Transcript

o(f)No$to(oIz

N()c)$t(f)oro@o)rt\oo,,o

o@.

=dt-oEo+,ooGt-

ol(IU(U

EJo::Yet,o?

6.

=cG(EI,c(U

J.

.q9fcrg$t(Uo-bEE

.lJ I-

Ea

c.g(U

oE(u

E

a

loo.$l!-o.

s(Ut,l-(UIC(E

o)o

o-!<ILcGl(oo

c(E

(E

oEotr

ano=(E:\ +,H'\As4 f,ll)ho

9L=.EN {.}11 fL "_\6$o-E € Y

T SEIIt-g

-J-cD

J B:= frgS €s.E-E ]( o

==

Iil A fi EL s i#S qa,

r,scvJ !-t.= o,(UE o

gE't*oYUJoi=

(E.Y(Ut-Gu)o,gooI

. ,.,- 1

,,',,-,,$

ta

T'o,

a

vt

T'a.

a

=

t?-GEGUII.J

II

GE'(ECLovc(ELt-o€o

\\h)

N\)

^s'cffi€@;

ffil@ r\Jkiffiiffi[

?ru5

\.

ui

?fd'ry

SU*p*siliFy? or: ffi{s}il*SU [.da"*eaticn"fiuJr.tLi*d{u,*rsitry: }nsp{rinE [ducati*nr with Bi*divrrsitry"

-d*-,+

31:,"

'q.,E1!.6

$ncr-ffih ffim

ffiffiffis*ffifiruffi

!SB N; g7$-6*a;a4{}.*-6

,"i rPENGARUH C-ORGANIK DAN KADAR AIR TANAH TERHADAP

JUMLAH JENIS DAN JUMLAH II{DIVIDU COLLEMBOLASEPANJANG DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS KOTA BATU

Husamah(1)' Fatchur Rohman(2)' Hedi Sutomo(2)

(r)Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang(2)Prodi Pendidikan Biologi-Pascasarjana Universitas Negeri Malang

Jl. Raya Tlogomas 246 Malang 65144

Email : [email protected].

Abstrak

Penelitian bertujuan menganalisis pengaruh C-organik dan kadar air tanahterhadap jumlah jenis dan individu Collembola pada tipe habitat hutan,pertanian dan pemukiman. Pengambilan sampel tanah dilakukan denganmetode TBSF. Identifikasi sampel Collembola dilakukan di LaboratoriumBiologi UMM dan diverifikasi di Laboratorium Entomologi Dasar UGM.Pengukuran C-organik dilakukan dengan teknik Walkley & Black dan kadarair tanah dengan teknik gravimetrik. Pengaruh C-organik dan kadar air tanahdiketahui dengan analisis regresi ganda. Hasil penelitian, yaitu 1) tidak adapengaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah jenis Collemboladan 2) ada pengaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah individuCollembola.

Kata kunci: C-organik, air, tanah, individu, jenis, Collembola

I. Pendahuluan

Indonesia dikaruniai keanekaragaman hayati dan tingkat endemisitas yang sangat tinggi.

Pengetahuan mengenai besarnya kekayaan sumberdaya alam hayati sampai saat ini belum

memadai untuk mendasad pengelolaan dan pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan

(sustainability). Mentrut Prijono (2012) diperkirakan keanekaragaman jenis global sekitar 5-

30 juta jenis dan baru sekitar 1,78 juta jenis flora, fauna, dan mikrobayang diberi nama.

Keadaan ini menuntut kita berpikir bagaimana tetap melestarikan keanekaragaman yang

masih ada dan berupaya mengurangi laju kepunahan sefia mempercepat pengungkapan

kekayaan dan potensi keanekaragaman hayati yang masih tersisa sebelum punah. Salah satu

kelompok binatang yang jarang dikenal tetapi mempunyai peran sangat besar dalam

ekosistem adalah Collembola.

Collembola (springtail) dalam bahasa Indonesia baku disebut ekorpegas. Collembola

disebut ekorpegas karena di ujung abdomen terdapat organ mirip ekor yang berfungsi sebagai

organ gerak dengan cara kerja seperti pegas. Apabila jenis serangga diperkirakan sekitar 5-10

juta. Sebanyak l-2 jt;/ta jenis Collembola atau 20o/o dari jenis serangga ada di dunia.

Collembola yang telah dideskripsikan mencapai 50.000 jenis. Jumlah jenis Collembola di

Indonesia diperkirakan mencapai 1.500-15.000 (Suhardjono dkk,2012). Collembola

merupakan kelompok fauna tanah terbesar, populasinya mencapai 1o4lm2 (Handayanto &

Hairiah,2009).

Collembola merupakan salah satu kelompok hewan yang umumnya hidup di permukaan

dan di dalam tanah, meskipun ada pula yang hidup sampai di pucuk tumbuhan. Collembola

memiliki peran penting dalam ekosistem, karena fungsinya sebagai subsistem konsumen dan

subsistem dekomposisi (Rohyani,2012; Suhardjono dl<k,2012). Collembola dapat dijumpai

di mana-mana, umurnnya berukuran kecil, ada yang mudah dilihat tetapi ada juga yang

mikroskopis. Panjang Collembola umumnya kurang dari 1 mm. Collembola tanah hanya

dapat hidup pada kondisi lembab dan hidup di tanah bagian atas atau top soils (Handayanto &

Hairiah, 2009). Lebih lanjut dijelaskan Handayanto & Hairiah (2009) bahwa Collembola

tanah memakan bakteri, hifa, spora, mendekomposisi bahan organik, hewan, dan tanaman

hidup. Collembola tidak berperan dalam siklus hara tanah secara langsung, tetapi berperan

aktif dalam proses fragmentasi serasah tanaman. Collembola menghabiskan sebagian besar

waktu hidup dengan berada di dalam tanah atau berhubungan dengan tanah.

Faktor yang sangat menonjol berpengaruh terhadap kehadiran dan pemilihan tempat

hidup Collembola adalah faktor lingkungan yang menyusun habitat. Setiap komponen atau

kombinasi unsur tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda pada setiap jenis ataupun

kelompok jenis. Faktor lingkungan memiliki dampak menguntungkan atau merugikan

terhadap kehadiran Collembola. Setiap tipe habitat mempunyai kombinasi atau perangkat

faktor yang berbeda dengan tipe habitat yang lain (Suhardjono dkk, 2012). Hal ini berarti

perubahan kondisi tanah, habitat atau ekosistem yang mempengaruhi tanah juga akan

mempengaruhi struktur komunitas dan fungsi Collembola tanah.

Collembola cukup baik sebagai bioindikator tanah karena memiliki respon yang sensitif

terhadap perubahan lingkungan, punya waktu regenerasi lebih panjang dibanding mikroba

metabolik aktif sehingga mereka lebih stabil dan tidak mudah berfluktuasi akibat perubahan

hara sesaat dan tiba-tiba (Pribadi, 2009). Hal ini juga sejalan dengan pendapat Avelina (2008)

dan Suhardjono (2012) bahwa Collembola dapat dijadikan sebagai bioindikator karena

sensitif terhadap perubahan lingkungan dan melimpah dalam tanah. Collembola berperan

terhadap kesuburan tanah, memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah.

Salah satu perubahan kondisi lingkungan dan termasuk perubahan kondisi tanah adalah

di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas Hulu Kota Batu. Kota Batu merupakan daerah

otonom termuda di Provinsi Jawa Timur berdasarkan UU Nomor 11 tahun 2001 tentang

Pembentukan Kota Batu. Kota Batu terdiri dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Batu, Junrejo,

dan Bumiaji. Luas Kota Batu secara keseluruhan adalah sekitar 19.908,72 ha atau sekitar

0,42oh dari luas Jawa Timur (BPS Kota Batu, 20lla; BPS Kota Batu, 2013a). Wilayah Kota

Batu merupakan bagian hulu DAS Brantas (Kustamar dkk, 2010). Daerah Aliran Sungai

Brantas Hulu merupakan wilayah konservasi, sehingga fungsinya tidak dapat diubah menjadi

bentuk pemanfaatan lainnya (Jamilah, 20ll).Visi Kota Batu adalah sebagai kota agropolitan bernuansa pariwisata (agrowisata).

Dinamika perkembangan wilayah Kota Batu saat ini lebih mengarah pada perkembangan

sebagai sentra peftanian dan sentra wisata (Budiyanto,2010; Maulida dkk, 2Ol2). Sebagian

besar penduduk Kota Batu bermatapencaharian utama sebagai petani. Hal ini terlihat dari data

hasil Sakernas Kota Batu yang dirilis oleh BPS Kota Batu (2011b), yaitu dari 93.096 orang

usia 10 tahun ke atas yang bekerja pada tahun 2070, sebanyak 34.Oll atau 36,530/o orang

bekerja di sektor pertanian (Rahayu dkk,20l2).

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2Ol3,jumlah

usaha pertanian di Kota Batu sebanyak 17.357 dikelola oleh rumah tangga, sebanyak 11

dikelola oleh perusahaan pertanian berbadan hukum dan sebanyak 8 dikelola oleh selain

rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum (BPS Kota Batu, 2013b). Masyarakat Kota

Batu umumnya membudidayakan tanaman semusim atau tanaman hortikultura, baik itu buah-

buahan, sayuran, dan tanaman hias (Kustamar dkk, 2OlO; Setyarini, 2)ll).Sejak tahun l970-an usaha tani hortikultura merupakan sumber penghasilan utama

sebagian besar petani di Kota Batu (Widianto dkk, 2010). Kegiatan budidaya berlangsung

sepanjang tahun. Sistem budidaya dilakukan secara intensif dengan inputan kimia yang tinggi

dari pupuk dan pestisida sintesis (Djauhari dkk., 2009; Indahwati dkk., 2012). Tingginya

permintaan dan harga jual menjadi pemicu masyarakat berbudidaya tanaman semusim

walaupun bertentangan dengan kaidah konservasi tanah. Masyarakat juga banyak yang

membuka lahan pertanian baru dengan cara membabat hutan yang ada di DAS, karena

produktivitas tanah yang lama menjadi rendah.

Daerah Aliran Sungai Brantas Hulu merupakan DAS paling kritis dari sekitar 29 DAS

yang ada di Jawa Timur. Hampir separuh dari wilayah DAS ini termasuk dalam kategori

lahan kritis. Isu lingkungan yang paling menonjol di kawasan ini, yaitu 1) alih-guna lahan dari

hutan menjadi tanaman sayu-saywan, 2) penurunan kuantitas dan kualitas air, dan 3)

degradasi lahan. Perubahan penggunaan lahan (alih-guna lahan) di DAS Brantas Hulu

sebenarnya sudah berlangsung sejak awal abad 20, tetapi terjadi secara lambat (gradual).

Alih-guna lahan semakin cepat terjadi pada tahun 1960-an dan mencapai puncaknya pada

akhir tahun 1990-an, tepatnya tahun 1998-1999 ketika terjadi situasi peralihan yang dikenal

dengan masa reformasi (Rofieq, 2010; Widianto dkk, 2010).

Menurut Rofieq (2010) dan Widianto dkk (2010) perbanding an citrasatelit kawasan iniyang diambil pada tahun 199L, 200I, dan 2005 menunjukkan adanya pengurangan tutupanlahan sebagai hutan alam dan hutan tanaman (produksi) dan meningkatnya luas penggunaan

lahan untuk perkebunan, usaha industri, dan pemukiman. Alihguna lahan hutan menjaditegalan, yakni lahan tadah hujan ditanami sayuran, sangat berpotensi mengalami kerusakan

akibat erosi. Akhir tahun 1990-an terjadi penebangan hutan besar-besaran di mana sebagian

besar dijadikan tegalan dan ditanami sayuran.

Daerah Aliran Sungai Brantas Hulu memiliki luas sekitar 17.344 ha atau sekrtarg,6yo

dari total luas DAS Sumber Brantas, merupakan salah satu bagian dari kawasan resapan

sistem Kali Brantas di Jawa Timur. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001, telah terjadideforestasi di DAS Sumber Brantas seluas 1.597 ha, yang dialihgunakan sebagai kawasan

pertanian tanaman semusim khususnya sayuran dengan kondisi konservasi tanah yang sangat

memprihatinkan (Sari, 2010; Widianto dkk, 2010). Sehubungan dengan itu, data KantorLingkungan Hidup menyebutkan bahwa hutan di Kota Batu seluas 11.227 ha, dengan

perincian hutan lindung 3.099,6 ha, hutan produksi 3.118,2 ha, dan hutan konservasi 5.009,6

ha, dengan luas kerusakan hutan mencapai 3.900 ha (viska & Ariastita,2ol2).Berkembangnya sektor pariwisata di Kota Batu juga membawa dampak perubahan rona

wilayah karena tingginya eksploitasi sumberday a alam (Maulida, 2013; Sabil, 2009). VisiKota Batu sebagai kota pariwisata berbasis pertanian mendorong peningkatan pembangunan-

pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan pariwisata sefia sarana dan prasarana umumuntuk masyarakat (Bappeda Kota Batu, 2010). Prioritas perkembangan usaha pariwisata diKota Batu telah meningkatkan jumlah pemukiman, perumahan, perkantoran, hotel, villa,kompleks pertokoan, dan lain sebagainya (Rahayu dl<k, 2012; putra, 2Ol3). Jumlah hotel,villa, dan sarana akomodasi lainnya pada tahun 2011 meningkat menjadi 444 d2;n tahunsebelumnya sebanyak 4ll (Pemkot Batu, 2011), tahun 2012 meningkat lagi menjadi 473(BPS Kota Batu,2012).

Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi areal pertanian dan pemukimanmerupakan kenyataan yang terjadi sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk (Agus dkk.,2002). Alih fungsi hutan di sepanjang DAS Hulu menjadi lahan petanian umumnyamelibatkan faktor-faktor yang kompleks berupa kegiatan-kegiatan pembakaran, pengolahan

tanah, penanaman, pemakaian pupuk kimia buatan, pemeliharaan dengan penggunaan

pestisida sintesis, dan pemanenan. Selain itu, penggunaan alat berat serta perluasan

pemukiman telah dan sedang terjadi serta akan terus mempengaruhi habitat DAS (Wibawa

dkk,2010).

Kegiatan tersebut berdampak terhadap berkurangnya jenis-jenis tertentu. Apabila hal initerjadi dalam waktu yang lama, maka akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan,

yaitu penurunan keanekaragaman bahkan punahnya jenis flora dan fauna (Andriawan,2010;

Ardiani, 2012). Kegiatan tersebut pun secara jelas akan memberi pengaruh terhadap

kesuburan tanah (Damanik, 20lO; Santoso, 2Ol0; Affandi, 2}tl). Hal ini terjadi karena

pengelolaan dan kegiatan yang dilakukan secara intensif dan terus-menerus akan

menghabiskan persediaan unsur hara tanah, sehingga mengakibatkan penurunan kesuburan

dan produktivitas lahan.

Selama ini, indikator kesuburan tanah yang paling banyak digunakan adalah fisika dan

kimia. Sifat fisika dan kimia lebih dipahami dibandingkan sifat biologi tanah (Handayanto &Hairiah, 2009). Menurut Suin (2012) pengukuran faktor fisika tanah meliputi warna, suhu,

konsistensi, tekstur, pengukuran kerapatan isi, porositas, dan permeabilitas. pengukuran

faktor kimia tanah meliputi pH, kadar organik, N, dan nilai tukar kation. Khairia (2009) dan

Mindari &Priyadarsini (2011) membatasi pada pengukuran kimia meliputi bahan organik, N-total, P-tersedia, K-total, K-tersedia, Na-tersedia, Na-tersedia, Ca-tersedia, Mg-tersedia, KTK,kejenuhan basa, salinitas, dan pH.

Deteksi dini kesuburan tanah salah satunya d,apat dilakukan dengan menggunakan

bioindikator yang ada di suatu ekosistem atau habitat yang memberikan respon terhadap

perubahan tersebut (Pratiwi, 2010; Suheriyanto, 2072). Penggunaan bioindikator sangat

penting untuk memperlihatkan hubungan antara lingkungan biotik dengan abiotik. Kelompok

organisme yang sensitif dapat dijadikan petunjuk bahwa mereka dipengaruhi oleh tekanan

lingkungan akibat berbagai macam faktor (Zulkifli & Setiawan, 2}ll; Kripa dkk, 2013).

Terkait dengan hal itu, Collembola berfungsi sebagai bioindikator tanah karena sensitif

terhadap perubahan habitat, baik secara struktur maupun fungsi komunitas (pribadi, 2009;Suhardjono ,2012).

Keberadaan Collembola dapat dipengaruhi oleh faktor faktor fisika dan kimia seperti

pH, suhu, kelembaban atau kadar air tanah di daerah top soil, keberadaan zat pencem ar tanah,

kedalaman tanah, serta iklim atau musim (Jucevica & Meleis, 2005). Faktor lingkungan utama

yang berpengaruh terhadap Collembola tanah adalah bahan organik (C-organik) dan kadar air(Suhardjono dkk., 2012). Hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa pertumbuhan

Collembola tanah meningkat sejalan dengan naiknya proporsi tanah dilihat dari totalbahan

organik atau C-organik (Sebayang dkk, 2000; Kaneda & Kaneko , 2004). Suku Collembola

tanah berkorelasi positif dengan kandungan kadar air tanah (Agus, 2OO7). Oleh karena itu,

perlu penelitian untuk mengetahui perbedaan jumlah jenis, jumlah individu, dan struktur

komunitas serta pengaruh faktor lingkungan terhadap Collembola tanahdi DAS Brantas Hulu.

I

Penelitian ini memiliki 2 tujuan, yaitu 1) menganalisis pengaruh C-organik dan kadar air

tanah terhadap jumlah jenis Collembola yang ditemukan pada tipe habitat hutan, pertanian,

dan pemukiman sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas Hulu Kota Batu dan 2) menganalisis

pengaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah individu Collembola yang ditemukan

pada tipe habitat hutan, peftanian, dan pemukiman sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas

Hulu Kota Batu.

lI. Metode

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah komparatif. Penelitian komparatif bertujuan untuk

menganalisis pengaruh faktor abiotik, yaitu C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah

jenis dan jumlah individu Collembola tanah yang ditemukan pada habitat hutan, pertanian,

dan pemukiman sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas Hulu Kota Batu.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah populasi tak terhingga yang merupakan semua

jenis Collembola tanah di lokasi penelitian yang mewakili tipe habitat hutan, pertanian, dan

pemukiman sepanjang DAS Brantas Hulu Kota Batu. Sampel dalam penelitian ini adalah

Collembola tanah yang terdapatpada 150 plot penelitian yang mewakili 3 tipe habitat yaitu

tipe habitat hutan, pertanian, dan pemukiman di DAS Brantas Hulu Kota Batu (1 tipe habitat

terdiri dari 50 plot). Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan stasiun adalah

purposive sampling dengan alasan, yaitu lokasi kemungkinan dijumpai komunitas Collembola

tanah, memenuhi pertimbangan tipe habitat, dan berada sepanjang DAS Brantas Hulu.

Alat dan Bahan serta Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul/sekop, pisau/cutter, bak

plastik, ayakan, kantong plastik, kain katun/blacu, meteran/penggaris, thermometer tanah, soil

tester, Berlese Tulgrene, patok kayu, tali raffia, GPS Garmin, cawan Petri, Beaker glass,

nampan plastik, sarung tangan, alat tulis, kertas label, mikroskop, kamera SLR 7D, lampu,

kabel, dan listrik pinset. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Formalin 4o/o,

Aquades dan air biasa, contoh tanah, sampel Collembola, dan bahan-bahan kimia untuk

analisis tanah di laboratorium. Instrumen penelitian digunakan selama pelaksanaan penelitian

berupa lembar pengamatan, yaitu lembar pengamatan atau tabulasi data Collembola dan

faktor lingkungan abiotik tanah (kadar air tanah dan C-organik) yang ditemukan pada tipe

habitat hutan, pertanian, dan pemukiman sepanjang DAS Brantas Hulu Kota Batu.

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi. Data dalam

penelitian ini dikumpulkan dengan melakukan observasi yaitu teknik pengumpulan data

dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap sampel yang diteliti. Langkah-

langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari tahap

persiapan dan tahap pelaksanaan. Uraian lengkap mengenai masing-masing langkah-langkah

tersebut, yaitu.

Tahap Persiapan

Pada tahap ini peneliti melakukan studi pendahuluan (observasi) pada lokasi yang

akan diteliti, yaitu 3 tipe habitat yang terdiri dari tipe habitat hutan, pertanian, dan pemukiman

di DAS Brantas Hulu Kota Batu. 2) Tahap Pelaksanaan, yaitu a) Penentuan Stasiun

Penelitian. Penentuan stasiun penelitian didasarkan pada pertimbangan kemungkinan

ditemukan komunitas Collembola tanah, telah memenuhi pertimbangan tipe habitat, dan

berada di sepanjang DAS Brantas Hulu Kota Batu. Secara lebih rinci 3 stasiun yang

ditetapkan, yaitu di Taman Hutan Rakyat R. Soerjo Desa Sumber Brantas sebagai tipe habitat

hutan, Desa Pandanrejo sebagai tipe habitat pertanian, dan Desa Torongrejo sebagai tipe

habitat pemukiman. b) Penentuan Garis Transek dan Plot. Penentuan garis transek dilakukan

pada masing-masing stasiun. Transek pertama berjarak 10 m dari tepi sungai. Transek

berjumlah 10 buah dengan panjang 50 m searah aliran sungai dan jarak masing-masing

transek adalah 20 m (5 transek di kanan sungai Brantas dan 5 transek di kiri sungai Brantas).

Berdasarkan ketentuan tersebut, jumlah plot setiap stasiun adalah 50. Setiap garis transek

terdiri dari 5 plot berukuran25x25 cm dengan kedalaman 30 cm. Jarak antar plot adalah 10 m

(Fachrul, 2012; Suhardj ono dl<k, 2Ol2; Suin, 20 1 2).

T ah ap P e I aks an a an P e n g amb ilun D at u C o llemb o lu

Tahap pelaksanaan pengambilan data dalam penelitian ini, yaitu mengumpulkan sampel

tanah dan identifikasi sampel tanah. Pengambilan sampel tanah umumnya menggunakan

metode standar dari program Tropical Soil Biolog and Fertilrfil (TSBF) dan Hand Book

Method dengan metode pengambilan contoh tanahnya menggunakan metode kuadrat

(persegi), dengan langkah-langkah, yaitu 1) penetapan titik+itik pengambilan contoh, 2)

pengambilan contoh tanah, dan 3) pemisahan fauna tanah dan pengelompokannya atau

koleksi (Anwar, 2007).

Sampel yang didapatkan lalu diamati atau diidentifikasi dengan menggunakan bantuan

mikroskop di Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Malang. Sampel Collembola

diidentifikasi sampai pada tingkat spesies dengan mengacu pada literatur Suhardjono dkk

(2012), Suin (2012), Janssens (2010), Borror dkk (1996), Hopkin (1997), Dindal (1990),

Elzinga (1978), dan Brues dkk (1954). Identifikasi juga mengacu pada ketetapan peneliti

Collembola yang terpublikasi di www.collembola.org dan www.bugguide.net. Sampel

Collembola tanah yang telah identifikasi selanjutnya diverifikasi di Laboratorium Entomologi

Dasar UGM. Sampel tanah juga diambil untuk mengukur kadar air tanah dan C-organik.

Kadar air tanah diukur di Laboratorium Biologi UMM dengan metode Gravimetrik dan

kandungan C-organik diukur di Laboratorium Kimia UMM dengan metode Walkley-Black.

Teknik Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menjawab tujuan penelitian yang telah dirumuskan,

dibedakan atas 2 cara, yaitu 1) Deskripsi Data, bertujuan untuk melaporkan hasil penelitian

masing-masing variabel, yaitu jumlah jenis, jumlah individu, C-organik, dan kadar air tanah

yang diolah dengan teknik statistik deskriptif dalam bentuk tabel ringkasan disertai diagram

batang. Hasil ringkasan ditafsirkan ke dalam kalimat kualitatif, 2) Uji Hipotesis dengan

Statistik Inferensial Parametrik, pengaruh kadar air tanah dan C-organik terhadap jumlah jenis

dan jumlah individu Collembola tanah diketahui dengan analisis multivariat atau regresi

ganda dengan metode enter, kemudian dilanjutkan dengan metode stepwise. Analisis tersebut

dilakukan setelah uji prasyarat terhadap data masing-masing variabel pada masing-masing

tipe habitat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Analisis dilakukan dengan bantuan

SPSS/or Windows versi 21.

III.Hasil dan Pembahasan

HasilPengaruh C-orgunik dan Kadar Air Tanah terhadap Jumlah Jenis Collembolu Tunah

Hasil uji regresi ganda metode enter pengaruh kadar air tanah dan C-organik terhadapjumlah jenis Collembola tanah pada tipe habitat hutan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Ringkasan Hasil Uji Regresi Ganda Pengaruh Kadar Air Tanah dan C-organik terhadap Jumlah Jenis Collembola

Habitat HutanModel Summ

Model R R Square Ad.justed R Square Std. Error of the Estimate Sig

1 0,1 17u 0,014 -0,028 2,877 0,724u

Keterangan: a. Predictors: (Constant), C-organik, dan Kadar Air Tanah, b. Dependent Variable: Jumlah Jenrs

Tabel 1 tentang hasil uji regresi ganda metode enter jumlah jenis menunjukkan bahwa

untuk C-organik dan kadar air tanah, nilai sig p:0,724 > o (0,05) sehingga hipotesis nol (Ho)

diterima yang berarti tidak ada pengaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah jenis

Collembola tanah yang ditemukan pada tipe habitat hutan di DAS Brantas Hulu Kota Batu.

Setelah diketahui bahwa tidak ada pegaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah

jenis collembola tanah pada tipe habitat hutan di DAS Brantas Hulu Kota Batu, maka tidakdilanjutkan dengan metode stepwise.

Hasil uji regresi ganda pengaruh kadar air tanah, pH, dan c-organik terhadap jumlahjenis collembola tanah pada tipe habitat pertanian disajikan padaTaber 2.

'*'' ' *T:['rT#,::'i*]ffresi Ganda Pengaruh Kadar Air ranah dan c-organik terhadap Jumrah renis corembora

Modelale Adiusted R

Keterangan: a. predictors: (aoruun|

Tabel 2 tentang hasil uji regresi ganda metode enter jumlah jenis menunjukkan bahwauntuk C-organik, pH, dan kadar air tanah,nilai sig p : 0,617 > o (0,05) sehingga hipotesis nol(H6) diterimayattg berarti tidak ada pengaruh c-organik, pH, dan kadar air tanahterhadapjumlah jenis collembola tanah yang ditemukan pada habitat perlanian di DAS Brantas HuluKota Batu' Setelah diketahui bahwa tidak ada pegaruh c-organik, pH, dan kadar air tanahterhadap jumlah -fenis collembola tanah, maka tidak dilanjutkan dengan metode stepwise.Hasil uji regresi ganda pengaruh kadar air tanah dan c-organik terhadap jumlah jeniscollembola tanahpada habitat pemukiman disajikan pada Tabel 3.

'"*ffIffi,,:$:#JlRegresi Ganda Pengaruh Kadar Air Tanah dan c-organik terhaclap Jumrah Jenis collembora

W4^ 0,038

R

245u

Model Summa

Model Sumuare Adiusted R

Std. Emor of the Estirnate Si

0.724^

Std. Error of the Estimt _a,23Keterangan: a. predictors: (Constant), f 0

Tabel 3 tentang hasil uji regresi ganda jumlah jenis menunjukkan bahwa untuk c_organik dan kadar air tanah,nilai sig p = 0,234> o (0,05) sehingga hipotesis nol (He) diterimayang berarti tidak ada pengaruh c-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah jeniscollembola tanah yang ditemukan pada tipe habitat pemukiman di DAS Brantas Hulu KotaBatu (hipotesis ditolak). Setelah diketahui bahwa tidak ada pegaruh c-organik, pH, dan kadarair tanah terhadap jumlah jenis collembola tanah pada tipe habitat hutan di DAS BrantasHulu Kota Batu, maka tidak dilanjutkan dengan metode stepwise.

Pengaruh Kadar Air Tanah elan c-organik terhadap Jumlah Inttivitlu coilembola TanahHasil uji regresi ganda metode enter pengaruh kadar air tanahdan c-organik terhadap

jumlah individu collembola tanah pada tipe habitat hutan disajikan pad,aTabel4.

l:rutrm"ifl:i#' Regresi Ganda Pengaruh Kadar Air Tanah dan c-organik terhadap Jumlah rndividu collembola

4u

R76r 581 0,563

Std. Error of the Estimai6

Keterangan: a' Predictors: (Constant), C-organik, dan Kadar Air Tanah. b. Dependent Variable: Jumlah Individu

Tabel 4 tentang hasil uji regresi ganda metode enter jumlah individu menunjukkan

bahwa nilai sig pada tabel ANOVA untuk variabel C-organik dan variabel kadar air tanah

memiliki nilai sig p : 0,00 < o (0,05) sehingga hipotesis nol (H6) ditolak yang berarti variabel

C-organik dan variabel kadar air tanah secara simultan berpengaruh sangat signifikan

terhadap jumlah individu Collembola tanah yang ditemukan pada tipe habitat hutan di DAS

Brantas Hulu Kota Batu (hipotesis diterima). Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai koefisian

korelasi (R) variabel C-organik dan variabel kadar air tanah secara serempak atau simultan

adalah 0,762. Apabila merujuk pada Arikunto (2010) maka interpretasi nilai tersebut termasuk

dalam kriteria cukup (besarnya nilai R untuk kategeori cukup antara0,600-0,800).

Adapun sumbangan variabel C-organik dan variabel kadar air tanah terhadap jumlah

individu Collembola tanah pada tipe habitat hutan berdasarkan nilai R square a.dalah 5B,l0oA,

sedangkan yang 47,90% disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Setelah diketahui bahwa ada pengaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah

individu Collembola tanah pada tipe habitat hutan di DAS Brantas Hulu Kota Batu, maka

dapat dilanjutkan dengan metode stepwise. Adapun ringkasan hasil uji regresi metode

stepwise ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Ringkasan Hasil Uji Regresi Ganda dengan Metode Stepwise Pengaruh Kadar Air TanahJumlah Individu Collembola pada Tipe Habitat Hutan

dan C-organik terhadap

Unstandardized Coeffi cients Standardized Coeffi cients

Std. Error Sig.Beta

1 (Constant)

C-organik

-78,431

3,698

12,719

0,477 0,746

-6,167

7,755

0,000

0,000

Hasil uji regresi dengan metode stepwise pada Tabel 5 menunjukkan bahwa d,ari 2

variabel yang diuji terpilih variabel C-organik yang mempunyai peranan sangat dominan dan

berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah individu Collembola. Hal ini ditunjukkan

dengan C-organik yang memiliki nilai sig : 0,00 < o (0,05). Persamaan garis regresi yang

digunakan untuk memprediksi pengaruh C-organik terhadap jumlah individu Collembola

tanah adalahY : -78,431 + 3,698X, dimana Y: jumlah individu Collembola dan X: C-

organik. Persamaan garis regresi menunjukkan bahwa variabel C-organik berpengaruh positifterhadap variabel jumlah individu Collembola tanah, maka berarti peningkatan kadar C-

organik akan diikuti peningkatan jumlah individu Collembola tanah pada tipe habitat hutan.

Nilai pendugaan regresi sebesar 3,698 menunjukkan besaran pengaruh C-organik terhadap

jumlah individu Collembola

Hasil uji regresi ganda metode enter pengaruh kadar air tanah, C-organik, dan pH

terhadap jumlah individu Collembola tanah pada tipe habitat pertanian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Ringkasan Hasil Uji Regresi Ganda Pengaruh Kadar Air Tanah dan C-organik terhadap Jumlah Individu CollembolaTanah pada Habitat Pertanian

,, ,,Std. Error of the Estimate Sie

I 0,507" 0,257 0,209 5.439 0,003"Keterangan: a. Predictors: (Constant), C-organik dan Kadar Air Tanah b. Dependent Variable: Jumlah Individu

Tabel 6 tentang hasil uji regresi ganda jumlah individu menunjukkan bahwa nilai sig

pada tabel ANOVA untuk variabel C-organik, pH; dan kadar air tanah memiliki nilai sig p :0,003 < o (0,05) sehingga hipotesis nol (H0) ditolak yang berarti variabel C-organik, pH, dan

kadar air tanah secara serempak atau simultan berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah

individu Collembola tanah yang ditemukan pada tipe habitat pertanian di DAS Brantas Hulu

Kota Batu (hipotesis diterima). Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai koefisian korelasi (R)

variabel C-organik dan variabel kadar air tanah adalah 0,507 . Apabila merujuk pada Arikunto

(2010) maka interpretasi nilai tersebut termasuk dalam kriteria agak rendah (besarnya nilai R

untuk kategeori agak rendah antara 0,400-0,600). Sumbangan variabel C-organik, pH, dan

kadar air tanah terhadap jumlah individu Collembola tanah pada habitat pertanian berdasarkan

nilai R square adalah 25,70yo, sedangkan yang74,30% disebabkan oleh faktor lain yang tidak

diteliti dalam penelitian ini.

Setelah diketahui bahwa ada pengaruh C-organik, pH dan kadar air tanah terhadap

jumlah individu Collembola tanah pada tipe habitat hutan di DAS Brantas Hulu Kota Batu,

maka dapat dilanjutkan dengan metode stepwise. Adapun ringkasan hasil uji regresi metode

stepwise ditunjukkan pada Tabel7 .

Tabel 7 Ringkasan Hasil U.ii Regresi Ganda dengan Metode Stepwise Pengaruh C-organik dan Kadar Air Tanah terhadapJumlah Individu Collembola Tanah pada Habitat Pertanian

ModelUnst.Coef. Std. Coef.

S. Error BetaSig

, (Constant)

C-organik

-27,096

4,062

12,966

t,302 0,4r 1

-2,090

3,120

0,042

0,003

2 (Constant)

C-organik

Kadar Air

-43,416

3,78 1

0,655

14,188

1,250

0,277

0,382

0"298

-3,060

3,025

2,361

0,004

0,004

0,022

Hasil uji regresi dengan metode stepwise pada Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 3

variabel yang diuji terpilih variabel C-organik dan variabel kadar air tanah yang mempunyai

peranan sangat dominan dan berpengaruh signifikan terhadap jumlah individu Collembola.

Hal ini ditunjukkan dengan C-organik yang memiliki nilai sig: 0,004 < o (0,05) dan kadar air

menggambarkan hubungan pengaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah individu

Collembolatanah sesuai dengan model 2pada Tabel 4.15 adalahY: -43,416 + 3,781Xr +

0,655X2, dimana Y : jumlah individu Collembola, Xr : C-organik, dan X2 : kadar air tanah.

Persamaan garis regresi menunjukkan variabel C-organik dan variabel kadar air tanah secara

bersama-sama berpengaruh positif terhadap jumlah individu Collembola tanah pada habitat

pertanian. Apabila kadar air tanah konstan, maka C-organik mempengaruhi jumlah individu

Collembola tanah sebesar 3,78. Apabila C-organik konstan, maka kadar air tanah

mempengaruhi jumlah individu Collembola tanah sebesar 0,655. Hal ini berarti variabel C-

organik berpengaruh lebih besar dari variabel kadar air tanah (X2).

Hasil uji regresi ganda metode enter pengaruh kadar air tanah dan C-organik terhadap

jumlah individu Collembola tanah pada habitat pertanian disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Ringkasan Hasil Uji Regresi Ganda Pengaruh Kadar Air Tanah dan C-organik terhadap Jumlah Individu Collembola

Tanah oada Habitat Pemukrman

Model Sum

R R Square Adiusted R Square Std. Error of the Estimate Sie

0,663u 0.440 0.416 5.442 0.000"

Keterangan: a. Predictors: (Constant), C-organik, dan Kadar Air Tanah b. Dependent Variable: Jumlah Individu

Tabel 8 tentang hasil uji regresi ganda metode enter jumlah individu menunjukkan

bahwa nilai sig pada tabel ANOVA untuk variabel C-organik dan kadar air tanah memiliki

nilai sig p : 0,000 < o (0,05) yang berarti variabel C-organik dan kadar air tanah secara

serempak atau simultan berpengaruh terhadap jumlah individu Collembola tanah yang

ditemukan pada habitat pemukiman di DAS Brantas Hulu Kota Batu. Tabel 8 menunjukkan

bahwa nilai koefisian korelasi (R) variabel C-organik dan variabel kadar air tanah adalah

0,663. Interpretasi nilai tersebut menurut Arikunto (2010) termasuk dalam kriteria cukup

(nilai R untuk kategeori cukup antara 0,600-0,800). Adapun sumbangan variabel C-organik

dan kadar air tanah terhadap jumlah individu Collembola tanah pada habitat pertanian

berdasarkan nilai R square adalah 44Yo sedangkan yang 56% disebabkan faktor lain yang

tidak diteliti. Setelah diketahui bahwa ada pengaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap

jumlah individu Collembola tanah pada habitat hutan, maka dapat dilanjutkan dengan metode

stepwise. Adapun ringkasan hasil uji regresi metode stepwise ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Ringkasan Hasil Uji Regresi Ganda dengan Metode Stepwise Pengaruh Kadar Air Tanah dan C-organik terhadapJumlah Individu Collembola Tanah pada Habitat Pemukiman

Unstandardized Coeffi cients Standardized Coeffi cients

B Std. Error BetaSig.

, (Constant)

C-orga:rik

-19,950

4,561

5,740

0,777 0,646

-3,475

5,870

0,001

0,000

Hasil uji regresi dengan metode stepwise pada Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 2

variabel yang diuji terpilih hanya variabel C-organik yang mempunyai peranan sangat

dominan dan berpengaruh nyata terhadap jumlah individu Collembola. Hal ini ditunjukkan

a

dengan C-organik yang memiliki nilai sig : 0,000 < o (0,05). Persamaan regresi yang

menggambarkan hubungan pengaruh C-organik terhadap jumlah individu Collembola tanah

sesuai dengan model pada Tabel 4.17 adalah Y : -19,950 + 4,561X, dimana y : jumlah

individu Collembola dan X : C-organik. Persamaan garis regresi menunjukkan bahwa

variabel C-organik berpengaruh positif terhadap variabel jumlah individu Collembola tanah,

maka berarti peningkatan kadar C-organik akan diikuti peningkatan jumlah individu

Collembola tanah pada tipe habitat pemukiman. Nilai pendugaan regresi sebesar 4,561

menunjukkan besaran pengaruh C-organik terhadap jumlah individu Collembola tanah pada

tipe habitat pemukiman

Pembahasan

Pengaruh C-organik dan Kadur Air Tanah terhadup Jumluh Jenis Collembola Tanah

Hasil uji regresi ganda jumlah jenis dengan metode enter menunjukkan bahwa C-

organik dan kadar air tanah memiliki nilai sig p : 0,724 > o (0,05) yang berarti tidak ada

pengaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah jenis Collembola tanah pada habitat

hutan. Hasil uji regresi ganda jumlah jenis dengan metode enter menunjukkan bahwa C-

organik, pH, dan kadar air tanah memiliki nilai sig p: 0,677 > c (0,05). Hal ini berarti tidak

ada pengaruh C-organik, pH, dan kadar air tanah terhadap jumlah jenis Collembola tanah

yang ditemukan pada habitat pertanian di DAS .Brantas Hulu Kota Batu. Hasil uji regresi

ganda jumlah jenis dengan metode enter menunjukkan bahwa C-organik dan kadar air tanah

memiliki nilai sig p : 0,234 > o (0,05) yang berarti tidak ada pengaruh C-organik dan kadar

air tanah terhadap jumlah jenis Collembola tanah yang ditemukan pada tipe habitat

pemukiman di DAS Brantas Hulu Kota Batu. Koefisien korelasi (R) C-organik dan kadar air

tanah sebesar 0,24 atau termasuk kriteria rendah.

Berdasarkan data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa secara umum faktor abiotik,

yaitu C-organik, pH, dan kadar air tanah tidak berpengaruh terhadap jumlah jenis Collembola

tanah pada semua tipe habitat. Sumbangannya ketiga faktor tersebut hanya sedikit, yaitu

apabila kita lihat pada nilai R square uji regresi ganda hanya berkisar antara O-14%. Dengan

demikian, faktor lingkungan secara sendiri-sendiri atau parsial tidak berpengaruh terhadap

jumlah jenis. Menurut Wulandari (2009) eksistensi suatu organisme di dalam suatu ekosistem

sangat ditentukan oleh interaksinya terhadap faktor-faktor fisika, kimia, dan biologi. Hal ini

sejalan dengan Welty & Baptista (1988) bahwa kehidupan jenis hewan di suatu habitat

dipengaruhi oleh faktor fisik atau lingkungan yang sangat kompleks, yaitu tanah, air, suhu,

cahaya, dan faktor biologis yang meliputi vegetasi dan satwa lainnya.

Faktor lingkungan dalam suatu tempat tidak hanya terdiri dari I faktor, tetapi terdiri dari

berbagai faktor yang saling berinteraksi. Faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi satu

dengan yang lain, sehingga memberikan dampak yang lebih signifikan terhadap kehidupan

hewan. Interaksi tersebut pada akhimya memberikan kondisi ideal sehingga terjadi proses

adaptasi evolusi jenis dalam skala geografis yang lebih sempit (Korner,2007). Faktor

lingkungan sangat kompleks dan merupakan interaksi dari berbagai faktor yang berbeda. Jenis

makhluk hidup yang dihasilkan pada suatu areal memiliki korelasi dengan faktor-faktor

lingkungan. Perubahan satu faktor penyusun lingkungan akan berdampak pada perubahan

sifat-sifat populasi atau komunitas, namun belum tentu terhadap jumlah jenis. Jumlah jenis

merupakan akumulasi dampak menyeluruh dari semua faktor lingkungan (Soerianegara dan

Indrawan 2002). Tingkat persebaran jenis dalam lingkungan yang cenderung lebih homogen

akan bersifat merata, sehingga akan terkesan bahwa faktor lingkungan tertentu cenderung

tidak berpengaruh.

Odum (1998) menyatakan bahwa penyebaran jenis merupakan hasil atau akibat dari

berbagai sebab, yaitu 1) akibat dari pengumpulan individu-individu dalam suatu tempat yang

dapat meningkatkan persaingan diantara individu yang ada untuk mendapatkan nutrisi dan

ruang, 2) akibat dari reaksi individu dalam menanggapi perubahan cuaca harian dan

musiman, dan 3) akibat dari menanggapi perbedaan habitat setempat. Ewusie (1990),

menjelaskan bahwa pengelompokan jenis yang terjadi pada suatu komunitas dapat

diakibatkan karena nilai ketahanan hidup kelompok terhadap berbagai kondisi. Lingkungan

memiliki kompleksitas yang tinggi sehingga menyebabkanadanya interaksi yang tinggi,

karena komunitas akan menjadi matang apabila lebih kompleks dan lebih stabil.

Odum (1998) juga menyatakan bahwa terjadi kemungkinan sistem umpan balik

(feedback) pada tingkat keanekaragaman jenis. Keanekaragaman yang lebih tinggi

menunjukkan rantai makanan yang lebih panjang dan lebih banyak, tingkat simbiosis semakin

banyak sehingga komunitas tersebut semakin baik. Komunitas yang produktif dapat memiliki

keanekaragaman jenis yang tinggi pula. Keanekaragaman jenis penyusun komunitas pada

suatu tempat merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor, sebagai berikut. 1) waktu, 2)

adanya heterogenitas ruang, 3) adanya persaingan, 4) predasi dan musuh alami, 5) stabilitas

lingkungan, dan 6) produktivitas. Faktor ini berhubungan dengan stabilitas iklim. Daerah

yang beriklim stabil cenderung mempunyai produktivitas yang tinggi dengan keanekaragaman

jenis yang tinggi pula.

Habitat adalah suatu tempat yang dipandang dari segi faktor-faktor ekologinya (dalam

hubungan kemampuannya untuk mendukung kehidupan makhluk hidup). Dengan kata lain,

habitat adalah gabungan kondisi biotik, iklim, dan tanah dari sebuah tempat. Faktor-faktor

lingkungan dapat dibagi menjadi faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung dan faktor-

faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap kehidupan hewan tanah (Daryati,

2007). Tidak adanya pengaruh faktor lingkungan yang signifikan terhadap jumlah jenis

menunjukkan kondisi lingkungan bersifat seragam atau relatif sama. Hal ini sejalan dengan

Helena (2012) bahwa faktor lingkungan akan merepresentasikan kondisi yang serupa pada

daerah lain, setidaknya pada lintang yang sama.

Pengarah C-organik dan Kadar Air Tanah terhadap Jumlah Individu Collembola Tanah

Hasil uji regresi ganda jumlah individu dengan metode enter menunjukkan bahwa nilai

sig untuk variabel C-organik dan variabel kadar air tanah memiliki nilai sig p : 0,00 < o

(0,05) yang berarti variabel C-organik dan variabel kadar air tanah secara serempak atau

simultan berpengaruh terhadap jumlah individu Collembola tanah pada tipe habitat hutan di

DAS Brantas Hulu Kota Batu. Nilai koefisian korelasi (R) variabel C-organik dan variabel

kadar air tanah adalah 0,762 atau termasuk dalam kriteria cukup. Sumbangan variabel C-

organik dan variabel kadar air tanah terhadap jumlah individu Collembola tanah pada tipe

habitat hutan berdasarkan nilai R square adalah 58,100%, sedangkan yang 41,90% disebabkan

faktor lain yang tidak diteliti. Hasil uji regresi metode stepwise menunjukkan hanya variabel

C-organik yang mempunyai peranan sangat dominan terhadap jumlah individu Collembola

pada habitat hutan. Variabel C-organik mempunyai hubungan positif dengan jumlah individu

Collembola, maka peningkatan kadar C-organik akan meningkatkan jumlah individu

Collembola tanah pada habitat hutan.

Hasil uji regresi ganda jumlah individu dengan metode menunjukkan bahwa nilai sig

untuk variabel C-organik, pH, dan kadar air tanah memiliki nilai sig p : 0,003 < o (0,05) yang

berarti variabel C-organik, pH, dan kadar air tanah secara serempak atau simultan

berpengaruh terhadap jumlah individu Collembola tanah yang ditemukan pada tipe habitat

pertanian di DAS Brantas Hulu Kota Batu. Nilai koefisian korelasi (R) variabel C-organik dan

variabel kadar air tanah adalah 0,507 atau termasuk dalam kriteria agak. Sumbangan variabel

C-organik, pH, dan kadar air tanah terhadap jumlah individu Collembola tanah pada tipe

habitat pefianian berdasarkan nilai R square adalah 25,70oA sedangkan yang 74,300

disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil uji regresi dengan

metode stepwise menunjukkan variabel C-organik dan variabel kadar air tanah mempunyai

peranan sangat dominan dan berpengaruh nyala terhadap jumlah individu Collembola.

Variabel C-organik dan variabel kadar air tanah mempunyai hubungan positif dengan jumlah

individu Collembola, berarti peningkatan C-organik dan kadar air tanah akan meningkatkan

jumlah individu Collembola pada habitat pertanian.

Hasil uji regresi ganda jumlah individu menunjukkan bahwa nilai sig untuk variabel C-

organik dan kadar air tanah memiliki nilai sig p : 0,000 < o (0,05) yang berarti variabel C-

organik dan kadar air tanah secara serempak atau simultan berpengaruh terhadap jumlah

individu Collembola tanah yang ditemukan pada tipe habitat pemukiman di DAS Brantas

Hulu Kota Batu. Koefisian korelasi (R) variabel C-organik dan variabel kadar air tanah adalah

0,663 atau termasuk dalam kriteria cukup. Sumbangan variabel C-organik dan kadar air tanah

terhadap jumlah individu Collembola tanah pada tipe habitat pertanian berdasarkan nilai R

square adalah sebesar 44%o, sedangkan yang 56% disebabkan faktor lain yang tidak diteliti.

Hasil uji regresi dengan metode stepwise menunjukkan hanya variabel C-organik yang

mempunyai peranan sangat dominan dan berpengaruh nyata terhadap jumlah individu

Collembola. Variabel C-organik mempunyai hubungan positif dengan jumlah individu

Collembola, berarti peningkatan kadar C-organik meningkatkan jumlah individu Collembola

tanah pada habitat pemukiman.

Berdasarkan data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa secara umum faktor C-organik

berpengaruh nyata terhadap jumlah individu Collembola tanah pada semua tipe habitat.

Sumbangan C-organik terhadap jumlah jenis Collembola tanah cukup tinggi, yaitu berkisar

arfiara25,70-58,100/o.Hal ini sejalan dengan Suin (2012) bahwa bahan organik tanah sangat

menentukan kelimpahan hewan tanah. Materi organik tanah merupakan sisa-sisa tumbuhan

dan hewan organisme tanah, baik yang telah terdekomposisi maupun yang sedang

terdekomposisi. Menurut Thomas & Mitchell (1951) hewan tanah sebagai salah satu

komponen organisme tanah ikut berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik.

Bersama organisme tanah lainnya hewan tanah menguraikan bahan organik menjadi C-

organik tanah dan melepaskan hara-hara dalam ikatan komplek menjadi hara tanah yang

tersedia bagi tanaman. Tingkat populasi dan sebaran hewan tanah secara langsung

berpengaruh terhadap tingkat kesuburan dan produktivitas tanah. Peranan utama hewan tanah

adalah mengoyak, memasukkan, dan melakukan pertukaran secara kimia hasil proses

dekomposisi serasah tanaman. Melalui proses mineralisasi materi yang telah mati akan

menghasilkan garam-garam mineral yang akan digunakan oleh tumbuh-tumbuhan.

Menurut Hardjowigeno (2003) tanah yang banyak mengandung bahan organik adalah

tanahtanah lapisan atas atau topsoil. Kandungan bahan organik tanah semakin menurun

seiring dengan penambahan kedalaman tanah. Semakin dalam, maka bahan organik semakin

berkurang. Menurut Suin (2012) bahan organik tanah merupakan sisa-sisa tumbuhan dan

hewan organisme tanah, baik yang telah terdekomposisi maupun yang sedang terdekomposisi.

Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah.

Bahan organik tanah sangat menentukan kelimpahan hewan tanah. Menurut Atmojo (2003)

bahan organik merupakan sumber energi bagi hewan tanah selain mikroorganisme tanah.

Organisme tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, karena bahan

organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai

sumber energi.

Bahan organik diperoleh dalam bentuk pemanfaatan serasah pohon yang jatuh di tanah

dan terdekomposisi menjadi pupuk hijau bagi tanaman dan menjadi makanan bagi hewan

tanah. Bahan organik ini dapat meningkatkan produktivitas tanah untuk mendukung produksi

lahan (Njurumana dkk., 2008). Sumber utama bahan organik di kawasan hutan, dalam

penelitian ini, yaitu di kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo adalah tumbuhan khas

pegunungan atau hutan hujan tropis. Tumbuhan-tumbuhan tersebut yaitu, saren (Toena

sureni), pasang (Quercus lincata), kukrup (Engelhardia spicata), anggrung (Trema

orientalis), kemelandingan gunung (Mycura javabica), suku Moraceae (misalnya kebek

lFicus padana] dan treteh lFicus sp.] dan suku Euphorbiaceae. Terdapat pula berbagai jenis

tumbuhan bawah seperti tumbuhan paku, pisang hutan, palem-palemal, anggrek, dan liana.

Menurut Ardiani (2012) hasil dari analisis vegetasi yang dilakukan diketahui 39 suku

yang berhasil diidentifikasi di lokasi penelitian Taman Hutan Raya R. Soerjo. Suku yang

paling banyak jenisnya jika dibandingkan dengan suku lainnya adalah dari Euphorbiaceae

dengan 4 jenis yang ditemukan yaitu ketupuk (Claoxylon longifolium), kopian (Glochidion

macrocarpum), tutup (Macaranga sp.), dan patikan emas (Euphorbia hirta). Suku selanjutnya

yaitu Moraceae teridentifikasi 3 jenis yang terdiri dari dampul (Ficus lepicarpa), kebek (Ficus

padana), dan tritih (Ficus sp.). Selain itu, suku Rosaceae juga teridentifikasi sebanyak 3 jenis

yang terdiri dari jenis baros (Prunus cf. arborea ), ribandel (Rubus chrysophyllus), dan sebra

(Rubus fraxiniftlius).

Kehadiran Collembola berkaitan erat dengan kemampuan individu dalam menyesuaikan

diri terhadap bahan organik yang tersedia (Ganjari, 2012). Keanekaragaman fauna tanah

dipengaruhi oleh variasi makanan yang tersedia di lingkungan. Lingkungan dengan vegetasi

penutup lahan yang lambat melapuk umumnya memiliki kepadatan Collembola tinggi karena

makanan tersedia dalam waktu lama (Sugiyarto dkk., 2007). Hal ini juga didukung oleh

Rahmawaty (2004) bahwa beberapa hewan tanah seperti Collembola hidup dari tumbuh-

tumbuhan yang sudah mati. Hewan tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof utama di

dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak

ditunjang oleh kegiatan hewan tanah. Sistem ini bersifat timbal bail sehingga keberadaan

hewan tanah dalam tanah juga sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber

makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang

semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah.

Perkembangan dan aktivitas hewan tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya

akan memberikan dampak positif bagi kualitas atau kesuburan tanah apabila ketersediaan

energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut terjamin atau tidak terganggu. Bagi hewan

tanah, tersedianya makanan akan mendukung kehidupan dan menyebabkan

perkembangbiakannya menjadi cepat sehingga populasi-populasinya akan melimpah.

Interaksi hewan tanah tampaknya sulit dihindarkan karena hewan tanah banyak terlibat dalam

suatu j aring-j aring makanan dalam tanah (Rahmawaty, 200 4).

Bahan organik pada tanah hutan merupakan komponen penting ditinjau dari siklus hara,

siklus hidrologi, produktivitas hutan, dan neraca karbon global. Secara global, tanah

mengandung cadangan karbon lebih besar daripada kawasan daratan lainnyaBahan organik

pada tanah hutan merupakan bersifat sangat dinamis (Job6ggy & Jackson, 2000). Kandungan

bahan organik tanah dapat berubah sebagai akibat proses alami seperti suksesi dan akumulasi

biomassa dan adanya faktor antropogenik, seperti konversi vegetasi penutup lahan dan panen.

Langkah konversi hutan alam menjadi lahan yang dikelola manusia, baik ladang atau

pertanian dan pemukiman menyebabkan penurunan kandungan bahan organik secara

signifikan. Bahan organik peka terhadap gangguan, maka setiap perubahan yang terjadi pada

suatu ekosistem dapat menyebabkan percepatan perubahan kandungan bahan organik atau C-

organik dalam tanah. Kondisi ini dalam jangka panjang dapat mempengaruhi produktivitas

lahan dan hewan di dalamnya (Sabaruddin dkk, 2001; Sabaruddin dkk, 2003).

Bahan organik tanah tidaktah statis tetapi selalu ada perubahan dengan penambahan

sisa-sisa tumbuhan tingkat tinggi dan penguraian materi organik oleh jasad pengurai. Bahan

organik mempunyai pengaruh besar pada sifat tanah karena dapat menyebabkan tanah

menjadi gembur, meningkatkan kemampuan mengikat air, meningkatkan absorpsi kation, dan

juga sebagai ketersediaan unsur hara (Buckman &. Brady, 1982). Menurut Russel (1988)

bahan organik mempengaruhi sifat fisik-kimia tanah dan merupakan sumber pakan untuk

menghasilkan energi dan senyawa pembentuk tubuh hewan tanah.

Menurut Sugiyarto dkk (2007) keanekaragaman hewan tanah dipengaruhi oleh variasi

makanan yang tersedia di lingkungan. Lingkungan dengan vegetasi penutup lahan yang

lambat melapuk umumnya memiliki kepadatan populasi makrofauna yang besar, terutama

cacing tanah, karena adanya ketersediaan makanan dalam waktu yang lama. Lavelle (1996)

menyatakan keanekaragaman dan kepadatan populasi hewan tanah dipengaruhi oleh

organisme tanah lainnya. Hal ini disebabkan semua organisme di dalam tanah saling

berinteraksi, baik interaksi mutualisme atau predatorisme sehingga membentukfood webs.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kadar air tanah mempunyai peranan

berpengaruh nyata terhadap jumlah individu Collembola pada habitat pertanian. Kadar air

tanah mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan jumlah jenis Collembola. Menurut

Sutedjo dkk (1996), kadar air tanah atau kelembaban tanah merupakan salah satu variabel

kunci dalam proses hidrologi yang berperan penting dalam menentukan ketersedraan air

sebagai unsur fundamental dalam kehidupan. Kelembaban tanah secara umum dapat diartikan

sebagai air yang ditahan pada ruang di antara partikel tanah. Kelembaban tanah merupakan

salah satu parameter penting untuk banyak proses hidrologi, biologi, dan kimia.

Menurut Lee (1985) kelembaban tanah sangat erat hubungannya dengan populasi hewan

tanah, karena tubuh hewan tanah mengandung air. Kondisi tanah yang kering dapat

menyebabkan tubuh hewan tanah kehilangan air dan hal ini merupakan masalah yang besar

bagi kelulusan hidupnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nurhadi & Widiana (2009)

bahwa kelembaban atau kadar air tanah menentukan kehadiran hewan permukaan tanah.

Menurut Russel (1988) kaitannya dengan bahan organik, pada umumnya bahan organik

banyak jumlahnya pada tanah yang memiliki kelembaban tinggi.

Sehubungan dengan kadar air tanah di daerah pertanian, kadar air tanah pada saat

pengolahan tanah merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hasil olahan tanah

sebagai media tumbuh tanaman. Perubahan sifat fisik tanah akibat pengolahan tanah

ditentukan oleh banyaknya air pada saat pengolahan tanah dan alat pengolah tanah yang

digunakan (Wirosoedarmo, 2005). Air tanah merupakan kebutuhan pokok tiap organisme,

merupakan pelarut yang baik terhadap senyawa organik dan anorganik. medium reaksi kimia,

dan penyerap panas (Abdunahman, 201T).

IV. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan penelitian ini adalah 1) tidak ada

pengaruh kadar air tanah, pH, dan C-organik terhadap jumlah jenis Collembola tanah pada

tipe habitat hutan, pertanian, dan pemukiman sepanjang DAS Brantas Hulu Kota Batu.

Jumlah jenis dipengaruhi oleh berbagai faktor biotik dan abiotik secara bersama-sama dalam

kurun waktu tertentu, sehingga pengaruh faktor abiotik secara terpisah-pisah (parsial) dan

dalam waktu yang singkat terhadap jumlah jenis Collembola tanah tidak akan terlihat. 2) Ada

pengaruh kadar air tanah dan C-organik terhadap jumlah individu Collembola tanah pada tipe

habitat hutan, pertanian dan pemukiman. C-organik mempunyai peranan sangat dominan dan

berpengaruh nyataterhadap jumlah individu Collembola tanah pada semua tipe habitat. Kadar

air tanah berpengaruh nyata terhadap jumlah individu Collembola pada habitat pertanian.

V. Daftar Pustaka

Abdurrahman.20ll. Pengaruh Flora dan Fauna terhadap Kesuburan Tanah. Handout. Jakarta:

Departemen Pertanian.

Affandi, S.2011. Diruamika Kualitas Tanah Melalui Pendekatan Karakteristik Tanah padaBeberapa Penggunaan Lahan di Kawasan Sub-DAS Padang Hilir Kotamadya Tebingtinggi.Skripsi tidak diterbitkan. Medan: FP USU.

Agus, F., Gintings, A. N. & van Noordwrjk, M. 2002. Pilihan Teknologi Agroforestri/KonservasiTanah untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. Bogor:International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF).

Andriawan, I. 2010. Efektivitas Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah(Oryza sativa Z.). Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.

Ardiani, R. A. D. 2012. Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Hutan Raya R. Soerjo Kota Batu,Jawa Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Arikunto, S. 2010. Prodesur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. lakarta: Rineka Cipta.

Atmojo, S. W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan UpayaPengelolaannya. Makalah disajikan pada Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 4 Januari.

Avelina. D. E. M. 2008. Pengukuran Laju Dekomposisi Serasah Menggunakan Metode"Litterbag" pada Tiga Tipe Penggunaan Lahan di Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya.Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.

Bappeda Kota Batu, 2010. Peruyusunan Master Plan dan Action Plan Agropolitan Kota Batu.Bappeda Pemerintah Kota Batu.

BPS Kota Batu. 201 la. Statistik Daerah Kota Batu 20I l. Batu: BPS Kota Batu.

BPS Kota Batu, 201 1b. Batu Dalam Angka 201l. Batu: Badan Pusat Statistik Kota Batu.

BPS Kota Batu, 2013a . Batu Dalam Angka 201 3. Batt: Badan Pusat Statistik Kota Batu.

BPS Kota Batu. 2013b. Angka Sementara Hasil Sensus Pertanian 2013. Batu: BPS Batu.

Buckman, H. O. & Brady, N. C. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan oleh Soegiman. 1982. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Budiyanto, M. A. K. 2010. Teknik Pengembangan Industri Ekotourisme Kota Batu Provinsi Jawa

Timur dalam Perspektif Kebijakan. Jurnal Tel*tik Industri, I I (1): 35-41.

Damanik, Y. P, 2010. Karakteristik Kualitas Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan diKawasan Hulu DAS Padang Kabupaten Simalungun Skripsi tidak diterbitkan. Medan: FP

USU.

Djauhari, S., Mudjiono, G., Himawan, T. & Sudarlo. 2009. Pengujian Kualitas Tanah untuk LahanPertanian/Perkebunan di Kota Batu.Laporan Penelitian. Malang: FP UB.

Ewusie, Y. J. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: ITB.

Ganjari, L. E. 2012. Kemelimpahan Jenis Collembola pada Habitat Vermikomposting. WidyaWarta,36(l): 131-144.

Handayanto, E. & Hairiah, K. 2009. Biologi Tanah: Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Cetakan

II. Yogyakarta: Pustaka Adipura.

Harjowigeno. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.

Indahwati, R., Hendrarto, B. & Izzati, M. 2012. Keanekaragaman Arthropoda Tanah di LahanApel Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Makalah disajikan pada Seminar

Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Diponegoro,

Semarang, 1 1 September.

Jamilah. 2011. Degradasi Lahan di Daerah Aliran Sungai Batang Gadis. Medan: FP USU.

Janssens, F. 2010. Checklist of Collembola of The World. (Online). (http://www.collembola.org.,Diakses pada tanggal l0 November 2013).

Jobilggy, E,. G. & Jackson, R. B. 2000. The Vertical Distribution of Soil Organic Carbon and ItsRelation to Climate and Vegetation. Ecol. Appl,10:423-36.

Juceviva, E & Melecis, V.2005. Long-term Effect of Climate Warning on Forest Soil Collembola.Acta Zoologica Lituanica, 15 :124-126.

Kaneda, S. & Kaneko, N. 2004. Growth of the Collembolan Folsomia candida Willem in soil

supplemented with glucose. Pedobiologia, 48:165-170.

Khairia, W. 2009. Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Keanekaragaman Arthropoda Tanah

dan Kadar Residu Pestisida pada Buah Jeruk (Kasus Petani Hortikultura di Kabupaten

Karo). Tesis tidak diterbitkan. Medan: Sekolah Pascasarjana USU.

Korner, C.2007. The Use of "Altitude" in Ecological Research. Trends in Ecolog't and Evolution,22 (tl): 569-s74.

Kripa, P. K., Prasanth, K. M., Sreejesh, K.K.& Thomas, T. P. 2013. Aquatic Macroinveftebrates

as Bioindicators of Stream Water Quality- A Case Study in Koratty, Kerala, India. Research J.

of Re cent S c ienc e s, 2 (ISC-20 l2): 217 -222.

Kustamar, Parianom, 8., Sukowiyono, G. & Arniati, T. 2010. Konseruasi Sumber Air Berbasis

Partisipasi Masyarakat di Kota Batu Jawa Timur, Dinamika Telcnik Sipil,l0 (2): 144-149.

Lavelle, P., Dangerfield, M., Fargoso, C., Eschenbremer, V., Lopez-Haernandez, D', Pashanashi,

B. & Brussaard, L. 1994. The Relationship Between Soil Macrofauna and Tropical SoilFertility. Dalam Woomer,P.L. and M. Swift (eds.) The Biological Management of TropicalSoil Fertility. Chichester: John Wiley & Sons.

Lee, K. E. 1985. Earthworms, Their Acologt and Relationship with Soil and Land Use. Australia:Academic Press.

Maulida, H. F. 2013 . Pengelolaan Ll/isata Alam Air Panas Cangar di Desa Sumberbrantas

Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Jcrwa Timur. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: Program

Pascasarjana UNDIP.

Maulida, H. F., Anggoro, S. & Susilowati, I. 2012. Persepsi Pengunjung Terhadap Pengelolaan

Obyek Wisata Alam Air Panas Cangar. Makalah disajikan pada Seminar Nasional

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang, I ISeptember.

Mindari, W. & Priyadarsini, R.2011. Panduan Praktikum Kimia Tanah. Surabaya: UPN''Veteran".

Njurumana, G. N. D., Hidayatullah, M. & Butarbutar, T. 2008. Kondisi Tanah pada Sistem Kaliwudan Mamar di Timor dan Sumba. Info Hutan, 5 (l): 45-51.

Nurhadi & Widiana, R. 2009. Komposisi Arthropoda Permukaan Tanah di Kawasan Penambangan

Batubara di Kecamatan Talawi Sawahlunto. Jurnal Sains dan Tehtologi (Sainstek) STAINBatusangkar, I (2):l -1 l.

Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pemerintah Kota Batu. 2071. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu Tahun 2010-2030.Batu: Pemkot Batu Provinsi Jawa Timur.

Pratiwi, Y. 2010. Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah lndustri Tekstil Berdasarkan NutritionValue Coefi cient Bioindikator. Jurnal Telorcl ogi, 3 (2): 129 -137 .

Pribadi, T. 2009. Keanekaragaman Komunitas Rayap pada Tipe Penggunaan Lahan yang Berbeda

Sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan Tesis tidak diterbitkan. Bogor: Sekolah

Pascasarjana IPB.

Pri-iono, S. N. 2012. Kata Sambutan. Dalam Suhardjono, Y. R., Deharveng, L. & Bedos, A.,

Collembola (Ekorpegas) (hlm. i-ii). Bogor: Vegamedia.

Putra, W. K. L. 2013. Intensifikasi Pemungutan Pajak Hotel Ditinjau dari Potensi Kota Batu UntukMeningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Kebijakan dan Manajemen Publik, | (1):56-62.

Rahayu, A., Bambang, A.N. & Hardiman, G.2012. Indel<s Status Keberlanjutan Kota BatuSebagai Kawasan Agropolitan Ditinjau dari Aspek Ekologi, Ekonomi, Sosial dan Infratruktur.

Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,Universitas Diponegoro, Semarang, 11 September.

Rofieq, A. 2010. Problematika Sumber Air Daerah Aliran Sungai Brantas Hulu dan Pelestariannya

melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Biologi, 1 (2): 151-162.

Rohyani, L M.2012. Pemodelan Spasial Kelimpahan Collembola Tanah Pada Area Revegetasi

Tambang PT Newmont Nusa Tenggara. Tesis tidak diterbitkan. Bogor: Sekolah Pascasarjana

IPB.

Russel, E. W. 1988. Soil Conditions and Plant Growl&. Eleventh Edition. New York: John WilleySons.

Sabaruddin, Sakurai, K., Tanaka, S., Kang, Y. & Gofar, N. 2003. Characteristics of Ultisols

Differing in Wildfire History in South Sumatra, Indonesia: II. Dynamics of chemical

properties. Soil Science of Plant l{utrition,49 (1): l-7 .

Sabaruddin, Fitri, S. N. A. & Lestari, L.2009. Hubungan antara Kandungan Bahan Organik Tanah

dengan Periode Pasca Tebang Tanaman HTI Acacia Mangium Willd. J. Tanah Tropika, 14

(2): 105-1 10.

Sabil, a. 2009. Kajian Kelembagaan Agroindustri Pangan Olahan di Kcnuasan-Kawasan

Agropolitan Kota Batu Provinsi Jawa Timur. Tesis tidak diterbitkan. Bogor: Sekolah

Pascasarjana IPB.

Santoso, A. B. 2010. Strategi Komunikasi Dalam Rangka Sosialisasi Program Go Organic 2010 diDesa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas

Pertanian UB.

Sari, S. M. 2010. Pelaksanaan Pengelolaan Hutan Ditinjau Dari Prinsip Good Governance (Studi

Di Dinas Pertanian Dan Kehutanan Pemerintah Kota Batu). Skripsi tidak diterbitkan.

Malang: FH UB.

Sebayang, D., Suryati, T., & Adianto. 2000. Keanekaragaman dan Kelimpahan Artropoda Tanah

di Hutan Alami, Hutan Pinus, Kebun Sayur, dan Lahan Terbuka di Gunung Tangkuban

Perahu. Makalah dipresentasikan pada Simposium Keanekaragaman Hayati Arlropoda pada

Sistem Reproduksi Pertanian; Cipayung, l5-18 Oktober.

Setyarini, R.2011. Pengaruh Risiko Produksi Terhadap Produl<si Paprika Hidroponik di PT.

Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Batu, Malazg. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: FEMIPB.

Subagiada, K. 2011. Penentuan Kadar Timbal (Pb) dengan Bioindikator Rambut pada Pekerja

SPBU di Kota Samarinda. Mulasuarman Scientifie, 10 (2): 15l-162.

Sugiyarlo. 2009. Konservasi Makrofauna Tanah dalam SistemAgroforestri. Naskah Publikasi.

Surakarta: FMIPA UNS.

Suhardjono, Y. R. 2012. Potensi dan Pemanfaatan Fauna Tanah untuk Keseimbangan Tanah

Perkebunan Karet di Sumatera. Laporan Penelitian Insentif Peningkatan Kemampuan Penelitidan Perekayasa. Cibinong: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Suhardjono, Y.R., Deharveng, L. & Bedos, A.2012. Collembola (Ekorpegas). Bogor: Vegamedia.

Suheriyanto,D.2012. Keanekaragaman Fauna Tanah di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Sebagai Bioindikator Tanah Bersulfur Tinggi. Saintis,2 (1):29-38.

Suin, N. M. 2012. Ekotogi Hewan Tanah. Cetakan IV. Jakarta: Bumi Aksara & Pusat AntarUniversitas Ilmu Hayati ITB.

Viska, T.K. & Ariastita, P.G.2012. Arahan Penggunaan Lahan di Kota Batu Berdasarkan

Pendekatan Telapak Ekologis. J. Tefuiik POMITS, 1 ( 1): I -6.

Widianto, Suprayogo, D., Sudarto & Lestariningsih, I. D. 2010. Implementasi Kaii Cepat Hidrologi(RHA) di Hulu DAS Brantas, Jcnua Timur: Working Paper nr. I2l. Bogor: World Agroforestry

Centre.

Wirosoedarmo, R. 2005. Pengaruh Kandungan Air terhadap Kegemburan Tanah. Jurnal TelonlogiPertanian, 6 (l): a5-49.

Wulandari, D. 2009. Keterikatan Antara Ketlimpahan Fitoplankton dengan Parameter Fisika Kimiadi Estuari Sungai Brantas (Porong), Jm,va Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Zulkifl| H. & Setiawan, D. 2011. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai MusiKawasan Pulokerto sebagai Instrumen Biomonitoring. Jurnal Natur Indonesia,l4 (l): 95-99.