23
MAKALAH FITOKIMIA “PERBANDINGAN SENYAWA TANNIN PADA TANAMAN PUTRI MALU DAN DAUN ALPUKAT SEBAGAI PEWARNA ALAMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOXHLETASI” tugas fitokimia yang dibina oleh bapak Choirul Huda, S.farm.,Apt Oleh: Efi Ratna Sari (1413206018) S1 FARMASI STIKES KARYA PUTRA BANGSA i FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Pembahasn jurnal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pembahasn jurnal

MAKALAH FITOKIMIA

“PERBANDINGAN SENYAWA TANNIN PADA TANAMAN PUTRI

MALU DAN DAUN ALPUKAT SEBAGAI PEWARNA ALAMI

DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOXHLETASI”

tugas fitokimia yang dibina oleh bapak Choirul Huda, S.farm.,Apt

Oleh:

Efi Ratna Sari

(1413206018)

S1 FARMASI

STIKES KARYA PUTRA BANGSA

TULUNGAGUNG

2016i FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 2: Pembahasn jurnal

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

karunia-Nya makalah fitokimia hasil perbadingan jurnal dapat diselesaikan dengan

tepat waktu.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Choirul Huda, S.farm.,Apt selaku

dosen pembimbing karena dengan adanya tugas ini dapat menambah wawasan kami.

Laporan ini berisikan tentang “Perbandingan Senyawa Tanin Pada Tanaman Putri

Malu dan Daun Alpukat Sebagai Pewarna Alami Dengan Menggunakan Metode

Soxhletasi”

Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang

terlibat dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi

pembacanya serta dapat memenuhi tugas fitokimia seperti yang diharapkan. Makalah

ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 15 Mei 2016

Penyusun

ii FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 3: Pembahasn jurnal

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar...............................................................................................ii

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................2

1.3 Tujuan..................................................................................................2

1.4 Manfaat................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................3

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat.....................................................................................................6

3.2 Bahan...................................................................................................6

3.3 Prosedur................................................................................................6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Daun Apukat......................................................................8

4.2 Hasil Ekstraksi tanaman putri malu..................................................9

BAB V PENUTUP..........................................................................................11

iii FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 4: Pembahasn jurnal

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................12

iv FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 5: Pembahasn jurnal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri tekstil dan dunia fashion saat ini semakin

berkembang pesat. Pewarnaan tekstil sebagian besar menggunakan pewarna

buatan. Pewarna sintetis yang mengandung bahan kimia dapat berbahaya dan

limbah yang dibuang dapat merusak lingkungan, sehingga pengolahan limbahnya

pun membutuhkan biaya yang cukup besar bagi industri. Di berbagai negara

maju dan berkembang, kini pewarnaan sudah mulai beralih menggunakan zat

warna alami, yang lebih ramah lingkungan dibandingkan pewarnaan dengan

pewarna buatan.

Karena penggunaan pewarna sintetis memiliki beberapa kerugian ini yang

menyebabkan perlu adanya penelitian dan pengembangan inovasi pewarna yang

bersumber dari alam. Tanaman Putri malu dan daun alpukat merupakan salah

satu yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi zat warna alami untuk

pewarnaan tekstil.

Tanin dapat digunakan sebagai pewarna alami, diketahui bahwa daun

alpukat mengandung senyawa tannin, sebagai zat pewarna akan menimbulkan

warna cokelat atau kecokelatan (Prayitno dkk., 2003). Sedangkan Tannin yang

terdapat dalam batang dan akar tanaman putri malu juga dapat dipakai pewarna

alami (Winarno dan Rahayu, 1994).

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas perlu dibandingkan

seberapa banyak senyawa tannin yang terkandung pada masing – masing

senyawa, sehingga diketahui tanaman mana yang lebih efektif digunakan sebagai

pewarna alami.

1 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 6: Pembahasn jurnal

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perbandingan senyawa tannin pada tanaman putri malu dan daun

alpukat sebagai pewarna alami dengan menggunakan metode soxhletasi?

2. Bagaimana metode ekstraksi dan pelarut yang cocok untuk penarikasn

senyawa tannin?

3. Berapa hasil senyawa tannin yang diperoleh melalui metode penarikan

soxhletasi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui perbandingan senyawa tannin pada tanaman putri malu dan daun

alpukat sebagai pewarna alami dengan menggunakan metode soxhletasi.

2. Mengetahui metode ekstraksi dan pelarut yang cocok untuk penarikan

senyawa tannin pada tanaman putri malu dan daun alpukat.

3. Mengetahui hasil rendemen senyawa tannin pada tanaman putri malu dan

daun alpukat.

1.4 Manfaat

Untuk mengetahui perbandingan senyawa tannin pada tumbuhan putri malu dan

daun alpukat sehingga dapat diketahui efektifitas tanaman putri malu dan daun

alpukat sebagai pewarna alami.

2 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 7: Pembahasn jurnal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tanin adalah senyawa fenol yang memiliki berat molekul 500-3000 daltons

(Da). Tanin diklasifikasi atas dua kelompok atas dasar tipe struktur dan aktivitasnya

terhadap senyawa hidrolitik,yaitutanin terkondensasi (condensed tannin) dan tanin

yang dapat dihidrolisis (hyrolyzable tannin) (Hagerman, 2002).

Tanin hidrolisis adalah tanin pada pemanasan dengan asam klorida atau asam

sulfat menghasilkan asam galat atau asam elagat. Tanin terkondensasi adalah tanin

pada pemanasan dengan asam klorida menghasilkan phlobaphenes seperti

phloroglucinol (Browning, 1966).

Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan, baik tumbuhan

tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda.

Sumber tanin antara lain diperoleh dari jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari

tumbuhan seperti akasia (Acacia sp), ekaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan

sebagainya. Tanin selama ini banyak digunakan sebagai bahan perekat tipe eksterior,

yang terutama terdapat pada bagian kulit kayu. Tanin memiliki sifat antara lain dapat

larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki

gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan

jamur (Carter et al., 1978).

Jika R1=R2=OH, R3=H maka struktur ini

adalah grup (-) epicatechin dan jika pada R1

dan R2 sebagaikomponen lain maka grup ini

terindikasi di bawah struktur R2=O-galloyl

pada catechin gallat.

3 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 8: Pembahasn jurnal

Tanin dapat digunakan sebagai pewarna alami, menurut Prayitno dkk., (2003)

diketahui bahwa daun alpukat mengandung senyawa tannin, sebagai zat pewarna

akan menimbulkan warna cokelat atau kecokelatan. Sedangkan Tannin yang terdapat

dalam batang dan akar tanaman putri malu juga dapat dipakai pewarna alami

(Winarno dan Rahayu, 1994).

Penggunaan tannin sebagai bahan pewarna yaitu sebagai mordant biasanya

dilakukan dengan dikombinasi dengan bahan logam tertentu. Prabhu dan Teli (2011)

mengekstraksi tannin dari asam jawa (Tamarindus indica L.) sebagai mordant alami

yang dicampur dengan tembaga sulfat sebagai bahan pewarna alami pada bahan

katun, wol dan kain sutra. Kekuatan warna hasil pencelupan dengan mordant

selanjutnya diuji dengan pencucian dan paparan terhadap cahaya ternyata mordant ini

lebih tahan luntur jika dibandingkan dengan pencelupan dengan pewarna alami

(kunyit dan kulit delima) tanpa mordant. Tannin terkondensasi (proanthocyanidins

tannin) memberikan kekuatan warna menjadi tidak luntur. Seni Tekstil Indonesia,

menggunakan pencelupan mordant yang berupa kombinasi tannin dan garam

aluminium untuk memberikan warna merah, sedangkan kombinasi tannin dan zat besi

akan memberikan warna nila.

Pengambilan tannin dari tanaman dapat dilakukan dengan ekstraksi

menggunakan pelarut organik. Markom dkk. (2007) mengekstraksi tannin dari

Phyllanthus niruri Linn, menggunakan berbagai pelarut organik (petroleum eter,

dikhorometana, khloroform, metanol, etanol dan aseton) dengan metoda ekstraksi

Sohxlet. Chavan dkk. (2001) mengektrak tannin kental dari kacang pantai,

kacanghijau dan kacang rumput menggunakan pelarut metanol dan aseton dengan

variasi konsentrasi pelarut, tanpa pemanasan. Hasil terbaik diperoleh pada ekstraksi

tannin dengan pelarut aseton dengan kemurnian 70%. Artikel ini melaporkan kajian

mengenai ekstraksi tannin dari putrimalu dengan metode soxhlet menggunakan

beberapa jenis pelarut organik dan pemodelan matematik untuk menggambarkan

perpindahan massa di dalam proses ekstraksi tersebut

4 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 9: Pembahasn jurnal

Menurut Tjukup Marnoto dkk 2012 mekanisme proses ekstraks yaitu, terjadi

perpindahan massa (solute) dari padatan ke pelarut. Mekanisme perpindahan massa

pada proses ekstraksi menggunakan soxhlet yaitu dimana uap pelarut yang timbul

sebagai akibat dari pemanasan pelarut akan bergerak ke atas. Selanjutnya, uap ini

diembunkan di atas padatan dan embunan yang terbentuk tercurah ke tumpukan

padatan untuk mengekstrak solute sehingga terjadi ekstraksi. Selanjutnya, luapan

pelarut yang mengandung ekstrak turun ke labu penampung pelarut yang dipanaskan

dan akan kembali menguapkan pelarut. Proses ini terjadi secara berulang dan terus

menerus sehingga terjadi ekstraksi secara kontinyu.

5 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 10: Pembahasn jurnal

BAB III

METODOLOGI

a.1 Alat

Seperangkat alat soxhlet

a.2 Bahan

a) Untuk ekstraksi Daun alpukat

Daun alpukat yang tua (yang dekat dengan pangkal dan berwarna hijau tua)

Pelarut yang digunakan yaitu etanol 95 % (teknis) dan aseton (teknis).

b) Untuk Ekstraksi Tanaman Putri Malu

Tanaman putri malu yang digunakan diambil batang dan daunnya

Pelarut organik yang digunakan yaitu metanol dengan kemurnian 96%,

aseton kemurnian 96%, n-heksan kemurnian 98% dan etanol 96%

a.3 Prosedur

a) Daun Putri Malu

1. Diambil Sebanyak 10 gram yang sudah kering

2. Dibungkus dengan kertas saring

3. Dimasukkan ke dalam thimbel soxhlet

6 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 11: Pembahasn jurnal

4. Diisi dengan pelarut pada labu alas bulat sebanyak 2/3 bagian dari isi

labu yaitu 350 ml. Selanjutnya, Water bath difungsikan,dan pada saat

yang sama air pendingin dialirkan menuju pendingin tegak.

5. Diekstraksi sampai terjadi kesetimbangan ekstrak tannin yang ditandai

dengan kadar tannin di dalam pelarut relatif tetap.

b) Daun Alpukat

1. Daun alpukat dikeringkan dalam oven dengan menggunakan suhu 800 C

selama kurang lebih 5 jam dan dihaluskan menjadi serbuk.

2. Ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian dibungkus (dilapisi) dengan

kapas dan kertas saring.

3. Dimasukkan ke dalam soxhlet dan diekstraksi menggunakan pelarut

sesuai dengan perlakuan jenis pelarut yaitu menggunakan etanol 95% dan

aseton dengan perbandingan etanol 95% dan aseton 3:0; 3:1 dan 3:2,

masing-masing sebanyak 300 mL, serta menggunakan perlakuan waktu

ekstraksi yaitu selama 150 menit dan 180 menit.

4. Diekstraksi secara soxhletasi menggunakan suhu pemanasan 800 C. 4.

Hasil ektraksi dengan soxhletasidisaring dengan kertas saring dan

dipisahkan dari endapannya

5. Diekstrak daun alpukat kemudian dievaporasi menggunakan rotary

vacuum evaporator untuk menghilangkan pelarut dalam ekstrak, dengan

suhu di bawah titik didih pelarut (50 - 600 C). Evaporasi dilakukan

sampai pelarut pada labu pemisah tidak menetes lagi, sehingga dihasilkan

ekstrak kasar daun alpukat yang diharapkan sudah tidak mengandung

pelarut.

7 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 12: Pembahasn jurnal

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Daun alpukat

Dari hasil penelitian ekstraksi tanin dari daun alpukat tersebut, diketahui

total tanin yang terkandung dalam ekstrak berkisar 15,81 – 22,07 %. Pada data

analisis ragam rerata total tanin, diketahui bahwa pelarut dan waktu ekstraksi

berbeda nyata terhadap total tanin ekstrak. Dengan kata lain pelarut dan waktu

ekstraksi mempengaruhi nilai tanin yang terekstrak. Begitu juga dengan interaksi

antara faktor pelarut dengan waktu ekstraksi menunjukkan interaksi yang nyata.

Dari tabel dapat diketahui rerata total tanin dengan perlakuan proporsi

pelarut dan waktu ekstraksi memiliki sangat mempengaruhi hasil. Dengan kata

lain proporsi pelarut dengan waktu ekstraksi berpengaruh pada total tanin ekstrak

yang dihasilkan. Pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama dengan

senyawa tanin yang diekstrak dan waktu ekstraksi dengan soxhletasi yang lebih

lama akan menghasilkan ekstrak senyawa tannin yang maksimal. Dari hasil

8 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 13: Pembahasn jurnal

diketahui total tanin tertinggi didapat pada perlakuan waktu ekstraksi 180 menit.

Hal ini dikarenakan semakin lama waktu ekstraksi, maka kontak antara pelarut

dan bahan yang diekstrak juga akan semakin lama, sehingga ekstraksi senyawa

pada bahan juga akan semakin banyak. Robinson (1995) menyatakan struktur

senyawa tanin tersusun atas atom-atom yang berbeda dan tanin memiliki gugus

hidroksi lebih dari satu dan memiliki momen dipol tidak sama dengan nol (μ ≠ 0)

yang menyebabkan tanin bersifat polar, sehingga harus dilarutkan dengan pelarut

yang bersifat polar, jadi karena sifat kepolaran pelarut yang berbeda yang

membuat kemampuan untuk mengekstrak tanin pun berbeda pula.

4.2 Ekstraksi Tanaman Puri Malu

Grafik Kadar tannin di dalam pelarut yang diambil setiap selang waktu 20 menit

pada berbagai jenis pelarut

9 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 14: Pembahasn jurnal

Berdasarkan grafik diatas menunjukan bahwa dengan menggunakan

pelarut yang berbeda, jumlah tannin yang terekstrak juga berbeda, walaupun

volume pelarut yang digunakan adalah sama. Menurut Markom dkk. (2007)

ekstraksi tannin dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Sifat fisikokimia pelarut yang

ditandai dengan indeks polaritas dan momen dipole dapat dilihat pada Tabel 2.

Hasil ekstrak paling rendah diperoleh pada pelarut non polar n-heksana yaitu

0,0031 g/mL. Aseton, metanol dan etanol merupakan pelarut polar. Aseton

merupakan pelarut polar-aprotik yang tidak dapat memberikan ion OH-,

sedangkan metanol dan etanol merupakan pelarut polar-protik yaitu yang dapat

10 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 15: Pembahasn jurnal

memberikan ion OH-, sehingga lebih mudah berinteraksi dengan gugus

fungsional yang polar pada tannin. Oleh karena itu, aseton menghasilkan ekstrak

tannin yang lebih rendah (0,016 g/mL) dibanding pelarut polar-protik (metanol

dan etanol).

Pelarut metanol dan etanol yang sama-sama bersifat polar-protik

menghasilkan ekstrak tannin yang berbeda yaitu metanol 0,0274 g/mL dan

etanol 0,044 g/mL, hal ini disebabkan pelarut metanol tidak mengandung air,

sedangkan etanol lebih banyak mengandung air sebagai pengotor yang

menyebabkan etanol teknis lebih polar dibandingkan metanol dan pada akhirnya

dapat melarutkan lebih banyak tannin. proses ekstraksi tannin dari tanaman

putrimalu dikaji menggunakan larutan etanol 96% ; 81% ; 66% ; 51% ; 36%

berat.

Pada ekstraksi soxhlet kemurnian uap pelarut yang diembunkan dan

dicurahkan ke padatan adalah selalu murni, tidak sama dengan kemurnian cairan

pelarut (ekstrak). Koefisien perpindahan massa gabungan atau koefisien adsorpsi

tannin padat-cair pada kemurnian pelarut etanol 66%, 81%, dan 96% adalah

0,0161, 0,0196 dan 0,0213 (1/menit). Hasil ekstraksi tannin yang terdapat pada

batang dan daun tanaman putri malu setelah dimurnikan adalah 3,65% (berat).

BAB V

KESIMPULAN

11 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 16: Pembahasn jurnal

Berdasarkan hasil perbandingan antara ektraksi pada tanaman putri malu dan

daun apukat diketahui bahwa kendungan senyawa tanin lebih banyak diperoleh

pada daun apukat denga total tanin daun apukat sebesar 22,07%, sedangkan pada

tanaman putri malu tannin secara murni hanya sebesar 3,65% dari total berat

sampel. Sehingga dapat dikatakan tannin pada daun apukat memiliki efektifitas

lebih besar yang dapat digunakan sebagai pewarna alami dibandingkan dengan

tanaman putri malu.

Pelarut yang cocok digunakan untuk metode ekstraksi soxhletasi untuk

penarikan senyawa tannin yaitu pelarut yang sifatnya polar karena senyawa

tannin bersifat polar.

Ekstraksi soxhletasi juga berpengaruh terhadap waktu, semakin lama waktu

ekstraksi, maka kontak antara pelarut dan bahan yang diekstrak juga akan

semakin lama, sehingga ekstraksi senyawa pada bahan juga akan semakin

banyak.

DAFTAR PUSTAKA

12 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 17: Pembahasn jurnal

Hagerman, A. E. 2002. Tannin Chemistry, Department of Chemistry and

Biochemistry, Miamy University, Oxford.

Browning, B. L. 1966. Methods of Wood Chemistry. Vol I, II. Interscience

Publishers. New York.

Carter, F. L., A. M. Carlo and J. B Stanley. 1978. Termiticidal Components of

Wood Extracts Methyljuglone from Diospyros Virginia. Journal Agriculture.

26(4):869-873

Winarno, and Rahayu, T.S., (1994), Bahan Tambahan untuk Makanan dan

Kontaminan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Chavan, U.D., Shahidi, F., and Naczk, M., (2001), Extraction of condensed tannins

from beach pea (Lathyrus maritimus L.) as affected by different solvents,

Food Chemistry, 75, pp. 509-512

Prabhu, K.H. and Teli, M.D., (2011), Eco-Deing using Tamarindus Indica L. Seed

Coat Tannin as a Natural Mordant for Textiles with Antibacterial Activity,

Journal of Saudi Chemical Society : xxx, xxx–xxx, Article in Press.

Marnoto, T., (2010), Analisis Numerik dan Pemrograman dengan Bahasa Scilab,

percetakan UPN “Veteran”, Yogyakarta.

Markom, M., Hasan, M., Daud, W.R.W., Singh, H., and Jaim, J.M., (2007),

Extraction of hydrolysable tannins from Phyllanthus niruri Linn:Effects of

solvents and extraction methods, Separation andPurification Technology, 52,

pp. 487-496.

13 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”

Page 18: Pembahasn jurnal

14 FITOKIMIA “REVIEW JURNAL”