22
Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id Tugas : DASAR-DASAR AKUAKULTUR “Budidaya Kerang Mutiara (Pinctada maxima) The Golden and Silver Pearl pada Keramba Jaring Apung di Perairan NusantaraOLEH : ARIS SANDO HAMZAH I1 A2 11 023 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2014

Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sumber : Marinecyber.com | Perikanan.or.id

Citation preview

Page 1: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

Tugas :

DASAR-DASAR AKUAKULTUR

“Budidaya Kerang Mutiara (Pinctada maxima) The Golden and Silver Pearl pada

Keramba Jaring Apung di Perairan Nusantara”

OLEH :

ARIS SANDO HAMZAH

I1 A2 11 023

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2014

Page 2: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tiram mutiara merupakan salah satu sumberdaya laut yang memiliki harga jual yang

menggiurkan serta memiliki prospek yang sangat cerah di pasaran. Karna memiliki peluang

bisnis dan nilai ekonomi yang menggiurkan ditambah semakin berkembangnya Ilmu teknologi

dan pengetahuan tak heran maka jumlah pembudidaya atau produsen tiram mutiara semakn

meningkat. Teknik budidaya kerang mutiara pada mulanya dikuasai oleh tenaga asing (Jepang)

khusus untuk hatchery dan operasi penyuntikan. Namun seiring dengan perkembangan teknologi

bidang kelautan, maka pada dekade tahun 1980-an telah terjadi alih teknologi dari tenaga asing

ke tenaga kerja Indonesia (Hamzah dan Setyono 2009; Hamzah, 2008c). Sebagai akibat dari

penguasaan teknologi bio industri budidaya kerang mutiara oleh tenaga kerja Indonesia, maka

tahun 2010 tercatat kurang lebih 71 perusahaan dengan rincian 38 perusahaan terdaftar sebagai

anggota ASBUMI (Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia) yang tersebar di perairan Indonesia

(Susilowati & Sumantadinata, 2011). Dijelaskan pula bahwa Indonesia memiliki mutiara

kebanggaan yang menjadi komuditas ekspor yaitu mutiara warna putih atau South Sea Pearl,

sejenis dengan mutiara yang diproduksi oleh Australia, Filipina dan Myanmar (Hamzah, 2013).

Salah satu jenis kerang yang paling banyak diminati adalah Pinctada maxima atau biasa

dikenal sebagai ratu mutiara (The Queen of Pearls) yang menghasilkan butiran mutiara berwarna

emas (gold) dan berwarna perak (silver). Warna dari mutiara ini yang indah dan elegan,

menambah daya tarik tersendiri bagi konsumen di pasaran. Nilai eksport biji mutiara untuk

propinsi NTB tahun 1999 sebesar US$ 12,1 juta atau Rp. 96 milyar (Kurs US$ 1 = Rp.8000-).

Ketergiuran investor untuk menanamkan modalnya dalam usaha kerang mutiara, karena

memiliki prospek yang cerah dimana pemasaran hasilnya bukan saja tergantung pada biji

mutiara,namun permintaan antar pengusaha justru lebih interest pada ukuran stadia larva pada

kolektor, anakan antara 3-5cm dan dewasa 6cm hingga siap operasi inti (ukuran cangkang pada

dorsal 12cm). Harga kerang mutiara hidup ukuran dewasa (6-12cm) per-sentinya bervariasi

antara Rp. 4000, - Rp.5000, (Hamzah dan Sumadhiharga, 2002).

Perairan Indonesia sendiri memiliki potensi Tiram mutiara (Pinctada maxima) yang

begitu besar di wilayah Indonesia bagian timur seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut

Page 3: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

Arafuru Hal ini, didukung oleh Perairan Nusantara yang memiliki gugusan pulau-pulau kecil dan

besar yang berjumlah 17.508 pulau dengan garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, yaitu

81.290 km (Rangka dan Ratnawati, 2008 dalam Hamzah, 2013). Di beberapa daerah tersebut,

usaha penyelaman tiram mutiara merupakan mata pencaharian bagi penduduk setempat. Gairah

para penyelam semakin kuat setelah berdirinya beberapa perusahaan mutiara, karena jalur

pemasaran tiram mutiara hasil menyelam cukup baik mengingat perusahaan tersebut masih

membeli tiram dari para penyelam (Tarwiyah, 2001). Budidaya tiram mutiara dilakukan dengan

beberapa metoda. Metoda tersebut antara lain: Metoda rakit apung (floating raft method), metoda

dasar (bottom method) dan metoda tali rentang (long line method), masing-masing dilengkapi

dengan keranjang pemeliharaan (pocket). Metoda yang umumnya digunakan dalam budidaya

tiram mutiara di Indonesia yaitu metoda rakit apung dan tali rentang. Metoda dasar hanya unggul

dari segi keamanannya saja, sedangkan untuk perawatan relatif lebih sulit.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini yaitu agar pembaca mengetahui cara

pembudidayaan tiram mutiara (Pinctada maxima), serta mengetahui parameter lingkungan dan

hal-hal yang mempengarui pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram mutiara (P. maxima)

pada rakit apung.

Page 4: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembentukan Mutiara Secara Alami

Di alam, mutiara terbentuk akibat adanya irritant yang masuk ke dalam mantel kerang

mutiara. Fenomena adanya irritant ini sering juga ditafsirkan dengan masuknya pasir atau benda

padat ke dalam mantel kemudian benda ini pada akan terbungkus nacre sehingga jadilah mutiara.

Secara teoritis, Elisabeth Strack (secara mendalam terdapat dalam buku Pearls tahun 2006)

mendeskripsikan terbentuknya mutiara alami terbagi atas dua bagian besar, terbentuk akibat

irritant dan masuknya partikel padat dalam mantel moluska. Pada prinsipnya, mutiara terbentuk

karena adanya bagian epithelium mantel yang masuk ke dalam rongga mantel tersebut. Bagian

epithelium mantel ini bertugas mengeluarkan/mendeposisikan nacre pada bagian dalam

cangkang kerang disamping membentuk keseluruhan cangkang. Teory irritant mengungkapkan

bahwa pada suatu saat bagian ujung mantel sang kerang dimakan oleh ikan, hal ini

dimungkinkan karena kerang akan membuka cangkang dan menjulurkan bagian mantelnya untuk

menyerap makanan. Saat mantelnya putus, bagian remah eptiheliumpun masuk ke dalam rongga

mantel.

Teory irritant juga mengungkapkan bahwa bisa saja mutiara terbentuk akibat masuknya

cacing yang biasanya menempati moluska pada masa perkembangannya kemudian berpindah ke

organisme lain. Cacing ini merusak dan memasuki rongga mantel. Cacing ini tanpa sengaja

membawa bagian epithelium yang ada di permukaan mantel bersamanya. Bila cacing mati dalam

rongga mantel, maka cacing ini akan dibungkus oleh epithelium, membentuk kantung mutiara

dan akhirnya terbentuklah mutiara. Kalaupun cacing itu bisa melepaskan diri, maka epithelium

yang tinggal dalam rongga mantellah yang akan membentuk mutiara setelah sebelumnya

membentuk kantung mutiara. Sementara teori yang kedua adalah masuknya partikel padat ke

dalam rongga mantel. Partikel padat bisa saja terperangkap di dalam tubuh kerang akibat

dorongan air. Saat kerang ini tak bisa mengeluarkannya, partikel inipun bisa saja masuk ke

rongga mantel. Saat dia masuk, epithelium juga ikut bersamanya. Epithelium ini akhirnya

membungkus partikel padat sehingga terbentuklah kantung mutiara. Kantung mutiara ini

akhirnya akan mendeposisikan nacre ke partikel padat tersebut. Namun demikian sejauh ini

belum ada bukti ilmiah yang mendukung teori masuknya pasir ke dalam mantel kerang mutiara

Page 5: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

walaupun teori ini dipahami sejak lama. Dari beberapa mutiara alami yang dibedah,

menunjukkan bahwa bagian inti mutiaranya bukanlah partikel padat.

B. Habitat dan Penyebaran

Dalam aplikasi pengembangan budidaya kerang mutiara (Pinctada maxima) faktor yang

perlu diperhatikan adalah kondisi lingkungan seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH dan

kecerahan perairan. Suhu air sangat berperan dalam mengendalikan proses metabolisme, pada

kisaran suhu antara 26-29 ºC kerang mutiara sangat aktif melakukan kegiatan metabolisme dan

mampu tumbuh dengan baik (Susilowati & Sumantadinata, 2011). Kondisis yang sama juga

berlaku pada kisaran salintas antara 27-32 ppt (Doroudi et al., 1999). Sementara oksigen terlarut

umumnya merupakan faktor pembatas bagi sintasan organisme akuatik (Meade, 1989).

Kebutuhan komsumsi oksigen terlarut bagi kehidupan kerang mutiara jenis P. Fucata berbagai

ukuran berbeda-beda yaitu untuk ukuran antara 40-50mm mengkomsumsi 1,339 mL/jam, ukuran

50-60 mm mengkomsumsi 1,650mL/jam dan ukuran 60-70mm mengkomsumsi sebesar

1,810mL/jam (Dharmaraj et al., 1987). Menurut Nayar & Mahadevan (1987), dalam Susilowati

& Sumantadinata (2011), bahwa habitat kerang mutiara berbeda pada perairan dengan pH lebih

tinggi dari 6,75; namun kerang mutiara tidak dapat memproduksi bila pH lebih tinggi dari 9.

Lebih jauh dijelaskan pula bahwa pH air yang cocok untuk tumbuh dan berkembang biak kerang

mutiara (Pinctada maxima) adalah berkisar antara 7,9-8,2

Daerah sebaran kerang mutiara khususnya jenis Pinctada maxima di perairan Indonesia

umumnya banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur, yaitu Maluku terutama gugus

kepulauan Arafura, Irian Jaya dan Sulawesi (Mosses et al,. 1994). Selanjutnya dijelaskan pula

bahwa jenis hewan ini senang hidup pada kedalaman perairan antara 20 – 60 m dan menempel

dengan menggunakan bysusnya pada batu-batuan dan pecahan karang serta kadang ditemukan

pada dasar perairan yang berpasir. Jenis kerang mutiara yang hidup dan menyebar di perairan

Indonesia antara lain : Pinctada maxima, Pinctada margaritifera, Pinctada fucuta, Pinctada

chemnitis dan Pteria penguin. Semen-tara yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan butiran

mutiara ada empat jenis antara lain Pinctada maxima, Pinctada margaritifera, Pitrea penguin

dan Pinctada fucata. Namun dari sekian jenis, yang banyak diminati dan sudah mengalami

pengembangan lebih maju adalah Pinctada maxima. Tiram mutiara jenis Pinctada sp. yang

banyak dijumpai di berbagai Negara seperti Pilipina, Thailand, Birma, Australia dan perairan

Page 6: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

Indonesia, sebenarnya lebih menyukai hidup di daerah batuan karang atau dasar perairan yang

berpasir. Disamping itu juga banyak dijumpai pada kedalaman antara 20 m – 60 m. Untuk

perairan Indonesia sendiri jenid tiram Pinctada maxima banyak terdapat di wilayah Indonesia

bagian timur, seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut Arafuru. (Sutaman 1993).

C. Pemilihan Lokasi

Bagian penting yang harus kita lakukan sebelum memulai suatu usaha budidaya adalah

mencari dan menilai calon lokasi yang akan dijadikan tempat pemeliharaan. Salah satu faktor

yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha budidaya lebih banyak ditentukan oleh lokasi yang

memenuhi syarat teknis. Tidak jarang para pengusaha mengalami beberapa kesulitan dan

hambatan yang menjurus kepada kegagalan, hanya karena kurang cermat dalam memilih lokasi.

Standard kelayakan lokasi budidaya kerang mutiara dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 : Standar Kelayakan Budidaya Kerang Mutiara

N

o

Parameter Indikator

1 Terlindung dari pengaruh angin musim Baik

2 Kondisi Gelombang Tenang

3 Arus (Cm/dt) 15 - 25

4 Kedalaman air (m) 15 - 25

5 Dasar Perairan Berkarang

6 Salinitas (o/oo) 32 - 35

7 Suhu (oC) 25 – 29

8 Kecerahan (m) 4,5 – 6,5

9 Kesuburan Perairan Subur

10 Sumber Benih dan Induk Banyak

11 Sarana Penunjang Baik

12 Pencemaran Tidak ada

13 Keamanan Aman

Sumber : Mulyanto (1987) dalam Hamzah (2013)

Page 7: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

Menurut Sutaman (1993) kondisi dan kualitas air yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan, ukuran dan kualitas mutiara adalah sebagai berikut :

a. Dasar Perairan

Dasar perairan secara fisik maupun kimia berpengaruh besar terhadap susunan dan

kelimpahan organisme di dalam air termasuk bagi kehidupan tiram mutiara. Adanya perubahan

tanah dasar (sedimen) akibat banjir yang menyebabkan dasar perairan tertutup lumpur sering

menimbulkan kematian pada tiram terutama yang masih muda. Oleh karena itu dasar perairan

yang berpasir atau berlumpur tidak layak untuk lokasi budidaya tiram mutiara. Dasar perairan

yang cocok untuk budidaya untuk budidaya tiram mutiara ialah dasar perairan yang berkarang

atau mengandung pecahan-pecahan karang. Bisa juga dipilih dasar perairan yang terbentuk

akibat gugusan karang yang sudah mati atau gunungan-gunungan karang.

b. Kedalam

pada umumnya kerang mutiara digantung pada kedalaman 2 – 3m. pembesaran anakan

kerang yang digantung pada level kedalaman 2m adalah diduga kuat berkaitan dengan distribusi

kelimpahan pakan alami (fitoplankton). Sebagaimana dikemukakan oleh Sutomo (1987) dan

Sidabutar (1998) bahwa sebaran konsentrasi pakan alami (fitoplankton) umumnya lebih tinggi

pada lapisan permukaan dibanding dengan lapisan yang lebih dalam. Demikian juga penjelasan

yang hampir sama dikemukakan oleh Honkoop dan Beukema (1997), Pilditch dan Grant (1999),

Marsden (2004), Yukihira et.el. (1998, 2000, 2006). Keadaan ini identik dengan hasil penelitian

di perairan Teluk Kapontori, Pulau Buton yang dilakukan oleh Hamzah dan Nababan (2009),

bahwa persentasi kelangsungan hidup anakan kerang mutiara (Pinctada maxima) yang digantung

pada kedalaman 2m secara umum lebih tinggi (100%) dibandingkan dengan hasil yang diperoleh

pada lapisan di bawahnya. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa kondisi anakan kerang mutiara

pada kedalaman 2m memiliki daya lekat bysus pada substrat kuat dan tonjolan hasaky tumbuh

mekar yang merupakan indikasi bahwa kerang dalam keadaan “sehat”. Demikian juga hasil

penelitian yang dilakukan oleh Hamzah (2008a; 2008b).

Page 8: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

(Sumber : Dok Pribadi)

Gambar 1: Pengaruh kedalaman terhadap pertumbuhan P. maxima

c. Arus Air

Banyak sedikitnya kelimpahan plankton sebagai makanan alami tiram sangat tergantung

pada kuat tidaknya arus yang mengalir dilokasi tersebut. Tiram mutiara memiliki sifat filter

feeder. Oleh karena itu tiram mutiara akan mudah kelaparan pada kondisi arus yang terlalu kuat

yang terjadi selama berjam-jam dalam sehari. Lokasi yang cocok untuk budidaya tiram mutiara

ialah yang terlindung dari arus yang kuat. Disamping itu pasang surut yang terjadi mampu

menggantikan massa air secara total dan teratur,sehingga ketersediaan oksigen terlarut maupun

plankton segar dapat terjamin.

d. Salinitas

Kualitas mutiara yang terbentuk dalam tubuh tiram dapat dipengaruhi oleh kadar salinitas

yang terlalu tinggi, warna mutiara menjadi keemasan. Sedangkan pada kadar salinitas di bawah

14% atau di atas 55% dapat mengakibatkan kematian tiram yang dipelihara secara massal.

Sebenarnya tiram mutiara ini mampu bertahan hidup pada kisaran salinitas yang luas,yaitu antara

20% – 50%. Tetapi salinitas yang terbaik untuk pertumbuhan tiram mutiara adalah 32% – 35%.

e. Suhu

Suhu memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan lapisan mutiara dan

pertumbuhan tiram itu sendiri. Di beberapa Negara, pertumbuhan tiram mutiara yang ideal

2 meter

8 meter

12 meter

16 meter

20 meter

24 meter

Teritip

Hasaky

Bysus

Page 9: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

menunjukan kisaran suhu yang berbeda-beda. Di jepang, misalnya, pertumbuhan yang terbaik

berkisar antara 200C – 25

0C, sebab pada suhu di atas 28

0C menunjukan tanda-tanda yang

melemah. Hal ini bisa dimengerti, karena rata-rata suhu harian di jepang masih relative rendah,

walupun musim panas. Sedangkan di teluk Klutch India, pertumbuhan yang pesat dicapai pada

suhu anatara 230C – 27

0C. Untuk Negara kita sendiri yang beriklim tropis, pertumbuhan yang

terbaik dicapai pada suhu antara 280C – 30

0C. Pada iklim ini ternyata sangat menguntungkan

untuk budidaya tiram mutiara, sebab pertumbuhan lapisan mutiara dapat terjadi sepanjang tahun.

Sedangkan Negara yang memiliki empat musim (iklim sub-tropis) biasanya pertumbuhan tiram

mutiara tidak terjadi sepanjang tahun, karena pada suhu air di bawah 130C (musim dingin)

pelapisan mutiara atau penimbunan zat kapur akan terhenti. Kematian massal anakan kerang

mutiara rerata sebesar 68,57% bersamaan dengan naiknya kondisi suhu harian dari level 29°C

menjadi 31°C di perairan Buton, Sulawesi Tenggara (Hamzah et al., 2008; Hamzah, 2007).

Sebaliknya, di perairan Teluk Kombal Lombok Utara, NTB tercatat kematian massal sebesar

85% bersamaan dengan turunnya kondisi suhu musiman dari level 28,5°C (suhu optimum)

menjadi 26,5°C dan bahkan turun hingga mencapai 24,5°C (Hamzah et al., 2005). Perubahan

kondisi suhu musiman yang terjadi di laut lepas umumnya diakibatkan oleh proses penaikan

masa air (upwelling) yang turut mempengaruhi kondisi suhu perairan dangkal dan sekitarnya

(Wenno, 1979; Wirtki, 1961; Birowo, 1982). Dugaan lain Perubahan suhu cenderung

diakibatkan oleh arus dingin yang bersamaan dengan tiupan angin selatan pada malam hari

dalam beberapa minggu (Hamzah dan Nababan, 2009; Hamzah et. al., 2005).

f. Kecerahan

Banyak sedikitnya sinar matahari yang menembus ke dalam perairan sangat tergantung

dari kecerahan air. Semakin cerah perairan tersebut, maka semakin dalam sinar yang menembus

ke dalam perairan. Demekian pula sebaliknya. Untuk keperluaan budidaya tiram mutiara

selayaknya dipilih lokasi yang mempunyai kecerahan antara 4,5 m – 6,5 m, sehingga kedalaman

pemeliharaan bisa diusahakan antara 6 m – 7 m. sebab biasanya tiram yang dibudidayakan

diletakkan di bawah kedalaman atau kecerahan rata-rata.

g. Kesuburan Perairan

Tiram sebagai binatang yang tergolong filter feeder hanya mengandalakan makanan

dengan menyerap plankton dari perairan sekitar, sehingga keberadaan pakan alami memegang

peranan yang sangat penting. Sedangkan keberadaan pakan alami itu sendiri sangat berkaitan

Page 10: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

erat dengan kesuburan suatu perairan. Pada kondisi perairan yang kurang subur (tercemar),

komposisi pakan alami jumlahnya akan sangat sedikit, sehingga kurang mendukung untuk

penyediaa pakan yang diperlukan tiram. Padahal tiram yang dipelihara dalam laut, jelas tidak

mungkin diberi pakan tambahan sebagaimana ikan atau udang yang dipelihara dalam tambak.

Oleh karena itu lokasi budidaya pada kondisi perairan yang subur mutlak diperlukan.

D. Budidaya dan Pengolahan

Teknik Produksi

Dalam kegiatan untuk memproduksi spat dapat dimulai jika semua sarana operasional

telah tersedia, terutama pakan hidup dan induk. Hal ini yang perlu disiapkan lebih dahulu jauh

hari sebelum pembangunan fisik dimulai. Kegiatan pembenihan ini diawali dengan kultur pakan

hidup, dalam arti bahwa jumlah pakan yang dikulturkan harus cukup untuk pakan induk, larva,

dan spat. Kegiatan selanjutnya adalah seleksi induk, pemijahan, pemeliharaan larva,

pemeliharaan spat, dan pendederan.

a. Seleksi induk

Dalam kegiatan seleksi induk tiram mutiara dapat dilakukan di atas rakit apung di laut

atau di laboratorium. Induk-induk yang akan diseleksi dengan posisi berdiri atau bagian dorsal di

bawah. Kemudian, biasanya induk akan membuka cangkang karena kekurangan oksigen. Proses

pembukaan cangkang hendaknya jangan dipaksakan karena dapat menyebabkan cangkang pecah.

Setelah cangkang terbuka sebagian , segera digunakan alat pembuka cangkang (shell opener)

agar cangkang terbuka. Selanjutnya, pada cangkang segera dipasang baji dari kayu sebagai

pangganjal agar cangkang tetap terbuka sebagian.

Untuk melihat posisi gonad, digunakan alat spatula. Dengan spatula, insang di sibakkan

sehingga posisi gonad dapat terlihat dengan jelas dan secara visual tingkat kematangan dapat

diketahui. Secara morfologi, tiram mutiara dewasa dan telah mencapai matang gonad penuh

yaitu (fase IV) dapat diketahui, dengan kondisi gonad adalah seluruh permukaan organ bagian

dalam tertutup oleh gonad, kecuali bagian kaki (Winanto et al., 2002).

Klasifikasi tiram mutiara yang memenuhi syarat untuk dijadikan induk berukuran antara

17-20 cm (DVM). Persyaratan yang paling penting adalah tingkat kematangan gonad. Induk

yang berasal dari hatchery, khususnya induk jantan, ada kalanya berukuran 15 cm (DVM) sudah

Page 11: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

matang gonad penuh. Induk-induk yang sudah diseleksi atau sudah memenuhi syarat segera

dibawa ke laboratorium untuk dipijahkan.

Pengelolaan induk di laboratorium dalam kondisi terkendali telah dilakukan oleh para

ahli. Para ahli tersebut memelihara induk Pinctada maxima di laboratorium dilakukan di dalam

bak fiberglass kapasitas 1 ton. Selama pemeliharaan digunakan sistem air mengalir dan diberi

pakan tambahan fitoplankton. Aplikasi pakan hidup diberikan dengan variasi komposisi

Isocrysis galbana dan atau Pavlova luthri dengan Tetraselmis tetrathele atau Chaetoceros sp.

dengan perbandingan 1:1. jumlah pakan yang diberikan antara 25.000- 30.000 sel/cc/hari.

b. Pemijahan

Pemijahan tiram mutiara secara alami sering terjadi pada tiram yang telah dewasa. Dalam

kondisi gonad matang penuh, tiram akan segera memijah jika terjadi perubahan lingkungan

perairan walaupun sedikit. Kemungkinan lain adalah shock mekanik yang terjadi karena

perlakuan kasar pada saat cangkang dibersihkan atau akibat perbedaan tekanan. Lalu dibawah ke

tempat budidaya yang relatif dangkal sehingga memacu tiram untuk memijah.

Menurut Winanto (2004) rekayasa pemijahan perlu dilakukan jika secara alami tiram

tidak mau memijah di dalam bak pemijahan. Ada dua metode yang digunakan dalam perlakuan

pemijahan, yaitu metode manipulasi lingkungan dan metode rangsangan kimia.

c. Metode manipulasi Lingkungan

Metode pertama manipulasi lingkungan yang biasa di gunakan dan resiko kegagalannya

relatif kecil adalah metode kejut suhu (thermal shock), fluktuasi suhu, dan ekspose. Metode kejut

suhu dilakukan dengan cara, jika suhu air di tempat pemijahan mulanya sekitar 28ºC di tinggikan

menjadi 35ºC, ini di naikkan secara bertahap dengan bantuan alat pemanas (heater). Induk-induk

akan memijah setelah 60-90 menit dari perlakuan. Biasanya yang lebih dulu memijah adalah

induk jantan dan di susul oleh induk betina. Sperma yang keluar seperti asap berwarna putih.

Metode yang ke dua adalah fluktuasi suhu, jika suhu awal tempat pemijahan sekitar 28ºC

di tinggikan menjadi 33-45ºC . jika induk belum memijah setelah 60-90 menit maka suhu di

turunkan kembali ke suhu awal, perlakuan ini di lakukan terus-menerus sampai induk memijah.

Metode yang ketiga yaitu metode ekspose juga sering di lakukan dan ada kalanya di

kombinasikan dengan metode kejut suhu. Induk di letakkan di tempat teduh, lalu di biarkan

selama 30-45 menit, pada kondisi tertentu, misalnya induk belum mencapai fase matang gonad

(fase III) maka perlu di lakukan ekspose lebih lama, bisa mencapai 1-2 jam. Setelah masa

Page 12: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

ekspose, induk di kembalikan lagi ke tempat bak pemijahan. Pada kasus ini bisa di kombinasi

antara metode ekspose dengan metode kejut suhu atau fluktuasi suhu.

d. Rangsangan kimia

Dalam pemijahan dengan menggunakan bahan kimia juga sering di lakukan, tetapi hasil

pembuahan (fertilisasi) biasannya kurang baik. Seperti halnya manipulasi lingkungan, dengan

bahan kimia juga bertujuan untuk merubah lingkungan mikro tempat pemijahan. Secara ekstrim

bahan kimia dapat dengan segera merubah lingkungan pH air menjadi asam atau basa, yamg

bertujuan memberikan shock fisiologis pada induk sehingga terpaksa mengeluarkan sel-sel

gonadnya (Winanto, 2004). Jenis bahan kimia yang umum di gunakan antara lain hydrogen

peroksida (H2O2), natrium hidroksida (NaOH), ammonium hidroksida (NH4OH), amoniak

(NH4), dan larutan tris (trace buffer).

Tabel 2. Perkembangan Pinctada maxima setelah telur di buahi.

Waktu setelah

Pembuahan

Temperature air

(ºC)

Perkembangan

15 menit 28 Penonjolan polar body I

25 menit 28 Penonjolan polar body II

40 menit 9 Penonjolan polar lobe I,

permulaan cleavage

45 menit 30 Stage 2 sel

1 jam 30 Stage 4 sel

1½ jam-3 jam 28-30 Stage 8 sel

2½ jam-3½ jam 27-30 Stage morula

3½ jam-4 jam 27-31

Blastula mulai megadakan

rotasi

Permulaan gastrula5½ jam28-30Perkembangan flagelata apical7½ jam28-30Kulit tiram

hampir menutupi tubuh18½ jam-19 jam26-30 (D shape)

Page 13: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

Manajemen Pakan

Kultur Phytoplankton

Pakan alami untuk tiram mutiara yaitu jenis-jenis flagelata berukuran ≤ 10 µ. Beberapa

jenis mikroalga yang umum di berikan untuk larva tiram mutiara yaitu : Isocrysis galbana,

Pavlova lutheri, Chaetocheros. Sp, Nannoclorophysis. Sp, dan Tetraselmis chuii.

Pemeliharaan pakan alami ini dilakukan secara bertahap, hal ini untuk menjaga kualitas,

kuantitas serta kemurnian pakan alami tersebut. Yang dilakukan dengan menggunakan media

agar, setelah terbentuk koloni baru dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Secara bertahap,

koleksi, isolasi dan perbanyakan meliputi kultur murni, semi masal dan masal (Winanto, 2004).

Air laut yang digunakan sebagai media pemeliharaan harus melewati saringan ukuran mikro dan

saringan kapas, selanjutnya disterilisasi dengan Autoclav. Komposisi pupuk yang di gunakan

adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Komposisi pupuk untuk kultur plankton.

No Jenis pupuk Dosis (conway) Dosis (guillard)

1 EDTA 45 gram 10 gram

2 NaH2PO42H2O 20 gram 10 gram

3 FeCI36H2O 1,5 gram 2,9 gram

4 H3BO3 33,6 gram 3,6 gram

5 MnCI2 0,36 gram -

6 NaNO3 100 gram 3,6 gram

7 Na2SiO39H2O - 100 gram

8 Trace Matel Solution 1 ml 5 gram/30 ml

9 Vitamin 1 ml 1 ml

10 Aquades sampar 1000 ml 1000 ml

Sumber : Ditjenkan, 2002

Makanan utama larva tiram mutiara adalah jenis alga Isocrysis galbana dan Monocrysis

lutheri, sehingga pakan ini perlu disiapkan sebagai makanan awal dari larva dan harus dilakukan

tiga hari sebelum larva menetas.

1. Kultur murni

Kultur murni pada skala laboratorium dapat menggunakan pupuk atau media Guillard

Conway. Pemeliharaan plankton pada skala laboratorium dilakukan secara bertahap. Hal ini

untuk menjaga kemurnian dan kualitas stok. Untuk kultur murni dapat digunakan cawan Petri

dengan media agar. Setelah berbentuk koloni, diamati dengan mikroskop untuk mengetahui

apakah terjadi kontaminsi dengan jenis lain atau tidak. Jika masih terkontaminasi maka harus

Page 14: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

dilakukan pemurnian ulang sehingga didapatkan koloni satu spesies atau jenis Phytoplankton

yang diinginkan selanjutnya, dilakukan pemindahan untuk di ukur dalam tabung reaksi dengan

menggunakan tabung reaksi Ose.

Inokulum di dalam tabung reaksi dapat diperbanyak secara bertahap sampai mencapai

pertumbuhan puncak (blooming). Mulai dipelihara 100 cc, kemudian diperbanyak lagi ke 200 cc,

300 cc, 500 cc dan 1000 cc. Lama pemeliharaan tergantung pada jenis dan tingkat kepadatan

inokulum. Jika tujuan kultur untuk stok dan mempertahankan kemurnian, dapat dilakukan kultur

tanpa pengudaraan selama 2-3 bulan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi.

Pada skala laboratorium jenis Isocrysis galbanai dan Pavlova lutheri dapat dipelihara 5-10 hari

dan Chaetoseros sp dapat dipelihara selama 5-12 hari.Pemeliharaan berikut masih dalam skala

laboratorium pada volume 3-5 liter dengan waktu pemeliharaan 5-7 hari untuk Isocrysis galbana

4-6 hari untuk Chaetoceros sedangkan untuk Pavlova lutheri sama dengan Isocrysis galbana.

Kultur skala laboratorium ini dimaksudkan untuk menyediakan inokulum untuk pembenihan

skala semi-masal atau skala 30-80 liter.

2. Kultur semi masal

Pada prinsipnya kultur semi masal dan masal sama dengan kultur dalam skala

laboratorium, hanya volumenya lebih besar. Untuk kultur semi masal dan masal, air laut yang

digunakan cukup disaring dengan kantong saringan 60-80 mikron. Setelah media air laut

disiapkan pupuk dimasukan kemudian diaduk secara merata atau diberi pengudaraan. Setelah itu,

bibit dimasukan ke dalam media.

Untuk jenis Isocrysis galbana dan Pavlova luthery yang dipelihara dalam skala

laboratorium dan semi masal akan capai kepadatan optimum setelah 4-6 hari. Kepadatan plankto

yang baik diberikan sebagai pakan, biasanya pada fase pertumbuhan optimum, awal fase

pertumbuhan tetap, atau setelah mencapai kepadatan optimum. Untuk mengetahui setiap fase

pertumbuhan tersebut perlu dilakukan pengamatan setiap hari, caranya dengan pengambilan

sample dan dapat dihitung kepadatannya dengan menggunakan haemocytometer.

Berikut ini adalah kepadatan optimum beberapa jenis plankton :

a. Isocrysis galbana : 9-10 juta sel/cc

b. Pavlova lutheri : 11-2 juta sel/cc

c. Tetraselmis tetrathele : 5-8 juta sel/cc

d. Chaetoceros sp. : 4-6 juta sel/cc

Page 15: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

Bila kebutuhan pakan alami dalam jumlah besar maka dapat dilakukan kultur skala

masal, misalnya dengan volume pemeliharaan 1-5 ton. Pada kultur skala masal, kepadatan

maksimum akan dicapai setelah 5-7 hari.Menurut Isnasetyo dan Kurniastuti (1995), pemanenan

phytoplankton harus dilakukan setelah pada saat puncak populasi, sisa zat hara masih cukup

besar sehingga dapat membahayakan organisme pemangsa karena pemberian phytoplankton

pada bak pemeliharaan larva. Apabila pemanenan terlambat maka telah banyak terjadi kematian

phytoplankton sehingga kualitasnya menurun.

Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan 3 cara yaitu sebagai berkut :

1. Penyaringan dengan plankton net.

2. Pemanenan dengan memindahkan langsung bersama media kultur.

3. Cara pengendapan menggunakan bahan kimia, seperti : Sodium hidroksida dan NaOH

3. Penyimpanan bibit murni

Guna untuk kesinambungan kultur phytoplankton maka perlu dilakukan pemeliharaan

stok bibit murni. Martosudarno dan wulan (1990) berpendapat bahwa untuk menyimpan bibit

phytoplankton lebih lama, dapat disimpan dalam kulkas (< 10º C) dengan syarat diperiksa setiap

minggu atau bulan untuk menjaga mutu phytoplankton tersebut. Kultur tidak perlu diberi aerasi

karena hanya menjadi sumber kontaminasi.

Kultur phytoplankton dapat di pelihara dengan beberapa cara sebagai berikut

1. Disimpan dalam media agar pada cawan Petri.

2. Disimpan pada media agar miring pada tabung reaksi.

3. Disimpan dalam media cair pada tabung reaksi.

4. Disimpan dalam media cair pada Erlenmeyer.

Penyimpanan stok bibit murni dalam media agar dapat bertahan sampai 6 bulan.

Penyimpanan stok murni dalam media cair dilakukan dalam tabung reaksi volume 10 ml, diberi

pupuk dan tanpa aerasi tetapi harus dilakukan pengocokan setiap hari. Biakan stok murni ini

diletakkan pada rak kulkas dengan pencahayaan lampu TL. Penyimpanan stok murni dalam

kulkas dapat bertahan selama 1 bulan dan sebiknya segra digunakan dan diganti dengan stok

baru.Kendala yang umum ditemukan dalam kultur phytoplankton adalah kontaminasi oleh

mikroorganisme lain seperti : Protozoa, bakteri, dan jenis phytoplankton lainnya. Kontaminasi

Page 16: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

ini dapat bersumber dari medium (air laut, pupuk, udara atau aerasi, wadah kultur serta

inokulum)

Manajemen Kesehatan /Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit dapat menyebabkan proses budidaya menjadi gagal, pertumbuhan

tiram dapat terganggu bahkan dapat mematikan tiram, untuk itu perlu dilakukan pengendalian.

Hama umumnya menyerang bagian cangkang. Hama tersebut berupa jenis teritip, racing, dan

polichaeta yang mampu mengebor cangkang tiram. Hama yang lain berupa hewan predator,

seperti gurita, bintang laut, rajungan, kerang hijau, teritip, golongan rumpu laut dan ikan sidat.

Upaya pencegahan dengan cara membersihkan hama-hama tersebut dengan manual pada

periode waktu tertentu. Penyakit tiram mutiara umumnya disebabkan parasit, bakteri, dan virus.

Parasit yang sering ditemukan adalah Haplosporidium nelsoni. Bakteri yang sering menjadi

masalah antara lain Pseudomonas enalia, Vibrio anguillarum, dan Achromobacter sp. Sementara

itu, jenis virus yang biasanya menginfeksi tiram mutiara adalah virus herpes. Upaya untuk

mengurangi serangan penyakit pada tiram mutiara antara lain

a) Selalu memonitor salinitas agar dalam kisaran yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan

tiram,

b) Menjaga agar fluktuasi suhu air tidak terlalu tinggi, seperti pemeliharaan tiram tidak terlalu

dekat kepermukaan air pada musim dingin,

c) Lokasi bodi daya dipilih dengan kecerahan yang cukup bagus, dan

d) Tidak memilih lokasi pada perairan dengan dasar pasir berlumpur.

Pengolahan

Pada prinsipnya, untuk dalam keberhasilan pemeliharaan tiram mutiara untuk

menghasilkan mutiara bulat baik kualitas maupun kuantitas sangat ditentukan oleh proses

penanganan tiram sebelum operasi pemasangan inti, saat pelaksanaan operasi, pasca operasi dan

ketrampilan dari teknisi serta sarana pembenihan tiram yang memadai.

Pada umumnya tiram mutiara yang akan dioperasi inti mutiara bundar berasal dari hasil

penangkapan dialam yang dikumpulkan dari kolektor dan nelayan. Namun ukuran cangkang

mutiara terdiri dari macam-macam ukuran yang nantinya disortir menurut ukuran besarnya

mutiara, hal inilah yang menjadi penyebab sehingga tidak dapat melaksanakan operasi dalam

jumlah yang banyak. Sedangkan hasil pembenihan dari hatchery dapat diperoleh ukuran yang

relatif seragam ukurannya sehingga dapat dilakukan operasi pemasangan inti mutiara dalam

Page 17: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

jumlah yang banyak. Namun produksi benih belum dapat dikembangkan secara masal.

Pemeliharaan spat tiram disesuaikan dengan kondisi perairan disekitarnya. Pemeliharaan benih

(spat) yang masih kecil berukuran dibawah 5 cm dipelihara pada kedalaman 2-3 cm sedangkan

spat dengan ukuran di atas 5 cm dipelihara pada kedalaman lebih dari 4 cm (Sutaman, 1993).

Penanganan Tiram Sebelum Operasi Pemasangan Inti Mutiara

Dengan demikian kalau kita tinjau mengenai terjadinya mutiara, untuk saat ini dapat

dibagi menjadi dua yaitu:

Mutiara asli yang terdiri dari mutiara alam (natural pearl) dan mutiara pemeliharaan

(cultured pearl).

Mutiara tiruan/imitasi (imitation pearl) (Dwiponggo, 1976).

Mutiara pemeliharaan

Sebelum proses penanganan tiram mutiara (Pinctada maxima) untuk pemasangan inti

mutiara, harus dilakukan beberapa proses yaitu sebagai berikut:

a. Seleksi bibit

Benih tiram mutiara dari hasil penyelaman (natural) maupun dari hasil pembenihan

(breeding) diseleksi untuk mencari tiram yang telah siap untuk dioperasi pemasangan inti.

Menurut Sutaman (1993), bahwa benih siap operasi adalah tiram yang kondisinya sehat, tidak

cacat, telah berumur 2-3 tahun jika benih itu di dapat dari usaha budidaya dan berukuran diatas

15 cm jika benih tersebut didapat dari hasil penangkapan. Benih tiram mutiara yang telah

terkumpul dari hasil seleksi untuk dioperasi harus dipelihara dalam rakit pemeliharaan khusus

supaya memudahkan dalam penanganan saat operasi akan berlangsung.

b. Ovulasi buatan

Ovulasi buatan bertujuan agar pada saat operasi tiram mutiara tidak sedang dalam

keadaan matang telur, karena tiram yang matang telur jaringan tubuhnya sangat peka terhadap

rangsangan dari luar, sehingga inti yang di pasang akan dimuntahkan kembali. Ovulasi buatan ini

merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan untuk memaksa tiram mutiara agar mengeluarkan

telur atau spermanya. Menurut Mulyanto (1987), bahwa cara ovulasi buatan yaitu dengan menaik

turunkan keranjang pemeiharaan kedalam air dengan cepat sampai telur atau sperma keluar dari

tiram.

Selain dari perlakuan menaik turunkan keranjang pemeliharaan tiram, kegiatan lain yang

dilakukan yaitu masa pelemasan tiram (yukuesey) dimana tiram mutiara yang siap operasi di

Page 18: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

kurangi jatah pakannya dan membatasi ruang geraknya sehingga tiram menjadi lemah dan

kepekaannnya menjadi berkurang pada saat inti dimasukkan (Mulyanto, 1987).

c. Pembukaan cangkang

Setelah tiram mutiara diistrahatkan selama 1 hari setelah proses ovulasi buatan

selanjutnya dlakukan proses pembukaan cangkang tiram mutiara. Dalam kegiatan ini ada 3 cara

yang sering digunakan untuk memaksa tiram secara alami membuka cangkangnya yaitu dengan

merendamnya dalam air dengan kepadatan yang tinggi, sirkulasi air dan cara yang terakhir yaitu

pengeringan (Winanto, et. al. 1988).

Setelah cangkang terbuka akibat dari perlakuan ini, cangkang tersebut segera ditahan

dengan forsep dan di pasang baji pada mulut tiram supaya cangkang selalu dalam keadaan

terbuka. Selanjutnya 1 jam sebelum operasi, tiram-tiram tersebut diletakkan didalam dulang

dengan bagian engsel atau dorsal disebelah bawah (Sutaman, 1993).

Operasi Pemasangan Inti Mutiara Bulat

Untuk menghasilkan mutiara pada tiram ada dua cara yang umum di lakukan dalam

operasi pemasangan inti mutiara yaitu:

a. Pemasangan inti mutiara bulat

b. pemasangan inti mutiara setengah bulat (blister).

Operasi pemasangan inti mutiara bulat merupakan bagian terpenting dalam menentukan

keberhasilan pembuatan mutiara bulat. Ada beberapa cara yang perlu dilakukan dalam operasi

pemasangan inti mutiara bulat adalah sebagai berikut:

1) Sebelum pemasangan inti, tiram siap operasi di kumpulkan diatas meja operasi.

2) Membuat potongan mantel dengan pengambilan mantel dari tiram donor dan

mengguntingnya sekitar lebar 5 mm dan panjang 4 cm. kemudian mantel dipotong membentuk

bujur sangkar dengan sisi-sisi 4 mm (Sutaman, 1993). Menurut Tun dan Winanto (1988), mantel

yang diambil hendaknya dipilih tiram yang mudah dan aktif.

3) Pemasangan inti mutiara bulat.

Dalam pemasangan inti perlu diperhatikan ukuran inti yang akan dipasang. Umumnya

ukuran inti mutiara yang dimasukkan kedalam gonad tiram mutiara jenis Pinctada maxima yaitu

berkisar antara 3,03-9,09 mm (Mulyanto, 1987).

Page 19: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

Penanganan Tiram Pasca Operasi

Menurut Mulyanto (1987), mengemukakan bahwa pemeliharaan tiram mutiara pasca

operasi sangat menentukan penyembuhan dan pembentukan mutiara yang dihasilkan. Setelah

tiram dioperasi, dengan cepat dan hati-hati dimasukkan kembali kedalam air dan digantung pada

rakit pemeliharaan yang letaknya paling dekat rumah operasi dan pada tempat yang pergerakan

airnya paling kecil. Tiram memerlukan waktu istrahat yang cukup 1-3 bulan untuk

menyembuhkan luka shock akibat dari operasi pemasangan inti.

Setelah masa penyembuhan, dilakukan pemeriksaan terhadap tiram untuk mengetahui

apakah inti yang telah dipasang masih dalam posisi semula atau dimuntahkan. Tiram yang akan

diperiksa di tahan dengan baji lalu diletakkan pada shell holder dan diperiksa. Apabila inti masih

berada didalam, maka bagian tersebut akan kelihatan sedikit menonjol (Winanto, et. al., 1988)

Pemeriksaan inti mutiara yang dilakukan oleh perusahan-perusahan yang berskala besar

dilakukan dengan cara menggunakan alat rontgen. Pemeriksaan dengan alat ini dilakukan sekitar

45 hari setelah masa tento terakhir atau kurang lebih 3 bulan setelah pemasangan inti. Tiram

yang masih terdapat inti didalam cangkangnya dalam posisi semula dipelihara kembali hingga

waktu panen tiba. Tiram yang memuntahkan intinya dan kondisi tubuhnya masih baik dapat

diulangi pemasangan inti mutiara bulat atau setengah bulat (blister) (Mulyanto, 1987).

Panen

Menurut Mulyanto (1987), bahwa setelah masa pemeliharaan 1,5-2 tahun sejak operasi

pemasangan inti maka tiram dapat dipanen dengan kecermatan dan ketepatan yang benar agar

hasil mutiara dapat berkualitas baik. Menurut Tun dan Winanto (1988), di Indonesia panen akan

lebih baik menguntungkan apabila dilakukan pada saat musim hujan, karena untuk mengurangi

mortalitas pada waktu pemasangan inti mutiara bulat kedua. Tekanan tinggi, suhu rendah dan

relatif konstan serta suasana remang-remang dapat menyebabkan sel penghasil nacre lebih aktif

mensekresikan nacre, sehingga kilau dan warnanya lebih baik walaupun pelapisan nacrenya

berlangsung lebih lambat.

Cara pemanenan dapat dilakukan sebagai berikut : tiram yang sudah dipanen diletakkan

di atas meja operasi. Kemudian bagian mantel dan insang yang menutupi gonad disisihkan

sehingga mutiara akan kelihatan dan tampak menonjol dengan sedikit bercahaya. Lalu dibuat

sayatan pada organ tersebut seperti pada saat pemasangan inti itiara bulat, maka mutiara dengan

mudah dapat dikeluarkan dari gonad tiram.

Page 20: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

DAFTAR PUSTAKA

Birowo, S. 1982. Sifat oseanografi lapisan permukaan laut. Dalam: Kondisi Lingkungan Pesisir dan Laut

di Indonesia (Romimohtartodan Thayib (eds.) LON – LIPI, Jakarta:1-96.

Dharmaraj, S., Kandasami, D. And K. Algarswami, 1987. Some aspects of physiology of pearl oyster in

pearl culture. CMFRI. India. Bulletin, 29 : 4-12.

Doroudi, M.S., Southgate, P.C. & R.J. Mayer, 1999. The combined effects of temperature and salinity on

embryos and larvae of the black-lipped pearl oyster Pincyada margaritifera. Aquaculture Reseach,

30 : 271-277.

Hamzah, M.S dan D.E.Djoko.Setyono, 2009. Studi pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan kerang

mutiara (Pinctada maxima) pada kondisi suhu yang berbeda. Dalam : Prosiding Pertemuan Ilmiah

Tahunan ISOI 2008 di Bandung. Mutiara R. Putri, Satwan Hadi, D.E.D Setyono dan Fitri Suciaty

(eds.) Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI) : 240-246.

Hamzah, M.S. 2007a. Prospek pengembangan budidaya kerang mutiara (Pinctada maxima) dan kendala

yang dihadapi serta alternatif pemecahannya di beberapa tempat di kawasan perairan Tengah

Indonesia. Dalam : Prosiding Aquaculture Indonesia 2007. Masyarakat Akuakultur Indonesia

(MAI) Surabaya : 212-223.

Hamzah, M.S. 2007b. Studi tingkat mortalitas anakan kerang mutiara (Pinctada maxima) dikaitkan

dengan variasi musiman kondisi suhu laut di perairan Teluk Kombal, Lombok Barat dan Teluk

Kapontori, Pulau Buton. Dalam : Prosiding Seminar Nasional Muluska dalam penelitian,

konservasi dan ekonomi. BRKP DKP RI bekerja sama dengan Jur. Ilmu Kelautan, FPIK Undip,

Semarang 2007 : 425-438.

Hamzah, M.S. 2008a. Kelangsungan hidup dan perkembangan larva kerang mutiara (Pinctada maxima)

dengan pemberian jenis pakan alami yang berbeda. Dalam: Hardianto et al. (eds.). Prosiding

Seminar Nasional Kelautan IV. Universitas Hangtuah, Surabaya. Hal.:179-183.

Hamzah, M.S. 2008b. Pengaruh level kedalaman terhadap daya tempel larva kerang mabe (Pteria

penguin) dengan jaring sebagai kolektor spat di Teluk Kapontori, Pulau Buton - Sulawesi

Tenggara. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Moluska dalam penelitian, konservasi dan

ekonomi. BRKP DKP RI bekerja sama dengan Jur. Ilmu Kelautan, FPIK Undip, Semarang.

Hal.:134-141.

Hamzah, M.S. 2008c. Pengamatan kualitas hasil operasi penyuntikan mutiara kerang mabe (Pteria

penguin) di perairan Teluk Kapontori, Pulau Buton-Sulawesi Tenggara. Dalam : Buku Prosiding

Seminar Nasional Kelautan IV. Didik Hardianto dan Muh. Taufiqrrohman (eds.) Univ. Hangtuah

24 April 2008 Surabaya : II 173-II 178.

Hamzah, M.S. dan B. Nababan, 2009. Studi pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan kerang mutiara

(Pinctada maxima) pada kedalaman yang berbeda di Teluk Kapontori, Pulau Buton. J. Ilmu dan

Teknologi Kelautan Tropis, 1(2):22-32.

Hamzah, M.S. dan Sumadhiharga, Kurnaen. 2002. Studi Laju Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup

Anakan Kerang Mutiara (Pinctada Maxima) Pada Kedalaman Yang Berbeda Di Perairan Teluk

Kombal-Lombok Barat. dalam: Konprensi Nasional III, di Bali 21-24 Mei 2002.

Hamzah, M.S.; Abd Basir Kaplale, sangkala dan Rustam. 2005. Kelangsungan hidup anakan kerang

mutiara (Pinctada maxima) dan fenomena arus dingin di perairan Teluk Kombal, Lombok Barat.

Dalam : Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan ISOI, 2003. Anugrah Nintji, Wahyu Budi

Setiawan, D.E.Djoko Setiono, P. Pradina dan Agus Supangat (eds.). Ikatan Serjana Oseanologi

Indonesia, Jakarta, 2005 : 171-177.

Hamzah. M.S. 2013. Studi Perkembangan Larva Kerang Mutiara (Pinctada Maxima) Pada Suhu Dan

Salinitas Berbeda Serta Uji Pembesaran Di Teluk Kombal - Lombok Utara. Disertasi. Malang:

Program Doktor Ilmu Perikanan Dan Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas

Brawijaya.

Meade, J.W., 1989. Aquaculture manegement. Van Nostrand Reinhold. New York, 175 pp.

Page 21: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

Mosses, J.W; Hutubessy, B.G. dan Sidabutar, T. 1994. Preliminary study on the growth of pearl oyster

(Pteria penguin Roeding) reared under pond sea condition. Perairan Maluku dan sekitarnya.

Balitbang Sumberdaya Laut, P3O – LIPI Ambon, volume 8 : 24 – 35.

Nayer, K.N. & S. Mahadevan, 1987. Ecology of pearl oyster beds in pearl culture. Central Marine

Recearch Institute, India. Bulletin, 39 (5) : 29-36. Report No. 2 : 195pp.

Sidabutar, T. 1998. Variasi musiman fitoplankton di perairan Teluk Ambon. Dalam: Prosiding Seminar

Kelautan LIPI-Unhas I. Balitbang Sumberdaya laut, Puslitbang Oseanologi–LIPI Ambon: 209-

217.

Susilowati, R., K. Sumantadinata, 2011. Keragaman genetik tiram mutiara sebagai informasi dasar untuk

pemuliaan tiram mutiara. Dalam buku : Refleksi Pengembangan Budidaya Kekerangan di

Indonesia. M. F. Sugadi, I Nyoman A. Giri & D. Pringgenies (eds.). Badan Penelitian dan

Pengembangan Kelaulatan dan Perikanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan

Budidaya, Jakarta : 53-67.

Sutomo. 1987. Klorofil-a Fitoplankton di Teluk Ambon selama musim timur dan musim peralihan II,

1985. Dalam: Buku Teluk Ambon I, Biologi, Perikanan, Oseanografi dan Geologi. Balai

Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon: 24-33.

Wenno, L.F. 1979. Pola sebaran suhu air di Teluk Ambon. Oseanologi di Indonesia, 12:12-21.

Wirtki, K. 1961. Physical oseaography of the Southeast Asean Waters. Naga

Yukihira, H., D.W. Klumpp, and J.S.Lucas. 1998. Effects of body size on suspension feeding and energy

budgets of the pearl oysters Pinctada margaritifera and P. Maxima. Mar. Ecol. Prog. Ser.,

170:119-130

Yukihira, H., J.S. Lucas, and D.W. Klumpp, 2000. Comparative effects of temperature on suspension

feeding and energy budgets of the pearl oysters Pinctada margaritifera and P. Maxima. Mar. Ecol.

Prog. Ser., 195:179-188.

Yukihira, H., J.S. Lucas, and D.W. Klumpp, 2006. The pearl oyster, Pinctada maxima and P.

Margaritifera, respond in different ways to culture in dissimilar environtments. Aquculture, 252:

208-224.

Page 22: Budidaya kerang mutiara (pinctada maxima) the golden and silver pearl pada keramba jaring apung di perairan nusantara

Diposting Oleh Aris Sando Hamzah pada Marinecyber.com | Perikanan.or.id

LAMPIRAN

Sample Tiram Mutiara P. Maxima dan Pocket Berbagai

Ukuran