22
E. DEFINISI KOMPLIKASI PERSALINAN Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang ia kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung saat persalinan. Komplikasi persalinan sering terjadi akibat dari keterlambatan penanganan persalinan, dan dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya kematian ibu bersalin. Faktor-faktor yang diduga ikut berhubungan dengan kejadian komplikasi tersebut antara lain usia, pendidikan, status gizi dan status ekonomi ibu bersalin. Faktor usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi persalinan dikarenakan semakin muda usia ibu saat terjadi persalinan maka semakin besar kemungkinan terjadi komplikasi akibat panggul ibu yang masih sempit serta alat-alat reproduksi yang belum matur, usia kehamilan yang terlalu muda saat persalinan mengakibatkan bayi yang dilahirkan menjadi premature. Status perkawinan ibu mempengaruhi psikologis ibu selama proses kehamilan dan persalinan serta keteraturan dalam memeriksakan kehamilan juga mempengaruhi terjadinya komplikasi saat persalinan sebab apabila terjadi kelainan tidak dapat terdeteksi secara dini. F. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO KOMPLIKASI PERSALINAN Pada penelitian yang dilakukan tahun 1990 yang diadakan oleh Assesment Safe Motherhood, ditemukan beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab terjadinyakomplikasi pada persalinan. Hal tersebut antara lain:

Komplikasi persalinan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Komplikasi persalinan

E.   DEFINISI KOMPLIKASI PERSALINAN

Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang ia kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung saat persalinan. Komplikasi persalinan sering terjadi akibat dari keterlambatan penanganan persalinan, dan dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya kematian ibu bersalin. Faktor-faktor yang diduga ikut berhubungan dengan kejadian komplikasi tersebut antara lain usia, pendidikan, status gizi dan status ekonomi ibu bersalin.

Faktor usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi persalinan dikarenakan semakin muda usia ibu saat terjadi persalinan maka semakin besar kemungkinan terjadi komplikasi akibat panggul ibu yang masih sempit serta alat-alat reproduksi yang belum matur, usia kehamilan yang terlalu muda saat persalinan mengakibatkan bayi yang dilahirkan menjadi premature. Status perkawinan ibu mempengaruhi psikologis ibu selama proses kehamilan dan persalinan serta keteraturan dalam memeriksakan kehamilan juga mempengaruhi terjadinya komplikasi saat persalinan sebab apabila terjadi kelainan tidak dapat terdeteksi secara dini.

F.   ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO KOMPLIKASI PERSALINAN

Pada penelitian yang dilakukan tahun 1990 yang diadakan oleh Assesment Safe Motherhood, ditemukan beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab terjadinyakomplikasi pada persalinan. Hal tersebut antara lain:

1. Derajat kesehatan ibu rendah dan kurangnya kesiapan untuk hamil

2. Pemeriksaan antenatal yang diperoleh kurang

Page 2: Komplikasi persalinan

3. Pertolongan persalinan dan perawatan pada masa setelah persalinan dini masih kurang

4. Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya mampu melaksanakan deteksi resiko tinggi sedini mungkin

5. Belum semua rumah sakit kabupaten sebagai tempat rujukan dari puskesmas mempunyai peralatan yang cukup untuk melaksanakan fungsi obstetrik esensial

Faktor Resiko Terjadinya Komplikasi Kehamilan dan Persalinan

Menurut Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, SpAK, dokter spesialis anak dan ahli neonatologi dari Brawijaya Women and Children Hospital, setiap proses kehamilan dan persalinan memiliki faktor risiko. “Sekitar 90 persen kehamilan dan persalinan adalah normal, dan 10 persennya berisiko mengalami gangguan,”.

Senada dengan dr Rina, spesialis kebidanan dan kandungan Dr dr Ali Sungkar, SpOG, juga memaparkan beberapa faktor penyebab yang bisa mempengaruhi tingginya risiko terjadinya komplikasi selama kehamilan dan persalinan.

1.   Riwayat medis dan pembedahanRiwayat medis atau kesehatan yang dimiliki ibu sangat berpengaruh pada janin selama hamil. Beberapa penyakit yang dialami ibu selama hamil seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, asma, kejang, sampai diabetes, akan sangat memengaruhi perkembangan janin selama kehamilan dan proses persalinan.

Penyakit-penyakit tersebut akan berpotensi menyebabkan pertumbuhan janin abnormal, prematur, BBLR (berat bayi lahir rendah), sampai kematian. Penyakit yang paling banyak menyebabkan

Page 3: Komplikasi persalinan

komplikasi medis kehamilan adalah tekanan darah tinggi. Beberapa obat penurun tekanan darah ternyata bisa menyebabkan kontraindikasi pada kehamilan.

Sedangkan riwayat pembedahan yang berisiko meningkatkan komplikasi kehamilan adalah jika ibu pernah mengalami bedah caesar. Proses pembedahan yang pernah dialami akan berpengaruh pada proses persalinan selanjutnya.

Secara umum caesar dibagi menjadi dua jenis, yaitu seksio sesarea klasikdan seksio sesarea transperitonealis profunda (SCTP). Pada caesar jenis klasik, peluang untuk VABC (vaginal birth after caesarian, atau melahirkan normal setelah pernah caesar) akan sulit dilakukan. Karena, pada operasi jenis ini dokter membuat sayatan memanjang di badan rahim (korpus uretri) sepanjang 10 cm. Jika VABC dilakukan pada perempuan yang pernah mengalami caesar klasik, ia akan berisiko mengalami ruptura uretri (robek pada dinding rahim).2.  Riwayat obstetrikRiwayat obstetri bisa disebut riwayat komplikasi kelahiran. Beberapa masalah yang pernah dialami saat melahirkan, dan berpotensi menimbulkan komplikasi antara lain adanya perbedaan Rh (rhesus) ibu dan janin, Rh sensitif, pernah mengalami perdarahan hebat, dan melahirkan prematur.

Selain itu, masalah yang berhubungan dengan plasenta seperti plasenta previa (jalan lahir tertutup plasenta), atau solustio plasentae (seluruh atau sebagian plasenta lepas) yang pernah dialami juga akan memengaruhi proses persalinan dan kehamilan selanjutnya.3.  Riwayat ginekologiRiwayat ginekologi bisa menyebabkan komplikasi dalam kehamilan dan persalinan ibu hamil. Bumil yang pernah memiliki riwayat kasus

Page 4: Komplikasi persalinan

kehamilan ektopik  (kehamilan yang terjadi di luar rongga rahim), kemungkinan besar akan kembali mengalaminya pada kehamilan selanjutnya. Cedera tuba (cedera pada tuba falopi, atau saluran telur) akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.

Selain itu, riwayat ginekologi yang memengaruhi terjadinya komplikasi adalah adanya kejadian inkompetensia serviks (ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan kehamilan), dan uterine anomalies (dinding rahim rusak), sehingga meningkatkan risiko keguguran.4.  UsiaUsia 35 tahun ke atas merupakan usia rawan untuk hamil. Hamil pada usia ini akan memengaruhi tingginya morbiditas (terjadi penyakit atau komplikasi) dan juga mortalitas (kematian janin). Risiko komplikasi pada ibu hamil akan meningkat drastis karena dipengaruhi faktor kesehatan, obesitas, dan perdarahan sang ibu.G.  BENTUK  (JENIS-JENIS) KOMPLIKASI PERSALINAN

 1.   Komplikasi Kala I dan Kala II

 a.  Persalinan macet (partus tidak maju)

Secara umum, penyebab persalinan yang macet adalah kondisi tulang panggul si ibu yang terlampau sempit dan menyebabkan bayi susah untuk lahir. Persalinan macet ini juga bisa disebabkan oleh gangguan beberapa penyakit yang menyebabkan sang ibu kepayahan mengeluarkan kepala bayi saat persalinan. Hal lain yang membuat proses persalinan macet adalah faktor usia sang ibu, paritas, konsistensi mulut rahim, berat badan sang janin, gizi ibu, psikis si ibu dan penyakit semisal anemia.

Page 5: Komplikasi persalinan

Jika proses persalinan berlangsung sangat lama, dokter mungkin akan memberikan cairan intravena untuk membantu mencegah dehidrasi. Jika rahim tidak cukup berkontraksi, dokter akan memberikan oxytocin, obat yang dapat mendorong kontraksi yang lebih kuat. Dan jika leher rahim berhenti melebar padahal kontraksi rahim sudah menguat, operasi cesar mungkin harus dilakukan.

b.  Distosia

Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.

1)       Distosia karena kelainan tenaga/his

His Hipotonic/ Inersia UteriHis HipertonicHis yang tidak terkordinasi

2)      Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin

3)      Distosia karena jalan lahir

2.  Komplikasi Kala III dan IV

a.  Atonia Uteri

Definisi

Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta;2002)

Page 6: Komplikasi persalinan

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab pendarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atoria uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovelemik.

Etiologi

Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain : overdistention uterus seperti : gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi, umur yang terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan jarak kelahiran pendek, partus lama, malnutrisi, dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan : uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer).

Penatalaksanaan

1. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik). Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan masase sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus.

2. Bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks. Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks dapat menghalangi kontraksi uterus.

Page 7: Komplikasi persalinan

3. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi, lakukan katerisasi menggunakan teknik aseptik. Kandung kemih yang penuh akan menghalangi kontraksi uterus.

4. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit. Kompresi ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Jika KBI selama 5 menit tidak berhasil diperlukan tindakan lain.

5. Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal. Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya.

6. Keluarkan tangan perlahan-lahan.7. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontra indikasi hipertensi) atau

misoprostol 600-1000 mc g. ergometrin dan misoprostol akan bekerja dan menyebabkan uterus berkontraksi.

8. Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 dan 18 dan berikan 500 cc Ringer laktat + 20 unit oksitoksin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin.

9. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, hal ini bukan atonia sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.

b.  Retensio Plasenta

Definisi

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Sewaktu bagian plasenta (satu

Page 8: Komplikasi persalinan

atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaaan ini dapat menimbulkan pendarahan.

Etiologi

Secara fungsional dapat terjadi karena His kurang kuat dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).

Manifestasi Klinis

Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang muncul : tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.

Penatalaksanaan

1. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan, dan jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.

2. Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan katerisasi kandung kemih.

3. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakukan dalam penanganan aktif kala III

4. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali

5. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk mengeluarkan plasenta secara manual. Jika perdarahan terus

Page 9: Komplikasi persalinan

berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukan koagulapati

6. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan antibiotik untuk metritis.

7. Sewaktu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, akan menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif.

8. Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.

9. Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar.

10. Jika pendarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah.c. Emboli Air KetubanDefinisi

Ini merupakan komplikasi persalinan yang paling serius, namun sangat jarang terjadi, yaitu ketika sejumlah kecil cairan ketuban yang melindungi janin dalam rahim masuk ke aliran darah ibu, khusunya pada kasus persalinan yang sulit. Cairan ini beredar ke paru-paru dan dapat menyebabkan pembuluh nadi paru-paru menyempit. Penyempitan ini dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, irama jantung yang tidak beraturan, syok, bahkan henti jantung dan kematian. Pembekuan darah yang meluas juga merupakan komplikasi yang umum terjadi dan membutuhkan perawatan emergensi.

Etiologi

Page 10: Komplikasi persalinan

Adanya His yang kuat dan terutama terus menerus, misalnya pada pemberian uteotonika yang berlebihan dimana ketuban sudah pecah, biasanya pada akhir kala I atau segera setelah anak lahir.

Manifestasi Klinis

Pertama-tama penderita tampak gelisah, mual, muntah, dan diserati takikardi dan takipnea. Selanjutnya timbul dipsnea dan sianosis, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun, disertai nistagmus dan kadang-kadang timbul kejang tonik klonik. Bila ada penyumbatan kapiler paru-paru akan menyebabkan edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan.

Penatalaksanaan

Perawatan pertama ditujukan untuk mengatasi edema paru-paru dengan pemberian zat asam dengan tekanan positif; digitalis dapat diberikan bila ada indikasi payah jantung; dapat juga diberikan morphin 0.01-0.02 subcutan atau atropis 0.001-0.003 IV dan papaverin 0.004 IV. Perlahan-lahan pasang torniket pada lengan dan tungkai untuk meringankan sisi kanan jantung, kembangkan antara tekanan sistolik dan diastolik, kalau perlu pasang vena sekti, tidak boleh diberikan vasopresor.

Page 11: Komplikasi persalinan

2.2  KOMPLIKASI PERSALINAN DAN PENATALAKSANAANYAA.       Kala I dan Kala II

a)                  Persalinan lama·         Masalah : Fase laten lebih dari 8 jamPersalinan telah berlangsung selama 12 jam/lebih tanpa kelahiran bayi. Dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf.Disebabkan  beberapa faktor:1)      kecemasan dan ketakutan2)      pemberian analgetik yang kuat atau pemberian analgetikyangterlalalu cepat

pada persalinan dan pemberian anastesi sebelum fase aktif.3)      abnormalitas pada tenaga ekspulsi4)      abnormalitas pada panggul5)      kelainan pada letak dan bentuk janin·         Penanganan Umum :1)      Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital

dan tingkat hidrasinya). Dan perbaiki keadaan umum2)      Dukungan, perubahan posisi, (sesuai dengan penanganan persalinan normal).3)      Periksa kefon dalam urine dan berikan cairan, baik oral maupun

parenteral  dan upayakan buang air kecil (kateter bila perlu). tramadol atau®Berikan analgesic  petidin 25 mg IM (maximum 1 mg/kg BB atau morfin 10 mg IM, jika pasien merasakan nyeri.

4)      Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan.5)      Nilai frekuensi dan lamanya His .

·         Penanganan Khusus1)      Persalinan palsu/belum in partu (False Labor)

Periksa apakah ada ISK atau ketuban pecah, jika didapatkan adanya infeksi, obati secara adekuat, jika tidak ada pasien boleh rawat jalan.

2)      Fase laten memanjang (Prolonged Latent Phase)·          Diagnosa fase laten memanjang dibuat secara retrospektif, jika his berhenti. Pasien disebut belum inpartu/persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm, pasien masuk dalam fase laten·         Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan lekukan penilaian ulang terhadap serviks·         Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum inpartu.·         Jika ada kemajuan dalam pendataran atau pembukaan serviks lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.·         Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.·         Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan SC.·         Jika didapatkan tanda-tanda infeki (demam, cairan, berbau): Lakukan

akselerasi persalinan dengan oksitosin. Berikan antibiotika kombinasi sampai

Page 12: Komplikasi persalinan

persalinan. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam. Ditambah Gentaisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jamJika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pasca persalinanJika dilakukan SC, lanjutkan pemberian antibiotika ditambah Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.

3)      Fase Aktif MemanjangJika tidak ada tanda-tanda CPD atau obstruksi, dan ketuban masih utuh, pecahkan  ketuban.

·      Nilai His Jika his tidak adekuat (<3>Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya > 40 detik) pertimbangkan disproporsi, obstruksi, malposisi/mal presentasi·   Lakukan penanganan umum untuk memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan

b)                  Partus Presipitatus       Partus presipitatus adalah kejadian dimana ekspulsi janin berlangsung kurang dari 3

jam setelah awal persalinan. Partus presipitatus sering berkaitan dengan  Solusio plasenta (20%) Aspirasi mekonium, Perdarahan post partu,Pengguna cocain, Apgar score rendah. Komplikasi maternal  Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat berlangsung secara normal. Bila servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas, Emboli air ketuban (jarang), Atonia uteri dengan akibat HPP. terjadi karena  Kontraksi uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterine, Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir.

·      PenatalaksanaanKejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan yang baik pada kehamilan yang sedang berlangsung. Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang diberikan.

c)                  DistosiaDistosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir

1)      Distosia karena kelainan tenaga/his  His Hipotonic/ Inersia Uteri·  His Hipertonic· His yang tidak terkordinasi·

2)     Distosia karena kelainanletak dan bentuk janin3)     Distosia karena jalan lahir

B.       Kala III dan Kala IVa)                  Perdarahan pada kala III

Perdarahan pada kala III umum terjadi dikarenakan terpotongnya pembuluh-pembuluh darah dari dinding rahim bekas implantasi plasenta/karena sinus-sinus maternalis ditempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Jumlah darah yang umum keluar tidak lebih dari 500cc atau setara dengan 2,5 gelas belimbing. Apabila  setelah lahirnya bayi darah yang keluar melebihi

Page 13: Komplikasi persalinan

500cc maka dapat dikategorikan mengalami perdarahan pascapersalinan primer. Pada pasien yang mengalami perdarahan pada kala III atau mengalami pengeluaran darah sebanyak >500cc, tanda-tanda yang dapat dijumpai secara langsung diantaranya perubahan pada tanda-tanda vital seperti pasien mengeluh lemah, linlung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/mnt, kadar Hb <8 g%.

  Perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah itu. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum adalah;

·         Atonia uteri.·         Perlukaan jalan lahir·         Terlepasnya sebaggian plasenta dari uterus·       Tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya klotiledon atau plasenta

suksenturiata.Kadang-kadang perdarahan disebabkan kelainan proses pembekuan darah

akibat dari hipofibrinogenemia(solution plasenta, retensi janin mati dalam uterus, emboli air ketuban). Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian plasenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan dalam masa nifas. Sebab terpenting pada perdarahan post partum adalah atonia uteri.1.        Atonia uteri

a)     Pengertian*      Atonia uteri adalah tidak adanya tegangan/ kekuatan otot pada daerah

uterus/rahim.(Kamus Kedokteran Dorland).

*      Atonia uteri adalah dimana rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah persalinan, terjadi pada sebagian besar perdarahan pasca persalinan.(Obstetri edisi ke 2, 1998:254).

*    Atonia uteri adalah keadaan dimana uterus tidak berkontraksi setelah anak lahir.(Phantom:358).

b)    EtiologiAtonia uteri dapat terjadi karena:*    Partus lama, karena tak ada pemicu kontraksi/hormon oksitosin lemah.*      Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil seperti

pada  hamil kembar,  hidramnion, janin besar.*       Kegagalan kontraksi uterus/ otot rahim.*       Multiparitas.*       Anastesi yang dalam.*       Anestesi  lummbal.*       Terjadinya retroplasenta→perdarahan plasenta dalam uterus.

Atonia juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usahamelahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uteus.

Page 14: Komplikasi persalinan

c)     DiagnosisDiagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan

banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalm waktu lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat.

d)    Gejala:*      Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat.*      Tekanan darah menurun.*      Syok karena perdarahan.*      Kala III : perdarahan  dari liang senggama 500cc/lebih.

e)     Penanganan Atonia uteri.  Terapi terbaik adalah pencegahan;*   Anemia dalam kehamilan harus diobati, karena perdarahan dalam

batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia.

*    Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus berlangsung  dirumah sakit.

*   Kadar fibrinogen harus diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus dan solution plasenta.

*    Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya.

*        Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan post partum. Sepuluh   satuan oksitosin diberikan intramuscular setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan     plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskulus.

2.          Restensio plasentaa)         Pengertian

Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam sesudah anak lahir.(Sinopsis Obstertri jilid I : 299).Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. (Ilmu kebidanan : 656).

b)        Patofisiologi.Retensio plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka, dan menimbulkan HPP. Begitu bagian plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi di daerah itu. Bagian plasenta yang masih melekat merintangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan.

c)         Diagnosa.1)   Pada pemeriksaan luar: fundus/korpus ikut tertarik apabila tali pusat

ditarik.2)   Pada pemeriksaan dalam: sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi

yang dalam.

Page 15: Komplikasi persalinan

d)        Diagnosa banding.Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui laporan spons desidua.

e)         Penanganan.        Apabila plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Tindakan yang biasa dilakukan adalah manual plasenta. Dapat dicoba dulu prast menurut Crede. Tindakan ini sekarang tidak banyak dianjurkan karena memungkinkan terjaadinya inversio uteri; tekanan yang keras pada uterus dapat pula menyebabkan perlukaam pada otot uterus dan rasa nyeri keras dan kemungkinan syok. Akan tetapi dengan teknik yang sempurna hal itu dapat dihindarkan. Cara lain untuk pengeluaran plasenta adalah cara Brandt. Dengan salah satu tangan penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan tekanan kearah atas belakang, maka badan rahim akan terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka, tali pusat tidak tertarik keatas. Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang, kearah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu mengeluarkan plasenta. Yang selalu tidak dapat dicegah adalah bahwa plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya, melainkan sebagian masih ketinggalan yang harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Dengan tangan kiri menahan fundus uteri supaya uterus jangan naik keatas, tangan kanan dimasukkan dalam kavum uteri. Dengan mengikuti taki pusat, tangan itu sampai pada plasenta dan mencari pinggir plasenta. Kemudian jari-jari tangan itu dimasukkan pinggir plasenta dan dinding uterus. Biasanya tanpa kesulitan plasenta sedikit demi sedikit dapat dilepaskan dari dinding uterus untuk kemudian dilahirkan.        Banyak kesulitan dialami dalam pelepasan plasenta pada plasenta akreta. Plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong dan bahaya perdarahan serta pervorasi mengancam. Apabila berhubungan dengan kesulitan-kesulitan tersebut diatas akhirnya diagnosis plasenta inkreta dibuat, sebaiknya usaha mengeluarkan plasenta secara bimanual di hentikan, lalu dilakukan histerektomi.        Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan karena lingkaran konstriksi(inkarsearsio plasenta) tangan kiri penolong dimasukkan kedalam vagina dan kebagian bawah uterus dengan dibantu oleh anesthesia umum untuk melonggarkan konstriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk dimasukkan cunam ovum melalui lingkaran konstriksi untuk memegang plasenta, dan perlahan-lahan plasenta sedikit demi sedikit ditarik kebawah melalui tempat sempit itu.

3.        Inversio uteri.

Page 16: Komplikasi persalinan

Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III/ segera setelah plasenta keluar. Menurut perkembangannya inversion uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu;*          Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang

tersebut.*          Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.*     Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar

vagina.a)      Gejala-gejala klinik.

Inversio uteri bisa terjadi spontan/ sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan intra abdominal dengan mendadak karena batuk/ meneran, dapat menyebabkan masukmya fundus kedalam kavum uteri yang merupakan permulaan inversion uteri.          Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri adalah prasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik, dan tarikan pada talil pusat plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Gejala-gejala inversion uteri pada permukaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri yang keras disebabkan kareana fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum infundibulopelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kirinkedalam terowongan inversion dan dengan demikian mengadakan tarikan yang kuat pada peritoneum parietal. Kecuali jika plasenta yang seringkali belum lepas dari uterus masih melekat seluruhnya pada dinding uterus, terjadi juga perdarahan.

b)      Diagnosis.Diagnosis tidak sukar dibuat jika dingat kemungkinan inversion uteri. Pada

perdarahan dengan syok, perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III/ setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servik uteri/ didalam vagina, sehingga diagnosis inversion uteri dapat dibuat.          Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada persalinan cukup bulan/ hampir cukup bulan.

c)      Prognosis.Walaupun kadang-kadang inversio uteri bisa terjadi tanpa banyak gejala

dengan penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi(15-70%). Reposisi secepat mungkin memberikan harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.

d)     Penanganan.Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversion

uteri. Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas, jangan dilakukan

Page 17: Komplikasi persalinan

apabila dicoba melakukan prasat Crede harus diindahkan sebelumnya syarat-syaratnya.            Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala syok, gejala-gejala itu perlu diatasi terlebih dahulu dengan infuse intravena cairan elektrolit dan transfuse darah, akan tetapi segera setelah itu reposisi harus dilakukan. Makin kecil jarak waktu antara terjadinya inversion uteri dan reposisinya, makin mudah tindakan ini dapat dilakukan. Untuk melakukan reposisi yang perlu diselenggarakan dengan anesthesia umum, tangan seluruhnya dimasukkan kedalam vagina sedang jari-jari tangan dimasukkan kedalam kavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan tetapi terus menerus kearah atas agak kedepan sampai korpus uteri melewati serviks dan inversio ditiadakan. Suntikan intravena 0,2 mg ergometrin kemudian diberikan dan jika dianggap masih perlu, dilakukan tamponade uterovaginal.            Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya dilakukan pembedahan menurut Haultein. Dikerjakan laparotomi, dinding belakang lingkaran konstriksi dibuka, sehingga memungkinkan penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi sedkit, kemudian luka dibelakang uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup.            Pada inversion uteri menahun, yang ditemukan beberapa lama setelah persalinan, sebaiknya ditunggu berakhirnya involusi untuk kemudian dilakukan pembedahan pervaginam(pembedahan menurut Spinelli).

4.        Emboli air ketuban1.      Pengertian.

Emboli air ketuban adalah syok yang berat sewaktu persalinan selain oleh plasenta previa dapat disebabkan pula oleh emboli air ketuban.(Obstetri Patologi. 1981:128).Emboli air ketuban adalah merupakan salah satu penyebab syok disebabkan karena perdarahan.(Ilmu Kebidanan. 2002:672).

2.      Etiologi.            Masuknya air ketuban ke vena endosentrik/sinus yang terbuka didaerah tempat perlekatan plasenta.

3.      Faktor prediposisi.*      Ketuban sudah pecah*      His kuat.*      Pembuluh darah yang terbuka(SC rupture).*      Multiparasit.*      Kematian janin intrauterine(IUFD).*      Mekonium dalam cairan amnion.*      Usia diatas 30 tahun.*      Persallinan pesipitasus(kurang dari 3 jam).

4.      Gejala*      Gelisah.*      Mual muntah disertai takikardu dan dispnea.*      Sianosis.*      TD menurun.

Page 18: Komplikasi persalinan

*      Nadi cepat dan lemah.*      Kesadaran menurun.*      Nistasmus dan kadang timbul kejang tonik klonik.*      Syok.

5.      Komplikasi.*      Gangguan pembekuan darah*      Edema paru.*      Kegagalan dan payah jantung kanan.

6.      Upaya preventif.*      Perhatikan indikasi induksi persalinan.*      Memecahkan ketuban saat akhir his, sehingga tekanannya tidak        terlalu besar dan mengurangi masuk kedalam pembuluh darah.*   Saat seksio sesarea, lakukan penghisapan air ketuban perlahan sehingga

dapat mengurangi: Asfiksia intrauterine. Emboli air ketuban melalui perlukaan lebar insisi operasi.

7.      Penanganan.Tindakan umum.Segera memasang infuse dua tempat sehingga cairan segera dapat diberikan untuk mengatasi syok. Berikan O2 dengan tekanan tinggi ssehingga dapat menambah O2 dalam darah.*      Untuk jantung dapat diberikan: Resusitasi jantung

8.      Pengobatan.*      Pemberian transfuse darah segar.*      Fibrinogen.*      Oxygen.*      Heparin/trasylor.(obstetric patologi:128).

BAB IIIPENUTUP

3.1  KesimpulanPersalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2002)

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 1998)

 

DAFTAR PUSTAKA

1.         Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Page 19: Komplikasi persalinan

2.         Rukmono. 2002. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3.         Price,Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC