UPAYA PENINGKATAN KOMUNIKASI SISWA MELALUI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM
SOLVING BERBASIS LKS PADA POKOK
BAHASAN SEGITIGA
(PTK Pembelajaran Matematika di Kelas VII MTs N Bekonang Filial Kartasura)
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun Oleh:
SODRI
A 410 070 175
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
iv
UPAYA PENINGKATAN KOMUNIKASI SISWA MELALUI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM
SOLVING BERBASIS LKS PADA POKOK
BAHASAN SEGITIGA
(PTK Pembelajaran Matematika di Kelas VII MTs N Bekonang Filial Kartasura)
Oleh : Sodri*, Sri Sutarni**, N. Setyaningsih**
*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, UMS.
**Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, UMS.
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan komunikasi siswa dengan
menerapkan pendekatan Problem Solving berbasis LKS. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas bersifat kolaboratif antara peneliti, guru matematika
sebagai pelaku pemberi tindakan kelas, dan kepala sekolah sebagai subjek yang
membantu dalam perencanaan dan pengumpulan data. Subjek penelitian yang
dikenai tindakan adalah siswa kelas VII MTs N Bekonang Filial Kartasura yang
berjumlah 19 siswa. Data dikumpulkan melalui metode observasi, catatan
lapangan, dan dokumentasi. Teknik Analisis data secara deskriptif kualitatif
dengan metode alur yaitu data dianalisis sejak tindakan pembelajaran
dilaksanakan dan dikembangkan selama proses pembelajaran, alur yang dilalui
meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan indikator komunikasi siswa
yang meliputi: 1) Kemampuan siswa mengungkapkan ide-ide matematik secara
rasional terhadap suatu pernyataan sebelum tindakan 10,15%, putaran I 26,31%,
putaran II 47,36% dan diakhir tindakan 78,94%, 2) Kemampuan siswa mengubah
bentuk uraian kedalam model matematika sebelum tindakan 15,7%, putaran I
36,84% , putaran II 57,89% dan diakhir tindakan 84,21%, 3) Kemauan siswa
mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika di depan kelas sebelum
tindakan 5,2 % putaran I 21,05 %, putaran II 42,10 % dan diakhir tindakan 73,68
%. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa dengan penerapan model
pembelajaran problem solving berbasis LKS dapat meningkatkan komunikasi
siswa.
Kata Kunci : komunikasi siswa, problem solving, lembar kerja Siswa LKS
1
PENDAHULUAN
Keinginan pemerintah untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,
masih banyak masalah yang harus dihadapi, salah satunya adalah masalah
komunikasi dalam pendidikan. Menurut Onong Uchjana (2001:101) Pendidikan
adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua
komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar sebagai komunikator dan
pelajar sebagai komunikan.
Komunikator menurut Hafied Cangara (2006:81) adalah pihak yang
mengirim pesan kepada khalayak. Karena itu komunikator biasa disebut pengirim,
sumber, source atau encoder. Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan
kepada khalayak. Dalam khazanah ilmu komunikasi, komunikator
(communicator) sering dipertukarkan dengan sumber (source), pengirim (sender),
dan pembicara (speaker). Sekalipun fungsinya sama sebagai pengirim pesan,
sebetulnya masing-masing istilah itu memiliki ciri khas tersendiri, terutama
tentang sumber. Seorang sumber bisa menjadi komunikator atau pembicara.
Sebaliknya komunikator atau pembicara tidak selalu sebagai sumber. Bisa jadi ia
menjadi pelaksana (eksekutor) dari seorang sumber untuk menyampaikan pesan
kepada khalayak. Pengirim adalah orang yang menyuruh untuk menyampaikan.
Pembicara adalah orang yang berbicara Windhal dan Olson (1992)
memerinci komunikator dalam sebuah komunikasi terencana (Planned
communication) dari perspektif psiko-sosial. Di sini komunikator dipilah-pilah
berdasarkan interaksi mereka dengan khalayak. Komunikator dalam dunia
pendidikan juga bisa diartikan sebagai seorang guru,yang bertugas maneruskan
atau mentransmisi ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai lain yang
sejenis yang belum diketahui dan seharusnya diketahui oleh khalayak.
Menurut Hafied cangara ( 2006: 135) khalayak biasa disebut dengan
istilah penerima, sasaran, pembaca, pendengar, pemirsa, audience, decoder, atau
komunikan. Dalam dunia pendidikan yang berperan sebagai khalayak atau
komunikan adalah siswa yang berfungsi sebagai penerima ilmu pengetahuan dari
komunikator dalam hal ini adalah guru. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan perlu adanya komunikasi yang baik antara guru dan siswa maupun
2
siswa dengan siswa sehingga tercipta kegiatan belajar mengajar yang kondusif.
Karena menurut Onong Uchjana (2001:101) tujuan pendidikan akan tercapai jika
prosesnya komunikatif.
Komunikatif dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika karena
matematika memiliki struktur dan kaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya.
Aktivitas yang komunikatif dapat dilihat dari komunikasi yang baik antara guru
dan siswa maupun siswa dengan siswa. Komunikasi antar guru dan siswa maupun
siswa dengan siswa sangat penting dalam proses belajar mengajar untuk
tercapainya tujuan pembelajaran. Greenes dan Schulman (The National Council of
Teachers of Mathematics: 2004) menyatakan bahwa komunikasi matematika
merupakan: (1) Kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan
strategi matematika; (2) Modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan
penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika; (3) Wadah bagi siswa
dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi
pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk
meyakinkan yang lain.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di MTs N Bekonang Filial
Kartasura Sukoharjo, menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika
masih banyak didominasi oleh aktivitas guru. Hal ini dapat dilihat pada saat guru
menjelaskan materi siswa cenderung diam, hanya mendengarkan penjelasan dari
guru, kurang berani memberikan pendapat pada saat guru memberikan
pertanyaan, atau menanggapi jawaban teman lainnya, bahkan takut bertanya
walaupun sebenarnya belum paham tentang apa yang dipelajari, tidak merespons
saat guru menyajikan pekerjaan yang keliru, siswa hanya mengerjakan atau
mencatat apa yang diperintahkan oleh guru. Sehingga kemampuan siswa dalam
memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan dianggap kurang. Sebagian
besar siswa juga tidak terbiasa membuat visualisasi untuk mendeskripsikan
masalah matematika, seringkali siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
masalah tersebut. Hal ini menunjukkan kurangnya kemampuan mengilustrasikan
ide-ide matematika ke dalam bentuk uraian yang relevan. Tentu saja hal ini
berpengaruh pada kurangnya kemampuan siswa dalam mengubah bentuk uraian
3
ke dalam model matematika. mereka hanya menunggu jawaban teman yang
dianggapnya lebih pintar atau menunggu jawaban dari guru. Serta masih kurang
beraninya siswa untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika di
depan kelas, sehingga pembelajaran terkesan monoton.
Dari permasalahan diatas diperoleh data bahwa kemampuan siswa
mengungkapkan ide- ide matematik secara rasional terhadap suatu pernyataan
bernilai 10,15%. Kemampuan siswa mengubah bentuk uraian kedalam model
matematika bernilai 15,7%. Serta kemauan siswa mempresentasikan hasil
pemecahan masalah matematika didepan kelas bernilai 5,2 % . Hal ini
menunjukkan bahwa komunikasi siswa masih rendah .
Untuk meningkatkan komunikasi siswa dalam kegiatan pembelajaran
matematika perlu adanya diskusi kelompok yang berbasis LKS untuk
memecahkan suatu masalah. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002: 99), salah
satu strategi belajar yang dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah
adalah dengan diskusi kelompok. Menurut Arends (2004: 356), siswa bekerja
dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar merupakan
salah satu ciri-ciri sari model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran Matematika perlu diperbaiki guna meningkatkan
kemampuan komunikasi siswa. Usaha ini mulai dilakukan dengan pembenahan
proses pembelajaran yang dilakukan guru yaitu dengan menawarkan suatu
pendekatan yang dapat meningkatkan komunikasi siswa. Salah satu caranya yaitu
dengan pendekatan Problem Solving berbasis LKS ( Lembar Kerja Siswa).
Pemecahan masalah dalam Lembar kerja siswa menggunakan metode
problerm solving ( pemecahan masalah) karena menurut Coorney (dalam
Kisworo,2000) mengemukakan pengertian Pemecahan Masalah (Problem
Solving) sebagai proses penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikan
masalah. Dengan memberikan pembelajaran Problem Solving berbasis LKS
diharapkan siswa akan lebih mudah dalam memahami dan menyelesaikan soal-
soal dengan langkah-langkah antara lain : 1) memahami masalah, 2) menyusun
rencana, 3) melaksanakan rencana, 4) memeriksa kembali (Abdurrahman
Mulyono,2003:251).
4
Bertolak dari uraian di atas maka peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian melalui model pembelajaran Problem Solving berbasis LKS dalam
pembelajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan komunikasi siswa
Pada Pokok Bahasan Segitiga kelas VII semester 2 di MTsN Bekonang Filial
Kartasura.
Tujuan dari penelitian ini adalah Mendiskripsikan komunikasi siswa pada
proses pembelajaran matematika melalui model pembelajaran Problem solving
berbasis LKS serta untuk meningkatkan komunikasi siswa yang dibatasi pada
Kemampuan siswa mengungkapkan ide-ide matematik secara rasional terhadap
suatu pernyataan, kemampuan siswa mengubah bentuk uraian kedalam model
matematika, kemauan siswa mempresentasikan hasil pemecahan masalah
matematika didepan kelas.
Manfaat dari penelitian ini yaitu : (1) Bagi guru dan calon guru
matematika, diharapkan model pembelajaran Problem Solving Berbasis LKS ini
dapat digunakan untuk meningkatkan komunikasi siswa dalam pembelajaran
matematika (2) Bagi siswa, proses pembelajaran ini dapat meningkatkan
komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika (3) Bagi peneliti dapat
memberikan gambaran dalam penerapan pembelajaran yang akan datang.
Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam meningkatkan tujuan
pendidikan, pendidikan yang aktif dan komunikatif. Karena komunikasi
merupakan cara bagaimana kita mengungkapkan suatu ide dan memperjelas
pemahaman. Dalam matematika komunikasi sangat dibutuhkan oleh siswa karena
dengan komunikasi yang baik dalam sebuah pembelajaran matematika mendorong
siswa aktif sehingga tercipta kelas yang komunikatif. Melalui komunikasi ide
dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. NCTM (2000:
63) menyatakan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika, bahwa
program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan kepada
siswa untuk:
a. Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui
komunikasi.
5
b. Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan
jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain.
c. Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang
dipakai orang lain.
d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide
matematika secara benar.
Menurut Tran Vui (2006:3), komponen utama dari proses matematika
yang dapat mendukung komunikasi siswa dalam pembelajaran yaitu (1)
membuktikan, (2) mencari alasan, (3) mengelompokkan, (4) memprediksi, (5)
memverifikasi.
Indikator komunikasi matematika menurut The National Council of
Teacher of Mathematics atau NCTM dalam pembelajaran matematika bagi siswa
SMP/MTs sebagai berikut:
a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,
dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual,
b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-
ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya,
c. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide,
menggambarkan hubungan- hubungan dengan model-model situasi.
Adapun aspek-aspek untuk mengungkap kemampuan komunikasi
matematika siswa menurut Ujang Wihatama (2004) antara lain:
a. Kemampuan memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan.
a. Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika.
b. Kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika ke dalam bentuk
uraian.
Ada beberapa pendekatan dalam pembelajaran matematika, salah
satunya Problem Solving. Menurut Abdurrahman Mulyono (2003,254), Problem
Solving atau pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan ketrampilan
6
dalam memecahkan soal biasanya melibatkan beberapa konsep dan ketrampilan
dalam situasi baru atau situasi tertentu.
John Dewey yang dikutip olehWina sanjaya (2008:217) menjelaskan 6
langkah strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) yang kemudian
dinamakan metode pemecahan masalah (Problem solving), yaitu:
1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang
akan dipecahkan.
2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara
kritis dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah.
5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang
diajukan.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan
hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu jenis alat bantu
pembelajaran (Hidayah dan Sugiarto, 2006: 8). Menurut Hamzah B.Uno dan Nina
Lamatenggo (2010:142) alat yaitu alat menghitung, menggambar, mengukur,dan
sebagainya. Sedangkan alat pembelajaran, yaitu alat bantu untuk memperlancar
pembelanjaran matematika.
hipotesis penelitian ini adalah adanya peningkatan komunikasi siswa pada
pokok bahasan segitiga menggunakan model pembelajaran Problem Solving
berbasis LKS di kelas VII semester 2 MTs N Bekonang Fililal Kartasura
Sukoharjo.
7
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan
kelas adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek
pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam
pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan
tersebut.(Ebbut yang dikutip oleh Rochiati wiriaatmadja,2006:12)
Adapun langkah-langkah penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:
1) Dialog awal, 2) Perencanaan Tindakan, 3) Pelaksanaan Tindakan, 4) Observasi
dan Monitoring, 5) Refleksi, 6) Evaluasi, 7) Penyimpulan hasil berupa pengertian
dan pemahaman.
Data dikumpulkan melalui metode observasi, catatan lapangan, dan
dokumentasi. Teknik Analisis data secara deskriptif kualitatif dengan metode alur
yaitu data dianalisis sejak tindakan pembelajaran dilaksanakan dan dikembangkan
selama proses pembelajaran, alur yang dilalui meliputi reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan pembelajaran secara keseluruhan sampai berakhirnya
tindakkan putaran III, prilaku siswa yang berkaitan dengan permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini mengalami perubahan yang positif. Hasil penelitian
pada tindakan kelas putaran III diperoleh kesepakatan bahwa tindakan belajar
yang telah diambil telah berhasil meningkatkan komunikasi siswa pada
pembelajaran matematika.
1. Komunikasi siswa melalui model pembelajaran Problem Solving berbasis
LKS.
a. Data sebelum tindakan kelas
Data sebelum tindakan kelas mengenai penerapan model
pembelajaran Problem Solving berbasis LKS dapat dilihat dari beberapa
8
indikator yaitu: Kemampuan siswa mengungkapkan ide- ide matematik
secara rasional terhadap suatu pernyataan masih rendah sebanyak 2 siswa
bernilai 10,15%, kemampuan siswa mengubah bentuk uraian kedalam
model matematika sebanyak 3 siswa bernilai 15,7%, serta kemauan siswa
mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika didepan kelas
sebanyak 1 siswa bernilai 5,2 %.
b. Putaran I
Data tindakan kelas pada putaran I megenai penerapan model
pembelajaran Problem Solving berbasis LKS untuk meningkatkan
komunikasi siswa dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu:
kemampuan siswa mengungkapkan ide- ide matematik secara rasional
terhadap suatu pernyataan sebanyak 5 siswa bernilai 26,31%,
kemampuan siswa mengubah bentuk uraian kedalam model matematika
sebanyak 7 siswa bernilai 36,84%, serta kemauan siswa
mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika didepan kelas
sebanyak 4 siswa bernilai 21,05 %.
c. Putaran II
Data tindakan kelas pada putaran II megenai penerapan model
pembelajaran Problem Solving berbasis LKS untuk meningkatkan
komunikasi siswa dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu:
Kemampuan siswa mengungkapkan ide- ide matematik secara rasional
terhadap suatu pernyataan sebanyak 9 siswa bernilai 47,36%,
kemampuan siswa mengubah bentuk uraian kedalam model matematika
sebanyak 11 siswa bernilai 57,89%, serta kemauan siswa
mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika didepan kelas
sebanyak 8 siswa bernilai 42,10 %.
d. Putaran III
Data tindakan kelas pada putaran II megenai penerapan model
pembelajaran Problem Solving berbasis LKS untuk meningkatkan
komunikasi siswa dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu:
kemampuan siswa mengungkapkan ide- ide matematik secara rasional
9
terhadap suatu pernyataan sebanyak 15 siswa bernilai 78,94%,
kemampuan siswa mengubah bentuk uraian kedalam model matematika
sebanyak 16 siswa bernilai 84,21%, serta kemauan siswa
mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika didepan kelas
sebanyak 14 siswa bernilai 73,68 %
Berdasarkan data pelaksanaan tindakan kelas selama tiga
putaran, dapat dilihat peningkatan komunikasi siswa melalui model
pembelajaran problem solving berbasis LKS.
Tabel 4.2
Profil Kelas Sebelum dan Sesudah Tindakan Penelitian
No Minat belajar
matematika Siswa
Kondisi
Awal
Putaran
I
Putaran
II
Putaran
III
1 Kemampuan siswa
mengungkapkan
ide- ide matematik
secara rasional terhadap
suatu pernyataan
2 siswa
(10, 15%)
5 siswa
(26,31%)
9 siswa
(47,36%)
15 siswa
(78,94%)
2 Kemampuan siswa
mengubah bentuk uraian
kedalam model
matematika.
3 siswa
(15,7%)
7 siswa
(36,84%)
11 siswa
(57,89%)
16 siswa
(84,21%)
3 Kemauan siswa
mempresentasikan hasil
pemecahan masalah
matematika didepan
kelas
1 siswa
(5,2 %)
4 siswa
(21,05 %)
8 siswa
(42,10 %)
14 siswa
(73,68 %)
10
Adapun grafik peningkatan komunikasi siswa adalah sebagai berikut:
Pembahasan
Komunikasi siswa sebelum dilaksanakan tindakan kelas masih rendah ini
terbukti dengan belum tercapainya indikator–indikator komunikasi siswa. Solusi
yang digunakan adalah dengan menggunakan model pembelajaran problem
solving berbasis LKS.
Pada putaran I indikator–indikator komunikasi siswa sudah mulai
meningkat dibanding sebelum tindakan tetapi peningkatannya belum optimal.
Putaran II yang mengacu pada putaran I telah mengalami perbaikan agar putaran
II lebih baik dari putaran I ini berakibat indikator-indikator komunikasi siswa
lebih meningkat lagi dibanding putaran I. Perbaikan pada putaran II yang
diterapkan pada putaran III membawa dampak prosentase indikator–indikator
minat belajar siswa semakin meningkat secara optimal.
Persentase indikator–indikator minat belajar siswa dari sebelum tindakan
sampai putaran III meningkat secara Linear. Hal itu dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran problem solving berbasis LKS dapat
meningkatkan komunikasi siswa pada pembelajaran matematika. Pernyataan
tersebut didukung oleh penelitian terdahulu yaitu oleh Prasetya Adhi Nugroho
0
5
10
15
20
Kondisi Awal
Putaran I Putaran II Putaran III
Ban
yak
Sisw
a
Grafik Peningkatan Komunikasi Siswa
mengungkapkan ide-ide
mengubah bentuk uraian
mempresentasikan hasil pemecahan masalah
Grafik 4.1 Peningkatan minat belajar siswa
11
(2010) bahwa melalui tiga tahapan dalam pembelajaran tipe TTW, yaitu think
(berpikir), talk (berbicara) dan write (menulis), dapat meningkatkan komunikasi
dan pemecahan masalah matematika siswa dalam pembelajaran matematika.
Pembahasan setelah diadakan penelitian ini adalah diperoleh hasil adanya
peningkatan komunikasi siswa pada pembelajaran matematika melalaui model
pembelajaran problem solving berbasis LKS.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Proses belajar mengajar dalam upaya meningkatkan komunikasi siswa
pada pokok bahasan segitiga dilakukan oleh guru dengan menggunakan model
pembelajaran problem solving berbasis LKS. Penggunaan model pembelajaran
ini membuat siswa komunikatif dalam pembelajaran matematika, dimana siswa
mampu mengungkapkan ide-ide matematika secara rasional terhadap suatu
pernyataan, siswa mampu mengubah bentuk soal uraian kedalam model
matematika dan siswa berani untuk mempresentasikan hasil pemecahan
masalah didepan kelas.
Pembelajaran melalui model pembelajaran Problem Solving berbasis
LKS dapat meningkatkan komunikasi siswa. Hal ini ditunjukkan oleh profil
kelas sebelum dan sesudah penelitian yang dilakukan selama tiga putaran. Dari
profil kelas yang dibuat oleh guru kelas bersama peneliti dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Kemampuan siswa mengungkapkan ide- ide matematik secara rasional
terhadap suatu pernyataan.
Berdasarkan data hasil tindakan kelas pada putaran I sampai III,
Kemampuan siswa mengungkapkan ide- ide matematik secara rasional
terhadap suatu pernyataan mengalami peningkatan sebelum tindakan
tercatat siswa yang mampu mengungkapkan ide- ide matematik secara
rasional terhadap suatu pernyataan matematika 2 siswa bernilai 10,15%,
sesudah tindakan sebanyak 15 siswa (78,94%)
12
2. Kemampuan siswa mengubah bentuk uraian kedalam model matematika.
Berdasarkan data hasil tindakan kelas pada putaran I sampai III,
Kemampuan siswa mengubah bentuk uraian kedalam model matematika
mengalami peningkatan sebelum tindakan tercatat siswa siswa yang
mampu mengubah soal bentuk uraian kedalam model matematika
sebanyak 3 siswa (15,7%) sesudah tindakan sebanyak 16 siswa (84,21%)
3. Kemauan siswa mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika
didepan kelas
Berdasarkan data hasil tindakan kelas pada putaran I sampai III,
Kemauan siswa mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika
didepan kelas mengalami peningkatan, sebelum tindakan tercatat siswa
yang mau mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika
didepan kelas sebanyak 1 siswa (5,2 %) sesudah tindakan sebanyak 14
siswa (73,68 %)
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas VII MTs N bekonang
Filial Kartasura yang telah dilaksanakan dalam usaha meningkatkan
komunikasi siswa pada pembelajaran matematika melalui model pembelajaran
problem solving berbasis LKS, maka diajukan sejumlah saran sebagai berikut:
1. Terhadap Guru
a. Guru perlu menerapkan model pembelajaran problem solving berbasis
LKS dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan komunikasi
siswa
b. Guru perlu mengoptimalkan Lembar Kerja Siswa (LKS) sehingga
siswa mampu terlatih untuk memecahkan masalah sehingga mampu
meningkatkat komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika.
c. Guru hendaklah bisa menguasai kelas disaat proses kegiatan belajar
mengajar berlangsung, karena penguasaan kelas yang baik menjadi
bagian dari keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran.
13
2. Terhadap Siswa
a. Setiap siswa hendaknya dapat menjalin hubungan baik dengan guru
agar proses pembelajaran menjadi komunikatif.
b. Saat pembelajaran berlangsung siswa hendaknya tidak gaduh dan
memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru.
c. Siswa hendaknya lebih komunikatif sehingga siswa mampu
mengungkapkan ide-ide matematik secara rasional terhadap suatu
pernyataan, mengubah bentuk uraian kedalam model matematika.
Serta mampu mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika
didepan kelas. Sehingga tercipta komunikasi yang baik dalam
pembelajaran matematika.
3. Terhadap Peneliti Berikutnya
Kepada peneliti selanjutnya hendaknya melakukan penelitian pada
hal–hal yang belum dicapai untuk meningkatkan komunikasi siswa pada
pembelajaran matematika karena dalam penelitian ini masih banyak
kekurangannya. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut lagi mengenai
penggunaan model pembelajaran problem solving berbasis LKS dengan
materi tertentu untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul
dalam pembelajaran matematika. Hal ini dilakukan agar proses belajar
mengajar di sekolah dimasa yang akan datang lebih bermutu dan efektif
sesuai dengan yang diinginkan sehingga dihasilkan lulusan yang lebih baik
dan handal. sehingga diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan
di indonesia. Karena semakin baiknya sistem pembelajaran disekolah, ini
akan mempengaruhi semakin baik pula kualitas output yang dihasilkan
dari sebuah lembaga pendidikan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono.2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Echols, John M. dan Hasan Sadily. 2000. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia
Effendi, Onong Uchjana. 2001. Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Effendi, Onong Uchjana. 2004. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosadakarya.
Kurniawati, Eriska Fitri.2008. ” Upaya Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan
Keaktifan Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving
Dalam Pembelajaran Matematika Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Pabelan
01”(Skripsi S-1 Progdi matematika). Surakarta: FKIP Universitas
Muhammadiyyah Surakarta. ( Tidak Diterbitkan )
Nugroho, Prasetya Adhi. 2010. “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think-Talk-Write (TTW) pada Siswa Kelas VIIIA SMP N 4
Depok Sleman” (Skripsi S-1 Jurusan Pendidikan Matematika). Yogyakarta:
FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. ( Tidak Diterbitkan )
Parminingsih, Menik. 2010.” Peningkatan Minat Belajar Matematika Melalui Model
Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan Video Compact Disk
(VCD) pada Pokok Bahasan Persegi dan Persegi Panjang Kelas VII SMP AL
Islam Kalijambe Sragen” (Skripsi S-1 Progdi Matematika). Surakarta: FKIP
Universitas Muhammadiyah Surakarta. ( Tidak Diterbitkan )
Sukino. 2006. Matematika Untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga.
15
Sukron. 2011. “Peningkatan Belajar Siswa Pada Pembelajaran Matematika Melalui
Model Pembelajran ARIAS dengan Mengoptimalkan Alat Peraga pada Pokok
bahasan Bangun Datar kelas X-AP SMK PRAMA Kartasura” (Skripsi S-1
Progdi Matematika). Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. (
Tidak Diterbitkan )
Tarigan, Henry Guntur.2008. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa:
Bandung: Angkasa
TIM. 2012. Modul Pembelajaran Matematika untuk SMP/MTs Kelas VII semester II:
Solo: CV pustaka bengawan
Uno, Hamzah B & Nina Lamatenggo. 2010. Teknologi Komunikasi & Informasi
Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Wiriaatmadja,Rochiati, 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas: Jakarta, PT Remaja
Rosdakarya