BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Geografis Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur membentang antara 111°0’ BT - 114°4’ BT dan
7°12’ LS - 8°48’ LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian
utara Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa. Bagian selatan
berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan
Selat Bali, dan daerah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Letak
Jawa Timur yang strategis memberikan keuntungan bagi daerah ini karena
menjadi penghubung antara wilayah Indonesia bagian barat dengan bagian
tengah. Topografi di Provinsi Jawa Timur beragam, ada yang berupa
pegunungan, perbukitan, dan kepulauan. Oleh karena itu, wilayah ini
memiliki sumber daya pertanian, kelautan, kehutanan, dan pertambangan
yang potensial. Iklim di daerah Jawa Timur termasuk dalam tropis lembab
dengan curah hujan rata-rata 2.100 mm setiap tahun. Suhu udara di daerah ini
berkisar antara 18°-35° Celcius. Struktur geologi di Provinsi Jawa Timur
didominasi oleh batuan sedimen Alluvium. Batuan hasil gunung berapi juga
tersebar di bagian tengah wilayah Jawa Timur sehingga daerah ini relatif
subur. Beragam jenis batuan yang tersebar di Jawa Timur menyebabkan
besarnya ketersediaan bahan tambang di wilayah ini.
4.2 Hasil Penelitian
a. Kondisi Fisik
Kondisi fisik lokasi penelitian terkait dengan geografi terpadu
yang meliputi aspek geomorfologi dan bentuk permukaan seperti
kemiringan lereng, ketinggian, koordinat. Berikut hasil pengkuran yang
telah dilakukan :
13
Tabel 4.1 hasil analisis kondisi fisik lokasi penelitian
Lokasi Kemiringan Lereng Ketinggian Koordinat Gambar
Karst Puger Jember
Elevasi = 32 mKanan = 50%
Kiri = 35°
245 mdpl555 mdpl
S = 08° 20. 791'E = 113° 28. 430'
Endapan Vulkanik Gunung Semeru
Lumajang
Elevasi = 731 mKanan = 120%
Kiri = 50°555 mdpl S = 08° 10. 929'
E = 113° 01. 094'
Gunung Bromo 60-80 ° 2100-2300
mdplS = 07° 56. 375'
E = 112° 57. 132'
Pantai Bentar Probolinggo
Kanan = 0%Kiri = 1° 13 mdpl S = 07° 46. 799'
E = 113° 16. 556'
Sumber : data hasil penelitian, 2018
b. Meteorologi
Kajian Meteorologi menggambarkan bagaimana keadan cuaca
dan unsur-unsur pembentuk cuaca itu sendiri yang ada di lokasi penelitian
yang meliputi kelembapan udara, suhu, kecepatan angin. Berikut tabel
hasil pengukuran yang telah dilakukan :
Tabel 4.2 hasil analisis meteorologi lokasi penelitian
14
SSumber : data hasil penelitian, 2018
4.3 Pembahasan
4.3.1 Lokasi Karst Puger
Karst Puger masih satu rumpun dengan pegunungan karst
selatan. Karst Puger merupakan pegunungan kapur yang berada di desa
Grenden, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember yang berjarak ± 25 km
dari pusat kota. Berikut ini pemaparan temuan yang di dapatkan dari
kegiatan penelitian di lokasi karst Puger sebagai berikut :
A. Geologi dan Geomorfologi Karst
Daerah karst secara geomorfologi terbentuk karena adanya
gerakan sesar dan pengaruh sirkum mediterania. Menurut (Hadi
Purnomo dan Sugeng, 2005) memaparkan bahwa lahan karst
15
LokasiKelembapan
UdaraSuhu
Kecepatan
AnginGambar
Karst Puger
Jember67% 32,1-37,9 °C 2,0 knot
Endapan
Vulkanik
Gunung
Semeru
Lumajang
68% 31,7 °C 3,3 knot
Gunung
Bromo42-97%. 3-20 °C 10,7 knot
Pantai Bentar
Probolinggo67% 30,8 °C 3,7 knot
merupakan bentukan rupa bumi yang unik dengan kenampakan atau
fenomena khas akibat proses pelarutan dan pengendapan kembali
CaCO3 diatas dan dibawah permukaan bumi. Bentang alam seperti
karst juga dapat terjadi dari proses pelapukan, hasil kerja hidrolik
misalnya pengikisan, pergerakan tektonik, pencairan es dan evakuasi
dari batuan beku. Karena proses utama pembentukanya bukan
pelarutan, maka bentang alam demikian disebut pseudokarst.
Kerusakan lingkungan kawasan karst identik dengan pertambangan,
ekstensifikasi pertanian, penebangan hutan, dan utamanya perubahan
penggunaan lahan (Raras Endarto, dkk, 2015). Daerah karst sangat
rentan mengalami degradasi karena kawasan karst merupakan kawasan
yang mudah rusak yang diakibatkan oleh beberapa faktor yakni faktor
manusia kerusakan lingkungan karena faktor alam adalah dampak yang
ditimbulkan oleh adanya faktor alam seperti curah hujan yang
menyebabkan erosi ptropogenik dan faktor alam. Kerusakan lingkungan
karena faktor manusia merupakan dampak yang ditimbulkan oleh suatu
kegiatan yang dilakukan oleh manusia seperti penambangan batu
gamping. Lahan karst ini sangat rentan terkena erosi karena sedikitnya
vegetasi yang dapat tumbuh dikarenakan memiliki sedikit unsur hara.
Karst yang terletak di Desa Grenden Kecamatan Puger
Kabupaten Jember sesuai dengan tempat yang dilakukannya observasi
memiliki kemiringan 40° dan memiliki prosentase 82% dengan
kecepatan angin 2 knot yang memiliki titik koordinat 08°20.797’ LS
16
Gambar 4.1 Bukit Karst
dan 113°28.479’ LU dengan ketinggian 22 meter diatas permukaan laut,
dan memiliki suhu 37,2°C dengan kelembapan 50%. Karst Puger masih
satu rumpun dengan wilayah karst selatan. Pada karst yang terletak di
Desa Grenden Kecamatan Puger Kabupaten Jember tidak cocok untuk
tanaman hal itu dikarenakan kalsium karbonat yang tinggi selain itu
karst tersebut juga tidak baik untuk bangunan.
B. Hidrologi Karst
Struktur hidrologi daerah karst Puger menunjukkan air disana
kurang cocok untuk dikonsumsi. Secara hidrologi apabila ada aliran air
didaerah karst yang tercemar maka aliran air yang lainnya juga akan
tercemar karena tidak adanya lapisan akuifer tanah dan juga tidak
adanya sungai bawah tanah yang terbentuk pada kawasan karst Puger.
Morfologi permukaan kawasan karst akan berpengaruh terhadap
sirkulasi sistem air di karst atau dalam kata lain, besar kecilnya
komponen air tanah karst (infiltrasi, autogenik, allogenik, dan recharge
langsung) sangat tergantung pada distribusi dan banyak sedikitnya
ponor, sungai yang tertelan, diameter cekungan, doline, polje (Adji
Nugroho, 2006). Daerah karst tidak terdapat air bawah tanah, tetapi
disana terdapat sungai bawah tanah. Air dari sungai bawah tanah keluar
melalui celah-celah batuan yang ada dilahan karst.
17
Gambar 4.2 Air Pada Lahan Karst
Tata air wilayah karst Puger fokus pada tata air bawah
permukaan tanah sebagai ciri khas karst. Badan air bawah tanah
dikontrol oleh litologi batuan karst. Kondisi hidrologi di daerah karst
mempunyai karakteristik yang sangat berbeda jika dibandingkan
dengan kondisi hidrologi di daerah non-karst. Perbedaan utamanya
terdapatnya perkembangan sungai bawah permukaan yang jauh lebih
dominan daripada berkembangnya sungai permukaan. Hal ini terjadi
karena proses geomorfologi yang mengontrol pembentukan karst
melalui proses pelarutan (White, 1993).
C. Meteorologi Karst
Dampak perubahan iklim juga dirasakan di Indonesia. Pada
daerah karst memiliki cuaca yang sangat panas pada siang hari.
Kecenderungan penurunan curah hujan secara umum terjadi di
Indonesia (Dipayana, dkk, 2012). Bentuk lahan karst terbentuk karena
proses pelarutan dengan batuan penyusun berupa batu gamping
(limestone). Pada dasarnya batu gamping kurang berpotensi dalam
menyimpan air anah karena letaknya yang dalam, maka penduduk
mengalami kesulitan mengeksploitasi untuk kebutuhan sehari-hari. Hal
ini yang menyebabkan daerah karst identik dengan kekeringan.
Temperatur mendorong proses karstifikasi terutma dalam kaitannya
dengan aktivitas organisme. Daerah dengan temperatur hangat seperti di
daerah tropis merupakan tempat yang ideal bagi perkembangan
organisme yang selanjutnya menghasilkan CO2 dalam tanah yang
melimpah. Temperatur juga menentukan evaporasi, semakin tinggi
temperatur semakin besar evaporasi yang pada akhirnya akan
menyebabkan rekristalisasi larutan karbonat di permukaan dan dekat
permukaan tanah (Haryono dan Adji, 2004).
Potensi air yang merupakan ketersediaan air ini yang akan
digunakan untuk menentukan indeks kekritisan air. Curah hujan
18
merupakan media pelarut utama dalam proses karstifikasi. Semakin
besar curah hujan, semakin besar media pelarut, sehingga tingkat
pelarutan yang terjadi di batuan karbonat juga semakin besar (Haryono
dan Adji, 2004). Curah hujan yang cenderung menurun tentunya akan
mempengaruhi pasokan air di karst puger ini, sehingga ketersediaan air
untuk penduduk semakin berkurang. Pada daerah karst ini dampak
perubahan iklim sangat terasa sehingga perlu adanya penelitian neraca
air secara meteorologi sebagai dasar untuk mentukan indeks kekritisan
air. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, metode
perhitungan ketersediaan air secara meteorologis merupakan metode
yang cukup akurat dalam menentukan besarnya ketersediaan air.
Ketersediaan secara meteorologis merupakan jumlah air yang jatuh ke
permukaan bumi dikurangi dengan evapotranspirasi dan koefisien
aliran. Kekritisan air pada dasarnya merupakan perbandingan antara
ketersediaan dengan kebutuhan.
D. Sosial dan Ekonomi Karst
Batu kapur Gunung Sadeng merupakan bahan galian industri
yang cukup potensial di Desa Grenden Kecamatan Puger karena
cadangan depositnya yang mencapai 475.800.000 ton dengan luas areal
tambang 183 Ha berkualitas putih super atau high grade. Gunung
Sadeng adalah sumber bahan baku semen yang ada di Kabupaten
Jember. Penambangan batu kapur harus dilakukan secara tepat pada
daerah-daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah tambang
dikarenakan penambangan batu kapur akan menghilangkan manfaat
lain dari kawasan karst (Rahman, 2006). Kegiatan pabrik semen telah
memberikan dampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat Puger seperti halnya dapat memberikan lowongan
pekerjaan dan peluang untuk terciptanya lapangan pekerjaan baru.
19
Penambangan batu gamping di kawasan karst menjadi
primadona sektor usaha dengan mengabaikan fungsi ekologis
(Rahmasari, 2013). Dengan adanya lowongan pekerjaan dan lapangan
pekerjaan baru tersebut masyarakat dapat memiliki kesempatan untuk
meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka. Kegiatan pabrik semen
yang ada di Kecamatan Puger tersebut tidak hanya memiliki dampak
bagi pabrik tersebut tapi juga memiliki dampak sosial ekonomi bagi
pihak–pihak di luar pabrik semen tersebut. Tetapi kondisi ekonomi
masyarakat sekitar karst masih belum merata, masih banyak masyarakat
yang kurang sejahtera. Masyarakat sekitar masih banyak yang bekerja
hanya sebagai kuli serabutan dipegunungan karst puger, adajuga yang
bekerja sebagai penambang batu kapur, kuli angkut batu kapur.
4.3.2 Lokasi Endapan Vulkanik Gunung Semeru
Lokasi penelitian endapan vulkanik gunung semeru berada di
Kecamatan Pronojiwo,Geladak perak kabupaten Lumajang. Letak
koordinat geladak perak yakni 08010.929’ LS dan 113001.94’ LU,
elevasi 731 meter dengan ketinggian ±555 meter diatas permukaan
laut, memiliki kemiringan lereng sekitar 500 dengan prosentase 120%,
suhu rata-rata daerah tersebut yakni 31,70C dengan kelembapan 68%,
dengan kecepatan angin rata-rata 3,3 knot. Berikut ini pemaparan dari
hasil penelitian yang telah dilakukan pada Lokasi Endapan Vulkanik
Gunung Semeru sebagai berikut :
A. Geologi dan Geomorfologi Endapan Vulkanik Gunung Semeru
20
Gambar 4.3 Kegiatan Penambangan Kapur
Secara geologi endapan vulkanik Gunung Semeru terletak pada
daerah Tmv yang merupakan lajur gunung selatan yang memiliki jenis
batuan gunung api oligomiosen (lava, breksi, aglomerat, tuff dengan
susunan andesit basalt yang berlensa batu gamping hablur berurat
kuarsa. Kompleks Gunung Semeru berada dalam satu kelurusan dengan
kompleks Gunung Tengger di bagian utara merupakan gunung api
strato yang umumnya tersusun atas batuan piroklastik dan lava
berkomposisi basaltik sampai andesitik.
Batuan vulkanik ini merupakan hasil dari beberapa titik letusan
yang terpisah (Wahyudin, 2010). Temuan Lubis (2012), bahwa kondisi
morfologi daerah vulkanik terdiri dari satu satuan bentuk lahan yaitu
bentuk lahan Fluvial yang terdiri dari empat satuan geomorfologi yaitu
dataran aluvial tubuh sungai, teras sungai, dataran limpah banjir.
Endapan vulkanik Gunung Semeru merupakan satuan bentuk lahan
vulkanis yang terjadi pada massa pra-quarter dengan materi
penyusunnya berupa tuff dan aglomerat. Formasi geologis endapan
vulkanik, masih merupakan kawasan bagian vulkan semeru. Struktur
geologi yang berkembang di komplek Gunung Semeru terdiri dari
struktur sesar, kaldera, kawah dan maar. Kelurusan struktur atau sesar
mempunyai arah barat laut, tenggara, timur-barat dan timur laut-barat
daya umumnya mempunyai indikasi pergeseran litologi dan dianggap
sesar normal. Kaldera Jambangan dan ajek-ajek dicirikan oleh bentuk
morfologi berupa suatu dasar kaldera, dinding curam kaldera dan
21
Gambar 4.4 Endapan Vulkanik G. Semeru
bentuk vulkanik tua. Lereng selatan semeru mempunyai bentuk concave
atau cekungan dengan adanya beberapa spur atau taji. Taji tersebut
terdapat beberapa bagan yang mana menunjukkan bahwa adanya zona
selatan yang masuk pada zone tengah, atau begitu pula sebaliknya.
Sebagai contohnya adalah gunung sawur yang ada di lumajang. Gunung
sawur merupakan sebuah gunung tua oligomiosen, yang terletak di
tengah-tengah karst. Gunung sawur merupakan vulkan purba yang
seumuran dengan vulkan purba yang ada di dampit dan yang ada di
ampel gading.
Adanya aliran lahar dari kaki gunung semeru, pada wilayah ini
banyak ditemukan batuan beku, batu sedimen dan lainnya. Struktur
internal Gunungapi Semeru di dominasi oleh batuan pasir, batuan
sedimen, dan batuan dengan rongga berisi gas (Hena, 2013). Vegetasi
didaerah ini sangatlah lebat dikarenakan tanah yang subur yang
memiliki unsur-unsur dari lahar dingin. Daerah ini merupakan daerah
yang gampang meresap air. Lebih banyak terjadi pengendapan sedimen
tanah dan krikil. Adanya masswating yaitu tanah yang bergerak atau
ambles karena adanya gerakan dari akar tanaman.
B. Hidrologi Endapan Vulkanik Gunung Semeru
Kawasan gunung api umumnya merupakan daerah tinggian,
merupakan tangkapan sekaligus resapan air hujan yang sangat baik.
Karakteristik geologi endapan vulkanik yang selalu terremajakan dalam
jarak waktu yang cukup dekat dan struktur geologinya yang sangat
kompleks akan berpengaruh pada sistem aliran air tanah (Ismawan dkk,
2013). Pola aliran sungai Gladak Perak, dikategorikan coarse dendritic.
Pola aliran sungainya yaitu dendritik sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nursalim, dkk (2016), daerah gunung api aliran lava
dan endapan aliran yang dihasilkan berupa piroklastik, berpola aliran
dendrtitik.
22
Alirannya point bar yang disebut proses degradasi. Pola ini
berkembang pada batuan yang resistennya seragam, lapisan sedimen
mendatar, batuan beku massif, daerah lipatan, dan daerah metamorf
yang kompleks. Air tanah di endapan vulkanik gunung semeru
memiliki kedalaman sekitar 30-35 meter hal ini terbukti dari sumur-
sumur yang di gunakan masyarakat sekitar. Secara umum keadaan
hidrologi sekitar endapan vulkanik tidak mempengaruhi kuantitas air
untuk keperluan pertanian dan sebagainya namun jika untuk keperluan
rumah tangga kualitasnya tidak baik, kandungan air yang tersedia pada
lahan vulkanik dan permeabilitas tidak menunjukkan perbedaan yang
jelas pada setiap lapisan.
C. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Endapan Vulkanik
Gunung Semeru
Pembangunan yang cepat membutuhkan pasir vulkanik yang
banyak sehingga penambangan pasir vulkanik dilakukan secara intensif
(Widyastomo, 2013). Kegunaannya pasir besi ini selain untuk industri
logam besi juga telah banyak dimanfaatkan pada industri semen. Pasir
besi lumajang terkanal akan kualitasnya yang sangat baik sehinga
masyarakat dominan memiliki mata pencarian sebagai penambang pasir
besi. Kabupaten Lumajang mempunyai potensi cadangan pasir besi
paling luas di Indonesia. Lumajang merupakan kawasan yang memiliki
potensi kekayaan sumberdaya yang cukup besar. Sumberdaya yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Lumajang yakni pasir besi, menurut Uun
23
Gambar 4.5 Aliran Sungai
Bisri dan Anim Lukman (1992) mendefinisikan bahwa penambangan
pasir merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memanfaatkan
sumber daya alam. Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak
yang bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non logam seperti,
kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan tourmalin.
mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit,
limonit, dan hematit, titaniferous magnetit adalah bagian yang cukup
penting merupakan ubahan dari magnetit dan ilmenit. Mineral bijih
pasir besi terutama berasal dari batuan basaltik dan andesitik volkanik.
Pasir vulkanik merupakan bahan material yang diperlukan dalam
pembangunan sarana fisik.
4.3.3 Lokasi Gunung Bromo
Gunung Bromo secara administratif berada di wilayah
Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu dari lima gunung yang
terdapat di komplek Pegunungan Tengger. Gunung Bromo merupakan
gunung berapi yang memiliki sejarah panjang, baik dalam proses
alamiah pembentukannya maupun perannya dalam kehidupan spiritual
masyarakat Tengger yang hidup disekitarnya. Gunung Bromo
mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut, dengan
koordinat 07056’.375” LS dan 112057’.132’’ LU. Berikut ini pemaparan
dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada Lokasi Gunung Bromo
sebagai berikut :
A. Geologi dan Geomorfologi Gunung Bromo
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah
±800 meter (utara-selatan) dan ±600 meter (timur-barat). Batuan
vulkanik yang menyusun dasar kaldera Bromo-Tengger (pada lautan
pasir) terdiri dari pasir vulkanik Tengger yang berukuran butir pasir
kasar, kerikil, bom vulkanik, dan batu apung. Berdasarkan kenampakan
morfologis, Gunung Bromo tergolong gunung komposit kuarter karena
24
fasiesnya yang mudah diklasifikasikan. (Lestari, dkk, 2000). Jenis
batuan kawasan ini terdiri dari abu pasir/tuff vulkan intermedia sampai
basis (dengan fisiografi vulkan), asosiasi andosol kelabu dan regosol
kelabu (dengan bahan induk abu/pasir), dan tuff intermedia sampai
basis. Gunung api Bromo merupakan gunung aktif tipe A, yaitu gunung
api yang kegiatannya atau letusannya tercatat dalam sejarah sejak tahun
1600 (Bronto, 2001).
Bentuk struktur geologi ini menghasilkan batuan yang tidak
padat dan tidak kuat ikatan butirnya, sehingga mudah tererosi terutama
pada musim penghujan. Struktur batuan yaitu andesit dan basalt.
Gunung bromo memiliki kaldera yang berupa lautan pasir yang terjadi
karena kekosongan dapur magma, sehingga aktivitas vulkanik terhenti
cukup lama. Di kompleks Gunung Bromo-Tengger ini tidak dijumpai
adanya welded ignimbrite, padahal ada dua kaldera yang terbentuk di
kompleks gunung api ini. Endapan ignimbrit yang dijumpai hanya
partially welded ignimbrite ketika pembentukan Kaldera Ngadisari
(Zaennudin, 1990 dan Hadisantono, 1990), dan tidak dijumpai adanya
jenis ignimbrit lainnya. Kegiatan vulkanik terjadi lagi bila ada suplai
magma baru. Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama. Dengan
tidak adanya endapan batuan yang baru, maka proses pelapukan dapat
terjadi pada endapan batuan yang paling atas dari susunan perlapisan
25
Gambar 4.7 Kawah G. Bromo
batuan. Batuan di sekitar dan di dalam Kaldera Lautan Pasir terbentuk
dari endapan abu dan pasir yang berhubungan dengan pembentukan
Kaldera Lautan Pasir dan kawah Gunung Widodaren (Zaennudin,
1990). Bentuk lautan pasir pada gunung bromo ini juga di pengaruhi
oleh erosi parit sehingga terbentuk igir yang menjadi tempat
mengalirnya air hujan yang turun.
B. Hidrologi Gunung Bromo
Anomali pola aliran sungai pada lereng Bromo diakibatkan oleh
adanya endapan ignimbrit hasil letusan besar yang membentuk kipas
piroklastik. Kipas prioklastik tersebut mengakibatkan sungai-sungai
mengalami penimbunan material ignimbrit dan mengindikasikan
adanya channel sungai yang tertimbun. Indikasi channel yang tertimbun
diperkuat dengan kemunculan mata air pada bagian tepi kipas
piroklastik (Hendrayana, dkk. 2015). Terbentuknya kipas piroklastik
menyebabkan beberapa saluran sungai (channel) mengalami
penimbunan. Channel ini tertutup tidak hanya oleh ignimbrit yang
bertindak sebagai akuifer, tetapi juga adanya aliran debris yang
bertindak sebagai akuitar. Pada beberapa daerah yang tersusun atas
material aliran debris cukup tebal, akan mengalami masalah terhadap
pemenuhan kebutuhan air bersih. Melalui akuifer ignimbrit, pada
daerah zona medial dan proksimal muncul beberapa mata air dengan
debit yang cukup besar. Akuifer ignimbrit pada mata air ini merupakan
akuifer tertekan karena ditutupi oleh lava masif hasil aktifitas vulkanik
pasca terbentuknya kaldera Ngadisari (Hendrayana, dkk. 2015).
C. Sosial Ekononomi Gunung Bromo
Mata pencaharian utama masyarakat bromo yaitu bertani
(sayuran), mereka mengandalkan sektor lahan pertanian untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. Masyarakat Suku Tengger
Desa Ranu Pani telah lama memanfaatkan sumber daya alam hayati,
26
khususnya tumbuhan sebagai bahan pemenuh kebutuhan hidup
(Meyliana, dkk. 2014). Mereka tidak hanya bekerja pada satu lahan
pertanian, tetapi dapat juga bekerja di lahan milik orang lain.
Komoditas utama hasil pertanian masyarakatnya diantaranya adalah
kentang, kubis, bawang merah, jagung, dan sayuran lain. Tanaman
kentang biasanya bisa dipanen sampai tiga kali dalam satu tahun,
terutama di kawasan yang subur dengan keadaan musim dan cuaca yang
bagus. Sementara di dataran yang memiliki potensi air bawah tanah
sedikit, juga dengan kondisi cuaca yang tidak mendukung, panen hanya
bisa dilakukan dua kali dalam satu tahun. Mata pencaharian penduduk
Bromo antara lain menjadi petani (50%), pelaku wisata (30%), buruh
tani (5%), dan pedagang (15%). Sebagai desa penyangga kawasan
TNBTS, banyak penduduk yang terlibat langsung dalam kegiatan
wisata. Penduduk yang terlibat sebagai pelaku usaha berperan sebagai
pemilik dan tenaga kerja di warung/kios barang kebutuhan wisata,
pengemudi angkutan jip, ojek, pemandu wisata, dan volunteer (Andjani,
2016) .
4.3.4 Lokasi Pantai Bentar
Lokasi Pantai Bentar terletak di Kabuupaten Probolinggo yang
berada di jalur lintas pantura, Curahsawo, Gending Jawa Timur dengan
koordinat 07°46.799’ LS dan 113°16,556 LU dengan ketinggian ±13
Meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng 0° dengan
prosentase 4,2%, pada saat dilakukan observasi kecepatan rata-rata
angin sekitar 3,7 knot dengan suhu 30,8°C dan kelembapan 67%.
Berikut ini pemaparan dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada
Lokasi Pantai Bentar sebagai berikut :
A. Geologi Pantai Bentar
Pantai Bentar berada di pantai utara pulau jawa sesuai dengan
kaedaan pantai utara pulau jawa yang landai, pantai Bentar juga
27
memiliki daerah yang landai sehingga pantai Bentar lebih mudah
mengalami pengendapan marine.
Noor Djauhari (2012) memaparkan bahwa wilayah pesisir
merupakan suatu wilayah yang berada pada batas antar daratan dan
merupakan tempat pertemuan antara energi dinamis yang berasal dari
darat dan laut. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang dipengaruhi
oleh proses-proses erosi, abrasi, sedimentasi, penurunan (submergence),
dan pengangkatan (emergence).
Endapan marin tersebut di tumbuhi vegetasi yang berupa pohon
bakau yang menjadi habitat untuk beberapa satwa, selain itu hutan
bakau juga memiliki fungsi untuk mengurangi abrasi yang siakibatkan
oleh ombak laut. Hutan bakau disebut sebagai hutan pantai, hutan
pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau.Istilah bakau digunakan
untuk jenis-jenis tumbuhan tertentu saja yaitu dari marga Rhizophora,
sedangkan istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang
hidup dilingkungan yang khas ini (Nontji, 1993).
28
Gambar 4.8 Pantai Bentar
Gambar 4.8 Pantai Bentar
B. Geomorfologi Pantai Bentar
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi morfologi maupun
bangunan pantai seperti jenis tanah dasar laut, gempa, tsunami, pasang-
surut dan sebagainya, namun gelombang yang ditimbulkan oleh angin
merupakan yang dominan (Frans, 2012). Pantai selalu berubah akibat
pengaruh angin dan gelombang, pasang surut, kejadian badai, dan
kegiatan manusia. Menurut Kaiser (2007), kerentanan pantai
merupakan suatu kondisi yang menggambarkan keadaan susceptibilit
(mudah terkena) dari suatu sistem alami serta keadaan sosial pantai
(manusia, kelompok atau komunitas) terhadap bencana pantai. Pesisir
utara pulau Jawa mengalami pergerakan sebanyak 6% ke arah utara
yang disebabkan karena daerah selatan pulau jawa mengalami
pengikisan sementara daerah utara pulau jawa mengalami pengendapan,
di sebalah utara pantai Bentar terdapat sebuah pulau yang terbentuk
akibat terjadinya endapan marine, ini juga di dukung oleh bentuk pantai
yang berupa teluk sehingga lebih mempermudah terjadinya endapan
marine, karena di daerah teluk arusnya lebih tenang.
C. Hidrologi Pantai Bentar
Air merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan manusia dimuka
bumi. Siklus air global dapat digambarkan dengan delapan proses fisik
yang besar yang membentuk gerakan air yang kontinu (Firdaus, 2016).
Pada akuifer pantai, air tanah mempunyai gradien hidrolika ke arah laut
sehingga terjadi aliran air tanah dari darat ke laut secara kontinu,
sedangkan dari laut terjadi tekanan air laut ke darat. Pertemuan air tanah
dan air laut membentuk bidang kontak yang dikenal dengan istilah
interface. Air tanah mempunyai densitas lebih kecil dari pada air laut,
sehingga pada bidang kontak air tanah selalu berada di atas air laut
(Muhammad, 2011). Sebagian besar masyarakat pesisir di Indonesia
memanfaatkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan akan air dalam
rumah tangganya. Namun kualitas air tanah di daaerah pesisir
29
kualitasnya kurang baik untuk dikonsumsi karena airnya payau, air
payau merupakan air percampuran antara air tawar dan air asin. Air ini
memiliki kandungan garam yang cukup tinggi sehingga apabila di
konsumsi memiliki rasa yang berbeda dengan air tawar. Pengambilan
air tanah dengan pembentukan sumur di kawasan pantai secara
berlebihan dapat menyebabkan penurunan muka air tanah yang
akhirnya menyebabkan intrusi air laut. Intrusi air laut merupakan proses
masuknya air laut ke daerah akuifer air tawar (Purnomo, 2013).
Maraknya pembangunan pemukiman di daerah pesisir menyebabkan
daerah resapan air berkurang dan juga berkurangnya vegetasi didaerah
pesisir.
D. Sosial Ekonomi Pantai Bentar
Masyarakat disekitar pantai bentar notabene masyarakatnya
bekerja sebagai nelayan, pencari kreco (kerang), dan pada daerah pantai
yang dijadikan tempat wisata masyarakat sekitar memanfaatkannya
untuk berjualan disekitar tempat wisata pantai Brentar. Konsep wisata
pesisir di dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem,
kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat sebagai kekuatan
dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah (Aryanto, 2003). Selain
itu masyarakat sekitar juga ada yang bekerja sebagai petani. Terdapat
bukit kecil yang di kenal dengan sebutan Bukit Bintang yang di bawah
kaki bukit ini terdapat banyak sekali petani bawang merah. Masyarakat
pesisir merupakan masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas
sosial ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya wilayah pesisir dan
lautan (Dewi, 2016). Dengan demikian, secara sempit masyarakat
pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan
kondisi sumber daya pesisir dan lautan. Masyarakat pesisir merupakan
sekumpulan masyarakat (nelayan, pembudidaya ikan, pedagang ikan,
dan lan-lain) yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir
30
membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan
ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir.
31