Upload
fajar-fajar
View
319
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Kekuasaan Pemerintah Hinda Belanda di Indonesia
Made in XI IPS 2 :Ghaza MustafaHikmah FajarJoy Agustian
RahmadiTito Amirul Ihsan
Kekuasaan Kolonial Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia Keadaan Perang Koalisi di Eropa tahun 1814 mulai terbalik.
Prancis mulai terdesak dalam perang, bahkan Napoleon berhasil ditangkap. Kekalahan Prancis dalam Perang Koalisi menyebabkan Belanda sudah tidak lagi berada di bawah pengaruh Prancis.
Hubungan antara Belanda dan Inggris yang sebelumnya bermusuhan (Belanda menjadi jajahan Prancis sehingga harus menjadi sekutu Prancis) mulai membaik.
Untuk menyelesaikan permasalahan, Inggris dan Belanda pada tahun 1814 mengadakan suatu pertemuan yang menghasilkan suatu kesepakatan yang dinamakan Konvensi London 1814 (Convention of London 1814). Konvensi tersebut berisi:
Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya yang dulu direbut Inggris, dan
Indonesia juga harus diserahkan kembali kepada Belanda.
John Fendall menyerahkan kekuasaan wilayah Indonesia ke pihak Belanda, dan diterima oleh sebuah komisi jenderal. Komisi jenderal ini terdiri atas tiga orang yaitu Mr. Elout, van der Capellen, dan Buyskes.
Tugas komisi jenderal sangat berat yaitu dituntut memperbaiki sistem politik dan ekonomi. Sejak saat itu, Indonesia berada di bawah kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda denganVan der Capellen diangkat sebagai Gubernur Jenderal
Sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van der Capellen masa itu menghadapi tantangan seperti:
Menghadapi perekonomian yang buruk, Persaingan perdagangan dengan Inggris, dan Sikap bangsa Indonesia yang memusuhi Belanda.
Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda Dalam kebijakan Pemerintah Hindia Belanda terdapat 3
kebijakan yaitu :
a. Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksab. Politik Pintu Terbuka c. Politik Etis
A. Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa Cultuurstelsel oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam
Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila).
Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940.
Dampak Negatif dari Sistem Tanam Paksa
Penderitaan fisik dan mental kerena bekerja terlalu keras. Pajak yang besar Pertanian lokal khususnya padi mengalami gagal panen. Kelaparan dan kematian dimana-mana Menurunnya jumlah penduduk Indonesia
Dampak Positif dari Sistem Tanam Paksa
Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam berbagai jenis tanaman baru.
Rakyat Indonesia mengenal tanaman dengan kualitas ekspor.
B. Politik Pintu Terbuka
Pada tahun 1860-an politik batig slot (mencari keuntungan besar) mendapat pertentangan dari golongan liberalis dan humanitaris. Kaum liberal dan kapital memperoleh kemenangan di parlemen. Terhadap tanah jajahan (Hindia Belanda), kaum liberal berusaha memperbaiki taraf kehidupan rakyat Indonesia. Keberhasilan tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870.
Isi Undang – Undang Agraria tahun 1870 : Pribumi diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada
pengusaha swasta, serta Pengusaha dapat menyewa tanah dari gubernemen dalam jangka
waktu 75 tahun. Tanah milik penduduk dikuasai berdasarkan hukum adat hanya dapat
disewa oleh pengusaha swasta selama lima tahun.
Tujuan Dikeluarkannya Undang – Undang Agraria tahun 1870 :
Memberi kesempatan dan jaminan kepada swasta asing (Eropa) untuk membuka usaha dalam bidang perkebunan di Indonesia, dan
Melindungi hak atas tanah penduduk agar tidak hilang (dijual).
UU Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
Politik pintu terbuka yang diharapkan dapat memperbaiki kesejahteraan rakyat, justru membuat rakyat semakin menderita. Eksploitasi terhadap sumber-sumber pertanian maupun tenaga manusia semakin hebat. Rakyat semakin menderita dan sengsara.
Adanya UU Agraria memberikan pengaruh bagi kehidupan rakyat, seperti berikut. Dibangunnya fasilitas perhubungan dan irigasi. Rakyat menderita dan miskin. Rakyat mengenal sistem upah dengan uang, juga mengenal barang-barang
ekspor dan impor. Timbul pedagang perantara. Pedagang-pedagang tersebut pergi ke daerah
pedalaman, mengumpulkan hasil pertanian dan menjualnya kepada grosir. Industri atau usaha pribumi mati karena pekerja-pekerjanya banyak yang pindah
bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.
C. Politik Etis
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pencetus Politik Etis adalah Van Deventer
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang meliputi:
Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Ratu Wilhelmina
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.
Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.
Kesimpulan
Kekuasaan Pemerintah Hinda Belanda di Indonesia timbul akibat Prancis mulai terdesak dalam perang, dan Napoleon berhasil ditangkap. Kekalahan Prancis dalam Perang Koalisi menyebabkan Belanda sudah tidak lagi berada di bawah pengaruh Prancis.Dan melahirkan sebuah Konvensi London yang salah satunya Indonesia harus diserahkan kembali kepada Belanda.Akibat dari Belanda menduduki Indonesia, Belanda mengeluarkan sebuah kebijakan Pemerintah Hindia Belanda.Kebijakan tersebut ialah Sistem Tanam Paksa,Politik Pintu Terbuka,dan Politik Etis.Dari Kebijakan tersebut,Penduduk Indonesia mendapatkan derita yang amat dalam akibat kependudukan Belanda di Indonesia