Upload
dwyce-munthe
View
35
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Industrialisasi dan Perekonomian di Indonesia
Sekarang ini, banyak negara-negara di dunia terus berupaya untuk menumbuhkan ekonominya.
Langkah yang diambil yaitu dalam masalah industri. Industri memang menjadi faktor fenomenal
untuk menunjang perdagangan. Mereka saling bersaing untuk mendapatkan tempat di pasar
global. Karena di dalam pasar global itu sendiri terjadi perdagangan bebas dari dan tentang suatu
negara. Salah satu hal yang mendukung ialah sektor industrialisasi.
Globalisasi dirasa lebih menguntungkan negara-negara maju. Karena di negara-negara majulah
berbagai bidang termasuk industri mengalami kemajuan, berbeda dengan di negara berkembang.
Mungkin dari segi kualitas dan kuantitas hasil produksinya saja jauh lebih baik dari negara maju.
Menurut Robert Hutton, ia mengatakan industri adalah bagian terpenting bagi perekonomian di
Eropa. Jepang misalnya, produksi otomotif dan elektroniknya mampu menembus pasaran dunia,
begitu juga Korea dan Cina
Dalam perkembangan selanjutnya, negara-negara berkembang mulai mengikutsertakan diri
dalam aspek tersebut. Tidak hanya ekonomi yang dibangun dari sektor non industri, tapi mereka
telah jauh melangkah mengupayakan terciptanya industri yang fleksibel. Dalam arti mampu
meningkatkan daya saing di pasaran. Sehingga negara berkembang pun tidak dengan mudah
mengikuti arus global saja. Namun, mereka mampu berkompetisi dengan baik.
Saat ini adalah masa-masa sulit bagi bangsa kita untuk melepaskan dari keterpurukan ekonomi.
Globalisasi semakin membuka kebebasan negara asing dalam memperluas jangkauan
ekonominya di Indonesia, sehingga bila bangsa kita tidak tanggap dan merespon positif, maka
justru akan memperparah situasi ekonomi dan industri dalam negeri.
Sejauh ini pengembangan sektor industri makin marak, itu sebenarnya tuntutan globalisasi itu
sendiri. Di Indonesia, kota-kota industri mulai berkembang dan menghasilkan barang-barang
produksi yang bermutu. Namun, ada banyak industri pula di Indonesia yang sebagian sahamnya
adalah ahasil investasi asing, bahkan ada juga perusahaan dan industri yang secara mutlak berdiri
dan beroperasi di Indonesia. Mereka (investor), hanya akan menuai keuntungan dari modal yang
ditanamkan. Sehingga, disini dijelaskan bahwa yang menjalankan dan pengelolaan industri itu
ditangani pihak pribumi, mengapa bisa demikian? Karena bila melihat dari sudut pandang
terhadap keuangan negara atau swasta dalam negeri lemah, yaitu dalam arti kekurangan biaya
pengembangan untuk industri (defisit).
Sebagai contoh saja, industri otomotif sepertai Astra, Indomobil, New Armada. Pada dasarnya
perusahaan-perusahaan itu hanya merakit dan kemudian menjualnya ke masyarakat. Berarti hal
itu dapat dikatakan bukan hasil karya anak negeri, melainkan modal asing yang ada di Indonesia.
Untuk itulah, seharusnya bangsa ini lebih dalam untuk meningkatkan sumber daya manusianya.
Dengan demikian dapat disimpulkan ilmu pengetahuan dan teknologi ialah sarana dalam
mengembangkan SDM termasuk menumbuhkembangkan industrialisasi dan menjalankan
perekonomian bangsa dengan baik.
Ketua Umum (Ketum) Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) Soetrisno Bachir
mengatakan sebuah ironi bila industri dalam negeri keropos, mengingat Indonesia sebagai
pengekspor mineral mentah terbesar di dunia. Apalagi, bila Pemerintah Indonesia masih sangat
tergantung kepada perusahaan asing dalam mengelola sumber daya alamnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi memperkirakan
pertumbuhan industri pada tahun ini tidak akan lebih dari 6%, mengingat kondisi perekonomian
Indonesia yang masih tidak stabil. Angka ini jauh di bawah target pemerintah yang mencapai di
atas 6,5%.
"Pertumbuhan industri kita tidak akan lebih dari 6%. Pemerintah menafsirkan di atas 6,5%.
Tetapi saat ini kebutuhan nasional turun, investasi juga tidak banyak yang masuk jadi saya
perkirakan pertumbuhan industri itu akan lebih turun. Saya masih ragu mungkin antara 5,5%-
6%," ujar dia di Jakarta
Selain itu, masih belum meningkatnya pertumbuhan industri menurut Sofjan juga karena belum
berjalannya investasi yang ditanamkan sejak 2-3 tahun lalu sehingga belum dapat berkontribusi
pada tahun ini.
Untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri ini, lanjut Sofjan, dibutuhkan peran
pemerintah guna menggenjot penjual produk-produk dari industri tersebut.
"Harus sedikit ada tekanan dari pemerintah untuk mendorong penjualan produk dalam negeri,
walaupun sedikit mahal tidak apa-apa tetapi hanya untuk jangka waktu tertentu dan tidak
seterusnya, 1-2 tahun harus dibantu," jelasnya.
Meski demikian, dia masih percaya bahwa beberapa industri andalan masih dapat membantu
mendorong pertumbuhan industri nasional.
"Industri andalan masih tetap seperti tekstil karena banyak menyerap tenaga kerja, kita harus
andalkan mereka, ada juga indutrsi minuman, makanan, farmasi, rokok, otomotif. Tetapi yang
lain-lain tidak banyak," tandasnya.
Arah Pengembangan Industri Nasional Belum Jelas
Jakarta - Kalangan ekonom menyebut perkembangan industri di Indonesia termasuk belum
memiliki arah yang jelas. Oleh karena itu, industri dalam negeri cenderung tidak berkembang
dengan baik. Di satu sisi, tidak adanya panduan tegas bagi para investor asing menjadikan
mereka bebas untuk menanamkan modal pada sektor-sektor yang mereka kuasai.
Akibatnya, daya saing industri nasional semakin lemah pada sektor yang telah dikuasai oleh para
investor asing tersebut.
Pengamat Ekonomi Hendri Saparini mengungkapkan dampak kedepannya adalah, Indonesia
kehilangan beberapa rantai industri yang semestinya bisa menjadi peluang untuk
mengerabangkan industri nasional. Saat ini, di Indonesia berkembang industri yang sangat hulu
dan sangat hilir, dan akibat negatifnya adalah justru kehilangan industri yang menjadi perantara
dari industri hulu ke hilir tersebut.
"Pada sektor telekomunikasi, untuk kalangan menengah hampir setiap orang memiliki lebih dari
satu media komunikasi seperti telepon genggam dan blackberry. Itu menandakan industri yang
sangat hilir berkembang di Indonesia. Sementara itu, hulunya adalah industri pengolahan timah.
Mestinya antara industri hulu hingga ke hilir itu bisa dikembangkan di Indonesia, tapi nyatanya
tidak," ungkap Hendri Saparini saat dihubungi Neraca,Senin (30/12).
Hendri menjelaskan, padahal potensi timah di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia.
Namun, justru sebagian besar timahnya diekspor dan tidak diolah: "Dari satu contoh itu saja
sudah berapa besar potensi keuntungan dan tenaga kerja yang hilang," katanya. Menurut Hendri,
pola industri seperti ini adalah keliru dan cenderung dikendalikan oleh investor asing.
Contoh lain adalah adanya investasi asing dalam penanaman sayuran beserta tenaga kerjanya
yang didatangkan dari luar negeri.
"Investasinya dari Taiwan dan tenaga kerjanya dari Vietnam lalu produknya dipasarkan di
Indonesia. Lalu bagaimana caranya Industri di Indonesia akan berkembang bila yang digunakan
adalah pola-pola seperti ini," katanya.
"Mestinya pemerintah membimbing mereka (para investor asing) melalui panduan. Bila tidak,
Indonesia akan terus kehilangan daya saing karena mereka bisa masuk dengan bebas ke sektor
manapun yang mereka suka dan kuasai," kata Hendri.
Selairi itu, mestinya yang didatangkan dari luar negeri fokus pada modal dalam bentuk teknologi
, dan meminimalisir penggunaan bahan baku dari luar negeri. Akar permasalahannya menurut
Hendri adalah, lemahnya kemampuan lobi dan daya tawar pemerintah Indonesia terhadap
pemerintah asing. Hal ini akhirnya menimbulkan reaksi berantai yang berujung pada lemahnya
daya saing industri.
"Jangankan dalam hal lobi, dalam pembuatan aturan saja tidak melindungi industri nasional.
Rancangan Undang - Undang Perdagangan dan Perindustrian Tahun 2005 masih berbicara
perlindungan terhadap kepentingan nasional. Tapi, justru RUU yang baru ini tidak berbicara
mengenai hal tersebut dan hanya melegalkan apa-apa yang sudah ada saat ini," katanya.
Negara Industri
Di tempat berbeda, Menteri Perindustrian, MS Hidayat mengungkapkan visi pembangunan
Industri Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008
tentang Kebijakan Industri Nasional adalah Indonesia menjadi Negara Industri Tangguh pada
tahun 2025, dengan visi antara pada tahun 2020 sebagai Negara Industri Maju Baru, karena
sesuai dengan Deklarasi Bogor tahun 1995 an tar para kepala Negara APEC pada tahun tersebut
liberalisasi di negara-negara APEC sudah harus terwujud.
"Sebagai negara industri maju baru, sektor industri Indonesia harus mampu memenuhi beberapa
krite-ria dasar antara lain Memiliki peranan dan kontribusi tinggi bagi perekonomian Nasional,
IKM memiliki kemampuan yang seimbang dengan Industri Besar, Memiliki struktur industri
yang kuat, Teknologi maju telah menjadi ujung tombak pengembangan dan penciptaanpasar,
Telah memiliki jasa industri yang tangguh yang menjadi penunjang daya saing internasional
industri, dan Telah memiliki daya saing yang mampu menghadapi liberalisasi penuh dengan
negara-negara APEC," ujar Hidayat.
Menurut Hidayat, diharapkan tahun 2020 kontribusi industri non-migas terhadap PDB telah
mampu mencapai 30%, dimana kontribusi industri kecil (IK) ditambah industri menengah (IM)
sama atau mendekati kontribusi industri besar (IB).
Sumber :
http://kemenperin.go.id/artikel/8291/Arah-Pengembangan-Industri-Nasional-Belum-Jelas
http://cs0506.wordpress.com/2010/11/27/perkembangan-industri-di-indonesia/
sumber dokumentasi
http://bisnis.liputan6.com/read/802251/industri-keropos-gara-gara-ri-kebanyakan-ekspor-bijih-
mineral
buku geografi 2013