Upload
ryki-periwaldi
View
435
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
Isu nasional tentang kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan manifestasi
dari kebutuhan energi yang semakin hari semakin meningkat. Sementara itu ketersediaan
sumber energi utama berupa minyak bumi semakin menipis. Estimasi Indomigas (2009)
menyatakan bahwa ketersediaan cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan untuk
jangka waktu 15 tahun ke depan sehingga akan menjadi ancaman serius bagi
ketersediaan energi nasional. Kondisi tersebut memerlukan upaya preventif dini
terhadap krisis energi serta menemukan solusi terhadap sumber energi alternatif
pengganti BBM dari sumber-sumber terbarukan atau bioenergi.
Bioenergi adalah energi yang diperoleh dari mataerial biologis baik tumbuhan
maupun hewan melalui serangkaian proses spesifik seperti ekstraksi dan fermentasi yang
menghasilkan sumber energi seperti; biodisel dan bioetanol (IAEA, 2009). Selain itu
juga biogas, biobriket dan biooil. Jenis energi ini diketahui sangat ramah lingkungan
sekaligus dapat menciptakan lapangan kerja di pedesaan dalam jumlah yang besar,
karena bahan bakunya berasal dari singkong, tebu, jagung, kelapa, biji jarak, kelapa
sawit, bunga matahari, kotoran hewan, kulit hewan, lemak hewan dan sebagainya. Jenis
bioenergi ini sangat tepat dikembangkan di pedesaan seluruh Indonesia. Usaha ini dapat
mengurangi jmulah pengangguran dan krisis energi serta mampu menggerakan sektor
agribisnis.
Program pemanfaatan bioenergi dalam skala industri merupakan salah satu
prioritas utama pemerintah dalam rumusan strategi pembangunan jangka panjang. Salah
satu jabaran spesifik dari program ini adalah mewiraswastakan produk bioenergi pada
masyarakat umum khususnya di wilayah pedesaan (ground level). Dalam menjalankan
program tersebut masih ditemukan permasalahan kewiraswastaan bioenergi untuk dapat
diterapkan secara terpadu dalam konteks pemberdayaan dan pengembangan yang
berorientasi kepada lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan kewirausahaan inovatif.
Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam mewiraswastakan bioenergi di
pedesaan antara lain meliputi keterbatasan teknologi, finansial, sumber daya manusia
1
dan arah kebijakan pemerintah. Meski telah dilakukan beberapa studi pemetaan terhadap
sumber bahan baku bioenergi dan teknologi pengelolaannya di Indonesia, akan tetapi
realisasinya belum memperlihatkan dampak yang signifikan. Beberapa program
pemberdayaan bioenergi di pedesaan selama ini hanya bersifat temporer dan belum
memasyarakat. Oleh sebab itu dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan
kemandirian masyarakat melalui program kewiraswastaan bioenergi pedesaan perlu
dilakukan analisis yang mendalam mengenai beberapa hal penting yaitu :
1. Jenis bioenergi seperti apasaja yang bisa dikembangkan di wilayah pedesaan
Indonesia?
2. Faktor-faktor kunci apasajakah yang memungkinkan mendukung
pengembangan kewiraswastaan bioenergi yang berorientasi kepada
lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan pengembangan yang beorientasi
kepada kewirausahaan inovatif?
Penulisan makalah ilmiah ini bertjuan unttuk mengikuti final Olimpiade Sains
Nasional Perguruan Tinggi Indonesia (OSN PTI) 2010 tingkat provinsi Sumatera Barat,
namun hasil penelitian juga diharapkan mampu memberikan gambaran spesifik tentang
konsep bioenergi yang dapat diterapkan di pedesaan. Serta faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan konsep bioenergi tersebut di pedesaan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Urgensi Konversi Energi
Para ilmuwan menyatakan bahwa bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tidak
dapat diperbarui serta tidak ramah lingkungan. Selain terancam punah, bahan bakar jenis
ini dikenal pemicu polusi udara yang sangat membahayakan bagi kesehatan. BBM yang
digunakan oleh kendaraan bermotor saat ini menghasilkan zat beracun seperti CO2, CO,
HC, NOX, SPM dan debu. Hal ini menyebabkan gangguan pernapasan, kanker, dan
kemandulan (Tusdian, 2009).
Tingginya harga bahan bakar fosil menutut berbagai negara untuk mencari
sumber-sumber energi alternatif terbarukan, seperti bioenergi. Sumber daya energi ini
jika dikelola dengan baik, mampu menjadi sumber energi yang berkelanjutan dan dapat
memenuhi kebutuhan energi nasional serta ramah lingkungan. Pemanfaatan bioenergi
terbarukan yang sedang digalakan adalah energi biomassa. Energi biomassa ini berasal
dari bahan organik yang sangat beragam jenisnya. Sumber energi biomassa berasal dari
tanaman perkebunan atau pertanian, hutan, peternakan bahkan sampah. Energi dari
biomassa dapat digunakan untuk menghasilkan panas, bahan bakar dan membangkitkan
listrik.
2. 2 Bahan Baku Bioenergi dan pemerosesannya
Berdasarkan hasil evaluasi karakteristik sumber daya lahan dan iklim peta skala
1:1.000.000, dari luas daratan Indonesia sekitar 188,20 juta ha, lahan yang sesuai untuk
pengembangan pertanian mencapai 100,80 juta ha baik untuk lahan basah (sawah,
perikanan air payau atau tambak) maupun lahan kering (tanaman pangan, tanaman
tahunan/perkebunan, dan padang penggembalaan ternak). Sementara itu, berdasarkan
hasil evaluasi potensi sumber daya lahan untuk beberapa komoditas penghasil bioenergi,
terdapat 76.475.451 ha lahan yang sesuai untuk kelapa sawit, kelapa, tebu, jarak pagar,
kapas, ubi kayu, dan sagu. Penyebaran lahan terluas terdapat di Papua, Kalimantan, dan
Sumatera (Mulyani, 2008).
3
Data yang lebih detail pada skala tinjau (1:250.000), yang dapat digunakan untuk
perencanaan dan pengembangan pertanian di tingkat provinsi, baru mencakup 62%
wilayah Indonesia. Data sumber daya lahan untuk kawasan barat Indonesia (Sumatera
dan Kalimantan) relatif lebih lengkap dibandingkan dengan kawasan timur Indonesia.
Peta yang lebih operasional di lapangan untuk tingkat kabupaten dan kecamatan adalah
pada skala semidetail atau tinjau mendalam (1:50.000−1:100.000). Namun, data pada
skala ini masih sangat terbatas, baru mencakup 15% wilayah Indonesia dan pada luasan
kecil dan terpencar. Makalah ini mengulas ketersediaan sumber daya lahan baik pada
skala eksplorasi (1:1.000.000) maupun tingkat tinjau (skala 1:250.000) untuk
pengembangan komoditas penghasil bioenergi, khususnya kelapa sawit, kelapa, jarak
pagar, kapas, tebu, dan ubi kayu, serta arahan pengembangannya (Mulyani, 2008)
Gambar 1. Potensi lahan untuk pengembangan komoditas penghasil bioenergi di Indonesia (Las dan Mulyani 2006).
Indonesia dengan sebagian besar mata pencaharian penduduknya dibidang
pertanian, serta luas daratan Indonesia yang begitu luas mencapai 188,20 juta ha, dengan
jenis tanah, iklim, fisiografi, dan elevasi yang beragam. Keadaan tersebut mendukung
pertumbuhan Indonesia menjadi negara yang kaya akan alam termasuk di bidang
4
pertanian dan memungkinkan untuk pengusahaan berbagai jenis tanaman, termasuk
komoditas penghasil bioenergi.
Bioenergi adalah energi yang diperoleh dari material biologis baik tumbuhan
maupun hewan melalui serangkaian proses ekstraksi dan fermentasi yang menghasilkan
sumber energi seperti; biodisel dan bioetanol (IAEA, 2009). Material-material biologis
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku bioenergi dapat memanfaatkan
komoditas perkebunan, pertanian, dan peternakan. Bahan baku ini diolah menjadi
produk yang berpotensi sebagai bahan bakar. Beberapa tanaman yang potensial sebagai
penghasil bioenergi adalah kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kapas, kanola, dan
rapeseed untuk biodiesel, serta ubi kayu, ubi jalar, tebu, sorgum, sagu, aren, nipah, dan
lontar untuk bioetanol (Sumaryono 2006). Pemanfaatan bahan ini sebagai sumber energi
mendekati ideal, karena ketersediannya dapat diperbaharui dan tidak banyak
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Apalagi penggunaan bioenergi saat
ini baru sekitar 5% dari kebutuhan total energi.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bioenergi
bertransformasi menjadi bentuk yang lebih modern. Bioenergi yang kita kenal sekarang
mempunyai dua bentuk, yaitu tradisional dan modern. Bioenergi tradisional yang sering
kita temui yaitu kayu bakar, sedangkan bioenergi yang lebih modern di antaranya
bioetanol, biodiesel, PPO atau SVO, minyak bakar, biogas dan biobriket. Jalur konversi
biomassa menjadi berbagai jenis bioenergi disajikan pada Gambar 2 di bawah ini:
5
Gambar 2. Jalur konversi biomassa menjadi berbagai jenis bioenergi
Beberapa konsep bioenergi yang sudah dikembangkan berdasarkan gambar
diatas adalah biobriket yang berupa bahan bakar padat, biogas yang berupa gas methan
yang dihasilkanb dari kotoran ternak dan sampah organic, bioetanol dari proses
fermentasi gula dan biodiesel yang berasal dari minyak nabati.
Menuru Ilham (2010), konsep bioenergi secara biogas sangat bagus diterapkan di
daerah pedesaan yang jauh dari sumber listrik dan penduduknya banyak memelihara
hewan ternak. Di provinsi Sumatera Barat konsep bioenergi ini sudah diterapkan di
Nagari Simarosok Kabupaten Agam dengan kondisi daerahnya yang berbukit-bukit.
Bioetanol dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan dengan kandungan hidrokarbon
tinggi. Proses fermentasi biomassa dapat menghasilkan etanol. Etanol sintesis (sering
disebut metanol atau metil alkohol atau alkohol kayu) terbuat dari etilen, salah satu
derivat minyak bumi atau batu bara. Bahan ini diperoleh dari proses sintesa kimia yang
6
Biomassa
PembakaranLangsung
Konversi Termo-kimiawi
Konversi Bio-kimiawi
Pencernaananerobik
Fermentasihidrolisis
Pengarangan
Pirolisis
Gasifikasi
Esterifikasi/transesterifikasi
Panas
Etanol
Syngas/Gas fuel
Indirectliquifaction
Direct liquifaction
Biodisel
Gas metan
Bahan bakar cair
Bahan bakarpadat
Tungku/boiler
disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses
biologi (enzimatik dan fermentasi).
Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen pati atau selulosa seperti; jagung, singkong, dan sagu. Pada tahap persiapan,
bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula
sebelum difermentasikan untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan-bahan yang
sudah dalam bentuk larutan gula (seperti molase) dapat langsung difermentasi. Dalam
dunia industri, etanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol,
campuran untuk minuman keras (sake atau gin), serta bahan baku farmasi dan
kosmetika.
Bioetanol ini dapat digunakan sebagai substitusi bahan bakar bensin. Bila
dicampur dengan bensin, bioetanol dapat menaikkan angka oktan pada bahan bakar.
Angka oktan pada bahan bakar mesin menunjukkan kemampuan menghindari
terbakarnya campuran udara-bahan bakar sebelum waktunya. Angka oktan yang tinggi
secara langsung akan meningkatkan efisiensi kerja mesin modern. Keuntungan lain
penggunaan ethanol sebagai bahan bakar adalah rendahnya emisi gas berbahaya hasil
pembakaran daripada pembakaran buang bensin.
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak hewani, ganggang atau bahkan
minyak goreng bekas. Minyak nabati merupakan bahan baku yang umum digunakan
untuk menghasilkan biodiesel. Sedangkan biodiesel digunakan sebagai sumber energi
alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan yang
tidak mengandung sulfur dan tidak beraroma. Selain itu bisa sebagai zat aditif diesel
untuk mengurangi emisi gas buang dan juga sepenuhnya sebagai bahan bakar
kendaraan. Biodiesel ini dihasilkan dengan mereaksikan minyak tanaman dengan
alkohol menggunakan zat basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi tertentu,
sehingga akan dihasilkan dua zat yang disebut alkil ester (umumnya metil ester atau etil
ester) dan gliserin.
Kelemahan penggunaan biodiesel atau etanol murni sebagai bahan bakar
kendaraan adalah perlu adanya modifikasi pada mesin terlebih dahulu karena etanol dan
7
biodiesel akan bereaksi dengan karet dan plastik konvensional. Kerugian lainnya yaitu
bila ethanol dan biodiesel diproduksi dalam skala besar maka akan meningkatkan beban
lingkungan dengan adanya perkebunan mono kultur atau perkebunan dengan satu jenis
tanaman yang menghasilkan bioenergi tersebut. Hal ini dapat mengurangi produktivitas
tanah dan menggangu keseimbangan ekosistem.
Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodisel ini memiliki beberapa
kelebihan. Diantaranya,mudah diperoleh, proses pembuatan cepat, serta tingkat
konversinya mencapai 95 %.
2.3 Perkembangan bioenergi dan strategi bisnis bioenergi di Indonesia
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi sumber daya lahan, agroklimat dan
sumber daya manusia yang memadai. Kondisi iklim tropis dengan curah hujan yang
cukup, ketersediaan lahan yang masih luas, serta telah berkembangnya teknologi
optimalisasi produksi dapat mendukung kelayakan pengembangan usaha agribisnis.
Penggunaan sumber energi nabati (bioenergi) merupakan pilihan yang paling tepat,
mengingat kondisi lahan, agroklimat dan sebagian besar penduduknya bertumpu pada
pertanian. Pengembangan bioenergi ini disamping dalam rangka upaya diversifikasi
pengelolaan hasil pertanian, juga menunjang diversifikasi energi dalam mengatasi krisis
energi (Atmojo,2005).
Penelitian di bidang bioenergi bukanlah barang baru di dunia ini. Peluang
aplikasi bioenergi untuk di industrialisasi telah lama digunakan dan sekarang telah
memasuki tahapan produksi secara massal yang siap dikomersialisasikan. Beberapa
tahun mendatang, bioenergi akan menjadi energi alternatif dan mampu bersaing dengan
minyak dan gas bumi (migas) dalam mempertahankan ketahanan energi di dunia.
Pemerintah kita sebenarnya sudah cukup tanggap dalam mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan bioenergi. Hal ini bisa kita
lihat dari beberapa peraturan yang sudah dikeluarkan pemerintah. Peraturan Pemerintah
No. 3 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik. Instruksi
Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati
8
(Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Keputusan Menteri ESDM No. 0002 tahun 2004
tentang Kebijakan Energi Hijau. Keputusan Menteri ESDM No.1122K/30/MEM/2002
Pedoman Pembangkit Skala Kecil Tersebar. Peraturan Menteri ESDM No. 002/2006
tentang Pengusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan Skala Menengah
(Tusdian, 2007)
Pemerintah harus memberi perhatian khusus pada pengembangan sumber energi
bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Indonesia berpotensi sebagian produsen
bioetanol terbesar di dunia. Menurut Tusdian (2010) ada 3 kelompok tanaman sumber
bioetanol: tanaman yang mengandung pati (seperti singkong, kelapa sawit, tengkawang,
kelapa, kapuk, jarak pagar, rambutan, sirsak, malapari, dan nyamplung), bergula (tetes
tebu atau molase, nira aren, nira tebu nira surgum manis) dan serat selulosa (batang
sorgum, batang pisang, jerami, kayu, dan bagas). Seluruh bahan baku itu semuanya ada
di Indonesia. Bahan yang mengandung pati, glukosa, dan serat selulosa ini bisa
dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Baru segelintir produsen Indonesia mencetak
keuntungan dari proses nilai tambah bioethanol ini, padahal banyak perusahaan seperti
PERTAMINA, pabrik kosmetik, parfum, farmasi, dll. sangat membutuhkan dan siap
menampung dalam jumlah berapapun produk bioethanol ini, jadi potensi kedepan yang
sangat menjanjikan.
Peran energi bagi masyarakat miskin pedesaan sangat penting karena hampir 1,6
miliar masyarakat di dunia ini tidak punya akses listrik, dan 2,5 miliar orang
menggunakan bioenergi tradisional seperti kayu bakar, arang, dan kotoran hewan untuk
memasak. Ekspansi yang sangat cepat sektor bioenergi dapat mempengaruhi ketahanan
pangan tingkat rumah tangga dan tingkat nasional melalui empat dimensi yaitu
ketersediaan, akses pangan, volatilitas harga, dan konsumsi. Selain itu harus dilihat juga
dampak terhadap pendapatan produsen/petani (Nainggolan, 2007). Pengembangan
bioenergi diharapkan dapat menyerap tenaga kerja 3,5 juta hingga tahun 2010 sekaligus
mengurangi pengangguran. Selain itu, keberadaan energi alternatif ini diharapkan dapat
menghemat BBM, apalagi harga BBM saat ini sangat tinggi.
9
Strategi pengembangan bioenergi ke depan haruslah sinergis dengan peningkatan
ketahanan pangan dan penurunan kemiskinan. Strategi yang membebaskan manusia dari
kemiskinan, kelaparan. Sistem bioenergi skala kecil berpotensi menyediakan energi
dengan biaya murah, khususnya di daerah terpencil, meningkatkan peluang kerja dan
pertumbuhan ekonomi dan menurunkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan
mengumpulkan kayu bakar dan asap. Bagi Indonesia, inilah peluang terbaik yang harus
kita manfaatkan. Karena 70 persen masyarakat miskin (labor intensive) berada
dipedesaan. Pengembangan kewirausahaan inovatif bioenergi harus dapat mendorong
perekonomian dan dapat menyerap tenaga kerja yang banyak. (Nainggolan, 2007)
10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 1 Jenis bisnis bioenergi pedesaan yang dapat dikembangkan di Indonesia.
Bisnis bioenergi pedesaan sangat cocok di kembangkan di Indonesia. Ada
beberapa bisnis bioenergi yang sudah cukup berkembanga diantaranya; biogas,
biobriket, bioethanol dan biodiesel. Diantara empat konsep tersebut, bisnis bioenergi
secara biogas dan biobriket lebih mudah untuk diterapkan dan dikembangkan
masyarakat. Kemudahan ini berdasarkan ketersedian bahan baku dan proses pembuatan
bioenerginya.
1. Biogas
Biogas merupakan bahan bakar berbentuk gas, hasil metanisasi bahan-bahan organik.
Mengandung metana (50-70 %), CO2 (25-45 %) serta gas-gas hidrogen. Dalam
pengolahannya membutuhkan bahan baku seperti kotoran ternak, kotoran manusia dan
sampah-sampah organik lainnya.
Proses pembuatan biogas: bahan baku biogas dimasukan dalam instalasi
pengolahan. Setelah itu ditambahkan dua macam bakteri, yaitu bakteri pembentuk asam
(Pseudomonas, Eschercia, Alcaligenes) dan bakteri pembentuk gas metana
(Methanobacterium, Methanosarcina, Methanococcus). Pengolahan ini harus melalui
tiga proses, yakni: hidrolisis senyawa rantai panjang menjadi senyawa sederhana,
asidifikasi pembentukan asam organik dan perkembangbiakan bakteri, metanisasi
menghasilkan gas metana. Pengadukan juga perlu dilakukan agar dasar timbunan tidak
berkerak. Gas metana yang dihasilkan disalurkan melalui pipa kemudian dikondensasi
kebentuk cairan.
2. Biobriket
Biobriket merupakan bahan bakar padat berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah
mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu. Biobriket ini juga dapat
digunakan untuk menggantikan kayu bakar.
11
Bahan baku: Limbah agroindustri, tempurung kelapa, arang sekam,dan bungkil jarak
pagar.
Proses: Pembuatan biobriket tergolong mudah dan sederhana. Melalui beberapa proses,
yaitu pengeringan bahan baku, penggerusan, pencampuran dengan bahan pengikat, dan
ditekan dengan high pressure, lalu terbentuk briket-briket yang siap pakai.
3. Bio oil
Bio-oil merupakan bahan bakar cair berwarna gelap, mengeluarkan asap yang berasal
dari kayu, kertas, ampas tebu, dan limbah pertanian lainnya.
Pembuatan bio-oil
Bahan baku: Ampas tebu, limbah jagung, limbah kertas, serbuk kayu, dan tandan kelapa
sawit.
Proses: Persiapkan bahan baku dengan ukuran diameter kurang dari satu milimeter agar
mempercepat reaksi pirolisis. Selanjutnya, bahan dimasukkan ke dalam reaktor bersuhu
450-500° C tanpa oksigen. Di dalamnya terjadi pemecahan partikel menjadi uap
terkondenisasikan, gas, dan arang. Uap terkondenisasikan disebut bio-oil sedangkan gas
dan arang kembali dibakar untuk mempertahankan suhu reaktor.
4. Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar minyak alternatif memiliki bentuk cair mirip solar
dengan kelebihan, antara lain : bebas sulfur, low smoke number, dan ramah lingkungan,
memiliki sifat pelumas, dapat terurai dan diperbaharui, serta dapat diproduksi secara
lokal berasal dari minyak kelapa sawit.
Pembuatan biodiesel
Bahan baku :
a) Minyak kelapa, diperoleh dari daging kelapa tua Cocos nucifera L. yang diekstrak
atau diongseng sehingga diperoleh minyak kelapa murni setelah disaring.
b) Minyak kelapa sawit, diperoleh dari biji kelapa sawit Elaeis guineensis melalui proses
ekstraksi dan penyulingan sehingga diperoleh CPOlow grade dengan kandungan FFA
12
tinggi kemudian dimurnikan guna menghilangkan senyawa pengotor, seperti gum dan
fosfatida lalu diperoleh minyak kelapa sawit murni.
c) Minyak jarak, diperoleh dari biji jarak pagar Jatropha curcas L. (minyak 30%-50%)
yang dikeringkan kemudian di-press secara mekanik hidrolik ataupun berulir, setelah
diperoleh minyaknya maka sebaiknya dimurnikan sehingga diperoleh minyak jarak.
d) Minyak jelantah, diperoleh dari sisa minyak goreng yang sudah berwarna cokelat dan
banyak senyawa pengotor disuling/dimurnikan sehingga diperoleh minyak jelantah
dengan kadar pengotor yang rendah.
Proses pembuatan biodiesel:
1. Transesterifikasi
Menghasilkan biodiesel hingga 95% dari total bahan baku yang digunakan.
Langkah pertama: lakukan pencampuran katalis (NaOH atau KOH) dengan alkohol pada
konsentrasi katalis antara 0.5-1wt% dan 10-20wt% alkohol terhadap bobot minyak
(Kg).6
Langkah kedua : campur alkohol, katalis, dan minyak pada suhu 55 C lalu diaduk⁰
konstan selama 30-45 menit.
2. Dengan biocatalyst (katalis biologis)
Pengembangan katalis ini untuk mengurangi konsusmsi energi proses serta
menhilangkan senyawa-senyawa pengotor seperti gliserol, air, alkalin, dan sabun yang
umum timbul pada proses transesterifikasi dengan katalis kimiawi. Ada beberapa macam
katalis biologis, yaitu Candida antartica B, Rizhomucor miehei, dan Pseudomonas
cepacia.
4. Bioetanol
Bioetanol merupakan alkohol bergugus alkanol satu (meta) atau dua (eta) terbuat dari
biomassa yang mengandung glukosa dapat dijadikan bahan bakar alternatif jika
kadarnya di atas 99.5 %.
Bahan baku: Ubi kayu (Manihot utilissima P.), Tetes tebu (molase), sagu (Metroxylon
sp.), gliserol.
13
Proses pembuatan bioetanol: Bahan baku digiling kemudian dijadikan tepung, tepung
dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan gula kompleks. Masuk tahap
liquifikasi ditambahkan enzim alpha amilase dan air pada suhu 80-90° C sampai
berbentuk mirip sup. Setelah itu, sup difermentasikan pada suhu 27-32° C di dalam
tangki. Hasil fermentasi kemudian dimurnikan melalui alat distilasi, dilakukan di atas
titik didih alkohol murni. Etanol murni dikeringkan melalui metode purifikasi molekular
sieve (alat absorbsi cairan dan gas) sehingga diperoleh etanol murni 99.5 %.
3. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kewiswastaan bioenergi yang berorientasi
kepada lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan pengembangan yang
beorientasi kepada kewirausahaan inovatif
1. Arah kebijakan pemerintah, pemerintah hartus memiliki perhatian khusus dalam
pengembangan bioenergi pedesaan (BEP) dengan kebijakan-kebijakan yang
mendukung. Dukungan tersebut dapat berupa:
1. Survei lahan yang cocok untuk tanaman sumber bio energi, dapat pula
memanfaatkan proyek lahat gambut yang terlantar.
2. Pengadaan bibit, pupuk, dan pembinaan menyangkut karakteristik produksi
tanaman yang standar untuk pengolahan bio energi, semisal ukuran, kadar air,
umur, dan lain sebagainya.
3. Pemberian kredit lunak terhadap petani.
4. Memberi insentif dan penghargaan khusus kepada petani yang berhasil.
5. Membangun sentra-sentra teknologi untuk bio energi.
6. Melakukan Penyuluhan dan Pengenalan Bisnis Bioenergi.
7. Membangun mitra kerjasama yang baik dengan pihak swasta.
Posisi pemerintah dalam program bio energi tidaklah cukup dengan
mengeluarkan Inpres maupun Perpres, tapi adanya kotribusi yang nyata dalam program
ini. Pemerintah harus memfasilitasi dan memberi insentif terhadap riset-riset dalam
bidang bio energi dengan bekerjasama dengan peneliti, jika perlu memfasilitasi dalam
pemberian hak paten terhadap hasil penelitian. Dalam kaitanya dengan produsen maka
14
pemerintah memfasilitasi pengadaan bio energi dari hulu sampai hilir. Dalam hal
produksi maka pemerintah harus memperhatikan pemasok bahan baku bio energi (dalam
hal ini petani) sampai pengolah (pemroduksi bio energi).
2. Sumber Daya Alam
Ketersedian bahan baku dalam pembuatan bioenergi merupakan bahan dasar yang harus
dipenuhi. Semua bahan yang dibutuhkan dapat di temui di Alam.
3. Sumber Daya Manusia
SDM yang diharapkan mengembangkan bioenergi pedesaan adalah produk dari hasil
penyuluhan yang dilakukan pemerintah.
Berdasarkan uraian diatas pengembangan BEP diharapkan dapat diterapkan dan
dilaksanakan di wilayah pedesaan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pedesaan dengan membangun bisnis biogas, biobriket, biooil, biodiesel, dan
bioetanol sehingga ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar konvensional
(BBM dan LPG) dapat berkurang. Namun program ini tidak dapat berjalan jika
pemerintah tidak mendukung sepenuh hati.
15
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penulisan makalah ini diketahui ada lima bioenergi yang dapat
diterapkan diwilayah pedesaan Indonesia, yaitu; biogas, biobriket, bioetanol, biooil, dan
biodiesel.
4.2. Saran
Penulisan makalah ini masih membutuhkan investigasi yang lebih luas sehingga
didapatkan informasi-informasi yang lebih banuak tentang bisnis bioenergi yang dapat
dikembangkan diwialaytah pedesaan Indonesia.
16
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo , Suntoro Wongso. Bioenergi, BBM alternatif ramah lingkungan .solo pos, Sabtu, 17 Desember 2005)
Barnawi. 2009. Bio Energi: Bukan Sekedar energi Alternatif. http:// Essay-essay%20Pemikiran%20Pendidikan%20%20Bio%20Energi%20%20Bukan%20Sekedar%20energi%20Alternatif.html.
Ilham, afridel. 2010. Ketika Petani, Kampus, dan Perusahaan Bermitra Dua Ekor Sapi Hasilkan 850 Watt Sehari. Padang Ekspres. Edisi 04 Oktober 2010.
Mulyani, Anny dan Irsal Las. 2008. Potensi sumber daya lahan dan optimalisasi pengembangan komoditas penghasil bioenergi di indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian: Bogor
Nainggolan, Kaman. 2007. Bioenergi Vs Ketahanan Pangan. suara pembaruan daily.
Sumaryono, W. 2006. Kajian Komprehensif dan Teknologi Pengembangan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN). Makalah disampaikan pada Seminar Bioenergi: Prospek bisnis dan peluang investasi. Jakarta, 6 Desember 2006. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
Suwardi. 2008. Permasalahan Pengembangan Pangan dan Bioenergi di Indonesia dan Beberapa Alternatif Pemecahannya. prosiding semiloka nasional: Departem lmu Tanah dan Sumbe daya lhan, Instltut Pertanian Bogor.
Tusdian, Adi, Dimas Dwi Kurniawan, dan Amar Tarmansyah. 2009 . Rancangan Pembuatan Bioenergi Dengan Menggunakan Jerami Sebagai Bahan Dasar Pembuatannya.http://bio_sel_blacktuke%20%20“Rancangan%20Pembuatan%20Bioenergi%20Dengan%20Menggunakan%20Jerami%20Sebagai%20Bahan%20Dasar%20Pembuatan-nya”.html.
Widiastuti, Safaatun, Dewi Rachmawati, dkk. 2005. langkah-langkah yang ditempuh dalam pengembangan potensi daerah terpencil. universitas gadjah mada: yogyakarta
17