Upload
muhammad-jufri
View
1.457
Download
7
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
1
ANALISIS PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEINGINAN
MENABUNG DAN MEMPEROLEH PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH
DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
A i y u b
The research was conducted in Nanggroe Acheh Darussalam Province, it aimed to
indentify characteristic of society clasification and behaviour toward Islamic
banking, and also mapping potency of network developed Islamic banking in
research area. Research method was quantitative with logistic Regression Model and
Chow test. The result of the research indicated society behaviour mostly unknown
about system and islamic banking product. Society behaviour has two sides, namely
willingness to save and to get fund from Islamic Bank. It indicated mostly willingness
to save, was 462 person (92,4%) an addition, willingness to get fund was great also.,
it was 466 person (93,2%). Simoultaneously both funding side and saving side
indicated potency to develop Islamic Bank, it was at middle catagory. Although
patially it has the great potency. Chow Test indicated different among 7 research
areas, each area has differented characteristic. Therefore the developed Islamic Bank
in NAD Province need to searched partially.
Key word : Syariah Banking, Potence, Preference and behaviour
Aiyub adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
1
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
2
Pendahuluan
Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan
perbankan syariah di Indonesia dan juga di NAD. Permasalahan yang muncul antara
lain adalah rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap perbankan syariah terutama
disebabkan oleh dominasi perbankan konvensional. Disamping itu, struktur
pengetahuan dan persepsi masyarakat yang sudah terbangun sekian lama terhadap
bank konvesional, tentu saja tidak mudah untuk diarahkan kepada perbankan yang
berazaskan Syariah Islam. Dengan alasan itu, penelitian ini dirasa penting untuk
mengungkapkan bagaimana struktur persepsi masyarakat NAD saat ini, serta
bagaimana peluang dan strateginya untuk dirubah agar lebih menerima perbankan
syariah. Meskipun perbankan syariah dikenal belum lama, adalah menarik untuk
mempelajari bagaimana karakteristik masyarakat yang selama ini telah mengadopsi
bank syariah. Apakah karakter tersebut bersifat khas, dan apakah mereka merupakan
pasar yang potensial untuk kedepan? Lebih khusus lagi, perlu pula digali bagaimana
potensi perbankan secara umum, baik sektor usaha maupun segmen masyarakatnya,
serta dimana lokasi yang sesuai untuk pengembangannya.
Sejalan dengan pelaksanaan Syariat Islam di NAD yang telah berjalan selama
empat tahun lebih, berbagai upaya dan langkah terus ditempuh oleh pihak yang
mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan Syariat Islam secara kaffah dalam
segala aspek kehidupan termasuk aspek perbankan syariah. Seiring dengan itu
rehabilitasi dan rekontruksi di NAD dan Nias pasca gempa bumi dan tsunami perlu
dilakukan berbagai kegiatan yang dapat mendukung pelaksanaan Syariat Islam dan
kebijakan-kebijakan untuk masa yang akan datang khususnya dalam aspek perbankan
syariah, oleh sebab itu perbankan syariah perlu mengembangkan jaringan
perbankannya dengan berbagai upaya baik melalui peningkatan pemahaman
masyarakat mengenai produk, mekanisme, sistem dan seluk beluk perbankan syariah,
perkembangan jaringan perbankan syariah akan tergantung pada besarnya demand
masyarakat terhadap sistem perbankan ini.
Oleh karena itu, agar kegiatan sosialisasi dalam rangka peningkatan
pemahaman masyarakat terhadap Syariat Islam dalam sektor perbankan syariah agar
lebih efektif diperlukan informasi yang lengkap mengenai karakteristik dan perilaku
nasabah/calon nasabah terhadap perbankan syariah.
Penelitian yang bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan akurat
mengenai hal-hal tersebut diperlukan sejalan dengan keinginan agar kebijakan dalam
pelaksanaan Syariat Islam mengenai perbankan syariah dapat ditumbuh kembangkan
dalam masyarakat, begitu juga kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
terhadap perbankan syariah di NAD haruslah didasarkan pada hasil penelitian yang
dapat dipertanggungjawabkan (research-based policy making). Adapun yang menjadi
masalah dalam penelitian ini adalah :
(1) Bagaimana perilaku kelompok masyarakat di wilayah penelitian terhadap
perbankan Islam.
(2) Bagaimana peta potensi pengembangan jaringan perbankan Islam di wilayah
penelitian.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
3
Landasan Teoritis
Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengetahui persepsi masyarakat di
Nanggroe Aceh Darussalam, karena keterbatasan dana dan waktu, penelitian ini
hanya dibatasai pada tujuh buah Kabupaten dan Kota, sementara masih terdapat 14
Kabupaten dan Kota lainnya yang tidak termasuk dalam wilayah penelitian untuk
studi awal ini. Populasi yang menjadi sampel hanya 500 orang untuk tujuh
Kabupaten. Namun demikian Kabupaten dan Kota serta sampel yang dipilih sudah
cukup mewakili daerah penelitian. Rencana pengembangan ke depan diharapkan
Kabupaten dan Kota yang dipilih serta masyarakat yang menjadi sampel jauh lebih
banyak dari studi awal ini. Yang terpenting dari rencana pengembangan hasil
penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai landasan yang kuat bagi pengembangan
bank syariah di Nanggroe Aceh Darussalam.
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori preferensi dan
pilihan konsumen. Menurut teori preferensi dan pilihan konsumen, seorang
konsumen dalam membuat keputusan terhadap apa yang ingin dibelinya melalui
beberapa proses, yaitu proses pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi
alternatif, proses pembelian dan perilaku pascapembelian (Engel, Blackwell, Miniard,
1994). Dalam proses pengenalan kebutuhan seseorang akan mencari tentang manfaat
dari produk tersebut atau konsumen berusaha menemukan sumber motivasi yang
menyebabkan dia tertarik dan melibatkan diri dalam produk tersebut. Dalam proses
selanjutnya konsumen akan berusaha mendapatkan informasi yang lebih detail
mengenai produk tersebut dalam hal ini konsumen akan mencoba mencari media-
media informasi yang menginformasikan tentang produk tersebut, misalnya media
cetak atau media elektronik.
Tahap selanjutnya seorang konsumen akan melakukan evaluasi alternatif yang
menjadi pertimbangan awal bagi konsumen untuk mendapatkan produk tersebut.
Termasuk dalam pertimbangan pada tahap ini adalah mengenai harga, mutu atau
merk dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh barang tersebut dibandingkan
dengan barang lainnya. Setelah semua selesai dan matang dalam pertimbangan
kemudian proses selanjutnya adalah proses pengambilan keputusan yaitu membeli
atau tidak barang tersebut. Seandainya konsumen akhirnya memutuskan untuk
membeli maka hal penting yang perlu diketahui adalah perilaku konsumen
pascapembelian. Dalam hal ini adalah sejauhmana konsumen merasa puas terhadap
apa yang dibelinya. Adakah membawa kepada imeg yang baik atau buruk bagi
pembuatan keputusan selanjutnya. (Dijelaskan berdasarkan Gambar 1)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
4
PENGENALAN
KEBUTUHAN
Manfaat yang dicari
Motivasi
Keterlibatan
PENCAIRAN
INFORMASI
Sumber Informasi
Media Berpengaruh
Fokus Perhatian
EVALUASI
ALTERNATIF
Pertimbangan Awal
Indikator Mutu
PROSES PEMBELIAN
Alasan Pemilihan
Jenis Tempat
Pengeluaran
PERILAKU
PASCAPEMBELIAN
Tingkat Kepuasan
Loyalitas
Gambar 1. Proses Keputusan Konsumen
Sumber : Engel, Blackwell, Minard (1994)
Pandangan dalam teori “Veblen Effects” juga menjadi sorotan dan
pertimbangan tersendiri dalam penelitian ini, menurut Veblen, konsumsi atraktif yang
dilakukan konsumen dipengaruhi oleh elemen sosiologi dan psikologi dimana hal ini
kemudian mempengaruhi terhadap fungsi permintaan. Elemen tersebut menjadi faktor
bahwa turunan utilitas dari suatu unit komoditi yang digunakan untuk konsumsi
atraktif tidak hanya tergantung dari tingkat kualitas sejenis dari barang tersebut tetapi
juga harga yang dibayarkan untuk unit barang tersebut. (Anny Ratnawati, dkk,
2001).
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
5
Menurut Bentler dan Speckart (1997) mengatakan bahwa minat atau
keinginan seseorang untuk memperoleh atau mendapatkan (membeli) sesuatu produk
atau barang selain secara langsung dipengaruhi oleh faktor-faktor sikap dan norma
subjektif, juga dipengaruhi oleh faktor perilaku sebelumnya. Model Bentler dan
Speckart merupakan pengembangan dari reasoned action model Fishbein dan Ajzein
yang diformulasikan sebagai berikut :
B ~ BI = w1 AB + w2 SN
AB = E(bi) (ei)
SN = E(NBj) (MCj)
Dimana B adalah perilaku tertentu, BI adalah minat konsumen untuk
melaksanakan perilaku B, AB adalah sikap konsumen untuk melaksanakan perilaku
B, bi adalah kekuatan dari keyakinan penting (probabilitas subjektif yang dipegang
oleh seorang konsumen bahwa melaksanakan perilaku B cenderung menimbulkan
akibat i ("akibat" mencakup konsekuensi, upaya, biaya, karakteristik, dan atribut
lain), ei adalah evaluasi tentang akibat i, SN merupakan norma subjektif yang
berkaitan dengan apakah orang lain j (referen) menghendaki konsumen tersebut
melakukan perilaku B, NBj adalah keyakinan normatif dari konsumen bahwa orang
penting lain (referen) j berpendapat ia seyogyanya atau tidak seyogyanya
melaksanakan perilaku B, MCj adalah motivasi konsumen untuk menuruti pengaruh
dari referen j, w1 dan w2 merupakan bobot regresi yang ditentukan secara empiris, n
adalah banyaknya keyakinan penting yang dipegang oleh konsumen tersebut
berkenaan dengan pelaksanaan perilaku B dan M merupakan banyaknya referen yang
relevan.
Menurut Markoni Badri (2003) mengatakan bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu produk atau jasa, seperti faktor
budaya (culture), sosial (social), pribadi (personal), dan faktor psikologis
(psychological factor). Faktor psikologis yang berhubungan dengan keyakinan
(agama) konsumen biasanya akan lebih sensitif dan lebih respon dibandingkan,
beberapa teori dan pandangan di atas menjadi landasan pembuatan kerangka pikir
dalam penelitian ini.
Penelitian tentang perilaku, karakteristik, dan persepsi masyarakat terhadap
Bank Islam khususnya di Indonesia masih sangat terbatas. Namun penelitian
pendahuluan yang dilakukan Wibisana dkk. (1999) di Jawa Timur secara sederhana
dapat memberikan gambaran awal tentang perilaku dan persepsi masyarakat terhadap
Bank Islam. Penelitian lain tentang masalah yang sama dilakukan di Jordan oleh Erol
dan El-Bdour (1989) dan El-Bdour (1984).
Penelitian yang lebih lengkap tentang potensi, preferensi dan perilaku
masyarakat terhadap Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia bekerja sama
dengan Pusat Penelitian Kajian Pembangunan Lembaga Penelitian Undip (2004),
penelitian ini mengambil lokasi di Jogyakarta. Hasil penelitian menemukan bahwa
preferensi masyarakat terhadap tingkat kompatibilitas menunjukkan tingkat
kecocokan terhadap System perbankan syariah dimana sebagian besar masyarakat
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
6
tidak setuju terhadap tingkat kompatibilitas dari perbankan syariah. Tingkat
kompatibilitas terendah terlihat pada Kabupaten Demak,Kota Semarang dan
Kabupaten Kendal. Dari sisi perilaku masyarakat yang dilihat dari dua aspek masing-
masing keinginan masyarakat untuk menabung dan memperoleh pembiayaan dari
perbankan syariah, penelitian ini menemukan sekitar 59,00 persen yang
menginginkan menabung di perbankan syariah dan 55,11 persen yang menyatakan
menginginkan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan syariah. Ditinjau dari
pengembangan Bank Syariah di Jawa Tengah maupun DIY dapat dilihat bahwa
pengembangan perbankan syariah mempunyai prospek yang mengembirakan. Hal ini
tercemin dimana sebagian besar responden mempunyai respon yang positif meskipun
mereka belum mengenal tentang sistem dan produk-produk perbankan syariah.
Studi pendahuluan tentang Persepsi Masyarakat tentang Bank Perkreditan
Rakyat Islam di Jawa Timur (Wibisana dkk. 1999) menunjukkan adanya
keberagaman persepsi masyarakat terhadap B`ank Islam. Pemahaman tentang bunga,
misalnya, menunjukkan bahwa sebagian besar (yaitu 55%) masyarakat (responden)
mengatakan halal. Persepsi tersebut didukung oleh sebagian ulama dan santri yang
mengatakan bahwa bunga bank hukumnya halal. Dari seluruh responden yang
berjumlah 60 orang hanya 10% yang mengatakan haram, selebihnya mengatakan
subhat dan tidak tahu. Dari temuan tersebut dapat diketahui bahwa ada indikasi
bahwa masyarakat belum memahami keberadaan bank Islam secara lengkap.
(Wibisana dkk. 1999, 43-8; cf. Erol dan El-Bdour 1989; El- Bdour 1984).
Temuan di atas sebetulnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh
Erol dan El-Bdour (1989). Penelitian yang dilakukan di Jordan tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat sebetulnya lebih berorientasi pada profit dari pada kepatuhan
mereka kepada perintah agama. Dengan kata lain, motivasi agama bukan merupakan
faktor dominan yang dipertimbangkan untuk memilih bank syariah, tetapi motivasi
yang kuat adalah berdasarkan pada motif profit oriented (Erol dan El-Bdour 1989,
33). Temuan ini juga memperkuat hasil penelitian El- Bdour (1984) sebelumnya.
Apa yang diungkapkan diatas merupakan sebuah potret tentang persepsi
masyarakat terhadap Bank Islam. Namun demikian, pemahaman masyarakat tentang
bunga hanya merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi preferensi
masyarakat terhadap Bank Islam. Penelitian yang lebih mendalam dan lengkap masih
sangat diperlukan untuk mengetahui preferensi dan perilaku masyarakat terhadap
Bank Islam.
Metodelogi Penelitian
Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilakukan di Nanggroe Aceh Darussalam, untuk wilayah sampel
Utara/Timur dipilih Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe. Wilayah yang dekat
dengan ibukota Provinsi NAD dipilih Kabupaten Aceh Besar. Untuk wilayah tengah
(pegunungan) dipilih Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Dan,
wilayah kepulauan dipilih Kabupaten Sabang.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
7
Pengambilan sampel lokasi didasarkan atas pertimbangan (1) potensi agama
(Islam) dan (2) potensi ekonomi. Indikator yang digunakan untuk mendeteksi potensi
agama (Islam) meliputi: (a) jumlah masjid dan meunasah, (b) proporsi jamaah haji
terhadap penduduk muslim dan (c) proporsi penduduk muslim terhadap jumlah
penduduk secara keseluruhan. Sedangkan potensi ekonomi meliputi (1) tingkat
pertumbuhan ekonomi, (2) PDRB perkapita dan (3) proporsi PAD terhadap APBD,
jumlah penduduk menurut lapangan pekerjaan, aktivitas perdagangan, aktivitas
perbankan dan pertimbangan peneliti.
Jumlah responden yang dikumpulkan adalah minimal sebanyak 100
responden untuk setiap Kabupaten/kota, yang terdiri atas: 20 responden pengusaha
(produsen) dan 80 responden masyarakat (konsumen atau rumah tangga konsumsi).
Yang dimaksudkan pengusaha (produsen) adalah termasuk masyarakat atau rumah
tangga yang bergerak dalam kegiatan menghasilkan atau menjual barang atau jasa,
misalnya pedagang besar atau pedagang kecil. Sedangkan masyarakat (rumah tangga
konsumsi) adalah masyarakat sebagai konsumen, misalnya PNS, TNI/Polri,
Pelajar/Mahasiswa, karyawan swasta, dan lain-lain. Penentuan lokasi kecamatan
terpilih di setiap kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kriteria yang sama
dalam pemilihan kabupaten/kota. Pengambilan responden dipilih secara accidental
dengan memperhatikan penyebaran antar kecamatan.
Metode Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan pengujian
terhadap alat ukur (kuisioner). Kuisioner yang akan digunakan sebagai alat
pengumpulan data perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas
dilakukan dengan menggunakan korelasi product moment (person) sedangkan uji
reliabilitas dilakukan dengan uji Crobach Alpha. Untuk mengetahui preferensi dan
perilaku masyarakat terhadap perbankan Islam digunakan metode skoring dan untuk
memperoleh gambaran tentang hubungan antar variabel digunakan Logistic
Regression. Pembentukan model dalam penelitian berdasarkan kerangka Pikir seperti
yang tercantum pada gambar 2.
Gambar 2. Model Kerangka Pikir
Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat Terhadap Perbankan Syariah
POTENSI
1. Demografi
2. Ekonomi
3. Nilai Sosial
4. Sistem Sosial
PREFERENSI
1. Keuntungan Relatif
2. Kompatibilitas
3. Kompleksitas
4. Triabilitas
SIKAP
Menerima atau Menolak
1. Prinsip Syariah
2. Produk Syariah
PERILAKU THD
PRODUK SYARIAH
Menerima atau Menolak
1. Tabungan
2. Pembiayaan
L
OK
AS
I
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
8
Keterangan :
De = Demografi Ec = Ekonomi
De1 = Jenis Kelamin Ec1 = Pekerjaan
De2 = Umur Ec2 = Pendapatan
De3 = Pendidikan Ec3 = Aksebilitas Wilayah
Sv = Nilai Sosial Ss = Sistem Sosial
Sv1 = Keragamaan Ss1 = Toleransi Thd Penyimpangan Agama
Sv2 = Keterbukaan Terhadap Ss2 = Akses terhd Informasi
Hal baru
Pf = Preferensi D = Lokasi
Pf1 = Keuntungan Relatif (Aceh Utara, Lhokseumawe,
Pf2 = Kompatibilitas A.Tengah, Bener Meriah,
Pf3 = Kompleksitas Aceh Besar, Aceh Barat dan
Pf4 = Triabilitas/Observabilitas Sabang)
Sumber : dimodivikasi dari PPKP-LP Undip (2000)
Estimasi pengembangan bank Islam dari sisi tabungan dan pembiayaan akan
digunakan model logit dengan persamaan sebagai berikut : (Gujarati, 1995;555).
iz
i
i eP
P=
−1..................................................................................................(1)
∑=
+=k
j
ijioi XZ1
ββ .......................................................................................(2)
Jadi :
∑=
−=
+k
j
ijio X
i
i eP
P1
1
ββ
.........................................................................................(3)
Berdasarkan kerangka pemikiran teoritik maka persamaan (2) tersebut dapat
dioperasionalisasikan sebagai berikut :
ijiijiijiijiijii PfSsSvEcDeZ ∑∑ ∑∑∑ +++++= φδχβαα 0 ...........................(4)
Dimana :
Zi = Sikap Masyarakat Bank Syariah
De = Demografi (jenis kelamin, umur dan pendidikan)
Ec = Ekonomi (jenis pekerjaan, pendapatan dan aksebilitas wilayah)
Sv = Nilai Sosial (keberagamaan dan sikap terbuka menerima hal yang
baru)
Ss = Sistem Sosial (toleransi terhadap penyimpangan agama, kemampuan
akses informasi)
Pf = Preferensi (keuntungan Relatif, Kompleksitas, Bagi Hasil, Triabilitas)
α = adalah Konstanta
αi,βi,χi,δi,Фi = Koefisien variabel yang diestimasi
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
9
Untuk mencapai tujuan ke dua, akan digunakan model alternatif yaitu model
chow test (Gujarati, 1995; 263 – 264). Dengan menggunakan model tersebut akan
diuji apakah perbedaan persamaan regresi antar Kabupaten dan Kota berbeda atau
sama. Dengan menggunakan model tersebut dapat dibuat mapping mengenai potensi
pengembangan Bank Islam dan karakteristik kelompok masyarakat dan perilakunya
terhadap Bank Islam.
Hasil Penelitian
Pengetahuan masyarakat tentang Bank Syariah sangat terbatas, masih sebatas
pernah mendengar namanya saja dan tidak semua dari mereka yang mengaku pernah
mendengar mampu menyebutkan dengan baik nama Bank Syariah. Kebanyakan
masyarakat mendengar Bank Syariah dari media massa dan dari teman, di samping
dari media lainnya. Pengetahuan masyarakat tentang sistem pengelolaan Bank
Syariah juga masih sangat rendah, hanya 47 orang (9.4%) yang tahu tentang sistem
bagi hasil dan 1 orang saja (0,2%) yang tahu tentang wadiah. Demikian pula
pengetahuan masyarakat terhadap produk Bank Syariah, baik produk penghimpun
dana (3.2%), produk penyaluran dana (2.4%) dan produk jasa (0%) masih sangat
rendah sekali.
Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap Bank Syariah melahirkan
persepsi atau pandangan yang keliru terhadap Bank Syariah dan ini akan membentuk
preferensi yang rendah pula yang berakhir dengan rendahnya keputusan masyarakat
untuk memilih Bank Syariah. Persepsi masyarakat terhadap bunga yang diberikan
oleh Bank Konvensional masih beragam, 80 orang (16%) mengatakan halal, 298
orang (59.60%) mengatakan haram, 114 orang (22.80%) menyebutkan subhat dan 8
orang (1,6%) mengatakan ragu-ragu.
Preferensi masyarakat terhadap keuntungan relatif (68%), Sistem bagi hasil
(71%), multi keuntungan (72.6%) dan kesungguhan mencari informasi (63.4%).
Dari keempat konstruk yang ditanyakan ternyata menunjukkan preferensi yang sangat
tinggi dan ini menunjukkan pengembangan Bank Syariah sangat berpotensi tinggi.
Keinginan menabung dan memperoleh pembiayaan pada Bank Syariah sangat tinggi
yaitu 462 orang (92.4%) dan 446 orang (93.2%) (hasil penambahan antara jawaban
sangat bersedia dan bersedia)
Tabel. 1
Perilaku Masyarakat Terhadap keinginan Menabung dan Memperoleh
Pembiayaan Pada Bank Syariah
Katagori Sangat
Bersedia Bersedia
Ragu-
Ragu
Tidak
Bersedia
Sangat
Tidak
Bersedia
Jlh
Jumlah 77 385 36 1 1 500 Menabung
Persen 15.4 77 7.2 0.2 0.2 100
Jumlah 119 347 30 4 0 500 Pembiayaan
Persen 23.8 69.4 6 0.8 0 100 Sumber : Data Penelitian Lapangan (2006)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
10
Berdasarkan hasil regresi logistik seperti dalam Tabel 2 menunjukkan Jenis
Kelamin (De1), Pendapatan (Ec2), Keberagamaan (Sv1), Toleransi Terhadap
Penyimpangan Agama (Ss1), Akses Terhadap Informasi (Ss2), Kompatibilitas (Pf2),
Kompleksitas (Pf3) dan Triabilitas (Pf4) berpengaruh secara positif terhadap
keinginan menabung sedangkan variabel Umur (De2), Pendidikan (De3), Pekerjaan
(Ec1), Aksebilitas Wilayah (Ec3), Pendidikan (Sv2) dan Keuntungan Relatif
mempunyai pengaruh secara negatif terhadap keinginan menabung.
Tabel 2
Hasil Regresi Logistik Terhadap Keinginan Menabung
Pada Bank Syariah Variables in the Equation
1.139 .794 2.058 1 .151 3.122
-1.001 1.115 .807 1 .369 .367
-.508 .523 .944 1 .331 .601
-.103 .100 1.059 1 .303 .902
.146 .518 .080 1 .778 1.157
-.703 .937 .564 1 .453 .495
.481 1.163 .171 1 .679 1.617
-.242 .683 .126 1 .723 .785
.570 1.071 .283 1 .595 1.768
.572 1.018 .315 1 .574 1.771
-.866 .534 2.627 1 .105 .421
.257 .575 .199 1 .655 1.293
.524 .419 1.564 1 .211 1.689
.959 .591 2.636 1 .104 2.609
1.872 1.987 .888 1 .346 6.502
De1
De2
De3
Ec1
Ec2
Ec3
Sv1
Sv2
Ss1
Ss2
Pf1
Pf2
Pf3
Pf4
Constant
Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variable(s) entered on step 1: De1, De2, De3, Ec1, Ec2, Ec3, Sv1, Sv2, Ss1, Ss2, Pf1, Pf2,
Pf3, Pf4.
a.
Sumber : Data diolah (2006)
Dari sisi keinginan memperoleh pembiayaan, hasil regresi logistik
menunjukkan bahwa variabel (De1), (Ec2), (Sv1), (Ss1), (Ss2), (Pf2) dan (Pf4)
memiliki hubungan positif dengan keinginan menabung sedangkan variabel (De2),
(De3), (Ec1), (Ec3), (Sv2), (Pf1) dan (Pf3) memiliki hubungan negatif dengan
keinginan menabung pada Bank Syariah.
Hasil uji Chow Test dari sisi tabungan ditemukan bahwa nilai Fhitung (104,63)
> dari nilai Ftabel (2,51), dan demikian pula dari sisi pembiayaan nilai Fhitug (95,68) >
nilai Ftabel (2,51) hal ini menunjukkan bahwa wujudnya perbedaan yang sangat
signifikan antar daerah penelitian. Masing-masing daerah menunjukkan karakteristik
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Untuk mengetahui bagaimana peta potensi pengembangan Bank Syariah di
wilayah penelitian, maka dilihat hubungan masing-masing faktor dengan cara
menggabungkan skor masing-masing variabel atau faktor yang telah dimasukkan ke
dalam model, yaitu faktor demografi, faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor sistem
sosial. Di mana faktor demografi dihitung dengan variabel umur dan jenis pendidikan
serta pertimbangan jumlah penduduk masing-masing wilayah penelitian, faktor
ekonomi diukur dengan variabel tingkat pendidikan dan kemampuan akses wilayah,
faktor sosial diukur melalui variabel keragamaan dan sikap keterbukaan terhadap hal
yang baru sedangkan faktor sistem sosial diukur melalui sikap toleransi terhadap
penyimpangan agama dan kemampuan akses terhadap informasi. Nilai atau range
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
11
skor dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu katagori rendah (0-50,99 point), katagori
sedang (51-75,99 point) dan katagori tinggi (76-100 point)
Tabel 4
Pemetaan Daerah Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Bank Syariah Dilihat dari
Sisi Tabungan
KATAGORI
No Kabupaten Demografi Ekonomi
Nilai
Sosial
Sistem
Sosial
Karakteristik
1 2 3 4 5 6 7
1 Aceh Utara Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sangat Potensial
2
Lokseumawe Sedang Sedang Tinggi Tinggi Potensial
3 Aceh
Tengah Sedang Sedang Sedang Rendah Sedang
4 Bener
Meriah Rendah Tinggi Sedang Rendah Sedang
5 Aceh Besar Sedang Rendah Sedang Tinggi Sedang
6 Aceh Barat Sedang Tinggi Rendah Rendah Sedang
7 Sabang Rendah Rendah Sedang Rendah Kurang Potensial
Jumlah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sumber : Data Penelitian Lapangan diolah, 2006
Berdasarkan hasil pemetaan potensi pengembangan Bank Syariah dari sisi
tabungan di wilayah penelitian, maka terlihat bahwa Kabupaten Aceh Utara sangat
potensial untuk dikembangkan Bank Syariah karena memiliki potensi demografi,
nilai sosial dan sistem sosial yang tinggi walaupun memiliki nilai ekonomi yang
sedang. Lhokseumawe juga lahan yang potensial untuk dikembangkan Bank Syariah
karena Lhokseumawe memiliki penduduk yang relatif banyak (sedang), tingkat
ekonomi masyarakat yang relatif tinggi (sedang) serta memiliki nilai sosial serta
sistim sosial yang tinggi. Sedangkan Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh
Besar dan Aceh Barat memiliki potensi yang sedang untuk pengembangan bank
syariah karena umumnya daerah tersebut memiliki kemampuan akses informasi dan
aksebilitas wilayah yang masih agak rendah.
Namun dari sisi ekonomi terlihat Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Barat
memiliki potensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Sedangkan kota
Sabang hasil pemetaan menunjukkan bahwa daerah tersebut untuk sekarang ini
kurang potensial untuk dikembangkan Bank Syariah, hal ini disebabkan karena
Sabang dari segi demografi memiliki jumlah penduduk yang tergolong rendah,
kemudian tingkat ekonomi dan sistem sosial terutama kemampuan akses informasi
juga tergolong dalam katagori rendah, walaupun dari nilai sosial Sabang memiliki
nilai yang agak tinggi (sedang).
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
12
Tabel 5
Pemetaan Daerah Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Bank Syariah
Dari Sisi Pembiayaan
KATAGORI
No Kabupaten Demografi Ekonomi Nilai Sosial
Sistem
Sosial
Karakteri
stik
1 2 3 4 5 6 7
1 Aceh Utara Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sangat
Potensial
2
Lhokseumawe Sedang Sedang Tinggi Tinggi Potensial
3 Aceh Tengah Sedang Sedang Sedang Rendah Sedang
4 Bener Meriah Rendah Tinggi Sedang Rendah Sedang
5 Aceh Besar Sedang Rendah Sedang Tinggi Sedang
6 Aceh Barat Sedang Tinggi Rendah Rendah Sedang
7 Sabang Rendah Rendah Sedang Rendah Kurang
Potensial
Jumlah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sumber : Data Penelitian Lapangan diolah, 2006
Kalau dilihat pemetaan potensi pengembangan Bank Syariah di wilayah
penelitian dari sisi pembiayaan, maka terlihat tidak ada perbedaan sama sekali dengan
pemetaan potensi pengembangan Bank Syariah dari sisi tabungan. Oleh karena semua
variabel dan faktor yang diuji memiliki nilai katagori yang sama seperti telah
dijelaskan pada sisi tabungan maka dari sisi pembiayaanpun memiliki kesimpulan
yang sama.
Kesimpulan akhir yang dapat digambarkan melalui pemetaan potensi di atas
adalah bahwa secara keseluruhan potensi pengembangan Bank Syariah ditujuh
wilayah penelitian adalah berada dalam katagori sedang. Hal ini disebakan secara
rata-rata indikator, demografi, ekonomi sistem sosial dan nilai sosial berada dalam
katagori sedang. Kesimpulan ini adalah kesimpulan awal yang diambil secara
menyeluruh (rata-rata) namun apabila dilihat secara terpisah untuk masing-masing
kabupaten/kota maka kesimpulannya adalah seperti yang telah dijelaskan di atas.
Kesimpulan dan Saran
Dari hasil pembahasan terhadap potensi, preferensi, sikap dan perilaku
masyarakat terhadap Bank Syariah di Nanggroe Aceh Darussalam dapat disimpulkan
karakteristik dan perilaku kelompok masyarakat di wilayah penelitian dimana sikap
masyarakat terhadap sistem dan produk perbankan syariah menunjukkan bahwa
sebagian besar masyarakat tidak mengetahui tentang sistem maupun produk
perbankkan syariah, sehingga keadaan ini memberikan nilai potensi yang kurang
terhadap pengembangan Bank Syariah. Namun demikian keinginan menabung dan
memperoleh pembiayaan sangat tinggi sekali.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
13
Potensi nilai sosial, terutama potensi agama terlihat bahwa hampir semua
daerah memiki potensi yang tinggi, sementara itu respon masyarakat terhadap hal-hal
yang baru, terlihat Kabupaten Aceh Utara, Lhokseumawe dan Kota Sabang memiliki
tingkat responsif yang tinggi. Sedangkan Kabupaten Aceh Barat termasuk dalam
katagori yang rendah dan Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Aceh Besar
tergolong dalam katagori yang sedang.
Pemetaan terhadap keinginan menabung dan memperoleh pembiayaan pada
Bank Syariah terlihat bahwa keseluruhan kabupaten dan kota memiliki nilai potensial
yang tinggi (diatas 85%) dan yang tertinggi adalah Kabupaten Aceh Barat (98%),
Aceh Besar (97%), Bener Meriah (96%), Lhokseumawe (95%), Aceh Utara (94%),
Aceh Tengah (86%) dan Sabang (84%).
Hasil pemetaan secara keseluruhan dengan menggabungkan semua faktor
untuk setiap daerah baik dari sisi pembiayaan maupun dari sisi tabungan maka dapat
disimpulkan bahwa secara umum potensi pengembangan bank syariah di wilayah
penelitian adalah berada dalam katagori sedang. Walaupun secara terpisah terlihat
beberapa daerah.
Rekomendasi
Penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi bagi pihak-pihak terkait,
pertama di Nanggroe Aceh Darussalam ada beberapa Bank Syariah yang telah
beroperasi namun selama ini Bank Syariah tersebut masih sangat rendah aktifitas
sosialisasi kepada masyarakat. Oleh karena itu ke depan diharapkan perlu dilakukan
sosialisasi yang lebih gencar dan efektif baik melalui media electronik maupun media
cetak. Hal ini adalah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
masyarakat terhadap Bank Syariah. Kedua, sosialisasi yang efektif dan intensif perlu
ditekankan pada pengenalan sisi keunggulan komparatif yang dimiliki Bank Syariah
disamping tentang produk dan jasa yang dimiliki oleh Bank Syariah. Hal ini
dilakukan untuk menepis sikap keragu-raguan dikalagan masyarakat. Ketiga, bagi
masyarakat yang sudah bersedia bergabung dan menjadi nasabah Bank Syariah
supaya tetap dijaga kepercayaan dari mereka dengan tetap memberi imeg yang baik
yaitu melalui pelayanan dan profesionalisme kerja yang tinggi. Keempat, Bagi Bank
Syariah juga perlu meningkatkan kinerja yang baik, melengkapkan perangkat kerja
yang memadai, seperti aspek legalitas, prosedural, sumber daya baik finansial yang
kuat maupun sumber daya manusia yang handal,dan kelima, bagi daerah-daerah yang
belum memiliki Bank Syariah, supaya dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah
atau pengusaha untuk melihat potensi yang sangat besar bagi penggembagan Bank
Syariah. Rendahnya jumlah nasabah dan kurang berkembangnya perbankan syariah
di Nanggroe Aceh Darussalam tidak terlepas dari langkanya jumlah perbankan
syariah di Nanggroe Aceh Darussalam. Apabila perlu semua bank umum yang
beroperasi di Nanggroe Aceh Darussalam diharuskan untuk membuka konter syariah
(dual banking) dalam rangka mendukung pelaksanaan Syariat Islam.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
14
Referensi
Ancok, Djamaludin,1995. Teknik Penyusunan Skala Pengukur, Pusat Penelitian
Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Anonimus. 1999. Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah. Bank
Indonesia. Jakarta Al-Omar, Fuad , M.Abdel Haq. 1996. Islamic Banking :
Theory, Practice and Challenges. Oxford University Press. USA.
Anonimus. 2000. Perkembangan Ekonomi-Keuangan Daerah tahun 1999 Propinsi
Jawa Barat. Bank Indonesia. Bandung.
Anonimus. 2000. Keynote Speech : Deputi Gubernur Bank Indonesia Pada Seminar
Nasional :“Pengembangan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia dalam
Menyikapi Otonomi Daerah dan Perdagangan Bebas” , Bandung, 14 Oktober
2000
Anonimus. 1999. Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah. Bank
Indonesia. Jakarta
Antonio, M.Syafei, 1999, “Bank Syariah : Suatu Pengenalan Umum ”, Tazkia
Institute dan Bank Indonesia, Jakarta.
Antonio, M.Syafei, 1999, “Bank Syariah : Wacana Ulama dan Cendikiawan”, Tazkia
Institute dan Bank Indonesia, Jakarta.
Al-Omar, Fuad , M.Abdel Haq. 1996. Islamic Banking : Theory, Practice and
Challenges. Oxford University Press. USA.
Aunuddin. 1989. Analisis Data. PAU Ilmu Hayat IPB. Bogor.
Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah : Lingkup, Peluang, Tantangan dan
Prospek. AlvaBet. Jakarta
Aceh Tengah Dalam Angka, 2004, Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh
Tengah.
Aceh Utara Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh
Utara
Aceh Barat Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh
Barat
Aceh Besar Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh
Barat
Basri, Ikwan Abidin, MA. 2000. Perkembangan Umat Islam di Indonesia. Artikel.
www.tazkia.com. Jakarta.
____________________. 2000. Kendala Sosialisasi Perbankan Syariah di Indonesia.
Artikel. www.tazkia.com. Jakarta.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
15
Bank Indonesia, 2000, “Informasi Mengenai Peraturan Bank Indonesia Bagi Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah”.
Bank Indonesia, 2000, “Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Bank Syariah “.
Bank Indonesia, 2000, “Potensi, Freferensi dan Perilaku Masyarakat Terhadap Bank
Syariah di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogyakarta.”
Bentler, P.M. dan G.Speckart, 1979, "Model of Attitude Behavior Relations",
Psychological Review, vol 86, pp. 448-465.
Bener Meriah Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten
Bener Meriah
Caragata, Warren. July 21, 2000. Shariah Lenders Make Headway in Indonesi+
a. Article. Asiaweek. Chapra, M. Umer. 1999. Why Has Islam Prohibited Interest ?
(Rationale behind The Prohibition of Interest). Pakistan.
Clark, C.T. dan L.L. Sckade. 1983. Statistical Analysis for Administrative Decisions.
South Western Publishing Co., Ohio.
Eiser, J.Richard, 1987, Social Psychology : Attitude, Cognition, and Social Behavior,
Cambrige, Cambrige University Press.
Elkington, John, et.al., 1991, The Green Business Guide : How to Take Up-and Profit
from-the Environmental Challenge, London, Victor Gollancz Ltd.
El-Bdour, R. 1984. The Islamic Economic System: a theoretical and empirical
analysis of money and banking in the Islamic economic framework.
Unpublished PhD Dissertation. Utah State University, Logan-Utah.
Erol, Cengiz and Radi El-Bdour. 1989. Attitudes, behavior, and patronage factors of
bank customers towards Islamic banks. International Banking & Marketing
Vol. 7, No.6: 31-7.
Engel, James F., Roger D. Blackwell & Paul W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen.
Jilid I. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta.
______________________________________________. 1995. Perilaku Konsumen.
Jilid II. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta.
Eryanto, Dian Eka Hendralesmana. 2000. Identifikasi Kepentingan Nasabah dalam
Memilih Bank. Jurusan Statistika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam IPB. Bogor.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
16
Fishbein, M, I. Ajzen, 1975, Belief, Attitude, Intention, and Behavior : An
Introduction to Theory and Research, Sydney, Addison-Wesley Publishing
Company.
Gibson L, James, Ivancevic, John M., Donelly, James H., 1987, “Organisasi:
Perilaku, Struktur dan Proses”, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometric. Mc Graw-Hill International Edition.
Hosmer, D.W. dan S. Lemeshow. 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley &
Sons, New York.
Kasmir. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi keenam, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Kotler, Philip & Gary Armstrong. 1993. Manajemen Pemasaran : Analisis,
Perencanaan, Implementasi & Pengendalian. Volume Satu & Dua. Edisi
Ketujuh. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
__________________________. 1994. Dasar-dasar Pemasaran. Jilid I. Edisi V.
Intermedia. Jakarta.
Kaynak, E and Yavas, 1985, “Segmenting The Banking Market by Account Usage :
An Empirical Investigation”, Journal of Profesional Services Marketing, Vol.1
No.1/2.
Loudon, David.L. and Bitta A.D.,1984. “Consumer Behaviour : Concepts and
Applications”, Mc Graw Hill, Singapore.
Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Bank Syariah. Pedoman Sistem
Komputerisasi Pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Tehnik Bagi Hasil.
Modul Pelatihan.
Lhokseumawe Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kota
Lhokseumawe
Mudradjat Kuncoro dan Suharjono (2002) Manajemen Perbankan : Teori dan
Aplikasi, ed I, Jogjakarta : BPFE.
Muhammad (2000) Teknik Perhitungan Bagi Hasil Di Bank Syariah, Jogjakarta : UII
Press
McCullagh, P. and J.A. Nelder. 1983. Generalized Linear Models. Chapman,
London. Mirakhor, Abbas. 1995. Theory of an Islamic Financial System.
Encyclopedia of Islamic Banking and Insurance. London.
Pindick, Robert S., and Rubenfield, Daniel. 1981. Econometric Models and Economic
Forecast. International Student Edition, Mc Graw-Hill.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
17
Presley, John R and Hummayon Dar, 1999, “Attitudes Towards Islamic Finance : An
Update of Empirical Evidence”, 7th Intensive Orientation Courses : Islamic
Economic, Banking & Finance, Leicester, UK.
Siregar, Mulya. 2000. Makalah “Kajian Pengembangan Perbankan Syariah di
Indonesia. Jakarta
Sjahdeini, S. Remy. 1999. Perbankan Islam: Kedudukan dan Peranannya dalam Tata
Hukum Perbankan Indonesia. Grafiti. Jakarta..
Swastha, D.Basu, 1992, "Riset Tentang Minat dan Perilaku Konsumen: Sebuah
Catatan dan Tantangan bagi Peneliti yang Mengacu pada Theory of
Reasoned Action", Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, No.1, Tahun VII.
Sabang Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kota Sabang
Wibisana, M. Jusuf, Iwan Triyuwono, Nurkholis, A. Erani Yustika. 1999. Studi
Pendahuluan Persepsi Masyarakat tentang Bank Perkreditan Rakyat
Syari’ah. Malang: Centre for Business & Islamic Economics Studies –
Faculty of Economics Brawijaya University dan Bank Indonesia Jakarta.
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika, Ed.-3. Terjemahan Bambang Sumantri.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yasni, Muhammad Gunawan, SE. Ak., MM. 2000. Pembiayaan Syariah – Alternatif
Pengembangan Pembiayaan Modal Ventura Indonesia. Artikel.
www.tazkia.com. Jakarta
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
Undang-Undang No. 11 Tahun 1967
http//www.wikipedia.org.
Harian Serambi Indonesia
Harian Pikiran Rakyat
Harian Kompas
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
18
KUALITAS LAYANAN DAN HUBUNGAN KEPERCAYAAN
SEBAGAI PENGUAT RELATIONSHIP OUTCOMES
Damanhur dan Faisal Matriadi
This article focuses at the impact of relationship efforts (direct mail, personalization
preferential treatment, and tangible rewarding) and service quality made by a
retailer in retail business as the strengthening relationship marketing outcomes. At
Business-to-Consumer (BTC) relationships and develops a theoretical model of the
consumer's perspective. There are two different perspectives: psychological and
behavioral outcomes of relationship marketing. The psychological outcomes of
trust, commitment and satisfaction relationship are presented. The impact of
relationship effort and service quality has been suggested that a way of increasing
Sthrenghtening relationship outcomes in retail business through secure relationships
between buyers and sellers.
Keywords: customer relationship marketing, retail business, relationship effort,
service quality, relationship outcomes.
Damanhur adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Faisal Matriadi adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
18
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
19
Pendahuluan
Lima filosofi dasar mengenai studi manajemen pemasaran dalam
menjalankan praktek pemasaran. Ke lima filosofi tersebut, terdiri dari pemasaran
yang berorientasi pada (1) produsen (2) produksi (3) penjual (4) pasar (5)
pemasaran sosial (Kotler, 2003: 12). Pemasaran berorientasi pasar sebagai
artikulasi dari konsep pemasaran yang kini banyak dianut perusahaan. Namun
demikian, redefinisi konsep pemasaran masih terus berlangsung, untuk mencari
konsep yang sesuai dengan tuntutan lingkungan (Kotler, 2003:25).
Redefinisi konsep pemasaran tersebut dipicu oleh terjadinya pergeseran
paradigma orientasi pasar dari transaksional (transactional) menjadi relasional
(relationship). Kotler (2003: 34) menegaskan, perusahaan perlu melakukan
penyesuaian praktek pemasaran dari transactional marketing menuju relationship
marketing. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Pawitra, (2005)
bahwa telah terjadi redefinisi disiplin pemasaran dengan menekankan hal-hal
sebagai berikut: (1) "Proses of planning and executing" bergeser menjadi "an
organizational function and a set of process.“
maknanya adalah peranan
pemasaran lebih difokuskan pada tataran strategik dalam suatu organisasi dan tidak
lagi terbatas pada pengambilan keputusan taktis.
Pemasaran bukan suatu fungsi manajemen yang berdiri sendiri tetapi
menjadi kegiatan dalam proses organisasi keseluruhan. (2) 4-P yang merupa-kan
taktik pemasaran bergeser menjadi "creating, communicating and delivering value
to customer." 4-P merupakan kelompok variabel yang dapat dikendalikan
organisasi yang dimaksudkan untuk meliput pasar sasaran sehingga dapat
memuaskan sebaik mungkin para pelanggan di pasar itu. Sebenarnya para
pelanggan menginginkan proporsi nilai (value proposition) berupa penawaran
total untuk memenuhi kebutuhan preferensi, dan ekspektasi mereka sehingga
tercapai kepuasan. 4-P tidak cukup untuk menentukan persepsi nilai pelanggan
yang merupakan perbandingan antara persepsi manfaat dan persepsi
pengorbanan.
Manfaat untuk pelanggan tidak hanya ditentukan oleh atribut produk,
promosi dan distribusi, namun turut berperan atribut servis dan atribut yang bersifat
"intangibles" lain seperti merek, reputasi, ekuitas pelanggan, ekuitas karyawan,
ekuitas pemasok dan lain-lain. Di lain sisi, pengorbanan tidak hanya ditentukan
oleh biaya transaksi yakni harga yang harus dibayar untuk suatu tawaran, tetapi
turut pula menentukan biaya. Teridentifikasi pula dengan jelas peluang maupun
persaingan bisnis ritel di Indonesia sangat terbuka. Konsumen mulai kritis untuk
memilih dan mengambil keputusan dalam menentukan toko dan jenis ritel dalam
memenuhi kebutuhannya dan telah terjadi perubahan pola berbelanja pada
masyarakat perkotaan dengan munculnya kecenderungan konsumen lebih
menyukai berbelanja pada ritel-ritel modern dibandingkan ritel tradisional.
Menurut hasil sigi konsumen yang dilakukan oleh AC Nielsen dan dikutip
pada Pilar Bisnis (Juli, 2003), terjadi peralihan pola belanja, di mana sekitar 24%
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
20
konsumen kini cenderung untuk berbelanja di pasar modern (untuk diperkotaan
jumlahnya mencapai 41%). Pada 12 kota besar di Indonesia, konsumen memilih
pasar modern melebihi pasar tradisional yaitu sebesar 53%. Lebih lanjut, masih
berdasarkan hasil penelitian AC Nielsen dan dikutip dalam Tempo (Mei, 2003)
menunjukkan bahwa kontribusi pasar tradisional terhadap penjualan barang
konsumsi menurun dari 84,1% tahun 1999 menjadi 74,4% di tahun 2002.
Sebaliknya Supermarket mengalami kenaikan dari 3% tahun 1999 menjadi 20,1%
pada tahun 2002. Di sini terlihat bahwa pasar tradisional akan perlahan-lahan
tergeser oleh industri ritel modern.
Menurut Widjaja (2002) banyak faktor pendorong kesuksesan ritel modern
skala besar, beberapa diantaranya adalah pilihan lokasi yang tepat, dukungan
teknologi sistem informasi, harga murah, maupun kelengkapan produk. Semakin
terfragmentasinya pasar dan tidak jelasnya perbedaan antara satu format ritel
dengan format ritel yang lain. Maka keunggulan strategi format ritel yang hanya
berorientasi pada pilihan lokasi, sistem informasi handal, harga murah maupun
kelengkapan produk tidak akan cukup untuk dapat memenangkan persaingan.
Lebih jauh Meerzorg (2003) mengemukakan, bahwa salah satu kunci sukses
dalam bidang bisnis ritel modern adalah implementasi strategi customer
relationship, disamping tentunya penentuan lokasi, srategi harga, dan penggunaan
teknologi informasi. Pendapat ini dipertegas oleh Crosby et al., (1990), dengan
mengemukakan bahwa dalam lingkungan ritel dewasa ini, taktik relationship
marketing memainkan peranan penting dengan meningkatnya tuntutan konsumen
terhadap dibangunnya relasi yang harmonis antara pelanggan dan peritel.
Sedangkan Sweeney seperti dikutip dalam Suhata (2003), menegaskan bahwa
implementasi strategi relationship marketing memang sangat dibutuhkan dalam
bisnis ritel, dengan menyatakan pendapat sebagai berikut: "dibandingkan bisnis
manufaktur, peritel memiliki keunggulan dalam membina hubungan dengan
konsumen karena peritel memiliki posisi yang lebih baik dalam mendeteksi pola
pembelian konsumen dan menerapkan kemampuan tersebut dengan efisiensi biaya.
Sebagai contoh, dalam bisnis ritel memungkinkan menyapa dan memperlakukan
tamu dengan lebih baik, memberikan program loyalty dan perlakuan istimewa
(preferential treatment) dengan memberikan reward kepada pelanggan yang
berbelanja dalam jumlah tertentu."
Salah satu implementasi strategi relasional menurut Levy dan Weitz
(2004) adalah komunikasi, perlakuan istimewa (preferential treatment), perso-
nalisasi (personalisation) dan balas jasa (rewarding) yang dapat diistilahkan dengan
upaya relasional (relationship effort). Lebih jauh dijelaskan bahwa upaya relasional
(relationship effort) adalah aktivitas terintegrasi dengan tujuan membangun relasi
dengan pelanggan dalam jangka panjang.
Taruhan utama dalam meraih keberhasilan suatu strategi pemasaran adalah
menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai unggul kepada
pelanggan. Maka fokus pada implementasi upaya relasional (relationship effort)
saja dianggap belumlah cukup. Garbarino dan Johnson, (1999); Gruen et al.,
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
21
(2000); Gwinner et al., (1998); Pritchard et al., (1999) seperti dikutip dalam
Fulerton, (2004) mengemukakan pendapat sebagai berikut: "Recently, a number of
scholars have attempted to study the nature of service relationships thereby
merging two fields of study from the relationship marketing perspective, customer
commitment is seen as being the key determinant of customer retention and
loyalty. On the other hand, the services marketing literature generally views
service quality as the central construct that drives customer loyalty as a result of
this work, there is a significant opportunity to merge these two fields of study in
order to build a more comprehensive understanding of organization-consumer
relationships in services industries."
Maknanya : Saat ini, sejumlah peneliti sudah mencoba untuk melakukan
studi terhadap sifat alami service relationship dengan menggabungkan dua bidang
telaah dari perspektif relationship marketing, dimana komitmen pelanggan dilihat
sebagai kunci faktor penentu dari retensi pelanggan dan loyalitas. Sedang di sisi
lain, literatur pemasaran jasa pada umumnya melihat kualitas layanan sebagai
konstruk inti yang mendorong loyalitas pelanggan. Oleh sebab itu, merupakan
kesempatan yang signifikan untuk menggabungkan dua bidang telaah yaitu kualitas
layanan dan pemasaran relasional dalam penelitian dengan pemahaman
organization-consumer relationship yang lebih komprehensif dalam industri jasa.
Dengan demikian upaya relasional (relationship effort) dan kualitas layanan yang
unggul inilah yang dapat diistilahkan sebagai strategi penguat relationship
outcomes.
Artikel ini akan mencoba menelaah secara konseptual: (1) Implementasi
pemasaran relasional dalam bisnis ritel modern, (2) Dimensi upaya relasional
(relationship effort) sebagai strategi penguat relationship outcomes yang sesuai
dengan karakteristik bisnis ritel modern di Indonesia, (3) Dimensi dan atribut
kualitas layanan sebagai strategi penguat relationship outcomes yang sesuai dengan
karakteristik bisnis ritel modern di Indonesia. (4) Implikasi strategi penguat
relationship effort terhadap keluaran relasional (relationship outcomes) dalam
bisnis ritel modern di Indonesia.
Implementasi Pemasaran Relasional (Relationshipmarketing) dalam Bisnis Ritel
Modern
Bisnis ritel meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang
atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan
bukan bisnis (Berman, 2001:3). Sedangkan menurut Levy dan Weitz (2004:64)
bisnis ritel sebenarnya dapat dikategorikan sebagai bisnis jasa, namun dengan
kebutuhan layanan yang sangat rendah. Bisnis jasa dengan layanan tinggi dapat
dikatakan sebagai jasa dalam arti murni seperti restoran, jasa perbankan, jasa
konsultan manajemen, jasa asuransi. Lebih jauh, menurut Berry (1986) dalam
Subash et al., (2000), sangat membantu untuk mengklasifikasikan peritel dalam
"good" dan "services' retailer, di mana bisnis ritel termasuk dalam kategori jasa
namun dengan prosentase service atau layanan yang sangat kecil dibandingkan
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
22
dengan bisnis jasa pelayanan penuh seperti restoran, salon maupun konsultan
manajemen. Dalam mengimplementasikan konsep relationship marketing dalam
bisnis ritel dibutuhkan pendekatan yang relatif sama dengan implementasi dalam
bisnis jasa khususnya jasa dengan keterlibatan layanan yang rendah (low contact
services).
Bisnis ritel sendiri telah mengalami evolusi dengan pergeseran dari bisnis
ritel tradisional menuju bisnis ritel modern. Di mana keberadaan bisnis ritel modern
ditandai dengan salah satu ciri, yaitu meningkatnya kebutuhan terhadap aplikasi
teknologi sistem informasi. Seperti misalnya penggunaan aplikasi sistem operasi
toko dengan komputer seperti: Point of Sales (POS), Elektronic Data Interchange
(EDI), dan EFT (Elektronic Fund Transfer), di mana aplikasi sistem tersebut
diharapkan menunjang peningkatan efisiensi (Maulana, 1999). Namun
demikian, bergesernya orientasi pada bisnis ritel modern ternyata belum diikuti
oleh pola orientasi terhadap konsumen. Seperti dikemukakan oleh Beatty et
al.,(1996) sebagai berikut: "However, retailer generally have little knowledge on
the types of value drivers that they should focus at".
Jadi, bagaimanapun peritel pada umunya memiliki sedikit pengetahuan
tentang tipe dan nilai yang mendorong pada fokus yang harus peritel lakukan.
Bendapudi dan Berry (1997) menambahkan bahwa; "Conceptualized what some of
these drivers might be, but no systematic, empirical investigation has been
reported. Especially research pertaining to relationship marketing in consumer
market has advanced little.”
Perhatian peritel terhadap relationship marketing
dengan fokus konsumen masih dianggap kurang sistematik dan kurang didukung
oleh aktivitas investigasi empiris.
Beberapa ritel market dikatakan telah maturity (mengalami kedewasaan)
dan kesulitan dalam mendiferensiasikan diri hanya berdasarkan seleksi terhadap
merchandise (barang dagangan) saja (Berry, 1986). Peritel diharapkan melakukan
aktivitas dan usaha yang lebih keras melalui pembenahan proses, layanan dan
teknologi untuk meningkatkan customer value (Morgan dan Hunt, 1994) seperti
dikutip dalam Odekerken et al., (2003).
Menurut Odekerken et al., (2003), peningkatan usaha dalam bisnis ritel
dapat dilakukan dengan membangun relasi (relationship effort). Membangun relasi
menjadi hal penting sebagai landasan untuk membangun customer retention,
dengan alasan: (1) Harapan konsumen terhadap kualitas dari produk dan jasa yang
dikonsumsi semakin meningkat, (2) Persaingan diantara peritel juga semakin
meningkat, dengan marketing strategi dan taktik yang relatif sama, misalnya
dengan menawarkan jenis merchandise yang relatif sama, promosi harga,
melakukan share terhadap distribution channel System, dan memperlakukan
konsumen dengan lebih baik melalui layanan yang prima (Berry, 1986)) (3. Peritel
dihadapkan pada tuntutan baru tentang keterbatasan dan ketidakjelasan marketing
environment dalam bisnis ritel antara pasar dengan industri, dan meningkatnya
fragmentasi pasar maupun semakin pendeknya daur hidup produk. (Juttner dan
Wehrli, 1994) seperti dikutip dalam Odekerken etal., (2003).
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
23
Program keanggotaan (membership) merupakan salah satu perwujudan dari
aktivitas relasional yang dilakukan oleh peritel, seperti dikemukakan oleh
Gummesson (1999:81) sebagai berikut:"Frequent flyer' loyalty programmes are
the technically most advanced attempts to create long term individual relationship
through membership."
Bisnis ritel membutuhkan strategi relationship dengan dukungan data base
yang lengkap melalui program keanggotaan sebagai kekuatan untuk mewujudkan
relationship outcome yang pada akhirnya akan menumbuhkan retensi konsumen
yang tinggi.
Menurut Oderkeken et al.,(2003) penelitian tentang relationship
marketing, tidak mungkin dilakukan tanpa pengetahuan atau pemahaman bahwa
variabel inti yang menjadi perhatian dari relationship adalah adanya suatu
interrelasi potensial pada saat lampau maupun akan datang bagi konsumen
dengan peritel. "One or more exchanges between a consumer and a retailer that are
perceived by the consumer as being interrelated to potential past and future
exchanges with the retailer"
Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa bisnis ritel sebagai bisnis
yang sukar sekali melakukan diferensiasi membutuhkan upaya relationship
(relationship effort) untuk mewujudkan customer retention dan loyalitas pelanggan.
Menurut Odekerken et al., (2003) sebagai berikut; "A relationship effort as any
effort that is actively made by retailer towards a consumer, that is intended to
contribute to the consumer's perceived customer value above and beyond the core
product and or service efforts received, and that can only be perceived by the
consumer after continued exchange with the retailer."
Upaya relasional adalah usaha aktif peritel dalam memberikan kontribusi
terhadap harapan konsumen untuk mewujudkan customer retention melalui
penyampaian produk inti dan layanan yang membuat terjalinnya relasi yang
berkelanjutan. Menurut Oder-kerken et al., (2003) Relationship efforts mengacu
pada (1) usaha secara aktif yang dilakukan oleh peritel. Sebagai contoh:
"confinient benefit" diwujudkan dari kondisi bahwa konsumen secara rutin
belajar dari pengalaman belanja dengan mengingat lokasi produk pada display
supermarket. Confinient benefit akan lebih cepat terwujud, karena peran aktif
peritel untuk menginformasikan pada konsumen melalui signage (tanda-tanda
yang terpasang pada display ritel) ataupun komunikasi secara personal. (2) sejalan
dengan pendapat Gwinner et al., (1998) relationship effort didefinisikan mirip
dengan relationship benefit jika dilihat dari perspektif peritel, yaitu manfaat yang
didapatkan oleh konsumen dari relasi jangka panjang yang terjalin sesuai dengan
kinerja core service yang diberikan oleh produsen dalam hal ini peritel.
Menurut Levy dan Weitz (2004:348) dikemukakan pendapat sebagai
berikut:"Four approaches that retailers use to retain their best customers are (1)
frequent shopper programs, (2) special customer service, (3) personalization, (4)
community for building customer retention and loyalty is develop a sense for
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
24
customers to exchange information using buletin boards and develop more
personal relationship with each other and the retailer by communication."
Terdapat empat pendekatan yang dapat dilakukan peritel untuk
mempertahankan pelanggan serta membuat pelanggan menjadi setia yaitu melalui
program belanja secara teratur, perlakuan istimewa bagi pelanggan, personalisasi
dan membangun komunitas melalui pertukaran informasi dengan buletin dan
mengembangkan relasional secara personal melalui komunikasi.
Dengan demikian, terdapat 4 (empat) aktivitas relationship effort yang
diharapkan dapat menjaga orientasi retensi pelanggan pada peritel, yaitu
komunikasi (communication), perlakukan istimewa (preferential treatment),
personalisasi (personalization), dan balas jasa (rewarding). Penjelasan untuk
masing-masing upaya relasional (relationship effort) dapat dirinci sebagai berikut:
Komunikasi (communication)
Komunikasi adalah persepsi konsumen terhadap sampai seberapa jauh
peritel memberikan informasi kepada konsumen secara terus menerus melalui
media komunikasi langsung, hal ini dikemukakan oleh Duncan dan Moriarty,
(1998) sebagai berikut: "Communication is a consumer perception of the extent to
which a retailer keeps its regular customer informed through direct communication
media "
Komunikasi merupakan kondisi utama yang harus ada untuk terciptanya
sebuah relasi (Duncan dan Moriaty, 1998). Dengan komunikasi, usaha-usaha
yang diarahkan untuk membangun relasi, yang dilakukan oleh peritel/produsen dapat
dipahami oleh konsumen.
Penyebaran katalog merupakan salah satu bentuk komunikasi efektif yang
dapat dilakukan oleh pihak peritel. Sebagai contoh, salah satu peritel besar yang
beroperasi di Indonesia, menyebarkan tidak kurang dari 1 juta katalog setiap kali
terbit (dua minggu sekali). Selain katalog besar yang mewakili seluruh toko, ada
juga katalog pendek yang di up date setiap lima hari sekali. Kemudian
ACTION SPOT bekerja sama dengan prinsipal produk yang dipromosikan dan
biaya promosi ditanggung bersama juga merupakan salah satu alternatif lain
dalam melakukan komunikasi dengan pelanggan. Di sisi lain, promosi melalui
media televisi maupun surat kabar juga menjadi pilihan bagi peritel, berdasarkan
data AC NIELSON menunjukkan periode Januari-Oktober 2004 sebuah peritel
besar di Indonesia menghabiskan anggaran iklan sebesar Rp 20,70 miliar dengan
persentasi terbesar di surat kabar, sebesar Rp 18,33 miliar.
Perlakuan Istimewa (preferential treatment)
Perlakuan istimewa (preferential treatment) menurut Gwinner et al., (1998)
adalah persepsi konsumen terhadap sampai sejauh mana perlakuan dan pelayanan
terhadap konsumen membership dilakukan lebih baik dibandingkan bukan
konsumen reguler. Terkait dengan relationship, tidak semua konsumen menyukai
diperlakukan dengan cara yang sama, diharapkan adanya konsumen yang fokus dan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
25
selektif untuk mendapatkan perlakukan istimewa (Peterson, 1995). Argumentasi
terhadap hal ini adalah perlakuan umum sebagai pemenuhan kebutuhan dasar dari
setiap konsumen memang penting untuk dipenuhi, namun perlakuan istimewa
terhadap konsumen selektif penting dilakukan dalam upaya sebagai retensi bagi
peritel. Hal ini juga merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mengimple-
mentasikan strategi relasional.
Sedangkan preferential treatment menurut Sheth dan Parvatiyar (2002)
diartikan sebagai layanan kepada pelanggan berupa waktu belanja spesial atau
akses untuk produk baru. Diungkap pula bahwa konsumen mengharapkan tidak
ingin diperlakukan sama dengan konsumen lain. Beberapa pemasar memberikan
kritik kepada peritel yang memperlakukan konsumen secara sama dengan tidak
ada perbedaan yang mengakibatkan perusahaan akan kehilangan tidak hanya
sebagian keuntungan tetapi lebih jauh akan kehilangan kesetiaan pelanggan.
Peterson (1995) berpendapat bahwa perlakuan istimewa kepada pelanggan akan
memungkinkan penjual untuk memberikan sesuatu yang sangat mendasar bagi
pembeli yaitu perasaan dihargai, sehingga persepsi pelanggan yang lebih tinggi
terhadap perlakuan istimewa/preferential treatment akan meningkatkan tingkat
relationship outcomes secara keseluruhan.
Personalisasi (personalization)
Personalisasi (Personalization) menurut Metcalf et al.,(1992) adalah
persepsi konsumen terhadap sampai sejauh mana peritel berinteraksi dengan
konsumen reguler secara ramah dan dengan cara-cara personal. Pentingnya
pertukaran personal antara pembeli dan penjual dalam mempengaruhi relationship
outcomes bukan merupakan hal baru terkait dengan relationship dan proses
sosial (Beatty et al.,1996). Pentingnya hubungan personal antara pelanggan
dengan peritel akan berpengaruh pada hasil keluaran hubungan, sehingga tidaklah
mengherankan jika hubungan personal dapat dikatakan merupakan proses sosial
(Beatty et al., 1996). Sebagai contoh, Stone (1954) dalam Beatty et al.,(1996)
menekankan pentingnya hubungan personal dalam keberadaan suatu tempat
perbelanjaan.
Crosby dan Cowles, (1990) menerangkan bahwa interaksi sosial dihasilkan
oleh pusat perbelanjaan yang mampu memberikan motivasi kepada pelanggan
untuk terus berbelanja. Manfaat hubungan sosial antara lain adalah perasaan
sebagai keluarga, perasaan sebagai teman, dukungan sosial (Berry, 1995),
pengakuan personal, penyebutan nama konsumen, memahami pelanggan secara
pribadi, percakapan secara bersahabat, dan penampakan keakraban serta kehangat-
an antara peritel dengan pelanggannya.
Balas Jasa (rewarding)
Balas jasa (rewarding) menurut Peterson, (1995) adalah persepsi konsumen
terhadap sampai sejauh mana peritel menawarkan manfaat yang berwujud seperti
harga atau pemberian insentif kepada konsumen reguler untuk menumbuhkan
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
26
loyalitas. Manfaat yang berwujud tersebut dapat berupa, pemberian hadiah cuma-
cuma, bonus belanja, kupon belanja, point untuk menginap di Hotel, maupun
pemberian tiket film. Balas jasa mengindikasikan adanya kerja sama atau hubungan
dengan pihak lain. Banyak pemasar yang berfokus bahwa penyediaan reward
bertujuan utama sebagai insentif harga dan investasi yang mampu menjaga
loyalitas pelanggan (Berry, (1995); Peterson, (1995)). Jadi reward ditetapkan
sebagai jaminan bahwa pelanggan mendapatkan sesuatu yang bersifat nyata
karena kesetiaan mereka.
Dimensi dan Atribut Kualitas Layanan sebagai Strategi Penguat
(Relationship Outcomes)
Perbedaan karakteristik jasa dan manufaktur mempunyai implikasi yang
sangat besar dalam menetapkan pemahaman dan penentuan kualitas layanan.
Demikian halnya dalam ritel dibutuhkan pendekatan yang tepat sesuai dengan
aspek-aspek yang dibutuhkan dalam operasional ritel tersebut untuk membangun
dimensi kualitas layanan yang dapat diimplementasikan dalam bisnis ritel.
Menurut Finn dan Lamb, (1991:489) sebagai berikut;"The service
categories that were used in the development of SERVQUAL are very different to
goods retailing (they fall closer to the pure service end of the pure service-pure
goods continuum than store retailing) and it may well be that consumers use
different criteria to evaluate competing goods retailers who sell a mix of goods
and services than they use to evaluate retailers that are primarily or exclusively
service firms.”
Kategori layanan yang digunakan untuk mengembangkan SERVQUAL
sangat berbeda pada goods retailing. Demikian pula konsumen, menggunakan
kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi good retailer yang merupakan campuran
antara good dan service yang dapat disebut sebagai exclusively service firm.
Pemahaman terhadap konsep kualitas dengan dimensi dan atribut yang
sesuai dalam bisnis ritel tentunya membutuhkan telaah terhadap berbagai hasil
studi dan penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kualitas layanan dalam
bisnis ritel. Beberapa penelitian tentang kualitas layanan dalam ritel bisnis diawali
oleh:
a) Carman (1990) dianggap sebagai pionner works in the field of retailing
melakukan penelitian pada tyre retailer (pengecer ban), dengan menggunakan
analisis faktor poros (axis factor analysis) yang diikuti oleh rotasi terhadap
lima dimensi dalam SERVQUAL dengan instrumen yang khusus.
b) Finn dan Lamb (1991) mengembangkan penelitian pada obyek departemen
store dan discount store (toko diskon), dengan menggunakan confirmatory
factor analysis menemukan instrumen yang khusus dalam SERVQUAL.
Tanpa melakukan modifikasi pada model SERVQUAL, model tersebut tidak
dapat digunakan secara valid dalam mengukur kualitas layanan dalam
perusahaan ritel.
c) Penelitian ketiga yang banyak menyumbang konsep kualitas dalam bisnis ritel
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
27
dilakukan oleh Teas (1993). Mengembangkan penelitian pada discount store
dengan menggunakan penelitian conjoint untuk menetapkan ekspektasi dan
persepsi konsumen dalam skala SERVQUAL dan dibandingkan dengan
models attitudinal (model sikap) sebagai ideal point. Kesimpulan dari
penelitian ini mengindikasikan bahwa dengan menggunakan ideal point
dalam menetapkan ekspektasi konsumen akan memberikan hasil yang lebih
baik dalam pengukuran kualitas layanan.
d) Sedangkan penelitian keempat dilakukan oleh Bell et al., (1997)
menggunakan teknik insidental untuk mengidentifikasikan dan mengek-plorasi
dimensi dari kualitas layanan dalam food retail operation. Dikategorisasikan
dalam dua kelompok yaitu dalam positif dan negatif insidental dan
didapatkan enam kelompok yaitu physical environment, merchandise-related,
non core service, interpersonal, process and price. Temuan dalam riset Bell
ini adalah critical insident techniques sebagai komplemen metodologi
SERVQUAL (Koelemeijer, 1995). Sedangkan tiga penelitian berikutnya,
merupakan penelitian di bidang ritel yang benar-benar melakukan modifkasi
pada item atribut SERVQUAL, yaitu;
e) Penelitian yang dilakukan oleh Guiry et al., (1992) seperti dikutip dalam
Ioccobucci (1998) dengan analisis exploratory factor analysis menetapkan 51
atribut dengan 15 atribut yang diadopsi dari model SERVQUAL dan
tambahan 36 item.
f) Dabholkar et al., (1996) juga dengan menggunakan Confirmatory Factor
Analysis, menetapkan 28 atribut, dimana 17 atribut diadopsi dari SERVQUAL
ditambahkan 11 item baru. Dengan dimensi (a) Physical aspect (b)
Reliability, (c) personal interaction, (d) problem solving, (e) Policy.
g) Vasquez dan Ruiz (1995) seperti dikutip dalam Vasquez et al., (2001) dengan
menggunakan metode analisis Principal Component Factor Analysis.
Menetapkan 24 atribut di mana 12 item berasal dari SERVQUAL dan
tambahan 12 item yang baru.
h) Subhash C. Mehta et al., (2000) dengan menggunakan lima dimensi yaitu;
service personneal, physical aspect, merchandise, confidence, parking dan
menetapkan 22 item yang berbeda dengan SERVQUAL.
i) Brady dan Cronin (2001) dengan dimensi (a) Interaction Quality - Kualitas
interaksi (b) Outcome Quality Kualitas keluaran (c) Environment Quality-
kualitas lingkungan.
Kesembilan penelitian yang terkait dengan kualitas layanan tersebut
menetapkan atribut yang dianggap sesuai dengan aspek operasional bisnis ritel,
meliputi; physical environment, policy dalam hal ini terkait dengan harga maupun
jaminan pengembalian produk), keanekaragam barang dagangan (high variation
of merchandise), lay out (tata letak) yang memudahkan konsumen menemukan
barang-barang kebutuhan mereka, maupun kesigapan-kecepatan karyawan dalam
memberikan layanan. Berikut pada Tabel 1 kesembilan penelitian dalam bidang ritel
akan dirinci dengan lebih jelas berdasarkan dimensi kualitas layanan.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
28
Dimensi dan atribut pada Tabel 1 dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan dimensi dan atribut yang sesuai untuk menilai kualitas layanan
dalam bisnis ritel. Tentunya akan lebih sempurna dengan tetap mempertimbangkan
faktor sosial, nilai, norma dan budaya masyarakat yang terkait dengan
terbentuknya pola perilaku belanja konsumen pada suatu wilayah geografis dan
demografis tertentu.
Tinjauan Konseptual: Implikasi Strategi Penguat Relationship Effort
Menurut Callaghan et al., (1995), terdapat beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian dalam membangun relationship marketing yakni: (1
konsumen menghargai satu pertukaran sebagai sesuatu kondisi yang penting dan
sufficient dari suatu keberadaan relasi, ditandai dengan terbentuknya sebuah
continuum relationship. (2) terinspirasi oleh postulat Barnes (1997) yang
menyatakan bahwa tidak ada relationship yang akan tetap ada, tanpa perasaan
konsumen bahwa relasi tersebut memang benar-benar ada. Pemahaman postulat ini
terfokus pada perspektif konsumen. (3) eksistensi relationship terjadi jika pembeli
menerima pertukaran dengan penjual sebagai interaksi yang potensial pada masa
lalu maupun masa akan datang. Dengan tiga dasar pertimbangan di atas
diharapkan akan terwujud relationship outcomes yaitu: relationship satisfaction,
trust, relationship commitment serta buying behavior (Oderkerkenetal.,2003).
Tabel 1. Studi Kualitas Layanan pada Perusahaan Ritel
No Studi Instrumen Analisis Dimensi Kualitas
1 Carman (1990) 5 dimensi dalam
SERVQUAL
Axis factor
analysis
Tangible, reliability,
responsiveness, Emphaty,
assurance
2 Finn dan Lamb
(1991)
5 dimensi dalam
SERVQUAL
Confirmatory
factor anaylis
Tangible, reliability,
responsiveness, Emphaty,
assurance (dengan
modifikasi)
3 Teas (1993) 5 dimensi dalam
SERVQUAL
Conjoint research
of expectation and
perception
Tangible, reliability,
responsiveness, Emphaty,
assurance (dengan
modifikasi)
4 Bell (1997) 5 dimensi Critical incident
technique
Physical Environment,
merchandise-related, non
core service, interpersonal,
process and price
5 Guiry,
Hutchinson
Weitz (1992)
51 atribut, 17 dari
dan 5
SERVQUAL dan
ada tambahan 11
item
Exploratory factor
analysis
1. Personal service and
employee interaction
2. Product assortment
3. Reliability of retailer
transaction procedures
4. Employee availability
prior to transaction
5. Tangible
6. Reliability of retail
service policy
7. Price
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
29
6 Vazquez,
Rodriguez dan
Ruiz (1995)
24 atribut, 12 dari
SERVQUAL
ditambah 12 item.
Principal
component
factor analysis
1. Product presentation and
shopping convinience
2. Awareness of promotion
3. Quality of assortment and
of personal interaction
4. Pricing policy
5. Retailers’ recognition and
prestide
7 Dabholkar,
Thorpe
dan Rentz (1996)
28 atribut, 17 dari
SERVQUAL
ditambah 11 item.
Confirmatory
factor analysis
1. Physical aspects
2. Reliability, promises , do
it right
3. Personal interaction,
trust, kindness
4. Problem resolving
5. Retailers’ policies
8 Brady dan Cronin
(2001)
22 item
Confirmatory
Factor
Analysis
1. Interaction Quality
2. Outcome Quality
3. Environment Quality
9 Subhash C.
Mehta,
Ashok K. Lalwani
and Soon Li Han,
2000.
22 atribut
Confirmatory
factor
analysis
1. Service Personnel
2. Physical Aspect
3. Merchandise
4. Confidence
5. Parking
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Pada saat peritel mengimplementasikan relationship marketing effort untuk
membangun relationship outcomes seperti yang mereka harapkan dengan berbagai
cara, aktivitas tersebut akan memberikan kesan yang baik kepada pelanggan.
Adanya investasi waktu, usaha dan sumber lain menciptakan hubungan dengan
pelanggan, maka akan tercipta efek psikologis yang akan membuat pelanggan
bertahan dan mempertahankan hubungan tersebut dan memberikan suatu balasan
timbal balik (Smiths dan Barclay, 1997) seperti dikutip dalam Berry (1995).
Menurut Gruen (1995), seperti dirinci pada Gambar 1 di bawah ini.
Implementasi pemasaran relasional (relationship marketing) dalam konteks
Business to Customer (BTC) mengembangkan dua pendekatan terkait dengan
relationship outcomes yaitu pendekatan psychological outcomes dan behavioral
outcomes. Di mana dalam psychological outcomes meliputi tiga konstruk yaitu
commitment, trust dan relationship satisfaction, sedangkan dalam behavioral
outcomes meliputi propensity to terminate relationship, opportunistic behavior,
citizenship behavior dan allocated purchase share.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
30
Sumber: Gruen T., 1995. The Outcome Set of Relationship Marketing in Consumer Markets,
International Business Review, Vol.4, No.4, pp. 447-469.
Merujuk pada apa yang menjadi inti dari postulat Barnes (1997) yang
menyatakan bahwa tidak ada relationship yang akan tetap ada, tanpa perasaan
konsumen bahwa relasi tersebut memang benar-benar ada. Pemahaman postulat
ini terfokus pada perspektif konsumen dengan demikian pendekatan psychological
outcomes meliputi tiga konstruk yaitu commitment, trust dan relationship
satisfaction dipandang mempunyai andil yang besar dalam mengevaluasi
keberhasilan implementasi relationship effort dalam bisnis ritel modern.
Berikut akan diperjelas masing-masing dimensi dari relationship outcomes
menurut perspektif psychological.
Kepercayaan (trust) Dalam konteks relationship marketing, kepercayaan merupakan salah satu
dimensi untuk menentukan seberapa jauh suatu pihak merasakan integritas dan
janji yang ditawarkan oleh pihak lain. Trust diartikan sebagai kesediaan
mengandalkan kemampuan, integritas dan motivasi pihak lain untuk bertindak
dalam rangka memuaskan kebutuhan dan kepentingan seseorang sebagaimana
disepakati bersama secara implisit maupun eksplisit. (Sheth dan Mittal, 2004 seperti
dikutip dalam Tjiptono (2005: 415)).
Sedangkan menurut Callaghan et al., (1995), kepercayaan didefinisikan
sebagai keinginan untuk menggantungkan diri pada mitra bertukar yang
dipercayai. Penelitian Morgan dan Hunt (1994) mengungkapkan bahwa perilaku
hubungan yang terjadi antara perusahaan dengan mitra-mitranya banyak
ditentukan oleh kepercayaan, ternyata akan mempunyai hubungan yang positif
dengan niat ulang melakukan pembelian maupun loyalitas. Dalam studi ini, trust
dikonseptualisasikan sebagai komponen dari business relationship yang
menentukan tingkat dimana peserta/anggota/parties merasakan perasaan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
31
kebersamaan (integrity) dari perjanjian yang ditawarkan oleh pihak lain dalam
organisasi. (Callaghan et al., 1995).
Lebih jauh, menurut Callaghan et al., (1995) pengertian kepercayaan dalam
pemasaran ritel lebih menekankan pada sikap individu yang mengacu pada
keyakinan konsumen atas kualitas dan keandalan layanan peritel yang diterimanya.
Secara operasional, kepercayaan mengacu pada pendapat Gwinner et al., (1998)
yang lebih menekankan pada keuntungan psikologis dari pada perlakuan istimewa
terhadap pelanggan atau manfaat sosial dalam hubungan pelanggan dengan
peritel.
Sedangkan menurut Gwinner et al., (1998), kepercayaan konsumen
adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan
yang dibuat konsumen tentang obyek, atribut dan manfaatnya. Obyek dapat berupa
produk, orang, perusahaan dan segala sesuatu dimana seseorang memiliki keper-
cayaan sedangkan sikap atribut adalah karakteristik atau fitur yang mungkin
dimiliki atau tidak dimiliki oleh obyek. Pada akhirnya, Morgan dan Hunt (1999)
mendifinisikan trust sebagai konstruk kunci dari model relationship marketing.
Sejalan dengan teori bahwa semakin tinggi level kepercayaan antara pembeli dan
penjual, semakin besar peluang untuk melanjutkan relasi dalam jangka panjang dan
berkesinambungan.
Komitmen (commitment) Menurut Tjiptono (2005: 415), sejumlah riset menunjukkan bahwa dua pilar
utama pemasaran relasional adalah trust dan commitment. Dengan kata lain
pelanggan harus mempercayai pemasar dan selanjutnya berkomitmen pada pemasar
sebelum bisa terjalin relasi yang saling menguntungkan dalam jangka panjang.
Trust merupakan faktor yang paling krusial dalam setiap relasi, pada umumnya trust
akan terbentuk lebih dahulu sebelum komitmen tersebut muncul. Menurut Tjiptono
(2005: 415) komitmen merupakan hasrat atau keinginan kuat untuk mem-
pertahankan dan melanjutkan relasi yang dipandang penting dan bernilai jangka
panjang. Komitmen biasanya tercermin pada perilaku kooperatif dan tindakan aktif
untuk tetap mempertahankan relasi yang telah terbina.
Kepuasan Relasional (relationship satisfaction) Sheth dan Parvatiyar (1995) menggunakan kognitif konsistensi teori yang
mengkaitkan kekerapan perilaku positif pelanggan dalam pasar relasional yang
disebabkan oleh pengalaman pelanggan merasakan kepuasan. Kepuasan
pelanggan telah diteliti secara ekstensif dan ditemukan bahwa peningkatan
kepuasan akan mengarahkan pada peningkatan perilaku pembelian ulang (Yi,
1990 seperti dikutip dalam Gruen, 1995). Berangkat dari pemikiran inilah,
tidaklah mengherankan jika kepuasan menjadi konstruk yang digunakan dalam
banyak penelitian pemasaran relasional.
Howard dan Sheth (1969) seperti dikutip dalam Gruen (1995)
mendefinisikan kepuasan relasional sebagai berikut: "A party's affective state of
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
32
feeling adequately or inadequately rewarded for the sacrifice undergone in
facilitating an exchange relationship." Kepuasan relasional adalah suatu
kecenderungan satu pihak untuk merasakan kecukupan atau ketidakcukupan
reward/balas jasa terhadap pengorbanan yang terjadi dalam memfasilitasi suatu
pertukaran relasional.
Dengan demikian, definisi ini mengarahkan pada dua hal sebagai kunci
yang membedakan dengan kepuasan transaksional yaitu ; (1) kepuasan relasional
lebih didasari oleh equity theory sehingga kepuasan yang terjadi lebih pada tataran
behaviora / perilaku. (Scholl, 1981) (2). Williams dan Hazer (1986) seperti dikutip
dalam Gruen (1995) dikemukakan sebagai berikut: "Transactional satisfaction will
be more volatile than relationship satisfaction." Kepuasan transaksional lebih
bersifat mudah berubah diban-dingkan kepuasan relasional.
Melalui relationship outcomes meliputi keeper-cayaan (trust), komitmen
(commitment) dan kepuasan relasional(relationship satisfaction) tentunya dapat
digunakan sebagai satandar dalam mengevaluasi keberhasilan dari strategi
penguat relationship outcomes meliputi upaya relasional (relationship effort) dan
kualitas layanan.
Kesimpulan Redefinisi konsep pemasaran dipicu pergeseran paradigma orientasi pasar
dari berbasis transaksional menjadi berbasis relasional. Tujuan dari bisnis saat ini
adalah menciptakan kepuasan konsumen. Profit bukanlah tujuan tetapi reward
(hasil). Pendapat ini didasari oleh opini bahwa apabila konsumen merasa puas,
maka mereka mendapatkan "value" yang akan menciptakan keuntungan bagi
shareholders dalam jangka panjang melalui aktivitas rebuying dari relasi yang
terjalin dengan lebih baik. Dalam konteks tersebut pergeseran paradigma dari
transactional menjadi relationship merupakan keharusan.
Pemahaman Relationship marketing, baik dalam perspektif sejarah
munculnya, maupun dilihat dari perspektif sempit dan luas, dapat ditemukan
satu esensi dari pemasaran relasional yaitu aktivitas pemasaran yang ditujukan
untuk membangun dan mempertahankan hubungan jangka panjang dengan
stakeholder kunci, dilandasi prinsip manfaat saling menguntungkan.
Peningkatan usaha dalam bisnis ritel dapat dilakukan dengan membangun
relasi (relationship effort). Membangun relasi menjadi hal penting sebagai
landasan untuk membangun customer value, dengan alasan: (1) Harapan konsumen
terhadap kualitas dari produk dan jasa yang dikonsumsi semakin meningkat, (2)
Persaingan diantara riteler meningkat, dengan marketing strategi dan taktik yang
relatif sama misalnya dengan menawarkan jenis merchandise yang relatif sama,
promosi harga, melakukan share terhadap distribution channel system, dan
memperlakukan konsumen dengan lebih baik melalui layanan yang prima (3)
Riteler dihadapkan pada klaim baru tentang keterbatasan dan ketidak jelasan
marketing environment dalam bisnis ritel antara pasar dengan industri, dan
meningkatnya fragmentasi pasar maupun semakin pendeknya daur hidup produk
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
33
Strategi penguatan relationship outcomes melalui aktivitas preferential
treatment, komunikasi, personalisasi, rewarding serta penentuan kualitas layanan
dengan dimensi yang sesuai dengan operasional ritel diharapkan mampu
menciptakan relasi yang terbangun dengan orientasi jangka panjang dan
berkelanjutan.
Referensi
B Beatty, Sharon E., James EC, Kristy ER, and Jungki Lee, 1996. Customer-
Sales Associate Retail Relationship. Journal of Retailing, Vol. 72, No. 3, pp.
223-47.
Bell J., Gilbert D., Lockwood A., 1997, Service Quality in Food Retailing
Operations : Critical Incident Analysis. The International Review of Retail,
Journal of Distribution and Consumer Research, Vol. 7, No. 4, pp. 405-423.
Bendapudi N., and Berry L., 1997. Costumer Motivations for Maintaining
Relationship with Service Provider, Journal of Retailing, Vol. 773, No. 1,pp
15-37.
Berman B., and Evans J.R, 2001. Retail Management A Strategic Approach. Eight
Edition, Prentice Hall., Inc., New Jersey, USA.
Berry, Leonard L, 1986. Retail Business are Service Business, Journal of Retailing,
Vol 62, Spring, pp.3-6.
__, 1995. Relationship Marketing of Services-Growing Interest, Emerging
Perspectives. Journal of the Academy of Marketing Science, Vol 23 (4),
pp.236-45.
Brady M. and Cronin J., 2001. Some New Thoughts on Conceptualizing Perceived
Service Quality : A Hierarchical Approach. Journal of
Marketing,Vol65(3),pp..34-49.
__, Brand R., 2002. Performance Only Measurement of Service Quality: A
Replication and Axtension. Journal of Business Research, Vol. 55, pp. 17-
31.
Business News, 1996. Masyarakat Indonesia Gemar Berbelanja. Edisi 8 Maret.
Callaghan M., McPhail J. and Yau OHM, 1995. Dimensions of Relationship
Marketing Orientation: An Empirical Exposition, Proceeding of The Seventh
Biannual World Marketing Congress, Melbourne, Australia, July, Vol.
VII-II, pp. 10-65.
Carman M. James, 1990. Consumer Perceptions of Service Quality: An
Assessment of The SERVQUAL Dimensions, Journal of
Retailing,Vol.66,No.1,pp.33-55.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
34
Christopher M, Payne A, and Ballantyne, 2002. Relationship Marketing; Creating
Stockholder Value. First Edition, Oxford: Butterword-Heinemann.
Collier, A. David, 1992. Service, Please: The Malcolm Baldrige National
Quality Award Business Horizons, July-August, 1992.
Cronin, J. Joseph and Taylor A.Steven, 1992. Measuring Service Quality: A
Reexamination and Extension, Journal of Marketing, Vol. 62, pp.55-68.
Crosby L., Evans K., and Cowles D., 1990. Relationship Quality in Service
Selling: An Interpersonal Influences Perspective. Journal of Marketing, Vol.
54, pp. 68-81.
Dabholkar PA., 1995. Contingency Framework for Predicting Causallity Between
Customer Satisfaction and Service Quality. Advances in Customer Research,
Vol. 22, pp. 101-8.
__ , Thorpe D. I. , Rentz J .O. , 1996 . A Measure of Service Quality For
Retail Stores: Scale Development and Validation. Journal of The Academy of
Marketing Science, Vol. 24, No. 1,pp3-16.
Davis, Ferd D., Bagozzi Ricard P. and Warshaw Paul R., 1989. User
Acceptance of Computer Technology: A Comparison of Two Theorical
Models. Management Science, Vol. 35, No. 8. pp. 982-1003.
Driver, Carrole and Johnston Robert, 2001. Understanding Service Customers
The Value of Hard and Soft Attributes, Journal of Service Research, Vol. 4,
No. 2, pp. 130-139.
Duncan T., and Moriaty S.C., 1998. Communication Based Marketing Model For
Managing Relationship. Journal of Marketing, Vol. 62, pp. 1-13.
Evan Jr. dan Lskin R.L., 1994. The Relationship Marketing Process : A
Conceptualiation and Aplication. Journal of Industrial Marketing
Management, Vol. 23, No. 4, pp. 439-52.
Fin D.W., Lamb C.W., 1991. An Evaluating of The SERVQUAL Scales in A
Retailing Setting.
Journal of Advances in Consumer Research, Vol. 18, Association for
Consumer Research, Provo, UT, pp.483-490.
Fullerton, Gordon, 2004. The Service Quality-Loyalty Relationship in Retail
Services: Does Comitment Matter?. Journal Of Retailing and Consumer
Service, Accepted 6 April 2004.
Ganesan, Shankar, 1994. Determinants of Long-Term Orientation in Buyer-
Seller Relationship. Journal of Marketing, Vol. 58, No.2, pp. 1-19.
Gronroos, 1990. Service Management and Marketing. Lexington, MA, Lexington
Books.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
35
Gruen T., 1995. The Outcome Set of Relationship Marketing in Consumer
Markets, International Business Review, Vol4, No.4, pp. 447-469.
_ _ , S u m m e r s J , a n d A c i t o F , 2 0 0 0 . Relationship Marketing Activities,
Commitment and Membership Behaviors in Professional Associations.
Journal of Marketing Vol. 64, No. 3, pp. 34-49.
Gwinner KP, Gremler DD, and Bitner MJ, 1998. Relational Benefit in Service
Industries: The Customer Perspektif. Journal Academic Marketing Science,
Vol. 26, pp. 101-114.
Huppert, John W. Sidney, J. Arenson, and Richard H. Evans, 1978. An
application of Equity Theory to Buyer-Seller Exchange Situation, Journal of
Marketing, Vol. 15, No.2, pp. 250-60.
Koelemeijer K., 1995, The Retail Service Encounter identifying Critical Service
Experiences, Journal Of Managing Service Quality, Chapman, London.
Kompas Harian, 1996. Perkembangan Bisnis Ritel di Indonesia, edisi 3 Januari.
____________, 2005, Pertumbuhan Ritel Indonesia,Edisi 8 April.
Kotler, Philip, 2003, Marketing Management Analysis, Planning,
Implememtation and Controll, International Edition, Uppersadle River,
Prentice Hall.Inc. New Jersey.
Levy M., and Weitz A. Barton, 2004. Retailing Management, Fifth Edition, Mc
Graw Hill, Irwin, New York. USA.
Levy S., and Zaltman G., 1975. Marketing Society and Conflict. Englewood Cliffs,
Prentice Hall, New York.
Looy, Van Bart, Gemmel Paul and Dierdonck Van R., 2003. Service Management
An Integrated Approach. Second Edition, Pearson Education-Prentice
Hall.Inc. Harlow-England
Maulana, Agus, 1999. Perilaku Konsumen Di Masa Krisis, Implikasinya
Terhadap Strategi Pemasaran. Usahawan No1 Th. XXVIII, edisi Januari.
Meerzorg H, 2003. Kunci Sukses Berbisnis Ritel. Majalah Manajemen, Edisi April.
Metcalf LE, Frear CR, Krishnan R,1992. Buyer -Seller Relationship an Aplication
of The IMP Interaction Model. Europian Journal of Marketing, Vol. 26, pp
27-46.
Morgan, Robert M. and Hunt Shelby D., 1999. The Commitment -Trust Theory of
Relationship Marketing. Journal of Marketing, Vol. 58, No.3, pp 20-38.
Mueller, O. Ralph, 1996. Basic Principles of Structural Equation Modeling, an
Introduction to LISREL and EQS. Springer-Verlag New York,Inc.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
36
Narver J.C., Slater S.F., 1990. The Effect of A Market Orientation on Business
Profitability. Journal of Marketing, Vol. 54, pp. 20-35.
Oderkerken, S. Gaby, Wulf D.K., and Schumacher P., 2003. Strengthening
Outcomes Of Retailer-Consumer Relationships The dual Impact Of
Relationship Marketing Tactics and Consumer Personality, Journal of
Business Research Vol. 56, pp. 177-190.
Pawitra T., 2005. Redefinisi Marketing, Prasetya Mulya Management Research
Series, Report No.001, June.
Peterson RA, 1995. Relationship Marketing and The Consumer, Journal Academic
of Marketing Science, Vol. 23, pp. 278-281.
Pilar Bisnis, 2003. Pilar Utama, Peta Rirel Modern, Konsumen Tetap Jadi Raja,
Edisi 06, Tahun VI, 17-30 Maret, Hal. 10-39.
_________,2003, Mendung Di Bisnis Ritel, Edisi 13, Tahun VI, 7-13 Juli, Hal. 68-8
Pope, Nigel, 1998. Consumption Values, Sponsorship Awareness, Brand and
Product Use. Journal of Product & Brand Management, Vol.7 No.2, pp.
124-136.
Reichheld F., and Sasser W.E., 1990. Zero Defection: Quality Comes to Service,
Harvard Business Review, Vol 68, September-October, pp. 105-111
Rene Johannes, 1996. Berkembangnya Bisnis Eceran Skala Besar di Jakarta,
Management & Usahawan Indonesia, No. 2 Tahun XVIII.
Sager J., and Ferris G., 1986. Personality and Salesforce Selection in The
Pharmaceutical Industry. Industrial Marketing Manage, Vol. 15, pp. 319-24.
Samuel, 1995. Proyeksi Pasar Ritel Jabotabek, Ritel Indonesia, Vol. 1, No. 1, pp.
35-43.
Shajahan S., 2004. Relationship Marketing Text & Cases, Tata Mc Graw Hill Co.,
New Delhi.
Shani D., Chalasani S., 1992. Exploiting Niches Using Relationship
Marketing, Journal of Consumer Marketing, May Vol. 9, No. 3, pp.
33-42
Sheth, Jagdish and Atul Parvatiyar, 2002. Relationship Marketing in Consumer
Market: Antecedents and Conequences. Journal of The Academy of
Marketing Science, Vol. 23, No.4, pp. 255-71.
Smfr@nchise, 2001. Trend Industri Retail di Indonesia di Millenium Baru,
Edisi November. 2002. Pangsa Pasar Swalayan di 6 kota Besar di
Insonesia, Edisi (enam) November.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ , 2 0 0 3 . P r e d i k s i J u m l a h P e n d u d u k Indonesia Tahun 2010,
Edisi Januari.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
37
Subhash, C. Mehta, Ashok K. Lalwani and Soon Li Han, 2000. Service Quality in
Retailing: Relative Efficiency of Alternative Measurement Scales For
Different Product-Service Environtment, International Journal Of Retail
and Distribution Management, Vol.28, No.2, pp. 62-72.
Suhata, H. Parlina, 2003. Analisis Pengaruh Perceived Relationship Invesment
Terhadap Relationship Quality dan Behavioral Loyalty, Tesis, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Taylor A., Steven and Baker T, 1994. An Assessment of The Relationship
Between Service Quality and Customer Satisfaction in The Formation of
Consumers' Purchase Intentions. Journal of Retailing, Vol. 70, No. 2, pp.
163-178.
________, and Cronin Joseph Jr, 1994. Modeling Patient Satisfaction and
Service Quality, Journal Of Healthcare Marketing, Vol. 14, No. 1, pp. 35-
43.
Teas R. Keneth, 1993, Consumer Expectation and The Measurement of
Perceived Service Quality, Journal of Professional Service Marketing, Vol.
8, No.2, pp. 33-54.
__________,1993. Expectation, Performance, Evaluation, and
Consumers Perception of Quality, Journal of Marketing, Vol. 57, pp. 18-34.
Tempo, 2003. Kemajuan Ritel Bisnis Indonesia, Edisi 22 Mei.
Tjiptono Fandy, 2005. Pemasaran Jasa. Edisi Pertama, Bayu Media Publishing,
Malang.
Widjaja HN, 2002. Mengungkap Sukses Hypermarket, Pikiran Rakyat Cyber
Media.
Wilson DT., 1995. An Integrated Model of Buyer -Seller Relationship. Journal
Academic of Marketing Science, Vol. 23,No.4, pp. 335-45.
Wulf K.D and Odekerken G.S, 2003. Assesing The Impact of a Retailer's
Relationship Effort on Consumers Attitude and Behavior, Jounal of
Retailing and Consumer Services, Vol.10, pp. 95-108.
Yadi E. Nur, 2003. Analisis Industri Ritel Indonesia, Tesis, Univeristas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Vazques, Rodolfo, Del Bosque Ignatio A. Rodriques, Diaz ana Ma, Ruiz V.
Agustin, 2001. Service Quality in Supermarket Retailing: Identifying Critical
Service Experiences, Journal of Retailing and Consumer Service, Vol. 8, pp.
1-14.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
38
ANALISIS FAKTOR LINGKUNGAN DAN INDIVIDU KONSUMEN
DALAM KEPUTUSAN PEMILIHAN LEMBAGA MENTAL ARITMETIKA
DI KOTA MALANG
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen
The objectives of this research are to analize the influence of consumer individual
and environmental factor toward decision in selecting Arithmetic Mental Educational
Institution in the Malang City, and which variable of the main consumer’s
consideration in selecting Arithmetic Mental Educational Institution in the Malang
City. The result of the study indicated that the consumer individual and
environmental factor have partial and simultant influence toward decision in
selecting Arithmetic Mental Educational Institution in the Malang City, and the
motivation have dominant influence in selecting Arithmetic Mental Educational
Institution in the Malang City. Based on the study results, it can be suggested that as
a profesional institution, the Arithmetic Mental Educational Institution should be
oriented the consumer needs. The managers of Arithmetic Mental Educational
Institutions should understand the consumer behaviour to plan the strategy and
policy to keep the interest of consumers.
Key words : individual factor, environmental factor, consumer behaviour
Aniek Indrawati adalah dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang
Teuku Zulkarnaen adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
38
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
39
Pendahuluan
Menyadari tentang arti pentingnya sumber daya manusia, pendidikan
merupakan suatu kelembagaan yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya
manusia. Segala daya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyusun suatu sistem
pendidikan yang benar-benar bisa menjawab tantangan di masa-masa mendatang. Di
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-
luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan Pendidikan Nasional.
Dengan adanya Undang-Undang tersebut memberikan peluang kepada
masyarakat untuk mendirikan atau menyelenggarakan pendidikan. Keadaan ini
ditunjukkan oleh pertumbuhan jumlah Lembaga-Lembaga Pendidikan Non Formal
di Indonesia yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan tersebar di seluruh
tanah air.
Salah satu Lembaga Pendidikan Non Formal yang akhir-akhir ini lagi
booming adalah Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika. Lembaga ini memberikan
semacam kursus belajar Mental Aritmetika. Mental Aritmetika adalah sebuah metoda
pengajaran matematika kepada anak yang menggunakan alat bantu soroban atau
sempoa, yaitu alat hitung tradisional Jepang atau Cina yang bisa menghitung dengan
sangat akurat dan cepat , bahkan lebih cepat daripada menggunakan kalkulator.
Pesatnya pertumbuhan Lembaga-Lembaga pendidikan tersebut serta jumlah
yang cenderung meningkat di satu sisi memang sesuai dengan hasrat untuk meratakan
kesempatan memperoleh pendidikan bagi generasi muda. Namun di sisi lain perlu
memperhatikan peningkatan mutu dan efisiensi. Permasalahan akan timbul jika
lembaga-lembaga itu tidak mengerti apa sebenarnya yang menjadi tujuan dan harapan
dari konsumen.
Memahami perilaku konsumen adalah problem mendasar ketika akan
menentukan strategi pemasaran. Dengan mengenal konsumen akan dipahami
karakteristik maupun bagaimana seseorang pembeli membuat keputusannya serta
berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku mereka dalam mengambil keputusan
atas pembelian suatu produk / jasa (Kotler, 1994)
Seperti halnya dalam pemilihan produk, ketika konsumen akan memilih jasa
pendidikan juga dipengaruhi banyak faktor. Pandangan yang berbeda dari konsumen
atas apa yang dihasilkan lembaga-lembaga tersebut menyebabkan adanya
ketidakmerataan jumlah peminat diantara Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika
yang ada.
Untuk membentuk citra yang baik terhadap lembaga, dalam rangka menarik
minat calon siswa, maka lembaga pendidikan dalam hal ini Pendidikan Mental
Aritmetika dapat mengembangkan berbagai upaya berdasarkan pada Konsep
Pemasaran. Dalam pelaksanaannya Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika harus
menetapkan bagaimana penyusunan Sistim Pemasaran yang menguntungkan, yaitu
suatu sistem yang bisa memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan lebih
efektif dan efisien dibandingkan dengan pesaingnya.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
40
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh faktor individu dan lingkungan konsumen dalam keputusan
memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang dan untuk
mengetahui variabel apa yang dominan pengaruhnya dari kedua faktor tersebut
terhadap keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota
Malang.
Perilaku Konsumen
Definisi perilaku konsumen menurut Loudon (1993) adalah “Customer
behavior may be defined as decision process and physical activity individuals engage
in when evaluating, acquaring, using or disposing of good and service”(Perilaku
konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas
individu secara fisisk yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh,
menggunakan atau dapat menggunakan barang dan jasa)
Sedangkan menurut Engel (1997), adalah “Customer behavior may defined as
the acts of individuals directly involved in decision process that preceds and
determine these acts” (Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan individu
yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-
barang atau jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
menentukan tindakan-tindakan tersebut).
Bila kita tarik kesimpulan dari pendapat-pendapat tersebut, maka perilaku
konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau
organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam
mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa-jasa ekonomi yang dapat
dipengaruhi lingkungan, termasuk proses pengambilan keputusan. Sehingga terdapat
dua hal yang penting dalam perilaku konsumen ini, yaitu proses pengambilan
keputusan dan kegiatan fisik dalam rangka memperoleh dan menggunakan barang
serta jasa-jasa ekonomi. Setiap individu memiliki perilaku yang berbeda dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Menurut Loudon (1993) mengemukakan bahwa ada tiga variabel yang perlu
diperhatikan dalam menelaah perilaku konsumen, yaitu :
1. Stimulus variable
Merupakan variabel yang berada di luar diri individu (faktor eksternal) yang
sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Misalnya : merk, jenis barang, iklan,
kemudahan membeli barang dan penataan barang.
2. Response variable
Merupakan hasil aktivitas individu sebagai reaksi dari variabel stimulus. Variabel
respon sangat tergantung pada faktor individu dan kekuatan stimulus. Misalnya :
keputusan membeli barang, penilaian terhadap barang, dan perubahan sikap
terhadap suatu produk.
3. Intervening variable
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
41
Merupakan variabel antara stimulus dan respon. Variabel ini merupakan faktor
internal individu, termasuk motif-motif membeli, sikap terhadap suatu peristiwa
dan persepsi terhadap suatu barang. Peranan variabel ini adalah untuk
memodifikasi respon.
Model Perilaku Konsumen
Assael (1984) mengembangkan suatu model Perilaku Konsumen dimana
faktor individual konsumen, limgkungan, dan strategi marketing mix yang diterapkan
produsen akan mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu produk. Setelah
melakukan pembelian, konsumen memberikan respon terhadap produk yang dibeli.
Respon konsumen ini dapat dilihat sebagai umpan balik bagi pemasar untuk
pengembangan strategi pemasaran dan bagi konsumen sebagai evaluasi setelah
pembelian.
Model Assael memperlihatkan adanya penekanan hubungan antara pemasar
dan konsumen. Komponen dasar dari model tersebut adalah pada pengambilan
keputusan konsumen, yaitu proses dalam merasakan dan mengevaluasi informasi
brand, dengan pertimbangan bagaimana alternatif brand tersebut dapat memenuhi
kebutuhan, dan konsumen memutuskan untuk memilih brand yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Phlip Kotler (1996) untuk mempelajari perilaku
konsumen, tidak cukup hanya mempelajari apa yang dibeli konsumen tetapi juga
dimana mereka membeli, bagaimana mereka membeli dan kapan mereka membeli.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen antara lain :
1. Faktor Marketing Mix
Dalam bukunya Kotler mendefinisikan bahwa marketing mix adalah kelompok kiat
pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya dalam
pasar pasaran. Ada 4 faktor dalam bauran pemasaran, yaitu :
a. Product, merupakan sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk dimiliki,
digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan,
termasuk di dalamnya adalah obyek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan
gagasan (Kotler, 1995).
b. Price, merupakan jumlah uang yang harus dibayar pelanggan dan konsumen
untuk suatu produk (Kotler, 1995).
c. Promotion, merupakan kegiatan mengkomunikasikan informasi dari penjual ke
pembeli atau pihak lain dalam saluran penjualan untuk mempengaruhi sikap dan
perilaku. Sedangkan Swastha & Irawan (1997) mengatakan bahwa promosi
adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan
seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam
pemasaran. Akhirnya promosi adalah semua jenis kegiatan yang ditujukan untuk
mendorong permintaan.
d. Place, berhubungan dengan proses menyampaikan produk ke konsumen. Produk
tidak akan mempunyai arti apa-apa bagi konsumen apabila tidak disampaikan
atau tidak tersedia pada saat dan tempat yang diinginkan konsumen.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
42
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan dimana konsumen berada akan mempengaruhi perilaku
konsumen tersebut dalam membeli suatu produk baik secara langsung maupun tidak
langsung. Faktor lingkungan ini perlu dikaji oleh pihak pemasar sehingga diketahui
berapa besar pengaruhnya kepada pengambilan keputusan. Ada beberapa faktor yang
termasuk dalam faktor lingkungan ini antara lain :
a. Kebudayaan, merupakan seperangkat nilai dasar, persepsi dan perilaku melalui
proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler,
1995). Sedangkan Assael (1984) mendefinisikan bahwa bahwa kebudayaan
adalah nilai-nilai, norma dan kebiasaan dimana seseorang individu belajar dari
masyarakat dan membimbing mereka menuju pola perilaku yang bersifat umum
dalam masyarakat.
b. Kelas sosial merupakan suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang
mempunyai posisi (kedudukan) yang kurang lebih sama (sederajat) dalam suatu
masyarakat (Loudon & Dellabitta, 1993).
Sedangkan Kotler (1995) berpendapat bahwa kelas sosial mempunyai beberapa
karakteristik. Pertama, orang yang berada dalam suatu kelas sosial cenderung
berperilaku sama. Kedua, seseorang dipandang mempunyai posisi sesuai dengan
kelas sosialnya. Ketiga, kelas sosial seseorang dinyatakan oleh sejumlah variabel,
seperti pekerjaan, kekayaan pendidikan dan orientasi terhadap nilai dan bukan
hanya oleh salah satu variabel saja. Keempat, seseorang mampu berpindah dari
satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya dalam masa hidupnya.
c. Kelompok referensi merupakan kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang (Kotler,
1995). Menurut Engel et al (1997), kelompok referensi dapat mempengaruhi
seseorang dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk dengan tiga cara,
yaitu : 1) pengaruh utilitarian (normatif) adalah tekanan untuk menyesuaikan diri
dengan norma kelompok dalam berpikir dan berperilaku, 2) pengaruh nilai
ekspresif adalah mencerminkan keinginan akan asosiasi psikologis dan kesediaan
untuk menerima nilai dari orang lain tanpa tekanan, 3) pengaruh informasi
dimana kepercayaan dan perilaku orang lain diterima sebagai bukti mengenai
realitas.
d. Keluarga merupakan kelompok yang terdiri dari dua atau lebih yang berhubungan
melalui darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama (Engel et al, 1997).
Setiap individu dalam keluarga bisa mempengaruhi seseorang dalam keputusan
pembeliannya.
3. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor dasar dalam perilaku konsumen yang
dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Ada beberapa faktor yang terkait dengan
faktor psikologis ini, yaitu :
a. Motivasi, merupakan suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang
diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan (Swasta & Irawan, 1997).
Segala sesuatu yang dilakukan seseorang didorong oleh sesuatu kekuatan dari
dalam diri seseorang tersebut.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
43
b. Pembelajaran, bisa diartikan sebagai perubahan-perubahan perilaku yang terjadi
sebagai akibat dari adanya pengalaman (Swasta & Irawan, 1997). Proses
pembelajaran ini terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan
lingkungannya.
c. Sikap merupakan suatu keadaan seseorang yang mudah terpengaruh untuk
memberikan tanggapan atau penilaian terhadap suatu obyek yang ada di
lingkungan sekitarnya dan berpengaruh secara langsung terhadap perilakunya
(Kotler, 1995). Maka setiap sikap yang dibentuk dari informasi yang diperoleh
seseorang melalui pengalaman masa lalunya atau melalui hubungan dengan
orang lain.
d. Kepribadian, merupakan ciri-ciri psikologis yang membedakan seseorang yang
menyebabkan terjadinya tanggapan relatif terhadap lingkungannya. Kepribadian
seseorang biasanya digambarkan dengan ciri-ciri bawaan seperti kepercayaan
diri, gampang mempengaruhi, berdiri sendiri, menghargai orang lain, bersifat
membela diri dan kemampuan menyesuaikan diri (Kotler, 1995).
e. Persepsi, merupakan proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan
menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran
keseluruhan yang berarti (Kotler, 1995). Jadi persepsi merupakan kegiatan
memilih, mengolah dan menafsirkan informasi yang diperoleh dan memberikan
tanggapan terhadapnya.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Malang, dengan memilih enam Lembaga
Pendidikan Mental Aritmetika yang menyelenggarakan program pendidikan mental
aritmetika mulai tingkat dasar, tingkat lanjutan, sampai tingkat mahir, yang telah
terdaftar pada Departemen Pendidikan Nasional Sie Pendidikan Masyarakat. Keenam
lembaga tersebut adalah : Yayasan Aritmetika Indonesia Cabang Borobudur,
Yayasan Aritmetika Indonesia Cabang Suropati, Kazeoru Citarum, Kazeoru Jalan
Jeruk, Intelma Mental Aritmetika, dan Putra Bangsa Mental Aritmetika.
Populasi target penelitian adalah orang tua dari warga belajar yang mengikuti
program pendidikan mental aritmetika pada Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika
di Kota Malang. Dipilihnya orang tua sebagai populasi target dalam penelitian ini
karena pengambil keputusan dalam pemilihan lembaga adalah bukan warga belajar
atau anak didik, melainkan orang tuanya. Hal ini disebabkan karena peserta didik
Lembaga Pendidikan ini adalah anak-anak yang berusia 4 sampai 12 tahun.
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Artinya sampel ditentukan dengan pertimbangan tujuan penelitian dan berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu yang telah ditentukan. Adapun kriteria-kriteria tersebut
adalah : orang tua (wali) dari siswa belajar Pendidikan Mental Aritmetika pada
tingkat pra level dan tingkat satu. Dipilihnya tingkat ini karena diharapkan para orang
tua masih memiliki ingatan yang baik tentang faktor-faktor pertimbangan dalam
memilih lembaga untuk anak mereka. Besarnya sampel setiap Lembaga ditetapkan
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
44
secara propotional random sampling, yaitu dipilih secara acak dengan jumlah
sebanding dengan jumlah peserta program pendidikan di setiap Lembaga.
Dalam penelitian ini, peneliti membagikan kuesioner yang disusun dalam
kalimat-kalimat pertanyaan. Responden diminta memberikan tanggapannya dengan
memilih salah satu pilihan jawaban. Jawaban dari responden yang bersifat kualitatif
dikuantitatifkan dan diukur dengan menggunakan skala Likert. Data dianalisis dengan
Analisis Regresi Berganda dengan menggunakan program SPSS forWindows versi 11.
Hasil-hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dengan mengambil responden sebanyak 175
orang tua dari siswa yang berada tingkat pra level dan tingkat 1 dari enam Lembaga
Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang sebagai sampel, maka dari hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki
yaitu sebesar 80%. Ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini yang memutuskan
untuk memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika sebagian besar adalah orang
tua laki-laki dari siswa belajar atau ayah mereka.
Dari pengelompokan responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa 90 %
responden adalah berusia di bawah 40 tahun. Ini bisa ditunjukkan oleh usia siswa
didik LPMA yang rata-rata berusia dibawah 12 tahun, sehingga orang tua mereka pun
sebagian besar masih tergolong relatif muda.
Apabila ditinjau dari tingkat pendidikan responden, 86 % orang tua siswa
didik LPMA didominasi oleh lulusan sarjana dan pascasarjana. Sedangkan lulusan
SMA dan Diploma hanya sekitar 14 %. Ini menggambarkan bahwa mayoritas orang
tua siswa belajar LPMA di Kota Malang adalah berpendidikan tinggi dan menyadari
arti pentingnya pendidikan Mental Aritmetika sebagai pendidikan dasar bagi putra-
putrinya.
Lebih dari 80 % siswa didik LPMA mempunyai orang tua dengan tingkat
pendapatan perbulan di atas Rp. 1.000.000. Hasil ini menggambarkan bahwa
Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang kebih didominasi oleh konsumen
dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.
Hasil analisis regresi berganda antara variabel-variabel kebudayaan, kelas
sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi
terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang disajikan dalam table 1.
Tabel 1
Hasil Analisis Regresi Berganda
Variabel Koefisien
regresi
Standard
Error
T Sig. t
Konstanta -2.535
Kebudayaan (X1) 0.125 0.053 2.358 0.003
Kelas Sosial (X2) 0.135 0.056 2.411 0.026
Kelompok Refrensi (X3) 0.214 0.051 4.195 0.000
Keluarga (X4) 0.120 0.059 2.034 0.030
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
45
Motivasi (X5) 0.351 0.054 6.499 0.000
Pembelajaran (X6) 0.155 0.030 5.167 0.006
Sikap (X7) 0.141 0.044 3.205 0.021
Persepsi (X8) 0.148 0.039 3.795 0.002
R
R square
Standard error
F hitung
Significan F
Durbin Watson Test
F tabel ( α = 5%)
t tabel ( α = 5%)
0,949
0,797
0,079
23.872
0,000
2,053
1,98
1,721
Sumber : Data Primer Diolah
Persamaan regresi berganda yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Y = -2.535 + 0,125X1 + 0,135X2 + 0,214X3 + 0,120X4 + 0,351X5 + 0,155X6 +
0,141X7 + 0,148X8
Dari hasil perhitungan regresi berganda diketahui bahwa nilai multiple
regression (R) sebesar 0,949 mengandung makna keseluruhan variabel independen
memiliki keeratan hubungan yang tinggi dengan variabel dependen. Sedangkan
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,797 menunjukkan kontribusi variabel-variabel
independen untuk menjelaskan variabilitas variabel dependen sebesar 79.7 %.
Sisanya yaitu sebesar 20.3 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan
dalam model regresi penelitian.
Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji F dan uji t. Uji F digunakan untuk
mengetahui pengaruh secara simultan variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial,
kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi terhadap
keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Jika Fhitung > Ftabel, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi,
keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi berpengaruh secara simultan
terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Uji t digunakan untuk
mengetahui pengaruh secara parsial dari variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial,
kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi terhadap
keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Jika thitung > ttabel, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi,
keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi berpengaruh secara parsial
terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang.
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan nilai Fhitung sebesar 23.872 (p =
0,000) yang lebih besar dari Ftabel 1,98. Dengan demikian disimpulkan bahwa
variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi,
pembelajaran, sikap dan persepsi berpenmgaruh secara simultan terhadap keputusan
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
46
pemilihan LPMA di Kota Malang. Sementara itu, hasil perhitungan nilai t untuk
masing-masing variabel seperti yang dicantumkan dalam Tabel 1, menunjukkan
bahwa variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga,
motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi berpengaruh secara parsial terhadap
keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Kesimpulan ini didasarkan atas fakta
bahwa nilai thitung semua variabel penelitian lebih besar dari ttabel pada taraf uji 5 %.
Kontribusi efektif variabel independen dapat digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen yang paling dominan. Adapun kontribusi efektif
masing-masing variabel independen terhadap keputusan pemilihan LPMA dinyatakan
dalam Tabel 2.
Tabel 2.
Kontribusi Efektif Masing-Masing Variabel Independen
Variabel Independen Koefisien Beta Koefisien Korelasi
Sederhana
Kontribusi Efektif
(%)
Kebudayaan (X1) 0.167 0.426 7.10
Kelas Sosial (X2) 0.175 0.310 5.43
Kelompok Refrensi (X3) 0.302 0.336 10.15
Keluarga (X4) 0.153 0.403 6.17
Motivasi (X5) 0.469 0.427 20.03
Pembelajaran (X6) 0.252 0.357 8.99
Sikap (X7) 0.201 0.521 10.47
Persepsi (X8) 0.208 0.546 11.36
Total 79.7
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan kontribusi efektif masing-masing variabel independen, variabel
yang dominan pengaruhnya terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang
adalah motivasi. Selanjutnya, secara berturut-turut, variabel independen yang
memiliki dominasi pengaruh terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang
dari tertinggi ke terendah sebagai berikut : persepsi, sikap, kelompok referensi,
pembelajaran, kebudayaan, keluarga, dan kelas sosial.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel kebudayaan, kelas sosial,
kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi
berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap keputusan pemilihan
Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang.
Motivasi merupakan variabel dominan yang dipertimbangakan konsumen
dalam keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang.
Hal ini menunjukkan adanya motivasi dari orang tua yang mengharapkan dengan ikut
sertanya putra-putri mereka dalam program pendidikan mental aritmetika ini putra-
putri mereka akan bisa meningkat prestasi belajarnya di sekolah. Hal ini terkait
dengan salah satu tujuan Pendidikan Mental Aritmetika yaitu meningkatkan
konsentrasi berpikir anak.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
47
Para konsumen dalam hal ini para orang tua berharap bahwa dengan mengikut
sertakan anak-anak mereka dalam pendidikan tersebut, maka akan bisa mengatasi
adanya mathematics phobia yang banyak dialami oleh anak-anak sekolah. Di
samping itu, Pendidikan Mental Aritmetika dianggap sebagai alternatif solusi
terhadap kurang efektifnya Lembaga Bimbingan Belajar.
Motivasi konsumen juga didukung oleh adanya beberapa penelitian yang
menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mengikuti Pendidikan Mental Aritmetika
dengan baik, daya ingat dan daya konsentrasi mereka meningkat sehingga rata-rata
prestasi belajar mereka juga semakin baik. Inti dari belajar Mental Aritmetika
sebenarnya bukan untuk menghasilkan anak yang mampu berhitung cepat. Inti dari
Mental Aritmetika, menurut Andreas Chang, Ketua AMMA adalah untuk
meningkatkan konsentrasi, kreativitas , dan juga kecerdasan emosional anak. Hal
senada juga dikemukakan oleh pakar psikologi anak, Dr Seto Mulyadi, dimana anak-
anak yang belajar Mental Aritmetika cenderung memiliki rasa percaya diri tinggi dan
logika berfikir yang jernih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr Dwijo
Saputro DSPJ, psikiater anak pada RS Husada Jakarta, menyatakan bahwa belajar
Mental Aritmetika dapat mengoptimalkan fungsi otak secara keseluruhan.
Pemahaman konsumen tentang arti pentingnya Pendidikan Mental Aritmetika
yang didukung oleh peran lingkungan telah membuat para konsumen mulai berpikir
untuk memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika yang tepat dan berkualitas.
Sikap dan persepsi akan kualitas lembaga terbentuk dengan berbagai tawaran menarik
yang diberikan serta pengaruh kelompok referensi. Kualitas produk ini dilihat
konsumen dari merk atau nama dari lembaga serta kualitas alumninya. Hal ini
sesuai dengan kenyataan dimana beberapa Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika
di Malang adalah merupakan lembaga cabang dari yayasan atau asosiasi Pendidikan
Mental Aritmetika yang berpusat di Jakarta, misalnya YAI (Yayasan Aritmetika
Indonesia), AMA (Abacus Mental Aritmetika), dan sebagainya, sehingga nama
lembaga sangat diperhatikan oleh konsumen karena sering dikaitkan dengan kualitas
yayasan pusat yang menaunginya. Kondisi tersebut tidak terlepas dari
profesionalisme tenaga pengajar, dimana sebagian besar tenaga pengajar tersebut
telah mendapat rekomendasi dari yayasan-yayasan pusat.
Kelas sosial juga merupakan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang. Hal ini
terkait dengan masih relatif mahalnya biaya pendidikan ini sehingga tingkat
pendapatan paling berperan dalam pertimbangan konsumen. Kondisi ini juga
semakin diperjelas dengan terpilihnya sampel responden yang sebagian besar (lebih
dari 80%) adalah orang tua yang berpenghasilan di atas Rp. 1,000,000. Faktor ini
terkait juga dengan tingkat pendidikan dari orang rua siswa. Data karakteristik
responden menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua siswa berpendidikan
sarjana. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua peserta belajar program
pendidikan mental aritmetika adalah orang-orang yang mengerti akan pentingnya
pendidikan sejak usia dini.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
48
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran juga merupakan variabel
yang berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pemilihan Lembaga
Pendidikan Mental Aritmetika. Terkait dengan hal itu, konsumen sangat
memperhatikan kurikulum dan silabus yang ditetapkan oleh lembaga karena hal itu
erat hubungannya dengan hasil akhir atas penguasaan materi pendidikan mulai
tingkat dasar sampai tingkat mahir. Di samping itu kurikulum pendidikan mental
aritmetika menurut orang tua siswa harus benar-benar sejalan dengan tingkat
kemampuan dasar serta usia anak-anak mereka sehingga dengan kurikulum yang
ditetapkan oleh lembaga tidak akan memberatkan atau menjadi beban bagi siswa
belajar.
Informasi mengenai Kurikulum Program ini tidak terlepas dari peranan
anggota keluarga. Anak bisa memperoleh informasi dari teman-temannya yang telah
mengikuti pendidikan mental aritmetika dan memberikan masukan pada orang
tuanya. Demikian juga dengan saudara dekat yang memberikan informasi mengenai
kurikulum program yang ditawarkan oleh lembaga tertentu yang telah mereka pilih.
Masukan dan pengaruh teman dari orang tua siswa memberikan banyak
pengaruh pada konsumen dalam memutuskan memilih lembaga yang tepat untuk
putra-putri mereka. Tidak kalah pentingnya adalah pengaruh guru sekolah. Ini terkait
dengan adanya beberapa sekolah dasar maupun taman kanak-kanak yang sudah mulai
memasukkan program pendidikan mental aritmetika ini sebagai kegiatan ekstra
kurikuler disekolah.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kebudayaan, kelas sosial,
kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi
berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap keputusan pemilihan
Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang.
Motivasi merupakan variabel dominan yang dipertimbangakan konsumen
dalam keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang.
Rekomendasi
Sebagai suatu lembaga profesional setiap Lembaga Pendidikan Mental
Aritmetika sebagai satuan dalam konteks sistem penyelenggaraan Lembaga
Pendidikan Luar Sekolah harus berorientasi pada kebutuhan konsumen (customer
oriented). Dalam hal ini maka pengelola Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di
Kota Malang harus memaiami fakdor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam
memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika, baik faktor individu konsumen
maupun lingkungannya.
Harapan-harapan orang tua siswa hendaknya dijadikan pedoman untuk
menyusun strategi pemasaran yang tepat, terutama yang terkait dengan kualitas
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
49
produk yang ditawarkan, sehingga akan terbentuk motivasi, sikap dan persepsi yang
positif terhadap lembaga.
Studi dalam penelitian ini masih terbatas pada analisis regresi berganda, bagi
peneliti yang berminat dapat mengembangkan studi ini ke analisis multivariate lain
yang menganalisis respon konsumen terhadap jasa yang diberikan oleh Lembaga
Pendidikan Mental Aritmetika.
Referensi
Alma, Buchari (1992), Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Alfabeta,
Bandung.
Arikunto, Suharsimi (1996), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet.
Ke Sepuluh, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Assael, Henry (1984), Consumer Behaviour and Marketing Action, Fourth Edition,
Kent Publishing Company, Boston.
Engel, J.F. Blacwell. Roger D & Paul W Winiard (1997), Perilaku Konsumen, Alih
Bahasa : Budiyanto F.X, Jilid I, Binapura Aksara, Jakarta.
Kotler, Philip (2000), Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan,
Implementasi dan Pengendalian, Alih Bahasa : Acelia A.H, Jilid I, Salemba
Empat, Jakarta.
Kotler Philip dan Paul N Bloom (1997), Teknik dan Strategi Memasarkan Jasa
Profesional, CV Intermedia, Jakarta.
Loudon, D.L & Della Bitta, Albert J (1993), Consumer Behaviour, Concepts and
Applications, 4th
edition, Mc Graw Hill Inc., New York.
Malhotra, Naresh K (1993), Marketing Research : Applied and Orientation, Prentice
Hall International, Inc., USA.
Stanton, J. William (1996), Fundamentals of Marketing, Diterjemahkan oleh
Drs.Yohanes Lamarto, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sugiyono (2000), Statistika untuk Penelitian, Alfabeta Bandung.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
50
ROLE OF LOCAL LEGISLATURE IN LOCAL FINANCIAL CONTROL:
THE EFFECT OF KNOWLEDGE, AND RULES,
PROCEDURES AND POLICIES (RPPS)
(Case study of regency and municipal legislatures in Bengkulu Province)
Rini Indriani
This studi examines what budget knowledge, and RPPs (rules, procedures, and
policies) potentially influence on the role of local legislature in local financial
control. In this study, the dependent variable is role of local legislature in local
financial control, and independent variables are budget knowledge and RPPs.
The study sample was drawn from regencies and municipal in Bengkulu province:
Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Rejang Lebong, and Kota Bengkulu.
The questioner distributes are 147 questioner to local legislature members.
Questioner returned are 117 questioner, an of this amount 97 questioner can be
processed.
Result of partial hypothesis test can support first hypothesis (H1). In other words,
budget knowledge influence significantly on local legislature role in local financial
control in regencies and municipality in Bengkulu Province. Result of partial
hypothesis test cannot support H2, indicated that RPPs do not influence significantly.
Beside partial hypothesis test, regression result also indicate that variability of role
of local legislature in local financial control is influenced by independent variables of
budget knowledge and RPPs is significant with determination score (R2) smaller than
20%.
Key Words: budget knowledge, RPPs (rules, procedures, and policies), local
legislature, role of local legislature, and local financial control.
Rini Indriani adalah dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang
50
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
51
Background
With enactment of Law (Undang-Undang Republik Indonesia) No. 22/1999 and
Law No. 25/1999 on Local Autonomy, improvement towards accountability in local
financial management begins to be clear. The indication is increasingly function local
legislature (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) in controlling local
government policies. Governmental Regulation (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia) No.105/2000 on Local Financial management and accountability states
that: 1) local financial control management is held by local legislature; 2) local
legislature has authority to order local external supervision agency to make
examination on local financial management.
In implementation of its function, members of local legislature must be able to
represent constituents and, of course, supported with knowledge and other
requirements. Education of New Jersey legislature members is lawyer; occupation
background will build members ethic standards (legislature in New Jersey, 2001).
Moreover Yudono said that to be able to use their rights appropriately, local
legislature should not only have skill on politic, but also mastering enough
knowledge on technical concept of government, legislature working mechanism,
public policy, control technique, budget preparation and so on.
In other studies by Tinor (1993), Syahwine (1995) and Saleh (1996), it is said that
length of process must be carried to use local legislature rights may obstacle role
of local legislature in doing its function (tending to contain burden bureaucracy
element). Badein and Zammuto (1991) wrote that excessive rules, procedure and
policies can lead to (1) individual and organizational disfunctional; (2) destroy
individual initiatives, eliminate risk-taking behaviours, decrease job satisfaction,
and trigger cynicism and alienation.
Based on the above matters, the researcher is interested to make study about
impact of knowledge, RPPs, on role of local legislature in local financial controls. In
this study, the dependent variable is role of local legislature in local finance control,
and independent variables are knowledge and RPPs. Study object is regency and
municipal legislature in Bengkulu Province.
Problems formulation According to description in background section, it can be formulated problems as
follows: 1) Do knowledge influence role of local legislature in local finance
control of regencies and municipalities in Bengkulu Province. 2) Do rules,
procedure and policies influence role of local legislature in local financial control
of regencies and municipalities in Bengkulu Province
Research Limitation
Research Area
Researcher limited the research on problems of impact of knowledge, and rule,
procedure and policies on role of regency and municipal legislature in Bengkulu
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
52
Province, including Rejang Lebong Regency, North Bengkulu Regency, South
Bengkulu Regency and Bengkulu City.
Variables
Due to wide means of knowledge, this research limited the knowledge as
respondent perception on regional budget (RAPBD/APBD) and detecting budget
wasting or failure and leakage. In next section, knowledge is meant as budget
knowledge.
RPPs are limited as respondent perception on Law No.4/1999, Law
No.22/1999, Law Number 25/1999, Governmental Regulation No. 105/1999,
Governmental Regulation No.108/1999, Government Regulation No1/2001, and
Presidential Decree (Keputusan Presiden Republik Indonesia) No. 74/2001 In other
side, role of local legislature in local financial control is limited in use of local
legislature rights in planning, implementation and reporting regional budget. More
over, variables identification and measurement is discussed at chapter III
Research Objective Based on the above problems formulation, this research is conducted with
objectives: 1) to test influence budget knowledge on role of local legislature in
local financial control of regencies or city in Bengkulu province, 2) to test impact
of RPPs on role of local legislature in local financial control of regencies and city
in Bengkulu Province.
Literature Review And Hypothesis Development
Local finance, according to Governmental Regulation No. 105/2000 article 1
(1) mean as all regional right and obligation to implement local government that can
be assessed monetarily including many forms of wealth related to the local right and
obligation within framework of regional budget. Regional budget is annual financial
planning established base on Regional Regulation on Regional Budget.
Budget Cycle
Henley et al in Mardiasmo (2002) classified budget cycle into four steps that
consist of
Preparation step
In local level (province and regency/municipality) based on Government
Regulation No. 108/2000, local government is required to make document of regional
planning that consist of PROPEDA (RENSTRADA). Flow chart of Structure of
Local Planning Document and LPJ-KDH can be seen in figure 2.1.
Approval/ratification step
This step involves complicated political process. Executive leaders are
demanded not only to have sufficient managerial skill but also must have political
skill, salesmanship and coalition building.
Implementation Step
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
53
After the budget is approved by legislature, the next step is budget
implementation. In this step, the most important thing is to posses accounting
information system and management control system.
Reporting and Evaluation Step
Budget preparation, ratification and implementation relate to operational aspect
of the budget, whereas reporting and evaluation steps relate to accountability aspect.
KEBIJAKAN PRIORITAS NASIONAL
PROPENAS
REALITAS DAN
KEBUTUHAN DAERAH
POLDAS • VISI
• MISI
• ARAH
• KEBIJAKAN
PROPED
A
APBD
APBN
APBN APBD
RENSTRA DINAS
R E N S T R A D A
REPETADA 2003
RAKORBANG 2002
REPETADA 2003 PENYEMPURNAAN
RAPBD 2003
LPJ-KDH
1. LAPORAN INDUK 2. LAMPIRAN
• PERHITUNGAN APBD • NOTA PERHITUNGAN APBD
• ALIRAN KAS
• NERACA DAERAH
Figure 2.1 Flowchart of Structure of Local Planning Document and LPJ-KDH
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
54
Regional Financial Control
Control is all activities and actions to ensure that implementation of an activity
not deviate from established goal and planning (Baswir, 1999). According to Law
No.30/1970 on State Treasury, control is an activity to obtain assurance whether
implementation of job or activity is conducted accord with established plan, rules and
goals. Therefore, regional financial control is all actions to ensure regional financial
management to be carried out according to established plan rules and goals.
Control is not only required in implementation and evaluation steps but also in
planning step (Mardiasmo, 2001). Control is meant as a observational process of
entire organization activities to all activities conducted according to determined plan
(Siagian, 1978). In addition, Suyamto define control as all attempt or activity to know
or evaluate job implementation whether or not accord to it must be.
Presidential Decree No. 74/2001, article no.1 (6) state that local government
control as an activity process to assure to local government operate as plan and rules
of law. Moreover, article 2 state that local government operation controls consist of
functional control, legislature control and society control.
Control of regional budget is not separate step in budget cycle but it is an
integral part from planning to reporting step.
Role of Regency/municipal legislature
Local legislature has two functions, that is:
As a partner of regional leader in formulate regional policy
As a controller over implementation of the policy conducted by regional leader
To implement the functions, local legislature has authorities or rights to take
certain actions. The rights are arranged in Law No. 4/1999 article 34. Refer to Kaho
(2001) to conduct first function, namely, decide local regulation and local budget,
local legislature has right to make changes over regional regulation draft, propose
regional regulation draft and define budget of local legislature while for the second
function, namely, do control, local legislature has right to require responsibility report
from Governor, regent and mayor, take explanation from local executive, make
examination, propose statement, and ask question from each members.
Governmental regulation No.105/200 article 40 state that ”control over budget
implementation is done by local legislature”, and in explanation of the article, it is
stated that such control is not examination but control that directed to assure target
achievement that determined by local legislature. Moreover, in Presidential Decree
No 74/2001, article 1 (8) states that legislature control is control activities conducted
by local legislature over regional government according to its task, authority and
rights.
Accord with new developing paradigm, local legislature has important position,
task, function and wider local financial management control. So, it must do really its
control function. Control of local financial management should be began from
planning process to reporting process. The following section will describe role of
local legislature from planning process, implementation and evaluation.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
55
In regional budget planning, regional legislature has main role in activities: 1)
people aspiration collection; 2) define direction and general policy of local budget
and determining strategy and priority of local budget; 3) clarification and ratification
(budget discussion in plenary session); 4) decision and legalization. In budget
implementation step, role of local legislature can be realized by evaluating regional
budget trough quarterly report and do field monitoring by inspection and take
realization repot. It includes evaluation on budget revising or shifting. Because
problems that often rise on implementation step is any revision and shift budget
(technical training module, 2000). In reporting step, role of local legislature can be
implemented by evaluating regional budget realization report as a whole (a year
budget) by examining budget calculation report and budget calculation note as well as
field inspection.
Education and Experience
In order to able to realize its function well, quality of local legislature members
is very important. Formulation of appropriate regional policy depends heavily on
legislature skill to deal with life problems faced by people. Knowledge and skill is
obtained through education and experience. In implementing control function it also
need education and experience.
About relation between education and position of legislature member as people
representatives, Truman (1960) stated: ”Any politician, whether legislator,
administrator or judge, whether elected or appointed is obliged to make decision that
are guided in party by relevant knowledge that available to him”.
The matter close relate to education is experience that also affect one’s ability.
Many experiences will help some one to solve her/his problems. According to
legislature member position as representative of local people, they should be
experienced people in social and state organization.
Knowledge
Yudoyono said that that to be able to use their rights appropriately, local
legislature should not only have skill on politic, but also mastering enough
knowledge on technical concept of government, legislature working mechanism,
public policy, control technique, budget preparation and so on. And Guerrero (2001)
suggest that legislature has not assistance institution specializing on budget issues and
support daily activities so assessment, statement and budget realization is limited by
legislature knowledge. The legislature must have wide knowledge and perception on
local issues. From the above description, it is formulated hypothesis:
HO1: knowledge of local legislature members on budget effect role of local
legislature in local financial control.
Rule, Procedure and Policies
Badein and Zammuto (1991) stated that rules determine or prohibit action by
specifying what is allowed or not. Procedures indicate a set of strategy to achieve
goals. Policies are general statement as guidance in decision-making. The excessive
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
56
rules, procedure and policies can lead to (1) individual and organizational
disfunctional; (2) destroy individual initiatives, eliminate risk-taking behaviour,
decrease job satisfaction and trigger cynicism and alienation.
Accord with Osborne and Gaebler (2000), governmental affair that conducted
based on regulation will be ineffective and inefficient because its performance will be
slow and long winded. Laws also affect organizational behaviour because big
existence of the organization and its relation with daily activities in regulations
framework will involve federal, state and local regulations (Hall, 1996).
Moreover, study by Tinov (1993), Syahwinie (1995) and Saleh (1996) suggest
that the length of process must be carried to use local legislature rights may obstacle
role of local legislature in doing its function (tending to contain burden bureaucracy
element).
Of the above description, the hypothesis is formulated as follow:
H2: RPPs effect legislature role in local financial control
Research Method
Data Collection and Sample choosing
Data collection is carried out using questioners. The questioner is distributed to
respondent by giving directly to each respondent group. Questioners are also
collected directly after respondent given period of a week to complete the questioner.
In addition to questioner, the researcher also make interview directly to respondent in
determined sampling area.
It is a survey research that is a research that intended to know characteristic of
population by analyzing data taken as sample and an explanatory research that will
highlight relationship between research variables and test hypothesis formulated
(Singarimbun, 1989). Therefore, sampling method used is examining all research
objects in population area (all regency and municipal local legislature in Bengkulu
Province).
The respondent is members of regency and municipal local legislature in
Bengkulu Province that became analysis unit in this study, that consist of 1) 39
members of Rejang Lebong regency Legislature (40 minus one that no inter period
substitution), 2) 45 member of Local legislature of North Bengkulu regency, 3) 33
members of Local legislature of South Bengkulu regency (35 minus one member
appointed as vice regent and minus one member died), 3) 30 member of Local
legislature of Bengkulu city. Questioner is distributed to all legislature members and
data processed is from completely filled questioner returned.
Questioner distributes are 147 questioner accord with above calculation to each
local legislature members. Questioner returned are 117 questioner, an of this amount
97 questioner can be processed.
Survey Technique
Questioner is distributed directly to each members of regency/municipal
legislature in Bengkulu Province. Secretariat of commission in each
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
57
regency/municipal legislature is asked to help distributing questioner to the
respondent, except for a regency where questioners were distributed through
meeting section due to procedure exist there. In a determined day, it was held a
session to explain problems studied.
Variables Identification and Measurement
Dependent variable used in this study is role of local legislature in local
financial control that done in three steps, namely, role in budget planning, budget
implementation and reporting planning. The independent variables are knowledge
and rules, procedure and policies (RPPs). Both dependent and independent variables
are unobservable.
Instruments were prepared by researcher based on related theories and studies,
and discussed with advisor lecture and lectures of Social and politic science faculty.
Before used in study area, the instrument is pilot-tested in Sleman regency and Yogya
city, in Special Territory of Yogyakarta Province. Variables measurement used Likert
scale with range of 1 to 5.
Role of local legislature in local finance control
Syafwinei (1995) said that role of local legislature is set of behavior expected
can be implemented by local legislature members accord with job description. Local
legislatures play roles if their members do their rights actively based on Law No.
4/1999, and Presidential Decree No.74/2001 article 15. Instrument to measure local
legislature role in local financial control in this study is active use of local legislature
rights in controlling (accord with Law No.4/1999, and Presidential Decree No.
74/2001, article 15) that is ask responsibility report of governor, regent and mayor,
ask explanation from local government, make examination, make statement, ask
question by each members in their activities in budget planning, implementation and
reporting step. In planning step local legislature has right to propose local regulation
draft.
In this study, local legislature role in regional budget planning is primary in 1)
determining budget strategy and priority; 2) clarification and ratification (budget
discussion in plenary session). In budget implementation step, role of local legislature
can be realized by evaluating regional budget trough quarterly report and do field
monitoring by inspection and get realization repot. It includes evaluation on budget
revising or shifting. In reporting step, role of local legislature can be implemented by
evaluating regional budget realizations report as a whole (a year budget) by
examining budget calculation report and budget calculation note annual as well as
field inspection (technical training module, 2000).
Knowledge of local legislature members on local financial control
Indriantoro and Supomo (1999) stated that knowledge is basically output of
process of seeing, listening, feeling and thinking that to be a basic for human to
behave and act. Salim (1991) means it by 1) cleverness, something known, 2)
something known about matter studied.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
58
Local finance, accord Regulation No.105/2000 article 1(1) is meant as all local
right and obligation doing local governmental business that can be asses monetary
including all wealth relate to right and obligation within regional budget framework.
It means to obtain knowledge about local financial control members of local
legislature 1) must study and understand local budget draft/budget, 2) are able to
detect wasting, failure, and budget leakage (Demographic and Policies Study Center-
UGM).
Knowledge is measured by ask if local legislature members study and
understand local budget draft/budget, budget calculation note, and are able to detect
any wasting or failure, and budget leakage. These variables are said as budget
knowledge variable.
Rules, procedures, and policies
Excessive rules, procedure and policies can lead to (1) individual and
organizational dysfunctional; (2) destroy individual initiatives, eliminate risk-taking
behaviour, decrease job satisfaction and trigger cynicism and alienation. Instrument
to measure impact of rules, procedure and Policies is developed from result of the
studies by Tinov (1993), Syahwinie (1995), and Saleh (1996) which said that: 1)
rules, procedures and policies can obstacle role of local legislature in realization its
function, 2) it is necessary for revision of rules, procedure and policies. A field study
report in Makassar said that it need to review local legislature conduct. Giving great
right to local legislature with enactment of Law No.22/1999 may raise negative
implication (Yudoyono, 2000). Measurement of RPPs is done by asking member of
legislature about the issues.
RPPs intended in this study are Law No.4/1999, Law No.22/1999, Law No
25/1999, Governmental Regulation No, 105/1999 Governmental Regulation No
108/1999, Governmental Regulation No1/2001; Presidential Decree No.74/2001; and
local Legislature Decree on local legislature regulation and conduct in each regency
or municipality.
Reliability and validity test
To see reliability of each instruments it is used Cronbach Alpha coefficient. An
instrument is reliable when it has Alpha Cronbach coefficient more than 0.6
(Nunnaly, 1978). Validity testing is done by see Kaiser’s MSA value and factor
loading value,. Kaiser’s MSA value expected is bigger than 0.5 (Kaiser and Rice,
1974). Factor loading value expected is greater than 0.4 (Riyanto, 1997). Result of
reliability and validity test over the study data indicate that instrument used is reliable
and valid. Result from reliability and validity test is presented completely in table 3.1
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
59
Tabel 3.1
The Result of Reability and Validity
Reability Test Validity Test N o Variable
Cronbach Alpha Factor Loading Kaiser MSA
1 Budget Knowledge 0.9158 0.650 – 0.848 0.828
2 RPPs 0.7206 0.534 – 0.782 0.668
3 Role in budget planning step 0.8345 0.527 - 0.795 0.746
4 Role in implement- tation step 0.8793 0.642 – 0.779 0.839
5 Role in reporting step 0.8719 0.675 – 0.801 0.857
Data analysis
Hypothesis of this study will be tested using multiple regressions. It is to know
influence of independent variable on dependent variable both in partial and
simultaneous way. To analysis data, it used software of SPSS for Windows released
10.05 program. Regression equation in this study is: Y=b0+bix1 +b2x2 +e, where
Y=role of local legislature in local finance control, X1= knowledge on budget, X2=
Rules, Procedures, and Policies, e=error.
Appropriateness of sample regression function in predicting actual value may
be measured from its goodness of fit. It is measured using some statistics values,
among others are: t statistic value, F statistic value, and determination coefficient. A
statistical result is said significant statistically when its statistical test within critical
area (where H0 is rejected). Conversely, it is said insignificant when statistical test
score is in area where Ho is received. In this study it is used two tail test with
significance level of 95% that mean α =0.05
Descriptive Statistic
Analysis was done over 97 respondent replies that met criteria to be process
further. Table 4.1 present descriptive statistics about description of theoretical range,
actual range, mean and deviation standard.
Tabel 4.1
Descriptive Statistic
Actual Range Variable N
Theore- tical
Range Min. Maks. Means
Standard
Deviation
Budget Knowledge 97 10 – 50 10 50 41.1856 5.8955
RPPs 97 6 – 30 6 30 18,7113 4.7521
Role in budget planning step 97 9 – 45 18 45 34.7629 6.5824
Role in implement- tation step 97 9 – 45 18 45 35.3711 6.6666
Role in reporting step 97 8 - 40 14 40 32.8247 6.1118
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
60
Hypothesis test
Result of partial regression analysis of independent variable, namely, budget
knowledge and RPPs on role of local legislature in local finance control at each step
is presented in table 4.2
Tabel 4.2
Result of Partial Regression Analysis
Dependent Variable: Role of Local Legislature (DPRD)
Budget Planning Step Implementtation Step Reporting Step Independent
Variable koef.
B t test
p
value
koef.
B t test
p
value
koef.
B t test
p
value
Budget
Knowledge 0.459 4.423 0.000 0.481 4.552 0.000 0.408 4.168 0.000
RPPs
-
0.204
-
1.581 0.117
-
0.008
-
0.064 0.949 0.102 0.843 0.401
Hypothesis 1 test.
The first hypothesis tested in this study is to see if any impact of budget
knowledge on role of local legislature in local financial control. Result of regression
analysis indicated that budget knowledge influence significantly on role of local
legislature in local finance control in planning, implementation and reporting step
with significant level of 0.000 that meant more than p<0.05.
Score of t account from regression is 4.423 in planning step, 4.552 in
implementation step, and 4.168 in reporting step, where score of t acount is bigger
than t table (1.980). H1 is supported. Therefore, conclusion from the result is that
budget knowledge influence significantly on role of local legislature in local finance
control. When its is viewed from beta coefficient that indicate positive score it can be
conclude that impact of budget knowledge on role of local legislature is positive.
It means budget knowledge can increase role of local legislature in local
financial control. Refer to Indriantoro and Supomo (1999) that knowledge is a result
of process of seeing, listening, feeling and thinking that become a base for human to
behave and act. The process is obtained from education and experience. So,
knowledge will more contribute when supported by education and experience
sufficient for each task.
Hypothesis 2 test
Result of regression analysis indicated that second hypothesis is not influence
significantly on role of local legislature in local financial control in planning,
implementation and reporting steps because significance score are 0.117 in planning
step, 0.949 in implementation and 0.401 in reporting step that greater than p
value>0.05.
Score of t account of regression is –1.581 in planning step and –0.064 in
implementation step so score of t account is greater than t table (-1.980), while in
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
61
reporting step t account of 0.843 is smaller than t table (1.980) that means H2 is not
supported. It can be drawn conclusion that RPPs is not significantly influence on role
of local legislature in local financial control. H2 rejection may be caused by a fact
that local legislature is a maker and approver local regulation and policies, as well as
the position of local legislature is political position.
Simultaneous Test (F test)
In addition to separated hipotesis test discussed in previous section, result of
regression indicated that variability of role of local legislature in local financial
control in each step is influenced by independent variables of knowledge and RPPs. It
is indicated from R2
of 0.188 (18.8%) and F score of 10.905 in planning step; R
2 of
0.181 (18.1%) and F score of 10.359 in implementation step; R
2 of 0.162 (16.2%) and
F score of 9.107 in reporting step; and pa value in each step of 0.000. Significance
score is smaller than determined threshold, namely, 0.05. F count in each steps also
indicate result that bigger than F table (3.80) it means variability of role of local
legislature in local financial control in each step is influenced by independent
variables of knowledge and RPPs is significant.
However, when it is viewed in determination score (R2 ) that smaller than 20 in
each step, the result indicated that influence of budget knowledge and RPPs on role
of local legislature in local financial control is weak. It means that there is many
factor influence the relationship.
Conclusion
Result of partial hypothesis test can support first hypothesis (H1). In other
words, budget knowledge influence significantly on local legislature role in local
financial control in three steps, namely, planning, implementation, and reporting in
all regencies and municipalities in Bengkulu Province. Of beta coefficient indicated
positive value it can be concluded that influence of budget knowledge on role of local
legislature is positive. Result of partial hypothesis test cannot support H2, indicated
that RPPs do not influence significantly.
Beside partial hypothesis test, regression result also indicate that variability of
role of local legislature in local financial control in each step is influenced by
independent variables of budget knowledge and RPPs. Score of F account showed
significant result, meant variability of role of local legislature in local financial
control is influenced by independent variables of budget knowledge and RPPs is
significant with determination score (R2) smaller than 20% in each step.
Limitation
This study has some limitation both from methodological side and problems
studied. The limitations, among other, are:
1. Variable of budget knowledge was measured by respondent perception not by
doing test whether respondents have actually budget knowledge.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
62
2. Data collection using questioner method has weakness in control accuracy of
respondent replies, because there was possibility for respondent not to reply as
actual condition.
3. Use of Likert Scale also has inherent limitation on reply control. In relate to halo
effect disease that is any respondent’s tendency to reply neutral. So, if there is any
disease symptom it will influence obtained result.
4. Respondent used in this study is members of regency and municipal legislature in
Bengkulu Province, so the conclusion cannot generalized for other setting or for
Indonesia as whole. This study is possible to get different result when applied in
other location.
5. The low determination coefficient indicate that determination score is low. It is
due to many other factor influence role of local legislature in local financial
control.
Suggestion
To improve role of local legislature, the members must has sufficient
knowledge to decide policies. The knowledge is obtained by education and
experience. So the requirement to be members of local legislature is having education
and experience supporting in making decision.
To support their activities, local legislature may use permanent or ad hoc
assistance. Besides giving input to local legislature, members of local legislature can
use assistance in form of knowledge sharing. Especial to support local legislature role
in local financial control, local legislature need special assistance on budget issues as
well as in law issues.
The next study is expected to include other factor that influence local legislature
in local financial control such as motivation, conflict, local government transparency
and other factors. To get better result sample used must be widened so it can be
generalized on other setting. Respondent is not only regency and municipal
legislature but also provincial legislature and even central legislature.
Reference
Alamsyah (1997), Mekanisme Pengawasan APBD di Kabupaten Sleman, Thesis,
MAP UGM, Yogyakarta.
Badudu, JS dan Zain, Sultan Mohammad (1994), Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Baswir, Revrisond (1999), Akuntansi Pemerintahan Indonesia, BPFE Yogyakarta.
Bedein, Arthur G. and Zammuto, Raymond F (1991). Organizations Theory and
Design. The Dry Pres. Orlondo
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990), Kamus Besar Bahsa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta.
Dewey dan Humber (1951), Human Behavior, MacMillan Company, New York, pp
571
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
63
Finkle, Jason L., dan Richard W. Gable (1971), Political Development and Social
Change, John Willey and Sons, New York.
German Tecnical Cooperation dan Clean Urban Project (2000), Pengkajian
Kebutuhan Pengembangan Kasitas bagi Pemerintahan Daerah: Temuan Studi
Lapangan Kota Makasar, http://www.gtzsfdm.or.id/capacity/cb
index.htmReport No. TR03/Makassar.
Griffith, Terri, Sawyer, Jhon E. and Neale, Margaret A. (1999), Information
Technology as a Jealous Misterss: Competition for Knowledge Between
Individuals and Organization,
Guerrero, Juan Pablo (2001), Role of Legislature and Civil Society in the Budget
Process in Mexico, http://www.brook.edu/views/testimony/ors2ag.
Hall, Richad (1996). Organization; Structure, Processes, and outcome. Prentice Hall,
Ellewod Chiffs.
Housel, Thomas dan Bell, Arthur H. (2001), Measuring and Managing Knowledge,
McGraw-Hill, New York.
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang (1999), Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta.
Kaho, Josef Riwu (2001), Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia:
Identifikasi beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya,
Rajawali Press,Jakarta.
Mardiasmo. (2001), Pengawasan, Pengendalian dan Pemeriksaan Kinerja
Pemerintahan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
_________ (2001), Perencanaan Keuangan Publik sebagai Suatu Tuntutan dalam
Pelaksanaan Pemerintahan Daerah yang Bersih dan Berwibawa, Makalah,
Jakarta.
_________ (2001), Akuntansi Sektor Publik, Andi. Yogyakarta
Menteri Negara Otonomi Dearah & Pusat Antar Universitas-Studi Ekonomi UGM
(2000), Modul Pembekalan Teknis Manajemen Stratejik dan Teknik
Pengganggaran/Keuangan Bagi Anggota DPRD dan Pejabat Pemda.
New Jersey, Function and Powers, Legislature in New Jersey,
http://www.google.com.
Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas bagi Pemerintahan Daerah (2000),
Kerangka Normatif Peran dan Fungsi DPRD, http://www.gtzsfdm.or.id
/capacity/working_papers/kn/KNAugustB1DPRD
Obsorne, David and Gabler, Ted. (2000), Kewirausahaan Birokrasi Reinventing
Government Mentaransformasikan Wirausaha ke dalam Sektor Publik. Penerbit
PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, http://www.gtzsfdm.or.id
/public/decrees.
__________, Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan
dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah,
http://www.gtzsfdm.or.id/public/decrees.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
64
__________, Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Citra
Umbara, Bandung (2001)
__________, Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Citra Umbara, Bandung (2001).
__________, Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Citra Umbara, Bandung (2001)
__________, Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 2000 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah, http://www.cides.or.id/otda.
__________, Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2001 tentang Pedoman Penyusunan
Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, http://www.cides.or.id/otda.
__________, Keputusan Presiden No. 74 tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
http://www.gtzsfdm.or.id/public/decrees/kepres74_1999pdf.
__________, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 903/2477/SJ tahun 2001
Perihal Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD tahun Anggaran
2002. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah.
__________, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 080/1160/SJ tanggal 7 Juni
2002 Perihal Pedoman Pelaksanaan Rapat Koordinasi Pembangunan Propinsi,
Kabupaten dan Kota Tahun 2002 dan Penyusunan Repetada 2003. Departemen
Dalam Negeri Republik Indonesia
Salim, Peter dan Salim, Yenny (1991), Kamus Bahasa Kontemporer, Modren English
Press, Jakarta
Sekaran, Uma, (1992), Research Methods for Business: Skill Bulding Approach.Jhon
Wiley & Sons Inc, New York.
Siagian, Sondang (1998), Manajemen Strategik, Bumi Aksara, Jakarta
Soenarto, Amin (1979), Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Komunikasi Primer,
dan Keuangan Daerah Terhadap Aktivitas Para Anggota DPRD Tingkat II
dalam Menjalankan Fungsi-fungsinya, Jurusan Pemerintahan Fisipol UGM,
Yogyakarta.
Suardi (2000), Strategi Peningkatan Peranan Pengawasan di Daerah: Studi Kasus
Itwilprop Jambi Selaku Aparat Pengawasan Fungsional, Thesis, MAP-UGM,
Yogyakarta.
Subakti, Ramlan A. (1977), Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
DPRD Tingkat II dalam Menjalankan Fungsi-fungsinya, Jurusan Pemerintahan
Fisipol UGM, Yogyakarta.
Tinov, Muhammad Yohamzy (1993), Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah:
Studi Kasus tentang Pelaksanaan Fungsi DPRD pada Lembaga DPRD Tingkat I
Riau, Tesis, Program Studi Ilmu Politik_Pasca UGM.
Tjokrowino, M. (2000) Birokrasi dalam Polemik. Penerbit Pustaka Pelajar, Malang
Truman, David B. (1960) The Governmental Process, Political Interest and Public
Opinion, Alfred A Knof, New York.
Vembriarto, St. (1977), Pendidikan Sosial, Jilid 1, Paramita, Yogyakarta.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
65
Waterfield, Harry Lec (1955) The Legislative Process in Kentucky, Legislative
Research Commonweallth of Kentucky, Frankfort, Kentucky.
Yudoyono, Bambang (2000) Optimalisasi Peran DPRD dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, http://www.bangda.depdagri.go.id/jurnal/Jendela/
jendela3.htm.
Zulheri (2000), Reformasi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP),
Media Akuntasi No. 10 bulan Juni.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
66
HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH
DENGAN PERTUMBUHANNYA
Naz’aina
Monetary crisis that happened to become economic crisis which had a great
implication to national banking has forced government to do banking
restructurizations. One of the restructurizations is to develop Islamic banking. This
research aims to know that there is a significant correlation healthiness ratio of
Commercial Islamic Bank (CIB)) with CAMEL approach consist of CAR, NPL, FBR,
ROA, BOPO, LDR and CML for the years of 2002 and 2003 with the bank
growth.Data analysis for testing hypothesis uses Pearson Correlation Analysis with
help from Series SPSS 10.00 for windows program. The result shows that there is a
significant correlation betwen healthiness ratio with growth of Commercial Islamic
Bank (CIB).
Key words : Camel, Islamic Bank, Growth.
Naz’aina adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
66
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
67
26.77%
14.08%12.96%
4.04%
2000 2001
Bank Konvensional
Bank Syariah
Pendahuluan
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu
1997 – 1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian
Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan termasuk
perbankan mengalami kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah
mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang akhirnya
mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya
kualitas asset perbankan turun secara drastis sementara sistem perbankan diwajibkan
untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga
pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula
menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan
fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi.
Selama periode krisis ekonomi tersebut, bank syariah masih dapat
menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan
konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif rendahnya penyaluran pembiayaan
yang bermasalah atau NPL (non performing loan) pada bank syariah dan tidak
terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya. NPL Bank Syariah lebih
rendah dan mengalami proses recovery yang lebih cepat dibandingkan bank
konvensional dalam periode pasca krisis ekonomi (lihat gambar 1).
Gambar 1
Perbandingan NPL Bank Syariah dan Bank Konvensional
Sumber: Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, (BI:2002)
Hal tersebut dapat dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank
syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga dan pada akhirnya dapat
menyediakan dana investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah kepada
masyarakat. Data juga menunjukkan bahwa bank syariah relatif lebih dapat
menyalurkan dana kepada sektor produksi dengan LDR (Loan to Deposit Ratio)
berkisar antara 113 – 117 %. LDR bank konvensional menurun berada pada level
50% sedangkan bank syariah telah kembali diatas 100% (lihat gambar 2).
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
68
0
50
100
150
200
250
92 93 94 95 96 97 98 99 00 01
Bank Konvensional
Bank Syariah
Gambar 2
Perbandingan LDR Bank Syariah dan Bank Konvensional
Sumber: Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia (BI:2002)
Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia dilakukan dengan
menggunakan lima aspek penilaian yaitu CAMEL (Capital, Assets Quality,
Management, Earnings dan Liquidity) yang tertuang dalam SK.DIR.BI Nomor :
30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank. Ketentuan tentang tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk dapat
dipergunakan sebagai tolok ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah
pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, juga sebagai tolok ukur untuk
menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun
industri perbankan secara keseluruhan.
Secara umum pangsa pasar perbankan syariah terhadap total bank di
Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank di Indonesia
(dalam jutaan rupiah)
Islamic Banks
Nominal Share
Total Banks
Total Asset 4.05 0.36% 1112.20
Deposit Fund 2.92 0.35% 835.80
Credit/Financing Extended 3.28 0.80% 410.30
LDR/FDR 112.30% 49.09%
NPL 4.12%
8.10% Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia Desember 2002
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
69
Walaupun perkembangan bank syariah secara nasional masih kecil, namun
melihat pertumbuhan asset, dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan
memperlihatkan pertumbuhan yang sangat meggembirakan . Demikian juga dengan
rasio NPL dan LDR, dimana bank syariah mempunyai nilai yang lebih baik
dibandingkan dengan bank konvensional.
Riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting, memproyeksikan
bahwa total asset bank syariah di Indonesia akan tumbuh sebesar 2850% selama 8
tahun, atau rata-rata tumbuh 356,25% tiap tahunnya. Sebuah pertumbuhan asset yang
sangat mengesankan. Tumbuh kembangnya asset bank syariah ini dikarenakan
adanya kepastian disisi regulasi serta berkembangnya pemikiran masyarakat tentang
keberadaan bank syariah (Adiwarman Karim, 2003:29).
Disisi lain, pertumbuhan jaringan kantor dan Sumber Daya Manusia (SDM)
bank syariah masih kurang. Jaringan kantor menjadi penting dalam perkembangan
perbankan syariah karena ia merupakan unit layanan bagi pemenuhan base customer
sehingga masyarakat akan menjangkau unit-unit tersebut.
Masalah SDM merupakan masalah yang paling rumit bukan saja dalam
pengembangan produk, tapi dalam operasional bank syariah secara keseluruhan.
Bahkan problem ini juga bukan saja menjadi masalah lokal di Indonesia tetapi juga
bank syariah di seluruh dunia. Sumber daya manusia merupakan asset perusahaan
yang harus terus dibina, dikembangkan dan ditingkatkan kemampuannya. Sebagai
bank yang beroperasi dengan pola syariah, SDM yang dimiliki oleh perbankan
syariah bukan hanya dituntut kemampuan teknis perbankan, melainkan harus juga
mendalami dan menguasai masalah kesyariahannya.
Jika SDM yang dimiliki tidak memahami masalah syariah, dikhawatirkan
dalam pelaksanaannya bisa melanggar hal-hal yang dilarang oleh syar’i. Selain itu
wajib dilakukan adalah peningkatan kualitas pelayanan oleh SDM yang ada untuk
menghindari kualitas layanan yang banyak tapi tidak excellent. Berdasarkan latar
belakang diatas maka penulis melakukan penelitian untuk menganalisis hubungan
tingkat kesehatan dengan pertumbuhan Bank Umum Syariah
Landasan Teoritis
Pengertian dan Fungsi Bank Syariah
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah Islam atau bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-
ketentuan Al-Qur’an dan Hadist (Perwataatmaja & Syafii’Antonio,1999:1). Bank
Syariah memiliki fungsi sebagai berikut (PAPSI, 2003:1):
(1) Manejer Investasi;
(2) Investor;
(3) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran;
(4) Pengemban fungsi sosial
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
70
Adapun jenis-jenis Produk Bank Syariah
a. Produk Titipan (Al-Wadi’ah)
“ Wadi’ah yad al amanah”
“ Wadi’ah yad adh dhamanah
b. Produk bagi hasil
Mudharabah
Musyarakah
Muzara’ah
Musaqah
c. Jual – beli (sale and purchase)
Bai’ Al Murabahah
Bai’ As-salam
Bai’ Al-Istishna
d. Sewa (Operational Lease and Financial Lease)
Al-Ijarah
Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik
e. Jasa (Fee Based Services)
Al-Wakalah
Al-Kafalah
Al-Hawalah
Ar Rahn
Al-Qardh
Konsep Bagi Hasil
Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi
antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima
dana pada prinsipnya referensi perhitungan bagi hasil adalah dari seluruh pendapatan
yang diperoleh bank dalam menjalankan usahanya, yang kemudian dibagikan kepada
pemilik dana sesuai dengan porsi yang disepakati. Konsep bagi hasil ini dapat
dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi
pendapatan (revenue sharing).
Tabel 2
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
BUNGA BAGI HASIL
a. Penentuan bunga dibuat pada waktu
akad dengan asumsi harus selalu
untung
a.Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi
hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung dan
rugi
b. Besarnya prosentase berdasarkan pada
jumlah uang (modal) yang
dipinjamkan
b.Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada
jumlah keuntungan yang diperoleh
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
71
c. Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh nasabah
untung atau rugi
c.Bagi hasil tergantung pada keuntungan
proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi,
kerugian akan ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak
d. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang “ booming”.
d.Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
dengan peningkatan jumlah pendapatan.
e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
dikecam) oleh semua agama termasuk
Islam.
e.Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi
hasil.
Sumber : Syafi’i Antonio (2000:87)
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi
semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku (Y.Sri Susilo, 2000:22).
Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia dilakukan dengan
menggunakan lima aspek penilaian yaitu CAMEL (Capital, Assets Quality,
Management, Earnings dan Liquidity) yang tertuang dalam SK.DIR.BI Nomor :
30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank
Tabel 3
Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Faktor yang
dinilai
Komponen Bobot
1.Permodalan Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko 25%
2.Kualitas
Aktiva
Produktif
a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan
terhadap aktiva produktif.
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang
dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva
produktif yang wajib dibentuk oleh bank
30%
25%
5%
3.Manajemen a. Manajemen Umum
b. Manajemen Resiko
25%
10%
15%
4.Rentabilitas a.rasio laba usaha rata-rata terhadap volume usaha
b.rasio biaya operasional terhadap pendapatan
operasional
10%
5%
5%
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
72
5.Likuiditas a. rasio kewajiban bersih antar bank terhadap modal inti
b. rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank
dalam rupiah dan valuta asing
10%
5%
5%
Sumber: Bank Indonesia, S.K. No:30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998
Empat dari lima aspek tingkat kesehatan bank dinilai berdasarkan rasio-rasio
keuangan. Rasio dimaksud adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara
satu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan keuangan. Menurut Machfoedz (1994
: 114) rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kejadian-kejadian
yang akan datang dengan menghubungkan dengan fenomena-fenomena ekonomi.
Pertumbuhan Perusahaan
Menurut Kaplan dan Norton (1996:48) bahwa “growth business are at the
early stages of their life cycle. They have products or services with the significant
growth potential”. Pertumbuhan (growth) sebagai tahapan awal siklus kehidupan
perusahaan bank yang ditunjukkan dengan adanya produk dan jasa yang secara
signifikan memiliki potensi pertumbuhan yang baik. Pada tahapan ini, beberapa hal
yang dijalankan pihak manajemen adalah komitmen untuk mengembangkan suatu
produk atau jasa baru, membangun fasilitas pelayanan, menambah kemampuan
operasi pelayanan, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi.
Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas
yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dari pengertian
diatas, peneliti membatasi pengertian pertumbuhan bank dalam hal: pertumbuhan
asset (aktiva tetap), pertumbuhan jaringan kantor, pertumbuhan sumber daya
manusia dan pertumbuhan produk (jumlah pembiayaan).
Metode Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Korelasi adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat
hubungan variabel yang berbeda dalam satu populasi. Sifat perbedaan yang utama
adalah usaha untuk menaksir hubungan dan bukan sekedar deskripsi (Husein Umar
1998:25). Penelitian ini dilakukan pada 2 Bank Syariah yaitu Bank Muamalat
Indonesia dan Bank Syariah Mandiri. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada
masalah hubungan tingkat kesehatan bank syariah yang diukur dengan metode
CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earnings dan Liquidity) yang
tertuang dalam SK.DIR.BI Nomor : 30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang
Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Dengan pertumbuhan bank syariah
yang terdiri dari pertumbuhan asset (aktiva tetap), pertumbuhan jaringan kantor,
pertumbuhan sumber daya manusia dan pertumbuhan produk (jumlah pembiayaan).
Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menilai tingkat kesehatan bank
menurut pola Bank Indonesia (suatu bank dikategorikan sehat, cukup sehat, kurang
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
73
sehat dan tidak sehat) melainkan difokuskan kepada rasio-rasio kesehatan bank
(CAMEL). Oleh karena itu tidak dilakukan perhitungan terhadap kredit dan
pembobotan terhadap rasio-rasio CAMEL.
Dalam penelitian ini Kualitas Aktiva Produktif (KAP) diproksikan dengan
NPL (Info Bank, Juni 2003). NPL mengukur kemampuan bank dalam berusaha
mengoptimalkan aktiva produktif khususnya yang berbentuk pembiayaan yang
dimilikinya dalam memperoleh laba dengan jalan meminimalkan pembiayaan macet.
Empat dari unsur CAMEL diukur dengan menggunakan rasio keuangan, yang
diperoleh melalui data sekunder sedangkan satu unsur yaitu Manajemen tidak dapat
diterapkan dengan manajemen kuesioner, tetapi dapat diproksikan dengan besarnya
pendapatan bukan bunga/bagi hasil atau fee based income (FBI) (Wilopo: 2001).
Manajemen bank saat ini tidak dapat hanya mengandalkan pendapatannya dari
pembiayaan yang disalurkan tapi harus mencari sumber-sumber lain seperti dari jasa-
jasa perbankan (fee based income), karena fee based income tidak mempunyai resiko
dan mempunyai pendapatan yang lebih pasti
Populasi dan Sample
Populasi yang dimaksud dalam suatu penelitian dapat berupa benda, manusia,
gejala, peristiwa, atau hal-hal lain yang memiliki karakteristik tertentu untuk
memperjelas masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini meliputi keseluruhan
karakteristik dan unsur-unsur yang menyangkut tingkat kesehatan bank dan
pertumbuhan bank pada Bank Umum Syariah. Sampel dalam penelitian ini adalah
Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri,karena kedua bank inilah yang
merupakan bank syariah yang telah lama beroperasi di Indonesia
Operasionalisasi Variable
Secara sistematik semua variabel dalam penelitian ini, dapat disajikan dalam
matriks operasionalisasi variabel seperti pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 4
Operasionalisasi Variabel
VARIABEL SUB
VARIABEL
KONSEP SUB
VARIABEL
INDIKATOR SKALA
Rasio-rasio
kesehatan
bank (x)
a. Capital (X1)
b. Assets
Quality (X2)
Kemampuan bank
untuk menyerap
kerugian-kerugian
yang tidak dapat
dihindarkan
Semua aktiva dalam
rupiah maupun valuta
Rasio modal terhadap aktiva
tertimbang menurut resiko
(CAR)
Rasio pembiayaan
bermasalah terhadap total
Rasio
Rasio
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
74
c.Management
(X3)
d.Earnings
(X4)
e. Liquidity
(X5)
asing yang dimiliki
oleh bank dengan
maksud untuk
memperoleh
penghasilan.
Diproksikan dengan
NPL
Dalam proses
pencapaian misi,
tujuan dan strategi
bank diperlukan
management yang
berkualitas yang
berkinerja baik.
Diproksikan dengan
Fee Based Income
ratio
Mengukur tingkat
efisiensi dan
profitabilitas yang
dicapai oleh bank.
Dapat memenuhi
kewajiban hutang-
hutangnya dan dapat
memenuhi permintaan
pembiayaan yang
diajukan tanpa
penangguhan.
Sumber: BI SK
No.30/277/KEP/DIR,1
9 Maret 1998
pembiayaan
(NPL)
Rasio fee based income
terhadap total pendapatan
(FBR)
a. rasio laba terhadap total aktiva
(ROA)
b. rasio biaya operasional
terhadap pendapatan
operasional
(BOPO)
a.rasio call money terhadap
modal inti
(CML)
b. rasio pembiayaan yang
diberikan terhadap dana pihak
ketiga (LDR)
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
75
Pertumbu
han bank
(Y)
sebagai tahapan awal
siklus kehidupan
perusahaan, pada tahapan
ini, beberapa hal yang
dijalankan pihak
manajemen adalah
komitmen untuk
mengembangkan suatu
produk atau jasa baru,
membangun fasilitas
pelayanan, menambah
kemampuan operasi
pelayanan,
mengembangkan sistem,
infrastruktur dan jaringan
distribusi.
Sumber:
KaplanNorton (1996:48)
a.pertumbuhan investasi (Aktiva
Tetap)
%1001
1 xNB
NBNB
t
tt
−
−−
b. pertumbuhan SDM
%1001
1 xSDM
SDMSDM
t
tt
−
−−
c.pertumbuhan jaringan kantor
(JK)
%1001
1 xJK
JKJK
t
tt
−
−−
d. pertumbuhan pmbiayaan
(JP)
%1001
1 xJP
JPJP
t
tt
−
−−
Sumber:
Sofyan Syafri Harahap
(1998)
Rasio
Rasio
Rasio
Rrasio
Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan metode statistik untuk menguji apakah rasio-
rasio kesehatan bank sebagai variabel bebas (independen) berhubungan dengan
pertumbuhan bank sebagai variabel terikat (dependen). Untuk menguji hubungan ini
dilakukan analisis korelasi. Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan
kuatnya hubungan antar dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam bentuk
hubungan positif atau negatif, sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dalam
besarnya koefisien korelasi (Sugiyono, 2002: 210).
Analisis korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien
korelasi Pearson ( ρ ) yang bertujuan untuk menentukan derajat hubungan antara
variabel X dengan variabel Y (Sugiyono, 2002:215). Rumus yang digunakan adalah :
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
76
1 1 1
2 2
2 2
1 1 1 1
n n n
i i i i
i i iYX
n n n n
i i i i
i i i i
n X Y X Y
r
n X X n Y Y
= = =
= = = =
−
= − −
∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑
Adapun interpretasi dari nilai koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
� Nilai r = +1 atau mendekati +1 menunjukkan adanya hubungan yang sangat
kuat dan searah antara kedua variabel yang diteliti
� Nilai r = -1 atau mendekati -1 menunjukkan adanya hubungan yang sangat
kuat dan terbalik antara kedua variabel yang diteliti
� Nilai r = 0 atau mendekati 0 menunjukkan hubungan yang timbul antara
kedua variabel sangat lemah atau tidak ada hubungan
Analisis korelasi dilakukan terhadap masing-masing variabel tingkat kesehatan
terhadap variabel pertumbuhan untuk tahun 2002 dan 2003. Sedangkan pengujian
koefisien korelasi, digunakan rumus statistik uji-t yaitu:
Harga t hitung dibandingkan dengan harga t tabel dengan kesalahan 5% uji dua pihak
dan dk = n – 2 dengan kriteria:
Ho diterima atau Ha ditolak jika t hitung ≤ t tabel
Ho ditolak atau Ha diterima jika t hitung ⟩ t tabel
Hasil-hasil Penelitian
Data-data variable independent dan variable dependent
Untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya, maka
terlebih dahulu disajikan nilai rata-rata dan standar deviasi dari data variabel
independent yaitu tingkat kesehatan bank umum syariah dan data variable dependent
yaitu pertumbuhan bank umum syariah.
Tabel 5
Nilai Rata-rata Data Variabel Tingkat Kesehatan
Variabel Rata-rata (%) Standar deviasi
Rasio CAR 20.8300 2.5072
Rasio NPL 3.6350 0.3586
Rasio FBR 11.3875 0.9903
Rasio ROA 2.4250 0.3203
Rasio BOPO 84.7900 2.4705
Rasio LDR 79.5125 5.9368
Rasio CML 0.7925 0.3877 Sumber : Laporan Tahunan BUS (data diolah, 2005)
( )2
s
s
r1
2nrt
−
−=
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
77
Tabel 6
Data Pertumbuhan Bank Syariah Tahun 2002 dan 2003
Aktiva Tetap SDM Jaringan Kantor Pembiayaan
01/'02 02/03 01/'02 02/03 01/'02 02/03 01/'02 02/03 Pertumbuhan
% % % % % % % %
BMI 2.02% 34.93% 8.63%
18.52
% 11.76% 34.21%
15.35
%
35.23
%
BSM
10.39
% 37.40% 8.14%
18.49
% 18.92% 31.82%
15.39
%
37.89
% Sumber : Laporan Tahunan BUS (Data diolah, 2005)
Hubungan Rasio-Rasio Kesehatan dengan Pertumbuhan Aktiva Tetap
Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang
digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio
kesehatan bank dengan pertumbuhan aktiva tetap.
Tabel 7
Pengujian Hubungan Rasio-Rasio Kesehatan Bank dengan
PertumbuhanAktiva Tetap
Indikator Kesehatan Bank Umum Syariah
r t-hitung t-tabel Keterangan
CAR 0.996 16.514 4.3027 Signifikan
NPL 0.980 6.915 4.3027 Signifikan
FBR -0.956 -4.627 4.3027 Signifikan
ROA 0.988 8.973 4.3027 Signifikan
BOPO -0.951 -4.371 4.3027 Signifikan
LDR -0.967 -5.381 4.3027 Signifikan
CML 0.951 4.339 4.3027 Signifikan Sumber : Hasil pengolahan data (2005)
Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada table 7 menunjukkan bahwa
semua rasio-rasio kesehatan bank pada bank umum syariah memiliki hubungan yang
signifikan dengan pertumbuhan aktiva tetap. Bila dilihat dari nilai koefisien
korelasinya, rasio CAR memiliki hubungan yang paling kuat dengan pertumbuhan
aktiva tetap.
Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan SDM
Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang
digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio
kesehatan bank dengan pertumbuhan sumber daya manusia.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
78
Tabel 8
Pengujian Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan SDM
Bank Umum Syariah Indikator
Kesehatan r t-hitung t-tabel Keterangan
CAR 0.971 5.761 4.3027 Signifikan
NPL 0.921 3.352 4.3027 Tdk signifikan
FBR -0.978 -6.590 4.3027 Signifikan
ROA 0.926 3.461 4.3027 Tdk signifikan
BOPO -0.864 -2.432 4.3027 Tdk signifikan
LDR -0.913 -3.167 4.3027 Tdk signifikan
CML 0.921 3.350 4.3027 Tdk signifikan
Sumber : Hasil pengolahan data (2005)
Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada tabel 8 menunjukkan bahwa
rasio CAR dan FBR pada bank umum syariah memiliki hubungan yang signifikan
dengan pertumbuhan SDM, sementara rasio lainnya tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan pertumbuhan SDM. Bila dilihat dari nilai koefisien korelasinya,
rasio FBR memiliki hubungan yang paling kuat dengan pertumbuhan SDM.
Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan PertumbuhanKantor Cabang
Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang
digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio
kesehatan bank dengan pertumbuhan kantor cabang.
Tabel 9
Pengujian Hubungan Rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan Kantor Cabang
Indikator Kesehatan Bank Umum Syariah
r t-hitung t-tabel Keterangan
CAR 0.995 14.445 4.3027 Signifikan
NPL 0.996 15.782 4.3027 Signifikan
FBR -0.899 -2.904 4.3027 Tdk signifikan
ROA 0.972 5.842 4.3027 Signifikan
BOPO -0.977 -6.421 4.3027 Signifikan
LDR -0.921 -3.346 4.3027 Tdk signifikan
CML 0.988 9.169 4.3027 Signifikan Sumber : Hasil pengolahan data (2005)
Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada table 9 menunjukkan bahwa
rasio FBR dan LDR pada bank umum syariah tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang, sementara rasio lainnya memiliki
hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang. Bila dilihat dari nilai
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
79
koefisien korelasinya, rasio NPL dan CAR memiliki hubungan yang paling kuat
dengan pertumbuhan kantor cabang.
Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan Pembiayaan
Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang
digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio
kesehatan bank dengan pertumbuhan pembiayaan
Tabel 10
Pengujian Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan Pembiayaan
Bank Umum Syariah Indikator Kesehatan
r t-hitung t-tabel Keterangan
CAR 0.973 5.918 4.3027 Signifikan
NPL 0.926 3.458 4.3027 Tdk signifikan
FBR -0.991 -10.411 4.3027 Signifikan
ROA 0.946 4.147 4.3027 Tdk signifikan
BOPO -0.874 -2.545 4.3027 Tdk signifikan
LDR -0.946 -4.119 4.3027 Tdk signifikan
CML 0.906 3.028 4.3027 Tdk signifikan Sumber : Hasil pengolahan data (2005)
Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada tabel 10 menunjukkan
bahwa rasio CAR dan FBR pada bank umum syariah memiliki hubungan yang
signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan, sementara rasio lainnya tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan. Bila dilihat dari nilai
koefisien korelasinya, rasio FBR memiliki hubungan yang paling kuat dengan
pertumbuhan pembiayaan.
Analisis Hubungan Rasiotingkat Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan
Berdasarkan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson
menunjukkan bahwa pada bank syariah semua rasio kesehatan bank menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan aktiva tetap. Aktiva Tetap merupakan
salah satu aktiva yang sangat dibutuhkan perusahaan untuk memperlancar
kegiatannya, oleh karena itu perusahaan harus melakukan usaha-usaha untuk
meningkatkannya.
Berdasarkan uji korelasi Pearson, menunjukkan bahwa rasio CAR dan FBR
pada bank syariah mempunyai hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan SDM.
Sedangkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR dan CML tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan pertumbuhan SDM bank syariah. Masalah sumber daya manusia
dalam perbankan syariah merupakan masalah yang paling rumit, karena sumber daya
manusia dalam perbankan syariah harus memiliki pengetahuan yang luas di bidang
perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktik perbankan,
serta mempunyai komitmen yang kuat untuk menerapkannya secara konsisten. Jarang
didapati dalam suatu bank SDM yang memahami kedua ilmu dasar ini. Oleh karena
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
80
itu diperlukan biaya yang cukup untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM
bank syariah dan biaya ini dapat diperoleh dengan peningkatan modal dan
peningkatan pendapatan fee based income.
Untuk pertumbuhan kantor cabang, sesuai dengan uji korelasi Pearson
menunjukkan bahwa rasio CAR, NPL, ROA, BOPO dan CML pada bank syariah
memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang, sedangkan
rasio FBR dan LDR tidak memiliki hubungan yang signifikan. Pengembangan
jaringan kantor bank diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada
masyarakat. Kurangnya jumlah bank akan menghambat kerjasama antar bank
berkenaan dengan penempatan dana antar bank dalam hal mengatasi masalah
likuiditas. Jaringan kantor menjadi penting dalam perkembangan perbankan syariah
karena ia merupakan unit layanan bagi pemenuhan based customer sehingga
masyarakat akan menjangkau unit-unit tersebut. Selain itu kebijaksanaan perusahaan
untuk menetapkan pertumbuhan kantor cabang tidak melalui fee based income dan
LDR.
Untuk pertumbuhan pembiayaan, rasio CAR dan FBR pada bank syariah
memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan. Bila dilihat
dari nilai koefisien korelasinya, rasio CAR memiliki hubungan yang paling kuat
dengan pertumbuhan pembiayaan. Bank Syariah dalam menjalankan usahanya
mempunyai 5 prinsip operasional yang terdiri dari (1) sistem simpanan (2) bagi hasil
(3) margin keuntungan (4) sewa (5) fee (Antonio : 2001). Dengan keragaman
kegiatan usaha bank syariah tersebut telah menumbuh kembangkan berbagai aspek
transaksi ekonomi dalam masyarakat sehingga bank syariah akan memiliki daya
adaptasi yang tinggi terhadap kebutuhan dunia usaha. Dengan keragaman produk
maka diperlukan modal yang cukup sehingga dapat memicu pertumbuhan
pembiayaan. Sedangkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR dan CML tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan, hal ini disebabkan
karena ada faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Dari hasil pengujian korelasi Pearson, sebahagian besar rasio-rasio kesehatan
bank berhubungan dengan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang menyatakan bahwa ketentuan tentang tingkat kesehatan bank
dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai: tolok ukur untuk menetapkan arah
pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun industri
perbankan secara keseluruhan. Hal serupa juga dinyatakan dalam Statement of
Financial Accounting Concepts No.1 (SFAC No.1) bahwa penilaian kinerja dapat
digunakan untuk melihat prospek perusahaan yang bersangkutan di masa yang akan
datang.
Kesimpulan
- Semua rasio kesehatan bank memiliki hubungan yang signifikan dengan
pertumbuhan aktiva tetap
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
81
- Rasio CAR dan FBR memilki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan
SDM, sedangkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR dan CML tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan SDM.
- Rasio CAR, NPL, ROA, BOPOdan CML memiliki hubunganyang signifikan
dengan pertumbuhan kantor cabang, sedangkan rasio FBR dan LDR tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang.
- Rasio CAR dan FBR memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan
pembiayaan, sedangkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR dan CML tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan.
Rekomendasi
- Dari hasil pengujian korelasi membuktikan bahwa rasio modal (CAR) merupakan
rasio yang memiliki hubungan signifikan positif dengan pertumbuhan, oleh sebab
itu disarankan kepada perbankan untuk tetap menjaga rasio CAR
- Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah populasi yaitu jumlah
bank dan tahun penelitian, mempertimbangkan ukuran perusahaan sehingga bank
yang bermodal besar tidak disatukan dengan bank yang bermodal kecil dan
memasukkan faktor-faktor selain faktor fundamental dalam variable penelitian
seperti subsidi pemerintah dan keadaan politik agar dapat memberikan hasil yang
komprehensif.
Referensi
Adiwarman Karim, 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kotemporer, Gema Insani.
Jakarta
________________, 2003. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. The
International Institute of Islamic Thought (IIIT). Jakarta
____________, 1998. SK. No:30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
____________, 2002.Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia.
Jakarta
___________, 2003. Statistik Perbankan Syariah. Jakarta
FASB. 1978. Statement Of Financial Accounrting Concept No.1: Objectives of
Financial Reporting by Bussiness Enterprises.
Husein Umar, 1998. Riset Akuntansi.PT Gramedia Pustaka Utama. Jaklarta.
___________________________, 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia. Salemba Empat. Jakarta
Kaplan and Norton, 1996. Translating Strategy into Action The Balanced
Scorecard, Havard Business School Press Boston. Massachussets
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
82
Karnaen Perwataatmaja dan Syafi’i Antonio, 1999. Apa dan Bagaimana Bank
Islam. PT Dana Bhakti Prima Yasa. Yogyakarta
Lukman Dendawijaya, 2003. Manajemen Perbankan, Penerbit Ghalia Indonesia.
Jakarta
Martono, 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Ekonisia. Yogyakarta
Mas’ud Machfoedz, 1994. Financial Ratio Analysis And The Prediction Of
Earnings Changes In Indonesia. Kelola Gajah Mada University Business
Review No.7/111
Muhammad Syafi’I Antonio, 2000. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Tazkia
Institute. Jakarta
________________________, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek,Gema
Insani Press. Jakarta
Sofyan Syafri Harahap, 2000. Analisa Kritis atas Laporan Keuangan.PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Tim Biro Riset Info Bank, 2003. Sembilan Rasio Keuangan yang Menentukan
Kinerja. Jakarta
Sugiyono, 2002. Metode Penelitian Bisnis. CV.Alvabeta. Bandung
Y.S Wilopo, 2001. Prediksi Kebangkrutan Bank. Simposium Nasional Akuntansi ke
III. Jakarta
Y.Sri Susilo dkk, 2000.Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Cetakan Pertama:
Salemba Empat, Jakarta
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
83
ANALISIS PROSPEK INVESTASI PERTANIAN
TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN PIDIE
Syamsul Bahri
The goal of the research to analyze investment prospect to superior agriculture
commodity (pepper and soybean) are observed in financial side in Kabupaten Pidie
and to know the problem that face by farmers of superior agriculture commodity
(pepper and soybean)in Kabupaten Pidie. To analyze are used primary data the
result of field research. The data are respondent characteristic, land area, financing,
income of harvest per period and the others they have related with construction and
capitalization from external fund like banking and non banking institution from
government. The sample for soybean commodity has taken at Kembang Tanjong and
the pepper commodity at Kecamatan Delima. To analyze working advisability used to
some criteria investment that forecast able to answer the problems in research.
It is happens criteria that use are Net Present Value (NPV), Gross Benefit Ratio
(Gross B/C), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Internal rate of Return (IRR) and
Break Even Point (BEP). The result of research gave expression that pepper and
soybean commodity in both locations feasible to grow up. This is establish by Net
Present Value score is Rp. 2,234,450 and Rp. 1,975,300, Gross B/C is 1.076 and
1.050, Net B/C is 2.070 and 2.310, IRR is higher than interest that is 63.61% and
49.67% per year. While pay back period has gotten on 3 month 18th
days and 6 month
5th
days age plant.
Key word: Capital, organization, commodity, criteria investment
Syamsul Bahri adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
83
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
84
Pendahuluan
Dalam konteks perekonomian nasional, sektor pertanian masih menempati
posisi terpenting dan cukup strategis. Kecuali memiliki kandungan impor yang
rendah, sektor ini ternyata juga relatif lebih tangguh dan mampu bertahan dari
pengaruh krisis ekonomi, dibanding dengan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), menurut Badan Pusat Statistik (2000),
merupakan sektor yang masih mampu bertahan dan tumbuh positif, dengan laju 0,56
persen.
Kabupaten Pidie yang terletak diantara Kabupaten Bireuen, Aceh Besar, dan
Aceh Barat, merupakan kawasan yang cocok untuk sektor pertanian (zona pertanian).
Daerah pertanian yang dimaksud disini adalah upaya pengembangan sektor pertanian
yang tidak terlepas dengan sektor industri, dalam artian pengembangan sektor yang
diikuti pula oleh tumbuhnya sektor industri, khususnya industri pengolahan. Namun
pemanfaatan sumber daya daerah tersebut masih mengalami banyak kendala. Selain
disebabkan oleh masih minimnya informasi tentang potensi daerah yang dapat
dikembangkan, juga belum terciptanya iklim investasi yang memadai, terutama dalam
penyediaan infrastruktur, disamping kestabilan politik dan keamanan yang masih
rentan oleh berbagai gangguan.
Dalam upaya mendorong dan menarik minat para calon investor baik
domestik maupun asing, maka penyediaan informasi tentang potensi daerah dinilai
sangat penting. Informasi ini diharapkan bermanfaat antara lain : (1) para calon
investor besar/profesional lebih cepat menangkap peluang usaha; (2) para pelaku
usaha kecil dan menengah di dalam dan luar daerah dapat memilih dan
mengidentifikasi usaha-usaha yang prospektif dan layak. Selama ini, informasi
tentang profil informasi investasi komoditas unggulan di Kabupaten Pidie masih
sangat terbatas. Komoditas unggulan dimaksud dari sektor pertanian tanaman pangan
adalah kedelai dan cabai yang banyak diminati untuk diusahakan oleh masyarakat di
daerah ini.
Mencermati keadaan tersebut, maka perlu dipikirkan langkah konkrit untuk
mendukung penyedian informasi bagi para calon investor dari dalam dan luar negeri.
Dalam hal ini, perlu juga mempertimbangkan persyaratan baik teknik maupun
operasional dari segi teknis yang harus mendapat perhatian adalah persyaratan
tumbuh tanaman kedelai dan cabai, maka dapat dikatakan Kabupaten Pidie sangat
potensi.
Kedelai salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang cukup penting bagi
kehidupan manusia, dewasa ini kedelai juga banyak digunakan untuk pakan dan
bahan industri serta semakin meningkatnya perhatian masyarakat akan bahan pangan
bergizi menyebabkan permintaan kedelai diprediksikan akan mengalami peningkatan.
Sedangkan cabai merupakan bahan pangan yang harus terjamin diupayakan
ketersediaannya.
Dalam upaya merangsang pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten
Pidie dan memperluas kesempatan kerja, maka perencanaan dan pengembangan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
85
produksi kedelai dan cabai yang menguntungkan petani perlu mendapat perhatian
serius. Sehubungan dengan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang peluang usaha dan analisis kelayakan investasi usahatani kedelai dan cabai di
Kabupaten Pidie ditinjau dari segi keuntungan petani.
Tinjauan Teoritis
Salah satu usaha pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi yang sedang
melanda Indonesia adalah dengan memberdayakan kembali sektor pertanian,
mengingat sektor ini mampu berperan mendorong upaya pemulihan ekonomi dan
memperluas lapangan kerja. Disamping juga dapat meningkatkan pendapatan dan
pemerataan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu studi tentang
prospek investasi. Dalam hali ini kriteria investasi merupakan salah satu peralatan di
dalam pengevaluasian proyek atau sebagai suatu ukuran dalam rangka pengambilan
keputusan terhadap rencana yang memungkinkan atau menguntungkan, atau bahkan
sebaliknya bisa merugikan apabila kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai suatu
proyek.
Menurut Syakhiruddin (1981 : 46) pada umumnya kriteria investasi yang
digunakan dalam proyek investasi adalah sebagai berikut :
1. Net Present Value (NPV)
2. Net Benefit Cost Ratio
3. Gross Benefit Cost Ratio
4. Gross Benefit Cost Ratio
5. Profitabilitiy Ratio
6. Internal Rate of Return
Disamping itu, masih ada kriteria yang dianggap juga penting adalah Pay
Back Period ( PBP) dan Break Even Point (BEP). Pay Back Period merupakan suatu
jangka waktu tertentu yang menunjukkan kapan terjadinya arus penerimaan secara
kumulatif mampu mengembalikan seluruh biaya investasi yang di tanamkan ke dalam
proyek termasuk biaya pengganti (baik biaya investasi maupun arus benefit dalam
bentuk present value). Sedangkan jangka waktu terjadinya arus benefit secara
kumulatif mampu menutupi total cost disebut dengan break even point, atau sering
dikatakan waktu dimana seluruh biaya sudah dapat dikembalikan dari kegiatan
proyek.
Bagi para penentu kebijakan (policy makers) yang penting adalah
mengarahkan penggunaan sumber-sumber yang langka itu ke dalam proyek-proyek
yang dapat memberikan hasil yang terbanyak bagi perekonomian artinya yang
menghasilkan The Social Return atau Economic Return yang tertinggi.
1. Perbedaan Penilaian antara Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi, ada
beberapa unsur yang berbeda penilaiannya antara Analisis Finansial dan Analisis
Ekonomi yakni dalam hal harga, biaya, pembayaran transfer.
2. Tahapan studi kelayakan bisnis
a. Penemuan ide pokok, untuk satu ide proyek pengambil keputusan biasanya
tergantung pada 3 faktor yaitu:
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
86
� cocok dengan kata hatinya
� mampu melibatkan diri dalam hal-hal teknis
� keyakinan akan kemanfaatan proyek untuk menghasilkan laba.
a. Tahap penelitian, setelah ide-ide proyek dipilih, selanjutnya dilakukan
penelitian. proses itu dengan mengumpulkan data, lalu mengelola data
dengan memasukkan teori-teori relevan, menganalisa dan
menginterprestasikan hasil pengolahan data dengan alat-alat analisis yang
sesuai menyimpulkan hasil sampai pada pekerjaan membuat laporan hasil
penelitian.
b. Tahap evaluasi proyek bisnis, ada 3 (tiga) evaluasi proyek yaitu:
mengevaluasi usaha proyek yang akan didirikan, mengevaluasi proyek yang
sedang beroperasi, mengevaluasi proyek yang selesai dibangun.
c. Tahap pengurutan usaha yang layak, dilakukan jika terdapat lebih dari proyek
yang dianggap layak, maka untuk itu diprioritaskan proyek yang mempunyai
skor tertinggi untuk direalisasikan.
d. Tahap rencana pelaksanaan proyek bisnis, setelah suatu usulan proyek di
setujui untuk direalisasikan , maka ditentukanlah jenis pekerjaan, waktu yang
dibutuhkan untuk tiap jenis pekerjaan. Jumlah dan kreatifikasi tenaga
pelaksanaan, ketersediaan dana dan sumberdaya lain, kesiapan manajemen
dan lain-lain.
e. Tahap pelaksana proyek bisnis, setelah semua rencana persiapan uang harus
dikerjakan setelah disiapkan. Tahap pelaksanaan proyekpun dimulai. Semua
tenaga pelaksana proyek dari pemimpin proyek sampai pada tingkat paling
bawah harus bekerja sama dengan sebaiknya sesuai dengan rencana yang
telah di tetapkan. Memang pada kenyataannya sulit ditemukan bahwa rencana
yang dibuat sama persis dengan realisasinya.
Metode Penelitian
Populasi dan Sampel
Penelitian dilakukan di Kabupaten Pidie. Penentuan daerah tersebut karena
mengingat bahwa Kabupaten Pidie merupakan daerah potensial untuk dikembangkan
usaha tani kedelai dan cabai. Hal ini sesuai dengan sistem penentuan lokasi secara
“Purposive Random Sampling”, yaitu pengambilan lokasi penelitian sesuai dengan
kepentingan penelitian. Adapun lokasi penelitian tersebut adalah di Kecamatan
Delima untuk komoditas cabai dan Kembang Tanjong untuk komoditas kedelai.
Pemilihan kedua kecamatan dikarenakan daerah tersebut memiliki lebih banyak
jumlah produksinya dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain, yang terdapat
di kabupaten ini.
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani menurut bilangan
kepala keluarga yang mengusahakan usaha tani kedelai dan cabai. Sedangkan yang
menjadi sampel dalam penelitian ini adalah dipilih responden untuk masing-masing
komoditas yaitu sebanyak 30 sampel. Sehingga keseluruhan menjadi 60 responden.
Penarikan sampel dilakukan secara “Stratified Random Sampling”. Sampel dipilih
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
87
ditiga tingkat kelompok petani masing-masing 10 sampel pada kelompok rendah,
menengah dan kelompok usaha yang sudah cukup besar.
Model Analisis
Metode analisis data akan digunakan beberapa kriteria investasi yang
dianggap mampu menjawab permasalah dalam penelitian ini. Adapun kriteria yang
digunakan adalah:
1. Net Present Value (NPV)
N
∑ NBi (1 + i)-n NPV =
i = 1
2. Gross Benefit Cost Ratio ( Gross B/C)
Gross B/C =
3. Net Benefit Ratio (Net B/C)
Net B/C =
4. Internal Rate of Return (IRR)
NPV1
IRR = i1 +
NPV1 - (NPV2)
. ( i2 - i1)
5. Break Event Point (BEP)
BEP = TP-1 +
dimana :
Net NPV = Net Present Value
Gross B/C = Gross Benefit Cost Ratio
Net B/C = Net Benefit Cost Ratio
IRR = Internal Rate of Return
NB = Total Benefit yang telah hubungkan dengan tingkat bunga
C = Total Pengeluaran (biaya) yang telah dihubungkan dengan tingkat bunga
NB (-) = Pengeluaran yang telah dihubungkan dengan tingkat bunga
∑
∑C
B
∑∑
−
+
)(
)(
NB
NB
Σ TCi – Σ Biep –1
ΣBp
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
88
NB (+) = Penerimaan yang telah dihubungkan dengan tingkat bunga
N P- 1 = Tahun sebelum Terdapat BEP.
BC-1 = Jumlah total cost yang telah di- discount.
Biep-1 = Jumlah benafit yang telah di- discount sebelum BEP.
BP = Jumlah benefit pada saat BEP.
Untuk pengujian hipotesis yang telah dirumuskan di atas, maka digunakan
kriteria-kriteria sebagai berikut (Syakhiruddin, 1981 : 45)
(1) NPV lebih besar dari 0 (nol).
(2) Gross B/C Ratio lebih besar dari 1 (satu).
(3) Net B/C Ratio lebih besar dari 1 (satu).
(4) IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku.
Apabila kriteria-kriteria tersebut dapat dipenuhi, maka hipotesis dapat
diterima, yang berarti usahatani kedelai dan cabai di Kabupaten Pidie adalah layak
untuk dilaksanakan dan dikembangkan serta menguntungkan petani kedelai dan cabai
secara finansial. Demikian pula sebaliknya bila tidak memenuhi kriteria investasi
sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka baru dapat disimpulkan bahwa
pengembangan kedelai dan cabai tidak layak untuk dilaksanakan, karena merugikan
petani secara finansial.
Hasil-hasil Penelitian
Keadaan Sampel Petani Kedelai dan Cabai
Karakteristik petani kedelai dan cabai dalam penelitian ini meliputi umur,
tingkat pendidikan, pengalaman kerja sebagai petani kedelai dan cabai dan
tanggungan keluarga. Karakteristik petani ini merupakan salah satu unsur yang dapat
mempengaruhi kemampuan seorang petani dalam mengelola usahanya, meningkatnya
produksi, mengefisienkan pengunaan biaya produksi dan untuk meningkatkan
pendapatan. Karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 4.1.
TABEL 4.1
Rata-Rata Karakteristik Responden di Daerah Penelitian Tahun 2005
Rata-rata
No. Karakteristik Satuan
(tahun/orang) Kec. K. Tanjong Kec. Delima
1. Umur Tahun 43,93 44,67
2. Pendidikan Tahun 11,30 10,50
3. Jumlah Tanggungan orang 4,43 4,67
4 Jumlah Angkatan Kerja orang 2,57 2,87
Jumlah Responden 30 30
Sumber : Data Primer, 2005 (diolah)
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
89
Luas Lahan Garapan
Luas lahan garapan yang dimaksudkan didalam penelitian ini adalah luas
bidang tanah yang dimanfaatkan, diusahakan, dan digarap oleh petani sampel untuk
bercocok tanam kedelai dan cabai. Keadaan rata-rata lahan garapan yang diusahakan
petani sampel di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
TABEL 4.2
Rata-Rata Luas Lahan Garapan Kedelai Dan Cabai Dari Petani
Sampel di Daerah Penelitian Tahun 2005
No. Kecamatan Sampel (orang) Rata-rata
Lahan Garapan (ha)
1. Kembang Tanjong 30 1,11
2. Delima 30 0,98
Sumber : Data Primer, 2005
Produksi dan Nilai Produksi
Produksi dalam penelitian ini adalah penerimaan kotor dalam bentuk fisik
berupa hasil usaha tani kedelai dan cabai. Sementara nilai produksi merupakan hasil
perkalian antara banyaknya produksi dengan harga satu satuan. Besarnya nilai
produksi sangat ditentukan oleh banyaknya produksi. Semakin banyak produksi yang
dihasilkan perstuan waktu, maka semakin besar pula nilai produksinya. Akan tetapi
besar kecilnya yang diperoleh petani adalah sangat tergantung kepada tingkat
pengelolaan usaha tani itu sendiri, luas garapan yang diusahakan, ketersediaan modal,
dan penyediaan tenaga kerja yang tepat. Rata-rata produksi dan nilai produksi
perhektar dalam satu kali masa usaha dari usaha tani kedelai dan cabai di daerah
penelitian adalah sebagai berikut.
TABEL 4.3
Rata-Rata Produksi dan Nilai Produksi Perhektar
Di Daerah Penelitian, Tahun 2005
No. Kecamatan Luas Areal
sample (ha)
Rata-rata Produksi
(kg/ha)
Rata-rata Nilai
Produksi (Rp/ha)
1. Kembang Tanjong 33,26 1.675 8.374.400
2. Delima 29,29 1.343 10.072.450
Sumber : Data Primer, 2005
Pembiayaan Usahatani
Pembiayaan usahatani yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah
semua biaya yang dibutuhkan pada usahatani kedelai dan cabai, baik dibayar maupun
tidak dibayar. Perhitungan pembiayaan usahatani kedelai dan cabai dimulai dari fase
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
90
persiapan tanaman sampai dengan fase menghasilkan produksi dalam batas umur
ekonomis, dimana didalam penelitian ini dibatasi masing-masing untuk kedelai 4
bulan dan cabai 7 bulan.
Komponen pembiayaan dalam usahatani kedelai dan cabai di daerah
penelitian mencakup biaya tenaga kerja, pengadaan bahan, peralatan, dan biaya
umum. Tenaga kerja yang dibutuhkan terutama untuk kegiatan pada : (1) fase
persiapan tanam, termasuk pembersihan, penanaman, membuat drainase, dan
pemagaran. (2) fase pemeliharaan; mencakup kegiatan pengendalian hama, serta
pemupukan dan lainnya; dan 3) pemanenan dan pemasaran hasil. Tenaga kerja yang
digunakan umumnya berasal dari dalam keluarga, kecuali pada kegiatan-kegaitan
tertentu, karena tidak mampu untuk dikerjakan oleh tenaga kerja dalam keluarga.
Bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam usaha tani kedelai dan
cabai adalah bibit, pupuk, insektisida, cangkul, parang, skop, kawat duri, gubuk, dan
lainya. Sementara biaya umum mencakup biaya yang berhubungan dengan
pengelolaan usahatani kedelai dan cabai. Besarnya rata-rata pembiayaan usahatani
kedelai dan cabai di daerah penelitian adalah sebagai berikut :
TABEL 4.4
Rata-Rata Pembiayaan Usahatani Kedelai
Di Daerah Penelitian Tahun 2005
No. Jenis Pembiayaan Rata-Rata (Rp) %
1. Tenaga Kerja 1.123.333 0,514
2. Bahan dan Peralatan 769.757 0,351
3. Biaya Umum 294.500 0,135
Jumlah 2.187.590 100,00
Sumber : Data Primer, 2005
TABEL 4.8
Rata-Rata Pembiayaan Usaha Tani Cabai
Di Daerah Penelitian Tahun 2005
No Jenis Pembiayaan Rata-rata (Rp) %
1. Tenaga Kerja 1.059.167 0,518
2. Bahan dan Peralatan 905.667 0,443
3. Biaya Umum 78.500 0,039
Jumlah 2.043.333 100,00
Sumber : Data Primer, 2005
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
91
Aspek Teknis
Aspek teknis dalam hal ini merupakan aspek yang berkenaan dengan proses
pengembangan pengusahaan komoditas kedelai dan cabai secara teknis dan
pengoperasiannya setelah proyek ini dijalankan.
Memperhatikan kondisi fisik tanah, iklim, sumber daya manusia, serta
prasarana dan sarana di Kabupaten Pidie, maka secara teknis kondisi wilayah ini
sangat mendukung bagi dikembangkannya komoditas unggulan seperti kedelai dan
cabai. Khusus komoditas kedelai, potensi wilayah yang dimiliki Kabupaten Pidie
sangat sesuai untuk budidaya tanaman ini, terutama di Kecamatan Kembang Tanjong.
Sementara itu, komoditas cabai yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini
diantaranya adalah lokasi proyek, luas areal, dan pemilihan jenis teknologi produksi.
Sesuai dengan pengamatan lapangan dari segi lokasi proyek dan luas areal, termasuk
pemilihan teknik produksi yang tepat. Pengembangan komoditas cabai di Kabupaten
Pidie terutama di kecamatan Delima sangat potensial.
Berkaitan dengan pemilihan teknologi yang digunakan maka perlu
diperhatikan berapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi
yang diberikan dari pemilihan teknologi tersebut. Disamping itu juga perlu
diperhatikan kemampuan pengetahuan penduduk/petani (tenaga kerja) setempat dan
kemungkinan pengembangannya, pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari
penggunaan teknologi tersebut terhadap sosial masyarakat setempat.
Aspek Organisasi/Manajemen
Pengembangan komoditas unggulan dalam konteks agribisnis tidak hanya
difokuskan pada aspek “on-farm” atau budidaya, seperti produksi (kuantitas dan
kualitas), melainkan juga perlu diberikan tumpuan pada aspek organisasi/manajemen
dalam hal budidaya maupun pemasaran hasil produksi. Tahap pertama yang
diperlukan adalah perencanaan, termasuk di dalamnya mengidentifikasi berbagai
kegiatan yang perlu dilakukan, lama waktu masing-masing kegiatan, dan biaya yang
mesti dikeluarkan, disamping supply logistik agar semua kegiatan dapat berjalan
lancar. Menyangkut dengan manajemen usahatani ini ada beberapa pertanyaan yang
mesti diatur secara optimal, yakni 1) mengenai apa, bagaimana, siapa, dan kapan
kegiatan tersebut dilaksanakan; 2) fasilitas apa yang diperlukan; dan 3) pengawasan
yang diperlukan supaya kegiatan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Ketersediaan organisasi dan kemampuan manajemen usahatani sangat
menentukan keberhasilan suatu sistem agribisnis. Koordinasi yang baik antar
kelompok tani yang ada, misalnya, akan mewujudkan keseragaman dalam kegiatan
usahatani baik dalam hal produksinya (pengolahan tanah, pemilihan benih/bibit,
penanaman, pemeliharaan dan pemanenan) maupun pasca panen. Dengan cara yang
demikian, kegiatan usahatani menjadi efisien dan dapat mengantisipasi terjadinya
fluktuasi harga.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
92
Persoalan yang sering mengemuka di dalam sistem agribisnis adalah belum
mantapnya keterkaitan antara subsistem-subsistem yang ada. Bahkan, salah-satu
subsistem mendasar yang belum tertangani dengan baik adalah pada “off-farm”
hilirnya (pengolahan dan pemasaran). Disisi yang sama, para petani masih kurang
pengetahuan tentang pasar sehingga mereka sering mengalami kerugian sewaktu
memasarkan hasil produksinya. Sesuai dengan ketentuan pasar, bila produksi
berlebihan secara spontan harga komoditas tersebut akan rendah, demikian pula
sebaliknya. Pada umumnya para petani produsen tidak mengetahui tentang berapa
jumlah persediaan komoditi yang bersangkutan di pasar. Demikian juga tentang
berapa harga keseimbangan yang berlaku di pasar untuk komoditi tersebut.
Fenomena ini juga berkaitan dengan struktur pasar yang dihadapi petani produsen
yang tidak memihak kepada petani.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, disamping menciptakan sistem agribisnis
yang mantap, juga diperlukan kerjasama antarmitra usaha yang saling
menguntungkan. Lembaga atau mitra usaha ini dapat dipercaya sebagai penyangga
dalam mempertahankan harga pasar yang adil dan menguntungkan para petani
produsen. Dalam kaitannya dengan aspek organisasi/manajemen, faktor kelembagaan
seperti koperasi dan kelompok tani diharapkan mampu berperan aktif dan saling
bekerjasama dalam menampung hasil produksi para petani.
Aspek Pemasaran
Pemasaran kedelai dan Cabai di Kabupaten Pidie selama ini tidak terbatas di
dalam daerah saja melainkan telah menjangkau luar daerah, khususnya Medan
(Propinsi Sumatera Utara). Perkembangan dalam dua tahun terakhir ini menunjukkan
bahwa pemasaran kedelai menunjukkan trend yang meningkat. Harga yang berlaku
di tingkat petani dan pengecer terlihat sangat bervariasi dan ditentukan oleh kualitas
kedelai dan Cabai. Untuk Kedelai di tingkat petani dijual pada kisaran harga antara
Rp. 4.200,-/kg – Rp 4.750,-/kg. Harga di tingkat pengumpul/grosir sebesar Rp.
4.750,-/kg – Rp 5.000,-/kg, sementara harga yang berlaku di pusat penjualan pasar
kabupaten maupun propinsi berkisar antara Rp 6.000,- – Rp 7.000,- untuk setiap
kilogramnya. Sementara cabai juga terlihat sangat bervariasi, disamping relatif sangat
berfluktuasi. Di tingkat petani harga cabai rata-rata dijual pada kisaran Rp. 5.000,-/kg
– 7.500,-/kg. Harga ditingkat pengumpul sebesar Rp. 8.000,-/kg – Rp. 9.000,-/kg,
sementara harga yang berlaku dipusat penjualan pasar kabupaten dan provinsi
berkisar Rp. 10.000,-/kg.
Analisis Finansial Komoditas Kedelai
Menilik dari jumlah penduduk Nanggroe Aceh Darussalam yang diperkirakan
terus meningkat dari tahun ke tahun, dapat diprediksikan bahwa prospek pemasaran
usaha pertanian tanaman pangan pada pasar lokal masih cukup terbuka. Dengan
asumsi bahwa faktor keamanan dan ketertiban masyarakat adalah kondusif, maka
Kabupaten Pidie dinilai sangat berpotensi menjadi penyedia hasil produksi kedelai,
cabai bagi daerah-daerah lain yang masih kekurangan. Bahkan untuk keperluan
ekspor daerah ini mampu menyediakannya. Hal ini tentunya perlu dukungan dari
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
93
semua pihak dalam rangka mempercepat proses tercapainya target tersebut.
Perhitungan analisis kelayakan agribisnis kedelai dilakukan untuk lahan seluas satu
hektar dan lokasi kegiatannya di Kabupaten Pidie, tepatnya di Kecamatan Sakti.
• Net Present Value ( NPV) Analisis NPV dalam studi ini dilakukan pada tingkat suku bunga pinjaman
pasar (20%), maka NPV yang diperoleh adalah :
n
∑ NBi (1 + i)-n NPV =
i = 1
NPV =
Rp 2.334.458
NPV =
Rp 2.334.450
Dengan asumsi bunga bank sebesar 20 % per tahun, maka penerimaan
sebenarnya yang akan diperoleh akhir empat bulan mendatang adalah Rp. 583.600,-
• Gross Benefit Cost Ratio ( Gross B/C)
Gross B/C =
Rp.2.334.458,-
Gross B/C =
Rp.2.168.650,-
= 1,076
Nilai Gross B/C Ratio sebesar 1,076 dapat dijabarkan bahwa usahatani kedelai
layak dikembangkan. penambahan di dalam total biaya sebesar 1 persen akan mampu
meingkatkan penerimaan kotor sebesar Rp. 1,076.
• Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Perhitungan nilai Net Benefit Cost Ratio (B/C) untuk Blang pohroh adalah
sebagai berikut : Σ NB(+) Net B/C = Σ NB(-)
Rp.4.093.108,-
Net B/C =
Rp.1.978.550,-
= 2,070
∑
∑C
B
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
94
Perhitungan Net B/C yang diperoleh menunjukkan bahwa upaya
pengembangan komoditas kedelai layak untuk dikembangkan, yakni 2,070 Nilai Net
B/C ratio sebesar 2,070 berarti setiap penambahan biaya sebesar Rp 1,00 dalam
usahatani kedelai, akan diperoleh peningkatan penerimaan sebesar Rp. 2,070,
sehingga bila dikalikan seribu maka tiap penambahan biaya produksi sebanyak
Rp1.000 akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp 2.070,-. Hal ini mengindikasikan
bahwa pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten pidie layak diusahakan.
• Internal Rate of Return (IRR)
NPV1
IRR = i1 + NPV1 - (NPV2)
. (i2 – i1)
2.334.458
= 0,20 + 2.334.458 – (-20.912)
. (0.64-0.20)
= 0,20 + (0,99122 x 0,44)
= 0,20 + 0,4361
IRR = 0,6361 atau 63,61 % per-tahun
IRR sebesar 63,61 persen per-tahun, menunjukkan bahwa pengembangan
agribisnis kedelai di Kabupaten Pidie masih bisa dilakukan pada tingkat bunga bank
di bawah 63,61 persen per-tahun. Suku bunga pinjaman di atas 63,61 persen per
tahun usaha ini tidak dapat dikembangkan.
• Break Event Point (BEP)
BEP = BuP-1 +
BEP = 3 +
BEP = 3 + 0,613
= 3,613, atau 3 (tiga) bulan 18 (delapan belas) hari
Σ TCi – Σ Biep –1
ΣBp
2.168.500 – 737.303
2.334.458
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
95
Nilai BEP sebesar 3,613 bermakna bahwa usahatani kedelai sangat layak
untuk diusahakan, dimana pada umur proyek 3 bulan 18 hari semua biaya sudah
dapat dikembalikan. Dengan demikian kegiatan usahatani kedelai cukup baik untuk
dikembangkan dimasa mendatang.
Analisis Finansial Komoditas Cabai
Perhitungan analisis kelayakan investasi secara finansial untuk agribisnis
cabai dilakukan untuk acuan luas satu hektar dan lokasi kegiatan di Kabupaten Pidie
tepatnya di Kecamatan Delima. Kendati demikian, hasil analisis ini dapat
diaplikasikan untuk lokasi-lokasi lain, dengan tanpa mengalami perbedaan yang
berarti. Penilaian harga input dan output seluruhnya didasarkan pada harga pasar
(market price).
• Net Present Value ( NPV)
Analisis NPV dalam studi ini dilakukan pada tingkat suku bunga pinjaman
pasar (20%), maka NPV yang diperoleh adalah :
n
∑ NBi (1 + i)-n NPV =
i = 1
NPV =
Rp 1.975.342
NPV =
Rp 1.975.300
Dengan asumsi bunga bank sebesar 20 % per tahun, maka penerimaan
sebenarnya yang akan diperoleh akhir tujuh bulan mendatang adalah Rp. 1.975.300,-
atau setara dengan Rp. 282.150,- untuk setiap bulannya.
• Gross Benefit Cost Ratio ( Gross B/C)
Gross B/C =
Rp.1.975.342,-
Gross B/C =
Rp.1.881.850,-
= 1,050
Nilai Gross B/C Ratio sebesar 1,050 mengindikasikan bahwa usaha ini layak
dikembangkan, dimana penambahan didalam total biaya sebesar 1 persen akan
berdampak pada peningktan penerimaan kotor sebesar Rp. 1,050. Angka tersebut
lebih besar dari satu.
∑
∑C
B
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
96
• Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Perhitungan nilai Net Benefit Cost Ratio (B/C) untuk Blang pohroh adalah
sebagai berikut : Σ NB(+) Net B/C = Σ NB(-)
Rp.3.482.697,-
Net B/C =
Rp1.507.350,-
= 2,310
Perhitungan Net B/C yang diperoleh menunjukkan bahwa upaya
pengembangan komoditas kedelai layak untuk dikembangkan, yakni 2,310 Nilai Net
B/C ratio sebesar 2,07 berarti setiap penambahan biaya sebesar Rp 1,00 dalam
usahatani kedelai, akan diperoleh peningkatan penerimaan sebesar Rp. 2,310,
sehingga bila dikalikan seribu maka tiap penambahan biaya produksi sebanyak
Rp1.000 akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp 2.310,-. Hal ini mengindikasikan
bahwa pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Pidie layak diusahakan.
• Internal Rate of Return (IRR)
NPV1
IRR = i1 + NPV1 - (NPV2)
. (i2 – i1)
1.975.342
= 0,20 + 1.975.342– (-21.957)
. (0.50-0.20)
= 0,20 + (0,989006 x 0,30)
= 0,20 + 0,2967
IRR = 0,4967 atau 49,67 % per-tahun
IRR sebesar 49,67 persen per-tahun, menunjukkan bahwa pengembangan
agribisnis kedelai di Kabupaten Pidie masih bisa dilakukan pada tingkat bunga bank
di bawah 49,67 persen per-tahun. Suku bunga pinjaman di atas 49,67 persen per
tahun usaha ini tidak dapat dikembangkan.
• Break Event Point (BEP)
BEP = BuP-1 +
Σ TCi – Σ Biep –1
ΣBp
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
97
BEP = 6 +
BEP = 6 + 0,1765
= 6,1765, atau 6 (enam) bulan 5 (lima) hari
Nilai BEP sebesar 6,1765 bermakna bahwa usahatani kedelai sangat layak
untuk diusahakan, dimana pada umur proyek 6 bulan 5 hari semua biaya sudah dapat
dikembalikan. Dengan demikian kegiatan usahatani kedelai cukup baik untuk
dikembangkan dimasa mendatang.
Kesimpulan
1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kedelai dan cabai di masing-
masing kecamatan sampel yaitu Kembang Tanjong untuk komoditas kedelai
dan Delima untuk komoditas cabai. Untuk kedua komoditas unggulan tersebut
dapat digambarkan masing-masing sebagai berikut : a) umur rata-rata responden
komoditas kedelai adalah 43,93 tahun, dan 44,67 tahun untuk komoditas cabai;
b) Tingkat pendidikan rata-rata komoditas kedelai 11,30 tahun, 10,50 tahun
untuk komoditas cabai; c) Jumlah tanggungan rata-rata sebanyak 4,43 orang
untuk komoditas kedelai dan 4,67 orang untuk komoditas cabai, dan d) jumlah
angkatan anggota keluarga yang dapat menjadi tenaga kerja adalah masing-
masing 2,57 orang dan 2,87 orang.
2) Luas lahan untuk komoditas kedelai dan cabai masing-masing 33,26 ha dan
29,29 ha, dengan rata-rata produksi secara berurut adalah 1.675 kg/ha dan 1.343
kg/ha. Sementara nilai produksi untuk masing-masingnya Rp. 8.374.400 dan
10.072.450 untuk sekali masa panen.
3) Total biaya yang dibutuhkan untuk komoditas kedelai adalah Rp. 2.187.590,
terbagi dalam biaya tenaga kerja sebesar Rp1.123.333, atau 51,40 persen, biaya
bahan dan peralatan sebanyak Rp. 769.757, atau 35,10 persen, dan sisanya
sebanyak 13,50 persen untuk biaya umum, atau sebesar Rp. 294.500. Sementara
itu, total biaya untuk komoditas cabai adalah sebesar Rp. 2.043.333 yang
tersebar dalam biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1.059.167, atau 51,80 persen,
untuk bahan dan peralatan mencapai Rp. 909.667, atau 44.30 persen, dan
alokasi untuk biaya umum hanya sebesar 3,90 persen, atau Rp. 78.500.
4) Dari hasil analisis kelayakan usaha pengembangan agribisnis komoditas kedelai
dan cabai di Kabupaten Pidie menunjukkan bahwa kedua komoditas ini sangat
menguntungkan untuk dikembangkan. Dengan tingkat bunga pinjaman yang
berlaku 20 persen per tahun, diperoleh nilai-nilai untuk masing-masing
komoditas sebagai berikut : a) NPV kedelai sebesar Rp. 2.334.458, NPV cabai
sebesar Rp. 1.975.342; b) Gross B/C kedelai sebesar 1,076 Gross B/C Cabai
sebesar 1,050; c) Net B/C kedelai sebesar 2,070, dan Net B/C cabai sebesar
2,310; d) IRR kedelai sebesar 63,61 persen dan IRR cabai mencapai 49,67
1.881.850 – 1.533.267
1.975.342
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
98
persen; dan d) BEP kedelai pada saat umur tanaman 3 bulan 18 hari, BEP cabai
pada saat umur tanaman 6 bulan 5 hari.
5) Perolehan hasil tersebut menunjukkan bahwa NPV > 0 (bernilai positif), Gross
dan Net B/C > 1, IRR > dari tingkat bunga yang berlaku, dan Break Even point
relatif cepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara finansial usaha tani
kedelai dan cabai yang diusahakan petani di Kabupaten Pidie memperlihatkan
prospek yang layak untuk dikembangkan. Dengan demikian hipotesis yang
telah dirumuskan dalam penelitian ini dapat diterima.
6) Hingga saat ini, upaya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah belum
menyentuh secara nyata usaha pengembangan baik kualitas maupun kuantitas
produksi yang dihasilkan para petani kedelai dan cabai.
Rekomendasi
1) Sehubungan dengan kesimpulan yang diperoleh, maka disarankan agar usaha
tani kedelai dan cabai dapat terus dikembangkan. Pengembangan tersebut dapat
ditempuh dengan cara intensifikasi, ekstensifikasi, mekanisasi, dan
diversifikasi.
2) Diharapkan kepada instansi/dinas terkait untuk terus meningkatkan pembinaan
terhadap usahatani tanaman pangan khususnya kedelai dan cabai terutama
dalam hal teknis dan mutu produksi, sehingga hasil produksi dapat ditingkatkan.
3) Peranan koperasi dan lembaga keuangan yang ada saat ini relatif masih belum
berperan dalam pengembangan usaha tani. Diharapkan ke depan dapat berperan
lebih aktif dalam pembinaan usaha ini, agar petani mampu meningkatkan
kemakmurannya.
4) Hasil usahatani masyarakat Pidie tersebut diharapkan dapat menembus pasar
ekspor. Oleh sebab itu, keberadaan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang
dapat difungsikan untuk merangsang petani daerah, melalui peningkatan ekspor
hasil pertanian termasuk kedelai dan cabai.
Referensi
Anonymous, (1994). Repelita VI 1994/1995-1998/1999, Buku III, Perum Percetakan
Negara RI, Jakarta
Armia, (1993), Analisis Tingkat Pendapatan Antara Pengrajin Pandai Besi Dan
Petani Padi, Skripsi (Tidak dipulikasikan). Fakultas Ekonomi Unsyiah,
Banda Aceh
Badan Pusat Statistik, (2000). Aceh Dalam Angka. Kantor Statistik Nanggroe Aceh
Darussalam.
______. (1986), Peluang Penanaman Modal Asing, BKPMD, Jakarta
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
99
Bambang TC, (1993) Beberapa Sisi Pengembangan Industri dan Sektor
Informal, Yokyakarta: BPFG UGM
Boediono, (1992), Ekonomi Makro, Liberty
Darmawin, Budi (1999), Analisis Kelayakan Kompos Pada Proyek Bahorok
Sustainable Development Program di Desa Lawang Kecamatan Bahorok
Kabupaten Langkat Sumatera Utara, Skripsi (Tidak dipulikasikan).
Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh
Djoyohadikusumo S, (1995). Indonesia Dalam Perkembagan Dunia Kini Dan
Masa Akan Datang, Yogyakarta: LP3ES
Dornbusch, Rudiger dan Fischer, Stanley (1997). Makro Ekonomi. Terjemahan J.
Mulyadi, Erlangga, Jakarta
Delorme, (1993), Makro Ekonomi, Erlangga, Jakarta.
Ibrahim, Yacob, H.M, (1998). Studi Kelayakan Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta.
Marsudi, Edy (1997). Analisis Finansial Usahatani Melinjo di Kabupaten Pidie,
Laporan Hasil Penelitian (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian, Unsyiah,
Banda Aceh
Samuelson, Paul. A (1992). Ekonomi, Jilid I, Edisi ke-12, Jakarta:Erlangga.
Sanusi (1999), Analisis Finansial Pembibitan Melinjo Pada CV. Tanoh Anoe di
Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie, Skripsi (Tidak dipulikasikan).
Fakultas Ekonomi Unsyiah, Banda Aceh
Shahril (1999), Analisis Finansial Pengembangan Usaha Jeruk Nipis di
Kecamatan Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Timur, Skripsi (Tidak
dipulikasikan). Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh
Soediyono, (1992). Ekonomi Makro Pengantar Analisis Pendapatan Nasional,
Edisi Ke-6, Yogyakarta: Liberty.
Soekartawi, (1993). Prinsip—Prinsip Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT Raja
Grafinso Persada.
Sukirno S, (2000). Pengantar Ekonomi Mikro, Cetakan Keempat. Jakarta: PT. Raja
Grafinso Persada.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
100
________, (1991). Pengantar Ekonomi Pembangunan, Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Syakhiruddin, (1981) Analisis Perencanaan Proyek, Banda Aceh: Fakultas
Ekonomi Universitas Syiah Kuala.
Todaro, MP, (1999). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Cetakan Keenam.
Jakarta: Erlangga
Waluya, (1996), Pengantar Teori Ekonomi, Raja Grafika Persada, Jakarta
Yuslinaini (1994), Analisis Finansial Pembibitan Kentang Varietas Herta Pada
Proyek Pengembangan Holtikultura Terpadu di Kecamatan Pengasing
Kabupaten Aceh Tengah, Skripsi (Tidak dipulikasikan). Fakultas
Pertanian Unsyiah, Banda Aceh
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
101
PETUNJUK
BAGI CALON PENULIS
1. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dan harus
merupakan tulisan asli dari hasil penelitian, telaah pustaka, laboratorium,
pengalaman lapangan atau gagasan yang belum dan tidak akan dipublikasikan
dalam media cetak lain;
2. Tulisan yang dimuat dalam Majalah Ilmiah E-Mabis berasal dari bidang Ilmu-
ilmu Ekonomi, Manajemen dan Bisnis;
3. Naskah diketik dengan perangkat lunak pengolahan kata Microsolft Word (MS-
Word 6.0 ke atas) yang dicetak pada satu permukaan (tidak dibolak-balik) kertas
berukuran A-4 putih 80 gram /m2, dengan jarak 1,5 spasi (kecuali abstrak),
dengan tata letak porfraif, serta jarak margin kiri dan atas 4 cm, kanan dan bawah
3 cm. Panjang naskah 15-20 halaman, termasuk halaman dan table;
4. Naskah yang termasuk katagori penelitian, disusun dengan urutan sebagai berikut
a. Judul : diusahakan singkat dan mencerminkan isi penelitian/karya ilmiah,
ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris;
b. Nama Penulis : ditulis dibawah judul, tanpa gelar kesarjanaan. Jika penulis
lebih dari satu orang hendaknya diurutkan dan diberi angka Arab di akhir nama
masing-masing penulis. Angka-angka Arab tersebut diberi keterangan sebagai
catatan kaki pada halaman pertama, lengkap dengan alamat lembaga penulis;
c. Abstrak : ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, diketik satu spasi dan
maksimum 150 kata. Dibawah abstrak dicantumkan kata kunci (key-words)
antara 3-5 frasa (phrase);
d. Pendahuluan : (tanpa subjudul, berisi : Latar Belakang, Perumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Tinjauan Pustaka);
e. Metode Penelitian (alat/bahan, cara penelitian, teknik pengambilan data dan
teknik analisis);
f. Hasil dan Pembahasan : menguraikan hasil yang diperoleh, disertai
pembahasan baik dalam bentuk tabel, grafik dan gambar;
g. Kesimpulan dan Rekomendasi;
h. Daftar Pustaka;
i. Biodata Penulis (daftar riwayat hidup/curriculum vitae);
5. Naskah yang termasuk katagori non penelitian/konseptual, disusun dengan
urutan sebagai berikut;
a. Judul ( sama dengan poin 4.a)
b. Nama Penulis (sama dengan poin 4.b)
c. Abstrak (sama dengan poin 4.c)
d. Pendahuluan (berisi: Latar Belakang, Perumusan Masalah, Sedikit Tinjauan
Pustaka. Tidak dipecah menjadi anak sub judul, tetapi dalam bentuk alinea
saja)
e. Pembahasan (Isi Informasi/pemikiran ilmiah penulis)
f. Kesimpulan dan Saran (saran tidak merupakan keharusan)
g. Daftar pustaka
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
102
6. Naskah tidak diperkenankan memakai lampiran;
7. Daftar pustaka yang ditampilkan hanya yang benar-benar diacu/dikutip saja:
penulisan daftar pustaka disusun menurut abjad nama pengarang secara
kronologis:
a. Untuk buku : nama pokok dan inisial pengarang, tahun terbit. Judul Buku
jilid, edisi. tempat/kota penerbit : nama penerbit
b. Untuk karangan/artikel dalam pertemuan ilmiah atau seminar nama pokok dan
inisial pengarang, tahun “Judul Karangan”. Singkatan nama pertemuan
(penyelenggara). Waktu; tempat/kota pertemuan.
c. Untuk karangan/artikel dalam majalah atau jurnal : nama pokok dan inisial
pengarang, tahun. Judul karangan : nama majalah atau jurnal. Jilid (nomor)
halaman permulaan dan akhir.
d. Untuk tulisan dari internet : nama pokok dan inisial pengarang, tahun. Judul
tulisan. Nama jurnal atau majalah/sumberlainnya. (online), vol.,no., (alamat
sumber rujukan dan tanggal diakses)
8. Naskah yang dikirim ke redaksi rangkap 2 (asli dan foto copynya) dan disertakan
disketnya selambat-lambatnya 1(satu) bulan sebelum penerbitan
9. Dewan redaksi dapat mengubah dan mengoreksi bahasa dan istilah, tanpa
merubah isi dan maknanya dengan atau tanpa memberitahukan penulis.
10. Dewan redaksi dapat menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi persyarat
atas pertimbangan dan saran reviewer.
11. Tulisan dapat dikirim ke kesekretariatan Emabis Jl. Tgk. Chiek Ditiro No. 26 Lt.
3 Lancang Garam – Lhokseumawe Telp. (0645) 41373 – 45006 – 40915 Fax.
(0645) 44450 E-mail : [email protected] http://malikussaleh/journal.com