4
Industrialisasi dan Perekonomian di Indonesia Sekarang ini, banyak negara-negara di dunia terus berupaya untuk menumbuhkan ekonominya. Langkah yang diambil yaitu dalam masalah industri. Industri memang menjadi faktor fenomenal untuk menunjang perdagangan. Mereka saling bersaing untuk mendapatkan tempat di pasar global. Karena di dalam pasar global itu sendiri terjadi perdagangan bebas dari dan tentang suatu negara. Salah satu hal yang mendukung ialah sektor industrialisasi. Globalisasi dirasa lebih menguntungkan negara-negara maju. Karena di negara-negara majulah berbagai bidang termasuk industri mengalami kemajuan, berbeda dengan di negara berkembang. Mungkin dari segi kualitas dan kuantitas hasil produksinya saja jauh lebih baik dari negara maju. Menurut Robert Hutton, ia mengatakan industri adalah bagian terpenting bagi perekonomian di Eropa. Jepang misalnya, produksi otomotif dan elektroniknya mampu menembus pasaran dunia, begitu juga Korea dan Cina Dalam perkembangan selanjutnya, negara-negara berkembang mulai mengikutsertakan diri dalam aspek tersebut. Tidak hanya ekonomi yang dibangun dari sektor non industri, tapi mereka telah jauh melangkah mengupayakan terciptanya industri yang fleksibel. Dalam arti mampu meningkatkan daya saing di pasaran. Sehingga negara berkembang pun tidak dengan mudah mengikuti arus global saja. Namun, mereka mampu berkompetisi dengan baik. Saat ini adalah masa-masa sulit bagi bangsa kita untuk melepaskan dari keterpurukan ekonomi. Globalisasi semakin membuka kebebasan negara asing dalam memperluas jangkauan ekonominya di Indonesia, sehingga bila bangsa kita tidak tanggap dan merespon positif, maka justru akan memperparah situasi ekonomi dan industri dalam negeri. Sejauh ini pengembangan sektor industri makin marak, itu sebenarnya tuntutan globalisasi itu sendiri. Di Indonesia, kota-kota industri mulai berkembang dan menghasilkan barang-barang produksi yang bermutu. Namun, ada banyak industri pula di Indonesia yang sebagian sahamnya adalah ahasil investasi asing, bahkan ada juga perusahaan dan industri yang secara mutlak berdiri dan beroperasi di Indonesia. Mereka (investor), hanya akan menuai keuntungan dari modal yang ditanamkan. Sehingga, disini dijelaskan bahwa yang menjalankan dan pengelolaan industri itu ditangani pihak pribumi, mengapa bisa demikian? Karena bila melihat dari sudut pandang terhadap keuangan negara atau swasta dalam negeri lemah, yaitu dalam arti kekurangan biaya pengembangan untuk industri (defisit). Sebagai contoh saja, industri otomotif sepertai Astra, Indomobil, New Armada. Pada dasarnya perusahaan-perusahaan itu hanya merakit dan kemudian menjualnya ke masyarakat. Berarti hal itu dapat dikatakan bukan hasil karya anak negeri, melainkan modal asing yang ada di Indonesia.

Industrialisasi dan perekonomian di indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Industrialisasi dan perekonomian di indonesia

Industrialisasi dan Perekonomian di Indonesia

Sekarang ini, banyak negara-negara di dunia terus berupaya untuk menumbuhkan ekonominya.

Langkah yang diambil yaitu dalam masalah industri. Industri memang menjadi faktor fenomenal

untuk menunjang perdagangan. Mereka saling bersaing untuk mendapatkan tempat di pasar

global. Karena di dalam pasar global itu sendiri terjadi perdagangan bebas dari dan tentang suatu

negara. Salah satu hal yang mendukung ialah sektor industrialisasi.

Globalisasi dirasa lebih menguntungkan negara-negara maju. Karena di negara-negara majulah

berbagai bidang termasuk industri mengalami kemajuan, berbeda dengan di negara berkembang.

Mungkin dari segi kualitas dan kuantitas hasil produksinya saja jauh lebih baik dari negara maju.

Menurut Robert Hutton, ia mengatakan industri adalah bagian terpenting bagi perekonomian di

Eropa. Jepang misalnya, produksi otomotif dan elektroniknya mampu menembus pasaran dunia,

begitu juga Korea dan Cina

Dalam perkembangan selanjutnya, negara-negara berkembang mulai mengikutsertakan diri

dalam aspek tersebut. Tidak hanya ekonomi yang dibangun dari sektor non industri, tapi mereka

telah jauh melangkah mengupayakan terciptanya industri yang fleksibel. Dalam arti mampu

meningkatkan daya saing di pasaran. Sehingga negara berkembang pun tidak dengan mudah

mengikuti arus global saja. Namun, mereka mampu berkompetisi dengan baik.

Saat ini adalah masa-masa sulit bagi bangsa kita untuk melepaskan dari keterpurukan ekonomi.

Globalisasi semakin membuka kebebasan negara asing dalam memperluas jangkauan

ekonominya di Indonesia, sehingga bila bangsa kita tidak tanggap dan merespon positif, maka

justru akan memperparah situasi ekonomi dan industri dalam negeri.

Sejauh ini pengembangan sektor industri makin marak, itu sebenarnya tuntutan globalisasi itu

sendiri. Di Indonesia, kota-kota industri mulai berkembang dan menghasilkan barang-barang

produksi yang bermutu. Namun, ada banyak industri pula di Indonesia yang sebagian sahamnya

adalah ahasil investasi asing, bahkan ada juga perusahaan dan industri yang secara mutlak berdiri

dan beroperasi di Indonesia. Mereka (investor), hanya akan menuai keuntungan dari modal yang

ditanamkan. Sehingga, disini dijelaskan bahwa yang menjalankan dan pengelolaan industri itu

ditangani pihak pribumi, mengapa bisa demikian? Karena bila melihat dari sudut pandang

terhadap keuangan negara atau swasta dalam negeri lemah, yaitu dalam arti kekurangan biaya

pengembangan untuk industri (defisit).

Sebagai contoh saja, industri otomotif sepertai Astra, Indomobil, New Armada. Pada dasarnya

perusahaan-perusahaan itu hanya merakit dan kemudian menjualnya ke masyarakat. Berarti hal

itu dapat dikatakan bukan hasil karya anak negeri, melainkan modal asing yang ada di Indonesia.

Page 2: Industrialisasi dan perekonomian di indonesia

Untuk itulah, seharusnya bangsa ini lebih dalam untuk meningkatkan sumber daya manusianya.

Dengan demikian dapat disimpulkan ilmu pengetahuan dan teknologi ialah sarana dalam

mengembangkan SDM termasuk menumbuhkembangkan industrialisasi dan menjalankan

perekonomian bangsa dengan baik.

Ketua Umum (Ketum) Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) Soetrisno Bachir

mengatakan sebuah ironi bila industri dalam negeri keropos, mengingat Indonesia sebagai

pengekspor mineral mentah terbesar di dunia. Apalagi, bila Pemerintah Indonesia masih sangat

tergantung kepada perusahaan asing dalam mengelola sumber daya alamnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi memperkirakan

pertumbuhan industri pada tahun ini tidak akan lebih dari 6%, mengingat kondisi perekonomian

Indonesia yang masih tidak stabil. Angka ini jauh di bawah target pemerintah yang mencapai di

atas 6,5%.

"Pertumbuhan industri kita tidak akan lebih dari 6%. Pemerintah menafsirkan di atas 6,5%.

Tetapi saat ini kebutuhan nasional turun, investasi juga tidak banyak yang masuk jadi saya

perkirakan pertumbuhan industri itu akan lebih turun. Saya masih ragu mungkin antara 5,5%-

6%," ujar dia di Jakarta

Selain itu, masih belum meningkatnya pertumbuhan industri menurut Sofjan juga karena belum

berjalannya investasi yang ditanamkan sejak 2-3 tahun lalu sehingga belum dapat berkontribusi

pada tahun ini.

Untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri ini, lanjut Sofjan, dibutuhkan peran

pemerintah guna menggenjot penjual produk-produk dari industri tersebut.

"Harus sedikit ada tekanan dari pemerintah untuk mendorong penjualan produk dalam negeri,

walaupun sedikit mahal tidak apa-apa tetapi hanya untuk jangka waktu tertentu dan tidak

seterusnya, 1-2 tahun harus dibantu," jelasnya.

Meski demikian, dia masih percaya bahwa beberapa industri andalan masih dapat membantu

mendorong pertumbuhan industri nasional.

"Industri andalan masih tetap seperti tekstil karena banyak menyerap tenaga kerja, kita harus

andalkan mereka, ada juga indutrsi minuman, makanan, farmasi, rokok, otomotif. Tetapi yang

lain-lain tidak banyak," tandasnya.

Arah Pengembangan Industri Nasional Belum Jelas

Jakarta - Kalangan ekonom menyebut perkembangan industri di Indonesia termasuk belum

memiliki arah yang jelas. Oleh karena itu, industri dalam negeri cenderung tidak berkembang

Page 3: Industrialisasi dan perekonomian di indonesia

dengan baik. Di satu sisi, tidak adanya panduan tegas bagi para investor asing menjadikan

mereka bebas untuk menanamkan modal pada sektor-sektor yang mereka kuasai.

Akibatnya, daya saing industri nasional semakin lemah pada sektor yang telah dikuasai oleh para

investor asing tersebut.

Pengamat Ekonomi Hendri Saparini mengungkapkan dampak kedepannya adalah, Indonesia

kehilangan beberapa rantai industri yang semestinya bisa menjadi peluang untuk

mengerabangkan industri nasional. Saat ini, di Indonesia berkembang industri yang sangat hulu

dan sangat hilir, dan akibat negatifnya adalah justru kehilangan industri yang menjadi perantara

dari industri hulu ke hilir tersebut.

"Pada sektor telekomunikasi, untuk kalangan menengah hampir setiap orang memiliki lebih dari

satu media komunikasi seperti telepon genggam dan blackberry. Itu menandakan industri yang

sangat hilir berkembang di Indonesia. Sementara itu, hulunya adalah industri pengolahan timah.

Mestinya antara industri hulu hingga ke hilir itu bisa dikembangkan di Indonesia, tapi nyatanya

tidak," ungkap Hendri Saparini saat dihubungi Neraca,Senin (30/12).

Hendri menjelaskan, padahal potensi timah di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia.

Namun, justru sebagian besar timahnya diekspor dan tidak diolah: "Dari satu contoh itu saja

sudah berapa besar potensi keuntungan dan tenaga kerja yang hilang," katanya. Menurut Hendri,

pola industri seperti ini adalah keliru dan cenderung dikendalikan oleh investor asing.

Contoh lain adalah adanya investasi asing dalam penanaman sayuran beserta tenaga kerjanya

yang didatangkan dari luar negeri.

"Investasinya dari Taiwan dan tenaga kerjanya dari Vietnam lalu produknya dipasarkan di

Indonesia. Lalu bagaimana caranya Industri di Indonesia akan berkembang bila yang digunakan

adalah pola-pola seperti ini," katanya.

"Mestinya pemerintah membimbing mereka (para investor asing) melalui panduan. Bila tidak,

Indonesia akan terus kehilangan daya saing karena mereka bisa masuk dengan bebas ke sektor

manapun yang mereka suka dan kuasai," kata Hendri.

Selairi itu, mestinya yang didatangkan dari luar negeri fokus pada modal dalam bentuk teknologi

, dan meminimalisir penggunaan bahan baku dari luar negeri. Akar permasalahannya menurut

Hendri adalah, lemahnya kemampuan lobi dan daya tawar pemerintah Indonesia terhadap

pemerintah asing. Hal ini akhirnya menimbulkan reaksi berantai yang berujung pada lemahnya

daya saing industri.

"Jangankan dalam hal lobi, dalam pembuatan aturan saja tidak melindungi industri nasional.

Rancangan Undang - Undang Perdagangan dan Perindustrian Tahun 2005 masih berbicara

perlindungan terhadap kepentingan nasional. Tapi, justru RUU yang baru ini tidak berbicara

mengenai hal tersebut dan hanya melegalkan apa-apa yang sudah ada saat ini," katanya.

Negara Industri

Di tempat berbeda, Menteri Perindustrian, MS Hidayat mengungkapkan visi pembangunan

Industri Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008

tentang Kebijakan Industri Nasional adalah Indonesia menjadi Negara Industri Tangguh pada

tahun 2025, dengan visi antara pada tahun 2020 sebagai Negara Industri Maju Baru, karena

Page 4: Industrialisasi dan perekonomian di indonesia

sesuai dengan Deklarasi Bogor tahun 1995 an tar para kepala Negara APEC pada tahun tersebut

liberalisasi di negara-negara APEC sudah harus terwujud.

"Sebagai negara industri maju baru, sektor industri Indonesia harus mampu memenuhi beberapa

krite-ria dasar antara lain Memiliki peranan dan kontribusi tinggi bagi perekonomian Nasional,

IKM memiliki kemampuan yang seimbang dengan Industri Besar, Memiliki struktur industri

yang kuat, Teknologi maju telah menjadi ujung tombak pengembangan dan penciptaanpasar,

Telah memiliki jasa industri yang tangguh yang menjadi penunjang daya saing internasional

industri, dan Telah memiliki daya saing yang mampu menghadapi liberalisasi penuh dengan

negara-negara APEC," ujar Hidayat.

Menurut Hidayat, diharapkan tahun 2020 kontribusi industri non-migas terhadap PDB telah

mampu mencapai 30%, dimana kontribusi industri kecil (IK) ditambah industri menengah (IM)

sama atau mendekati kontribusi industri besar (IB).

Sumber :

http://kemenperin.go.id/artikel/8291/Arah-Pengembangan-Industri-Nasional-Belum-Jelas

http://cs0506.wordpress.com/2010/11/27/perkembangan-industri-di-indonesia/

sumber dokumentasi

http://bisnis.liputan6.com/read/802251/industri-keropos-gara-gara-ri-kebanyakan-ekspor-bijih-

mineral

buku geografi 2013