48
“ANCAMAN SAMPAH TERHADAP DEFORESTASI MANGROVE DAN KRISIS SUMBER DAYA LAUT PULAU SERANGAN” Ilmu Pengetahuan Lingkungan | Ancaman Sampah Terhadap Deforestasi Mangrove dan SDL Pulau Serangan

Penelitian lingkungan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kondisi Mangrove di Bali Selatan

Citation preview

Page 1: Penelitian lingkungan

“ANCAMAN SAMPAH TERHADAP DEFORESTASI MANGROVE DAN KRISIS

SUMBER DAYA LAUT PULAU SERANGAN”

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 2: Penelitian lingkungan

ABSTRAK:

Sampah merupakan masalah pelik yang tengah diperbincangkan dan

gencar diatasi oleh pemerintah maupun masyarakat yang peduli dengan

lingkungan. Hal ini diakibatkan oleh dampak yang sangat besar dan signifikan

terhadap kehidupan manusia yang akan terlihat setelah kesalahan dalam

bagaimana menangani sampah tersebut.

TPA Suwung di Denpasar merupakan TKP yang menjadi objek

penanganan sampah di kota Denpasar, yang sebelumnya merupakan kawasan

Hutan Mangrove yang begitu subur. Pengalihan lahan ini mengakibatkan krisis

sumber daya laut yang menjadi Tumpuan Hidup nelayan di Pulau Serangan.

Bagaimanakah menyelesaikan polemik ini? Dan apa yang sebenarnya terjadi dan

solusi yang telah dilakukan pemerintah dapat kita simak dari studi kasus ini.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

SAMPAH MANGROVE SDL

Page 3: Penelitian lingkungan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Konteks Penelitian

Konteks penelitian dan observasi ini mengenai kemungkinan adanya

pencemaran lingkungan baik itu pencemaran tanah, air maupun udara yang sesuai

dengan mata kuliah yang dikaji yakni Ilmu Pengetahuan Lingkungan.

Alasan kami mengambil judul “ANCAMAN SAMPAH TERHADAP

DEFORESTASI MANGROVE DAN KRISIS SUMBER DAYA LAUT PULAU

SERANGAN” agar sesuai dengan konsep pencemaran dan mencari apakah ada

dampaknya terhadap lingkungan maupun kehidupan social. Kami sengaja

memilih fokus kerusakan hutan sebagai judul dalam tugas akhir ini dengan

berbagai pertimbangan. Pertama, kami mengkaji secara khusus dan mendetail

mengenai lingkungan yang paling dekat dengan kehidupan di sekeliling kita.

Kedua, kami sebagai warga merasa ingin tahu untuk memahami dan mencari

solusi terbaik dari masalah yang bertahun-tahun menjadi perbincangan di media

massa. Dan, Ketiga, dengan membaca tulisan ini, mudah-mudahan kita semua

akan sadar bahwa lingkungan yang paling dekat dengan kita saat ini

sesungguhnya sudah kondisi yang sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak,

setelah menentukan judul, kami terjun langsung untuk menelitidan mendata

mengenai kondisi yang sebenarnya pada 3 lokasi di pesisir Bali Selatan. Antara

lain, TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Suwung Denpasar, Desa Pulau Serangan

dan wilayah konservasi alam “ MIC ” yang singkatan dari “ Mangrove

Information Centre “ untuk memperoleh keakuratan data secara objektif.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 4: Penelitian lingkungan

1.2 Fokus Kajian

Kami mengambil fokus kajian kali ini khusus di bidang pencemaran lingkungan darat, pesisir dan lautan. Artinya jika benar adanya pencemaran di ligkungan darat , bagaimanakah hubungan dan dampaknya terhadap keadaan lingkungan pesisir dan lautan, khususnya di daerah Denpasar Selatan.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui metodologi dan jalannya penelitian dan observasi langsung.

Menemukan adanya gejala gejala pencemaran.

Menyimpulkan gejala hubungan antara ketiga variable atau obyek obyek

yang menjadi lokasi observasi tersebut.

Mencari solusi dari kemungkinan pencemaran yang mungkin ditimbulkan.

1.4 Rumusan Masalah

Bagaimana metodologi dan jalannya penelitian dan observasi langsung

yang dilaksanakan?

Apakah ada gejala gejala pencemaran di setiap lokasi penelitian?

Adakah gejala hubungan antara ketiga variable atau obyek obyek yang

menjadi lokasi observasi tersebut?

Apa solusi pemecahan dari kemungkinan pencemaran yang mungkin

ditimbulkan?

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 5: Penelitian lingkungan

BAB II

PERSPEKTIF TEORETIK DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tentang Sampah

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah

berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut

derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep

sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama

proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia

didefinisikan konsep lingkungan maka Sampah dapat dibagi menurut jenis-

jenisnya. (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 12.38, 13 Desember

2011)

2.1.1 Penggolongan sampah

Secara garis besar sampah dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

a. Sampah organik atau basah, jenis sampah ini merupakan sampah yang dapat mengalami pembusukan secara alami.

b. Sampah anorganik atau kering, jenis sampah yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami.

c. Sampah berbahaya, sampah yang secara langsung maupun tidak langsung membahayakan manusia maupun hewan seperti batterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dan lain-lain.

2.1.2 Permasalahan Sampah

Secara umum pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan

lingkungan akan dapat mengakibatkan:

a. Tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus. b. Menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara. c. Menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan

kesehatan.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 6: Penelitian lingkungan

2.1.3 Tata cara pemusnahan sampah

Beberapa cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan atau biasa dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Penumpukan / Open Dumping. Dengan metode ini, sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan resiko karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran dan sumber penyakit.

b. Pengkomposan. Cara pengkomposan merupakan cara sederhana dan dapat menghasiikan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. Teknologi komposting yang menghasilkan kompos untuk digunakan sebagai pupuk maupun penguat struktur tanah.

c. Pembakaran.Metode ini dapat dilakukan hanya pada sampah yang dapat dibakar habis. Teknologi pembakaran (Incinerator),dengan cara ini dihasilkan produk samping berupa logam bekas (skrap) dan uap yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik.

d. Sanitary landfill. Metode ini hampir sama dengan penumpukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi sampah ditutupi tanah, namun hal ini memerlukan areal khusus yang sangat luas. Secara umum Sanitary Landfill terdiri atas elemen sebagai berikut :

Lining System, berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran

leachate ke dalam tanah yang akhirnya bisa mencemari air tanah.Biasanya

lining system terbuat dari compacted clay, geomembran atau campurn

tanah dengan bentonite.

Leachate Collection System dibuat di atas lining system dan berguna

untuk mengumpulkan leachate dan memompa keluar sebelum leachate

menggenang di lining system yang akhirnya akan menyerap ke dalam

tanah. Leachate yang dipompa keluar melalui sumur yang disebut leachate

Extraction system yang biasanya dikirim ke wastewater untuk diproses

sebelum pembuangan akhir.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 7: Penelitian lingkungan

Cover atau Cau system, berguna untuk menguranggi cairan akibat hujan

yang masuk ke dalam landfill. Dengan berkurangnya cairan yang masuk

akan mengurangi leachate.

Gas Ventilation System berguna unntuk mengendalikan aliran dan

konsentrasi di dalam landfill, dengan demikian mengurangi resiko gas

mengalir di dalam tanah tanpa terkendali yang akhirnya dapat

menimbulkan peledakan.

Monitoring System, bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai

peringatan dini kalau terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di

lingkungan sekitar.

e. Controlled Landfill System ( Sistem timbun terkendali ) merupakan peralihan antara open dumping dengan Sanitary Landfill dimana sampah dari TPS di buang ke TPA dan pada suatu waktu ditimbun dengan tanah.

f. Teknologi daur ulang. Pada umumnya barang-barang yang dapat didaur ulang adalah bahan anorganik seperti plastik, kertas, kaca, karet, dan logam. Umumnya setelah diolah barang-barang tersebut dapat menghasilkan sampah potensial, yang bentuknya tidak jauh berbeda dari bentuk asalnya.

Sumber : (Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S. 1985 . Tekhnologi Pemanfaatan Sampah Kota dan Peran Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan Konseptual.)

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 8: Penelitian lingkungan

2.2 Tentang Hutan Mangrove

Sumber : (Data mengenai mangrove ini kami dapat dari kunjungan ke Mangrove Information Center Denpasar pada hari Rabu, 22 Desember 2011)

2.2.1 Pengertian Mangrove

Kata “mangrove” berkaitan sebagai tumbuhan tropis yang komunitas

tumbuhnya didaerah pasang surut dan sepanjang garis pantai (seperti : tepi pantai,

muara laguna (danau pinggir laut) dan tepi sungai) yang dipengaruhi kondisi

pasang surut air laut. Menurut FAO (1952) definisi mangrove adalah pohon dan

semak-semak yang tumbuh dibawah ketinggian air pasang tertinggi. Mangrove

merupakan varietas yang besar dari famili tumbuhan, yang beradaptasi pada

lingkungan tetentu. Tomlinson (1986) mengklasifikasikan jenis mangrove

menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : Kelompok Mayor, Kelompok Minor,

Kelompok Asosiasi Mangrove.

2.2.2 Habitat Mangrove

Sebagian pohon mangrove dijumpai disepanjang pantai terlindung yang

berlumpur, bebas dari angin yang kencang dan arus (misalnya di mulut muara

sungai besar). Mangrove juga dapat tumbuh diatas pantai berpasir dan berkarang,

terumbu karang dan dipulau-pulau kecil. Sementara itu air payau bukanlah hal

pokok untuk pertumbuhan mangrove, mereka juga dapat tumbuh dengan subur

jika terdapat persediaan endapan yang baik dan pada air tawar yang berlimpah.

Hutan mangrove dapat tersebar luas dan tumbuh rapat pada mulut sungai

besar di daerah tropis, tetapi di daerah pesisir pantai pegunungan, hutan mangrove

tumbuh di sepanjang garis pantai yang terbatas dan sempit. Perluasan hutan

mangrove banyak dipengaruhi oleh topografi daerah pedalaman.

Ada hubungan yang erat antara kondisi air dengan vegetasi hutan

mangrove. Di beberapa tempat, mangrove menunjukkan tingkatan zonasi yang

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 9: Penelitian lingkungan

nyata yang cenderung berubah dari tepi air menuju daratan. Penyebaran jenis

mangrove tersebutberkaitan dengan salinitas, tipe pasang surut dan frekwensi

penggenanggan. Namun kadang- kadang tergantung undulasi / tinggi rendahnya

lantai hutan atau anak sungai di dalam area yang skemanya khusus

menggambarkan keadaan umum dari daratan pasang surut seperti yang terdapat di

Bali dan Lombok.

2.2.3 Luas dan Penyebaran Mangrove

Penyebaran beberapa spesies mangrove terdapat disekitar ekuator antara

320 LU dan 380 LS, pada iklim A, semakin sedikit dan pohonnya semakin kecil.

Lokasi mangrove paling utara adalah di bagian tenggara pulau Khusyu, Jepang,

dimana hanya ditemukan satu spesies saja (Kandelia candel), sedangkan lokasi

paling selatan adalah bagian utara Selandia Baru dimana hanya teridentifikasi satu

spesies yaitu Avecenia marina.

Menurut Chapman (1975) penyebaran mangrove dibagi menjadi 2

kelompok yaitu :

1). The old world mangrove, yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India,

Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, Selandia Baru, Kepulauan Pasifik

dan Samoa.

2). The new world mangrove, yang meliputi pantai pantai Atlantik dan Afrika

dan Amerika, Meksiko dan Pasifik Amerika dan Kepulauan Galapagos.

Menurut ISME (1997) berdasarkan citra landsat luas mangrove didunia

sekitar 18,1 juta ha. Perkiraan luas mangrove sangat beragam. FAO (1994)

menyatakan bahwa luas hutan mangrove diseluruh dunia sekitar 16,5 juta ha yang

tersebar di Asia (7,44 juta ha). Khusus di Indonesia yang merupakan Negara

tropis berbentuk kepulauan dengan garis pantai lebih dari 81.000 km, hutan

mangrovenya seluas 4,25 juta ha (FAO/UNDP, 1982).

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 10: Penelitian lingkungan

Di Indonesia diperkirakan terdapat 202 jenis tumbuhan mangrove,

meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis harba tanah, 44

jenis epifit dan 1 jenis paku yang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu mangrove

sejati (true mangrove) dan mangrove ikutan (associate). ( M. Khazali, dkk. 1999 )

2.2.4 Karakteristik Morfologi Mangrove

Karakteristik morfologi yang menarik dari spesies mangrove terlihat pada

setiap perakaran dan buahnya, yang merupakan bentuk adaptasi terhadap

lingkungan tempat tumbuhnya.

a. Sistem Akar

Tanah pada habitat mangrove adalah anaerob (hampa udara) bila berada

dibawah air. Beberapa species memiliki system perakaran khusus yang disebut

akar udara yang cocok untuk kondisi tanah yang anaerob. Ada beberapa tipe

perakaran udara yaitu : akar pasak, akar tunjang, akar lutut, dan akar papan

(banir). Akar udara mampu berfungsi untuk pertukaran gas dan menyimpan udara

untuk pernafasan selama penggenangan.

b. Buah / Bibit

Semua species mangrove memproduksi buah yang biasanya disebarkan

melalui air. Ada beberapa macam bentuk buah, seperti bentuk silinder, bulat,

berbentuk kacang dan normal

Benih Vivivar

Umumnya terdapat pada famili Rhizophoraceae (Rhizopora, Bruguiera,

Ceriops dan Kandelia). Vivivar adalah perkecambangan dimana embrio keluar

dari pericap dan tumbuh diantara pohon yang terkadang berlangsung lama pada

pohon induknya.

Benih Kriptovivivar

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 11: Penelitian lingkungan

Avicennia (seperti buah kacang), Aegiceras (seperti silinder) dan Nypa

buahnya berbentuk Kryptoviviparous dimana buah berkecambah tetapi diliputi

oleh selaput buah (kulit buah) sebelum sitinggalkan dari pohon induknya atau

tidak mencukupi untuk keluar dari pericarp.

Benih Normal

Ditemukan pada spesies Sonneratia dan Xylocarpus buahnya berbentuk

bulat seperti bola dengan benih normal. Spesies lain kebanyakan buah berbentuk

kapsul, sebagai benih normal. Buah tersebut mengalami proses dimana mereka

memecah diri dan menyebarkan benihnya pada saat mencapai air.

2.2.5 Pertumbuhan Mangrove

Komponen mayor dan minor spesies mangrove tumbuh dengan baik tanpa

dipengaruhi oleh kadar garam air. Namun jika air terlalu asin maka pohon

mangrove tidak dapat tumbuh terlalu tinggi. Hal yang harus diperhatikan bahwa

spesies mangrove dapat tumbuh lebih cepat pada air tawar daripada air yang

mengandung garam (asin).

Melalui kelenjar garamnya, beberapa spesies mangrove menghasilkan

sistem yang memungkinkan mereka untuk tumbuh pada kondisi berkadar garam

tinggi. Avicennia, Aegiceras, Acanthus dan Aegalitis dapat mengontrol

keseimbangan garam dengan mengeluarkan garam dari kelenjar tersebut

(Tomlinson, 1986). Sebagian kelenjar garam terdapat dipermukaan daun yang

tampak berkristal dan mudah diamati.

Spesies lain seperti Rhizopora, Brugueria, Ceriops, Sonneratia dan

Lumnitzera dapat mengontrol keseimbangan garam dengan cara lain seperti

dengan menggugurkan daun tua yang mengandung garam yang terakumulasi, atau

dengan melakukan tekanan osmotic akar.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 12: Penelitian lingkungan

Struktur, fungsi ekosistem, komposisi dan distribusi spesies dan pola

pertumbuhan organisme mangrove sangat tergantung pada factor-faktor

lingkungan diantaranya : Fisiografi pantai, iklim, pasang surut, gelombang/arus,

salinitas oksigen terlarut, tanah, nutrient dan proteksi.

2.2.6 Fungsi Mangrove

a). Fungsi Fisik

Secara fisik mangrove berfungsi sebagai pelindung pantai dan tebing

sungai dari erosi/abrasi, mempercepat sedimentasi, mengendalikan intrusi air laut,

dan melindungi daerah belakang mangrove dari gelombang tinggi dan angin

kencang.

b). Fungsi Biologis

Dilihat dari aspek biologis, mangrove meru akan tempat yang ideal bagi

ikan, udang, dan biota laut lainnya untuk mencari makan, memijah dan

berkembang biak dan hutan mangrove juga sebagai tempat bersarangnya burung-

burung laut.

c). Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi dari hutan mangrove dapat dilihat dari segi pemanfaatan

kayu dan non kayu. Kayu mangrove dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan

bangunan dan penghasil pulp dan rang dengan kualitas tinggi.

2.2.7 Manfaat Mangrove

a). Pemanfaatan Fauna Mangrove

Beberapa jenis ikan, udang dan kepiting banyak dibudidayakan di tambak,

diantaranya ikan Bandeng (Chanos chanos), Belanak (Mugil Chepalus), kepiting

bakau (Scylaa serrata) dan tiram bakau (Crassastrea cucullata).

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 13: Penelitian lingkungan

b). Pemanfaatan Hasil Hutan Mangrove

bahan baku bangunan, kontruksi, perahu

kayu bakar dan arang (Rhizophora, Brugueria)

bahan baku kertas

beberapa jenis mangrove dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan, gula,

makanan dan bahan racun ikan yang ramah lingkungan

kulit batang pada Ceriop tagal baik sekali untuk mewarnai dan pengawet

jala ikan

Brugueria sp, juga dapat menjadi tempat yang ideal untuk sarang lebah

(lebah madu)

Kawasan mangrove juga sangat cocok sebagai tempat budidaya rumput

laut

c). Pemanfaatan lain

Kondisi vegetasi mangrove yang khas dan unik akan sangat mungkin

dikembangkan sebagai obyek wisata (eko-wisata), tempat penelitian dan

pendidikan lingkungan bagi siswa sekolah.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 14: Penelitian lingkungan

2.3 Tentang Pulau Serangan

Secara geografis, Pulau Serangan terletak di Kecamatan Denpasar Selatan,

Kotamadya Denpasar, Propinsi Bali. Luasnya Pulau Serangan asli merupakan

111,9 ha yang dulu terdiri dari 6,456 ha lahan pemukiman, 85 ha tegalan dan

perkebunan, dan 19 ha rawa atau hutan.

Desa Serangan terdiri dari enam banjar, yaitu Banjar Ponjok, Kaja, Tengah,

Kawan, Peken, dan Dukuh, dan Kampung Bugis.

Jumlah jiwa di Pulau Serangan mencapai 752 Kepala Keluarga (KK)

dengan jumlah jiwa 3253 orang. 85% penduduk bekerja sebagai nelayan pesisir

(yang mencari hasil laut di dataran pasang surut atau memakai perahu tradisional

tanpa mesin), dan yang lainnya merupakan karyawan. Dengan demikian,

penduduk Serangan mempunyai identitas sebagai orang pesisir, yang tidak biasa

di Bali yang mana kebanyakan orang Bali berorientasi terhadap tanah. Desa

Serangan terdiri dari penduduk Hindu dan Muslim. Orang Muslim ini sudah

tinggal di Pulau Serangan berabad-abad, kebanyakannya adalah keturunan orang

Bugis dari Sulawesi Selatan yang datang ke pulau Bali pada abad ke-17.

Sumber : (Monografi Kelurahan Serangan, 1994)

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 15: Penelitian lingkungan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan alasan penggunaannya :

Memilih pendekatan tertentu dalam kegiatan penelitian harus disadari

bahwa ia memiliki konsekuensi tersendiri sebagai sebuah proses yang harus

diikuti secara konsisten dari awal hingga akhir agar memperoleh hasil yang

maksimal dan bernilai ilmiah sesuai dengan kapasitas, daya jangkau dan maksud

dari pendekatan tersebut. Seperti dikatakan Vernon van Dyke (1960), sebuah

pendekatan mengisyaratkan sejumlah kriteria untuk menyeleksi data yang

dianggap relevan. Dengan kata lain, sebuah pendekatan mencakup di dalamnya

standar dan cara kerja atau prosedur tertentu dalam proses penelitian, termasuk

misalnya memilih dan merumuskan masalah, menjaring data, serta menentukan

unit analisis yang akan diteliti dan lain sebagainya.

Dalam khazanah metodologi, sebuah pendekatan diakui selain

mengandung sejumlah keunggulan, juga memiliki beberapa kelemahan tertentu.

Hal ini adalah sesuatu yang wajar dan universal adanya. Karena itu memang harus

disadari sejak awal. Meskipun demikian, tidak berarti sebuah pendekatan menjadi

tidak sah atau tidak penting untuk digunakan. Sebab, persoalannya lebih terletak

pada bagaimana menggunakan dan menempatkan sebuah pendekatan (dengan

keunggulan dan kelemahan yang melekat padanya) dalam suatu studi dengan

masalah yang relevan ditelaah menurut logika pendekatan tersebut. Dalam

konteks ini, peneliti diharapkan bersikap cermat memilih sebuah pendekatan agar

benar-benar sesuai dengan masalah yang diangkat atau diajukan serta tujuan yang

hendak dicapai dalam kegiatan penelitian yang dilakukan.

Pendekatan kualitatif (qualitativ research) dalam penelitian sosial adalah

salah satu pendekatan utama yang pada dasarnya adalah sebuah label atau nama

yang bersifat umum saja dari sebuah rumpun besar metodologi penelitian. Tetapi

aspek-aspek yang bersifat kemetodean, dalam arti yang dapat dipraktikkan dalam

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 16: Penelitian lingkungan

kegiatan penelitian kualitatif, terdapat berbagai variasi atau jenis-jenis metode.

Jenis-jenis tersebut, yang utama misalnya: metode atau studi etnografi, studi

grounded, studi life history, observasi partisipan, dan studi kasus. Masing-masing

jenis studi itu memiliki karakeristik kemetodean dan teknik-teknik spesifik

tersendiri dalam mendekati dan menelaah sebuah fenomena sosial. Tulisan ini

serta seluruh pembahasan di dalamnya, bermaksud dan hanya ingin menyajikan

secara singkat hakikat dari apa yang disebut studi kasus (case study) dalam

konteks pendekatan atau penelitian kualitatif. (i) (ii)

Kedua, studi kasus observasi. Yang lebih ditekankan di sini adalah

kemampuan seorang peneliti menggunakan teknik observasi dalam kegiatan

penelitian. Dengan teknik observasi partisipan diharapkan dapat dijaring

keterangan-keterangan empiris yang detail dan aktual dari unit analisis penelitian,

apakah itu menyangkut kehidupan individu maupun unit-unit sosial tertentu dalam

masyarakat. (iii)

Sebagai sebuah metode, studi kasus memiliki keunikan atau keunggulan

tersendiri dalam kancah penelitian sosial. Secara umum studi kasus memberikan

akses atau peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam,

detail, intensif dan menyeluruh terhadap unti sosial yang diteliti. Itulah kekuatan

utama sebagai karakteristik dasar dari studi kasus. Secara lebih rinci studi kasus

mengisyaratkan keunggulan-keunggulan berikut:

1. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan

antar-variabel serta proses-proses yang memerluka penjelasan dan

pemahaman yang lebih luas;

2. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan

mengenai konsep-konsep dasar prilaku manusia. Melalui penyelidikan

intensif peneliti dapat menemukan karakteristik dan hubungan-hubungan

yang (mungkin) tidak diharapkan/diduga sebelumnya;

3. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat

berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 17: Penelitian lingkungan

perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka

pengembangan ilmu-ilmu sosial.

Di samping tiga keunggulan di atas, studi kasus dapat memiliki

keunggulan spesifik lainnya, seperti dilansir oleh Black dan Champion (1992),

yakni:

1. bersifat luwes berkenaan dengan metode pengumpulan data yang

digunakan.

2. keluwesan studi kasus menjangkau dimensi yang sesungguhnya dari topik

yang diselidiki.

3. dapat dilaksanakan secara praktis di dalam banyak lingkungan sosial.

4. studi kasus menawarkan kesempatan menguji teori;.

5. studi kasus bisa sangat murah, bergantung pada jangkauan penyelidikan

dan tipe teknik pengumpulan data yang digunakan.

3.2 Unit Analisis

Dalam tugas ini, kami menggunakan Model Analisis Etnografi dalam

penelitian kualitatif fx Sri Sadewo (analisis data penelitian data kualitatif,

Burhan Bungin: Surabaya 2002, hal. 172). Perkembangan dewasa ini penelitian

etnografi lengkap (comprehensive etnography) dimana mencatat suatu total way

off life atau memberikan satu deskripsi utuh, lengkap dan mendetail tentang

konflok dan sistem sosial suatu suku bangsa dan topic oriented etnography

(monografi) yang terfokuskan pada satu aspek tertentu, melainkan mulai beranjak

ke arah hyphothesis oriented etnography yang bertujuan untuk meguji hipotesa

dan tidak sekedar mendeskripsikan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Untuk mendapatkan data dalam mengetahui kebenaran/fakta dari

penelitian atau studi kasus diperlukan adanya teknik-teknik pengumpulan data,

sebagaimana menurut Koentjaningrat (1961: 123-125), ada beberapa teknik yang

kami terapkan, yakni:

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 18: Penelitian lingkungan

1. Pengamatan;

2. Pengamatan dengan terjun langsung atau melibatkan diri ke dalam

kehidupan masyarakat dan kebudayaan suku bangsa yang menjadi

penyelidikan atau participant observer method;

3. Wawancara merdeka (bebas)

4. Mencatat pembicaraan-pembicaraan para informan atau orang di dalam

masyarakat secara tepat waktu atau text recording.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 19: Penelitian lingkungan

BAB IV

SETTING PENELITIAN

( Menurut Greetz, penyajian tentang setting memerlukan penggambaran yang

cukup rinci tentang latar konteks penelitian atau penggambaran secara thick

description ). Latar alamiah atau daerah atau lokasi yang menjadi setting

penelitian (studi kasus) yang kami lakukan bertempat pada 3 (tiga) tempat

berbeda.

4.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA Suwung)

a. Letak Geografis : Jl. Bp. Ngurah rai, suwung batan Kendal, Denpasar

8°43'19"S 115°13'14"E.

b. Luas Wilayah : 28 hectare

4.2 Kawasan Hutan Lindung Mangrove Information Centre (MIC)

Keadaan struktur sosial disni sangat terjalin, karena menjadi objek wisata

alam untuk umum dan kerap kali digunakan untuk lokasi pemotretan yang secara

tidak langsung akan menjadi timbal balik yang positif antara manusia dan

lingkungan.

4.3 Perkampungan Nelayan Desa Serangan

a. Letak Geografis : utara : berbatasan dengan desa Sesetan

Selatan : tanjung Benoa

Timur : desa Sanur

Barat : desa Pedungan

b. Luas Wilayah : 481.000 ha/m2

c. Jumlah Penduduk : Laki-laki : 1920 orang

Perempuan : 1865 orang

Total : 3785 orang

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 20: Penelitian lingkungan

BAB V

TEMUAN-TEMUAN PENELITIAN

(Merupakan temuan temuan hasil Observasi yang kami lakukan hari Rabu,22

Desember 2011 )

4.1 Observasi di Tempat Pembuangan Akhir

(TPA Suwung)

Kunjungan pertama kami adalah tempat ini. Kesan pertama yang kami

rasakan sangat tidak menyenangkan. Bau tak sedap sangat menusuk hingga jarak

200m lebih. Tanpa masker kami tidak akan bisa masuk ke wilayah ini.

a. Letak Geografis : Jl. Bp. Ngurah rai, suwung batan Kendal, Denpasar

8°43'19"S 115°13'14"E.

b. Luas Wilayah : 28 hectare

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 21: Penelitian lingkungan

Gb.1 Keadaan dan suasana di TPA Suwung

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 22: Penelitian lingkungan

Berdasarkan data, jumlah pengiriman sampah Kota Denpasar ke TPA

(Tempat Pembuangan Akhir) mencapai 2000 m3 per harinya, ini berarti sampah

di Denpasar melampaui ambang batas. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Suwung relatif terbatas dan tidak mampu lagi untuk menampung sampah,

terutama sampah anorganik yang susah hancur dan bertahan lama. Volume

sampah yang meningkat dan tidak memenuhi persyaratan ambang batas

lingkungan hidup sudah tentu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan

air,udara maupun tanah., tetapi menimbulkan resiko karena berjangkitnya

penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran dan sumber

penyakit. Jumlah timbunannya yang semakin lama semakin meningkat,

dikhawatirkan dapat menimbulkan berbagai masalah sosial dan lingkungan,

diantaranya :

Dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta

bibit penyakit lain.

Dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan

bahkan ratusan meter.

Dapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 23: Penelitian lingkungan

4.2 Hasil Observasi di Kawasan Hutan Lindung Mangrove

Information Centre (MIC)

Observasi disini lah yang memberikan kesan yang menyenangkan.

Keadaan struktur sosial disni sangat terjalin, karena menjadi objek wisata alam

untuk umum dan kerap kali digunakan untuk lokasi pemotretan yang secara tidak

langsung akan menjadi timbal balik yang positif antara manusia dan lingkungan.

Seperti yang dapat dilihat dari gambar gb.3 dibawah ini kami menemukan

banyak sekali sampah – sampah yang menyangkut diantara akar akar tanaman

mangrove. Ini sangat berakibat buruk bagi perkembangan hutan mangrove. Dan

ini merupakan bukti bahwa masih adanya gejala gejala pencemaran yang

diakibatkan oleh sampah di hutan mangrove. Bahkan apabila d hutan mangrove

yang menjadi obyek wisata saja sudah tercemar, bagaimana dengan hutan

mangrove lainnya yang tidak menjadi obyek wisata dan dipandang sebelah mata

oleh masyarakat maupun pemerintah. Bagaimana dengan nasib para nelayan kita

jika ini terus berlanjut.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 24: Penelitian lingkungan

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 25: Penelitian lingkungan

Gb.3 Temuan-temuan gejala Pencemaran di area Mangrove Information Center

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 26: Penelitian lingkungan

Gb.2 Suasana kami saat menuju dan berada di Mangrove Information Center

(Artikel ini ditulis pada Sabtu, Maret 14th, 2009 di Koran Bali Post)

Denpasar – Sedikitnya 250 Hektar lahan hutan mangrove yang berada di

dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali telah beralih fungsi.

Berdasarkan catatan Kantor Unit Pelaksana Teknis Tahura Ngurah Rai

Bali, sebagian besar alih fungsi hutan mangrove untuk lahan pembangunan

fasilitas publik. Seperti pembangunan kantor PLN di Pesanggaran dan Nusa Dua.

Termasuk juga perluasan tempat pembuangan akhir (TPA) suwung yang kini

luasnya mencapai 40 hektar.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Tahura Ngurah Rai Bali, Wayan Nuada,

menyatakan alih fungsi lahan menjadi ancaman terbesar keberadaan hutan

mangrove di Bali. Apalagi Tahura Ngurah Rai diapit tiga kawasan wisata terbesar

di Bali yaitu Nusa Dua, Kuta dan Sanur.

“Perkembangan pariwisata Nusa Dua, Kuta dan Sanur termasuk juga Kota

Denpasar memerlukan pembangunan sarana fasilitas umum. Sedangkan untuk

membangun fasilitas umum memerlukan lahan, kemudian lahan yang potensial

untuk dialih fungsikan adalah lahan mangrove itu sendiri” jelas Wayan Nuada.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 27: Penelitian lingkungan

Nuada menambahkan secara keseluruhan luas hutan mangrove di Bali

mencapai 4. 750 hektar. Dimana hutan mangrove di Bali tersebar di Pulau Nusa

Lembongan, Tahura Ngurah Rai dan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).

4.3 Observasi di Perkampungan Nelayan Desa Serangan

Disini kami disambut oleh sekretaris kelurahan Serangan. Kami diberikan

kesempatan membaca buku mengenai Desa serangan. Disini kami mendapat

pengetahuan tentang tatacara melakukuan penelitian. Terlebih dahulu kita harus

mengurus surat dari kampus dan kantor penelitian. Ungkap beliau dengan ramah.

Secara geografis, Pulau Serangan terletak di Kecamatan Denpasar Selatan,

Kotamadya Denpasar, Propinsi Bali. Luasnya Pulau Serangan asli merupakan

111,9 ha yang dulu terdiri dari 6,456 ha lahan pemukiman, 85 ha tegalan dan

perkebunan, dan 19 ha rawa atau hutan.

Desa Serangan terdiri dari enam banjar, yaitu Banjar Ponjok, Kaja,

Tengah, Kawan, Peken, dan Dukuh, dan Kampung Bugis.

Jumlah jiwa di Pulau Serangan mencapai 752 Kepala Keluarga (KK)

dengan jumlah jiwa 3253 orang. 85% penduduk bekerja sebagai nelayan pesisir

(yang mencari hasil laut di dataran pasang surut atau memakai perahu tradisional

tanpa mesin), dan yang lainnya merupakan karyawan. Dengan demikian,

penduduk Serangan mempunyai identitas sebagai orang pesisir, yang tidak biasa

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 28: Penelitian lingkungan

di Bali yang mana kebanyakan orang Bali berorientasi terhadap tanah. Desa

Serangan terdiri dari penduduk Hindu dan Muslim. Orang Muslim ini sudah

tinggal di Pulau Serangan berabad-abad, kebanyakannya adalah keturunan orang

Bugis dari Sulawesi Selatan yang datang ke pulau Bali pada abad ke-17.

(Monografi Kelurahan Serangan, 1994)

a. Letak Geografis : utara : berbatasan dengan desa Sesetan

Selatan : tanjung Benoa

Timur : desa Sanur

Barat : desa Pedungan

b. Luas Wilayah : 481.000 ha/m2

c. Jumlah Penduduk : Laki-laki : 1920 orang

Perempuan : 1865 orang

Total : 3785 orang

d. Jumlah kepala keluarga : 919 kk

e. Kepadatan penduduk : 749/km

f. Mata pencaharian penduduk :

Nelayan : laki laki : 475 orang

Perempuan : 385 orang

(Sumber : wawancara langsung di kantor lurah serangan )

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 29: Penelitian lingkungan

Gb.4 Kunjungan dan Observasi di perkampungan nelayan dan kantor lurah Desa Serangan

Potensi Sumber Daya Laut :

Daerah fishing ground di pesisir pulau serangan cenderung berpasir bekas

kerukan, karang, landai dan palung dalam. Mangrove juga terdapat di daerah

ini ,namun tidak terlalu dirawat dengan intensif dan pencemaran air laut juga

dapat dilihat dengan mata telanjang.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 30: Penelitian lingkungan

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

Dapat dikatakan sampah adalah barang buangan, tapi dapat bermanfaat,

namun juga dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat karena dapat

menimbulkan perasaan menjijikan dan merusak pandangan mata. Hal ini tidak

dapat dipungkiri lagi. Keindahan lingkungan akan hilang, timbulnya dampak

penyakit serta dapat menggangu kenyamanan dan kelangsungan hidup manusia

dan makhluk hidup di sekitarnya adalah pengaruh negatif dari sampah. untuk

menghindari meningkatnya anggaran biaya penyelenggaraan, selain itu

keterlibatan aparat terkait dikhawatirkan akan membentuk budaya masyarakat

yang bersifat tidak peduli. Pemerintah dan aparat terkait sebaiknya memposisikan

kewenangannya sebagai fasilitator dan konduktor dan setiap permasalahan

persampahan sebaiknya dimunculkan oleh masyarakat atau organisasi sosial

selaku produsen sampah. Hal ini diharapkan terciptanya sikap masyarakat selaku

individu, keluarga dan organisasi.

Walaupun upaya-upaya tersebut tidak bisa dilakukan secara instant, tetapi

pihak TPA Suwung dan Dinas Kebersihan Kota telah berusaha untuk mencari

alternatif lain selama upaya-upaya tersebut belum terealisasi. Karena system

pengelolaan sampah yang sedang berjalan hanya Open Dumping dan composing

maka pihak TPA mempunyai cara khusus untuk menyiasati banyaknya lalat yang

berkembang biak di lokasi pembuangan sampah. Mereka menciptakan ekosistem

baru dengan sengaja menyebar benih jenis burung Kokoan yang merupakan

pemangsa alami lalat-lalat tersebut. Untuk menjaga kelestarian ekosistem burung

tersebut maka pihak TPA membuat larangan khusus bagi para tangan-tangan jail

untuk berburu burung tersebut. Selain cara tersebut pihak TPA juga memiliki cara

lain untuk mengantisipasi bau busuk yang ditimbulkan oleh sampah di lokasi

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 31: Penelitian lingkungan

pembuangan. Dalam jangka waktu tertentu secara berkala, pihak TPA akan

nenyiramkan air laut ke timbunan sampah. Cara ini dilakukan karena air laut

memiliki kadar garam yang sangat tinggi dianggap mampu membunuh kuman-

kuman yang ada dalam sampah sehingga mengurangi bau busuk yang

ditimbulkan.

Tetapi kedua cara tersebut masih dianggap kurang efektif, terutama di

musim hujan. Menurut pengakuan penduduk yang tinggal di sekitar lokasi, bau

busuk masih sering tercium apalagi bila angin yang berhembus cukup keras. Bila

hujan turun cukup deras maka lokasi pembuangan akan banjir dan bau busuk akan

lebih menyengat dan jumlah lalat akan dua kali lebih banyak dari biasanya.

Menurut warga Serangan, “sebelum reklamasi kekayaan alam di sini

paling kaya”, akan tetapi, “sekarang mati semuanya”. Memang, daerah pesisir

Pulau Serangan sudah dimasukkan golongan ‘pesisir mengalami stres’ oleh tim

peneliti dari Kanada. Cerita dari masyarakat mendukung pernyataan ini.

Penduduk yang diwawancarai setuju bahwa sekarang lingkungan Serangan rusak

akibat proyek TPA dan BTID. Menurutnya, di laut ikan kurang, dan kepiting,

udang dan cumi-cumi sama sekali tidak ada di dataran pasang surut; masih ada

karang, tetapi agak rusak; rumput laut yang dulu ada banyak hampir hilang; dan

jalan air berubah dekat pulau karena kedalaman yang dulu rata-rata 3m sekarang

10m. Di daratan, pohon-pohon yang dulu banyak, termasuk pohon kelapa dan

hutan bakau, sekarang kurang dan kondisinya sakit. Dewasa ini, suhu udara lebih

panas, dan ada lebih banyak penyakit-penyakit akibat debu. Dulu jarang ada orang

yang memakai kaca mata, sekarang ada banyak akibat debu dan sinar terang dari

tanah kapur (hasil pengerukan) itu.

Disamping itu banyaknya sampah yang hanyut di batas persimpangan air

menambah pengaruh buruknya terhadap habitat mangrove di sekitar pesisir Bali

selatan. Dengan adanya TPA menambah ke semrawutan indahnya panorama alam

yang nantinya diharapkan sebagai objek wisata alam, namun apa daya dengan bau

yang menyengat hal itu sangat sulit untuk diwujudkan.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 32: Penelitian lingkungan

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan dan Implikasinya

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan tersebut adalah :

Memang benar adanya pengaruh negatif yang ditimbulkan akibat

pencemaran yang terjadi yang berawal dari TPA menjerumus ke rusaknya

kawasan hutan mangrove dan keluhan keluhan para nelayan khususnya yang

berada di kawasan tersebut. Dan untuk menangani masalah ini kita harus memulai

dari sumbernya, yaitu metode baru pengolahan sampah di TPA.

Strategi pengelolaan sistem lama yang mengandalkan pada sistem

pengangkutan, pembuangan dan pengolahan menjadi bahan urugan perlu diubah

karena dirasakan sangat tidak ekonomis (cost center). Disamping memerlukan

biaya operasional dan lahan bagi pembuangan akhir yang besar juga menimbulkan

banyak dampak yang kurang menguntungkan bagi lingkungan masyarakat di

sekitat TPA Suwung dan dapat menumbuhkan masyarakat yang kurang peduli

terhadap lingkungannya.

Sistem pengelolaan sampah di TPA Suwung kurang dilaksanakan secara

maksimal, dari ketiga cara hanya open dumping yang terealisasi, walaupun

sanitary landfill dan pembakaran sempat dipraktekkan namun kedua cara tersebut

mengalami kemacetan dan mempunyai dampak yang buruk terhadap lingkungan

bila tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Pendekatan yang paling tepat untuk masa mendatang dalam penanganan

sampah melalui sistem pengelolaan sampah terpadu,daur ulang dan composing

diharapkan dapat merubah paradigma dari cost center menjadi profit center

dengan cara memaksimalkam peran serta masyarakat dan pemanfaatan sampah

menjadi bahan yang mempunyai nilai. Sehingga tidak ada lagi pencemaran

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 33: Penelitian lingkungan

terhadap lingkungan mangrove dan tidak ada pula dampak negative terhadap

masyarakat nelayan sekitar khususnya di pulau Serangan.

7.2 Saran

Dalam pengolahan sampah sebaiknya TPA Suwung dapat saja

memaksimalkan sistem / tata cara pengolahan sampah yang telah ada, yaitu :

sanitary landfill, open dumping, dan incenerator agar rencana SARBAGITA dapat

terealisasi. Hanya saja semua system tersebut harus ramah lingkungan dan tidak

mengganggu masyarakat di sekitar TPA.

Pihak DKP dan TPA Suwung harus bersikap tegas pada masyarakat atau

pemulung yang tinggal di kawasan TPA, yang merupakan tanah pemerintah. Hal

tersebut demi kebaikan kedua belah pihak untuk mengantisipasi apabila tanah

tesebut tercemar dan mengotori lingkungan Mangrove.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati orang--orang

yag sadar dan peduli pada kelestarian ciptaan-Nya, terutama

Bumi dan ekosistemnya

Daftar Pustaka

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |

Page 34: Penelitian lingkungan

Burhan,Bungin. 2003 .Analisis Data Penelitian Ksualitatif, Rajawali press. Jakarta

San Afri Awang , 2005 ,Dekonstruksi social forestry, Yogyakarta

Ary Wahyono, I.G.P. Antariksa, Masyuri Imron, Ratna

Indrawasih. ,2001.Pemberdayaan masyarakat Nelayan,. Yogyakarta.

Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S. 1985. Tekhnologi Pemanfaatan Sampah

Kota dan Peran Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan Konseptual.

YoungScientist@copyright 1990 World book.

Ilmu Pengetahuan Lingkungan |