23
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015 Oleh : 1. Rofiqoh Etika Amalin (3612100003) 2. Amiroh (3612100004) 3. Rizqia Mintarsih Manajemen Kota

MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

MANAJEMEN LAHAN DALAM

PENGELOLAAN DAN

PENDAYAGUNAAN LAHAN

PERKOTAAN

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA 2015

Oleh :

1. Rofiqoh Etika Amalin (3612100003)

2. Amiroh (3612100004)

3. Rizqia Mintarsih (3612100010)

4. Dinar Fitriasari (3612100015)

5. Amelia Puspasari (3612100019)

Manajemen Kota

Page 2: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Manajemen Lahan dalam Pengelolaan dan Pendayagunaan Lahan Perkotaan”. Makalah ini disusun dengan tujuan memenuhi tugas kelompok mata kuliah Manajemen Kota. Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ir. Sardrjito MT selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Kota2. Prananda Navitas ST.MSC selaku dosen pembimbing mata kuliah

Manajemen Kota3. Pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada umumnya.

Surabaya , 14 April 2015

Penulis

i

Page 3: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................2

1.4 Sistematika Penulisan.......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN 3

2.1 Pengertian Manajemen Lahan.........................................................................3

2.2 Jenis Manajemen Lahan....................................................................................4

2.2.1 Pengadaan...................................................................................................4

2.2.2 Pemanfaatan...............................................................................................6

2.2.3 Pengendalian...............................................................................................6

2.3 Konsep Manajemen Lahan...............................................................................6

2.3.1 Land consolidation.....................................................................................6

2.3.2 Land acquisition..........................................................................................7

2.3.3 Land sharing................................................................................................7

2.3.4 Land pooling................................................................................................7

2.3.5 Land banking...............................................................................................8

2.3.6 Transfer of development right.................................................................9

2.4 Studi Kasus........................................................................................................10

2.4.1 Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum....................................10

BAB III PENUTUP 13

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA 14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model land pooling............................................................................8

Gambar 2 Kompensasi hak pembangunan........................................................8

Gambar 3 contoh transfer of development right................................................9

ii

Page 4: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria yang disingkat (UUPA) di atur tentang hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga negaranya.

Hak atas tanah akan berbeda dengan hak yang melekat pada tanah tersebut, dengan demikian ganti rugi yang diberikan atas tanah itu juga menentukan berapa besar yang harus diterima dengan adanya hak berbeda itu, namun demikian negara mempunyai wewenang untuk melaksanakan pembangunan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan baik dengan pencabutan hak maupun dengan pembebasan tanah.

Kondisi tanah (terindikasi) terlantar di Indonesia saat ini cukup luas. Berdasarkan hasil identifikasi BPN pada tahun 2011, terdapat sekitar 7,3 juta hektar tanah yang terindikasi terlantar; sedangkan tanah yang sudah dinyatakan terlantar adalah 459 bidang, yang luasnya mencakup 4,8 juta hektar. Luas tanah terlantar ini bertambah, karena data pada tahun 2007 tanah terlantar seluas 7,1 juta hektar di luar kawasan hutan. Tanah terlantar seluas itu sama dengan 14 kali luas wilayah Singapura. Data terakhir (2014), potensi tanah (terindikasi) terlantar mencapai 7,5 juta ha.

Data-data tersebut menunjukkan tanah (terindikasi) terlantar perlu ditangani sesegera mungkin dan penanganannya bersifat multi sektor. Dalam arti harus melibatkan kontribusi berbagai sektor yang terkait dan partisipasi aktif masyarakat, baik pemilik hak atas tanah maupun masyarakat yang berkepentingan pada penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Berbagai peraturan perundang-undangan telah dibentuk, kebijakan telah diambil untuk menangani masalah tanah terlantar, namun hasilnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Di era Orde Baru, telah ada Instruksi Mendagri No. 2 tahun 1982 tentang Penertiban Tanah Terlantar di Daerah Perkotaan yang Dikuasai oleh Badan Hukum/Perorangan yang tidak Dimanfaatkan/ Diterlantarkan,. Setelah itu kemudian terbit Keputusan Mendagri No. 268 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Kebijakan Penertiban/Pemanfaatan Tanah yang Dicadangkan bagi dan/atau Dikuasai oleh Perusahaan-Perusahaan.

Di era Reformasi, muncul PP No. 36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Keputusan Ka. BPN No. 24 tahun 2002 sebagai peraturan pelaksanaannya. Selanjutnya PP tersebut diganti oleh PP No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, dan ditindak lanjuti oleh Perkaban No. 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, dan Perkaban No. 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. Meskipun peraturan

1

Page 5: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015dan kebijakan telah dibentuk namun faktanya jumlah tanah (terindikasi) terlantar justru meningkat, sehingga upaya penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar semakin jauh dari tujuan awalnya, yaitu mewujudkan keadilan agraria. dalam kerangka reforma agraria. Jika reforma agraria dilakukan hanya untuk merektrukturisasi tatanan penguasaan dan pemilikan tanah semata, maka reforma agraria itu hanya bermakna sebagai suatu perubahan sosial semata, belum tentu mewujudkan keadilan agraria. Dengan demikian, kebijakan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar harus bermuara pada keadilan agraria sebagai amanat dari Konstitusi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi BPN pada tahun 2011, terdapat sekitar 7,3 juta hektar tanah yang terindikasi terlantar; sedangkan tanah yang sudah dinyatakan terlantar adalah 459 bidang, yang luasnya mencakup 4,8 juta hektar dan luas tanah terlantar ini semakin bertambah. Jadi apakah manajemen lahan berpengaruh terhadap pendayagunaan dan pengelolaan lahan?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan pengertian mengenai manajemen lahan.2. Menjelaskan jenis manajemen lahan3. Menjelaskan konsep manajemen lahan4. Menyajikan kasus-kasus manajemen lahan

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan makalah ini dilengkapi dengan sistematika penulisdan yang dapat membantu pembaca dalam emmahami isi dari makalah ini. Adapaun sistematika penulisan tersebut, yakni:

BAB I Pendahuluan : Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan dari penulisan makalah ini

BAB II Pembahasan : Bab ini membahas mengenai isi dari berbagai tujuan dari penulisan makalah ini

BAB III Penutup : Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang dibahas pada bab II

2

Page 6: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen Lahan

Pengertian Pengelolaan Kata “Pengelolaan” dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula pengaturan atau pengurusan (Suharsimi Arikunto, 1993: 31). Banyak orang yang mengartikan manajemen sebagai pengaturan, pengelolaan, dan pengadministrasian, dan memang itulah pengertian yang populer saat ini. Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu.

Manajemen lahan adalah suatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, memimpin dan pengendalian organisasi manusia, keuangan, fisik dan informasi sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi secara efisiensi dan efektif dalam memanajemen lahan itu sendiri. Nanang Fattah, (2004: 1) berpendapat bahwa dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer atau pimpinan, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), pemimpin (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganising, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

Bagian dari bentang alam (landsekap), mencakup lingkungan fisik: topografi /relief, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi alami yg semuanya secara potensial akan berpengaruh thd penggunaan lahan. Lahan dipengarungi oleh berbagai aktifitas flora, fauna dan manusia, baik dimasa lalu, maupun masa sekarang.

Definisi pendayagunaan adalah cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar dan lebih baik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 189). Dalam kaitannya dengan upaya penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, pada PP No. 36 tahun 1998 ditegaskan bahwa tanah terlantar didayagunakan untuk program-program kemitraan, redistribusi tanah, konsolidasi tanah dan pemberian hak atas tanah kepada pihak lain.

Sementara itu, Pasal 15 ayat (1) PP No. 11 tahun 2010 jo Pasal 16 ayat (1) Perkaban No. 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar, menegaskan bahwa peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui :

a. program reforma agraria,b. alokasi program strategis negara dan

3

Page 7: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015c. untuk cadangan negara lainnya. Tanah ini kemudian dikenal sebagai Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN). Dengan demikian, arahan pendayagunaan tanah terlantar dalam PP No. 11 tahun 2010 lebih luas dari pada PP No. 36 tahun 1998.

Kategori Lahan

a. Proses pembentukannya : Analisis lansekape (landform, katena lahan, faset lahan, elemen lahan / site

b. Penggunaannya : Klasifikasi penggunaan lahan (hutan, sawah, lahan kering, perkebunan, permukiman, industri dll)

c. Lokasi spesifik: rawa, pantai, pasang surut , lahan pertanian, lahan perkotaan dll,

d. Kaualitas dan produktivitan lahan: marginal, subur-miskine. Kesesuaian dan alokasi tata ruang /tata guna lahanf. Nilai: ekonomi, sosial-budaya , politik, lingkungan, hukum dllg. Satuan lahan (land unit):

1) Diacu untuk kegiatan survei dan evaluasi sumberdaya lahan2) Keseragaman komponen biofisik lingkungan : geologi, landform, jenis

batuan, pola drainase , relief, lereng, dan pengunaan lainnya.3) Zone lahan : kelanjutan dari proses evaluasi kesesuaia lahan4) Instilah dalam GIS satuan lahan ~ data spasial SDL5) Hasil klasifikasi, overlay, pembobotan dan pensekoran sesuai dengan

pengaruh dari masing-masing varabel / peubah.h. Degradasi lahan : proses penurunan kualitas dan produktifitan lahan secara

gradual1) Degradasi lingkungan diakibatkan oleh pengaruh alam atau campur

tangan manusia (manusia > alam).2) Degradasi kualiatan ke degradasi produktivitas ke degradasi

kesejahteraan ekonomi petani dan kemiskinan subsistem.

2.2 Jenis Manajemen Lahan

2.2.1 Pengadaan

Pengadaan lahan dibagi menjadi 2 jenis yaitu bila penyediaan lahan untuk kepentingan umum yang disediakan pemerintah adalah pengadaan lahan, sedangkan penyediaan lahan untuk kepentingan swasta adalah pembebasan lahan. Pegadaan lahan yang disediakan oleh pemerintah di dalam konteks manajemen lahan adalah menyediakan lahan untuk kegiatan tertentu pada waktu yang tetap dengan harga yang terjangkau di lokasi yang diinginkan. Dalam lingkup pengadaan lahan terdapat isu penawaran dan permintaan lahan, kelembagaan, dan hak atas lahan.

Penawaran dan permintaan lahan memiliki persoalan tentang kesulitan memperoleh lahan, harga lahan yang tinggi, dan spekulasi. Kelembagaan memiliki persoalan ijin lokasi yang berlebihan, prosedur pengadaan dan pembebasan lahan yang tidak pasti kepemilikannya. Hak atas lahan memiliki

4

Page 8: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015persoalan yaitu ketidakpastian/ketidakamanan kepemilikan, sengketa lahan, status lahan hak adat. Di dalam pengadaan lahan untuk kepentingan umum mengacu pada UU No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Aturan Pelaksanaannya berdasarkan Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kapala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Lahan. Lahan yang termasuk ke dalam kepentingan umum adalah hankamnas, jalan umum (termasuk jalan tol), rel kereta api dan sarananya, saluran air minum, saluran pembuangan air, sanitasi, waduk, bendungan, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya, pelabuhan, bandar udara, dan terminal, infrastruktur mintak, gas, dan panas bumi, pembangkit listrik dan prasarana distribusinya, jaringan telekomunikasi dan informatika pembangunan, tempat pembuangan dan pengelolaan sampah, dan rumah sakit pemerintah, fas. keselamatan umum seperti tanggul banjir, dan serta bencana-bencana alam lainnya, pemakaman umum, fasilitas sosial, fasilitas umum dan RTH public, cagar alam dan cagar budaya, kantor pemerintah daerah dan desa, penataan permukiman kumuh perkotaan, konsolidasi tanah. prasarana pendidikan pem. / pemda, prasarana pemuda dan olahraga, pasar umum, dan lapangan parkir umum.

Adapun tahapan penyelenggaraan pengadaan lahan untuk kepentingan umum adalah sebagai berikut.

a. PerencanaanTahapan perencanaan yang dimaksudadalah perencanaan guna lahan yang dituangkan di dalam dokumen perencanaan yang dilakukan oleh perencana.

b. PersiapanSetelah perencanaan langkah selanjutnya yaitu penetapan lokasi oleh gubernur sesuai dengan perencanaan.

c. PelaksanaanTahapan yang terakhir yaitu pelaksanaan : Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan inventarisasi. Tim Apraisal Independen menetapkan nilai ganti rugi. BPN, Tim Apraisal, dan instansi yang memerlukan tanah melaksanakan

musyawarah dengan masyarakat pemilik tanah. Bila negosiasi buntu (pemilik tanah tidak setuju dengan harga ganti rugi), sedangan lokasi proyek tidak bisa dipindah maka pemerintah dapat menempuh konsinyasi uang ganti rugi dan pencabutan hak.

Pembayaran ganti rugi. BPN menyelesaikan sertipikat tanah atas nama instansi yang

memerlukan tanah.

Dalam hal status tanahnya adalah Hak Guna Bangunan(HGB) atau Hak

Guna Usaha (HGU) atau Hak Pakai (HP), maka harus diketahui apakah jangka

waktu haknya masih ada ataukah sudah berakhir

5

Page 9: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015a. Jika status tanahnya adalah Hak Milik sedangkan pembelinya Pemerintah,

maka pembeliannya dapat dilakukan dengan cara:

penurunan hak menjadi HGB/HGU/HP, yang dilanjutkan dengan jual

beli (setelah menjadi HGB/HGU/HP)

pelepasan hak ke Negara dengan menggunakan akta pelepasan hak

secara notariil, yang dilanjutkan dengan permohonan hak oleh badan

hukum yang bersangkutan. Pelepasan ke Negara tersebut juga dapat

dilakukan jika tanah tersebut belum bersertifikat.

b. jika status tanahnya adalah HGB/HGU/HP

jangka waktunya masih berlaku : pembelinya baik perorangan maupun

badan hukum bisa langsung melakukan akta jual beli biasa

jangka waktunya sudah berakhir : mengajukan permohonan hak

kembali atas nama pembeli, setelah haknya timbul, baru dilakukan jual

beli biasa.

dibuatkan akta jual beli bangunan dan pengoperan hak secara notariil,

baru diajukan hak baru oleh pembeli.

Alternatif lain : Jika status tanah adalah HGB, jangka waktunya masih

berlaku dan pembelinya adalah perorangan, maka anda dapat memilih

untuk tetap pada status tanah HGB tersebut (untuk itu cukup

dilakukan jual beli dan balik nama), ataukah Anda ingin berstatus Hak

Milik (yang dapat dilanjutkan dengan proses peningkatan status tanah

tersebut).

2.2.2 Pemanfaatan

Pemanfaatan lahan adalah memperoleh penggunaan lahan terbaik dan nilai tertinggi bagi masyarakat banyak. Dalam lingkup pemanfaatan terdapat isu-isu strategis tentang penataan lahan yang ada persoalan lahan terlantar, stagnansi fungsi (fungsi pusat/kota lama), ketidakteraturan pemanfaatan lahan, pengembangan kegiatan di lokasi yang tidak tepat, lalu kemudian ekonomi dan nilai lahan dengan persoalan sebaran kegiatan pelayanan yang tidak merata, investasi yang tidak optimum, timbulnya eksternalitas negatif.

Penataan lahan

Ekonomi dan nilai lahan

2.2.3 Pengendalian

Pengendalian lahan adalah mengarahan kegiatan dan pemanfaatan lahan sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan. Di dalam pengendalian lahan terdapat isu penataan lahan yang terdiri dari

6

Page 10: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015pembangunan yang tidak terkendali dan perubahan pemanfaatan lahan, sedangkan isu kelembagaan sebagai contoh tidak ada/belum lengkapnya pengaturan lahan, konflik kepentingan/kewenangan lembaga.

2.3 Konsep Manajemen Lahan

2.3.1 Land consolidation

Konsolidasi lahan adalah bentuk kegiatan mengenai pengelolaan tata guna lahan dengan cara pengaturan kembali penggunaan lahan dan penguasaan bidang-bidang tanah. Sasaran dari konsolidasi lahan itu sendiri adalah penataan kembali penggunaan dan penguasaan tanah pada suatu kawasan yang kondisinya dinilai kurang memenuhi syarat untuk menjadi kawasan yang lebih baik. (Indra, 2012) Model dari konsolidasi lahan ini terdapat 3 jenis, yakni :

Model pengumpulan bidang-bidang tanah yg berserakan adalah model konsolidasi yang popular dilakukan di Eropa dan Amerika. Konsolidasi ini adalah untuk individu yang memilik tanah banyak dan letaknya tidak teratur (berserakan dimana-mana) maka dilakukan konsolidasi model ini agar tanah yang dimiliki menjadi satu dan efisien dalam pengelolaannya.

Model konsolidasi tanah subdivision s]atau pengkaplingan tanah. Model ini adalah penyatuan tanah kosong dan kemudian direncanakan untuk menjadi rencana tapak. Rencana tapak tersebut harus disetujui oleh pemerintah daerah. Setelah mendapat persetujuan dari pemerintah, tanah tersebut akan dikapling dan dijual. Kapling ini dijual dengan prasarana dan sarana yang sudah dilengkapi.

Model penataan kembali bidang tanah (land readjustment) adalah model konsolidasi dengan mengumpulkan bidang tanah milik individu yang memiliki bentuk tidak beraturan dan belum terjamah prasarana. Maka setelah konsolidasi tersebut dilakukan tindakan pembangunan prasarana untuk tanah tersebut. Cara readjustmen dianggap paling adil karena pngurangan lahan digunakan untu kepentingan bersama.

2.3.2 Land acquisition

Land acquisition adalah hak atas tanah yang diambilalih dengan cara yang seolah memaksakan. Pemerintah biasanya melakukan tawar menawar untuk menentukan harga dari lahan tersebut. Dengan tawar menawar tersebut dapat meminimalkan biaya administrasi. Pengadaan lahan oleh pemerintah dapat juga dilakukan dengan cara sewa. Dengan cara tersebut pemerintah memperoleh keuntungan untuk memperoleh lahan yang diperlukan tanpa harus membayar harga penjualan lump-sum berlebih. Pengadaan juga dapat dilakukan melalui barter atau pertukaran yang disebabkan oleh sulitnya memperoleh lahan secara sukarela oleh pemerintah yang sering digunakan untuk pembangunan dilakukan kompensasi dengan

7

Page 11: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015barter lahan dan sering tanpa adanya proses pembayaran uang. (Baskara, 2012)

2.3.3 Land sharing

Land sharing adalah pengadaan tanah untuk kepentingan usaha. Jadi, pemilik tanah menyerahkan tanahnya pada investor untuk dibangun tanpa menyerahkan haknya. Jadi tanah tersebut tetap menjadi milik pemilik tanah tersebut. Dan kalaupun ada kenaikan harga tanah, yang mendapat keuntungan adalah pemilik tanah itu juga.

2.3.4 Land pooling

Land Pooling adalah mengumpulkan bidang–bidang tanah yg sempit dlm 1 areal menjadi 1 bidang, dimana diatasnya akan dibangun bangunan bertingkat sehingga KDB dapat meningkat yang akan menyebabkan tempat parkir yang cukup, RTH privat semi, Semi publik meningkat. Kepemilikan tanah berdasarkan land pooling adalah dengan bukti hak sertipikat. Ilustrasi pembangun bersama dengan Land Pooling adalah sebagai berikut :

Semula :Kapling A,B,C sempit, rumahindividual tidak bertingkat,KDB = 100 %Ruang Terbuka = 0

Menjadi :Rumah susun 3 tingkat,KDB = 33,33 %Ruang Terbuka 66,67 %

Gambar 1 Model land pooling

Gambar 2 Kompensasi hak pembangunan

2.3.5 Land banking

Land Banking adalah penyediaan Tanah siap bangun (hampir sama dengan Kasiba & Lisiba). Dalam land baking ini penyelenggaranya adalah

8

Page 12: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015Pemerintah. Land baking adalah sebagai instrumen pengendalian harga tanah & spekulasi tanah. Tujuan dari land baking adalah mengalihkan keuntungan kenaikan harga tanah dari swasta menjadi keuntungan publik. Kebijakan yang diperlukan dalam land banking adalah sebagai berikut:

a. Hak istimewa utk membebaskan tanah (Preemption Right).b. RDTR sbg arahan penguasaan tanah oleh lembaga Bank Tanah.c. Kelonggaran batasan luas menguasaan tanah, batas waktu hak, dan

kewajiban pemanfaatan tanah.d. Pengendalian (Pembekuan) Harga Tanah :

1) Melalui Perpajakan : Betterment Tax, Capital Gain Tax, Vacant Land Tax.2) Melalui instrumen Perijinan utk mempersempit ruang gerak spekulan

tanah

Fungsi Bank Tanah adalah sebagai berikut :

a. Pembeli Tanah (Land Purchaser)b. Pemegang Stok Tanah (Land Keeper)c. Pengaman Penyediaan Tanah (Land Warranty)

Sifat Kelembagaan Bank Tanah adalah sebagai berikut :

a. Lembaga profit dengan kontrol penuh oleh pemerintah.b. Memiliki Kewenangan (monopoli) pengadaan tanah.

Tantangan Bank Tanah adalah sebagai berikut :

a. Hak istimewa pengadaan tanah & pembekuan harga tanah berlawanan dengan sistem pasar bebas

b. Perlu modal besarc. Selama tanah belum laku: modal tidur (iddle), tanah kosong/terlantar, &

perlu pengamanan tanah agar tidak terjadi pendudukan liard. Pihak swasta mencari tanah lain di luar daerah, yg mungkin lebih murah

2.3.6 Transfer of development right

Pemilik tanah pada kawasan yang dibatasi pembangunannya (kawasan konservasi, rawan bencana, jalur penerbangan) hak membangunnya ditransfer ke pihak lain. Misal Pemilik bangunan bersejarah, hak membangunnya dijual ke tetangga di mana diberi kelonggaran ketentuan. Misalnya maksimal 2 lantai boleh 3 lantai. Bila hak membangun tidak bisa ditransfer seperti itu (misalnya karena pada jalur penerbangan) maka hak membangunnya harus ada kompensasi (insentif dari Pembagunan atau pihak yang berkepentingan). Ilustrasi dibawah ini adalah menerangkan bahwa perlu ada transfer/kompensasi hak membangun bagi pemilik tanah di ujung landasan.

9

Page 13: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015

Gambar 3 contoh transfer of development right

2.4 Studi Kasus

2.4.1 Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum

Judul studi kasus : Konsinyasi Ganti Rugi dalam Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Umum (Studi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek

Jalan Tol Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang)

Rangkuman studi kasus :

Studi kasus yang diambil membahas mengenai gambaran tentang

Mekanisme Konsinyasi Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan

Umum khususnya untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di

Kabupaten Semarang. Konsinyasi yang diterapkan dalam Perpres No. 65

Tahun 2006 berbeda dengan konsinyasi yang di atur dalam KUH Perdata, di

mana dalam KUH Perdata konsinyasi dapat dilakukan jika sebelumnya

terdapat hubungan hukum antara para pihak. Sedangkan dalam Perpres justru

sebaliknya, konsinyasi diterapkan disaat kesepakatan antara para pihak tidak

tercapai, tidak ada hubungan hukum sama sekali diantara para pihak tersebut.

Perbedaan dalam hal konsep penerapan konsinyasi inilah yang

mengindikasikan bahwa Perpres ini lebih memihak investor asing daripada

nasib masyarakat yang tanahnya harus diambil untuk pembangunan yang

seringkali mengatasnamakan kepentingan umum.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan

untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten

Semarang dan hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi

10

Page 14: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015atas tanah yang digunakan untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang –

Solo Di Kabupaten Semarang serta proses pengadaan tanah untuk

kepentingan umum dalam rangka Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang –

Solo Di Kabupaten Semarang serta pengaruhnya terhadap pemilik hak atas

tanah yang terkena proyek tersebut.

Metode Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris

dan spesifikasi penelitian ini adalah Deskriptif Analitis. Pengumpulan data

melalui data primer dan data skunder. Metode analisis yang dipakai adalah

kualitatif, dan penyajian datanya dalam bentuk laporan tertulis secara ilmiah.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, didapatkan hasil bahwa

mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk

Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang

disebabkan tidak adanya titik temu, sehingga proses di pengadilan-lah yang

bisa menyelesaikan. Tentunya biaya yang akan dititipkan ke pengadilan

adalah harga yang sesuai dengan perhitungan tim appraisal, karena harga

yang disodorkan itu sudah yang tertinggi. Kalau masih ada tawaran yang

masih tinggi, terus terang kami tidak bisa memenuhi, maka konsinyasi adalah

jalan pemecahannya. Sepanjang lembaga konsinyasi tersebut dilaksanakan

dalam pelepasan atau penyerahan hak yang telah diperoleh kesepakatan

antara pihak yang membutuhkan tanah dan para pemegang hak atas tanah

(termasuk pemilik bangunan, tanaman dan atau benda-benda lain yang

berkaitan dengan tanah) yang dimiliki bersama-sama oleh beberapa orang,

dan satu atau beberapa orang diantara mereka tidak diketahui

keberadaannya, maka ganti rugi kepada orang-orang yang tidak diketahui

inilah yang dapat dikonsinyasikan di pengadilan negeri setempat, hal ini dapat

dibenarkan.

Hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi atas

tanah yang digunakan untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo

Di Kabupaten Semarang adalah ketidaksepakatan tentang besaran ganti

kerugian karena keterbatasan dana dari Pemerintah sehingga bentuk dan

besaran ganti kerugian penetapannya tidak sesuai dengan harga pasar

setempat (umum), hal ini dinilai tertalu rendah atau tidak wajar.

Proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam

rangka pelaksanaan pembangunan jalan tol Semarang-Solo dilaksanakan

berdasarkan Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2007 tentang Ketentuan

11

Page 15: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015Pelaksanaan Peraturan Presiden nomor 36 tahun 2005 junto Peraturan

Presiden nomor 65 tahun 2006.

Sebagian besar pemilik tanah telah merelakan tanahnya untuk proyek

pembangunan Jalan Tol Semarang – Solo ini, namun mereka belum puas

dengan harga yang ditawarkan oleh TPT. Oleh karena itu masih banyak warga

belum sepakat dengan nilai harga yang ditawarkan pada musyawarah

tersebut.

Sedangkan pengaruh yang ditimbulkan terhadap pemilik hak atas tanah

yang terkena pembangunan jalan tol Semarang – Solo adalah turunnya harga

tanah. Pemilik Hak Atas Tanah yang terkena proyek tersebut merasa sangat

dirugikan karena untuk tanah sisa (tanah yang tidak terkena tol) akan menjadi

turun harganya dibandingkan sebelum adanya tol, sehingga banyak pemilik

Hak Atas Tanah yang tanahnya tidak terkena proyek tersebut meminta kepada

pemerintah agar tanah sisa juga diberikan ganti kerugian dan dimasukkan ke

dalam rute tol tersebut.

Selain itu, dengan adanya rencana proyek tol Semarang – Solo ini,

kegiatan pertumbuhan ekonomi sebagian pemilik Hak Atas Tanah menjadi

terganggu, kecuali bagi mereka yang kebetulan berada pintu keluar Tol

(intercange).

Terakhir, apabila Jalan Tol tersebut telah dapat digunakan, mereka

merasa menjadi tidak nyaman dan tenang. Hal ini dikrenakan sebelum adanya

Jalan Tol tersebut, lingkungan mereka termasuk lingkungan yang tenang.

Adanya Jalan Tol dipastikan akan membuat bising suara lalu lalang kendaraan.

Sebagai penutup, diberikan saran yang diberikan adalah hendaknya

pemerintah merubah skema investasi pembangunan Jalan tol yang sudah ada,

karena skema investasi infrastruktur Jalan Tol yang sedang berjalan saat ini

adalah adanya unsur pengadaan tanah di dalam variable investasi. Hal

tersebut ternyata menjadi kendala utama yang tidak terbantahkan lagi seiring

berjalannya waktu Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) yang telah

melampaui waktu 2 tahun, dimana pengadaan tanah untuk seluruh 22

investor jalan Tol yang sudah menandatangani Perjanjian (PPJT) belum ada

yang rampung dikerjakan oleh Pemerintah. Padahal beberapa investor

dananya sudah siap baik dari equity maupun dari dana bergulir BLU, namun

demikian progres secara keseluruhan baru sekitar -/+ 10%. Jadi Pemerintah

yang sangat legitimed seperti saat inipun ternyata tidak mampu

menggerakkan aparat birokrasinya untuk menyelesaikan permasalahan

12

Page 16: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015pengadaan tanah sesuai yang diperjanjikan kepada para investor jalan tol.

Tanggung jawab dari pihak yang membutuhkan tanah dan pihak yang

melaksanakan pengadaan tanah hampir tidak ada, karena mereka umumnya

masih berasumsi bahwa dana pengadaan berasal dari Investor.

Kedua, Departemen Dalam Negeri dan Badan Petanahan Nasional

seharusnya menjadi garda terdepan dalam mensukseskan pengadaan tanah

dan seharusnya masalah pengadaan tanah tidak dilakukan melalui

musyawarah, artinya kalau Pemerintah sudah menentukan lokasi untuk

kepentingan umum, maka pencabutan hak atas tanah oleh pemerintah segera

dilakukan untuk satu koridor jalan, bukannya satu persatu. Oleh karena itu

perlu penyempurnakan mekanisme pengadaan tanah yang ada sekarang ini.

Juklak dan juknis Perpres 65/2006 harus jelas lead-nya siapa, agar tidak ada

dispute yang terjadi di tingkat bawah, masalah tanah adalah masalah yang

dikendalikan oleh pemerintah sepenuhnya.

Terakhir, hendaknya para wakil rakyat di DPR terlibat secara

proporsional dan aktif semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama

menyusun kaidah hukum dengan membebaskan/ melepaskan diri dari

intervensi kepentingan dari luar, kepentingan kelompok/golongan maupun

kepentingan pribadi. Khusus berkaitan dengan kerangka reforma agraria

diperlukan upaya yang terencana untuk merevisi pasal-pasal krusial dalam

Undang-undang No.5 tahun 1960 yang menyangkut: hak menguasai negara,

dasar/ prinsip hukum Adat, hak Ulayat, fungsi sosial tanah.

13

Page 17: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penawaran dan permintaan lahan memiliki persoalan tentang kesulitan

memperoleh lahan, harga lahan yang tinggi, dan spekulasi. Di dalam pengadaan lahan

untuk kepentingan umum mengacu pada UU No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan lahan

untuk kepentingan umum. Aturan Pelaksanaannya berdasarkan Perpres No. 71 Tahun

2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum dan Peraturan Kapala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk

Teknis Pengadaan Lahan.

Dalam manajemen lahan terdapat jenis-jenisnya meliputi pengadaan

pemanfaatan, dan pengendalian. Konsep manajemen lahan dapat digunakan untuk

sarana pengadaan lahan

14

Page 18: MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN

Manajemen Kota | PWK ITS |

2015

DAFTAR PUSTAKA

Baskara, M. (2012, Februsari 27). Pengadaan Lahan. Retrieved April 13, 2015, from

Medha Baskara: http://medha.lecture.ub.ac.id/2012/02/pengadaan-lahan/

Indra. (2012, Desember 9). Konsolidasi Lahan. Retrieved April 13, 2015, from Pasuruan

untuk Perubahan: https://pasuruankita.wordpress.com/2012/12/09/konsolidasi-

lahan/

15