UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISA DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA
PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT GINJAL KRONIK
DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RUMKITAL Dr.
MINTOHARDJO TAHUN 2014
SKRIPSI
DANA YUSSHIAMMANTI FITRIA
1111102000024
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DESEMBER 2015
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISA DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA
PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT GINJAL KRONIK
DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RUMKITAL Dr.
MINTOHARDJO TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
DANA YUSSHIAMMANTI FITRIA
1111102000024
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DESEMBER 2015
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Dana Yusshiammanti Fitria
NIM : 1111102000024
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien
Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit
Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan di dunia dengan
peningkatan insiden, prevalensi, biaya yang tinggi dan outcome yang buruk.
Pasien PGK memiliki resiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang semakin
parah akibat penyakit penyerta dan drug related problems (DRPs). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui jenis penyakit penyerta dan DRPs pada pasien rawat
inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo. Adapun kategori DRPs yang
meliputi ketidaktepatan pemilihan obat, ketidaktepatan penyesuaian dosis,
indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan interaksi obat. Penelitian ini juga
untuk mengetahui pengaruh antara jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah
DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs. Penelitian
ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan rancangan penelitian
cross sectional (potong lintang), dengan pengumpulan data secara retrospektif.
Data yang digunakan adalah data rekam medis. Data yang diperoleh dikaji secara
deskriptif berdasarkan literatur. Penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit
penyerta yang sering dialami pasien adalah anemia (75,0%) dengan kejadian
DRPs terbanyak ialah interaksi obat (81,9%), diikuti ketidaktepatan penyesuaian
dosis (overdosis 11,2%; subterapi 2,0%), indikasi tanpa obat (3,2%) dan
ketidaktepatan pemilihan obat (1,7%). Jumlah penyakit penyerta tidak
berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah DRPs (P = 0,493). Jumlah
penggunaan obat berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah DRPs (P =
0,000).
Kata kunci: penyakit ginjal kronik, penyakit penyerta, drug related problems
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Dana Yusshiammanti Fitria
Major Study : Pharmacy
Title : Analysis of Drug Related Problems (DRPs) Inpatient
Chronic Kidney Disease with Comorbidities in the Naval
Hospital Dr. Mintohardjo 2014
Chronic Kidney Disease (CKD) is a health problem in the world with an increased
incidence, prevalence, high costs and poor outcomes. CKD patients have a
decreased risk of worsening of renal function due to concomitant disease and drug
related problems (DRPs). This study aims to determine the type of comorbidities
and DRPs in hospitalized patients with CKD in the naval hospital Dr.
Mintohardjo. The categories of DRPs which include improper drug selection,
improper dosage adjustment, indications without drugs, drugs without indication
and drug interactions. This study was also to determine influence of the number of
comorbidities on the number of DRPs and influence the amount of drug use on the
number of DRPs. This study is an observational study using cross sectional study
design, with retrospective data collection. The data used are the medical records.
The data obtained were examined descriptively based on the literature. This study
shows that comorbidities that are often experienced by patients is anemia (75,0%)
with the highest incidence of DRPs is a drug interaction (81,9%), followed by
improper dosage adjustment (overdosage 11,2%; underdosage 2,0%); indication
without drug (3,2%) and improper drug selection (1,7%). Number of
comorbidities did not influence significantly on the number of DRPs (P = 0,493).
The amount of drug use significantly affect on the number of DRPs (P = 0,000).
Keywords: chonic kidney disease, comorbidities, drug related problems
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya.
Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat. Syukur atas limpahan cinta
dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit
Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo
Tahun 2014”. Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak
akan terwujud dan berjalan lancar tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan doa
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt. dan Ibu Siti Fauziyah, S.Si, M.Farm., Apt.
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu,
tenaga, dalam penelitian ini juga untuk kesabaran dalam membimbing,
memberikan saran, dukungan serta kepercayaannya selama penelitian
berlangsung hingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Dr. Arief Sumantri, S.KM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
dosen pembimbing akademik Farmasi kelas A tahun ajaran 2011.
4. Seluruh pihak dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas
ilmu dan pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.
5. Seluruh civitas Departemen Farmasi Rumkital Dr. Mintohardjo yang
telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan
penelitian serta dukungan yang sangat besar.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Bapak Ari beserta seluruh pihak karyawan ruang administrasi medik dan
seluruh kepala perawat ruangan yang telah banyak membantu kelancaran
dalam pengambilan data.
7. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Muhammad Yusuf dan ibunda Yani
Maryani yang tidak pernah lelah untuk memberikan doa, dukungan moril
maupun materil, cinta, kasih sayang, semangat dan motivasi kepada
penulis dari kecil hingga saat ini.
8. Kakak tersayang M. Deni Mardiansyah D. dan Ka Mayang Gentra, serta
seluruh keluarga besar atas semangat, dukungan dan doa kepada penulis.
9. Novila Tari, Yulia Nurbaiti Raihana, Qurry Mawaddana, Fathiyah, Wafa,
Rika Chaerunisa, Firda Khanifah, Nurul Hikmah Tanjung, Meri
Rahmawati, Khoirunnisa Robbani, Henny Pradikaningrum, atas
kebersamaan, persaudaraan, persahabatan, doa, semangat, dukungan,
serta selalu menemani dan mendengarkan penulis.
10. Teman seperjuangan penelitian Siti Ulfah Bilqis, Khabbatun Ni’mah dan
Athirotin Halawiyah atas masukan, bantuan, kesabaran, dan semangat
selama masa penelitian hingga penyusunan skripsi.
11. Teman-teman Acl6 dan Farmasi 2011 khususnya Farmasi 2011 kelas AC
atas kebersamaan, serta berbagi suka dan duka selama perkuliahan.
12. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian dan
penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis berharao kritik dan
saran atas kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat untuk banyak pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
dunia kefarmasian.
Ciputat, 29 Desember 2015
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .......................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .........................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................................5
1.4.1 Manfaat Bagi Penulis ...........................................................5
1.4.2 Manfaat Bagi Rumkital Dr. Mintohardjo .............................5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................7
2.1 Drug Related Problems ..................................................................7
2.1.1 Klasifikasi Drug Related Problems .....................................7
2.1.1.1 Ketidaktepatan Pemilihan Obat ...............................8
2.1.1.2 Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis ..........................8
2.1.1.3 Indikasi Tanpa Obat .................................................9
2.1.1.4 Obat Tanpa Indikasi .................................................9
2.1.1.5 Reaksi Obat yang Merugikan ..................................9
2.1.1.6 Interaksi Obat .........................................................10
2.1.1.7 Ketidaktepatan Pemantauan Laboratorium ............13
2.1.1.8 Ketidakpatuhan Pasien ...........................................13
2.2 Ginjal ............................................................................................14
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal .............................................14
2.2.1.1 Anatomi .................................................................14
2.2.1.2 Struktur Makroskopis ............................................14
2.2.1.3 Struktur Mikroskopis .............................................17
2.2.1.4 Fisiologi .................................................................19
2.2.2 Penilaian Fungsi Ginjal ......................................................21
2.2.2.1 Persamaan Cockroft-Gault .....................................21
2.2.2.2 Persamaan MDRD .................................................22
2.3 Penyakit Ginjal Kronik ................................................................23
2.3.1 Definisi ...............................................................................24
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.2 Etiologi ...............................................................................24
2.3.3 Klasifikasi...........................................................................25
2.3.3.1 Penyebab ................................................................25
2.3.3.2 Kategori Laju Filtrasi Glomerulus .........................26
2.3.3.3 Kategori Albuminuria ............................................27
2.3.4 Patofisiologi .......................................................................27
2.3.4.1 Protokol Pasien Penyakit Ginjal Kronik ................29
2.3.4.2 Pengobatan Progresi dengan Modifikasi Terapi ....30
2.3.5 Terapi Pengganti Ginjal .....................................................36
2.3.5.1 Hemodialisis ..........................................................36
2.3.5.2 Dialisis Peritoneal ..................................................36
2.3.5.3 Transplantasi Ginjal ...............................................37
2.4 Rumah Sakit .................................................................................37
2.4.1 Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit .........................40
2.5 Rekam Medis ................................................................................40
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................42
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................42
3.3 Bahan Penelitian ...........................................................................42
3.4 Desain Penelitian ..........................................................................42
3.5 Kerangka Konsep .........................................................................43
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................43
3.6.1 Populasi ..............................................................................43
3.6.2 Sampel ................................................................................44
3.7 Definisi Operasional .....................................................................45
3.8 Alur Penelitian ..............................................................................46
3.8.1 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian) ............................46
3.8.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data.........................................46
3.8.3 Manajemen Data ................................................................47
3.8.4 Pengolahan Data .................................................................47
3.8.5 Analisa Data .......................................................................48
3.8.5.1 Analisa Univariat ...................................................48
3.8.5.2 Analisa Bivariat .....................................................48
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................50
4.1 Analisa Univariat ..........................................................................50
4.1.1 Karakteristik Pasien............................................................50
4.1.2 Profil Penggunaan Obat .....................................................55
4.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat ......................................57
4.1.3 Drug Related Problems (DRPs) .........................................58
4.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat ...................59
4.1.3.2 DRPs Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis ..............61
4.1.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat ....................................64
4.1.3.4 DRPs Obat Tanpa Indikasi ....................................67
4.1.3.5 DRPs Interaksi Obat ..............................................67
4.2 Analisa Bivariat ............................................................................70
4.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................71
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.1 Kendala...............................................................................71
4.3.2 Kelemahan ..........................................................................72
4.3.3 Kekuatan.............................................................................72
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................73
5.1 Kesimpulan ...................................................................................73
5.2 Saran .............................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................75
LAMPIRAN ...................................................................................................81
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal Tampak dari Depan.....................................14
Gambar 2.2 Letak Anatomi Ginjal ...........................................................15
Gambar 2.3 Struktur Makroskopis Ginjal ................................................16
Gambar 2.4 Proses Pembentukan Urin .....................................................21
Gambar 2.5 Mekanisme Progresi Gangguan Penyakit Ginjal Kronik .....29
Gambar 2.6 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit
Ginjal Kronik pada Pasien Diabetes .....................................33
Gambar 2.7 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit
Ginjal Kronik pada Pasien Non Diabetes..............................34
Gambar 2.8 Algoritma Manajemen Hipertensi untuk Pasien Penyakit
Ginjal Kronik ........................................................................35
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep ......................................................43
Gambar 4.1 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penyakit
Penyerta terhadap Jumlah DRPs ...........................................70
Gambar 4.2 Hasil Uji Koefisiensi Kontingensi Pengaruh Jumlah
Penyakit Penyerta terhadap Jumlah DRPs ............................70
Gambar 4.3 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penggunaan
Obat terhadap Jumlah DRPs .................................................71
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penyebab PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice
Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013 .......25
Tabel 2.2 Kategori Albuminuria menurut KDIGO 2012 Clinical Practice
Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013 .......27
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dalam Penelitian .......................45
Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Penyakit Ginjal Kronik ............................50
Tabel 4.2 Data Distribusi Penyakit Penyerta .............................................54
Tabel 4.3 Data Distribusi Penggunaan Obat .............................................56
Tabel 4.4 Data Distribusi Jumlah Penggunaan Obat .................................57
Tabel 4.5 Data Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori DRPs .................58
Tabel 4.6 Data Distribusi Pasien DRPs Ketidaktepatan
Pemilihan Obat ..........................................................................60 Tabel 4.7 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Tinggi ..........61
Tabel 4.8 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Rendah ........62
Tabel 4.9 Data Distribusi Pasien DRPs Indikasi Tanpa Obat ...................64
Tabel 4.10 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat
Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat ........................68
Tabel 4.11 Jenis Obat yang Mengalami Interaksi Mayor............................69
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ...........................................81
Lampiran 2. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Rumkital
Dr. Mintohardjo ....................................................................82
Lampiran 3. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian di Ruang
Administrasi ..........................................................................83
Lampiran 4. Kriteria Penilaian DRPs ........................................................84
Lampiran 5. Data Pasien ...........................................................................87
Lampiran 6. Data Obat ............................................................................131
Lampiran 7. Penilaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Ginjal
Kronik .................................................................................138
Lampiran 8. Kejadian DRPs Interaksi Obat ............................................139
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik (PGK) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal
yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang ditandai dengan
kelainan patologis; atau tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah
dan urin, atau kelainan dalam imaging test. Jika tidak ada kelainan patologis,
penegakan diagnosa didasarkan pada LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2
selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Dikatakan sebagai
gagal ginjal terminal (GGT) ketika LFG kurang dari 15 ml/menit/1,73 m2 (Levey,
A. S., et al., 2005).
PGK merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan insiden,
prevalensi, biaya yang tinggi dan “outcome” yang buruk (Levey, A. S., et al.,
2005). Pasien dengan gangguan fungsi ginjal sering mengalami perubahan
parameter farmakokinetik seperti absorbsi, distribusi, ikatan protein, metabolisme
dan ekskresi obat melalui ginjal. LFG akan semakin rendah akibat penyakit ginjal
atau penuaan. Keadaan ini berakibat waktu eliminasi obat diperpanjang sehingga
mempengaruhi aktivitas farmakologi dan toksisitas obat. Gangguan ginjal juga
berpengaruh terhadap farmakodinamik obat akibat perubahan fisiologis dan
biokimia yang berhubungan dengan progresivitas insufisiensi ginjal.
Kompleksitas pengobatan pada pasien PGK meningkatkan potensi drug
related problems (DRPs). Seiring dengan penurunan fungsi ginjal maka jenis dan
jumlah pengobatan untuk pasien bertambah, sehingga akan memperbesar resiko
DRPs. DRPs telah diketahui berhubungan dengan morbiditas, mortalitas, dan
penurunan kualitas hidup (Mahmoud, 2008).
Menurut United State Renal Data System (USRDS), di Amerika Serikat
prevalensi PGK meningkat dari tahun 1988-1994 ke 1999-2004. Pada tahun 1988-
1994 sebesar 12,0% dan tahun 1999-2004 sebesar 14,0% (USRDS, 2014).
Berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR), suatu registrasi dari
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), terjadi peningkatan pasien yang
melakukan hemodialisis dari tahun 2007 – 2012.
Riset Kesehatan Dasar (2013) menyatakan bahwa dari jumlah responden
usia 15 tahun sebanyak 722.329 orang (347.823 laki-laki, 374.506 wanita),
prevalensi PGK berdasarkan diagnosa dokter di Indonesia sebesar 0,2 persen.
Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5 persen, diikuti Aceh,
Gorontalo dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 persen. Sementara Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta dan Jawa Timur masing-masing 0,3 persen. Prevalensi PGK
berdasarkan wawancara yang didiagnosa dokter meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, meningkat tajam pada kelompok usia 35 – 44 tahun (0,3%),
diikuti usia 45 – 54 tahun (0,4%) dan usia 55 – 74 tahun (0,5%), tertinggi pada
kelompok usia ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi
dari perempuan (0,2%) (Riskesdas, 2013).
Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs
adalah suatu peristiwa atau kejadian yang melibatkan terapi obat yang benar-benar
atau berpotensi mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE,
2010).
Terjadinya DRPs dapat mencegah atau menunda pasien dari pencapaian
terapi yang diinginkan. Namun, DRPs umum terjadi pada pasien PGK.
Berdasarkan suatu penelitian, dilakukan korelasi untuk menentukan apakah
terdapat hubungan antara DRPs dengan jumlah obat, jumlah dosis obat per hari,
jumlah kondisi penyerta, usia pasien dan durasi dari penyakit gagal ginjal kronik
terminal, sekaligus mengontrol status diabetes melitus (DM). Dari hasil penelitian,
diperoleh bahwa DRPs lazim terjadi di semua pasien hemodialisis (HD). Catatan
medis dari 133 pasien dievaluasi. Pasien berusia 60.5 ± 15.2 tahun, yang
diresepkan 11.0 ± 4.2 obat dan memiliki 6.0 ± 2.3 penyakit penyerta. DRPs terjadi
pada 97,7% pasien dengan 475 DRPs yang teridentifikasi, rata-rata 3.6 ± 1.8
DRPs per pasien. DRPs berkorelasi positif dengan jumlah penyakit penyerta
pasien (P <0.001). Jumlah DRPs meningkat pada masing-masing pasien sama
dengan meningkatnya jumlah kondisi penyerta. DRPs yang paling banyak terjadi
adalah obat tanpa indikasi (30,9%), ketidaktepatan pemantauan laboratorium
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(27,6%), indikasi tanpa obat (17,5%) dan ketidaktepatan penyesuaian dosis
(15,4%) (Manley, H. J., et al., 2003a). Hasil penelitian Manley, H. J., et al.
(2003b) diketahui 66 pasien dengan 354 DRPs, berusia 62.6 ± 15.9 tahun,
memiliki 6.4 ± 2.0 kondisi penyerta, yang menerima 12.5 ± 4.2 obat,
menunjukkan bahwa DRPs yang paling sering terjadi ialah reaksi obat yang
merugikan (ADR/Adverse Drug Reactions) sebanyak 20,7% dan indikasi tanpa
obat sebanyak 13,5%.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2005), untuk
mengetahui frekuensi, jenis dan keparahan DRPs pada pasien hemodialisis di
Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs teridentifikasi
sebanyak 1.593 kasus pada 395 pasien (51,2% pria; usia, 52,4 ± 8,2 tahun; 42,7%
dengan diabetes). Jenis DRPs yang paling sering ditemukan adalah ketidaktepatan
pemantauan laboratorium (23,5%) dan indikasi tanpa obat (16,9%).
Ketidaktepatan penyesuaian dosis ditemukan sebanyak 20,4% dari seluruh DRPs
yang teridentifikasi (dosis subterapi 11,2%; overdosis 9,2%).
Suatu studi dilakukan untuk mengidentifikasi kasus DRPs pada pasien
PGK di Perancis, diperoleh data bahwa ditemukan DRPs sebanyak 142 kasus
pada 93% pasien terutama indikasi tanpa obat (31,7%) dan dosis tidak tepat
(19%). Resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia
(P = 0.0027) dan jumlah pengobatan (P = 0.049) (Belaiche, S., et al., 2012).
Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa
DRPs yang terjadi, diantaranya ketidaktepatan penyesuaian dosis (dosis berlebih
sebanyak 6 kasus (5,55%); dosis kurang sebanyak 1 kasus (0,92%)),
ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 8 kasus (7,40%) dan interaksi obat
sebanyak 14 kasus (12,96%) (Faizzah, N., 2012).
Tujuan untuk memperbaiki kualitas dalam penggunaan obat di
masyarakat secara umum dan pasien secara khusus maka perlu dilakukan
identifikasi masalah dan error dalam struktur dan proses pengobatan. Hal itu
dimaksudkan untuk memperbaiki outcome perawatan dan untuk mengurangi error
pasien. Penurunan kejadian DRPs pada pasien dialisis dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan kualitas hidup (Manley, H. J., et al.,
2005).
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa terapi obat yang
diberikan pada pasien PGK dengan penyakit penyerta menjadi hal yang penting
untuk mendapatkan perhatian tenaga kesehatan, terutama tenaga kefarmasian dan
apoteker. Penelitian analisa DRPs pada pasien PGK dengan penyakit penyerta
belum pernah dilakukan di RS TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo.
Analisa DRPs yang dilakukan pada penelitian ini mengadaptasi kategori DRPs
menurut Cipolle, R. J., et al. (1998) yang telah dimodifikasi, yaitu ketidaktepatan
pemilihan obat, ketidaktepatan penyesuaian dosis (subterapi atau overdosis),
indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan interaksi obat. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui jenis penyakit penyerta dan jenis DRPs pada pasien rawat inap
dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo serta untuk mengetahui pengaruh
antara jumlah penyakit penyerta dengan jumlah DRPs dan pengaruh antara jumlah
penggunaan obat dengan jumlah DRPs yang dialami pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Apa jenis penyakit penyerta yang sering terjadi pada pasien rawat
inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014?
2. Apa jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap dengan PGK di
Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014?
3. Bagaimana pengaruh jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah
DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs
pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo
tahun 2014?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui jenis penyakit penyerta yang sering terjadi pada pasien
rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
2. Mengetahui jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap dengan
PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Mengetahui pengaruh antara jumlah penyakit penyerta dengan
jumlah DRPs yang dialami pada pasien rawat inap dengan PGK di
Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
4. Mengetahui pengaruh antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah
DRPs yang dialami pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital
Dr. Mintohardjo tahun 2014.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka manfaat penelitian yang dapat
diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat Bagi Penulis
1. Dapat mengetahui DRPs pada pasien PGK dengan penyakit penyerta
sehingga dapat menerapkan materi yang didapat selama mengikuti
perkuliahan dan mengaplikasikannya di lapangan.
2. Mengetahui jenis DRPs yang paling sering terjadi pada pasien PGK
dengan penyakit penyerta sehingga perlu diperhatikan untuk
meningkatkan pelayanan mutu kesehatan pada pasien.
3. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan di bidang analisa DRPs
pada pasien PGK dengan penyakit penyerta.
1.4.2 Manfaat Bagi Rumkital Dr. Mintohardjo
1. Memberikan informasi penyakit penyerta yang sering terjadi pada
pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun
2014.
2. Memberikan informasi kepada rumah sakit terkait dengan jenis
DRPs yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit penyerta di
ruang rawat inap Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
3. Menjadi referensi bagi dokter dan tenaga kefarmasian mengenai
penggunaan obat pada pasien PGK dengan terapi obat untuk
penyakit penyerta sehingga dapat mengurangi angka kejadian DRPs.
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Memberikan saran bagi dokter dan tenaga kefarmasian dalam
meningkatkan pemberian terapi optimal sehingga diperoleh terapi
yang efektif, aman dan efisien.
5. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan evaluasi dan saran
bagi pihak RS dalam kebijakan untuk menentukan standar pelayanan
kesehatan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di bangsal internis yang merupakan ruang
rawat inap pasien penyakit dalam dan bagian hemodialisis Rumkital Dr.
Mintohardjo. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada periode bulan Juni
hingga Juli 2015 dan analisa data pada bulan Agustus hingga Oktober 2015.
Bahan penelitian yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data rekam medis.
7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Seorang farmasis memegang peranan yang sangat penting dalam
peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pasien (Patient
Oriented). Sebagai seorang farmasis, peningkatan mutu pelayanan ini dapat
dilakukan melalui suatu proses pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care).
Praktek Pharmaceutical care merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
(Permenkes, 2014). Salah satu wujud kegiatan ini adalah dengan melakukan suatu
analisa terhadap drug related problems (DRPs) dari setiap terapi yang
dipertimbangkan serta diberikan kepada pasien.
2.1 Drug Related Problems
Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs
adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau
potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010).
DRPs dapat juga dikatakan sebagai suatu pengalaman atau kejadian yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau diduga berkaitan
dengan terapi obat dan secara aktual maupun potensial mempengaruhi outcome
terapi pasien (Cipolle, R. J., et al., 1998).
Terdapat dua jenis DRPs, yaitu DRPs aktual dan potensial. Keduanya
memiliki perbedaan tetapi pada kenyataannya problem yang muncul tidak selalu
terjadi dengan segera dalam prakteknya. DRPs aktual adalah suatu masalah yang
telah terjadi dan farmasis wajib mengambil tindakan untuk memperbaikinya.
Sedangkan DRPs potensial dikarenakan resiko yang sedang berkembang jika
farmasis tidak turun tangan (Rovers, J. P., et al., 2003).
2.1.1 Klasifikasi Drug Related Problems
Cipolle, R. J., et al. (1998), secara luas mengkategorikan DRPs ke dalam
8 kelompok (Mahmoud, 2008).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.1.1 Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Ketidaktepatan pemilihan obat merupakan keadaan dimana pasien telah
diresepkan obat yang salah. Pertama, terapi obat yang digunakan untuk mengobati
kondisi medis pasien tidak efektif. Kedua, obat yang diterima pasien bukan
merupakan obat yang paling efektif. Ketiga, pasien mempunyai kontraindikasi
atau menimbulkan alergi terhadap obat yang diterima. Keempat, pasien menerima
kombinasi obat yang sama efektifnya dengan terapi obat tunggal. Kelima, pasien
menerima obat yang lebih mahal bukan obat yang lebih murah dan memiliki
efektivitas yang sama (Mahmoud, 2008).
2.1.1.2 Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis
Ketidaktepatan penyesuian dosis merupakan keadaan dimana pasien
menerima terapi obat dengan dosis obat yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
a. Dosis rendah
Hal ini sering menantang bagi tenaga kesehatan untuk memastikan dosis
obat yang sesuai untuk pasien yang melakukan dialisis karena potensi kenaikan
komorbiditas dari waktu ke waktu dan mengubah parameter laboratorium,
parameter farmakokinetik dan farmakodinamik, dan perawatan dialisis.
Pemantauan yang hati-hati dan terus-menerus dari perkembangan pasien selain
penyesuaian dosis obat oleh apoteker klinis yang memperhitungkan semua obat
yang tepat, penyakit dan informasi spesifik pasien dapat menurunkan jumlah
masalah dosis pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Selain itu, parameter
seperti usia dan berat badan sering dapat berguna untuk membantu dalam
menentukan dosis obat yang optimal untuk pasien (Mahmoud, 2008).
Penyebab dosis rendah, seperti frekuensi pemberian dosis yang tidak
sesuai, jarak dan waktu pemberian terapi obat terlalu singkat, penyimpanan obat
yang tidak sesuai (misalnya, menyimpan obat di tempat yang terlalu panas atau
lembab, menyebabkan degradasi bentuk sediaan dan dosis subterapi), pemberian
obat yang tidak sesuai dan interaksi obat (Mahmoud, 2008).
b. Dosis tinggi
Seperti yang dinyatakan oleh Cipolle, R. J., et al. (1998), ketika seorang
pasien menerima dosis obat yang terlalu tinggi dan mengalami efek toksik yang
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tergantung dosis atau konsentrasi menunjukkan pasien mengalami DRPs. Pada
pasien dengan penurunan fungsi ginjal, kemampuan ginjal untuk menghilangkan
obat-obatan dan metabolitnya menurun, yang akhirnya menyebabkan akumulasi
obat dan produk-produk beracun di ginjal (Mahmoud, 2008).
2.1.1.3 Indikasi Tanpa Obat
Indikasi tanpa obat adalah terjadi ketika pasien mengalami gangguan
medis baru yang memerlukan terapi obat, pasien menderita penyakit kronis lain
sehingga membutuhkan terapi obat lanjutan, pasien membutuhkan kombinasi obat
untuk memperoleh efek sinergis, pasien berpotensi untuk mengalami resiko
gangguan penyakit baru yang dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat
profilaksis atau premedikasi (Mahmoud, 2008).
2.1.1.4 Obat Tanpa Indikasi
Obat tanpa indikasi adalah terjadi ketika seorang pasien mengambil
terapi obat yang tidak perlu, yang indikasi klinisnya tidak ada pada saat itu. Ada
beberapa penyebab obat tanpa indikasi (Mahmoud, 2008)
Pertama, kondisi medis dapat lebih tepat diobati dengan terapi tanpa obat
seperti diet, olahraga atau operasi. Kedua, pasien mungkin pada terapi obat untuk
mengobati Adverse Drug Reactions (ADR) yang disebabkan obat lain. Ketiga,
penyalahgunaan narkoba, tembakau dan konsumsi alkohol semua mungkin
menyebabkan masalah. Keempat, terapi obat kombinasi dapat digunakan untuk
mengobati kondisi yang hanya membutuhkan terapi obat tunggal. Sebagai contoh,
beberapa pasien menerima lebih dari satu pencahar untuk pengobatan sembelit;
beberapa pasien menerima lebih dari satu antidiarel untuk pengobatan diare; dan
beberapa pasien menerima lebih dari satu analgesik untuk pengobatan nyeri
(Mahmoud, 2008).
2.1.1.5 Reaksi Obat yang Merugikan
Reaksi obat yang merugikan merupakan efek negatif yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat diprediksi
berdasarkan konsentrasi dosis atau tindakan farmakologis (Mahmoud, 2008).
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Seperti yang dinyatakan oleh Cipolle, R. J., et al. (1998), reaksi obat
yang merugikan didefinisikan sebagai efek negatif yang tidak diinginkan yang
disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat diprediksi berdasarkan konsentrasi
dosis atau tindakan farmakologis. Menurut WHO, reaksi obat yang merugikan
(Adverse Drug Reactions/ADR) digambarkan sebagai tanggapan terhadap obat
yang berbahaya dan yang tidak diinginkan, dan yang terjadi pada dosis yang
biasanya digunakan untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit, atau untuk
modifikasi fungsi fisiologis (Mahmoud, 2008).
Seorang pasien dapat mengalami ADR karena pemberian obat yang tidak
aman, reaksi alergi, pemberian obat yang salah, interaksi obat, penurunan atau
peningkatan dosis yang cepat atau efek yang tidak diinginkan dari obat yang tidak
bisa diprediksi, Misalnya, perdarahan karena dosis yang lebih tinggi dari obat
antikoagulan seperti warfarin atau heparin merupakan ADR (Mahmoud, 2008).
2.1.1.6 Interaksi Obat
Jika ada reaksi alergi terhadap obat, pasien dengan faktor resiko yang
berbahaya bila obat digunakan, dan ada interaksi dengan obat lain sehingga hasil
laboratorium berubah akibat penggunaan obat tersebut.
Interaksi obat merupakan hasil interaksi dari obat dengan obat, obat
dengan makanan dan obat dengan laboratorium. Hal ini dapat terjadi pada pasien
yang menerima obat dari kelas farmakologis yang berbeda serta dalam kelas
farmakologis yang sama (Mahmoud, 2008).
Mekanisme Interaksi Obat
Dapat dikatakan interaksi jika terjadi efek dari satu obat yang
dipengaruhi dengan adanya obat lain, jamu, makanan, minuman atau oleh
beberapa bahan kimia. Hasil interaksi dapat berbahaya jika terjadi peningkatan
toksisitas obat. Namun, terdapat juga interaksi obat yang tidak benar-benar
mempengaruhi sama sekali seperti efek aditif dari kedua obat yang memiliki efek
yang sama, contohnya: efek gabungan dari dua atau lebih obat antidepresan atau
obat yang mempengaruhi QT interval. Namun, terkadang istilah interaksi obat
digunakan ketika terjadi reaksi fisiko-kimia antara obat yang dicampur dalam
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
suatu infus (Stockley, I. H., 2008). Mekanisme interaksi obat dibagi menjadi 2
secara umum, yaitu:
Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat terjadi ketika suatu obat
mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME).
Sebagai contoh, ranitidin mengurangi klirens metformin di ginjal dengan
menghambat sekresi metformin di tubular ginjal sehingga kadar plasma
metformin dapat meningkat dan dapat meningkatkan efek farmakologisnya
(farmakokinetik, moderat). Interaksi farmakokinetik terdiri dari dari beberapa
tipe:
a. Interaksi pada absorpsi obat
Ketika obat diberikan secara oral maka akan terjadi penyerapan melalui
membran mukosa dari saluran pencernaan dan sebagian besar interaksi terjadi
pada penyerapan di usus.
b. Interaksi pada distribusi obat
Pada interaksi ini dapat terjadi melalui beberapa hal, yaitu: interaksi
ikatan protein dan induksi atau inhibisi transpor protein obat.
c. Interaksi pada metabolisme obat
Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada saat tahap metabolisme, yaitu:
yang pertama perubahan pada first pass metabolism salah satu pada perubahan
aliran darah ke hati dan inhibisi atau induksi first pass metabolism, kedua induksi
enzim, ketiga inhibisi enzim, keempat faktor genetik dan yang terakhir adanya
interaksi isoenzim CYP450.
d. Interaksi pada ekskresi obat
Sebagian besar obat dieksresikan melalui empedu atau urin, pengecualian
untuk obat anestesi inhalasi. Interaksi dapat dilihat dari perubahan pH, perubahan
aliran darah di ginjal, ekskresi empedu dan ekskresi tubulus ginjal (Stockley, I.
H., 2008).
Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari satu obat
terjadi perubahan karena adanya obat lain. Terkadang obat bersaing untuk reseptor
tertentu misalnya agonis beta-2, seperti salbutamol, dan beta bloker seperti
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
propranolol) namun seringkali reaksi terjadi secara langsung dan mempengaruhi
mekanisme fisiologi. Interaksi ini diklasifikasikan menjadi beberapa tipe:
a. Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat memiliki efek farmakologis yang sama dan diberikan secara
bersamaan maka dapat memberikan efek yang aditif. Sebagai contoh alkohol
menekan SSP dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar (misalnya, ansiolitik,
hipnotik, dll.) dapat meningkatkan efek mengantuk.
b. Interaksi antagonis atau berlawanan
Interaksi ini berbeda dengan interaksi aditif, dimana ada beberapa pasang
obat dengan kerja yang bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh, kumarin
dapat memperpanjang waktu pembekuan darah dengan menghambat kompetitif
efek vitamin K (Stockley, I. H., 2008).
Tingkat Keparahan Interaksi Obat
Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan
keparahan:
1. Keparahan minor
Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara
klinis dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah
interaksi hidralazin dan furosemid, dimana efek farmakologis furosemid dapat
meningkat jika diberikan bersamaan dengan hidralazin tetapi secara klinis tidak
signifikan. Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen pengobatan.
2. Keparahan moderate
Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan
pemantauan. Sebagai contoh, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat
menyebabkan peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini
masih sering digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim hati.
3. Keparahan major
Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan
karena dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Sebagai contoh,
ketokonazol yang dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat
memperpanjang interval QT dan mengancam jiwa. Oleh karena itu, kombinasi ini
tidak disarankan untuk digunakan (Atkinson, A., et al., 2007).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.1.7 Ketidaktepatan Pemantauan Laboratorium
Ketidaktepatan pemantauan laboratorium merupakan keadaan dimana
kebutuhan monitor laboratorium dari terapi pasien tidak sedang dipertimbangkan
yang akan memungkinkan pasien mengalami DRPs. Jika kebutuhan pemantauan
laboratorium dari terapi pasien tidak dipertimbangkan, maka pasien dapat
mengalami DRPs (Mahmoud, 2008).
Contoh ketidaktepatan pemantauan laboratorium terlihat pada pasien
resiko kardiovaskular yang tinggi tanpa pemantauan profil lipid puasa, tekanan
darah (BP) atau gula darah. Contoh lain dari ketidaktepatan pemantauan
laboratorium termasuk pasien yang menerima resep jangka panjang obat pengikat
aluminium tanpa mengukur kadar aluminium dan pasien yang diresepkan terapi
amiodaron atau mempunyai riwayat penyakit tiroid tanpa mendapatkan
pemantauan kadar tiroksin (Mahmoud, 2008).
2.1.1.8 Ketidakpatuhan Pasien
Ketidakpatuhan pasien merupakan ketidakmampuan pasien atau
keengganan untuk mengikuti regimen obat yang telah diresepkan oleh dokter dan
dinilai secara klinis tepat, efektif, dan mampu memberikan hasil yang diinginkan
tanpa efek berbahaya (Mahmoud, 2008).
Penderita gagal menerima obat dapat disebabkan oleh:
a. Penderita tidak mematuhi aturan yang direkomendasikan dalam
penggunaan obat.
b. Penderita tidak menerima pengaturan obat yang sesuai sebagai
akibat kesalahan medikasi (medication error) berupa kesalahan
peresepan, dispensing, cara pemberian atau monitoring yang
dilakukan.
c. Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena
ketidakpahaman.
d. Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena tidak sesuai
dengan keyakinan tentang kesehatannya.
e. Penderita tidak mampu menebus obat dengan alasan ekonomi.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Ginjal
Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah
berkembang untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting, seperti ekskresi produk
sisa metabolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam
yang sesuai, dan sekresi berbagai hormon dan autokoid (Aisyah, J., 2009).
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal
2.2.1.1 Anatomi
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Anatomi ginjal tampak dari depan, disini dapat kita ketahui bahwa
ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium
(retroperitoneal), di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa.
Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3 (Syaifuddin, 2006).
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal Tampak dari Depan [Sumber: Adam.com]
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding
ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan.
Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas
ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri
adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri (Syaifuddin, 2006).
Gambar 2.2 Letak Anatomi Ginjal [Sumber: Price dan Wilson, 2006]
2.2.1.2 Struktur Makroskopik
Panjang ginjal pada orang dewasa adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7
hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya
sekitar 150 gram. Ukuranya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.
Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal (dibandingkan dengan
pasanganya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau perubahan bentuk merupakan
tanda yang paling penting (Syaifuddin, 2006).
Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral
ginjal berbentuk cembung, sedangkan tepi medialnya berbentuk cekung karena
adanya hilus. Beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus
adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh limfatik dan ureter. Ginjal diliputi
oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan
di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal (Price
dan Wilson, 2006).
Secara umum struktur makroskopis ginjal terdiri dari beberapa bagian:
1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdiri dari korpus
renalis atau Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Medula, yang terdiri dari 9 – 14 piramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara piramid ginjal.
4. Processus renalis, yaitu bagian piramid atau medula yang menonjol
ke arah korteks.
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area dimana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki atau meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
Gambar 2.3 Struktur Makroskopis Ginjal [Sumber: Novartis.com]
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Struktur ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis
yang terdiri dari jaringan fibrosa berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan
korteks (substansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla
(substansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papila
renalis. Masing-masing piramid saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah
renalis 15 – 16 buah.
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-
lubangyang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul dan
kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang
bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari
ginjal ke vena kava inferior.
Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ginjal. Di atas ginjal
terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar bantu yang
menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison.
Adrenalin dihasilkan oleh medulla.
2.2.1.3 Struktur Mikroskopik
Struktur mikroskopik ginjal adalah nefron. Unit kerja fungsional ginjal
disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang
pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama. Setiap nefron terdiri dari
Kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri
ke duktus pengumpul. Duktus berjalan lewat korteks dan medulla renal untuk
mengosongkan isinya ke dalam pelvis ginjal (Price dan Wilson, 2006).
Berikut ini penjelasan struktur mikroskopik ginjal:
1. Nefron
Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan
(nefron). Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang
membentuknya. Tiap ginjal manusia memiliki kira-kira 1,3 juta
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi
satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal.
2. Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut
glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.
Tekanan darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui
dinding kapiler glomerular setiap menit. Plasma yang tersaring
masuk ke dalam tubulus. Sel-sel darah dan protein yang besar dalam
plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding dan tertinggal.
3. Tubulus kontortus proksimal
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah
disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar
dari filtrat glomerulus diserap kembali ke dalam aliran darah melalui
kapiler-kapiler sekitar tubulus kotortus proksimal. Panjang 15 mm
dan diameter 55 μm.
4. Ansa Henle (lengkung Henle)
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari
nefron ginjal dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian
dalam ginjal, dan kemudian naik kembali kebagian korteks dan
membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-14 mm.
5. Tubulus kontortus distal
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil
longgar kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi
urin dibuat pada tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat
glomerulus (sekitar 20 ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya
telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.
6. Duktus koligen medula (duktus pengumpul)
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan
secara halus dari ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini
memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.1.4 Fisiologi
Fungsi ginjal menurut Price dan Wilson (2006) di bedakan menjadi dua
yaitu fungsi eksresi dan non ekskresi, antara lain:
a. Fungsi ekskresi
1. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 osmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
2. Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-
ubah ekskresi Na+.
3. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit
individu dalam rentang normal.
4. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3-.
5. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein
(terutama urea, asam urat, dan kreatinin).
6. Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.
b. Fungsi non ekskresi
1. Menghasilkan renin: penting dalam pengaturan tekanan darah.
2. Menghasilkan eritropoetin: meransang produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang.
3. Menghasilkan 1,25-dihidroksivitamin D3: hidroksilasi akhir vitamin
D3 menjadi bentuk yang paling kuat.
4. Mengaktifkan prostaglandin: sebagian besar adalah vasodilator,
bekerja secara lokal, dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.
5. Mengaktifkan degradasi hormon polipeptida.
6. Mengaktifkan insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon
pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal (gastrin,
polipeptida intestinal vasoaktif (VIP)).
Proses pembentukan urin menurut Syaifuddin (2006), glomerulus
berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai bowman, berfungsi untuk menampung
hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala
ginjal berlanjut ke ureter.
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal,
darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah.
Ada tiga tahap pembentukan urin:
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih
besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian
yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring
ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida,
sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang
dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada
tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion
bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah.
Penyerapanya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada papila renalis.
c. Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang pada tubulus dan diteruskan ke
piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.4 Proses Pembentukan Urin [Sumber: alfina.com]
2.2.2 Penilaian Fungsi Ginjal
Estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) sangat penting dalam
manajemen klinis pasien dengan penyakit ginjal kronik. LFG digunakan untuk
menilai keberadaan dan tingkat fungsi ginjal dan membantu dalam melakukan
penyesuaian dosis obat diekskresi melalui ginjal. Pedoman NKF-K/DOQI
merekomendasikan modifikasi diet pada penyakit ginjal (Modification of Diet in
Renal Disease/MDRD) dan persamaan Cockcroft-Gault sebagai pengukuran yang
berguna untuk memperkirakan LFG (Levey, A. S., et al., 2003). Oleh karena itu,
kreatinin serum (SCr) tidak dapat digunakan sendiri untuk menilai tingkat fungsi
ginjal karena korelasi nonlinear antara SCr dan fungsi ginjal (Mahmoud, 2008).
2.2.2.1 Persamaan Cockcroft-Gault
Persamaan Cockcroft-Gault berasal dari 249 pasien rawat inap (96% laki-
laki, rentang usia 18-92 tahun) dengan disfungsi ginjal ringan di Rumah Sakit
Queens Mary Veterans di Kanada berdasarkan pengukuran tunggal dari ClCr
(klirens kreatinin) 24 jam. Persamaan Cockcroft-Gault memberikan estimasi
kuantitatif ClCr dari SCr (Mahmoud, 2008).
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Persamaan Cockcroft-Gault:
Laki-laki: ClCr (ml/min) =
Wanita: ClCr (ml/min) = x 0,85
Persamaan Cockcroft-Gault disesuaikan dengan Luas Permukaan Tubuh (Body
Surface Area/BSA):
Laki-laki: ClCr (ml/min) =
Wanita: ClCr (ml/min) =
Keterbatasan Persamaan Cockcroft-Gault
Persamaan Cockcroft-Gault tergantung pada SCr, yang berhubungan
dengan sekresi tubular kreatinin. Hal ini dapat mengakibatkan estimasi LFG yang
terlalu tinggi sekitar 10 – 40% pada masing-masing orang dengan fungsi ginjal
yang normal (Levey, A. S., et al., 2003). Selain itu, SCr dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor non-ginjal seperti diet (misalnya, diet vegetarian dan suplemen
kreatinin), massa tubuh (misalnya, amputasi, kekurangan gizi, kekurusan) dan
terapi obat (misalnya, simetidin dan trimetoprim). Meskipun keterbatasan ini,
persamaan Cockcroft-Gault telah banyak digunakan untuk menentukan dosis obat
pada masing-masing orang berdasarkan fungsi ginjal pada pengaturan klinis
(Mahmoud, 2008).
2.2.2.2 Persamaan MDRD
Persamaan MDRD diperkenalkan oleh Levey, A. S., et al. pada tahun
1999 untuk mengatasi keterbatasan estimasi LFG berdasarkan ClCr. Pada tahun
1999, persamaan MDRD 6-variabel berasal dari populasi MDRD sebanyak 1.628
pasien dengan gagal ginjal kronik tanpa diabetes (rata-rata LFG 40
ml/menit/1,73m2) yang bersamaan memiliki pengukuran LFG menggunakan
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iothalamate (Mahmoud, 2008). Persamaan ini dikembangkan menggunakan
variabel pasien termasuk usia, SCr, nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen/BUN), albumin, ras dan jenis kelamin. Kemudian pada tahun 2000,
disingkat menjadi versi 4-variabel dari persamaan MDRD berdasarkan hanya usia,
jenis kelamin, ras dan tingkat SCr yang diperkenalkan dan telah menjadi
persamaan yang paling diterima dan digunakan dalam pengaturan klinis rawat
jalan, menggantikan persamaan MDRD 6-variabel dan persamaan Cockcroft-
Gault (Mahmoud, 2008).
Estimasi LFG (MDRD 6-variabel)
eLFG = 170 x (SCr)–0,999 x (usia) –0,176 x (0,762 jika wanita) x (1,180 jika
orang Afrika Amerika) x (BUN) –0,170 x (Alb)+0,318
Estimasi LFG (MDRD 4-variabel)
eLFG = 186 x (SCr)–1,154 x (usia) –0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210 jika
orang Afrika Amerika)
Keterbatasan Persamaan MDRD
Estimasi LFG menggunakan persamaan MDRD mengakibatkan tidak
mempertimbangkan LFG sebenarnya pada orang sehat, donor ginjal, dan pasien
dengan DM tipe 1. Selain itu, 125I-iothalamate (LFGi) dilaporkan lebih sesuai
untuk mengukur kadar terbaru dari LFG dibandingkan dengan persamaan MDRD
pada pasien rawat inap dengan penyakit ginjal lanjut. Persamaan MDRD belum
divalidasi pada anak-anak, wanita hamil, orang lanjut usia (> 70 tahun) atau ras
selain Kaukasia dan Afrika Amerika (Mahmoud, 2008).
2.3 Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik (PGK) semakin menjadi kondisi medis kronik
masalah kesehatan masyarakat. Pada tahun 2002, National Kidney Foundation-
Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-K/DOQI) mengembangkan
pedoman praktek klinis di Amerika Serikat. Pedoman memperkenalkan
terminologi gagal ginjal kronik dan skema klasifikasi untuk mempromosikan
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
deteksi dini penyakit, menunda perkembangan penyakit dan mencegah komplikasi
yang terkait.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami
penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme
tubuh dan menjaga keseimbangan cairan elektrolit seperti sodium dan kalium di
dalam darah atau urin. Penyakit ini terus berkembang secara perlahan hingga
fungsi ginjal semakin memburuk sampai ginjal kehilangan fungsinya (Price dan
Wilson, 2006).
2.3.1 Definisi
PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3
bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan atau tanpa penurunan LFG
yang ditandai dengan kelainan patologis; atau tanda kelainan ginjal, termasuk
kelainan komposisi darah dan urin, atau kelainan dalam imaging test. Jika tidak
ada kelainan patologis penegakan diagnosa didasarkan pada LFG kurang dari 60
ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Dikatakan sebagai gagal ginjal terminal (GGT) ketika LGF kurang dari 15
ml/menit/1,73 m2 (Levey, A. S., et al., 2005).
2.3.2 Etiologi
Menurut Dipiro, J. T., et al. (2008), ada beberapa faktor yang
menyebabkam terjadinya PGK, yaitu:
1. Faktor Kerentanan (individu)
Faktor ini dapat meningkatkan penyakit ginjal tetapi tidak secara
langsung, faktor-faktor ini termasuk:
a. Usia lanjut
b. Penurunan masa ginjal dan berat badan kelahiran yang rendah
c. Ras dan minoritas suku
d. Riwayat keluarga
e. Penghasilan rendah atau pendidikan
f. Inflamasi sistemik
g. Dislipidemia
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Faktor Inisiasi
Adalah faktor yang menginisiasi kerusakan ginjal, dapat diatasi dengan
terapi obat. Yang termasuk faktor inisiasi adalah:
a. Diabetes Melitus
b. Hipertensi
c. Penyakit autoimun
d. Polikista ginjal
e. Toksisitas obat
3. Faktor Progresi
Dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal setelah inisiasi kerusakan
ginjal. Yang termasuk faktor progresi adalah:
a. Glikemia pada diabetes
b. Hipertensi
c. Proteinuria
d. Merokok
e. Hiperlipidemia
2.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for
Evaluation and Management of CKD (2013) dibagi menjadi 3 kategori.
2.3.3.1 Penyebab
Tabel 2.1 Penyebab PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice
Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013
Contoh penyakit
sistemik, yang
berpengaruh pada
ginjal
Contoh gangguan primer
ginjal (tanpa ada
penyakit sistemik yang
berpengaruh pada ginjal)
Gangguan
Glomerulus
Diabetes, penyakit
autoimun sistemik,
infeksi sistemik, obat-
obatan, neoplasia
(termasuk amyloidosis)
Difusi, fokal atau
proliferasi bulan sabit;
fokal dan glomerusklerosis
tersegmentasi, nefropati
membran, penyakit yang
berganti-ganti
Gangguan
Tubulus
Infeksi sistemik,
autoimun, sarkiodosis,
Infeksi saluran kemih, batu
ginjal, sembelit
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
interstisial obat-obatan, asam urat,
toksin lingkungan
(asam aristolisik,
sklerosis sistemik
Gangguan
Vaskular
Aterosklerosis,
hipertensi, iskemi,
emboli kolesterol,
vaskulitik sistemik,
pembekuan
mikroangiopati,
sklerosis sistemik
Displasia fibromuskular,
ANCA-berhubungan
dengan vaskulitik terbatas
pada ginjal
Kista dan
Penyakit
Bawaan
Polikista ginjal,
sindrom alport,
penyakit fabry
Displasia ginjal, kista
sumsum tulang belakang,
podositopati
Catatan: bahwa ada banyak cara yang berbeda di mana untuk
mengklasifikasikan PGK. Metode ini satu-satunya yang memisahkan
penyakit sistemik dan penyakit ginjal primer yang diusulkan oleh
Kelompok Kerja untuk membantu dalam pendekatan konseptual.
2.3.3.2 Kategori Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
Menurut Levey, A. S., et al. (2003), PGK terdiri dari lima tahap, yaitu:
1. Stadium 1: kerusakan ginjal dengan LFG normal atau menurun, LFG
90 ml/min/1,73 m2
2. Stadium 2: kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan, LFG 60
– 89 ml/min/1,73 m2
3. Stadium 3: penurunan LFG sedang (moderat), LFG 30 – 59
ml/min/1,73 m2
4. Stadium 4: penurunan LFG berat, LFG 15 – 29 ml/min/1,73 m2
5. Stadium 5: gagal ginjal, LFG < 15 ml/min/1,73 m2 atau dialisis
Catatan: Jika tidak menunjukkan kerusakan ginjal untuk stadium 1 dan 2
maka tidak memenuhi kriteria PGK.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.3.3 Kategori Albuminuria
Tabel 2.2 Kategori Albuminuria menurut KDIGO 2012 Clinical
Practice Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013
Kategori Laju Ekskresi
Albumin
(mg/24 jam)
Rasio Albumin
Kreatinin
Kondisi
(mg/mmol)
(mg/g)
A1 <30 <3 <30 Meningkat
normal dan
perlahan
A2 30-300 3-30 30-300 Meningkat
secara moderat*
A3 >300 >300 >300 Meningkat
dengan parah**
Catatan: *relatif untuk tingkatan muda dan dewasa
**termasuk sindrom nefrotik (ekskresi albumin biasanya
>2200 mg/24 jam [Rasio albumin-kreatinin > 2220 mg/g;220
mg/mmol]).
Kategori albuminuria merupakan prediktor penting dari hasil.
Hubungan tingginya kadar proteinuria dengan tanda-tanda dan gejala
sindrom nefrotik sangat dikenali. Deteksi dan evaluasi kecil dari jumlah
proteinuria telah mendapatkan hasil yang signifikan. Beberapa penelitian
telah menunjukkan pentingnya diagnostik, patogen, dan prognosisnya.
2.3.4 Patofisiologi
Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Suwitra
dalam Sudoyo, 2006).
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya
terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2002).
Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal dapat
mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif (CHF), dan hipertensi. Hipertensi
juga dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. PGK juga menyebabkan asidosis metabolik
yang terjadi akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan.
Asidosis metabolik juga terjadi akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi
ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan
ekresi fosfat dan asam organik lain juga dapat terjadi.
Pada stadium paling dini penyakit PGK, terjadi kehilangan daya
cadangan ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kretinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien belum menunjukkan keluhan (asimtomatik), tetapi sudah
terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG 30%, mulai
terjadi keluhan pasien seperti nokturia, badan lemah, nafsu makan berkurang,
penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan
gejala dan tanda uremia yang sangat nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, mual muntah dan lain
sebagainya. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra dalam Sudoyo, 2006).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.4.1 Protokol Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Gambar 2.5 Mekanisme Progresi Gangguan Penyakit Ginjal Kronik [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]
Perkembangan dan progresi PGK tersembunyi. Pasien dengan stadium 1
dan 2 biasanya tidak mempunyai gejala atau ketidakseimbangan cairan metabolik
yang terlihat pada stadium 3 sampai 5, seperti anemia, hiperparatiroid sekunder,
penyakit kardiovaskular, malnutrisi dan keabnormalan cairan elektrolit yang
umum pada fungsi ginjal. Gejala uremia umumnya tidak menyertai oada stadium
1 dan 2, minimal selama stadium 3 dan 4, dan umumnya pada stadium 5 yang
juga terbiasa gatal-gatal, alergi dingin, peningkatan berat badan, dan neforpati
periferal. Pengobatan bertujuan untuk menunda progresi PGK, dan
meminimalisisr perkembangan dan keparahan dari komplikasi (Dipiro, J. T., et
al., 2008).
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.4.2 Pengobatan Progresi dengan Modifikasi Terapi
1. Terapi non Farmakologi
Diet rendah protein (0,6 sampai 0,7 g/kg/hari) dapat menunda progresi
dari PGK pada pasien dengan atau tanpa diabetes, walaupun efeknya
relati kecil (Dipiro, J. T., et al., 2008).
2. Terapi Farmakologi
Hiperglikemia
a. Terapi intensif pada pasien tipe 1 dan 2 diabetes mengurangi
komplikasi mikrovaskular, termasuk nefropati. Dapat berupa insulin,
antidiabetes oral, dan tes gula darah setidaknya 3 kali sehari.
b. Insulin (Novita, I., 2015)
1) Farmakologi: Insulin merupakan hormon anabolik dan
antikatabolik, yang berperan utama pada protein, karbohidrat,
dan metabolisme. Insulin endogen diproduksi dari proinsulin
peptida pada sel β.
2) Karakteristik: Insulin biasanya dikategorikan berdasarkan
sumbernya, kekuatan, onset dan durasi kerja. Selain itu insulin
memiliki asam amino dalam molekul insulin termodifikasi.
Sediaan insulin biasanya U-100 dan U-500, 100 unit/mL dan
500 unit/mL.
3) Farmakokinetik: Kinetik injeksi subkutan tergantung pada onset,
puncak, dan durasi kerja. Penambahan protamin NPH, NPL, dan
suspense protamin aspart) atau kelebihan seng maka dapat
menunda onset, puncak, dan durasi efek insulin.
Waktu paruh injeksi insulin reguler (IV) yaitu 9 menit. Sehingga
waktu efektif untuk injeksi insulin (IV) lebih pendek. Insulin IV
lebih murah daripada insulin lainnya. Insulin terdegradasi di
hati, otot, dan ginjal. Insulin dimetabolisme dihati sekitar 20 –
50% sedangkan dimetabolisme di ginjal sekitar 25 – 25%.
Sehingga tidak dianjurkan untuk pasien menggunakan insulin
jika terdapat penyakit ginjal stadium akhir.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4) Komplikasi mikrovaskular: Insulin telah terbukti sebagai agen
oral untuk mengobati DM. Penelitian di Amerika telah
membuktikan bahwa efikasi antara insulin dan sulfonilurea
menunjukkan efikasi yang sama dalam penurunan
mikrovaskular.
5) Komplikasi makrovaskular: Hubungan antara masalah tingginya
kadar insulin (hiperinsulinemia), resistensi insulin, dan
kardiovaskular sehingga dapat dipercayai bahwa terapi insulin
dapat menyebabkan komplikasi makrovaskular. Namun,
UKPDS dan DCCT tidak menemukan hubungan antara
komplikasi makrovaskular dengan terapi insulin.
6) Efek samping: Secara umum efek samping insulin yaitu
hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Hipoglikemia lebih
sering terjadi pada pasien yang instensif melakukan terapi dan
lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 daripada tipe2.
Sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangat penting
dilakukaan pada pasien yang menggunakan terapi insulin. Jika
pasien telah mengalami hipoglikemia yang berat maka akan
terjadi takikardia dan berkeringat).
7) Dosis dan cara pemberian: Pada pasien DM tipe 1, dosis
seharinya 0,5 – 0,6 unit/kg. Selama penyakit akut atau ketosis
resistensi insulin maka dapat diberikan dosis yang lebih tinggi.
Dosis diberikan tergantung dengan keadaan patologi pasien.
c. Progresi PGK dapat dibatasi dengan kontrol optimal hiperglikemia
dan hipertensi.
Hipertensi
a. Kontrol tekanan darah secara adekuat dapat mengurangi laju
penurunan LFG dan albuminuria dengan pasien atau tanpa diabetes.
b. Obat antihipertensi harus dimulai pada pasien diabetik ataupun
nondiabetik dengan angiotensin-converting enzym inhibitor (ACEi)
atau angiotensin II reseptor blocker (ARB). Calcium channel
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
blocker (CCB) dyhydropyridine dan nondyhydropyridine untuk
pilihan kedua.
c. Klirens ACEi direduksi pada pasien PGK.
d. LFG yang biasanya menurun 25% sampai 30%, tidak terjadi pada 3
sampai 7 hari setelah pemakaian ACEi.
e. Pilihan Utama Obat Antihipertensi pada Pasien PGK:
1) ACEi: menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.
Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar
bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek
vasodilatasi ACEi. Vasodilatasi secara langsung akan
menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron
akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium.
Dalam JNC VII, ACEi diindikasikan untuk hipertensi dengan
penyakit ginjal kronik.
2) ARB: dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini
merelaksasi otot polos sehingga mendorong vasodilatasi,
meningkatkan ekskresi garam dan air di ginjal, menurunkan
volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. ARB secara
teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACEi.
f. Pilihan Kedua Obat Antihipertensi pada Pasien PGK:
1) CCB: CCB bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat
antihipertensi yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. CCB
mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit
koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan atau
pengganti. Penelitian NORDIL menemukan diltiazem ekuivalen
dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian
kardiovaskular.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.6 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal
Kronik pada Pasien Diabetes [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]
Terapi Penunjang
a. Diet Protein, pengobatan hilang lemak, kurang merokok, manajemen
anemia dapat memperlambat laju progresi PGK.
b. Tujuan utama dari pengobatan mengurangi lemak pada PGK untuk
mengurangi resiko untuk arteosklrosis.
c. Tujuan kedua untuk mereduksi proteinuria dan penurunan fungsi
ginjal.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.7 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal
Kronik pada Pasien Non Diabetes [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.8 Algoritma Manajemen Hipertensi untuk Pasien PGK. Penyesuaian
dosis harus dibuat setiap 2 sampai 4 minggu sesuai kebutuhan. Dosis salah satu
obat harus dimaksimalkan sebelum yang lainnya ditambahkan. (ACEi,
angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin receptor blocker; BP,
blood pressure; CCB, calcium channel blocker; Clcr, creatinine clearance; Scr,
serum creatinine). [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.5 Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra dalam Sudoyo,
2006).
2.3.5.1 Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) >120 mg% dan kreatinin >10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia
berat (Sukandar, E., 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, P., dkk., 2006).
2.3.5.2 Dialisis Peritoneal
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medis
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-
pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai
co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non medis, yaitu keinginan pasien sendiri,
tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang
jauh dari pusat ginjal (Sukandar, E., 2006).
2.3.5.3 Transplantasi Ginjal
Cangkok atau transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal
(anatomi dan faal). Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi
gagal ginjal terminal (GGT). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70 – 80% faal
ginjal alamiah.
b. Kualitas hidup normal kembali.
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama.
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup
atau donor yang baru saja meninggal (donor kadaver). Akan lebih baik bila donor
tersebut dari anggota keluarga yang hubungannya dekat, karena lebih besar
kemungkinan cocok, sehingga diterima oleh tubuh pasien. Selain kemungkinan
penolakan, pasien penerima donor ginjal harus minum obat seumur hidup. Juga
pasien operasi ginjal lebih rentan terhadap penyakit dan infeksi, kemungkinan
mengalami efek samping obat dan resiko lain yang berhubungan dengan operasi
(Alam dan Hadibroto, 2008).
2.4 Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
gabungan alat ilmiah khususnya dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah
medis modern yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama,
untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, C. J. P., dan Lia,
A., 2003).
Tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan
dan pemulihan kesehatan. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah sebagai
penyelenggara pelayanan medik; pelayanan penunjang medik dan nonmedik;
pelayanan dan asuhan keperawatan; pelayanan rujukan; pendidikan dan pelatihan;
penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan.
Suatu klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi
kemudahan mengetahui identitas, organisasi jenis pelayanan yang diberikan,
pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Rumah sakit dapat diklasifikasikan
berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:
1. Kepemilikan
2. Jenis pelayanan
3. Lama tinggal
4. Kapasitas tempat tidur
5. Afiliasi pendidikan
6. Status akreditasi
Rumah Sakit Umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan
menjadi rumah sakit A,B,C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur
pelayanan ketenagaan fisik dan peralatan. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
pemerintah:
1. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan yang pelayanan medis spesialitik luas dan
subspesialitik luas.
2. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mampunyai
fasilitas dan kemampuan fasilitas pelayanan medis sekurang-kurangnya
11 spesialis dan subspesialis terbatas.
3. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sait yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik dasar spesialitik dasar.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan medik dasar (Siregar, C. J. P., dan Lia, A.,
2003).
Jenis perawatan yang diadakan di Rumah Sakit:
1. Perawatan penderita rawat tinggal
Dalam perawatan pendeirta rawat tinggal di rumah sakit ada lima unsur tahap
pelayanan yaitu:
a. Perawatan intensif adalah perawatan bagi penderita kesakitan hebat yang
memerlukan pelayanan khusus selama waktu krisis kesakitannya atau
lukanya, suattu ondisi apabila ia tidak mampu melakukan kebutuhan
sendiri. Ia dirawat dalam ruangan perawatan intensif oleh staf medis dan
perawatan khusus.
b. Perawatan intermediet adalah perawatan bagi penderita setelah kondisi
kritis membaik, yang dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang
perawatan biasa. Perawatan intermediet merupakan bagian terbesar dari
jenis perawatan dikebanyakan rumah sakit.
c. Perawatan swarawat adalah perawatan yang dilakukan penderita yang
dapat merawat diri sendiri, yang datang ke rumah sakit untuk diagnostik
saja atau penderita yang kesehatannnya sudah cukup pulih dari kesakitan
intensif atau intermediet, dapat tinggal dalam suatu unit perawatan
sendiri (self-care unit).
d. Perawatan kronis adalah perawatan penderita dengan kesakitan atau
ketidakmampuan jasmani jangka panjang. Mereka dapat tinggal dalam
bagian terpisah rumah sakit atau dalam fasilitas perawatan tambahan atau
rumah perawatan yang juga dapat dioperasikan oleh rumah sakit.
e. Perawatan rumah adalah perawatan penderita dirumah yang dapat
menerima layanan seperti biasa tersedia dirumah sakit, dibawah suatu
program yang disponsori oleh rumah sakit. Perawatan rumah ini adalah
penting tetapi sangat sedikit yang diterapkan. Perawatan rumah ini lebih
mudah, dan merupakan jenis perawatan yang efektif secara psikologis.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Perawatan penderita rawat jalan
Perawatan ini diberikan pada penderita melalui klinik, yang menggunakan
fasilitas rumah sakit tanpa terikat secara fisik di rumah sakit. Mereka datang ke
rumah sakit untuk pengobatan atau untuk diagnosis atau datang sebagai kasus
darurat (Siregar, C. J. P., dan Lia, A., 2003).
2.4.1 Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit
Pelayanan farmasi klinis merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin (Permenkes, 2014). Pelayanan farmasi klinis yang dilakukan meliputi:
a) Pengkajian dan pelayanan resep;
b) Penelusuran riwayat penggunaan obat;
c) Rekonsiliasi obat;
d) Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e) Konseling;
f) visite;
g) Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h) Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j) Dispensing sediaan steril; dan
k) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
2.5 Rekam medis
Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam
medis dan memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal
maupun penderita rawat jalan. Rekam medis ini harus secara akurat
didokumentasikan, segera tersedia, dapat dipergunakan, mudah ditelusuri kembali
(retrieving) dan lengkap informasi. Rekam medis adalah sejarah ringkas, jelas,
dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang
medis.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Definsi rekam medis menurut surat keputusan Direktur jenderal
pelayanan medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan tindakan dan pelayanan
lain yang diberikan kepada seorang penderita selama dirawat di rumah sakit, baik
rawat jalan maupun rawat tinggal (Siregar, C. J. P., dan Lia, A., 2003). Kegunaan
dari rekam medis:
a) Digunakan sebagai dasar perencanaan berkelanjutan perawatan penderita.
b) Merupakan suatu sarana komunikasi antardokter dan setiap profesional
yang berkontribusi pada perawatan penderita.
c) Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan atau
penderita dan penanganan atau pengobatan selama tiap tinggal di rumah
sakit.
d) Digunakan sebagai dasar untuk kajian ulang studi dan evaluasi perawatan
yang diberikan kepada pasien.
e) Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan
praktisi yang bertanggung jawab.
f) Menyediakan atau untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.
g) Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data rekam
medis, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan
seorang penderita.
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap dan bagian hemodialisis
Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo Bendungan Hilir
Jakarta Pusat, 10210. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada periode
bulan Juni hingga Juli 2015 dan analisa data pada bulan Agustus hingga Oktober
2015.
3.2 Bahan Penelitian
Bahan penelitian berupa rekam medis pasien rawat inap yang lengkap
dan jelas terbaca, berisi nomor rekam medis, identitas pasien (nama, jenis
kelamin, usia dan berat badan), tanggal perawatan, gejala/keluhan masuk rumah
sakit, diagnosa, data penggunaan obat (dosis, rute pemberian, aturan pakai, waktu
pemberian), tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan asam urat), tanda vital
(tekanan darah, kadar gula darah), hasil laboratorium (elektrolit, protein, gas
darah, darah) dan keadaan terakhir pasien.
3.3 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang
menggunakan pendekatan cross-sectional (potong lintang), yaitu mempelajari
dinamika korelasi antara faktor pengaruh dan faktor terpengaruh dengan cara
pendekatan, observasi, pengumpulan data sekaligus, dimana menekankan waktu
pengukuran hanya satu kali pada satu saat (Notoatmodjo, 2002). Penelitian non
eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap
sejumlah kecil subjek (variabel) tanpa ada manipulasi dari peneliti (Praktiknya,
2001). Pengumpulan data variabel untuk mengetahui jenis drug related problems
(DRPs) yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit penyerta yang diderita dan
mendapatkan terapi pengobatan dengan pengumpulan data secara retrospektif.
Data yang digunakan adalah data rekam medis pasien rawat inap PGK dengan
penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo selama periode bulan Januari –
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Desember 2014. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap dan bagian
hemodialisis.
Analisa yang dilakukan secara deskriptif, yaitu untuk mengetahui jenis
penyakit penyerta dan jenis DRPs yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit
penyerta.
3.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan dasar dari penelitian agar pembaca dapat
memahami konsep penelitian yang dirancang (Nurrakhmani, 2014).
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
3.5.1 Populasi
Populasi adalah seluruh objek penelitian yang memiliki kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan ditarik
kesimpulannya (Arikunto, 2002). Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo
Terapi obat yang diberikan
pada pasien PGK yang
tercatat dalam rekam medis
Variabel Perancu
Jumlah DRPs yang terjadi
pada pasien PGK
Penyakit penyerta
Terapi obat lain
Karakteristik pasien:
- Jenis kelamin: laki-laki,
perempuan;
- Usia: dewasa (20 – 59
tahun), lansia (60
tahun);
- Stadium PGK: stadium 3,
stadium 4, stadium 5;
- Penyakit penyerta.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
periode bulan Januari – Desember 2014. Populasi dalam penelitian ini sebanyak
134 pasien.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
populasi tersebut (Sugiyono, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah populasi
yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu terdapat 44 pasien. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua pasien yang
memenuhi kriteria diambil sebagai sampel penelitian.
Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili
dalam sampel penelitian, memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi untuk
sampel kasus dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien rawat inap yang menderita PGK dengan penyakit penyerta
periode bulan Januari – Desember 2014;
b. Kategori usia 20 th;
c. Pasien dengan rekam medis lengkap dan terbaca, yang memuat:
nomor rekam medis, identitas pasien (nama, jenis kelamin, usia dan
berat badan), tanggal perawatan, gejala/keluhan masuk rumah sakit,
diagnosa, data penggunaan obat (dosis, rute pemberian, aturan pakai,
waktu pemberian), tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan
asam urat), tanda vital (tekanan darah, kadar gula darah), hasil
laboratorium (elektrolit, protein, gas darah, darah) dan keadaan
terakhir pasien.
Kriteria eksklusi
Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak
dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun yang termasuk kriteria eksklusi
adalah:
a. Pasien rawat inap yang menderita PGK periode bulan Januari –
Desember 2014 dengan LFG stadium 1 dan 2;
b. Pasien anak-anak;
c. Pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap dan tidak terbaca.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.6 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian dalam penelitian merupakan
bentuk operasional dari variabel-variabel yang digunakan, biasanya berisi definisi
konseptual, indikator yang digunakan, alat ukur yang digunakan (bagaimana cara
mengukur) dan penilaian alat ukur (Siregar, 2011). Berikut ini adalah tabel
definisi operasional yang digunakan dalam penelitian:
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dalam Penelitian
Variabel Definisi Cara dan
Alat Ukur
Skala
Ukur Kategori
Karakteristik
pasien
a. Jenis
kelamin
Kondisi fisik yang
menentukan status
seseorang laki-laki atau
perempuan.
Melihat
data rekam
medis
pasien
Nominal
0. Laki-laki
1. Wanita
b. Usia Perhitungan umur pasien
PGK dengan penyakit
penyerta.
Penggolongan usia hasil
adaptasi Organisasi
Kesehatan Dunia, yaitu:
1) Dewasa: 20 – 59 tahun
2) Lansia: 60 tahun
Melihat
data rekam
medis
pasien
Nominal 0. Dewasa:
20 – 59
tahun
1. Lansia:
60
tahun
c. Stadium
PGK
Tingkat keparahan fungsi
ginjal pada pasien PGK
dengan penyakit penyerta.
Penggolongan stadium PGK
berdasarkan Definition and
Classification of Chronic
Kidney Disease: A Position
Statement from Kidney
Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO) tahun
2005, yaitu:
a) Stadium 3: penurunan
LFG sedang (moderat),
LFG 30 – 59
ml/min/1,73 m2
b) Stadium 4: penurunan
LFG berat, LFG 15 – 29
ml/min/1,73 m2
c) Stadium 5: gagal ginjal,
LFG <15 ml/min/1,73
m2 atau dialisis
Melihat
data rekam
medis
pasien dan
persamaan
Modificati
on of Diet
in Renal
Disease
(MDRD)
4-variabel
Ordinal 0. Stadium
3
1. Stadium
4
2. Stadium
5
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Penyakit
penyerta
Keadaan klinis yang diderita
oleh pasien PGK yang dapat
atau tidak mempengaruhi
fungsi ginjal.
Melihat
data rekam
medis
pasien
Rasio 0. Hiperten
si
1. Diabetes
Melitus
2. Anemia
3. dll.
Jumlah Drug
Related
Problems
(DRPs)
Seluruh peristiwa atau
kejadian yang melibatkan
terapi obat yang benar-benar
atau berpotensi mengganggu
hasil klinis kesehatan yang
diinginkan. Peristiwa atau
kejadian tersebut
dikategorikan sebagai
berikut:
a) Ketidaktepatan
pemilihan obat
b) Ketidaktepatan
penyesuaian dosis
c) Indikasi tanpa obat
d) Obat tanpa indikasi
e) Interaksi obat
Kategori
DRPs
hasil
adaptasi
menurut
Cipolle, R.
J., et al.
(1998)
Ordinal 0. 0 DRPs
1. 1 DRPs
2. 2 DRPs
3. 3 DRPs
4. 4 DRPs
5. 5 DRPs
3.7 Alur Penelitian
3.7.1 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian)
a. Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan
penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program
Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta kepada Rumkital Dr.
Mintohardjo Jakarta Pusat.
b. Penyerahan surat persetujuan penelitian dari Rumkital Dr.
Mintohardjo Jakarta Pusat kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta.
3.7.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data
a. Penelusuran data pasien di ruang rawat inap dan bagian hemodialisis
Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta yang menderita PGK dengan
penyakit penyerta periode bulan Januari – Desember 2014.
b. Penelusuran rekam medis di ruang administrasi medis.
c. Proses pemilihan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Pengambilan dan pencatatan data hasil rekam medis di ruang
administrasi medis, berupa:
i. Nomor rekam medis;
ii. Identitas pasien (nama, jenis kelamin, usia dan berat badan);
iii. Tanggal perawatan;
iv. Gejala/keluhan;
v. Diagnosa;
vi. Obat yang digunakan selama perawatan (dosis, rute pemberian,
aturan pakai, tanggal pemberian);
vii. Tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan asam urat);
viii. Tanda vital (tekanan darah, kadar gula darah);
ix. Hasil tes laboratorium (elektrolit, protein, gas darah, darah);
x. Keadaan terakhir pasien.
3.7.3 Manajemen Data
Pelaksanaan verifikasi data rekam medis pada pasien rawat inap PGK
dengan penyakit penyerta, dilanjutkan dengan transkrip data yang dikumpulkan ke
dalam logbook dan komputer.
3.7.4 Pengolahan Data
a. Editing
Proses pemeriksaan ulang kelengkapan data dan mengeluarkan data-data
yang tidak memenuhi kriteria agar dapat diolah dengan baik serta memudahkan
proses analisa. Kesalahan data dapat diperbaiki dan kekurangan data dilengkapi
dengan mengulang pengumpulan data atau dengan cara penyisipan data
(interpolasi).
b. Coding
Kegiatan pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data yang termasuk
kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka
atau huruf untuk membedakan antara data atau identitas data yang akan dianalisa.
Peneliti melakukan coding data yang terpilih dari proses seleksi untuk
mempermudah analisa di program Microsoft Excel.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Tabulasi
Proses penempatan data ke dalam bentuk tabel yang telah diberi kode
sesuai dengan kebutuhan analisa. Peneliti memasukkan data yang telah dilakukan
proses coding ke dalam program Microsoft Excel dalam bentuk tabel.
d. Cleaning
Data yang sudah diinput diperiksa kembali untuk memastikan data bersih
dari kesalahan dan siap untuk dianalisa lebih lanjut.
3.7.5 Analisa Data
Analisa data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan
program Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16.0. Confidence
Interval (CI) yang digunakan sebesar 95% dengan nilai α = 0,05. Pengolahan data
yang dilakukan meliputi:
3.7.5.1 Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa yang digunakan untuk menganalisis
setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmojo, 2002). Data yang telah
dikategorikan ditampilkan sebagai frekuensi kejadian. Adapun pengolahan data
dengan menggunakan analisa univariat ialah:
1. Karakteristik pasien
a. Jenis kelamin
b. Usia pasien
c. Tingkat keparahan PGK
d. Penyakit penyerta
2. Penggunaan obat pada pasien PGK
3.7.5.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan/berkolerasi. Analisa data sampel dilakukan secara
deskriptif statistik, yaitu dengan analisa kai-kuadrat (chi-square). Uji kai-kuadrat
adalah uji yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara dua
variabel yang bersifat kategorik. Cara pengambilan keputusannya adalah dengan
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melihat nilai probabilitas (p) pada kolom Asymp Sig. (2-sided) dari hasil SPSS
Statistic 16.0.
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
H0 : tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
H1 : ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
Nilai p pada tingkat kepercayaan 95% adalah sebagai berikut:
a. Probabilitas <0,05 berarti H0 ditolak. Uji statistik menunjukkan hubungan
bermakna.
b. Probabilitas >0,05 berarti H0 diterima. Uji statistik menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna.
Uji kai-kuadrat ini dinyatakan sahih apabila memenuhi persyaratan tidak
lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5 (Sabri dan Hastono,
2006). Apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka dilakukan uji mutlak
Fisher. Analisa koefisien kontingensi digunakan untuk mengetahui kekuatan
hubungan antarvariabel yang bersifat nominal. Adapun pengolahan data yang
menggunakan analisa bivariat untuk mengetahui pengaruh jumlah penyakit
penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap
jumlah DRPs pada pasien rawat inap yang menderita PGK di Rumkital Dr.
Mintohardjo.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Univariat
4.1.1 Karakteristik pasien
Data karakteristik pasien penyakit ginjal kronik (PGK) yang menerima
terapi obat dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Karakterisitk Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Rumkital Dr.
Mintohardjo, 2014 (n=44)
Karakteristik Pasien Jumlah Persentase (%)
Berdasarkan jenis kelamin
Laki-laki 25 56,82
Perempuan 19 43,18
Berdasarkan usia pasien
Dewasa (20 – 59 tahun) 24 54,55
Lansia (60 tahun) 20 45,45
Berdasarkan tingkat keparahan PGK
Stadium 3 5 11,36
Stadium 4 7 15,91
Stadium 5 32 72,73
Berdasarkan jumlah penyakit penyerta
1 – 3 penyakit penyerta 18 40,91
4 – 6 penyakit penyerta 24 54,54
>6 penyakit penyerta 2 4,54
Jumlah pasien rawat inap dengan PGK yang memenuhi kriteria inklusi
adalah 44 orang, diantaranya pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang
(56,82%) dan perempuan sebanyak 19 orang (43,18%). Hal ini sesuai dengan
Walker, R. dan Edward, C. (2003) yang menyatakan bahwa insiden PGK pada
laki-laki 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan (Aritonga, R. E., 2008).
Penyataan tersebut juga didukung dengan beberapa penelitian lainnya, dimana
pasien ginjal kronik dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada
perempuan (Faizzah, N., 2012). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
Indriani, L., dkk. (2013), yang menunjukkan dari 40 pasien penderita PGK, jenis
kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Penelitian yang
dilakukan di China, menunjukkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari
perempuan (Xue, L., et al., 2014). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Riset Kesehatan Dasar (2013), dimana pasien PGK lebih banyak yang berjenis
kelamin laki-laki daripada perempuan. Namun, penelitian yang dilakukan oleh
Aritonga, R. E. (2008) sendiri menunjukkan jenis kelamin perempuan lebih
banyak yang menderita PGK daripada laki-laki. Terdapat beberapa penelitian lain
juga yang menyatakan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Zhang, Qui-Li dan
Rothenbacher, D. (2008) dengan systematic review, menyatakan bahwa jenis
kelamin perempuan lebih banyak menderita PGK dibandingkan laki-laki, begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan di China (Chen, J., et al., 2005), di US
(Coresh, J., 2005), di Thailand (Ingsathit, A., et al., 2010), di Turkey
(Suleymanlar, G., et al., 2011) dan penelitian yang dilakukan Thawornchaisit, P.,
et al. (2015) menyatakan bahwa jenis kelamin yang paling umum menderita PGK
adalah perempuan. Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat
disebabkan terbatasnya jumlah sampel yang diteliti.
Dilihat dari segi usia, usia pasien yang paling muda adalah 26 tahun dan
paling tua adalah 80 tahun. Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kelompok usia
penderita PGK yang paling banyak terjadi pada usia dewasa (20 – 59 tahun), yaitu
24 pasien (54,55%), diikuti usia lansia (60 tahun) sebanyak 20 pasien (45,45%).
Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa prevalensi PGK
meningkat seiring dengan jumlah usia (Ingsathit, A., et al., 2010). Pengamatan
terhadap 26 studi yang dilakukan oleh Zhang, Qui-Li dan Rothenbacher, D.
(2008) menunjukkan prevalensi penyakit ginjal usia lebih dari 64 tahun sebesar
35,8% lebih tinggi dibandingkan 7,2% pada populasi usia lebih dari 30 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Marquito, A. B., et al. (2013) menunjukan
prevalensi PGK tertinggi terdapat pada usia di atas 60 tahun, yaitu terdapat 387
pasien (69,36%) dari total 558 pasien. Belaiche, S., et al. (2012) menyatakan
bahwa resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia (P
= 0.0027). Perbedaan hasil yang didapat pada penelitian ini dapat disebabkan oleh
terbatasnya jumlah sampel yang diteliti.
Berdasarkan tingkat keparahan PGK yang diperoleh dengan menghitung
estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG), pada tabel 4.1 dapat dilihat hasilnya yang
menunjukkan bahwa stadium 5 merupakan stadium yang paling banyak diderita
pasien PGK, yaitu 32 pasien (72,73%), diikuti stadium 4 sebanyak 7 pasien
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(15,91%) dan stadium 3 sebanyak 5 pasien (11,36%). Terdapat beberapa
penelitian terkait, penelitian yang dilakukan oleh Indriani, L., dkk. (2013) yang
menunjukkan stadium 5 adalah stadium yang paling banyak diderita pasien yaitu
sebanyak 31 pasien (77,5%), diikuti stadium 4 sebanyak 6 pasien (15,0%) dan
stadium 3 sebanyak 3 pasien (7,5%). Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh
Belaiche, S., et al. (2012) menunjukkan stadium yang paling banyak diderita
pasien PGK adalah stadium 4 sebanyak 17 pasien (40,5%), diikuti stadium 3
sebanyak 16 pasien (38,1%). Begitu juga penelitian yang dilakukan Ingsathit, A.,
et al. (2010), menunjukkan bahwa stadium 3 merupakan stadium yang paling
banyak diderita pasien PGK. Menurut hasil penelitian Chen, J., et al. (2005),
pasien PGK paling banyak berada pada stadium 2 (fungsi ginjal berkisar 60 –
89%) yaitu 39,4% dari 15.540 pasien dan hasil penelitian yang dilakukan Coresh,
J., et al. (2005) menunjukkan stadium 1 yang paling banyak diderita pasien PGK.
Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Indriani, L., dkk. (2013). Hal ini dapat dikarenakan karakteristik
pasien di kedua rumah sakit memiliki kesamaan.
Stadium 1 merupakan kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
menurun, dimana fungsi ginjal berkisar 90% dan berkaitan dengan istilah
albuminuria, proteinuria, hematuria. Stadium 2 merupakan kerusakan ginjal
dengan penurunan LFG ringan, dimana fungsi ginjal berkisar 60 – 89% dan
berkaitan istilah dengan albumiuria, proteinuria, hematuria. Stadium 3 merupakan
penurunan LFG sedang (moderat), dimana fungsi ginjal berkisar 30 – 59% dan
berkaitan dengan istilah gangguan ginjal kronik (gangguan ginjal awal). Stadium
4 merupakan penurunan LFG berat, dimana fungsi ginjal berkisar 15 – 29% dan
berkaitan dengan istilah gangguan ginjal kronik (gangguan ginjal akhir), pre-gagal
ginjal terminal (GGT). Stadium 5 merupakan kegagalan organ ginjal, dimana
fungsi ginjal hanya berkisar di bawah 15% atau dengan bantuan dialisis dan
berkaitan dengan istilah gagal ginjal, uremia, GGT.
eLFG merupakan suatu komponen dari fungsi ekskresi tetapi secara luas
diterima paling baik sebagai keseluruhan indeks dari fungsi ginjal, karena secara
umum tereduksi setelah struktur ginjal rusak secara meluas dan fungsi ginjal
lainnya menurun bersamaan dengan LFG pada PGK (KDIGO, 2013). eLFG
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berguna sebagai parameter fungsi ginjal. Perhitungan LFG yang digunakan adalah
persamaan MDRD (Modification of Diet in Renal Disease) 4-variabel. Berikut ini
adalah persamaan MDRD 4-variabel:
eLFG = 186 x (SCr)–1,154 x (usia) –0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210 jika
orang Afrika Amerika)
Penggunaan persamaan MDRD karena formula ini memberikan
performance yang baik pada pasien dengan nilai LFG <60 ml/mnt/1,73 m2. Hal
ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stevens, L. A., et al.
(2007) bahwa formula MDRD memberikan bias yang rendah serta presisi yang
tinggi pada pasien dengan nilai LFG <60 ml/mnt/1,73 m2. Kumaresan dan Giri
(2011) menyebutkan formula MDRD memiliki presisi dan akurasi yang lebih baik
dibandingkan dengan formula CG (Cockroft Gault) pada pasien dengan PGK
(LFG <60 ml/mnt/1,73 m2) sedangkan perhitungan LFG dengan formula CG lebih
baik pada subjek dengan nilai normal dan mild PGK (LFG >60 ml/mnt/1,73 m2)
(Anggrayny, A., 2015).
Pasien PGK mengalami sejumlah penyakit penyerta yang dapat dilihat
pada tabel 4.1, dimana sebanyak 18 pasien mengalami 1 – 3 penyakit penyerta
(40,91%), 24 pasien mengalami 4 – 6 penyakit penyerta (54,54%) dan terdapat 2
pasien yang mengalami di atas 6 penyakit penyerta (4,54%). Menurut literatur,
dikatakan bahwa pasien PGK mengalami rata-rata 5 sampai 6 penyakit penyerta
(Cardone, K. E., et al., 2010). Manley, H. J., et al. (2003a) dan (2005),
mengatakan pasien PGK mengalami rata-rata 4 sampai 8 penyakit penyerta. Jenis
penyakit penyerta yang dialami pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr.
Mintohardjo dapat dilihat pada tabel berikut:
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2 Data Distribusi Penyakit Penyerta Pasien Penyakit Ginjal Kronik di
Rumkital Dr. Mintohardjo, 2014
Penyakit Penyerta Frekuensi Persentase
(%)
Anemia 33 75,0
Hipertensi 26 59,09
Leukositosis 24 54,54
Diabetes melitus tipe 2 15 34,09
HHD 9 20,45
Hiperurisemia 6 13,64
Febris, Hiperkalemia, Melena 5 11,36
Dispepsia, Ensefalopati uremikum, Hiperlipidemia,
Nefropati diabetikum, TB paru
3 6,82
BPH, CAD, CHF, Diare, Dispnea, Hematemesis,
Hepatitis, Hipokalemia, Hipokalsemia
2 4,54
Asidosis metabolik, Bronkitis, Bronkopneumonia,
Cholelithiasis dan Cholecystitis, DVT, Efusi
pleura, GEA, Hematuria, HHNS, Hipotensi,
Limfadenitis coli kiri, Osteoarthritis, Seizure,
Severe sepsis, SIRS, Syok sepsis, Trauma kepala,
Trombositopenia, Ulkus DM, Urtikaria, Vertigo,
VES
1 2,27
Keterangan: BPH = Benign Prostate Hyperplasia; CAD = Coronary Arterial
Disease; CHF = Congestive Heart Failure; DVT = Deep-Vein Thrombosis; GEA
= Gastroenteritis Akut; HHD = Hypertension Heart Disease; HHNS =
Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Syndrome; SIRS = Systemic
Inflammatory Response Syndrome; Ulkus DM = Ulkus Diabetes Melitus; VES =
Ventrikel Ekstra Sistol.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis penyakit penyerta yang paling
banyak terjadi pada pasien PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo adalah anemia yaitu
33 pasien (75,0%), diikuti hipertensi sebanyak 26 pasien (59,09), leukositosis
sebanyak 24 pasien (54,54%), diabetes melitus tipe 2 sebanyak 15 pasien
(34,09%), HHD sebanyak 9 pasien (20,45%), hiperurisemia sebanyak 6 pasien
(13,64%), febris, hiperkalemia dan melena masing-masing sebanyak 5 pasien
(11,36%), serta penyakit lainnya yang berada di bawah 10%. Selengkapnya dapat
dilihat pada tabel 4.2.
Tingginya penyakit penyerta anemia yang dialami pasien PGK
dikarenakan hampir seluruh pasien PGK pada penelitian ini mendapatkan terapi
hemodialisis atau pengganti ginjal. Penyakit penyerta hipertensi juga termasuk
penyakit penyerta terbanyak setelah anemia, yang dialami pasien PGK. Hipertensi
merupakan salah satu dari faktor inisiasi pada PGK. Munculnya faktor inisiasi
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyebabkan hilangnya massa nefron sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal.
Sebagai kompensasi hal tersebut, terjadi hipertrofi nefron yang menyebabkan
terjadinya hipertensi glomerulus yang dimediasi oleh angiotensin II (AT II). AT II
merupakan vasokonstriktor poten yang mempengaruhi arteriol efferen sehingga
dapat meningkatkan tekanan darah kapiler glomerulus. Oleh karena itu,
pengontrolan tekanan darah pada pasien PGK sangat penting untuk mencegah dan
memperlambat kerusakan ginjal, dimana tekanan darah yang diharapkan pada
pasien PGK adalah <140/90 mmHg. Penyakit penyerta leukositosis terdapat
diurutan ketiga sebagai penyakit penyerta terbanyak pada pasien PGK.
Leukositosis adalah terjadinya peningkatan kadar leukosit di dalam tubuh yang
melebihi kadar normal, hal ini menandakan bahwa adanya infeksi yang dialami
pasien, sedangkan diabetes melitus termasuk penyakit penyerta terbanyak urutan
keempat pada pasien PGK, hal ini berhubungan dengan diabetes melitus sebagai
salah satu faktor inisiasi yang dapat memperburuk fungsi ginjal jika kadar gula
dalam darah tidak dikontrol.
Kebanyakan pasien (84,1%) dengan PGK memiliki minimal 3 penyakit
penyerta. Pasien dengan PGK memiliki penyakit penyerta yang saling terkait
dengan faktor resiko, termasuk hipertensi, aterosklerosis, diabetes (intoleransi
glukosa) dan gangguan lipid, yang dapat memperburuk fungsi ginjal dan
kardiovaskular (Coyne, D. W., 2011).
4.1.2 Profil Penggunaan Obat
Profil penggunaan obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit
penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo digolongkan berdasarkan MIMS Indonesia
(2011/2012) yang dapat dilihat pada tabel berikut:
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3 Data Distribusi Penggunaan Obat Pasien Penyakit Ginjal Kronik di
Rumkital Dr. Mintohardjo, 2014
No. Golongan Terapi Obat Frekuensi Persentase (%)
1. Sistem kardiovaskular 138 25,79
2. Sistem endokrin 39 7,30
3. Hormon 5 0,93
4. Sistem saraf 43 8,04
5. Sistem muskuloskeletal 9 1,68
6. Saluran kemih & prostat 3 0,56
7. Saluran gastrointestinal 70 13,08
8. Saluran pernapasan 8 1,50
9. Antiinfeksi 41 7,66
10. Antialergi 4 0,75
11. Nutrisi 115 21,50
12. Vitamin & mineral 57 10,65
13. Kemoterapetik lain 3 0,56
Total: 535 100
Dari seluruh obat yang diterima pasien (selengkapnya pada lampiran 6),
terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat sistem kardiovaskular
sebanyak 138 kali (25,79%). Hal ini terkait dengan penyakit penyerta yang
dialami pasien yaitu hipertensi, dimana penggunaan obat antihipertensi pada
sebagian besar pasien terdapat lebih dari 2 jenis obat. Pada penelitian Belaiche, S.,
et al. (2012) juga menyebutkan bahwa penggunaan obat terbanyak ialah golongan
sistem kardiovaskular sebanyak 95 kali (33,1%) yang terdiri dari penggunaan obat
golongan angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEi), angiotensin II
receptor blocker (ARB) dan diuretik. Terdapat frekuensi yang tinggi pada
penerimaan golongan nutrisi yaitu sebanyak 115 kali (21,50%). Hal ini
berhubungan dengan penyakit penyerta yang paling banyak dialami pasien ialah
anemia. Lalu obat saluran gastrointestinal sebanyak 70 kali (13,08%) yang
digunakan pada pasien yang menderita Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD), Peptic Ulcer Disease dan penyakit peptik lainnya seperti dispepsia.
Golongan obat saluran gastrointestinal juga berfungsi mengatasi efek samping
yang timbul dari penggunaan obat sistem kardiovaskular ataupun sistem saraf
(terutama NSAID/non steroidal anti-inflammatory drugs) yang digunakan oleh
pasien PGK untuk mengatasi keluhan yang dialaminya. Selanjutnya terdapat obat
sistem saraf yang merupakan penggunaan terbanyak keempat pada penelitian ini,
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diikuti obat antiinfeksi sebanyak 41 kali (7,66%). Selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 4.3.
4.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat
Jumlah penggunaan obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit
penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Data Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien Selama di
Rawat Inap
Jumlah Penggunaan Obat Pasien Jumlah Pasien
1 – 5 obat 1 pasien
6 – 10 obat 14 pasien
>10 0bat 29 pasien
Pasien PGK selama dirawat tidak hanya menerima obat untuk
memperlambat kerusakan ginjal tetapi juga obat lain untuk mengatasi masalah
penyakit penyerta dan keluhan lain yang dialami pasien PGK sehingga jumlah
obat yang digunakan oleh pasien bervariasi. Dari tabel 4.4 dapat dilihat jumlah
penggunaan obat pada pasien PGK selama dirawat. Jumlah penggunaan obat >10
obat merupakan jumlah obat yang paling banyak diterima pasien yaitu 29 pasien,
diikuti jumlah obat 6 – 10 obat sebanyak 14 pasien dan hanya 1 pasien yang
menerima jumlah obat 1 – 5 obat. Jenis terapi obat pasien PGK pada penelitian ini
yang dianalisa adalah sebanyak 93 jenis obat. Jumlah seluruh obat yang diterima
oleh 44 pasien yang dianalisa adalah 535 terapi obat (tabel 4.3). Selama pasien
dirawat, jumlah obat paling sedikit diterima 3 jenis obat dan paling banyak 20
jenis obat. Rata-rata obat yang diterima pasien selama dirawat adalah 12 jenis
obat. Hal ini sesuai dengan literatur, menurut Kappel, J. dan Calissi, P. (2002)
pasien gangguan ginjal menggunakan paling sedikit 7 jenis obat. Obat yang
digunakan tidak hanya untuk pengobatan penyakit yang mendasari (misal diabetes
melitus, hipertensi) namun juga untuk gejala-gejala yang berkaitan dengan
penurunan fungsi ginjal (misal masalah metabolisme minreal, anemia) (Aritonga,
R. E., 2008). Belaiche, S., et al. (2012) menyebutkan pasien PGK mendapat rata-
rata 8 – 9 terapi obat. Literatur lain menyebutkan bahwa pasien PGK dengan
dialisis menerima 10 terapi dan 2 obat bebas (St. Peter, W. L., 2010).
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.3 Drug Related Problems (DRPs)
Kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien rawat inap PGK
dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.5 Data Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori DRPs
Kategori DRPs Pasien
(n=44)
Persentase
(%)
Frekuensi
(n=348)
Persentase
(%)
Ketidaktepatan pemilihan obat 6 13,64 6 1,7
Ketidaktepatan penyesuaian
dosis
a) Dosis obat terlalu tinggi
(overdosis)
b) Dosis obat terlalu rendah
(subterapi)
21
7
47,73
15,91
39
7
11,2
2,0
Indikasi tanpa obat 11 25,0 11 3,2
Obat tanpa indikasi 0 0 0 0
Interaksi obat 40 90,91 285 81,9
Hasil data deskriptif pada tabel 4.5 menunjukkan jenis DRPs yang terjadi
dari 44 pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
Terdapat 42 pasien dengan 348 kasus DRPs yang dianalisa, diantaranya interaksi
obat sebanyak 81,9%, diikuti ketidaktepatan penyesuaian dosis (overdosis
sebanyak 11,2%; dosis subterapi sebanyak 2,0%), indikasi tanpa obat sebanyak
3,2% dan ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 1,7%. Hasil penelitian oleh
Belaiche, S., et al. (2012) di RS Universitas Grenoble dari 2006 sampai 2010
menunjukkan bahwa DRPs yang paling banyak terjadi pada 42 pasien dengan 287
DRPs yang teridentifikasi adalah indikasi tanpa obat sebanyak 30,3% (pada
penelitian ini sebanyak 3,2%), ketidaktepatan penyesuaian dosis (dosis obat
subterapi sebanyak 24,0% (2,0%); overdosis sebanyak 17,8% (11,2%));
ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 10,1% (1,7%); reaksi efek samping
sebanyak 8,4% (tidak diamati) dan obat tanpa indiksi sebanyak 7,3% (0%).
Penelitian yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2003a) diketahui
bahwa pada 97,7% pasien (dari 133 pasien) dengan 475 DRPs yang
teridentifikasi, rata-rata 3.6 ± 1.8 DRPs per pasien. DRPs yang paling banyak
terjadi adalah obat tanpa indikasi sebanyak 30,9% (pada penelitian ini 0%),
ketidaktepatan pemantauan laboratorium sebanyak 27,6% (tidak diamati), indikasi
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tanpa obat sebanyak 17,5% (3,2%) dan ketidaktepatan penyesuaian dosis
sebanyak 15,4% (13,2%). Hasil penelitian Manley, H. J., et al. (2003b) diketahui
66 pasien dengan 354 DRPs berusia 62.6 ± 15.9 tahun, memiliki 6.4 ± 2.0 kondisi
penyerta, yang menerima 12.5 ± 4.2 obat, menunjukkan bahwa DRPs yang paling
sering terjadi ialah reaksi obat yang merugikan (ADR/Adverse Drug Reactions)
sebanyak 20,7% (pada penelitian ini tidak diamati) dan indikasi tanpa obat
sebanyak 13,5% (3,2%)
Penelitian lain yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2005), untuk
mengetahui frekuensi, jenis dan keparahan DRPs pada pasien hemodialisis di
Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs teridentifikasi
sebanyak 1.593 kasus pada 395 pasien (51,2% pria; usia, 52,4 ± 8,2 tahun; 42,7%
dengan diabetes). Jenis DRPs yang paling sering ditemukan adalah ketidaktepatan
pemantauan laboratorium sebanyak 23,5% (pada penelitian ini tidak diamati) dan
indikasi tanpa obat sebanyak 16,9% (3,2%). Ketidaktepatan penyesuaian dosis
ditemukan sebanyak 20,4% (13,2% pada penelitian ini) dari seluruh DRPs yang
teridentifikasi, dimana dosis subterapi 11,2% (2,0%) dan overdosis 9,2% (11,2%).
Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Faizzah, N.
(2012) menunjukkan bahwa DRPs yang terjadi, diantaranya ketidaktepatan
penyesuaian dosis, dimana dosis berlebih sebanyak 6 kasus (5,55%) (39 kasus
(11,2%) pada penelitian ini); dosis kurang sebanyak 1 kasus (0,92%) (7 kasus
(2,0%), ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 8 kasus (7,40%) (6 kasus (1,7%))
dan interaksi obat sebanyak 14 kasus (12,96%) (285 kasus (81,9%)).
Berdasarkan masing-masing stadium dilihat dari jumlah DRPs yang
terjadi, diketahui bahwa pada stadium 3 mengalami 1 – 3 DRPs, dimana jumlah
DRPs yang paling banyak terjadi ialah 3 DRPs; stadium 4 mengalami 1 – 4 DRPs,
dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 2 DRPs dan stadium 5
mengalami 0 – 5 DRPs, dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 2
DRPs.
4.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 6 pasien (13,64%)
dengan 6 kasus (1,7%) yang mengalami kejadian DRPs ketidaktepatan pemilihan
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr.
Mintohardjo. Kejadian DRPs ketidaktepatan pemilihan obat dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.6 Data Distribusi Pasien DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Nomor Penilaian DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Pasien Jenis Obat Keterangan
13 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang
diterima: akarbose.
17 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang
diterima: glimepirid, akarbose.
34 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang
diterima: akarbose.
35 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang
diterima: metformin.
40 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang
diterima: akarbose.
43 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD yang diterima:
akarbose.
*Keterangan: LFG = laju filtrasi glomerulus; OAD = obat antidiabetes; PGK =
penyakit ginjal kronik; stg = stage.
Hasil data deskriptif pada tabel 4.6 menunjukkan sebanyak 6 pasien
mengalami DRPs ketidaktepatan pemilihan obat. Jenis obat yang tidak tepat
adalah obat antidiabetes, dikatakan tidak tepat karena tidak sesuai dengan kondisi
patologi yang dialami pasien. Berdasarkan hasil tes fungsi ginjal diketahui bahwa
keenam pasien tersebut merupakan pasien PGK dengan stage 5. Pada pasien
nomor 13, 17, 34, 40 dan 43 obat antidiabetes oral yang diterima masing-masing
pasien, salah satunya adalah akarbose. Akarbose merupakan obat antidiabetes oral
golongan alfa-glukosidase yang kontraindikasi pada pasien PGK dengan LFG <30
ml/mnt atau SCr >2 mg/dl. Penggunaan akarbose sebagai antidiabetes oral pada
pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl menghasilkan
konsentrasi puncak (peak) 5 kali lebih tinggi dari populasi normal dan nilai AUC
6 kali lebih tinggi (Ashley, C., dan Currie, A., 2009). Jadi, penemuan pada
penelitian ini ialah penggunaan akarbose harus dihindari pada pasien PGK dengan
LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl. Pasien nomor 17 juga menerima obat
antidiabetes glimepirid, dimana pasien dengan LFG <10 ml/mnt dibutuhkan
penyesuaian dosis pada dosis awal terapi, yaitu 1 mg/hari. Pasien nomor 35
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menerima obat antidiabetes oral metformin. Metformin merupakan obat
antidiabetes oral golongan biguanida yang pemakaiannya harus dihentikan pada
pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt. Metformin akan terakumulasi pada pasien
dengan kerusakan ginjal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan terjadinya
asidosis laktat. Asidosis laktat jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi
metabolik yang serius (Ashley, C., dan Currie, A., 2009).
Menurut KDOQI (2012), Harh dan Molitch (2015), Ashley, C. dan
Currie, A. (2009) terdapat alternatif obat antidiabetes untuk pasien PGK, seperti
golongan sulfonilurea, diantaranya glipizid, glikuidon (aman untuk pasien PGK),
glimepirid, gliklazid, glibenklamid (aman, tetapi butuh penyesuaian dosis);
golongan tiazolidindion, diantaranya pioglitazon, rosiglitazon (aman untuk pasien
PGK). Selengkapnya dapat dilihat pada literatur.
4.1.3.2 DRPs Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis
DRPs ketidaktepatan penyesuaian dosis terdiri dari: dosis terlalu tinggi
dari dosis terapi (overdosis) dan dosis terlalu rendah dari dosis terapi (subterapi).
Kejadian DRPs ketidaktepatan penyesuaian dosis pada pasien rawat inap PGK
dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.7 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Tinggi
No. Golongan Terapi Obat Nama Generik Frekuensi Persentase (%)
1. Anti-hiperurisemia & gout Allopurinol 3 7,7
2. Antibiotik (Aminoglikosida) Gentamisin 1 2,6
3. Antibiotik (Sefalosporin &
Beta laktam lainnya)
Seftriakson
Meropenem
1
3
2,6
7,7
4. Antibiotik (Kuinolon) Levofloksasin 1 2,6
5. Antijamur Flukonazol 2 5,1
6. Antidiabetes oral
(Sulfonilurea)
Glimepirid
(Diaversa)
1 2,6
7. Antidiabetes oral (Biguanida) Metformin 1 2,6
8. Antidiabetes oral (Inhibitor
alfa-glukosida)
Akarbose (Eclid,
Glucobay)
6 15,4
9. Antihipetensi (ACEi) Kaptopril 1 2,6
10. Diuretik (Antagonis
aldosteron)
Spironolakton
(Letonal)
2 5,1
11. Beta bloker Bisoprolol
(Concor)
1 2,6
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12. Antifibrinolitik Asam
traneksamat
(Transamin)
6 15,4
13. Hepatoprotektif Asam
ursodeoksikolat
(Urdafalk)
1 2,6
14. Antasida Sukralfat 7 18,0
15. Antiemetik (Antagonis
dopamin)
Domperidon 2 5,1
Total: 39
Tabel 4.8 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Rendah
No. Golongan Terapi Obat Nama Generik Frekuensi Persentase (%)
1. Antiansietas Alprazolam 1 2,9
2. Antibiotik (Sefalosporin) Sefadroxil
Sefotaksim
1
1
2,9
2,9
3. Antihipertensi (Agonis
alfa-2 sentral)
Klonidin
(Catapres)
1 2,9
4. Antihiperlipidemia Gemfibrozil 1 2,9
5. Antitusif Dextromethorphan
HBr
1 2,9
6. Antidiare Attapulgite (New
diatabs)
1 2,9
Total: 7
Hasil data deskriptif pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat 21
pasien (47,73%) dengan 43 kasus (11,2%) yang mengalami kejadian DRPs dosis
obat terlalu tinggi dari dosis terapi (overdosis) dan 7 pasien (15,91%) dengan 7
kasus (2,0%) yang mengalami DRPs dosis obat terlalu rendah dari dosis terapi
(subterapi). Pada penelitian yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al. (2012)
menunjukkan DRPs dosis terlalu tinggi (overdosis) sebanyak 51 kasus (17,8%)
dan dosis terlalu rendah (subterapi) sebanyak 69 kasus (24,0%). Gangguan fungsi
ginjal menyebabkan beberapa obat yang mengalami metabolisme dan
diekskresikan melalui ginjal memerlukan penyesuaian dosis sesuai dengan
kemampuan ginjal. Agar tidak terjadi efek toksik dari penggunaan obat ataupun
gagal menerima obat.
Jenis obat yang paling sering berpotensi tidak tepat dosis berada di atas
dosis terapi (tabel 4.7) adalah sukralfat, diikuti asam traneksamat (Transamin) dan
akarbose. Pemberian sukralfat melebihi dosis terapi karena dosis yang diberikan
per harinya adalah 4,5 g, melebihi dosis yang seharusnya pada pasien gangguan
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ginjal. Menurut Ashley, C. Dan Currie, A. (2009), dosis pemberian sukralfat pada
pasien gangguan ginjal tidak melebihi 4 g per hari.
Pemberian Transamin tidak tepat dosis terkait dengan frekuensi
pemberian. Menurut Ashley, C. Dan Currie, A. (2009), pasien gangguan ginjal
dengan LFG 20-50 ml/mnt diberikan 10 mg/kg IV setiap 12 jam, LFG 10-20
ml/mnt diberikan 10 mg/kg IV setiap 12-24 jam dan LFG di bawah 10 ml/mnt
diberikan 5 mg/kg IV setiap 12-24 jam, sedangkan pada penelitian ini semua
pasien yang menerima Transamin diberikan dengan frekuensi 3x1 ampul, dimana
tiap ampul memiliki kekuatan 250 mg/5 ml sehingga dosis pemberian Transamin
pada beberapa pasien melebihi dosis terapi. Pemberian akarbose dikatakan tidak
tepat dosis karena penggunaannya pada pasien yang kontraindikasi secara
patologis. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa akarbose kontraindikasi
dengan pasien yang memiliki LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl.
Pasien yang berpotensi tidak tepat dosis berada di bawah dosis terapi
terdapat 7 jenis obat, dapat dilihat pada tabel 4.8. Penggunaan obat yang kurang
dari dosis terapi tidak akan menghasilkan efek terapetik yang diinginkan bahkan
sama saja dengan tidak menggunakan obat tersebut. Suatu obat akan
menghasilkan efek terapetik jika kadar obat di dalam darah atau bioavailabilitas
obat mencapai kadar terapi yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang
diharapkan. Oleh karena itu, penggunaan obat dengan dosis terapi yang sesuai
sangat penting untuk menghasilkan efek terapetik yang menandakan bahwa terapi
yang diberikan berhasil.
4.1.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 11 pasien (25,0%)
dengan 11 kasus (3,2%) yang mengalami kejadian DRPs indikasi tanpa obat pada
pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo.
Kejadian DRPs indikasi tanpa obat dapat dilihat pada tabel berikut:
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.9 Data Distribusi Pasien DRPs Indikasi Tanpa Obat
Nomor Penilaian DRPs Indikasi Tanpa Obat
Pasien Jenis Obat Keterangan
1 Obat antihipertensi;
Obat antihiperurisemia
TD 160/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
amlodipin.
Asam urat 9,0 mg/dL.
2 Obat antihipertensi TD 150/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
furosemida, bisoprolol, spironolakton.
7 Obat antihipertensi TD 170/70 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
furosemida, amlodipin.
8 Obat antihipertensi;
Obat antihiperlipidemia
TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima:
furosemida, valsartan, amlodipin, bisoprolol,
spironolakton.
Total kolesterol 223 mg/dL; LDL kolesterol 158
mg/dL; HDL kolesterol 38 mg/dL.
9 Obat antihipertensi TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
amlodipin, furosemida.
15 Obat antihiperlipidemia Total kolesterol 224 mg/dL; LDL kolesterol 169
mg/dL; HDL kolesterol 35 mg/dL.
18 Obat antihiperurisemia,
Nutrisi K+
Asam urat 7,4 mg/dL
K+ 2,8 mmol/L
24 Obat antihipertensi TD 160/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
nifedipin, furosemida, bisoprolol.
27 Obat antidiabetes GD 199 mg/dL.
30 Obat antihipertensi TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
furosemida, amlodipin, bisoprolol,
spironolakton.
43 Obat antihipertensi TD 160/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
nifedipin, furosemida, bisoprolol.
*Keterangan: TD = tekanan darah; OAH = obat antihipertensi.
Indikasi tanpa obat merupakan pemberian terapi tambahan pada pasien
atas dasar diagnosa yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosa yang tercantum di
rekam medis. Penilaian analisa DRPs indikasi tanpa obat pada pasien PGK
didasarkan dari kondisi pasien, tekanan darah, kadar gula darah, dan hasil
laboratorium elektrolit & darah pasien. Pasien dikatakan butuh tambahan obat jika
tekanan darah pasien belum mencapai <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg (pada
pasien dengan proteinuria/albuminuria), kadar gula darah sewaktu pasien masih
>200 mg/dl atau gula darah puasa (GDP) pasien >126 mg/dl, fungsi ginjal
ataupun hati mengalami gangguan sehingga dibutuhkan penyesuaian terhadap
kondisi patologis, terdapat kondisi klinis pasien yang belum diberi terapi obat,
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pasien mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat tambahan
yang dapat dilihat dari keluhan, diagnosa, dan hasil laboratorium pasien.
Hasil analisa data deskriptif pada tabel 4.9 menunjukkan sebanyak 11
pasien yang mengalami DRPs indikasi tanpa obat. Terdapat beberapa jenis obat
yang dibutuhkan pada pasien PGK yang mengalami DRPs indikasi tanpa obat,
diantaranya obat antihipertensi, obat antihiperurisemia, obat antihiperlipidemia,
obat antidiabetes dan nutrisi.
Berdasarkan hasil laboratorium masing-masing dari pasien nomor 1, 2, 7,
8, 9, 24, 30, dan 43 diketahui bahwa tekanan darah pasien belum mencapai target
yaitu <140/90 mmHg (KDIGO, 2012). Penggunaan obat antihipertensi yang telah
digunakan pasien, jika belum mencapai TD yang diharapkan maka dilakukan:
peningkatan dosis untuk OAH, jika masih belum tercapai maka diberikan
tambahan obat antihipertensi lain (Dipiro, J. T., et al., 2008). Selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 4. Hipertensi merupakan salah satu dari faktor inisiasi pada
PGK. Munculnya faktor inisiasi menyebabkan hilangnya massa nefron sehingga
terjadi penurunan fungsi ginjal. Sebagai kompensasi hal tersebut, terjadi hipertrofi
nefron yang menyebabkan terjadinya hipertensi glomerulus yang dimediasi oleh
angiotensin II (AT II). AT II merupakan vasokonstriktor poten yang
mempengaruhi arteriol efferen sehingga dapat meningkatkan tekanan darah
kapiler glomerulus. Oleh karena itu, untuk mencegah dan memperlambat
kerusakan ginjal diperlukan pengontrolan terhadap tekanan darah pasien, dimana
tekanan darah yang diharapkan pada pasien PGK adalah <140/90 mmHg.
Peningkatan kadar asam urat pada pasien yang melebihi kadar normal
terjadi pada pasien nomor 2 dan 18 sehingga diperlukan terapi obat tambahan
untuk mengatasi hiperurisemia yang dialami pasien PGK. Peningkatan kadar asam
urat dalam serum dapat membentuk kristal-kristal asam urat di ginjal dan dapat
mengendap di dalam insterstitium medular ginjal, tubulus atau sistem pengumpul
yang akhirnya akan memperburuk keadaaan ginjal. Terapi obat untuk mengatasi
hiperurisemia adalah golongan urikosurik dan penghambat xantin oksidase. Obat-
obat golongan urikosurik seperti probenesid dan sulfinperazon memiliki
mekanisme kerja meningkatkan klirens ginjal untuk asam urat dengan cara
mengurangi reabsorpsi dari asam urat pada tubulus proksimal, sedangkan
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
golongan penghambat xantin oksidase bekerja dengan cara menghambat
perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Satu-satunya
golongan penghambat xantin oksidase yang digunakan adalah allopurinol
(Katzung, 2010). Dilihat dari mekanisme kerja obat, allopurinol merupakan terapi
obat untuk hiperurisemia yang sesuai atau cukup aman pada pasien PGK karena
obat-obat golongan urikosurik (probenesid dan sulfinperazon) bekerja dengan
meningkatkan klirens asam urat di ginjal, hal ini akan memperberat kerja ginjal
pada pasien PGK. Namun, penggunaan allopurinol harus mempertimbangkan
fungsi ginjal sehingga tetap dibutuhkan penyesuaian dosis pada pasien PGK.
Hasil analisa data deskriptif pada tabel 4.9 menunjukkan pasien nomor 8
dan 15 mengalami peningkatan kadar trigliserida, total kolesterol dan LDL
kolesterol serta penurunan kadar HDL kolesterol yang tidak masuk dalam rentang
normal. Kadar lipid yang tidak normal berperan dalam terjadinya penyakit
aterosklerosis mikro dan makrovaskular. Pasien yang awalnya dengan fungsi
ginjal yang normal dengan hiperlipidemia umumnya tidak berkembang menjadi
insufisiensi ginjal, karena glomerulus yang normal memiliki mekanisme untuk
mencegah penumpukan lipoprotein. Namun, gangguan ginjal yang telah ada
sebelumnya menimbulkan gangguan fungsi mesangial yang merupakan suatu
keadaan yang menyebabkan terjadinya penumpukan lipoprotein di glomerulus
ginjal. Data eksperimental menunjukkan bahwa dislipidemia berperan pada
kerusakan glomerulus dan interstitial parenkim ginjal. Sel-sel glomerulus
mesangial dan sel otot polos pembuluh darah memiliki kesamaan yaitu bahwa
akumulasi lipid di dalam sel mesangial, analog dengan proses aterosklerotik pada
sel otot polos, dapat menyebabkan glomerulosklerosis. LDL menyebabkan
monosit berikatan dengan sel endotel dan ikatan ini merupakan faktor penting
pada proses inflamasi glomerular sehingga terapi obat untuk mengatasi gangguan
dislipidemia pada pasien PGK sangat diperlukan untuk mencegah memburuknya
kondisi kerusakan ginjal yang berpotensi terjadinya penyakit kardiovaskular.
Terapi obat untuk mengatasi dislipidemia pada pasien PGK, KDOQI (2012)
menyatakan golongan statin, jika pasien tidak toleransi dengan golongan statin
maka digunakan golongan fibrat. Penggunaan golongan obat tersebut tetap
mempertimbangkan fungsi ginjal pada pasien PGK.
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pasien nomor 27 mengalami peningkatan kadar gula darah sewaktu dan
didiagnosa mengalami nefropati diabetikum tetapi selama dirawat pasien tidak
menerima obat antidiabetes, sedangkan dari hasil tes kadar gula darah
menunjukkan kadar gula darah sewaktu pasien meningkat hingga 199 mg/dL pada
hari terakhir dirawat sehingga dibutuhkan obat antidiabetes untuk menurunkan
kadar gula darah pasien. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya peningkatan
keparahan fungsi ginjal pada pasien PGK. Jenis obat antidiabetes yang dapat
diberikan kepada pasien, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.
4.1.3.4 DRPs Obat Tanpa Indikasi
Obat tanpa indikasi adalah pemberian obat yang tidak sesuai dengan
indikasi atau diagnosa pada pasien. Pasien dapat didiagnosa menderita PGK yang
disebabkan berbagai faktor, diantaranya faktor kerentanan, faktor inisiasi, dan
faktor progresi. Penilaian untuk mendiagnosa pasien menderita PGK dapat
melakukan tes fungsi ginjal dengan mengukur kadar serum kreatinin (SCr) di
dalam darah, lalu mendapatkan nilai estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) yang
digunakan sebagai acuan tingkat keparahan kerusakan ginjal. Kemudian dapat
didukung dengan melakukan tes laboratorium terkait kandungan darah dan urin.
Penyakit penyerta yang diderita pasien juga harus dipertimbangkan, seperti
hipertensi dan diabetes melitus yang merupakan penyakit penyerta yang dapat
memperburuk keadaan ginjal jika tidak dikontrol.
Pada penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat adanya DRPs obat
tanpa indikasi yang dialami pasien. Semua pasien mendapatkan obat yang sesuai
dengan indikasi atau diagnosa pasien.
4.1.3.5 DRPs Interaksi Obat
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 40 pasien (90,91%)
dengan 285 kasus (81,9%) yang mengalami kejadian DRPs interaksi obat pada
pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo.
Interaksi obat yang terjadi merupakan semua interaksi obat yang mungkin atau
potensial terjadi pada terapi obat yang diberikan kepada 44 pasien, baik interaksi
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
obat yang dapat dihindari ataupun interaksi obat yang tidak dapat dihindari.
Kejadian DRPs interaksi obat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.10 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat
Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat
Potensi Interaksi Kategori Jumlah Presentase (%)
Mekanisme Interaksi
Farmakokinetik 84 29,47
Farmakodinamik 97 34,04
Tidak diketahui 104 36,49
Total 285 100
Tingkat Keparahan
Ringan (minor) 67 23,51
Sedang (moderat) 214 75,09
Berat (mayor) 4 1,40
Total 285 100
Hasil analisa DRPs terhadap 44 pasien, diperoleh bahwa terdapat
interaksi obat pada 40 pasien (90,91%) dan sebanyak 4 pasien (9,09%) tidak
mengalami interaksi obat. Berdasarkan hasil analisa terhadap 40 pasien yang
berinteraksi (tabel 4.10), diperoleh hasil bahwa terdapat total kejadian interaksi
obat sebanyak 285 kejadian yang terdiri dari interaksi obat yang tidak diketahui
sebanyak 104 kejadian (36,49%), dimana mekanisme interaksi obat jenis ini
belum diketahui secara jelas mekanismenya yakni tidak termasuk kedalam
mekanisme farmakodinamik maupun farmakokinetik.
Mekanisme interaksi obat terbanyak kedua adalah interaksi secara
farmakodinamik sebanyak 97 kejadian (34,04%). Hal tersebut menunjukkan
bahwa obat-obat yang diberikan saling berinteraksi pada sistem reseptor, tempat
kerja atau sistem fisiologi yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergis
(saling memperkuat) dan antagonis (saling meniadakan). Beberapa alternatif
penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi obat dengan
memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesuaian dosis obat,
pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika
kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal
atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis (Fradgley, 2003).
Mekanisme interaksi obat secara farmakokinetik terjadi sebanyak 84 kejadian
(29,47%). Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu obat mempengaruhi
absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kedua obat meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau
penurunan efektifitas obat tersebut (Fradgley, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan interaksi obat yang
paling banyak terjadi adalah pada interaksi obat secara moderat, yaitu sebanyak
214 kejadian (75,09%). Interaksi obat secara moderat ini termasuk jenis interaksi
obat yang diutamakan untuk dicegah dan diatasi jika interaksi obat yang
dihasilkan lebih berbahaya dibandingkan manfaatnya, sebaiknya menggunakan
alternatif lain jika ada. Selanjutnya interaksi obat terbanyak kedua adalah dengan
tingkat keparahan minor, yaitu 67 kejadian (23,51%), interaksi obat ini mungkin
mengganggu atau tidak disadari (interaksi obat diduga terjadi) tetapi tidak
mempengaruhi secara signifikan terhadap efek obat yang diinginkan. Interaksi
obat dengan tingkat keparahan mayor adalah interaksi obat yang paling sedikit,
terdapat 4 kejadian (1,40%). Interaksi obat dengan tingkat keparahan mayor
diutamakan untuk dicegah dan diatasi karena efek potensial membahayakan jiwa
atau menyebabkan kerusakan permanen. Jenis obat yang mengalami interaksi
mayor dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11 Jenis Obat yang Mengalami Interaksi Mayor
Jenis Obat Interaksi Obat Efek Interaksi
Spironolakton – Kalium
klorida
Keduanya meningkatkan
kadar kalium.
Hiperkalemia.
Kontraindikasi
digunakan bersama,
kecuali manfaatnya lebih
besar.
Diltiazem – Bisoprolol Keduanya saling
meningkatkan toksisitas
satu sama lain.
Meningkatkan resiko
bradikardia.
Amlodipin – Simvastatin Amlodipin meningkatkan
kadar Simvastatin*.
Beresiko terjadi
miopati/rabdomiolisis
Klonidin – Bisoprolol Keduanya saling
meningkatkan toksisitas
satu sama lain.
Meningkatkan resiko
bradikardia.
*Sumber: Zhou, Yi-Ting, et al., 2013.
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah
penyakit penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat
terhadap jumlah DRPs pada pasien PGK. Hasil analisa bivariat dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 4.1 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penyakit Penyerta terhadap
Jumlah DRPs
Hasil analisa pada gambar 4.1 menunjukkan pengaruh antara jumlah
penyakit penyerta dengan jumlah DRPs dengan metode kai-kuadrat, diketahui
tidak lebih dari 14 sel atau sebanyak 77,8% yang mempunyai nilai harapan kurang
dari 5, yang berarti terdapat lebih 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil
dari 5 sehingga hasil uji kai-kuadrat ini dinyatakan tidak sahih. Untuk
memperoleh hasil yang sahih, maka dilakukan uji koefisien kontingensi. Berikut
ini hasil uji koefisien kontingensi:
Gambar 4.2 Hasil Uji Koefisien Kontingensi Pengaruh Jumlah Penyakit Penyerta
terhadap Jumlah DRPs
Berdasarkan hasil dari gambar 4.2, diketahui nilai probabilitas yang
diperoleh = 0,493. Hal ini menunjukkan bahwa P >0,05, maka H0 diterima yang
berarti tidak ada pengaruh bermakna antara jumlah penyakit penyerta dengan
jumlah DRPs. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Manley, H. J., et al (2003a), yang menunjukkan bahwa DRPs
berkorelasi positif dengan jumlah penyakit penyerta pasien (P <0.001). Jumlah
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DRPs meningkat pada masing-masing pasien sama dengan meningkatnya jumlah
kondisi penyerta (Manley, H. J., et al., 2003a). Perbedaan hasil yang diperoleh
pada penelitian ini, dapat disebabkan terbatasnya jumlah sampel yang diteliti.
Analisa bivariat untuk mengetahui pengaruh antara jumlah penggunaan
obat dengan jumlah DRPs dengan metode kai-kuadrat dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 4.3 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penggunaan Obat terhadap
Jumlah DRPs
Hasil analisa pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa tidak lebih dari 15 sel
atau sebanyak 83,3% yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5 sehingga hasil
uji kai-kuadrat ini dinyatakan sahih dan nilai probabilitas yang diperoleh = 0,000.
Hal ini menunjukkan bahwa P <0,05, maka H0 ditolak yang berarti ada pengaruh
bermakna antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah DRPs. Hasil penelitian
ini sejalan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al. (2012) di
Perancis, yang menyatakan resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap
kondisi lanjut usia (P = 0.0027) dan jumlah pengobatan (P = 0.049) (Belaiche, S.,
et al., 2012).
4.3 Keterbatasan Penelitian
4.3.1 Kendala
a. Pengambilan data dan jumlah pasien
Pada proses pengambilan data, cukup banyak pasien yang memiliki
data rekam medis yang tidak lengkap, seperti berat badan, daftar
penggunaan obat, dan hasil laboratorium.
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Diagnosa data
Hasil laboratorium untuk pemeriksaan kadar gula darah, serum
kreatinin, hasil laboratorium darah & elektrolit, tidak dilakukan
secara rutin.
4.3.2 Kelemahan
a. Penelitian deskriptif retrospektif, pada penelitian deskriptif hanya
dapat dilakukan demografi berupa hasil analisa ketepatan untuk
mengetahui DRPs pada terapi yang digunakan oleh pasien. Selain itu
metode retrospektif, dimana waktu kejadian sudah terjadi sehingga
tidak dapat dilakukan pertanyaan secara langsung pada pasien.
b. Terdapat sediaan obat yang tidak diketahui kekuataan sediaannya
yang diberikan kepada pasien.
c. Penelitian ini tidak dapat dikatakan seutuhnya rasional, dikarenakan
penilaian diagnosa pasien tidak secara langsung melainkan menarik
kesimpulan dari diagnosa yang tercatat di rekam medis.
4.3.3 Kekuatan
Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Rumah Sakit TNI
Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo. Diharapkan penelitian ini dapat
menjadi referensi dan gambaran Drug Related Problems (DRPs) pada pasien
rawat inap yang menderita penyakit ginjal kronik (PGK) dengan penyakit
penyerta.
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Karakteristik berdasarkan usia yang paling banyak adalah usia
dewasa (20 – 59 tahun) sebanyak 24 pasien (54,55%). Berdasarkan
jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki yaitu 25 pasien
(56,82%). Berdasarkan tingkat keparahan PGK yang paling banyak
adalah stadium 5 yaitu 32 pasien (72,73%). Berdasarkan penyakit
penyerta yang paling banyak adalah anemia yaitu 33 pasien (75,0%).
2. Terdapat 13 kelas terapi yang diberikan pada pasien dengan
penggunaan terbanyak yaitu obat golongan sistem kardiovaskular
sebanyak 25,79%.
3. Jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap PGK dengan
penyakit penyerta di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital)
Dr. Mintohardjo dari 44 pasien, terdapat 42 pasien dengan 348 kasus
DRPs yang dianalisa, diantaranya interaksi obat sebanyak 81,9%,
ketidaktepatan penyesuaian dosis (overdosis sebanyak 11,2%; dosis
subterapi sebanyak 2,0%), indikasi tanpa obat sebanyak 3,2% dan
ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 1,7%.
4. Stadium 3 mengalami 1 – 3 DRPs, jumlah DRPs paling banyak 3
DRPs; stadium 4 mengalami 1 – 4 DRPs, jumlah DRPs paling
banyak 2 DRPs dan stadium 5 mengalami 0 – 5 DRPs, jumlah DRPs
paling banyak 2 DRPs.
5. Tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara jumlah penyakit
penyerta terhadap jumlah DRPs secara statistik, namun secara
substansi kemungkinan ada hubungan.
6. Terdapat pengaruh yang bermakna antara jumlah penggunaan obat
terhadap jumlah DRPs.
7. Pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl yang
mengalami diabetes melitus (DM), kontraindikasi dengan obat
antidiabetes oral akarbose dan metformin.
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.2 Saran
1. Perlu adanya standarisasi kelengkapan pengisian rekam medis
pasien, terkait usia, berat badan, obat yang digunakan, dosis obat
yang diberikan, rute pemberian obat, aturan pakai obat, tanggal
pemberian obat serta perlu adanya pemeliharaan rekam medis agar
tidak ada bagian atau lembar yang hilang.
2. Perlu adanya pemantauan hasil laboratorium pasien yang dilakukan
secara berkelanjutan selama perawatan, baik tes fungsi ginjal
(ureum, serum kreatinin dan asam urat), tekanan darah, kadar gula
darah dan hasil laboratorium lainnya yang terkait untuk mencegah
dan mengatasi DRPs.
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Julianti. (2009). Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Rawat Inap di RS
Haji Medan. Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan:
tidak diterbitkan.
Alam, S., dan Hadibroto, I. (2008). Gagal Ginjal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Anggrayny, Arfita. (2015). Perbandingan Laju Filtrasi Glomerulus pada Staf
Laki-laki Dewasa Sehat dengan Formula Cockroft-Gault, Modification
of Diet in Renal Disease dan Chronic Kidney Disease Epidemiology
Collaboration di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi pada
Fakultas Farmasi USD Yogyakarta: tidak diterbitkan.
Anonim. (2012). 5th Report of Indonesian Renal Registry. Perkumpulan Nefrologi
Indonesia.
Anonim. (2015). Clinical Practice Guideline on Management of Patients with
Diabetes and Chronic Kidney Disease Stage 3b or Higher (eGFR <45
ml/min). Nephrol Dial Transplant. 30, ii1-ii142.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek, Edisi 5.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Aritonang, R. E. (2008) Intervensi farmasis dalam upaya menurunkan
permasalahan terkait dengan terapi obat pada pasien penyakit ginjal
kronik yang menjalani rawat inap di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta.
Tesis pada FMIPA UI Jakarta: tidak diterbitkan.
Ashley, C., dan Currie, A. (2009). The Renal Drug Handbook, 3rd edition. United
Kingdom: Radcliffe.
Atkinson, A., Abernethy, D. R., Daniels, C. E., Dedrick, R. L., dan Markey, S. P.
(2007). Principles of Clinical Pharmacology Second Edition. USA:
Elsevier Inc. Pg 230.
Belaiche, Stephanie, et al. (2012). Pharmaceutical Care in Chronic Kidney
Disease: experience at Grenoble University Hospital from 2006 to 2010.
Journal Nephrol. 25, (4), 558-565.
British National Formulary. (2014). BNF, 67th edition. London: BMJ Group and
Pharmaceutical Press.
Cardone, K. E., Bacchus, S., Assimon, M. M., Pai, A. B., dan Manley, H. J.
(2010). Medication-related Problems in CKD, Advances in Chronic
Kidney Disease. National Kidney Foundation. 17, (5), 404-412.
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Chen, J., Wildman, R. P., Gu, D., Kusek, J. W., Spruill, M., Reynolds, K., Liu, D.,
Hamm, L. L., Whelton, P. K., He, J. (2005). Prevalence of decreased
kidney function in Chinese adults aged 35 to 74 years. Kidney
International. 68, 2837-2845.
Cipolle, R. J., Strand, L. M., dan Morley, P. C. (1998). Pharmaceutical Care
Practice. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Coresh, J., Byrd-Holt, D., Astor, B. C., Briggs, J. P., Eggers, P. W., Lacher, D. A.,
dan Hostetter, T. H. (2005). Chronic kidney disease awareness,
prevalence, and trends among U.S. adults, 1999 to 2000. J Am Soc
Nephrol. 16, 180-188.
Coyne, D. W. (2011). Management of Chronic Kidney Disease Comorbidities.
CKD Medscape CME Expert Column Series: Issue 3. Diakses November,
2015. http://www.medscape.org/viewarticle/736181.
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzkee, G. R., Wells, B. G., Posey, L.
M. (2008). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th edition.
New York: Mc Graw-Hill Medical Publishing Division.
Drug.com. Drug Interactions Checker. Diakses Oktober, 2015.
http://www.drugs.com/drug_interactions.php.
Faizzah, Nurul. (2012). Identifikasi Drug Related Problems Pada Terai Gagal
Ginjal Kronik Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari – Desember 2009. Skripsi
pada FMIPA UII Yogyakarta: tidak diterbitkan.
Fradgley, S. (2003). Interaksi Obat, Dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy)
Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo Gramedia.
Gunawan, dkk. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.
Hahr, Allison J., dan Molitch, Mark E. (2015). Management of Diabetes Mellitus
in Patients with Chronic Kidney Disease. Clinical Diabetes and
Endocrinology. 1, (2), 1-9.
Indriani, L., Bahtiar, A., dan Andrajati, R. (2013). Evaluasi Masalah Terkait Obat
Pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik Di RSUP Fatmawati
Jakarta. Jakarta: Jurnal Managemen dan Pelayanan Farmasi (JMPF).
Ingsathit, A., Thakkinstian, A., Chaiprasert, A., Sangthawan, P., Gojaseni, P.,
Kiattisunthorn, K., ....... Singh, A. K. (2010). Prevalence and risk factors
of chronic kidney disease in the Thai adult population: Thai SEEK study.
Nephrol Dial Transplant. 25, 1567-1575.
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
JNC 8. (2013). 2014 Evidance-Based Guideline for The Management of High
Blood Pressure in Adults, Report From The Panel Members Appointed to
The Eight Joint National Committee (JNC 8). Clinical Review &
Education. JAMA.
Katzung, Bertram G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Kappel, J., dan Calissi, P. (2002). Nephrology: 3. Safe Drug Prescribing for
Patients with Renal Insufficiency. Canadian Medical Association
Journal. 166, (4), 473-477.
KDIGO. (2012). KDIGO Clinical Practice Guideline for the Management of
Blood Pressure in Chronic Kidney Disease. Kidney International
Supplements. 2, 337-414.
KDIGO. (2013). KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for The Evaluation and
Management Chronic Kidney Disease. Kidney International
Supplements. 3, 1-150.
KDOQI. (2012). KDOQI Clinical Practice Guideline For Diabetes and CKD:
2012 Update. American Journal of Kidney Disease. 60, (5), 850-886.
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., Lance, L. L. (2008). Drug
Information Handbook, 17th edition. USA: Lexi-Comp’s.
Levey, Andrew S., Coresh, J., Balk, E., Kausz, Annamaria T., Levin, A., Steffes,
Michael W., Hogg, Ronald J., Perrone, Ronald D., Lau, J., dan Eknoyan,
G. (2003). National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcome
Quality Initiative (NKF-K/DOQI), K/DOQI Clinical Practice Guideliner
for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and
Stratification. Annals of Internal Medicine. 139, 137-147.
Levey, Andrew S., Eckardt, Kai-Uwe, Tsukamoto, Y., Levin, A., Coresh, J.,
Rossert, J., Zeeuw, Dick De, Hostetter, Thomas H., Lameire, N., dan
Eknoyan, G. (2005). Definition and Classification of Chronic Kidney
Disease: A Position Statement from Kidney Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO). Kidney International. 67, 2089-2100.
Mahmoud, M. A. (2008). Drug Therapy Problems and Quality of Life in Patients
with Chronic Kidney Disease. University Sains Malaysia.
Manley, Harold J., McClaran, Marcy L., Overbay, Debra K., Wright, Marcia A.,
Reid, Gerald M., Bender, Walter L., Neufeld, Timothy K., Hebbar, S.,
dan Muther, Richard S. (2003a). Factors Associated with Medication-
Related Problems in Ambulatory Hemodialysis Patients. American
Journal of Kidney Disease. 41, 386-393.
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Manley, Harold J., Drayer, Debra K., dan Muther, Richard S. (2003b).
Medication-related Problem Type and Appearance Rate in Ambulatory
Hemodialysis Patients. BMC Nephrology. 4, 1-17.
Manley, Harold J., Cannella, Carrie L., Bailie, George R., dan Peter, Wendy L. St.
(2005). Medication-Related Problems in Ambulatory Hemodialysis
Patients: A Pooled Analysis. American Journal Kidney Disease. 46, 669–
680.
Marquito, A. B., Fernandes, N. M., Colugnati, F. A. B., dan Paula, R. B. de.
(2013). Identifying Potential Drug Interactions in Chronic Kidney
Disease Patients. Juiz de Fora : Interdisciplinary Center for Nephrology
Studies Research and Care, Federal University of Juiz de Fora.
Medscape.com. Drug Interactions Checker. Diakses Oktober, 2015.
http://www.medscape.com/druginfo/druginterchecker.
MIMS Indonesia. (2011/2012). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11.
Jakarta: PT Medidata Indonesia.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: PT
Rineka Cipta.
Novita, Inten. (2015). Evaluasi Drug Related Problems pada Pasien Diabetes
Melitus di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara. Skripsi pada FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan.
Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan, Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.
Nurrakhmani, Azizah. (2014). Kerasionalan Penggunaan Antibiotik pada Pasien
Penderita Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (SIRS) di Ruang
Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU) Rumah Sakit Angkatan
Laut Dr. Mintohardjo pada Tahun 2012-2013. Skripsi pada Fakultas
FMIPA UI Jakarta: tidak diterbitkan.
PCNE. (2010). PCNE Classification for Drug Related Problems. Pharmaceutical
Care Network Europe Foundation, V6.2 revised 14-01-2010vm, 1-9.
Permenkes. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Menteri
Kesehatan RI.
Praktiknya, A. W. (2001). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, Edisi 4. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. C. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Vol. 2, Edisi 6. Jakarta: EGC.
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rahardjo, P., Susalit, E., dan Suhardjono. (2006). Hemodialisis. Dalam: Sudoyo,
A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S. K., Setiati, S., Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Rovers, J. P., Currie, J. D., Hagel, H. P., McDonough, R. P., dan Sobotka, J. L.
(2003). A Practical Guide to Pharmaceutical Care, 2nd edition.
Washington DC: American Pharmaceutical Association.
Siregar, C. J. P., dan Lia, A. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan.
Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 7-18.
Siregar, Sofiyan. (2011). Statistika Deskriptif untuk Penelitian: Dilengkapi
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta: Rajawali Pers.
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, Vol. 1 dan 2, Edisi 8. Jakarta:
EGC.
St. Peter, W. L. (2010). Improving Medication Safety in Chronic Kidney Disease
Patients on Dialysis Through Medication Reconciliation. By National
Kidney Foundation, Inc. All rights reserved.
Stockley, I. H. (2008). Stockley’s Drug Interaction, 8th edition. London:
Pharmaceutical Press.
Sugiyono. (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suharyanto, dan Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.
Sukandar, E. (2006). Neurologi Klinik, Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
Suleymanlar, G., Utas, C., Arinsoy, T., Ates, K., Altun, B., Altiparmak, M. R.,
....... Serdengecti, K. (2011). A population-based survey of Chronic Renal
Disease In Turkey--the CREDIT study. Nephrol Dial Transplant. 26,
1862-1871.
Suwitra, K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A. W., Setiyohadi,
B., Alwi, I., Marcellus, S. K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Thawornchaisit, P., Looze, F. de., ....... Sleigh, A. (2015). Health-Risk Factor and
the Prevalence of Chronic Kidney Disease: Cross-Sectional Findings
from a National Cohort of 87 143 Thai Open University Students. Global
Journal of Health Science. 5, (7), 59-72.
USRDS. (2014). CKD in the United States: An Overview of USRDS Annual Data
Report, volume 1. United States.
Walker, R., dan Edward, C. (2003). Clinical Pharmacy and Therapeutics. Third
editions. Pg 247-249, 256-278.
Wortmann R. L. (2009). Gout and Hyperuricemia. In: Firestein GS, Budd RC,
Harris ED, Rudy S, Sergen JS, editors. Kelley’s Textbook of
Rheumatolog, 8th edition. Philadelphia: Saunders.
Xue, L., Lou, Y., Feng, X., Wang, C., Ran, Z., dan Zhang, X. (2014). Prevalence
of chronic kidney disease and associated factors among the Chinese
population in Taian, China. BMC Nephrology. 15, 1-6.
Zhang, Qui-Li, dan Rothenbacher, D. (2008). Pravalence of Chronic Kidney
Disease in Population-based studies: Systematic Review. BMC Public
Health. 8, 1-13.
Zhou, Yi-Ting, Yu, Lu-Shan, Zeng, Su, Huang, Yu-Wen, Xu, Hui-Min, dan Zhou,
Quan. (2013). Pharmacokinetic drug–drug interactions between 1,4
dihydropyridine calcium channel blockers and statins: factors
determining interaction strength and relevant clinical risk management.
China: Quan Zhou Department of Pharmacy, The Second Affiliated
Hospital, School of Medicine, Zhejiang University.
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Rumkital Dr.
Mintohardjo
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian di Ruang Administrasi
84 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Kriteria Penilaian DRPs Penyakit Penyerta
pada PGK Tujuan Terapi Terapi Obat Catatan
Hipertensi TD <140/90 mmHg
TD <130/80 mmHg dengan
proteinuria (albuminuria)
(JNC 8, 2013)
1. ACEIs atau ARBs
2. Diuretik atau CCBs atau Beta bloker*; Diuretik Tiazida
(eLFG 30 ml/mnt), Diuretik Loop (eLFG <30 ml/mnt)
3. CCBs (dapat sebagai second-line) atau Beta bloker*
(jika pasien menderita angina, gagal jantung, aritmia)
4. Antagonis aldosteron atau Subgrup CCB lain (jika CCB
telah digunakan) atau alfa bloker (jika belum
menggunakan beta bloker dengan efek alfa bloker)
5. Long acting alfa bloker atau agonis alfa-2 sentral* atau
vasodilator
(Dipiro, J. T., et al., 2008)
*Beta bloker dan CCB nondihidropiridin harus
dihindari pada pasien lansia-manula.
*Agonis alfa-2 sentral (contoh: klonidin) tidak
boleh digunakan bersamaan dengan Beta bloker
karena kemungkinan tinggi mengalami
bradikardia berat.
Hipertensi +
Diabetes melitus TD <140/90 mmHg
TD <130/80 mmHg dengan
proteinuria (albuminuria)
(JNC 8, 2013)
Glukosa darah 2 jam PP <140
mg/dl
Gula darah puasa <100 mg/dl
(Anonim, 2005)
HbA1c ~7,0%
(KDOQI, 2012)
1. ACEIs atau ARBs
2. Diuretik atau CCBs atau Beta bloker*; Diuretik Tiazida
(eLFG 30 ml/mnt), Diuretik Loop (eLFG <30 ml/mnt)
3. CCBs (dapat sebagai second-line) atau Beta bloker*
(jika pasien menderita angina, gagal jantung, aritmia)
4. Antagonis aldosteron atau Subgrup CCB lain (jika CCB
telah digunakan) atau alfa bloker (jika belum
menggunakan beta bloker dengan efek alfa bloker)
5. Long acting alfa bloker atau agonis alfa-2 sentral* atau
vasodilator
(Dipiro, J. T., et al., 2008)
*Beta bloker dan CCB nondihidropiridin harus
dihindari pada pasien lansia-manula.
*Agonis alfa-2 sentral (contoh: klonidin) tidak
boleh digunakan bersamaan dengan Beta bloker
karena kemungkinan tinggi mengalami
bradikardia berat.
Diabetes melitus Glukosa darah 2 jam PP <140
mg/dl
Gula darah puasa <100 mg/dl
(Anonim, 2005)
HbA1c ~7,0%
(KDOQI, 2012)
1. Insulin, terutama untuk DM tipe 1
2. Metformin, lini-pertama untuk DM tipe 2 (eLFG 45
ml/mnt)
3. Penghambat Alfa-glukosidase atau Penghambat
Dipeptidil 4-peptidase atau Analog inkretin atau
Tiazolidindion
4. Sulfonilurea atau Meglitinida
(KDOQI, 2012)
*Metformin sebagai lini-pertama dengan dosis
disesuaikan dengan fungsi ginjal. Jika eLFG <30
ml/mnt maka hentikan penggunaan metformin.
*Penambahan obat antidiabetes disarankan yang
memiliki resiko rendah hipoglikemia (urutan
resiko hipoglikemia dari rendah-tinggi: no 2 <3
<4 <1).
*Sulfonilurea yang aman pada pasien PGK
85 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(beberapa butuh penyesuaian dosis terkait fungsi
ginjal): Glipizid, Glikuidon, Gliklazid,
Glimepirid.
*Meglitinida (penyesuaian dosis terkait fungsi
ginjal jika eLFG <30 ml/mnt): Repaglinida,
Nateglinida.
*Penghambat Alfa-glukosidase: Akarbose
(eLFG <30 ml/mnt: obat dihindari), Miglitol
(eLFG <25 ml/mnt: obat dihindari).
*Penghambat Dipeptidil 4-peptidase yang aman
pada pasien PGK (beberapa butuh penyesuaian
dosis terkait fungsi ginjal): Linagliptin,
Saxagliptin, Sitagliptin, Vildagliptin.
*Analog inkretin: Exenatida (eLFG <30 ml/mnt:
obat tidak direkomendasikan), Liraglutida
(eLFG <60 ml/mnt: obat tidak
direkomendasikan)
*Tiazolidindion yang aman pada pasien PGK:
Pioglitazon dan Rosiglitazon
Anemia Hb >10 g/dl
(PERNEFRI, 2011)
Mecobalamin, Asam folat, Garam besi (Sulfas ferrosus,
Sangobion), transfusi darah
Dispepsia Antasida, Antihistamin RH-2, proton pump inhibitor (PPI),
prokinetik
(Dipiro, J. T., et al., 2008)
Oedema Diuretik
Hiperlipidemia Total kolesterol <200 mg/dl
LDL kolesterol <130 mg/dl
HDL kolesterol >40 mg/dl
Trigliserida <150 mg/dl
(Dipiro, J. T., et al., 2008;
Laboratorium Rumkital Dr.
mintohardjo)
1. Statin (Atorvastatin, Fluvastatin, Lovastatin, Pravastatin,
Rosuvastatin, Simvastatin)
2. Sekuestran asam empedu (Cholestipol, Cholestyramine,
Colesevelam)
3. Asam fibrat* (Clofibrate, Gemfibrozil, Bezafibrate,
Fenofibrate, Ciprofibrate)
4. Golongan lain (Ezetimibe, Niacin)
(KDOQI, 2012)
*Asam fibrat yang aman pada pasien PGK
(butuh penyesuaian dosis terkait fungsi ginjal):
Gemfibrozil, Clofibrate (obat dihindari pada
pasien dengan ginjal pengganti).
*Hampir semua golongan asam fibrat aman
pada pasien PGK dengan stadium 3.
Hiperurisemia Asam urat <6 mg/dl Penghambat xantin oksidase (Allopurinol) atau Urikosurik *Penghambat xantin oksidase (Allopurinol)
86 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Price, S. A., dan Wilson, L. M.
C., 2006).
(Probenesid, Sulfinpirazon)
(Dipiro, J. T., et al., 2008)
lebih sesuai untuk pasien PGK.
*Urikosurik bekerja dengan meningkatkan
klirens asam urat di ginjal. Kurang sesuai untuk
pasien PGK.
Hiperkalemia K+ 3,4 – 4,5 mmol/l
(Laboratorium Rumkital Dr.
mintohardjo)
Kalitake, hemodialisis (HD)
Hipokalsemia Ca2+ 8,6 – 10,3 mmol/l
(Laboratorium Rumkital Dr.
mintohardjo)
Ca gluconas, hemodialisis (HD)
87 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Total protein 7.2 g/dL
Albumin 2.8 g/dL
Globulin 4.4 g/dL
Hari ke-5:
Na 130 mmol/L
K 3.9 mmol/L
Cl 89 mmol/L
Ca 7.7 mg/dL
Pasien : 1
L/P : P
Usia : 69 th
BB : 50 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 9/10/14 – 20/10/14 (12 hari)
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi
Diagnosa masuk : CKD on HD, Anemia
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, batuk riak berwarna kuning
sejak 1 hari SMRS, demam sejak 1 hari SMRS, badan pegal-pegal dan lemas,
tidak mau makan dan minum, pusing, gatal-gatal
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, sakit kepala, lemas, batuk, demam,
tangan kanan bengkak, pinggang pegal, tidak BAB, badan terasa sakit (nyeri),
nafsu makan menurun, ngilu di seluruh badan, badan pegal-pegal
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, DM tipe 2, Hipertensi, Leukositosis,
Hiperurisemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 180/100
Hari ke-2: 140/90
Hari ke-3: 150/80
Hari ke-4: 150/80
Hari ke-5: 190/80
Hari ke-6: 150/80
Hari ke-7: 140/80
Hari ke-8: 140/90
Hari ke-9: 150/90
Hari ke-10: 150/80
Hari ke-11: 160/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 301
Hari ke-2: GD 315
Hari ke-3: GD 259
Hari ke-4: GD 233
Hari ke-5: GD 274
Hari ke-6: GDS 331
Hari ke-7: GD 223
Hari ke-8: GD 207
Hari ke-9: GD 176
Hari ke-10: GD 124
Hari ke-11: GD 134
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 69
Cr 4.5
eLGF 10.3 mL/mnt
AST (SGOT) 79
ALT (SGPT) 45
Hari ke-5:
Asam urat 9.0
Darah
Hari ke-1:
Hb 4.4 g/dL 8.1 g/dL
Leukosit 20800 /mcL
24300 /mcL
Trombosit 533000 /mcL
506000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 7.1 g/dL
Leukosit 25000 /mcL
Trombosit 497000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 5.1 g/dL
Leukosit 20600 /mcL
Trombosit 595000 /mcL
Hari ke-6:
Hb 5.0 g/dL
Leukosit 19400 /mcL
Trombosit 500000 /mcL
Hari ke-7:
Hb 6.9 g/dL
Leukosit 17300 /mcL
Trombosit 484000 /mcL
Hari ke-9:
Hb 9.1 g/dL
Leukosit 16200 /mcL
Trombosit 360000 /mcL
Hari ke-11:
Hb 7.9 g/dL
Leukosit 13800 /mcL
Trombosit 313000 /mcL
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Meropenem 3x1 g IV
Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Bisolvon 1x inhalasi (1 ml obat+2 ml NaCl) Inhalasi
Myonal 3x50 mg Oral
Meloxicam 2x7,5 mg Oral
PCT 3x500 mg Oral
Novorapid 3x10 IU SC
Lodem 2x30 mg Oral
Eclid 2x100 mg Oral
Dulcolax 3x5 mg Oral
Neurodex 2x1 tab Oral
Lampiran 5. Data Pasien
88 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 2
L/P : P
Usia : 69 th
BB : 50 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 26/10/14 – 30/10/14 (5 hari)
Riw. Penyakit : CKD, DM, Hipertensi
Diagnosa masuk : CKD on HD, Sesak napas
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, nyeri pinggang
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, pegal-pegal, bengkak, lemas, tidak nafsu
makan
Kondisi keluar : Meninggal
Diagnosa keluar : CKD on HD, Cholelithiasis dan Cholecystitis, HHD, DM
tipe 2, Bronkopneumonia, Leukositosis, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 140/80
Hari ke-2: 140/90
Hari ke-3: 130/80
Hari ke-4: 120/80
Hari ke-5: 150/90
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 126
Hari ke-2: GD 104
Hari ke-3: GD 116
Hari ke-4: GD 164
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 133
Cr 5.1
eLFG 9.0 mL/mnt
Asam urat 5.3
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.7 g/dL
Leukosit 13000 /mcL
Trombosit 292000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 6.6 g/dL
Leukosit 11100 /mcL
Trombosit 265000 /mcL
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
Neurodex 2x1 tab Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 135 mmol/L
K 3.6 mmol/L
Cl 91 mmol/L
Hari ke-2:
Total protein 6.1 g/dL
Albumin 2.7 g/dL
Globulin 3.4 g/dL
89 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 3
L/P : L
Usia : 61 th
BB : 60 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 14/7/14 – 16/7/14 (3 hari)
Riw. Penyakit : DM tipe 2
Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris
Keluhan masuk : Demam dan menggigil saat akan HD, sesak napas, pusing,
nyeri perut, lemas, intake sulit
Keluhan selama dirawat : Demam, kesadaran apatis-samnolen, lemas
Kondisi keluar : Lemas, sesak napas
Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Leukositosis, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 151/66
Hari ke-2: 110/70
Hari ke-3: 140/80
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 216
Cr 8.2
eLFG 7.11 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 8.3 g/dL
Leukosit 19200 /mcL
Trombosit 164000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 8.1 mg/dL
Leukosit 28500 /mcL
Trombosit 183000 /mcL
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Dobutamine 8 mcg IV (drip)
PCT 1x1 g IV
90 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 4
L/P : P
Usia : 74 th
BB : 43 kg
Stg : 4
Lama dirawat : 13/10/14 – 16/110/14 (4 hari)
Riw. Penyakit : Hipertensi, HD sejak 3 th lalu
Diagnosa masuk : CKD on HD, Kejang setelah HD
Keluhan masuk : Kejang +/- 5 menit setelah HD, kejang sebelumnya +, setelah
kejang tidak sadarkan diri, pusing
Keluhan selama dirawat : Lemas, sesak napas, pusing berputar, nyeri dada
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD on HD, Seizure, Anemia, Hipertensi, Hipokalemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 180/90
Hari ke-2: 140/80
Hari ke-3: 140/80
Hari ke-4: 130/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 193
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 34
Cr 2.2
eLFG 23.2 mL/mnt
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
Diazepam 1x1/2 ampul IV
Fenitoin 3x100 mg Oral
Mertigo 3x6 mg Oral
KSR 3x600 mg Oral
Amdixal 1x5 mg Oral
Meloxicam 2x7,5 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 130 mmol/L
K 3.2 mmol/L
Cl 90 mmol/L
Ca 9.7 mg/dL
pH 7.36
PCO2 33.0 mmHg
HCO3 18.3 mmol/L
91 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 5
L/P : L
Usia : 26 th
BB : 54 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 31/5/14 – 13/6/14 (14 hari)
Riw. Penyakit : Demam typhoid
Diagnosa masuk : Anemia
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 hari SMRS, mual, muntah-muntah dari
bulan februari, pusing
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, BAK berdarah, batuk, lemas, demam
Kondisi keluar : Sesak napas
Diagnosa keluar : CKD, Dispnea, Dispepsia, Leukositosis, Hematuria,
Hipertensi, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 140/110
Hari ke-2: 140/80
Hari ke-3: 140/100
Hari ke-4: 140/100
Hari ke-5: 140/100
Hari ke-6: 140/80
Hari ke-7: 120/80
Hari ke-8: 120/70
Hari ke-9: 100/60
Hari ke-10: 110/70
Hari ke-11: 120/80
Hari ke-12: 140/90
Hari ke-13: 140/90
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 92
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 245
Cr 25.6
eLFG 2.28 mL/mnt
AST (SGOT) 11
ALT (SGPT) 8
Hari ke-3:
eLFG 2.0 mL/mnt
Hari ke-4:
Ur 211
Cr 18.3
eLFG 3.35 mL/mnt
Hari ke-12:
Ur 145
Cr 15.2
eLFG 4.15 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 6.0 g/dL
Leukosit 10800 /mcL
Trombosit 207000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 6.6 g/dL
Leukosit 12300 /mcL
Trombosit 263000 /mcL
Hari ke-4:
Hb 6.5 g/dL
Leukosit 15600 /mcL
Trombosit 193000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 7.9 g/dL
Leukosit 14300 /mcL
Trombosit 204000 /mcL
Hari ke-9:
Hb 7.0 g/dL
Leukosit 38400 /mcL
Trombosit 96000 /mcL
Hari ke-12:
Hb 7.8 g/dL
Leukosit 28200 /mcL
Trombosit 104000 /mcL
Terapi Obat
Bifotik 2x1 g IV
Lasix 1x1 amp; 2x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV
Ondansetron 3x8 mg IV
KCl 25 mEq IV (drip)
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial); 2x20 mg IV, oral
OBH 3x1C Oral
PCT 3x500 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 135 mmol/L
K 3.97 mmol/L
Cl 89 mmol/L
pH 7.39
PCO2 16.9 mmHg
HCO3 9.9 mmol/L
Hari ke-3:
Na 138 mmol/L
K 4.0 mmol/L
Cl 84 mmol/L
pH 7.10
PCO2 12.8 mmHg
HCO3 3.8 mmol/L
Hari ke-4:
Na 138 mmol/L
K 2.8 mmol/L
Cl 86 mmol/L
pH 7.40
PCO2 17.3 mmHg
HCO3 10.6 mmol/L
Hari ke-7:
Na 138 mmol/L
K 4.6 mmol/L
Cl 98 mmol/L
92 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 6
L/P : L
Usia : 26 th
BB : 53 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 6/10/14 – 10/10/14 (5 hari)
Riw. Penyakit : Hipertensi
Diagnosa masuk : CKD on HD, Anemia
Keluhan masuk : Batuk berdahak warna riak kuning sejak 2 hari SMRS,
pusing, lemas, sesak napas, BAK banyak
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, batuk, mual, lemas
Kondisi keluar : Sesak napas
Diagnosa keluar : CKD on HD, Bronkitis, Anemia, Hipertensi
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 130/80
Hari ke-2: 130/70
Hari ke-3: 130/80
Hari ke-4: 160/110
Hari ke-5: 150/100
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 70
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Cr 13.5
eLGF 4.8 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 5.9 g/dL
Leukosit 7200 /mcL
Trombosit 276000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 6.4 g/dL
Leukosit 8900 /mcL
Trombosit 249000 /mcL
Hari ke-4:
Hb 8.5 g/dL
Leukosit 10200 /mcL
Trombosit 228000 /mcL
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Adalat oros ER 1x30 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Ambroxol 3x30 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
93 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 7
L/P : P
Usia : 49 th
BB : 64 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 16/4/14 – 25/4/14 (10 hari)
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Maag, Penyakit jantung. Alergi amoxicillin
Diagnosa masuk : CKD
Keluhan masuk : Bengkak pada kedua kaki sejak 3 minggu SMRS, bengkak
akan kempis saat istirahat dan membengkak saat beraktivitas. Mual apabila perut
kosong dan bila terisi makanan setelahnya pasien akan BAB dengan konsistensi
cair, batuk kering
Keluhan selama dirawat : Kaki masih bengkak, mual, nyeri pinggang kiri, diare,
batuk kering, sesak napas, perut mulas, kembung
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD endstage, Diare akut, HHD, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 180/80
Hari ke-2: 180/80
Hari ke-3: 180/80
Hari ke-4: 180/70
Hari ke-5: 180/70
Hari ke-6: 160/80
Hari ke-7: 170/80
Hari ke-8: 160/70
Hari ke-9: 170/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 74
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-2:
Ur 144
Cr 7.5
eLGF 6.12 mL/mnt
AST (SGOT) 12
ALT (SGPT) 10
Hari ke-4:
eLFG 1.62 mL/mnt
Hari ke-6:
Ur 129
Cr 5.1
eLFG 9.56 mL/mnt
Hari ke-9:
Ur 88
Cr 5.7
eLFG 8.4 mL/mnt
Darah
Hari ke-2:
Hb 6.2 g/dL
Leukosit 5800 /mcL
Trombosit 183000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 8.0 g/dL
Leukosit 6300 /mcL
Trombosit 170000 /mcL
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp; 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral
1x40 mg
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
New diatabs 3x600 mg Oral
Imodium 3x2 mg Oral
Ambroxol 3x2Cth (10 mL) Oral
Dextromethorphan HBr 3x1 tab (15 mg) Oral
94 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 8
L/P : P
Usia : 80 th
BB : 52 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 15/8/14 – 22/8/14 (8 hari)
Riw. Penyakit : -
Diagnosa masuk : Anemia, CKD, HHD
Keluhan masuk : Pusing, mual dan muntah sejak 1 minggu SMRS, lemas dan
berkeringat, sesak napas jika habis jalan, berkurang bila istirahat, kaki
kesemutan
Keluhan selama dirawat : -
Kondisi keluar : Lemas
Diagnosa keluar : CKD ec Hipertensi, Anemia, Hiperlipidemia, Hiperurisemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 120/80
Hari ke-2: 140/80
Hari ke-3: 190/100
Hari ke-4: 170/100
Hari ke-5: 160/80
Hari ke-6: 140/100
Hari ke-7: 160/80
Hari ke-8: 150/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1:
GDP 105
G2PP 129
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 125
Cr 7.43
eLGF 5.6 mL/mnt
Asam urat 7.2
AST (SGOT) 7
ALT (SGPT) 5
Trigliserida 187
Total kolesterol 223
HDL kolesterol 38
LDL kolesterol 158
Hari ke-3:
eLFG 7.0 mL/mnt
Hari ke-4:
Ur 146
Cr 6.9
eLFG 6.10 mL/mnt
Ur II 53
Cr II 2.9
eLFG 16.6 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 6.6 g/dL
Leukosit 9720 /mcL
Trombosit 299000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 7.3 g/dL
Leukosit 9700 /mcL
Trombosit 242000 /mcL
Hari ke-4:
Hb 8.3 g/dL
Leukosit 10200 /mcL
Trombosit 235000 /mcL
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral
1x40 mg
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
OMZ 2x20 mg Oral
Amlodipine 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
Allopurinol 3x100 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 139 mmol/L
K 3.0 mmol/L
Cl 97 mmol/L
pH 7.22
PCO2 54.6 mmHg
HCO3 22.1 mmol/L
Hari ke-4:
Na 140 mmol/L
K 4.7 mmol/L
Cl 105 mmol/L
pH 7.31
PCO2 38.7 mmHg
HCO3 19.2 mmol/L
95 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 9
L/P : P
Usia : 55 th
BB : 66 kg
Stg : 3
Lama dirawat : 16/6/14 – 20/6/14 (5 hari)
Riw. Penyakit : Anemia, Hipertensi, DM tidak terkontrol
Diagnosa masuk : CKD, Anemia, Hipertensi, DM
Keluhan masuk : Lemas sejak 2 hari SMRS, pusing sejak 1 hari SMRS, mual
saat makan, nyeri pinggang, BAB 3x per hari cair berwarna hitam, kaki kanan
terasa lemas saat berjalan
Keluhan selama dirawat : Dada sakit, batuk kering, lemas, sesak napas, pusing,
gatal-gatal, demam
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD, DM tipe 2, Hipertensi, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 140/60
Hari ke-2: 180/100
Hari ke-3: 180/80
Hari ke-4: 170/90
Hari ke-5: 150/90
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1:
GDS 165
GDP 184
Hari ke-2: GD 150
Hari ke-3: GDS 136
Hari ke-4: GD 130
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 52
Cr 1.3
eLFG 45.2 mL/mnt
AST (SGOT) 10
ALT (SGPT) 7
Hari ke-4:
eLFG 51.0 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 5.8 g/dL
Leukosit 9100 /mcL
Trombosit 430000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 8.8 g/dL
Leukosit 12300 /mcL
Trombosit 395000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 9.7 g/dL
Leukosit 7200 /mcL
Trombosit 341000 /mcL
Hari ke-4:
Hb 10.6 g/dL
Leukosit 6300 /mcL
Trombosit 322000 /mcL
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral
1x40 mg
Novorapid 3x10 IU SC
Amlodipine 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
PCT 1x500 mg Oral
Glimepiride 1x2 mg Oral
Metformin 3x500 mg Oral
96 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Darah
Hari ke-1:
Hb 8.0 g/dL
Leukosit 15100 /mcL
Trombosit 446000 /mcL
Hari ke-4:
Hb 8.4 g/dL
Leukosit 13600 /mcL
Trombosit 434000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 10.3 g/dL
Leukosit 13500 /mcL
Trombosit 478000 /mcL
Hari ke-6:
Hb 9.3 g/dL
Leukosit 11300 /mcL
Trombosit 457000 /mcL
Pasien : 10
L/P : P
Usia : 55 th
BB : 60 kg
Stg : 3
Lama dirawat : 1/12/14 – 9/12/14 (9 hari)
Riw. Penyakit : Maag, Hipertensi, DM
Diagnosa masuk : Nefropati Diabetikum
Keluhan masuk : Lemas sejak 2 hari SMRS, makan dan minum berkurang
karena perut nyeri, nyeri disertai mual, pusing, BAB 3x lembek
Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, pusing, nyeri perut, nafsu makan
berkurang, terdapat benjolan di leher dan terasa nyeri, diare cair, BAB hitam
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD, DM tipe 2, Anemia, Hipertensi, Dispepsia,
Leukositosis, Limfadenitis coli kiri
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 130/80
Hari ke-2: 120/90
Hari ke-3: 130/70
Hari ke-4: 110/80
Hari ke-5: 120/80
Hari ke-6: 120/80
Hari ke-7: 140/90
Hari ke-8: 110/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 165
Hari ke-2: GD 168
Hari ke-3: GD 109
Hari ke-4: GD 102
Hari ke-5: GD 163
Hari ke-6: GD 108
Hari ke-7: GD 105
Hari ke-8: GD 104
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 46
Cr 1.4
eLFG 41.5 mL/mnt
Terapi Obat
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml); IV, oral
2x150 mg
Ondansetron 3x8 mg IV
Cefotaxime 2x1 g IV
Cefixime 2x100 mg Orl
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Metformin 2x500 mg Oral
Glimepiride 1x2 mg Oral
Asam mefenamat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Sulfas ferrosus 2x300 mg Oral
New diatabs 1 tab (600mg) setiap setelah BAB Oral
OMZ 2x20 mg Oral
Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral
97 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 11
L/P : L
Usia : 50 th
BB : 62 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 9/10/14 – 13/10/14 (5 hari)
Riw. Penyakit : Hipertensi
Diagnosa masuk : CKD, Anemia
Keluhan masuk : Sesak napas, mual, muntah, badan gatal, intake sulit
Keluhan selama dirawat : Mual, sesak napas, nafsu makan menurun, badan
terasa gatal
Kondisi keluar : Sesak napas, badan terasa gatal
Diagnosa keluar : CKD end stage, HHD, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 169/99
Hari ke-2: 140/90
Hari ke-3: 150/90
Hari ke-4: 140/90
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 80
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 206
Cr 17.6
eLFG 3.0 mL/mnt
AST (SGOT) 16
ALT (SGPT) 11
Hari ke-2:
Asam urat 5.2
Trigliserida 214
Total kolesterol 150
Hari ke-3:
eLFG 4.2 mL/mnt
Hari ke-5:
Ur 208
Cr 22.8
eLFG 2.3 ml/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 10.8 g/dL 9.2 g/dL
Leukosit 3200 /mcL
3200 /mcL
Trombosit 137000 /mcL
165000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 8.5 g/dL
Leukosit 4900 /mcL
Trombosit 215000 /mcL
Terapi Obat
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Ondansetron 3x4 mg IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Amlodipine 1x5 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 128 mmol/L
K 3.9 mmol/L
Cl 96 mmol/L
Hari ke-5:
Na 131 mmol/L
K 4.2 mmol/L
Cl 98 mmol/L
98 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 12
L/P : P
Usia : 48 th
BB : 45 kg
Stg : 3
Lama dirawat : 24/6/14 – 1/7/14 (8 hari)
Riw. Penyakit : TB paru positif 4 bulan yang lalu. Pasien sudah minum obat,
sekarang gejala batuk berkurang. DM, pernah minum metformin +, insulin –
Diagnosa masuk : Leukositosis, DM tipe 2, Nefropati diabetikum
Keluhan masuk : Muntah-muntah sejak 1 minggu SMRS, muntah 2-3 kali
sehabis makan, mual, pusing kadang-kadang, nyeri kepala dan memutar, lemas
sehingga tidak mandiri ke kamar mandi, kesemutan dan baal di kaki, luka dikaki
tidak ada
Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, nyeri dada, pusing
Kondisi keluar : Lemas, nyeri dada
Diagnosa keluar : CKD, Hipertensi, DM tipe 2, Leukositosis, TB paru
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 110/70
Hari ke-2: 100/80
Hari ke-3: 120/60
Hari ke-4: 100/60
Hari ke-5: 100/60
Hari ke-6: 110/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 294
Hari ke-2: GD 275
Hari ke-3: GD 135
Hari ke-4: GD 166
Hari ke-5: GD 163
Hari ke-7: GD 182
Hari ke-8: GD 161
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Cr 3.1
eLFG 17.04 mL/mnt
Asam urat 5.9
Hari ke-4:
Ur 148
Cr 3.0
eLFG 17.70 mL/mnt
Hari ke-8:
eLFG 53.0 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 11.3 g/dL
Leukosit 17900 /mcL
Trombosit 340000 /mcL
Hari ke-4:
Hb 9.4 g/dL
Leukosit 10100 /mcL
Trombosit 272000 /mcL
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Glucobay 3x100 mg Oral
Metformin 3x500 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Amlodipine 1x5 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Rimactazid 450/300 mg 1x1 kapl Oral
99 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
100 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pasien : 13
L/P : L
Usia : 61 th
BB : 83 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 1/7/14 – 8/7/14 (8 hari)
Riw. Penyakit : Pasien disarankan untuk cuci darah sejak 6 bulan yang lalu tapi pasien
menolak dan minum obat ginjal
Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD pro HD
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 hari SMRS, mual, muntah berlendir, batuk berdahak
Keluhan selama dirawat : Demam, menggigil, mual, sesak napas
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : Asidosis metabolik berat ec CKD stg 5, HHD dengan oedema paru akut,
Anemia, CAD, DM tipe 2, Leukositosis, Hiperkalemia, Hipokalsemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 157/84
Hari ke-2: 182/87
Hari ke-3: 167/78
Hari ke-4: 160/80
Hari ke-5: 140/90
Hari ke-6: 150/90
Hari ke-7: 150/70
Hari ke-8: 110/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1:
GDS 122
GD 252
Hari ke-2: GDS 83
Hari ke-3: GDS 80
Hari ke-4: GD 239
Hari ke-5: GD 273
Hari ke-6: GD 227
Hari ke-7: GD 205
Hari ke-8: GD 155
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 212
Cr 16.2
eLFG 3.25 mL/mnt
Ur II 135
Cr II 8.4
eLFG 7.0 mL/mnt
AST (SGOT) 31
ALT (SGPT) 20
Hari ke-2:
Ur 180
Cr 12.8
eLFG 4.26 mL/mnt
Hari ke-3:
Ur 193
Cr 11.8
eLFG 4.68 mL/mnt
Ur II 112
Cr II 8.7
eLFG 6.65 mL/mnt
AST (SGOT) 21
ALT (SGPT) 14
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.4 g/dL
Leukosit 13200 /mcL
Trombosit 365000
/mcL
Hari ke-2:
Hb 7.6 g/dL
Leukosit 14000 /mcL
Trombosit 274000
/mcL
Hari ke-3:
Hb 7.4 g/dL
Leukosit 13900 /mcL
Trombosit 232000
/mcL
Hari ke-7:
Hb 7.1 g/dL
Leukosit 10200 /mcL
Trombosit 130000
/mcL
Terapi Obat
Ceftriaxone 3x1 g IV
Cefoperazone 2x1 g IV
Ondansetron 2x8 mg IV
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial); 2x20 mg IV, oral
Lasix 10 mg/jam (drip); IV
2x1 amp (20 mg/2 ml)
Farsorbid 10 mcg/menit drip, dinaikkan IV, oral
10 mcg tiap 5 menit maks. Dosis
200 mcg/menit; 3x10 mg
Ca gluconas 2x1 (10 ml, Ca gluconas 10%) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Neurodex 2x1 tab Oral
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Diovan 1x80 mg Oral
Clonidine 3x0,15 mg Oral
PCT 3x500 mg Oral
Gliquidone 1x1,5 tab (45 mg) Oral
Glucobay 3x100 mg Oral
Domperidone 3x10 mg Oral
Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 132 mmol/L
K 5.1 mmol/L
Cl 103 mmol/L
pH 7.22
PCO2 31.4 mmHg
HCO3 12.9 mmol/L
Total protein 7.8 g/dL
Albumin 3.6 g/dL
Globulin 4.2 g/dL
Hari ke-2:
Na 133 mmol/L
K 5.2 mmol/L
Cl 103 mmol/L
Total protein 6.9 g/dL
Albumin 3.5 g/dL
Globulin 3.4 g/dL
Hari ke-3:
Na 135 mmol/L
K 4.6 mmol/L
Cl 103 mmol/L
Ca 6.9 mg/dL
Hari ke-5:
Ca 6.8 mg/dL
Hari ke-8:
Na 131 mmol/L
K 5.0 mmol/L
Cl 97 mmol/L
Total protein 5.4 g/dL
Albumin 3.7 g/dL
Globulin 1.7 g/dL
(lanjutan)
101 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 14
L/P : P
Usia : 43 th
BB : 50 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 19/9/14 – 3/10/14 (15 hari)
Riw. Penyakit : Hipertensi
Diagnosa masuk : CKD, Anemia
Keluhan masuk : CKD stg 5 pro HD (pasang doublelument)
Keluhan selama dirawat : Lemas, pusing, nyeri di daerah pemasangan
doublelument, mual, sakit (nyeri) di kaki dan bengkak, susah BAB
Kondisi keluar : Lemas, kaki masih sakit (nyeri)
Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, Hipertensi, Hiperurisemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 160/90
Hari ke-2: 200/100
Hari ke-3: 160/100
Hari ke-4: 170/90
Hari ke-5: 150/100
Hari ke-6: 130/80
Hari ke-7: 140/100
Hari ke-8: 139/102
Hari ke-9: 130/90
Hari ke-10: 150/100
Hari ke-11: 140/90
Hari ke-12: 131/100
Hari ke-13: 120/80
Hari ke-14: 120/80
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-2:
Ur 92
Cr 3.7
eLFG 14.21 mL/mnt
AST (SGOT) 12
ALT (SGPT) 9
Hari ke-4:
Ur 107
Cr 3.7
eLFG 14.21 mL/mnt
Hari ke-6:
Ur 114
Cr 3.9
eLFG 13.37 mL/mnt
Ur II 67
Cr II 2.5
eLFG 22.34 mL/mnt
Asam urat 9.9
Hari ke-8:
Ur II 29
Cr II 2.5
eLFG 22.34 mL/mnt
Darah
Hari ke-2:
Hb 9.7 g/dL
Leukosit 10300 /mcL
Trombosit 269000 /mcL
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x160 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
Myonal 3x50 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Cefixime 2x100 mg Oral
Mecobalamin 3x500 mcg Oral
Gabexal 3x100 mg Oral
Ketesse 3x25 mg Oral
Allopurinol 2x100 mg Oral
OMZ 2x20 mg Oral
Glucosamine 3x250 mg Oral
Dulcolax 3x5 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-2:
Total protein 6.1 g/dL
Albumin 4.3 g/dL
Globulin 1.8 g/dL
Hari ke-13:
Ca 8.4 mg/dL
102 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 15
L/P : L
Usia : 51 th
BB : 65 kg
Stg : 3
Lama dirawat : 13/8/14 – 19/8/14 (7 hari)
Riw. Penyakit : DM tipe 2, Liver, Efusi pleura/oedema paru
Diagnosa masuk : Dispnea ec CHF, DM tipe 2
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 minggu SMRS, saat tidur pasien
terbangun akibat napas terasa hilang, kaki bengkak sejak 1 minggu SMRS, batuk
berdahak warna bening, perut terasa nyeri saat batuk, kalau malam susah tidur
Keluhan selama dirawat : BAK sakit, BAK sakit, sulit tidur saat malam
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD, CHF ec HHD, Hipertensi, DM tipe 2, Hiperlipidemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 140/100
Hari ke-2: 120/90
Hari ke-3: 110/80
Hari ke-4: 140/100
Hari ke-5: 140/100
Hari ke-6: 160/100
Hari ke-7: 140/90
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 222
Hari ke-2: GDS 212
Hari ke-3: GD 72
Hari ke-4: GD 118
Hari ke-5: GD 159
Hari ke-6: GD 155
Hari ke-7: GD 140
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 48
Cr 1.7
eLFG 45.4 mL/mnt
Hari ke-7:
Trigliserida 102
Total kolesterol 224
HDL kolesterol 35
LDL kolesterol 169
Darah
Hari ke-1:
Hb 12.6 g/dL
Leukosit 9500 /mcL
Trombosit 102000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 12.9 g/dL
Leukosit 11900 /mcL
Trombosit 107000 /mcL
Hari ke-7:
Leukosit 10600 /mcL
Terapi Obat
Lasix 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral
1x40 mg
Captopril 3x25 mg Oral
Aldactone 1x25 mg Oral
Farsorbid 3x5 mg Oral
Lansoprazole 1x30 mg Oral
Glimepiride 1x2 mg Oral
Metformin 3x500 mg Oral
Glucobay 3x1 tab; 2x1 tab (100 mg) Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Diovan 1x160 mg Oral
Amlodipine 1x10 mg Oral
Alprazolam 1x0,5 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-3:
Na 139 mmol/L
K 3.6 mmol/L
Cl 105 mmol/L
103 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 16
L/P : L
Usia : 51 th
BB : 92 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 15/9/14 – 18/9/14 (4 hari)
Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi
Diagnosa masuk : CKD, Febris 5 hari
Keluhan masuk : Demam naik-turun sejak 5 hari SMRS, mual, nafsu makan
menurun
Keluhan selama dirawat : Sedikit sesak napas
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Anemia ec CKD, DM tipe 2, Hipertensi
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 110/70
Hari ke-2: 140/80
Hari ke-3: 140/90
Hari ke-4: 140/90
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 235
Hari ke-2: GD 167
Hari ke-3: GD 173
Hari ke-4: GD 131
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 135
Cr 9.8
eLFG 6.0 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 8.0 g/dL
Leukosit 7700 /mcL
Trombosit 198000 /mcL
Terapi Obat
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Ondansetron 3x8 mg IV
Amlodipine 1x5 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
PCT 3x500 mg Oral
Gliquidone 1-0,5-0 tab (30 mg) Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 129 mmol/L
K 4.3 mmol/L
Cl 102 mmol/L
104 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 17
L/P : L
Usia : 51 th
BB : 93 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 22/9/14 – 25/9/14 (4 hari)
Riw. Penyakit : CKD on HD
Diagnosa masuk : CKD on HD, Hematemesis
Keluhan masuk : Muntah darah warna merah kehitaman sejak 1 hari SMRS,
merasa panas dingin dan pusing
Keluhan selama dirawat : Batuk keluar darah sedikit, sesak napas, lemas, mual,
diare, cegukan
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, DM tipe 2, Hiperkalemia,
Leukositosis, Hematemesis
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 130/70
Hari ke-2: 110/80
Hari ke-3: 120/80
Hari ke-4: 120/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 228
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 177
Cr 11.4
eLFG 5.0 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.3 g/dL
Leukosit 16200 /mcL
Trombosit 325000 /mcL
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Ondansetron 3x8 mg IV
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Diaversa 1x2 mg Oral
Eclid 3x100 mg Oral
Kalitake 3x1 sach (5 g) Oral
New diatabs 3x600 mg Oral
Chlorpromazine 1x1/4 tab (25 mg) Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 134 mmol/L
K 4.8 mmol/L
Cl 92 mmol/L
105 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 18
L/P : P
Usia : 63 th
BB : 60 kg
Stg : 4
Lama dirawat : 7/9/14 – 20/9/14 (14 hari)
Riw. Penyakit : DM +/- 10 th, terpasang doublelument +/- 1 bulan yang lalu
Diagnosa masuk : CKD on HD, Infeksi sekunder (doublelument), DM
Keluhan masuk : Tidak sadar sejak +/- 3 jam SMRS, lemas, kaki sakit
terutama yang kiri, demam kadang
Keluhan selama dirawat : Demam (infeksi), sering haus, lemas, nyeri seluruh
badan, nyeri kaki dan pinggang, nafsu makan menurun, susah BAB, sariawan
Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian
Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, DM tipe 2, DVT, Osteoarthritis,
Leukositosis, Hiperurisemia, Trombositopenia, Hipokalemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 110/70
Hari ke-2: 130/80
Hari ke-3: 130/80
Hari ke-4: 110/70
Hari ke-5: 100/100
Hari ke-6: 110/70
Hari ke-7: 110/60
Hari ke-8: 120/70
Hari ke-9: 120/80
Hari ke-10: 120/70
Hari ke-11: 110/70
Hari ke-12: 110/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 46
Hari ke-2: GD 99
Hari ke-3: GD 367
Hari ke-4: GD 190
Hari ke-5: GD 250
Hari ke-6: GD 115
Hari ke-7: GD 312
Hari ke-8: GD 212
Hari ke-9: GD 165
Hari ke-10: GD 167
Hari ke-11: GD 212
Hari ke-12: GD 146
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 150
Cr 2.5
eLFG 20.7 mL/mnt
Hari ke-2:
Asam urat 7.4
AST (SGOT) 24
ALT (SGPT) 19
Darah
Hari ke-1:
Hb 11.1 g/dL
Leukosit 16800 /mcL
Trombosit 62000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 10.8 g/dL
Leukosit 24700 /mcL
Trombosit 28000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 11.3 g/dL
Leukosit 22400 /mcL
Trombosit 100000 /mcL
Hari ke-10:
Hb 8.3 mg/dL
Leukosit 17100 /mcL
Trombosit 74000 /mcL
Hari ke-13:
Hb 7.8 g/dL
Leukosit 9000 /mcL
Trombosit 140000 /mcL
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Meropenem 2x1 g IV
Methylprednisolone 2x1 IV
Dexamethasone 1x1 amp (5 mg/ml) IV
PCT 1x500 mg Oral
Dobutamine 4 mcg IV (drip)
Novorapid 3x5 IU; 2x4 IU; 3x4 IU SC
Lantus 1x10 IU SC
Amlodipine 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Dulcolax 1x1 suppos (10 mg) Suppos
Meloxicam 1x15 mg Oral
Mycostatin 3x1 ml (100000 IU/ml) Oral (drops)
Gliquidone 1x30 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-2:
Na 134 mmol/L
K 2.8 mmol/L
Cl 100 mmol/L
Ca 7.4 mg/dL
Total protein 5.7 g/dL
Albumin 2.7 g/dL
Globulin 3.0 g/dL
106 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 19
L/P : L
Usia : 68 th
BB : 42 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 26/7/14 – 5/8/14 (11 hari)
Riw. Penyakit : Penyakit ginjal (kencing batu, ginjal kanan 2 th lalu)
Diagnosa masuk : CKD, Febris
Keluhan masuk : Demam dan menggigil sejak tadi malam, sesak napas yang
semakin berat apabila berjalan dan berkurang setelah istirahat, batuk kering, kaki
dingin dan bengkak, lemas, nyeri pinggang kanan
Keluhan selama dirawat : Demam, sesak napas kadang, pusing, sulit tidur, leher
sakit, nyeri punggung, kaki bengkak, batuk, sulit BAB
Kondisi keluar : Kaki masih bengkak
Diagnosa keluar : CKD, Febris, Hipertensi, Dispnea, Anemia, Hiperkalemia,
Leukositosis
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 140/70
Hari ke-2: 130/70
Hari ke-3: 140/90
Hari ke-4: 160/80
Hari ke-5: 160/100
Hari ke-6: 100/70
Hari ke-7: 160/80
Hari ke-8: 150/80
Hari ke-9: 130/80
Hari ke-10: 140/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 84
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 123
Cr 6.7
eLFG 8.8 mL/mnt
AST (SGOT) 34
ALT (SGPT) 32
Hari ke-2:
eLFG 4.0 mL/mnt
Hari ke-4:
Ur 141
Cr 5.3
eLFG 11.53 mL/mnt
Hari ke-6:
Ur 105
Cr 7.0
eLFG 8.36 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 5.7 g/dL
Leukosit 9700 /mcL
Trombosit 174000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 6.4 g/dL
Leukosit 15500 /mcL
Trombosit 149000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 8.0 g/dL
Leukosit 11300 /mcL
Trombosit 164000 /mcL
Hari ke-6:
Hb 9.8 g/dL
Leukosit 8500 /mcL
Trombosit 174000 /mcL
Hari ke-9:
Hb 10.4 g/dL
Leukosit 7500 /mcL
Trombosit 240000 /mcL
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
PCT 2x500 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Divask 1x5 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Kalitake 3x2 sach (5 g) Oral
Myonal 3x50 mg Oral
Bisolvon 3x2Cth (10 ml) Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 139 mmol/L
K 6.2 mmol/L
Cl 111 mmol/L
Hari ke-4:
Na 137 mmol/L
K 5.3 mmol/L
Cl 114 mmol/L
107 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 20
L/P : L
Usia : 68 th
BB : 39 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 1/10/14 – 6/10/14 (6 hari)
Riw. Penyakit : Penyakit ginjal, disuruh HD menolak sehingga berobat
alternatif, 1 th yang lalu dikatakan ada batu. Dikatakan fungsi ginjal tinggal 4%
Diagnosa masuk : CKD, Anemia
Keluhan masuk : Lemas sejak 3 minggu SMRS, lemas dirasakan semakin
memberat sehingga hanya bisa duduk dan tidur, lemas disertai penurunan nafsu
makan dan berat badan, sempat bengkak di kaki dan wajah, pernah sesak napas
saat aktivitas, BAK 5-6x tapi tidak lancar warna kuning-jernih, BAB tidak
lancar
Keluhan selama dirawat : -
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD, Anemia, Hipertensi, Hiperkalemia, Hipokalsemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 120/70
Hari ke-2: 120/70
Hari ke-3: 130/80
Hari ke-4: 150/100
Hari ke-5: 120/90
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 81
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Cr 8.8
eLFG 6.42 mL/mnt
Ur II 135
Cr II 7.9
eLFG 7.27 mL/mnt
AST (SGOT) 16
ALT (SGPT) 10
Darah
Hari ke-1:
Hb 4.4 g/dL 4.3 g/dL
Leukosit 4100 /mcL
4700 /mcL
Trombosit 228000 /mcL
210000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 7.0 g/dL
Leukosit 7000 /mcL
Trombosit 203000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 9.6 g/dL
Leukosit 7500 /mcL
Trombosit 181000 /mcL
Hari ke-4:
Hb 11.0 g/dL
Leukosit 4600 /mcL
Trombosit 158000 /mcL
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Ca gluconas 1x1 (20 ml, Ca gluconas 10%) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Kalitake 3x1 sach (5 g) Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 138 mmol/L
K 5.7 mmol/L
Cl 108 mmol/L
Ca 8.5 mg/dL
Total protein 5.0 g/dL
Albumin 3.1 g/dL
Globulin 1.9 g/dL
Hari ke-5:
Na 134 mmol/L
K 5.9 mmol/L
Cl 109 mmol/L
108 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 21
L/P : L
Usia : 68 th
BB : 40 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 23/12/14 – 29/12/14 (7 hari)
Riw. Penyakit : Anemia
Diagnosa masuk : CKD menolak HD, Anemia
Keluhan masuk : Badan kesemutan sejak 3 hari SMRS, pegal-pegal, lemas,
lesu, mual, muntah 1x setelah makan, nyeri pinggang, BAK tidak tuntas dan
menetes
Keluhan selama dirawat : Lemas, pusing, demam, menggigil
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD, Anemia, Hipertensi
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 110/70
Hari ke-2: 140/80
Hari ke-3: 140/90
Hari ke-4: 110/70
Hari ke-5: 110/70
Hari ke-6: 110/70
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Cr 15.6
eLFG 3.3 mL/mnt
Asam urat 4.8
Darah
Hari ke-1:
Hb 4.8 g/dL
Leukosit 4600 /mcL
Trombosit 170000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 7.1 g/dL
Leukosit 7900 /mcL
Trombosit 137000 /mcL
Hari ke-4:
Hb 8.0 g/dL
Leukosit 4300 /mcL
Trombosit 104000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 8.6 g/dL
Leukosit 5100 /mcL
Trombosit 113000 /mcL
Hari ke-6:
Hb 10.5 g/dL
Leukosit 5200 /mcL
Trombosit 103000 /mcL
Terapi Obat
Amlodipine 1x5 mg Oral
Diovan 1x80 mg Oral
Furosemide 1x40 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
PCT 1x500 mg Oral
Dexamethasone 1x1 amp (5 mg/ml) IV
109 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 22
L/P : L
Usia : 68 th
BB : 65 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 1/12/14 – 9/12/14 (9 hari)
Riw. Penyakit : Asam urat, Hipertensi
Diagnosa masuk : CKD on HD (pemasangan triplelument)
Keluhan masuk : Lemas, jalan sedikit ngos-ngosan, mual, batuk
Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, batuk, nafsu makan menurun
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD, HHD, Dispepsia, Anemia ec CKD
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 150/70
Hari ke-2: 170/100
Hari ke-3: 150/90
Hari ke-4: 120/80
Hari ke-5: 170/90
Hari ke-6: 160/90
Hari ke-7: 130/90
Hari ke-8: 150/90
Hari ke-9: 140/80
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 216
Cr 9.5
eLFG 5.88 mL/mnt
Asam urat 7.5
AST (SGOT) 10
ALT (SGPT) 9
Hari ke-9:
Ur 240
Cr 11.6
eLFG 4.67 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.2 g/dL
Leukosit 7800 /mcL
Trombosit 194000 /mcL
Hari ke-9:
Hb 7.68 g/dL
Leukosit 9800 /mcL
Terapi Obat
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Amlodipine 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Ambroxol 3x30 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
Cefixime 2x100 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Total protein 6.7 g/dL
Albumin 3.5 g/dL
Globulin 3.2 g/dL
110 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 23
L/P : P
Usia : 72 th
BB : 52 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 4/10/14 – 15/10/14 (12 hari)
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Penyakit ginjal, menolak HD dan 1,5 th
tidak kontrol
Diagnosa masuk : CKD pro HD, Anemia
Keluhan masuk : Tidak bisa BAK dan BAB sejak +/- 1 minggu SMRS, sudah
diberi obat suppositoria tapi tetap tidak BAB. Perut terasa kembung, lemas,
batuk berdahak, suara serak, nafsu makan menurun
Keluhan selama dirawat : Lemas, belum BAB sudah 7 hari, perut besar, mual,
sesak napas, pusing, nyeri ulu hati, BAB berdarah, tenggorokan dan bibir kering,
batuk, BAB 5x konsistensi encer (diare)
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD pro HD, Hipertensi, Leukositosis, Melena, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 160/70
Hari ke-2: 140/70
Hari ke-3: 140/90
Hari ke-4: 140/90
Hari ke-5: 130/70
Hari ke-6: 160/60
Hari ke-7: 130/80
Hari ke-8: 130/90
Hari ke-9: 130/70
Hari ke-10: 120/60
Hari ke-11: 130/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 137
Hari ke-2: GDS 135
Hari ke-3: GD 199
Hari ke-4:
GD 119
HbA1c 5.2%
Hari ke-5: GD 127
Hari ke-6: GD 116
Hari ke-8: GD 97
Hari ke-10:
GD 104
HbA1c 5.3%
Hari ke-11: GD 120
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 142
Cr 6.73
eLFG 6.42 mL/mnt
Hari ke-4:
Ur 228
Cr 18.7
eLFG 2.0 mL/mnt
Hari ke-5:
eLFG 1.0 mL/mnt
Ur II 16
Cr II 1.5
eLFG 36.28 mL/mnt
Hari ke-6:
Ur 174
Cr 9.4
eLFG 4.4 mL/mnt
Hari ke-8:
Ur 115
Cr 4.8
eLFG 9.5 mL/mnt
Hari ke-10:
Ur 148
Cr 9.0
eLFG 4.6 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.1 g/dL
Leukosit 4400 /mcL
Trombosit 93000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 10.5 g/dL
Leukosit 12000 /mcL
Trombosit 121000 /mcL
Hari ke-4:
Hb 9.1 g/dL
Leukosit 13300 /mcL
Trombosit 139000 /mcL
Hari ke-6:
Hb 8.8 g/dL
Leukosit 7400 /mcL
Trombosit 106000 /mcL
Hari ke-10:
Hb 10.8 g/dL
Leukosit 7300 /mcL
Trombosit 130000 /mcL
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Cefoperazone 2x1 g IV
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Amlodipine 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral
Duphalac 3x1C (10 g/15 ml) Oral
New diatabs 3x1200 mg Oral
Tripanzym 2x1 kapl; 3x1 kapl Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-6:
Na 130 mmol/L
K 5.1 mmol/L
Cl 101 mmol/L
Hari ke-11:
Na 130 mmol/L
K 4.5 mmol/L
Cl 90 mmol/L
111 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 24
L/P : L
Usia : 62 th
BB : 69 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 26/5/14 – 7/6/14 (13 hari)
Riw. Penyakit : Hipertensi, CKD on HD (5 bulan)
Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD on HD, CHF
Keluhan masuk : Sesak napas berat, gelisah, pasien rujukan dari RS Cikini,
HD sudah 6x
Keluhan selama dirawat : Lemas, bengkak ditangan, sesak napas berkurang
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, CAD, Anemia, VES, Leukositosis
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 154/69
Hari ke-2: 156/70
Hari ke-3: 130/80
Hari ke-4: 150/80
Hari ke-5: 130/90
Hari ke-6: 130/90
Hari ke-7: 140/80
Hari ke-8: 170/90
Hari ke-9: 120/80
Hari ke-10: 140/90
Hari ke-11: 130/80
Hari ke-12: 150/100
Hari ke-13: 160/90
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 145
Hari ke-3: GDP 91
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Lasix 1x1 amp; 2x2 amp (20 mg/ 2 ml) IV
Farsorbid 10 mcg/menit drip, dinaikkan IV, oral
10 mcg tiap 5 menit maks. Dosis
200 mcg/menit; 3x1 tab (10 mg)
Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral
Adalat oros ER 1x30 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 92
Cr 6.6
eLFG 9.12 mL/mnt
Hari ke-3:
Ur 119
Cr 10.3
eLFG 5.46 mL/mnt
Hari ke-8:
Ur 121
Cr 7.9
eLFG 7.41 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 11.8 g/dL
Leukosit 17300 /mcL
Trombosit 223000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 9.9 g/dL
Leukosit 12600 /mcL
Trombosit 248000 /mcL
Hari ke-10:
Hb 8.6 g/dL
Leukosit 5700 /mcL
Trombosit 243000 /mcL
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 136 mmol/L
K 3.0 mmol/L
Cl 97 mmol/L
pH 7.33
PCO2 35.3 mmHg
HCO3 18.2 mmol/L
Hari ke-3:
Total protein 5.4 g/dL
Albumin 3.2 g/dL
Globulin 2.2 g/dL
Hari ke-4:
Na 138 mmol/L
K 3.67 mmol/L
Cl 97 mmol/L
pH 7.42
PCO2 38.9 mmHg
HCO3 25.0 mmol/L
Hari ke-8:
Na 138 mmol/L
K 3.8 mmol/L
Cl 99 mmol/L
112 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 25
L/P : L
Usia : 38 th
BB : 65 kg
Stg : 3
Lama dirawat : 26/10/14 – 31/10/14 (6 hari)
Riw. Penyakit : -
Diagnosa masuk : CKD, Demam typhoid (Febris ec infeksi virus)
Keluhan masuk : Demam, tidak nafsu makan, lemas, sesak napas, mual
Keluhan selama dirawat : Demam, tidak nafsu makan, lemas, sesak napas, mual
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD, Febris, Leukositosis
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 130/80
Hari ke-2: 110/70
Hari ke-3: 130/80
Hari ke-4: 120/80
Hari ke-5: 140/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-2: GD 153
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-2:
Ur 209
Cr 11.0
eLFG 5.58 mL/mnt
AST (SGOT) 64
ALT (SGPT) 111
Hari ke-3:
Ur 266
Cr 8.0
eLFG 8.07 mL/mnt
Hari ke-4:
eLFG 52.0 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 16.5 g/dL
Leukosit 24000 /mcL
Trombosit 146000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 15.9 g/dL
Leukosit 24300 /mcL
Trombosit 164000 /mcL
Dengue IgG (+)
Dengue IgM (-)
Hari ke-3:
Hb 15.0 g/dL 15.3
g/dL
Leukosit 30900 /mcL
27900 /mcL
Trombosit 223000 /mcL
230000 /mcL
Terapi Obat
Ceftriaxone 2x1 g IV
Cefoperazone 2x1 g IV
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Ondansetron 3x8 mg IV
Methylprednisolone 2x1 IV
Novalgin 1x1 amp (1 g/2 ml) IV (drip)
Imboost 2x1 tab Oral
PCT 1x500 mg Oral
Curcuma 3x1 tab Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
113 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 26
L/P : L
Usia : 35 th
BB : 60 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 1/12/14 – 4/12/14 (4 hari)
Riw. Penyakit : -
Diagnosa masuk : CKD, Penurunan kesadaran, Febris, Sepsis
Keluhan masuk : Penurunan kesadaran sejak jam 09.00 , sebelumnya terdapat
demam
Keluhan selama dirawat : Demam, Gelisah karena nyeri
Kondisi keluar : Meninggal
Diagnosa keluar : CKD, HHNS, Syok sepsis, SIRS, Leukositosis
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 78/54
Hari ke-2: 90/70
Hari ke-3: 124/79
Hari ke-4: 140/81
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 811
Hari ke-2: GDS 204
Hari ke-3: GDS 169
Hari ke-4: GDS 171
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 115
Cr 2.3
eLFG 34.6 mL/mnt
Hari ke-4:
Ur 256
Cr 6.0
eLFG 11.4 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 15.8 g/dL
Leukosit 31700 /mcL
Trombosit 434000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 14.8 g/dL
Leukosit 17700 /mcL
Trombosit 230000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 14.6 g/dL
Leukosit 13900 /mcL
Trombosit 204000 /mcL
Hari ke-4:
Hb 13.4 mmol/L
Leukosit 9700 /mcL
Trombosit 163000 /mcL
Terapi Obat
Cefotaxime 3x1 g IV
Gentamicin 1x320 mg IV
Levofloxacin 1x750 mg IV
OMZ 1x1 vial; 2x1 vial (40 mg/vial) IV
PCT 3x1 g IV
Dobutamine 5 mcg IV (drip)
Actrapid 2 IU/jam; 4 IU/jam IV (drip)
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl; 3x2 kapl Oral
Sucralfate 4x1 tab (1 g) Oral
Lasix 10 mg/jam IV (drip)
Lantus 1x6 IU; 1x14 IU SC
Fluconazole 2x200 mg; 2x400 mg IV
Tramadol 2x1 amp (100 mg/2 ml) IV
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 127 mmol/L
K 4.09 mmol/L
Cl 79 mmol/L
pH 6.91
PCO2 14.8 mmHg
HCO3 2.9 mmol/L
Hari ke-3:
Na 135 mmol/L
K 3.22 mmol/L
Cl 95 mmol/L
pH 7.31
PCO2 27.4 mmHg
HCO3 13.6 mmol/L
Hari ke-4:
Na 133 mmol/L
K 3.45 mmol/L
Cl 98 mmol/L
114 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 27
L/P : P
Usia : 50 th
BB : 65 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 5/11/14 – 13/11/14 (9 hari)
Riw. Penyakit : CKD on HD, Maag
Diagnosa masuk : Anemia , Asidosis metabolik ec CKD, Dispnea susp. Sepsis
Keluhan masuk : Sesak napas yang semakin berat sejak 2 hari SMRS, lemas,
tidak bisa makan, banyak plak putih di mulut, terdapat luka di kepala, tangan,
dan kaki pasien sejak +/- 1 minggu SMRS, kedua kaki bengkak sejak +/- 1
minggu SMRS, nyeri perut
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, lemas, sariawan, mual, nyeri pada luka,
pusing, perut mulas seperti ingin BAB
Kondisi keluar : Lemas, sesak napas
Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, Nefropati diabetikum, Ulkus DM,
HHD, Leukositosis, Hiperurisemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 150/90
Hari ke-2: 140/80
Hari ke-3: 140/90
Hari ke-4: 140/90
Hari ke-5: 150/80
Hari ke-6: 140/90
Hari ke-7: 140/90
Hari ke-8: 150/80
Hari ke-9: 130/90
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 215
Hari ke-2: GD 185
Hari ke-3: GD 121
Hari ke-4: GD 130
Hari ke-5: GD 146
Hari ke-6: GD 168
Hari ke-7: GD 124
Hari ke-8: GD 118
Hari ke-9: GD 199
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 423
Cr 31.8
eLFG 1.15 mL/mnt
Ur II 333
Cr II 17.5
eLFG 2.3 mL/mnt
AST (SGOT) 17
ALT (SGPT) 14
Hari ke-2:
Asam urat 12.0
Trigliserida 96
Total kolesterol 90
Hari ke-3:
Ur 217
Cr 6.7
eLFG 7.0 mL/mnt
Hari ke-7:
Ur 193
Cr 9.5
eLFG 4.64 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 3.0 g/dL
Leukosit 36500 /mcL
Trombosit 412000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 5.1 g/dL
Leukosit 22200 /mcL
Trombosit 296000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 8.5 g/dL
Leukosit 19300 /mcL
Trombosit 234000 /mcL
Hari ke-6:
Hb 8.6 g/dL
Leukosit 12700 /mcL
Trombosit 226000 /mcL
Hari ke-7:
Hb 8.4 g/dL
Leukosit 10100 /mcL
Trombosit 249000 /mcL
Terapi Obat
Meropenem 2x1 g IV
Cefadroxil 2x500 mg Oral
PCT 1x500 mg; 3x500 mg Oral
Ranitidine 1x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Ondansetron 1x4 mg IV
Lasix 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral
1x1 tab (40 mg)
Lacbon 2x2 tab Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Allopurinol 2x100 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Asam mefenamat 3x500 mg Oral
Betadine gargle 4x per hari Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 134 mmol/L
K 3.45 mmol/L
Cl 96 mmol/L
pH 7.05
HCO3 3.9 mmol/L
Hari ke-2:
Total protein 5.3 g/dL
Albumin 2.9 g/dL
Globulin 2.4 g/dL
115 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 28
L/P : L
Usia : 52 th
BB : 48 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 18/11/14 – 26/11/14 (9 hari)
Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol, DM, Vertigo, Batu saluran kemih
Diagnosa masuk : Susp. Sepsis, Hiperglikemia
Keluhan masuk : Penurunan kesadaran sejak 2 hari SMRS, sebelumnya
mengeluh nyeri kepala sejak 4 hari SMRS nafsu makan menurun, mual, muntah,
pusing
Keluhan selama dirawat : Pasien tidak sadar, sesak napas, gelisah, teriak-teriak,
bicara kacau, lemas, pendarahan di mulut dan lambung, demam
Kondisi keluar : Meninggal
Diagnosa keluar : CKD ec Nefropati diabetikum, Severe sepsis, Anemia,
Ensefalopati uremikum, Leukositosis, Melena
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 130/80
Hari ke-2: 120/80
Hari ke-3: 120/72
Hari ke-4: 120/75
Hari ke-5: 120/70
Hari ke-6: 150/70
Hari ke-7: 97/52
Hari ke-8: 109/60
Hari ke-9: 141/61
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 359
Hari ke-2: GD 212
Hari ke-3: GD 313
Hari ke-4: GD 67
Hari ke-6: GD 416
Hari ke-7: GD 427
Hari ke-8: GD 143
Hari ke-9: GD 53
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-2:
Ur 390
Cr 32.3
eLFG 1.51 mL/mnt
Hari ke-3:
Ur 526
Cr 20.6
eLFG 2.54 mL/mnt
Ur II 460
Cr II 15.2
eLFG 3.61 mL/mnt
Hari ke-4:
Ur 447
Cr 19.6
eLFG 2.69 mL/mnt
Hari ke-5:
Ur 384
Cr 12.8
eLFG 4.4 mL/mnt
Hari ke-8:
Ur 457
Cr 19.3
eLFG 2.74 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 11.5 g/dL
Leukosit 22400 /mcL
Trombosit 461000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 10.0 g/dL
Leukosit 26000 /mcL
Trombosit 321000 /mcL
Hari ke-7:
Hb 6.5 g/dL
Leukosit 32500 /mcL
Trombosit 405000 /mcL
Hari ke-8:
Hb 7.3 g/dL
Leukosit 31400 /mcL
Trombosit 407000 /mcL
Terapi Obat
Cefotaxime 2x1 g IV
Cefoperazone 2x1 g IV
Meropenem 3x1 g IV
Levofloxacin 1x1 vial (500 mg/100 ml) IV
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial) IV
Novorapid 3x10 IU; 3x12 IU; 2x14 IU SC
Actrapid 2 IU/jam IV (drip)
Citicoline 2x2 amp (250 mg/2 ml) IV
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
PCT 2x1 g IV
Fluconazole 2x200 mg; 2x400 mg IV
Bisoprolol 1x5 mg Oral
Diltiazem 3x30 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 131 mmol/L
K 3.7 mmol/L
Cl 91 mmol/L
pH 7.3
PCO2 25.0 mmHg
HCO3 14.6 mmol/L
116 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 29
L/P : P
Usia : 51 th
BB : 65 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 25/1/14 – 30/1/14 (6 hari)
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Penyakit jantung
Diagnosa masuk : CKD on HD, Hepatitis
Keluhan masuk : Kejang sejak semalam, lemas, BAB 10x encer tanpa darah
Keluhan selama dirawat : Pusing, sulit tidur, gemetar, lemas, badan gatal-gatal,
kembung, perut begah, leher atau tengkuk terasa pegal dan sakit
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD on HD, Hepatitis, Hiperkalemia, Urtikaria,
Hiperlipidemia, Hipertensi, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 140/80
Hari ke-2: 140/90
Hari ke-3: 160/100
Hari ke-4: 160/90
Hari ke-5: 160/80
Hari ke-6: 140/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-2: GDS 192
Hari ke-3: GD 153
Hari ke-4: GD 143
Hari ke-5: GDS 81
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 166
Cr 4.7
eLFG 10.4 mL/mnt
Hari ke-2:
Asam urat 5.8
AST (SGOT) 40
ALT (SGPT) 42
Alkali phosphatase 976
Trigliserida 185
Total kolesterol 356
HDL kolesterol 22
LDL kolesterol 297
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.9 g/dL
Leukosit 7600 /mcL
Trombosit 141000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 7.5 g/dL
Leukosit 6500 /mcL
Trombosit 136000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 8.2 mg/dL
Leukosit 9600 /mcL
Trombosit 146000 /mcL
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral
Canderin 1x16 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
Gemfibrozil 1x300 mg Oral
Simvastatin 1x20 mg Oral
Kalitake 3x1 sach (5 g) Oral
Urdafalk 3x250 mg Oral
CTM 1x4 mg Oral
Loratadine 1x10 mg Oral
Cetirizine 1x10 mg Oral
Glucodex 1x80 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 137 mmol/L
K 5.4 mmol/L
Cl 104 mmol/L
Hari ke-2:
Total protein 5.1 g/dL
Albumin 4.1 g/dL
Globulin 1.0 g/dL
117 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 30
L/P : P
Usia : 69 th
BB : 50 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 27/8/14 – 1/9/14 (6 hari)
Riw. Penyakit : Pengangkatan ginjal, Hipertensi
Diagnosa masuk : Fatigue post GE, CKD
Keluhan masuk : Lemas sejak 3 hari SMRS, batuk berdahak warna putih sejak
5 hari SMRS, flu, mulut terasa pahit sehingga tidak nafsu makan, pusing, mual,
muntah, gangguan BAB
Keluhan selama dirawat : Pusing hilang-timbul, batuk, hidung mampet, lemas,
nafsu makan menurun, batuk
Kondisi keluar : Batuk
Diagnosa keluar : CKD, HHD, GEA
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 190/90
Hari ke-2: 160/90
Hari ke-3: 170/80
Hari ke-4: 140/80
Hari ke-5: 150/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-4: GD 110
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 155
Cr 10.7
eLFG 3.8 mL/mnt
Hari ke-4:
Ur 162
Cr 9.8
eLFG 4.2 mL/mnt
Asam urat 5.8
Trigliserida 137
Total kolesterol 127
HDL kolesterol 34
LDL kolesterol 66
Darah
Hari ke-1:
Hb 8.5 g/dL
Leukosit 9660 /mcL
Trombosit 197000 /mcL
Terapi Obat
OMZ 3x1 vial (40 mg/vial) IV
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral
1x1 tab (40 mg)
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
Ambroxol 3x2Cth (10 ml) Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 137 mmol/L
K 4.8 mmol/L
Cl 115 mmol/L
118 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 31
L/P : P
Usia : 69 th
BB : 50 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 7/11/14 – 14/11/14 (8 hari)
Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol, Infeksi ginjal sehingga ginjal kanan
diangkat
Diagnosa masuk : Anemia ec CKD
Keluhan masuk : Lemas sejak +/- 1 minggu SMRS, pusing berdenyut, mual,
muntah, muntah yang keluar seperti air, nafsu makan menurun karena mual dan
makanan terasa pahit
Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, pusing kadang
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD non HD stg 5, Anemia, Hipertensi
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 150/90
Hari ke-2: 160/90
Hari ke-3: 150/90
Hari ke-4: 160/90
Hari ke-5: 130/90
Hari ke-6: 130/80
Hari ke-7: 130/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 94
Hari ke-2: GD 100
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Asam urat 4.9 mg/dL
Hari ke-2:
Ur 106
Cr 10.3
eLFG 4.0 mL/mnt
AST (SGOT) 10
ALT (SGPT) 7
Trigliserida 90
Total kolesterol 141
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.2 g/dL
Leukosit 5600 /mcL
Trombosit 265000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 10.6 g/dL
Leukosit 9900 /mcL
Trombosit 214000 /mcL
Terapi Obat
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Sulfas ferrosus 2x300 mg Oral
OMZ 2x20 mg Oral
Heptasan 2x4 mg Oral
Ondansetron 1x4 mg; 3x4 mg IV
Concor 1x5 mg Oral
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
119 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 32
L/P : P
Usia : 71 th
BB : 40 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 9/11/14 – 16/11/14 (8 hari)
Riw. Penyakit : Hipertensi, Pernah jatuh duduk sehingga tulang belakang
bengkak dan suka terasa nyeri
Diagnosa masuk : CKD, Hipertensi, Anemia
Keluhan masuk : Kedua kaki bengkak sejak 3 hari SMRS, lemas dan mudah
lelah
Keluhan selama dirawat : Kaki sakit bagian lutut dan bengkak, lemas, nyeri
punggung
Kondisi keluar : Kaki sakit, lemas, nyeri punggung
Diagnosa keluar : CKD, HHD, Hiperurisemia, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 160/90
Hari ke-2: 150/80
Hari ke-3: 130/80
Hari ke-4: 160/90
Hari ke-5: 130/80
Hari ke-6: 150/80
Hari ke-7: 140/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDP 87
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 142
Cr 3.9
eLFG 12.08 mL/mnt
Asam urat 12.7
AST (SGOT) 13
ALT (SGPT) 15
Trigliserida 62
Total kolesterol 149
HDL kolesterol 30
LDL kolesterol 107
Hari ke-3:
eLFG 19.0 mL/mnt
Hari ke-7:
Ur 295
Cr 5.3
eLFG 8.5 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 6.2 g/dL
Leukosit 5100 /mcL
Trombosit 248000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 8.3 g/dL
Leukosit 5400 /mcL
Trombosit 223000 /mcL
Hari ke-7:
Hb 8.3 g/dL
Leukosit 4800 /mcL
Trombosit 220000 /mcL
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral
1x1 tab (40 mg)
Canderin 1x8 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x100 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Allopurinol 3x100 mg Oral
Amlodipine 1x5 mg Oral
Glucosamine 3x1 tab (250 mg) Oral
Meloxicam 2x7,5 mg Oral
120 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 33
L/P : L
Usia : 62 th
BB : 45 kg
Stg : 4
Lama dirawat : 18/3/14 – 28/3/14 (11 hari)
Riw. Penyakit : -
Diagnosa masuk : BPH, ISK, CKD
Keluhan masuk : BAK tersendat sejak bulan desember 2013 berobat jalan dan
minum obat tetapi benar-benar tidak bisa BAK sejak 1 hari SMRS, tidak pernah
keluar batu atau pasir saat BAK, nafsu makan menurun sejak 7 hari SMRS
Keluhan selama dirawat : Sulit tidur, lemas, mual, muntah, sesak napas
Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian
Diagnosa keluar : CKD, BPH, Leukositosis
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 100/80
Hari ke-2: 110/70
Hari ke-3: 120/80
Hari ke-4: 130/90
Hari ke-5: 130/90
Hari ke-6: 110/70
Hari ke-7: 120/70
Hari ke-8: 110/70
Hari ke-9: 100/60
Hari ke-10: 110/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 115
Hari ke-2: GD 113
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 352
Cr 12.6
eLFG 4.32 mL/mnt
Hari ke-2:
Ur 253
Cr 10.6
eLFG 5.28 mL/mnt
Asam urat 7.8
AST (SGOT) 49
ALT (SGPT) 32
Hari ke-4:
Ur 320
Cr 7.4
eLFG 8.0 mL/mnt
Hari ke-6:
Ur 133
Cr 4.2
eLFG 15.36 mL/mnt
Hari ke-8:
Ur II 18
Cr II 0.8
Darah
Hari ke-1:
Leukosit 16400 /mcL
Trombosit 224000 /mcL
Hari ke-3:
Hb 9.0 g/dL
Leukosit 4900 /mcL
Trombosit 226000 /mcL
Hari ke-6:
Hb 7.1 g/dL
Hari ke-8:
Hb 7.2 g/dL
Terapi Obat
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
Cefoperazone 2x1 g IV
Ondansetron 3x8 mg IV
Lansoprazole 1x1 vial (30 mg/vial) IV
Musin 3x1C(1500 mg/15 ml) Oral
Hytrin 1x2 mg Oral
Hemapo 1x3000 IU SC
121 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 34
L/P : P
Usia : 63 th
BB : 60 kg
Stg : 4
Lama dirawat : 30/9/14 – 3/10/14 (4 hari)
Riw. Penyakit : DM sejak 10 th lalu, Stroke sejak 10 th lalu, HD sudah 2 bln
Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris
Keluhan masuk : Demam sejak 2 hari SMRS sepanjang hari tanpa periode
bebas demam, lemas, intake kurang, berbicara kurang jelas
Keluhan selama dirawat : Demam, tidak bisa diajak komunikasi, lemas, sesak
napas, sulit tidur, tidak mau makan dan minum, gelisah
Kondisi keluar : Masalah belum teratasi
Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Leukositosis, DM tipe 2, Hipertensi,
Ensefalopati uremikum, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 130/90
Hari ke-2: 130/90
Hari ke-3: 100/70
Hari ke-4: 130/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 292
Hari ke-2: GD 264
Hari ke-3: GD 201
Hari ke-4: GD 152
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 127
Cr 3.2
eLFG 15.5 mL/mnt
AST (SGOT) 31
ALT (SGPT) 12
Darah
Hari ke-1:
Hb 5.4 g/dL
Leukosit 21000 /mcL
Trombosit 58000 /mcL
Terapi Obat
Bifotik 2x1 g IV
PCT 3x1 g; 1x500 mg IV (drip), oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Amlodipine 1x5 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Glucobay 3x100 mg Oral
Diaversa 1x2 mg Oral
122 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 35
L/P : L
Usia : 48 th
BB : 49 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 26/6/14 – 4/7/14 (9 hari)
Riw. Penyakit : Hipertensi, HD sejak 1 th lalu
Diagnosa masuk : CKD on HD ec DM tipe 2, susp. Gout arthritis, Diare kronis
Keluhan masuk : Diare sejak 1 bulan SMRS, konsistensi cair. Sebulan yang lalu pernah
berobat ke UGD dan pulang diberi obat. BAB sempat kental lagi tapi tidak keras sepenuhnya,
BAB tidak berdarah, lemas, mual dan muntah-muntah sejak 1 minggu SMRS, pendengaran
berkurang
Keluhan selama dirawat : Diare, nyeri kaki, lemas, pendengaran terasa pengang, nyeri seluruh
tubuh, punggung sakit
Kondisi keluar : Lemas, nyeri seluruh badan
Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, Anemia, Diare, DM tipe 2, Leukositosis, TB paru
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 140/90
Hari ke-2: 130/90
Hari ke-3: 140/80
Hari ke-4: 130/80
Hari ke-5: 140/80
Hari ke-6: 120/80
Hari ke-7: 120/80
Hari ke-8: 140/90
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-2:
GD 201
GDP 111
Hari ke-3: GD 113
Hari ke-5: GD 152
Hari ke-6: GD 113
Hari ke-7: GD 103
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-2:
Ur 69
Cr 6.0
eLFG 10.72 mL/mnt
Asam urat 4.3
Hari ke-5:
Asam urat 7.9
Hari ke-6:
Ur 68
Cr 4.5
eLFG 14.94 mL/mnt
AST (SGOT) 43
ALT (SGPT) 14
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-2:
Na 128 mmol/L
K 4.4 mmol/L
Cl 96 mmol/L
Hari ke-4:
Na 133 mmol/L
K 3.9 mmol/L
Cl 92 mmol/L
Ca 8.1 mmol/L
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.9 g/dL
Hari ke-2:
Hb 9.5 g/dL
Leukosit 30500 /mcL
Trombosit 267000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 9.0 mg/dL
Leukosit 16000 /mcL
Trombosit 234000 /mcL
Terapi Obat
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Sangobion 1x1 kaps Oral
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Ondansetron 3x4 mg IV
Aminoral 3x1 kapl Oral
Neurodex 2x1 tab Oral
Ketorolac 1x1 amp (30 mg/ml) IV
Cefoperazone 2x1 g IV
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Metformin 2x500 mg Oral
New diatabs 2 tab (600 mg) setiap setelah BAB Oral
Imodium 3x2 mg Oral
Alprazolam 1x0,5 mg Oral
INH 1x300 mg Oral
Pirazinamid 1x450 mg/300 mg/700 mg Oral
123 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 36
L/P : L
Usia : 49 th
BB : 46 kg
Stg : 4
Lama dirawat : 21/10/14 – 28/10/14 (8 hari)
Riw. Penyakit : DM tipe 2
Diagnosa masuk : Efusi pleura paru kanan ec TB paru, DM tipe 2, CKD on HD,
susp. Gangguan fungsi hati
Keluhan masuk : Batuk beriak, tidak ada nyeri dada, nafsu makan menurun,
sesak napas dan bengkak pada perutnya, tubuhnya menjadi kuning dan ada nyeri
saat menelan sekarang
Keluhan selama dirawat : Batuk, lemas, sesak napas, nyeri pada daerah pungsi
pleura, badan sakit
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : Efusi pleura paru kanan, TB paru, CKD, Hepatitis
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 150/90
Hari ke-2: 130/80
Hari ke-3: 130/80
Hari ke-4: 140/70
Hari ke-5: 130/90
Hari ke-6: 140/80
Hari ke-7: 140/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 89
Hari ke-2: HbA1c
5.3%
Hari ke-3: GD 105
Hari ke-4: GD 105
Hari ke-5: GD 88
Hari ke-6: GD 91
Hari ke-7: GD 109
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 75
Cr 4.1
eLFG 16.6 mL/mnt
AST (SGOT) 32
ALT (SGPT) 20
Hari ke-4:
Alkali Phospat 1404
Darah
Hari ke-1:
Hb 9.8 g/dL
Leukosit 5700 /mcL
Trombosit 254000 /mcL
Bilirubin total 2.64
mg/dL
Bilirubin direk 1.46
mg/dL
Bilirubin indirek 1.18
mg/dL
Terapi Obat
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x2 kapl Oral
Urdafalk 3x250 mg Oral
Amlodipine 1x10 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Profenid 1x1 suppos (100 mg) Suppos
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Total protein 8.5 g/dL
Albumin 4.9 g/dL
Globulin 3.6 g/dL
124 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 37
L/P : L
Usia : 49 th
BB : 46 kg
Stg : 4
Lama dirawat : 12/12/14 – 17/12/14 (6 hari)
Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi, Penyakit ginjal, Penyakit paru,
Penyakit mata
Diagnosa masuk : Vertigo, CKD on HD
Keluhan masuk : Pusing berputar sejak 2 minggu SMRS, pusing tanpa
perubahan posisi, pusing sampai mual dan muntah
Keluhan selama dirawat : Nyeri kepala berputar, muntah, mual, pusing, sempat
pusing bergoyang, lemas, diare
Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian
Diagnosa keluar : Vertigo, CKD on HD, Hipertensi
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 160/90
Hari ke-2: 190/90
Hari ke-3: 180/90
Hari ke-4: 140/90
Hari ke-5: 120/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-3: GD 100
Hari ke-4: GD 97
Hari ke-5:
GD 144
HbA1c 4.8%
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-3:
Ur 109
Cr 2.5
eLFG 29.3 mL/mnt
Darah
Hari ke-3:
Hb 10.9 g/dL
Leukosit 7900 /mcL
Trombosit 228000 /mcL
Terapi Obat
Ondansetron 3x4 mg; 3x8mg IV
Betahistine 3x8 mg Oral
Amlodipine 1x10 mg Oral
Captopril 2x25 mg Oral
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Valsartan 1x160 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
Imodium 3x2 mg Oral
Citicoline 2x500 mg Oral
Aspilet 1x1 tab Oral
Haloperidol 2x0,75 mg Oral
Clobazam 1x10 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-5:
Na 139 mmol/L
K 4.05 mmol/L
Cl 96 mmol/L
125 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 38
L/P : L
Usia : 59 th
BB : 50 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 29/10/14 – 7/11/14 (10 hari)
Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol sudah 10 th tapi sudah +/- 1 minggu
tidak minum obat, DM sudah 10 th, Maag
Diagnosa masuk : CKD, HHD
Keluhan masuk : Sakit perut sejak 8 bulan SMRS, saat sakit dada terasa sesak,
nafsu makan menurun tapi tidak kembung, BAB sudah 3 minggu sedikit, BAK
sedikit tapi sering, sempat demam 3 hari SMRS dan kaki sempat bengkak 1
minggu SMRS selama 5 hari
Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, perut begah makan sedikit, nyeri perut,
tidak nafsu makan, BAK sedikit, pusing, BAB berdarah, mual, sesak napas,
nyeri pada daerah doublelument, muntah
Kondisi keluar : Pusing, mual berkurang, lemas
Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, Anemia, Leukositosis, Melena
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 160/90
Hari ke-2: 140/90
Hari ke-3: 140/80
Hari ke-4: 150/90
Hari ke-5: 120/80
Hari ke-6: 180/100
Hari ke-7: 160/100
Hari ke-8: 140/80
Hari ke-9: 140/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 93
Hari ke-2: GD 134
Hari ke-8: GD 109
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 231
Cr 17.9
eLFG 2.91 mL/mnt
AST (SGOT) 10
ALT (SGPT) 15
Hari ke-6:
Ur 135
Cr 8.3
eLFG 7.07 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 6.5 mg/dL
Leukosit 10100 /mcL
Trombosit 410000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 7.3 mg/dL
Leukosit 10400 /mcL
Trombosit 363000 /mcL
Hari ke-8:
Hb 10.0 g/dL
Leukosit 11400 /mcL
Trombosit 322000 /mcL
Terapi Obat
Ondansetron 3x4 mg IV
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x160 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Cefixime 2x100 mg Oral
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) Oral
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
Pronalges 1x1 suppos (100 mg) Suppos
Meloxicam 2x7,5 mg Oral
OMZ 2x20 mg Oral
Domperidone 3x10 mg Oral
Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral
Betahistine 3x8 mg Oral
126 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 39
L/P : L
Usia : 76 th
BB : 50 kg
Stg : 4
Lama dirawat : 5/11/14 – 11/11/14 (7 hari)
Riw. Penyakit : Kebocoran katup jantung (tidak tau yang mana) selama 20 th
Diagnosa masuk : Anemia, GI bleeding, CKD stg 4
Keluhan masuk : Pindahan dari RS Harapan Kita karena didiagnosa gagal
ginjal, BAK pengeluaran kurang, sesak napas sejak semalam
Keluhan selama dirawat : Hipotensi, melena (pendarahan di saluran cerna),
lemas, mual, sesak napas, BAK nyeri, pusing, BAK sedikit warna kemerahan,
BAB berwarna gelap, nafsu makan menurun
Kondisi keluar : Masalah belum teratasi
Diagnosa keluar : CKD, BPH, CHF, Anemia, Leukositosis, Melena
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 95/47
Hari ke-2: 90/50
Hari ke-3: 100/60
Hari ke-4: 90/60
Hari ke-5: 90/60
Hari ke-6: 80/60
Hari ke-7: 90/70
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GDS 113
Hari ke-3: GDS 129
Hari ke-4: GD 155
Hari ke-6: GD 99
Hari ke-7: GD 158
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 257
Cr 4.1
eLFG 15.15 mL/mnt
Hari ke-3:
Ur 213
Cr 3.1
eLFG 20.92 mL/mnt
Hari ke-4:
eLFG 16.0 mL/mnt
Hari ke-6:
Ur 164
Cr 2.7
eLFG 24.54 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.4 g/dL
Leukosit 14630 /mcL
Trombosit 121000 /mcL
Hari ke-6:
Hb 7.5 g/dL
Leukosit 8900 /mcL
Trombosit 92000 /mcL
Terapi Obat
Dobutamine 5 mcg; 10 mcg; 12 mcg; 15 mcg IV (drip)
Cefoperazone 2x1 g IV
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial) IV
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
Neurodex 2x1 tab Oral
Episan 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Avodart 1x0,5 mg Oral
Harnal ocas 1x0,4 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 132 mmol/L
K 4.9 mmol/L
Cl 97 mmol/L
pH 7.51
PCO2 26.8 mmHg
HCO3 20.9 mmol/L
Hari ke-3:
Na 133 mmol/L
K 4.25 mmol/L
Cl 102 mmol/L
Hari ke-4:
Total protein 7.1 g/dL
Albumin 4.4 g/dL
Globulin 2.7 g/dL
Hari ke-5:
Na 137 mmol/L
K 4.8 mmol/L
Cl 100 mmol/L
Hari ke-6:
Total protein 6.1 g/dL
Albumin 3.4 g/dL
Globulin 2.7 g/dL
Hari ke-7:
Na 137 mmol/L
K 4.8 mmol/L
Cl 100 mmol/L
pH 7.53
PCO2 26.5 mmHg
HCO3 21.7 mmol/L
127 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 40
L/P : L
Usia : 51 th
BB : 88 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 8/10/14 - 16/10/14 (9 hari)
Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi terkontrol, Penyakit jantung
Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris
Keluhan masuk : Demam sejak 2 hari SMRS sepanjang hari tanpa periode bebas demam disertai
mengigil dan keringat dingin, diare warna merah, pusing berputar hingga jatuh di kamar mandi
Keluhan selama dirawat : Pendarahan, lemas, mual, sesak napas, demam, menggigil, sulit tidur
Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian
Diagnosa keluar : CKD on HD, Leukositosis (infeksi sekunder (doublelument)), DM tipe 2, Melena
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 120/70
Hari ke-2: 130/80
Hari ke-3: 140/80
Hari ke-4: 120/80
Hari ke-5: 130/80
Hari ke-6: 120/80
Hari ke-7: 120/80
Hari ke-8: 130/80
Hari ke-9: 140/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-2: GD 309
Hari ke-4: GD 582
Hari ke-5: GD 535
Hari ke-6: GD 278
Hari ke-7: GD 249
Hari ke-8: GD 209
Hari ke-9: GD 176
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-2:
Ur 169
Cr 7.8
eLFG 7.82 mL/mnt
AST (SGOT) 26
ALT (SGPT) 25
Darah
Hari ke-2:
Hb 8.6 g/dL
Leukosit 15500 /mcL
Trombosit 165000 /mcL
Hari ke-7:
Hb 8.4 g/dL
Leukosit 12700 /mcL
Trombosit 197000 /mcL
Terapi Obat
Novalgin 3x1 amp (1 g/2 ml) IV (drip)
Cefoperazone 2x1 g IV
Ondansetron 3x8 mg; 3x1 tab (8 mg) IV
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial); IV, oral
2x20 mg
PCT 1x500 mg; 3x500 mg Oral
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Betahistine 3x8 mg Oral
Strocain P 3x400 mg Oral
Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral
Amlodipine 1x5 mg Oral
Lantus 1x12 IU; 1x14 IU; 1x16 IU SC
Novorapid 3x16 IU; 3x12 IU SC
Lodem 1x30 mg Oral
Eclid 3x100 mg Oral
128 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 41
L/P : L
Usia : 55 th
BB : 65 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 11/10/14 - 23/10/14 (13 hari)
Riw. Penyakit : DM, stroke sejak mei 2014, CKD belum pernah HD, mata
buram walau sudah pakai kacamata
Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD
Keluhan masuk : Mual dan muntah sejak 2 hari SMRS, lemas, cepat capek,
sesak napas, nyeri ulu hati, kaki bengkak sejak bulan mei 2014
Keluhan selama dirawat : Pusing, mual, muntah, sesak napas, demam naik-
turun, menggigil, tidak bisa BAB sudah 5 hari
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD ec Nefropati diabetikum, Hipertensi, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 120/80
Hari ke-2: 140/80
Hari ke-3: 180/120
Hari ke-4: 170/100
Hari ke-5: 170/90
Hari ke-6: 160/90
Hari ke-7: 140/80
Hari ke-8: 120/80
Hari ke-9: 120/70
Hari ke-10: 150/100
Hari ke-11: 140/90
Hari ke-12: 120/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 299
Hari ke-2:
GDS 230
HbA1c 6.5%
Hari ke-3: GD 160
Hari ke-4: GD 156
Hari ke-5: GD 198
Hari ke-6: GD 135
Hari ke-7: GD 278
Hari ke-8: GD 91
Hari ke-9: GD 206
Hari ke-10: GD 231
Hari ke-11: GD 462
Hari ke-12: GD 194
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 211
Cr 8.5
eLFG 7.0 mL/mnt
AST (SGOT) 17
ALT (SGPT) 25
Hari ke-4:
eLFG 8.0 mL/mnt
Ur II 148
Cr II 6.6
eLFG 9.34 mL/mnt
Hari ke-7:
Ur II 15
Cr II 1.1
AST (SGOT) 12
ALT (SGPT) 14
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.4 g/dL
Leukosit 7400 /mcL
Trombosit 130000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 7.7 g/dL
Hari ke-4:
Hb 7.7 g/dL
Leukosit 8500 /mcL
Trombosit 98000 /mcL
Hari ke-5:
Hb 8.0 g/dL 7.4 g/dL
Leukosit 7200 /mcL
6900 /mcL
Trombosit 89000 /mcL
94000 /mcL Terapi Obat
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Ondansetron 3x4 mg; 3x8mg IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Captopril 2x12,5 mg; 3x12,5 mg; 3x25 mg Oral
Dexamethasone 1x1 amp (5 mg/ml) IV
Novalgin 1x1 amp (1 g/2 ml) IV (drip)
Dulcolax 1x1 suppos (10 mg) Suppos
PCT 1x500 mg Oral
Glucobay 2x100 mg Oral
Glurenorm 2x30 mg Oral
Novorapid 3x20 IU SC
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-2:
Total protein 6.1 g/dL
Albumin 3.9 g/dL
Globulin 2.2 g/dL
Hari ke-4:
Na 129 mmol/L
K 4.7 mmol/L
Cl 99 mmol/L
129 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 42
L/P : P
Usia : 64 th
BB : 55 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 7/10/14 - 10/10/14 (4 hari)
Riw. Penyakit : DM, Penyakit ginjal
Diagnosa masuk : CKD on HD, Infeksi sekunder (doublelument), Hipotensi
Keluhan masuk : Gelisah sejak 1 hari SMRS, tidak mau makan dan minum
Keluhan selama dirawat : Lemas, gelisah, teriak-teriak, bicara tidak jelas, BAB
merah kehitaman
Kondisi keluar : Meninggal
Diagnosa keluar : CKD, Ensefalopati uremikum, Hipotensi, Anemia,
Leukositosis, Melena
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 126
Cr 3.6
eLFG 13.53 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.5 g/dL
Leukosit 19800 /mcL
Trombosit 74000 /mcL
Terapi Obat
Dobutamine 5 mcg; 7 mcg; 10 mcg IV (drip)
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Cefoperazone 2x1 g IV
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 155 mmol/L
155 mmol/L
K 3.6 mmol/L 3.3
mmol/L
Cl 109 mmol/L
108 mmol/L
pH 7.42 7.35
PCO2 22.5 mmHg
19.3 mmHg
HCO3 14.2 mmol/L
10.5 mmol/L
130 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 43
L/P : P
Usia : 57 th
BB : 60 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 25/8/14 – 1/9/14 (8 hari)
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, CAD
Diagnosa masuk : CKD on HD, DM tipe 2, Trauma kepala
Keluhan masuk : Sakit kepala sejak 3 hari SMRS, pasien terjatuh di kamar
mandi, berjalan terasa nyeri. Batuk warna putih kekuningan kental sejak +/- 1
bulan SMRS, sesak napas, sulit tidur sejak +/- 1 bulan SMRS
Keluhan selama dirawat : Lemas, sesak napas, sulit tidur
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD on HD, DM tipe 2, Trauma kepala, Hipertensi
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 180/80
Hari ke-2: 210/80
Hari ke-3: 160/90
Hari ke-4: 180/80
Hari ke-5: 180/80
Hari ke-6: 180/60
Hari ke-7: 170/70
Hari ke-8: 160/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 208
Hari ke-2: GD 237
Hari ke-3: GD 210
Hari ke-5: GD 128
Hari ke-6: GD 130
Hari ke-7: GD 127
Hari ke-8: GD 140
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-2:
Ur 95
Cr 6.1
eLFG 7.54 mL/mnt
AST (SGOT) 28
ALT (SGPT) 14
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.8 g/dL
Leukosit 10500 /mcL
Trombosit 74000 /mcL
Hari ke-2:
Hb 7.6 g/dL
Leukosit 8300 /mcL
Trombosit 106000 /mcL
Terapi Obat
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) Oral
Lodem 1x30 mg Oral
Eclid 3x100 mg Oral
Lasix 1x40 mg Oral
Catapres 1x0,5 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x100 mg Oral
Diaversa 1x2 mg Oral
131 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 44
L/P : L
Usia : 41 th
BB : 75 kg
Stg : 5
Lama dirawat : 3/3/14 – 5/3/14 (3 hari)
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Maag, Asma, Alergi amoksisilin dan
ampisilin
Diagnosa masuk : CKD pro HD, DM, Pneumonia paru kanan
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak tidak disertai nyeri
dada dan sesak timbul saat pasien sedang istirahat (tidur), lemas, mual, batuk
disertai flu sejak 1 minggu SMRS, BAK berkurang sejak 2 hari SMRS, nyeri
pinggang bagian kanan menjalar ke kaki kanan
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, mual, BAK sedikit, nyeri pinggang
sampai ke kaki, gelisah
Kondisi keluar : Meninggal
Diagnosa keluar : CKD std 5, DM tipe 2 dengan diabetic chronic disease,
Leukositosis, Hipertensi, Anemia
Tekanan darah
(mmHg)
Hari ke-1: 140/70
Hari ke-2: 130/80
Kadar gula darah
(mg/dL)
Hari ke-1: GD 98
Hari ke-2: GD 174
Fungsi Ginjal (mg/dL)
& Hati (U/L), Lemak
(mg/dL)
Hari ke-1:
Ur 221
Cr 7.2
eLFG 9.0 mL/mnt
Hari ke-2:
eLFG 1.0 mL/mnt
Darah
Hari ke-1:
Hb 7.2 g/dL 7.3 g/dL
Leukosit 14800 /mcL
17100 /mcL
Trombosit 239000 /mcL
264000 /mcL
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Lasix 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV
20 mg/jam (drip)
Ondansetron 3x4 mg IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Elektrolit, Protein &
Gas darah
Hari ke-1:
Na 127 mmol/L
K 4.3 mmol/L
Cl 105 mmol/L
pH 7.13
PCO2 16.0 mmHg
HCO3 5.2 mmol/L
Hari ke-2:
Na 127 mmol/L
K 4.2 mmol/L
Cl 104 mmol/L
pH 7.12
PCO2 20.2 mmHg
HCO3 6.5 mmol/L
131
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Data Obat
No. Golongan Terapi
Obat Jenis Obat Frekuensi
Persentase
(%) Dosis Standar per Hari
1. Sistem kardiovaskular 138 25,79
Calcium Channel
Blocker (CCB)
Amlodipin
Nifedipin
Diltiazem
30
2
1
5-10 mg sekali per hari.
30 mg sekali per hari; Lazim: 30-60 mg sekali per hari; Maksimum: 120-180 mg.
Angina: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan: 180-360 mg/hari terbagi dalam
beberapa dosis. CHF: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan: 180-360 mg/hari
terbagi dalam beberapa dosis. Hipertensi: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan:
180-360 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis.
Beta bloker Bisoprolol 12 Hipertensi: 2,5-5 mg sekali per hari, dapat ditingkatkan hingga 10 mg sekali per hari dan
kemudian hingga 20 mg sekali per hari; Lazim: 2,5-10 mg sekali per hari. Gagal jantung:
awal: 1,25 mg sekali per hari; Maksimum: 10 mg sekali per hari. Lansia-manula: awal:
2,5 mg/hari, dapat ditingkatkan pada rentang 2,5-5 mg/hari; Maksimum: 20 mg/hari.
LFG <20 mL/mnt: Maksimum: 10 mg/hari. HD: tidak terdialisis.
Diuretik Furosemida
Spironolakton
24
9
Oral: awal: 20-80 mg/dosis, ditingkatkan 20-40 mg/dosis pada interval 6-8 jam; Lazim:
20-80 mg/hari terbagi dalam 2 dosis. IM/IV: 20-40 mg/dosis, dapat diulang 1-2 jam atau
ditingkatkan 20 mg/dosis (perbaikan) hingga 1000 mg/hari, interval pemberian 6-12 jam.
CHF kronik: Maksimum: 160-200 mg dosis tunggal. IV infus: awal: IV bolus: 20-40 mg,
diikuti IV infus: 10-40 mg/jam; Maksimum: IV infus: 80-160 mg/jam. CHF kronik: IV
load: 40 mg, diikuti IV infus: 10-40 mg/jam. Lansia-manula: Oral/IM/IV: awal: 20
mg/hari. Gagal ginjal akut: Dosis tinggi: Oral/IV: 1-3 g/hari. HD: tidak terdialisis,
mungkin dibutuhkan peningkatkan dosis.
Hipertensi: 25-50 mg/hari terbagi dalam 1-2 dosis. Edema, hipokalemia: 25-200 mg/hari
terbagi dalam 1-2 dosis. LFG 10-50 mL/mnt: berikan setiap 12-24 jam; LFG <10
mL/mnt: 25 mg/hari, pantau.
ACEi Kaptopril 3 Hipertensi: awal: 12,5-25 mg 2-3x per hari, dapat ditingkatkan pada rentang 12,5-25 mg
dengan interval 1-2 minggu hingga 50 mg 3x per hari; Maksimum: 150 mg 3x per hari;
Lazim: 25-100 mg/hari terbagi dalam 2 dosis. CHF: awal: 6,25-12,5 mg 3x per hari. LFG
>40 mL/mnt: Dosis awal maksimum: 50 mg/hari; LFG 20-40 mL/mnt: Dosis awal
maksimal: 25 mg/hari (tidak melebihi 100 mg/hari); LFG 10-20 mL/mnt: Dosis awal
maksimal: 12,5 mg/hari (tidak melebihi 70 mg/hari); LFG <10 ml/mnt: Dosis awal
maksimal: 6,25 mg/hari (tidak melebihi 37,5 mg/hari). HD: post HD atau dosis
133 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tambahan: berikan 25-35% dari dosis normal.
ARB Kandesartan
Valsartan
2
31
Hipertensi: 2-32 mg sekali per hari; awal direkomendasikan: 16 mg sekali per hari utk
terapi tunggal; Maksimum: 8-32 mg. LFG <20 mL/mnt: awal: 2 mg sekali per hari.
CHF: awal: 4 mg sekali per hari; 2xdosis pada interval 2 minggu dengan target dosis: 32
mg.
Hipertensi: awal: 80 mg atau 160 mg sekali per hari, dapat ditingkatkan hingga 320
mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: 40 mg sekali per hari. Gagal jantung: awal: 40 mg 2x
per hari, dapat ditingkatkan hingga 80-160 mg 2x per hari; Maksimum: 320 mg/hari.
Antagonis-α2 sentral Klonidin 2 0,05-0,1 mg 3x per hari, tingkatkan bertahap hingga 1,2 mg/hari.
Penghambat HMG-
CoA reduktase (Statin)
Simvastatin 1 5-40 mg malam hari. LFG <30 mL/mnt: 5-20 mg/hari, gunakan dengan hati-hati.
Fibrat Gemfibrozil 1 1200 mg/hari terbagi dalam 2 dosis; Lazim: 900-1200 mg/hari. LFG <30 mL/mnt: 600
mg/hari. HD: tidak terdialisis.
Nitrat Farsorbid (ISDN) 3 Angina: Oral: Tablet konvensional: 5-40 mg/hari. IV infus: 2-10 mg/jam; Maksimum: 20
mg/jam. Gangguan ginjal: HD: berikan dosis post HD atau dosis tambahan 10-20 mg
dosis.
Inotropik Dobutamin 5 Dosis awal: 0,5-1 mcg/kg/mnt; Lazim: 2,5-20 mcg/kg/mnt; Maksimum: 40 mcg/kg/mnt.
Antikoagulan,
antifibrinolitik
Aspirin
Transamin
1
8
*Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.
LFG 20-50 mL/mnt: 10 mg/kg setiap 12 jam; LFG 10-20 mL/mnt: 10 mg/kg setiap 12-
24 jam; LFG <10 mL/mnt: 5 mg/kg setiap 12-24 jam.
Vasodilator perifer Citicoline 2 Keadaan akut: 250-500 mg 1-2x per hari; Keadaan kronik: 100-300 mg 1-2x per hari.
Hematopoietik Epoetin alfa
(Hemapo)
1 Dosis awal: 50-100 IU/kg 3x per minggu; Pemeliharaan: dialisis: 75 IU/kg 3x per
minggu; nondialisis: 75-150 IU/kg/minggu.
2. Sistem endokrin 39 7,30
Penghambat α-
glukosidase
Akarbose (Eclid,
Glucobay)
9 Dosis awal: 50 mg 3x per hari; Pemeliharaan: 50-100 mg 3x per hari; Maksimum: BB
<60 kg: 50 mg 3x per hari dan BB >60 kg: 100 mg 3x per hari. LFG <30 mL/mnt; SCr
>2 mg/dL: obat dihindari.
Biguanida Metformin 5 Dosis awal: 500 mg 2-3x per hari, ditingkatkan 500 mg interval 1 minggu; Maksimum:
2500 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis. LFG >=45-59 mL/mnt: gunakan dosis
dengan hati-hati dan pantau fungsi ginjal setiap 3-6 bulan); LFG >=30-44 mL/mnt:
Maksimum: 1000 mg/hari atau 50% dari dosis normal; LFG <30 mL/mnt: obat dihindari.
Sulfonilurea Glikuidon
(Lodem)
7
Dosis awal: 15 mg, dapat ditingkatkan perlahan setiap kenaikan 15 mg hingga 45-60
mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis; Maksimum: 60 mg dosis tunggal; 120 mg/hari.
134 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Glimepirid
(Diaversa)
Gliklazida
(Glucodex)
6
1
1-4 mg sebelum atau saat sarapan; Maksimum: 6 mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: 1
mg/hari, pantau seksama.
Dosis awal: 40-80 mg bersama sarapan, dapat ditingkatkan hingga 160 mg dosis tunggal;
Maksimum: 320 mg/hari. LFG <50 mL/mnt: awal: 20-40 mg/hari, gunakan hati-hati dan
pantau.
Insulin Aspart Novorapid 6 0,5-1 IU/kg/hari.
Insulin Glargine Lantus 3 Belum gunakan insulin: 10 IU sekali per hari, dapat ditingkatkan pada rentang 2-100
IU/hari. Dosis tergantung setiap individu, diberikan 1x per hari dan diberikan pada waktu
yang sama untuk hari selanjutnya.
Insulin Regular Human Actrapid 2 IV infus: 0,05-1 IU/ml cairan infus (NaCl 0,9%; dekstrosa 5%; dekstrosa 10%). LFG 10-
50 mL/mnt: diberikan dosis 75% dosis normal; LFG <10 mL/mnt: diberikan dosis 25-
50% dosis normal dan monitor kadar glukosa.
3. Hormon 5 0,93
Kortikosteroid Deksametason
Metilprednisolon
3
2
0,5-24 mg/hari.
*Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.
4. Sistem saraf 43 8,04
Ansiolitik Alprazolam
Haloperidol
Klobazam
2
1
1
Dosis awal: 0,25-0,5 mg 2-3x per hari; Maksimum: 4 mg/hari terbagi dalam beberapa
dosis. Lansia-manula: awal 0,125-0,25 mg 2x per hari. Gangguan ginjal: gunakan dosis
terendah.
0,5-5 mg 2-3x per hari; Maksimum: 30 mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: dosis terendah.
Dosis awal: 5-15 mg; Maksimum: 80 mg/hari.
Antikonvulsan Diazepam
Fenitoin
Gabapentin
(Gabexal)
1
1
1
*Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.
Kejang: awal: 150-500 mg/hari atau 3-4 mg/kg/hari terbagi dalam 1-2 dosis.
LFG >60 mL/mnt: 300-1200 mg 3x per hari; LFG 30-59 mL/mnt: 200-700 mg 2x per
hari; LFG 15-29 mL/mnt: 200-700 mg/hari; LFG 15 ml/mnt: 100-300 mg/hari; LFG <15
ml/mnt: kurangi dosis harian sesuai dengan LFG. HD: 125-350 mg (dosis tambahan
tunggal diberikan 4 jam post HD).
Antipsikotik Klorpromazin 1 Cegukan: 25-50 mg setiap 6-8 jam. LFG <10 mL/mnt: awal: dosis terendah.
Anti-vertigo & -pusing Betahistin 4 6-18 mg 3x per hari. LFG <10 mL/mnt: 6-18 mg 2-3x per hari.
5. Sistem muskuloskeletal 9 1,68
Anti-hiperurisemia & -
gout
Alopurinol 4 LFG 20-50 mL/mnt: 200-300 mg/hari; LFG 10-20 mL/mnt: 100-200 mg/hari; LFG <10
ml/mnt: 100 mg/hari.
135 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Relaksan otot Eperison HCl
(Myonal)
3 50 mg 3x per hari.
Muskuloskeletal lain Glukosamin 2 BB <55 kg: 250 mg 3x per hari; BB >55 kg: 500 mg 3x per hari.
6. Saluran kemih &
prostat 3 0,56
Penghambat 5α-
reduktase
Dutasterid
(Avodart)
1 0,5 mg sekali per hari tunggal atau kombinasi dengan tamsulosin.
Penghambat α-
adrenergik
Terazosin
(Hytrin)
Tamsulosin
(Harnal ocas)
1
1
BPH: awal: 1 mg sebelum tidur, jika diperlukan: 10 mg/hari, dapat ditingkatkan setelah
interval 4-6 minggu hingga 20 mg/hari. Hipertensi: awal: 1 mg sebelum tidur, dapat
ditingkatkan secara perlahan hingga 20 mg/hari; Lazim: 1-20 mg sekali per hari.
BPH: 0,4 mg sekali per hari 30 mnt setelah makan, dapat ditingkatkan setelah interval 2-
4 minggu hingga 0,8 mg sekali per hari.
7. Saluran
gastrointestinal 70 13,08
PPI (Proton Pump
Inhibitor)
Omeprazol
Lansoprazol
13
2
20-40 mg (tergantung penyakit peptiknya). Pendarahan di endoskopi: 80 mg, diikuti 8
mg/jam selama 72 jam.
15-30 mg pagi hari.
Antihistamin AR-H2 Ranitidin 11 IM/IV: 50 mg setiap 6-8 jam. Oral: 150-300 mg 1-2x per hari. LFG <10 mL/mnt: 50-
100% dosis normal.
Antagonis dopamin Domperidon 2 Gangguan ginjal: 10-20 mg 1-2x per hari.
Antagonis reseptor 5-
HT3
Ondansetron 16 Oral: 4-24 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis. IV: 8-32 mg/hari.
Antasida Sukralfat
Strocain P
8
1
4 g/hari terbagi dalam 2-4 dosis; Maksimum: 8 g/hari. LFG 20-50 mL/mnt: 4 g/hari;
LFG <20 ml/mnt: 2-4 g/hari.
1-2 tab 3-4x per hari.
Antidiare Loperamid
(Imodium)
Attapulgite (New
diatabs)
Lactotobacillus
sporogenes
(Lacbon)
3
5
1
Dosis awal: 4 mg, diberikan 2 mg setiap setelah BAB, ditingkatkan hingga 16 mg/hari.
2 tab setiap setelah BAB atau 1200-1500 mg/dosis; Maksimum: 8400 mg/hari.
2-4 tablet 3x per hari.
Laksatif Bisakodil 4 Oral: 5-15 mg/hari. Rektal (suppos): 10 mg dosis tunggal.
136 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dulcolax)
Laktulosa
(Duphalac)
1
Dosis awal: 15-45 mL; Pemeliharaan: 15-30 mL.
Hepatoprotektif Urdafalk 2 10-15 mg/kg/hari terbagi dalam 2-4 dosis.
Enzim pencernaan Tripanzym 1 1-2 kapl/hari. Utk pemeriksaan radiografi/rontgen: 4x1 kapl selama 2 hari.
8. Saluran pernapasan 8 1,50
Antitusif Dekstrometorfan
HBr
1 10-20 mg setiap 4 jam atau 30 mg setiap 6-8 jam; Maksimum: 120 mg/hari.
Mukolitik Ambroksol
Bisolvon
4
2
Tablet: 30-120 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis; Sirup: 30 mg/10 mL 3x per hari.
8 mg atau 4 mL 2x per hari.
Ekpektoran OBH 1 *Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.
9. Antiinfeksi 41 7,66
Antibiotik
(Sefalosporin)
Sefadroksil
Sefiksim
Sefoperazon
Sefotaksim
Seftriakson
1
4
20
3
2
LFG 26-50 mL/mnt: awal: 1 g, diikuti 500 mg setiap 12 jam; LFG 11-25 mL/mnt: awal:
1 g, diikuti 500 mg setiap 24 jam; LFG <10 mL/mnt: awal: 1 g, diikuti 500 mg setiap 36
jam.
200-400 mg/hari terbagi dalam 1-2 dosis. LFG <20 ml: 200 mg/hari.
2-4 g/hari setiap 12 jam, dosis dapat ditingkatkan hingga 8 g/hari.
Sepsis: 2 g setiap 6-8 jam. Infeksi sedang-berat: 1-2 g setiap 8 jam. LFG <10 mL/mnt: 1
g setiap 8-12 jam.
2-4 g/hari. LFG <10 mL/mnt: Maksimum 2 g/hari.
Antibiotik (Beta laktam
lainnya)
Meropenem 4 Pneumonia nosokomial, Sepsis: 1 g setiap 8 jam. LFG 26-50 mL/mnt: 500 mg-2g setiap
12 jam; LFG 10-20 mL/mnt: 500 mg-1 g setiap 12 jam atau 500 mg setiap 8 jam; LFG
<10 mL/mnt: 500 mg-1 g setiap 24 jam.
Antibiotik (Kuinolon) Levofloksasin 2 Pneumonia nosokomial: 750 mg setiap 24 jam selama 7-14 hari. Jika dosis utk fungsi
ginjal normal 750 mg/hari: LFG 20-49 mL/mnt: 750 mg setiap 48 jam; Jika dosis utk
fungsi ginjal normal 500 mg/hari: LFG 20-49 mL/mnt: Dosis awal: 500 mg, lalu 250 mg
setiap 24 jam. LFG 20-50 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu turunkan hingga 125-250 mg
setiap 12-24 jam; LFG 10-20 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu 125 mg setiap 12-24 jam;
LFG <10 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu 125 mg setiap 24-48 jam.
Antibiotik
(Aminoglikosida)
Gentamisin 1 Dosis awal: 5-7 mg/kg sekali per hari. LFG 30-70 mL/mnt: 3-5 mg/kg, pantau kadar;
LFG 10-30 mL/mnt: 2-3 mg/kg, pantau kadar; LFG 5-10 mL/mnt: 2 mg/kg setiap 48-72
jam, tergantung kadar.
Antijamur Flukonazol 2 200-400 mg/hari (tergantung keparahan infeksi). LFG <50 mL/mnt: berikan 50% dosis
137 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nystatin
(Mycostatin)
1
normal. HD: berikan 50% dosis normal atau 100% dosis normal 3x per minggu post HD.
100000 IU 4x per hari.
Antiseptik Betadine gargle 1 1 mL obat diencerkan dengan air hingga 20 mL, kumur-kumur selama 30 detik,
dilakukan 3-4x per hari.
10. Antialergi 4 0,75
Klorfeniramin
maleat
Loratadin
Setirizin
Siproheptadin
(Heptasan)
1
1
1
1
4 mg setiap 4-6 jam; Maksimum: 24 mg. Lansia-manula: 4 mg 1-2x per hari.
10 mg/hari.
10 mg sekali per hari atau 5 mg 2x per hari. LFG <10 mL/mnt: 5-10 mg/hari.
4-20 mg/hari; Maksimum: 32 mg/hari.
11. Nutrisi 115 21,50
Aminoral
Prorenal
13
17
4-8 kaplet 3x per hari.
4-8 tab 3x per hari; Maksimum: 50 tab/hari.
Bicnat (Na
bikarbonat)
39 500 mg-1,5 g 3x per hari (penyesuaian dosis diperlukan tergantung kebutuhan).
CaCO3 36 500 mg-2 g terbagi dalam 2-4x per hari (penyesuaian dosis diperlukan tergantung kadar
serum kalsium).
Kalium klorida
(KCl, KSR)
2 Oral: 600-1200 mg 2-3x per hari; IV infus: 25-50 mmol/L per hari (penyesuaian dosis
diperlukan tergantung kadar serum kalium).
Ca gluconas 2 2-15 g per 24 jam sebagai infus atau dosis terbagi (penyesuaian dosis diperlukan
tergantung kadar serum kalsium).
Kalitake 4 15-30 g/hari terbagi dalam 2-3 dosis (pantau kadar serum kalium).
Curcuma 1 1-2 tab 3x per hari.
Imboost 1 1 tab 2-3x per hari.
12. Vitamin & mineral 57 10,65
Asam folat 41 1-5 mg/hari.
Garam besi
(Sulfas ferrosus)
2 300 mg 2x per hari, ditingkatkan hingga 300 mg 4x per hari.
Sangobion 1 1-2 kaps/hari.
Neurodex 5 1 tab 2-3x per hari.
Mecobalamin 1 500-1500 mcg/hari.
Vitamin K 7 2,5-10 mg/hari.
138 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13. Kemoterapetik lain 3 0,56
Rimactazid
450/300
1 BB <50 kg: 1x1 kapl/hari.
Isoniazid 1 5 mg/kg; Maksimum: 300 mg dosis tunggal atau terbagi dalam beberapa dosis. LFG <10
mL/mnt: 200-300 mg.
Pirazinamid 1 1,5-2 g/hari. LFG <10 mL/mnt: 50-100% dosis normal.
Total 93 535 100
138 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Penilaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Ginjal Kronik
NP
Penilaian DRPs
KTPO KTPD
ITO OTI IO ↑ ↓
1 0 1 0 1 0 1
2 0 0 0 1 0 1
3 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 1
5 0 1 1 0 0 1
6 0 0 1 0 0 1
7 0 0 1 1 0 1
8 0 1 1 1 0 1
9 0 0 1 1 0 1
10 0 1 1 0 0 1
11 0 0 1 0 0 1
12 0 0 1 0 0 1
13 1 1 1 0 0 1
14 0 0 1 0 0 1
15 0 0 1 1 0 1
16 0 0 0 0 0 1
17 1 1 1 0 0 1
18 0 0 1 1 0 1
19 0 0 1 0 0 1
20 0 0 1 0 0 1
21 0 0 1 0 0 1
22 0 0 1 0 0 1
23 0 1 1 0 0 1
24 0 0 0 1 0 1
25 0 0 0 0 0 1
26 0 1 1 0 0 1
27 0 1 1 1 0 1
28 0 1 0 0 0 1
29 0 0 1 0 0 1
30 0 0 1 1 0 1
31 0 1 0 0 0 1
32 0 1 1 0 0 1
33 0 1 1 0 0 0
34 1 1 1 0 0 1
35 1 1 1 0 0 1
36 0 1 0 0 0 1
37 0 0 1 0 0 1
38 0 1 0 0 0 1
39 0 1 0 0 0 0
40 1 1 0 0 0 1
41 0 1 1 0 0 1
42 0 0 0 0 0 0
43 1 1 1 1 0 1
44 0 0 1 0 0 1
Keterangan:
NP = no pasien; KTPO =
ketidaktepatan pemilihan
obat; KTPD =
ketidaktepatan
penyesuaian dosis; ↑ =
dosis obat terlalu tinggi;
dosis obat terlalu rendah;
ITO = indikasi tanpa obat;
OTI = obat tanpa indikasi;
IO = interaksi obat.
139
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Kejadian DRPs Interaksi Obat
NP Terapi Obat Interaksi Obat Mekanisme Interaksi Obat Jenis Interaksi
Obat
DRPs
IO
1 Cefoperazone
Meropenem
Valsartan
Amlodipine
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Bisolvon
Myonal
Meloxicam
PCT
Novorapid
Lodem
Eclid
Dulcolax
Neurodex
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
Valsartan -
Meloxicam
Keduanya meningkatkan kadar kalium
dan saling meningkatkan toksisitas
yang dapat mengakibatkan kerusakan
fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Tidak diketahui,
moderat
Meloxicam -
Lodem
Meloksikam meningkatkan efek
Glikuidon dengan mekanisme yang
tidak diketahui. Resiko hipoglikemia.
Tidak diketahui,
moderat
Meloxicam -
Valsartan
Meloksikam menurunkan efek
Valsartan secara farmakodinamik
antagonis. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
2 Cefoperazone
Lasix
Valsartan
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Concor
Letonal
Neurodex
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek
Bisoprolol dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
1
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Cefoperazone -
Lasix
Sefoperazon meningkatkan toksisitas
Furosemida secara farmakodinamik
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Farmakodinamik
sinergis, minor
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
3 Cefoperazone
Dobutamin
PCT
0
4 Lasix
Valsartan
Bicnat
Asam folat
Concor
Letonal - KSR Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Mungkin terjadi interaksi
yang serius atau mengancam jiwa.
Kontraindikasi, kecuali manfaatnya
lebih besar daripada resiko dan tidak
Tidak diketahui,
mayor
1
141
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Letonal
Diazepam
Fenitoin
Mertigo
KSR
Amdixal
Meloxicam
ada alternatif lain.
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek
Bisoprolol dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan -
Meloxicam
Keduanya meningkatkan kadar kalium
dan saling meningkatkan toksisitas
yang dapat mengakibatkan kerusakan
fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - KSR Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Amdixal Keduanya meningkatkan
antihipertensi yang memblok kanal.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor -
Meloxicam
Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - KSR Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Letonal -
Meloxicam
Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Meloxicam - KSR Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Meloxicam -
Concor
Meloksikam menurunkan efek
Bisoprolol secara farmakodinamik
antagonis
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Meloxicam -
Valsartan
Meloksikam menurunkan efek
Valsartan secara farmakodinamik
antagonis. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Fenitoin - Amdixal Fenitoin menurunkan kadar atau efek
Amlodipin dengan mempengaruhi
enzim metabolisme CYP3A4 di hati
atau usus.
Farmakokinetik,
minor
142
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
5 Bifotik
Lasix
Amlodipine
Valsartan
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Prorenal
Transamin
Vitamin K
Ondansetron
KCl
OMZ
OBH
PCT
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
KCl - Lasix Kalium klorida meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Cefoperazone -
Lasix
Sefoperazon meningkatkan toksisitas
Furosemida secara farmakodinamik
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Farmakodinamik
sinergis, minor
6 Lasix
Adalat oros ER
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
Ambroxol
Valsartan
Aminoral - Adalat
oros ER
Aminoral menurunkan efek Nifedipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
CaCO3 - Adalat
oros ER
Kalsium karbonat menurunkan efek
Nifedipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
7 Lasix
Amlodipine
Valsartan
Bicnat
Asam folat
Prorenal
New diatabs
Imodium
Ambroxol
Dextromethorphan
HBr
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam
folat dengan meningkatkan klirens
asam folat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
8 Lasix
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Prorenal
OMZ
Amlodipine
Valsartan
Concor
Letonal
Allopurinol
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek
Bisoprolol dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
1
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
CaCO3 -
Allopurinol
Kalsium karbonat menurunkan kadar
Allopurinol dengan menghambat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
143
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Concor -
Amlodipine
Keduanya meningkatkan
antihipertensi yang memblok kanal.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat -
Allopurinol
Na bikarbonat menurunkan kadar
Allopurinol dengan menghambat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam
folat dengan meningkatkan klirens
asam folat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
9 Lasix
Novorapid
Amlodipine
Valsartan
Bicnat
Asam folat
Prorenal
PCT
Glimepiride
Metformin
Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
1
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Lasix - Metformin Furosemida meningkatkan kadar
Metformin dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
minor
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam
folat dengan meningkatkan klirens
asam folat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Metformin - Asam
folat
Metformin menurunkan kadar Asam
folat dengan mekanisme interaksi
yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
minor
Metformin - Lasix Metformin menurunkan kadar Tidak diketahui,
144
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Furosemida dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
minor
10 Ranitidine
Ondansetron
Cefotaxime
Cefixime
Amlodipine
Metformin
Glimepiride
Asam mefenamat
Asam folat
Sulfas ferrosus
New diatabs
OMZ
Sucralfate
OMZ - Sulfas
ferrosus
Omeprazol menurunkan kadar atau
efek Garam besi dengan
meningkatkan pH lambung.
Farmakokinetik,
moderat
1
Asam mefenamat -
Glimepiride
Asam mefenamat meningkatkan efek
Glimepirid dengan mekanisme yang
tidak diketahui. Resiko hipoglikemia.
Tidak diketahui,
moderat
Metformin - Asam
folat
Metformin menurunkan kadar Asam
folat dengan mekanisme interaksi
yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
minor
11 Ranitidine
Ondansetron
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Prorenal
Amlodipine
Valsartan
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
12 Cefoperazone
Glucobay
Metformin
Bicnat
Asam folat
Aminoral
Amlodipine
Valsartan
Rimactazid
450/300 mg
Bicnat - Rimactazid
(Isoniazid)
Na bikarbonat menurunkan kadar
Isoniazid dengan menghambat
absorpsi isoniazid di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
1
Rimactazid
(Rifampicin) -
Amlodipine
Rifampisin menurunkan kadar atau
efek Amlodipin dengan
mempengaruhi enzim metabolisme
CYP3A4 di hati atau usus.
Farmakokinetik,
moderat
Rimactazid
(Isoniazid) -
Amlodipine
Isoniazid menurunkan kadar atau efek
Amlodipin dengan mempengaruhi
enzim metabolisme CYP3A4 di hati
atau usus.
Farmakokinetik,
moderat
Rimactazid
(Rifampicin) -
Valsartan
Rifampisin meningkatkan kadar atau
efek Valsartan dengan Valsartan
merupakan substrat transporter
OATP1B1 uptake di hati, sedangkan
rifampisin merupakan inhibitor
OATP1B1 sehingga dapat
meningkatkan paparan valsartan
secara sistemik.
Farmakokinetik,
moderat
Aminoral -
Amlodipine
Aminoral menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Metformin - Asam
folat
Metformin menurunkan kadar Asam
folat dengan mekanisme interaksi
yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
minor
Rimactazid
(Isoniazid) -
Metformin
Isoniazid menurunkan efek Metformin
dengan mekanisme interaksi yang
tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
minor
Rimactazid
(Isoniazid) -
Acarbose
Isoniazid menurunkan efek Akarbose
dengan mekanisme interaksi yang
tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
minor
13 Ceftriaxone
Cefoperazone
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
Farmakodinamik
antagonis,
1
145
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ondansetron
OMZ
Lasix
Farsorbid
Ca gluconas
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Prorenal
Neurodex
Amlodipine
Diovan
Clonidine
PCT
Gliquidone
Glucobay
Domperidone
Sucralfate
antagonis. moderat
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Clonidine -
Glucobay
Klonidin menurunkan efek Akarbose
secara farmakodinamik antagonis.
Penurunan gejala hipoglikemia akibat
produksi katekolamin.
Farmakodinamik
antagonis, minor
Clonidine -
Gliquidone
Klonidin menurunkan efek Glikuidon
secara farmakodinamik antagonis.
Penurunan gejala hipoglikemia akibat
produksi katekolamin.
Farmakodinamik
antagonis, minor
Lasix - Ca gluconas Furosemida menurunkan kadar
Kalsium glukonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
glukonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Cefoperazone -
Lasix
Sefoperazon meningkatkan toksisitas
Furosemida secara farmakodinamik
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Farmakodinamik
sinergis, minor
Ceftriaxone - Lasix Seftriakson meningkatkan toksisitas
Furosemida secara farmakodinamik
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Farmakodinamik
sinergis, minor
14 Lasix
Amlodipine
Valsartan
Prorenal
Myonal
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Cefixime
Mecobalamin
Gabexal
Ketesse
Allopurinol
OMZ
Glucosamine
Dulcolax
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
CaCO3 - Gabexal Kalsium karbonat menurunkan kadar
Gabapentin dengan menghambat
absorpsi gabapentin di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
CaCO3 -
Allopurinol
Kalsium karbonat menurunkan kadar
Allopurinol dengan menghambat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Valsartan - Ketesse Keduanya meningkatkan kadar kalium
dan saling meningkatkan toksisitas
yang dapat mengakibatkan kerusakan
fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat -
Allopurinol
Na bikarbonat menurunkan kadar
Allopurinol dengan menghambat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Bicnat - Gabexal Na bikarbonat menurunkan kadar
Gabapentin dengan menghambat
absorpsi gabapentin di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Ketesse - Valsartan Dexketoprofen menurunkan efek
Valsartan secara farmakodinamik
antagonis. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
OMZ -
Mecobalamin
Omeprazol menurunkan kadar
Vitamin B12 dengan menghambat
absorpsi vitamin B12 di saluran cerna.
Farmakokinetik,
minor
146
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gabexal -
Mecobalamin
Gabapentin menurunkan kadar
Vitamin B12 dengan menghambat
absorpsi vitamin B12 di saluran cerna.
Farmakokinetik,
minor
15 Lasix
Captopril
Aldactone
Farsorbid
Lansoprazole
Glimepiride
Metformin
Glucobay
Bicnat
Asam folat
Diovan
Amlodipine
Alprazolam
Concor
Captopril -
Glimepiride
Kaptopril meningkatkan efek
Glimepirid secara farmakodinamik
sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
1
Captopril -
Aldactone
Kaptopril, Spironolakton terjadi
interaksi secara farmakodinamik
sinergis. Beresiko hipotensi akut,
gangguan ginjal.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Diovan - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Diovan - Lasix Valsartan meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Concor -
Amlodipine
Keduanya meningkatkan
antihipertensi yang memblok kanal.
interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Concor - Diovan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam
folat dengan meningkatkan klirens
asam folat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
16 Ranitidine
Ondansetron
Amlodipine
Valsartan
Bicnat
Asam folat
CaCO3
PCT
Gliquidone
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
17 Cefoperazone
Ondansetron
Ranitidine
Vitamin K
Transamin
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
Diaversa
Eclid
Kalitake
New diatabs
Chlorpromazine
New diatabs -
Chlorpromazine
Attapulgite menurunkan kadar
Klorpromazin dengan menghambat
absorpsi klorpromazin di saluran
cerna.
Farmakokinetik,
minor
1
18 Cefoperazone
Meropenem
Methylprednisolone
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
147
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dexamethasone
PCT
Dobutamine
Novorapid
Lantus
Amlodipine
Valsartan
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
Dulcolax
Meloxicam
Mycostatin
Gliquidone
Aminoral -
Amlodipine
Aminoral menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Valsartan -
Meloxicam
Keduanya meningkatkan kadar kalium
dan saling meningkatkan toksisitas
yang dapat mengakibatkan kerusakan
fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Tidak diketahui,
moderat
Meloxicam -
Gliquidone
Meloksikam meningkatkan efek
Glikuidon dengan mekanisme yang
tidak diketahui. Resiko hipoglikemia.
Tidak diketahui,
moderat
Meloxicam -
Valsartan
Meloksikam menurunkan efek
Valsartan secara farmakodinamik
antagonis. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Dexamethasone -
Methylprednisolone
Deksametason menurunkan kadar atau
efek Metilprednisolon dengan
mempengaruhi enzim metabolisme
CYP3A4 di hati atau usus.
Farmakokinetik,
moderat
19 Cefoperazone
PCT
Valsartan
Divask
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
Kalitake
Myonal
Bisolvon
Aminoral -
Amlodipine
Aminoral menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
CaCO3 - Divask Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Kalitake -
Amlodipine Kalitake menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
20 Lasix
Ca gluconas
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
Valsartan
Kalitake
Lasix - Ca gluconas Furosemida menurunkan kadar
Kalsium glukonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
glukonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
1
21 Amlodipine
Diovan
Furosemide
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
PCT
Dexamethasone
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
Aminoral -
Amlodipine
Aminoral menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Diovan -
Furosemide
Valsartan meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Furosemide - Asam
folat
Furosemida menurunkan kadar Asam
folat dengan meningkatkan klirens
asam folat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Furosemide -
CaCO3
Furosemida menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
22 Ranitidine
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
148
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Amlodipine
Valsartan
Ambroxol
Prorenal
Cefixime
Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
antagonis,
moderat
23 Lasix
Cefoperazone
Vitamin K
Transamin
OMZ
Bicnat
Asam Folat
CaCO3
Aminoral
Amlodipine
Valsartan
Sucralfate
Duphalac
New diatabs
Tripanzym
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
CaCO3 - Duphalac Kalsium karbonat menurunkan efek
Laktulosa secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Bicnat - Duphalac Na bikarbonat menurunkan efek
Laktulosa secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Aminoral -
Amlodipine
Aminoral menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Cefoperazone -
Lasix
Sefoperazon meningkatkan toksisitas
Furosemida secara farmakodinamik
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Farmakodinamik
sinergis, minor
24 Cefoperazone
Lasix
Farsorbid
Valsartan
Adalat oros ER
Concor
CaCO3
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek
Bisoprolol dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
1
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
CaCO3 - Adalat
oros ER
Kalsium karbonat menurunkan efek
Nifedipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Adalat
oros ER
Keduanya meningkatkan
antihipertensi yang memblok kanal.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Cefoperazone -
Lasix
Sefoperazon meningkatkan toksisitas
Furosemida secara farmakodinamik
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Farmakodinamik
sinergis, minor
25 Ceftriaxone
Cefoperazone
Ranitidine
Ondansetron
Methylprednisolone
Novalgin
Imboost
PCT
Curcuma
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Concor
Letonal
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek
Bisoprolol dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
1
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
149
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
26 Cefotaxime
Gentamicin
Levofloxacin
OMZ
PCT
Dobutamine
Actrapid
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
Sucralfate
Lasix
Lantus
Fluconazole
Tramadol
Fluconazole -
Levofloxacin
Keduanya meningkatkan rentang QTc.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
1
Tramadol -
Dobutamine
Tramadol meningkatkan dan
Dobutamin menurunkan sedasi.
Tidak diketahui,
moderat
Dobutamine - Lasix Keduanya menurunkan kadar kalium. Tidak diketahui,
moderat
Lasix - Gentamicin Keduanya menurunkan kadar kalium. Tidak diketahui,
moderat
Dobutamine -
Gentamicin
Keduanya menurunkan kadar kalium. Tidak diketahui,
moderat
Levofloxacin -
Actrapid
Levofloksasin meningkatkan efek
Insulin Regular Human secara
farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Fluconazole - OMZ Flukonazol meningkatkan kadar atau
efek Omeprazol dengan
mempengaruhi enzim metabolisme
CYP2C19 di hati.
Farmakokinetik,
moderat
Dobutamine - Lasix Dobutamin, Furosemida terjadi
interaksi secara farmakodinamik
sinergis.
Farmakodinamik
sinergis, minor
27 Meropenem
Cefadroxil
PCT
Ranitidine
Ondansetron
Lasix
Lacbon
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Allopurinol
Prorenal
Asam mefenamat
Betadine gargle
CaCO3 -
Allopurinol
Kalsium karbonat menurunkan kadar
Allopurinol dengan menghambat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
1
Asam mefenamat -
Lasix
Asam mefenamat meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat -
Allopurinol
Na bikarbonat menurunkan kadar
Allopurinol dengan menghambat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Cefadroxil - Asam
mefenamat
Sefadroksil meningkatkan kadar atau
efek Asam mefenamat dengan
kompetisi obat asam (anionik) untuk
klirens tubular ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Cefadroxil - Lasix Sefadroksil meningkatkan toksisitas
Furosemida secara farmakodinamik
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Farmakodinamik
sinergis, minor
Asam mefenamat -
Lasix
Asam mefenamat menurunkan efek
Furosemida secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis, minor
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam
folat dengan meningkatkan klirens
asam folat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
28 Cefotaxime
Cefoperazone
Meropenem
Levofloxacin
Diltiazem -
Bisoprolol
Keduanya saling meningkatkan
toksisitas dengan mekanisme interaksi
yang tidak ditentukan. Mungkin
terjadi interaksi yang serius atau
Tidak diketahui,
mayor
1
150
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
OMZ
Novorapid
Actrapid
Citicoline
Vitamin K
Transamin
PCT
Fluconazole
Bisoprolol
Diltiazem
mengancam jiwa. Gunakan alternatif
lain. Dapat meningkatkan resiko
bradikardia.
Bisoprolol -
Diltiazem
Keduanya meningkatkan
antihipertensi yang memblok kanal.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Fluconazole - OMZ Flukonazol meningkatkan kadar atau
efek Omeprazol dengan
mempengaruhi enzim metabolisme
CYP2C19 di hati.
Farmakokinetik,
moderat
29 Lasix
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Amlodipine
Valsartan
Canderin
Prorenal
Gemfibrozil
Simvastatin
Kalitake
Urdafalk
CTM
Loratadine
Cetirizine
Glucodex
Amlodipine -
Simvastatin
Amlodipin meningkatkan kadar
Simvastatin. Mungkin terjadi interaksi
serius atau mengancam jiwa. Manfaat
terapi kombinasi harus
dipertimbangkan secara hati-hati,
melawan potensi resiko kombinasi
(resiko miopati/rabdomiolisis). Batasi
simvastatin, tidak lebih dari 20
mg/hari saat digunakan bersamaan.
Tidak diketahui,
mayor
1
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Kalitake -
Amlodipine
Kalitake menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Simvastatin -
Valsartan
Simvastatin meningkatkan kadar atau
efek valsartan. Valsartan merupakan
substrat transporter OATP1B1 uptake
di hati, sedangkan simvastatin
merupakan inhibitor OATP1B1
sehingga dapat meningkatkan paparan
valsartan secara sistemik.
Farmakokinetik,
moderat
Gemfibrozil -
Valsartan
Gemfibrozil meningkatkan kadar atau
efek valsartan. Valsartan merupakan
substrat transporter OATP1B1 uptake
di hati, sedangkan gemfibrozil
merupakan inhibitor OATP1B1
sehingga dapat meningkatkan paparan
valsartan secara sistemik.
Farmakokinetik,
moderat
Valsartan -
Simvastatin
Valsartan meningkatkan toksisitas
Simvastatin.
Tidak diketahui,
minor
Simvastatin -
Loratadine
Simvastatin meningkatkan kadar atau
efek Loratadin dengan efluks
transporter P-glikoprotein (MDR1).
Farmakokinetik,
minor
30 OMZ
Lasix
Valsartan
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Prorenal
Amlodipine
Concor
Letonal
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek
Bisoprolol dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
1
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
151
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ambroxol Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Concor -
Amlodipine
Keduanya meningkatkan
antihipertensi yang memblok kanal.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam
folat dengan meningkatkan klirens
asam folat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
31 Asam folat
Sulfas ferrosus
OMZ
Heptasan
Ondansetron
Concor
Amlodipine
Valsartan
OMZ - Sulfas
ferrosus
Omeprazol menurunkan kadar atau
efek Garam besi dengan
meningkatkan pH lambung.
Farmakokinetik,
moderat
1
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Concor -
Amlodipine
Keduanya meningkatkan
antihipertensi yang memblok kanal.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
32 Lasix
Canderin
Concor
Letonal
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek
Bisoprolol dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
1
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
152
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Prorenal
Valsartan
Allopurinol
Amlodipine
Glucosamine
Meloxicam
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
moderat
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
CaCO3 -
Allopurinol
Kalsium karbonat menurunkan kadar
Allopurinol dengan menghambat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Canderin - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Canderin - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Canderin -
Meloxicam
Keduanya meningkatkan kadar kalium
dan saling meningkatkan toksisitas
yang dapat mengakibatkan kerusakan
fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Tidak diketahui,
moderat
Canderin - Lasix Kandesartan meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Concor -
Amlodipine
Keduanya meningkatkan
antihipertensi yang memblok kanal.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor -
Meloxicam
Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Letonal -
Meloxicam
Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Meloxicam - Lasix Meloksikam meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat -
Allopurinol
Na bikarbonat menurunkan kadar
Allopurinol dengan menghambat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Farmakokinetik,
moderat
153
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Meloxicam -
Concor
Meloksikan menurunkan efek
Bisoprolol secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Meloxicam -
Canderin
Meloksikam menurunkan efek
Kandesartan secara farmakodinamik
antagonis. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Concor - Canderin Bisoprolol, Kandesartan terjadi
interaksi secara farmakodinamik
sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Meloxicam - Lasix Meloksikam menurunkan efek
Furosemida secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis, minor
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam
folat dengan meningkatkan klirens
asam folat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
33 Bicnat
Asam folat
CaCO3
Prorenal
Cefoperazone
Ondansetron
Lansoprazole
Musin
Hytrin
Hemapo
0
34 Bifotik
PCT
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
Amlodipine
Valsartan
Lasix
Glucobay
Diaversa
Aminoral -
Amlodipine
Aminoral menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
35 Ranitidine
Bicnat
Asam folat
CaCO3
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
154
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sangobion
Amlodipine
Valsartan
Ondansetron
Aminoral
Neurodex
Ketorolac
Cefoperazone
Lasix
Metformin
New diatabs
Imodium
Alprazolam
INH (Isoniazid)
Pirazinamid
Sangobion atau efek Garam besi dengan
meningkatkan pH lambung.
moderat
CaCO3 - Isoniazid Kalsium karbonat menurunkan kadar
Isoniazid dengan menghambat
absorpsi isoniazid di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Bicnat - Isoniazid Na karbonat menurunkan kadar
Isoniazid dengan menghambat
absorpsi isoniazid di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Isoniazid -
Amlodipine
Isoniazid menurunkan kadar atau efek
Amlodipin dengan mempengaruhi
enzim metabolisme CYP3A4 di hati
atau usus.
Farmakokinetik,
moderat
Aminoral -
Amlodipine
Aminoral menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Bicnat - Sangobion Na bikarbonat menurunkan kadar atau
efek Garam besi dengan
meningkatkan pH lambung.
Farmakokinetik,
moderat
CaCO3 -
Sangobion
Kalsium karbonat menurunkan kadar
Garam besi dengan menghambat
absorpsi garam besi di saluran cerna.
Farmakokinetik,
minor
Cefoperazone -
Lasix
Sefoperazon meningkatkan toksisitas
Furosemida secara farmakodinamik
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Farmakodinamik
sinergis, minor
Isoniazid -
Pirazinamid
Keduanya saling meningkatkan
toksisitas secara farmakodinamik
sinergis.
Farmakodinamik
sinergis, minor
Isoniazid -
Metformin
Isoniazid menurunkan efek Metformin
dengan mekanisme interaksi yang
tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
minor
Isoniazid - CaCO3 Isoniazid menurunkan kadar Kalsium
karbonat dengan menghambat
absorpsi kalsium karbonat di saluran
cerna.
Farmakokinetik,
minor
Metformin - Asam
folat
Metformin menurunkan kadar Asam
folat dengan mekanisme interaksi
yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
minor
Sangobion -
CaCO3
Garam besi meningkatkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan absorpsi kalsium
karbonat di saluran cerna.
Farmakokinetik,
minor
Ketorolac - Lasix Ketorolac meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Ketorolac - Lasix Ketorolac menurunkan efek
Furosemida secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis, minor
36 Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
Urdafalk
Amlodipine
Prorenal
Aminoral -
Amlodipine
Aminoral menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
155
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Profenid Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
antagonis,
moderat
37 Ondansetron
Betahistine
Amlodipine
Captopril
Ranitidine
Valsartan
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Prorenal
Imodium
Citicoline
Aspilet
Haloperidol
Clobazam
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Clobazam -
Haloperidol
Klobazam meningkatkan kadar atau
efek Haloperidol dengan
mempengaruhi enzim metabolisme
CYP2D6 di hati. Dosis rendah
dibutuhkan saat digunakan bersamaan.
Farmakokinetik,
moderat
Aspilet - Valsartan Aspirin menurunkan efek Valsartan
secara farmakodinamik antagonis.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
CaCO3 - Aspilet Kalsium karbonat, Aspirin terjadi
interaksi dengan cara reabsorpsi pasif
tubulus ginjal karena meningkatnya
pH. Kadar aspirin meningkat pada
dosis sedang dan menurun pada dosis
besar (peningkatan ekskresi ginjal dari
aspirin tidak berubah).
Farmakokinetik,
minor
Aspilet - Asam
folat
Aspirin menurunkan kadar Asam folat
dengan menghambat absorpsi asam
folat di saluran cerna.
Farmakokinetik,
minor
Bicnat - Aspilet Na bikarbonat, Aspirin terjadi
interaksi dengan cara reabsorpsi pasif
tubulus ginjal karena meningkatnya
pH. Kadar aspirin meningkat pada
dosis sedang dan menurun pada dosis
besar (peningkatan ekskresi ginjal dari
aspirin tidak berubah).
Farmakokinetik,
minor
38 Ondansetron
Amlodipine
Valsartan
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Cefixime
Vitamin K
Transamin
Pronalges
Meloxicam
OMZ
Domperidone
Sucralfate
Betahistine
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
Valsartan -
Meloxicam
Keduanya meningkatkan kadar kalium
dan saling meningkatkan toksisitas
yang dapat mengakibatkan kerusakan
fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Tidak diketahui,
moderat
Meloxicam -
Valsartan
Meloksikam menurunkan efek
Valsartan secara farmakodinamik
antagonis. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Cefixime -
Meloxicam
Sefiksim meningkatkan kadar atau
efek Meloksikam dengan kompetisi
obat asam (anionik) untuk klirens
tubular ginjal.
Farmakokinetik,
minor
39 Dobutamine
Cefoperazone
OMZ
Vitamin K
Transamin
Neurodex
Episan
Bicnat
Asam folat
0
156
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
CaCO3
Avodart
Harnal ocas
40 Novalgin
Cefoperazone
Ondansetron
Transamin
Asam folat
Bicnat
CaCO3
OMZ
PCT
Ranitidine
Betahistine
Strocain P
Sucralfate
Amlodipine
Lantus
Novorapid
Lodem
Eclid
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
1
41 Ranitidine
Ondansetron
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Prorenal
Lasix
Amlodipine
Captopril
Dexamethasone
Novalgin
Dulcolax
PCT
Glucobay
Glurenorm
Novorapid
CaCO3 - Captopril Kalsium karbonat menurunkan efek
Kaptopril dengan mekanisme interaksi
yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
1
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Prorenal -
Amlodipine
Prorenal menurunkan efek Amlodipin
secara farmakodinamik antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Captopril -
Glurenorm
Kaptopril meningkatkan efek
Glikuidon secara farmakodinamik
sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Bicnat - Captopril Na bikarbonat menurunkan efek
Kaptopril dengan mekanisme interaksi
yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
Dexamethasone -
Ondansetron
Deksametason menurunkan kadar atau
efek Ondansetron dengan
mempengaruhi enzim metabolisme
CYP3A4 di hati atau usus.
Farmakokinetik,
moderat
42 Dobutamine
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Cefoperazone
Transamin
0
43 Amlodipine
Valsartan
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Vitamin K
Lodem
Eclid
Lasix
Catapres
Concor
Clonidine - Concor Keduanya sailng meningkatkan
toksisitas dengan mekanisme interaksi
yang tidak ditentukan. Mungkin
terjadi interaksi serius atau
mengancam jiwa. Gunakan alternatif.
Dapat meningkatkan resiko
bradikardia.
Tidak diketahui,
mayor
1
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek
Bisoprolol dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
157
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Letonal
Diaversa
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
moderat
CaCO3 -
Amlodipine
Kalsium karbonat menurunkan efek
Amlodipin secara farmakodinamik
antagonis.
Farmakodinamik
antagonis,
moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Concor -
Amlodipine
Keduanya meningkatkan
antihipertensi yang memblok kanal.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Clonidine Bisoprolol, Klonidin terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Interaksi yang potensial berbahaya.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Tidak diketahui,
moderat
Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan
Furosemida menurunkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Clonidine - Eclid Klonidin menurunkan efek Akarbose
secara farmakodinamik antagonis.
Penurunan gejala hipoglikemia akibat
produksi katekolamin.
Farmakodinamik
antagonis, minor
Clonidine -
Diaversa
Klonidin menurunkan efek Glimepirid
secara farmakodinamik antagonis.
Penurunan gejala hipoglikemia akibat
produksi katekolamin.
Farmakodinamik
antagonis, minor
Clonidine - Lodem Klonidin menurunkan efek Glikuidon
secara farmakodinamik antagonis.
Penurunan gejala hipoglikemia akibat
produksi katekolamin.
Farmakodinamik
antagonis, minor
Lasix - Asam folat Furosemid menurunkan kadar Asam
folat dengan meningkatkan klirens
asam folat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar Farmakokinetik,
158
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
minor
44 Cefoperazone
Lasix
Ondansetron
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
Concor
Letonal
Prorenal
Valsartan
Allopurinol
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek
Bisoprolol dengan mekanisme
interaksi yang tidak ditentukan.
Tidak diketahui,
moderat
1
CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar
kalium.
Tidak diketahui,
moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Tidak diketahui,
moderat
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar
Bisoprolol dengan menghambat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Farmakokinetik,
moderat
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi
secara farmakodinamik sinergis.
Farmakodinamik
sinergis,
moderat
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar
Kalsium karbonat dengan
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Farmakokinetik,
minor
Cefoperazone -
Lasix
Sefoperazon meningkatkan toksisitas
Furosemida secara farmakodinamik
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Farmakodinamik
sinergis, minor