Upload
hendrick-setyawan
View
1.028
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
KONSEP TAKDIR DALAM ISLAM
Dosen Pembimbing:
Mulyadi Erman, S.Ag., M.A
Disusun oleh:
Thoh Agung Narso(12.11.6601)
Muh. Zamzami (12.11.6613)
Agung Mahendra (12.11.6658)
Hendrik Setiawan(12.11.6661)
Kelompok 14
KELAS :12-S1 TI-13
STRATA 1 TEKNIK INFORMATIKA 2012
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas rahmat, karunia, dan
ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP
TAKDIR DALAM ISLAM”.Sebelumnya, kami meminta maaf atas segala
kekurangan dan/atau kesalahan di dalam makalah ini karena pada dasarnya
makalah ini jauh dari sempurna.
Makalah ini kami susun dengan harapan bisa bermanfaat dan
menjadikan rujukan bagi kita semua dalam memahami tentang makna
takdir dalam islam, serta pada akhirnya dapat ikut serta dalam
menyelesaikan dan memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi
fenomena yang sering terjadi di sekitar kita ini. Makalah ini juga sebagai
persyaratan tugas untuk Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini dan terutama kepada Bapak
Mulyadi Erman, S.Ag., M.A selaku dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan
Agama Islam.
Akhir kata, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan
semoga bisa dipergunakan dengan semestinya dan diambil manfaatnya di
hari kelak.Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dan
perlukan agar kami dapat meningkatkan kualitas dari makalah kami.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 18 desember 2012
Penulis,
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................
Daftar Isi.................................................................................................
I. BAB I
Pendahuluan:..................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................
1.3 Tujuan......................................................................................
II. BAB II
Pokok Bahasan:...............................................................................
2.1 Pengertian Takdir dan Nasib....................................................
2.2 Konsep Takdir dan Pengertian Ikhtiar......................................
2.3 Konsep Nasib dan makna hidup……………………………………………...
III. BAB III
Penutup:..........................................................................................
3.1 Kesimpulan..............................................................................
3.2 Saran.......................................................................................
Daftar Pustaka……………………………………………………………………….
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai takdir memang menarik dan selalu mengundang banyak
pertanyaan.Telah banyak buku ditulis mengenai hal ini tetapi tetap tidak dapat memuaskan
semua pihak.Kami ingin mencoba memberikan sedikit pandangan dan pendapat mengenai takdir
dengan tujuan untuk sedikit lebih dapat mengenal ilmu Allah yang satu ini.Semoga Allah tidak
menganggap ini sebagai sebuah kelancangan seorang hamba, Naudzu billah min dzalik.
Takdir adalah segala sesuatu yang telah terjadi dengan ridho Allah.Banyak pendapat yang
mengatakan bahwa takdir telah ditetapkan jauh sebelum manusia diciptakan.“Tiada suatu
bencanapun yang menimpa di bumi ini dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.Sesungguhnya yang
demikian itu mudah bagi Allah” (QS. Al Hadid:22). Akan tetapi ada pula sebagian pendapat
yang mengatakan bahwa takdir dijatuhkan setelah manusia berusaha. Mereka menyatakan ini
berdasarkan salah satu akan adanya ayat berikut: “...Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri... ” (QS. Ar
Ra’d:11)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa konsep takdir dala islam?
2. Apa pengertian dari takdir dan nasib?
3. Bagaimana konsep takdir dan nasib dalam islam?
4. Bagaimana pandangan islam terhadap takdir dan nasib?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan mengenal pengertian dari takdir dan nasib dalam pandangan islam .
2. Mengenal dan memahami lagi makna hidup dalam islam.
3. Mengetahui lebih detail tentang ayat – ayat yang menjelaskan takdir dan makna hidup .
BAB II
POKOK PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Takdir Dan Nasib
a. Pengertian Takdir
Kata takdir (taqdir) berasal dari akar kata qadara yang antara lain berarti
mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika kita berkata, "Allah telah menakdirkan
demikian," maka itu berarti, "Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat,
atau kemampuan maksimal makhluk-Nya." Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi
di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya,
tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya,
termasuk manusia.
Takdir Juga bermakna ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini
yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya
maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk
manusia.
Firman Allah swt,
<ن أ Bل@ ق<ب مFن Hاب> @ت ك ف@ي Oال@ إ BمS ك <نفSس@ أ ف@ي و<ال< رBض@> Bاأل ف@ي Hة> مص@يب م@ن ص<اب<
> أ Oه@ Cم<ا الل ع<ل<ى ذ<ل@ك< Oن@ إ <ه<ا أ Bر< Oب ن
k <س@ير ٢٢ي ﴾”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan
telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(QS. Al Hadid : 22)
b. Pengertian Nasib
Kata nasib sendiri berasal dari bahasa arab yang berarti al hazzhu min kulli
syai’in (bagian dari segala sesuatu) bentuk pluralnya adalah anshiba dan anshibah. Dari aspek
majaz : jika disebutkan lii nashiibun minhu artinya kami mempunyai bagian tertentu pada
asalnya.
An nashib juga bermakna al haudhu yaitu bagian dari daerah tertentu di bumi sebagaimana
disebutkan al Jauhari. (Lisanul Arab juz I hal 974, Maktabah Syamilah) Dari kedua makna
tersebut, nasib bisa diartikan dengan bagian yang diterima seseorang, baik itu berupa kesenangan
maupun kesusahan, keuntungan maupun kerugian, kebaikan maupun keburukan.
c. Takdir Dalam Agama Islam
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus
diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman.Penjelasan tentang takdir hanya dapat
dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits.Secara
keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang
sudah terjadi.
Untuk memahami konsep takdir, jadi umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi
pemahaman takdir.Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan.
d. Dimansi Ketuhanan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang menginformasikan
bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir ,Yang Zhahir dan Yang Bathin (QS. Al Hadid [57]:3).
Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu,
kini atau akan datang).
Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya
(takdirnya). (QS. Al-Furqaan25]:2)
Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan
bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah
bagi Allah. (QS. Al-Hajj[22]:70)
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya (QS. Al Maa'idah[5]:17)
Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya. (QS.
Al-An'am[6]:149)
Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat. (QS. As-Safat[37]:96)
Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. (QS. Luqman[31]:22). Allah
yang menentukan segala akibat.
e. Dimensi Kemanusiaan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang meginformasikan bahwa
Allah memperintahkan manusia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-
cita dan tujuan hidup yang dipilihnya.
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia (QS. Ar Ra'd[13]:11)
(Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. Al
Mulk[67]:2)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin
(orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang
menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja di antara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan
menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan
tidak juga mereka akan bersedih (QS. Al-Baqarah[2]:62). Iman kepada Allah dan hari
kemudian dalam arti juga beriman kepada Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir.
... barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin
(kafir) biarlah ia kafir... (QS. Al Kahfi[18]:29)
2.2. Konsep Takdir dan pengertian Ikhtiar
a.Konsep takdir
Takdir adalah suatu yang sangat ghoib, sehingga kita tak mampu mengetahui takdir
kita sedikitpun. Yang dapat kita lakukan hanya berusaha, dan berusahapun telah Allah
jadikan sebagai kewajiban. “Tugas kita hanyalah senantiasa berusaha, biar hasil Allah
yang menentukan”, itulah kalimat yang sepertinya sudah tidak asing lagi di telinga kita,
yang menegaskan pentingnya mengusahakan qadha untuk selanjutnya menemui qadarnya.
Takdir itu memiliki empat tingkatan yang semuanya wajib diimani, yaitu :
a. Al-`Ilmu, bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui segala
sesuatu baik secara global maupun terperinci. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan
apa yang akan terjadi. Karena segala sesuatu diketahui oleh Allah, baik yang detail
maupun jelas atas setiap gerak-gerik makhluknya. Sebagaimana firman Allah :
> و<ال <مSه<ا <عBل ي O @ال إ Hق<ة و<ر< م@ن SطSق Bس> ت و<م<ا <حBر@ Bب و<ال Fر> Bب ال ف@ي م<ا Sم> <عBل و<ي هSو< O @ال إ <مSه<ا <عBل ي > ال Bب@ Bغ<ي ال Sح@ م<ف<ات Sو<ع@ند<ه
Hين@ مب Hاب> @ت ك ف@ي O @ال إ Hس@ <اب ي > و<ال HبBط ر< > و<ال رBض@> األ Sم<ات@ ظSل ف@ي HةO ب ح<
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan,
dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh
sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata.” (QS. Al-an`am:59)
b. Al-Kitabah, Bahwa Allah mencatat semua itu dalam lauhil mahfuz, sebagaimana
firman-Nya :
ر� س�ي ي� س � ي ال يى ي� ي� سل ي� ي�� س�ا ب� ي�ا س� س�ي ي� سل ي� ي�� س�ا س� �ر �ي� ر ي!ا ي#اء ي�� ال س�ي ي$ا م% ي ر' ي� ي � ي ال ي�� ي�ا ر% ي ر' ي) ر% يل ي�ا
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja
yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah
kitab. Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj:70)
c. Al-Masyiah (kehendak), Kehendak Allah ini bersifat umum. Bahwa tidak ada
sesuatu pun di langit maupun di bumi melainkan terjadi dengan iradat/masyiah
(kehendak /keinginan) Allah SWT. Maka tidak ada dalam kekuasaan-Nya yang tidak
diinginkan-Nya selamanya. Baik yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat
Allah atau yang dilakukan oleh makhluq-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya :
SونS <ك ف<ي BنS ك Sه> ل <قSول< ي Bن> أ � Bئا ي ش< اد< ر<> أ @ذ<ا إ Sه SرBم
> أ Oم<ا @ن إ
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia” (QS. Yasin:82)
d. Al-Khalqu, Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan Allah
sebagai penciptanya, pemiliknya, pengaturnya dan menguasainya, dalam firman-Nya
dijelaskan :
الدFين< SهO ل � ل@صا BخSم Oه< الل Sد@ ف<اعBب Fح<قB @ال ب <اب< Bك@ت ال Bك< <ي @ل إ <ا Bن ل <نز< أ Oا @ن إ
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar:2).
b. Impliksi Iman Kepada Takdir
Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya.
Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah
ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi.
Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi
dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai
dengan keinginannya. Manusia hanya tahu takdirnya setelah terjadi.
Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam
menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk
merubahnya.Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti
yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya
sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan bahkan manusia itu sedih
bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal
itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (QS. Al Hadiid:23).
Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya)
maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan
hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan
pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati.
c . Pengertian Ikhtiar
Ikhtiar berasal dari bahasa Arab (�ر ييا س� ر( �ا ) yang berarti mencari hasil yang lebih baik.
Adapun secara istilah, pengertian ikhtiar yaitu usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar
tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Maka, segala sesuatu baru
bisa dipandang sebagai ikhtiar yang benar jika di dalamnya mengandung unsur kebaikan.
Tentu saja, yang dimaksud kebaikan adalah menurut syari’at Islam, bukan semata akal,
adat, atau pendapat umum. Dengan sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai
“memilih yang baik-baik”, yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan Rasul-
Nya.
Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, jika usaha kita
gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih
keras dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan
keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal
dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang yang sabar
tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita
dapat berhasil dan sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk
mendapat ridha Allah, berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi
dengan perbuatan baik, bidang usaha yang akan dilakukan harus dikuasai dengan
mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati mencari teman (mitra) yang
mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan dalam manajemen
yang professional.
Pentingnya Ikhtiar
Setiap manusia memiliki keinginan dan cita-cita untuk mendapat kesuksesan, tak
ada seorang pun yang menginginkan kegagalan. Hal ini karena Allah menganugerahkan
kehendak kepada manusia. Jika kehendak tersebut mampu dikelola dengan baik, manusia
akan menemukan kesuksesannya.
“ (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan
harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui ” (QS.Ash-
Shaff:11)
Larangan Berputus Asa
Allah telah mencontohkan kisah Nabi Ya’qub dalam Al-Qur’an sebagai contoh
nyata pelajaran orang-orang yang ditimpa kesusahan dan larangan berputus asa. Nabi
Ya'qub yang terus berdo'a dan berharap pada Tuhannya setiap saat agar tidak termasuk
orang-orang yang berputus asa, karena berputus asa pada kebaikan Tuhan adalah sifat-
sifat orang yang kafir.
Kisah itu digambarkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam Al-Qur’an surah Yusuf
ayat 87 @خ@يه> و<أ SوسSف< ي Bم@ن وا SسOح<س> ف<ت Sوا اذBه<ب Oي@ <ن <اب الل*ه) ي و/ح) ر1 م)ن/ وا ت1ي/ئ1س6 <سS و1ال1 Bئ <ي ي ال< SهO @ن إ
ون< Sاف@ر> Bك ال SمBق<وB ال Oال@ إ Oه@ الل وBح@ ر< Bم@ن
”Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa
dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir”. (QS: Yusuf: 87)
Tak ada cara lain, mari kita palingkan semua pada Islam. Berikhtiarlah untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan kita, yakni: dengan memilih jalan-jalan keluar yang
baik-baik dan yang diridhoi Allah Subhanahu wa-ta'ala.
FIRMAN ALLAH
Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu merubahnya sendiri
QS Ar-ra'd ayat 11
م<ا B وا SرF Sغ<ي ي Oى ح<ت H @ق<وBم ب م<ا SرF Sغ<ي ي > ال �ه< الل Oن@ إ �ه@ الل مBر@> أ Bم@ن Sه> <حBف<ظSون ي Bف@ه@ ل خ< Bو<م@ن Bه@ <د<ي ي Bن@ <ي ب مFن kات> مSع<قFب Sه> ل
Hو<ال م@ن @ه@ دSون مFن <هSم ل و<م<ا Sه> ل Oد م<ر< > ف<ال � سSوءا H @ق<وBم ب Sه� الل اد< ر<> أ @ذ<ا و<إ Bه@م BفSس@ <ن @أ ب
١١--
baginya (setiap manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya secara bergiliran di
depan dan di belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah.sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang
dapat menolaknya.Sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain dia.
2.3. Konsep Makna Hidup Dan Takdir
a. Definisi makna hidup dalam islam
Persoalan falsafah, "Apa makna hidup?" mempunyai makna yang berbeza bagi
setiap orang. Kekaburan pertanyaan ini terwujud dalam perkataan "makna" yang menyebabkan
persoalan ini boleh ditaksif dengan pelbagai cara, umpamanya:
Apakah puncaknya hidup?
Apakah sifatnya hidup (dan sifat alam semesta kita)?
Apakah maksudnya hidup?
Apakah yang bernilai dalam hidup kita?
Apakah tujuan hidup ataupun tujuan dalam kehidupan seseorang?
Soalan-soalan ini telah menimbulkan pelbagai jawapan yang bertentangan serta perdebatan dari
teori-teori saintifik ke teori-teori falsafah, teologi dan penjelasan-penjelasan rohaniah
b. Definisi Makna Hidup Dari berbagai pandangan
b.1 Nilai sebagai makna
Oleh sebab teori-teori mengenai nilai bertujuan menjawab soalan "Apakah yang bernilai
dalam hidup?", ia merupakan teori makna hidup: ahli-ahli falsafah yang agung seperti Socrates,
Plato, Aristotle, Descartes, Spinoza, Ayn Rand dan lain-lain lagi mempunyai pandangan yang
jelas tentang jenis kehidupan yang terbaik, iaitu yang lebih bermakna.
b.2 Pandangan ateis
Dengan erti kata yang sebenarnya, "atheisme" merupakan kepercayaan bahawa tuhan
ataupun kuasa ghaib tidak wujud dan oleh demikian, alam semesta dan manusia bukan dicipta
olehnya. Atheisme berkait dengan salah tiga daripada lima tafsiran tentang persoalan makna
hidup:
"Apakah asalnya hidup?"
"Apakah sifatnya hidup (dan alam semesta di mana kita hidup)?"
"Apakah tujuannya hidup ataupun tujuan dalam kehidupan?"
Oleh sebab mereka tidak percaya bahawa tuhan-tuhan ada kena-mengena dengan hidup,
kebanyakan ateis percaya bahawa hidupan berkembang dan bukannya dicipta. Disebabkan
ketiadaannya tuhan-tuhan di alam semesta, sifatnya hidup tertinggal kepada kita untuk
menentukannya dengan cara yang saintifik, dan kita sendiri terpaksa memastikan tujuan hidup
kita.
Walau bagaimanapun, "atheisme" merupakan istilah yang relatif. Kebanyakan orang akan
menganggapkan diri sebagai ateis terhadap tuhan-tuhan Babylonia, Egypt, Yunani dan Roman.
Kebanyakan orang Kristian, Yahudi dan Islam juga merupakan ateis terhadap agama Timur
seperti agama Buddha, Hinduisme dan Taoisme bagi alasan yang sama, dan sebaliknya dengan
penganut Buddha, Hindu dan Taoisme berhubungan dengan agama-agama Barat. Walaupun
"ateis" biasanya digunakan untuk sesiapa yang tidak percaya kepada Tuhan ataupun tuhan-tuhan
yang digambarkan oleh mana-mana satu daripada agama-agama ini, ateis-ateis ini juga menuntut
bahawa agama adalah mitologi yang bodoh dan nyatanya direka.
b.3 Pandangan eksistensialis
Arthur Schopenhauer, seorang ahli falsafah abad ke-19 memberikan jawapan yang suram
dengan penentuannya bahawa hidup cuma merupakan bayang kehendak seseorang dan kehendak
ini merupakan desakan yang tidak bertujuan, tidak rasional dan yang menderitakan. Walau
bagaimanapun, beliau menganggapi bahawa penyelamatan, pembebasan ataupun pelepasan
daripada penderitaan boleh didapati melalui pentafakuran, simpati kepada orang lain serta
penghidupan zahid.
Menurut ahli falsafah Martin Heidegger, manusia dilontar ke kewujudan. Pendukung
eksistensialisme menganggapi bahawa pelontaran ini wujud sebelum apa jua pemikiran dan
gagasan yang dipunyai manusia atau tafsiran-tafsiran tentang dirinya sendiri yang diciptanya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Jean-Paul Sartre: "kewujudan datang sebelum intipati",
"manusia wujud terlebih dahulu, menemukan diri, meluru dalam dunia dan kemudiannya baru
mentakrifkan diri. Tiadanya sifat manusia disebabkan tiada Tuhan untuk mengkonsepsikannya."
Oleh sebab ketiadaannya sifat manusia yang dipastikan terlebih dahulu atau penilaian
terakhir selain daripada apa yang ditonjolkan oleh manusia kepada dunia, manusia cuma boleh
dinilaikan ataupun ditafsirkan melalui tindakan-tindakan dan piihan-pilihan mereka. Pilihan
merupakan penilai yang terakhir. Sekali lagi Jean-Paul Sartre disebut sebagai berkata: "Manusia
tidak merupakan apa-apa selain daripada apa yang dijadikannya kepada diri sendiri".
b.4 Pandangan penyokong humanisme
Bagi penyokong humanisme, tujuan hidup adalah terbina dalam, yakni untuk membiak.
Inilah cara bagaimana manusia menjadi apa yang terwujud sekarang: makhluk membiak
berturut-turut dalam evolusi tidak berpandu, sebagai sebahagian utama alam semula jadi yang
berwujud kendiri. Tujuan hidup adalah tidak sama dengan tujuan manusia walaupun ia
merupakan salah satu faktornya. Tujuan manusia diputuskan oleh manusia sendiri tanpa
sebarang pengaruh kuasa ghaib. Serupa juga dengan pengetahuan yang bukan berasalnya
daripada sumber-sumber kuasa ghaib, tetapi teralir daripada pencerapan, pengujikajian dan
analisis rasional, seelok-eloknya melalui kaedah sains: sifat alam semesta merupakan apa yang
kita menanggapnya. Begitu juga dengan nilai-nilai etika yang berasal daripada keperluan dan
kepentingan manusia yang telah diuji melalui pengalaman.
Kepentingan kendiri yang memakrifatkan merupakan teras humanisme. Hal yang
terpenting dalam hidup ialah manusia, dan sebagai pelanjutan, ras manusia dan alam sekitaryang
kita hidup. Kebahagiaan seseorang tidak boleh dipisahkan daripada kebahagiaan kemanusiaan
pada keseluruhannya. Antara sebabnya, kita adalah makhluk sosial yang memperolehi makna
daripada perhubungan-perhubungan serta kerana kemajuan kebudayaan memanfaatkan setiap
orang yang hidup dalam budaya itu.
Apabila dunia bertambah baik, kehidupan juga berikut bersama-sama. Sedangkan setiap
orang ingin berhidup secara sempurna, pendukung humanisme berpendapat bahawa adalah
mustahak bahawa hasrat ini dituju dengan cara yang mempertingkatkan kedudukan semua
manusia. Walaupun evolusi spesies manusia merupakan sebahagian besar daripada fungsi alam
semula jadi, evolusi kemanusiaan adalah di dalam tangan kita sendiri. Oleh sebab itu, kita
bertanggung jawab untuk memajukannya sehingga mencapai idaman yang tertinggi. Dengan
cara yang sama, humanisme juga tengah berkembang disebabkan pendokongnya menyedari
bahawa nilai-nilai dan idaman-idaman, jadi juga makna hidup, tertakhluk kepada perubahan
yang selaras dengan perkembangan pemahaman kita.
b.5 Pandangan penihilis
Friedrich Nietzsche menyifatkan nihilisme sebagai pengosongan dunia, terutamanya
kewujudan manusia, daripada makna, tujuan, kebenaran yang dapat difahami, ataupun nilai-nilai
yang terpenting. Istilah "nihilisme" datangnya daripada bahasa Latin, nihil, yang bermakna
"tidak ada apa-apa". Nietzsche menyifatkan agama Kristian sebagai sebuah agama nihilisme
kerana ia memindahkan makna hidup dari dunia ini kepada apa yang dikatakan hidup selepas
mati. Beliau juga menganggapi nihilisme sebagai kesudahan yang semula jadi tentang gagasan
ketiadaannya Tuhan, dan berkeras mengatakan bahawa makna hidup harus dipulangkan ke dunia
ini.
Martin Heidegger menyifatkan nihilisme sebagai keadaan yang tidak ketinggalan apa-apa
mengenai hidup", dan memperdebatkan bahawa nihilisme bergantung kepada nilai hidup sahaja.
Nihilisme menolak segala tuntutan mengenai pengetahuan dan kebenaran, dan
menjelajah makna hidup tanpa kebenaran yang dapat diketahui. Walaupun nihilisme
bercenderung kepada sifat mudah berputus asa, seseorang boleh mencari kekuatan dan alasan
untuk keraian melalui pelbagai hubungan manusia yang unik. Dari segi nihilisme, sumber nilai-
nilai moral yang muktamad adalah lebih pada individu daripada kebudayaan atau asas rasional
(ataupun asas objektif) yang lain.
b.6 Pandangan positivis
Mengenai makna hidup, Ludwig Wittgenstein dan penyokong-penyokong postivisme
logik berkata:
"Dari segi bahasa, soalan ini tidak bermakna. Ini disebabkan "makna x" merupakan
istilah hidup yang sering dikaitkan dengan akibat x atau maksud x, ataupun dengan
sesuatu yang kena diambil perhatian mengenai x, dan sebagainya. Apabila "hidup"
dipergunakan sebagai "x" dalam frasa "maksud x", penyataan itu berulang dan menjadi
karut."
Dengan kata lain, benda-benda dalam kehidupan seseorang boleh mempunyai makna
(kepentingan), tetapi hidup pada dirinya tidak mempunyai makna apabila diasingkan daripada
benda-benda tersebut. Dalam konteks ini, kehidupan seseorang dikatakan mempunyai makna
(makna kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain) dalam bentuk peristiwa-peristiwa
disepanjang hidupnya serta kesudahan hidupnya dari segi pencapaian, pusaka, keluarga, dan
lain-lain lagi. Tetapi untuk mengatakan bahawa hidup pada dirinya mempunyai makna
merupakan kesalahgunaan bahasa kerana apa yang bermakna ataupun yang penting cuma
berkaitan dengan sesiapa yang mengalaminya.
Bahasa cuma boleh menyempurnakan jawapan yang bermakna sewaktu ia merujuk
kepada alam di dalam alam hidup. Akan tetapi ini tidak boleh jadi kerana sewaktu soalan ini
keluar daripada lingkungan bahasa dan melanggari had konteks bahasa, ia menjadi rosak.
Jawapan kepada soalan yang rosak merupakan jawapan yang silap ataupun tidak kena mengena.
Ahli-ahli falsafah selain Wittgenstein telah cuba menemui apa yang bermakna di dalam
kehidupan melalui penyelidikan kesedaran di dalamnya. Akan tetapi sewaktu ahli-ahli falsafah
tersebut cuba mencari tafsiran "Makna Hidup" yang holistik untuk kemanusiaan, mereka
menemui kebuntuan oleh model linguistik Wittgenstein.
Positivisme logik menegaskan bahawa penyataan-penyataan bermakna cuma jika ia dapat
ditentusahkan. Penyataan-penyataan boleh ditentusahkan cuma dengan dua cara yang berbeza
sama sekali:
penyataan empirik, termasuknya teori-teori saintifik yang boleh ditentusahkan dengan uji
kaji dan bukti; dan
kebenaran analisis yang merupakan betul atau salah mengikut tafsirannya.
Selain daripada ini, yang lain termasuknya etika dan estetika tidak bermakna dan tergolong
dalam bidang "metafizik". Sebagai kesudahan, falsafah yang sungguh-sungguh tidak boleh
terlibat dalam metafizik. Oleh sebab itu, kebebasan bertindak tidak merupakan kenyataan yang
tegas oleh penyokong positivisme, sedangkan teleologi merupakan bidang yang terdekat yang
dapat ditentusahkan.
b.7 Pandangan pragmatis
Ahli-ahli falsahah pragmatisme mencadangkan bahawa lebih daripada kebenaran hidup,
kita perlu mencari pemahaman hidup yang berguna. William James memperdebatkan bahawa
kebenaran boleh dicipta tetapi tidak boleh dicari. Oleh sebab itu, makna hidup merupakan
kepercayaan mengenai tujuan hidup yang tidak boleh bercanggah dengan pengalaman kehidupan
seseorang yang bertujuan. Secara am, ini bermaksud: "Makna hidup merupakan tujuan-tujuan
yang menyebabkan anda menghargainya." Kepada penyokong pragmatisme, makna hidup, yakni
kehidupan anda, boleh ditemui cuma melalui pengalaman.
Pragmatisme adalah aliran fikiran falsafah yang berasal dari Amerika Syarikat pada akhir
1800-an. Pragmatisme disifatkan oleh desakan akibat-akibat, kebergunaan, dan praktikalnya
sebagai bahan-bahan kebenaran.
Pragmatisme membantah pandangan bahawa konsep-konsep manusia dan daya fikirnya
melambangkan hakikat, dan oleh sebab ini, ia bertentangan dengan aliran fikiran falsafah
formalis dan rationalis. Lebih daripada ini, pragmatisme menganggapi bahawa cuma melalui
perjuangan organisma yang cerdas dengan persekitarannya bahawa teori-teori dan data dapat
memperolehi kepentingan. Walau bagaimanapun, pragmatisme tidak menganggapi bahawa
kesemua yang berguna atau praktikal kena dianggapi sebagai yang benar, termasuknya apa-apa
yang membantu kehidupan kita pada jangka masa yang pendek; penyokong pragmatisme
memperdebatkan bahawa apa yang kena dianggapi sebagai benar merupakan apa yang terbanyak
menyumbang kepada kebaikan manusia dalam jangka masa yang panjang.
Pada praktiknya, ini bermakna bahawa bagi penyokong pragmatisme, tuntutan teori kena
terikat kepada prosedur penentusahan, yakni seseorang harus berupaya membuat ramalan dan
mengujikannya, dan pada akhirnya, keperluan manusia boleh memandukan laluan tanya siasat
manusia.
b.8 Pandangan Kepercayaan agama
Sering disarankan bahawa agama merupakan gerak balas keperluan manusia bagi
memberhentikan kekeliruan, atau ketakutan mati (dan hasrat iringan untuk menghidup). Dengan
mentakrifkan sebuah alam di luar kehidupan (alam rohaniah), keperluan ini dapat dipenuhi
dengan pembekalan makna, tujuan dan harapan untuk kehidupan kita yang tidak bermakna, tidak
bertujuan serta yang terbatas. Kebanyakan orang yang percaya kepada Tuhan peribadi akan
bersetuju bahawa Tuhan adalah "di mana kita hidup, bergerak dan wujud". Menurut tanggapan
ini, kami harus mencari pihak yang berkuasa yang boleh memberikan makna kepada kehidupan
kita dan membekalkan kita dengan tujuan melalui panduannya. Keputusan mempercayai pihak
berkuasa ini digelarkan "pelompatan kepercayaan" dan pada umumnya, kepercayaan ini
merupakan makna hidup orang yang beriman.
Sebuah contoh yang menunjukkan bagaimana agama boleh mencipta tujuan boleh
didapati dalam cerpen penciptaan Wasiat Lama: tujuan manusia adalah untuk "berhasil,
berganda dan menambah lagi di alam, serta menaklukinya" Genesis 1:28. Ini mempertunjukkan
bahawa pembiakan, pemeliharaan alam dan kawalan persekitaran merupakan tiga tujuan yang
telah ditetapkan oleh Tuhan untuk manusia. Walau bagaimanapun, arahan-arahan yang diberikan
oleh Tuhan dan makna hidup (atau tujuan kewujudan) tidak merupakan benda yang sama.
Pandangan Islam adalah bahawa Tuhan mencipta manusia untuk satu tujuan sahaja, iaitu
untuk menyembahNya: "Aku tidak mencipta jin dan manusia melainkan untuk menyembah
Aku." (Qur'an, 51:56). Penyembahan dalam Islam bukan sahaja bermakna melaksanakan
upacara amal, tetapi juga merangkumi bekerja, menghasilkan, membuat pembaharuan serta
meningkatkan taraf penghidupan supaya dapat mentaati Allah. Bagi orang Islam, hidup adalah
satu ujian. Kejayaan anda dalam ujian ini akan menentukan ke mana anda akan pergi: Surgakah
ataupun Neraka.
.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Takdir diumpamakan sebuah “chip”. Bagaikan sebuah “chip” dalam komputer
yang kemudian diselipkan pada otak manusia yang akan dibawanya serta ketika
manusia dilahirkan. Setiap manusia memiliki “chip” masing-masing yang berbeda satu
sama lain. Ada yang rumit dan ada pula yang sederhana. Semua atas kehendakNya.
Kata nasib sendiri berasal dari bahasa arab yang berarti al hazzhu min kulli
syai’in (bagian dari segala sesuatu) bentuk pluralnya adalah anshiba dan anshibah. Dari
aspek majaz : jika disebutkan lii nashiibun minhu artinya kami mempunyai bagian
tertentu pada asalnya.
Sesungguhnya ikhtiar bukan hanya usaha, atau semata-mata upaya untuk
menyelesaikan persoalan yang tengah membelit. Ikhtiar adalah konsep Islam dalam
cara berpikir dan mengatasi permasalahan. Dalam ikhtiar terkandung pesan taqwa,
yakni bagaimana kita menuntaskan masalah dengan mempertimbangkan – pertama-
tama – apa yang baik menurut Islam, dan kemudian menjadikannya sebagai pilihan,
apapun konsekuensinya dan meskipun tidak populer atau terasa berat.
3.2 SARAN Alangkah baiknya didalam kita menjalani hidup sehari-hari kita diiringin dengan
rasa syukur kepada ALLAH yang telah memberikan kita berbagai nikmat yang tak
akan dapat kita membalas nikmat yang telah ALLAH berikan Kepada kita . Hal yang
buruk ialah kita menyalahkan takdir yang telah diberikan allah kepada kita karena kita
disini semua tahu bahwa allah tidak akan menjerumuskan hambanya kedalam hal yang
tak berguna sudah sepatutnya lah kita bersyukur dan mengucapkan
“ALHAMDULILLAH” disaat kita mendapatkan rejeki atau karunia dari ALLAH
SWT
DAFTAR PUSTAKA
HTTP://WWW.HADINUR.COM/CATATAN/2008/08/09/MAKNA-KEHIDUPAN-DAN-
TEOLOGI-TAKDIR/
HTTP://LAM-ALIF.COM/SHOWTHREAD.PHP/173-MAKNA-SEBUAH-TAKDIR
HTTP://MS.WIKIPEDIA.ORG/WIKI/MAKNA_HIDUP
HTTP://MADRASAHMASSAHAR.BLOGSPOT.COM/2010/03/TAKDIR-DALAM-
PENGERTIAN-ISLAM.HTML
HTTP://ID.WIKIPEDIA.ORG/WIKI/TAKDIR
HTTP://CGEDUNTUKSEMUA.BLOGSPOT.COM/2012/03/MAKALAH-KONSEP-
TAKDIR-DAN-IKHTIAR-DALAM.HTML
HTTP://ILHAMFONNA.BLOGSPOT.COM/2012/02/ALLAH-TIDAK-AKAN-
MERUBAH-NASIB-SUATU.HTML
HTTP://MS.WIKIPEDIA.ORG/WIKI/MAKNA_HIDUP