Upload
khoirilliana12
View
34
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PEMBAHASAN
1. Inclution Bodies Rabies (Rabies pada anjing)
Secara Epidemiologi,Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang
disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan syaraf pusat. Rabies bersifat
zoonosa artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dengan gejala yang
sangat memilukan. Virus Rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan
disebabkan melalui gigitan atau jilatan.Sangat berbahaya bagi hewan dan manusia karena
dapat menyebabkan kematian bila gejala penyakit timbul.
Virus Rabies merupakan golongan Mononegavirales, Family Rhabdoviridae, genus
Lyssavirus. Family Rahbdoviridae dibagi dalam dua golongan yaitu Vesiculovirus yang
terdiri dari virus penyebab vesicular Stomatitis dan Lyssavirus yang terdiri dari Rabies.
Cara Penularan, belum ada kasus rabies yang ditularkan melalui saluran pernafasan.
Virus Rabies masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melaluiluka gigitan hewan
penderita Rabies, Luka yang terkena air liur hewan atau manusia penderita Rabies.
Untuk mengetahui tanda-tanda Rabies pada manusia, yang pertama harus diperhatikan
adalah riwayat gigitan oleh hewan seperti anjing atau hewan penular Rabies (HPR) lainnya.
Pada manusia stadium permulaan sulit diketahui, biasanya didahului dengan sakit kepala,
lesu, mula, nafsu makan menurun, gugup dan nyeri tekan pada luka bekas gigitan.
Pada stadium lebih lanjut, Air liur dan air mata keluar secara berlebihan, Peka terhadap
sinar, suara yang keras dan angin yang kencang, Ciri khas dari penderita Rabies adalah rasa
takut yang berlebihan terhadap air (hydrophobia), Kejang-kejang dan disusul dengan
kelumpuhan, Pada umumnya penderita meninggal 4 - 6 hari kemudian setelah gejala/tanda-
tanda di atas timbul.
Perubahan umumnya terjadi di susunan syaraf pusat. Pada selaput otak tampak padat
dan biasanya ditemukan adanya oedema. Pada hewan yang terkena Rabies apabila dibuka di
daerah perut biasanya ditemukan benda asing seperti kayu, batu atau sepotong logam.
Sedangkan dilihat di bawah mikroskop akan ditemukan cytoplasmic inclusion bodies (negri
bodies) pada sel-sel syaraf. Pada umumnya banyak ditemukan di dalam hippocampus tetapi
kadang-kadang juga ditemukan di ganglia.
Mencegah penyebaran Rabies dan eliminasi agen penyebab, dengan caramenghindari
gigitan, baik dari anjing pelihara maupun gigitan anjing liar. Mengurangi atau meniadakan
tempat yang potensial untuk berkumpul dan bertemu anjing. pemberantasan ditujukan
terhadap anjing atau Hewan Penular Rabies (HPR) yang tidak diketahui status vaksinasinya,
baik anjing peliharaan maupun anjing liar.
Hewan Tertular, menggigit harus dianggap sebagai tersangka Rabies. Tindakan
observasi selama 10 - 14 hari harus diterapkan. Apabila hasil observasi negatif, pemusnahan
dapat dilaksanakan berdasarkan kondisi tertentu seperti atas permintaan pemilik atau kondisi
anjing sudah tidak layak untuk dipelihara. Hewan seperti sapi, kerbau, domba, kambing dan
kuda bukan ancaman bagi penyebaran Rabies (walaupun pada manusia masih tetap menjadi
resiko).
Apabila ada bukti yang meyakinkan (laboratoris) bahwa di suatu tempat terjadi wabah
Rabies, maka langkah tindakan yang sistematis untuk menanggulangi wabah tersebut harus
segera dijalankan, melalui tahapan-tahapan KIAT VETINDO. Semua anjing dan Hewan
Penular Rabies lain yang berada di wilayah administratif daerah bersangkutan dinyatakan
sebagai hewan tertular Rabies yang sah dijadikan sasaran eliminasi. Hewan yang masuk dari
luar ke dalam daerah wabah, terutama yang masuk secara ilegal dapat pula menjadi target
pemusnahan. Pemusnahan dilakukan terutama terhadap anjing, kucing dan kera yang
mempunyai potensi sangat besar dalam menularkan dan menyebarkan Rabies.
Hewan-hewan yang kontak dengan penderita Rabies bisa saja menimbulkan masalah
yang lebih besar daripada hewan tertular. Tanda-tanda klinis dari hewan tertular dapat terlihat
setelah beberapa jam, beberapa hari, satu minggu atau paling lama dua minggu. Meskipun
demikian inkubasi penyakit tersebut dapat sampai berbulan-bulan. Oleh karena itu tindakan
karantina untuk memudahkan observasi, merupakan prosedur yang harus ditempuh sampai
diperoleh kepastian bahwa hewan tersebut bebas.
Pengendalian dan Pemberantasan Melalui Metoda Lab. Di masa lalu Pengendalian dan
Pemberantasan Rabies dilakukan melalui kegiatan vaksinasi dan eliminasi, dengan cara
membagi rata jumlah vaksin dan strycnine ke semua wilayah. Pola semacam ini telah
berlangsung lama dan sekarangpun mungkin masih banyak diterapkan di beberapa wilayah di
Indonesia. Sistem membagi rata alokasi vaksin dan strycnine dianggap tidak dapat
menyelesaikan masalah Rabies secara tuntas. Hal ini disebabkan sasaran/target program
menjadi tidak fokus, tidak spesifik, tidak berdaya guna dan tidak berhasil guna yang pada
akhirnya kasus tetap muncul.Pada saat ini Pengendalian dan Pembenrantasan Rabies harus
dilaksanakan melalui Local area Specific Problem Solving (LAS) penanganan Rabies melalui
pendekatan spesifik wilayah (lokal).
Pathogenesa dan Penyebaran Virus, Virus rabies masuk kedalam tubuh pada
umumnya masuk kedalam tubuh melalui perlukaan dan melalui gigitan hewan yang terinfeksi
Rabies, jilatan terhadap membran mukosa, kontaminasi materi infeksius pada cakaran yang
bersifat transdermal bahkan vaksin rabies inaktif yang menyebabkan infeksi juga pernah
dilaporkan.
Virus yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan akan ber-replikasi dalam otot atau
jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan
neuromuskuler dan menyebar sampai ke susunan saraf pusat (SSP).Virus terus ber-replikasi
hingga masuk menuju kelenjar ludah dan jaringan lain. Sehingga virus ini pada umumnya
menyebar ke hewan lain melalui saliva dari hewan yang terinfeksi (melalu
gigitan). Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada latar belakang
genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel inang, jumlah
inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh virus untuk bergerak dari titik
masuk ke SSP. Terdapat angka serangan yang lebih tinggi dan masa inkubasi yang lebih
pendek pada orang yang digigit pada wajah atau kepala.
Virus Rabies mempunyai kemampuan untuk menginfeksi antar sel dan jaringan (in
vitro) dan dan dalam sel (in vivo). Virus rabies mempunyai opsi untuk menyebar ke sel yang
terinfeksi atau sel sehat melalui jaringan intertisial. Pada tipe penyebaran in vivo, virus
menyebar didalam sel khususnya sel-sel saraf perifer dan sel neuron dari SSP melalui
transport intraaxonal danmicrotube network dependent process. Virus yang bergerak dalam
sistem intraaxonal, mempunyai kemampuan daya jelajah yang tinggi terutama pada neuron
bipolar sebelum masuk dan menyebrang kedalam synaps dari suatu sel saraf ke sel saraf yang
lain.Secara postulat bahwa nucleokapsid dari virus mungkin ditransportasikan dalam aliran
axonplasmic sepanjang axon melalui synaps ke dalam postsynaptic neuron meskipun postulat
ini masih dianggap lemah. Studi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kemampuan virus
Rabies dalam melakukan menginfeksi sel didalam inang bergantung pada protein G dari
virion. Studi lain yang menunjukkan bahwa fenotp penyalit Rabies yang diperlihatkan oleh
Inang (Dumb Rabies dan Severe Rabies) bergantung pada tipe virus yang menginfeksi SSP.
Gejala Klinis pada Manusia, Masa inkubasi di manusia dari penyakit Rabies
sangatlah bervariasi, dimulai dari 7 hari hingga beberapa tahun. Hal ini tergantung kepada
Dosis dari inoculum, Keparahan dari luka hasil gigitan, Jarak luka dengan SSP, seperti luka
yang terjadi diwajah mempunyai masa inkubasi yang lebih pendek jika dibandingkan dengan
luka di kaki.
Penyakit Rabies dimulai dengan tahap non spesifik atau tahap prodormal yang dikuti
oleh gejala, demam, malaise, anorexia, gangguan tenggorokan, sakit otot, dan sakit
kepala. Pada daerah sekitar perlukaan korban akan merasakan rasa gatal dan sensasi
abnormal. Kemudian tahap ini diikuti oleh tahap dua klinis yaitu hyperexcitability, spasmus
dan hydrophobia (furious). Yang lainnya adalah menunjukan gejala rabies untuk tipe
Rabies Dumb.
Jika terjadi komplikasi biasanya diikuti gejala klinis yang melibatkan SSP, sistem
kardiovaskular serta system respirasi. Gejala Cardiac dystrithmia akan diikuti oleh
terganggunya pernafasan. Adanya tekanan intracranial menurunkan level kesadaran pada
manusia dan fokal konvulsi. Hal ini karena adanya gangguan SSP adalah gangguan
thermoregulasi tubuh.
Tanda-tanda penyakit Rabies pada manusia, Sakit kepala, tidak bisa tidur, demam
tinggi, mual/muntah, hilang nafsu makan,Merasa panas atau nyeri atau gatal pada tempat
gigitan, Sangat takut pada air dan peka terhadap cahaya, suara serta hembusan udara, Air
mata dan air liur keluar berlebihan, Pupil mata membesar, Bicara tidak karuan, gelisah, selalu
ingin bergerak dan tampak kesakitan, Kejang-kejang, lumpiuh dan akhirnya meninggal dunia.
Prosedur diagnosis Rabies dilakukan jika terdapat laporan kasus gigitan terhadap
manusia atau kasus yang menyebabkan Rabies. Proses diagnosispemeriksaan post
mortem memberikan kontribusi yang besar dalam proses diagnostik selain berbagai metode
lain untuk menunjang proses diagnosis dan gejala klinis dari hasil pengamatan serta riwayat
penyakit adalah penunjang lain dalam proses diagnosis.
Temuan badan negri telah menjadi hal yang paling sering menjadi acuan dalam proses
diagnosa. Dengan perkembangan teknologi saat ini berbagai prosedur diagnosis lain
berkembang dengan tingkat spesifitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dengan melakukan
deteksi pada virion dari virus, protein spesifik pada virus, dan genome RNA pada virus.
dilakukan dengan cara pengamatan langsung partikel virus, deteksi protein virus dengan
visualisasi adanya reaksi antara antibodi yang telah dilabel.
Pengambilan dan Pengiriman Sampel, satu faktor penting untuk menunjang proses
diagnosa adalah pemilihan bahan pemeriksaan serta cara pengepakan dan pengirimannya ke
laboratorium.
Koleksi spesimen diperhatikan semenjak proses euthanasia secara baik dan
benar. Proses euthanasia sebaiknya dilakukan sehingga tidak merusak bagian kepala. Hal ini
dapat dilakukan dengan injeksi barbiturate atau non barbiturate atau gas. Kemudian bangkai
secepatnya didinginkan untuk menghambat proses dekomposisi dan autolysis dari otak yang
dapat menggangu proses diagnosis selanjutnya.
Pengambilan sampel jaringan yang tepat akan menunjang diagnosa, karena badan negri
sebagai ciri patognomonis pada Rabies tidak dapat selalu ditemukan pada semua jaringan
dalam tubuh tetapi pada jaringan syaraf besar, seperti hipokampus, ganglia, mesenfalon dan
otak kecil.Kontaminasi pada spesimen merupakan suatu faktor yang dapat menganggu
pemeriksaan dan khususnya untuk isolasi virus. Pengiriman sampel sebaiknya seharusnya
dilakukan sedemikian rupa sehingga virus dalam spesimen tetap terjamin sampai ke
laboratorium.
Untuk pemeriksaan diperlukan spesimen dapat berupa bangkai, kepala atau spesimen
sampel jaringan seperti hipokampus, otak kecil dan spesimen lainnya sebanyak masing-
masing 3 gram atau lebih. Spesimen, kemudian dimasukkan dalam kontainer logam
(kontainer pertama) ditutup rapat dan disimpan dengan kedinginan 4°C atau dibekukan
sampai saat pengiriman.
Untuk mendiagnosa diperlukan sebanyak 6 buah preparat, masing-masing 2 buah untuk
hippocampus (terpenting) otak besar bagian luar dan otak kecil dari masing-masing otak.
Menurut cara membuatnya, terdapat 3 jenis preparat yakni preparat sentuh (impression
method), preparat ulas (smear method) atau preparat putar (rolling method).
Kelenjar ludah penting artinya untuk mengetahui risiko pengigitan, karena itu perlu
disertakan sebagai bahan pemeriksaan. Kelenjar ludah dapat dimasukkan dalam botol
spesimen. Tutup botol/vial rapat-rapat dan simpan dalam keadaan dingin.
Tanda pengenal perlu disertakan/ditempelkan pada kontainer (botol/vial) yang berisi
bahan pemeriksaan. Tanda pengenal berisi: Nama jaringan/organ, bahan pengawet/fixative
yang dipakai, species hewan dan tanggal pengambilan.
Pengepakan dan Pengiriman Sampel, Spesimen sebaiknya dijaga dalam suhu
refrigerator (4-8 0C)pada saat dilakukan transport. Penggunaan gliserol sebagai media
transport sebaiknya dihaindari karena akan mengurangi intensitas immunofluoresecence
meskipun telah dilakukan pencucian.khusunya penggunaan aseton fiksasi untuk proses
konjugasi.
Pendinginan yang hanya dilakukan sekali tidak akan menggangu proses diagnosis
selanjutnya. Proses thawing dan pendinginanyang dilakukan berulang kali akan berefek
terhadap sensitifitas dari proses diagnosis selain proses dekomposisi pada SSP juga dapat
menyebabkan terganggunya proses diagnosis khususnya untuk kesalahan diagnosis menjadi
negatif palsu. Untuk itu jika bangkai telah mengalami proses dekomposisi sebaiknya segera
pengambilan spesimen jaringan dikirimkan ke laboratorium.
Pengepakan, Tempat spesimen sebaiknya terdiri dari dua tas, di tutup dengan plastic
dan stryofoam sebagai insulasi dingin sehingga spesimen dapat terjaga dalam keadaan suhu
refrigerator. Tas atau kontainer pertama yang berisi kepala atau spesimen dimasukkan ke
dalam tas atau kontainer ke dua yang lebih besar. Diantara ke dua tas atau kontainer diberi es
batu atau dry ice. Jumlah es batu atau dry ice disesuaikan dengan jarak dan lama waktu
pengiriman ke laboratorium dan besar tas atau kontainer ke dua disesuaikan dengan jumlah es
yang akan dipergunakan. Setelah itu kontainer atau tas ditutup rapat-rapat dan diberi tanda
pengenal.
Botol/vial yang berisi potongan jaringan yang telah ditutup rapat-rapat dan tidak bocor
dimasukkan kedalam kantong plastik yang berfungsi sebagai pembungkus, pencegah
terlepasnya tutup dan pencegah perluasan kebocoran. Selanjutnya bahan pemeriksaan
dimasukkan kedalam kaleng atau kotak yang tidak tembus air dan tahan banting. Bahan
pemeriksaan kalau dikirim dalam thermos atau peti berisi es atau dry ice.
Pengiriman, Untuk mencapai hasil yang baik dan mengurangi kerusakan dilakukan
sesegera mungkin dan dilakukan secara langsung, bisa dilakukan melalui layanan pengiriman
atau kurir dengan menyertakan keterangan atau surat pengantar specimen dan perlu
disertakan dengan pengiriman bahan pemeriksaan dan paket diberi tulisan. Alamat
laboratorium yang dituju dan alamat pengirim ditulis dengan jelas. Sehingga menjadi
perhatian bagi penyedia layanan kurir sehingga mengurangi risiko kontaminasi terhadap
lingkungan dan mengurangi kerusakan spesimen pada saat proses transportasi.
Uji yang Dilakukan, Diagnosis Rabies pada hewan dan manusia dapat dilakukan
dengan 4 metode yaitu; (1) histopathology, (2) kultivasi virus, (3) serologis dan (4) deteksi
antigen dari virus. Meskipun 3 metode pertama memberikan berbagai kelebihan tetapi bukan
diagnosa yang bersifat cepat (rapid test)
1. Histopatologi, badan negeri (negri bodies) merupakan temuan yang bersifat
pathognomonis pada Rabies.
2. Kultivasi virus, pemeriksaan diagnosa untuk Rabies yang paling bersifat
definitif. Kultivasi virus adalah proses penanaman virus didalam suatu kultur jaringan
(tissue culture) dengan maksud untuk memperbanyak virus sehingga akan lebih mudah
untuk diisolasi dan di identifikasi. Kultur jaringan yang biasa digunakan untuk
identifikasi penyakit Rabies adalah WI-38, BHK-21 atau CER.Immuno Fluororecent (IF)
adalah test (melalui Flourorescence Antibody Test(FAT)) yang biasa dilakukan melihat
keberadaan antigen atau virus rabies dalam kultur jaringan. Proses kultivasi yang paling
umum dilakukan dengan cara melakukan inokulasi dari saliva hewan terjangkit Rabies
atau dari jaringan kelenjar saliva dan atau jaringan intracerebral yang disuntikan kedalam
mencit. Mencit kemudian dilakukan observasi dan akan mengalami paralisis dan
kematian dalam waktu 28 hari. Setelah mati otak mencit kemudian diperiksa untuk
keberadaan virus Rabies dengan Immuno fluororesence test.
3. Pemeriksaan Serologis adalah pemriksaan untuk melihat suatu infeksi yang terjadi di
masa lampau. Pemeriksaan serologi, prinsipnya adalah memeriksa keberadaan antibodi
pada sirkulasi darah sebagai akibat dari infeksi. Jenis pemeriksaan yang paling sering
dilakukan untu pemeriksaan serologis dalam Rabies adalah pemeriksaan dengan
metode Mouse Infection Neutralization Test (MNT) atau dengan Rapid fluororescent
Focus Inhibition Test (REFIT). Dari berbagai laporan pemeriksaan Rabies dengan
serologis adalah periksaan yang paling berguna dalam diagnosa.
4. Deteksi virus Rabies Cepat, dalam beberapa tahun terakhir, deteksi virus dengan
menggunakan tekhnik IF makin sering dilakukan. Jaringan yang potensial terinfeksi
(dalam hal ini kelenjar saliva, otak dan kornea mata) di inkubasi dalam fluorescence
antibodi yang dilabel. Kemudian spesimen diperiksa menggunaan mikroskop elektron
fluororescence dengan melihat adanya inklusi di intracytoplasmic. Pemeriksaan dengan
metode lebih cepat jika dibandingkan dengan metode lainnya.
Diagnosa Banding, Membuat diagnosa yang dapat diandalkan berdasarkan gejala
klinis sangat susah untuk dilakukan karena hampir tidak gejala patognomonis yang menciri
terhadap Rabies. Secara klinis Rabies bisa sangat susah dibedakan dengan keadaan penyakit
yang menyebabkan enchepalitis yang disebabkan oleh infeksi virus yang lain.
Penanganan Penyakitrabies dilihat dengan, Tidak memberikan izin untuk
memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas
rabies, Melaksanakan vaksinasi terhadap hewan 70% populasi yang ada dalam jarak
minimum 10 km disekitar lokasi kasus, Pemberian tanda bukti pada setiap kera, anjing,
kucing yang telah divaksinasi, Mengurangi jumlah populasi anjing liar atau anjing tak betuan
dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan, Menangkap dan
melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari,
terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen
untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.
Pengendalian dan Pemberantasan, Vaksin Rabies adalah salah satu tindakan
pencegahan dalam proses kontrol dan pemberantasan Rabies. Vaksinasi adalah tindakan
yang dianggap paling efektif dalam melaksanakan kontrol dan pemberantasan Rabies serta
menurunkan tingkat kasus gigitan oleh HPR kepada manusia.
1.Modified Live Virus Vaccines (MLV)
Vaksin Rabies aktif (Live Vaccines) dihasilkan dari virus Flury and Kelev strain yang
dikembang dalam sel telur bertunas berembrio (CEO=Chicken Embryonated Eggs), The
Street Alabama Dufferin (SAD) yang dikembangkan dalam jaringan ginjal hamster dan
Evelyn–Rokitnicki-Abelseth (ERA) strain yang menggunakan ginjal babi. Berbagai metode
berkembang dalam memproduksi MLV vaksin tetapi strain yang dikembangkan dengan
metode CEO, ERA dan SAD.
2. Killed Cell Culture Rabies Vaccines
Vaksin inakfit memerlukan jumlah virus yang sangat banyak. Diatasi denganmetode
baru yaitu pengembang biakan virus dalam jaringan otak dari kelinci, ginjal anak hamster, sel
otak marmot, SMB dan CEO dan juga substrat yang lain oleh strain-strain virus seperti CVS-
11, PM-NIL 2 dan PV-BHK 2. Proses inaktivasi virus yang dikembangkan dilakukan dengan
menggunakan sinar UV, Agen inaktivasi β-propiolactone (BPL), acethyllethyleneimine dan
amines lainnya. Penggunaan formadehyd dan phenol sudah tidak direkomendasikan. Yang
sering digunakan adalah agen inaktivasi BPL. Jika telah di inaktivasi kemudian adjuvant akan
ditambahkan untuk meningkatakan respon imun dari inang.Adjuvant digunakan adalah
saponin, aluminium hidroksida, alumunium phosphate dan minyak adjuvant.
Vaksin dapat diberikan dengan caraparenteral (melalui otot intra muscular), melalui
jaringan dibawah kulit (intra sub-cutaneous), dan Oral.Vaksin rabies selanjutnya diberi nama
paten Rasivet. Masa kebal vaksin rasivet relatif pendek yaitu 6 bulan. Vaksin yang lain
adalah “Rabivet”.
Pengobatan, Tindakan vaksinasi dan pemberian serum anti rabies sebagai
tindakan post exposure treatment(PET) telah meningkatkan keberhasilan pengobatan bagi
korban terutama manusia yang terkena gigitan dan berisiko.
2. Vaccinia (cacar Jinak)
Cacar (Cacar) disebabkan oleh virus variola sebuah penyakit menular yang kuat.
Setelah masa inkubasi infeksi virus cacar pada rata-rata sekitar 12 hari (7 - 17 hari). Gejala
awal infeksi termasuk demam, kelelahan, sakit kepala dan sakit punggung. 2 - 3 hari, ada
didistribusikan cacar ruam yang khas pada wajah, lengan dan kaki. Pada tahap awal ruam,
akan ada daerah besar - besaran disertai ruam kemerahan muncul. Lesi purulen dalam
beberapa hari setelah awal hingga dua minggu pertama mulai keropeng. 3 - 4 minggu ke
depan perlahan-lahan berkembang menjadi kudis, lalu perlahan - lahan lepaskan. Cacar
disebabkan oleh infeksi virus cacar
Gejala pada pasien dengan gejala cacar jinak dalam minggu pertama setelah infeksi,
virus hanya dalam kegiatan yang tenang dalam tubuh. Pasien yang tidak memiliki gejala
penyakit, dan bahkan jika ia menduga bahwa ia mungkin memiliki infeksi, ia tidak memiliki
cara untuk menentukan. Untuk hari kesembilan atau lebih, tanda-tanda pertama dari penyakit
mulai muncul: sakit kepala, demam, mual, nyeri punggung, kadang-kadang disertai oleh
beberapa kejang atau kegilaan. Dalam masa inkubasi, beberapa pasien masih mengalami
mimpi buruk, ditopang tiga puluh empat hari jangkauan. Wajah berkulit putih sering terjadi
pada pasien dengan awan difus bintik-bintik merah gelap. Masa inkubasi, demam pasien
mereda dan untuk sementara merasa kondisi yang lebih baik, justru saat ini, virus cacar pada
pasien mulai melahirkan ruam tubuhnya ikon untuk menyatakan keberadaannya. Biasanya,
datar lampu merah cacar titik awalnya wajah muncul pada pasien, kemudian menyebar
dengan cepat ke lengan, dada, punggung, dan akhirnya ke kaki. Dan wajah, lengan dan kaki
ruam dan padat dari bagian tengah tubuh. Setelah beberapa hari, cacar datar mulai
membengkak, jerawat pertama, dan kemudian berubah menjadi lecet, kemudian pustul, abses
setelah pecah-pecah, mulai menjadi menyapa shell atau krusta, dan proses ini juga membuat
rasa sakit menjadi pasien miskin tertahankan menjadi rakasa pembengkakan tubuh jelek.
Yang paling serius dari tumpukan padat pustula. Kulit pasien menjadi pucat. Pada pasien
berkulit putih lepuh atau jerawat dini akan mengitari blush samar, sedangkan dalam jerawat
secara keseluruhan ruam kulit akan menjadi merah. Banyak pasien dalam beberapa hari
pertama ruam akan mati, yang lain bertahan hingga satu minggu akan segera dibunuh,
beberapa orang bahkan sebelum timbulnya ruam dibawa ke kuburan. Setelah orang yang
terinfeksi, hanya bisa nasib. Wabah infeksi cacar pada pasien dengan timbulnya gejala
biasanya 3-5 hari akan mati, penyebab kematian umumnya di luar kendali sepsis, atau
perdarahan. Dalam kasus perdarahan, darah pada pasien dengan aliran besar kulit,
tenggorokan, paru-paru, usus atau rahim. Pasien tersebut tidak muncul jerawat khas atau lecet
seperti tonjolan, tetapi hanya tanda merah atau ungu biasa, petechiae atau campak seperti
eritema. Gejala-gejala ini adalah infeksi lebih parah dengan manusia, menyebabkan
kerusakan serius pada fungsi pembekuan darah juga terjadi ketika. Dalam kasus lain infeksi
ganas, virus cacar di lapisan jaringan yang lebih dalam atau kulit yang rusak parah
disebabkan oleh kerusakan menyebar, setelah timbulnya gejala pada pasien antara 10 dan 14
hari setelah kematian, pada kenyataannya, ditutupi dengan pustula, terkadang pustule akan
bergabung. jinak lesi pasien yang terinfeksi terbatas pada epidermis, sehingga tidak
menyebabkan infeksi bakteri sekunder.
Jika sudah muncul vasicula atau berupa bintik - bintik maka bisa di cek di laboratorium
dengan cara objek gelas di gosokkan pada vasicula dengan langsung tanpa ose, langsung dari
objek glass dengan kulit secara langsung. Setelah itu tambahkan cat gustein. Setelah itu taruh
dibawah mikroskop, jika terdapat bintik ungu, 1/3 bentuk coccus berarti dapat disimpulkan
terdapat vaccinia. Dalam percobaan ini dilakukan dengan pengecatan Gutstein.
Jenis dari virus ini adalah virus cacar besar, cacar kecil. Virus ini dapat menyebar
melalui udara, menyebar pada tingkat yang mengkhawatirkan. Terinfeksi virus setelah
seminggu paling menular, karena air liur mengandung jumlah maksimum dari virus cacar.
Tapi sampai pasien jaringan parut setelah pengupasan, langit-langit atau pasien mungkin
menginfeksi orang lain.
cacar belum menentukan metode yang efektif pengobatan. Pasien cacar biasanya
terapi suportif untuk pengobatan, seperti elektrolit intravena, nutrisi atau obat untuk
mengontrol demam atau sakit, tetapi ada juga antibiotik untuk mencegah virus infeksi cacar
diikuti oleh masalah infeksi bakteri. Vaksin cacar tidak sekarang menggunakan virus cacar,
tetapi dengan virus vaccinia, virus vaccinia dan virus cacar memiliki substansial antigen yang
sama, tetapi tidak patogen bagi m