Upload
mahviro-vivi
View
1.392
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM
KONSERVASI LAHAN DAN AIR
”STRUKTUR TANAH DAN KEMANTAPAN AGREGAT”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konservasi Lahan dan Air
yang dibimbing oleh Ibu Juarti
Oleh :
Mahviro Vivi Andriani
110721435110
KELAS BB OFF L
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
Desember 2013
Judul Praktikum : TEKSTUR TANAH
A. Pendahuluan
Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik.
Tanah sangat penting peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah
mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai
penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik
bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai
mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup
dan bergerak. Ilmu yang mempelajari berbagai aspek mengenai tanah dikenal sebagai
ilmu tanah. Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain.
Air dan udara merupakan bagian dari tanah. Oleh karena itu sangatlah penting untuk
mempelajari ilmu tanah dan cara untuk melestarikannya.
Profil tanah merupakan penampang tegak tanah yang memperlihatkan berbagai
lapisan tanah. Pengamatan profil sangat penting dalam mempelajari sifat-sifat tanah
secara cepat dilapangan, terutama yang berkaitan dengan genetis dan klasiifikasi tanah.
Sidik cepat beberapa sifat fisik, kimia dan biologi tanah juga biasanya dilakuakn dengan
bersamaan dan merupakan bagian pengamatan profil tanah. Evaluasi terhadap sifat sifat
tanah ini kemudian dilanjutkan secara lebih rinci dilaboratorium.
Indonesia merupakan Negara agraris yang beriklim tropis, dengan kondisi
tersebut menyebabkan intensitas hujan yang cukup tinggi. Begitu air hujan mengena i
permukaan tanah, maka secara langsung akan menyebabkan hancurnya agragat dan
terlepasnya partikel-partikel tanah, Pada kondisi ini penghancuran agregat dan
perlepasan partikel-partikel tanah dipercepat oleh adanya daya penghancur dari air itu
sendiri. Itulah tahap terpenting dalam mekanisme terjadinya erosi, mengingat air
merupakan media utama pengangkut tanah ketika erosi.
Erosi merupakan hal yang wajar apabila intensitasnya sedang, tapi perlu
diwaspadai jika intensitas atau lajunya cukup tinggi, mengingat dampak atau bahaya
erosi yang cukup besar. Untuk itu dalam usaha menurunkan laju erosi perlu dilakukan
konservasi tanah dan air dengan tujuan mengurangi laju erosi. Dalam melakukan
konservasi tersebut ada tahap-tahap yang perlu dilakukan. Salah satunya adalah
menentukan sifat-sifat tanah seperti tekstur ataupun strukturnya, agar bisa
diklasifikasikan. Dengan itu kegiatan konservasi menjadi lebih mudah. Untuk
menentukan tekstur ataupun struktur perlu dilakukan uji lab terhadap sampel tanah
tertentu.
B. Dasar Teori
1. Struktur
Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan
ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk
agregat dari hasil proses pedogenesis. Struktur tanah berhubungan dengan cara di
mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Bentuk Struktur dan
tektur tanah merupakan komponen tanah yang merupakan indikasi karakteristik
tanah. Tanah memiliki bentuk struktur bermacam-macam yakni granular, blocky,
platy, prisma, columnar, massiv
Struktur tanah menunjukkan kombinasi atau susunan partikel-partikel tanah
primer (pasir, debu, dan liat) sampai pada partikel-partikel sekunder yang disebut
juga agregat. Struktur suatu horizon yang berbeda satu profil tanah merupakan satu
ciri penting tanah, seperti warna tekstur atau komposisi kimia. Struktur mengubah
pengaruh tekstur dengan memperhatikan hubungan kelembaban udara.
Faktor fisika dan kimia tanah yang menentukan komposisi dan kerapatan
serangga permukaan tanah disuatu tempat adalam pH, suhu, kelembaban, makanan,
cahaya, tektstur tanah dan kadar organik tanah, sengga terjadi kelimpahan serangga
tanah (Odum, 1996). Pengukuran faktor fisika-kimia tanah dapat di lakukan
langsung di lapangan dan ada pula yang hanya dapat diukur di laboraturium. Untuk
pengukuran faktor fisika-kimia tanah di laboraturium maka di lakukan pengambilan
contoh tanah dan dibawa ke laboraturium (Muhammad, 2003).
2. Tektstur Tanah
Partikel tanah berbeda-beda ukurannya. Berdasarkan ukurannya maka
partikel tanah digolongkan atas fraksi pasir, debu, dan liat. Tekstur tanah adalah
perbandingan antara partikel tanah yang berupa liat, debu, dan pasir dari suatu
massa tanah (Muhammad, 2003). Apabila perbandingan liat, debu, dan pasir
diketahui maka, kelas tekstur dapat ditentukan dengan menggunakan diagram
segitiga tekstur seperti gambar dibawah ini.
Gambar 1: Diagram Segitiga Tekstur Tanah
Tanah yang mempunyai tekstur halus mempunyai luas permukaan besar
dibanding dengan tanah yang bertekstur kasar. Oleh karena itu, tanah yang
demikian ini cepat melapuk. Beberapa sifat tanah yang lain, seperti kandungan
bahan organik, unsur hara, aerasi dan lain-lain, seperti kandungan bahan organik
mempunyai hubungan yang erat dengan tekstur tanah. Penentuan tekstur tanah
dilaboratorium dilakukan dengan cara analisis mekanis.
Partikel-partikel tanah diaduk dalam air dan diberi bahan-bahan yang
menghilangkan perekat-perekat dalam tanah. Partikel liat yang mempunyai luas
permukaan relatif besar dalam satu-satuan volume tertentu akan mengendap dalam
waktu yang lama, sedangkan partikel-partikel pasir lebih cepat mengendap karena
luas permukaannya relatif kecil.(Buckman dan Brady, 1982)
C. Tujuan
Untuk mengetahui tipe struktur tanah
Untuk mengetahui klasifikasi tekstur tanah
D. Alat dan Bahan
Alat :
Tabung ukur 100ml
Pipet
Lup
Cawan dan alu
Saringan (ayakan)
Pengaduk (stik bambu)
Nampan
Timbangan
Lembar tipe struktur tanah
Lembar klasifikasi tekstur tanah
Bahan :
Tanah
Aquades
Cairan H2O2
E. Langkah-langkah
Langkah untuk mengetahui tipe struktur tanah :
1. Ambil sedikit bongkahan tanah kecil yang masih memiliki struktur bentuk
2. Ambil lup
3. Amati dan deteksi tanah bongkahan tersebut menggunakan lup
4. Cocokan hasil pengamatan bongkahan tersebut dengan menggunakan lembar tipe-
tipe strukur tanah
5. Tentukan struktur tanah tersebut masuk dalam tipe struktur tanah
Langkah untuk mengetahui klasifikasi tekstur tanah :
1. Ambil tanah secukupnya untuk dijadikan sampel
2. Masukkan sampel tanah kedalam cawan dan haluskan dengan menggunakan alu
3. Ambil nampan dan saringan (ayakan), untuk mengayak tanah yang sudah agak
halus tersebut sehingga mendapatkan partikel tanah yang lebih halus
4. Ambil tanah yang sudah diayak untuk diukur dengan timbangan sampai beratnya
mencapai 40 gram
5. Setelah ditimbang, masukkan tanah kedalam tabung ukur
6. Ambil cairan H2O2 menggunakan pipet dengan ukuran 20ml
7. Masukkan aquades kedalam gelas ukur sampai mencapai ukuran 90ml
8. Kemudian aduk hingga tanah tercampur rata dan tidak menggumpal
9. Jika saat diaduk ukuran air berkurang dari 90ml, maka tambahkan aquades lagi
sampai mencapai 90ml
10. Setelah dirasa cukup tercampur dan ukuran sudah mencapai 90ml, diamkan
sampai tanah mengendap dan terlihat teksturnya dalam jangka waktu 1x24 jam
11. Setelah tanah sudah mengendap dengan waktu 1x24 jam
12. Amatilah tanah tersebut, berapa cm ukuran liat, debu dan pasirnya
13. Setelah mendapatkan ketinggian tanahnya, masukan ke dalam segitiga klasifikasi
tekstur tanah
14. Tentukan tekstur tanah tersebut termasuk dalam klasifikasi tekstur tanah
F. Hasil
Hasil perhitungan penentuan klasifikasi tekstur tanah :
Diketahui :
Tinggi pasir = 3 cm
Tinggi debu = 6 cm
Tinggi liat = 0,1 cm
Tinggi keseluruhan tanah = 9 cm
Ditanya : klasifikasi terkstur tanah…?
Jawab :
Jenis fraksi tanah = 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑐𝑚)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ(𝑐𝑚)× 100%
Pasir = 3 𝑐𝑚
9 𝑐𝑚× 100% = 33,3%
Debu = 5,9 𝑐𝑚
9 𝑐𝑚× 100% = 65,6%
Liat = 0,1 𝑐𝑚
9 𝑐𝑚× 100% = 1,1%
Dari hasil perhitungan diatas, dimasukkan kedalam segitiga klasifikasi tekstur
tanah dan ditarik garis sehingga menemukan hasil bahwa sampel tanah termasuk
dalam klasifikasi silt loam (lempung berdebu).
Gambar : Pengukuran hasil pengendapan
G. Pembahasan
Gambar: klasifikasi tekstrur tanah
Tipe struktur tanah pada sampel adalah Granular. Granular merupakan
tipe struktur tanah yang berbentuk granul, bulat, dan porous, struktur ini terdapat
pada horison A.
Gambar: dari prosentase dimasukkan ke dalam segitiga struktur
Dari hasil pengamatan didapat prosentase pasir sebesar 33,33% dari
keseluruhan lapisan, prosentase liat sebesar 65,6% dan prosentase debu sebesar
1,1%. Setelah dimasukkan ke dalam segitiga struktur tanah maka di dapat jenis tanah
termasuk ke dalam kategori Clay (liat) menurut klasifikasi oleh Hardjowigeno, 2003.
Sampel tanah di atas memiliki tekstur liat karena memiliki kandungan liat diatas
65,6% dengan ciri-ciri sifat tekstur lembut-sedang. Ciri-ciri lain dari sampel tanah
tersebut adalah memiliki pori-pori sedang (meso), jadi untuk menyerap air agak sulit
dan untuk menyimpan air juga lumayan baik. Jadi jenis diatas masih cukup baik
untuk tanaman.
H. Kesimpulan
Pada praktikum, tanah yang di gunakan untuk sempel tanah, menujukan
struktur tanah adalah tipe Granular dengan tekstur tanah CLAY (liat) yang di
tunjukan pada segitiga tekstur. Namun apabila dilihat berdasarkan fisiknya, tanah
temasuk ke dalam liat berpasir dengan pori-pori sedang. Jenis tanah ini baik
digunakan untuk tanaman sedang.
I. Daftar Pustaka
Dahlia, Amy. 2012. Lingkungan Biotik dan Abiotik. (Online)
(http://amydahlia.files.wordpress.com/2012/01/structure1.gif), diakses pada tanggal 12
Desember 2013.
Sholekha, Ummatus. 2011. Laporan Tekstur Tanah. (Online)
(http://3.bp.blogspot.com/_8GqrZRp3s9E/TVSYCLu0PQI/AAAAAAAAABw/uvRH4
2ZLpGc/s1600/soiltriangle.jpg), diakses pada tanggal 12 Desember 2013.
Judul Praktikum: LAPORAN PRAKTIKUM KEMANTAPAN AGREGAT TANAH
A. Pendahuluan
Kemantapan agregat adalah ketahanan rata-rata agregat tanah melawan
pendispersi oleh benturan tetes air hujan atau penggenangan air. Kemantapan
tergantung pada ketahanan jonjot tanah melawan daya dispersi air dan kekuatan
sementasi atau pengikatan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kemantapan agregat
antara lain bahan-bahan penyemen agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, serta
tingkat agregasi Stabilitas agregat yang terbentuk tergantung pada keutuhan tanaga
permukaan agregat pada saat rehidrasi dan kekuatan ikatan antarkoloid-partikel di
dalam agregat pada saat basah. Pentingnya peran lendir (gum) microbial sebagai agen
pengikat adalah menjamin kelangsungan aktivitas mikroba dalam proses pembentukan
ped dan agregasi.
Nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan
tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, dan
kandungan air tanah. Nilai ini banyak dipergunakan dalam perhitungan-perhitungan
seperti dalam penentuan kebutuhan air irigasi, pemupukan, pengolahan tanah, dan lain-
lain.
Kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan.
Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar
tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Tanah
yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan
mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah
sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat.
Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.
Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar (stabilitas) dapat
ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks ini
merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat (Santi, 2008).
B. Landasan Teori
Agregat tanah merupakan partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung
dalam suatu kelompok yang dinamakan sebagai agregat tanah, yang merupakan
satuan dasar struktur tanah (Baveretal.,1972;Theng, 1987). Agregat terbentuk
diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer
membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu
yang dapat mengikat menjadi lebih kuat (sementasi). Pembentukan agregat tanah
melalui proses penjonjotan yang dilanjutkan dengan agregasi dengan atau tanpa
diikuti proses sementasi (Baveretal., 1972; Notohadiprawiro, 1996).
Kemantapan agregat merupakan kemampuan agregat tanah untuk bertahan
terhadap pengaruh tetesan air hujan atau pembenaman dalam air. Pengukuran
kemantapan agregat dapat dilakukan dengan metode pengayakan basah dan
pengayakan kering (kuantitatif) atau dengan metode pembenaman dalam air dan
alkohol (kualitatif) (Septiawan, 1987).
Kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan.
Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk
perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan
daya menahan air. Pada tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan
maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran
akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk
dan permeabilitas menjadi lambat (Septiawan, 1987).
Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah
terhadap erosi. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar
(stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index
(ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan
agregat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat antara lain
pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, dan penutupan tajuk tanaman
pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan
tinggi.
Kemantapan agregat merupakan sifat fisik tanah yang memanifestas ikan
ketahanan agregat tanah terhadap pengaruh disintegrasi oleh air dan manipulas i
mekanik (Juryetal., 1991) cit (Septiawan, 1987). Oleh karena itu pengukuran
aggregat yang berkaitan dengan pengaruh dispersif air sangat relevan untuk
dilakukan. Pengukuran kemantapan bisa dibatasi pada hanya agregat makro,
agregat mikro, bahan yang dapat didispersikan, atau dapat meliputi rentang
ukuran aggregate yang luas. Hasil pengukuran akan sangat ditentukan oleh
kelas ukuran agregat dan kadar air awal dari agregat yang digunakan, serta
kondisi bagaimana pembasahan itu terjadi (Kay dan Angers, 2000) cit
(Septiawan, 1987). Kemantapan agregat dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya jenis dan kadar Iiat, bahan organik. serta jenis dan jumlah kation
terjerap.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kemantapan agregat tanah dari sampe A dan B
D. Alat dan Bahan
1. Alat
- Gelas ukur
- Pipet
- Mika ukuran kecil
- Tisu
- Statif
- (buret)
2. Bahan
- Sampel tanah A
- Sampel tanah B
- Aquades
E. Langkah Kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Pasang buret pada statif
3. Tuangkan aquades ke dalam buret sampai batas 0 (nol)
4. Aturlah jarak antara buret dan alas statif dengan jarak 20 cm.
5. Buanglah rongga udara pada buret dengan cara mengatur kran pada buret
6. Letakkan gelas ukur dibawah buret
7. Buka kran secara perlahan hingga air menetes
8. Hitung jumlah tetesan air hingga 10 tetes
9. Lihat volume air yang berkurang pada skala buret
10. Catatlah dan masukkan table pengamatan volume per-tetes
11. Tuangkan kembali aquades pada buret sampai batas 0 (nol)
12. Ulangi langkah pada no 7-11 sebanyak 5 kali
13. Ambillah 5 buah sampel tanah A dan 5 buah sampel tanah B
14. Ambil mika dan letakkan tissue di atasnya
15. Ambil sampel tanah A yang pertama dan letakkan diatas mika yang sudah dilapisi
tissue
16. Letakkan mika yang berisi sampel tanah pada alas statif
17. Tuangkan aquades pada buret sampai batas 0 (nol)
18. Buka kran secara perlahan hingga air menetes
19. Hitung jumlah tetesan air hingga agregat tanah mulai pecah
20. Tutup kran pada buret dan catatlah jumlah tetesan air hingga agregat tanah mulai
pecah
21. Buka kembali kran pada buret dan teruskan tetesan air hingga agregat hancur
22. Tutup kran pada buret dan catatlah jumlah tetesan air hingga agregat tanah hancur
23. Ulangi langkah 15- 22 hingga sampel tanah A yang kelima
24. Ulangi langkah 15-23 untuk sampel tanah B
F. Hasil
Hasil Pengamatan Volume Per-Tetes
Ulangi ke- Jumlah tetesan Volume air Volume per-tetesan
1 10 tetes 4 ml 4
10 = 0,4
2 10 tetes 4 ml 4
10 = 0,4
3 10 tetes 5 ml 5
10 = 0,5
4 10 tetes 5 ml 5
10 = 0,5
5 10 tetes 5 ml 5
10 = 0,5
Rata-rata 4,6 ml 0,46
Jumlah Tetesan Untuk Memecahkan Sampai Menghancurkan Agregat
Sampel A
Ulangi ke- ∑ tetesan (A) ∑ tetesan (B) Catatan
1 7 tetes 530 tetesan
2 8 tetes 200 tetes
3 11 tetes 560 tetes
4 5 tetes 45 tetes
5 6 tetes 150 tetes
Rata-rata 7,4 tetes 297 tetes
Sampel B
Ulangi ke- ∑ tetesan (A) ∑ tetesan (B) Catatan
1 10 tetes 20 tetesan
2 4 tetes 10 tetes
3 5 tetes 16 tetes
4 2 tetes 22 tetes
5 3 tetes 20 tetes
Rata-rata 4,8 tetes 17,6 tetes
Keterangan:
A. = tetesan sampai agregat mulai pecah
B. = tetesan saat agregat hancur
G. Pembahasan
1. Jumlah Volume Per-Tetes Sampai Agregat Mulai Pecah.
Pada hasil data pengamatan, sampel A dan sampel B, sampel A memiliki tekstur
warnanya coklat muda (lebih terang), dibandingkan dengan sampel B yang
memiliki tekstur warna coklat tua (lebih gelap). Selain itu, sampel A mengarah pada
tanah lempung berpasir, sedangkan sampel B mengarah pada tanah pasir. Sehingga
hal ini mampu mempengaruhi agregat tanah lebih cepat pecah sampel B dari pada
sampel A, hal ini dikarenakan sampel A lebih padat (memiliki tingkat kestabilan
tanah sangat tinggi, daripada kestabilan tanah sampel B).
2. Jumlah Tetesan Air Mampu Memecahkan Dan Sampai Menghancurkan
Agregat Tanah.
Pada hasil data pengamatan, sampel A sudah dijelaskan tentang tekstur
tanahnya, sehingga dengan bentuk tekstur yang seperti itu mampu membutuhkan
waktu yang lama untuk menghancurkan agregat tanahnya, hal ini dipengaruhi oleh
semakin baik tingkat kestabilan tanah, sehingga lama waktu untuk penghancuran
agregat tanah. Sedangkan sampel B memiliki tingkat indeks kestabilan yang
tergolong rendah. Sehingga membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk dapat
menghancurkan agregat tanahnya dan menghasilkan tetesan yang sedikit pula untuk
mempengaruhi agregat tanah, sehingga mempercepat tanah hancur.
Ketahanan rata-rata agregat tanah melawan pendispersi oleh benturan tetes air
hujan atau penggenangan air. Kemantapan tergantung pada ketahanan jonjot tanah
melawan daya dispersi air dan kekuatan sementasi atau pengikatan. Struktur tanah
disyarati oleh tekstur, adanya bahan organik dan bahan-bahan perekat lain serta
nisbah atau perbandingan antara berbagai kation yang ada dalam tanah. Struktur
tanah berpengaruh penting atas regim udara dan air dalam tanah, antara hidrolik dan
konsekuensinya yang berpengaruh atas pertumbuhan akar dan kegiatan biologi
dalam tanah.
H. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini sebagai berikut:
1. Tanah samel A memiliki nilai agregat dan indeks stabilitas tertinggi (agak stabil)
dan tanah sampel B memiliki nilai agregat dan indeks stabilitas terendah (kurang
stabil). Tingkat kestabilan agregat tanah sangat berpengaruh pada kemampuan pori-
pori tanah yang mudah terdispersi. Tanah dengan agregat yang tidak stabil
menyebabkan pori-pori tanah mudah hancur dan tertutup oleh debu atau liat
sehingga laju dan kapasitas infiltrasi tanah mengalami penurunan.
2. Makin stabil suatu agregat tanah, makin rendah kepekaannya terhadap erosi
(erodibilitas tanah)
I. DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno, S. 1987. Dasar Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa : Jakarta
Hudson, N. 1978. Soil Conservation. Bastford, London
Kemper, E.W. & R.C. Rosenau (1986) Aggregate stability and size distribution.. In:A.
Klute (Ed.) Method of Soil Analysis Part 1. 2 nd ed. ASA. Madison.
Wisconsin. (hal 425-461)
Nurul Romdony, Afdal PENETAPAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH,
(Online), Di akses tanggal 10 Desember 2013