Upload
astari-adja
View
775
Download
60
Embed Size (px)
Citation preview
PROGRAM PASCA SARJANA UNIMED
Tugas Riset
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DI KELAS IV SD NEGERI 064036 MEDAN
OLEH :Kelompok 1
ERMANSYAH (8146182009)
RIDHA HUTAMI (8146182035)
TRI ASTARI (8146182041)
VIVI UVAIRA HASIBUAN (8146182043)
KELAS : B1 - DIKDAS
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN DASARUNIVERSITAS NEGERI MEDAN
20151
ABSTRAK
PENELITI. “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) di Kelas IV SD Negeri 064036 Medan”. Karya Ilmiah. Program Pasca Sarjana. Universitas Negeri Medan. 2015.
Telah dilakukan penelitian tentang penerapan matematika realistik untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pokok
bahasan Pembagian di kelas IV SD Negeri 064036 Medan tahun akademik 2014-
2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 hari pada bulan
Mei – Juni 2015 di SD Negeri 064036 Medan. Jenis penelitian ini adalah
eksperimen. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan
masalah adalah wawancara, dokumentasi, perangkat pembelajaran dan bahan ajar
serta tes hasil belajar. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dapat dilihat dari
perbandingan hasil pretes dan postes. Hasil pretes menujukkan skor rata-rata kelas
48,26 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 23,68 %. Pada hasil
post test rata-rata kelas mencapai 74,96 dengan persentase ketuntasan belajar
klasikal sebesar 73,68 %. Dengan demikian terjadi peningkatan pada persentase
ketuntasan belajar klasikal sebesar 50%.
Kata Kunci : Pembelajaran Matematika Realistik, Kemampuan Pemecahan Masalah.
2
KATA PENGANTAR
Bismillahhirramanirrahim,
Alhamdulillahirobbil`alamin peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT atas kehendak dan rahmat-Nya. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan riset mini ini dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) di Kelas IV SD Negeri 064036 Medan”. Penulisan riset ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Konsep Dasar Matematika.
Dalam menyelesaikan riset mini ini, peneliti mendapat bimbingan dan
pengarahan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan
ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah
Konsep Dasar Matematika yang telah memberikan ilmu tetang metode
pembelajaran matematika.
2. Bapak Lesmono, S. Pd selaku Kepala SD Negeri 064036 Medan yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SD Negeri
064036 Medan.
3. Ibu Desmi Sianturi, S. Pd selaku guru kelas IV yang telah banyak membantu
penulis dalam melaksanakan penelitian.
4. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Dasar Pasca Sarjana Kelas B1 Eksekutif
Universitas Negeri Medan.
Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang setimpal
dari Allah SWT. Amin. Dalam penulisan skripsi ini, masih banyak kelemahan dan
kekurangan, untuk itu peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak.
Medan, Juni 2015
Peneliti
3
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...............................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ............................................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................
3
C. Batasan Masalah ............................................................................................
3
D. Rumusan Masalah .........................................................................................
4
4
E. Tujuan Penelitian .........................................................................................
4
F. Manfaat Penelitian .......................................................................................
4
G. Defenisi Operasional ....................................................................................
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................
7
A. Kerangka Teoritis ..........................................................................................
7
1. Kemampuan Pemecahan Masalah .....................................................
7
2. Tinjauan Belajar dan Pembelajaran ...................................................
11
3. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) ......................................
16
B. Kajian Penelitian yang Relevan ....................................................................
32
C. Kerangka Konseptual ...................................................................................
33
D. Hipotesis Tindakan ........................................................................................
35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................
37
5
A. Jenis Penelitian ..............................................................................................
37
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................
37
C. Subjek dan Objek Penelitian .........................................................................
38....................................................................................................................
D. Pihak yang Terkait dalam Penelitian .............................................................
38
E. Instrumen Penelitian ......................................................................................
38
F. Prosedur Penelitian ........................................................................................
19
G. Teknik Pengumpulan Data ...........................................................................
19
H. Teknik Analisis Data .....................................................................................
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................
44
A. Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian .................................................
44
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
47
A. Simpulan .......................................................................................................
476
B. Saran ..............................................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA
7
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 2 : Lembar Aktivitas Siswa
Lampiran 3 : Soal Pretes
Lampiran 4 : Kunci Jawaban Soal Pretes
Lampiran 5 : Soal Postes
Lampiran 6 : Kunci Jawaban Soal Pretes
Lampiran 7 : Hasil Olahan Data Menggunakan Uji t
Lampiran 8 : Dokumentasi Mini Riset
Lampiran 9 : Surat Keterangan Melakukan Penelitian di SD Negeri 064036
Medan
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menghadapi banyak
permasalahan. Permasalahan-permasalahan itu tentu saja tidak semuanya
merupakan permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan yang
sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu (Suherman,
2003:65). Ini berarti bahwa matematika sangat diperlukan oleh setiap orang dalam
kehidupan sehari-hari untuk membantu memecahkan permasalahan. Oleh karena
itu, tidak salah jika pada bangku sekolah, matematika menjadi salah satu mata
pelajaran pokok yang diajarkan dari bangku taman kanak-kanak hingga perguruan
tinggi. Namun, pada kenyataannya masih ada sebagian siswa yang merasa
kesulitan dalam belajar matematika.
Orientasi pendidikan kita mempunyai ciri cenderung memperlakukan
siswa berstatus sebagai obyek, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi
keilmuan dan indoktriner, materi bersifat subject-oriented dan manajemen bersifat
sentralis. Orientasi pendidikan yang demikian menyebabkan praktik pendidikan
kita mengisolir diri dari kehidupan nyata yang ada di luar sekolah, kurang relevan
antara apa yang diajarkan di sekolah dengan kebutuhan pekerjaan, terlalu
terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak sejalan dengan
pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian.
Dengan demikian, tidak berlebihan kiranya apabila pemecahan masalah
seharusnya dikembangkan dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah-sekolah.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana kemampuan pemecahan masalah itu
dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Keterampilan
memecahkan masalah harus dimiliki oleh siswa dan ketrampilan ini akan dimiliki
siswa apabila guru mengajarkan dan menstimulus kemampuan siswa untuk dapat
menyelesaikan masalah dalam pembelajaran matematika. 9
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat
abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam
matematika (Sudharta, 2004). Rendahnya kemampuan matematika siswa
disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau
secara parsial dalam matematika. Selain itu, belajar matematika siswa belum
bermakna. Kenyataan ini masih belum sesuai dengan apa yang diinginkan dalam
Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yaitu agar siswa
memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh (Depdiknas, 2003:4).
Pembelajaran sejauh ini masih didominasi oleh guru, siswa kurang
dilibatkan sehingga terkesan monoton dan timbul kejenuhan pada siswa.
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah suatu teori dalam pendidikan
matematika yang dikembangkan pertama kali di negeri Belanda. Teori ini
berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika
harus di hubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa
sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses
matematisasi baik horizontal maupun vertikal. Dunia riil adalah segala sesuatu di
luar matematika. Ia bisa berupa mata pelajaran lain selain matematika atau bidang
ilmu yang berbeda dengan matematika atau pun kehidupan sehari-hari dan
lingkungan sekitar kita. Dunia riil diperlukan untuk mengembangkan situasi
kontekstual dalam menyusun materi kurikulum. Materi kurikulum yang berisi
rangkaian soal-soal kontekstual akan membantu proses pembelajaran yang
bermakna bagi siswa. Dalam PMR, proses belajar mempunyai peranan penting.
Rute belajar (learning route) dimana siswa mampu menemukan sendiri konsep
dan ide matematika, harus dipetakan, sebagai kesempatan kepada siswa untuk
memberikan kontribusi terhadap proses belajar mereka. Teori PMR sejalan
dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning, disingkat CTL).
Namun, baik pendekatan konstruktivis maupun CTL mewakili teori belajar secara
umum, PMR adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk
matematika.
10
Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi matematika kelas IV-A ,
ditemukan beberapa informasi bahwa siswa kelas IV-A sudah mempelajari materi
Pembagian dan kemampuan matematika mereka ternyata biasa-biasa saja.
Mencermati hal tersebut pemilihan pendekatan yang tepat sangat membantu
keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah tersebut yaitu melalui model
pembelajaran yang dapat mudah diterima oleh peserta didik dan berhubungan erat
dengan lingkungan sekitar yang bersifat kontekstual. Dalam hal ini, model
pembelajaran yang tepat itu ialah model Pembelajaran Matematika Realistik
(PMR).
Dari uraian tersebut, peneliti merasa perlu meneliti tentang “Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Melalui Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR) di Kelas IV SD Negeri 064036 Medan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Sebagian siswa masih merasa sulit belajar matematika.
2. Rendahnya kemampuan matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa
yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam
matematika.
3. Pembelajaran sejauh ini masih didominasi oleh guru, siswa kurang
dilibatkan sehingga terkesan monoton dan timbul kejenuhan pada siswa.
C. Batasan Masalah
Dengan adanya beberapa masalah yang teridentifikasi, maka perlu
dilakukan pembatasan masalah agar pengkajian penelitian ini dapat dilakukan
secara lebih terarah dan mempersempit deviasinya.
Berdasarkan permasalahan yang telah teridentifikasi maka dalam penelitian
ini pembatasan masalah tersebut adalah :
11
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
khususnya pada materi Pembagian melalui Pembelajaran Matematika
Realistik (PMR) di Kelas IV SD Negeri 064036.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat
diberikan beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi yang berupa rumusan masalah. Dalam penelitian ini
rumusan masalah yang diformulasikan akan diolah menggunakan statistik
kuantitatif. Rumusan masalah tersebut adalah :
1. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) di Kelas IV SD
Negeri 064036.
E. Tujuan Pembahasan
Dari rumusan masalah yang diberikan maka tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah penerapan Pembelajaran Matematika Realistik
(PMR) dapat meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah matematika
siswa pada pokok bahasan Pembagian di Kelas IV SD Negeri 064036
Medan.
2. Mengetahui penerapan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada
siswa dan guru matematika kelas Kelas IV SD Negeri 064036 Medan.
F. Manfaat Pembahasan
Adapun manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti
a. Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang pelaksanaan
pembelajaran dengan PMR.
12
b. Peneliti mampu mengidentifikasi kelemahan penyebab terhambatnya
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SD Negeri 064036
Medan.
c. Peneliti mampu mengetahui dan memahami bagaimana kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa SD Negeri 064036 Medan
ketika diterapkan pembelajaran dengan PMR.
2. Bagi guru
a. Dapat membantu tugas guru dalam meningkatkan kemampuan
pemecaham masalah siswa selama proses pembelajaran di kelas secara
efektif dan efisien.
b. Dapat memberikan masukan bagi guru, yaitu cara untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
c. Mempermudah guru melaksanakan pembelajaran.
3. Bagi siswa
a. Dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika yang dipelajari.
b. Siswa dapat membangun kemampuannya sendiri.
c. Pelaksanaan pembelajaran PMR diharapkan meningkatkan motivasi
dan daya tarik siswa terhadap mata pelajaran matematika.
4. Bagi sekolah
Secara tidak langsung akan membantu memperlancar proses belajar
mengaja
G. Defenisi Operasional
Berdasarkan judul penelitian diatas, ada beberapa istilah yang perlu untuk
dijelaskan secara operasional agar tidak terjadi penafsiran yang salah. Beberapa
istilah tersebut adalah kemampuan pemecahan masalah dan Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR).
1. Kemampuan pemecahan masalah adalah sebuah proses pada suatu situasi
yang diamati kemudian bila ditemukan adanya masalah dibuat
penyelesaiannya berdasarkan sistematika pemecahan masalah dengan cara
memahami masalah, membuat suatu rencana atau cara untuk 13
menyelesaikannya, melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa
kembali semua langkah yang telah ditentukan.
2. Pembelajaran matematika realistik (PMR) adalah sebuah pendekatan
belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok
ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri
Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal
(1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut
pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika
dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide
dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Karena
itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi
kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di
bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan
melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia nyata
diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti
kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun
dapat dianggap sebagai dunia nyata.
14
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerangka Teoritis
1. Kemampuan Pemecahan Masalah
Pengertian ‘masalah’ dapat berbeda antara satu pakar dengan pakar yang
lainnya dan juga antara satu guru dengan guru lainnya. Sebagian ahli pendidikan
matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus
dijawab atau direspon. Namun, mereka juga menyatakan bahwa tidak semua
pertanyaan otomatis akan menjadi masalah (Shadiq, 2005:38).
Suatu pertanyaan hanya disebut sebagai masalah bagi siswa jika dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a. Siswa memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal tersebut.
b. Siswa belum tahu algoritma/ cara pemecahan soal tersebut
c. Siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut.
d. Siswa diperkirakan mampu menyelesaikan soal tersebut.
(Suyitno, 2004: 35)
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup)
melakukan sesuatu, dengan imbuhan ke-an kata mampu menjadi kemampuan
yaitu berarti kesanggupan atau kecakapan. Pemecahan masalah adalah proses
menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru
yang belum dikenal (Wardhani, 2005:93). Jadi, kemampuan pemecahan masalah
adalah kecakapan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal.
Secara garis besar langkah-langkah pendekatan pemecahan masalah
mengacu kepada model empat-tahap pemecahan masalah yang diusulkan oleh
George Polya (dalam Aisyah) sebagai berikut:
a. Memahami masalah
15
Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu
siswa menetapkan apa yang diketahui pada permasalahan dan apa yang
ditanyakan. Beberapa pertanyaan perlu dimunculkan kepada siswa untuk
membantunya dalam memahami masalah ini. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut antara lain:
1). Apakah yang diketahui dari soal?
2). Apakah yang ditanyakan soal?
3). Apa saja informasi yang diperlukan?
4). Bagaimana akan menyelesaikan soal?
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, diharapkan siswa dapat lebih
mudah mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan soal.
Dalam hal ini, strategi mengidentifikasi informasi yang diinginkan,
diberikan, dan diperlukan akan sangat membantu siswa melaksanakan tahap
ini. Perhatikan contoh permasalahan berikut:
(14) ” Hasil bagi dua buah bilangan cacah adalah 5. Jika jumlah kedua
bilangan cacah adalah 36, tentukan kedua bilangan cacah tersebut.
Penyelesaian: Misalkan bilangan tersebut adalah a dan b.
Diketahui : a/b = 5
a + b = 36
Ditanya : a = . . . .?
b = . . . .?
b. Membuat rencana untuk menyelesaikan masalah
Pendekatan pemecahan masalah tidak akan berhasil tanpa perencanaan yang
baik. Dalam perencanaan pemecahan masalah, siswa diarahkan untuk dapat
mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk
menyelesaikan masalah. Dalam mengidentifikasi strategi-strategi
pemecahan masalah ini, hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah
apakah strategi tersebut berkaitan dengan permasalahan yang akan
dipecahkan. Untuk contoh permasalahan (14) di atas, strategi membuat
gambar atau tabel tentu tidak terkait dengan permasalahan yang akan
dipecahkan. Strategi yang kemungkinan saling tepat digunakan adalah
strategi bekerja mundur dan menggunakan kalimat terbuka.
16
c. Melaksanakan penyelesaian soal
Jika siswa telah memahami permasalahan dengan baik dan sudah
menentukan strategi pemecahannya, langkah selanjutnya adalah
melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan yang telah direncanakan.
Kemampuan siswa memahami substansi materi dan keterampilan siswa
melakukan perhitungan-perhitungan matematika akan sangat membantu
siswa untuk melaksanakan tahap ini. Perhatikan kembali contoh
penyelesaian permasalahan (14).
a/b = 5
a = 5b .
a + b = 36
5b + b = 36
6b = 36 .
b = 6
karena b = 6 maka a = 5 x 6 = 30
Jadi bilangan-bilangan tersebut adalah 30 dan 6.
d. Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh
Langkah memeriksa ulang jawaban yang diperoleh merupakan langkah
terakhir dari pendekatan pemecahan masalah matematika. Langkah ini
penting dilakukan untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah
sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanya.
Ada empat langkah penting yang dapat dijadikan pedoman untuk dalam
melaksanakan langkah ini, yaitu:
1). Mencocokkan hasil yang diperoleh dengan hal yang ditanyakan
2). Menginterpretasikan jawaban yang diperoleh
3). Mengidentifikasi adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian
masalah
4). Mengidentifikasi adakah jawaban atau hasil lain yang memenuhi.
Pada contoh penyelesaian permasalahan (14) di atas, hasil yang diperoleh
adalah bilangan 30 dan 6. Sedangkan unsur yang diketahui adalah a/b = 5.
17
Jika bilangan-bilangan 30 dan 6 kita gantikan ke a/b=5. Kita dapatkan
bahwa 30/6 = 5 bernilai benar. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang kita
peroleh sudah sesuai dengan yang diketahui.
Mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah memungkinkan siswa untuk
menjadi lebih analitis di dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan.
Dengan kata lain bila seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah siswa
itu mampu mengambil keputusan sebab siswa itu menjadi mempunyai
keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan,
menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil
yang telah diperolehnya.
Adapun mengenai penskoran pada kemampuan pemecahan masalah, mengadopsi
penskoran pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Schoem dan Ochmke (dalam
Harini, 2006:24) seperti terlihat pada tabel berikut:
Skor Memahami
Masalah
Merencanakan
Strategi
Penyelesaian
Melaksanakan
Strategi
Penyelesaian
Memeriksa
Kembali
Hasil
0 Salah
menginterpretasikan
/ tidak memahami
soal/tidak ada
jawaban
Tidak ada
rencana strategi
penyelesaian
Tidak ada
penyelesaian sama
sekali
Tidak ada
pengecekan
jawaban/hasil
1 Interpretasi soal
kurang tepat/salah
menginterpretasikan
sebagian
soal/mengabaikan
kondisional
Merencanakan
strategi
penyelesaian
yang tidak
relevan
Melaksanakan
prosedur yang
benar&mungkin
menghasilkan
jawaban yang
benar tapi salah
perhitungan/penyel
esaian tidak
lengkap
Ada
pengecekan
jawaban/hasil
tidak tuntas
2 Memahami soal Membuat Melakukan Pengecekan
18
dengan baik rencana stratgi
penyelesaian yg
kurang relevan
shg tidak dapat
dilaksanakan/
salah
prosedur/proses yg
benar &
mendapatkan hasil
yang benar
dilaksanakan
untuk melihat
kebenaran
proses
3 Membuat
rencana strategi
penyelesaian
tapi tidak
lengkap
4 Membuat
rencana strategi
penyelesaian
yang benar dan
mengarah pada
jawaban yang
benar
Skor maksimal Skor maksimal Skor maksimal Skor
maksimal
2 4 2 2
Schoem dan Ochmke (dalam Harini, 2006:24)
2. Tinjauan Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam
pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (W.S. Winkel dalam
Darsono, 2000:4). Peristiwa belajar dapat terjadi pada saat manusia mampu
mengolah stimulus dan meresponnya dengan baik dan tidak sepotong-potong
19
sehingga ia benar-benar memahaminya. Secara umum belajar dapat diartikan
sebagai terjadinya perubahan pada diri seseorang yang belajar karena pengalaman.
Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, kompetensi, minat bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar
terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antarsiswa (Suyitno,
2004:2). Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata
pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada siswanya, yang di
dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan
terhadap kemampuan, kompetensi, minat bakat, dan kebutuhan siswa yang
beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antarsiswa
(Suyitno, 2004:2). Dengan kata lain, suatu proses pembelajaran dikatakan sukses
apabila seorang guru dan sejumlah siswa mampu melakukan interaksi
komunikatif terhadap berbagai persoalan pembelajaran di kelas dengan cara
melibatkan siswa sebagai komponen utamanya. Akan tetapi untuk mewujudkan
hal tersebut perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pembelajaran antara lain : kondisi internal siswa, kondisi pembelajaran dan
kondisi inovatif-eksploratif.
Teori belajar yang mendukung antara lain:
a. Teori belajar Piaget
Piaget (dalam Aisyah) membedakan perkembangan kognitif seorang anak
menjadi empat taraf, yaitu (1) taraf sensori motor, (2) taraf pra-operasional, (3)
taraf operasional konkrit, dan (4) taraf operasional formal. Walaupun ada
perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan, tetapi teori Piaget
mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan
yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda.
Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung seberapa jauh anak
memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungan. Prinsip-prinsip Piaget
dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan
pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan
pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta peranan guru
sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa
20
dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar. Implikasi teori kognitif Piaget
pada pendidikan adalah sebagai berikut:
1). Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak
sekedar kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus
memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban
tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan
dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan hanya jika guru penuh
perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada
kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi
memberikan pengalaman yang dimaksud.
2). Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan
aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa
pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) tidak mendapat
tekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu
melalui interaksi spontan dengan lingkungan. Oleh karena itu, selain
mengajar secara klasik, guru mempersiapkan beranekaragam kegiatan
secara langsung dengan dunia fisik.
3). Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh
dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu harus
melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari
individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa
daripada aktivitas dalam bentuk klasikal. Hal ini sesuai dengan pendekatan
konstruktivis dalam pembelajaran khas menerapkan pembelajaran
kooperatif secara ekstensif.
b. Teori belajar Bruner
Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard,
Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi
dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan
berfikir. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai
pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar
21
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan
hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses
perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima
dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Suherman, 2003:37).
Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan
penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual
dan lain-lain. Informasi ini mungkin bersifat penghalusan dari informasi
sebelumnya yang telah dimiliki. Sedangkan proses transformasi pengetahuan
merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah
diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis,
diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat
dimanfaatkan. Menurut Bruner (dalam Suherman, 2003:43) belajar matematika
adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang
terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-
konsep dan struktur-struktur matematika itu. Siswa harus dapat menemukan
keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan
keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam
belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur
yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami
materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang
mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan
diingat anak.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).
Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk
menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran,
sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti
komputer, alat peraga, atau media lainnya. Bruner, melalui teorinya itu,
mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan
memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan
dapat diotak-atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika. Dengan
22
demikian agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak
dalam mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika),
maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap
perkembangan kognitif/ pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat
diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Menurut Bruner
(dalam Aisyah), proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang
berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu
dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu:
1). Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara
langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap
ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari
secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau
menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa
menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari
berbuat atau melakukan sesuatu.
2). Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran
internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-
gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang
merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak
langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap
enaktif. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan
di mana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk
bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang
menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada
tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir.
Kemudian seseorang mencapai masa transisi dan menggunakan penyajian
ikonik yang didasarkan pada pengindraan kepenyajian simbolik yang
didasarkan pada berpikir abstrak.
3). Tahap Simbolis
23
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi
simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi
terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada
tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan
terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran
direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols),
yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-
orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal
(misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang
matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Sebagai contoh,
dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan
terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan
menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 3 kelereng
dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng
semuanya ini merupakan tahap enaktif). Kemudian, kegiatan belajar
dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3
kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian
dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar
atau diagram tersebut merupakan tahap yang kedua ikonik, siswa bisa
melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual
(visual imagenary) dari kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu
tahap simbolis, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan
menggunakan lambang-lambang bilangan, yaitu: 3 + 2 = 5.
3. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
Kata ‘realistik’ merujuk pada pendekatan pembelajaran dalam pendidikan
matematika yang telah dikembangkan di Belanda selama kurang lebih 33 tahun
(dimulai tahun 1971). Kata tersebut diambil dari klasifikasi yang dikemukakan
Teffers (Streefland, 1991: 32) yang membedakan pendekatan pembelajaran dalam
pendidikan matematika yaitu mechanistic, empiristic, strukturalistik, dan realistik.
Pendekatan Matematika Realistik mengacu pada pendapat Freudenthal
(Gravenmeijer, 1994) yang mengatakan bahwa matematika merupakan suatu
24
bentuk aktivitas manusia. Menurut Freudenthal matematika sebaiknya tidak
diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan
sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep matematika.
Freudenthal mengenalkan istilah “guided reinvention” sebagai proses yang
dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep matematika
dengan bimbingan guru. Selain itu, (Freudenthal, 1991) tidak menempatkan
matematika sekolah sebagai suatu sistem tertutup (closed system) melainkan
sebagai suatu aktivitas yang disebut matematisasi.
Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan
matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali
ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.
Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus
diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di
bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui
penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia nyata diartikan sebagai
segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari,
lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia
nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk
menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan
matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses
mematematikakan dunia nyata (Sudharta, 2004).
Zulkardi (2002), mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik sebagai
berikut:
PMR adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi
siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’,
berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas
sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai
kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann
matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun
kelompok.
PMR berdasarkan ide bahwa mathematics as human activity dan
mathematics must be connected to reality, sehingga pembelajaran matematika 25
diharapkan bertolak dari masalah-masalah kontekstual. Teori ini telah diadopsi
dan diadaptasi oleh banyak negara maju seperti Inggris, Jerman, Denmark,
Spanyol, Portugal, Afrika Selatan, Brazil, USA dan Jepang. Salah satu hasil
positif yang dipcapai oleh Belanda dan negara-negara tersebut bahwa prestasi
siswa meningkat, baik secara nasional maupun internasional.
Dua pandangan penting Freudenthal (dalam Hartono) tentang PMR adalah:
a. mathematics as human activity, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk
belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam
matematika,dan
b. mathematics must be connected to reality, sehingga matematika harus dekat
terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari.
Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana
meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya
nalar. PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut :
Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang
mempengaruhi belajar selanjutnya;
Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu
untuk dirinya sendiri;
Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi,penghalusan, penyusunan kembali, dan
penolakan;
Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari
seperangkat ragam pengalaman; setiap siswa tanpa memandang ras, budaya
dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.
Konsepsi tentang guru sebagai berikut:
Guru hanya sebagai fasilitator belajar;
Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;
Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif
menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa
dalam menafsirkan persoalan riil;
26
Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum,
melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun
sosial (Hartono).
Implementasi pembelajaran matematika realistik dalam pembelajaran di kelas
tidak dapat dilepaskan dari berbagai karakteristik dan prinsip-prinsip yang
mendasari model pembelajaran ini. Oleh karena itu, sebelum
mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik, guru harus memahami
dengan sungguh-sungguh berbagai karakteristik dan prinsip-prinsip tersebut.
1. Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
Prinsip utama dalam PMR adalah sebagai berikut (Gravemeijer, 1994:90):
1. Guided Reinvention dan progressive mathematization (Penemuan kembali
terbimbing dan matematisasi progresif)
Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran matematika
perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan
sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru. Seperti
yangdikemukakan oleh Hans Freudenthal bahwa matematika merupakan
aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian, ketika
siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi
proses matematisasi. Terdapat dua macam proses matematisasi, yaitu
matematisasihorizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal
merupakan proses penalaran dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol
matematika.Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses penalaran
yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya : penemuan
cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-konsep matematis atau
menerapkan rumus-rumus matematika.
2. Didactial phenomenology (Fenomenologi Didaktis)
Yang dimaksud fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam
mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait
dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang
mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalah
masalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah nyata. Dalam hal ini
siswa mendapatkan gambaran matematika formal melalui proses generalisasi dan 27
formalisasi prosedur penyelesaian masalah pada suatu situasi. Fenomenologi ini
diharapkan dapat menemukan situasi masalah yang mana pendekatan suatu situasi
dapat digeneralisasi.Selain itu juga diharapkan dapat menemukan situasi yang
dapat menimbulkan paradigma prosedur penyelesaian yang dapat diambil sebagai
dasar bagi matematika formal.Oleh karena itu, siswa perlu memulai dari masalah
(fenomena) kontekstual yaitu masalah kehidupan sehari-hari.
3. Self developed models (Mengembangkan model sendiri)
Yang dimaksud mengembangkan model adalah dalam mempelajari
konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan
matematika, dengan melalui masalah-masalah konteksual, siswa perlu
mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah
tersebut. Model-model atau cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai wahana
untuk mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling
dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang lebih formal. Jadi dalam
pembelajaran guru tidak memberikan informasi atau menjelaskan tentang cara
penyelesaian masalah, tetapi siswa sendiri yang menemukan penyelesaian
tersebut dengan cara mereka sendiri.
Sedangkan Van den Heuvel-Panhuizen (1996) merumuskan prinsip PMR
sebagai berikut:
a. Prinsip aktivitas, yaitu bahwa matematika adalah aktivitas manusia. Si
pebelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran
matematika. Si pebelajar bukan insan yang pasif menerima apa yang
disampaikan oleh guru, tetapi aktif baik secara fisik, teristimewa secara mental
mengolah dan menganalisis informasi, mengkonstruksi pengetahuan
matematika.
b. Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogianya dimulai dengan masalah-
masalah yang realistik bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan oleh siswa.
Masalah yang realistik lebih menarik bagi siswa dari masalah-masalah
matematis formal tanpa makna. Jika pembelajaran dimulai dengan masalah
yang bermakna bagi mereka, siswa akan tertarik untuk belajar. Secara gradual
siswa kemudian dibimbing ke masalah-masalah matematis formal.
28
c. Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematia siswa melewati berbagai
jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah
kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh
insight tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi
suatu masalah matematis secara formal. Model bertindak sebagai jembatan
antara yang informal dan yang formal. Model yang semula merupakan model
suatu situasi berubah melalui abtraksi dan generalisasi menjadi model untuk
semua masalah lain yang ekuivalen.
d. Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan
dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin
satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu
secaa lebih baik. Konsep matematika adalah relasi-relasi. Secara psikologis,
hal-hal yang berkaitan akan lebih mudah dipahami dan dipanggil kembali dari
ingatan jangka panjang daripada hal-hal yang terpisah tanpa kaitan satu sama
lain.
e. Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagi aktifitas sosial. Kepada
siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya
menyelesai-kan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan
menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan hal itu
serta menanggapinya. Melalui diskusi, pemahaman siswa tentang suatu
masalah atau konsep menjadi lebih mendalam dan siswa terdorong untuk
melakukan refleksi yang memungkinkan dia menemukan insight untuk
memperbaiki strateginya atau menemukan solusi suatu masalah.
f. Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberikan kesempatan untuk
“menemukan kembali (re-invent)” pengetahuan matematika‘terbimbing’.
Guru menciptakan kondisi belajar yangmemungkinkan siswa mengkonstruk
pengetahuan matematika mereka.
2. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
29
Karakteristik PMR adalah menggunakan konteks ‘dunia nyata’ ,model-
model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment).
(Treeffers dalam Sudharta, 2004).
1. Menggunakan konteks ‘dunia nyata’
Gambar berikut menunjukan dua proses matematisasi yang berupa siklus
di mana ‘dunia nyata’ tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga
sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.
Dunia Nyata
Matematisasi dalam aplikasi Matematisasi dan refleksi
Aplikasi dan Formalisasi
Gambar 1. Konsep Matematisasi (De Lange dalam Sudharta, 2004)
Dalam PMR, pembelajaran diawali dengan masalah konstekstual (‘dunia
nyata’), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya
secara langsung. Proses penyaringan (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi
nyata dinyatakan oleh De Lange (dalam Sudharta, 2004) sebagai matematisasi
konseptual.
Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang
lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matemika
ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk
menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari
perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of
everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Cinzia
Bonotto dalam Sudharta, 2004).
2. Menggunakan model-model (matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang
dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed
models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau
dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model
30
sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat
dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan Formalisasi model tersebut akan
berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematika
model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya,
akan menjadi model matematik formal.
3. Menggunakan produksi dan konstruksi
Streefland (dalam Sudharta, 2004) menekankan bahwa dengan pembuatan
“produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang
mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang
berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi
dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi
pengetahuan matematika formal.
4. Menggunakan Interaktif
Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam
PMR. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk
mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
5. Menggunakan Keterkaitan (intertwinment)
Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial jika
dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka
akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika,
biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya
aritmatika, aljabar atau geometri tetapi juga bidang lain.
Kelima karakteristik tersebut akan dilihat pada aktivitas yang dilakukan oleh guru
maupun siswa. Secara umum implementasi pembelajaran matematika realistik di
kelas dilakukan dengan:
a. Memulai pembelajaran dengan masalah kontekstual yang diambil dari dunia
nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata
bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai
dengan pengalaman mereka.
b. Menjembatani dunia abstak dan nyata dengan model. Model harus sesuai
dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat 31
berupa keadaan atau situasi nyata kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal
atau bangunanbangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula
berupa alat peraga yang dibuat dari sekitar siswa.
c. Memberi keleluasaan siswa menggunakan strategi, bahasa, atau simbol
mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa
memiliki kebebasan mengekspresikan hasil kerja dalam menyelesaikan
masalah nyata yang diberikan guru.
d. Membangun proses pembelajaran yang interaktif. Interaksi baik antara guru
dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting
dalam pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan
bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta
mengevaluasi pekerjaan.
e. Menghubungkan bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain,
dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang
saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.
Dengan mencermati karakteristik PMR, pengertian PMR dibatasi
penentuan masalah kontekstual dan lingkungan yang pernah dialami siswa dalam
kehidupan sehari-hari agar siswa mudah memahami pelajaran matematika
sehingga mudah mencapai tujuan.
Menurut Sudharta (2004), dalam pengajaran matematika realistik,
dibutuhkan upaya:
1. Penemuan kembali terbimbing dan matematisasi progresif, artinya
pembelajaran matematika realistik harus diberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk mengalami sendiri proses penemuan matematika.
2. Fenomena didaktik, artinya pembentukan situasi dalam pemecahan
masalah matematika realistic harus menetapkan aspek aplikasi dan
mempertimbangkan pengaruh proses dari matematisasi progresif.
3. Mengembangkan model-model sendiri, artinya pemecahan masalah
matematika realistik harus mampu dijembatani melalui pengembangan model-
model yang diciptakan sendiri oleh siswa dari yang konkrit menuju situasi
32
abstrak, atau model yang diciptakan sendiri oleh siswa untuk memecahkan
masalah, dapat menciptakan kreasi dalam kepribadian siswa melalui aktifitas
di bawah bimbingan guru.
3. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan PMR dapat digambarkan
sebagai berikut (Sudharta, 2004):
Berdasarkan gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa pembelajaran
matematika realistik diawali dengan fenomena yang ada di dalam dunia nyata,
kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali
dan mengkonstruksi dalam model matematika kemudian membuat jawaban atas
model matematika tersebut. Setelah itu diaplikasikan dalam masalah sehari-hari
atau dalam bidang lain.
Dalam pembelajaran, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih
dahulu siswa dibawa ke ‘situasi informal’, misalnya pembelajaran pecahan dapat
diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue)
sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep
matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami
pembagian menjadi bagian yang sama, baru dikenalkan istilah pecahan. Ini sangat
berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan PMR) di mana siswa sejak
awal sudah dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.
Jadi, Pembelajaran matematika realistik diawali dengan fenomena,
kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali
dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah
33
Dunia Nyata
Masalah Konkrit
Dunia
Model Matematika
Jawaban Atas Masalah Jawaban Model
sehari-hari atau dalam bidang lain. Jika digambarkan dalam bagan, sebagai
berikut:
Berdasarkan uraian tersebut langkah-langkah pembelajaran matematika
dengan PMR yang akan diterapkan dalam RPP adalah sebagai berikut:
Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dalam kehidupan sehari-hari
dan diminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Pada tahap ini karakteristik
pembelajaran matematika realistik tergolong dalam langkah ini adalah
menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai starting point dalam
pembelajaran untuk menuju ke amtematika formal sampai pentukan konsep.
Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual
Jika situasi siswa dalam menyelesaikan masalah, maka guru menjelaskan
situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau
berupa saran seperlunya (bersifat terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang
belum dipahami oleh siswa, penjelasan hanya sampai siswa mengerti maksud
soal. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik yang keempat yaitu adanya
interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.
Langkah 3: Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara
mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan.
34
Pengaplikasian Konsep
Penguasaan Konsep
Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal dalam tingkat
kesulitan yang berbeda. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah
dengan cara mereka sendiri berupa pemberian petunjuk atau pertanyaan seperti,
bagaimana kamu tahu itu, bagaimana mendapatkannya, mengapa kamu berfikir
demikian dan lain-lain atau berupa saran. Pada tahap ini, beberapa dari prinsip
pembelajaran matematika realistik akan muncul dalam langkah ini, mislanya
prinsip self developed mpdels. Sedangkan karakteristik pada pembelajran
matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik kedua
yaitu menggunakan model.
Langkah 4: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban soal secara berkelompok, untuk
selanjutnya dibandingkan (memeriksa, memperbaiki) dan didiskusikan di dalam
kelas. Sementara di tahap ini sebagai ajang melatih siswa mengeluarkan ide dari
kontribusi siswa di dalam berinteraksi anatara siswa dengan siswa, siswa dengan
guru dan siswa dengan pra-sarana untuk mengoptimalkan pembelajaran. Pada
tahap ini karakteristik pembelajaran matematika dalam realistik yang tergolong
dalam langkah ini adalah karakteristik ketiga dan keempat yaitu menggunakan
kontribusi siswa dan terdapat interaksi antara siswa yang satu dengan siswa yang
lain.
Langkah 5: Meyimpulkan
Dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
suatu konsep dasar atau prosedur. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran
matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah adanya interaksi
antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.
4. Implementasi pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran
matematika realistik, misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di
sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan pecahan kepada siswa sebaiknya
pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bilangan yang
sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk
35
yang sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa
benar-benar memahami pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi
bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Pembelajaran ini sangat
berbeda dengan pembelajaran bukan matematika realistik dimana siswa sejak
awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.
Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat
memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan
guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika.
Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
5. Kaitan Antara Pembelajaran Matematik Realistik dengan Pengertian
Kalau kita perhatikan para guru dalam mengajarkan matematika senantiasa
terlontar kata “bagaimana, apa mengerti?” siswa pun buru-buru menjawab
mengerti. Siswa sering mengeluh, seperti berikut,”pak…pada saat di kelas saya
mengerti penjelasan bapak,tetapi begitu sampai dirumah saya lupa,”atau” pak…
pada saat dikelas saya mengerti contoh yang bapak berikan, tetapi saya tidak bisa
menyelesaikan soal-soal latihan”.
Apa yang dialami oleh siswa pada ilustrasi diatas menunjukkan bahwa
siswa belum mengerti atau belum mempunyai pengetahuan konseptual. Siswa
yang mengerti konsep dapat menemukan kembali konsep yang mereka lupakan.
Mitzell (1982) mengatakan bahwa, hasil belajar siswa secara langsung
dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan faktor internal. Pengalaman belajar siswa
dipengaruhi oleh unjuk kerja guru. Bila siswa dalam belajarnya bermakna atau
terjadi kaitan antara informasi baru dengan jaringan representasi, maka siswa akan
mendapatkan suatu pengertian. Mengembangkan pengertian merupakan tujuan
pengajaran matematika. Karena tanpa pengertian orang tidak dapat
mengaplikasikan prosedur, konsep, ataupun proses. Dengan kata lain, matematika
dimengerti bila representasi mental adalah bagian dari jaringan representasi
(Hieber dan carpenter,1992). Matematika bukan hanya dimengerti tapi harus
benar-benar memahami persoalan yang sedang dihadapi. Umumnya sejak anak-
anak orang telah mengenal ide matematika. Melalui pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari mereka mengembangkan ide-ide yang lebih kompleks, misalnya
36
tentang bilangan, pola, bentuk, data, ukuran,dan sebagainya. Anak sebelum
sekolah belajar ide matematika secara alamiah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
datang kesekolah bukanlah dengan kepala “kosong” yang siap diisi dengan apa
saja. Pembelajaran disekolah akan lebih bermakna bila guru mengaitkan dengan
apa yang telah diketahui anak. Pengertian siswa tentang ide matematika dapat
dibangun melalui sekolah, jika mereka secara aktif mengaitkan dengan
pengetahuan mereka. Hanna dan yackel (NCTM, 2000) mengatakan bahwa
belajar dengan pengertian dapat ditingkatkan melalui interaksi kelas dan interaksi
sosial dapat digunakan untuk memperkenalkan keterkaitan di antara ide-ide dan
mengorganisasikan pengetahuan kembali. Dalam pembelajaran guru haruslah
berinteraksi dengan siswa, agar siswa lebih mudah memahami apa yang telah
diajarkan, tentunya dalam pembelajaran harus dikaitkan dengan kehidupan nyata
untuk memudahkan siswa dalam belajar.
Pembelajaran matematika realistik memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan kembali dan memahami konsep-konsep matematika
berdasarkan pada masalah realistik yang diberikan oleh guru. Situasi realistik
dalam masalah memungkinkan siswa menggunkan cara-cara informal untuk
menyelesaikan masalah. Cara-cara informal siswa yang merupakan produksi
siswa memegang peranan penting dalam penemuan kembali dan memahami
konsep. Hal ini berarti informasi yang diberikan kepada siswa telah dikaitkan
dengan skema anak. Melalui interaksi kelas keterkaitan skema anak akan menjadi
lebih kuat. Dengan demikian, pembelajaran matematika realistik akan mempunyai
kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.
6. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Matematika Realistik
(PMR)
Menurut Suwarsono (2001: 5) terdapat beberapa kelebihan dari
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) anatara lain:
1. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari – hari
(kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi
manusia.
37
2. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut
pakar dalam bidang tersebut.
3. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa cara penyelesaian suatu masalah tidak harus tunggal dan tidak
harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang
bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut.
Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan
cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang
paling tepat, sesuai dengan tujuan dan proses penyelesaian soal atau
masalah tersebut.
4. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan
sesuatu yang utama, dan untuk mempelajari matematika orang harus
menjalani prose situ dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-
konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tau
(misalnya guru).
Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat
muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya.
Kesulitan-kesulitan tersebut dapat juga dikatakan kelemahan dari PMR. Menurut
Suwarsono terdapat beberapa kelemahan PMR, yaitu:
1. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan yang sangat
mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekan, misalnya
mengenai siswa, guru, dan peranan kontekstual. Di dalam PMR siswa tidak lagi
dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah jadi tetapi
dipandang sebagai pihak aktif mengkontruksi konsep-konsep matematika. Guru
tidak lagi sebagai pengajar, tetapi lebih sebagai pendamping bagi siswa.
Disamping itu peranan soal kontekstual tidak sekedar dipandang sebagi wadah
38
untuk menerangkan aplikasi dari matematika, tetapi justru digunakan sebagai titik
tolak untuk mengkonstruksi konsep-knsep matematika itu sendiri.
2. Pencarian soal – soal kontekstual yang memenuhi syarat – syarat yang dituntut
PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik yang akan dipelajari, terlebih lagi
karena soal – soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan berbagai macam cara.
3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk
menyelesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh guru.
4. Proses pengembangan kemampuan berfikir siswa, melalui soal-soal
kontekstual, proses matematisasi horizontal, dan proses matematisasi vertikal juga
bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme berfikir
siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam
melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa PMR adalah suatu
pendekatan yang ditempuh dalam mengajarkan matematika dengan memadukan
proses matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dengan demikian,
dalam proses pembelajaran pendekatan ini memiliki karakteristik: memakai
konteks dunia riil, menggunakan model, mengoptimalkan kontribusi siswa,
interaktif, dan keterkaitan dengan materi atau bidang lain.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Temuan penelitian yang relevan dengan gaya belajar antara lain sebagai berikut:
Nama Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
Sarinah 2013 Peningkatakan
Kemampuan
Pemecahan Masalah
dan Sikap Siswa
SMP Terhadap
Matematika Melalui
Menemukan: Terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa yang
diajarkan dengan pendekatan
matematika realistik dengan siswa
yang diajarkan dengan pembelajaran
39
Pendekatan
Matematika
Realistik
secara konvensional, kemudian
proses penyelesaian jawaban siswa
yang diajar dengan pendekatan
matematika realistik lebih baik dan
bervariasi dibandingkan dengan
proses penyelesaian siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran
biasa.
Mika
Romauli
Pasaribu
2013 Pengaruh
Pembelajaran
Matematika
Realistik dan
Berfikir Logis
Terhadap Hasil
Belajar Matematika
Siswa SD Bharlind
School Medan
Menemukan: Terdapat perbedaan
signifikan pada hasil belajar
matematika antara pembelajaran
matematika realistik kelompok dan
pembelajaran matematika realistik
individu, begitu pula antara
kemampuan berfikir logis tinggi dan
kemampuan berfikir logis rendah.
Ester
Julinda
Simarmata
2014 Upaya
Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran
Matematika Dengan
Menggunakan
Pendekatan
Matematika
Reakistik Di Kelas
V C MIN Medan
Barat Tahun Ajaran
2013/2014
Menemukan: Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR) dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar matematika siswa pada
materi bangun datar.
40
C. Kerangka Konseptual
Matematika oleh sebagian siswa dianggap sulit dan menjenuhkan. Sulit
karena sifat keabstrakan matematika dan menjenuhkan karena guru dalam
memelajarkan mereka hanya dengan satu arah dan monoton. Belajar siswa belum
bermakna.
Dikenal empat langkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh
Polya, yaitu: memahami soal, merencanakan strategi, melaksanakan strategi dan
menafsirkan atau mengecek hasil. Pembelajaran matematika selama ini, guru
langsung menyampaikan materi beserta rumus-rumusnya. Siswa tidak
menemukan sendiri pengetahuan sehingga tidak bertahan lama dalam ingatan.
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan pembelajaran
matematika berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan
matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-
hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui
proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal. Pembelajaran PMR dengan
menerapkan kelima prinsip dapat membuat pembelajaran lebih bermakna. Dengan
didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, yaitu perhatian pembelajaran
diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema dan simbol-simbol,
dapat mengurangi keabstrakan matematika. Penerapan prinsip sumbangan dari
para siswa, membuat siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan
produktif, artinya siswa memproduk sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang
mungkin berupa algoritma, rute atau aturan) sehingga dapat membimbing para
siswa dari level matematika informal menuju matematika formal. Prinsip
interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika mengajak
siswa untuk saling berinteraksi antarteman sehingga pembelajaran tidak
sepenuhnya dipegang guru dan prinsip “Intertwinning” (membuat jalinan
antartopik, antarpokok bahasan atau antar “stand”, menjadikan siswa mampu
mengaitkan dengan materi yang lain atau bahkan materi mata pelajaran yang lain.
Pembelajaran matematika realistik dengan menerapkan kelima prinsip
khas yang dimiliki diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika. Dalam pembelajaran PMR dimana dalam pelaksanaannya
siswa menemukan sendiri pengetahuan yang akan diperoleh melalui metode coba-
41
coba atau menyelesaikan secara informal, membuat pengetahuan yang diperoleh
dapat bertahan lama dalam ingatan. Kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah dapat berkembang ketika menghadapai permasalahan baru.
Salah satu fokus pembelajaran matematika saat ini adalah meningkatkan
kemampuan masalah matematika siswa melalui pembelajaran yang berawal dari
masalah kontekstual. Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk menemukan
solusi sehingga dapat diambil sebuah keputusan. Sebelum memecahkan masalah
siswa harus memahami permasalahan, sehingga dapat ditentukan arah-arah
pemecahannya. Akan tetapi tidak berarti setelah memahami masalah setiap siswa
akan mampu menyelesaikannya, sebab kemampuan setiap siswa tidak sama.
Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi akan memiliki kemapuan
pemecahan masalah yang tinggi, dan sebaliknya siswa yang tingkat
kecerdasannya rendah akan memiliki kemampuan pemecahan yang rendah.
Dalam pembelajaran guru diharapkan mampu meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah
dengan memilih suatu pendekatan yang dapat mengajak siswa untuk aktif dalam
memahami matematika. Salah satu pendekatan yang menjawab tuntutan ini adalah
pendekatan pembelajaran matematika realistik.
Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan
realita dan lingkungan yang telah dipahami siswa untuk memperlancar proses
pembelajaran matematika, dengan harapan agar tujuan pembelajaran matematika
dapat dipahami lebih baik dari pada masa yang lalu. Yang dimaksud dengan
realita adalah hal-hal yang konkret, yang dapat diamati dan dipahami siswa
melalui membayangkan. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah
lingkungan tempat siswa berada, baik lingkungan sekolah, keluarga maupun
masyarakat yang dapat dipahami siswa.
Dalam pembelajaran matematika realistik siswa belajar mandiri atau
kelompok untuk menemukan langkah dan strategi dalam memecahkan masalah
kontekstual. Strategi ini dikembangkan sendiri oleh siswa berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya. Guru hanya membantu dan
membimbing siswa untuk mengambil keputusan. Melalui pemecahan masalah
dalam konteks kehidupan sehar-hari siswa diberi kekuasaan untuk membentuk
42
sendiri pengetahuan matematika mereka, dan pada akhirnya menggunakan
matematika tersebut untuk memecahkan masalah. Dengan cara ini diharapkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat ditingkatkan.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan deskripsi teoritis, kerangka berfikir dan kajian terhadap
penelitian yang relevan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah:
“Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat meningkat melalui
pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini adalah
untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa melalui pembelajaran matematika realistik (PMR) pada pokok bahasan
pembagian, sehingga jenis dari penelitian ini adalah eksperimen. Menurut
pendapat Arikunto (dalam Simorangkir, 2013: 66) menyatakan bahwa penelitian
eksperimen adalah penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada tidaknya
akibat dari sesuatu yang dikarenakan pada subjek selidik.
Dalam penelitian ini, perlakuan yang diberikan adalah tes yang diberikan
kepada siswa. Siswa diberi test awal (pre test) dan tes akhir (post test) untuk
mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 064036 Medan di Jalan Turi
Ujung Kecamatan Medan Kota. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Sekolah ini merupakan Sekolah Dasar Negeri yang termasuk kategori menengah,
bukan merupakan sekolah unggulan atau sekolah terbelakang.
2. Sekolah tersebut sangat terbuka bagi penelitian yang dapat memperbaiki
pembelajaran.
3. Siswa di kelas tersebut mengalami gaya belajar yang bermacam-macam.
4. Adanya permasalahan seperti yang terungkap pada identifikasi masalah.
44
Penelitian ini dilaksanakan pada T. A 2014/ 2015 di Kelas IV Semester II.
Waktu pelaksanaan penelitian direncanakan dari Mei hingga Juni 2015 (3 x
pertemuan).
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 064036
Medan T. A 2014/ 2015 sebanyak 38 orang yang terdiri dari siswa laki-laki 14
orang dan siswa perempuan 24 orang. Objek penelitian ini adalah bagaimana
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui
pembelajaran matematika realistik (PMR) pada pokok di kelas IV SD Negeri
064036 Medan.
D. Pihak yang terkait dalam Penelitian
Pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini adalah (1) Tim peneliti, (2)
Guru Kelas IV-A Ibu Desmi Sianturi, S. Pd.
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitisn ini terdiri dari dua jenis yaitu variabel bebas dan
variable terikat. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), sedangkan variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
F. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan untuk mengumpul data dalam penelitian ini adalah
wawancara, dokumentasi, tes, dan observasi.
a. Wawancara
45
Wawancara dilaksanakan oleh peneliti sebelum penelitian dilakukan.
Wawancara yang dilaksanakan lebih difokuskan pada keadaan siswa dalam
memahami matematika dengan kemampuan menyelesaikan soal matematika
sebagai parameternya. Hasil wawancara ini dilakukan peneliti sebagai tindakan
awal untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui
pembelajaran matematika realistik.
b. Dokumentasi
Metode ini dilakukan untuk memperoleh daftar nama siswa yang termasuk
dalam subjek penelitian serta untuk memperoleh hasil video rekaman selama
proses aktivitas pembelajaran berlangsung
c. Tes
Metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan
pemecahan masalah matematika pada pokok bahasan Pembagian. Soal tes ini
dalam bentuk uraian.
Suatu soal hanya disebut sebagai problem (masalah) bagi siswa jika
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Siswa memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal tersebut.
b. Siswa belum tahu algoritma/ cara pemecahan soal tersebut
c. Siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut.
d. Siswa diperkirakan mampu menyelesaikan soal tersebut.
(Suyitno, 2004: 35)
Kelebihan penggunaan soal uraian adalah:
a. Mudah disiapkan dan disusun.
b. Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-
untungan.
c. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun
dalam bentuk kalimat yang bagus.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya
dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
e. Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang
diteskan.
(Arikunto, 2002: 162-164). 46
d. Perangkat Pembelajaran dan Bahan Ajar
Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) untuk 1 kali pertemuan. Sedangkan bahan ajar yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Seluruh
perangkat pembelajaran dapat dilihat pada lampiran.
G. Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap
pelaksanaan, (3) tahap analisis data. Ketiga tahap tersebut diuraikan sebagai
berikut :
1. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan penelitian ini, dilakukan beberapa kegiatan, yaitu
menyusun perangkat pembelajaran, merevisi perangkat pembelajaran dan memilih
sampel secara acak sebanyak 1 kelas.
2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan diawali dengan memberikan pretest tentang kemampuan
representasi matematika siswa. Selanjutnya adalah melaksanakan pembelajaran di
kelas sesuai dengan jadwal yang telah disusun. Pelaksanaan pembelajaran ini
menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada pokok bahasan
Pembagian. Kegiatan pembelajaran ini terdiri dari 1 x pertemuan. Pada akhir
penelitian diberikan post test kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
3. Tahap Analisis data
Pada tahap analisis data ini, seluruh data yang telah terkumpul yaitu hasil tes
belajar.
47
H. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah pengamatan yang dilakukan untuk menguji hasil
implementasi suatu perencanaan. Data hasil penelitian berupa hasil tes
kemampuan representasi matematika siswa yang sudah terkumpul kemudian
dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dihitung
dengan menggunakan rumus :
2. Menghitung rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah matematika
dihitung dengan menggunakan rumus :
Dengan : rata – rata kemampuan representasi matematika
: data kemampuan representasi matematika
n : banyak sampel penelitian
3. Standar deviasi
Untuk menentukan standar deviasi dari skor post test digunakan rumus :
Dengan : Standar Deviasi
: data kemampuan representasi matematika
: rata-rata kemampuan representasi matematika
n : banyak sampel penelitian
4. Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga dihitung
dengan menggunakan rumus :
48
Nilai kritisnya adalah t(
Tolak Ho bila t-hitung t(
Pada kasus ini digunakan uji pihak kanan
Dengan : = rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika setelah
menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik (hasil post
test)
= rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika
sebelum menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik
(hasil Pretes)
S = Standar Deviasi
n = banyak siswa
Langkah awalnya adalah membuat hipotesis awal dan hipotesis alternatif,
yaitu :
Ho = kemampuan pemecahan masalah matematika sebelum menggunakan
Pembelajaran Matematika Realistik dengan kemampuan pemecahan
masalah matematika setelah menggunakan Pembelajaran Matematika
Realistik.
Ha = kemampuan pemecahan masalah matematika setelah menggunakan
Pembelajaran Matematika Realistik dengan kemampuan pemecahan
masalah matematika sebelum menggunakan Pembelajaran Matematika
Realistik.
Kedua hipotesis tersebut dapat dituliskan secara statistik seperti:
Ho :
49
Ha :
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Pembahasan Penelitian
Tes kemampuan pemecahan masalah dilakukan dua kali yaitu uji awal
(pretes) dan uji akhir (postes) dengan jenis soal yang ekuivalen. Tes awal dan
akhir diikuti oleh 38 orang siswa sehingga dalam analisis data yang menjadi
subyek penelitian ini adalah 38 orang yaitu yang mengikuti tes awal (pretes) dan
tes akhir (postes).
1. Deskripsi Hasil Penelitian Tentang Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika
Secara kuantitatif, tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1 Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Secara Kuantitatif
No Interval Nilai Jumlah Siswa Persentase
1 0 SKKR< 45 19 50%
2 45 SKKR< 65 11 28.95%
3 65 SKKR< 75 2 5.26%
4 75 SKKR< 90 6 15.79%
5 90 SKKR 100 0 0%
51
Jumlah 38 100%
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pretes kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa pada diperoleh bahwa, jumlah siswa yang memperoleh nilai 0
SKKR< 45 sebanyak 19 orang atau sebesar 50%, yang memperoleh nilai 45
SKKR< 65 sebanyak 11 orang atau sebesar 28.95%, yang memperoleh nilai 65
SKKR< 75 sebanyak 2 orang atau sebesar 5.26%, yang memperoleh nilai75
SKKR< 90 sebanyak 6 orang atau sebesar 15.79%, dan yang memperoleh nilai 90
SKKR 100 sebanyak 0 orang atau sebesar 0% .
Tabel 4.2 Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas
Secara Kuantitatif
No Interval Nilai Jumlah Siswa Persentase
1 0 SKKR < 45 0 0%
2 45 SKKR < 65 9 23.68%
3 65 SKKR < 75 11 28.95%
4 75 SKKR < 90 16 42.11%
5 90 SKKR 100 2 5.26%
Jumlah 38 100%
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa postes kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa pada diperoleh bahwa, jumlah siswa yang memperoleh nilai 0
SKKR< 45 sebanyak 0 orang atau sebesar 0%, yang memperoleh nilai 45
SKKR< 65 sebanyak 9 orang atau sebesar 23.68%, yang memperoleh nilai 65
SKKR< 75 sebanyak 11 orang atau sebesar 28.95%, yang memperoleh nilai75
SKKR< 90 sebanyak 16 orang atau sebesar 42.11%, dan yang memperoleh nilai
90 SKKR 100 sebanyak 2 orang atau sebesar 5.26% .
52
Berdasarkan data pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa di kelas IV SD Negeri 064036 Medan bahwa pada soal pretes,
masih banyak siswa yang belum mengerti dalam mengerjakan soal, sehingga
masih banyak siswa yang mendapat nilai rendah. Dari beberapa soal pretes yang
diujikan, ada beberapa soal yang kurang dipahami siswa dalam mengerjakannya.
Para siswa masih banyak yang tidak paham dalam mengubah suatu permasalahan
matematika kedalam bentuk pemodelan matematika, dan siswa juga masih banyak
yang tidak mengerti dalam pembagian panjang.
Sedangkan pada soal postes, para siswa sudah lebih mengerti lagi dalam
mengerjakan soal pemecahan masalah tersebut, sehingga nilai mereka pun banyak
yang lebih bagus.
2. Deskripsi Penghargaan Kelompok
Dengan melihat nilai perkembangan siswa dari nilai kegiatan kelompok
dalam mengerjakan LAS, maka dapat ditentukan penghargaan yang diperoleh
masing-masing kelompok. Pada kegiatan ini peneliti memberikan penghargaan
kepada kelompok terbaik, yaitu dilihat dari keberagaman cara dalam
menyelesaikan soal LAS.
3. Deskripsi Penggunaan Uji t
Melalui perhitungan uji t dengan dan n=38, maka dengan
langkah sesuai lampiran C.5 didapatkan hasil t-hitung = 14,96 sedangkan t-tabel =
1,68. Hal ini menunjukkan bahwa t-hitung t-tabel, sehingga kesimpulannya Ho
ditolak, Ha diterima. Akibatnya kesimpulan yang diperoleh yaitu kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa setelah menggunakan pendekatan
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) lebih baik daripada kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa sebelum menggunakan menggunakan
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab IV dan temuan selama
pelaksanaan pembelajaran melalui model Pembelajaran Matematika Realistik
(PMR) diperoleh beberapa kesimpulan. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)dapat dilihat dari perbandingan
hasil pretes dan postes. Hasil pretes menujukkan skor rata-rata kelas 48,26
dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 23,68 %. Pada hasil
post test rata-rata kelas mencapai 74,96 dengan persentase ketuntasan
belajar klasikal sebesar 73,68 %. Dengan demikian terjadi peningkatan pada
persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 50%.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas penulis menyampaikan beberapa saran
antara lain :
1. Kepada sekolah, sebagai salah satu tolak ukur dalam memperbaiki proses
pembelajaran.
2. Kepada guru, supaya dalam memberikan pembelajaran yang lebih baik
kepada siswa perlu dilakukan pengintegrasian media dengan model
pembelajaran, hal ini dimaksudkan agar guru dapat lebih meningkatkan
performanya sebagai seorang yang harus belajar terus menerus, menemukan
inovasi pembelajaran seiring dengan tuntutan zaman, dan mencoba
menemukan sesuatu hal yang baru dengan mengkombinasikan hal-hal yang
sudah ada serta dapat mempertimbangkan penerapan model Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR) dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran dan hasil belajar (kemampuan pemecahan masalah
matematika).
54
3. Kepada peneliti lanjutan, supaya membuat berbagai inovasi yang mendukung
proses pembelajaran dengan berusaha mengintegrasikan beberapa hal yang
dianggap dapat memberikan pembelajaran yang lebih baik kepada siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Al khan, Yustian Yusuf dan Muhammad Usman Hakim Fajar Alam. “Model
Pembelajaran Realistik Indonesia (PMRI)”. 07 Mei 2015.
http://www.slideshare.net/hsoczerozerothree/model-pembelajaran-
matematika-realistik-indonesia-pmri-jadi.
Arikunto, Suharsimi., (2002), Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Penelitian),
PT Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, S., (2011), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Suwarsono, St. 2001. Beberapa Permasalahan yang Terkait dengan Upaya
Implementasi Pendekatan Matematika Realistik Di Indonesia. Sanata
Dharma. Makalah.
Trianto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif Beriorientasi
Konstruktivistik, Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya.
Prestasi Pustaka : Jakarta.
.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya:
Kencana.
Tung, M. Sc. Ed, M. Pd., Dr. Ir. Drs. Khoe Yao. 2015. Pembelajaran dan
Perkembangan Belajar. Jakarta: PT Indeks.
55
Wardhani, Sri., (2005), Pembelajaran dan Penilaian Aspek Pemahaman Konse,
Penalaran dan Komunikasi, Pemecahan Masalah. Jogjakarta: Materi
Pembinaan matematika SMP di Daerah Tahun 2005 (PPPG Matematika).
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Zahra. “Mengajar Matematika Dengan Pendekatan Realistik”. 07 Mei 2015.
http://www.slideshare.net/citrassiipin1/zahra-31021119?related=1
56
DAFTAR LAMPIRAN
57
Lampiran 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Sekolah : Sekolah Dasar (SD)
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/semester : IV (Empat) /II (Dua)
Pokok Bahasan : Pembagian
Sub Pokok Bahasan : Pembagian Bilangan yang terdiri dari empat angka
dengan bilangan yang terdiri dari satu angka.
Alokasi waktu : 2 x 35 menit (1 pertemuan)
A. Standar Kompetensi
Memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam
pemecahan masalah.
B. Kompetensi Dasar
Melakukan operasi perkalian dan pembagian.
C. Indikator
1. Menyelesaikan masalah kontekstual yang mengandung pembagian
bilangan yang terdiri dari empat angka dengan bilangan yang terdiri dari
satu angka dengan cara bersusun pendek.
2. Menyelesaikan pembagian biasa bilangan yang terdiri dari empat
angka dengan bilangan yang terdiri dari satu angka dengan cara bersusun
pendek.
D. Tujuan Pembelajaran
58
1. Siswa dapat menyelesaikan masalah kontekstual yang mengandung
pembagian bilangan yang terdiri dari empat angka dengan bilangan yang
terdiri dari satu angka dengan cara bersusun pendek.
2. Siswa dapat menyelesaikan pembagian biasa bilangan yang terdiri dari
empat angka dengan bilangan yang terdiri dari satu angka dengan cara
bersusun pendek.
E. Materi Ajar
Pembagian bilangan yang terdiri dari empat angka dengan bilangan terdiri dari
satu angka dengan cara bersusun pendek.
F. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
Pendekatan : Realistik
Metode : Tanya Jawab, Diskusi dan Penugasan
G. Langkah-langkah Pembelajaran
a. Pendahuluan
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Keterangan
Guru membuka dan mengaitkan
pelajaran dengan pelajaran
terdahulu. (buku petunjuk guru).
Guru memotivasi siswa (misalnya
materi ini berguna pada saat di
kelas IV khususnya dalam
kehidupan sehari-hari) dan
mengkomunikasikan tujuan
pembelajaran dengan cara
membacakan. (Petunjuk guru).
Memperhatikan
penjelasan guru
dan menjawab
pertanyaan-
pertanyaan guru.
Siswa sudah
dikelompokkan
5 atau 6 orang.
Masing-masing
kelompok
duduk sesuai
dengan tempat
duduknya.
e. Kegiatan Inti
Langkah Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
59
Langkah ke-1
(Memahami
masalah)
Karakteristik
ke-1
(Problem
kontekstual)
Guru memberikan LKS-1 dan
memberi keterangan kepada siswa
(masalah kontekstual). Guru
meminta siswa untuk memahami
soal di LKS-1 siswa (dengan cara
meminta salah seorang siswa untuk
membacakan soal dengan keras,
siswa yang lain mendengarkan).
Memahami soal
LAS.
Langkah ke-2
(Menjelaskan)
Guru memberikan kesempatan
bertanya kepada siswa yang belum
memahami soal.
Siswa yang belum
memahami bertanya
kepada guru.
Langkah ke-3
(Menyelesaikan)
Prinsip ke-1,
ke-2, dan ke-3
Guru meminta siswa secara
individual untuk menyelesaikan soal
dengan cara mereka sendiri dan
mengisi LKS-1 yang telah
disediakan. Guru memberikan
kebebasan penuh kepada siswa
untuk menyelesaikan masalah
menurut prosedur atau cara mereka
sendiri.
Beberapa penyelesaian soal pada
LKS-1:
1. Kue dihitung sebanyak = 25 kue
Banyak tetangga = 5
5
25 -
0
Jadi setiap tetangga mendapat kue
sebanyak 5 kue.
2. Kue dihitung sebanyak = 25 kue
Banyak tetangga = 5
Siswa
menyelesaikan soal
menurut caranya
sendiri dan mengisi
LKS.
60
Karakteristik 2
(Memerlukan/
menggunakan
model)
25 : 5 = 5 kue
Jadi setiap tetangga mendapat kue
sebanyak 5 kue.
3. Kue dihitung sebanyak = 25 kue
Banyak tetangga = 5
25 : 5 = ....
5 x .... = 25
5 x 5 = 25
Maka 25 : 5 = 5 kue
4. Kue dihitung sebanyak = 25 kue
Banyak tetangga = 5
25 – 5 – 5 – 5 – 5 -5 = 0
Jadi setiap tetangga mendapat kue
sebanyak 5 kue.
5. Kue dihitung sebanyak = 25 kue
Banyak tetangga = 5
Setiap tetangga mendapat satu kue
pada setiap jenis kue. Namun ada
satu orang tetangga yang mendapat
2 kue dengan jenis yang sama.
Sehingga setiap tetangga mendapat
kue sebanyak 5 kue.
Kebebasan penuh yang dimaksud
adalah siswa bekerja dalam batas
tidak keluar dari konteks atau
rambu-rambu yang sedang
dibicarakan. Artinya siswa bekerja
tidak menyimpang dari apa yang
digariskan oleh pembimbing (guru).
Guru berjalan berkeliling untuk
melihat pekerjaan siswa, jika ada
Siswa mendengar,
memperhatikan
saran/ petunjuk dari
guru dan menjawab
pertanyaan guru.
61
siswa yang belum menemukan cara
atau jawaban untuk menjawab soal,
maka guru memotivasi siswa untuk
menyelesaikan masalah menurut
cara mereka sendiri dengan
memberikan pertanyaan, dan
petunjuk/ saran.
Langkah ke-4
(Membandingkan
dan
mendiskusikan)
Karakteristik
ke-4
(Interaktivitas)
Guru meminta siswa untuk
mendiskusikan/ membandingkan
(memeriksa, memperbaiki, dan
menyeleksi) jawabannya dengan
teman sekelompoknya (diskusi
kelompok).
Guru menfasilitasi diskusi dengan
kelompok dengan cara mengarahkan
siswa untuk memilih satu jawaban
benar dan paling ”efektif” (yang
dianggap oleh siswa efisiensi dan
mudah dalam menjawab soal) untuk
ditampilkan di depan kelas.
Guru meminta beberapa siswa
mewakili kelompoknya untuk
menampilkan hasil pekerjaanya.
Siswa
mendiskusikan/
membandingkan
jawabannya dengan
jawaban teman
sekelompoknya.
Siswa menampilkan
hasil pekerjaannya.
Langkah ke-5
(Membandingkan
dan
mendiskusikan)
Karakteristik
ke-3
(menggunakan
kontribusi siswa).
Melalui diskusi kelas jawaban
(strategi) siswa dibahas/
dibandingkan.
Guru membantu siswa menganalisa
dan mengevaluasi ragam jawaban/
hasil pekerjaannya. Jenis
penyelesaian yang mungkin muncul
adalah benar semua, sebagian salah,
Siswa mengikuti
jalannya diskusi
dengan aktif, dengan
cara memberikan
tanggapan terhadap
hasil pekerjaan
kelompok lain, serta
menjawab
62
dan sebagian benar, atau salah
semua.
Jika ada penyelesaian yang benar
maka guru hendaknya memilih
penyelesaian yang benar itu dan
menegaskannya kembali
penyelesaian tersebut adalah benar
untuk dijadikan pedoman/
kesepakatan dalam menyelesaikan
masalah selanjutnya.
Untuk penyelesaian sebagian salah,
dan sebagian benar, maka guru
secara tidak langsung memberi tahu
kesalahan siswa (yaitu dengan
mengajukan petanyaan yang bersifat
membimbing kearah jawaban
kepada siswa yang menjawab atau
kepada siswa yang lainnya).
Jika penyelesaian siswa salah, maka
guru memberitahu siswa secara tidak
langsung letak kesalahan yang
dilakukan dan meminta siswa
tersebut yang menjawab soal atau
siswa lainnya untuk memperbaiki.
pertanyaan guru.
Langkah ke-6
(Menyimpulkan)
Dari hasil diskusi kelas, guru
mengarahkan siswa untuk menarik
suatu kesimpulan bahwa pengerjaan
pembagian dapat ditempuh dengan
berbagai cara, salah satunya dengan
pembagian cara bersusun pendek.
Siswa menarik
kesimpulan bahwa
pengerjaan
pembagian dapat
ditempuh dengan
cara bersusun
pendek dan mencatat
penyelesaian yang
63
Guru memberikan kesempatan
bertanya kepada siswa yang belum
mengerti.
Selanjutnya guru meminta siswa
untuk mengerjakan soal LKS-2
Beberapa penyelesaian soal pada
LKS-2:
1. Jumlah seluruh buku tulis = 15 x
10 = 150
Setiap anak mendapat buku tulis =
150 : 3 = 50
2. Jumlah seluruh buku tulis = 10 +
10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 +
10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 =
150
Setiap anak mendapat buku tulis =
150 : 3 = …
3 x … = 150
3 x 50 = 150
Maka setiap anak mendapatkan buku
sebanyak 50 buku tulis.
3. Jumlah seluruh buku tulis = 15 x
10 = 150
Setiap anak mendapat buku tulis =
150 : 3 = ….
5 0
benar itu untuk
dijadikan pedoman
dalam memecahkan
masalah selanjutnya.
Siswa yang belum
mengerti bertanya
kepada guru.
Siswa mengerjakan
soal di LKS-2 siswa.
64
15 -
0
Jadi setiap anak mendapatkan buku
sebanyak 50 buku tulis.
Langkah ke-7
(Menyimpulkan)
Dari hasil diskusi kelas, guru
mengarahkan siswa untuk menarik
suatu kesimpulan bahwa pengerjaan
pembagian dapat ditempuh dengan
berbagai cara, salah satunya dengan
pembagian cara bersusun pendek.
Guru memberikan kesempatan
bertanya kepada siswa yang belum
mengerti.
Selanjutnya guru meminta siswa
untuk mengerjakan soal LKS-3
Beberapa penyelesaian soal pada
LKS-3:
1. Diketahui:
Harga Jeruk = Rp. 7.875,-setiap
kilogram
Setiap kilogram = 7 buah jeruk
Ditanya:
Berapakah harga 1 buah jeruk?
Penyelesaian:
7. 875 : 7 = ….
Siswa menarik
kesimpulan bahwa
pengerjaan
pembagian dapat
ditempuh dengan
cara bersusun
pendek dan mencatat
penyelesaian yang
benar itu untuk
dijadikan pedoman
dalam memecahkan
masalah selanjutnya.
Siswa yang belum
mengerti bertanya
kepada guru.
Siswa mengerjakan
soal di LKS-3 siswa.
65
7 x ….. = 7. 875
7 x 1. 125 = 7. 875
Maka 7. 875 : 7 = 1. 125
Maka harga 1 buah jeruk adalah Rp.
1. 125.
2. Diketahui:
Harga Jeruk = Rp. 7.875,-setiap
kilogram
Setiap kilogram = 7 buah jeruk
Ditanya:
Berapakah harga 1 buah jeruk?
Penyelesaian:
1. 125
7 -
8
7 -
1 7
1 4 -
3 5
3 5 -
0
Maka harga 1 buah jeruk adalah Rp.
1. 125.
3. Diketahui:
Harga Jeruk = Rp. 7.875,-setiap
kilogram
Setiap kilogram = 7 buah jeruk
Ditanya:
Berapakah harga 1 buah jeruk?
Penyelesaian:
66
7. 875 : 7 = 1. 125
Maka harga 1 buah jeruk adalah Rp.
1. 125.
c. Penutup
Langkah Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Guru menegaskan kembali materi
pelajaran. Guru membagikan
kelengkapan 2 yaitu memberikan tugas.
Siswa
memperhatikan
penjelasan guru.
H. Alat/Bahan dan Sumber Belajar
Buku Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Kelas 4
Buku lain yang relevan
Lembar Aktivitas Siswa (LAS)
Tes Hasil Belajar
I. Penilaian
No Soal Tes Hasil BelajarKunci
JawabanSkor
1.
2.
Ayah membeli 10 buku tulis yang akan diberikan
kepada 2 orang anaknya. Berapakah setiap anak
mendapat buku tulis?
Ibu membuat kue bakwan sebanyak 88 buah dan
berencana membagikannya kepada 11 tetangga sekitar.
5
8
20
20
67
3.
4.
5.
Berapakah setiap tetangga Ibu mendapat kue bakwan?
Dalam waktu 3 hari terdapat 3.171 orang yang
mengunjungi kebun binatang di Medan. Jika setiap hari
banyaknya pengunjung sama, maka berapa pengunjung
kebun binatang setiap hari?
Seorang pedagang buah mempunyai 2.475 buah salak
pondok, akan ditempatkan di 15 keranjang sama
banyak. Berapa buah salak pondok disetiap keranjang?
Sebuah SD terdiri dari 1 kelas yang berisi 41 siswa. SD
tersebut menerima hadiah buku tulis sebanyak 8.241
buah dari panitia lomba gerak jalan dan dibagikan sama
banyak kepada semua siswa. Berapa buah buku tulis
diterima setiap siswa?
1.057
165
201
20
20
20
68
Skor maksimum 100
Mengetahui Medan, .................... 2015
Kepala Sekolah Guru Mapel Matematika
.................................. ................................
69
Lampiran 2
LEMBAR AKTIVITAS SISWA
( LAS )
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : IV (Empat) /II (Dua)
Pokok Bahasan : Pembagian
Alokasi waktu : 2 x 35 menit (1 pertemuan)
Petunjuk:
Di bawaha ini terdapat beberapa tugas yang harus anda kerjakan, kegiatan yang
harus dilakukan pada setiap bagian tugas itu adalah:
1. Membaca dengan teliti setiap permasalahan, diharapkan kamu dapat
menyelesaikan apa yang ditanya, membuat model matematika serta
kemungkinan cara penyelesaiannya yang berhubungan dengan masalah
kontekstual yang diberikan.
2. Setelah itu didiskusikan dengan kelompokmu, setiap orang dalam
kelompok harus mendapat giliran mengeluarkan pendapat serta
mendengarkan dengan seksama ide dari temanmu. Jika dalam
kelompokmu mendapat masalah yang tidak dapat kamu selesaikan, kamu
dapat bertanya pada guru.
3. Setelah selesai, setiap kelompok masing-masing menuliskan jawaban pada
bagian yang telah disediakan.
4. Lembar aktivitas ini harus tetap bersih dan diserahkan kembali kepada
guru.
5. Selamat bekerja.
70
Kelompok: …………… Kelas: ………… Sekolah: ………….
Lembar Kegiatan Siswa-1 (LKS -1)
Cobalah dijawab masalah diatas menurut caramu sendiri!
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………71
1. Ibu membeli kue jajanan pasar, bantulah ibu menghitung banyak kue tersebut
(perhatikan gambar)!
2. Ibu akan membagikan kue tersebut pada 5 tetangga sekitarnya. Berapa
banyakkah setiap tetangga mendapat kue tersebut?
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Kelompok: …………… Kelas: ………… Sekolah: ………….
Lembar Kegiatan Siswa-2 (LKS -2)
Cobalah dijawab masalah diatas menurut caramu sendiri!
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
72
Ibu membeli buku tulis sebanyak 15
bungkus, disetiap bungkusnya berisi
10 buku tulis. Buku tulis tersebut
akan diberikan kepada 3 orang
anaknya.
1. Hitunglah jumlah seluruh buku
tulis yang dibeli Ibu?
2. Berapakah setiap anak
mendapatkan buku tulis?
………………………………………………………………………………………
Kelompok: …………… Kelas: ………… Sekolah: ………….
Lembar Kegiatan Siswa-3 (LKS-3)
Cobalah dijawab masalah diatas menurut caramu sendiri!
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
73
Pak Selamat petani buah-buahan dan
memiliki kebun jeruk yang buahnya
sangat lebat. Pada hari minggu, Pak
Selamat memetik buah jeruk. Jeruk-jeruk
tersebut dijual ke pedagang dengan harga
Rp. 7. 875,-setiap kilogram. Jika setiap
kilogram ada 7 buah jeruk, maka berapa
harga sebuah jeruknya?
………………………………………………………………………………………
74
Lampiran 3
SOAL PRETES
1. Cobalah kamu selesaikan sendiri soal perkalian berikut!
a. 15 x 20 = …
b. 125 x 23 = …
2. Hitunglah!
a. 120 : 5 = …
b. 4. 268 : 2 = …
3. Bu Joko membeli buku tulis dengan harga Rp. 2. 500, 00 per buah. Jika ia
membeli sebanyak 8 buah, berapakah yang harus dibayar Bu Joko?
4. Ayah memanen buah mangga di depan rumah sebanyak 70 buah. Ayah
akan membagikannya kepada 14 tetangga sekitarnya. Berapa banyak
setiap tetangga mendapat buah mangga?
5. Bu Rosa membeli 120 kantung beras. Setiap kantong berisi 5 kg beras. Bu
Rosa akan membagikan kepada 60 panti asuhan. Berapa kg beras yang
dapat dibagikan kepada setiap panti asuhan?
Nama :
Kelas :
Lampiran 4
Kunci Jawaban Soal Pretes
1. a. 15 x 20 = …
15
20 x
0 0
3 0 +
3 0 0
2. a. 2. 120 : 5 = …
424
2 0 -
12
10 -
20
20 -
0
b. 125 x 23 = …
125
23 x
375
250 +
2.875
b. 4. 268 : 2= …
143
4 -
2
2 -
8
8 -
6
6 -
0
3. Diketahui: Harga 1 buku tulis = Rp. 2.500, 00
Ibu membeli = 8 buku tulis
Ditanya: Berapakah yang harus dibayar Ibu Joko?
Penyelesaian: Ibu harus membayar = 8 x 2.500 = 20.000
Jadi yang harus dibayar Ibu Joko adalah Rp. 20.000, 00.
4. Diketahui: Banyak buah mangga = 70 buah
Banyak tetangga = 14
76
Ditanya: Berapa banyak setiap tetangga mendapat buah mangga?
Penyelesaian: Setiap tetangga mendapat = 70 : 14 = 5
Maka setiap tetangga mendapat mangga sebanyak 5 buah.
5. Diketahui: Banyak beras = 120 kantung
Isi setiap kantung = 5 kg
Banyak Panti Asuhan = 60
Ditanya: Berapa kg beras yang dapat dibagikan kepada setiap Panti Asuhan?
Penyelesaian: Setiap Panti Asuhan mendapat = (120 x 5) : 60
= 600 : 60 = 10
Jadi setiap Panti Asuhan mendapat 10 kg beras.
77
Lampiran 5
SOAL POSTES
1. Ayah membeli 10 buku tulis yang akan diberikan kepada 2 orang anaknya.
Berapakah setiap anak mendapat buku tulis?
2. Ibu membuat kue bakwan sebanyak 88 buah dan berencana membagikannya
kepada 11 tetangga sekitar. Berapakah setiap tetangga Ibu mendapat kue bakwan?
3. Dalam waktu 3 hari terdapat 3.171 orang yang mengunjungi kebun binatang di
Medan. Jika setiap hari banyaknya pengunjung sama, maka berapa pengunjung
kebun binatang setiap hari?
78
Nama :
Kelas :
4. Seorang pedagang buah mempunyai 2.475 buah salak pondok, akan
ditempatkan di 15 keranjang sama banyak. Berapa buah salak pondok disetiap
keranjang?
5. Sebuah SD terdiri dari 1 kelas yang berisi 41 siswa. SD tersebut menerima
hadiah buku tulis sebanyak 8.241 buah dari panitia lomba gerak jalan dan
dibagikan sama banyak kepada semua siswa. Berapa buku tulis diterima setiap
siswa?
79
Lampiran 6
Kunci Jawaban Soal Postes
1. Diketahui: Banyak buku tulis = 10
Jumlah anak = 2 orang
Ditanya: Berapakah setiap anank mendapatkan buku tulis?
Penyelesaian: Setiap anak mendapatkan buku tulis = 10 : 2 = 5
Maka setiap anak mendapatkan buku tulis sebanyak 5 buku.
2. Diketahui: Banyak kue bakwan = 88 kue
Banyak tetangga = 11
Ditanya: Berapakah setiap tetangga Ibu mendapat kue bakwan?
Penyelesaian: Setiap tetangga mendapat bakwan = 88 : 11 = 8
Jadi setiap tetangga Ibu mendapat kue bakwan adalah 8 kue.
3. Diketahui: Banyak pengunjung = 3.171 orang
Waktu = 3 hari
Ditanya: Jika setiap hari banyaknya pengunjung sama, maka berapa
pengunjung kebun binatang setiap hari?
Penyelesaian: Banyak pengunjung tiap hari = 3.171 : 3 = 1.057
Jika setiap hari banyaknya pengunjung sama, maka banyak pengunjung kebun
binatang setiap hari adalah 1.057 orang.
4. Diketahui : Banyak salak = 2.475 buah
Banyak keranjang = 15
Ditanya: Berapa buah salak pondok disetiap keranjang?
Penyelesaian: Banyak buah salak pondok = 2.475 : 15 = 165
80
Jadi banyak buah salak pondok disetiap keranjang adalah 165 buah.
5. Diketahui: Banyak buku tulis = 8.241
Banyak siswa = 41 orang
Ditanya: Berapa buku tulis diterima setiap siswa?
Penyelesaian: banyak buku tulis yang diterima = 8.241 : 41 = 201
Maka banyak buku tulis diterima setiap siswa adalah 201 buku.
81
HASIL OLAHAN DATA MENGGUNAKAN UJI t
NoKode Siswa
Pre test X - X ₁ (X-X ₁ )² S₁ Post
Test X - X ₂ (X-X ₂ )² S₂ t hitung
t tabel
1 K-01 48 -0.26 0.07
18.75
73.00 -1.92105 3.69
10.98 14.96
t (0,05 ; 37)
2 K-02 32 -16.263 264.4903 84 9.07895 82.433 K-03 47 -1.26 1.60 63 -11.921 142.114 K-04 77 28.74 825.80609 94.00 19.08 364.015 K-05 37 -11.26 126.86 80 5.08 25.806 K-06 52 3.74 13.96 63 -11.92 142.117 K-07 50 1.74 3.02 88 13.08 171.068 K-08 44 -4.26 18.17 73 -1.92 3.699 K-09 73 24.74 611.91 71 -3.92 15.3710 K-10 25 -23.26 541.17 63 -11.92 142.1111 K-11 0 -48.26 2329.33 90 15.08 227.3712 K-12 46 -2.26 5.12 63 -11.92 142.1113 K-13 75 26.74 714.86 63 -11.92 142.1114 K-14 38 -10.26 105.33 77 2.08 4.3215 K-15 36 -12.26 150.39 85 10.08 101.5916 K-16 79 30.74 944.75 63 -11.92 142.1117 K-17 28 -20.26 410.60 77 2.08 4.3218 K-18 32 -16.26 264.49 73 -1.92 3.6919 K-19 36 -12.26 150.39 84 9.08 82.4320 K-20 40 -8.26 68.28 84 42.00 1764.00 1.6821 K-21 75 26.74 714.86 63 -11.92 142.1122 K-22 40 -8.26 68.28 73 -1.92 3.6923 K-23 30 -18.26 333.54 71 -3.92 15.3724 K-24 52 3.74 13.96 84 9.08 82.4325 K-25 32 -16.26 264.49 63 -11.92 142.1126 K-26 42 -6.26 39.23 73 -1.92 3.6927 K-27 48 0.26 0.07 63 -11.92 142.1128 K-28 46 -2.26 5.12 77 2.08 4.3229 K-29 48 -0.26 0.07 80 5.08 25.8030 K-30 34 -14.26 203.44 80 5.08 25.8031 K-31 79 30.74 944.75 84 9.08 82.4332 K-32 42 -6.26 39.23 67 -7.92 62.7433 K-33 52 3.74 13.96 73 -1.92 3.6934 K-34 32 -16.26 264.49 82 7.08 50.1135 K-35 73 24.74 611.91 73 -1.92 3.6936 K-36 85 36.737 1349.60 73 -1.92105 3.6937 K-37 50 1.7368 3.02 84 9.07895 82.4338 K-38 79 30.737 944.75 73 -1.92105 3.69Rata-Rata 48.263 13365.37 74.9211 4586.34
Lampiran 8
82
DOKUMENTASI MINI RISET
Pertemuan 1 Pelaksaan Pretes
Guru Membagikan Soal Pretes
Guru Berkeliling Sekaligus Mengarahkan Siswa
83
Siswa Mengerjakan Pretes
Pertemuan ke-2 Pembelajaran menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
84
Guru Membagikan LAS Serta Mengarahkan Kegiatan Siswa
Siswa Mengerjakan LAS
Pertemuan Ke 3 Melakukan Postes
85
86