UNIVERSITAS INDONESIA
PROSES AUDIT ATAS AKUN ASET TETAP PADA PT W
LAPORAN MAGANG
ADIZA DWIANDRINI 0806350884
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOK JANUARI 2012
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PROSES AUDIT ATAS AKUN ASET TETAP PADA PT W
LAPORAN MAGANG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
ADIZA DWIANDRINI 0806350884
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOK JANUARI 2012
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
v
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Melalui halaman ini, penulis ingin mengekspresikan puji syukur, apresiasi,
penghargaan, dan rasa terima kasih bagi pihak yang telah memberikan bimbingan,
dukungan, dan kontribusi dalam berbagai bentuk sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan magang ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kehidupan penulis hingga mencapai titik ini, tidak akan sama tanpa kehadiran
pihak-pihak berikut:
1. Allah SWT. Atas kesempurnaan dan rencana-Nya yang sangat indah. Atas
keberadaan-Nya yang selalu membuat saya percaya bahwa semua yang
terjadi adalah hal yang terbaik.
2. Orang tuaku yang luar biasa, Eka Heru Djunaeni dan Inne Mutia Gantini.
Untuk dukungan yang tidak pernah habis, untuk perhatiannya, untuk
kepercayaannya, untuk selalu menjadi inspirasi serta role model yang
mendekati sempurna, dan untuk selalu ada. Papap dan Mamah selalu
menjadi alasan dan motivasi terbesar dalam setiap langkah aku. I love you
both wholeheartedly.
3. Aldy Pradana dan Almira Tri Aulia. Untuk selalu menghibur dengan
caranya masing-masing. Untuk Aa yang cuek dan Almi yang cerewet, aku
sayang kalian.
4. Achmad Lanti dan Herwien Mustika. Terima kasih untuk kasih sayang,
dukungan, nasehat, dan kelucuan Aki dan Eni. Untuk (Alm.) Aki Achmad
Djunaeni dan (Alm.) Eni Iyoh Amalia, terima kasih untuk inspirasi yang
telah dihadirkan melalui papap. Semoga aku bisa menjadi cucu yang
dibanggakan Aki dan Eni.
Juga untuk segenap keluarga besar yang senantiasa memotivasi saya dengan
pertanyaan “kapan lulus?”, terima kasih.
5. Ibu Dini Marina, selaku dosen pembimbing yang banyak membantu penulis
dalam penyusunan laporan magang ini. Terima kasih untuk kritik dan saran
yang membangun, kesabaran, dan segala ilmu yang telah diberikan. Terima
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
vi
Universitas Indonesia
kasih Bu, untuk setiap sesi bimbingan yang memotivasi dan tidak
membebani.
6. Ibu Fitriany dan Bapak Mafrizal Heppy, selaku dosen penguji. Terima kasih
untuk kritik dan saran yang membangun, untuk ilmu dan wawasan, dan
untuk pesan yang Bapak dan Ibu sampaikan kepada saya di ruang sidang.
7. Teman-teman terbaik di FEUI. Saras Amalia Kartika, Diba Saleh, Prista
Nadiariza, Ratih Megaswari Miraza, Miranti Hikmayudi, Azmi Rahmania
Nadyra, Windy Natriavi, Alamanders, dan semua teman-teman cantik di
group Arisan. Tanpa kalian, tahun-tahun di FEUI tidak akan sama
menyenangkannya.
8. Tim audit di KAP QRS yang telah memberikan pengalaman magang yang
sangat berkesan dan penuh pembelajaran. Revita Wandayani, rekan senasib
seperjuangan selama 3 bulan magang. Toni Kurniawan, Vinsensius
Pratama, dan Ivan Purbaya untuk bimbingannya di awal masa magang.
Anggraini Tejarukmi yang laporan magangnya memberi inspirasi dalam
pemilihan topik.
Budi Sandjaja, Arif Zamani, Dhika Fatihurrachman, dan Djoko Budi
Rahardjo. Tim audit Jatinangor yang sangat menyenangkan dan
memperkenalkan kehidupan auditor yang ternyata sangat menarik.
Terutama untuk Mas Djoko yang jasanya dalam penyusunan laporan
magang ini sangat besar. Terima kasih ya Mas, sudah berkenan diganggu di
hari-hari sibuknya.
Terima kasih juga untuk Pak Deden, Pak Agung, Mas Novan dan Mas Lulie
selaku partner dan manager yang secara tidak langsung memberi banyak
pembelajaran untuk saya.
9. Teman-teman saat menjalankan program magang di KAP QRS. Untuk
obrolan-obrolan via stc dan untuk semangat yang selalu diberikan satu sama
lain.
10. The Aurum. Maharani Sahara, Ricky Setiawan, Deddy Lukmanda, Aun
Azmi, dan Dito Krista. Merasa beruntung pernah kenal dan bekerja bersama
kalian. Terima kasih banyak sudah membawa saya ke pengalaman yang
sangat mengubah hidup di tahun 2011. Terima kasih juga untuk Shanty
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
vii
Universitas Indonesia
Debora Yutriny, untuk inspirasi dan bimbingan yang mengantar kami semua
sampai ke titik akhir.
11. AIESEC. For giving me such an amazing opportunity to develop my
potential and for helping me to discover my interest in international
environment. Especially for MOT 28 and my manager, Putera Satria
Sambijantoro. I’ve learned a lot from you.
12. Orang-orang hebat di balik The Experientia, Rasendriya, dan Caldera.
Thank you for giving me a chance to learn from each and every one of you.
13. Keluarga besar Jazz Exhibition 32 dan JGTC Exhibition 33. Terima kasih
untuk pembelajaran tentang pentingnya aspek proses dan hasil dalam suatu
kerja tim.
14. Keluarga besar Perwakilan Kelas XIII SMAN 8 Jakarta. Bukti nyata bahwa
profesionalitas di atas kekeluargaan itu bukan omong kosong.
15. Teman-teman mahasiswa FEUI dari berbagai angkatan dan jurusan. Saya
yakin di masa depan, kita semua akan menjadi orang yang membanggakan
di bidangnya masing-masing.
16. Dosen, Staf Pengajar, Asisten Dosen, dan segenap Staf FEUI, terima kasih
untuk ilmu, bimbingan, dan bantuannya selama masa perkuliahan di FEUI.
17. Semua pihak yang belum disebutkan dalam kata pengantar ini, yang telah
berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung atas pencapaian
penulis akan gelar sarjana. Terima kasih!
Penulis menyadari bahwa laporan magang ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis memohon maaf dan membuka diri untuk segala kritik dan
masukan yang dapat membangun dan meningkatkan kualitas laporan ini. Semoga
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Jakarta, Januari 2012
Penulis
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
ix
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Adiza Dwiandrini Program Studi : Akuntansi Judul : Proses Audit Atas Akun Aset Tetap Pada PT W Laporan magang ini menggambarkan dan membahas tentang proses pelaksanaan audit atas akun aset tetap yang merupakan bagian dari audit laporan keuangan pada PT W, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur tekstil. Auditor telah melakukan proses audit sesuai dengan metodologi audit yang dirancang QRS Global, yang mencakup perencanaan dan identifikasi risiko, strategi dan penilaian risiko, eksekusi prosedur audit, hingga perumusan kesimpulan dan penyusunan laporan keuangan hasil audit. Temuan dari audit atas aset tetap ini adalah adanya kelemahan dalam pengendalian internal perusahaan, utamanya dalam hal kapitalisasi dan penyusutan aset tetap. Temuan ini dicantumkan di dalam management letter sebagai bentuk komunikasi auditor agar klien dapat mengetahui kelemahannya dan memperbaikinya di periode mendatang. Secara keseluruhan, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT W tanggal 30 Juni 2011, dan hasil usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Kata kunci : Audit, aset tetap, kapitalisasi, penyusutan
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
x
Universitas Indonesia
ABSTRACT Name : Adiza Dwiandrini Study Program: Accounting Title : The Audit Process of Property, Plant, and Equipment in PT W This report illustrates and discusses the audit process of property, plant, and equipment, as a part of financial statement audit in PT W, a textile manufacturing company. Auditor has conducted the audit process based on QRS Global Audit Methodology, which encompasses four phases; Planning and Risk Identification, Strategy and Risk Assessment, Execution, and Conclusion and Reporting. There were several findings concerning on company’s internal control, which mainly related to its capitalization and depreciation policy. These findings were stated in the management letter as a form of communication in order to give client understanding about their control deficiencies, so they could make improvements needed in the next period. In general, auditor concluded that the financial statement presents fairly, in all material respects, the financial position of PT W as of June 30, 2011, and the result of its operation and its cash flow for the year ended, in conformity with accounting principles generally accepted in Indonesia. Keywords: Audit; property, plant, and equipment; capitalization; depreciation
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii TANDA PERSETUJUAN LAPORAN AKHIR MAGANG ................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................ viii ABSTRAK ............................................................................................................. ix ABSTRACT ............................................................................................................ x DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi 1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Program Magang ........................................... 1 1.2 Tujuan Pelaksanaan Program Magang ........................................................ 2 1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang ................................................... 3 1.4 Pelaksanaan Kegiatan Magang ................................................................... 3
1.4.1 PT Y ................................................................................................... 3 1.4.2 PT W ................................................................................................... 4
1.5 Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang ............................................... 6 1.6 Sistematika Penulisan Laporan Magang ..................................................... 6
2. KONSEP DAN PENGERTIAN ...................................................................... 8 2.1 Aset Tetap ................................................................................................... 8
2.1.1 Definisi Aset Tetap ........................................................................... 8 2.1.2 Biaya Perolehan Aset Tetap ............................................................ 10 2.1.3 Biaya Setelah Perolehan Awal Aset Tetap ..................................... 15 2.1.4 Pengukuran Aset Tetap ................................................................... 18 2.1.5 Penyusutan Aset Tetap ................................................................... 20 2.1.6 Pengungkapan Aset Tetap .............................................................. 23
2.2 Audit Atas Aset Tetap ............................................................................... 24 2.2.1 Definisi Audit ................................................................................. 25 2.2.2 Jenis-jenis Audit ............................................................................. 26 2.2.3 Asersi Manajemen dan Tujuan Audit ............................................. 27
2.2.3.1 Asersi Mengenai Saldo Akun ............................................ 27 2.2.3.2 Tujuan Audit Terkait Saldo ............................................... 28 2.2.3.3 Tujuan Audit Terkait Penyajian dan Pengungkapan ......... 30
2.2.4 Bukti Audit ..................................................................................... 31 2.3 Proses Audit Secara Umum ...................................................................... 33 2.4 Prosedur Audit Atas Aset Tetap ................................................................ 35
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
xii
Universitas Indonesia
3. PROSEDUR AUDIT ATAS AKUN ASET TETAP PADA PT W ............. 44 3.1 Profil Kantor Akuntan Publik (KAP) QRS ............................................... 44
3.1.1 Gambaran Umum ............................................................................ 44 3.1.2 Jasa Yang Ditawarkan .................................................................... 44
3.2 Profil PT W ............................................................................................... 46 3.2.1 Gambaran Umum ............................................................................ 46 3.2.2 Proses Bisnis ................................................................................... 47 3.2.3 Pemegang Saham ............................................................................ 49 3.2.4 Struktur Organisasi ......................................................................... 49
3.3 Pelaksanaan Magang ................................................................................. 50 3.3.1 Fase Perencanaan dan Identifikasi Risiko ...................................... 50 3.3.2 Fase Strategi dan Penilaian Risiko ................................................. 53 3.3.3 Fase Eksekusi .................................................................................. 60
3.3.3.1 Melakukan Pengujian Journal Entries .............................. 61 3.3.3.2 Prosedur Untuk Memenuhi Tujuan Audit Kaitan Rinci .. 61 3.3.3.3 Melaksanakan Prosedur Analitis ....................................... 62 3.3.3.4 Melakukan Verifikasi Akuisisi Aset Tetap Tahun Berjalan . ........................................................................................... 62 3.3.3.5 Melakukan Verifikasi Pelepasan Aset Tetap Tahun
Berjalan ............................................................................. 65 3.3.3.6 Melakukan Verifikasi Saldo Akhir Akun Aset Tetap ....... 66 3.3.3.7 Melakukan Verifikasi Beban Penyusutan dan Saldo Akhir
Akun Akumulasi Penyusutan ............................................ 66 3.3.3.8 Prosedur Substantif Lain ................................................... 69
3.3.4 Fase Kesimpulan dan Penyusunan Laporan Keuangan Hasil Audit . ........................................................................................................ 73
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................................ 77
4.1 Analisis Proses Audit Secara Umum ........................................................ 77 4.2 Analisis Atas Fase Perencanaan dan Identifikasi Risiko .......................... 78 4.3 Analisis Atas Fase Strategi dan Penilaian Risiko ..................................... 80 4.4 Analisis Atas Fase Eksekusi ...................................................................... 86
4.4.1 Analisis Atas Pengujian Pengendalian ........................................... 87 4.4.2 Analisis Atas Pelaksanakan Prosedur Analitis ............................... 87 4.4.3 Analisis Atas Verifikasi Akuisisi Aset Tetap Tahun Berjalan ....... 88 4.4.4 Analisis Atas Verifikasi Pelepasan Aset Tetap Tahun Berjalan ..... 93 4.4.5 Analisis Atas Verifikasi Saldo Akhir Akun Aset Tetap ................. 94 4.4.6 Melakukan Verifikasi Beban Penyusutan dan Saldo Akhir Akun
Akumulasi Penyusutan ................................................................... 95 4.4.7 Analisis Atas Prosedur Substantif Lain .......................................... 95
4.5 Analisis Atas Fase Kesimpulan dan Penyusunan Laporan Keuangan Hasil Audit .......................................................................................................... 98
4.6 Analisis Atas Kapitalisasi dan Penyusutan Aset Tetap PT W ................ 101 4.6.1 Analisis Atas Kapitalisasi Aset Tetap ........................................... 102 4.6.2 Analisis Atas Penyusutan Aset Tetap ........................................... 106
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 114
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 114
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
xiii
Universitas Indonesia
5.2 Saran ........................................................................................................ 116 5.2.1 Saran Kepada PT W ...................................................................... 116 5.2.2 Saran Kepada KAP QRS .............................................................. 118
DAFTAR REFERENSI .................................................................................... 120 LAMPIRAN
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
xiv
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Prosedur Analitis Aset Tetap ................................................................ 36 Tabel 2.2 Tujuan Audit Terkait Saldo Aset Tetap ................................................ 38 Tabel 3.1 Pemegang Saham PT W ........................................................................ 49 Tabel 3.2 Batas Materialitas Audit PT W ............................................................. 52 Tabel 3.3 Estimasi Umur Manfaat Aset Tetap PT W ........................................... 55 Tabel 3.4 Kenaikan dan Penurunan Aset Tetap PT W .......................................... 60 Tabel 3.5 Hasil Penghitungan Ulang Beban Penyusutan PT W Tahun 2011 ....... 67 Tabel 3.6 Nilai Buku Bersih Aset Tetap PT W Tahun 2011 ................................ 70 Tabel 3.7 Perbandingan Nilai Buku dan Harga Pasar Aset Tetap PT W .............. 70 Tabel 3.8 Client’s late adjustment ........................................................................ 74 Tabel 3.9 Jurnal Reklasifikasi Untuk Tujuan Pelaporan ....................................... 74 Tabel 4.1 Detail Komponen Mesin (sampel 1) ..................................................... 89 Tabel 4.2 Tujuan Audit Terkait Saldo Dalam Akuisisi Aset Tetap ...................... 91 Tabel 4.3 Item Yang Seharusnya Dibebankan .................................................... 104 Tabel 4.4 Detail Komponen Mesin PT W (Sampel 2) ........................................ 108 Tabel 4.5 Detail Komponen Mesin PT W (Sampel 3) ........................................ 109
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
xv
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Empat Fase Proses Audit ................................................................... 34 Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT W ................................................................. 49 Gambar 3.2 Empat Fase Proses Audit Global Audit Methodology ....................... 50 Gambar 3.3 Framework QRS GAM untuk penentuan CRA ................................. 63 Gambar 3.4 Output QRS Microstart untuk penambahan aset tetap ...................... 64
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
xvi
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Status Operasional Mesin/Peralatan ................................. 122 Lampiran 2 Efek Penyusutan Atas Inkonsistensi Penyusutan Aset Tetap .......... 126
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Pelaksanaan Program Magang
Saat ini, perkembangan zaman mengindikasikan lapangan pekerjaan sudah tidak
mampu menampung sekian banyak permintaan dari pencari kerja, di mana titik
penawaran dan permintaan sudah tidak mencapai titik temu. Kondisi demikian
berimbas pada setiap orang yang berlomba untuk menjadi yang terbaik di
bidangnya. Hal ini ditambah dengan semakin terbukanya gerbang antarnegara dan
interaksi antarbangsa di dunia internasional sehingga persaingan untuk mencapai
titik temu tersebut diramaikan tidak hanya oleh penduduk sebangsa. Mahasiswa
perguruan tinggi tak pelak menjadi salah satu penduduk dunia yang harus
berlomba untuk meningkatkan kompetensi dan meningkatkan daya juang untuk
memperebutkan berbagai peluang dan kesempatan.
Akuntansi merupakan salah satu cabang ilmu yang dinamis. Ilmu akuntansi
berkembang seiring dengan perkembangan disiplin ilmu yang terkait. Akuntansi
merupakan ilmu yang aplikatif serta menuntut banyak praktek yang tidak akan
terpenuhi dengan pembelajaran teoritis saja.
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada umumnya, dan departemen
akuntansi pada khususnya, menyadari tuntutan untuk selalu meningkatkan
kualitas pembelajaran bagi mahasiswanya sebagai bekal utama dalam menghadapi
persaingan tersebut. Peningkatan kualitas tidak hanya diwujudkan dalam bentuk
penyempurnaan metode dan kurikulum pembelajaran di ruang kuliah, namun juga
diwujudkan dalam bentuk penyediaan kesempatan bagi mahasiswa untuk
melaksanakan program magang, yang juga merupakan salah satu pilihan bagi
mahasiswa sebagai prasayarat kelulusan di penghujung masa studi.
Dilatarbelakangi hal di atas, penulis memutuskan untuk mengambil kesempatan
untuk melaksanakan program magang. Hal ini utamanya didasari kesadaran untuk
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
2
selalu mengembangkan diri sebagai bekal penulis untuk menghadapi dunia kerja
selepas menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
1. 2 Tujuan Pelaksanaan Program Magang
Program magang merupakan salah satu pilihan yang dapat menjadi prasyarat
kelulusan sebagai pengganti penyusunan skripsi bagi mahasiswa yang menginjak
tingkat akhir di FEUI.
Program magang diharapkan dapat menjadi sarana bagi mahasiswa untuk terjun
dan terlibat langsung di dunia kerja profesional. Peserta magang akan
mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan teori yang telah dipelajari
selama berada di ruang kuliah secara tepat guna ke dalam kehidupan kerja nyata.
Ditinjau dari segi intrapersonal, program magang merupakan wadah yang tepat
untuk melakukan pengembangan tersebut. Hal ini didasari keyakinan bahwa
kemampuan intrapersonal merupakan kemampuan yang dapat dipelajari dan dapat
dikembangkan. Selama proses pelaksanaan magang, mahasiswa dapat
meningkatkan kemampuan untuk berhubungan dengan rekan kerja, bekerja dalam
tim, berkomunikasi dengan baik di lingkungan profesional, menjadi pribadi yang
proaktif, hingga belajar bagaimana mengelola masalah serta konflik. Hal-hal
tersebut merupakan kemampuan yang dinilai penting sebagai bekal awal
seseorang menghadapi dunia kerja yang akan dimasuki selepas penyelesaian studi
di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Pelaksanaan program magang akan memberikan pengalaman tersendiri, dan
utamanya mengembangkan diri mahasiswa dari sisi profesional juga
intrapersonal. Hal ini merupakan salah satu pengejewantahan dari misi Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia yaitu menghasilkan lulusan dalam bidang
Ekonomi dan Bisnis yang berkualitas tinggi di ASEAN.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
3
Di lain pihak, program magang juga membuka peluang bagi perusahaan tempat
pelaksanaan magang sebagai sarana penyediaan sumber daya manusia yang
kompeten.
1. 3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang
Penulis mendapat kesempatan untuk melaksanakan program magang di salah satu
kantor akuntan publik yang tergolong dalam KAP Big Four, yaitu KAP QRS yang
merupakan afiliasi dari QRS Global Limited, dan berlokasi di Jakarta. Waktu
pelaksanaan magang berkisar selama 3 (tiga) bulan yang dimulai pada 10 Juni
2011 dan diakhiri pada 29 Agustus 2011. Penulis menempati posisi junior auditor
pada divisi assurance services dan selanjutnya dialokasikan ke group retailer and
consumer product (RCP).
1. 4 Pelaksanaan Kegiatan Magang
Selama menjalankan proses magang di KAP QRS, penulis dialokasikan ke dalam
beberapa tim dan mengerjakan klien yang berbeda dengan setiap tim.
1.4.1 PT Y
Klien pertama ditangani penulis adalah PT Y, sebuah perusahaan yang
memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan ini
mempunyai tiga anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan
pengangkutan. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT A, PT B, dan PT C yang
ketiganya diaudit oleh auditor yang sama dengan auditor PT Y (perusahaan
induk).
Tim audit telah mempersiapkan untuk melakukan proses audit interim Juni 2011.
Namun, sebelum kerja lapangan dimulai, engagement tersebut dibatalkan oleh
pihak klien, sehingga praktis proses audit terhenti.
Selama proses persiapan tersebut, penulis mendapat kesempatan untuk melakukan
pemeriksaan fisik pada salah satu gudang PT A, dengan menghitung jumlah
persediaan yang ada secara fisik dan membandingkannya dengan jumlah
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
4
persediaan yang telah dicatat klien. Penulis juga melakukan pemeriksaan atas
kondisi persediaan, apakah berada dalam kondisi baik (tidak cacat). Penulis
kemudian melakukan inquiry kepada person in charge di lokasi persediaan dan
membuat berita acara terkait pemeriksaan fisik tersebut.
1.4.2 PT W
Klien kedua yang ditangani oleh penulis adalah PT W yang merupakan salah satu
perusahaan tekstil terdepan di Asia Tenggara. PT W memiliki produk utama
berupa benang sintetis dan produk sulaman, yang saat ini telah diekspor ke lebih
dari empat puluh negara di seluruh dunia. Lokasi produksi dan operasional PT W
terletak di Bandung, Jawa Barat.
Prosedur yang dilakukan penulis selama melakukan proses audit pada perusahaan
klien antara lain :
a. Melakukan prosedur substantif atas akun kas
Penulis diberi kepercayaan untuk mengerjakan working paper dari akun kas
selama proses audit. Prosedur yang penulis lakukan sehubungan dengan
prosedur substantif dari akun kas adalah :
• Melakukan dokumentasi atas konfirmasi yang dibalas oleh bank dan
memastikan bahwa nominal yang dikonfirmasi pihak bank sesuai
dengan nominal yang tercantum pada pencatatan pihak klien di neraca
saldo.
• Melakukan pengecekan atas rekonsiliasi bank yang telah dilakukan oleh
klien. Di sini penulis meminta seluruh rekonsiliasi bank, dan
mencocokkan dengan pencatatan di neraca saldo klien. Penulis juga
mengindentifikasi seluruh item penyesuaian yang ditemukan, apakah
termasuk cek beredar, deposit dalam perjalanan, kesalahan pencatatan,
ongkos jasa bank, pungutan bank, atau kategori lain.
• Selain itu, penulis mengambil sampel menggunakan QRS Microstart
dan QRS Random untuk memeriksa rekening koran bank dan mencari
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
5
kemungkinan adanya long outstanding yang biasanya muncul atas cek
beredar yang tidak dicairkan dalam waktu yang lama.
• Melakukan uji pisah batas atas transaksi antar bank. Penulis mengambil
sampel lima bank yang memiliki volume aktivitas terbanyak. Pada
masing-masing bank, penulis menguji masing-masing 5 (lima) transaksi
antar bank yang dilaksanakan PT W baik sebelum maupun sesudah
tanggal neraca.
• Melakukan uji valuasi kas atas kurs dari mata uang yang digunakan
oleh PT W, yaitu Dollar Amerika Serikat, Rupiah Indonesia dan Euro.
Pengujian dilakukan dengan mentranslasi mata uang tersebut ke dalam
kurs utama yang digunakan PT W, yaitu Dollar Amerika Serikat. Kurs
mata uang pada tanggal neraca didapat dari web resmi Bank Indonesia,
untuk kemudian dicocokkan dengan nominal yang tercatat pada
dokumen mata uang yang didapat dari klien.
• Melakukan prosedur pengujian kas kecil, dengan memastikan nominal
yang tertera pada neraca saldo telah sesuai dengan nominal yang
diperiksa auditor pada pemeriksaan fisik kas kecil.
• Melakukan penghitungan ulang atas bunga dari time deposit yang
dimiliki oleh PT W, serta melakukan vouching atas dokumen time
deposit tersebut.
b. Melakukan prosedur substantif atas akun modal, membuat rekonsiliasi modal
dan melakukan kajian atas notulensi rapat serta akta notaris yang dimiliki PT
W.
c. Melakukan walkthrough atas akun penjualan dan payroll untuk memahami
dan mengidentifikasi aspek pengendalian dari akun dan transaksi tersebut.
d. Melakukan test of control atas akun penjualan dengan melakukan vouching
atas dokumen pendukung proses penjualan.
e. Melakukan vouching dokumen pendukung penjualan sebagai prosedur
alternatif akun piutang.
f. Melakukan vouching dokumen pendukung atas penambahan aset tetap untuk
mengetahui item yang dimasukkan ke dalam capital expenditure aset tetap,
dan melakukan inquiry untuk mengetahui natur kapitalisasi, baik item yang
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
6
terkait maupun tanggal pengakuan aset serta tanggal dimulainya penyusutan.
Selanjutnya penulis menghitung efek penyusutan yang muncul atas
inkonsistensi penetapan tanggal dimulainya penyusutan. Berawal dari
prosedur vouching, penulis mengetahui banyak hal mengenai aset tetap dan
kapitalisasi yang dilakukan PT W. Hal ini menarik perhatian penulis untuk
menjadikan prosedur audit atas akun aset tetap sebagai bahasan utama dalam
laporan ini.
1. 5 Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang
Ruang lingkup penulisan laporan magang ini adalah menjelaskan sistem akuntansi
terkait akun aset tetap di PT W, prosedur KAP QRS dalam melakukan audit atas
akun aset tetap PT W pada periode Juni 2011, termasuk analisis dan
pembahasannya dari sudut pandang penulis. Selain itu, penulis juga akan
membahas mengenai beberapa temuan terkait kapitalisasi dan penyusutan aset
tetap PT W di periode Juni 2011.
1. 6 Sistematika Penulisan Laporan Magang
Laporan ini terdiri atas lima bab yang disertai lampiran di akhir laporan. Berikut
penjelasan ringkas mengenai setiap bab:
1. Bab 1 Pendahuluan
Bab ini menjelaskan aspek dasar laporan magang, yang meliputi latar
belakang pelaksanaan program magang, tujuan pelaksanaan program
magang, tempat dan waktu pelaksanaan magang, pelaksanaan kegiatan
magang, ruang lingkup penulisan laporan magang serta sistematika
penulisan laporan magang. Bab pendahuluan memberikan gambaran
umum mengenai isi laporan magang.
2. Bab 2 Konsep dan Pengertian
Bab ini berisi konsep dan pengertian yang menunjang pembahasan dan
analisis pada bab selanjutnya. Adapun konsep yang dibahas mencakup
akuntansi aset tetap, pengauditan aset tetap, serta teori-teori lain yang
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
7
dianggap relevan dengan pembahasan topik, seperti PSAK (Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan) terkait dengan pencatatan, kapitalisasi, serta
penyusutan aset tetap yang mendasari pembahasan pada bab selanjutnya.
3. Bab 3 Prosedur Audit Atas Akun Aset Tetap Pada PT W
Bab ini akan memberikan penjabaran mengenai keseluruhan proses magang
yang dilakukan oleh penulis terkait dengan audit aset tetap. Bab ini juga
akan memberikan gambaran dan keterangan mengenai KAP QRS selaku
tempat penulis melaksanakan magang dan PT W selaku perusahaan yang
merupakan sumber penulisan laporan magang ini.
4. Bab 4 Analisis dan Pembahasan
Bab ini akan berisi pembahasan dan analisis mendalam mengenai sistem
akuntansi aset tetap PT W dan prosedur audit atas aset tetap yang dilakukan
tim audit terhadap PT W pada periode Juni 2011.
5. Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Bab ini mencakup kesimpulan atas hasil pembahasan dan analisis yang
telah disajikan di bab sebelumnya. Penulis juga memberikan saran terkait
dengan PT W dan KAP QRS sebatas pandangan dan pengalaman penulis
selama melaksanakan program magang.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
8
Universitas Indonesia
BAB 2
KONSEP DAN PENGERTIAN
2.1 Aset Tetap
2.1. 1 Definisi Aset Tetap
Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) mendefinisikan aset tetap sebagai aset
berwujud yang digunakan dalam proses produksi atau dalam penyediaan barang
dan jasa, disewakan pada pihak lain, atau untuk tujuan administratif. Aset tetap
akan digunakan selama lebih dari satu periode. Aset tetap, atau sering disebut
property, plant, and equipment, mencakup tanah, struktur bangunan (gedung
perkantoran, pabrik, gudang), dan peralatan (mesin, perabotan).
Karakteristik utama yang membedakan aset tetap dari aset lain adalah:
1. Aset tetap digunakan dalam kegiatan operasional dan tidak dimaksudkan
untuk dijual kembali. Jika suatu aset digunakan untuk hal selain
operasional, misalnya dibeli dengan mengharapkan adanya apresiasi harga
atas aset, atau aset tetap itu tidak digunakan, maka dapat dikategorikan
sebagai investasi, dan bukan aset tetap.
2. Aset tetap memiliki masa penggunaan jangka panjang dan biasanya
nilainya disusutkan setiap periode. Untuk aset tetap berbentuk tanah,
umumnya nilainya tidak disusutkan, kecuali terdapat penurunan nilai yang
material, seperti hilangnya kesuburan pada tanah agrikultur karena adanya
musim kemarau berkepanjangan.
3. Aset tetap memiliki wujud fisik. Hal ini yang membedakan aset tetap dari
aset tak berwujud, seperti paten atau goodwill. Aset tetap juga berbeda dari
bahan baku, karena aset tetap tidak secara langsung menjadi bagian dari
produk yang diperjualbelikan.
Warren et al., (2008) menyatakan bahwa aset tetap adalah aset yang bersifat
jangka panjang dan relatif permanen. Aset tetap merupakan aset berwujud
(tangible asset) karena memiliki bentuk fisik. Aset tetap juga dimiliki dan
digunakan dalam aktivitas bisnis dan tidak untuk diperjualbelikan dalam
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
9
operasional sehari-hari. Aset tetap (fixed asset) seringkali disebut sebagai plant
assets atau property, plant, and equipment.
Aset tetap secara khusus dibahas dalam PSAK 16 revisi 2007. Pada paragraf 6,
disebutkan bahwa :
Aset tetap adalah aset berwujud yang:
(a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa,
untuk direntalkan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif; dan (b)
diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Definisi ini berlaku untuk komponen seperti suku cadang dan peralatan
pemeliharaan. Meskipun umumnya dicatat sebagai persediaan dan diakui dalam
laporan laba rugi, namun ketika komponen tersebut sekiranya digunakan untuk
lebih dari satu periode, dan digunakan untuk suatu aset tetap tertentu, maka
komponen tersebut dicatat sebagai aset tetap. Penjelasan ini terdapat pada
paragraf 8 pada PSAK 16 revisi 2007.
Definisi aset tetap yang diungkapkan Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011)
menyebutkan salah satu jenis aset yang dapat didefinisikan sebagai aset tetap
adalah aset yang disewakan pada pihak lain. Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan PSAK 16 revisi 2007, yaitu ketika suatu aset yang dimiliki untuk
direntalkan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif, maka dapat
dikategorikan aset tetap. Definisi aset tetap tersebut kemudian dapat dilihat
memiliki persamaan dengan definisi properti investasi yang dibahas pada PSAK
13 revisi 2007. Di mana PSAK 13 revisi 2007 mendefinisikan properti investasi
sebagai properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau
kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau penyewa melalui sewa
pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-
duanya, dan tidak untuk:
a. digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk
tujuan administratif; atau
b. dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
10
Adanya persamaan penggunaan istilah ‘rental’ ataupun ‘sewa’ dalam definisi aset
tetap dan properti investasi seringkali menimbulkan kebingungan dalam
membedakan keduanya. Lam dan Lau (2008) menyebutkan bahwa untuk
membedakan keduanya, entitas dapat melihat suatu properti atau aset dari dua hal,
yaitu:
1. Penciptaan arus kas
Properti investasi dimiliki untuk mendapatkan penghasilan sewa dan/atau
untuk mendapatkan apresiasi modal, sehingga dapat dikatakan properti
investasi menghasilkan arus kas secara independen dan tidak terkait
dengan aset lain yang dimiliki entitas. Hal ini berbeda dengan aset tetap
yang dimiliki untuk produksi barang dan jasa, serta menghasilkan arus kas
yang tidak hanya berhubungan dengan aset tersebut, namun terkait dengan
aset lain yang digunakan dalam proses produksi.
2. Jasa pendukung
Ketika suatu entitas menyewakan properti investasi, maka entitas tidak
menyediakan jasa tambahan bagi pengguna jasa, dan dapat dikatakan
sebagai investor pasif. Hal ini berbeda dengan aset tetap yang jika
disewakan, maka entitas akan memberikan jasa tambahan lain untuk
mendukung penggunaan aset tersebut.
2.1. 2 Biaya Perolehan Aset Tetap
Dalam PSAK 16 revisi 2007, disebutkan bahwa biaya perolehan aset tetap harus
diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
a. besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan
aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan
b. biaya perolehan aset dapat diukur secara andal
Prinsip ini harus diaplikasikan pada semua biaya perolehan aset tetap pada saat
terjadinya. Biaya awal untuk memperoleh atau mengadakan aset tetap, termasuk
biaya yang muncul selanjutnya untuk menambah, mengganti atau memperbaiki
aset tersebut akan diakui sebagai aset.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
11
Kadang, suatu aset tetap diperoleh bukan untuk alasan operasional, melainkan
alasan lingkungan atau keamanan. Pada kasus semacam ini, PSAK 16 revisi 2007
mensyaratkan untuk tetap mengakui biaya perolehan sebagai aset. Mungkin
pengadaan aset tersebut tidak secara langsung mempengaruhi produktivitas atau
operasional dari entitas. Dan mungkin pengadaan aset tersebut tidak secara
langsung memberikan manfaat ekonomis bagi entitas. Namun, tanpa adanya aset
tersebut, maka entitas tidak dapat memperoleh manfaat ekonomis masa depan.
Hal tersebut melandasi pengakuannya sebagai aset.
Berdasarkan PSAK 16 revisi 2007, hal ini tidak berlaku untuk biaya perawatan
sehari-hari aset tetap, seperti biaya tenaga kerja, bahan habis pakai dan suku
cadang kecil. Mereka dimasukkan sebagai biaya pemeliharaan dan perbaikan aset
tetap, dan diakui dalam laporan laba rugi saat terjadinya.
PSAK 16 revisi 2007 menyebutkan bahwa suatu aset tetap yang memenuhi
kualifikasi untuk diakui sebagai aset, pada awalnya harus diukur sebesar biaya
perolehan, yang seperti dikutip dari paragraf 16, meliputi:
a. harga perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak
boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-
potongan lain;
b. biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset
ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai
dengan keinginan dan maksud manajemen;
c. estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan
restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset
tersebut diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama
periode tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
12
Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung seperti dimaksud dalam
poin b adalah:
• biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dari pembangunan atau
akuisisi aset tetap;
• biaya penyiapan lahan untuk pabrik;
• biaya handling dan penyerahan awal;
• biaya perakitan dan instalasi;
• biaya pengujian aset, untuk mengetahui apakah aset berfungsi dengan baik
atau tidak. Biaya ini dikurangi hasil bersih penjualan produk yang
dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut;
• komisi profesional
Sebaliknya, biaya berikut ini tidak dikategorikan sebagai biaya perolehan aset
tetap:
• biaya pembukaan fasilitas baru
• biaya pengenalan produk baru
• biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau kelompok pelanggan baru
(termasuk biaya pelatihan staf)
• administrasi dan biaya overhead umum lainnya
Secara lebih rinci, Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) menjelaskan mengenai
biaya perolehan pada tanah, bangunan, peralatan dan self constructed asset yaitu:
a. Biaya aset tetap berupa tanah
Yang termasuk biaya perolehan tanah adalah semua biaya yang digunakan
untuk memperoleh tanah sehingga tanah tersebut siap untuk digunakan.
Umumnya, biaya tersebut mencakup biaya pembelian, biaya pindah
tangan, biaya untuk menjadikan tanah dalam kondisi siap digunakan
(termasuk pembersihan, penggusuran bangunan di atasnya), biaya yang
terkait hipotek tanah, dan biaya lain yang terkait dalam peningkatan nilai
tanah. Ketika tanah digunakan untuk alasan spekulatif, maka tanah dicatat
sebagai investasi. Dan jika tanah dibeli untuk kemudian dijual kembali,
maka tanah dicatat sebagai persediaan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
13
b. Biaya aset tetap berupa bangunan
Biaya perolehan suatu bangunan adalah segala pengeluaran yang terkait
secara langsung dalam pembelian atau pembangunan gedung tersebut.
Untuk aset yang dibangun, maka biaya-biaya tersebut umumnya
mencakup bahan baku/material pembangunan, tenaga kerja, biaya
overhead yang muncul selama pembangunan, komisi profesional dan
biaya perizinan.
Sementara, untuk biaya yang terkait dengan bangunan namun tidak
berhubungan secara langsung, seperti biaya promosi dan administratif,
tidak dapat dikatakan biaya perolehan bangunan, dan tidak dapat
dikapitalisasi.
c. Biaya aset tetap berupa peralatan
Peralatan yang dimaksud di dalam akuntansi termasuk peralatan yang
digunakan dalam pengiriman, peralatan kantor, mesin, furnitur, perabot,
peralatan pabrik dan aset tetap lain sejenis. Biaya perolehan dari jenis aset
seperti ini adalah biaya untuk membeli dan mempersiapkan peralatan
hingga siap digunakan.
Biaya-biaya tersebut mencakup harga pembelian, biaya pengiriman,
asuransi selama dalam perjalanan, cost of special foundation, biaya
pemasangan, serta biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan
peralatan tersebut. Jika dalam proses pemasangan peralatan tersebut,
terdapat item yang diproduksi (misalnya berupa sampel) dari peralatan
yang bersangkutan, dan item tersebut dijual, maka hasil penjualan akan
mengurangi biaya perolehan peralatan.
d. Self constructed asset
Suatu entitas dapat memiliki aset dari hasil pembangunan sendiri. Dalam
menentukan biaya perolehan aset seperti ini, biasanya yang menjadi
masalah adalah biaya tidak langsung. Biaya seperti bahan baku langsung
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
14
dan tenaga kerja langsung akan dengan mudah ditentukan. Namun, biaya
tidak langsung seperti biaya listrik, penerangan, asuransi, pajak yang
berkaitan, penyusutan dan biaya supervisor pabrik akan lebih sulit untuk
ditentukan. Biaya-biaya tidak langsung itu disebut sebagai biaya overhead.
Entitas dapat memperlakukan biaya overhead dengan cara berikut:
1. Tidak mengalokasikan biaya overhead yang sifatnya tetap pada biaya
pembangunan aset. Hal ini dilakukan atas dasar pemikiran bahwa
biaya tetap overhead akan tetap ada baik ketika entitas melakukan
pembangunan aset ataupun tidak. Sehingga jika tetap dialokasikan,
akan mengurangi beban dan pendapatan akan tercatat melebihi yang
seharusnya. Sebaliknya, untuk biaya overhead yang sifatnya variabel,
entitas akan tetap mengalokasikan pada biaya pembangunan aset.
2. Mengalokasikan sebagian dari biaya overhead pada biaya
pembangunan aset. Hal ini dilakukan ketika suatu entitas meyakini
bahwa biaya tersebut memang terkait dengan pembangunan aset.
Disebut juga full-costing approach.
Jika ternyata entitas mengalokasikan biaya overhead melebihi biaya yang
seharusnya, maka kelebihan ini akan diakui sebagai rugi pada periode
tersebut, dan tidak boleh dikapitalisasi. Hal ini juga untuk mencegah
entitas mengakui kapitalisasi melebihi nilai wajar aset.
Selain biaya overhead, masalah yang sering muncul adalah terkait biaya
pinjaman. PSAK 26 revisi 2008, seperti juga IAS 23 terkait borrowing
cost, menyebutkan bahwa aset yang membutuhkan suatu periode waktu
yang substansial agar siap untuk digunakan atau dijual sesuai dengan
maksudnya, dikategorikan sebagai aset kualifikasian (qualifying asset). Di
mana, isu yang sering muncul adalah adanya biaya pinjaman terkait proses
persiapan aset tersebut. Biaya pinjaman adalah bunga dan biaya lain yang
ditanggung entitas sehubungan dengan peminjaman dana. Entitas harus
mengkapitalisasi biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung
dengan perolehan, konstruksi, atau produksi aset kualifikasian sebagai
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
15
bagian dari biaya perolehan aset tersebut. Biaya pinjaman lainnya diakui
sebagai beban pada periode terjadinya.
Sepanjang entitas meminjam dana secara spesifik untuk tujuan
memperoleh aset kualifikasian, entitas harus menentukan jumlah biaya
pinjaman yang dapat dikapitalisasi sebesar biaya pinjaman aktual yang
terjadi atas pinjaman tersebut selama periode berjalan dikurangi
penghasilan investasi dari investasi temporer pinjaman tersebut.
Sementara ketika suatu entitas meminjam dana secara umum dan
menggunakannya untuk tujuan memperoleh suatu aset kualifikasian, maka
entitas harus menentukan jumlah biaya pinjaman yang dapat dikapitalisasi
dengan menggunakan tingkat kapitalisasi untuk pengeluaran atas aset
tersebut. Tingkat kapitalisasi adalah rata-rata tertimbang biaya pinjaman
yang dapat diterapkan atas saldo pinjaman selama periode berjalan, selain
pinjaman yang secara spesifik untuk tujuan memperoleh aset kualifikasian.
Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi selama suatu periode tidak
boleh melebihi jumlah biaya pinjaman yang terjadi.
Entitas harus mulai mengkapitalisasi biaya pinjaman sebagai bagian biaya
perolehan aset kualifikasian ketika waktu persiapan aset telah memenuhi
kriteria periode yang substansial, dan ketika kondisi berikut telah
terpenuhi:
a. terjadinya pengeluaran untuk aset
b. terjadinya biaya pinjaman
c. entitas telah melakukan aktivitas yang diperlukan untuk menyiapkan
aset untuk digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya.
2.1. 3 Biaya Setelah Perolehan Awal Aset Tetap
Setelah suatu aset siap untuk digunakan, kadang terdapat biaya-biaya yang
muncul terkait dengan aset tersebut, seperti biaya perbaikan hingga penambahan
aset. Entitas kemudian menentukan apakah biaya tersebut dapat dicatat dalam aset
tetap yang bersangkutan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
16
Masalah yang sering muncul adalah menentukan apakah suatu pengeluaran
diperlakukan sebagai aset (dikapitalisasi) atau sebagai beban dan langsung
dibebankan saat terjadinya. Untuk menentukan hal ini, kriteria yang digunakan
untuk setiap perusahaan umumnya memiliki perbedaan, tergantung batasan nilai
yang ditetapkan sebagai batas kapitalisasi. Namun, secara umum, dasar yang
dapat digunakan adalah PSAK 16 revisi 2007 paragraf 12 dan 13.
Dalam paragraf 12 dinyatakan bahwa :
“sesuai dengan prinsip pengakuan dalam paragraf 7, entitas tidak boleh
mengakui biaya perawatan sehari-hari aset tetap sebagai bagian dari aset yang
bersangkutan. Biaya-biaya ini diakui dalam laporan laba rugi saat terjadinya.
Biaya perawatan sehari-hari terutama terdiri atas biaya tenaga kerja dan bahan
habis pakai (consumables) termasuk didalamnya suku cadang kecil.
Pengeluaran-pengeluaran untuk hal tersebut sering disebut ‘biaya pemeliharaan
dan perbaikan’ aset tetap”
Dari paragraf di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya yang dikeluarkan sehari-hari
terkait perawatan aset tetap, tidak dapat dikapitalisasi dan dibebankan ketika
terjadinya. Kemungkinan biaya yang dimaksud adalah biaya yang sering
dikeluarkan dan nominalnya tidak terlalu besar.
Kemudian, dalam paragraf 13 dinyatakan bahwa:
“Bagian-bagian tertentu aset tetap mungkin perlu diganti secara periodik…
Entitas dapat juga memperoleh komponen aset tetap tertentu untuk melakukan
penggantian yang tidak terlalu sering dilakukan… atau melakukan penggantian
yang tidak berulang. Sesuai dengan prinsip pengakuan dalam paragraf 7,
entitas mengakui biaya penggantian komponen suatu aset dalam jumlah
tercatat aset saat biaya itu terjadi jika pengeluaran tersebut memenuhi kriteria
untuk diakui sebagai bagian dari aset. Jumlah tercatat komponen yang diganti
tersebut tidak lagi diakui apabila telah memenuhi ketentuan penghentian
pengakuan”
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
17
Dari paragraf 13, dapat disimpulkan bahwa jika suatu biaya dapat dikapitalisasi
jika biaya tersebut memenuhi syarat seperti tercantum pada paragraf 7 PSAK 16
revisi 2007 yang menyatakan bahwa:
“biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
(a) besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan
aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan
(b) biaya perolehan aset dapat diukur secara andal,”
Beberapa biaya yang dikeluarkan sehari-hari mungkin memenuhi kriteria (b) yaitu
dapat diukur secara andal. Namun seringkali kriteria (a) sulit untuk dipenuhi.
Karena manfaat ekonomis sulit untuk diperkirakan untuk biaya semacam ini,
maka biaya tersebut tidak dapat dikapitalisasi. Ketika salah satu dari dua kriteria
di atas tidak dapat dipenuhi, maka biaya yang bersangkutan harus dibebankan
pada periode terjadinya, dan tidak dapat dikapitalisasi.
Hal ini senada dengan pendapat Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011), yang
lebih lanjut menjelaskan bahwa manfaat ekonomis akan dapat diukur dari adanya
peningkatan (1) umur manfaat aset, (2) jumlah produk yang diproduksi, dan (3)
kualitas produk yang diproduksi.
Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) kemudian menyebutkan empat tipe biaya
yang umumnya muncul setelah perolehan aset tetap dan perlakuan akuntansi
terhadap biaya tersebut:
a. Penambahan
Perusahaan akan mengkapitalisasi biaya penambahan aset ke dalam aset
tetap yang bersangkutan.
b. Peningkatan dan penggantian
Biaya ini kadang sering disalahartikan sebagai biaya perbaikan, maka itu
dibutuhkan judgment yang tepat untuk mengklasifikasi biaya yang muncul.
Ketika suatu biaya meningkatkan potensi layanan aset di masa mendatang,
maka biaya ini harus dikapitalisasi. Perusahaan harus membalik biaya dan
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
18
akumulasi penyusutan terkait dengan aset tetap, dan mengakui laba atau
rugi, jika ada, terlebih dahulu sebelum mengkapitalisasi biaya.
c. Penyusunan kembali
Biaya yang muncul dari penyusunan kembali/reorganisasi akan
dibebankan saat terjadinya.
d. Perbaikan
Biaya perbaikan kecil akan dibebankan ketika terjadinya, sementara biaya
perbaikan besar harus dikapitalisasi. Perusahaan harus membalik biaya
dan akumulasi penyusutan terkait dengan aset tetap, dan mengakui laba
atau rugi, jika ada, terlebih dahulu sebelum mengkapitalisasi biaya.
2.1. 4 Pengukuran Aset Tetap
Setelah diakui sebagai aset, maka suatu entitas harus melakukan pengukuran atas
aset tetap tersebut. Entitas dapat memilih salah satu dari model berikut:
a. Model biaya
PSAK 16 revisi 2007 menyebutkan bahwa pada metode biaya, setelah
diakui sebagai aset, suatu aset tetap akan dicatat sebesar biaya perolehan
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.
b. Model revaluasi
Jika entitas memilih model revaluasi, maka entitas akan mencatat aset
tetap pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang
terjadi setelah tanggal revaluasi. PSAK 16 revisi 2007 mensyaratkan
bahwa untuk menggunakan model revaluasi, nilai wajar suatu aset tetap
harus dapat diukur secara andal, berdasarkan nilai pasar yang ditentukan
oleh penilai yang memiliki kualifikasi profesional. Selain itu, revaluasi
harus dilakukan secara teratur untuk memastikan bahwa jumlah tercatat
tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan
menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca. Frekuensi revaluasi
tergantung perubahan nilai wajar dari aset tersebut.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
19
Jika nilai aset meningkat akibat revaluasi, maka berdasarkan PSAK 16 revisi
2007, kenaikan tersebut langsung dikreditkan ke ekuitas pada bagian surplus
revaluasi. Namun, kenaikan tersebut harus diakui pula dalam laporan laba rugi
sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui
sebelumnya dalam laporan laba rugi. Sebaliknya, jika jumlah tercatat aset
menurun akibat revaluasi, maka penurunan tersebut akan diakui dalam laporan
laba rugi dan langsung didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Hal ini
berlaku selama penurunan tersebut tidak melenihi saldo kredit surplus revaluasi
aset tersebut.
Menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011), dalam melakukan pencatatan
aset tetap, umumnya perusahaan menggunakan model biaya. Model biaya
mengukur harga perolehan aset termasuk biaya pengadaan aset hingga aset tetap
berada pada tempat pemakaian dan siap untuk digunakan. Aset tetap akan diakui
ketika biaya perolehan dapat diukur dengan andal dan perusahaan dapat
mendapatkan keuntungan ekonomis di masa mendatang. Perusahaan juga dapat
menggunakan model revaluasi, bahkan dapat mengkombinasikan penggunaan
model biaya dan model revaluasi untuk kelas aset yang berbeda di dalam
perusahaannya. Meskipun begitu, umumnya perusahaan menggunakan model
biaya, dengan alasan lebih mudah digunakan dan tentunya membutuhkan biaya
yang lebih rendah, karena tidak membutuhkan jasa penilai aset tetap (yang
dibutuhkan dalam model revaluasi). Penggunaan model revaluasi umumnya akan
menghasilkan nilai aset yang lebih tinggi, sehingga beban penyusutan akan lebih
tinggi pula. Hal ini berakibat pada laba bersih yang lebih kecil.
Jika suatu entitas telah memilih untuk menggunakan model revaluasi untuk suatu
aset, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi, untuk
menghindari revaluasi aset secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan
nilai lainnya pada saat yang berbeda-beda. Ketika pada suatu masa entitas
mengubah kebijakan akuntansi dan melakukan perubahan model, dari model
biaya ke model revaluasi misalnya, maka perubahan tersebut berlaku prospektif.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
20
2.1.5 Penyusutan Aset Tetap
PSAK 16 revisi 2007 mendefinisikan penyusutan sebagai alokasi sistematis
jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Untuk aset
tetap, harus diperhatikan bahwa jika dalam aset tetap terdapat komponen yang
memiliki biaya perolehan yang cukup signifikan terhadap total biaya perolehan
seluruh aset, maka komponen tersebut harus disusutkan secara terpisah. Beban
penyusutan tersebut nantinya akan diakui dalam laporan laba rugi pada setiap
periode, kecuali jika beban tersebut dimasukkan dalam jumlah tercatat aset
lainnya.
Aset terhitung mulai disusutkan ketika aset tersebut berada pada kondisi siap
digunakan sesuai dengan keinginan manajemen. Penyusutan aset dapat dihentikan
lebih awal ketika aset tersebut diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk
dijual, ataupun ketika aset yang bersangkutan dihentikan pengakuannya.
a. Jumlah yang dapat disusutkan
Jumlah yang dapat disusutkan harus dialokasikan secara sistematis
sepanjang umur manfaat aset tersebut, di mana jumlah tersebut sebesar
jumlah tercatat dikurangi dengan nlai residu aset tersebut.
PSAK 16 revisi 2007 mendefinisikan nilai residu aset sebagai jumlah yang
diperkirakan akan diperoleh entitas saat ini dari pelepasan aset, setelah
dikurangi taksiran biaya pelepasan, jika aset tersebut telah mencapai umur
dan kondisi yang diharapkan pada akhir umur manfaatnya. Nilai residu
aset tetap harus dikaji ulang setiap akhir tahun buku untuk mengantisipasi
adanya perubahan. Jika terdapat perbedaan dengan estimasi sebelumnya,
maka perbedaan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi
akuntansi. Namun, seringkali nilai residu dari suatu aset tidak signifikan
dan dianggap tidak material dalam perhitungan jumlah yang disusutkan.
Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) menyebutkan bahwa dalam praktik
nyata, umumnya perusahaan tidak mengalokasikan nilai residu (nilai
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
21
residu sama dengan nol). Namun, untuk beberapa aset yang memiliki
umur yang panjang, nilai residu dapat bernilai cukup substansial.
Untuk aset berupa tanah, maka nilai yang disusutkan dapat berupa biaya
perolehan yang mencakup biaya untuk membongkar, memindahkan dan
memugar tanah tersebut, di mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan
tersebut terbatas. Biaya tersebut harus disusutkan selama periode manfaat
yang diperolehnya.
b. Umur manfaat (useful life)
PSAK 16 revisi 2007 mendefinisikan umur manfaat (useful life) sebagai
suatu periode di mana aset diharapkan akan digunakan oleh entitas. Atau
dapat pula didefinisikan sebagai jumlah produksi atau unit serupa yang
diharapkan akan diperoleh dari aset tersebut oleh entitas. Umur manfaat
suatu aset ditentukan berdasarkan kegunaan yang diharapkan oleh entitas,
di mana dalam penentuannya, entitas mengestimasi dan
mempertimbangkan berdasarkan pengalaman entitas terhadap aset serupa.
Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) menjabarkan alasan mengapa
perusahaan tidak lagi menggunakan asetnya. Yaitu karena adanya faktor
fisik ataupun faktor ekonomis. Dilihat dari faktor fisik, suatu aset tidak
lagi digunakan ketika aset tersebut secara fisik sudah tidak mampu
beroperasi secara layak. Faktor fisik adalah batas awal dalam menentukan
umur manfaat suatu aset. Sementara dilihat dari faktor ekonomis, terdapat
tiga kategori, yaitu:
• Ketika aset tidak lagi memiliki kegunaan untuk perusahaan, karena
adanya pergeseran permintaan atau kebutuhan dari perusahaan
• Ketika aset lama diganti oleh aset baru yang lebih efisien dan
ekonomis
• Kondisi-kondisi lain yang tidak tergolong dua kategori sebelumnya
namun menimbulkan keusangan suatu aset.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
22
Namun, karena ketiga kategori tidak memiliki perbedaan yang signifikan,
maka ketiganya digolongkan secara kolektif sebagai faktor ekonomis.
c. Metode penyusutan
PSAK 16 revisi 2007 menyebutkan bahwa metode penyusutan yang
digunakan entitas harus mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat
ekonomis masa depan dari aset dan harus dikaji ulang setiap akhir tahun
buku untuk mengantisipasi adanya perubahan. Jika terdapat perbedaan
dengan estimasi sebelumnya, maka perbedaan tersebut harus diperlakukan
sebagai perubahan estimasi akuntansi. Metode penyusutan yang dipilih
oleh suatu entitas akan diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun,
kecuali ada perubahan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis
masa depan dari aset tersebut.
Berikut adalah metode yang diperbolehkan PSAK 16 revisi 2007 untuk
digunakan entitas dalam melakukan penyusutan:
• Metode garis lurus (straight line method)
metode ini akan menghasilkan beban penyusutan yang sama selama
umur manfaat aset, asalkan nilai residu suatu aset tidak berubah.
• Metode saldo menurun (diminishing balance method)
metode ini akan menghasilkan beban penyusutan yang terus menurun
selama umur manfaat aset.
• Metode jumlah unit (sum of the unit method)
metode ini akan menghasilkan beban penyusutan berdasarkan
penggunaan atau output yang dihasilkan dari suatu aset.
Sementara Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) mengelompokkan
metode penyusutan menjadi sebagai berikut:
• Activity Method (unit of use or production)
Metode ini mengasumsikan bahwa penyusutan diukur berdasarkan
produktivitas dan bukan berdasarkan waktu. Hal yang dijadikan acuan
dapat berupa output yang diproduksi, yang dianggap merupakan acuan
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
23
yang paling andal. Namun dalam beberapa kasus, output tidak mudah
untuk diukur, sehingga digunakan indikator lain berupa input produksi
seperti jumlah jam yang digunakan untuk produksi.
• Straight-line method
Metode penyusutan yang diukur berdasarkan indikator waktu. Metode
ini banyak digunakan perusahaan atas dasar kemudahan untuk
digunakan. Namun ada beberapa bantahan atas metode ini karena
metode ini mengindikasikan bahwa kegunaan aset dan biaya perbaikan
serta perawatan dianggap konstan dari periode ke periode.
• Diminishing (accelerated)-charge method
Metode ini menghasilkan biaya penyusutan yang besar di tahun-tahun
awal dan mengecil seiring berjalannya periode. Justifikasi dari metode
ini adalah, umumnya aset digunakan secara lebih produktif di tahun-
tahun awal ketika kondisi aset masih prima, sehingga biaya
penyusutan akan lebih besar. Seiring berjalannya waktu, produktivitas
aset menurun, dan ada biaya perawatan dan perbaikan. Maka di tahun-
tahun selanjutnya, biaya penyusutan menurun.
- sum-of-the-year’s-digits
biaya penyusutan yang menurun seiring dengan menurunnya
bilangan pengali yang didasarkan pada jumlah tahun.
- declining-balance method
menggunakan tingkat (rate) penyusutan yang merupakan dua kali
dari tingkat (rate) penyusutan metode garis lurus. Pada metode ini,
basis penyusutan tidak dikurangi nilai residu seperti pada metode
lainnya.
2.1.6 Pengungkapan Aset Tetap
Berikut ini adalah beberapa hal-hal yang disyaratkan PSAK 16 revisi 2007 untuk
diungkapkan dalam laporan keuangan untuk setiap kelompok aset tetap:
a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat
bruto
b. Metode penyusutan yang digunakan
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
24
c. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan
d. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan awal dan akhir periode.
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode
f. Keberadaan dan jumlah restriksi atas hak milik, dan aset tetap yang
dijaminkan untuk utang
g. Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap yang
sedang dalam pembangunan
h. Jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan aset tetap
i. Jumlah kompensasi pihak ketiga untuk aset yang mengalami penurunan
nilai, hilang / dihentikan yang dimasukkan dalam laporan laba rugi, jika
tidak diungkapan secara terpisah pada laporan laba rugi.
Selain itu, hal-hal yang dapat memberikan informasi bagi pengguna laporan
keuangan dalam melakukan review kebijakan yang dipilih manajemen dan
memungkinkan perbandingan dengan entitas lain, perlu juga untuk
diungkapkan:
a. Pemilihan metode penyusutan
b. Estimasi umur manfaat aset
c. Penyusutan, apakah diakui dalam laporan laba rugi atau diakui sebagai
bagian dari biaya perolehan aset lain, selama suatu periode
d. Akumulasi penyusutan pada akhir periode
PSAK 25 menyebutkan bahwa perubahan estimasi akuntansi yang dampaknya
material pada periode berjalan atau diperkirakan akan berdampak material pada
periode berikutnya, juga harus diungkapkan.
2.2 Audit Atas Aset Tetap
Aset tetap merupakan salah satu komponen yang memiliki proporsi cukup
signifikan dalam total aset suatu perusahaan. Audit atas aset tetap merupakan hal
yang penting karena terdapat beberapa risiko terkait aset tetap, misalnya risiko
salah saji material. Berikut ini akan disajikan teori mengenai teori pengauditan
secara umum, termasuk teori atas prosedur audit aset tetap.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
25
2.2.1 Definisi Audit
Arens et al., (2009) mendefinisikan audit sebagai proses pengumpulan dan
evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat
kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, di
mana audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Informasi yang dimaksud dalam definisi di atas harus tersedia dalam bentuk yang
dapat diverifikasi agar dapat dibandingkan dengan standar (kriteria) serta
dievaluasi oleh auditor. Standar (kriteria) juga dapat bervariasi, tergantung dengan
informasi yang sedang diaudit. Untuk audit laporan keuangan misalnya, standar
yang digunakan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia. Untuk audit pengendalian internal, standar yang dapat digunakan
adalah kerangka kerja yang sudah diakui untuk mengembangkan pengendalian
internal, seperti kerangka kerja yang dikeluarkan Committee of Sponsoring
Organizations (COSO) dalam Treadway Commission. Sementara audit atas SPT
Pajak dapat menggunakan kriteria dalam Undang-undang Perpajakan Indonesia.
Umumnya, auditor dan entitas yang diaudit akan menyepakati kriteria yang
digunakan sebelum proses audit dimulai.
Sementara, bukti adalah setiap informasi yang digunakan auditor untuk
menentukan apakah informasi yang diaudit dinyatakan sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan. Bentuknya dapat bermacam-macam, seperti kesaksian lisan
dari pihak yang diaudit, komunikasi tertulis dengan pihak luar, observasi langsung
yang dilakukan auditor, maupun data-data terkait transaksi. Bukti yang digunakan
auditor harus memiliki kualitas dan jumlah yang mencukupi. Nantinya auditor
harus mengevaluasi kesesuaian informasi dan kriteria berdasarkan bukti yang
dikumpulkan. Penentuan jenis dan jumlah bukti yang dibutuhkan adalah tugas
auditor, dan merupakan bagian yang penting dalam setiap proses audit.
Hal yang tidak kalah penting dari aspek audit adalah kompetensi dan
independensi dari auditor. Auditor harus memiliki kualifikasi dan kemampuan
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
26
untuk memahami kriteria yang digunakan serta untuk menentukan jenis dan
jumlah bukti audit yang dibutuhkan. Auditor juga harus kompeten dalam
mencapai kesimpulan yang tepat setelah mengevaluasi kriteria dan bukti tersebut.
Independensi seorang auditor juga merupakan hal yang harus dijaga. Independensi
ini dibutuhkan agar pengguna laporan dapat mengandalkan laporan yang
dikeluarkan auditor. Kompetensi seorang auditor tidak akan berarti tanpa adanya
faktor independensi.
Hasil akhir dari proses audit adalah penyusunan laporan audit yang melaporkan
temuan-temuan auditor, serta pelaporan derajat kesesuaian antara informasi
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Laporan audit dapat berupa laporan sangat
mendetail hingga laporan sederhana, tergantung dari pihak yang diaudit dan
kebutuhan pengguna laporan.
2.2.2 Jenis-jenis Audit
Akuntan publik melaksanakan tiga jenis aktivitas audit utama berikut (Arens et
al., 2009), yaitu:
1. Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari setiap bagian
dari metode dan prosedur operasi suatu organisasi. Hasil dari audit
operasional biasanya berupa saran-saran bagi manajemen untuk
memperbaiki operasinya. Bidang yang diaudit biasanya tidak hanya meliputi
akuntansi tapi juga mencakup evaluasi atas struktur organisasi, operasi,
metode produksi dan lain sebagainya. Kriteria yang ditetapkan seringkali
bersifat sangat subjektif.
2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah suatu organisasi telah
mengikuti prosedur, peraturan, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh
otoritas yang lebih tinggi. Hasil dari audit ini umumnya dilaporkan kepada
manajemen, bukan kepada pihak luar, karena manajemen adalah pihak
utama yang berkepentingan atas tingkat kepatuhan terhadap prosedur dan
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
27
peraturan yang ditetapkan.
3. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan
keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria atau standar yang digunakan dalam
audit laporan keuangan adalah Generally Accepted Accounting Principle
(GAAP) atau PSAK sebagai prinsip yang berlaku di Indonesia. Audit
laporan keuangan mencakup bidang yang sangat luas, auditor harus
mendalami pihak yang diaudit, serta harus dapat mengidentifikasi risiko
terkait strategi klien untuk mengetahui apakah laporan keuangan disajikan
secara wajar. Bahasan selanjutnya dalam laporan ini adalah menyangkut
pada audit jenis laporan keuangan.
2.2.3 Asersi Manajemen dan Tujuan Audit
2.2.3.1 Asersi Mengenai Saldo Akun
Arens et al., (2009) mendefinisikan asersi manajemen sebagai pernyataan yang
tersirat oleh manajemen mengenai kelompok-kelompok transaksi dan akun-akun
serta pengungkapan dalam laporan keuangan. Untuk saldo akun, asersi yang
terkait adalah:
i. Keberadaan (existence)
Terkait dengan apakah aset yang dimasukkan dalam neraca memang benar-
benar ada pada tanggal neraca tersebut.
ii. Kelengkapan (completeness)
Terkait dengan apakah semua akun yang seharusnya disajikan dalam laporan
keuangan benar-benar telah dimasukkan dalam laporan keuangan.
iii. Penilaian dan alokasi (valuation and allocation)
Terkait dengan apakah aset telah dimasukkan ke dalam laporan keuangan
dengan jumlah yang tepat, termasuk setiap penyesuaian yang
menggambarkan nilai aset pada nilai realisasi bersihnya.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
28
iv. Hak dan Kewajiban (rights and obligations)
Asersi ini menekankan pada apakah aset merupakan hak entitas tersebut pada
tanggal neraca.
Asersi lain yang terkait adalah asersi mengenai penyajian dan pengungkapan yang
mencakup (i) Keterjadian serta hak dan kewajiban, (ii) Kelengkapan, (iii) Akurasi
dan penilaian, serta (iv) Klasifikasi dan pemahaman.
2.2.3.2 Tujuan Audit Terkait Saldo
Tujuan audit seperti yang tertera pada PSA 02 (SA 110) adalah sebagai berikut:
“Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah
untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.“
Ketika auditor meyakini bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar,
atau jika auditor tidak dapat menarik kesimpulan karena tidak memadainya bukti,
maka auditor memiliki tanggung jawab untuk menginformasikan hal ini kepada
para pengguna laporan keuangan melalui laporan auditnya.
Arens et al., (2009) menyebutkan bahwa untuk setiap kelompok transaksi yang
telah ditentukan, beberapa tujuan audit harus terpenuhi sebelum auditor dapat
menyimpulkan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dengan tepat dan wajar. Ini
disebut tujuan audit terkait transaksi. Selain itu, tujuan audit juga harus terpenuhi
oleh masing-masing saldo akun, yang dinamakan tujuan audit terkait saldo.
Sementara tujuan audit yang terkait dengan penyajian dan pengungkapan
informasi laporan keuangan, disebut tujuan audit terkait penyajian dan
pengungkapan.
Tujuan audit ini adalah sebagai penyeimbang terhadap asersi manajemen. Tujuan
audit ini diterapkan untuk saldo atas akun-akun, bukan pada kelas transaksi.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
29
Berikut adalah kedelapan tujuan audit tersebut:
i. Keberadaan (Existence)
Tujuan audit ini menentukan apakah jumlah yang dimasukkan di laporan
keuangan memang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tersebut.
Auditor harus memastikan bahwa aset tetap yang dicatat perusahaan benar-
benar ada secara fisik di lapangan
ii. Kelengkapan (Completeness)
Tujuan audit ini menentukan apakah semua nilai-nilai yang seharusnya
dimasukkan ke dalam laporan keuangan telah benar-benar dimasukkan. Pada
akun aset tetap, seluruh aset tetap yang dimiliki perusahaan harus tercatat
tanpa ada yang terlewat.
iii. Akurasi (Accuracy)
Tujuan audit ini mengacu pada jumlah yang dimasukkan sudah benar dan
akurat secara perhitungan matematis.
iv. Klasifikasi (Classification)
Tujuan audit ini untuk menentukan apakah item yang terdapat dalam daftar
klien (client’s listing) telah dimasukkan dengan benar dan tepat ke dalam akun
buku besar (general ledger). Pada aset tetap, auditor harus memastikan bahwa
klien mengklasifikasikan aset tetap secara benar, terutama terkait klasifikasi
aset yang masih dalam pembangunan.
v. Pisah Batas (Cutoff)
Tujuan audit ini untuk menentukan apakah transaksi telah dicatat dan
dimasukkan ke dalam saldo akun pada periode yang tepat. Sebuah saldo akun
dapat menjadi salah saji, terutama ketika transaksi tersebut mendekati tanggal
neraca. Pada aset tetap, tujuan audit untuk saldo terkait pisah batas misalnya
pengakuan beban penyusutan untuk setiap tahunnya harus diakui dalam
periode yang tepat.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
30
vi. Kaitan Rinci (Detail Tie-In)
Tujuan audit ini menekankan bahwa rincian pada daftar telah disusun secara
akurat, dan dijumlahkan dengan benar, serta apakah memiliki jumlah yang
sama dengan buku besar. Tujuan audit kaitan rinci untuk saldo aset tetap
misalnya adanya kecocokan antara pencatatan dalam buku besar dengan daftar
aset tetap yang dimiliki perusahaan.
vii. Nilai Terealisasi (Realizable Value)
Tujuan audit ini menekankan pada apakah nilai aset telah dicatat pada saldo
bersihnya, yaitu saldo akun telah dikurangi dengan penurunan dari nilai
perolehan ke nilai terealisasi bersih. Penerapannya pada aset tetap misalnya
dengan memastikan bahwa nilai aset tetap yang disajikan dalam laporan
keuangan merupakan nilai perolehan dikurangi dengan beban penyusutan
setiap tahunnya.
viii. Hak dan Kewajiban (Rights and Obligations)
Tujuan ini memastikan bahwa aset harus dimiliki oleh perusahaan sebelum
dapat diakui dan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, hal yang sama
berlaku untuk kewajiban perusahaan.
2.2.3.3 Tujuan Audit Terkait Penyajian dan Pengungkapan
i. Keterjadian dan Hak dan Kewajiban (Occurrence and Rights and
Obligations)
Tujuan ini terkait dengan apakah kejadian yang diungkapkan klien benar-benar
terjadi, dan apakah atas kejadian tersebut, merupakan hak dan kewajiban dari
klien.
ii. Kelengkapan (Completeness) Tujuan yang menentukan apakah seluruh hal yang seharusnya diungkapkan telah
dimasukkan ke dalam laporan keuangan tanpa ada yang terlewat.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
31
iii. Akurasi dan Penilaian (Accuracy and Valuation) Tujuan ini menentukan apakah informasi yang diungkapkan klien dalam laporan
keuangan telah diungkapkan secara wajar, dan apakah jumlah yang dilaporakan
telah tepat dan akurat.
iv. Klasifikasi dan Pemahaman (Classification and Understandability) Pada laporan keuangan, klien harus mengklasifikasikan jumlah-jumlah dengan
tepat, serta harus memberikan penjelasan terkait apa yang diungkapkannya
secara jelas dan dapat dipahami oleh pengguna laporan keuangan.
2.2.4 Bukti Audit
Arens et al., (2009) mendefinisikan bukti sebagai setiap informasi yang digunakan
auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit dinyatakan sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Keputusan yang harus dibuat auditor adalah
menentukan ketepatan jenis dan jumlah bukti yang harus dikumpulkan untuk
membantu auditor dalam menentukan kewajaran laporan keuangan klien secara
keseluruhan. Dalam penentuan bukti ini, auditor biasanya mempertimbangkan: (1)
prosedur audit mana yang akan dilakukan, (2) ukuran sampel yang dipilih untuk
prosedur audit tertentu, (3) unsur mana yang akan dipilih dari populasi, dan (4)
penetapan waktu audit. Auditor harus mengumpulkan bukti yang tepat dan memadai
untuk mendukung dikeluarkannya opini audit, serta mengutamakan komponen bukti
ketepatan dan kecukupan.
Jenis bukti audit yang disebutkan oleh Arens et al., (2009) adalah:
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan auditor pada aset berwujud, yang merupakan
saran langsung untuk menguji tujuan keberadaan dan tujuan kelengkapan.
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu bukti yang paling andal dan
berguna. Hal ini juga berlaku untuk audit atas aset tetap. Namun
umumnya, pemeriksaan fisik bukan merupakan bukti memadai untuk
tujuan hak dan kewajiban serta nilai realisasi.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
32
2. Konfirmasi
Konfirmasi juga merupakan salah satu bukti yang andal, karena bukti ini
dikeluarkan oleh pihak ketiga yang independen. Namun kekurangannya
adalah biaya yang mahal untuk mendapatkan bukti ini, serta tidak dapat
digunakan dalam setiap kondisi karena seringnya pihak yang diminta
konfirmasi tidak selalu merasa nyaman untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan. Untuk pengauditan aset tetap, bukti jenis konfirmasi jarang
digunakan karena aset tetap dapat diverifikasi secara memadai dengan
menggunakan dokumentasi dan pemeriksaan fisik.
3. Dokumentasi
Auditor dapat melakukan pemeriksaan atas dokumen dan catatan klien
untuk membuktikan suatu informasi. Mendapatkan bukti berupa dokumen
merupakan cara yang relatif mudah dan murah. Harus diperhatikan bahwa
dokumen yang melibatkan pihak luar (dokumen eksternal) merupakan
bukti yang lebih andal dibandingkan dokumen internal, utamanya ketika
pengendalian internal klien dinilai lemah. Prosedur yang dilakukan auditor
terkait penggunaan dokumen untuk mendukung perlakuan atas pencatatan
atau jumlah, disebut vouching.
4. Prosedur analitis
Prosedur analitis merupakan prosedur yang sangat penting dilakukan
auditor, yaitu menggunakan perbandingan dan keterkaitan untuk menilai
apakah saldo akun atau data lain yang muncul telah disajikan secara wajar,
dibandingkan dengan perkiraan auditor.
5. Tanya jawab dengan klien
Bukti ini merupakan jawaban yang diperoleh auditor dari hasil pertanyaan
yang dilontarkan auditor. Namun bukti ini tidak cukup untuk menarik
kesimpulan, dan dibutuhkan bukti pendukung lain, karena jawaban
dikeluarkan oleh klien yang bukan merupakan pihak independen dan
jawaban yang dikeluarkan bisa saja bias.
6. Penghitungan ulang
Auditor melakukan penghitungan ulang untuk menguji akurasi matematis
dari perhitungan yang telah dilakukan klien. Pada audit aset tetap,
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
33
umumnya auditor akan melakukan penghitungan ulang atas beban
penyusutan dan membandingkan dengan penghitungan yang dilakukan
klien.
7. Pengerjaan ulang
Pengujian yang dilakukan auditor terhadap prosedur yang sebelumnya
dilakukan oleh klien. Jika penghitungan ulang difokuskan pada akurasi
matematis, pada pengerjaan ulang, auditor menguji prosedur-prosedur lain
terkait prosedur pembukuan dan pengendalian klien.
8. Pengamatan
Auditor dapat menggunakan seluruh panca indera untuk mengamati dan
menilai aktivitas yang dilakukan klien, dengan melakukan kunjungan
misalnya. Namun risikonya adalah adanya perubahan tingkah laku klien
ketika mereka tahu sedang diamati oleh auditor. Sehingga bukti ini harus
dilengkapi dengan bukti pendukung lain.
2.3 Proses Audit Secara Umum
Arens et al., (2009) membagi prosedur audit menjadi empat fase:
merencanakan dan mendesain pendekatan audit, melakukan uji
pengendalian dan uji substantif atas transaksi, melakukan prosedur analitis
dan uji rincian saldo, serta melengkapi proses audit dan menerbitkan
laporan audit.
1. Merencanakan dan merancang pendekatan audit
Pada tahap ini auditor merancang program audit dimulai dari penerimaan
klien dan perencanaan awal audit, memahami bisnis dan industri klien,
menilai risiko bisnis klien, melakukan prosedur analitis, menentukan tingkat
materialitas, risiko audit yang dapat diterima, risiko inheren. Pada fase ini
auditor juga melakukan pemahaman atas kontrol internal klien serta menilai
risiko atas kontrol tersebut. Auditor mengumpulkan informasi untuk
mengetahui risiko adanya penyimpangan pada perusahaan, serta
mengembangkan rencana audit dan program audit secara menyeluruh.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
34
2. Melaksanakan uji pengendalian dan uji subtantif atas transaksi
Pada fase ini, tujuan auditor adalah untuk memperoleh bukti dalam
mendukung auditor dalam melakukan penilaian mengenai risiko
pengendalian atas laporan keuangan, yang didapatkan dengan melakukan
pengujian pengendalian. Tujuan kedua adalah untuk memperoleh bukti
dalam mendukung ketepatan transaksi moneter, yang dipenuhi dengan
melakukan pengujian substantif. Auditor juga melakukan penilaian atas
kemungkinan terjadinya salah saji pada laporan keuangan klien.
Gambar 2.1 Empat Fase Proses Audit Sumber: Arens et al., (2009) – telah diolah kembali
3. Melaksanakan prosedur analitis dan uji rincian saldo
Tujuan dari fase ini adalah untuk memperoleh bukti tambahan yang cukup
untuk menentukan apakah saldo akhir dan catatan kaki dalam laporan
keuangan telah dinyatakan secara wajar. Dua prosedur umum yang
dilakukan pada fase ini adalah prosedur analitis untuk mengetahui
ketidakwajaran atau perubahan signifikan dalam bisnis klien, dan pengujian
rincian saldo, yang bertujuan untuk menguji adanya salah saji dalam saldo
yang ada pada laporan keuangan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
35
4. Melengkapi proses audit dan menerbitkan laporan keuangan
Fase ini merupakan fase penyelesaian audit di mana auditor mengakumulasi
seluruh bukti dan informasi yang diperoleh dari fase sebelumnya untuk
mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran laporan keuangan klien.
Tahap akhir yang dilakukan auditor juga mencakup melakukan uji
tambahan untuk penyajian dan pengungkapan, mengevaluasi hasil,
membuat laporan audit, serta mengkomunikasikan hasil audit pada komite
audit dan manajemen perusahaan.
2.4 Prosedur Audit Atas Aset Tetap
Audit atas aset tetap secara umum memiliki metodologi yang serupa dengan audit
atas akun lainnya. Arens et al., (2009) menyebutkan, catatan akuntansi yang
utama untuk aset tetap umumnya berupa file induk aset tetap (fixed asset master
file). File induk ini meliputi catatan yang terinci atas setiap bagian aset tetap yang
dimiliki perusahaan. Setiap catatan yang berada pada file induk umumnya
meliputi deskripsi aset, tanggal akuisisi, biaya perolehan awal, penyusutan tahun
berjalan, dan akumulasi penyusutan aset tersebut. File induk juga menyimpan
informasi penambahan dan pengurangan aset selama tahun berjalan.
Auditor membedakan cara memverifikasi aset tetap dengan aset lancar atas dasar
berikut:
a. Umumnya akuisi aset tetap jarang dilakukan pada periode berjalan
b. Jumlah setiap akuisisi sering kali material
c. Aset tetap biasanya akan disimpan dan dicatat dalam catatan akuntansi
selama beberapa periode
Karena adanya perbedaan di atas, maka audit aset tetap lebih menekankan pada
verifikasi akuisisi yang dilakukan pada periode berjalan dan tidak menekankan
pada saldo akun yang dibawa dari periode sebelumnya. Selain itu, karena
karakteristik aset tetap yang memiliki umur manfaat di atas satu tahun, maka aset
tetap memerlukan akun beban penyusutan dan akumulasi penyusutan. Faktor lain
yang membedakan audit aset tetap adalah, aset tetap dapat dijual maupun dibuang,
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
36
sehingga memerlukan jurnal pencatatan laba rugi yang perlu diverifikasi oleh
auditor.
Dalam audit atas aset tetap, Arens et al., (2009) menjabarkan prosedur-prosedur
yang umum dilakukan atas aset tetap:
a. Melaksanakan prosedur analitis
Prosedur analitis bertujuan menilai adanya kemungkinan salah saji
material dalam beban penyusutan dan akumulasi penyusutan, yang secara
lebih lengkap disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Prosedur Analitis Aset Tetap
Prosedur Analitis Kemungkinan Salah Saji
Membandingkan beban penyusutan
yang dibagi dengan biaya aset tetap,
tahun ini dengan tahun sebelumnya
Salah saji beban penyusutan dan
akumulasi penyusutan
Membandingkan akumulasi
penyusutan yang dibagi dengan biaya
aset tetap, tahun ini dengan tahun
sebelumnya Salah saji akumulasi penyusutan
Membandingkan biaya perbaikan,
perlengkapan, pemeliharan dan akun
serupa, bulanan atau tahunan, tahun
ini dengan tahun sebelumnya
Membebankan jumlah yang seharusnya
dikapitalisasi
Membandingkan biaya aset tetap yang
dibagi dengan beberapa ukuran
produksi tahun ini dengan tahun
sebelumnya
Peralatan yang sudah tidak digunakan
atau sudah dilepaskan namun belum
dihapus Sumber: Arens et al. (2009)
b. Melakukan verifikasi akuisisi aset tetap tahun berjalan
Penambahan aset tetap selama tahun berjalan harus dicatat dengan benar
karena memiliki pengaruh jangka panjang terhadap laporan keuangan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
37
Kegagalan dalam mengkapitalisasi aset tetap, atau mencatat akuisisi pada
jumlah yang salah, akan mempengaruhi neraca, selama jangka waktu
sebelum perusahaan melepaskan aset tersebut. Tidak hanya neraca,
laporan laba rugi juga akan terpengaruh hingga aset tetap tersebut habis
disusutkan. Karena alasan di atas, maka digunakan tujuh dari delapan
tujuan audit terkait saldo sebagai kerangka referensi bagi pengujian atas
rincian saldo, yaitu keberadaan, kelengkapan, akurasi, klasifikasi, pisah
batas, kaitan rinci serta hak. Lebih spesifik lagi, biasanya tujuan utama
bagi bagian audit ini adalah keberadaan, kelengkapan, akurasi dan
klasifikasi.
Pengujian audit aktual serta ukuran sampel sangat bergantung pada salah
saji yang dapat ditoleransi, risiko inheren, dan penilaian atas risiko kontrol
klien. Salah saji yang dapat ditoleransi merupakan hal yang penting untuk
melakukan verifikasi akuisisi aset tetap tahun berjalan karena transaksi
tersebut bervariasi dari jumlah yang tidak material dalam beberapa tahun
hingga sejumlah besar akuisisi yang signifikan dalam tahun lainnya. Luas
pengujian tentu tergantung pada risiko kontrol yang dinilai auditor atas
akuisisi dan materialitas penambahan aset tersebut.
Dalam menguji akuisisi, auditor harus memastikan bahwa klien mengikuti
pernyataan standar akuntansi. Auditor harus waspada terhadap
kemungkinan penyimpangan dari hal-hal seperti konsistensi kebijakan
kapitalisasi serta ketepatan kapitalisasi, ketepatan klasifikasi transaksi.
Salah saji dapat berasal dari kurangnya pemahaman klien terhadap prinsip-
prinsip akuntansi yang diterima umum atau keinginan klien untuk
menghindari pajak penghasilan.
Berikut disajikan tabel mengenai beberapa uji atas saldo yang umum
dilakukan dalam melakukan verifikasi atas akuisisi aset tetap.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
38
Tabel 2.2 Tujuan Audit Terkait Saldo Aset Tetap
Tujuan audit atas saldo Prosedur uji atas detail saldo
Kaitan rinci
Akuisisi aset tetap di tahun berjalan
dalam daftar akuisisi sama dengan
jumlah di dalam file induk, dan
totalnya sama dengan general
ledger
Melakukan footing pada daftar akuisisi
Menelusuri setiap akuisisi ke file induk untuk
mengetahui jumlah dan deskripsinya
Menelusuri jumlah ke general ledger
Keberadaan
Akuisisi aset tetap pada tahun ini
benar-benar ada
Memeriksa invoice dari pemasok dan laporan
penerimaan
Memeriksa aset secara fisik
Kelengkapan
Semua akuisisi aset tetap telah
dicatat
Memeriksa invoice dari pemasok yang
berhubungan erat dengan akun seperti
perbaikan dan pemeliharaan untuk melihat
apakah ada komponen yang belum tercatat
Melakukan review atas perjanjian dan
kontrak sewa.
Akurasi
Semua akuisisi yang ada disajikan
dengan akurat Memeriksa invoice dari pemasok
Klasifikasi
Semua akuisisi telah
diklasifikasikan dengan benar
Memeriksa invoice dari pemasok untuk
mengungkapkan item-item yang seharusnya
diklasifikasikan dalam akun lain
Memeriksa invoice dari pemasok yang
berhubungan erat dengan akun seperti
perbaikan untuk melihat apakah ada
komponen yang belum tercatat
Memeriksa beban sewa yang seharusnya
dapat dikapitalisasi
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
39
Tabel 2.2 Tujuan Audit Terkait Saldo Aset Tetap (lanjutan)
Pisah batas
Akuisisi dicatat dalam periode yang
benar
Melakukan review atas transaksi yang
mendekati tanggal neraca apakah sudah
tercatat pada periode yang benar
Hak
Klien memiliki hak atas akuisisi di
tahun berjalan Memeriksa invoice dari pemasok
Sumber: Arens et al. (2009)
c. Melakukan verifikasi pelepasan aset tetap tahun berjalan
Ketika pengendalian internal suatu perusahaan tidak memiliki metode
formal mengenai pelepasan aset tetap, maka hal ini dapat menjadi salah
satu penyebab salah saji dari transaksi yang melibatkan pelepasan aset.
Metode yang harusnya ada misalnya otorisasi yang tepat atas pelepasan
aset, dan verifikasi internal yang memadai atas pelepasan yang tercatat
untuk memastikan bahwa aset tetap telah dihapus dari catatan akuntansi.
Tujuan auditor dalam melakukan verifikasi pelepasan aset adalah untuk
mengumpulkan bukti yang cukup bahwa semua pelepasan telah dicatat
dalam jumlah yang benar. Prosedur yang dapat dilakukan misalnya:
• Melakukan verifikasi pelepasan pada skedul klien yang berisi catatan
tentang pelepasan
• Melakukan pengujian kaitan rinci atas skedul: melakukan footing
skedul, menelusuri total pada skedul ke pelepasan yang tercatat dalam
general ledger, serta menelusuri biaya dan akumulasi penyusutan
pelepasan ke file induk.
Jika perusahaan lalai dalam mencatat pelepasan aset, hal ini dapat
berpengaruh secara signifikan ke dalam laporan keuangan. Berikut
beberapa langkah yang biasa dilakukan oleh auditor untuk mencari
transaksi pelepasan aset yang belum tercatat.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
40
• Melakukan evaluasi pada pembelian aset tetap yang mungkin
menggantikan aset tetap yang lama
• Melakukan analisis untung atau rugi atas penjualan aset dan
pendapatan lain-lain yang diterima dari penjualan aset
• Melakukan evaluasi pada perubahan atau modifikasi pabrik, lini
produk, pajak atas aset dan asuransi untuk melihat indikasi pelepasan
aset tetap
• Bertanya kepada manajemen dan karyawan produksi tentang
kemungkinan pelepasan aset.
Ketika suatu aset dilepaskan tanpa ditukar dengan aset pengganti,
keakuratan transaksi dapat diverifikasi dengan meneliti invoice penjualan
dan file induk aset tetap. Auditor juga harus membandingkan biaya dan
akumulasi penyusutan yang ada dalam file induk dengan jurnal yang
tercatat di general ledger, serta menghitung kembali untung dan rugi
pelepasan aktiva sebagai perbandingan dengan catatan akuntansinya.
Sedangkan pada penjualan aset dengan cara tukar tambah, auditor harus
memastikan bahwa aset yang baru telah dikapitalisasi dan aset yang
digantikan sudah dihapus dari catatan akuntansi, dengan
mempertimbangkan nilai buku aset yang ditukar tambah dan biaya
tambahan aset baru.
d. Melakukan verifikasi saldo akhir akun aset tetap
Ketika melakukan audit atas aset tetap, tujuan yang ingin dicapai antara
lain:
• semua aset yang tercatat ada secara fisik pada tanggal neraca
(keberadaan)
• semua aset yang dimiliki telah dicatat (kelengkapan)
Untuk memenuhi tujuan tersebut, auditor pertama akan
mempertimbangkan sifat pengendalian internal klien terhadap aset tetap.
Pengendalian dianggap baik jika klien menggunakan file induk untuk
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
41
setiap aset tetap, ada pengendalian fisik yang memadai terhadap aset yang
mudah dipindahkan seperti komputer atau kendaraan, penulisan nomor
identifikasi aset tetap, perhitungan fisik aset yang dilakukan secara
periodik dan rekonsiliasinya oleh klien. Metode formal untuk memberi
tahu departemen akuntansi atas aset yang dilepaskan juga merupakan
pengendalian. Jika auditor menyimpulkan bahwa pengendalian cukup
baik, maka auditor dapat bergantung pada saldo yang dicatat dari tahun
sebelumnya. Setelah itu, langkah audit yang dapat dilakukan:
• Tujuan kaitan rinci: membandingkan saldo aset di file induk dan
general ledger, melakukan footing.
• Setelah menilai risiko pengendalian, auditor dapat menentukan untuk
apakah perlu melakukan verifikasi keberadaan setiap item aset yang
tercantum dalam file induk. Bisa saja auditor meminta klien untuk
meakukan penghitungan semua aset secara fisik.
• Jika aset tetap telah diverifikasi dalam audit sebelumnya ketika
diperoleh, umumnya auditor tidak perlu menguji akurasi dan
klasifikasi yang dicatat pada periode sebelumnya, namun auditor
harus memeriksa apakah terdapat aset yang tidak lagi digunakan
dalam operasi. Jika material, maka auditor harus memeriksa apakah
aset tersebut harus dicatat dalam nilai realisasi bersih atau apakah aset
tersebut harus diklasifikasikan sebagai peralatan non-operasi.
Hal di atas merupakan prosedur yang dilakukan untuk memenuhi tujuan
audit terkait saldo. Sementara untuk memenuhi tujuan audit terkait
penyajian dan pengungkapan, auditor dapat melakukan prosedur berikut:
• Melakukan verifikasi pengungkapan atas kemungkinan adanya
rintangan hukum. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memenuhi
tujuan audit ini misalnya dengan membaca persyaratan perjanjian
hutang dan kredit, mengirimkan konfirmasi hutang kepada bank dan
institusi pemberi pinjaman, melakukan diskusi dengan klien atau
mengirimkan surat kepada penasihat hukum perusahaan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
42
• Memastikan bahwa semua pengungkapan dan penyajian telah dibuat
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Misalnya memastikan
bahwa aset yang disewakan disajikan secara terpisah serta hak gadai
dicantumkan dalam catatan kaki.
e. Melakukan verifikasi beban penyusutan
Tujuan audit terkait saldo yang penting dalam beban penyusutan adalah
akurasi, dengan menentukan apakah klien mengikuti kebijakan penyusutan
yang konsisten dari periode ke periode dan apakah perhitungan klien
sudah benar.
Dalam mempertimbangkan kebijakan penyusutan, auditor harus
mempertimbangkan aspek:
- umur manfaat akuisisi periode berjalan
- metode penyusutan
- estimasi nilai sisa
- kebijakan penyusutan aset dalam tahun akuisisi dan pelepasan
Auditor dapat melakukan diskusi dengan klien mengenai kebijakan dan
membandingkan dengan informasi yang ada pada permanent file auditor.
Selain itu, auditor juga harus memastikan ketepatan perhitungan beban
penyusutan klien dengan melakukan perhitungan dimana auditor
mengalikan nilai aset yang belum disusutkan dengan tingkat penyusutan
tahun tersebut, serta membandingkannya dengan perhitungan klien. Jika
hasilnya tidak berbeda secara material dan penilaian risiko pengendalian
untuk penyusutan adalah rendah, maka auditor dapat berkesimpulan bahwa
beban penyusutan yang dihitung oleh klien tepat, dan pengujian lebih
terperinci atas penyusutan dapat dieliminasi.
Namun jika pengujian kelayakan secara keseluruhan tidak dapat dicapai,
biasanya dibutuhkan pengujian yang lebih terperinci. Misalnya dengan
melakukan penghitungan ulang beban penyusutan atas aset tertentu. Selain
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
43
itu auditor dapat melakukan footing beban penyusutan pada file induk aset
dan merekonsiliasinya dengan general ledger.
Auditor juga harus melakukan uji untuk memenuhi tujuan audit atas
penyajian dan pengungkapan. Pengungkapan tersebut misalnya
membandingkan informasi yang diperoleh melalui pengujian dengan
catatan kaki.
f. Melakukan verifikasi saldo akhir akun akumulasi penyusutan
Dalam melakukan verifikasi atas saldo akhir akumulasi penyusutan,
auditor menekankan pada dua tujuan audit atas saldo yaitu kaitan rinci dan
akurasi. Untuk memenuhi tujuan audit kaitan rinci auditor harus
memastikan bahwa akumulasi penyusutan yang dinyatakan di file induk
aset tetap sama dengan yang berada di general ledger. Hal ini bisa diuji
dengan melakukan footing atas akumulasi penyusutan dalam file induk
dan membandingkan dengan general ledger. Kemudian untuk tujuan audit
akurasi auditor harus memastikan bahwa akumulasi penyusutan di file
induk sudah akurat.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
44
Universitas Indonesia
BAB 3
PROSEDUR AUDIT ATAS AKUN ASET TETAP PADA PT W
3.1 Profil Kantor Akuntan Publik (KAP) QRS
3.1. 1 Gambaran Umum
KAP QRS merupakan kantor akuntan publik yang berafiliasi dengan KAP QRS
Global. KAP QRS Global berpusat di New York, Amerika Serikat dan memiliki
lebih dari 144.000 profesional yang tersebar di 140 negara di dunia. KAP QRS
Global merupakan kantor akuntan publik yang dikenal memiliki reputasi yang
baik, dan bersama tiga Kantor Akuntan Publik lain dikenal dengan sebutan Big
Four. KAP QRS memiliki dua cabang yang terletak di Jakarta dan Surabaya, di
mana penulis melakukan program magang di kantor pusat yang terletak di Jakarta.
3.1. 2 Jasa Yang Ditawarkan
KAP QRS secara garis besar menawarkan empat jenis jasa, yaitu:
a. Advisory
Jasa advisory bertujuan membantu perusahaan dalam mengelola bisnisnya.
Saat ini, hampir semua bisnis berusaha memecahkan dua tantangan penting,
yaitu bagaimana mereka meningkatkan performa usahanya dan bagaimana
melakukan penghematan maupun pemotongan biaya sepanjang operasinya.
Dengan memfokuskan kepada dua hal tersebut maka perusahaan dapat
memperoleh keuntungan yang signifikan dan dapat meningkatkan posisi
bisnisnya di kancah persaingan. Di sini KAP QRS berperan sebagai pihak
yang membantu perusahaan untuk mencapai kedua tujuan tersebut. KAP QRS
akan memberikan saran melalui sudut pandang yang diharapkan dapat
memberikan solusi dan membantu perusahaan dalam meniti jalan menuju
tujuan utama yang hendak dicapai.
b. Assurance
KAP QRS menyediakan jasa untuk memberikan keyakinan kepada
stakeholder atas laporan keuangan, proses bisnis, kepatuhan (compliance)
serta informasi-informasi lain dari suatu perusahaan. KAP QRS menyediakan
jasa audit independen atas laporan keuangan dari suatu perusahaan, termasuk
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
45
Universitas Indonesia
jasa atestasi lainnya. Melalui jasa assurance, KAP QRS memberikan
informasi dan pandangan yang objektif yang tentu sangat berguna bagi para
stakeholders perusahaan tersebut.
Jasa assurance mencakup melakukan review dan memberikan opini atas
laporan keuangan dari klien pada periode tertentu, melakukan review atas
kepatuhan pelaporan keuangan klien tersebut terhadap standar yang berlaku,
memastikan efektivitas pengendalian internal perusahaan, hingga mendeteksi
kemungkinan kecurangan.
KAP QRS kemudian membagi divisi ini ke dalam grup yang lebih spesifik
sesuai dengan industri yang dilayani. Pembagian grup tersebut adalah:
1. Oil Mining and Telecomunication (OMT)
Grup industri OMT menangani klien yang bergerak di bidang
perminyakan, pertambangan, dan telekomunikasi.
2. Retail and Consumer Product (RCP)
Grup industri RCP menangani klien yang produknya diperdagangkan
secara retail serta ditujukan untuk konsumen akhir.
3. Utilities and Industrial Product (UIP)
Grup industri UIP menangani klien yang memberikan jasa utilitas
maupun produk industrial.
4. Bank, Commerce and Insurance (BCI)
Grup industri BCI menangani klien yang memberikan jasa di bidang
keuangan seperti perbankan maupun perusahaan penyedia jasa
asuransi.
Meskipun sudah jelas terbagi ke dalam grup industri, pada praktiknya,
seringkali klien yang ditangani suatu tim audit bisa menjadi lintas grup
industri. Sebagai contoh, penulis yang menjalani program magang di grup
RCP, namun sempat menangani klien yang sebenarnya merupakan
perusahaan yang tergolong grup OMT. Hal ini dapat terjadi tergantung
dengan klien yang didapatkan oleh partner yang bersangkutan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
46
Universitas Indonesia
c. Tax
KAP QRS memberikan jasa dalam bidang perpajakan yang akan memberikan
saran kepada perusahaan dan mendampingi dalam melakukan perencanaan,
kepatuhan, pelaporan, serta menjaga hubungan otoritas pajak yang efektif.
Divisi perpajakan mencakup pajak badan, pajak perorangan, pajak tidak
langsung, pajak internasional, dan pajak atas transaksi bisnis.
d. Transaction
KAP QRS menyediakan jasa yang akan membantu klien untuk mengevaluasi
peluang yang ada dan membantu melakukan transaksi dengan efisien serta
mencapai tujuan strategis klien. Dengan jasa yang ditawarkan KAP QRS,
klien diharapkan dapat membuat bisnisnya semakin kompetitif dan
menguntungkan. Jasa yang diberikan juga terkait dengan merger dan akuisisi,
restrukturisasi modal dan hutang, pemodelan, serta penilaian bisnis
3.2 Profil PT W
3.2. 1 Gambaran Umum
PT W adalah perusahaan tekstil terkemuka di Asia Tenggara, merupakah bagian
dari WZ Group, yang memiliki world-wide turnover hingga USD 1.20 milliar. PT
W memiliki lokasi perkantoran di Jakarta, sementara pusat produksi dan
operasional berlokasi di Jawa Barat. PT W merupakan perusahaan manufaktur
tekstil yang memiliki pasar di penjuru dunia.
PT W didirikan pada tanggal 25 Oktober 1971. Akta Pendirian perusahaan telah
diamandemen beberapa kali. Salah satunya berupa amandemen untuk perubahan
modal dasar perusahaan dari Rp15,720,000,000 (full amount) menjadi
Rp33,500,000,000 (full amount) pada tanggal 21 Juli 2005. Perubahan ini telah
disetujui oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 17 Oktober 2005.
Sementara amandemen terbaru adalah pada tanggal 30 Oktober 2008 yang
menyangkut perubahan Akta Pendirian perusahaan untuk mengikuti UU PT No
40 tahun 2007. Hingga 30 Juni 2011, PT W memiliki 966 karyawan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Tujuan utama PT W adalah menjadi pemimpin pasar dan berkembang secara
signifikan pada seluruh lini produksinya, terutama dalam lini produk sulaman.
Sementara faktor kesuksesan PT W utamanya terletak pada sumber daya
manusianya yang kompeten, keahlian di bidang tekstil, memiliki lokasi yang
strategis, serta struktur keuangan perusahaan yang kuat dan tidak adanya masalah
dalam hal likuiditas dan solvabilitas.
PT W merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang telah mendapatkan ISO
9002 untuk akreditasi manajemen kualitas, serta telah meraih Presidential Award
di tahun 1995 untuk performa ekspornya. Ke depan, PT W tidak memiliki rencana
untuk mengakuisisi perusahaan lain untuk dijadikan anak perusahaan PT W.
3.2. 2 Proses Bisnis
Pada dasarnya, PT W memiliki tiga lini produk utama, yaitu spinning,
embroidery, dan dyeing. Divisi sulam PT W didirikan pada tahun 1979 dan sejak
itu telah berkembang menjadi pemimpin pasar kain sulaman di Asia Tenggara. PT
W melakukan ekspor dan penjualan ke lebih dari 40 negara di dunia, di mana 90%
pendapatan perusahaan berasal dari penjualan ekspor.
PT W merupakan pemasok utama bagi berbagai merek terkemuka di segmen
pakaian, home textile hingga segmen lingerie. PT W telah dikenal sebagai
pemasok tekstil yang berkualitas tinggi, menerima pesanan dalam volume besar
dan menawarkan harga yang bersaing. PT W menggunakan mesin modern dan
sistem perancangan yang telah terkomputerisasi, membuat PT W menjadi
pemasok pilihan dari butik haute couture internasional. PT W memiliki basis
pelanggan yang kuat di Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia, hingga
Eropa.
PT W memiliki pabrik produksi di mana seluruh aktivitas produksi mulai dari
perancangan, produksi sulaman, pencelupan, dan penyelesaian dilakukan di
bawah satu atap. Selain penyulaman dan pencelupan, PT W juga memiliki
fasilitas untuk melakukan proses sulam home textiles, teknik pengguntingan yang
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
48
Universitas Indonesia
cukup rumit, pembuatan motif, renda dan banyak lagi yang menjadikannya
sebagai perusahaan yang memimpin di bidang tekstil. Jangkauan produk PT W
mencakup bahan polyester, polyester viscose, optical white cotton, cotton blends
dan berbagai benang khusus yang dapat digunakan untuk merajut maupun
menenun.
Kapasitas produksi PT W sebelum adanya penambahan mesin produksi adalah:
• Spinning 2,300,000 kg/bulan
• Embroidery 285,000 yard/bulan
• Dyeing 162,000 kg/bulan
Kapasitas ini telah berubah sehubungan dengan adanya penambahan mesin
produksi pada pertengahan 2010. Penambahan kapasitas ini telah diinformasikan
dan diizinkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal tertanggal 7 Juli 2010.
Kapasitas produksi PT W setelah adanya penambahan mesin produksi adalah:
• Spinning 2,857,680 kg/bulan
• Embroidery 285,000 yard/bulan
• Dyeing 162,000 kg/bulan
Bisnis yang dijalankan PT W merupakan bisnis yang dipengaruhi legislasi dan
peraturan, seperti:
• Pajak ekspor yang mempengaruhi aktivitas ekspor komoditas
• Regulasi terkait angkatan kerja, karena industri ini mengutilisasi jumlah
tenaga kerja yang besar
• Sebagian lokasi produksi PT W terletak pada kawasan berikat. Kawasan
Berikat adalah area dengan batasan tertentu dimana hasil produksinya
terutama untuk diekspor. Maka dari itu PT W harus mematuhi regulasi
terkait kawasan berikat.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
49
Universitas Indonesia
3.2. 3 Pemegang Saham
Berikut adalah tabel yang menyajikan informasi terkait komposisi pemegang
saham dan persentase kepemilikan pada PT W.
Tabel 3.1 Pemegang Saham PT W
Pemegang Saham
Jumlah Saham Persentase Kepemilikan
2010 2011 2010 2011
WWW Ltd 3,015,000 3,595,500 90% 90% JKL 167,500 199,750 5% 5% QQQ Ltd 167,500 199,750 5% 5% Total 3,350,000 3,995,000 100% 100%
Sumber: Representation Letter PT W - telah diolah kembali
3.2. 4 Struktur Organisasi
General Manager dan Financial Controller berpartisipasi secara aktif dalam
operasi sehari-hari. PT W merupakan bagian dari WZ Group, di mana WZ Group
memiliki Corporate Team yang akan mengkaji performa dari PT W. PT W sendiri
memiliki proses yang memadai dalam mengkaji performa, yaitu setiap bulan,
Financial Controller akan menginformasikan gambaran umum mengenai
performa aktual dan perbandingannya dengan anggaran, perkiraan, dan performa
dari periode sebelumnya. Hal ini akan menjadi landasan dalam pertemuan
manajemen untuk mendiskusikan langkah apa yang harus diambil selanjutnya.
Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT W Sumber: Kertas kerja audit KAP QRS atas PT W
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
50
Universitas Indonesia
3.3 Pelaksanaan Magang
Dalam melakukan proses audit di PT W, KAP QRS dibantu dengan GAM (Global
Audit Methodology) yang membantu auditor untuk mengikuti langkah-langkah
dan prosedur audit mulai dari identifikasi bisnis klien hingga perumusan
kesimpulan dan pembuatan laporan audit. Secara garis besar, panduan tersebut
terbagi atas empat fase, yang digambarkan dalam bagan berikut ini.
Gambar 3.2 Empat Fase Proses Audit Global Audit Methodology
Sumber: KAP QRS Global Audit Methodology – telah diolah kembali
3.3.1 Fase Perencanaan dan Identifikasi Risiko
a. Penerimaan klien
Periode Juni 2011 bukan merupakan periode audit pertama KAP QRS
terhadap PT W. Berdasarkan pertimbangan yang mencakup opini audit
tahun sebelumnya, keadaan industri, tipe perusahaan, kondisi ekonomi, dan
sikap manajemen, maka KAP QRS memutuskan untuk melanjutkan audit di
PT W.
b. Memahami bisnis klien
Setelah memutuskan untuk menerima klien, auditor melakukan wawancara
dengan manajemen PT W dan menyimpulkan bahwa tidak terdapat
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
51
Universitas Indonesia
perubahan proses bisnis yang signifikan dari periode sebelumnya.
c. Memahami kompleksitas lingkungan TI
Sistem yang digunakan dalam divisi akuntansi PT W bernama System 21.
Sistem ini dapat digunakan untuk pencatatan transaksi, posting ke general
ledger hingga mempersiapkan laporan keuangan. Selain itu, divisi akuntansi
juga menggunakan Oracle dan Impact System (Integrated Marketing
Production and Costing Tools) untuk menangani proses bisnis yang
signifikan, seperti transaksi penjualan dan pembelian, persedian, serta
costing di beberapa bagian. Beberapa proses bisnis yang menggunakan
Oracle adalah proses pembelian persediaan (menyiapkan purchase
requisition, purchase order, good receive note, serta memperbaharui
inventory master list). Impact System digunakan dalam proses penjualan
yang berlangsung di divisi pencelupan. System 21 telah efektif dioperasikan
sejak 16 April 2008.
Berdasarkan hasil penilaian akan tingkat risiko dari sistem yang digunakan,
maka diputuskan bahwa diperlukan keikutsertaan dari divisi Information,
Technology, and Risk Advisory (ITRA) dalam melakukan proses audit PT
W.
d. Menilai pengendalian internal perusahaan
Secara keseluruhan, pengendalian internal PT W dinilai tidak memiliki isu
yang signifikan. Namun untuk detail pengendalian internal per akun,
terutama untuk akun aset tetap yang menjadi sorotan dalam laporan ini,
akan lebih dijelaskan pada bagian berikutnya. Pengendalian internal yang
baik akan mengakibatkan bukti audit dapat dikurangi dan tingkat
materialitas dapat ditingkatkan. Sebaliknya, jika pengendalian dinilai tidak
memadai, maka bukti audit harus lebih banyak dan tingkat materialitas
ditetapkan lebih rendah.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
52
Universitas Indonesia
e. Mengidentifikasi risiko kecurangan
Auditor melakukan wawancara dengan Chief Financial Officer dan
menuangkannya dalam fraud consideration form. Risiko kecurangan tidak
teridentifikasi pada PT W.
f. Menentukan tingkat materialitas
Auditor menetapkan planned materiality (PM), tolerable error (TE),
summary of audit difference (SAD) dengan mengacu pada karakteristik dan
risiko bisnis klien. PM, TE dan SAD yang digunakan selama melakukan
proses audit di PT W didasarkan pada penerimaan sebelum pajak (pretax
income). Untuk PM, digunakan basis 10% dari penerimaan sebelum pajak
(pretax income). TE ditetapkan sebesar 50% dari PM. Sementara SAD
ditetapkan 5% dari PM. Batas 10% dalam penentuan PM digunakan atas
pertimbangan bahwa PT W telah memenuhi kriteria berikut:
• klien bukan merupakan perusahaan yang go public dan hanya
memiliki beberapa pemegang saham
• klien tidak memiliki publicly traded debt
• klien tidak berencana untuk go public dalam dua hingga tiga tahun ke
depan
Tabel 3.2 Batas Materialitas Audit PT W
(Dalam US$) 2011 2010
Basis Pretax Income Pretax Income
PM 213,961 199,847
TE 106,981 99,924
SAD 10,698 9,992 Sumber: Kertas kerja audit KAP QRS atas PT W – telah diolah kembali
Dalam pelaksanaan audit, ketika auditor menemukan adanya kesalahan,
auditor akan selalu melihat batas materialitas di atas. Ketika perbedaan
masih berada di bawah nilai SAD, maka perbedaan tersebut tidak akan
ditindaklanjuti. Jika perbedaan tersebut berada di atas SAD namun masih
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
53
Universitas Indonesia
berada di bawah nilai TE, maka perbedaan-perbedaan yang ditemukan akan
dikumpulkan dan diakumulasi. Akumulasi perbedaan yang melebihi nilai
TE akan disesuaikan melalui jurnal penyesuaian.
g. Mengidentifikasi akun yang signifikan
Auditor mengidentifikasi akun apa saja yang dianggap signifikan, dan
memberikan justifikasi atas akun yang tidak dikategorikan sebagai akun
signifikan. Pada proses audit PT W, akun aset tetap ditetapkan sebagai akun
yang signifikan, dengan alasan bahwa akun aset tetap memiliki pengaruh
yang signifikan dalam operasi usaha PT W, namun pengendalian aset tetap
oleh klien belum memadai. Auditor tidak dapat mengandalkan pengendalian
klien, sementara transaksi yang melibatkan aset tetap meningkat drastis dari
tahun sebelumnya. Auditor kemudian menentukan asersi apa yang akan
diutamakan dalam pengujian akun signifikan ini. Pada aset tetap, asersi
yang diuji oleh auditor adalah:
1. Memastikan bahwa aset tetap yang terdapat pada neraca, benar-benar
ada pada tanggal neraca (keberadaan/existence)
2. Memastikan bahwa seluruh akun yang seharusnya disajikan dalam
laporan keuangan benar-benar telah dimasukkan ke dalam laporan
keuangan. (kelengkapan/completeness)
3. Memastikan bahwa aset tetap yang tercatat di dalam laporan keuangan
klien, memang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan (hak dan
kewajiban/right and obligation)
4. Memastikan aset tetap telah dicatat dan divaluasi secara memadai
(valuasi dan alokasi/valuation and allocation)
5. Memastikan semua aspek terkait aset tetap yang butuh diungkapkan,
telah diungkapkan dengan memadai (penyajian dan
pengungkapan/presentation and disclosure)
3.3.2 Fase Strategi dan Penilaian Risiko
Pada fase ini, tim audit mencoba memahami kebijakan akuntansi atas akun aset
tetap PT W, alur transaksi yang terjadi di PT W, termasuk melakukan prosedur
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
54
Universitas Indonesia
walkthrough untuk memahami siklus-siklus transaksi yang ada di dalam
perusahaan. Untuk akun aset tetap, prosedur walkthrough tidak dilakukan. Alur
transaksi yang berusaha dipahami auditor hanya terkait dengan transaksi umum
seperti pembelian suku cadang yang terkait dengan aset tetap.
Auditor merancang uji pengendalian, serta menentukan dokumen yang diperlukan
untuk pengujian selanjutnya. Manager dan senior in charge dalam tim audit juga
melakukan prosedur analitis untuk mengetahui risiko, menentukan strategi audit,
serta menentukan prosedur audit apa yang harus ditekankan pada fase eksekusi.
Auditor kemudian menggabungkan seluruh desain pengujian dan desain prosedur
audit ke dalam software yang digunakan KAP QRS dalam melakukan seluruh
proses audit, yaitu GAMx. Hasil akhir dari fase kedua adalah penyusunan Audit
Strategies Memorandum.
a. Kebijakan aset tetap PT W
Efektif 1 Januari 2008, perusahaan mengaplikasikan PSAK nomor 16 revisi
2007, “Aset Tetap”, yang menggantikan PSAK nomor 16 (1994) “Aktiva
Tetap dan Aktiva lain-lain”, dan PSAK nomor 17 (1994) “Akuntansi
Penyusutan”, di mana perusahaan memilih untuk menerapkan model biaya.
Adopsi dari PSAK yang telah direvisi ini tidak menghasilkan perubahan
ataupun efek yang signifikan pada laporan keuangan perusahaan.
Aset tetap dinyatakan sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi
penyusutan dan rugi atas penurunan nilai aset tetap. Dengan menerapkan
model biaya, maka PT W mengukur harga perolehan aset termasuk biaya
pengadaan aset hingga aset tetap berada pada tempat pemakaian dan siap
untuk digunakan. Aset tetap akan diakui ketika biaya perolehan dapat
diukur dengan andal dan perusahaan akan mendapatkan keuntungan
ekonomis di masa mendatang.
Dalam melakukan penyusutan, PT W menerapkan metode garis lurus untuk
kelas aset yang didasarkan pada umur manfaat aset. Dalam melakukan
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
55
Universitas Indonesia
penyusutan, PT W tidak menetapkan nilai residu karena jumlahnya dinilai
tidak signifikan.
Tabel 3.3 Estimasi Umur Manfaat Aset Tetap PT W
Sumber: Laporan keuangan PT W periode Juni 2011
Pengeluaran untuk biaya perbaikan atau pemeliharaan aset tetap dibebankan
pada laporan laba rugi pada saat terjadinya. Penyempurnaan yang
menambah nilai dan masa manfaat, serta penambahan dalam jumlah besar
akan dikapitalisasi. Ketika suatu aset tetap tidak lagi digunakan atau dijual,
nilai tercatat dan akumulasi penyusutan atas aset tetap tersebut dikeluarkan
dari pencatatatannya sebagai aset tetap. Selain itu, keuntungan atau kerugian
yang muncul akan diperhitungkan dalam laporan laba rugi pada tahun
berjalan.
Nilai yang dapat diperoleh kembali dari suatu aset tetap diestimasikan
ketika terdapat perubahan kondisi yang menyebabkan nilai perolehan aset
tetap tersebut tidak dapat diperoleh kembali. Penurunan nilai aset tetap
diakui sebagai kerugian dalam laporan laba rugi pada tahun berjalan.
b. Memahami alur transaksi
Auditor melakukan prosedur walkthrough untuk memahami alur transaksi
sekaligus mengidentifikasi aspek pengendalian yang dimiliki perusahaan
dalam transaksi tertentu.
Proses pencatatan perusahaan atas pembelian berbeda tergantung dengan
Kelas Aset Estimasi Umur Manfaat
Hak Tanah 20-30 tahun
Bangunan 20 tahun
Mesin dan Peralatan 12 tahun
Perabot dan Perlengkapan Kantor 5 tahun
Kendaraan Bermotor 5 tahun
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
56
Universitas Indonesia
jenis barang yang dibeli. PT W menggunakan Oracle System untuk
mencatat pembelian suku cadang terkait mesin. Hal ini mencakup
mempersiapkan Purchase Requisition, Purchase Order, Goods Received
Note, serta memperbaharui master list. Untuk proses posting jurnal
pembelian ke general ledger, PT W menggunakan system 21. Hal ini
berbeda dengan pembelian lain, bahan baku misalnya, yang mengunakan
system 21 untuk mencatat keseluruhan proses. Berikut adalah alur transaksi
pembelian suku cadang, sebagai salah satu komponen aset tetap:
• Inisiasi pembelian
Sebelum melakukan pembelian, terlebih dahulu pihak yang membutuhkan
(dalam hal ini departemen tertentu selaku calon pengguna) membuat
permintaan pembelian (purchase requisition/PR) yang disiapkan secara
manual oleh departemen tersebut. PR kemudian disetujui oleh supervisor
pada departemen tersebut atau kepala departemen. Departemen pembelian
akan menerima salinan dokumen PR dan mengkaji reasonableness dari
permintaan pembelian tersebut.
• Pemesanan
Departemen pembelian akan memproses permintaan pembelian dari
departemen pemesan. Purchase Manager akan memilih vendor terbaik
berdasarkan perbandingan harga, kualitas, dan pengiriman. Setelah vendor
dipilih, departemen pembelian akan mempersiapkan purchase order (PO)
melalui sistem oracle. PO dibuat sebanyak 4 salinan. Dokumen asli akan
dikirimkan kepada vendor, salinan pertama untuk departemen akuntansi,
salinan kedua untuk gudang, serta salinan ketiga untuk departemen yang
meminta pembelian aset. Nomor purchase order, tanggal serta pembuat
purchase order dihasilkan langsung secara otomatis oleh sistem.
Terdapat batasan jumlah pembelian yang menentukan otorisasi pembelian.
Pembelian di bawah USD 2,000 per item atau pembelian di bawah USD
10,000 secara total, hanya perlu disetujui oleh supervisor pada departemen
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
57
Universitas Indonesia
tersebut atau kepala departemen. Sementara untuk pembelian di atas batas
tersebut, harus disetujui oleh direktur keuangan.
• Penerimaan
Ketika barang yang dipesan telah datang, pihak yang menerima (umumnya
supervisor atau kepala gudang) akan membuat Goods Inspection Received
Note (GIRN) berdasarkan Delivery Order (DO) yang didapat dari vendor,
pada sistem Oracle. Sistem tersebut tidak akan mengeluarkan GIRN jika
nomor PO dan kuantitas yang dimasukkan tidak sesuai dengan PO
sebenarnya. GIRN kemudian akan diotorisasi oleh manajer pembelian, dan
dikirim ke departemen pengguna untuk diinspeksi.
Pengguna akan melakukan pemeriksaan barang untuk mengecek kualitas
dan kuantitas sesuai yang tertera pada PO dan DO. Setelah proses inspeksi
selesai, maka GIRN akan diotorisasi oleh pengguna serta supervisor atau
kepala departemen. GIRN kemudian dikirim kembali kepada kepala
gudang untuk ditukar dengan Goods Received Note (GRN) untuk
kemudian diotorisasi oleh manajer pembelian.
GRN dihasilkan otomatis oleh sistem dan memiliki kode yang berbeda
untuk setiap klasifikasi pembelian. Ketika kepala gudang menghasilkan
GRN, sistem secara otomatis akan membuat jurnal:
Dr. Spare part xxx
Cr. Account Payable Accrual xxx
Account Payable Accrual merupakan akun yang digunakan untuk
mencatat hutang atas pembelian suku cadang yang belum ditagih melalui
invoice.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
58
Universitas Indonesia
• Pengakuan pembelian
GRN asli beserta DO dan invoice kemudian dikirim ke bagian Account
Payable dari departemen akuntansi. Staf di bagian account payable akan
mengklasifikasi GRN berdasarkan vendor untuk memperbaharui subledger
vendor dan secara otomatis membuat jurnal:
Dr. Account Payable Accrual xxx
Cr. Account Payable xxx
Setiap akhir minggu, sistem akan mengunggah seluruh GRN dari oracle
yang dihasilkan pada minggu tersebut dan memigrasi data ke system 21
untuk melakukan posting general ledger. Untuk migrasi yang dilakukan
pada akhir bulan, sistem akan menyesuaikan dengan periode agar seluruh
data dari oracle diunggah ke system 21 dalam periode yang benar dan isu
terkait pisah batas tidak muncul. Untuk memastikan bahwa seluruh data
telah dimigrasi dari oracle ke system 21, supervisor divisi Account
Payable akan melakukan pemeriksaan pada sistem.
• Proses pembayaran
Proses pembayaran dimulai dari daftar pembayaran yang dikeluarkan oleh
divisi accounting & finance. Daftar pembayaran ini akan dikirimkan ke
divisi account payable, untuk memastikan bahwa seluruh dokumen
pendukung telah lengkap. Divisi account payable kemudian memasukkan
payment voucher pada system 21, yang secara otomatis akan membuat
jurnal:
Dr. Account payable xxx
Cr. Bank xxx
Jurnal ini akan meng-update subledger untuk vendor yang bersangkutan
dan akun cash in bank.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
59
Universitas Indonesia
Payment voucher kemudian dicetak oleh divisi accounting & finance dan
dikirim ke bagian account payable untuk diperiksa. Setelah itu, DO dan
invoice akan ditandai yang menunjukan transaksi tersebut telah dibayar.
Setelah bagian account payable melakukan pemeriksaan atas payment
voucher dan mencocokkannya dengan dokumen pendukung, payment
voucher tersebut dikirim ke manajer akuntansi dan direktur keuangan
untuk diotorisasi.
Untuk pembayaran menggunakan bilyet giro atau transfer, accounting &
finance supervisor akan mempersiapkan bilyet giro, untuk kemudian
ditandatangani oleh manajer akuntansi dan direktur keuangan.
Untuk pembayaran menggunakan cek, Accounting & Finance Supervisor
akan mempersiapkan cek, lengkap beserta payment voucher dan dokumen
pendukung. Cek ini kemudian dikirimkan ke manajer akuntansi dan
direktur keuangan untuk diotorisasi. Selain manajer akuntansi dan direktur
keuangan, pihak yang memiliki wewenang untuk melakukan otorisasi
adalah presiden direktur, direktur yang setara dengan direktur keuangan,
dan manajer produksi ketika tidak ada direktur yang berada di tempat.
Cek dan bilyet giro yang telah diotorisasi umumnya akan dibawa oleh
vendor. Sementara pembayaran melalui transfer akan dilakukan oleh
accounting & finance supervisor melalui fasilitas e-banking.
c. Prosedur Analitis
Auditor melakukan prosedur analitis untuk melihat penyebab pergerakan
aset tetap di tahun berjalan. Hal ini dilakukan dengan menganalisis
penyebab peningkatan aset tetap kemudian menganalisis sumber
peningkatan aset tetap yang paling besar selama tahun berjalan. Berikut
disajikan tabel yang menunjukan adanya kenaikan saldo aset tetap di tahun
2011.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
60
Universitas Indonesia
Tabel 3.4 Kenaikan dan Penurunan Aset Tetap PT W
Sumber: Kertas kerja audit KAP QRS atas PT W – telah diolah kembali
Kenaikan aset tetap dan CIP sebesar US$ 7,822,197, atau naik 35% dari
tahun 2010, adalah hasil dari penambahan aset tetap sebesar US$
11,576,685 (jumlah ini termasuk penyesuaian sebesar US$480,964 terkait
peraturan subsidi pemerintah mengenai ekspansi pabrik), pelepasan aset
tetap dengan nilai buku US$2,581,055, dan penyusutan sebesar US$
1,173,353.
Penambahan aset tetap sebagian besar berasal dari penambahan mesin dan
gedung dari transfer CIP sebesar masing-masing US$10,348,037 dan
US$2,204,087. Penambahan mesin tersebut didominasi oleh penambahan
mesin pintal dan bangunan, yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas
produksi. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan produksi departemen
pemintalan di tahun 2011.
3.3.3 Fase Eksekusi
Fase eksekusi merupakan fase di mana auditor melakukan berbagai pengujian,
seperti uji pengendalian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas dari
pengendalian internal yang diterapkan oleh perusahaan, serta uji substantif dan
prosedur umum audit dengan tujuan menguji apakah pencatatan dan proses secara
keseluruhan dari transaksi pada PT W telah sesuai dengan standar yang berlaku
dan telah memenuhi asersi yang ditentukan. Pada PT W, auditor tidak melakukan
pengujian pengendalian, namun langsung melakukan prosedur substantif. Berikut
prosedur-prosedur substantif yang dilakukan oleh auditor selama kerja lapangan.
(Dalam US$) 30-Jun-11 30-Jun-10
Kenaikan/
(Penurunan) Persentase
Aset tetap - net 30,015,397 21,071,991 8,943,406 42%
Pembangunan
dalam proses (CIP) 43,658 1,164,867 (1,121,209) -96%
Total 30,059,056 22,236,858 7,822,197 35%
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
61
Universitas Indonesia
3.3.3.1 Melakukan Pengujian Journal Entries
KAP QRS menggunakan QRS Global Analytics Tools untuk mengambil jurnal dari
sistem, dan mengidentifikasi jika terdapat keanehan dalam input jurnal.
Contohnya adalah jurnal yang diinput oleh karyawan di luar divisi akuntansi.
Atau jika manajemen tingkat atas (seperti direktur atau controller) melakukan
input jurnal.
Pada PT W, auditor menemukan bahwa terdapat beberapa jurnal yang tidak
memiliki kelengkapan data tentang personel yang melakukan input, lalu terdapat
beberapa jurnal yang di-input oleh personel di luar divisi akuntansi, hingga
beberapa jurnal yang diinput oleh Financial Controller hingga CEO. Namun,
hasil follow up dari auditor menyimpulkan bahwa tidak ada indikasi adanya
kecurangan berdasarkan aktivitas pencatatan.
3.3.3.2 Prosedur Untuk Memenuhi Tujuan Audit Kaitan Rinci
Untuk menguji tujuan audit kaitan rinci, prosedur utama yang dilakukan oleh
auditor setelah mendapatkan detail listing dan trial balance adalah melakukan
pencocokan saldo per listing (detail akun) dengan saldo per trial balance.
Prosedur ini ditandai dengan tickmark pada k-lead worksheet aset tetap.
Pada PT W, fixed assets master file berbentuk database sederhana yang antara
lain berisi deskripsi aset, tanggal akuisisi, biaya perolehan awal, penyusutan tahun
berjalan, dan akumulasi penyusutan aset tersebut serta informasi penambahan dan
pengurangan aset selama tahun berjalan. Fixed asset master file ini dikelola dan
dikontrol oleh kepala bagian akuntansi PT W.
Tidak ditemukan masalah dari hasil pencocokan saldo per listing (detail akun)
dengan saldo per trial balance. Hanya saja, auditor memberi penekanan akan
risiko yang muncul dari sistem database sederhana ini. Yang perlu diperhatikan
adalah konsistensi pencatatan dengan tahun sebelumnya. Misalnya, jika klien
menjual asetnya, kemudian klien langsung menghapus aset yang telah dijual di
master file. Penghapusan aset ini harus diperhatikan mulai dari nilai aset,
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
62
Universitas Indonesia
perhitungan penyusutan, dan sebagainya. Jika kontrol atas database ini lemah,
dapat menyebabkan ketidaksesuaian saldo pergerakan aset tetap dengan saldo
tahun sebelumnya.
3.3.3.3 Melaksanakan Prosedur Analitis
Auditor kembali melakukan prosedur analitis pada fase eksekusi sebagai
pendukung dari prosedur substantif lainnya dan untuk mengindikasikan
kemungkinan salah saji. Prosedur analitis pada fase ini bukan merupakan
keharusan, dan setelah dilakukan ternyata tidak menghasilkan temuan baru yang
signifikan.
3.3.3.4 Melakukan Verifikasi Akuisisi Aset Tetap Tahun Berjalan
Pada tahun berjalan, PT W memiliki banyak transaksi penambahan aset tetap.
Penambahan secara drastis ini merupakan salah satu wujud usaha peningkatan
kapasitas produksi yang ingin dicapai PT W. Penambahan aset tetap tersebut
meliputi penambahan bangunan, kendaraan bermotor, perabot, serta berbagai
mesin pabrik.
Dalam melakukan verifikasi akuisisi aset tetap tahun berjalan di PT W, prosedur
utama yang dilakukan auditor adalah melakukan vouching atas penambahan aset
tetap ke dokumen pendukung sesuai dengan sistem akuntansi PT W. Dari fixed
asset register, auditor melakukan identifikasi aset yang mengalami penambahan
di tahun berjalan.
Karena jumlah penambahan aset cukup banyak, maka auditor memilih sampel
untuk dilakukan vouching. Dasar yang digunakan auditor dalam melakukan
pemilihan sampel untuk vouching adalah combined risk assessment (CRA), yang
merupakan gabungan antara control risk (CR) dan inherent risk (IR). Pada PT W,
control risk yang digunakan adalah not rely on control, sebab auditor tidak
melakukan pengujian pengendalian untuk menguji asersi keberadaan penambahan
aset tetap. Sementara untuk inherent risk dinilai rendah karena natur aset tetap
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
63
Universitas Indonesia
yang bukan merupakan aset bergerak, dan dinilai kecil kemungkinannya untuk
dicuri.
Berdasarkan framework dari QRS Global Audit Methodology, maka auditor
melakukan pemilihan sampel berdasarkan level combined risk assessment
‘moderate’. Pemilihan sampel yang akan di-vouching ditentukan dengan
menggunakan software pemilihan sampel yaitu QRS Microstart. Auditor akan
memasukan tolerable error, nilai populasi dan key item yang merupakan nilai-
nilai tambahan aset tetap yang berada di atas cut off atau batas nilai yang wajib
menjadi sampel vouching. Auditor juga memasukkan combined risk assessment
yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu moderate dan tingkat keyakinan
persuasive atas prosedur substantif lainnya. Tingkat keyakinan persuasive dipilih
atas dasar adanya prosedur lain yang akan dilakukan auditor, yaitu observasi fisik
aset tetap. Setelah melengkapi seluruh keterangan terkait pengambilan sampel,
maka auditor akan segera mengetahui berapa jumlah sampel yang harus diuji.
Gambar 3.3 Framework QRS GAM untuk penentuan CRA
Sumber: QRS Global Audit Methodology
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
64
Universitas Indonesia
Dari hasil microstart, terpilih tujuh puluh satu sampel untuk ketiga kelas aset
tetap. Sampel-sampel ini keseluruhannya merupakan key item yang berada di atas
thereshold yang ditetapkan. Umumnya, auditor akan mengambil representative
sample yang berada di bawah threshold untuk mendapat keyakinan atas
representasi populasi. Namun, nominal keseluruhan sampel di atas telah
mencakup 97% populasi penambahan aset tetap. Sehingga dianggap telah
merepresentasikan sampel dengan baik.
Gambar 3.4 Output QRS Microstart untuk penambahan aset tetap Sumber: Kertas kerja audit KAP QRS atas PT W – telah diolah kembali
Langkah selanjutnya adalah membandingkan jumlah yang terdapat pada fixed
asset register dengan dokumen pendukung yang didapatkan dari klien. Dokumen
pendukung tersebut antara lain (1) goods received note yang merupakan dokumen
yang digunakan sebagai bukti penerimaan suatu barang dan di dalamnya tertera
jenis barang, jumlah barang dan waktu penerimaan; serta (2) delivery order atau
surat jalan.
Dari hasil vouching, auditor mendapatkan temuan yang berhubungan dengan
kapitalisasi, yaitu adanya beberapa aset tetap yang nilainya terlalu kecil untuk
dikapitalisasi, serta temuan bahwa tidak adanya basis yang konsisten atas
penetapan tanggal penyusutan aset. Temuan ini akan dibahas lebih lanjut dalam
bab berikutnya, yaitu subbab 4.6 mengenai kapitalisasi dan penyusutan aset tetap.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
65
Universitas Indonesia
Selain vouching, prosedur yang dilakukan auditor adalah melakukan observasi
fisik aset untuk memenuhi tujuan keberadaan sekaligus melakukan pengecekan
atas prosedur kapitalisasi yang dilakukan PT W. Jenis aset yang diobservasi
dipilih berdasarkan judgment dari auditor, yaitu beberapa aset tetap yang memiliki
nilai tinggi serta aset berbentuk tanah yang masih berada dalam pembangunan,
agar dapat merepresentasikan populasi.
Observasi dilakukan dengan mengamati secara fisik aset tersebut yang
menunjukkan bahwa asersi terkait keberadaan telah terpenuhi. Pada saat
observasi, auditor juga melakukan konfirmasi kepada bagian engineering tentang
tanggal penggunaan aset tersebut. Hal ini dilakukan karena tidak ada dokumentasi
yang jelas mengenai kapan aset tetap tersebut selesai dibangun. Maka itu, auditor
melakukan observasi sekaligus konfirmasi dengan user selaku pihak yang
menggunakan aset tersebut. Tujuan dari konfirmasi mengenai waktu tersebut
adalah untuk memastikan aset tetap disusutkan secara memadai. Karena jika tidak,
maka akan berdampak understated atau overstated pada beban penyusutan.
Namun, hasil dari inquiry yang dilakukan saat observasi mengenai penetapan
tanggal penyusutan aset tetap, tidak menghasilkan jawaban yang memuaskan dari
user. Auditor masih belum mendapat keyakinan bahwa aset tetap telah disusutkan
secara memadai. Penjelasan lebih lanjut mengenai temuan ini akan dibahas pada
subbab 4.6 mengenai kapitalisasi dan penyusutan aset tetap.
3.3.3.5 Melakukan Verifikasi Pelepasan Aset Tetap Tahun Berjalan
Prosedur yang dilakukan auditor KAP QRS dalam melakukan verifikasi pelepasan
aset tahun berjalan adalah dengan melakukan penghitungan ulang atas transaksi
penjualan aset tetap yang terjadi selama tahun berjalan untuk mengetahui adanya
untung dan rugi dari pelepasan aset tersebut. Hasil perhitungan ulang tersebut
kemudian dibandingkan dengan jumlah untung dan rugi yang terdapat pada trial
balance.
Pada tahun berjalan, PT W melakukan pelepasan atas tujuh belas jenis mesinnya.
Pelepasan ini seluruhnya dalam bentuk penjualan ke pihak luar. Dari tujuh belas
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
66
Universitas Indonesia
transaksi, empat belas di antaranya sudah melewati umur manfaat aset. Sehingga
ketika dijual, menghasilkan keuntungan bagi PT W. Namun tiga jenis aset masih
memiliki umur manfaat, dan dari hasil penjualan, PT W mengalami kerugian. Hal
ini karena ketiga aset tersebut merupakan mesin impor yang dibeli PT W dalam
kondisi bekas pakai pada tahun 2006. Ketika ketiga aset tersebut dijual pada tahun
2010, bentuk aset telah berupa besi-besi tua yang penjualannya dilakukan secara
kiloan.
Auditor juga melakukan vouching atas dokumen penjualan aset tetap tersebut,
yang terdiri dari invoice dan dokumen serah terima barang (delivery order).
Berdasarkan perhitungan ulang dan vouching yang telah dilakukan auditor, tidak
terdapat salah saji pada pelepasan aset tetap tahun berjalan.
3.3.3.6 Melakukan Verifikasi Saldo Akhir Akun Aset Tetap
Dari segi pengendalian internal, klien telah memiliki file induk aset tetap sebagai
pengendalian utama terhadap aset tetap. Kekhawatiran muncul karena file induk
bersifat manual sehingga memiliki lebih banyak risiko dibandingkan jika
berbentuk sistem terkomputerisasi. Perhitungan fisik aset tetap tidak dilakukan
secara periodik, sehingga saat kerja lapangan, auditor melakukan observasi untuk
melihat secara fisik keberadaan aset tetap. Auditor berkesimpulan bahwa risiko
inheren kecil karena sifat aset tetap yang sulit untuk dipindahkan. Pengendalian
internal klien terhadap aset tetap dianggap kurang memadai, terlihat dari tidak
adanya tag number sebagai identifikasi jika terdapat perubahan pada file induk
aset tetap dan tidak adanya dokumentasi terkait kapitalisasi atas aset dalam
pembangunan (asset under construction). Dari segi penyajian dan pengungkapan,
auditor tidak melihat ada kebutuhan untuk mengirimkan konfirmasi kepada pihak
eksternal terkait perjanjian hutang atau kredit.
3.3.3.7 Melakukan Verifikasi Beban Penyusutan dan Saldo Akhir Akun
Akumulasi Penyusutan
Prosedur yang dilakukan terkait akun penyusutan antara lain dengan
mencocokkan saldo pada listing aset tetap dengan saldo pada trial balance.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
67
Universitas Indonesia
Prosedur ini dilakukan untuk memenuhi tujuan kaitan rinci. Prosedur selanjutnya
adalah melakukan pemeriksaan atas umur manfaat aset, yaitu harus sesuai dengan
umur manfaat aset yang tertera di laporan keuangan klien. Selain itu, auditor juga
memastikan konsistensi perusahaan dalam menerapkan kebijakan metode
penyusutan.
Auditor melakukan penghitungan ulang atas penyusutan tahun berjalan, dan
mencocokkannya dengan jumlah yang dihitung oleh klien. Hasil perhitungan
ulang tersebut disajikan di tabel berikut ini:
Tabel 3.5 Hasil Penghitungan Ulang Beban Penyusutan PT W Tahun 2011
No Deskripsi Aset Tetap Penyusutan per TB
Penyusutan per Auditor Perbedaan
(Dalam US$) 1 Land 23,866 23,866 - 2 Building 413,110 419,429 (6,319) 3 Plant and Machinery 2,936,658 2,930,504 6,154 4 Furniture & Fixtures 62,711 65,561 (2,850) A Furniture & Fixtures 19,310 B Office Equipments 9,665 C Computer / Server 33,736 5 Vehicles 122,833 122,732 101 Total Perbedaan Penyusutan (2,914)
Sumber: Kertas kerja audit KAP QRS atas PT W – telah diolah kembali
a. Land
Untuk kelas aset tanah, PT W melakukan penyusutan atas hak guna
bangunan dan hak guna usaha dengan umur manfaat dua puluh dan tiga
puluh tahun. PSAK 47 mengenai akuntansi tanah menyebutkan bahwa:
Tanah tidak disusutkan, kecuali:
a) Kondisi kualitas tanah tak layak lagi untuk digunakan dalam
operasi utama entitas
b) Sifat operasi utama meninggalkan tanah dan bangunan begitu saja
apabila proyek selesai. Contoh aset tetap tanah dan bangunan di
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
68
Universitas Indonesia
daerah terpencil. Dalam hal ini tanah disusutkan sesuai perkiraan
panjang jadwal operasi utama atau proyek tersebut.
c) Prediksi manajemen atau kepastian bahwa perpanjangan atau
pembaruan hak kemungkinan besar atau pasti tidak diperoleh.
PT W melakukan penyusutan atas hak tanah tersebut atas dasar prediksi
manajemen bahwa terdapat indikasi hak atas tanah tersebut tidak dapat
diperbarui di masa mendatang.
b. Building
Kelas aset bangunan menggunakan umur manfaat dua puluh tahun. Untuk
prosedur penghitungan ulang atas beban penyusutan, ditemukan bahwa
terdapat perbedaan jumlah antara jumlah yang dihitung auditor dengan
jumlah yang disajikan di trial balance. Namun karena dianggap masih
berada di bawah tingkat materialitas, maka atas perbedaan jumlah tersebut
tidak dilakukan prosedur selanjutnya.
c. Plant and Machinery
Untuk kelas aset mesin, PT W menetapkan umur manfaat aset dua belas
tahun, dan ditetapkan secara merata untuk seluruh aset di kelas tersebut.
Untuk kelas aset ini juga terdapat perbedaan jumlah antara jumlah yang
dihitung auditor dengan jumlah yang disajikan di trial balance. Namun
karena perbedaan jumlah tersebut masih berada di bawah batas
materialitas, maka auditor tidak melakukan prosedur lebih lanjut.
d. Furniture and Fixture
Kelas aset furniture and fixture terdiri dari perabot, peralatan kantor, serta
komputer, yang disusutkan menggunakan umur manfaat lima tahun untuk
setiap asetnya. Perbedaan jumlah hasil perhitungan auditor dengan jumlah
pada trial balance tidak ditindaklanjuti karena masih di bawah batas
materialitas.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
69
Universitas Indonesia
e. Vehicles
Kelas aset kendaraan disusutkan dengan umur manfaat lima tahun. Pada
kelas aset kendaraan terdapat perbedaan jumlah hasil perhitungan auditor
dengan jumlah pada trial balance, namun tidak ditindaklanjuti karena
masih berada di bawah batas materialitas.
Prosedur lain yang terkait penyusutan aset tetap adalah ketika auditor
mendapatkan temuan bahwa adanya inkonsistensi dalam penetapan tanggal
dimulainya penyusutan. Auditor melakukan perhitungan untuk mengetahui efek
penyusutan yang ditimbulkan oleh inkonsistensi ini. Perhitungan efek penyusutan
tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab 4.6 pada bagian analisis
penyusutan aset tetap.
Selain hal tersebut, prosedur terkait beban penyusutan dan akumulasi penyusutan
tidak menghasilkan temuan yang signifikan. Auditor juga tidak mengusulkan
perubahan umur manfaat maupun metode penyusutan.
3.3.3.8 Prosedur Substantif Lain
a. Prosedur terkait penaksiran nilai aset
Prosedur audit terkait penaksiran nilai aset bertujuan untuk memastikan
bahwa aset tetap memiliki nilai buku di bawah harga pasar. Prosedur yang
dilakukan auditor adalah dengan membandingkan harga pasar aset dengan
nilai buku (net book value) aset pada tahun 2011. Harga pasar didapat dari
laporan penaksiran nilai aset. Jika nilai buku aset berada di atas harga
pasar, hal ini dapat menjadi indikasi adanya isu penurunan nilai aset
(impairment).
Penilaian aset tetap diperlukan karena PT W memiliki perjanjian pinjaman
dengan sebuah bank yang telah berlangsung sejak tahun 2008. Penilaian
aset tetap PT W terakhir dilakukan pada tahun 2010, seperti yang
disyaratkan oleh bank tersebut untuk melakukan penilaian kembali setiap
dua tahun.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
70
Universitas Indonesia
Berikut disajikan tabel terkait dengan nilai buku bersih aset tetap (dalam
US$) berdasarkan catatan akuntansi PT W yang kemudian akan dinilai
kembali.
Tabel 3.6 Nilai Buku Bersih Aset Tetap PT W Tahun 2011
Accounting Record Cost Accumulated Depreciation
Net Book Value
(Dalam US$) Land and Land Right 807,609.00 (496,642.09) 310,966.91 Building 14,108,446.23 (8,581,344.57) 5,527,101.66 Plant and Machinery 78,801,387.19 (54,992,727.29) 23,808,659.90 Furnitures, Fixtures, and Office Equipment 1,163,025.62 (1,030,616.71) 132,408.91
CIP 158,595.21 - 158,595.21 Vehicles 964,348.56 (715,356.49) 248,992.07 Total 96,003,411.81 (65,816,687.15) 30,186,724.66
Sumber: Kertas kerja audit KAP QRS atas PT W – telah diolah kembali
Tabel 3.7 Perbandingan Nilai Buku dan Harga Pasar Aset Tetap PT W
Fixed Asset Per Appraisal Per Accounting Over appraised/ (under appraised)
(Dalam US$) Land and Land Right 4,060,295.00 310,966.91 3,749,328.09 Building 7,650,944.00 5,527,101.66 2,123,842.34 Plant and Machinery
78,801,387.19 24,099,664.02 54,701,723.17 Furnitures, Fixtures, and Office Equipment CIP Vehicles 338,728.45 248,992.06 89,736.39 Total 90,851,354.64 30,186,724.65 60,664,629.99
Sumber: Kertas kerja audit KAP QRS atas PT W – telah diolah kembali
Dari hasil perbandingan nilai buku yang dicatat PT W dengan harga pasar
hasil penilaian dari penilai independen, ditemukan bahwa harga pasar
melebihi nilai buku bersih aset tetap. Hal ini tidak menunjukan adanya
indikasi isu penurunan nilai aset. Untuk memastikannya lebih lanjut,
prosedur selanjutnya yang dilakukan auditor adalah mempersiapkan Fixed
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
71
Universitas Indonesia
Asset Impairment Check List yang merupakan panduan bagi auditor untuk
mengukur penurunan nilai aset yang mungkin terjadi pada aset tetap PT
W, berdasarkan PSAK 48 mengenai penurunan nilai aset tetap.
Pengisian checklist tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa tidak
terdapat isu penurunan nilai aset tetap pada PT W. Beberapa pertimbangan
dalam menentukan hal ini, antara lain karena:
• PT W tidak mengkapitalisasi biaya pinjaman
• Tidak ada indikasi bahwa aset tetap mengalami penurunan harga pasar
secara signifikan
• Tidak ada indikasi akan perubahan kondisi teknologi, pasar, ekonomi,
dan lingkungan sekitar dari operasi perusahaan
• Tidak ada indikasi penurunan signifikan dari tingkat bunga pasar
• Berdasarkan observasi fisik, tidak terdapat indikasi adanya keusangan
atau kerusakan pada fisik aset tetap
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka auditor menyimpulkan tidak
terdapat isu penurunan nilai aset pada aset tetap PT W.
b. Prosedur terkait asuransi
Prosedur selanjutnya yang dilakukan auditor adalah menguji cakupan
asuransi atas aset tetap. Prosedur ini dilakukan untuk mengetahui apakah
polis asuransi yang dimiliki oleh PT W telah meliputi nilai buku aset tetap.
Auditor meminta dokumen terkait asuransi yang dimiliki oleh PT W,
kemudian membandingkan nilai yang diliputi oleh asuransi tersebut
dengan nilai buku aset tetap PT W. PT W memiliki beberapa tipe asuransi
yang mencakup perlindungan terhadap aset tetap secara material dan
asuransi terkait proses bisnis perusahaan. Cakupan polis asuransi tersebut
mencapai 232% dari keseluruhan aset tetap PT W. Dengan polis asuransi
tersebut, auditor mengambil kesimpulan bahwa asuransi yang dimiliki PT
W telah memadai dalam mencakup risiko industri yang mungkin terjadi.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
72
Universitas Indonesia
c. Prosedur terkait biaya pinjaman
Tujuan dari prosedur ini adalah untuk meninjau apakah PT W memiliki
biaya pinjaman (capital borrowing cost) selama periode Juni 2011.
Prosedur dilakukan dengan menganalisis laporan arus kas untuk
mengidentifikasi adanya indikasi biaya pinjaman.
Analisis arus kas menunjukkan bahwa kas yang tersedia untuk digunakan
dalam kegiatan operasi adalah US$715,907. Sementara laporan
menunjukkan bahwa terdapat penambahan aset tetap dengan total jumlah
US$11,223,053, yang memiliki jumlah jauh lebih besar di atas kas yang
tersedia. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan aset tetap tersebut
dibiayai melalui dana yang diterima dari hasil pinjaman.
PSAK 26 revisi 2008 menyatakan bahwa kapitalisasi bunga pinjaman
berhubungan dengan adanya aset tetap yang dikategorikan sebagai
qualifying asset, yaitu aset yang membutuhkan periode waktu yang
substansial hingga siap untuk digunakan sesuai dengan tujuan awalnya.
Auditor kemudian menentukan bahwa bunga yang muncul dari pinjaman
akan dikapitalisasi jika periode persiapan atau pembangunan tersebut
membutuhkan waktu lebih dari dua belas bulan. Namun, ternyata seluruh
aset yang dimaksud membutuhkan waktu persiapan kurang dari dua belas
bulan. Sehingga tidak ada bunga pinjaman yang dikapitalisasi.
d. Prosedur terkait construction in progress
Melakukan pengecekan atas pembayaran dan pengakuan aset dalam
pembangunan serta melakukan perbandingan data retensi aset yang berada
dalam pembangunan dengan melakukan vouching ke dokumen
pendukung. Auditor menemukan bahwa terdapat aset berupa tanah yang
telah dibeli dan dibayar, namun PT W belum mendapatkan sertifikat
terkait pembelian tanah tersebut. Auditor kemudian mengusulkan jurnal
untuk mereklasifikasi tanah tersebut.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
73
Universitas Indonesia
3.3.4 Fase Kesimpulan dan Penyusunan Laporan Keuangan Hasil Audit
a. Prosedur terkait laporan keuangan
Pada fase ini, auditor melakukan prosedur terkait penyajian dan
pengungkapan laporan keuangan. Auditor mempersiapkan financial
statement disclosure checklist dan menyimpulkan bahwa penyajian dan
pengungkapan laporan keuangan PT W telah disajikan secara wajar dan
sesuai dengan standar yang berlaku.
PT W telah memenuhi pengungkapan untuk hal-hal yang disyaratkan
PSAK 16 revisi 2007 dalam laporan keuangan untuk setiap kelompok aset
tetap, yaitu mengungkapkan:
• Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat
bruto
• Metode penyusutan yang digunakan
• Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan
• Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan awal dan akhir
periode
• Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode
• Keberadaan dan jumlah restriksi atas hak milik, dan aset tetap yang
dijaminkan untuk utang
• Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap yang
sedang dalam pembangunan
Berikut adalah hal yang tidak terjadi pada periode berjalan, sehingga tidak
perlu diungkapkan oleh PT W dalam laporan keuangannya:
• PT W tidak memiliki komitmen kontraktual terkait aset tetap selama
periode berjalan
• PT W tidak memiliki aset yang mengalami penurunan nilai,
hilang/dihentikan pada periode berjalan
• Tidak terdapat perubahan estimasi akuntansi yang dampaknya
material pada periode berjalan atau diperkirakan akan berdampak
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
74
Universitas Indonesia
material pada periode berikutnya, seperti yang disyaratkan PSAK 25
untuk diungkapkan pada laporan keuangan
b. Mempersiapkan summary audit difference
Berisi perbedaan-perbedaan yang ditemukan auditor selama masa audit,
yaitu perbandingan antara laporan keuangan manajemen dengan hasil
audit yang dilakukan oleh auditor. Isu yang diutamakan adalah mengenai
provision for employee benefits. Auditor juga mengajukan jurnal
penyesuaian kepada manajemen atas perbedaan yang ditemukan.
Tabel 3.8 Client’s late adjustment
(Dalam US$) Accumulated Depreciation - Buildings 572.00 Accumulated Depreciation - Plant and Machinery 15.00 Accumulated Depreciation - Motor Vehicles 191.00 Depreciation - Buildings 778.00
Sumber: Kertas kerja audit KAP QRS atas PT W – telah diolah kembali
Jurnal ini merupakan jurnal yang diakui klien sebagai kelalaian dalam
perhitungan penyusutan. Pengajuan jurnal penyesuaian ini berasal dari
inisiatif klien yang memang ingin melakukan penyesuaian nominal
penyusutan, meskipun jumlahnya sangat jauh di bawah materialitas.
Tabel 3.9 Jurnal Reklasifikasi Untuk Tujuan Pelaporan (Dalam US$)
(1) Accrued Expenses Others 90,891.00 Service payable 90,891.00 (2) Advance for PPE 114,937.00 CwiP Own Land 114,937.00
Sumber: Kertas kerja audit KAP QRS atas PT W – telah diolah kembali
Jurnal (1) diajukan untuk mereklasifikasi biaya retensi yang awalnya diakui
sebagai accrued expense, namun seharusnya diakui sebagai service payable.
Sementara jurnal (2) diajukan untuk mereklasifikasi tanah yang telah dibeli
dan dibayar, namun PT W belum mendapatkan sertifikat terkait pembelian
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
75
Universitas Indonesia
tanah tersebut. Sehingga PT W belum dapat mengakui aset tersebut sebagai
tanah, melainkan harus diakui sebagai advance for PPE.
c. Melakukan pemeriksaan kembali terhadap laporan keuangan hasil audit
Laporan hasil audit yang dipersiapkan oleh tim audit akan dikaji ulang oleh
manager dan partner. Hal ini dilakukan untuk memastikan isi laporan
tersebut sudah benar sebelum diterbitkan. Termasuk melakukan prosedur
analitis untuk memastikan tidak ada hal baru yang perlu disajikan dalam
laporan keuangan. Pemeriksaan kembali atas laporan keuangan hasil audit
tidak menghasilkan penemuan baru.
d. Mempersiapkan summary review memorandum
Laporan ini berisi isu dan temuan penting yang ditemukan tim audit selama
proses audit. Temuan tersebut dibahas dan kemudian auditor mengajukan
solusi atas isu terkait. Awalnya, auditor hendak memasukkan isu terkait
kapitalisasi dan penyusutan dalam summary review memorandum. Namun,
karena auditor memiliki anggapan bahwa isu kapitalisasi dan penyusutan
merupakan sesuatu yang sifatnya membandingkan judgment auditor dengan
klien, maka manager memutuskan untuk tidak memasukkan isu tersebut.
e. Menyelesaikan review and approval summary
Untuk memastikan bahwa laporan keuangan hasil audit telah layak untuk
diterbitkan. Review and Approval Summary akan ditandatangani oleh setiap
orang yang melakukan review atas laporan keuangan tersebut.
f. Melakukan komunikasi dengan klien
Sebelum laporan keuangan hasil audit diterbitkan, maka auditor harus
mengkomunikasikan mengenai hasil temuan dan isu yang terkait akuntansi
kepada manajemen. Hal ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan sebelum
penerbitan laporan. Auditor melakukan meeting akhir untuk membahas isu
yang ditemukan dan juga mempersiapkan management letter. Di dalam
management letter yang dipersiapkan oleh auditor atas audit PT W, terdapat
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
76
Universitas Indonesia
beberapa poin yang menyangkut temuan terkait aset tetap. Poin dalam
management letter yang terkait aset tetap tersebut adalah:
1. Aset tetap tidak memiliki tag number untuk mengidentifikasi aset
2. Tidak terdapat batas minimum dalam menentukan capital expenditure
3. Tidak terdapat dokumen pendukung terkait penyelesaian aset dalam
pembangunan
g. Menyelesaikan laporan dan merapikan seluruh dokumen audit
Pada laporan audit yang diterbitkan, auditor memberikan opini ‘wajar tanpa
pengecualian’ untuk laporan keuangan PT W periode Juni 2011. Klien telah
mengetahui temuan audit, dan bersedia untuk memperbaiki kinerja sesuai
dengan yang disarankan oleh auditor. Pada review and approval summary,
auditor mengklasifikasi PT W sebagai klien yang memiliki risiko rendah
dan patut untuk dilanjutkan dalam periode selanjutnya.
Langkah terakhir yang dilakukan auditor adalah merapikan dokumen audit
serta melengkapinya untuk membantu tim audit di tahun berikutnya untuk
melaksanakan proses audit yang lebih baik lagi.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
77
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Proses Audit Secara Umum
Terdapat persamaan antara proses audit yang dilakukan KAP QRS berdasarkan
QRS GAM dengan proses audit yang dijabarkan oleh Arens et al., (2009). Pada
fase pertama, keduanya sama-sama menekankan pada proses dari penerimaan
klien hingga memahami bisnis klien yang dilihat dari berbagai sisi, seperti
kompleksitas lingkungan IT, pengendalian internal, risiko kecurangan, hingga
menentukan akun yang signifikan. Inti dari fase pertama adalah melakukan
pemahaman secara menyeluruh atas klien, untuk mempermudah dan mendukung
proses audit yang akan dilakukan pada fase berikutnya.
Untuk fase kedua, Arens, et al. (2009) sudah mulai memfokuskan pada uji
pengendalian dan uji substantif. Sementara, berdasarkan QRS GAM, fase kedua
masih merupakan tahap pengenalan alur transaksi dan pengendalian klien yang
akan menentukan penyusunan strategi audit dan penilaian risiko yang akan
mendukung eksekusi audit di fase ketiga. Hal ini tentu saja membedakan fase
ketiga antara Arens, et al. (2009) dengan proses QRS GAM. Fase ketiga pada
QRS GAM menekankan pada eksekusi prosedur audit baik uji pengendalian
maupun uji substantif. Sementara Arens et al., (2009) lebih menekankan pada
prosedur analitis dan prosedur untuk menguji rincian saldo. Hasil dari keseluruhan
kerja audit disimpulkan dan diselesaikan pada fase keempat. Baik QRS GAM
maupun Arens, et al. (2009) memiliki sasaran yang sama pada fase keempat.
Hanya saja, pada QRS GAM prosedur analitis tidak secara khusus disoroti di
dalam proses audit. Hal ini berbeda dengan proses audit yang dipaparkan Arens et
al., (2009) di mana prosedur analitis ditampilkan sebagai prosedur utama pada
fase ketiga. Namun bukan berarti QRS GAM tidak menganggap prosedur analitis
sebagai prosedur yang penting. Karena meskipun tidak dinyatakan secara terpisah,
namun prosedur analitis selalu dilakukan oleh auditor dalam proses audit.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
78
Dapat disimpulkan bahwa proses audit yang ditetapkan oleh QRS GAM memiliki
unsur yang sama dengan teori yang dipaparkan oleh Arens et al., (2009).
Perbedaan hanya terletak pada sisi detail proses yang dilakukan per fase, dan
bukan merupakan perbedaan yang signifikan. Namun secara prinsip, proses audit
yang diterapkan oleh tim audit KAP QRS di dalam masa audit di PT W, memiliki
kesesuaian dengan teori yang ada.
Keutamaan dari proses audit di KAP QRS adalah adanya perangkat lunak GAMx
yang merupakan tools utama yang digunakan oleh auditor dalam melakukan
keseluruhan proses audit klien mulai dari perencanaan hingga penyelesaian audit.
Sistem GAMx memiliki beberapa kelebihan seperti:
• Menjadikan proses audit lebih terarah karena menyediakan panduan bagi
auditor selama melakukan audit
• Proses audit lebih mudah diawasi dan mempermudah proses review karena
dapat diakses baik oleh tim audit, manajer, hingga partner
• Dokumentasi audit menjadi lebih lengkap, rapi, dan teratur
• Hasil kerja audit dapat disimpan dalam waktu yang lama, dan dapat
menjadi panduan bagi tim audit pada periode audit selanjutnya
• Aman karena hanya dapat diakses melalui fasilitas yang disediakan KAP
QRS
• Bersifat terintegrasi dan user friendly sehingga menjadikan proses audit
lebih efektif dan efisien
4.2 Analisis Atas Fase Perencanaan dan Identifikasi Risiko
Auditor mengidentifikasi risiko bisnis klien dimulai dengan mengetahui bahwa
tren bisnis di PT W sedang berkembang. Hal ini ditandai dengan PT W yang
sedang melakukan peningkatan kapasitas produksi, yang berakibat penambahan
aset tetap untuk mendukung peningkatan kapasitas produksi tersebut. Keseluruhan
aset tetap yang dimiliki oleh PT W dapat digolongkan sebagai aset tetap sesuai
definisi PSAK 16 revisi 2007, di mana keseluruhan aset digunakan dalam
kegiatan operasional dan proses produksi. Tidak ada aset yang digunakan untuk
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
79
keperluan rental dan tidak ada yang tidak diutilisasi. Sehingga tidak ada aset yang
diklasifikasikan sebagai properti investasi.
Dalam penetapan salah saji yang dapat ditoleransi, IFRS menyebutkan bahwa
suatu jumlah dianggap material pada kondisi di mana ketika jumlah tersebut
diungkapkan, maka pengungkapan tersebut mampu mengubah keputusan
pengguna laporan keuangan. Hal ini terkadang menjadi sangat subjektif karena
tidak ada batasan yang jelas untuk menentukan apakah suatu jumlah dapat
mengubah keputusan seseorang atau tidak. Maka itu penetapan tingkat
materialitas oleh tim audit sebelum melakukan proses audit menjadi sangat
penting. Penetapan untuk masing-masing PM, TE, dan SAD dilakukan mengikuti
aturan yang ditetapkan oleh QRS Global Audit Methodology, tentu saja dengan
memperhatikan sifat dan keadaan bisnis klien yang bersangkutan.
Pada proses audit yang dilakukan KAP QRS, auditor menetapkan batas
materialitas, yaitu PM, TE, dan SAD berdasarkan pada penerimaan sebelum pajak
(pretax income). Basis ini digunakan atas dasar pertimbangan bahwa penerimaan
sebelum pajak adalah jumlah yang menjadi perhatian bagi pengguna laporan
keuangan, serta sifatnya masih dapat dikendalikan perusahaan karena belum
memasukkan unsur pajak. Dalam penentuan basis materialitas, sebaiknya auditor
menggunakan basis yang merupakan concern dari para stakeholders. Pada PT W,
penggunaan pretax income sudah tepat. Untuk perusahaan lain, misalnya di mana
stakeholders sangat mengutamakan penekanan biaya dan sangat memperhatikan
COGS, perusahaan tersebut dapat menggunakan basis COGS dalam menetapkan
materialitas.
Penetapan materialitas di awal masa audit menyiasati masalah subjektivitas yang
dikhawatirkan akan terjadi. Dalam melakukan keseluruhan proses audit, auditor
secara konsisten mendasarkan penilaiannya pada batas materialitas ini.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
80
4.3 Analisis Atas Fase Strategi dan Penilaian Risiko
a. Analisis atas kebijakan aset tetap PT W
PT W memilih untuk menerapkan model biaya. Hal ini dapat dikarenakan
beberapa faktor, antara lain karena kemudahan dalam menerapkan model
biaya, seperti yang diungkapkan oleh Kieso, Weygandt, dan Warfield
(2011). Tidak seperti penerapan model revaluasi yang cenderung lebih sulit
dan memakan biaya karena salah satu cara dalam melakukan revaluasi aset
membutuhkan jasa penilai aset tetap. Perusahaan umumnya juga enggan
untuk menggunakan model revaluasi karena ada kemungkinan perusahaan
akan mengakui rugi yang dihasilkan dari revaluasi aset. Hal ini akan muncul
pada laporan keuangan perusahaan, dan merupakan hal yang dihindari oleh
perusahaan.
PSAK 16 revisi 2007 menyebutkan bahwa metode penyusutan yang
digunakan entitas harus mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat
ekonomis masa depan dari aset dan harus dikaji ulang setiap akhir tahun
buku untuk mengantisipasi adanya perubahan. Dalam melakukan
penyusutan, PT W menerapkan metode garis lurus untuk setiap kelas aset.
PT W dapat mempertimbangkan untuk mengkaji metode penyusutan yang
digunakan untuk setiap kelas aset disesuaikan dengan pola penggunaan
untuk setiap kelas aset tersebut. Konsistensi dalam penyusutan bukan berarti
metode yang digunakan terus sama setiap periode untuk setiap aset.
Konsistensi yang dimaksud adalah, pemilihan metode penyusutan sesuai
dengan penggunaannya, bahkan dapat berubah sewaktu-waktu jika terdapat
metode lain yang dianggap lebih sesuai.
PT W memiliki beberapa kelas aset yang secara natur digunakan dengan
pola penggunaan yang berbeda-beda. Penerapan metode penyusutan yang
berbeda untuk setiap kelas aset, misalnya, aset yang digunakan untuk
melakukan produksi, maka sebaiknya menggunakan metode unit of
production/sum of the unit method. Contohnya mesin pabrik yang
digunakan untuk produksi, sebaiknya penyusutannya menggunakan metode
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
81
unit of production. Lain halnya dengan komputer yang dinilai cepat usang,
baik dari segi fisik maupun teknologi, sebaiknya menggunakan metode
saldo menurun. Sementara untuk kendaraan, dapat menggunakan metode
garis lurus. Penerapan metode penyusutan yang sama untuk setiap kelas aset
di perusahaan, termasuk PT W, umumnya dilakukan atas dasar
pertimbangan kepraktisan.
Dalam melakukan penyusutan, PT W tidak menetapkan nilai residu karena
jumlahnya dinilai tidak signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kieso,
Weygandt, dan Warfield (2011) yang menyebutkan bahwa dalam praktik
nyata, umumnya perusahaan tidak mengalokasikan nilai residu (nilai residu
sama dengan nol). Meskipun untuk beberapa aset yang memiliki umur yang
panjang, nilai residu dapat bernilai cukup substansial, namun penetapan
nilai residu sama dengan nol merupakan praktik yang wajar untuk
diterapkan pada seluruh kelas aset PT W.
b. Analisis atas alur transaksi aset tetap PT W
Arens et al., (2009) menyebutkan, catatan akuntansi yang utama untuk aset
tetap umumnya berupa file induk aset tetap (fixed asset master file). Pada
PT W, fixed assets master file berbentuk database sederhana yang antara
lain berisi deskripsi aset, tanggal akuisisi, biaya perolehan awal, penyusutan
tahun berjalan, dan akumulasi penyusutan aset tersebut serta informasi
penambahan dan pengurangan aset selama tahun berjalan. Fixed asset
master file ini dikelola dan dikontrol oleh kepala bagian akuntansi PT W.
Namun, terdapat kelemahan dari database tersebut, yaitu karena sifatnya
yang manual dan hanya menggunakan Microsoft Excel, di mana umumnya
perusahaan lain telah menggunakan sistem akuntansi seperti System SAP
fixed assets register (listing fixed assets) yang dapat dikelola seluruhnya
melalui sistem. Kontrol yang dilakukan terhadap database harus cermat,
karena risiko terjadinya kesalahan menjadi semakin besar. Penulis
menyarankan bahwa ke depannya PT W harus mempertimbangkan
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
82
penggunaan sistem terintegrasi karena PT W memiliki aset tetap dalam
jumlah yang banyak, dan naturnya tidak sederhana. Pencatatan
menggunakan sistem akan mempermudah PT W dalam melakukan
pencatatan atas aset tetap.
Idealnya, pada fase ini auditor akan membuat dokumen naratif yang berisi
pemahaman auditor akan alur transaksi aset tetap, serta melakukan
walkthrough untuk memahami dan mengidentifikasi pengendalian klien
akan transaksi yang terkait aset tetap. Hal ini wajib dilakukan utamanya
untuk significant class of transaction, di mana sebenarnya prosedur
pembelian aset tetap termasuk di dalamnya. Namun, pada audit PT W,
auditor tidak melakukan prosedur ini. Auditor melewatkan pembuatan
dokumen naratif dan tidak melakukan walkthrough untuk akuisisi aset tetap.
Auditor hanya membuat naratif dan melakukan walkthrough untuk prosedur
pembelian suku cadang (sebagai salah satu komponen dari aset tetap),
karena prosedur pembelian tersebut memiliki kesamaan dengan prosedur
pembelian persediaan secara umum.
Meskipun suku cadang merupakan salah satu bagian dari aset tetap, namun
idealnya proses pencatatan aset tetap harus dipahami secara terpisah. Hal ini
karena terdapat perbedaan natur transaksi pada pembelian aset tetap.
Pengendalian yang diperlukan dalam proses pembelian aset tetap tentunya
juga berbeda dengan pembelian pada umumnya. Terutama pada pengakuan
pembelian aset tetap yang kemudian dikapitalisasi pada tahun tersebut.
Berdasarkan pemahaman atas alur pencatatan transaksi pembelian yang
telah dijabarkan pada bab sebelumnya, auditor kemudian mengkaji aspek
pengendalian yang diterapkan PT W pada proses pembelian dan pencatatan
suku cadang (bukan aset tetap secara keseluruhan). Pengendalian
difokuskan pada dua jenis kontrol, yaitu kontrol yang dilakukan secara
manual (manual control) dan kontrol yang melibatkan sistem (application
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
83
control). Penulis tidak mengidentifikasi adanya IT-dependent manual
control dalam alur transaksi tersebut.
Manual Controls
• Purchase Requisition harus disetujui oleh supervisor pada departemen
pemesan atau kepala departemen sebelum diproses lebih lanjut.
• Departemen pembelian akan menerima salinan dokumen Purchase
Requisition dan mengkaji reasonableness dari permintaan pembelian
tersebut.
• Terdapat batasan jumlah pembelian dalam menentukan otorisasi
pembelian. Pembelian di bawah USD 2,000 per item atau pembelian di
bawah USD 10,000 secara total, hanya perlu disetujui oleh supervisor
pada departemen tersebut atau kepala departemen. Sementara untuk
pembelian di atas batas tersebut, harus disetujui oleh direktur keuangan.
• Ketika suku cadang telah diterima, pengguna akan melakukan
pemeriksaan untuk mengecek kualitas dan kuantitas sesuai yang tertera
pada Purchase Order dan Delivery Order.
• Goods Inspection Received Note harus diotorisasi oleh pengguna serta
supervisor atau kepala departemen dan kemudian dikirim kembali
kepada kepala gudang untuk kemudian ditukar dengan Goods Received
Note untuk diotorisasi oleh manajer pembelian.
• Supervisor divisi account payable akan melakukan pemeriksaan pada
sistem untuk memastikan kesuksesan migrasi data dari Oracle ke
system 21.
• Sebelum melakukan proses pembayaran, daftar pembayaran akan
dikirimkan ke divisi account payable, untuk memastikan bahwa seluruh
dokumen pendukung telah lengkap.
• Payment voucher harus diotorisasi oleh manajer akuntansi dan direktur
keuangan.
• Dalam metode pembayaran baik menggunakan bilyet giro maupun cek,
harus mendapat otorisasi dari manajer akuntansi dan direktur keuangan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
84
Application Controls
• Nomor Purchase Order, tanggal, serta pembuat Purchase Order
dihasilkan langsung secara otomatis oleh sistem.
• Sistem tidak akan mengeluarkan Goods Inspection Received Note jika
nomor Purchase Order dan kuantitas yang dimasukkan tidak sesuai
dengan Purchase Order sebenarnya.
• Goods Received Note dihasilkan otomatis oleh sistem dan memiliki
kode yang berbeda untuk setiap klasifikasi pembelian.
• Setiap akhir minggu, sistem akan mengunggah seluruh Goods Received
Note dari oracle yang dihasilkan pada minggu tersebut dan memigrasi
data ke system 21 untuk melakukan posting general ledger.
Pengendalian yang ditetapkan PT W dalam alur pencatatan pembelian
secara umum dinilai baik dan lengkap dari sisi manual dan sistem. Namun,
karena alur pencatatan bukan merupakan alur pencatatan pembelian aset
tetap, melainkan pencatatan pembelian secara umum, maka kajian terhadap
kontrol tersebut dianggap belum cukup karena tidak mempertimbangkan
natur pembelian aset tetap yang berbeda dengan pembelian rutin yang
umum dilakukan sehari-hari.
Meskipun tidak menyusun naratif dan tidak melakukan walkthrough atas
transaksi pembelian aset tetap, namun auditor mendapatkan pemahaman
mengenai alur transaksi akuisisi aset tetap. PT W akan mengklasifikasikan
seluruh aset yang tidak langsung dapat dipakai ketika diperoleh, sebagai
asset under construction. Ketika PT W membeli komponen dari suatu
mesin, maka PT W akan mencatat pembelian tersebut sebagai:
Dr. Asset under construction xxx
Cr. Account payable/cash xxx
Kemudian ketika seluruh aset telah selesai diinstalasi, diuji, dan siap untuk
digunakan, maka PT W akan mereklasifikasi akun di atas dan mencatat:
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
85
Dr. Asset xxx
Cr. Asset under construction xxx
Sistem pengakuan dan pencatatan aset tersebut dinilai telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Namun, karena tidak terdapat prosedur terkait
kapitalisasi aset yang membedakan alur transaksi pembelian suku cadang
dan aset tetap, maka dapat disimpulkan pengendalian PT W kurang
memadai.
c. Prosedur analitis
Pada tahap penyusunan strategi audit PT W, senior dan manajer tim audit
melakukan prosedur analitis pertama yang dilakukan untuk mencapai
pemahaman akan industri dan bisnis klien dan untuk mengetahui kesalahan
yang mungkin dilakukan klien. Auditor membandingkan data tahun berjalan
dengan data pada tahun sebelumnya. Dengan membandingkan nominal aset
tetap dengan periode Juni 2010, auditor dapat mengetahui bahwa pada
periode Juni 2011, banyak terdapat penambahan aset tetap, sehingga auditor
memiliki gambaran untuk melakukan pengujian khususnya pada beberapa
elemen yang terkait seperti kapitalisasi dan penyusutan, karena dengan
adanya penambahan aset tetap dalam jumlah besar di periode tersebut,
terdapat kemungkinan lebih besar bagi klien untuk melakukan kesalahan.
Hal ini juga akan menjadi dasar untuk mempertimbangkan prosedur apa
yang perlu dilakukan secara ekstensif dalam fase eksekusi.
Prosedur analitis kemudian dilakukan untuk melihat penyebab pergerakan
aset tetap di tahun berjalan. Auditor membandingkan total jumlah aset tetap
dan pembangunan dalam proses (CIP) di periode Juni 2010 dan Juni 2011,
serta melihat peningkatan atau penurunannya. Auditor melakukan analisis
untuk mengetahui apakah kenaikan aset tetap yang terjadi merupakan hal
yang wajar dan apakah kenaikan tersebut didukung oleh fakta kondisi
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
86
perusahaan. Hal ini akan menjadi salah satu dasar dalam penyusunan
strategi audit.
4.4 Analisis Atas Fase Eksekusi
Audit yang dilakukan KAP QRS terhadap PT W dapat digolongkan sebagai audit
laporan keuangan, yang bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
(informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
Dalam melakukan proses audit, auditor telah melakukan pengujian atas
keseluruhan asersi yang ditentukan untuk audit aset tetap, yaitu:
1. Memastikan bahwa aset tetap yang terdapat pada neraca, benar-benar ada
pada tanggal neraca (keberadaan/existence)
2. Memastikan bahwa seluruh akun yang seharusnya disajikan dalam laporan
keuangan benar-benar telah dimasukkan ke dalam laporan keuangan.
(kelengkapan/completeness)
3. Memastikan bahwa aset tetap yang tercatat di dalam laporan keuangan
klien, memang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan (hak dan
kewajiban/right and obligation)
4. Memastikan aset tetap telah dicatat dan divaluasi secara memadai (valuasi
dan alokasi/valuation and allocation)
5. Memastikan semua aspek terkait aset tetap yang butuh diungkapkan, telah
diungkapkan dengan memadai (penyajian dan pengungkapan/presentation
and disclosure)
Selain itu, audit atas aset tetap pada PT W seharusnya menguji seluruh tujuan
terkait saldo berikut, yaitu: (i) Keberadaan (Existence), (ii) Kelengkapan
(Completeness), (iii) Akurasi (Accuracy), (iv) Klasifikasi (Classification), (v)
Pisah Batas (Cutoff), (vi) Kaitan Rinci (Detail Tie-In), (vii) Nilai Terealisasi
(Realizable Value), (viii) Hak dan Kewajiban (Rights and Obligations)
Pada praktiknya, dalam melakukan setiap prosedur, auditor akan menyatakan
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
87
tujuan apa yang sedang diuji. Namun, kenyataannya tidak semua tujuan terkait
saldo di atas diuji oleh auditor. Auditor utamanya akan melakukan pengujian
tujuan yang dianggap sesuai dengan kondisi perusahaan juga terkait dengan asersi
yang telah ditetapkan di awal masa audit berdasarkan signifikansi akun aset tetap.
4.4.1 Analisis Atas Pengujian Pengendalian
Pada praktiknya, terkadang auditor tidak melakukan pengujian pengendalian
karena merasa sudah cukup mengenal proses pengendalian klien sebab sudah
melakukan proses audit selama beberapa kali. Ini merupakan praktik yang salah
karena tentunya kondisi dari klien bisa berubah tanpa sepengetahuan auditor.
Belum lagi fakta bahwa kantor akuntan publik merupakan institusi yang memiliki
employee turnover yang sangat tinggi, dan seringkali tim audit yang melakukan
audit pada tahun ini berbeda sepenuhnya dengan tim audit di tahun sebelumnya.
Pada audit yang dilakukan KAP QRS, meskipun periode Juni 2011 bukan
merupakan periode pertama audit PT W oleh KAP QRS, namun auditor tidak
bergantung dengan kontrol klien justru karena merasa prosedur pengendalian
klien tidak memadai. Bukan karena merasa telah mengenal proses pengendalian
klien. Auditor telah menyimpulkan bahwa pengendalian PT W terhadap proses
pembelian asetnya kurang memadai. Maka itu auditor langsung melakukan
pengujian substantif dan menetapkan bahwa auditor memang tidak rely on
control, dan konsekuensinya mengambil jumlah sampel ekstensif dalam prosedur
substantif.
4.4.2 Analisis Atas Pelaksanakan Prosedur Analitis
Prosedur analitis pertama yang dilakukan oleh auditor pada PT W merupakan
prosedur yang dilakukan pada tahap perencanaan, dan dituangkan pada
Memorandum Strategi Audit.
Prosedur analitis yang dilakukan secara menyeluruh sebaiknya juga
memperhatikan saldo akun yang berhubungan dengan aset tetap, khususnya akun
penyusutan dan akumulasi penyusutan. Karena akun tersebut merupakan akun
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
88
yang memiliki kemungkinan salah saji. Namun, saldo penyusutan dan akumulasi
penyusutan pada trial balance PT W ternyata tidak mengindikasikan adanya
kemungkinan salah saji. Selain itu, auditor tidak menggunakan analisis rasio
dalam melakukan prosedur analitis, karena dirasa tidak diperlukan. Berbeda
dengan beberapa perusahan yang merupakan perusahaan Tbk, di mana analisis
rasio diperlukan dalam prosedur analitis. Untuk PT W, yang lebih banyak disoroti
adalah analisis tren kenaikan atau penurunan dari akun-akun terkait.
Pada tahap pengujian, auditor kembali melakukan prosedur analitis, meskipun
prosedur analitis pada fase ini bukan merupakan suatu keharusan. Hasil analisis
tertuang dalam Summary Review Memorandum yang tujuannya adalah sebagai
follow up atas isu yang ditemukan pada saat melakukan prosedur analitis di fase
awal. Pada fase ini, auditor tidak menemukan adanya isu baru.
Prosedur analitis akan dilakukan lagi pada tahap penyelesaian audit, dengan
tujuan untuk memberikan pengamatan akhir untuk mengetahui kesalahan yang
mungkin dilakukan klien serta untuk menambah penyajian dan pengungkapan jika
diperlukan atas subsequent events. Umumnya, yang melakukan prosedur analitis
akhir adalah seorang manajer yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai
bisnis klien.
Secara keseluruhan, prosedur analitis yang dilakukan auditor dalam melakukan
audit PT W telah mencakup keseluruhan proses, mulai dari tahap perencanaan,
eksekusi, hingga penyelesaian audit. Hal ini merupakan good practice karena
sebenarnya prosedur analitis tidak diwajibkan untuk setiap fase, melainkan hanya
wajib dilakukan di fase perencanaan dan penyelesaian audit. Pelaksanaan
prosedur analitis secara menyeluruh memberikan keyakinan lebih bagi auditor
akan kondisi aset tetap PT W pada periode tersebut.
4.4.3 Analisis Atas Verifikasi Akuisisi Aset Tetap Tahun Berjalan
Auditor melakukan vouching, yaitu memeriksa dokumen pendukung terkait
penambahan aset tetap PT W atas transaksi penambahan aset tetap di PT W yang
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
89
meliputi tiga kelas aset yang menjadi sampel; bangunan, kendaraan bermotor,
serta mesin.
Hasil vouching menunjukkan bahwa kapitalisasi serta penyusutan yang ditetapkan
atas kelas aset bangunan dan kendaraan bermotor telah dilakukan secara wajar.
Sebaliknya, terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian atas penetapan
penyusutan yang dilakukan pada kelas aset mesin.
Untuk kelas aset mesin, auditor mendapat pemahaman bahwa mesin yang dimiliki
PT W umumnya merupakan mesin yang terdiri dari komponen utama mesin dan
berbagai jenis komponen yang harus dipasang pada mesin tersebut. Pada tabel 4.2
disajikan contoh salah satu mesin yang baru dibeli PT W pada periode Juni 2011,
dan merupakan salah satu sampel yang dipilih auditor.
Pada contoh sampel tersebut, item 27Splicer for 20 VJ150 merupakan komponen
utama dari mesin dan memiliki biaya paling besar. Komponen utama ini diakui
pembeliannya pada tanggal 27 Agustus 2010. PT W juga melakukan pembelian
beberapa komponen pendukung, seperti splicer, bracket splicer, dan adaptor
untuk mendukung penggunaan komponen utama tersebut, dengan tanggal
pembelian dan pengakuan yang berbeda untuk setiap item. Item lainnya juga
mengindikasikan bahwa dalam satu set mesin, biaya yang termasuk di dalamnya
menyangkut biaya-biaya lain seperti freight cost ataupun biaya teknisi.
Tabel 4.1 Detail Komponen Mesin (sampel 1) 27Splicer for 20 VJ150, for 7 AssemblyWinder
Satuan Nama Barang Tanggal Pengakuan
Nominal (US$)
1 set Splicer for Assembly Winder 26-Jul-10 6,389 36 set Bracket Splicer 2-Aug-10 362 26 sets 27Splicer for 20 VJ150, for 7 AssemblyWinder 27-Aug-10 161,670 (freight cost) MESDAN EL-00195 27/8/10 27-Aug-10 3,450 100 pcs Straight and Elbow Adaptor 1-Sep-10 300 KI Daily allowance technician 896 Tanggal dimulainya penyusutan 1-Oct-10
Sumber: Fixed Asset Register PT W periode Juni 2011 – telah diolah kembali
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
90
Pada contoh sampel 1 (tabel 4.1), keseluruhan biaya dapat dikategorikan sebagai
capital expenditure sebab sesuai dengan syarat yang tercantum pada paragraf 7
PSAK 16 revisi 2007, bahwa biaya perolehan dari komponen tersebut dapat
diukur secara andal dan diperkirakan komponen tersebut akan memberikan
manfaat ekonomis ke entitas di masa mendatang. Selain itu, sesuai dengan teori
yang telah dibahas pada bab sebelumnya, untuk biaya perolehan suatu peralatan
(dalam hal ini mesin), komponen utama serta item lain yang disajikan pada tabel
di atas dianggap termasuk biaya-biaya untuk membeli dan mempersiapkan
peralatan hingga siap digunakan.
Dari seluruh sampel yang diambil auditor, banyak sekali komponen-komponen
yang termasuk ke dalam masing-masing mesin. Sebagai contoh, dalam satu
mesin, terdapat lima puluh tujuh komponen yang berbeda, dan dikapitalisasi
menjadi satu mesin yang sama. Auditor melakukan pemeriksaan terhadap
komponen-komponen yang bernilai besar dan dianggap sebagai komponen utama
dalam mesin tersebut. Hal ini dilakukan dengan alasan kepraktisan, karena
meskipun memungkinkan bagi auditor untuk memeriksa keseluruhan bukti,
komponen, atau melakukan inquiry untuk mengetahui natur masing-masing
komponen, hal itu dirasa tidak efektif, menyita waktu, dan tidak material untuk
dipertimbangkan. Sehingga berdasarkan pemeriksaan atas komponen-komponen
utama dari masing-masing mesin, auditor menetapkan keyakinan bahwa seluruh
komponen yang dikapitalisasi pada masa perakitan aset hingga aset tersebut dapat
digunakan, telah disajikan dengan wajar.
Pencatatan akuisisi aset tetap yang salah akan berdampak pada laporan keuangan
dalam jangka panjang. Maka dari itu, Arens et al., (2009) menyarankan auditor
untuk menggunakan tujuh dari delapan tujuan audit terkait saldo sebagai kerangka
referensi bagi pengujian atas rincian saldo, yaitu keberadaan, kelengkapan,
akurasi, klasifikasi, pisah batas, kaitan rinci, serta hak. Lebih spesifik lagi,
umumnya tujuan utama bagi bagian audit ini adalah keberadaan, kelengkapan,
akurasi, dan klasifikasi.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
91
Tabel 4.2 Tujuan Audit Terkait Saldo Dalam Akuisisi Aset Tetap
Tujuan audit atas saldo Prosedur uji atas detail saldo di PT W
Kaitan rinci
Akuisisi aset tetap di tahun berjalan
dalam daftar akuisisi sama dengan
jumlah di dalam file induk, dan
totalnya sama dengan general ledger
Menelusuri setiap akuisisi ke file induk untuk
mengetahui jumlah dan deskripsinya
Menelusuri jumlah secara keseluruhan ke
general ledger
Keberadaan
Akuisisi aset tetap pada tahun ini
benar-benar ada
Memeriksa dokumen terkait seperti good
received note dan delivery order.
Mengobservasi aset secara fisik
Kelengkapan
Semua akuisisi aset tetap telah dicatat
Memeriksa dokumen terkait seperti good
received note dan delivery order dan
melakukan pengecekan ke general ledger
Akurasi
Semua akuisisi yang ada disajikan
dengan akurat
Memeriksa dokumen terkait seperti good
received note dan delivery order, serta
membandingkannya dengan file induk
perusahaan.
Klasifikasi
Semua akuisisi telah diklasifikasikan
dengan benar
Memeriksa dokumen pendukung untuk
mengungkapkan item-item yang seharusnya
diklasifikasikan dalam akun lain
Pisah batas
Akuisisi dicatat dalam periode yang
benar
Tidak melakukan prosedur terkait tujuan pisah
batas
Hak
Klien memiliki hak atas akuisisi di
tahun berjalan
Memeriksa dokumen terkait seperti good
received note dan delivery order, serta
memeriksa otorisasinya.
Sumber: data olahan
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
92
Berdasarkan prosedur yang dilakukan auditor, PT W telah memenuhi tujuan audit
terkait kaitan rinci, keberadaan, kelengkapan, akurasi dan hak. Untuk tujuan
terkait pisah batas, auditor tidak secara khusus melakukan pemeriksaan transaksi
yang dilakukan mendekati tanggal neraca, sehingga penulis tidak dapat
menyimpulkan bahwa PT W telah memenuhi tujuan audit terkait pisah batas.
Untuk tujuan klasifikasi, auditor menyimpulkan bahwa secara umum, PT W telah
mengklasifikasikan aset dan komponen terkait dengan tepat. Biaya yang
digunakan untuk memperoleh aset tetap telah dikapitalisasi. Sementara biaya yang
terjadi setelah perolehan aset, seperti perbaikan dan perawatan, telah
diklasifikasikan secara tepat pula sebagai beban. Namun, terdapat satu isu dalam
mengkapitalisasi beberapa item yang seharusnya dibebankan, terkait dengan tidak
adanya capitalization threshold. Seperti yang diungkapkan Arens et al., (2009),
auditor harus waspada terhadap kemungkinan penyimpangan dari hal-hal seperti
konsistensi kebijakan kapitalisasi serta ketepatan kapitalisasi, juga ketepatan
klasifikasi transaksi. Pada PT W, hal ini terdeteksi dari prosedur yang dilakukan
untuk memeriksa akusisi aset tetap. Rincian mengenai hal ini akan dibahas pada
subbab 4.6 mengenai analisis kapitalisasi.
Sebagian besar pengujian dilakukan auditor melalui vouching atas dokumen
pendukung akuisisi aset tetap, utamanya membandingkan berbagai data seperti
kuantitas barang, jenis barang, tanggal pembelian, harga, hingga otorisasi yang
didapat dari dokumen pendukung seperti goods received note dan delivery order.
Data tersebut dibandingkan dengan data yang terdapat di database atau file induk
aset tetap yang dimiliki klien. Meskipun prosedur vouching sering kali dianggap
sepele, namun dari hasil vouching, auditor mendapat beberapa hal yang
mengantarkan auditor atas temuan audit.
Dalam melakukan pengujian, ukuran sampel sangat bergantung pada salah saji
yang dapat ditoleransi, risiko inheren, dan penilaian atas risiko pengendalian
klien. Auditor telah melakukan perhitungan dengan tepat terkait faktor di atas
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
93
dalam menentukan jumlah sampel, yaitu mengambil sampel yang cukup banyak
karena tidak dapat mengandalkan pengendalian yang dilakukan klien.
Hal yang dapat diperbaiki PT W dalam proses penambahan aset tetap adalah
terkait dokumentasi komponen yang terkait aset tetap. PT W menggunakan
Microsoft Excel dan memasukkan biaya-biaya terkait secara manual. Hal ini
memiliki kekurangan yaitu time consuming dan rawan adanya kesalahan dalam
input data. Saat ini, telah dikembangkan software yang dirancang khusus untuk
melakukan pencatatan terkait aset tetap yang terdiri dari banyak komponen. Ke
depannya, PT W mungkin harus mempertimbangkan penggunaan software sejenis
untuk alasan kepraktisan, mengingat terdapat penambahan aset tetap yang cukup
banyak seiring dengan bisnis PT W yang sedang berkembang. Namun
pertimbangan pembelian software tersebut tentunya harus melihat kemungkinan
dan tren pembelian aset tetap ke depan.
4.4.4 Analisis Atas Verifikasi Pelepasan Aset Tetap Tahun Berjalan
Auditor melakukan perhitungan ulang dan menganalisis untung dan rugi dari
pelepasan aset tetap tersebut. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tujuan audit
terkait akurasi. Ketika auditor membandingkan jumlah perhitungan dengan
jumlah di trial balance, maka auditor membuktikan tujuan terkait kaitan rinci.
Prosedur lain yang dilakukan auditor adalah vouching dokumen penjualan aset
tetap, yang menguji tujuan keberadaan serta kelengkapan.
Auditor menemukan bahwa prosedur pelepasan aset tetap yang dilakukan klien
mengandung risiko tinggi akan kesalahan pencatatan. Ketika melakukan
pelepasan aset tetap, klien akan melakukan penghapusan data aset tersebut pada
fixed asset register manual secara langsung. Hal ini sangat menyulitkan auditor
ketika melakukan verifikasi pelepasan aset tetap. Kontrol yang dilakukan auditor
adalah mengambil data dari periode sebelumnya dan melihat pergerakan aset
tetap. Namun karena klien menghapus data tersebut secara langsung, bahkan saldo
awal aset tersebut menjadi berbeda dan tidak cocok dengan data periode
sebelumnya. Karena klien menggunakan database yang sifatnya manual,
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
94
pengendalian yang dilakukan harus sangat ketat, karena sangat rentan dengan
kemungkinan kesalahan. Saran dari penulis, klien harus melakukan perbaikan
dalam proses pelepasan aset tetap. Misalnya, ketika klien menjual aset tertentu,
alih-alih langsung menghapus data aset, sebaiknya klien menambahkan baris baru
di bawah data aset yang dijual tersebut, yang menyatakan penghapusan aset.
Sehingga, ini akan mempermudah proses identifikasi aset tetap nantinya jika
diperlukan. Akan lebih mudah jika klien menerapkan penggunaan tag number
untuk setiap aset, sehingga aset yang dijual akan lebih mudah teridentifikasi dan
pencatatan menjadi semakin akurat.
Selain itu, dari transaksi pelepasan aset tetap, penulis menyimpulkan klien belum
melakukan perencanaan pembelian aset tetap dengan baik. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa jenis aset yang dijual hanya beberapa tahun setelah pembeliannya,
dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi PT W. Dari umur seharusnya
yang ditetapkan dua belas tahun, PT W hanya dapat menggunakan aset selama
kurang dari lima tahun. Ternyata pada saat pembelian, aset tersebut berada pada
kondisi bekas pakai, sehingga PT W tidak dapat mengutilisasi penggunaan aset
secara maksimal, dan mengharuskan PT W menjual aset tersebut pada tahun
2011. Pembelian aset tetap yang lebih terencana akan mengurangi risiko adanya
kerugian seperti yang terjadi pada transaksi penjualan aset tetap di atas.
4.4.5 Analisis Atas Verifikasi Saldo Akhir Akun Aset Tetap
Berdasarkan beberapa fakta seperti kurang andalnya file induk, tidak adanya tag
number sebagai identifikasi jika terdapat perubahan pada file induk aset tetap, dan
tidak adanya dokumentasi terkait penyelesaian aset dalam pembangunan (asset
under construction), auditor memutuskan untuk tidak mengandalkan
pengendalian klien dan berlanjut ke prosedur substantif. Secara umum, auditor
dapat dikatakan tidak langsung dapat mempercayai saldo akhir akun aset tetap.
Temuan-temuan yang ada juga mengisyaratkan bahwa sebenarnya klien
melakukan beberapa kesalahan-kesalahan terkait pencatatan aset tetap, di mana
salah satu yang paling disoroti adalah pada pencatatan dan pengakuan kapitalisasi.
Namun, karena dalam melakukan proses audit, auditor harus berpedoman pada
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
95
batas materialitas, dan temuan tersebut tidak melewati batas materialitas, maka
secara keseluruhan saldo akhir akun aset tetap disetujui oleh auditor.
4.4.6 Melakukan Verifikasi Beban Penyusutan dan Saldo Akhir Akun
Akumulasi Penyusutan
Dalam proses audit terhadap beban penyusutan, asersi yang diuji adalah valuasi
dan alokasi, yaitu memastikan bahwa nilai yang tertera di laporan keuangan sudah
tersaji dalam jumlah yang tepat, termasuk setiap penyesuaian yang
menggambarkan nilai aset pada realisasi bersihnya. Pengujian asersi diwujudkan
auditor dengan melakukan penghitungan ulang atas beban penyusutan untuk
setiap kelas aset tetap. Meskipun terdapat perbedaan hasil penghitungan pada
beberapa penyusutan kelas aset, seperti kelas aset bangunan, mesin serta furniture,
namun pada akhirnya auditor menyimpulkan bahwa asersi valuasi dan alokasi atas
aset tetap dapat dibenarkan. Perbedaan antara perhitungan klien dengan auditor
dalam satu kelas aset belum melewati SAD yang ditetapkan auditor. Bahkan,
secara kumulatif, perbedaan perhitungan sebesar US$ 2,914 belum melewati batas
tersebut, hingga auditor hanya mencantumkan perbedaan tersebut pada kertas
kerja audit dan tidak mengajukan penyesuaian apapun.
Penulis berpendapat bahwa auditor harus lebih mengkritisi adanya perbedaan
penyusutan pada perhitungan klien. Meskipun jumlahnya tidak mencapai batas
materialitas, sangat disarankan bagi auditor untuk melacak sumber perbedaan
antara perhitungan auditor dengan klien. Hal ini berkaitan dengan efek dari
perhitungan penyusutan yang salah akan terbawa terus sepanjang umur manfaat
aset.
4.4.7 Analisis Atas Prosedur Substantif Lain
1) Prosedur terkait penaksiran nilai aset
Prosedur terkait penaksiran nilai aset merupakan prosedur yang dilakukan untuk
memenuhi persyaratan yang diajukan bank sebagai pemberi pinjaman dana. Jika
PT W tidak memenuhi persyaratan tersebut, bank dapat sewaktu-waktu menarik
pinjaman dana tersebut. Efeknya tentu buruk bagi perusahan, ditinjau dari
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
96
kesiapan operasional perusahaan jika dana yang dicabut berjumlah signifikan.
Penaksiran nilai aset bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat isu penurunan
nilai aset pada PT W. Berdasarkan perhitungan ulang yang dibandingkan dengan
hasil penilaian kembali dari jasa penilai profesional, menunjukkan bahwa isu
penurunan nilai aset tidak muncul di PT W. Hal ini terlihat dari nilai buku yang
berada jauh di bawah nilai pasar.
Karena penaksiran nilai aset dilakukan dalam jangka waktu dua tahun sekali,
maka perbandingan nilai yang dilakukan auditor didasarkan pada nilai aset di
tahun 2010, dan dibandingkan dengan nilai bersih aset di tahun 2011. Ketika nilai
buku di tahun 2011 masih lebih kecil dibandingkan nilai pasar 2010, maka auditor
dapat menyimpulkan tidak ada indikasi penurunan nilai aset, tanpa perlu repot
menelusuri nilai di tahun 2010. Namun, ketika nilai buku di tahun 2011 lebih
tinggi dibandingkan nilai pasar di tahun 2010, maka auditor wajib menelusuri
indikasi penurunan nilai aset ini dengan melakukan analisis terhadap nilai pasar di
tahun 2010 dan 2011.
Langkah yang diambil oleh auditor dengan mempersiapkan Fixed Asset
Impairment Checklist adalah langkah yang tepat, sebab penilaian kembali dari
jasa profesional bukan merupakan laporan yang terbaru, melainkan dilakukan
pada tahun 2010. Dengan mempersiapkan checklist tersebut, auditor mendapat
keyakinan lebih akan tidak adanya isu penurunan nilai aset di PT W.
2) Prosedur terkait asuransi
Untuk asuransi, auditor pun mendapatkan keyakinan bahwa asuransi yang
dimiliki PT W telah mencukupi perlindungan untuk aset tetap, dengan coverage
232%. Asuransi yang dimiliki PT W juga mencakup perlindungan atas aset secara
material dan perlindungan atas kejadian yang menyangkut transaksi bisnis.
Adanya asuransi yang memadai atas aset tetap PT W merupakan salah satu faktor
pendukung dalam menyatakan keberlanjutan usaha PT W.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
97
3) Prosedur terkait biaya pinjaman
PSAK 26 revisi 2008 menyatakan bahwa entitas harus mulai mengkapitalisasi
biaya pinjaman sebagai bagian biaya perolehan aset kualifikasian ketika entitas
pertama kali memenuhi semua kondisi berikut:
a. terjadinya pengeluaran untuk aset
b. terjadinya biaya pinjaman
c. entitas telah melakukan aktivitas yang diperlukan untuk menyiapkan aset
untuk digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya.
Meskipun PT W memiliki pinjaman modal yang cukup besar untuk mendanai
pembelian aset tetapnya, auditor menetapkan bahwa tidak ada biaya pinjaman
yang dikapitalisasi sebagai aset, terkait pinjaman modal tersebut. Auditor
menetapkan batas waktu satu tahun untuk menentukan apakah suatu biaya
pinjaman harus dikapitalisasi atau tidak.
Standar yang ada, baik PSAK 26 revisi 2008 maupun IAS 23 (2008) tidak secara
eksplisit menyatakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun aset
di mana biaya pinjaman harus dikapitalisasi atau harus dibebankan, melainkan
hanya menyebutkan qualifying asset sebagai aset yang membutuhkan waktu
persiapan yang substansial hingga siap untuk digunakan. Istilah ‘waktu’ di sini
sangat luas dan tidak menyediakan pengertian yang jelas. Namun, kata kunci yang
harus diperhatikan adalah kata ‘substansial’. Hal ini dapat diartikan bahwa
masing-masing entitas diberikan kebebasan dalam menetapkan batas waktu untuk
mengkapitalisasi biaya pinjaman. Yaitu ketika entitas beranggapan bahwa periode
waktu persiapan aset hingga siap digunakan cukup material dan signifikan
pengaruhnya bagi entitas. Definisi ini tentunya dapat berbeda untuk masing-
masing entitas. Untuk PT W, tim audit kemudian menentukan bahwa batas waktu
yang dapat dikatakan substansial adalah jika proses pembangunan atau persiapan
aset mencapai satu tahun. Dan karena waktu pembangunan dan persiapan aset PT
W seluruhnya memakan jangka waktu kurang dari satu tahun, maka pada tahun
ini, tidak ada biaya pinjaman yang dapat dikapitalisasi.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
98
PSAK 26 revisi 2008 maupun IAS 23 (2008) juga menyebutkan bahwa entitas
harus mengkapitalisasi biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung
dengan perolehan, konstruksi, atau produksi qualifying asset sebagai bagian dari
biaya perolehan aset tersebut. Sehingga dalam mengkapitalisasi biaya pinjaman,
perusahaan juga harus mempertimbangkan faktor hubungan biaya tersebut dalam
perolehan aset.
4) Prosedur terkait Construction in progress
Prosedur ini dilakukan untuk melakukan pengujian atas asersi keberadaan. Untuk
kelas aset tanah, terdapat beberapa aset yang digolongkan sebagai CIP atas dasar
pertimbangan tanah tersebut akan digunakan sebagai lahan pembangunan.
Umumnya, CIP tanah muncul pada perusahaan real estate atau perumahan yang
memang mengolah kembali tanahnya sebelum dijual atau disewakan. Sementara
untuk perusahaan manufaktur, CIP tanah bukanlah hal yang lazim. Terkait pula
dengan tidak adanya sertifikat pembelian tanah, maka auditor mengajukan jurnal
reklasifikasi atas CIP tanah.
4.5 Analisis Atas Fase Kesimpulan dan Penyusunan Laporan Keuangan
Hasil Audit
Pada tahap penyelesaian audit, prosedur analitis harus dilakukan untuk terakhir
kali dengan tujuan untuk memberikan pengamatan akhir untuk mengetahui
kesalahan yang mungkin dilakukan klien. Umumnya, yang melakukan prosedur
analitis akhir adalah seorang manajer yang memiliki pengetahuan mendalam
mengenai bisnis klien. Pada tahap penyelesaian audit PT W, baik manajer maupun
partner melakukan review keseluruhan atas laporan keuangan PT W untuk
mengantisipasi adanya kemungkinkan kesalahan yang belum diidentifikasi oleh
tim audit. Selain itu, prosedur analitis di fase ini dilakukan untuk antisipasi
diperlukannya pengungkapan tambahan terkait hal-hal yang terjadi dalam masa
subsequent. Prosedur analitis pada fase akhir ini tidak menghasilkan adanya
identifikasi kemungkinan kesalahan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
99
Pada akhir masa audit, auditor memberikan opini bahwa laporan keuangan PT W
di periode Juni 2011 disajikan secara wajar tanpa pengecualian. Adanya opini
tersebut menunjukkan bahwa laporan keuangan PT W di periode Juni 2011
memenuhi kondisi seperti yang disyaratkan oleh SPAP (PSA 29 SA Seksi 508),
yaitu:
“Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion) menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.”
Fase penyelesaian proses audit yang dilakukan tim audit pada PT W dapat
dikatakan komprehensif karena mencakup keseluruhan proses yang ditetapkan
QRS GAM.
Ketika auditor mendapatkan temuan yang mencerminkan lemahnya pengendalian
internal perusahaan, maka auditor harus segera mengkomunikasikan hal ini
dengan klien. Tim audit telah melakukan komunikasi yang baik dengan pihak
klien. Hubungan baik yang terbina selama masa kerja lapangan juga merupakan
kunci dari komunikasi yang efektif antara tim audit dengan klien. Auditor sangat
mencegah munculnya perilaku yang menyerang klien, dan hal ini menciptakan
suasana baik yang dibangun hingga akhir masa audit. Ketika auditor
menyampaikan temuan dan solusi yang disarankan, pihak klien pun
menanggapinya dengan positif.
Salah satu bentuk komunikasi lain dapat berupa mencantumkan temuan di dalam
management letter. Hal ini dilakukan agar klien dapat mengetahui kelemahannya
dan dapat melakukan perbaikan di periode mendatang. Meskipun management
letter bukanlah hal yang diwajibkan dalam standar pengauditan, namun auditor
biasanya mempersiapkan management letter sebagai value-added service dari
auditnya. Hal ini diungkapkan oleh Arens et al., (2009).
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
100
Di dalam management letter yang disusun oleh auditor atas audit PT W, terdapat
beberapa poin yang menyangkut temuan terkait aset tetap. Untuk beberapa poin
yang terkait dengan kapitalisasi dan penyusutan aset tetap akan dijelaskan secara
lebih mendalam pada bagian berikutnya. Poin dalam management letter tersebut
adalah:
1. Aset tetap tidak memiliki tag number
Tag number yang dimaksud adalah label atau penanda yang dipasang pada
setiap aset yang berisi deskripsi aset tersebut. Tag number ini disesuaikan
dengan database yang dimiliki perusahaan lewat fixed asset register.
Penggunaan tag number adalah salah satu cara perusahaan dalam
mengidentifikasi aset berikut jumlahnya dan akan mempermudah jika ada
aset dengan tipe dan merk yang sama dengan jumlah lebih dari satu.
Berdasarkan observasi yang dilakukan auditor, PT W tidak menggunakan
tag number pada aset tetapnya. Contohnya, pada fixed asset register, PT
W hanya menyajikan data seratus laptop tanpa rincian atau keterangan atas
masing-masing laptop. Ketika salah satu laptop dijual, PT W hanya akan
mengurangi jumlah laptop menjadi sembilan puluh sembilan buah laptop.
Hal ini mempersulit auditor untuk mengidentifikasi aset tetap mana saja
yang masih dimiliki oleh PT W. Tag number juga merupakan salah satu
bentuk pengendalian yang dapat diterapkan oleh klien untuk memastikan
bahwa kondisi aset tetap selalu terkini. Dengan menggunakan tag number,
perusahaan dapat mengidentifikasi pengurangan aset dengan lebih mudah.
PT W memiliki aset tetap dengan jumlah yang sangat banyak dan jenisnya
bermacam-macam. Sehingga ketiadaan tag number menunjukan adanya
kelemahan dalam pengendalian perusahaan atas aset tetap. Perbaikan yang
dapat dilakukan PT W adalah mengidentifikasi seluruh aset yang
perusahaan miliki dan membuat tag number spesifik untuk setiap aset.
2. Tidak terdapat batas minimum dalam menentukan capital expenditure
Hal ini terkait dengan ketiadaan peraturan perusahaan terkait dengan
kapitalisasi aset tetap, yang menyebabkan tidak terdapat batas material
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
101
dalam melakukan kapitalisasi. Hal ini akan dijelaskan lebih mendalam
pada subbab 4.6 mengenai kapitalisasi aset tetap.
3. Tidak terdapat dokumen pendukung terkait penyelesaian aset dalam
pembangunan.
Hal ini akan menimbulkan kesalahan dalam penetapan awal mulai
dihitungnya beban penyusutan. Dalam menetapkan tanggal dimulainya
perhitungan beban penyusutan, seharusnya dilakukan ketika aset siap
digunakan. Namun, basis penetapan tanggal dimulainya penyusutan yang
dilakukan PT W menimbulkan tanda tanya bagi auditor. Hal ini akan
dijelaskan secara lebih mendalam pada subbab 4.6 mengenai penyusutan
aset tetap.
4.6 Analisis Atas Kapitalisasi dan Penyusutan Aset Tetap PT W
Pada periode Juni 2011, PT W memiliki banyak penambahan aset tetap. Selain
melakukan prosedur audit yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya, hal
yang harus menjadi perhatian auditor adalah mengenai kapitalisasi dan
penyusutan aset tetap tersebut. Auditor harus melakukan prosedur untuk
memastikan bahwa penetapan waktu dimulainya penyusutan telah sesuai dengan
ketentuan, termasuk memastikan bahwa seluruh biaya terkait aset telah
diklasifikasi ke dalam kategori yang tepat.
Pada subbab ini, penulis akan menganalisis secara khusus mengenai kapitalisasi,
penyusutan, serta isu yang timbul di dalamnya. Dari hasil prosedur substantif
yang dilakukan, terdapat beberapa temuan yang menjadi perhatian auditor.
Temuan ini kemudian dikomunikasikan dengan klien secara verbal dan beberapa
di antaranya dimasukkan ke dalam management letter, sebagai bentuk komunikasi
auditor kepada klien dengan harapan klien dapat melakukan perbaikan di masa
mendatang.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
102
4.6.1 Analisis Atas Kapitalisasi Aset Tetap
Seperti yang dikutip dari Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 01/KM.12/2001 tentang Pedoman Kapitalisasi Barang Milik/Kekayaan
Negara,
“Kapitalisasi adalah penentuan nilai pembukuan terhadap semua pengeluaran
untuk memperoleh aset tetap hingga siap pakai, untuk meningkatkan
kapasitas/efisiensi, dan atau memperpanjang umur teknisnya dalam rangka
menambah nilai-nilai aset tersebut.”
Prosedur yang menyangkut kapitalisasi menjadi penting, karena sering kali
perusahaan tidak menaati ketentuan dalam mengkapitalisasi asetnya. Sedangkan
aset tetap sendiri merupakan salah satu akun yang memiliki proporsi cukup besar
dalam total aset perusahaan. Demikian halnya pada PT W, yang aset tetapnya
mencakup proporsi 55% dari keseluruhan aset. Selain itu, pada praktiknya,
terdapat kecenderungan bahwa perusahaan akan memasukan beban-beban yang
sebenarnya tidak terkait dengan aset tetap ke dalam aset tetap agar beban tersebut
dapat dikapitalisasi, dan pada gilirannya akan mengurangi beban pada tahun
berjalan. Kesalahan juga dapat terjadi karena kurangnya pemahaman klien
terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum.
Aset tetap juga merupakan salah satu sarana bagi PT W yang berkontribusi besar
untuk menjalankan proses produksi dan secara tidak langsung sarana untuk
menghasilkan pendapatan bagi PT W. Maka dari itu, informasi tentang aset tetap
merupakan salah satu informasi penting yang akan dilihat oleh pengguna laporan
keuangan untuk menilai kelanjutan usaha PT W. Alasan-alasan tersebut
merupakan landasan yang menjadikan audit atas kapitalisasi aset tetap merupakan
hal yang patut menjadi perhatian auditor. Auditor harus memastikan bahwa
kapitalisasi dilakukan dengan benar dan nilai aset tetap bebas dari salah saji
material.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
103
1. Tidak terdapat batas minimum dalam menentukan capital expenditure
Auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap daftar detail aset tetap.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, auditor menemukan bahwa di antaranya
banyak aset tetap yang bernilai kecil yang turut dimasukkan ke dalam capital
expenditure. Auditor kemudian melakukan inquiry dengan klien, dan
menemukan fakta bahwa PT W tidak memiliki batas minimum nilai aset tetap
yang dikategorikan capital expenditure.
Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 09 mengenai akuntansi aset tetap
menyebutkan bahwa, dalam akuntansi pemerintahan, pemerintah harus
menetapkan batasan pengeluaran untuk memperoleh aset yang dapat
diklasifikasi sebagai aset tetap. Batasan ini disebut juga dengan capitalization
threshold (nilai satuan minimum kapitalisasi aset). Namun SAP tidak
menentukan besarnya capitalization threshold ini, melainkan memberikan
kebebasan kepada masing-masing entitas untuk menentukannya sendiri.
Meskipun peraturan ini tidak ditujukan untuk perusahaan swasta, namun
dapat ditarik garis dari pernyataan di atas, bahwa seharusnya, suatu
perusahaan merupakan pihak yang memiliki kewajiban dalam menetapkan
capitalization threshold yang dimaksud. Batas materialitas aset tetap untuk
dikapitalisasi merupakan salah satu hal yang sebaiknya diatur dalam company
policy agar perhitungan penyusutan lebih efektif dan efisien. Aset yang
nilainya di bawah batas harus dicatat sebagai beban pada periode tersebut.
Tabel 4.3 menunjukkan beberapa item yang memiliki nilai di bawah US$100
dan menurut auditor sebaiknya dibebankan. Auditor mengajukan saran untuk
melakukan kapitalisasi bagi aset yang memiliki nilai di atas US$100, hal ini
ditentukan berdasarkan judgment auditor dan dituangkan sebagai saran dalam
management letter.
Mengacu pada definisi aset tetap berdasarkan PSAK 16 revisi 2007, yang
menyebutkan aset tetap sebagai aset berwujud yang: (a) dimiliki untuk
digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
104
direntalkan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif; dan (b)
diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode; item pada tabel
4.3 sebenarnya dapat dikatakan memenuhi kriteria sebagai aset tetap. Namun,
auditor berpendapat bahwa jika PT W tidak menentukan batas materialitas
komponen yang hendak dikapitalisasi, maka hal ini akan berdampak pada
perhitungan penyusutan. Perhitungan penyusutan untuk aset tetap yang
bernilai terlalu kecil dianggap kurang efektif.
Tabel 4.3 Item Yang Seharusnya Dibebankan
Date Division TAHUN Description Purchase Price21-‐Apr-‐11 COMM 2011 2Kaca Cermin, 2Plat Hanger,2Kapstok Mr. Venkat 57.76 24-‐Dec-‐10 EMB 2011 Bantal air land Mr. Issac (house no. 18) 11.05 24-‐Dec-‐10 EMB 2011 Kaca Sofa Mr. Unni (house no.16) 16.58 21-‐Apr-‐11 COMM 2011 Kompor Gas Saken + Selang Mr. Venkat 50.59 8-‐Dec-‐10 EMB 2011 Meja Tamu Jati Mr. Vinod (house no.15 99.91
22-‐Dec-‐10 EMB 2011 Meja tamu sudut Mr. Unni (house no. 16) 33.18 20-‐Dec-‐10 EMB 2011 Rak type KATO 3 pintu 85.79 8-‐Dec-‐10 EMB 2011 Side table 99.91 21-‐Apr-‐11 COMM 2011 TABUNG GAS 69.31 12-‐Jan-‐11 EMBOE 2011 Bag Polo Classic 26.37 21-‐Jan-‐11 EMBOE 2011 Cylinder kunci 3.86 14-‐Oct-‐10 SPGOE 2011 Dispenser 51.32 30-‐Dec-‐10 EMBOE 2011 Kipas angin COSMOS 25.62 30-‐Apr-‐11 EMBOE 2011 KURSI DC-‐603 ( LOBBY ) 72.01 22-‐Nov-‐10 SPG 2011 KURSI SEKRETARIS 23.48 8-‐Feb-‐11 SPG 2011 Lemari Arsip Venus 37 38.97 8-‐Feb-‐11 SPG 2011 Lemari Arsip Venus 79 87.94
26-‐Aug-‐10 SPG 2011 Lemari Venus VS 29 Abu 52.93 31-‐Dec-‐10 EMBOE 2011 Meja dan Kursi 73.52 22-‐Nov-‐10 SPG 2011 MEJA I/2 BIRO B-‐102 A4 15.88 23-‐Jun-‐10 DHCOM 2011 Printer 47.05 30-‐Dec-‐10 EMBOE 2011 Sahitel phone -‐ Intercom 13.48 30-‐Jun-‐11 EMBOE 2011 WIRELESS PHONE 29.57
Sumber: Management Letter KAP QRS terhadap PT W periode Juni 2011
Untuk aplikasi selanjutnya, auditor memberikan kebebasan bagi PT W untuk
menentukan batas materialitas dalam penentuan kapitalisasi. Penentuan batas
materialitas ini memang membutuhkan professional judgment dari
manajemen PT W. Yang penting adalah bagaimana PT W menjaga
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
105
konsistensi dalam menerapkan batas materialitas kapitalisasi tersebut
nantinya.
2. Biaya yang dikapitalisasi
Bab sebelumnya telah membahas biaya apa saja yang dapat diakui
perusahaan sebagai aset tetap dan dapat dikapitalisasi. Biaya yang dapat
dikapitalisasi tersebut mulai dari biaya perolehan hingga biaya yang
dikeluarkan setelah perolehan aset, di mana pengeluaran yang dapat
memberikan manfaat lebih dari satu tahun, memperpanjang manfaat aset
tersebut dari yang direncanakan semula atau peningkatan kapasitas, mutu
produksi, atau peningkatan kinerja disebut dengan pengeluaran modal
(capital expenditure). Sedangkan pengeluaran yang memberikan manfaat
kurang dari satu tahun (termasuk pengeluaran untuk mempertahankan kondisi
aset tetap) disebut dengan pengeluaran pendapatan (revenue expenditure).
Kategori biaya yang dapat dikapitalisasi adalah kategori capital expenditure.
Perbedaan antara capital expenditure dan revenue expenditure selain dari
menambah manfaat atau tidak, juga dapat dilihat dari besarnya jumlah
pengeluaran.
Masalah yang sering muncul adalah menentukan apakah suatu pengeluaran
diperlakukan sebagai aset (dikapitalisasi) atau sebagai beban dan langsung
dibebankan saat terjadinya. Hal ini juga dihadapi oleh PT W. Maka itu
auditor melakukan prosedur untuk menguji apakah PT W telah
mengklasifikasikan biaya yang harus dikapitalisasi dengan benar.
PT W harus melakukan penelusuran dengan cermat terhadap pengeluaran-
pengeluaran yang terkait dengan aset, tidak hanya hingga aset tersebut siap
digunakan, namun juga biaya yang dikeluarkan setelah pengadaan mesin.
Karena dalam satu aset, beban yang dikeluarkan bisa mencapai jumlah yang
sangat besar, PT W harus melakukan pengendalian yang baik atas setiap
pengeluaran tersebut. Salah satu pengendalian yang dilakukan PT W adalah
melakukan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan secara aktual untuk
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
106
mesin tersebut, dengan biaya yang telah dianggarkan. Auditor sendiri juga
melakukan perbandingan ulang atas biaya aktualisasi dan anggaran, dan
melakukan vouching atas dokumen pendukung serta melakukan inquiry
kepada klien jika terdapat selisih yang signifikan antara keduanya. Terdapat
salah satu mesin yang memiliki perbedaaan yang cukup mencolok antara
aktualisasi biaya dan anggaran. Namun dari hasil inquiry, klien dapat
menjelaskan sumber perbedaan tersebut, yaitu adanya pemberian potongan
harga dari pihak vendor.
Selanjutnya, untuk memastikan adanya biaya sehubungan perbaikan dan
pemeliharaan, auditor melakukan pemeriksaan general ledger terkait biaya
perbaikan dan pemeliharaan. Auditor menemukan bahwa hanya ada satu
biaya yang secara nominal cukup besar untuk dikapitalisasi, namun auditor
menyimpulkan bahwa biaya tersebut tidak memenuhi kriteria untuk
dikapitalisasi, karena perbaikan tersebut tidak menambah umur maupun
kapasitas produksi aset. Sehingga keseluruhan biaya perbaikan dan perawatan
telah diklasifikasikan dengan benar sebagai beban.
4.6.2 Analisis Atas Penyusutan Aset Tetap
Ketika auditor melakukan vouching sebagai salah satu prosedur dalam melakukan
verifikasi akuisisi aset tetap, auditor sekaligus melakukan pengecekan atas
penetapan waktu dimulainya penyusutan.
Atas transaksi penambahan aset tetap di PT W yang meliputi tiga kelas aset yang
menjadi sampel, yaitu bangunan, kendaraan bermotor, serta mesin, auditor
melakukan pengecekan atas tanggal dimulainya penyusutan dengan mengambil
sampel dari masing-masing kelas aset.
Hasil vouching menunjukkan bahwa kapitalisasi serta penyusutan yang ditetapkan
atas kelas aset bangunan dan kendaraan bermotor telah dilakukan secara wajar.
Hal ini dikarenakan adanya kejelasan dokumentasi terkait dengan natur kelas aset
di mana untuk kelas aset kendaraan, dapat langsung digunakan ketika aset tersebut
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
107
dibeli. Sementara untuk kelas aset bangunan, umumnya menggunakan jasa
kontraktor sehingga dokumentasi aset lebih teratur. Sebaliknya, terdapat beberapa
hal yang menjadi perhatian atas penetapan penyusutan yang dilakukan pada kelas
aset mesin.
Di awal fase eksekusi, auditor telah melakukan pengujian substantif atas beban
penyusutan dan saldo akhir akun akumulasi penyusutan. Namun, ketika auditor
melakukan pengujian atas kapitalisasi serta pengakuan aset tetap, auditor
menemukan bahwa terdapat isu lain terkait penyusutan yang harus ditelusuri lebih
lanjut.
PSAK 16 revisi 2007 paragraf 58 menyatakan, penyusutan aset dimulai pada saat
aset tersebut siap untuk digunakan, yaitu pada saat aset tersebut berada pada
lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan
keinginan dan maksud manajemen.
Mesin yang dimiliki oleh PT W, sebagian besar tidak langsung dibeli dalam
kondisi jadi dan tidak dapat langsung dipergunakan. Melainkan, pembelian mesin
dilakukan terpisah dengan komponen, dan terdapat jeda waktu di antaranya.
Dalam menetapkan tanggal dimulainya penyusutan, seringkali perusahaan
berpatokan pada dokumen penyelesaian aset, tanda kepemilikan, atau ketika aset
tersebut digunakan. Namun, pada praktiknya keputusan ini sangat bergantung
dengan kebijakan dari masing-masing perusahaan.
Pada audit di PT W, auditor mensyaratkan adanya dokumen penyelesaian aset,
atau dokumen serupa sebagai tanda penetapan awal dimulainya penyusutan aset.
Auditor berpendapat bahwa tanpa adanya dokumentasi yang memadai, maka
penetapan penyelesaian suatu aset dan poin awal penyusutan dapat dikatakan
tidak memiliki dasar.
Dari hasil vouching, auditor melakukan uji tanggal dimulainya penyusutan, yaitu
dengan membandingkan tanggal yang tertera pada dokumen penerimaan barang
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
108
(Goods Received Note) untuk komponen-komponen yang terkait suatu mesin,
dengan tanggal dimulainya penyusutan yang diakui klien pada database
penambahan aset tetap. Auditor menemukan bahwa terdapat beberapa hal yang
ingin ditelusuri lebih jauh, seperti, pada beberapa sampel, pengakuan tanggal
dimulainya penyusutan ditentukan dengan jarak yang terlalu jauh dari tanggal
pembelian komponen mesin itu sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah
yang melandasi klien dalam menentukan tanggal tersebut. Seharusnya, ketika
suatu mesin sudah siap digunakan, klien harus segera menyusutkannya.
Sementara pada PT W, terdapat beberapa aset yang disusutkan jauh setelah
seluruh komponen dibeli dan diinstalasi. Berikut salah satu contoh sampel yang
disusutkan jauh setelah pembelian aset utama.
Tabel 4.4 Detail Komponen Mesin PT W (Sampel 2) 1Double Winder PPW-A-VI 42 Spindles 8"
Satuan Nama Barang Tanggal
Pengakuan Nominal
(USD) 1 set 1Double Winder PPW-A-VI 42 Spindles 8" 7-Aug-10 72,450.00 1 set 1Double Winder PPW-A-VI 42 7-Aug-10 3,469.33
Tanggal dimulainya penyusutan 1-Nov-10 Sumber: Fixed Asset Register PT W periode Juni 2011 – telah diolah kembali
Pada mesin di atas, aset telah diterima PT W seluruhnya pada tanggal 7 Agustus
2010. Namun, mesin ini baru mulai disusutkan PT W pada tanggal 1 November
2010. Berdasarkan hasil inquiry dengan pihak klien, adanya jeda waktu antara
penerimaan aset dengan pengakuan kapitalisasi disebabkan final invoice yang
baru diterima PT W pada tanggal 1 November 2011. Klien berpendapat bahwa
adanya final invoice dari vendor merupakan salah satu dokumen yang dapat
digunakan sebagai pengakuan dimulainya penyusutam. Yang menjadi perhatian
auditor adalah klien tidak mempertimbangkan kemungkinan bahwa pada bulan
Agustus, mesin tersebut sudah dapat beroperasi.
Ketika mesin telah siap digunakan PT W pada bulan Agustus, namun baru
diklasifikasi sebagai aset dan mulai disusutkan pada bulan November, hal ini
dianggap kurang sesuai dengan konsep yang diatur PSAK 16 revisi 2007 yang
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
109
mensyaratkan penyusutan aset dilakukan segera setelah aset tersebut berada dalam
kondisi siap untuk digunakan. Idealnya, PT W mulai menyusutkan aset tersebut
pada bulan Agustus, ketika mesin telah siap untuk dioperasikan.
Auditor berpendapat, penyusutan merupakan kebijakan yang dapat ditentukan
perusahaan, asalkan kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
yang berlaku umum. Dan yang terpenting, kebijakan tersebut harus diterapkan
secara konsisten oleh perusahaan. Namun, di PT W sendiri, kebijakan tersebut
masih belum diterapkan secara konsisten. Penulis mengambil contoh sampel lain
yang penyusutannya dirasa belum sesuai.
Tabel 4.5 Detail Komponen Mesin PT W (Sampel 3)
1Double Winder PPW-A-VI 36 Spindles 6" 6PLY
Satuan Nama Barang Tanggal Pengakuan
Nominal (USD)
1 set 1Double Winder PPW-A-VI 36 Spindles 6" 6PLY 1-Aug-2010 45,000.00
Installation 1-Feb-2011 10,281.69
Tanggal dimulainya penyusutan 1-Aug-10 Sumber: Fixed Asset Register PT W periode Juni 2011 – telah diolah kembali
Pada mesin di atas, aset utama telah diterima PT W pada tanggal 1 Agustus 2010.
Karena membutuhkan teknisi dan komponen tertentu yang berasal dari luar
Indonesia, maka mesin ini baru selesai diinstalasi pada bulan Februari 2011.
Tidak seperti contoh mesin sebelumnya yang penyusutannya tertunda, mesin ini
langsung diakui pada tanggal 1 Agustus 2010, meskipun pada praktiknya belum
diinstalasi. Mengacu pada PSAK 16 revisi 2007, seharusnya PT W melakukan
penyusutan pada bulan Februari, ketika mesin tersebut telah siap digunakan.
Dalam menentukan tanggal dimulainya penyusutan, PT W mengandalkan
penilaian dari financial controller dan user. Penyusutan idealnya dimulai ketika
suatu aset telah selesai dibangun atau diinstalasi, serta siap untuk digunakan.
Penyusutan akan tetap diakui meskipun belum digunakan secara praktik oleh
perusahaan. Sementara, pada PT W, penetapan tanggal penyusutan banyak
mengandalkan perkiraan dari financial controller dan user, tanpa basis yang jelas.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
110
Klien juga tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan mengenai basis
yang digunakan dalam penetapan tanggal penyusutan tersebut.
Ketika auditor melakukan inquiry atas masalah ini terhadap klien, klien
mengatakan bahwa terdapat beberapa basis dalam penetapan tanggal penyusutan,
yaitu:
• PT W membangun pabrik baru pada tahun berjalan, di mana pabrik
tersebut merupakan tempat peletakkan mesin. Untuk mesin-mesin yang
terletak pada pabrik baru tersebut, klien berasumsi bahwa mesin akan
mulai disusutkan pada tanggal ketika pabrik baru tersebut selesai. Dengan
anggapan bahwa meskipun suatu mesin telah selesai diinstalasi, namun
pabrik belum selesai dibangun, maka mesin tersebut belum dapat
digunakan. Anggapan ini dapat diterima oleh auditor.
Auditor kemudian meminta dokumen yang menyatakan tanggal
penyelesaian pabrik dan dokumen yang menyatakan mesin-mesin apa saja
yang terletak pada pabrik baru tersebut. Namun, hasil vouching atas
tanggal yang tertera di dokumen tersebut dengan tanggal penyusutan yang
dicatat oleh klien menunjukkan beberapa perbedaan. Oleh karena itu,
auditor memutuskan untuk menghitung efek penyusutan yang timbul dari
kelalaian yang tidak dapat dibuktikan melalui asumsi ini.
• Formulir “Status Operasional Mesin/Peralatan” (lampiran 1) yang berisi
keterangan mengenai status mesin dan peralatan, serta tanggal di mana
mesin dan peralatan tersebut siap digunakan secara komersil. Dokumen ini
merupakan dokumen yang dapat diandalkan dalam penentuan tanggal
penyusutan aset. Namun, ketika auditor melakukan pencocokan antara
dokumen tersebut dengan tanggal penyusutan, ternyata tidak semua mesin
dan peralatan dijelaskan status komersialnya dalam formulir tersebut. Oleh
karena itu, auditor memutuskan untuk menghitung efek penyusutan yang
timbul dari kelalaian yang tidak dapat dibuktikan melalui formulir ini.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
111
• Final invoice yang dikirim oleh vendor sebagai penagihan atas
pembayaran terakhir klien atas mesin yang dibeli. Klien beranggapan
bahwa final invoice merupakan dokumen yang dapat mengindikasikan
bahwa mesin tersebut telah selesai dirakit dan diuji. Dokumen ini tidak
dapat merepresentasikan penggunaan aset, dan tidak dapat digunakan
sebagai dokumen yang mengindikasikan awal penyusutan aset.
• Aset tetap yang tanggal penyusutannya tidak dapat ditetapkan melalui
dokumen-dokumen di atas akan ditetapkan melalui perkiraan dari financial
controller PT W. Basis yang digunakan dalam menetapkan penyusutan ini
tidak disertai dokumen yang dapat mendukung penilaian tersebut.
Berdasarkan prosedur tersebut, ditemukan bahwa tidak terdapat keseragaman
dokumen terkait dengan pernyataan penyelesaian aset dalam pembangunan.
Dokumen yang dimaksud dapat menjadi dokumen pendukung, misalnya, memo
(Memo of Transferring Asset – MTA) yang menjadi persetujuan transfer aset
dalam pembangunan menjadi aset tetap dan menyatakan tanggal perubahan aset
dalam pembangunan menjadi aset tetap, di mana tanggal tersebut merupakan
tanggal yang mengindikasikan awal perhitungan beban penyusutan. Untuk
beberapa aset, PT W memiliki dokumen sejenis seperti yang telah dijelaskan di
atas. Namun, karena dokumen tersebut tidak meliputi keseluruhan aset, maka
dikhawatirkan akan menimbulkan kesalahan dalam perhitungan beban penyusutan
secara keseluruhan. Maka dari itu, penulis berpendapat bahwa PT W harus
membuat MTA atau dokumen sejenis sebagai basis transfer aset dalam
pembangunan menjadi aset tetap.
Berdasarkan prosedur inquiry dan vouching, auditor menyimpulkan bahwa masih
terdapat kelemahan pengendalian dalam penetapan tanggal penyusutan. Hal ini
akan berdampak pada perhitungan beban penyusutan atas aset tetap yang
bersangkutan. Ketika terdapat kesalahan dalam penyusutan komersial, maka akan
berimbas pada kesalahan penyusutan fiskal. Hal ini akan menyebabkan kesalahan
pula pada pajak penghasilan perusahaan. Oleh karena dampak yang dapat
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
112
berkepanjangan, maka auditor memutuskan untuk menghitung efek penyusutan
yang timbul dari kelalaian penetapan tanggal penyusutan aset tersebut.
Pertama, auditor menentukan batas materialitas pengambilan sampel sebesar dua
bulan. Auditor memilih mesin yang diperkirakan penyusutannya terlambat atau
terlalu cepat diakui selama minimal dua bulan, kemudian melakukan
penghitungan ulang atas penyusutan aset-aset tersebut. Hasil penghitungan auditor
disajikan pada lampiran 2 yang dilampirkan pada akhir laporan ini.
Terdapat tiga belas mesin yang diduga penetapan tanggal penyusutannya memiliki
selisih lebih besar dari dua bulan dari tanggal penetapan seharusnya. Auditor
kemudian menghitung penyusutan setiap mesin per bulan serta mengalikan
dengan selisih bulan masing-masing mesin untuk mengetahui jumlah efek
penyusutan yang disebabkan oleh kelalaian PT W. Hasil dari penghitungan ulang
ini menunjukkan bahwa efek penyusutan tersebut senilai USD 9,282, yang berarti
beban penyusutan understated sebesar USD 9,282. Jika dilihat dari tingkat
materialitas, jumlah ini masih berada di bawah tingkat SAD (USD 10,698).
Perbedaan yang berada di bawah SAD mengakibatkan tidak adanya jurnal
penyesuaian yang diajukan auditor terkait efek penyusutan. Perbedaan ini hanya
didiskusikan dengan pihak manajemen untuk mengutarakan sistem seperti apa
yang sebenarnya diharapkan auditor untuk dijalankan oleh PT W. Meskipun
berada di bawah tingkat materialitas, namun temuan ini merupakan tanda bagi PT
W untuk memperbaiki sistem pengakuan penyusutan pada periode mendatang.
Mengacu pada PSAK 16 revisi 2007, seharusnya PT W memulai penyusutan
untuk setiap asetnya ketika aset tersebut siap digunakan, yaitu pada saat aset
berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai
dengan keinginan dan maksud manajemen.
Dari pengujian tanggal pengakuan aset dan penetapan tanggal penyusutan di atas,
dapat disimpulkan pula bahwa manajemen PT W masih perlu meningkatkan
kecermatan dalam melakukan perencanaan pembelian aset tetap. Pada praktiknya,
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
113
suatu perusahaan tentu akan membeli aset dan mempergunakannya sesegera
mungkin. Mengingat PT W memiliki kebutuhan akan komponen dan teknisi yang
berasal dari luar Indonesia, maka PT W disarankan untuk melakukan perbaikan
pada perencanaan dan manajemen aset tetap. Aset tetap sebaiknya dibeli ketika
perusahaan sudah siap untuk menginstalasi aset tersebut, dan perusahaan harus
sigap dalam mengetahui kebutuhan pemasangan dan komponen lain yang terkait
dengan aset yang bersangkutan. Perusahaan juga harus memiliki basis yang
konsisten dalam penetapan awal penyusutan aset tetap. Hal ini dapat dimulai
dengan penyusunan policy yang menjadi dasar dari perlakuan terhadap aset tetap
dan menekankan pentingnya dokumentasi sebagai bukti penyelesaian aset dalam
pembangunan serta awal dimulainya penyusutan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
114
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Aset tetap merupakan salah satu sarana bagi PT W untuk menjalankan proses
produksi dan untuk menghasilkan pendapatan. Maka dari itu, informasi
tentang aset tetap merupakan salah satu informasi penting yang akan dilihat
oleh pengguna laporan keuangan untuk menilai kelanjutan usaha PT W. Di
sini peran auditor menjadi penting untuk menyatakan kewajaran penyajian
laporan keuangan secara umum, dan akun aset tetap secara khusus.
Audit atas aset tetap merupakan bagian dari audit umum yang dilakukan KAP
QRS atas laporan keuangan PT W. Dalam melakukan audit atas aset tetap,
auditor berpedoman pada Global Audit Methodology dari KAP QRS, di mana
pedoman ini memiliki esensi yang sama dengan pedoman audit yang
dipaparkan oleh Arens et al., (2009). Perbedaan hanya terletak pada sisi detail
proses yang dilakukan per fase, dan bukan merupakan perbedaan yang
signifikan.
Di awal masa audit, auditor melakukan persiapan audit dan mencoba
memahami karakteristik bisnis dan natur dari aset tetap, yang menghasilkan
kesimpulan bahwa bisnis PT W sedang menuju arah berkembang, yang
ditunjukkan dengan pembelian aset dalam jumlah yang besar pada periode
Juni 2011 untuk meningkatkan kapasitas produksi. Pada fase ini, auditor
mempersiapkan audit dengan baik, misalnya dengan adanya pertimbangan
penetapan materialitas yang berdasar, penentuan atas kompleksitas
lingkungan IT, serta pemahaman atas kebijakan perusahaan secara
keseluruhan yang dilakukan dengan baik. Hal ini juga didukung oleh faktor
komunikasi dan kerja sama yang terjalin dengan baik antara pihak auditor
dengan pihak klien, yang telah diaudit oleh KAP QRS selama beberapa tahun
ke belakang.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
115
Fase selanjutnya dilakukan untuk menyusun strategi audit dan menilai risiko
secara lebih khusus pada PT W. Pada fase ini auditor memutuskan untuk
menetapkan strategi not rely on control, karena pengendalian PT W atas aset
tetap dinilai lemah, dilihat dari digunakannya database manual yang sangat
rentan dengan kesalahan, dan tidak adanya standar terkait kapitalisasi aset
tetap. Pada fase ini, auditor sebaiknya menyusun naratif dan melakukan
walkthrough atas transaksi penambahan aset tetap. Karena natur transaksi aset
tetap dengan suku cadang berbeda, dan auditor tidak dapat sepenuhnya
mengacu pada alur transaksi suku cadang.
Pada fase eksekusi di mana seluruh pengujian pengendalian dan pengujian
substantif dilakukan, auditor telah melakukannya secara lengkap dan
komprehensif. Hal ini disebabkan adanya waktu kerja lapangan yang cukup,
serta tim audit yang berjumlah cukup banyak dan mampu bekerja secara
efektif. Prosedur yang dilakukan, antara lain: (1) Pengujian journal entries,
(2) Prosedur analitis, (3) Verifikasi akuisisi aset tetap tahun berjalan, (4)
Verifikasi pelepasan aset tetap tahun berjalan, (5) Verifikasi saldo akhir akun
aset tetap, (6) Verifikasi beban penyusutan dan saldo akhir akun akumulasi
penyusutan, (7) Prosedur terkait penaksiran nilai aset, (8) Prosedur terkait
asuransi, (9) Prosedur terkait biaya pinjaman, dan (10) Prosedur terkait
construction in progress.
Auditor tidak melakukan pengujian pengendalian, dengan alasan auditor tidak
bergantung pada pengendalian klien dan dirasa akan lebih efektif jika auditor
melewatkan pengujian ini dan memfokuskan pada pengujian substantif
dengan memperbanyak sampel yang diuji. Dalam melakukan eksekusi audit,
auditor sangat berpedoman pada tingkat materialitas yang ditetapkan pada
awal masa audit. Auditor juga berpedoman pada dasar asersi yang ingin
dibuktikan. Hal ini merupakan kunci penting dalam fase eksekusi, dan auditor
telah melakukannya dengan baik.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
116
Dari hasil prosedur yang dilakukan auditor, terdapat beberapa hal yang perlu
diperbaiki oleh PT W, khususnya terkait dengan penyusutan serta kapitalisasi
aset tetap. Untuk kapitalisasi, auditor menyarankan bahwa sebaiknya PT W
menerapkan batasan materialitas agar kapitalisasi aset tetap selanjutnya dapat
dilakukan dengan konsisten. Selain itu, proses penyusutan aset tetap yang
dilakukan PT W sebaiknya lebih mengacu pada penyusutan yang disyaratkan
PSAK 16 revisi 2007, di mana penyusutan harus dilakukan ketika aset telah
siap untuk digunakan. Namun atas dasar materialitas, maka isu ini tidak
ditindaklanjuti lewat jurnal penyesuaian. Melainkan hanya dikomunikasikan
kepada klien secara verbal dan dimasukkan ke dalam management letter,
sebagai bentuk komunikasi auditor kepada klien dengan harapan klien dapat
melakukan perbaikan di periode mendatang.
Meskipun auditor menyimpulkan bahwa tidak terdapat temuan yang
mempengaruhi akun aset tetap secara signifikan, terdapat tiga jurnal
penyesuaian dan reklasifikasi. Ketiganya berasal dari kesalahan yang telah
diakui klien, dan jumlahnya pun tidak material. Jurnal ini diajukan atas
permintaan dari klien. Pada fase penyelesaian audit, auditor menyatakan opini
bahwa laporan keuangan PT W telah disajikan secara wajar tanpa
pengecualian. Auditor kemudian mengklasifikasikan PT W sebagai klien
yang memiliki risiko rendah dan patut untuk dilanjutkan dalam periode
selanjutnya.
5. 2 Saran
5.2. 1 Saran Kepada PT W
Saran yang diajukan untuk diterapkan PT W pada periode selanjutnya, yaitu:
1. PT W perlu meningkatkan kecermatan dalam perencanaan pembelian
dan pengelolaan aset tetap. Hal ini harus diperhatikan, mengingat pada
periode Juni 2011, PT W mengalami kerugian yang timbul dari
pelepasan aset tetap yang dibeli dalam kondisi bekas pakai. Hal ini
mengakibatkan PT W tidak dapat mengutilisasi penggunaan aset secara
maksimal, dan mengharuskan PT W menjual aset tersebut pada tahun
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
117
2011. Pembelian aset tetap yang lebih terencana akan mengurangi
risiko adanya kemungkinan timbulnya kerugian tersebut. Selain itu,
pembelian yang lebih terencana juga terkait erat dengan natur aset tetap
yang umumnya membutuhkan berbagai komponen yang berasal dari
luar Indonesia. PT W dapat melakukan perencanaan pembelian aset
yang tujuannya meminimalisir waktu yang dibutuhkan untuk menunggu
datangnya komponen tersebut dan akan meningkatkan efisiensi dalam
akuisisi aset.
2. Menetapkan standar khusus yang mengatur perihal kapitalisasi aset
tetap. Salah satu poin penting yang harus ditentukan adalah batas
materialitas aset tetap untuk dikapitalisasi, atau capitalization
threshold. Aset yang nilainya di bawah batas tersebut harus dicatat
sebagai beban. Hal ini ditetapkan agar perhitungan penyusutan lebih
efektif dan efisien. Penetapan batas materialitas ini membutuhkan
professional judgment dari manajemen, yang harus mempertimbangkan
analisis cost dan benefit dalam aplikasinya. Yang harus diperhatikan
manajemen adalah, faktor kemajuan teknologi saat ini memiliki peran
dalam mengubah konsep cost dan benefit dalam pengakuan serta
kapitalisasi aset tetap. PT W harus cermat dalam penentuan ini dan
harus menerapkannya secara konsisten.
3. Untuk aset tetap yang dibeli dalam kondisi tidak siap pakai
(memerlukan waktu untuk pembangunan atau pemasangan komponen
hingga siap untuk digunakan), sebaiknya PT W membuat dokumentasi
seragam untuk setiap aset yang menyatakan penyelesaian persiapan aset
tersebut. Dokumentasi tersebut dapat berupa berita acara ataupun memo
of transferring asset yang menyatakan tanggal perubahan aset dalam
pembangunan menjadi aset tetap, di mana tanggal tersebut merupakan
tanggal yang mengindikasikan awal perhitungan beban penyusutan.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
118
4. Mengidentifikasi seluruh aset yang perusahaan miliki dan membuat tag
number spesifik untuk setiap aset sebagai salah satu bentuk
pengendalian untuk memastikan kondisi aset tetap dapat diidentifikasi
dengan mudah.
5. Mempertimbangkan penetapan metode penyusutan yang disesuaikan
dengan pola penggunaan masing-masing kelas aset.
6. Mempertimbangkan untuk melakukan migrasi fixed asset register dari
sistem manual, seperti yang digunakan saat ini, menjadi sistem
terkomputerisasi. Terdapat beberapa jenis sistem yang dapat
memfasilitasi pencatatan aset tetap yang sudah diterapkan perusahaan
lain. Penggunaan sistem terkomputerisasi akan mempermudah
pengendalian aset tetap dan mengurangi risiko kesalahan manusia
dalam penggunaannya.
7. Mengadakan pelatihan bagi pegawai divisi akuntansi di PT W,
utamanya dalam hal sosialisasi standar perusahaan dalam operasi dan
aktivitas harian, serta pelatihan penggunaan sistem komputerisasi yang
digunakan pada PT W.
5.2. 2 Saran Kepada KAP QRS
Prosedur audit atas aset tetap yang dilakukan oleh KAP QRS secara
keseluruhan telah dilakukan secara sistematis dan komprehensif.
Beberapa saran yang ingin diajukan adalah:
1. Dalam setiap penugasan audit, sebaiknya di dalam satu tim terdapat
beberapa personel yang telah terlibat dalam pelaksanaan audit pada
periode sebelumnya. Pada audit PT W, auditor yang menangani akun
aset tetap merupakan staf yang telah berpengalaman dengan akun
tersebut dan sudah mengenal natur dari PT W berdasarkan pengalaman
dari audit periode sebelumnya. Keterlibatan dari auditor yang telah
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
119
mengenal perusahaan merupakan faktor yang sangat membantu dalam
pelaksanaan audit.
2. Partner, manager, senior, serta staff yang bekerja bersama penulis
selama masa audit sangat membantu proses pembelajaran penulis
sebagai peserta magang. Pengawasan dan bimbingan dari pihak di atas
terhadap peserta magang merupakan salah satu faktor penting untuk
kelancaran selama masa kerja audit, dan perlu untuk dipertahankan.
3. Akan lebih baik jika sebelum ditugaskan ke klien, peserta magang
diberikan pelatihan terkait dengan penugasan. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan pemahaman serta keahlian peserta magang dalam
menghadapi penugasan yang sesungguhnya.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
120
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Arens, Alvin A., Mark S. Beasley, Randal J. Elder, dan Amir Abadi Jusuf. (2009).
Auditing and Assurance Services an Integrated Approach - an Indonesian
Adaptation. Singapore: Prentice Hall.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 13 Revisi 2007: Properti Investasi. Jakarta: IAI.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 16 Revisi 2007: Aset Tetap. Jakarta: IAI.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2008). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 26 Revisi 2008: Biaya Pinjaman. Jakarta: IAI.
Ikatan Akuntan Indonesia. (1998). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 47: Akuntansi Tanah. Jakarta: IAI.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 01/KM.12/2001 tentang
Pedoman Kapitalisasi Barang Milik/Kekayaan Negara.
Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, dan Terry D. Warfield. (2011). Intermediate
Accounting Volume 1 IFRS edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (2010, Desember). Buletin Teknis:
Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 09. diakses pada tanggal 18 Nov
2011, pukul 17.35.
http://www.ksap.org/Buletin/Bultek_09_Akuntansi_Aset_%20Tetap.pdf
Lam, Nelson., dan Lau, Peter. (2009). Intermediate Financial Reporting: An IFRS
Perspective. Singapore: McGraw-Hill.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
121
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.
Rahardjo, Djoko B. (2011, 10 Desember). Wawancara personal.
Standar Profesional Akuntan Publik. PSA No. 29 Tentang Laporan Auditor Atas
Laporan Keuangan Auditan (SA Seksi 508)
Warren, Reeve, Duchac, Ersa Tri Wahyuni, Gatot Suprijanto, Amir Abadi Jusuf
dan Chaerul D. Djakman. (2008). Principles of Accounting-Indonesia
Adaptation. South-Western Publishing.
http://www.qrs.com/ID/en/Services (website resmi KAP QRS), diakses pada
tanggal 17 November 2011, pukul 13.00.
http://www.w.com/ (website resmi PT W), diakses pada tanggal 17 November
2011, pukul 15.00.
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
122
Lampiran 1 : Formulir Status Operasional Mesin/Peralatan
: PT WJenis Industri : Industri Pemintalan, Perajutan, Penenunan dan Pencelupan TekstilAlamat Pabrik I (penempatan M/P) : --Telp / Fax : --Alamat Pabrik II (penempatan M/P) : --Telp / Fax : --
Jumlah Sejak (bulan)1 3 4 5 6 7 8
Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe
Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe
TAHAP MONITORING IMPLEMENTASI PPT-ITPT 2010FORM III.A - STATUS OPERASIONAL MESIN/PERALATAN (M/P)
Nama Perusahaan
NomorNama Mesin/Peralatan (M/P)
JumlahBulan
Kedatangan M/P
Jumlah Mesin/Peralatan
(Jenis, Merk, Tipe) Belum terpasang *)
Terpasang, belum beroperasi
Telah beroperasi secara komersial
2
1Forklift Gasoline 30-8FG25
1 Dec-09 - - 1 Dec-09Toyota30-8FG25
2Air Conditioning System Saurer Panel
1 Aug-09 - - 1 Sep-09Fine AirTC-10L
3Slub Attachment for Lakshmi LR 6A
5 Jul-10 1 - 4 Aug-10Wuxi LongtexN/A
4Murata No.21C Proces Coner
2 Oct-10 - - 2 Nov-10Murata21C
5Draw Frame Machine
4 Aug-10 - - 4
6
Draw Frame Machine
3 Aug-10- -
2 Nov-10
Nov-10RieterSB20
1
Draw Frame Machine3 Aug-10 - -
Sep-10RieterRSB-D22 - -
3 Sep-10RieterSB-D11
8Convension on Can Height for Draw Frame machine
DITOLAK DARI PENGAJUAN PADA TAHAP PERMOHONAN ( TAHAP I )Rieter-
7
9Rings for Spinning Frame
DITOLAK DARI PENGAJUAN PADA TAHAP PERMOHONAN ( TAHAP I )Bracker-
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
123
Lampiran 1 : Formulir Status Operasional Mesin/Peralatan (Lanjutan)
Jumlah Sejak (bulan)Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe
Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe
NomorNama Mesin/Peralatan (M/P)
JumlahBulan
Kedatangan M/P
Jumlah Mesin/Peralatan
(Jenis, Merk, Tipe) Belum terpasang *)
Terpasang, belum beroperasi
Telah beroperasi secara komersial
10Trutzschler Card Machine TC7-1S
8 Oct-10 - 8 - -TrutzschlerTC 07
11Blow Room & Filter Installation - Compact Filter CF-65
2 Oct-10 - 2 - -TrutzschlerMPM 8
12Fully Spiked Roll for Trutzschler Blow Room Machine
DITOLAK DARI PENGAJUAN PADA TAHAP PERMOHONAN ( TAHAP I )Trutzschler-
13Assembly Winding Machine 36 Spl with 3 ply
4 Jul-10 - - 4 Aug-10PeassPPW-A VI
14Assembly Winding Machine 12 Spl
1 Jul-10 - - 1 Aug-10PeassPPW-A VI
15
Unirols OHTC
10 Jul-10- - 6 Aug-10
UnirolsBD-W - - 4 Nov-10
16Assembly Winding Machine 36 Spl with 8 ply
2 Jul-10 - - 2 Aug-10PeassPPW-A VI
17Assembly Winding Machine 42 Spl with 6 traverse
1 Aug-10 - - 1 Nov-10PeassPPW-A VI
18Assembly Winding Machine 42 Spl with 8 traverse
1 Aug-10 - - 1 Nov-10PeassPPW-A VI
19Assembly Winding Machine 38 Drums
2 Oct-10 - - 2 Nov-10PeassVERSA.A.I.PT.A
20Cradle & Adopter for Assembly Winding Machine
DITOLAK DARI PENGAJUAN PADA TAHAP PERMOHONAN ( TAHAP I )Peass-
21
Lakshmi Ring Frame LR 60 / AX
8 Sep-10- - 4 Oct-10
LakshmiLR 60 / AX - - 4 Nov-10
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
124
Lampiran 1 : Formulir Status Operasional Mesin/Peralatan (Lanjutan)
Jumlah Sejak (bulan)Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe
NomorNama Mesin/Peralatan (M/P)
JumlahBulan
Kedatangan M/P
Jumlah Mesin/Peralatan
(Jenis, Merk, Tipe) Belum terpasang *)
Terpasang, belum beroperasi
Telah beroperasi secara komersial
22Lakshmi Ring Frame LR 60 / A
4 Sep-10 - - 4 Nov-10LakshmiLR 60 / A
23Lakshmi Card Model LC333
2 Aug-10 - - 2 Sep-10LakshmiLC333
24Grinding Accessories for Lakshmi Card LC333
1 Jul-10 - - 1 Aug-10Lakshmi-
25Lakshmi Card Model LC333
1 Jun-10 - - 1 Sep-10LakshmiLC333
26Two for One Twisting Machine
8 Jun-10 - - 8 Sep-10Veejay lakshmiVJ-150-M
27Two for One Twisting Machine with 6" Traverse
4 Oct-10 - - 4 Nov-10Veejay lakshmiVJ-190-HS
28Two for One Twisting Machine with 8" Traverse
4 Oct-10 - - 4 Nov-10Veejay lakshmiVJ-190-HS
29Two for One Twisting Machine
4 Oct-10 - - 4 Nov-10Veejay lakshmiVJ-250
30Ventilation & Humidify Air Washer System
1 Jun-10 - - 1 Nov-10Fine AirN/A
31Humidification & Chilling System for MVS Machine
1 Aug-10 - - 1 Nov-10Best AirN/A
32HDPE Spinning Can
187 Aug-10 - - 187 Sep-10RimtexN/A
33
Over Head Travelling Cleaner with 4 central Waste Collection
40 Jul-10- - 19 Sep-10
UnirolsBD-RF - - 21 Nov-10
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
125
Lampiran 1 : Formulir Status Operasional Mesin/Peralatan (Lanjutan)
Jumlah Sejak (bulan)Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe Jenis Mesin Merk Tipe *) Agar melampirkan surat keterangan dan alasan perihal mesin belum terpasang / tidak dilokasi pabrik.
Petunjuk Pengisian Form :1. Cantumkan alamat pabrik dimana mesin/peralatan (M/P) terpasang2. Agar diisi berdasarkan jenis M/P yang disetujui oleh PPT - ITPT TA.2010 sesuai urutan SPPB3. Pada kolom ' Jumlah Mesin/Peralatan ( M/P ) ' , masukkan jumlah M/P berdasarkan status keberadaan dan operasinya4. Form ini dapat diperbanyak sesuai kebutuhan pengisian jumlah jenis M/P
Tanggal Verifikasi : 5 April 2011
(Surveyor) (Perwakilan Perusahaan)
NomorNama Mesin/Peralatan (M/P)
JumlahBulan
Kedatangan M/P
Jumlah Mesin/Peralatan
(Jenis, Merk, Tipe) Belum terpasang *)
Terpasang, belum beroperasi
Telah beroperasi secara komersial
34Splicer for TFO-VJ and Double Winder Machine
26 Aug-10 - - 26 Sep-10Mesdan4941 A
35Water Cooled Screw Chiller
2 Aug-10 - - 2 Nov-10Mc QuayPFS 150.1
36Roving Bobbin for Lakshmi Mc LR 60/AX
1 Aug-10 - - 1 Nov-10SohlerDR62.OX60-6
37Compressor, Dryer & Filter
2 Oct-10 - - 2 Nov-10IngersollrandIYKK 400-2
38Trafo
DITOLAK DARI PENGAJUAN PADA TAHAP PERMOHONAN ( TAHAP I )unindo3 Phase
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
126
Lampiran 2 : Efek Penyusutan Atas Inkonsistensi Penyusutan Aset Tetap
No Aset Tetap Tanggal
Penyusutan (PT W)
Tanggal Penyusutan (Auditor)
Perbedaan (dalam bulan)
Nilai Aset
(US$)
Penyusutan/
tahun
Penyusutan/
bulan
Efek Penyusutan
1 3Draw Frame RSB-D22 1-Nov-10 24-Aug-10 -2.23 293,605 24,467.09 2,038.92 (4,553.60) 2 4Draw Frame SB20 1-Dec-10 30-Aug-10 -3.03 213,211 17,767.58 1,480.63 (4,491.25)
3 1Humidification System for 10 sets MVS Machine 1-Nov-10 20-Aug-10 -2.37 146,224 12,185.33 1,015.44 (2,403.22)
4 3Double Winder PPW-A-VI 36 Spindles 6" 3PLY 1-Nov-10 26-Jun-10 -4.17 138,936 11,578.00 964.83 (4,020.14)
5 3Draw Frame RSB-D11 1-Sep-10 11-May-11 8.33 111,725 9,310.42 775.87 6,465.57 6 40OHTC Unirols for 2SF, 18RF, 20TFO 1-Oct-10 16-Jul-10 -2.50 89,476 7,456.33 621.36 (1,553.40) 7 1Double Winder PPW-A-VI 42 Spindles 8" 1-Nov-10 7-Aug-10 -2.80 75,919 6,326.58 527.22 (1,476.20)
8 Compressor Electrical panel, Lighting and Partition 1-Sep-10 1-Dec-10 3.00 70,602 5,883.49 490.29 1,470.87
9 Air Ducting for 2floor New Building TFO 1-Oct-10 27-Dec-10 2.87 65,265 5,438.75 453.23 1,299.26
10 1Double Winder PPW-A-VI 36 Spindles 6" 6PLY 1-Aug-10 1-Feb-11 6.00 55,282 4,606.81 383.90 2,303.40
11 1Double Winder PPW-A-VI 42 Spindles 6" 1-Nov-10 7-Aug-10 -2.80 50,927 4,243.94 353.66 (990.25) 12 1Compact Filter CF-65 1-Dec-10 8-Sep-10 -2.77 36,188 3,015.67 251.31 (695.28)
13 Ventilation and Humidity AW SYSTEM For 14 TFO 1-Oct-10 29-Jun-10 -3.07 29,964 2,497.01 208.08 (638.13)
Total efek penyusutan (9,282.37)
Proses audit..., Adiza Dwiandrini, FE UI, 2012