Upload
ixnatius-nugroho
View
388
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Makalah Mata Kuliah Komunikasi Massa
“Umpan Balik dan Efek Komunikasi Massa”
Oleh:
Meriza Lestari 14030113130133
Ixnatius Nugroho 14030113130134
Reza M Noor 14030113130137
Satrio Try 14030113130138
JURUSAN ILMU KOMUNUKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
UMPAN BALIK KOMUNIKASI MASSA
Dalam proses komunikasi massa dikenal istilah feedback atau umpan balik. Umpan balik
merupakan reaksi (tanggapan) yang diberikan oleh penerima pesan atau komunikan kepada
penyampai pesan atau komunikator/sumber. Selain itu, umpan balik juga dapat berupa reaksi
yang timbul dari pesan kepada komunikator. Dengan demikian umpan balik yang terjadi
dalam.proses komunikasi massa dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Internal Feedback
Internal feedback adalah umpan balik yang diterima oleh komunikator bukan dari
komunikan, akan tetapi datang dari pesan itu atau dari komunikator itu sendiri. Ketika
menyampaikan pesan, komunikator menyadari telah melakukan kesalahan atau kekhilafan,
kemudian ia meminta maaf dan memperbaiki kesalahan tersebut. Contoh segera meralat apa
yang dibicarakan saat sadar bahwa ia salah.
b. External Feedback
External feedback adalah umpan balik yang diterima oleh komunikator dari komunikan.
External feedback ini sifatnya bisa langsung dan bisa juga tidak langsung.
1. Umpan balik langsung
Umpan balik yang sifatnya langsung yaitu reaksi yang dapat segera ditangkap oleh
komunikator, misalnya anggukan kepala pertanda komunikan mengerti atau setuju terhadap
pesan yang diterimanya atau komunikan menggelengkan kepala yang mengandung arti bahwa
pesan yang diterimanya tidak dimengerti atau tidak dipahami oleh komunikan.
2. Umpan balik tertunda
Umpan balik yang sifatnya tidak langsung (delayed feedback) adalah umpan balik yang
datang kepada komunikator (sumber) setelah melewati satu rentang waktu (selang waktu),
contohnya rubrik "Surat Pembaca" pada surat kabar dan sejenisnya.
Umpan balik dalam komunikasi massa tidak akan sesegera atau sesempurna umpan balik
dalam komunikasi tatap muka. Hal ini disebabkan karena komunikasi massa biasanya melibatkan
suatu rantai atau jaringan individu. Umpan balik yang ditujukan kepada seseorang dalam
jaringan tersebut mungkin mengenai orang yang berbeda dari yang dimaksud dalam jaringan
tersebut. Selain itu, sumber kadang-kadang sulit memberikan respons dan mempublikasikan
umpan balik yang diterimanya (Steward L. Tubbs, 1996; 202).
c. Representative Feedback
Sesuai dengan karakteristik komunikasi massa yang komunikannya bersifat heterogen,
maka tidak mudah untuk mengukur umpan balik dari semua komunikan. Karena itu umpan balik
yang datang biasanya merupakan representative (wakil) sampel, sehingga walaupun yang
ditanggapi hanya satu atau dua komunikan, namun hal tersebut sudah dianggap dapat mewakili
sejumlah komunikan yang lainnya.
d. Cummulative Feedback
Cummulative feedback adalah umpan balik yang datang kepada komunikator dihimpun
dahulu dan tidak segera diubah dalam pesan berikutnya, karena komunikator harus
mempertimbangkannya dahulu untuk dapat membuat kebijaksanaan selanjutnya.
e. Quantitative Feedback
Quantitative feedback adalah umpan balik yang datang pada umumnya diukur dengan
jumlahnya (kuantitas)
f. Institutionalized Feedback
Institutionalized feedback adalah umpan balik yang terlembagakan, artinya ympan.balik
yang diupayakan oleh lembaga, yang dilakukan dengan cara mendatangi langsung khalayak
untuk mengumpulkan pendapatnya, kemudian dianalisis oleh lembaga tersebut. Misalnya umpan
balik yang datang dari lembaga penelitian universitas tertentu. Mereka mendatangi suatu stasiun
televisi untuk menanyalan tentang kebenaran suatu hasil penelitian yang pernah ditayangkan
oleh stasiun televisi tersebut.
EFEK KOMUNIKASI MASSA
Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat menggerakkan proses sosial ke
arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Efek atau hasil yang dicapai melalui
berbagai media ( lisan, tulisan, visual / audio visual) perlu dikaji oleh metode yang bersifat
analisis psikologi dan analisis sosial. Analisis psikologi adalah kekuatan sosial yang merupakan
hasil kerja dan berkaitan dengan watak serta kodrat manusia. Sedangkan analisis sosial adalah
peristiwa sosial yang terjadi akibat komunikasi massa dengan penggunaan media yang sangat
unik dan kompleks.
Kita lebih tertarik kepada apa yang media berikan pada kita. Hal itu menyebabkan kita
berpikir jika media menambah pengetahuan, mengubah sikap atau perilaku kita. Donald K
Robert mengungkapkan anggapan “ efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa
pesan media massa”. Oleh karena fokus pesan, efek yang diterima berkaitan dengan pesan
tersebut. Karena banyak kejadian yang terjadi di masyarakat, khalayak menyimpulkan jika media
memberikan suatu efek.
Dalam proses komunikasi, pesan dalam media massa dapat menerpa secara langsung
maupun tidak langsung. Stamm (1990) menyatakan “ efek komunikasi massa terdiri dari primary
effect dan secondary effect”. Menurut Steven M. Chaffee, efek media massa dilihat dengan tiga
pendekatan :
1. Pendekatan pertama efek dari media massa yang berkaitan dengan pesan atau media
itu sendiri.
2. Pendekatan kedua melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi
massa yang berupa perubahan sikap, perasaan, dan perilaku atau dikenal dengan
perubahan kognitif, afektif, dan behavioral.
3. Pendekatan ketiga observasi terhadap khalayak (individu, kelompok, organisasi,
masyarakat atau bangsa).
a. Efek Kehadiran Komunikasi Massa
Mc Luhan mengemukakan the medium is the message, media adalah pesan itu sendiri. Bentuk
media sudah mempengaruhi khalayak. Pesan dipengaruhi oleh jenis dari media massa itu sendiri
baik tatap muka, melalui media cetak atau elektronik. Menurut Steven M. Caffee, ada lima jenis
efek media massa sebagai benda fisik yaitu: efek ekonomis, efek sosial, efek pada penjadwalan
kegiatan, efek penyaluran / penghilangan perasaan tertentu, dan efek pada perasaan orang
terhadap media.
Efek Ekonomi
Media massa ditengah kehidupan manusia menumbuhkan berbagai usaha produksi,
distribusi, dan konsumsi jasa media massa. Adanya surat kabar menumbuhkan usaha kertas
koran; percetakan dan grafis, membuka lapangan kerja, perancang grafis, pengedar, pengecer,
pencari iklan, dan sebagainya. Begitupun juga dengan media lainnya seperti televisi.
Efek Sosial
Efek sosial berkaitan dengan perubahan struktur atau interaksi sosial sebagai akibat dari
kehadiran media massa. Misalnya, kehadiran televisi bisa meningkatkan status sosial pemiliknya,
kehadiran majalah yang menuntun kebutuhan pembacanya.
Di kota-kota besar, pemilik antena parabola menjadi patron client yang baru yang
menciptakan pusat jaringan sosial yang seideologi. Di desa, koran dan televisi telah mengubah
perilaku masyarakat untuk menciptakan interaksi sosial yang baru.
Penjadwalan Kegiatan Sehari-hari
Orang-orang di kota membaca koran sebelum pergi ke kantor. Anak-anak SD sebelum
mandi pagi pada hari Minggu, selalu menonton televisi terlebih dahulu. Saat maghrib, anak-anak
selalu melihat acara di televisi yang disajikan pada waktu itu. Intinya, media massa mengubah
perilaku masyarakat dalam merencanakan suatu kegiatan.
Efek Hilangnya Perasaan Tidak Nyaman
Orang menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologinya dengan tujuan
menghilangkan perasaan kesepian, marah, kesal, kecewa, dan sebagainya. Orang akan cenderung
memilih media untuk mengungkapkan perasaan misalnya dengan lagu, film, atau siaran dakwah.
Efek Menumbuhkan Perasaan tertentu
Kehadiran media dapat menumbuhkan perasaan tidak nyaman pula. Terkadang
pandangan orang pada media akan memiliki pandangan positif atau negatif. Dapat disimpulkan
tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media erat kaitannya dengan pengalaman
individu bersama media.
b. Efek Pesan
Efek Kognitif
Efek kognitif adalah efek yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi
dirinya. Dalam kajian mengenai efek kognitif ini, akan dipelajari bagaimana media massa dapat
memberi informasi yang bermanfaat.
Sesorang mendapatkan informasi dari tv dan media massa lainnya bahwa terjadi peristiwa
sodomi yang dilakukan oleh “Robot Gedek” terhadap anak laki-laki di lingkungannya. Kita yang
sebelumnya tidak tahu peristiwa tersebut menjadi tahu berita tentang peristiwa tersebut.
Menurut Mc Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita. Dengan media
massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang dan kejadian yang belum pernah kita
lihat. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas yang sudah diseleksi. Televisi
memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan tokoh yang lain. Surat
kabar, melalui proses yang disebut “gatekeeping” menyaring berbagai berita tentang darah dan
dada. Karena kita tidak dapat mengecek ulang apa yang ditampilkan oleh media massa, kita
cenderung mendapat informasi dari apa yang ingin media massa tampilkan pada khalayak.
Dengan kita banyak melihat tayangan infotainment, kita mengaggap jika selebritis selalu
memiliki masalah didalam rumah tangga mereka. Ketika kita membaca koran Suara Karya kita
akan melihat bagaimana tulisan-tulisan yang ad disana begitu menngagungkan pembangunan
yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru. Disini jelas terlihat bahwa televisi maupun surat
kabar sama-sama menonjolkan tokoh dan peristiwa tertentu diatas tokoh dan peristiwa yang
lainnya.
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media
massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang timpang. Oleh
karenannya ada istilah yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu,
kleompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali
timpang dan tidak benar (Rakhmat, 1985: 224). Sebagai contoh dalam film-film India. Wanita
digambarkan sebagai makhluk yang cengeng dan lemah. Penayangan hal yang semacam itu
secara terus-menerus dapat menimbulkan stereotip mengenai perempuan.
Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi pada masyarakat modern karena mereka
memperoleh lebih banyak informasi tentang dunia dari media massa. Pada saat yang sama
mereka sukar untuk mengecek kebenaran mengenai informasi tersebut. Media dapat dengan
mudah mengubah citra suatu kelompok, individu, tempat maupun kejadian dimata khalayak.
Efek Prososial Kognitif
Adalah bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikendaki oleh masyarakat.
Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar,
maka televisi sudah memberikan efek prososial kognitif. Contohnya adalah film “Sesame Street”
dai AS. Film yang dirancang oleh pendidik, psikolog dan ahli media massa ini ditampilkan
pertama kali pada tahun 1969 setelah melalui berbagai macam penelitian. Terbukti fim tersebut
berhasil mempermudah proses belajar. Siaran pendidikan televisi merupakan gabungan antara
unsur hiburan dan informasi. Bukan hanya ceramah yang membosankan tetapi juga hiburan yang
menyenangkan sehingga dapat menanamkan pengetahuan, pengertian dan keterampilan. Contoh
tentang efek televisi, efek radio dan efek surat kabar dalam menanamkan pengertian khalayaknya
telah dibuktikan oleh beberapa penelitian, laporan maupun penelitian historis. Banyak orang
yang memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang suatu bidang yang diminatinya dari
berita dan opini yang ditampilkan dalam surat kabar atau majalah. Buku telah menjadi tempat
penyimpanan memori peradaban manusai sepanjang zaman. Contoh diatas membuktikan bahwa
media massa, dalam bentukm apapun, telah memberi kontribusi bagi khalayaknya.
Efek Afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa
bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi
lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat
merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar atau membaca informasi artis kawakan
Roy Marten dipenjara karena kasus penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul
perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat
diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan perasaan senang
adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan hura-hura yang senang atas
tertangkapnya para public figure yang cenderung hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan
dapat juga diartikan sebagai keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.
Kegembiraan juga tidak dapat diukur dengan tertawa keras ketika menyaksikan adegan
lucu. Tetapi para peneliti telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas
rangsangan emosional pesan media massa. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Suasana emosional
Menonton sinetron di televisi atau membaca novel akan dipengaruhi oleh suasana
emosional kita. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila
kita menontonnya dalam keadaan senang.
2. Skema Kognitif
Merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur peristiwa.
Kita tau bahwa dalam sebuah film action ‘sang jagoan; pada akhirnya akan menang.
3. Suasana Terpaan (Setting Exposure)
Tayangan misteri di tv, membuat kita berpikir bahwa kehidupan mahluk itu adalah
sebagaimana yang kita lihat dalam film atau sinetron tersebut.
4. Predisposisi Individual
Mengacu pada karakteristik khas individu. Orang yang melankolis cenderung
menanggapi lebih emosional daripada orang yang periang. Orang yang periang akan
senang bila melihat adegan-adegan lucu atau film komedi daripada orang yang
melankolis. Beberapa pnelitian membuktikan bahwa acara yang sama bisa ditanggapi
berlainan oleh orang-orang yang berbeda.
5. Faktor Identifikasi
Menunjukkan sejauhmana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditonjolkan dalam
media massa. Dengan identifikasi, penonton, pembaca atau pendengar menempatkan
dirinya dalam posisi tokoh tersebut.
Efek Behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku,
tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang
menjadi beringas. Program acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan
menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah
mendengar kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara
SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari
semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama.
Radio, televisi atau film di berbagai negara telah digunakan sebagai media pendidikan.
Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio, televisi dan pemutaran
film. Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada
program “Buser” di SCTV menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena
tidak diberi jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu ialah, agar
orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya, namun apa yang didapat, keesokan atau lusanya,
dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang dilakukan anak-anak SD. Inilah yang dimaksud
perbedaan efek behavior. Tidak semua berita, misalnya, akan mengalami keberhasilan yang
merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula bisa mengakibatkan kegagalan yang berakhir
pada tindakan lebih buruk.
Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung
hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi yang
menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek
prososial adalah teori belajar sosial dari Bandura.
Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau
peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan.
Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli
yang kita amati dan karakteristik diri kita. Efek behavioral media massa dapat dijelaskan oleh
teori Belajar Sosial dari Bandura.