatan lainnya.10Seiring dengan perkembangan teknologi, khususnya peralatan kesehatan
dan semakin beraneka ragamnya jenis peralatan kesehatan yang digunakan dalam kegiatan medis, guna
meningkatkan keamanan dan keakurasian informasi hasil pengukuran peralatan kesehatan tersebut
maka dipandang sangat perlu untuk melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan yang kini
banyak digunakan oleh para praktisi kesehatan.
Undang –Undang Rumah Sakit Tahun 2009 telah mewajibkan bahwa setiap peralatan medik yang
digunakan di rumah sakit harus dilakukan pengujian dan kalibrasi secara berkala.11 Mengingat masih
rendahnya pelayanan pengujian dan kalibrasi peralatan medis di Indonesia serta masih kurangnya
pengertian dan pemahaman rumah sakit, baik Daerah, Dinas Kesehatan Propinsi, ataupun
Kabupaten/Kota terhadap perlunya kalibrasi dan pengujian ini, maka perlu dilakukan sosialisasi dalam
bentuk Kebijakan Pengujian dan Kalibrasi Peralatan Kesehatan kepada para praktisi kesehatan maupun
rumah sakit-rumah sakit di seluruh Indonesia.
Pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan sejalan dengan program peningkatan mutu pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit. Pada Pasal 16 ayat 2 ditegaskan bahwa Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi
secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau Institusi Penguji Yang
Berwenang.12 Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) sebagai institusi penguji dan kalibrasi alat
kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.363/Menkes/Per/IV/1998, diberi
tugas melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan untuk
menjamin mutu (ketelitian, ketepatan dan keamanan) peralatan kesehatan. Kebijakan terkait yang
7
mendukung pengujian dan kalibrasi adalah Peraturan Pemerintah (PP) No.72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Sejalan dengan pelaksanaan pengujian dan kalibrasi
yang dilakukan oleh BPFK, dikeluarkan pula PP No.13 Tahun 2009 tentang Pola Tarif yang berlaku untuk
pengujian dan kalibrasi alat kesehatan.
Melalui sosialisasi yang mencakup perundang-undangan dan peraturan pemerintah yang berkaitan
dengan masalah kalibrasi peralatan medis, setiap rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas)
maupun poliklinik diharapkan mulai sadar mengenai perlunya pengujian dan kalibrasi terhadap
peralatan medis. Dengan dilaksanakannya sosialisasi pengujian dan kalibrasi maka Dinas Kesehatan
beserta jajarannya (rumah sakit dan puskesmas) diharapkan dapat mendukung sepenuhnya tugas yang
dibebankan kepada BPFK. Kini di seluruh Indonesia telah berdiri empat BPFK yang ada di empat kota
besar, yaitu BPFK Jakarta, BPFK Surabaya, BPFK Medan, dan BPFK Makassar. Namun, dari keempat BPFK
tersebut, dirasakan sampai saat ini belum dapat memenuhi semua permintaan pelayanan. Oleh karena
itu, perlu dilakukan pengembangan jumlah dan jangkauan pelayanan BPFK untuk meningkatkan
kemampuan cakupan pelayanannya.12
Maksud dan tujuan utama pengembangan BPFK adalah untuk lebih meningkatkan jangkauan layanan
kegiatan pengujian dan kalibrasi alat kesehatan, sehingga pelayanan pengujian dan kalibrasi serta
proteksi radiasi dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Untuk mewujudkan keinginan tersebut,
pemerintah merencanakan akan membangun empat unit fungsional BPFK, yaitu Unit Fungsional
Pengamanan Fasilitas Kesehatan di Solo, Palembang, Banjarmasin, dan Jayapura.
Tantangan pada era globalisasi yang diiringi dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
mutu pelayanan kesehatan, mengakibatkan jumlah rumah sakit, puskesmas, dan sarana pelayanan
kesehatan lainnya, merasa perlu untuk melakukan pengujian dan kalibrasi guna memenuhi standar
kesesuaian mutu pelayanan kesehatan. Kepada lembaga-lembaga kesehatan yang belum melakukan
pengujian dan kalibrasi peralatan medis yang dimilikinya, wajib melaksanakan pengujian dan kalibrasi
untuk peralatan kesehatan, baik yang baru di instalasi atau sedang diuji fungsikan, setelah perbaikan
dan peralatan kesehatan yang belum mempunyai sertifikat kalibrasi atau sertifikat kalibrasinya sudah
tidak berlaku lagi.
8
Pengujian dan kalibrasi alat kesehatan terkait dengan keselamatan pasien yang saat ini sudah mulai
masuk ke ranah hukum, sehingga pelaksanaan pengujian dan kalibrasi alat kesehatan bukan hanya
sekadar untuk mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan. Namun, yang lebih penting dari itu adalah dalam
rangka menjamin kualitas pelayanan medis dan keamanan pasien. Peralatan medis harus memenuhi
standar keamanan, keselamatan, kemanfaatan, dan laik pakai. Untuk menjamin terpenuhinya ketentuan
tersebut maka terhadap setiap jenis peralatan medis harus dilakukan pengujian dan kalibrasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan adanya kecenderungan jumlah sarana pelayanan kesehatan yang terus meningkat maka
kemampuan dalam pelayanan pengujian dan kalibrasi pun dituntut untuk meningkat pula. Rekomendasi
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa pencapaian kesesuaian mutu pada alat medis harus
dilakukan pada seluruh tahapan, termasuk pada tahapan/siklus penggunaan. Beberapa kendala yang
saat ini umum ditemui di lapangan dalam pelaksanaan pengujian dan kalibrasi peralatan medis adalah
masalah alokasi anggaran. Banyak pemerintah daerah yang belum mengalokasikan anggaran untuk
kegiatan pengujian dan kalibrasi peralatan medis.
Banyak permasalahan yang muncul berkaitan dengan penggunaan peralatan medis saat ini di
Indonesia.14 Sekedar contoh, berdasarkan pengalaman dan pengamatan langsung di lapangan, banyak
akurasi tensimeter pengukur tekanan darah yang sudah jauh melampaui batas toleransi yang
ditetapkan, yakni berkisar lebih kurang 15 mmHg. Jika alat dalam kondisi seperti itu dipaksa digunakan
tanpa dikalibrasi, orang yang memiliki tekanan darah tinggi bisa dinyatakan normal atau sebaliknya.
Masalah yang ditemukan di lapangan ternyata bukan cuma soal kisaran akurasi, tetapi ada juga
tensimeter yang air raksa di dalamnya memiliki gelembung, kotor, bahkan tersumbat, tapi tetap dipakai.
Di suatu rumah sakit, bukan tidak mungkin ditemukan hanya 20 persen dari alat kesehatannya yang
masih layak pakai. Kenyataan itu terungkap dalam acara open house Kalibrasi dan Instrumentasi serta
Teknologi Pengujian yang diadakan oleh Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi LIPI serta Pusat Penelitian
Standar Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya mendapat perhatian
dari pihak-pihak yang berkecimpung dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.14 Masalah lain
yang ditemukan di lapangan adalah adanya beberapa rumah sakit yang justru ketakutan ketika akan
9
dilakukan pengujian terhadap peralatan kesehatan yang dimilikinya. Ketakutan itu muncul karena alat
yang mereka miliki sudah tidak layak pakai.
Menurut Pusat Standar Mutu dan Teknologi Pengujian, saat ini pusat penelitian itu sedang merintis
kemampuan dan fasilitas untuk pengujian alat-alat medis yang bukan sekadar tera, dengan harapan bisa
memperbaiki kondisi seperti dicontohkan di atas. Beberapa jenis peralatan medis seperti peralatan
ultrasonografi (USG), inkubator bayi, pacu jantung elektrik, simulator pasien, tensimeter, dan peralatan
lainnya perlu diuji serta dikalibrasi ulang. Untuk peralatan USG, misalnya, pengujiannya dilakukan untuk
memastikan apakah ketika alat bergerak ke sisi perut tertentu, gambar yang ditunjukkan benar bagian
dari perut itu dan tidak menyimpang.
Suatu alat ada kemungkinannya juga harus menjalani beberapa jenis kalibrasi. Pesawat sinar-X untuk
radiodiagnostik, misalnya, perlu diuji tingkat radiasi paparan (exposure radiation) dan kemampuan
pencitraan dari alat tersebut.15 Kalibrasi jenis pertama ditujukan untuk mengalibrasi tingkat radiasi
paparan yang keluar agar tidak melebihi batas normal keamanan bagi pasien maupun operator. Sedang
kalibrasi yang kedua dilakukan berhubungan dengan diagnosis untuk mendapatkan kualitas citra terbaik.
10
11
Beberapa alat kedokteran sekarang ini ada juga yang sudah dilengkapi alat bantu untuk mengalibrasi
dari pabrik pembuatnya. Misalnya, untuk pesawat CT-Scan terdapat water phantom untuk menganalisis
distribusi intensitas dari CT-Scan dan pada elektrokadiograf (EKG) terdapat Phantom Signal
Generator yang berupa generator sinyal pembangkit sinyal EKG standar. Pada alat-alat laboratorium
klinik pun juga ada phantom pengkalibrasi ini. Jadi, bila rumah sakit membeli alat baru, perlu
memperhatikan kelengkapan alat untuk pengkalibrasiannya.16
12
Tidak jarang suatu rumah sakit enggan untuk mengalibrasi alatnya karena merasa keabsenan alat
tersebut saat dikalibrasi akan menggangu kelancaran pelayanan rumah sakit.16 Tidak jarang juga suatu
rumah sakit bahkan sama sekali tidak tahu di mana dan bagaimana harus mengalibrasi alatnya. Banyak
juga rumah sakit yang tidak mengetahui bahwa alatnya sudah tidak layak pakai lagi. Karena persoalan
itu, kini sebagaian masyarakat umum yang sudah mulai paham tetang jaminan kualitas pelayanan
kesehatan menjadi takut, atau paling tidak ragu kalau banyak dokter salah diagnosis gara-gara alat yang
digunakan sebagai alat bantu tidak bisa dipercayai keakuratan hasil pengukurannya.
Masalah peralatan di rumah sakit bukan sekadar memperbaiki kalau ada kerusakan, tapi yang paling
mendasar adalah melakukan kalibrasi alat yang erat kaitannya dengan akurasi dan presisi pembacaan
alat terhadap spesimen yang diperiksa. Penyimpangan alat akan sangat besar kalau tidak pernah
dikalibrasi, sehingga kelaikan alat atau pesawat untuk memeriksa spesimen dengan betul dan mendekati
kebenaran sulit tercapai. Karena kondisi alat yang sudah tidak laik pakai, tidak jarang ditemukan kasus
di lapangan di mana hasil pemeriksaan laboratorium tidak bersesuaian dengan kondisi klinis yang
diderita pasien.16 Jika hal itu terjadi, jalan keluarnya selama ini adalah dengan mengulang pemeriksaan
di laboratorium lain (second opinion/test). Tidak pernah mencurigai alat yang digunakan untuk
melakukan pemeriksaan.
http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2012/edisi-no-04-vol-xxxvii-2012/435-artikel-konsep/890-pentingnya-kalibrasi-alat-
ukur-dalam-kegiatan-medis3
13
D. Petugas Kalibrasi
Kalibrasi dapat dilakukan oleh :
Pertama-tama teknisi vendor alat yang bersangkutan *) sesuai contract
BPFK (Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan)
Teknisi Supplier Alat Kesehatan (Pihak Ke III)
Teknisi Biomedical Engineering RS yang bersangkutan
14