Upload
ebiycutez
View
6.004
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Disusun Oleh :
Ahmad Fauzi
Alphonsus Mitio
Catur Bagus Windu Saputra
Chandra Frayoga
Dini Rahma Fitria Rizki
Febiyanti Utamy
Jamiaturidha
Muhammad Ridwan
Melinda Eka Pratiwi
Nikmatul Maulia
Rahayuningtyas Saputri
Ratna Sari
Ririn Endah
Vivi Ramadhini
Penguji : Rohman Azzam
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2011
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling indah dan paling bermakna, kecuali Puji dan
syukur kami kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah
diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Kelainan
struktur sistem Sensori Persepsi.
Rasa terimakasih juga tak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah bersedia membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Terutama kepada
Bapak Rohman Azzam yang telah membimbing kami dengan sepenuh hati,
kepada Orang tua kami yang selalu memberikan dukungan moril kepada kami,
dan kepada teman-teman yang dengan ikhlas memberi support kepada kami.
Kami menyadari dalam laporan ini masih banyak terdapat kekurangan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah kami butuhkan untuk
memperbaiki kesalahan kami di masa yang akan datang.
Semoga laporan ini dapat membantu pembaca dalam memahami ilmu
Kelainan strukturs sistem Sensori Persepsi.
Jakarta, 3 November 2011
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera
pende¬ngaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Deteksi awal dan diagnosis
akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka yang dapat membantu
diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi,
pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik.
Nyeri pada telinga merupakan suatu tanda perjalanan penyakit , nyeri pada
telinga disebut juga dengan Otalgia. Otalgia adalah rasa nyeri pada telinga .
karena telinga dipersarafi oleh saraf yang kaya ( nervus kranialis V, VII, IX, dan
X selain cabang saraf servikalis kedua dan ketiga ), maka kulit di tempat ini
menjadi sangat sensitif. Otalgia adalah gejala yang dapat timbul dari iritasi lokal
karena banyak kondisi dan dapat disebabkan oleh nyeri pindahan dari laring dan
faring. Banyak keluhan nyeri telinga sebenarnya akibat nyeri di dekat sendi
temporomandibularis. Diperkirakan bahwa lebih dari 50% pasien yang mengeluh
Otalgia tidak ditemukan penyakit telinganya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Otalgia adalah telinga nyeri, sering disebut sebagai “sakit telinga”.
Otalgia utama ada ketika rasa sakit itu berasal di dalam telinga, otalgia
dimaksud adalah nyeri yang berasal luar telinga. Ketika otalgia muncul,
pemeriksaan telinga biasanya menunjukkan beberapa kelainan pada telinga
luar atau tengah. Otalgia mungkin atau tidak dapat dikaitkan dengan
gangguan keseimbangan dan penurunan pendengaran.
Otalgia adalah rasa nyeri pada telinga. Karena telinga dipersarafi
oleh saraf yang kaya (nervus kranialis V, VII, IX, dan X selain cabang
saraf servikalis kedua dan ketiga), maka kulit di tempat ini menjadi sangat
sensitif. (Brunner & Suddarth, 1997).
Jadi Otalgia adalah suatu keluhan yang timbul berupa rasa sakit di telinga
oleh karena penyakit yang ada di telinga atau penjalaran rasa sakit akibat
suatu penyakit di daerah lain di luar telinga dengan karakteristik yang
sesuai dengan berat penyakit yang dialami seseorang.
B. Etiologi
Penyebab otalgia dapat dibedakan menjadi dua , yaitu :
1. Otalgia primer
a. Otitis Externa
Otitis eksterna adalah proses inflamasi dari meatus akustikus eksterna
yang dapat disebabkan oleh kelembaban ataupun trauma. Biasanya
penyakit ini sering muncul saat musim panas karena meningkatnya
intensitas orang untuk pergi berenang, karena itulah penyakit ini biasa
disebut sebagai “telinga perenang”( Bluest D, 1996 ).
Otitis eksterna lazim terjadi dan selalu terasa nyeri, sering nyeri yang
sangat hebat. Tanda utama otitis eksterna bahwa tarikan pada aurikula atau
penekanan pada tragus dapat memperhebat nyeri ini, yang tidak terjadi
pada otitis media supuratif akut. Bila otitis eksterna karena jamur, sering
nyeri terlihat tidak sesuai dengan gambaran fisik kulit liang telinga
berwarna merah, tetapi biasanya edema lebih ringan dibandingkan dengan
yang terjadi pada infeksi bakteri dan mungkin terdapat eksudat jernih yang
minimum (Petrus, 1986).
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan debris atau eksudat yang biasa
ditemukan pada liang telinga dan tidak jarang juga menutupi membran
timpani (Arnolds, 1984) (Petrus, 1986).
b. Polikondritis
Polikondritis ditandai oleh reaksi radang yang menonjol pada struktur-
struktur kartilago. Tersering mengenai kartilago telinga dan aurikula
menjadi merah, bengkak, nyeri dan nyeri tekan. Biasanya mengenai
aurikula bilateral disertai reaksi akut pada aurikula yang terjadi bersamaan
atau berganti-gantian. Relaps lazim dan dapat terjadi dari beberapa kali
dalam sebulan sempai sekali dalam beberapa tahun, dan dapat berlangsung
dari beberapa hari sampai beberapa bulan (Petrus, 1986).
c. Otitis Media
Otitis media akut dapat mengembangkan otalgia berat dan biasanya
didahului oleh demam, iritabilitas dan hilangnya pendengaran. Nyeri
telinga sinonim dengan otitis media supuratif akut akibat infeksi bakteri
dicelah telinga tengah. Organisme yang sering bertanggung jawab
meliputi Streptococcus, Haemoliticus, Pneumococcus dan Haemophillas
influenzae. Nyeri telinga dan demam yang menandai mulanya otitis media
supuratif akut dan biasanya didahului oleh gejala-gejala berbagai infeksi
traktus respi ratorius atas. Pada anak dan orang dewasa gejala utamanya
adalah nyeri telinga. Mungkin juga terdapat sensasi penuh ditelinga dan
gangguan pendengaran, dapat juga timbul tinnitus dan demam (Petrus,
1986).
d. Barotrauma
Pada anak kecil yang mempunyai disfungsi tuba eustachius dapat terjadi
trauma pada telinga tengah dan membran timpani saat terjadi perubahan
tekanan secara tiba-tiba (Arnolds, 1984). Bila tuba Eustachius tidak dapat
terbuka, maka nyeri cepat menghambat di dalam telinga serta gangguan
pendengaran. Kadang-kadang membran timpani akan ruptur, biasanya
dengan pendarahan mendadak dari telinga dapat meredakan nyeri (Petrus,
1986).
e. Mastoiditis Supuratif akut
Mastoiditis Supuratif akut timbul sebagai akibat terapi otitis media
supuratif akut yang tidak adekuat dan biasanya pada anak-anak. Kadang-
kadang pasien otitis media supuratif akut tidak mencari pertolongan medis
karena nyeri terhenti dengan mulainya otore. Tetapi, setelah beberapa hari
otore, dapat terjadi kekambuhan demam dan nyeri yang menunjukkan
mulainya mastoiditis akut. Biasanya pada pemeriksaan telinga
menunjukkan banyak sekret purulen dari performasi membrana timpani
dan “sagging” dinding posterior superior bagian dalam meatus akustikus
eksternus (Petrus, 1986).
f. Miringitis bulosa
Miringitis bulosa terdiri dari nyeri telinga serta gelembung hemoragik
dikulit meatus akustikus eksterna dan pada membrana timpani. Penyakit
ini sembuh sendiri dengan nyeri yang mereda serta gelembung mengering
dan menghilang setelah beberapa hari. Tidak terdapat demam, eksudat
purulen atau tuli tanpa infeksi bakteri sekunder (Petrus, 1986).
2. Otalgia sekunder
a. Nyeri alih (Reffered otalgia) oleh Nervus Trigeminus (N.V)
1. Penyakit Gigi
Nyeri mungkin dialihkan ke telinga dari karies gigi,
penyakit gigi, infeksi periapikal dari gigi belakang dan infeksi
subperiosteal rahang atas dan bawah.
2. Iritasi Sinus Paranasal
Inflamasi dan iritasi dari cabang nervus trigeminus pada
sinus paranasal terutama sinus maksilla dapat menimbulkan
nyeri alih pada telinga.
3. Lesi di rongga mulut
4. Glandula salivatori
Inflamasi, obstruksi dan penyakit neoplasma dari
submandibula, sublingual dan terutama kelenjar parotis dapat
menimbulkan otalgia
5. Iritasi Durameter
Iritasi oleh infeksi atau tumor dari durameter bagian tengah
atau posterior fossa cramial dapat menimbulkan nyeri telinga.
b. Nyeri alih (Referred atalgia) oleh nervus fasialis
Nervus fasialis adalah saraf motorik dari otot mimik tetapi
ada serat sensoris dari saraf fasialis yang mempersarafi kulit yang
terletak pada bagian lateral dari konka dan antiheliks dan juga pada
lobus posterior dan kulit yang terletak pada daerah mastoid.
Penyebab paling sering nyeri alih oleh saraf fasialis adalah bell’s
palsy sebelum terjadinya paralysis pada wajah. Pasien dengan
herpes zoster otikus (Ramsay Hunt syndrome) juga dapat
mengalami otalgia. Pada penyakit ini dapat ditemukan vesikel
sepanjang konka dan liang posterior.
c. Nyeri alih (Referred otalgia) oleh nervus glossopharyngeal (N. IX)
Tonsilitis akut, peritonsilitis atau abes peritonsilar adalah
penyakit yang sering menyebabkan nyeri alih pada telinga. Pasien
biasanya mengeluh otalgia setelah melakukan tonsilektomi.
d. Nyeri alih (Referred otalgia) oleh nervus vagus (N. X)
Cabang utama dari saraf vagus mempersarafi mukosa
laring, hipofaring, fraken, esofagus dan kelenjar tiroid. Nyeri pada
setiap bagian ini dialihkan ke telinga.
Laringitis
Semua bentuk laringitis dapat menyebabkan nyeri alih
otalgia. Luka pada laring atau adanya benda asing pada laring
dapat menyebabkan adanya nyeri yang menjalar ke telinga.
e. Nervus cervical
Penyebab otalgia dari pleksus servikal adalah
limfadenopati servikal yang biasanya terdapat pada jaringan
limfe di oksipital dan mastoid.
C. Klasifikasi
Klasifikasi otalgia dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan atas
penyebabnya adalah sebagai berikut :
1. Otalgia primer adalah nyeri yang berasal dari penyakit yang ada
di telinga.
Seperti : Otitis Externa, Polikondritis, Otitis Media, Barotrauma,
Mastoiditis Supuratif akut, Miringitis bulos, dll.
2. Otalgia sekunder adalah penjalaran rasa nyeri dari tempat lain.
Seperti : Penyakit Gigi, Iritasi Sinus Paranasal, Lesi di rongga
mulut, Glandula salivatori, Iritasi Durameter, Bell’s palsy,
Ramsay Hunt syndrome, Tonsilitis akut, peritonsilitis atau abes
peritonsilar, limfadenopati servikal, laringitis, dll.
D. Gejala Klinis
Gejala klinis yang dapat timbul adalah sebagai berikut :
Sakit telinga itu sendiri merupakan suatu gejala atau keluhan,
biasanya disertai dengan gejala-gejala lain dan bisa dari berbagai
penyebab.
Bayi dan anak-anak biasanya menjadi rewel, sering menggaruk-
garuk telinga atau menarik-narik telinga, bila penyakitnya di telinga
biasanya disertai gangguan pendengaran. Pada keadaan infeksi dapat
disertai demam dan keluar cairan dari telinga. Sakit telinga yang sering
timbul pada anak-anak adalah akibat infeksi telinga tengah akut, yang
timbul secara tiba-tiba. Biasanya disertai dengan demam tinggi, kadang-
kadang sampai kejang dan muntah. Biasanya sebelumnya didahului oleh
batuk dan pilek.
Pada penderita yang sudah dapat menjelaskan seperti anak yang
agak besar, remaja dan dewasa, yang sering dialami selain nyeri adalah
adanya perasaan penuh atau tekanan pada telinga, gangguan pendengaran,
pusing dan pada infeksi terdapat cairan yang keluar dari telinga atau
demam. Sakit telinga akibat infeksi telinga yang sudah menyebar kedaerah
mastoid atau daerah dibelakangtelinga (mastoiditis), biasanya disertai
dengan nyeri kepala. Pada infeksi liang telinga (otitis eksterna) sering
disertai nyeri ketika membuka mulut atau menelan.
E. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: adanya kemerahan di liang telinga, klien mengeluhkan rasa sakit
yang amat sangat menggangu di telinganya.
Palpasi: adanya nyeri tekan pada bagian yang sakit.
F. Patofisiologi Otalgia
(http://www.mejfm.com/journal/May2006/managementotalgia.htm)
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik biasanya dilakukan dengan menanyakan
beberapa hal sehubungan dengan keluhan sakit telinga yang timbul.
Seperti adanya riwayat sakit batuk, pilek dan demam, riwayat mengorek
telinga sebelumnya, riwayat naik pesawat. Sangat penting untuk
mengidentifikasi penyebab telinga nyeri untuk mengetahui cara mengatasi
rasa sakit tersebut.
Telinga akan diperiksa dengan seksama baik menggunakan otoskop atau
endoskopi jika perlu. Organ sekitarnya juga akan diperiksa untuk
memastikan asal rasa sakit tersebut. Juga dilakukan Tes
Toynbee/Valsava yaitu tes untuk menentukan masih tidaknya fungsi
Eustachius, Tes pendengaran, Tes keseimbangan, bila perlu dilakukan
pemeriksaan Radiologi.
Dapat juga dilakukan tes fungsi dan tes keseimbangan seperti :
A. Tes fungsi
Tes Toynbee/Valsava adalah untuk mengetahui
masih tidaknya fungsi eusthacius
B. Tes pendengaran
Tujuan dari tes pendengaran adalah :
1. Menentukan apakah pendengaran seseorang normal atau
tidak.
2. Menentukan derajat kekurangan pendengaran.
3. Menentukan lokalisasi penyebab gangguan pendengaran.2
C. Tes Suara
Tes Bisik : Normalnya tes bisik dapat didengar 10 –
15 meter. Tetapi biasa dipakai patokan 6 meter. Syarat
melakukan tes Bisik :
1. Pemeriksa berdiri di belakang pasien supaya pasien
tidak dapat membaca gerakan bibir pemeriksa.
2. Perintahkan pasien untuk meletakkan satu jari pada
tragus telinga yang tidak diperiksa untuk mencegah
agar pasien tidap dapat mendengar suara dari telinga
itu.
3. Bisikkan kata pada telinga pasien yang akan
diperiksa. Kata harus dimengerti oleh pasien, kata
dibagi atas : yang mengandung huruf lunak ( m, n, l,
d, h, g ) dan yang mengandung huruf desis ( s, c, f, j,
v, z ).
4. Suruh pasien untuk mengulang kata – kata tersebut.
5. Sebut 10 kata ( normal 80 % ), yaitu 8 dari 10 kata
atau 4 dari 5 kata.
6. Apabila penderita tidak / kurang mendengar huruf
desis → tuli persepsi.
7. Apabila penderita tidak / kurang mendengar huruf
lunak → tuli konduksi
Tes Konversasi : Caranya sama dengan tes bisik,
tetapi tes ini menggunakan percakan biasa.
D. Tes Garpu Tala.
Tes Schwabach : Tes ini digunakan untuk membandingkan
penghantaran bunyi melalui tulang penderita dan pemeriksa.
Syarat melakukan tes Schwabach :
1. Gunakan garpu tala 256 atau 512 Hz.
2. Getarkan garpu tala.
3. Letakkan tegak lurus pada planum mastoid
pemeriksa.
4. Apabila bunyi sudah tidak didengar lagi, segera
garpu tala diletakkan pada planum mastoid
penderita.
5. Lakukan hal ini sekali lagi tetapi sebaliknya lebih
dahulu ke telinga penderita lalu ke telinga
pemeriksa. Lakukan cara ini untuk telinga kiri dan
kanan.
6. Normal jika pemeriksa sudah tak dapat mendengar
suara dari garpu tala, maka penderita juga tidak
dapat mendengar suara dari garpu tala tersebut.
7. Tuli Konduksi apabila pemeriksa sudah tidak dapat
mendengar suara dari garpu tala tetapi penderita
masih dapat mendengarnya ( Schwabach memanjang
).
8. Tuli persepsi apabila pemeriksa masih dapat
mendengar suara dari garpu tala tetapi penderita
sudah tidak dapat mendengar lagi.
Tes Rinne : Tes ini digunakan untuk membandingkan
penghantaran bunyi melalui tulang dan melalui udara pada
penderita. Syarat melakukan tes Rinne :
1. Garpu tala digetarkan.
2. Letakkan tegak lurus pada planum mastoid
penderita, ini disebut posisi 1 ( satu ).
3. Setelah bunyi sudah tidak terdengar lagi letakkan
garpu tala tegak lurus di depan meatus akustikus
eksterna, ini disebut posisi 2 (dua ).
4. Kalau pada posisi 2 masih terdengar bunyi → Tes
Rinne (+).
5. Kalau pada posisi 2 tidak terdengar bunyi → Tes
Rinne (–).
6. Kalau pada posisi 1 terdengar berlawanan → Tes
Rinne ragu – ragu.
Tes Weber : Tes ini digunakan untuk membandingkan
penghantaran bunyi melalui sebelah kanan / kiri
penderita. Syarat melakukan tes Weber :
1. Garpu tala digetarkan.
2. Letakkan tegak lurus pada garis tengah kepala
penderita, mis : dahi, ubun – ubun, rahang,
kemudian suara yamg paling keras di kiri dan kanan.
3. Pada tes ini terdapat beberapa kemungkinan.
4. Bisa didapat hasil telinga kiri dan kanan sama keras
terdengarnya, hal ini bisa berarati : normal atau ada
gangguan pendengaran yang jenisnya sama.
5. Bisa juga didapatkan hasil telinga kiri > telinga
kanan atau kiri < telinga kanan.
6. Lateralisasi ke kanan dapat berarti : adanya tuli
konduksi sebelah kanan, telinga kiri dan kanan ada
tuli konduksi, tetapi yang kanan lebih berat dari
yang kiri, terdapat tuli persepsi disebelah kiri,
keduanya tuli persepsi, keduanya tuli persepsi tetapi
lebih berat yang kiri, kedua telinga tuli, kiri tuli
persepsi, kanan tuli konduksi.
Berbagai macam tes diatas merupakan sebagian dari
berbagai macam cara untuk mengetahui fungsi pendengaran
seseorang. Sehingga untuk mengetahui dan mendiagnosa
seseorang mengalami ketulian diperlukan tes – tes yang lain
selain yang dipaparkan diatas.
C. Pemeriksaan Keseimbangan
1. Berdiri normal
2. Berdiri kaki rapat
3. Berdiri tandem
4. Berdiri satu kaki
5. Berbagai posisi lengan pada tes di atas
6. Berbagai ggn keseimbangan pada tes di atas
7. Berdiri fleksi – neutral – ekstensi trunk
8. Berdiri side fleksi
9. Berjalan memposisikan kaki tandem
10. Berjalan sepanjang garis atau tanda tertentu
11. Berjalan ke samping, berjalan mundur
12. Berjalan di tempat
13. Berjalan dgn berbagai kecepatan
14. Berjalan dan berhenti dengan mendadak
15. Berjalan membentuk lingkaran
16. Berjalan pada tumit atau jari-jari kaki
17. Berdiri mata terbuka – mata tertutup (Romberg test)
D. Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada penderita otalgia sesuai
dengan penyakit primer yang menyebabkan otalgia tersebut. Terapi
yang diberikan dapat berupa : Jika terdapat kotoran yang keras atau
benda asing akan dibersihkan dengan alkohol, asam salisilat. Pada
kasus infeksi akan diterapi dengan pemberian antibiotika atau anti
jamur. Pada kasus tertentu bahkan dilakukan tindakan pembedahan.
Dapat juga diberikan kompres hangat, analgesik.
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer (Primery Survey)
1). Airway
Bila etiologinya berasal dari eksternal atau
adanya penyakit respirasi penyerta kemungkinan kondisi
klien tidak mengalami :
a. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi, rhonci,
gargling, dll
b. Retensi lendir/sputum di tenggorokan
c. Suara serak
d. tidak Batuk berdahak atau kering
2). Breathing
Bila etiologinya berasal dari eksternal atau
adanya penyakit respirasi penyerta kemungkinan kondisi
klien mengalami :
a. Batuk
b. Sesak napas
c. Adanya penggunaan otot bantu napas
d. Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu 16 – 24
x/mnt.
3). Circulation
Bila etiologinya berasal dari eksternal atau
adanya penyakit respirasi penyerta kemungkinan kondisi
klien :
a. TD meningkat
b. capillary refill normal
c. Demam
d. Disability / Neurological
e. Terdapat nyeri pada daerah telinga.
f. Kemampuan pendengaran menurun.
b. Pengkajian Sekunder (Secundary Survey)
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
Otitis Externa, Polikondritis, Otitis Media, Barotrauma,
Mastoiditis Supuratif akut, Miringitis bulos dan penyakit
telinga lainnya. Juga beberapa penyakit diluar telinga
seperti : Penyakit Gigi, Iritasi Sinus Paranasal, Lesi di
rongga mulut, Glandula salivatori, Iritasi Durameter, Bell’s
palsy, Ramsay Hunt syndrome, Tonsilitis akut, peritonsilitis
atau abes peritonsilar, limfadenopati servikal, laringitis, dll.
2) Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
Aktivitas menurun
Adanya perubahan pola tidur
Lebih sering istirahat
Data obyektif :
Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran
Tidak terjadi Perubahan tonus otot ( flasid atau
spastic), paraliysis ( hemiplegia )
Terlihat kelemahan umum.
gangguan pendengaran
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Demam, akral hangat
Data obyektif:
Suhu tubuh diatas 37,5oC
Kadar WBC meningkat
c. Eliminasi
Data Subyektif:
Tidak mengalami gangguan eleminasi
Data obyektif
Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
Data Subyektif:
Kemungkinan nafsu makan menurun
Data obyektif:
Makanan tersisa lebih dari setengah
Hanya mampu makan ¼ porsi
e. Sensori neural
Data Subyektif:
Kelemahan
Pendengaran berkurang
Data obyektif:
Status mental baik
Menurunnya kemampuan mendengar
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Nyeri di daerah telinga yang terinfeksi oleh
penyakit primer dari otalgia
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil
Gelisah
Ketegangan otot
g. Respirasi
Data Subyektif :
Sesak nafas
Batuk kering
Flu
Data obyektif:
Frekuensi pernafasan menurun
Batuk tidak berdahak
Adanya suara nafas tambahan
Menggunakan otot bantu pernafasan
h. Keamanan
Data Subyektif :
Cemas
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan pendengaran
Perubahan persepsi terhadap tubuh
Penurunan pendengaran
i. Interaksi sosial
Data Subyektif:
Pendengaran menurun
Data obyektif:
Penurunan komunikasi.
( Doengoes edisi 3, 2000 )
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik karena penyakit
lain ditandai dengan adanya nyeri secara verbal, adanya gerakan
untuk melindungi bagian tubuh yang nyeri dan terlihat meringis,
tekanan darah meningkat, dan nadi meningkat.
2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma ditandai
dengan kulit diraba hangat, peningkatan suhu tubuh di atas rentang
normal takhikardi dan kulit nampak merah.
3. Nausea berhubungan dengan faktor fisiologi : nyeri yang ditandai
dengan peningkatan saliva dan melaporkan adanya mual.
4. Gangguan sensori persepsi : pendengaran yang berhubungan
dengan perubahan sensori persepsi pendengaran yang ditandai
dengan distorsi pendengaran, perubahan pola komunikasi dan
gelisah.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
informasi yang ditandai dengan mengungkapkan adanya masalah.
3.Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
cedera fisik
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24
jam nyeri akut yang klien
rasakan dapat terkontrol,
dengan Kriteria hasil :
- tidak melaporkan
adanya nyeri secara
verbal
- tekanan darah normal,
dan nadi normal
MANDIRI
- Kaji tingkat nyeri yang
dirasakan baik intesitas,
karakterisk maupun
beratnya (skala 1-10)
- Berikan lingkungan yg
tenang sesuai indikasi.
- Berikan kompres hangat
pada lokasi nyeri.
- Berikan posisi yang
nyaman pada klien sesuai
indikasi.
KOLABORASI :
- Berikan analgetik, seperti
asetaminofen
MANDIRI
- Sebagai indikator
keefektifan intervensi
yang diberikan dan
perubahan karakteristik
nyeri.
- Menurunkan reaksi
terhadap stimulasi dari
luar atau sensivitas pada
suara-suara bising dan
meningkatkan
istirahat/relaksasi.
- Mampu meningkatkan
rasa nyaman dan
mengurangi rasa nyeri.
- Menurunkan gerakan
yang dapat
meningkatkan nyeri.
KOLABORASI
- Mungkin diperlukan
untuk menghilangkan
nyeri yang berat serta
meningkatkan
kenyamanan dan
istirahat.
2. Hipertermia
berhubungan
Setelah diberikan askep
selama 3 x 24 jam, pada
MANDIRI :
- Pantau suhu klien
MANDIRI :
- Untuk menentukan
dengan penyakit
atau trauma.
klien tidak terjadi
hipertermi, dengan kriteria
hasil :
a. - Suhu dalam rentang
normal.
b. - Kulit tidak hangat
c. - Kulit di daerah telinga
luar tidak terlihat
kemerahan.
setiap 8 jam
- Anjurkan klien
untuk
menggunakan
kompres hangat
- Anjurkan klien
pentingnya
mempertahankan
asupan cairan yang
adekuat
- Jelaskan perlunya
menggunakan
pakaian yang
kendur dan tipis
serta menyerap
keringat
KOLABORASI :
- Anjurkan
pemberian
antipiretik paraceta
mo
intervensi selanjutnya
- membantu untuk
menurunkan suhu badan
klien
- Mencegah dehidrasi
- Untuk pengeluaran
panas lebih efektif
KOLABORASI :
- Pemberian
antipiretik dapat
menurunkan panas
badan klien
3. Nausea
berhubungan
dengan faktor
fisiologi
Setelah diberikan askep
selama 2 x 24 jam
diharapkan tanda-tanda
nausea berkurang atau tidak
ada lagi, dengan Kriteria
hasil :
a. - Tidak mengalami
peningkatan saliva
MANDIRI :
- Dorong pasien untuk
makan sedikit, tapi sering
dan untuk makan dengan
perlahan. Makanan
sebaiknya jenis lembut
cair dan dingin
- Singkirkan
pemandangan bau yang
MANDIRI :
- Makanan yang
cair lembut dan
dingin biasanya
ditoleransi dengan
baik
- Bau yang tidak
sedap dapat
tidak sedap dari area
makanan
- Dorong klien untuk
istirahat pada posisi semi
fowler setelah makan dan
mengganti posisi dengan
perlahan
- Batasi minum bersama
makan, hindari bau
makanan dan stimulus
yang tidak mengenakkan.
memicu mual.
- Dapat mencegah
aspirasinya
makanan dan
dapat mengurangi
rasa mual.
- Teknik untuk
mengurangi mual.
4. Gangguan
sensori
persepsi :
pendengaran
yang
berhubungan
dengan
perubahan
sensori persepsi
pendengaran
yang ditandai
dengan distorsi
pendengaran,
perubahan pola
komunikasi dan
gelisah.
Setelah diberikan askep
selama 4 x24 jam,
diharapkan gangguan
sensori
persepsi :pendengaran
berkurang, dengan
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi distorsi
pendengaran
- Komunikasi yang
dilakukan dapat
diterima
MANDIRI :
- Orientasi dengan
kenyataan
- Memberikan
dukungan secara
emosional
- Ajarkan klien
perawatan telinga
yang sesuai
indikasi
- Memperbaiki cara
komunikasi dengan
bicara pelan di
dekat klien dan
tidak berteriak-
teriak
- Berikan posisi yang
MANDIRI :
- Menimbulkan mental
klien yang positif
- Meyakinkan klien
bahwa dia tidak sendiri
dan ada yang
memperhatikan dirinya
- Agar tidak
memperparah penurunan
pendengaran yang terjadi
pada klien
- Dengan berteriak-teriak
dapat memperparah
kondisi telinga klien
-Agar telinga klien tidak
nyaman dan tidak
bising
tambah sakit karena
kebisingan dapat
menjadi faktor pencetus
nyeri telinga dan
penurunan pendengaran
5. Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
keterbatasan
paparan
informasi
Setelah diberikan askep
selama 1 x 30 menit
diharapkan kurang
pengetahuan klien dapat
diatasi, dengan kriteria
hasil :
- Mengungkapkan
masalah berkurang
- Klien mampu
menyebutkan
penyebab dari
otalgia
- Klien mampu
mampu
menyebutkan hal
yang dapat
memperburuk
penyakitnya
- Klien mampu
menyebutkan
upaya-upaya untuk
mencegah
menderita otalgia
kembali
MANDIRI :
- Kaji tingkat
pengetahuan klien.
- Berikan
kesempatan pada
klien untuk
menanyakan hal-
hal mengenai
penyakitnya
- Informasikan pada
klien mengenai
penyakit.
- Berikan
kesempatan pada
klien untuk
mengulangi
kembali informasi
yang telah
disampaikan.
MANDIRI :.
- Mengetahui
kemampuan
kognitif agar dapat
memilih intervensi
yang tepat
- Memberikan
kesempatan untuk
menggali
keingintahuan
klien mengenai
penyakitnya
- Membantu agar
klien dapat
mengerti dan
paham dengan
penyakitnya
- Mengevaluasi
intervensi yang
telah dilakukan
pada klien
Daftar Pustaka
Rowland,Aled.Miliford Chris.1999.Share Care For ENT. Oxford:ISIS Medical
Media
Black, M Joyce. Hawk, Jane Hokansen. 2001. Medical Surgical Nursing. USA.
ELSEVIER.
Suddarth & Brunner.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8.Jakarta:EGC.
http://www.mejfm.com/journal/May2006/managementotalgia.htm.