Click here to load reader
Upload
hendra-nugraha
View
80
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dosen : Novella Parchiano, M.Hum
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH
DALAM KERANGKA NKRI
KELOMPOK 5
1. Nurul Hidayati (126900)
2. Dwi Mutmainah (12690017)
3. Nurvita Eka A. (12690019)
4. Winda Rizki H. (12690022)
5. Wigati Wido Wati (12690023)
PRODI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Pujisyukurkitapanjatkankehadirat Allah SWT yang manaberkattaufiqdan hidayah-
Nya,makalah yang berjudulKebijakan Otonomi Daerah Dalam Kerangka
NKRIsebagaitugasmatakuliahPendidikan Kewarganegaraandapatterselesaikandenganlancar
dan tepat waktu.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya, yang telah membimbing umat melalui dakwah dan
pendidikan sehingga dapat melaksanakan pengabdian kepada Allah SWT.
Bersamaini kami jugamenyampaikanterimakasihkepadasemuapihak yang
telahmembantuhinggaterselesaikannyamakalahini, terutamakepadatemansatukelompok yang
telahbekerjakerasdalampembuatanmakalahini.Semogamakalahinibergunabagiparapembaca.
Isi makalahinitentujauhdarikesempurnaan, olehkarenaitusegalakritikdan saran sangat
kami harapkan demiperbaikandanpenyempurnaantugasmakalah
selanjutnyadanuntukpelajaranbagi kamidalampembuatantugas-tugas yang lain di
masamendatang. Semogadenganadanyatugasini kamidapatbelajar bersama demi
kemajuanilmu pengetahuan dan teknologi
Wassalamu’alaikum wr.wb
Yogyakarta, Mei 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Mengetahui pembagian urusan pemerintah..2. Mengetahui otonomi daerah dan demokratisasi.3. Menentuka implementasi kebijakan daerah.4.
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DALAM KERANGKA NKRI
Otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk mengurus dan mengatur
sendiri urusan di daerahnya. Indonesia membutuhkan otonomi daerah karena kehidupan
berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di ibukota negara sehingga
mengakibatkan ketidakmerataan di berbagai bidang yang berdampak pada kurangnya
kesejahteraan masyarakat di daerah yang jauh dari pusat. Dengan otonomi daerah,
diharapkan daerah mampu mengembangkan seluruh potensi daerahnya sehingga akan
terjadi keseimbangan kesejahteraan masyarakat di seluruh lapisan.
A. Pembagian Urusan Pemerintahan
Dengan adanya otonomi daerah akan terjadi pembagian kewenangan antara
pemerintah pusat dan daerah dalam menangani urusannya. Menurut UU Nomor 32 Tahun
2004 tentang Otonomi Daerah, urusan pemerintahan dapat dibagi ke dalam urusan
pemerintahan pusat, pemerintahan daerah tingkat I, dan pemerintahan daerah tingkat II.
Pembagian tersebut meliputi;
1. Urusan pemerintahan pusat
a. Politik luar negeri
b. Pertahanan
c. Keamanan
d. Yustisi
e. Moneter dan fiskal nasional
f. Agama
2. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. Perencanaan, pemanfatan, dan pengawasan tata ruang
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang kesehatan
f. Penyelenggaraaan pendidikan dan alokasi SDM potensial
g. Penanggualangan masalah sosial lintas kabupaten atau kota
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota
i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, termasuk lintas
kabupaten/kota
j. Pengendalian lingkungan hidup
k. Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten/kota
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. Pelayanan administrasi peneneman modal termasuk lintas kabupaten/kota
o. Penyelenggraaan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
3. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. Perencanaan, pemanfatan, dan pengawasan tata ruang
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang pendidikan
f. Penanggulangan masalsah sosial
g. Pelayanan bidang ketenagakerjaan
h. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
i. Pengendalian lingkungan hidup
j. Pelayanan pertahanan
k. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
l. Pelayanan administrasi umum pemerintahan
m. Pelayanan administrasi penanaman modal
n. Penyelenggraan pelayanan dasar lainnya
o. Urusan wajib lainnya yang diamnatkan oleh peraturan perundang-undangan.
B. Otonomi Daerah dan Demokratisasi
Otonomi daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem demokrasi. Otonomi
daerah berintikan kebebasan suatu daerah untuk mengelola daerahnya sendiri, dengan kata
lain otonomi daerah bukan merupakan suatu tujuan akhir, melainkan sebagai mekanisme
dalam menciptakan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah. Tujuan utama adanya
kebijakan ini adalah sebagai upaya mewujudkan;
1. Kesetaraan politik (political equality), yaitu hak warga negara untuk mendapatkan
kesetaraan/kesamaan politik.
2. Tanggung jawab daerah (local accountability), yaitu masyarakat daerah dapat secara
langsung ikut bertanggung jawab dalam membangun dan mengembangkan segala
potensi SDA, SDM, SDB yang ada pada daerah bagi kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat dan daerahnya.
3. Kesadaran daerah (local reponsiveness), yaitu kesadaran daerah untuk
menumbuhkembangkan segenap potensi yang dimilikinya bagi masyarakat maupun
negara.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan dari kebijakan otonomi
daerah diatas yaitu;
a. Memiliki teritorial kebijakan yang jelas (legal territorial of power), yaitu kebijakan dan
keputusan yang dibuat serta dilakukan pemerintahan dan rakyat daerah adalah hanya
meliputi batas wilayah daerah kekuasaan daerah tersebut.
b. Memiliki pendapatan daerah sendiri (local own income), yaitu agar daerah memiliki
pendapatan (income) sendiri yang dihasilkan dari potensi SDA daerah, dan diperoleh
dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berasal dari
APBN.
c. Memiliki badan perwakilan (local representative body), yaitu dapat memiliki badan
legislatif dan eksekutif yang dibentuk menurut kebutuhan daerah oleh anggota legislatif
hasil pemilihan secara langsung dan kepala pemerintahan daerah.
d. Memiliki kepala daerah yang dipilih sendiri melalui pemilu (local leader executive by
election), yaitu dapat memiliki kepala daerah (gubernur, bupati/walikota) yang
merupakan hasil pemilu langsung kepala daerah (PILKADA) oleh rakyat daerah
provinsi atau kabupaten/kota.
Keterkaitan otonomi daerah dengan demokratisasi pernah diungkapkan oleh
Mohammad Hatta, Proklamator RI, yang menyatakan “memberikan otonomi daerah tidak
saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya auto-activiteit.
Auto-ativiteit artinya bertindak sendiri, melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting
bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya auto-activiteit, tercapailah apa yang
dimaksud dengan demokrasi, yaitu pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat untuk
rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga memperbaiki
nasibnya sendiri.”
Konsekuensi logis dari otonomi daerah dengan demokratisasi antara lain;
1. Otonomi daerah harus dipandang sebagai instrumen desentralisasi dalam rangka
mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa
2. Otonomi daerah harus didefinsikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah, bukan otonomi
pemerintahan daerah, juga bukan otonomi dari daerah.
C. Implementasi Otonomi Daerah
Implementasi otonomi daerah bagi daerah tingkat I dan II , seiring dengan
pelimpahan wewenang pemeintah pusat dapat dekelompokkan dalam lima
bidang yaitu :
1. Implementasi Dalam Pembinaan Wilayah.
a. Pelaksanaan otonomi daerah tidak menghilangkan tugas, peran dan
tanggungjawab pemerintah pusat. Otonomi tidak dirancang agar suatu
daerah tidak memiliki sifat-sfat seperti negara . Pemerintah pusat
dalam rangka otonomi masih melakukan pembinaan wilayah dengan
mengelola dan mengerahkan segala potensi wilayah suatu daerah
untuk didayagunakan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat.
b. Pola pembinaan wilayah dilaksanakan dengan mendelegasikan tugas-
tugas pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pada prinsipnya ,
pembinaan wilayah diserahkan kepada daerah untuk mengelola
sumber daya yang potensial untuk kesejahteraan daerah dan dalam
Negara kesatuan , tugas pemerintah pusat adalah melakukan
pengawasan .
c. Tugas dan fungsi pembinaan wilayah meliputi prinsip pemerintahan
umum yaitu penyelenggaraan pemerintah pusat ke daerah ,
memfasilitasi dan mengakomodasi kebijakan daerah , menjaga
keselarasan pusat dan daerah , menciptakan ketentraman dan
ketertiban umum , menjaga tertibnya hubungan lintas batas dan
kepastian batas wilayah, menyelenggarakan kewenangan daerah dan
menjalankan kewenangan lain.
d. Pejabat Pembina wilayah dilaksanakan oleh kepala daerah yang
menjalankan dua macam urusan pemerintahan yaitu urusan daerah
dan urusan pemerintahan umum.
2. Pembinaan Sumber Daya Manusia.
a. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan wewenang pembinaan
sumber daya manusia kepada daerah .
b. Dalam era otonomi , daerah harus mempersiapkan SDM untuk
memenuhi kebutuhan dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.
c. Untuk menunjang kinerja daerah dalam rangka kerjasama antar daerah
dan pusat, pemerintah pusat membutuhkan sumber daya manusia
yang mempunyai kemampuan mengembangakan jaringan dan
kerjasama tim serta mempunyai etos kualitas kerja yang tinggi .
d. Untuk pembinaan sumer daya manusia , pemerintah daerah diharapkan
:
Membuat struktur organisasi yang terbuka
Menyediakan media untuk pns berkreatif dan membuat
terobosan baru.
Mendorong PNS berani mengembil resiko.
Memberikan penghargaan bagi yang berhasil.
Mengembangan pola komunikasi yang efektif antar PNS.
Membangun suasna kerja yang inovatif.
Mengurangi hambatan birokrasi.
Mencegah tindakan intervensi ang menggangu proses kerja
konvensional
Mendelegasikan tanggung jawab dengan baik.
e. Memperbaiki cara kerja birokrasi dengan cara memberikan teladan ,
membuat perncanaan , melaksanakan kerja dengan pengawasn kerja
yang memadai , menentukan prioritas , memecahkan maslah ,
melakukan komunikasi , melakukan hubungan antar pribadi dan
memperhatikan waktu kehadiran .
f. Mengurangi penyimpangan birokrasi dengan menegakkan disiplin
pegawai . membangun pelayanan yang berorientasi pelanggan ,
menetapkan tanggung jawab , mengembangkan budaya demokrasi
yang bersih, memberikan pelayanan yang tepat dengan biaya murah.
3. Penanggulangan Dan Percepatan Penurunan Kemiskinan.
a. Masalah kemiskinan merupakan masalah penting bagi pemerintah
daerah. Otonomi memberikan kewenangan kepada daerah untuk
mengelola sumber daya yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan
penduduk di wilayahnya .
b. Pengentasan kemiskinan menjadi masalah penting dari UU no 25 tahun
1999 dimana pemerintah daerah mempunyai wewenang luas dan
didukung dari dana APBD . pengentasan kemiskinan menggunakan
prinsip :
Memberdayakan peranan wanita
Mempermudah akses keluarga miskin untuk berusaha dengan
mendekatkan kepada modal dan pemasaran produknya
Menanggulangi bencana .
Membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat miskin.
c. Program penanggulangan kemiskinan dilakukan berdasar karakter
penduduk dan wilayah.
d. Penangggulangan kemiskinan harus mengedepankan peran
masyarakatdan swasta dengan melakukan investasi yang dapat
menyerap tenaga kerja bagi penduduk miskin
e. Membangun paradigma baru tentang peranan pemerintah daerah yaitu
dari pelaksana menjadi fasilitator, memberikan intruksi menjadi
melayani, mengatur menjadi memberdayakan masyarakat, bekerja
memenuhi aturan menjadi bekerja untuk mencapai misi pembangunan.
f. Peranan pemerintah daerah dalam pemberdayaan masyarakat adalah
memberikan legitimasi kepada LSM dan masyarakat penerima bantuan,
menjadi penengah, mendorong peningkatan kemampuan keluarga
miskin, turut mengendalikan pembanguna fisik dan memberikan
sosialisasi gerakan terpadu pengentasan kemiskinan.
g. Pemerintah daerah dalam rangka penanggulangan kemiskinan dapat
mengambil kebijakan keluarga yaitu mendata dengan benar karakter
keluarga miskin, mengidentifikasi tipe dan pola keluarga miskin,
melakukan intervensi kebijakan.
4. Penataan hubungan fungsional antara DPRD dan pemerintahan daerah
( Hubungan Fungsional Eksekutif dan Legislatif )
a. Hubungan eksekutif ( pemerintah daerah ) dan legislatif ( DPRD )
dalam era otonomi mencuat dengan munculnya ketidakharmonisan
antara pemerintah daerah dan DPRD . ketidakharmonisan dipicu
oleh interpretasi dari UU no.22 tahun 1999 yang menyatakan bahwa
peran legislatif lebih dominan dibandingkan peran pemerintah
daerah, hal ini bertentangan dengan kondisi sebelumnya dimana
pemerintah daerah lebih dominan daripada DPRD.
b. Ketidakharmonisan harus di pecahkan dengan sangat otonomi, yaitu
pemberian wewenang kepada daerah untuk mengatur daerahnya
yang meliputi administrasi pemeritahan, pembangunan, dan
pelayanan publik.
c. Asas dalam otonomi menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 adalah: (1)
penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah, kecuali dalam bidang hankam, luar negeri, peradilan,
agama, moneter, dan fiskal, (2) pelimpahan wewenang pusat
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, dan (3)
pembantuan yaitu penugasan pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia,
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat.
d. Kepada daerah mempunyai wewewang: memimpin
penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan DPRD, bertanggungjawab kepada DPRD, dan
menyampaikan laporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah
kepada presiden.
e. DPRD dalam era otonomi mempunyai wewenang dan tugas: memilih
gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil
walikota, membentuk peraturan daerah, menetapkan APBD,
melaksanakan pengawasan, serta menampung dan menikdaklanjuti
aspirasi masyarakat.
f. Kepala daerah dan DPRD dalam melakukan tugasnya dapat
melakukan komunikasi yang intensif, baik untuk tukar menukar
informasi, dan pengembangan regulasi maupun klarifikasi suatu
masalah.
g. Prinsip kerja dalam hubungan antara DPRD dan kepala daerah
adalah proses membuatan kebijakan, pelaksanaan kerja berdasar
susduk, yang mencakup kebijakan, prosedur, dan tata kerja,
menjalankan prinsip kompromi dan menjujung tinggi etika
5. Peningkatan Koordinasi Tim.
a. Koordinasi merupakan masalah yang serius dalam pemerintah
daerah, sering bongkar pasang sarana prasarana seperti PAM, PLN,
dan Telkom menunjukkan lemahnya koordinasi selama ini dan telah
menimbulkan dampak negatif seperti inefisiensi organisasi dan
pemborosan uang, tenaga dan alat, keputusan banyak yang
tertunda, tidak tepat dan terjadi kesalahan, searta tidak terjadi
integrasi dan sinkronisasi pembangunan.
b. Pemerintah daerah dapat mengatur sektor riil seperti transportasi,
sarana prasarana, pertanian dan usaha kecil, serta wewenang lain
yang ditentukan UU.
c. Penyebab kurangnya koordinasi dalam era otonomi daerah ntara
lain karena sesama instansi belum memonyai visi yang sama, tidak
adanya rencana pembangunan jangka panjang, rendahnya kemauan
bekerja sama, gaya kepemimpinan yang masih komando, rendahnya
ketrampilan, integritas, dan kepercayaan diri.
d. Pemerintah daerah harus menciptakan kerjasama tim dengan cara
(1) pelatihan kepada PNS pemda untuk menumbuhkan komitmen,
tanggungjawab, peduliterhadap pemerintah daerah, dan
mempunyai kompetensi, (2) mengembangkan visi dan misi
pemerintahan daerah, (3) membuat sistem kerja yang baik yaitu
adanya kejelasan tugas pokok, fungsi dan akuntabilitas pekerjaan,
dan (4) membangun suasana dialogis antar pimpinan dan staf
pemda.
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanB. Kritik dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
Rosyada, Dede, dkk. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta:
ICCE.
Srijanti dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta: Salemba
Empat.
Syaukani dkk. 2009. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.