9
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan produksi yang cukup tinggi sejalan dengan meluasnya areal perkebunan khususnya untuk wilayah Riau, sehingga banyak kita temukan tanaman kelapa sawit yang merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan daerah Riau yang limbahnya kurang tereksplor dengan baik oleh masyarakat desa khususnya petani kelapa sawit. Sejalan dengan hal ini, perlu adanya usaha lebih lanjut untuk memanfaatkan limbah sawit kearah yang lebih bermanfaat dan mampu menghasilkan nilai ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya petani kelapa sawit itu sendiri. Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu produk sampingan (by-product) berupa padatan dari industri pengolahan kelapa sawit. Ketersediaan tandan kosong kelapa sawit cukup signifikan bila ditinjau berdasarkan rerata nisbah produksi tandan kosong kelapa sawit terhadap total jumlah tandan buah segar (TBS) yang diproses dengan rerata produksi tandan kosong kelapa sawit adalah berkisar 22% hingga 24% dari total berat tandan buah segar yang diproses di Pabrik Kelapa Sawit.

Isi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Isi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan

produksi yang cukup tinggi sejalan dengan meluasnya areal perkebunan

khususnya untuk wilayah Riau, sehingga banyak kita temukan tanaman kelapa

sawit yang merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan daerah Riau

yang limbahnya kurang tereksplor dengan baik oleh masyarakat desa khususnya

petani kelapa sawit. Sejalan dengan hal ini, perlu adanya usaha lebih lanjut untuk

memanfaatkan limbah sawit kearah yang lebih bermanfaat dan mampu

menghasilkan nilai ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya petani

kelapa sawit itu sendiri.

Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu produk sampingan (by-

product) berupa padatan dari industri pengolahan kelapa sawit. Ketersediaan

tandan kosong kelapa sawit cukup signifikan bila ditinjau berdasarkan rerata

nisbah produksi tandan kosong kelapa sawit terhadap total jumlah tandan buah

segar (TBS) yang diproses dengan rerata produksi tandan kosong kelapa sawit

adalah berkisar 22% hingga 24% dari total berat tandan buah segar yang diproses

di Pabrik Kelapa Sawit.

Salah satu upaya dalam memanfaatkan limbah sawit yang jumlahnya

cukup melimpah itu adalah dengan menjadikan limbah dari kelapa sawit tersebut

yaitu tandan sawit sebagai bahan baku dalam pembuatan asap cair sebagai

perlindungan terhadap kayu yang dikenal dengan istilah pengawetan kayu, yakni

memasukkan bahan alami yang berpotensi sebagai bahan pengawet kayu

sehingga kerusakan terhadap manusia dan lingkungan akibat penggunaan bahan-

bahan sintetis yang terus menerus dapat dihindari, merupakan bahan pengawet

kayu yang ramah lingkungan, mudah didapat dan diolah serta terjangkau oleh

masyarakat sehingga merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan dan perlu

diteliti dengan seksama.

Page 2: Isi

2

2. Peluang

Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang belum banyak dan

belum merusak kayu represif  dan untuk pengawetan kayu yang sudah terpasang.

Cara pengawetan inihanya dianjurkan bila serangan perusak kayu tempat kayu

akan dipakai tidak hebat atau ganas (Barty et al, 1995).

3. Tantangan

Tantangan yang saya hadapi dalam hal ini adalah pada saat melakukan

penelitian tersebut harus dengan hati-hati karena sangat berbahaya.

4. Hambatan

Boraks adalah senyawa dengan nama Natrium Tetraborat (Na2B4O7)

yang mengandung tidak kurang dari 99 % dan tidak lebih 105,0 %

Na2B4O7.10H2O dengan sifat: hablur transparan, tidak berbau, warna putih sangat

sedikit larut dalam air dingin tetapi lebih larut dalam air panas. Besar daya

pengawet mungkin disebabkan senyawa aktif asam borat. Senyawa borat ini

dikenal sebagai bahan yang mampu membunuh bakteri pembusuk, walaupun

belum ada penelitian yang khusus mengemukakan hal tersebut (Yuliana, 2002).

Menurut (Handayani, 2008) boraks bila menguap di udara, berupa gas

yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang

hidung, tenggorokan, dan mata. Dampak Akut : efek pada kesehatan manusia

langsung terlihat : seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah,

rasa terbakar, sakit perut dan pusing. Dampak Kronik : efek pada kesehatan

manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang :

iritasi kemungkin parah, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal,

pankreas, system saraf pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat

menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen

(menyebabkan kanker). Menggunakan kayu dengan bahan pengawet kimia seperti

formalin, efek sampingnya terlihat setelah jangka panjang, karena terjadi

akumulasi formalin dalam tubuh.

Page 3: Isi

3

5. Prospek ke Depan

Perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau pada tahun 2003 tercatat seluas

1.486.989 ha, yang proporsinya terdiri dari Perkebunan Negara 106.142 ha,

Perkebunan Besar swasta 548.009 ha dan milik perorangan/rakyat 832.838 ha,

yang pada tahun 2004 terjadi perluasan mencapai 1.510.835 ha (Statistik

Perkebunan, 2003) atau tambahan seluas 25.000 ha.

Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran

menimbulkan kekhawatiran terjadinya pencemaran lingkungan akibat hasil

samping dan limbah kelapa sawit. Limbah kelapa sawit dapat digolongkan

menjadi limbah perkebunan kelapa sawit. Limbah perkebunan kelapa sawit

adalah limbah yang dihasilkan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat

pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit. Jenis limbah

ini antara lain kayu, pelepah dan gulma. Limbah pada hasil pengolahan kelapa

sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan tempurung kelapa sawit

(Edhy, 2004).

Limbah batang sawit yang selama ini menjadi persoalan serius bagi pengelola

kebun ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku produk furnitur dan kayu

pertukangan. Potensi ini belum diketahui orang padahal bisa dijadikan bahan

baku industri pengolahan kayu, stok limbah kayu kelapa sawit sangat melimpah.

Limbah yang tidak pernah diperhitungan sebelumnya bisa dijadikan bahan baku

alternatif ditengah kondisi kelangkaan bahan baku kayu. Pada Tabel 1 terlihat

beberapa potensi limbah batang kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sehingga

mempunyai nilai ekonomi yang tidak sedikit (Husin, 2004).

6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang

berupa rancangan acak lengkap (RAL) 5 kali ulang lalu dilakukan uji

laboratorium untuk mengetahui kandungan asap cair tersebut.

Page 4: Isi

4

7. Anggaran Biaya

Anggaran rancangan biaya adalah sebagai berikut :

No Uraian Rincian Anggaran yang Diusulkan

I Alat dan Bahan

Uraian Unit Satuan Biaya Jumlah (Rp)

a. Sewa alat pirolisis 1 set 3.000.000 3.000.000

b. Sewa alat lab lainnya 1 set 1.900.000 1.900.000

c. Beli gas 3 buah 150.000 450.000

d. Beli selang 20 meter 4.000 80.000

e. Beli parang 4 buah 28.000 112.000

f. Beli Ember 5 buah 26.000 130.000

  g. Beli Botol 10 buah 7000 70.000

  h. Alat tulis 2 Paket 30.000 60.000

i. Dirigen 6 buah 7500 45.000

j. Tabung Penyemprot

(Sprayer)

1 buah 278.000 278.000

k. Analisis data 1 Paket 750.000 750.000

l. Dokumentasi 1 paket 270.000 270.000

m. Biaya tak terduga 500.000

Total Jumlah 8.365.000

Terbilang: Delapan Juta Tiga Ratus Enam Puluh Lima Ribu

8. Pelaksanaan

Page 5: Isi

5

Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dilakukan di Lab Kimia FMIPA

Universitas Riau untuk menguji kandungan asap cair.

9. Evaluasi

Proses pembuatan asap cair salah satunya menggunakan tandan kosong

kelapa sawit yang merupakan produk sampingan (by-product) berupa padatan

dari industri pengolahan kelapa sawit. Di dalam tandan kosong kelapa sawit

tersebut terdapat kandungan asap cair, asap cair tersebut memiliki kandungan

fenol berperan untuk mengawetkan kayu secara alami.

10. Tim Pelaksana

1. Ketua Pelaksana : Dede Suhendra

2. Bendahara : Ayu Lestari

3. Anggota Pelaksana : Peri Desko Putra

4. Anggota Pelaksana : Oktavia Surya Indra

5. Peneliti Kandungan Asap Cair : Abdy Kaumiyah

Page 6: Isi

6

11. Penutup

Pengawetan kayu pada dasarnya merupakan tindakan pencegahan

(preventive), berperan untuk meminimalkan atau meniadakan kemungkinan

terjadi cacat yang disebabkan OPK, bukan pengobatan (curative) yang diilakukan

dalam rangka pengendalian mutu atau kualitas, mencakup kualitas bahan baku

dan produk serta memperpanjang umur pakai kayu. Biasanya penggunaan

pengawet kayu mengacu pada penggunaan pestisida (bahan kimia pengawet)

yang dimasukkan ke dalam kayu (Barly,1990). Dalam hal ini, persyaratan bagi

bahan pengawet kayu antara lain harus memiliki sifat efikasi terhadap OPK,

mampu menembus ke dalam kayu dan tidak mudah luntur atau terikat di dalam

kayu, tetapi beberapa jenis bahan pengawet larut air bersifat korosif (Kadir dan

Barly, 1974). Istilah bahan pengawet kayu sekarang termasuk bahan kimia atau

kombinasi bahan yang dapat mencegah kerusakan kayu terhadap satu atau

kombinasi antara; pelapukan (decay), serangga (termite), binatang laut (marine

borer), api (fire), cuaca (weathering), penyerapan air dan reaksi kimia (Anonim,

1976).