Click here to load reader
View
284
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALALAH NIFAS DAN PERAWATAN BAYI DALAM DUSUT
PANDANG ISLAM
Kelompok :
1. MananAbidin
2. Mila Kurnia Sari
3. Nihayatun Nikmah
4. Oney Oktaviana
STIKES HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan. Baik darah
itu keluar bersamaan ketika proses melahirkan, sesudah atau sebelum melahirkan,
yang disertai dengan dirasakannya tanda-tanda akan melahirkan, seperti rasa sakit,
dan lain-lain.
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama 6-8 minggu. Periode nifas merupakan masa kritis bagi ibu, diperkirakan 60
% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan yang mana 50% dari
kematian ibu tersebut terjadi 24 jam pertama setelah persalinan dan ada suatu hal
yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama masa nifas, termasuk beribadah,
bersetubuh dengan suami dan lain- lain. Untuk itu perawatan saat masa nifas
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
Perawatan masa nifas mencakup berbagai aspek mulai dari pengaturan
dalam kesehatan, anjuran untuk kebersihan, menghindari hal-hal yang tidak
diperbolehkan. Selain perawatan nifas dengan memanfaatkan sistem pelayanan
biomedical ada juga ditemukan sejumlah pengethun dan perilaku budaya dalam
perawatan masa nifas.
II. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian nifas?
2. Apakah ketentuan hukum nifas?
3. Apakah naqa’ dalam 60 hari?
4. Bagaimanakah mandi nifas?
5. Bagaimana perawatan bayi baru lahir?
III. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui masalah nifas.
2. Untuk mengetahui ketentuan hukum nifas.
3. Untuk mengetahui cara mandi setelah selesai nifas.
4. Untuk mengetahui cara merawat bayi baru lahir
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan. Baik darah
itu keluar bersamaan ketika proses melahirkan, sesudah atau sebelum
melahirkan, yang disertai dengan dirasakannya tanda-tanda akan melahirkan,
seperti rasa sakit, dan lain- lain. Rasa sakit yang dimaksud adalah rasa sakit
yang kemudian diikuti dengan kelahiran. Jika darah yang keluar tidak disertai
rasa sakit, atau disertai rasa sakit tapi tidak diikuti dengan proses kelahiran
bayi, maka itu bukan darah nifas.
Selain itu, darah yang keluar dari rahim baru disebut dengan nifas jika
wanita tersebut melahirkan bayi yang sudah berbentuk manusia. Jika seorang
wanita mengalami keguguran dan ketika dikeluarkan janinnya belum berwujud
manusia, maka darah yang keluar itu bukan darah nifas. Darah tersebut
dihukumi sebagai darah penyakit (istihadhah) yang tidak menghalangi dari
shalat, puasa dan ibadah lainnya.
Perlu kita ketahui bahwa waktu tersingkat janin berwujud manusia adalah
delapan puluh hari dimulai dari hari pertama hamil. Dan sebagian ilan
mengatasi sembilan puluh hari. Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud
sradhiyallahu ‘anhu ,bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberitahukan kepada kami, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
orang yang benar dan yang mendapat berita yang benar, “Sesungguhnya
seseorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama
40 hari dalam bentuk nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah seperti itu pula,
kemudian menjadi mudhghah seperti itu pula.
Kemudian seorang malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di
dalamnya, dan diperintahkan kepadanya untuk menulis empat hal, yaitu
menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Menurut Ibnu Taimiyah, “Manakala seorang wanita mendapati darah yang
disertai rasa sakit sebelum masa (minimal) itu, maka tidak dianggap sebagai
nifas. Namun jika sesudah masa minimal, maka ia tidak shalat dan puasa.
Kemudian apabila sesudah kelahiran ternyata tidak sesuai dengan kenyataan
(bayi belum berbentuk manusia-pen) maka ia segera kembali mengerjakan
kewajiban. Tetapi kalau ternyata demikian (bayi sudah berbentuk manusia-
pen), tetap berlaku hukum menurut kenyataan sehingga tidak perlu kembali
mengerjakan kewajiban.” (Kitab Syarhul Iqna’).
2. Ketentuan Hukum Nifas
Darah yang keluar setelah melahirkan bisa dihukumi nifas jika sudah
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Jarak antara keluarnya darah dan usai melahirkan tidak melampauhi 15 hari.
Jadi apabila darah keluar pada jarak 20 hari dari usai melahirkan misalnya,
maka darah tersebut bukan darah nifas, tetapi mungkin darah haidl apabila
memenuhi ketentuan-ketentuan hukum haidl dan jika tidak memenuhi, maka
berarti darah istihadlah/rusak.
2. Adanya darah tidak melampaui masa 60 hari terhitung dari usia melahirkan.
Sebab jika melewati masa 60 hari dengan tanpa adanya masa suci yang
memisah walaupun sebentar, maka yang demikian tadi termasuk masalah
istihadlah dalam nifas.
3. Naqa’ dalam Masa 60 hari
Naqa’ – tidak keluar darah – di dalam masa 60 hari kejadiannya ada beberapa
kemungkinan yang kesemuanya berakibat pada hukum yang berbeda-beda,
yaitu:
1. Naqa’ berada diantara usai melahirkan dan datangnya darah. Apabila
datangnya darah pada jarak kurang dari 15 hari sejak usai melahirkan, maka
darah tadi dinamakan nifas dan masa naqa’ tersebut hukumnya suci, namun
termasuk dalam hitungan masa nifas. Misalnya:
2. Naqa’ berada diantara dua darah. Dalam hal ini apabila masa naqa’ tidak
mencapai 15 hari, maka kedua darah sebelum dan sesudah naqa’ hukumnya
satu yaitu nifas, demikian pula masa naqa’ itu sendiri hukumnya juga nifas.
Misalnya:
Namun jika masa naqa’ antara dua darah mencapai 15 hari atau bahkan
lebih, maka darah yang sesudah naqa’ adalah haidl jika memenuhi
ketentuan-ketentuan hukum haidl, dan jika tidak maka sebagai darah
rusak/istihadlah. Misalnya:
Perhatian:
1. Apabila nifas mencapai batas paling lama 60 hari lalu suci kemudian darah
keluar lagi, maka darah yang kedua ini adalah haidl jika memenuhi
ketentuan-ketentuan hukum haidl dan jika tidak, maka adalah darah
rusak/istihadlah. Sebab masa suci yang memisah antara nifas paling lama
dan haidl itu tidak harus mencapai 15 hari, tetapi asal ada masa suci yang
memisah walaupun sebentar. Misalnya:
2. Dalam nifas ada istilah ‘adadan dan hukman. Yang dimaksud nifas ‘adadan
ialah masa naqa’ yang tidak mencapai 15 hari yang terjadi antara usai
melahirkan dan datangnya darah. Di dalam hal ini masa naqa’ dihitung
sebagai masa nifas, namun tidak berlaku hukum nifas, akan tetapi
hukumnya suci. Sedang yang dimaksud nifas hukman adalah masa
keluarnya darah atau masa naqa’ d iantara dua darah yang tidak mencapai 15
hari. Jadi nifas ‘adadan bukan nifas hukman karena hukumnya suci, sedang
nifas hukman pasti ‘adadan dan hukumnya nifas.
4. Mandi Nifas
Mandi karena nifas tidaklah berbeda dengan mandi karena haid, sebab
keduanya sama-sama termasuk hadats besar. Ada satu hal yang perlu
diperhatikan yaitu mandi karena melahirkan. Mandi karena melahirkan dan
karena nifas adalah sama-sama wajib hukumnya, hanya saja penyebabnya yang
berbeda, yaitu yang satu melahirkan dan yang lainnya nifas. Semestinya kedua
mandi ini pelaksanaannya juga berbeda, akan tetapi pada kenyataannya
tidaklah harus demikian. Sebab dalam hal ini masih harus melihat waktu kapan
datangnya nifas. Apabila darah nifas keluarnya persis usai melahirkan atau ada
jarak atau masa naqa’ yang memisah namun terjadi di luar waktu shalat, maka
mandi karena melahirkan dilaksanakan pada saat nifas telah usai, sehingga
dalam hal ini satu kali mandi diniati dua sekaligus, yaitu karena melahirkan
dan nifas.
Sebaliknya apabila jarak (naqa’) yang memisah antara melahirkan dan
datangnya nifas berada di dalam waktunya shalat, maka mandi karena
melahirkan wajib dilaksanakan ketika itu pula, sebab yang bersangkutan (yang
melahirkan) saat itu berkewajiban melaksanakan shalat.
Sedang mandi nifasnya dilakukan pada saat sesudah usainya nifas.
I. Perkara-perkara yang diharamkan karena haid atau nifas, yaitu:
1. Shalat baik fardlu ataupun sunnah
2. Sujud syukur
3. Sujud tilawah
4. Thawaf (berputar mengelilingi ka’bah).
5. Puasa baik wajib maupun sunnah.
6. Berdiam di dalam masjid baik dengan niat I’tikaf atau tidak.
7. Membaca Al-Qur’an.
8. Menyentuh atau membawa mushaf.
9. Bersuci baik mandi atau wudlu.
10. Berhubungan badan antara suami istri.
11. Dicerai atau ditalak suami.
12. Bersenang-senang dengan suaminya pada bagian badan antara pusar
dan lutut.
II. Perkara-perkara yang diperbolehkan sesudah usainya haid atau nifas ketika
belum mandi, yaitu:
1. Puasa
2. Dicerai suami
3. Bersuci
4. Shalat bagi orang yang tidak mendapatkan air atau debu.
5. Perawatan Bayi Baru Lahir dalam Pandangan Islam
Tidak jauh berbeda dalam pandangan standar para ahli dan pakar perawata n
bayi dan anak.susuilah bayi selekasnya setelah di bersihkan karena air susu
pertama dari ibu mengandung kollostrum,yang sangat di butuhkan oleh
bayi,biasakan ucapkan basmalah saat menyusui. Selesai menyusui, selalu
usahakan untuk mendekap anak,di dada sebelah kiri.
Pada dada kiri ibu terletak jantung, hingga anak merasakan detak jantung
ibunya, sebagai stimulant rasa sayang dan ikatan bathin.
Sebenarnya tata cara atau perawatan bayi dalam islam tidak terlalu mengikat
dan baku. Yang terpenting/utama adalah mengenalkan Allah S.W.T pada
mereka sejak dini.
Kewajiban Pertama
1. Melakukan aqiqah Islam mengajarkan untuk melakukan aqiqah pada bayi yang baru lahir
sebagai perwujudan rasa syukur manusia atas pemberian anugerah dari Allah S.W.T berupa seorang anak tersebut. 2. Mencukur rambut bayi
Adalah bagian dari urutan kegiatan aqiqah setelah mencukur, kemudian rambut ditimbang dan dibalancekan dengan harga emas sesuai dengan berat
timbangan rambut cukuran tadi,yang kemudian uang dari harga emas tersebut di sedekahkan kepada fakir miskin. 3. Memberi nama
Sunah nabi muhammad saw adalah memberi anak dengan nama-nama yang baik. Bila lelaki disarankan untuk menggunakan nama Muhammad di awalnya,
ataupun boleh memakai nama-nama Allah SWT Sesuai asmaul husna namun dengan mencamtumkan abdul atau abdullah didepannya.
Catatan : Aqiqah dan mencukur di lakukan lebih cepat lebih baik namun bila anda
belum ada rezeki maka lakukanlah dalam kelipatan 9,sejak hari kelahiran bayi.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Nifas adalah darah yang keluar disebabkan oleh kelahiran anak. Hukum
yang berlaku pada nifas adalah sama seperti hukum haid, baik mengenai hal-hal
yang diperbolehkan, diharamkan, diwajibkan maupun di hapuskan. Karena nifas
adalah darah haid yang tertahan karena proses kehamilan. Takaran maksimal bagi
keluar darah nifas ini adalah 40 hari.
Seorang suami diharamkan untuk menyetubuhi istrinya selama dia masih
nifas. Apabila darah nifas seorang wanita telah terhenti maka dia wajib mandi,
sesuai dengan kesepakatan ulama umat ini sehingga wanita itu menjadi suci dari
nifasnya, setelah itu suami diperbolehkan untuk menyetubuhinya.
Wanita yang haid dan nifas haram melakukan shalat fardhu maupun sunnah
sebelum ia melakukan mandi wajib.
II. Saran
Untuk dosen mata kuliah agama Islam diharapkan dapat memberikan
bimbingan untuk tiap tenaga medis tentang cara islami menghadapi ibu yang
mengalami nifas.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&biw=1503&bih=601&q=nifas&aq=f
&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=9798f548f006646a
http://martynsavalas.blogspot.com/2010/12/tuntunan-agama-dalam-persetubuhan-dughbfan.html.