28
Tugas Kelompok Dosen Pembimbing Studi Al-Qur’an Alwizar, NASAKH DAN MANSUKH DALAM AL-QUR’AN DISUSUN OLEH ; NURUL RODIYAH KHAIRANI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB i

مقلة العلوم القرآن

  • Upload
    -

  • View
    113

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: مقلة العلوم القرآن

Tugas Kelompok Dosen PembimbingStudi Al-Qur’an Alwizar,

NASAKH DAN MANSUKH DALAM AL-QUR’AN

DISUSUN OLEH ;

NURUL RODIYAH

KHAIRANI

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

2015

i

Page 2: مقلة العلوم القرآن

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan

makalah tentang Nasakh dan Mansukh dalam Al-Qur’an meskipun banyak

kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Pembimbing

yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita mengenai Nasakh dan Mansukh dalam Al-

Qur’an. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat

kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya

kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa

yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang

membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan

saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Pekanbaru, Maret 2015

Penyusun

i

Page 3: مقلة العلوم القرآن

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh.................................................... 2

B. Syarat-syarat Mansukh................................................................... 4

C. Macam nasakh dalam al-qur’an...................................................... 4

D. Cara Mengetahui Nasakh dan Mansukh......................................... 6

E. Pendapat Ulama tentang Nasikh Mansukh..................................... 6

F. Pembagian Nasakh.......................................................................... 10

G. Urgensi Mempelajari Konsep Nasikh Mansukh............................. 11

BAB III PENUTUP......................................................................................... 15

A. Kesimpulan..................................................................................... 15

DARTAR PUSTAKA..................................................................................... 16

ii

Page 4: مقلة العلوم القرآن

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-qur’an merupakan sumber ilmu yang takkan habis-habisnya untuk

dikaji dan diteliti, banyak cabang-cabang ilmu pengetahuan yang digali dari

al-qur’an. Cabang-cabang ilmu tersebut antara lain : ilmu jiwa, ilmu teknologi,

ilmu bahasa dan sastra dan semuanya bersumber hanya dari al-qur’an. Dalam

makalah ini kami akan membahas sedikit tentang ilmu nasikh wa mansukh

yang panjang pembahasannya, namun kami telah berusaha untuk lebih teliti

dan jeli dalam mempelajarinya. Dengan harapan sebagai seorang muslim yang

taat dan semangkin memahami isi kandungan al-qur’an secara benar dan baik.

Al-qur’an diturunkan secara beransur-ansur, dalam penjelasan al-

qur’an ada yang dikemukakan secara terperinci dan adapula yang garis

besarnya saja, ada yang khususdan ada yang bersifat umum dan global. Ada

ayat-ayat yang sepintas lalu menunjukkan adanya gejala kontradiksi yang

yang menurut Quraish shihab dan para ulama berbeda pendapat tentang

bagaimana menghadapi ayat-ayat tersebut. Sehingga timbul pembahasan

tentang nasikh dan mansukh. Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh

mempunyai fungsi dan manfaat yang besar bagi para ahli ilmu, terutama

fuqaha’, mufasir, dan ahli usul, agar pengetahuan tentang hukum tidak

menjadi kacau dan kabur, oleh sebab itu terdapat banyak asar yang mendorong

agar mengetahui masalah ini. Maka pada pembahasan selanjutnya kami

bermaksud membahas tentang pengertian nasikh mansukh, ruang lingkup dan

syarat-syarat nasakh, pembagian nasakh, bentuk-bentuk nasakh serta beberapa

contoh nasikh mansukh.

BAB II

1

Page 5: مقلة العلوم القرآن

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh

Dalam al-qur’an kata nasakh ditemukan sebanyak empat kali dengan

berbagai bentuknya.

surah al-baqoroh ayat 106 :

Ayat mana saja81 yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?Para mufassirin berlainan Pendapat tentang arti ayat, ada yang mengartikan ayat Al Quran, dan ada yang mengartikan mukjizat.

Qs. Al-a’raf ayat 154 :

Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya.

Qs. Al-Hajj ayat 52 :

dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasulpun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,

Nasikh mansukh berasal dari kata nasakh, dari segi etimologi kata ini dipakai untuk beberapa pengertian yakni, menghilangkan, melenyapkan, atau menghapus, dapat juga berarti memindahkan. Kata nasakh juga dapat berarti mengganti atau menukar, membatalkan dan mengubah, dapat juga berarti pengalihan. Nasakh dapat berarti 1 اإلزل%ة 1. Manna’i Al-Qathan, Mabahis fii Ulumul Qur’an, Riyath, Mansyurat Al-Asr Al-Hadist,

T. Th. hlm 232.

2

Page 6: مقلة العلوم القرآن

artinya menghilangkan atau meniadakan, sebagaimana yang termaktub dalam al-qur’an surah Al-Hajj ayat 52 diatas. Kata nasakh juga berarti yang التبدل artinya mengganti atau menukar sesuatu dengan yang lain.

Sesuatu yang membatalkan atau memindahkan dan sebagainya dinamakan nasikh. Sedangkan bagian yang dihapus dinamakan mansukh. Pengertian nasakh secara termonologi menurut Manna’ Khailil Al Qattan sebagaimana termaktub dalam buku studi ilmu-ilmu al-qur’an nasakh ialah mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang lain.2 Menurut Muhammad ‘Abd Azim Al

Zarqani sebagaimana dikutip dari Dr. Usman,M.Ag dalam buku Ulumul

Qur’an, bahwa nasakh adalah mengangkat / menghapus hukum syara’

dengan dalil syara’ yang lain yang datang kemudian3. Menurut ulama

mutaqaddimin nasakh adalah4 :

شرعي بخطاب الشرعي الحكم رفع“Mengangkat hukum syar’i (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang lain”.

Pengertian nasakh menurut ulama’ mutaakhirin sebagaimana yang

diungkapkan Quraish Shihab :”Nasakh terbatas pada ketentuan hukum

yang datang kemudian, guna membatalkan, mencabut atau menyatakan

berakhirnya pemberlakuan hukum terdahulu, hingga ketentuan hukum

yang ada yang ditetapkan terakhir”.5

B. Syarat-syarat Mansukh

Dalam kitab manna al-qathan dikatakan6:

النسح في يشترط : انهان يكون الحكم المنسوخ شرعيا

2. Ulumul Qur’an, sebuah Pengantar, th 2002. Hlm 50.3 Abdul ‘Azim Al-Zarqani, Manahil Al-‘Irfan fi Ulumul Qur’an, Al-Halaby, Mesir1980,

jilid II.4 Manna Al-Qathan, loc, cit,. Hlm 2325 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung , Mizan, hlm 144.6 Manna Al-Qathan, hlm 232.

3

Page 7: مقلة العلوم القرآن

ان يكون الدليل على ارتف%اع الحكم خط%اب ش%%رعيا متراخي%%ا عن الخطاب المنسوخ حكمه

واال يك%%ون الخط%%اب المرف%%وع حكم%%ه مقي%%دا ب%%وثت معي%%نز واال فالحكم ينتهي بانتهاء وقته وال يعد هذا نسحا

Adapun syarat dari nasakh adalah7:

Hukum yang mansukh adalah hukum syara’

Dalil penghapusan hukum tersebut adalah kitab syar’i yang datang lebih

kemudian dari kitab yang hukumnya mansukh.

Kitab yang mansukh hukumnya tidak dibatasi dengan waqtu tertentu

C. Macam nasakh dalam al-qur’an

Menurut bahasa, naskh berarti membatalkan dan menghilangkan

sesuatu. para ulama membagi naskh dalam al-qur’an menjadi 3 macam7 :

a. Penghapusan tulisan dan hukumnya. para ulama meriwayatkan dari Annas

sebagai berikut : Pada masa Rasulullah saya membaca suatu surat yang

dinamakan “at Tawbah”, hanya saja saya tidak hafal, kecuali hanya satu

ayat, yaitu:

, إال ادم ابن جوفال يمال وال رابعا اليها بتغى ال ذهب من بين واد ادم البن ان ولو

. تاب من على الله وىتبو التراب“Seandainya manusia mempunyai dua lebah emas, niscaya ia akan mencari lebah yang ke empat, dan tidak memenuhi perut manusia kecuali tanah, dan Allah memberi tobat kepada orang yang tobat”.

b. Penghapusan tulisannya saja, sedang hukumnya tetap berlaku.

Untuk menguatkan pendapat ini, para ulama’ meriwayatkan hadist

dari Umar bin Khoththob, sebagai berikut :

“Seandainya saya tidak benci membubuhkan perkataan lain dalam

al-qur’an, niscaya saya tulis ayat rajm dan saya tetapkan. Demi Allah sya

pernah membaca dihadapan Rasulullah SAW ayat :

wكم ف%%إن ذل%%ك كف%%ر بكم الش%%يخ والش%%يخة إذا ال ترغب%%وا عن اب%%ائزنيافارجمو هما البتة نكاال من اللهw والله عزيز حكيم

7 Ibrahim Al Ibyariy, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an, Jakarta, Rajawali 1998.

4

Page 8: مقلة العلوم القرآن

“Janganlah kamu benci kepada bapak-bapakmu, sebab yang demikian adalah kekafiran bagimu. Orang tua baik laki-laki maupun perempuan, apabila mereka berzina hendaklah dirajam dengan sebenar-benarnya sebagai hukuman dari Allah, dan Allah adalah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana”.

c. Penghapusan hukum saja, sedang tulisannya tetap.

Inilah yang dimaksudkan dengan perkembangan dan perubahan

hukum. Misalnya ayat yang berhubungan dengan qiblat, Allah berfirman

Qs. Al-Baqoroh ayat 144 :

sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.

Sebelum turun ayat ini, telah turun ayat Qs. Al-Baqoroh 115 :

dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.Disitulah wajah Allah maksudnya; kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan Allah.

D. Cara Mengetahui Nasakh dan Mansukh

Cara untuk mengetahui nasakh dan mansukh dapat dilihat dengan cara-

cara berikut.

a. Keterangan tegas dari Rasulullah atau sahabat, seperti hadist yang

berbunyi :

5

Page 9: مقلة العلوم القرآن

%%ر كنت نهبتكم عن زيارة القبور فق%%د أذن لمحم%د في زي%%ارة قبأمه فزوروها فإنها تذكر االخرة

Aku dulu pernah melarang mu berziarah ke qubur, sekarang muammad telah mendapat izin untuk menziarahi kekubur ibunya, kini berziarahlah kamu kekubur. Sesungguhnya ziaroh kubur itu mengingatkan pada hari akhir. (Muslim, Abu Daud, dan Tirmizi).

b. Kesepakatan umat tentang menentukan bahwa ayat ini nasakh dan ayat itu

mansukh.

c. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan kemudian turunnya dalam

perspektif sejarah.

Nasakh tidak dapat diterapkan melalui ijtihad, pendapat mufassir, atau

keadaan dalil-dalil yang secara lahir tampak kontradiktif, atau terlambatnya

keislaman seseorang dari dua perawi.

Ketiga-tiga persyaratan tersebut merupakan faktor yang sangat

menentukan adanya nasakh dan mansukh dalam al-qur’an. Jadi, berdasarkan

penjelasan diatas dapat dipahami bahwa nasikh mansukh hanya terjadi dalam

lapangan hukum dan tidak termasuk penghapusan yang bersifat asal (pokok).

E. Pendapat Ulama tentang Nasikh Mansukh

Ada tidaknya nasakh mansukh dalam al-qur’an sejak dahulu

diperdebatkan oleh para ulama. Adapun sumber perbedaan pendapat tersebut

adalah berawal dari pemahaman mereka tentang ayat qs. An-Nisaa’:82 :

Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.

Kesimpulan dari ayat diatas mengandung prinsip yang diyaqini kebenarannya oleh setiap muslim namun mereka berbeda pendapat dalam menghadapi ayat-ayat Al-Qur’an yang secara zahir menunjukkan kontradiksi. Sebelum memasuki pembahasan perbedaan para pendapat ulama, maka perhatikanlah dahulu firman Allah dalam surah al-baqoroh ayat 106 :

6

Page 10: مقلة العلوم القرآن

“Setiap ayat yang kami nasakhkan, atau kami jadikan manusia lupa kepadanya, tentu akan kami ganti dengan yang lebih baik daripadanya, atau yang sebanding dengannya”.

Denngan memperhatikan ayat diatas, ulama sepakat bahwa dalam Al-Qur’an tidak terdapat ayat yang bertentangan secara hakiki. Selanjutnya dalam menghadapi ayat yang secara sepintas dinilai kontradiksi, maka ada dua pendapat ulama yang harus diperhatikan, yaitu :a. Nasakh secara Logika Bukan secara Syara’.

Nasakh dapat terjadi menurut logika, tetapi tidak secara syara’. Pendapat ini dianut oleh Abu Muslim Al-Asfihani dkk. Menurut kelompok ini apabila ada ayat yang sepintas dinilai kontradiksi tidak diselesaikan dengan jalan nasakh, tapi dengan jalan takhsis. Menurut Abu Muslim dkk, Al-qur’an adalah syari’at yang muhkam tidak ada yang mansukh. Alqur’an menyatakan QS. Fushilat:42 :

حمwيد حكwيم مwن تنزwيل wهwخلف مwن وال wيديه wبين مwن الباطwل wيهw يأت ال/  [42فصلت]

Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Ayat diatas menjadi landasan bagi Abu Muslim untuk menyatakan

bahwa nasakh mansukh tidak ada dala m al-qur’an, yang hanya ada ‘am

takhsis. Jadi nasakh menurut yang lain, takhsis menurut Abu Muslim.

Bagi ulama yang menolak nasakh beranggapan bahwa pembatalan

hukum yang telah diturunkan oleh Allah adalah mustahil. Sebab jika ada

penbatalan hukum yang telah diturunkan-Nya berarti akan muncul dua

pemahaman paling kurang, yaitu :

Allah tidak tau kejadian yang akan datang, sehingga Dia perlu

mengganti / membatalkan suatu hukumdengan hukum yang lain.

7

Page 11: مقلة العلوم القرآن

Jika itu dilakukan Allah, berarti Dia melakukan kesia-siaan dan

permainan belaka8.

Tegasnya bahwa Abu Muslim Al-Asfihani tidak sependapat atau

tidak setuju dengan adanya nasakh, baik secara garis besar maupun secara

terperinci.

b. Nasakh secara Logika dan Syara’

Sebagai alternatif menghadapi ayat yang kelihatannya memiliki

kontradiksi, maka diantara ulama ada yang mengakui adanya nasakh dan

mansukh dalam Alqur’an. Pendapat ini dianut oleh jumhur ulama’.

Menurut mereka ayat nasakh dan mansukh tetap berlaku, akan tetapi segi

hukum yang berlaku menyeluruh hingga waqtu tertentu tidak dapat

dibatalkan kecuali oleh syar’i. Adapun dalil yang mereka gunakan adalah :

1. Naqli, yaitu firman Allah dalam surah Al-Baqoroh ayat 106 :

wه%%ا ألم تعلم أن wخير مwنها أو مwثل ها نأتw ب wن آية أو ننسwما ننسخ م ه على كل شيء قدwير ]البقرة/ [ 106الل

Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?Para mufassirin berlainan Pendapat tentang arti ayat, ada yang mengartikan ayat Al Quran, dan ada yang mengartikan mukjizat.

2. Aqli atau Rasio

Menurut pendapat segolongan ulama bahwa Allah berbuat

secara mutlaq. Dia dapat menyuruh berbuat sesuatu dalam waqtu

tertentu, kemudian melarangnya dalam waqtu tertentu lainnya.

Pendapat lain lagi menyatakan bahwa perbuatan Allah itu

mengikuti kemaslahatan dan menghindari kemudhararatn. Jadi jika

Allah menyuruh pasti didalamnya ada kemaslahatan dan jika Dia

melarangnya pasti disana aada kemudharatan. Kemaslahatan itu dapat

berubah karena perubahan masa, oleh karena itu Allah dapat saja

melarang atau menyuruh melakukan sesuatu perbuatan karena ada

kemaslahatan.

8 Quraih Shihab, Ibid., hlm 144

8

Page 12: مقلة العلوم القرآن

Al-Maraghi menyatakan bahwa nasakh dan mansukh itu ada

hikmah-hikmahnya, lanjut tegasnya:

Hukum-hukum tidak akan diundangkan kecuali untuk kemaslahatan manusia dan hal ini berubah atau berbeda akibat perbedaan waqtu dan tempat sehingga apabila ada hukum yang diundangkan pada suatu waqtu karena adanya kebutuhan yang mendesak kemudian kebbutuhan itu berakhir, maka hal itu merupakan suatu tindakan bijaksana apabila hukum yang diundangkan tersebbut dinasakhkan dan diganti dengan hukum yang sesuai dengan waqtu tersebut, sehingga dengan demikian hukum tersebut akan jauh lebih baik dari hukum semula atau sama dari aspek manfaatnya untuk hamba-hamba Allah.”9

Quraish shihab mengkompromikan pendapat-pendapat

keduanya, sebab menurut kalangan yang mengakui adanya nasakh

ditetapkan bahwa nasakh baru dapat dilakukan bila:

a. Terdapat dua ayat hukum yang saling bertolak belakang, serta tidak

dapat lagi dikompromikan.

b. Harus diketahui secara meyakinkan urutan turunnya ayat tersebut.

Yang dahulu dikatakan mansukh oleh yang kemudian.10

Namun dari masa kemasa mankin banyak diduga bahwaayat

mansukh dapat dikompromikan dengan jamak atau talfiq(). Quraish

Shihab menyarankan agar hendaknya para ulama(terutama mufasirin)

melakukan usaha rekonsiliasi antara kedua kelompok tersebut, seperti

meninjau kembali pengertian nasakh yang diungkapkan oleh para

ulama mutaakhirin.

Contoh kasus nasakh mansukh dalam al-qur’an adalah nasakh

dengan badal mumatsil, yaitu perpindahan arah kiblat dari baitul

Maqdis di Masjidil Aqsa ke ka’bah di Masjidil Haram. Dalam firman

Allah surah Al-Baqoroh ayat 144 yang mana ayat tersebut

menasakhkan firman Allah dalam surah Al-Baqoroh ayat 115.

Nasakh adakalanya dengan pengganti adakalaya tidak dengan

pengganti. Untuk lebih jelasnya ikutilah pembahasan berikut ini :

9 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, tafsir Al-Maraghi,Mesir:Al-Babiy Al-halabiy, jilid I, hlm 187; lihat juga Quraish shihab, membumikan Al-Qur’an, hlm 145.

10 Ibid.

9

Page 13: مقلة العلوم القرآن

a. Nasakh tanpa badal

b. Nasakh dengan badal

c. Nasakh dengan badal sebanding

d. Nasakh dengan badal lebih berat11

Muhammad Abduh menolak adanya nasakh dan mansukh

dalam pengertian pembatalan, tetapi dia sependapat dengan nasakh

dalam pengertian pergantian, pengalihan dan pemindahan ayat hukum

ketempat ayat hukum yang lain.12

Dengan demikian dapat dipahami bahwa seluruh ayat Al-

Qur’an tetap berlaku, tidak ada kontradiksi, yang ada hanyalah

pergantian hukum bagi situasi dan kondisi tertentu.

F. Pembagian Nasakh

Nasakh ada empat bagian:

1. Nasakh Alqur’an dengan Alqur’an. Hal ini disepaati oleh ulama’ yang

mengatakan adanya nasakh mansukh. Sebagaimana keterangan dimuka.

2. Nasakh Alqur’an ddengan sunnah. Ini terbagi menjadi dua:

Nasakh Alqur’an dan hadist ahad.

Nasakh Alqur’an dengan hadist mutawatir.

3. Nasakh sunnah dengan Alqur’an. Hal seperti ini dibolehkan oleh jumhur

sebagaimana contoh dimuka. Namun ditolak oleh Syafi’i. menurutnya apa

yang ditetapkan sunnah tentu didukung dengan ayat Alqur’an. Ini karena

antara Al-Kitab dan Al-Sunnah harus sejalan dan tidak bertentangan.

4. Nasakh Sunnah dengan Sunnah. Dalam kategori ini terdapat empat bentuk:

Nasakh Mutawatir dengan Mutawatir

Nasakh Ahad dengan Ahad

Nasakh Ahad dengan Mutawatir

Nasakh Mutawatir dengan Ahad

G. Urgensi Mempelajari Konsep Nasikh Mansukh11 Manna Khalil Al-Qathan, hlm 241.12 Pendapat tersebut dikutip oleh Quraish shihab dalam’Membumikan Al-Qur’an”, hlm

147.

10

Page 14: مقلة العلوم القرآن

Adanya nasikh-mansukh  tidak  dapat  dipisahkan  dari  sifat turunnya  

al-Qur'an  itu  sendiri  dan  tujuan  yang  ingin dicapainya. Turunnya  Kitab 

Suci  al-Qur'an  tidak  terjadi sekaligus, tapi berangsur-angsur dalam waktu 20

tahun lebih. Hal ini memang dipertanyakan orang ketika itu,  lalu  Qur'an

sendiri  menjawab,  pentahapan  itu  untuk  pemantapan, ]17[ khususnya di

bidang hukum. Dalam  hal  ini  Syekh  al-Qasimi berkata,  sesungguhnya  al-

Khalik  Yang  Maha Suci lagi Maha Tinggi mendidik bangsa Arab selama  23 

tahun  dalam  proses tadarruj (bertahap) sehingga mencapai kesempurnaannya

dengan perantaraan berbagai sarana sosial. Hukum-hukum itu  mulanya

bersifat  kedaerahan, kemudian secara bertahap diganti Allah dengan yang

lain, sehingga bersifat  universal.  Demikianlah Sunnah   al-Khaliq  

diberlakukan  terhadap  perorangan  dan bangsa-bangsa   dengan   sama.  

Jika   engkau   melayangkan pandanganmu  ke  alam  yang  hidup  ini, 

engkau  pasti akan mengetahui bahwa naskh  (penghapusan)  adalah  undang-

undang alami   yang   lazim,  baik  dalam  bidang  material  maupun spiritual,

seperti proses kejadian manusia dari  unsur-unsur sperma  dan  telur 

kemudian  menjadi  janin,  lalu  berubah menjadi  anak,  kemudian  tumbuh 

menjadi  remaja,   dewasa, kemudian  orang  tua dan seterusnya. Setiap proses

peredaran (keadaan) itu merupakan bukti nyata, dalam alam  ini  selalu

berjalan  proses tersebut secara rutin. Dan kalau naskh yang terjadi pada alam

raya ini tidak lagi diingkari  terjadinya, mengapa  kita  mempersoalkan 

adanya  penghapusan dan proses pengembangan serta tadarruj dari yang

rendah ke  yang  lebih tinggi?  Apakah seorang dengan penalarannya akan

berpendapat bahwa yang bijaksana langsung  membenahi  bangsa  Arab  yang

masih  dalam  proses  permulaan itu, dengan beban-beban yang hanya patut

bagi suatu bangsa yang telah  mencapai  kemajuan dan kesempurnaan dalam

kebudayaan yang tinggi? Kalau pikiran seperti ini tidak akan diucapkan

seorang yang berakal sehat, maka  bagaimana mungkin hal semacam itu akan

dilakukan Allah swt. Yang Maha Menentukan  hukum,  memberikan  beban 

kepada suatu  bangsa  yang masih dalam proses pertumbuhannya dengan

beban yang tidak akan bisa dilakukan  melainkan  oleh  suatu bangsa  yang 

telah  menaiki  jenjang  kedewasaannya?  Lalu, manakah yang lebih baik,

11

Page 15: مقلة العلوم القرآن

apakah syari'at kita  yang  menurut sunnah  Allah  ditentukan  hukum-

hukumnya  sendiri, kemudian di-nasakh-kan  karena  dipandang  perlu  atau 

disempurnakan hal-hal  yang  dipandang  tidak  mampu  dilaksanakan manusia

dengan alasan kemanusiaan? Ataukah  syari'at-syari'at  agama lain  yang 

diubah  sendiri  oleh  para pemimpinnya sehingga sebagian hukum-hukumnya

lenyap sama sekali?

Syari'at Allah adalah perwujudan  dari  rahmat-Nya.  Dia-lah yang 

Maha  Mengetahui kemaslahatan hidup hamba-Nya. Melalui sarana syari'at-

Nya, Dia mendidik manusia hidup  tertib  dan adil  untuk  mencapai 

kehidupan  yang  aman,  sejahtera dan bahagia di dunia dan di akhirat.

Hikmah nasikh :

Adanya nasikh-mansukh  tidak  dapat  dipisahkan  dari  sifat turunnya  

al-Qur'an  itu  sendiri  dan  tujuan  yang  ingin dicapainya. Turunnya  Kitab 

Suci  al-Qur'an  tidak  terjadi sekaligus, tapi berangsur-angsur dalam waktu 20

tahun lebih. Hal ini memang dipertanyakan orang ketika itu,  lalu  Qur'an

sendiri  menjawab,  pentahapan  itu  untuk  pemantapan, khususnya di bidang

hukum. Dalam  hal  ini  Syekh  al-Qasimi berkata,  sesungguhnya  al-Khalik 

Yang  Maha Suci lagi Maha Tinggi mendidik bangsa Arab selama  23  tahun 

dalam  proses tadarruj (bertahap) sehingga mencapai kesempurnaannya

dengan perantaraan berbagai sarana sosial. Hukum-hukum itu  mulanya

bersifat  kedaerahan, kemudian secara bertahap diganti Allah dengan yang

lain, sehingga bersifat  universal.  Demikianlah Sunnah   al-Khaliq  

diberlakukan  terhadap  perorangan  dan bangsa-bangsa   dengan   sama.  

Jika   engkau   melayangkan pandanganmu  ke  alam  yang  hidup  ini, 

engkau  pasti akan mengetahui bahwa naskh  (penghapusan)  adalah  undang-

undang alami   yang   lazim,  baik  dalam  bidang  material  maupun spiritual,

seperti proses kejadian manusia dari  unsur-unsur sperma  dan  telur 

kemudian  menjadi  janin,  lalu  berubah menjadi  anak,  kemudian  tumbuh 

menjadi  remaja,   dewasa, kemudian  orang  tua dan seterusnya.

Setiap proses peredaran (keadaan) itu merupakan bukti nyata, dalam

alam  ini  selalu berjalan  proses tersebut secara rutin. Dan kalau naskh yang

terjadi pada alam raya ini tidak lagi diingkari  terjadinya, mengapa  kita 

12

Page 16: مقلة العلوم القرآن

mempersoalkan  adanya  penghapusan dan proses pengembangan serta

tadarruj dari yang rendah ke  yang  lebih tinggi?  Apakah seorang dengan

penalarannya akan berpendapat bahwa yang bijaksana langsung  membenahi 

bangsa  Arab  yang masih  dalam  proses  permulaan itu, dengan beban-beban

yang hanya patut bagi suatu bangsa yang telah  mencapai  kemajuan dan

kesempurnaan dalam kebudayaan yang tinggi? Kalau pikiran seperti ini tidak

akan diucapkan seorang yang berakal sehat, maka  bagaimana mungkin hal

semacam itu akan dilakukan Allah swt. Yang Maha Menentukan  hukum, 

memberikan  beban  kepada suatu  bangsa  yang masih dalam proses

pertumbuhannya dengan beban yang tidak akan bisa dilakukan  melainkan 

oleh  suatu bangsa  yang  telah  menaiki  jenjang  kedewasaannya?  Lalu,

manakah yang lebih baik, apakah syari'at kita  yang  menurut sunnah  Allah 

ditentukan  hukum-hukumnya  sendiri, kemudian di-nasakh-kan  karena 

dipandang  perlu  atau  disempurnakan hal-hal  yang  dipandang  tidak 

mampu  dilaksanakan manusia dengan alasan kemanusiaan? Ataukah  syari'at-

syari'at  agama lain  yang  diubah  sendiri  oleh  para pemimpinnya sehingga

sebagian hukum-hukumnya lenyap sama sekali.

Syari'at Allah adalah perwujudan  dari  rahmat-Nya.  Dia-lah yang 

Maha  Mengetahui kemaslahatan hidup hamba-Nya. Melalui sarana syari'at-

Nya, Dia mendidik manusia hidup  tertib  dan adil  untuk  mencapai 

kehidupan  yang  aman,  sejahtera dan bahagia di dunia dan di akhirat.

a. Untuk menunjukkan bahwa syariat islam adalah syariat yang paling

sempurna.

b. Selalu menjaga kemaslahatan hamba agar kebutuhan mereka senantiasa

terpelihara dalam semua keadaan dan disepanjang zaman.

c. Untuk menjaga agar perkembangan hukum islam selalu relevan dengan

semua situasi dan kondisi umat yang mengamalkan, mulai dari yang

sederhana sampai ketingkat yang sempurna.

d. Untuk menguji orang mukallaf, apakah dengan adanya perubahan dan

penggantian-penggantian dari nasakh itu mereka tetap taat, setia

mengamlkan hukum-hukm allah, atau dengan begitu lalu mereka ingkar

dan membangkang.

13

Page 17: مقلة العلوم القرآن

e. Untuk menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia

mengamalkan hukum-hukum perubahan, walaupun dari yang mudah

kepada yang sukar.

f. Untuk memberi dispensasi dan keringanan bagi ummat islam, sebab dalam

beberapa nasakh banyak yang memperingan beban dan memudahkan

pengamalan guna menikmati kebijakansanaan dan kemurahan allah swt.

Yang maha pengasih lagi maha penyayang.

14

Page 18: مقلة العلوم القرآن

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Naskh adalah hal yang diperbolehkan keberadaannya dalam agama

Islam. Hal ini sesuai dengan dalil yang telah datang dari Alqur’an dan sunnah

Rasulullah SAW.

1. Demi menjaga kemashlahatan hamba-Nya, Allah telah menghapus

sebagian hukum dalam syari’at Islam. Bila ternyata hukum penggantinya

itu lebih ringan, maka itu adalah kemudahan yang diberikan oleh Allah di

dunia ini secara langsung, namun apabila ternyata penggantinya lebih

berat, maka tidak lain hal ini akan melipat gandakan pahala pelaksananya

sebagai balasan atas ketaatannya pada aturan Allah Ta’ala.

2. Bahwa Allah Ta’ala adalah raja segala raja yang hanya Dia-lah yang

berkuasa membuat peraturan bagi hamba-hamba-Nya. Maka dari itu

hendaknya kita selalu tunduk pada aturan-aturan yang datang dari-Nya,

yang berupa perintah maupun larangan.

3. Nasakh adalah sesuatu yang membatalkan, menghapuskan atau

memindahkan.

4. Mansukh adalah yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan

5. Para ulama sepakat adanya nasikh berdasarkan nash Al Qur’an dan sunnah

6. Syari’at selalu memelihara kemaslahatan ummat, oleh karena itu nasikh itu

mesti ada dan terjadi pada sebagian hokum – hokum.

7. Nasikh itu terjadi pada berita – berita, tetapi terjadi pada hukum – hukum

yang berhubungan dengan halal dan haram

8. Hukum – hokum itu bersumber dari Allah yang disyari’atkan demi

kemaslahatan dan kebahagiaan manusia’

9. Menyimpang dari jalan yang lurus dan mengikuti jejak orang – orang yang

sesat akan menjadi penyebab kesengsaraan.

15

Page 19: مقلة العلوم القرآن

DARTAR PUSTAKA

Al-Qaththan,Manna. 2004. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta Timur: Pustaka Al-kautsar.

Al-Qaththan.Manna. Mabahis Fi ‘Ulumil Qur’an.

Al Ibrariy,Ibrahim. 1998. Pengenalan Sejarah Ai-Qur’an. Jakarta: Rajawali.

Shihab,Quraish. 1994. Membumikan Al-Qur’an; fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan Masyarakat. Bandung: mizan .

Ash-Shidiqiey,Hasbi. 1981. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir. Jakarta.

As-Shalih,Subhi. 1993. Membahas Ilmu-Ilmu Al-qur’an. Beirut, Libanon: Pustaka Firdaus.

Anwar,Abu. 2012. Ulumul Quran Sebuah Pengantar. Pekanbaru: Amzah.

http://fisika-atom.blogspot.com/2014/03/contoh-makalah-nasikh-mansukh-dalam-al.html

16